Makalah MINI CEX OMSK
Makalah MINI CEX OMSK
Perceptor :
dr. Mukhlis Imanto, M.Kes., Sp.THT-KL
Disusun oleh :
M. Aqsa Enrico Ricardo - 2218012203
Nadhira Yasmin - 2218012176
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU THT-KL
PERIODE 4 SEMPTEMBER – 7 OKTOBER 2023
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
Keluhan Tambahan
Rasa tidak nyaman di tenggorokan
PEMERIKSAAN TELINGA
Kanan Kiri
Daun Telinga
- Bentuk : Normotia Normotia
- Warna kulit : Tidak hiperemis Tidak hiperemis
- Nyeri tarik : Tidak ada Tidak ada
- Tumor : Tidak ada Tidak ada
Pre-aurikular
- Kulit : Tidak hiperemis Tidak hiperemis
- Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
- Fistel, secret : Tidak ada Tidak ada
- Tumor : Tidak ada Tidak ada
Post-aurikular
- Kulit : Tidak hiperemis Tidak hiperemis
- Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
- Fistel, sekret : Tidak ada Tidak ada
Liang Telinga
- Lapang/ sempit : Lapang Sempit
- Kulit : Tidak hiperemis Hiperemis
- Radang, edem : Dalam batas normal Dalam batas normal
- Serumen : Dalam batas normal Dalam batas normal
- Sekret : Dalam batas normal Kekuningan
- Tumor : Tidak ada Tidak ada
Membran Timpani
- Warna : Putih mengkilat Keruh keabuan
- Bulging/ retraksi : Tidak ada Tidak ada
- Refleks cahaya : Positif di arah jam 5 -
- Perforasi (letak) : Tidak ada Perforasi di sentral
regio postero-inferior
PEMERIKSAAN LARING
- Mukosa : Tidak Hiperemis
- Secret : Tidak Ada
- Basis lidah : Normal
- Epiglottis : Tidak Hiperemis
- Pl. Ariepiglotika : Tidak Hiperemis
- Valekula : Tidak Hiperemis
- Sinus piriformis : Tidak Hiperemis
- Aritenoid : Tidak Hiperemis
- Pl. Ventrikularis : Tidak Hiperemis
- Plika vokalis : Tidak Hiperemis
- Rima glottis : Tidak Hiperemis
- Trakea : Tidak Deviasi
PEMERIKSAAN LEHER
- Kelenjar parotis : Dalam batas normal
- Kelenjar submandibularis: Dalam batas normal
- Kelenjar sublingualis : Dalam batas normal
- Kelenjar tiroid : Dalam batas normal
- Trigonum anterior : Dalam batas normal
- Trigonum posterior : Dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Test Pendengaran
- Test bisik : Tidak dilakukan
- Tes Rinne : Tidak dilakukan
- Test Weber : Tidak dilakukan
- Test Scwabach : Tidak dilakukan
- Audiometri : Tidak dilakukan
Transiluminasi
- Sinus maksilaris : Tidak dilakukan
- Sinus frontalis : Tidak dilakukan
Laboratorium :-
Radiologi :-
Pemeriksaan Lain :-
DIAGNOSIS BANDING
- Otitis Media Efusi
PENATALAKSANAAN / TERAPI
Medikamentosa
- Ciprofloxacin ear drop 2x/hari (2 tetes tiap pemakaian)
- Amoxicilin 500 mg (3x1 tablet)
Non-Medikamentosa
- Jaga agar telinga tidak kemasukan air agar pengobatan optimal dan
mencegah infeksi berulang.
- Tidak mengorek telinga baik dengan cotton bud atau alat lain
PROGNOSIS :
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad fuctionam : Dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan inflamasi kronis
mukosa dan periosteum telinga bagian tengah dan kavum mastoid.
Manifestasi otitis media supuratif kronik berupa otorea berulang yang
keluar melalui gendang telinga yang mengalami perforasi. Durasi otorea
pada kasus OMSK masih belum ada kesepakatan. World Health
Organization (WHO) menyatakan otorea ninimal 2 mingu sudah masuk
dalam kategori OMSK, namun ahli-ahli THT menyatakan durasi lebih dari
tiga bulan merupakan kasus OMSK, sedangkan literatur lain menyatakan
lebih dari enam minggu.
2.2 Etiologi
OMSK umumnya diawali dengan otitis media berulang pada anak,
hanya sedikit yang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal
dari peradangan nasofaring, mencapai telinga tengah melalui tuba
eustakhius.
2.4 Patogenesis
Hingga saat ini patogenesis OMSK belum diketahui secara jelas.
OMSK penyakit yang sebagian besar terjadi sebagai komplikasi infeksi
saluran pernafasan bagian atas, stadium kronik dari otitis media akut
(OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya
discharge secara terus-menerus.
Kemungkinan besar proses primer terjadi pada sistem tuba
eustakhius, telinga tengah, dan selulae mastoid. Proses ini khas, bersifat
progresif secara terus-menerus dan dinamis, berakibat hilangnya sebagian
membran timpani sehingga memudahkan proses infeksi menjadi kronik.
Perforasi sekunder pada otitis media akut dapat menjadi kronik tanpa
terjadi infeksi pada telinga tengah misalnya pada dry ear.
Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi menjadi kronik
sangat bervariasi. Secara umum dapat dibedakan menjadi lokal dan
sistemik.
Lokal
3. Membran timpani
Pada keadaan normal membran timpani utuh, sehingga dapat
berfungsi sebagai pelindung rongga telinga tengah terhadap paparan
kuman yang masuk dari kanalis auditorius eksternus. Perforasi
membran timpani gagal untuk menutup spontan, sehingga mudah
terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari
lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea yang persisten dan
lamakelamaan akan menjadi otitis media supuratif yang menahun.
Sistemik
3. Adanya Alergi
Infeksi saluran pernafasan yang didasari reaksi alergi menyebabkan
penyakit sulit dieliminasi terhadap pengobatan konvensional dan akan
menjadi kronis, kecuali bila faktor alergi dihilangkan. Sebagian otitis
media kronis masih sulit untuk ditangani. Para tenaga medis biasanya
berasumsi bahwa setiap radang hanya diakibatkan infeksi oleh kuman
sesuai uji keberadaan bakteri. Hal tersebut mengakibatkan antibiotik
yang lebih sering diresepkan untuk mengobati kegagalan pengobatan
radang dan mungkin akan gagal lagi. Karena pada radang yang
berulang, kemungkinan terdapat faktor alergi sebagai latarbelakang
penyebab kegagalan pengobatan. Sehingga dalam penanganan OMSK,
faktor alergi harus dicurigai. Lasisi pada tahun 2008 di Nigeria
melaporkan terdapat hubungan antara otitis media supuratif dan alergi
pada sekitar 80% pasien dengan alergi.
Karakteristik anatomis dan fisiologis dari tuba eustakhius pada
penderita alergi merupakan salah satu faktor penting dalam
progresifitas kejadian OMSK. Meskipun pengaruh rinitis alergi (RA)
pada fungsi tuba eustakhius telah banyak diketahui, masih sedikit bukti
bahwa RA berpengaruh terhadap kejadian OMSK. Penelitian
Bakhshaee menyatakan terdapat perbedaan pada pasien OMSK dengan
RA dibandingkan dengan tanpa RA, namun hal tersebut tidak
signifikan.
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan
dengan tuba eustakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik, maupun
faktor anatomik. Tuba eustakhius memiliki fungsi penting yang
berhubungan dengan kavum timpani, diantaranya fungsi ventilasi, fungsi
proteksi, dan fungsi drainase. Penyebab endogen maupun eksogen dapat
mengganggu fungsi tuba dan menyebabkan otitis media. Penyebab
endogen misalnya gangguan silia pada tuba, deformitas palatum, atau
gangguan otot-otot dilatator tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau
alergi yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba.
Mayoritas OMSK merupakan kelanjutan atau komplikasi otitis
media akut (OMA) yang mengalami perforasi. Namun, OMSK juga dapat
terjadi akibat kegagalan pemasangan pipa timpanostomi (gromet tube)
pada kasus otitis media efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal
untuk menutup spontan, sehingga mudah terjadi infeksi berulang dari
telinga luar atau paparan alergen dari lingkungan. Keadaan ini
menyebabkan otorea yang persisten.
Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada hidung dan
tenggorokan dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustakhius
sehingga kavum timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga
infeksi dengannotorea terus-menerus atau hilang timbul. Peradangan pada
membran timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler, mengakibatkan
terjadi iskemi pada suatu titik, yang selanjutnya terjadi titik nekrotik yang
berupa bercak kuning. Bila disertai tekanan akibat penumpukan discharge
dalam kavum timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran
timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu
berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari kanalis
auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke
dalam kavum timpani. Kuman yang bebas masuk ke dalam kavum timpani
menyebabkan infeksi yang mudah berulang atau bahkan berlangsung
terus-menerus. Keadaan kronik ini ditetapkan berdasarkan waktu dan
penggolongan stadium didasarkan pada keseragaman gambaran patologi.
Ketidakseragaman gambaran patologi disebabkan oleh proses yang
bersifat eksaserbasi atau persisten, efek dari kerusakan jaringan, serta
pembentukan jaringan sikatrik.
Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi
mukosa sekretorik yang memiliki sel goblet yang mengekskresi sekret
mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang
berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan
jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup
membran timpani, sehingga menghalangi drainase. Keadaan seperti ini
menyebabkan OMSK menjadi penyakit persisten.
Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses
penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga
tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan mengisi
telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder. Kolesteatoma merupakan media yang cukup sesuai bagi
pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma bersifat
destruktif, sehingga mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk
rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau
kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat
subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi
pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana
membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.
2. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun ada juga
bersifat tuli campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatoma dapat menghambat bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatoma, tuli konduktif kurang
dari 20 dB ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang-tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 dB. Berat ringan
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum
atau fistula labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya
labirinitis supuratif akan terjadi tuli sensorineural berat.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius.
Keluhan vertigo merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatoma. Vertigo yang timbul biasanya
akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita
yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Fistula merupakan temuan
yang serius pada OMSK, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari
telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis
dan bisa berlanjut menjadi meningitis.
2.7 Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:
1. Anamnesis
OMSK biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang
disertai gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling
sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya
lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau busuk, dan intermiten.
Sedangkan pada tipe atikoantral sekret lebih sedikit, berbau busuk,
terkadang disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan
sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada pula penderita datang
dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dapat menunjukkan ada atau tidaknya
perforasi pada membran timpani dan letak perforasi.
3. Pemeriksaan endoskopi
Pemeriksaan endoskopi memiliki fungsi hampir sama dengan
pemeriksaan otoskopi, tetapi pemeriksaan endoskopi dapat mengetahui
luas perforasi dan letak lebih jelas dari pemeriksaan otoskopi.
4. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk
menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat
penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.
Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’
pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
2.8 Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :
A. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
2.9 Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan harus dilakukan evaluasi mengenai faktor-
faktor penyebab penyakit menjadi kronik, perubahan- perubahan anatomi
yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat di telinga. Bila terdiagnosis kolesteatom, maka
mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat –obatan dapat digunakan untuk
mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi,
yang dapat dibagi atas konservatif dan operasi :
A. OMSK benigna
A) OMSK benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, hanya
dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk
ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat
bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan agar tidak terjadi atau mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran, sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti).
B) OMSK benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet
telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan
yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan
media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril,
lalu berikan antibiotik serbuk pada telinga. Cara
ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan
liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai
telinga kering.
b) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk
membuang debris dan nanah, kemudian
dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi
serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat
efektif untuk membersihkan telinga tengah,
tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi
ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit.
Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.
c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction
toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan
bantuan mikroskopis operasi adalah metode
yang paling populer saat ini. Setelah itu
dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber
infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada
orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan
tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan
anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3%
akan mencapai sasarannya bila dilakukan
dengan “displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotika :
a) Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada
telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan
dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang
atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi
dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan
bersifat asam yang merupakan media yang buruk
untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling
baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab
dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai
pada OMSK adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E Obat ini
bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin Obat bakterisid pada kuman
gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal
dan telinga.
3. Kloramfenikol Obat ini bersifat
bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif
kecuali Pseudomonas aeruginosa.
b) Antibiotik sistemik.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk
OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1
minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada
pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya
bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat
dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama
daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi
kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon.
Golongan kedua adalah antimikroba yang pada
konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta
laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan
golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin)
atau golongan sefalosforin generasi III
(sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga
efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan
secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan
metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada
OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg
per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu.
B. OMSK maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah
operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa
hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian
dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau
teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach
tympanoplasty)
7. Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara
permanen, memperbaiki membran timpani yang
perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
Paparella MM, Adams GL, Leviene SC. 2001. Penyakit telinga tengah
dan mastoid. Dalam : Effendi M, Santoso K, Ed. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC, hal : 88 – 118.
Zhang Y, Min X, Jin Z, et al. 2014. Risk factors for chronic and
recurrent otitis media – A meta Analysis. Plosone ; 1 : p. 1- 7.
Syafrizal. 2002. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan PHBS pada keluarga di kabupaten
Aceh Barat propinsi Aceh. Tesis FKM UI, Depok.