Anda di halaman 1dari 4

kyai dalam memimpin sebuah pesantren memegang teguh nilai-nilai luhur yang menjadi acuannya

dalam bersikap, bertindak dan mengembangkan pesantren. Dalam hal ini, kyai harir dalam memimpin

pondok menggunakan pola kepemimpinan tradisional dengan ciri utama adalah watak karismatik

yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara beberapa murid dan anaknya yang

menyatakan bahwa kyai harir dalam memimpin dan sebagai pengajar sangat kharismatik. Dengan

daya Tarik dan kepribadian yang kuat dapat mempengaruhi, menginspirasi dan memotivasi para

santrinya untuk terus belajar Qur’an dimanapun mereka berada dan terus bermanfaat bagi sesama

manusia.1 Pancaran kharismatik kyai harir menciptakan ikatan emosional dengan orang disekitarnya

khususnya kepada santrinya. Hal ini sesuai dengan teori Abdurrahman Wahid bahwa ciri utama

penampilan kyai adalah watak kharismatik yang dimilikinya, watak kharisma yang dimiliki oleh

seorang kyai timbul karena kedalaman ilmu dan kemampuan seorang kyai dalam mengatasi segala

permasalahan yang ada, baik di dalam pesantren maupun di lingkungan masyarakat sekitar (Aditian,

2020, p. 23).

Maju mundurnya pesantren ditentukan oleh kewibawaan dan kharisma kiai (Hafidh et al.,

2022). Perkembagan al-Qur’an melalui pendidikan berbasi pondok tahfidz di demak salah

satu faktornya melalui peran kyai harir. K.H hahrir Muhammad dalam menjalankan pondok

pesantren guru dan pemimpin yang sangat berwibawa, tegas, disiplin, terhadap santri-

santrinya dalam menghafal al-Qur’an. Sehingga pengajaran kyai harir sangat membekas di

ingatan para santrinya sebagaimana hasil wawancara dari beberapa santrinya diantaranya kyai

Miftah Mas’ud, kyai Ismail Fahmi, kyai syaifullah, dan wawancara bersama anaknya gus

muham. Sehingga menginspirasi para santrinya untuk mengembangkan pendidikan al-Qur’an

melalui pendidikan pesantren juga. Ketegasan, kedisiplinan, konsistensi yang diterapkan

beliau kepada santri-santri menjadi kunci mengapa banyak alumni BUQ berhasil dan

1
mendirikan pondok pesantren yang merupakn cabang dari BUQ saat ini dan memiliki satu

sekolah formal yaitu SD dan SMP BUQ yang terletak di Jalan Semboja Indah RT. 04 / RW.01

Kelurahan Kalicilik, Kecamatan Demak. Kedisiplinan dan konsistensi yang tertanam dan

menjadi aturan pondok pesantren inilah yang menjadi alasan utama mnegapa pondok

pesantren BUQ dapat menghasilkan lulusan yang benar-benar faham dan mutkin dalam

hafalannya. Sehingga berdampak pada perkembangan pendidikan al-Qur’an masa kini yang

mana banyak santri-santrinya yang mendirikan pondok qur’an dengan mengadopsi metode

belajar dari kyai harir.

Tentunya hal tersebut bisa bertahan sampai sekarang karena ada pemikiran kyai harir

yang masih melekat dan dipegang erat oleh santri-santrinya seperti prinsip yang diajarkan

beliau bahwa muridlah yang membutuhkan guru bukan guru yang membutuhkan murid. Pola

hubungan antara guru dan murid ada tipe yaitu pertama, pola houngan guru dan adalah yan

terjalin antara kiai dan santri sebagaimana layaknya antara guru dengan murid dalam pola

hubungan formal. Kedua, pola hubungan antara bapak-anak, yaitu plla hubungan yang terjalin

antara kiai dengan santrinya sebagaimana layaknya antara baoaj dengan anak. dalam hal ini

kyai harir dan santrinya masuk dalam kategori hubungan kedua, santri disamping sebagai

anak didiknya juga dianggap sebagai bagian dari keluarganya. Tindakan ini mendorong

terbentuknya pola hubungan yang terjalin antara kiai dengan santri sebagaimana layaknya

hubungan antara bapak dan anak (pola paternalisme) (Siswanto, 2019).

Pola hubungan paternalism yang terjalin antara kiai dan santri di pesantren tersebut

dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor yang brasal dari diri

kiai yang bersangkutan memandang santri sebagai amanat yang harus dididik sebagaimana

anaknya sendiri. Sedangkan faktor ekstern berasal dari tradisi orang tua santri yang
mneyerahkan anaknya kepada kiai secara langsung dan sebagaimana orang tuanya sendiri di

pesantren. Pada pondok pesantren terjadi kesepakatan anatara orang tua calon santri dengan

kiai pondok pesantren mengenai penyerahan wewenang mendidik santri dari orang tua kepada

kiai. Orang tua memberi Amanah kepada kiai untuk mendidik anaknya, sebab keterbatasan

mereka khususnya dalam pembelajaran al-Qur’an.

Berdasarkan hasil analisis mengenai pola hubungan antara guru dan murid di PP BUQ

terdapat tiga nilai-nilai yang terdapat di pondok pesantren mengandung tiga unsur yang

mengarah pada terbentuknya hubungan patronase antara kiai dan santri yaitu sebagai berikut:

1. Hubungan patronase mendasarkan diri pada pertukaran yang tidak seimbang yang

mencerminkan perbedaan status. Seorang klien, dalam hal ini santri telah menerima

banyak jasa dari patron yaitu kiai seperti pengajaran, nasehat, wejangan sehingga

santri memiliki keterikatan kepada patron (Yulita, 2019).

2. Hubungan patronase bersifat personal. Pola resiprositas yang personal antara kiai dan

santri menciptakan rasa kepercayaan dan ketergantungan di dalam mekanisme

hubungan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari budaya penghormatan santri-santri ke

kiai harir yang cenderung bersifat kultus individu (Yulita, 2019).

3. Hubungan patron menyeluruh, fleksibel dan tanpa batas kurun waktunya. Hal ini

dimungkinkan karena sosialisasi nilai ketika menjadi santri berjalan bartahun-tahun.

Suatu bentuk nilai yang senantiasa di pegang oleh santri-santri kyai harir contohnya

tidak berani mendebat soal apapun dengan kiai atau membantahnya karena kualat dan

ilmunya tidak bermanfaat (Siswanto, 2019).

Bertahannya budaya patronase antara kyai harir dan santri dapat bertahan karena beberapa

faktor salah satunya karena kepemimpinan kharismatik kyai harir. Dengan pola hubungan seperti ini

akan membentuk mindset diri bahwa dalam proses mencari ilmu tanggung jawab utama berada pada
murid bukan hanya pada guru. Sehingga hubungan timbal balik yang positif terjalin komprehensif.

Dampak dari penenaman prinsip terebut membentuk motivasi, inisiatif, dan tanggung jawab

pribadi dari santri sejak dini dalam menghafal Qur’an. Santri sendirilah yang harus memiliki

dorongan pribadi untuk belajar, mencari pengetahuan dan aktif mengikuti proses

pembelajaran. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator, pemberi bimbingan dan

penyedia materi pembelajaran. Hal ini sesuai dengan teori peran kyai sebagai guru dan

pemimpin, fasilitator, pembimbing dan Pembina (Dhofier, 1982). Konsep kyai harir yang

dijelaskan oleh santri-santrinya ini menciptakan sebuah lingkungan belajar yang saling

mendukung di mana guru memberikan bimbingan yang baik dan siswa merespon dengan

motivasi dan dedikasi untuk belajar. Saling ketergantungan ini menciptkana sebuah kolaborasi

yang sehat dan membangun pembelajaran yang efektif. Sehingga prinsip ini juga diterapkan

oleh santri-santrinya salah satunya KH syaifullah pengasuh PP ad-Dzikro Demak.

Peran kyai harir dalam pengembangan al-Qur’an dalam hal ini selain sebagai guru dan

pemimpin juga sebagai pengasuh dan panutan. Dalam hal ini tugasnya sebagai ayah para

santri yang bertanggung jawab untuk membina, dan memperbaiki tingkah laku dan moral

santri.

Anda mungkin juga menyukai