Anda di halaman 1dari 16

KONSEPSI PENDIDIKAN PRA NIKAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN

KARAKTER ANAK PERSPEKTIF IMAM JAKFAR AL-SHADIQ

Widia Astuti1, Nur Arifa2, Muhammad Hafiz, Nur Cholid3


Universitas Wahid Hasyim
widiaastuti72727@gmail.com1,

ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk membahas tentang konsepsi pendidikan pra-
nikah dalam upaya pembentukan karakter anak perspektif imam jakfar al-shadiq
yang dipengaruhi oleh aspek hereditas dan lingkungan. Hal ini dikarenakan anak
menjadi generasi penerus bangsa, sehingga patut diperhatikan faktor-faktor yang
dapat membantu dalam tumbuh kembang dan pendidikan anak salah satunya
dengan mmemilih pasangan yang baik untuk melahirkan anak yang baik juga.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif kajian literatur atau
dapat disebut sebagai kajian kepustakaan dengan sumber data dari berbagai
literature seperti buku, jurnal, tesis, dan disertasi. Penelitian ini menggunakan
pendekatan psikologis. Data yang telah diperoleh selanjutnya dikelompokkan dan
diproses dengan beberapa langkah seperti editing, organizing kemudian dianalisis
menggunakan teori dan metode yang telah ditetapkan sehingga dapat memperoleh
jawaban dari rumusan masalah. Analisis data penelitian dengan beberapa teknik
seperti reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam perspektif imam Jakfar al-Shadiq aspek hereditas
menjadi aspek yang krusial dalam pendidikan dan pengembangan karakter anak,
orang tua dapat menurunkan sifat/kecerdasan kepada anak maka harus memilih
calon pasangan yang baik dan cerdas sebelum menikah untuk keturunan yang
berkualitas. Sedangkan lingkungan sebagai aspek yang mempengaruhi tumbuh
kembang anak setelah lahir ke dunia yang dilalui anak untuk mengembangkan
potensi/fitrah yang dimilikinya melalui lingkungan keluarga dan sekolah.

Kata Kunci : Pendidikan, Pra Nikah, karakter, anak.

PENDAHULUAN
Anak merupakan generasi penerus yang menjadi tonggak masa depan bangsa.
Sehingga dalam kehidupan pendidikan menjadi hal yang harus diberikan kepada anak
sejak dini. Keluarga sebagai lingkup lini terkecil yang bertanggung jawabari memberikan
pendidikan yang layak kepada anak-anaknya. Di Indonesia sendiri, terdapat sebutan The
Big Family dimana semua keluarga memiliki hubungan darah dengan anggota keluarga
lainnya dari garis keturunan nenek moyang yang sama, atau hubungan yang terbentuk dari
perkawinan. Tentunya, hal ini dapat memberikan dampak terhadap perkembangan anak
dalam lingkup keluarga dalam hal sikap atau perilaku(Mawardi 2017). Islam berpandangan
bahwa memilih kriteria pasangan yang baik menjadi salah satu hal yang diperhatikan
Title: Islamic Education in boarding scholl

sebagai langkah awal lahirnya generasi yang berakhlak baik, karena faktor hereditas
merupakan kunci utama dalam pembentukan karakter anak yang berakhlaqul karimah.
Terdapat beberapa penjelasan terkait memilih pasangan yang ditemukan pada
kandungan al-Qur’an dan Hadis. Salah satunya upaya dalam membentuk karakter
keturunan yang baik dari pasangan terdapat pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari
yaitu: “perempuan dinikahi karena 4 hal yaitu karena hartanya, karena keturunanya,
karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya
kamu akan beruntung”. Maka, tahapan dalam memilih pasangan sebelum menikah adalah
dengan mempertimbangkan keempat aspek sebagaimana yang disebutkan di
atas(Arviatinnisa Bahriatul Fakistania and Ramdan Fawzi 2021). Maka dengan
keberagaman tersebut akan menurunkan karakter yang berbeda-beda dan unik pada setiap
keturunannya. Keunikan karakteristik setiap individu tentu muncul dengan tidak sendiri.
Ada proses yang mempengaruhi untuk melekatkan karakteristik tersebut dalam diri setiap
individu, diantaranya melalui aspek hereditas/keturunan.
Dalam hal ini pendidikan pra nikah menjadi hal yang cukup menarik untuk
dipelajari oleh semua kalangan. Pemerintah sendiri melalui Dirjen Bimbingan Masyarakat
Islam Departemen Agama membuat program Kursus Pra Nikah bagi calon pengantin
sebagai bekal membangun keluarga yang Sakinah sehingga melahirkan keturunan yang
berakhlakul karimah. Adapun Beberapa ulama pendidikan Islam sendiri banyak membahas
tentang pendidikan karakter bagi anak, diantaranya adalah Imam Al-Ghazali, Buya
Hamka, K.H. Hasyim Asy’ari dan Imam Jakfar al-Shadiq. Namun diantara beberapa ulama
yang penulis sebutkan di atas, penulis tertarik membahas pendidikan Pra Nikah perspektif
Imam Jakfar al-Shadiq, menurutnya pemilihan pasangan yang baik akan melahirkan
keturunan yang baik namun jika memilih pasangan yang buruk maka akan terbentuk
keturunan yang buruk pula.
Sepasang orang tua memiliki posisi yang strategis karena berperan dalam
pendidikan dini masing-masing anak. berbagai bimbingan seperti nilai agama akan
ditanamkan kepada anak untuk dapat membentuk karakter dan perilaku anak dengan baik
(Karimullah 2021). mewujudkan tujuan tersebut tidak serta merta tanpa ada faktor
pendukungnya, terdapat faktor ektsternal yaitu lingkungan dan faktor internal adalah
hereditas atau keturunan. Hereditas dan lingkungan dalam pandangan Islam diyakini dapat
memberikan efek besar pada tumbuh kembang anak. Selain itu manusia memiliki naluriah

Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021


2
Muhammad Nur Hakim (Author name)

untuk berkehendak bebas yang dibarengi hidayah dan inayah dari Allah Swt yang dapat
mengakibatkan faktor hereditas dan lingkungan berpengaruh (Daimah 2019).
Imam jakfar memandang hereditas adalah aspek berpengaruh terhadap anak, oleh
karena itu beliau mengkonsepsikan pendidikan pra-nikah karena orang tua berperan dalam
pembentukan karakter anak di muka bumi yang ditentukan dari sifat keturunan ibu dan
ayah. Karakter menjadi bawaan/turunan dari orang tua. Gen yang diperoleh anak dari ibu
dan ayahnya Ketika pembuahan akan berdampak terhadap kesemua karakteristik termasuk
perilaku dan penampilan anak dalam hidupnya. Hal yang dibawa anak dari kedua orang
tuanya bukanlah perilaku yang didapat dari hasil belajar atau pengalaman tetapi yang di
bawa adalah sifat strukturnya. Sehingga hereditas sangat berpengaruh terhadap
perkembangan inteligensi seorang anak(Dea Nerizka, Eva Latifah 2021). Hereditas atau
keturunan adalah sebuah potensi yang dapat terus bertumbuh. Kualitas perkembangan anak
bergantung pada kualitas hereditas dan lingkungannya. Dalam pendidikan, ada yang
disebut aliran nativisme yang menyakini bahwa anak dipengaruhi oleh hereditas (Amini
2020). Hal ini sejalan dengan pendapat imam jakfar al-shadiq terkait pentingnya
pendidikan pra-nikah untuk memilih pasangan yang baik karena anak yang cerdas dan
berakhlaqul karimah lahir dari sepasang orang tua yang baik-baik. sehingga imam jakfar
mengharuskan Wanita dan laki-laki mencari pasangan yang jelas bibit, bebet dan bobot
calon pasangan sebagai tolak ukur pasangan sebelum menikah.
Imam Jakfar sebagaimana Umar bin Khattab juga memperdulikan lingkungan
sebagai faktor empiris dalam pembentukan karakter anak melalui pendidikan.
Pembentukan lingkungan yang baik untuk anak berdampak dalam membentuk manusia
yang bertauhid kepada Allah Swt(Sutoni Dalimunthe 2018). Aspek yang memiliki peran
krusial untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut adalah melalui lingkungan berupa
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan menjadi perantara dalam pembentukan
watak, sifat, dan karakter seseorang serta berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
lingkungan pada umumnya dapat menyebabkan dampak negatif dan positif tergantung
rangsangan yang diperoleh anak. Poondej dan Lerdpornkulrat dalam penelitannya
menjelaskan bahwa setiap anak yang dilahirkan di dunia dapat mengadaptasikan cara
belajar dengan anggapan mereka kepada lingkungan(Rasyid et al. 2020).
Membentuk manusia dengan fitrah bertauhid diperlukan Kerjasama antara ibu dan
ayah. Maka setiap individu harus mencari pasangan yang baik, memberi nama yang baik,

3
Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021
Title: Islamic Education in boarding scholl

dan mendidiknya dengan sungguh-sungguh. Perkembangan Fitrah yang dimiliki anak


menjadi sebuah karakter selain karena keturunan tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan
keluarga dalam hal pola asuh. Parenting yang dilakukan keluarga akan sesuai dengan
karakteristiknya, sehingga anak yang dididik berbeda-beda satu sama lain. Imam Jakfar
sebagaimana ahli lain melihat bahwa setiap individu memiliki perbedaan dan tidak ada
konsep kesamaan(Sutoni Dalimunthe 2018). Perbedaan tersebut akan membuat setiap
individu memiliki masing-masing karakteristik dan akhlak yang berbeda -beda pada
kehidupannya (Stai, Hasan Jufri 2018).
Adapun penelitian yang berhubungan dengan pendidikan pra-Nikah adalah
penelitian oleh Luthfi Kusuma Dewi yang berjudul, Penerapan Nilai-Nilai Pendidikan
Islam dalam Pelaksanaan Kursus Pra Nikah untuk Mewujudkan Keluarga Sakinah.
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat beberapa aspek yang diperlukan
karena menjadi faktor dalam terbentuknya keluarga Sakinah yaitu: kesetaraan,
musyawarah, dan kesadaran akan kebutuhan akan pasangan (Dewi 2019). Namun
penelitian ini hanya membahas tentang keluarga Sakinah saja. Berbeda dengan fokus
penelitian penulis yang membahas tentang pembentukan karakter anak secara khusus.
Begitu juga penelitian lain juga dilakukan oleh Suud Sarim Karimullah yang berjudul
Urgensi Pendidikan Pra Nikah dalam Membangun Keluarga Sejahtera Perspektif
Khoiruddin Nasution. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pendidikan pra-
nikah dibutuhkan untuk memberikan bekal pemahaman, wawasan pengetahuan, kesadaran
serta keterampilan setiap calon suami dan istri agar terbentu keluarga sejahtera
(Karimullah 2021). Penelitian tersebut hanya fokus kepada pendidikan pra-nikah dalam
mewujudkan keluarga sejahtera, namun belum membahas tentang pembentukan karakter
anak secara khusus.
Penelitian oleh Adi Haironi dan Faiz Naufal tahun 2022 menyimpulkan bahwa
pengaruh antara hereditas dan lingkungan adalah hubungan yang mengakibatkan
perbedaan sifat dan sopan santun setiap manusia. Hubungan antara satu sama lain
melahiran kepastian tentang bagaimana perkembangan membawa bagian-bagian tertentu
dari manusia, oleh karena itu potensi-potensi yang terlihat dapat dikembangkan dengan
maksimal (adi and Naufal 2022). Kemudian penelitian yang dilkukan oleh Daimah tahun
2019 menunjukkan bahwa yang mempengaruhi proses pembentukan anak tidak hanya
hereditas saja tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan yang Bersama-sama mempengaruhi

Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021


4
Muhammad Nur Hakim (Author name)

proses pembentukan manusia demgan ijin Allah Swt (Daimah 2019). Terdapat juga
penelitian Nur Amini dan Naimah pada tahun 2020 bahwa faktor hereditas lebih
berpengaruh terhadap perkembangan anak daripada faktor lingkungan. Karena hereditas
merupakan fitrah manusai yang diciptakan Allah Swt untuk setiap manusia yang
dikembangkan melalui pendidikan (Amini and Naimah 2020).
Penelitian-penelitian tersebut pada dasarnya menghasilkan kajian dengan teori dan
konsep secara umum, belum membahas relevansi konsep pendidikan pra-nikah dalam
pembentukan karakter anak perspektif imam Jakfar al-Shadiq yang dipengaruhi oleh
hereditas dan lingkungan. Sehingga melalui tulisan ini dapat diketahui konsep pendidikan
pra-nikah dan faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan karakter
anak menurut imam jakfar al-shadiq. Selain itu mengetahui pemikiran beliau tentang
perkembangan dan pendidikan anak yang dijabarkan secara singkat dalam biografi hidup
imam beliau. Dengan latar belakang ini, membuat topik ini sangat menarik diteliti dan
dielaborasi lebih dalam lagi tentang Pemikiran Imam Jakfar Al-Shadiq Tentang
Pembentukan Karakter Anak Berdasarkan Aspek Hereditas Dan Lingkungan.
Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif yang menggunakan kajian literatur, disebut juga studi pustaka (library research),
penelitian ini dilaksanakan melalui penelusuran data-data yang ditelaah secara kritis yang
bersumber bahan-bahan pustaka yang memiliki relevansi terhadap topik penelitian yang
dilakukan (Yustuti 2019). Manfaat penelitian pustaka adalah menyelesaikan masalah yang
tidak terdapat kejelasannya, holistic, kompleks, dinamis, dan penuh makna dari sumber
tertulis. Hubungannya dengan penelitian ini adalah untuk mengetahui relevansi pemikiran
imam jakfar pendidikan pra-nikah yang mempengaruhi pembentukan karakter anak
melalui hereditas dan lingkungan, serta untuk mengetahui mana faktor yang paling
dominan berdasarkan pemikiran imam jakfar (Amini and Naimah 2020).
Pendekatan Psikologis menjadi pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian
ini. Pendekatan psikologis (psychological approach) digunakan untuk mengeksplorasi
faktor-afaktor apa saja yang membentuk karakter anak sebelum dan sesudah dilahirkan
hingga dewasa (Rasyid et al. 2020). Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan
data sekunder. Sumber data primer adalah dokumen referensi seperti buku yang berkaitan
dengan konsep perkembangan karakter anak perspektif Imam Jakfar al-Shadiq. Kemudian

5
Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021
Title: Islamic Education in boarding scholl

data sekunder seperti buku yang membahas filsafat pendidikan Islam, ensiklopedia, jurnal,
dan artikel.
Data yang sudah didapatkan selanjutnya disatukan dan diolah menggunakan
beberapa langkah seperti editing untuk melakukan kembali dilakukan pemeriksaan
terhadap data yang telah diperoleh khususnya dalam kelengkapan, kejelasan makna, dan
kejelasan makna antara satu sama lain, serta pemeriksaan kesalahan ejaan agar sesuai
PUEBI. Kemudian dilakukan organizing untuk mengorganisasikan data informasi dengan
struktur yang diperlukan dalam memperoleh hasil penelitian yang baik. selanjutnya,
penemuan hasil penelitian dianalisis terkait pengorganisasian data informasi yang ada
melalui aturan-aturan, teori, serta metode yang ditetapkan. Oleh karena itu dapat ditarik
kesimpulan atas jawaban dari rumusan masalah (Yustuti 2019).

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL DAN PEMBAHASAN
Biografi imam jakfar al-shadiq
Jakfar al-Shadiq adalah Ulama Syi’ah yang berasal dari Madinah yang lahir pada
tahun 80 H. Nama Aslinya adalah Jakfar al-Shadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainal
Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul
Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Malik bin Nadhir bin Kinanah bin Khuzaimah
bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ed. Silsilah keturunan Imam Jakfar
al-Shadiq masih masih terhubung dengan Rasulullah Saw pada generasi ke-25 dari Ma’ed,
sedangkan Rasulullah generasi ke 20. Imam jakfar al-Shadiq wafat di Madinah 2 tahun
lebih awal dari Imam Abu Hanifah (150H) yaitu pada tahun 148 H.
Imam Jakfar al-Shadiq hidup pada masa pergolakan politik lantaran ia merupakan
keturunan Ali bin Abi Thalib yang diperlakukan tidak baik oleh pemerintah Bani
Umayyah pada masa itu. Sejak ia lahir sampai pada usia remaja yaitu 17 tahun, berbagai
macam pemberontakan dilakukan oleh kaum Syi’ah terhadap Dinasti Bani Umayyah. Hal
ini dimulai pada tahun 680 M, tepat 20 tahun sebelum kelahirannya, kakek bapaknya yaitu
Hasan bin Ali terbunuh dengan dipenggal kepalanya pada tragedi Karbala yaitu
peperangan dengan tantara Bani Umayyah dan penggalam kepalanya di bawa ke
Damaskus yang merupakan Ibukota Dinasti Bani Umayyah.

Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021


6
Muhammad Nur Hakim (Author name)

Berbagai macam pemberontakan pun dilakukan oleh kalangan Syi’ah kepada


pemerintahan Dinasti Bani Umayyah dari mulai pemerintah Muawiyah bin Abi Sufyan,
Yazid bin Muawiyah sampai pada pemerintahan Umar bin Abdul ‘Aziz (717-720 M)
mulai mereda dan membaik. Namun setelah masa kepemimpinan Umar bin Adul ‘Aziz,
pemberontakan Kembali terjadi pada masa Yazin bin Abdul Malik (720-724 M) dan
berlanjut sampai masa kepemimpinan Hisyam bin Abdul Mali (724-743 M). pada masa
pemerintahan Hisyam inilah Dinasti Bani Umayyah sudah mulai goyang lantaran muncul
kekuatan baru dari keluarga Bani Hasyim, Yaitu Bani Abbas atau yang dikenal dengan
Dinasti Abbasiyah (Dalimunthe 2018).
Keberadaan Syi’ah pada masa Dinasti Abbas mulai stabil dan mendapat
perlindungan pada masa pemerintahan Shaffah. Namun setelah itu, ketika Mansur
memerintah yaitu tahun 754-775 M. Berbagai pemberontakan pun Kembali terjadi. Hal ini
dikarenakan perlakuan diskriminatif terhadap keluarga Ali. Adapun golongan Syi’ah Itsna
Asyariah mengatakan bahwa Imam Jakfar al-Shadiq merupakan khalifah. Namun,
sebagaimana yang dikutip oleh Dalimunthe dari Mukhlis M. Hanafi dalam Biografi Lima
Imam mengatakan bahwa Imam Jakfar al-Shadiq tidak tertarik dengan urusan politik, ia
merupakan seseorang yang larut dalam ma’rifatullah (Dalimunthe 2018).

Pemikiran jakfar al-shadiq terhadap pendidikan anak


Pendidikan anak menurut Imam Jakfar al-Shadiq berorientasi pada metode
keteladanan sejak dini. Beliau menyarankan untuk mencintai anak-anak dan mengasihani
mereka, menepati janji jika berjanji dengan mereka. Karena orang tua menjadi sentral figur
bagi anak, hal tersebut relevan dengan konsep dalam quantum teaching bahwa bicara atau
semua tindakan, gerak-gerik dan lainnya yang dilakukan orang tua, bahkan mimik wajah
menjadi informasi pengetahuan bagi anak. Mempertimbangkan hal tersebut, maka sebagai
orang tua jiwa ketauhidan harus terpancar dari setiap wajahnya. Tugas orang tua adalah
untuk membantu anak untuk mengembangkan beragam potensinya. Orang tua harus
berusaha keras untuk mengembangkan potensi dengan optimal (Al Mubarok 2020).
Menurut Imam Jakfar potensi tersebut sudah dapat dikembangkan ketika umur 7 tahun.
Anak-anak mulai sekolah pada umur 7 tahun, bermain juga 7 tahun, belajar halal dan
haram juga umur 7 tahun. Tujuh tahun menurut Imam Jakfar adalah umur yang sudah siap
untuk belajar bagi anak-anak.

7
Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021
Title: Islamic Education in boarding scholl

Anak yang berusia 7-11 tahun mengalami perkembangan kemampuan kognitif


yang pesat. Normalnya, kemampuan anak yang sudah memasuki masa-masa sekolah akan
berkembang secara berangsur-angsur. Anak di usia sebelumnya, kemampuan berfikirnya
masih dalam tahap imajinatif, subjektif, dan egosentris, kemampuan inilah yang terus
berkembang ketika anak memasuki masa sekolah. Daya pikir mereka secara perlahan
berkembang secara konkret dan egosentris berkurang. Sehingga mereka akan
memfungsikan akal secara rasional dan objektif untuk berfikir ketika melihat sesuatu. Di
usia tersebut anak sudah dapat memecahkan suatu masalah secara logis. Hal ini sejalan
dengan konsep pendidikan Imam Jakfar bahwa setiap manusia berpotensi untuk
memahami yang terdiri dari kemampuan berpikir (al-fikr), menganalisa (al-aql), dan
menghafal (al-hifzh) (Dalimunthe 2018). Pemikiran ini juga relevan dengan Ibnu Sina yang
berpendapat bahwa Pada umur Usia 6- 14 tahun untuk mengasah aspek kognitif anak, pada
jenjang usia ini kurikulum yg disusun harus meliputi pelajaran agama seperti baca tulis Al-
Qur'an, puisi, dan olahraga.1
Imam jakfar al-shadiq juga berpendapat tentang pentingnya pendidikan akhlak
terhadap anak sejak dini. Beliau mengatakan bahwa “Shalat adalah kurban dari semua
ketakwaan, haji adalah jihat setiap kelemahan, zakat badan adalah puasa, mengajak tanpa
mengamalkannya bagaikan pemanah yang tidak punya anak panahnya, dapatkan rezeki
dengan bersedekah, jagalah hartamu dengan zakat”.
Terhadap anaknya, ia bernasehat,
Bacalah al-Qur‟an, sebarkan salam, serulah orang lain untuk berbuat baik,
cegahlah orang lain untuk berbuat munkar, siapa yang memutuskan silaturrahmi
denganmu, sambunglah, barang siapa yang mendiamkanmu,bicaralah dengannya,
siapa yang meminta sesuatu darimu, berilah,jauhilah adu domba, karena itu
membuat permusuhan dalam hati, jauhilah untuk membuka aib manusia, bagi yang
membuka aib seseorang posisinya sama dengan orang yang berbuat aib itu.
Setiap informasi yang Imam Jakfar berikan di atas terkandung dalam ajaran agama
dan sering dibahas oleh ulama lainnya. Secara singkat saja, ungkapan itu mengandung
sekelumit pemikiran yang secara khusus ditujukan kepada akhlak-akhlak yang tidak
melihat kemungkinan dilatarbelakangi oleh pengalaman atau kesaksiannya di
lingkungannya.
Petuah lainnya yang disampaikan oleh Imam Jakfar,

1
Fatkhur Roji, El-Husarri Ibrahim, “The Concept of Islamic Education According to Ibnu Sina and Ibnu
Khaldun,” Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 2 (2021): 327.

Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021


8
Muhammad Nur Hakim (Author name)

Sungguh mulia bagi yang berhemat, mengatur setengah kehidupan, keinginan


setengah akal, barang siapa yang membuat orang tuanya sedih, maka ia telah
berbuat maksiat kepada mereka, tidak ada bekal yang lebih utama dari takwa,
tidak ada sesuatu lebih baik dari diam, tidak ada musuh yang lebih berbahaya dari
kebodohan, dan tidak ada penyakit yang lebih berbahaya dari berbohong

Pendidikan Pra Nikah Sebagai Pembentuk Karakter Anak Perspektif Imam Jakfar
Al-Shadiq

Pengertian Pendidikan Pra Nikah


Pendidikan pra nikah merupakan proses kegiatan yang mengarah pada
upaya pemahaman pasangan sebelum melakukan pernikahan dimulai dari mencari
dan memilih jodoh kemudian akad dan berkeluarga. Hal ini dilakukan yang
bertujuan agar pasangan dapat mengetahui persoalan-persoalan rumah tangga dan
menjalankannya dengan baik.2
Secara umum, pendidikan pra nikah bertujuan memberikan bekal kepada
calon suami dan istri untuk menghadapi berbagai macam persoalan yang ada di
dalam rumah tangga nantinya. Namun, Pemerintah sendiri belum membuat
peraturan yang memiliki kekuatan hukum yang kuat guna mengatur pendidikan
tentang pra-nikah antara pasangan yang harus dilakukan. Namun ini kebijakan ini
telah diatur dalam ketentuan bab V pada lampiran Peraturan Direktur Jenderal
bimbingan Nomor DJ.II/542 tahun 2013 tentang pedoman Penyelenggaraan kursus
pra-nikah. Adapun materi yang diberikan ketika pelaksanaan pendidikan pra nikah
berhubungan dengan keluarga dan kehidupan rumah tangga yang dijalani setelah
pernikahan seperti membangun komunikasi efektif dalam keluarga, cara mengelola
keuangan keluarga, manajemen konflik sampai kepada pola asuh (parenting).3
Dalam kebijakan ini, pola asuh menjadi salah materi yang diberikan dalam
pendidikan pra nikah. Hal ini merupakan materi yang diajarkan kepada orang
dikarenakan seiring berkembangnya zaman anak memiliki lingkungan yang ikut
terus berkembang. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ja’far al-Shadiq mengenai
faktor lingkungan dapat mempengaruhi karakter anak. Adapun tidak hanya faktor
2
Saepudin Saepudin,dkk, “Pendidikan Pra Nikah Untuk Mewujudkan Rumah Tangga
Sakinah, Mawaddah, Warahmah Perspektif Al-Quran dan Hadis,” Jurnal Ilmiah
Pendidikan dan Keislaman Volume 2, No 1 (April 2022): 3.
3
Syifa Anita Fauzia, “Mewujudkan Keluarga Sakinah Melalui Bimbingan Pra Nikah,”
oetusan Hindia: Telaah Pemikiran Kebangsaan Volume 1, No 2 (2019): 47.

9
Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021
Title: Islamic Education in boarding scholl

lingkungan saja. Faktor latar belakang dari orang tua juga mempengaruhi
bagaimana karakter anak yang akan dilahirkan suatu saat nanti. Dalam hal ini,
terdapat satu konsep yang dinamakan hereditas.
Menurut Imam Jakfar al-Shadiq ada 2 aspek yang berpengaruh dalam
pendidikan dan pembentukan karakter anak diantaranya:

Aspek hereditas
Hereditas adalah pewarisan sifat-sifat dari induk kepada keturunannya. Pewarisan
ini dikendalikan oleh DNA yang terdapat dalam gen. hereditas juga sebagai studi tentang
bagaimana genetikan dapat memberikan pengaruh terhadap pewarisan sifat-sifat sehingga
disebut juga sebagai keturunan4. Dalam hal ini, menurut imam jakfar al-shadiq harus
dimulai dari keluarga. satu hal pertama yang harus dilakukan agar terbentuk generasi yang
berkarakter baik dimulai dari pemilihan calon pasangan yang baik. Laki-laki harus mencari
pasangan yang baik, kemudian ketika diberi keturunan hendaknya memberikan nama yang
baik dan bersungguh-sungguh dalam mendidik anaknya. Sebagus apapun pendidikan yang
ada di sekolah, bila tidak dibarengi oleh pendampingan orang tua di rumah maka
pendidikan yang didapat anak di sekolah tidak dapat berjalan maksimal.
Pemilihan istri yang cerdas, pintar, dan baik perilakunya berpengaruh besar dalam
pendidikan anak. Maka dari itu Jakfar al-Shadiq melarang seorang laki-laki menikah
dengan Wanita pezina karena dapat mewarisi sifat-sifat yang tidak baik. Namun Jakfar al-
Shadiq membolehkan menikahi Wanita pezina jika ia telah bertaubat. Begitu juga bagi
perempuan, Imam Jakfar al-Shadiq melarang Wanita untuk menikah dengan laki-laki
peminum khamar (pemabuk). Seorang laki-laki pemabuk akan membuahi janin yang
bodoh sehingga dapat merusak karakter anak yang lahir. Hal ini dapat dilihat dari
kepintaran dan kecerdasan orang-orang Yahudi Israel yang dipuji oleh Allah Swt di dalam
Al-Quran karena mereka anti terhadap khamar. Namun mereka memiliki perilaku yang
bejat, walaupun tidak mengkonsumsi alcohol, mereka merupakan produsen minuman
alcohol terbesar5.
Faktor latar belakang dari orang tua juga mempengaruhi bagaimana karakter anak
yang akan dilahirkan suatu saat nanti. Dalam hal ini, terdapat satu konsep yang dinamakan

4
Amini dan Naimah, “FAKTOR HEREDITAS DALAM MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
INTELLIGENSI ANAK USIA DINI.”
5
Sutoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu Islamic Studies.

Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021


10
Muhammad Nur Hakim (Author name)

hereditas. Dalam perspektif hereditas, perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi


oleh hal-hal berikut:
a. Bakat, setiap anak terlahir dengan memili bakat-bakat tertentu. Bakat tersebut dapat
diibaratkan seperti bibit kesanggupan atau bibit kemungkinan yang terkandung dalam
diri anak. Setiap anak memiliki berbagai macam bakat sebagai bawaan dari gennya,
seperti bakat musik, seni, agama, akal yang tajam dan sebagainya. Bakat yang dimiliki
oleh seorang anak tersebut pada dasarnya diwarisi oleh orang tuanya, bisa bapak atau
ibunya atau bahkan nenek moyangnya.
b. Sifat-sifat keturunan, Sifat-sifat keturunan yang diwariskan oleh orang tua atau nenek
moyangnya terhadap seorang anak dapat berupa psikis maupun fisik. Mengenai fisik
misalnya bentuk badannya, bentuk hidung ataupun suatu penyakit tertentu. Sementara
itu mengenai psikisnya seperti sifat pemarah, pemalas, pandai, gemar bicara, dan
sebagainya6. Hal ini dapat terjadi pada anak tunggal maupun anak kembar. Pada anak
kembar monozygotic, dapat diketahui adanya sifat-sifat fisik yang sama persis
(concordant) antara individu satu dengan yang lainnya, yakni tangan, kaki, wajah,
tinggi badan. Namun demikian, anak-anak yang kembar tersebut kadang-kadang juga
memiliki jenis penyakit yang diturunkan dari orang tuanya. Bila orangtua memiliki
suatu jenis penyakit tertentu (seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, paru-paru
atau epilepsi), maka anak-anak yang dilahirkan kemungkinan besar mempunyai resiko
terserang jenis penyakit yang sama.
c. Intelligensi, Kecerdasan yang dimiliki manusia akan dapat bermanfaat bagi anak-anak
yang diasuhnya. Terlepas dari apakah anak tersebut diasuh oleh orangtuanya sendiri
atau oleh orang lain, sifat kecerdasan orangtua akan terus berkembang, sehingga
memungkinkan untuk memahami dengan tepat tingkat kecerdasan anak tersebut.
Pernyataan ini disampaikan oleh J.J. Rousseau, seorang naturalis asal Perancis yang
mengklaim bahwa anak cerdas berasal dari orang tua yang cerdas.
d. Kepribadian,
Setiap orang memiliki keunikan, kekhasan, dan keunikan tersendiri yang
membedakannya dari orang lain. Sekalipun mereka adalah bayi kembar, setiap orang
tidak dapat memiliki sifat dan kepribadian yang sama. Kepribadian adalah struktur
organik yang berasal dari aspek fisik, kognitif, atau afektif psikologi yang membantu
6
Husnul Bahri, Dosen Pascasarjana, dan Iain Bengkulu, “STRATEGI EDUTAINMENT BERBASIS
PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI,” t.t.

11
Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021
Title: Islamic Education in boarding scholl

individu dalam pencarian mereka untuk menjadi selaras dengan lingkungan sekitar
mereka. Sebagai organisasi yang dinamis, kepribadian akan mempengaruhi perubahan
terhadap hukum-hukum yang mengatur tentang pembicaraan, tuturan, dan hak-hak
individu. Selain dipengaruhi oleh faktor interaksi dengan lingkungan hidupnya,
kepribadian dipengaruhi oleh faktor genetik yang dibawa sejak lahir. Dalam berbagai
penelitian yang dilakukan oleh ahli psikologi ditemukan bahwa baik kepribadian yang
normal atau tidak normal, pada dasarnya diturunkan dari kedua orang tuanya.
Berdasarkan konsep hereditas di atas, pemilihan calon pasangan dengan
memperhatikan sifat-sifatnya, intelegensitasnya, kecerdasannya, maupun akhlaknya
menjadi faktor lahirnya generasi yang seperti apa kedepannya. Hal ini selaras dengan hadis
Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
‫ َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة‬،‫ َع ْن َأِبيِه‬، ‫ َح َّد َثِني َسِع يُد ْبُن َأِبي َسِع يٍد‬: ‫ َقاَل‬،‫ َع ْن ُع َبْيِد ِهَّللا‬،‫ َح َّد َثَنا َيْح َيى‬، ‫َح َّد َثَنا ُمَس َّدٌد‬
‫ ِلَم اِلَها َو ِلَحَس ِبَها َو َج َم اِلَها‬:‫] َأِلْر َبٍع‬8:‫ " ُتْنَك ُح الَم ْر َأُة [ص‬: ‫ َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬،‫َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه‬
‫ َتِرَبْت َيَداَك‬، ‫ َفاْظَفْر ِبَذ اِت الِّديِن‬،‫" َو ِلِد يِنَها‬

Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya
dari Ubaidullah ia berkata, telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id dari
bapaknya dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, dari Nabi ‫ﷺ‬, beliau bersabda, "Wanita
itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu
akan beruntung."
Diantara 4 kriteria yang disebutkan di dalam hadis di atas, keturunan dan
kecantikan merupakan aspek yang dibawa dari gen orang tua. Dalam pemilihan calon
pasangan memperhatikan nasab dan keturunan calon pasangan bisa berdampak pada
generasi keturunan yang dilahirkan selanjutnya. Dari aspek kecantikan Salah satu hal
penting yang dapat menciptakan keharmonisan keluarga adalah memilih pasangan dari
segi fisiknya, seperti pernyataan syaikh Tihami dalam Qurrat Al-Uyun:
ْ‫نَاَو َج ْنُو كِتمْي َةِال َةفْلِال ُفغْلبَاكَالذهِنَِلةْر وصل‬
“Salah satu hal yang perlu diupayakan bagi orang yang hendak menikah adalah
berusaha mencari seorang gadis yang cantik jelita, karena hal ini bisa lebih mendorong
terwujudnya suasana keharmonisan.”

Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021


12
Muhammad Nur Hakim (Author name)

Dari pernyataan diatas, Syaikh Tihami menganjurkan untuk menikahi perempuan yang
cantik jelita, agar suasana keharmonisan lebih tercipta dalam keluarga. Memang tidak
dapat dipungkiri jika manusia mencintai keindahan.
Dalam memilih pasangan (calon suami/calon istri) bisa mempertimbangkan dua
aspek; fisik dan non fisik. Kriteria yang sifatnya lebih abadi non fisik lebih menjamin
keberlangsungan untuk membentuk keluarga sakinah, sedang faktor fisik sebagai
katalisator saja. Dalam hal ini, kriteria agama yang baik tidak sebatas agamanya Islam,
atau pengetahuan agamanya yang tinggi, atau kuantitas waktunya yang lama dalam
kegiatan agama. Kriteria agama yang baik, lebih didasarkan pada kualitas
keberagamaaannya yang baik, kesalehan individu dan kesalehan sosialnya terjaga dengan
baik.
Aspek lingkungan
Imam Jakfar sangat memperdulikan lingkungan sebagai faktor empiris dalam
pendidikan7. Lingkungan keluarga menjadi the first environment bagi awal perkembangan
anak, maka seharusnya diberikan hal-hal positif untuk memberikan dampak positif bagi
perkembangan awal anak. Kemajuan pesat dalam perkembangan anak yang lebih besar
dapat dicapai dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik dan positif sebagai
impression anak. Namun, jika pengalaman buruk yang diberikan maka tentunya akan
menghambat tumbuh kembang anak8. Pendidikan informal dalam keluarga membantu
mengembangkan dasar-dasar pertumbuhan anak.
Implikasi lingkungan keluarga dalam perkembangan anak sangatlah besar.
Lingkungan keluarga dapat berdampak pada perkembangan bahasa anak. Ketika orang tua
aktif berkomunikasi kepada anak, maka hasil perkembangannya sangat baik. Karena anak
mendengar, melihat, dan meniru orang lain. Kemudian lingkungan keluarga juga
mempengaruhi perkembangan keagamaan anak. Orang tua berperan dalam proses
penanaman nilai-nilai, keyakinan, dan sikap serta transformasi nilai-nilai ke dalam
kepribadian dan karakter9. Perkembangan moral anak juga dipengaruhi oleh kebiasaan
berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela yang diberikan orang tua dengan kreatif.
Lingkungan keluarga yang kondusif dan harmonis di rumah sebagai tempat anak

7
Sutoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu Islamic Studies.
8
Rasyid dkk., “Implikasi Lingkungan Pendidikan Terhadap Perkembangan Anak Perspektif Pendidikan
Islam the Implications of Educational Environment on the Child Development in Islamic Educational
Perspective.”
9
Rasyid dkk.

13
Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021
Title: Islamic Education in boarding scholl

berinteraksi menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak. Jika anak
selalu mendengar pertengkaran maka anak akan kesulitan berkomunikasi berpengaruh
pada kehidupan sosialnya. Namun jika keluarga harmonis, suportif, maka memberikan
dampak positif kepada anak dalam berinteraksi di lingkungannya10.
Lingkungan sekolah juga berpengaruh dalam perkembangan pendidikan anak
khususnya karakter anak. Belajar dalam lingkup sekolah tidak terlepas dari kegiatan sosial
anak dalam bermasyarakat. Karena di sekolah mereka bisa bertemu teman sebaya untuk
bergaul dan bersosialisasi. Cerdas dalam memilih circle pertemanan sangat penting bagi
anak, karena menjadi salah satu faktor pengaruh dalam perkembangan pendidikan anak
khususnya tentang akhlak, moral, dan ketauhidan. Sebagai contoh, bergabung dengan
circle dengan gaya hidup hedon, maka si anak jg akan akan ikut dalam kebiasaan tersebut.
Sebagaimana pepatah bergaulah dengan penjual parfum maka kamu akan kecipratan
wanginya. Menurut Hurlock kelompok sosial yang sering terjadi pada Sebagian anak
hingga remaja diantaranya adalah teman dekat, kelompok kecil, kelompok besar,
kelompok yang terorganisir hingga gang11.
Menurut Imam Jakfar ada lima kelompok pertemanan yang harus dihindari.
Pertama, dengan orang yang bodoh. Bodoh yang dimaksud adalah dungu, akalnya secara
umum tidak cerdas dalam hal apapun, melakukan segala yang diperintahkan dengan sifat
lugu. Kedua, pembohong. Circle ini membalikkan data dan fakta, membalikkan pahala
dengan dosa dan sebaliknya, pangkal dosa adalah kebohongan. Ketiga, orang fasik,
menurut al-Asfahani dalam al-mufradat fi Gharib al-qur’an kefasikan lebih umum dari
kekafiran. Keluar dari jalur syariat disebut fasik. Kemudian keempat, orang yang kikir
disebut juga bakhil jika menahan benda atau harta padahal tidak memiliki wewenang
dalam menyimpannya. Kelima, circle yang pengecut, tidak berani membantu jika dalam
situasi membutuhkan12. Kelompok-kelompok tersebut dapat mendatangkan pengaruh
negatif dan menjerumuskan anak dalam kenakalan remaja.

KESIMPULAN
Menurut Imam Ja’far al-Shadiq terdapat 2 faktor yang mempengaruhi pendidikan
anak dalam hal pembentukan karakternya yaitu faktor hereditas dan faktor lingkungan.
10
Rasyid dkk.
11
Syakira Hanifa dan Triana Lestari, “Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Emosional Anak,”
Jurnal Pendidikan Tambusai 5, no. 1 (8 Mei 2021): 1429–33.
12
Sutoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu Islamic Studies.

Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021


14
Muhammad Nur Hakim (Author name)

Dalam hal hereditas (sifat bawaan/keturunan) menurut imam jakfar al-shadiq dapat
menentukan bakat, kepribadian, intelegensi, dan karakter seorang anak yang dipengaruhi
oleh gen orang tua. Hal ini sejalan dengan konsep hereditas yang ada. Oleh karena imam
jakfar mengharuskan Wanita dan laki-laki mencari pasangan yang bibit, bebet, dan
bobotnya jelas karena akan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan anak
khususnya dalam pendidikan karakter anak. sedangkan dalam hal lingkungan, imam jakfar
menganggapnya sebagai faktor empiris dalam pendidikan anak. Implikasi lingkungan
keluarga dalam perkembangan anak sangatlah besar. Lingkungan keluarga dapat
berdampak pada perkembangan bahasa anak dan perkembangan keagamaan anak dalam
penanaman nilai-nilai, keyakinan, dan sikap serta transformasi nilai-nilai ke dalam
kepribadian dan karakter. Perkembangan moral anak juga dipengaruhi oleh kebiasaan
berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela yang diberikan orang tua. Lingkungan
sekolah juga berpengaruh dalam perkembangan pendidikan anak khususnya karakter anak.
Karena di sekolah mereka bisa bertemu teman sebaya untuk bergaul dan bersosialisasi.
Teman bersosialisasi menjadi salah satu faktor dalam perkembangan pendidikan anak
khususnya tentang akhlak, moral, dan ketauhidan. Oleh karena itu imam jakfar al-shadiq
mengelompokkan lima kelompok yang harus dihindari yaitu orang yang bodoh,
pembohong, orang fasik, orang yang kikir dan pengecut.

DAFTAR PUSTAKA

adi, adihaironi, and Faiz Naufal. 2022. “Hakikat Hereditas Dan Lingkungan Perspektif
Pendidikan Islam Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini.” At Turots: Jurnal
Pendidikan Islam 4 (1): 1–10. https://doi.org/10.51468/JPI.V4I1.93.
Amini, Nur, and Naimah Naimah. 2020. “FAKTOR HEREDITAS DALAM
MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INTELLIGENSI ANAK USIA DINI.”
Jurnal Buah Hati 7 (2): 108–24. https://doi.org/10.46244/BUAHHATI.V7I2.1162.
Arviatinnisa Bahriatul Fakistania, and Ramdan Fawzi. 2021. “Analisis Memilih Calon
Pasangan Menurut Syaikh Muhammad At-Rihami Dalam Kitab Qurrat Al-‘Uyun.”
Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam 1 (2): 69–74.
https://doi.org/10.29313/jrhki.v1i2.432.
Daimah. 2019. “Landasan Filosofis Pembelajaran Agama Islam Perspektif Hereditas,
Lingkungan, Kebebasan Manusia Dan Inayah Tuhan.” At-Tarbiyat :Jurnal
Pendidikan Islam 2 (2): 158–72. https://doi.org/10.37758/JAT.V2I2.159.
Dalimunthe, Sehat Sultoni. 2018. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Deepublish.
Dea Nerizka, Eva Latifah, A. Munawwir. 2021. “Heredity and Environment Factors in
Building Characters.” Jurnal Pendidikan Karakter 12: 55–64.
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpka/article/view/38234/pdf.
Dewi, Lutfi Kusuma. 2019. “PENERAPAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

15
Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021
Title: Islamic Education in boarding scholl

DALAM PELAKSANAAN KURSUS PRA NIKAH UNTUK MEWUJUDKAN


KELUARGA SAKINAH.” TA’DIBUNA: Jurnal Pendidikan Agama Islam 2 (1): 33–
50. https://doi.org/10.30659/JPAI.2.1.33-50.
Karimullah, Suud Salim. 2021. “Urgensi Pendidikan Pra Nikah Dalam Membangun
Keluarga Sejahtera Perspektif Khoiruddin Nasution.” Kariman: Jurnal Pendidikan
Dan Keislaman 9 (2): 229–46. https://doi.org/10.52185/KARIMAN.V9I2.184.
Mawardi, Amirah. 2017. “Pendidikan Pra Nikah; Ikhtiar Membentuk Keluarga Sakinah.”
TARBAWI : Jurnal Pendidikan Agama Islam 2 (02): 158–68.
https://doi.org/10.26618/jtw.v2i02.1036.
Mubarok, Ahmad Aly Syukron Aziz Al. 2020. “Metode Keteladanan Dalam Pendidikan
Islam Terhadap Anak Di Pondok Pesantren.” Al-TA’DIB 12 (2): 306.
https://doi.org/10.31332/atdbwv12i2.1447.
Rasyid, Ramli, Andi Achruh, Muhammad Rusydi Rasyid, Sulawesi Selatan, and Sulawesi
Selatan. 2020. “Implikasi Lingkungan Pendidikan Terhadap Perkembangan Anak
Perspektif Pendidikan Islam the Implications of Educational Environment on the
Child Development in Islamic Educational Perspective.” Jurnal Dasar Pendidikan
Umat Islam 7 (2): 111–23.
Stai, Mohammad Adnan, Hasan Jufri, and Bawean Gresik. 2018. “POLA ASUH ORANG
TUA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK DALAM PENDIDIKAN
ISLAM.” CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman 4 (1): 66–81.
https://doi.org/10.37348/CENDEKIA.V4I1.50.
Sutoni Dalimunthe, Sehat. 2018. Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu
Islamic Studies. Cetakan 1. Yogyakarta: Deepublish.
Yustuti, Eva. 2019. “Pembelajaran Remedial Sebagai Suatu Upaya Dalam Mengatasi
Kesulitan Belajar.” Foundasia 9 (1): 349–60.
https://doi.org/10.21831/foundasia.v9i1.26158.

Nazhruna: Vol. 4 No 3 2021


16

Anda mungkin juga menyukai