Anda di halaman 1dari 24

OMSK

Perceptor :
dr. Mukhlis Imanto, M.Kes., Sp.THT-KL

Disusun oleh :
M. Aqsa Enrico Ricardo - 2218012203
Nadhira Yasmin - 2218012176

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU THT-KL
PERIODE 4 SEMPTEMBER – 7 OKTOBER 2023

RSUD ABDUL MOELOEK


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji penyusun haturkan kepada Tuhan YME yang selalu


memberikan rahmat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah MINI-CEX yang berjudul “OMSK” ini tepat sesuai dengan jadwal yang
telah diberikan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penulisan laporan kasus ini, terutama kepada dr. Mukhlis
Imanto, M.Kes., Sp.THT-KL sebagai preceptor dalam MINI-CEX ini. Dengan
penulisan makalah MINI-CEX ini, penulis berharap semua pihak yang membaca
dapat lebih memahami mengenai OMSK sehingga dapat bermanfaat bagi calon
dokter umum khususnya dan bagi kesehatan masyarakat secara umum.

Bandar Lampung, Oktober 2023

Penulis
BAB I
STATUS PASIEN

STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

Nama / Umur : Ny. SM / 48 Tahun


Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Way Halim Permai, Bandar Lampung
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

ANAMNESIS (didapatkan secara auto anamnesis)


Keluhan Utama
Telinga terasa gatal sejak 3 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan
Rasa tidak nyaman di tenggorokan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik THT RSADT dengan keluhan telinga kiri gatal
sejak 3 bulan yang lalu. Terkadang cairan keluar dari telinga berwarna
kuning dan lengket, lalu jika cairan belum keluar pasien merasakan
penurunan pendengaran. Namun saat cairan sudah keluar keluhan
penurunan pendengaran kembali normal. Sejak 2 bulan yang lalu pasien
sering berobat kepuskesmas tetapi tidak ada perubahan. Pada saat itu
pasien tidak mengalami demam, batuk ataupun hidung tersumbat. Pasien
tidak mengeluhkan sakit saat menelan. Pasien memiliki riwayat keluhan
yang sama namun diawali dengan batuk-pilek yang disertai demam selama
+-4 hari. Sebelum keluar cairan jernih di telinga kiri. Pasien tidak
memiliki riwayat suka mengorek kuping sembarangan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Nyeri telinga kiri

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat Pribadi (Sosial)


Merokok (-), Alkohol (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis : Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
- TD : 124/81 mmHg
- Nadi : 77x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,6oC
Sistem kardiovaskuler : Apex tidak teraba, Bunyi jantung 1 dan 2 reguler,
tidak terdapat suara jantung tambahan.
Sistem Respirasi : Normochest, sonor, Fremitus taktil simetris,
vesikuler (+/+)
Kulit : Akral hangat, CRT <2 detik
Ekstremitas : Edem (-)

PEMERIKSAAN TELINGA
Kanan Kiri
Daun Telinga
- Bentuk : Normotia Normotia
- Warna kulit : Tidak hiperemis Tidak hiperemis
- Nyeri tarik : Tidak ada Tidak ada
- Tumor : Tidak ada Tidak ada
Pre-aurikular
- Kulit : Tidak hiperemis Tidak hiperemis
- Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
- Fistel, secret : Tidak ada Tidak ada
- Tumor : Tidak ada Tidak ada
Post-aurikular
- Kulit : Tidak hiperemis Tidak hiperemis
- Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
- Fistel, sekret : Tidak ada Tidak ada
Liang Telinga
- Lapang/ sempit : Lapang Sempit
- Kulit : Tidak hiperemis Hiperemis
- Radang, edem : Dalam batas normal Dalam batas normal
- Serumen : Dalam batas normal Dalam batas normal
- Sekret : Dalam batas normal Kekuningan
- Tumor : Tidak ada Tidak ada
Membran Timpani
- Warna : Putih mengkilat Keruh keabuan
- Bulging/ retraksi : Tidak ada Tidak ada
- Refleks cahaya : Positif di arah jam 5 -
- Perforasi (letak) : Tidak ada Perforasi di sentral
regio postero-inferior

PEMERIKSAAN HIDUNG Kanan Kiri


Hidung Luar
- Kulit : Tidak Hiperemis Tidak Hiperemis
- Dorsum nasi : Simetris, deviasi (-) Simetris, deviasi (-)
- Nyeri tekan, krepitasi : Tidak ada Tidak ada
- Ala nasi : Dalam batas normal Dalam batas normal
- Nyeri tekan frontal : Tidak nyeri Tidak nyeri
- Nyeri tekan maksila : Tidak nyeri Tidak nyeri
- Nares anterior : Dalam batas normal Dalam batas normal
- Tumor, fistel : Tidak ada Tidak ada
Rhinoskopi Anterior
- Vestibulum : Dalam batas normal Dalam batas normal
- Mukosa cavum nasi : Tidak hiperemis Tidak hiperemis
- Septum : Dalam batas normal
- Mukosa septum : Dalam batas normal Dalam batas normal
- Sekret : Tidak ada Tidak ada
- Tumor : Tidak ada Tidak ada
Rhinoskopi Posterior : Tidak Dilakukan

PEMERIKSAAN CAVUM ORIS


- Mukosa : Hiperemis
- Ginggiva : Tidak Hiperemis
- Gigi : Dalam batas normal
- Lidah : Dalam batas normal
- Palatum durum : Tidak Hiperemis
- Palatum molle : Tidak Hiperemis
- Uvula : Letak ditengah, edema (-), tidak hiperemis
- Tumor : Tidak ada
PEMERIKSAAN FARING
- Mukosa : Tidak Hiperemis
- Sekret : Tidak Ada
- Granula : Tidak Ada
- Arkus anterior : Hiperemis
- Arkus posterior : Hiperemis
- Tonsil : T1-T2, hiperemis (+/+)

PEMERIKSAAN LARING
- Mukosa : Tidak Hiperemis
- Secret : Tidak Ada
- Basis lidah : Normal
- Epiglottis : Tidak Hiperemis
- Pl. Ariepiglotika : Tidak Hiperemis
- Valekula : Tidak Hiperemis
- Sinus piriformis : Tidak Hiperemis
- Aritenoid : Tidak Hiperemis
- Pl. Ventrikularis : Tidak Hiperemis
- Plika vokalis : Tidak Hiperemis
- Rima glottis : Tidak Hiperemis
- Trakea : Tidak Deviasi

PEMERIKSAAN NERVI KRANIALIS


- N. Olfactorius : Dalam batas normal
- N. Opthicus : Dalam batas normal
- N. Occulomotorius : Dalam batas normal
- N. Trochlearis : Dalam batas normal
- N. Trigeminus : Dalam batas normal
- N. Abduscen : Dalam batas normal
- N. Facialis : Dalam batas normal
- N. Statoacusticus : Dalam batas normal
- N. Glossofaringeus : Dalam batas normal
- N. Vagus : Dalam batas normal
- N. Accesorius : Dalam batas normal
- N. Hypoglossus : Dalam batas normal

PEMERIKSAAN LEHER
- Kelenjar parotis : Dalam batas normal
- Kelenjar submandibularis: Dalam batas normal
- Kelenjar sublingualis : Dalam batas normal
- Kelenjar tiroid : Dalam batas normal
- Trigonum anterior : Dalam batas normal
- Trigonum posterior : Dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Test Pendengaran
- Test bisik : Tidak dilakukan
- Tes Rinne : Tidak dilakukan
- Test Weber : Tidak dilakukan
- Test Scwabach : Tidak dilakukan
- Audiometri : Tidak dilakukan
Transiluminasi
- Sinus maksilaris : Tidak dilakukan
- Sinus frontalis : Tidak dilakukan
Laboratorium :-
Radiologi :-
Pemeriksaan Lain :-

DIAGNOSA KERJA : Otitis Media Supuratif Kronis

DIAGNOSIS BANDING
- Otitis Media Efusi

PENATALAKSANAAN / TERAPI
Medikamentosa
- Ciprofloxacin ear drop 2x/hari (2 tetes tiap pemakaian)
- Amoxicilin 500 mg (3x1 tablet)
Non-Medikamentosa
- Jaga agar telinga tidak kemasukan air agar pengobatan optimal dan
mencegah infeksi berulang.
- Tidak mengorek telinga baik dengan cotton bud atau alat lain

PROGNOSIS :
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad fuctionam : Dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan inflamasi kronis
mukosa dan periosteum telinga bagian tengah dan kavum mastoid.
Manifestasi otitis media supuratif kronik berupa otorea berulang yang
keluar melalui gendang telinga yang mengalami perforasi. Durasi otorea
pada kasus OMSK masih belum ada kesepakatan. World Health
Organization (WHO) menyatakan otorea ninimal 2 mingu sudah masuk
dalam kategori OMSK, namun ahli-ahli THT menyatakan durasi lebih dari
tiga bulan merupakan kasus OMSK, sedangkan literatur lain menyatakan
lebih dari enam minggu.

Otorea dapat terjadi terus menerus atau hilang timbul. Berdasarkan


perforasi, OMSK dibagi menjadi 2 tipe yaitu OMSK tipe aman (tipe
mukosa, benigna, tanpa kolesteatoma) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang,
maligna, dengan kolesteatoma). Pada OMSK tipe aman jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom.
Sedangkan pada OMSK tipe bahaya selalu terdapat kolesteatom dan dapat
menimbulkan komplikasi yang berbahaya.

2.2 Etiologi
OMSK umumnya diawali dengan otitis media berulang pada anak,
hanya sedikit yang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal
dari peradangan nasofaring, mencapai telinga tengah melalui tuba
eustakhius.

Faktor-faktor yang menyebabkan otitis media supuratif menjadi kronik


sangat majemuk, beberapa diantaranya :
1. Gangguan fungsi tuba eustakhius yang kronik akibat :
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronik atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba eustakhius parsial atau total.
2. Perforasi membrana timpani yang menetap.
3.Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologis menetap pada
telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan skuesterisasi atau osteomielitis persisten
di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
2.3 Klasifikasi
OMSK secara klinis dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu :
1. Tipe tubotimpani / tipe jinak / tipe benigna
Tipe benigna ditandai dengan adanya perforasi sentral atau pars
tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan
penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini
terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan
mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan
tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob,
luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel
skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia sel
goblet, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:


Fase benigna aktif
Pada jenis ini terdapat otorea atau sekret pada telinga dan
penurunan fungsi pendengaran. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius atau gaya hidup
seperti setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga
luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran
perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada
pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar.
Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang
luas dan penyakit mukosa yang menetap.

Fase benigna tidak aktif


Tipe tidak aktif dikatakan jika pada pemeriksaan telinga dijumpai
perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat.
Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
1) Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis
kronis.
2) Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3) Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan
alat yang terkontaminasi.
4) Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5) Otitis media supuratif akut yang berulang.
2. Tipe atikoantral / tipe tulang / tipe maligna
Otitis media supuratif kronik tipe maligna bersifat progresif,
ditandai dengan ditemukannya kolesteatoma. Kolesteatoma adalah
suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri
dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotik. Semakin luas
kolesteatoma, akan mendestruksi tulang yang disekitarnya. Infeksi
sekunder akan menyebabkan keadaan septik lokal dan menyebabkan
nekrosis septik di jaringan lunak yang disekitar kolesteatoma.
Destruksi jaringan lunak di sekitar kolesteatoma mengancam
terjadinya komplikasi.

2.4 Patogenesis
Hingga saat ini patogenesis OMSK belum diketahui secara jelas.
OMSK penyakit yang sebagian besar terjadi sebagai komplikasi infeksi
saluran pernafasan bagian atas, stadium kronik dari otitis media akut
(OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya
discharge secara terus-menerus.
Kemungkinan besar proses primer terjadi pada sistem tuba
eustakhius, telinga tengah, dan selulae mastoid. Proses ini khas, bersifat
progresif secara terus-menerus dan dinamis, berakibat hilangnya sebagian
membran timpani sehingga memudahkan proses infeksi menjadi kronik.
Perforasi sekunder pada otitis media akut dapat menjadi kronik tanpa
terjadi infeksi pada telinga tengah misalnya pada dry ear.
Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi menjadi kronik
sangat bervariasi. Secara umum dapat dibedakan menjadi lokal dan
sistemik.

Lokal

1. Anatomi dan fungsi tuba eustakhius


Anatomi tuba eustakhius sangat berperan dalam fungsi pertahanan
lokal, hal ini disebabkan oleh pars membranokartilagenous(2/3 bagian
medial) pada keadaan normal selalu menutup, dan hanya terbuka pada
keadaan seperti menelan, mengunyah, dan menguap. Pada pars
membranokartilagenous juga mengandung banyak sel-sel epitel
kolumner berkelenjar yang menghasilkan zat mukus yang akan
membentuk mukisal blanket yang akan melekat satu sma lain oleh
adanya adhesi untuk menutup lumen tuba. Keadaan tersebut
merupakan fungsi pertahanan mekanik dari tuba eustakhius. Sel-sel
kolumner sekretorik yang juga terdapat di pars
membranokartilagenous tuba yang menghasilkan enzim pembunuh
kuman dan cairan immunoglobulin yang mana keduanya merupakan
fungsi pertahanan seluler dari tuba eustakhius.

2. Mukosa telinga tengah


Embriologik endotelium yang masuk ke dalam rongga timpani
berasal dari tuba eustakhius yang kemudian membentuk lipatan
mukosa yang akan melekat pada tulang pendengaran maupun visera
rongga timpani, yang kemudian dikenal dengan mesenteriun atau
lipatan mukosa rongga timpani. Epitel rongga timpani berbentuk sel
skuamus, kuboid, dan kolumner bersilia dan berkelenjar, yang
berfungsi antara lain meresorbsi O2, pembersihan, menghangatkan dan
melembabkan udara yang masuk serta fungsi proteksi, seperti proteksi
mekanik oleh mukosal blanket, proteksi humoral oleh imunoglobulin
dan enzim pembunuh kuman yang dihasilkan oleh sel kolumner
berkelenjar, serta prokteksi selular yang terdapat di submukosa yang
berupa sel fagosit.

3. Membran timpani
Pada keadaan normal membran timpani utuh, sehingga dapat
berfungsi sebagai pelindung rongga telinga tengah terhadap paparan
kuman yang masuk dari kanalis auditorius eksternus. Perforasi
membran timpani gagal untuk menutup spontan, sehingga mudah
terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari
lingkungan. Keadaan ini menyebabkan otorea yang persisten dan
lamakelamaan akan menjadi otitis media supuratif yang menahun.

Sistemik

1. Keadaan umum tubuh


Keadaan umum yang lemah akibat inadekuat asupan gizi,
menimbulkan daya pertahan tubuh terhadap infeksi menjadi lemah.
Kondisi tersebut memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan
bagian atas yang merupakan faktor predisposisi infeksi kavum timpani
atau rongga telinga tengah.

2. Penyakit sistemik yang menyertai


Beberapa penyakit sistemik seperti diabetes melitus, kelainan
darah, dapat menyebabkan penurunan imunitas tubuh akibat tidak
berfungsinya lekosit sebagai sel makrofag secara baik. Inadekuat
fungsi makrofag menyebabkan penyakit sistemik sulit sembuh, bahkan
mampu meningkatkan progresifitas penyakit.

3. Adanya Alergi
Infeksi saluran pernafasan yang didasari reaksi alergi menyebabkan
penyakit sulit dieliminasi terhadap pengobatan konvensional dan akan
menjadi kronis, kecuali bila faktor alergi dihilangkan. Sebagian otitis
media kronis masih sulit untuk ditangani. Para tenaga medis biasanya
berasumsi bahwa setiap radang hanya diakibatkan infeksi oleh kuman
sesuai uji keberadaan bakteri. Hal tersebut mengakibatkan antibiotik
yang lebih sering diresepkan untuk mengobati kegagalan pengobatan
radang dan mungkin akan gagal lagi. Karena pada radang yang
berulang, kemungkinan terdapat faktor alergi sebagai latarbelakang
penyebab kegagalan pengobatan. Sehingga dalam penanganan OMSK,
faktor alergi harus dicurigai. Lasisi pada tahun 2008 di Nigeria
melaporkan terdapat hubungan antara otitis media supuratif dan alergi
pada sekitar 80% pasien dengan alergi.
Karakteristik anatomis dan fisiologis dari tuba eustakhius pada
penderita alergi merupakan salah satu faktor penting dalam
progresifitas kejadian OMSK. Meskipun pengaruh rinitis alergi (RA)
pada fungsi tuba eustakhius telah banyak diketahui, masih sedikit bukti
bahwa RA berpengaruh terhadap kejadian OMSK. Penelitian
Bakhshaee menyatakan terdapat perbedaan pada pasien OMSK dengan
RA dibandingkan dengan tanpa RA, namun hal tersebut tidak
signifikan.

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi OMSK melibatkan berbagai faktor yang berhubungan
dengan tuba eustakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik, maupun
faktor anatomik. Tuba eustakhius memiliki fungsi penting yang
berhubungan dengan kavum timpani, diantaranya fungsi ventilasi, fungsi
proteksi, dan fungsi drainase. Penyebab endogen maupun eksogen dapat
mengganggu fungsi tuba dan menyebabkan otitis media. Penyebab
endogen misalnya gangguan silia pada tuba, deformitas palatum, atau
gangguan otot-otot dilatator tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau
alergi yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba.
Mayoritas OMSK merupakan kelanjutan atau komplikasi otitis
media akut (OMA) yang mengalami perforasi. Namun, OMSK juga dapat
terjadi akibat kegagalan pemasangan pipa timpanostomi (gromet tube)
pada kasus otitis media efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal
untuk menutup spontan, sehingga mudah terjadi infeksi berulang dari
telinga luar atau paparan alergen dari lingkungan. Keadaan ini
menyebabkan otorea yang persisten.
Infeksi kronis ataupun infeksi akut berulang pada hidung dan
tenggorokan dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustakhius
sehingga kavum timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga
infeksi dengannotorea terus-menerus atau hilang timbul. Peradangan pada
membran timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler, mengakibatkan
terjadi iskemi pada suatu titik, yang selanjutnya terjadi titik nekrotik yang
berupa bercak kuning. Bila disertai tekanan akibat penumpukan discharge
dalam kavum timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran
timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu
berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman yang berasal dari kanalis
auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke
dalam kavum timpani. Kuman yang bebas masuk ke dalam kavum timpani
menyebabkan infeksi yang mudah berulang atau bahkan berlangsung
terus-menerus. Keadaan kronik ini ditetapkan berdasarkan waktu dan
penggolongan stadium didasarkan pada keseragaman gambaran patologi.
Ketidakseragaman gambaran patologi disebabkan oleh proses yang
bersifat eksaserbasi atau persisten, efek dari kerusakan jaringan, serta
pembentukan jaringan sikatrik.
Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi
mukosa sekretorik yang memiliki sel goblet yang mengekskresi sekret
mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang
berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan
jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup
membran timpani, sehingga menghalangi drainase. Keadaan seperti ini
menyebabkan OMSK menjadi penyakit persisten.
Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses
penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga
tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan mengisi
telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder. Kolesteatoma merupakan media yang cukup sesuai bagi
pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma bersifat
destruktif, sehingga mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk
rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau
kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat
subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi
pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana
membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.

2.6 Gejala Klinis


1 . Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium
peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang
keluar mukopurulen yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai
reaksi inflamasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret
dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang
telinga luar setelah mandi atau berenang.
OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasi kolesteatoma yang terlihat keping-
keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe maligna unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda
adanya kolesteatoma. Sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran tergantung dari derajat kerusakan tulang-
tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun ada juga
bersifat tuli campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatoma dapat menghambat bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatoma, tuli konduktif kurang
dari 20 dB ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang-tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 dB. Berat ringan
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum
atau fistula labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya
labirinitis supuratif akan terjadi tuli sensorineural berat.

3. Otalgia ( nyeri telinga)


Pada OMSK, keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase
sekret. Nyeri dapat menandakan adanya ancaman komplikasi akibat
hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga dapat
juga berupa manifestasi dari otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan
tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal
abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius.
Keluhan vertigo merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatoma. Vertigo yang timbul biasanya
akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita
yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Fistula merupakan temuan
yang serius pada OMSK, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari
telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis
dan bisa berlanjut menjadi meningitis.

2.7 Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:
1. Anamnesis
OMSK biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang
disertai gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling
sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya
lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau busuk, dan intermiten.
Sedangkan pada tipe atikoantral sekret lebih sedikit, berbau busuk,
terkadang disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan
sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada pula penderita datang
dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dapat menunjukkan ada atau tidaknya
perforasi pada membran timpani dan letak perforasi.
3. Pemeriksaan endoskopi
Pemeriksaan endoskopi memiliki fungsi hampir sama dengan
pemeriksaan otoskopi, tetapi pemeriksaan endoskopi dapat mengetahui
luas perforasi dan letak lebih jelas dari pemeriksaan otoskopi.

4. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk
menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat
penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.
Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’
pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

2.8 Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :
A. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis

B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis

Cara penyebaran infeksi:


1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus


melewati 3 lintasan, yaitu :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak Melalui jalan yang sudah
ada, dapat memudahkan masuknya bakteri. Hal ini dapat melalui garis
fraktur tulang temporal, bagian tulang yang lemah atau defek karena
pembedahan.
2. Menembus selaput otak. Dimulai begitu penyakit mencapai dura,
menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat resisten terhadap penyebaran
infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan
granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang
berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak. Pembentukan abses biasanya terjadi pada
daerah diantara ventrikel dan permukaan korteks atau tengah lobus
serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik
akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang
berakhir di daerah vaskular subkortek.

2.9 Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan harus dilakukan evaluasi mengenai faktor-
faktor penyebab penyakit menjadi kronik, perubahan- perubahan anatomi
yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat di telinga. Bila terdiagnosis kolesteatom, maka
mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat –obatan dapat digunakan untuk
mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi,
yang dapat dibagi atas konservatif dan operasi :

A. OMSK benigna
A) OMSK benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, hanya
dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk
ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat
bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan agar tidak terjadi atau mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran, sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti).
B) OMSK benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet
telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan
yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan
media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril,
lalu berikan antibiotik serbuk pada telinga. Cara
ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan
liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai
telinga kering.
b) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk
membuang debris dan nanah, kemudian
dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi
serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat
efektif untuk membersihkan telinga tengah,
tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi
ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian
serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit.
Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.
c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction
toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan
bantuan mikroskopis operasi adalah metode
yang paling populer saat ini. Setelah itu
dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber
infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada
orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan
tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan
anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3%
akan mencapai sasarannya bila dilakukan
dengan “displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotika :
a) Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada
telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan
dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang
atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi
dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan
bersifat asam yang merupakan media yang buruk
untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling
baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab
dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai
pada OMSK adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E Obat ini
bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin Obat bakterisid pada kuman
gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal
dan telinga.
3. Kloramfenikol Obat ini bersifat
bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif
kecuali Pseudomonas aeruginosa.
b) Antibiotik sistemik.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk
OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1
minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada
pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya
bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat
dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama
daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi
kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon.
Golongan kedua adalah antimikroba yang pada
konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta
laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan
golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin)
atau golongan sefalosforin generasi III
(sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga
efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan
secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan
metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada
OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg
per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu.

B. OMSK maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah
operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa
hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian
dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau
teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach
tympanoplasty)
7. Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara
permanen, memperbaiki membran timpani yang
perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran.

DAFTAR PUSTAKA

Helmi. 2010. Otitis media supuratif kronis. Dalam : pengetahuan


dasar, terapi medik, mastoidektomi, timpanoplasti. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI. Hal 55-72.

Cholee RA, Nason R. 2009. Chronic otitis media and cholesteatoma.


In: Ballenger’s manual of otorhinology head and neck surgery.
Connecticut : BC Decker; p. 217- 27.

Caponetti G, Thompson LDR, Pantanowitz L. 2009. Cholesteatoma


ear, nose & throat. Journal; 88: 1196-7.
Ludman H. 2011. Complications of chronic suppurative otitis media.
In: ScottBrown’s Otolaryngology. London: Butterworth, Heinemann;
1997. p. 1- 23.

Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Panduan Praktik


klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Jakarta :
Depkes RI.

Paparella MM, Adams GL, Leviene SC. 2001. Penyakit telinga tengah
dan mastoid. Dalam : Effendi M, Santoso K, Ed. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC, hal : 88 – 118.

Acuin, Jose. 2008. Chronic suppurative otitis media. BMJ ; ClinEvid.

Zhang Y, Min X, Jin Z, et al. 2014. Risk factors for chronic and
recurrent otitis media – A meta Analysis. Plosone ; 1 : p. 1- 7.

Syafrizal. 2002. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan PHBS pada keluarga di kabupaten
Aceh Barat propinsi Aceh. Tesis FKM UI, Depok.

Separdi EA, Iskandar N, Bashiruddin J. 2007. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher. Edisi VI.
Jakarta : FK UI.

Route MR, Mohanty D, Vijaylaxmi Y, Kamalesh B, Chakradhar M.


2009. Prevalence of cholesteatoma in chronic suppurative otitis media
with central perforation. Indian Journal of Otology 2012; 18: 7-10.
Soepardi EA, Iskandar N, Baahiruddin J, Restuti RD (Ed.). 2007. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Edisi Keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rudolph AM Hoffman JIE, Rudolph CD. 2007. Buku Ajar Pediatri


Rudolph. dr.Natalia Susi dkk (editor). Vol.2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Acuin J. 2004. Chronic suppurative otitis media: burden of illness and


management options. Geneva, Switzerland: WHO Library Cataloguing
in Publication Data.

Kong K, Coates HLC. 2009. History , definitions, risk factors and


burden of otitis media. MJA. Australia. 191(9). p S39- S43.
Lasisi A.O., O.Olayemi, A.E. Irabor. 2008. Early onset otitis media:
risk factors and effect on the outcome of chronic otitis media. Eur arch
otorginolaryngol 2008 ; 265 : 765-8.

Bluestone, C.D., Klein, J.O. 2007. Otitis media, atelektasis, and


eustachian tube dysfunction. In Bluestone, Stool, Kenna eds. Pediatric
otolaryngology. 3rd ed. London: WB Saunders, Philaselphia, 388- 582.

Kvestad E, Kvaener K and Mair I. 2008. Labyrinthine fistula


detection : The predictive value of vestibular symptoms and
computerized tamography. Acta otolaryngologica ; p. 622-26.

Revai K et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis


Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age.
Journal of The American Academy of Family Physician. 76 (11) :
1650-1658.

Parry D, Roland PS. 2011. Middle ear, chronic suppurative otitis,


medical treatment. Available from :
http://emedicine.medscape.com/otolaryn gology

Notoatmodjo S. 2012. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : PT.


Rineka Cipta.

Yousuf M, Majumder KA, Kamal A, Shumon AM, Zamans Y. 2011.


Clinical study on chronic suppurative otitis media. 17 (1) : 42-47.
Bangladesh J Otorhinolaryngology.

Riskesdas. 2012. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2011. Jakarta.

Anggrainy R. 2010. Cuci tangan menggunakan sabun dalam program


mendukung perilaku hidup bersih dan sehat. From
http://www.perilakuhidupbersih(PHBS).co m. Diakses pada tanggal 12
Januari 2018.

Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Perilaku mencuci


tangan pakai sabun di Indonesia. www.depkes.go.id diakses pada
tanggal 12 Januari 2018.
Utami TF, Bambang U, Kartono S. 2010. Rinitis alergi sebagai faktor
risiko otitis media supuratif kronik. Cermin Dunia Kedokteran.
179(428):9

Anda mungkin juga menyukai