Pancasilaaa 1
Pancasilaaa 1
Reformasi
- MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini
bertentangan dengan UUD 1945, karena DPR menolak APBN yang diajukan
oleh presiden. Kemudian presiden membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-
GR), yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
- Presiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955, karena DPR menolak APBN
yang diajukan oleh presiden. Kemudian presiden membentuk DPR-Gotong
Royong (DPR-GR), yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh
presiden.
- Berubahnya arah politik luar negeri dari bebas dan aktif menjadi politik
yang memihak salah satu blok.
JAWABAN
Pancasila adalah dasar filsafat negara dan ideologi yang menjadi panduan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Konsep Pancasila terdiri dari
lima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Mari kita telaah masing-masing sila dan hubungannya dengan sistem etika:
Sila pertama Pancasila menegaskan pengakuan terhadap adanya Tuhan yang Maha
Esa. Dalam konteks etika, sila ini mencerminkan pentingnya nilai-nilai moral dan
etika yang bersumber dari keyakinan agama atau kepercayaan kepada Tuhan.
Etika Pancasila memandang bahwa nilai-nilai moral dan etika yang diperoleh dari
ajaran agama atau kepercayaan kepada Tuhan menjadi landasan penting dalam
kehidupan bermasyarakat.
JAWABAN
Dalam kelompok, mari kita telusuri dan diskusikan beberapa contoh terkait
pemberian hadiah yang tulus, hadiah yang mengandung unsur gratifikasi, dan
perbedaan antara pemberian suap, hadiah tulus, dan pemberian tanpa pamrih.
Contoh pemberian hadiah yang tulus adalah saat seseorang memberikan hadiah
kepada teman atau anggota keluarga mereka untuk merayakan ulang tahun,
perayaan, atau pencapaian penting. Hadiah tersebut diberikan dengan niat baik,
cinta, atau apresiasi yang tulus tanpa ada harapan mendapatkan imbalan atau
pengaruh tertentu.
Hadiah yang mengandung unsur gratifikasi adalah hadiah yang diberikan dengan
harapan atau tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau pengaruh tertentu.
Contohnya, seseorang memberikan hadiah kepada seorang pegawai pemerintah
dengan tujuan agar mendapatkan akses atau pengaturan kebijakan yang
menguntungkan mereka atau perusahaan mereka.
3. Pemberian Suap:
Penting untuk memahami bahwa perbedaan antara hadiah tulus, hadiah dengan
unsur gratifikasi, dan suap dapat menjadi hal yang rumit dan tergantung pada
konteks dan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan
niat, tujuan, dan konsekuensi dari pemberian hadiah agar tidak terjerat dalam
tindakan yang melanggar etika atau hukum.
Menggali sumber historis Pancasila sebagai sumber etika pada zaman Orde Lama,
Orde Baru, dan era reformasi. Membandingkan dan menunjukkan kekhasan yang
terdapat pada masing-masing zaman. Menunjukkan dalam berbagai contoh bentuk
pelanggaran etis yang dilakukan pada masing-masing zaman
Pancasila sebagai sumber etika memiliki sejarah yang berbeda pada zaman Orde
Lama, Orde Baru, dan era reformasi di Indonesia. Berikut ini adalah gambaran
umum mengenai sumber historis Pancasila sebagai sumber etika pada masing-
masing zaman:
Pada zaman Orde Lama, Pancasila menjadi landasan filosofis negara dan
pemerintahan Indonesia. Sumber historis Pancasila pada masa ini terkait dengan
proses penyusunan dan perumusan Pancasila sebagai dasar negara yang
diresmikan melalui Piagam Jakarta pada tahun 1945. Pancasila dianggap sebagai
panduan moral dan nilai-nilai etika yang mendasari kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam konteks pelanggaran etika, zaman Orde Lama juga menyaksikan
beberapa bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila. Salah satu contohnya
adalah pelanggaran terhadap prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, di mana
kebebasan berekspresi dan partisipasi politik dibatasi oleh pemerintah. Selain
itu, korupsi dan nepotisme juga menjadi pelanggaran terhadap prinsip keadilan
sosial dalam Pancasila.
Pada zaman Orde Baru, Pancasila juga diakui sebagai sumber etika negara.
Namun, dalam praktiknya, pemerintahan Orde Baru memberikan penekanan yang
lebih kuat pada satu interpretasi Pancasila yang dikenal sebagai “Pancasila dalam
Trilogi Pembangunan” yang terdiri dari Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Di
era Orde Baru, terjadi beberapa pelanggaran etika yang berkaitan dengan
pemaksaan interpretasi Pancasila yang sempit dan represi terhadap kebebasan
berpendapat dan berekspresi. Terdapat pembatasan terhadap kebebasan pers,
penganiayaan terhadap kelompok-kelompok minoritas, serta pembredelan partai
politik dan organisasi masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan paham
Pancasila yang diusung oleh rezim.
3. Era Reformasi:
Era reformasi, yang dimulai pada tahun 1998, ditandai dengan perubahan politik
yang signifikan di Indonesia. Pancasila tetap menjadi sumber etika negara dan
diakui sebagai landasan moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun,
perubahan tersebut membawa pergeseran dalam interpretasi dan praktik
penerapan Pancasila.
Menggali sumber politis tentang Pancasila sebagai sistem etika dalam bentuk
perilaku politik yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila sebagai sistem etika memiliki implikasi politis yang penting dalam
perilaku politik di Indonesia. Berikut ini adalah contoh perilaku politik yang
sesuai dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila:
Kekuasaan Otoriter: Pada zaman Orde Lama, kekuasaan yang terpusat pada
pemerintahan dan kurangnya mekanisme checks and balances dapat menjadi
faktor penyebab penyimpangan terhadap Pancasila. Kekuasaan yang tidak
terkendali dan kurangnya transparansi bisa memungkinkan terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan yang melanggar nilai-nilai Pancasila.
Ketidakjelasan Interpretasi: Pancasila masih dalam proses pengembangan dan
belum memiliki kerangka interpretasi yang jelas pada zaman Orde Lama. Hal ini
dapat menyebabkan penafsiran yang beragam dan kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila.
Era Reformasi:
Politik Identitas dan Konflik: Perilaku politik yang didasarkan pada politik
identitas dan kelompok dapat melanggar nilai-nilai persatuan dan kerukunan
dalam Pancasila. Ketegangan antar kelompok, diskriminasi, dan konflik sosial bisa
terjadi sebagai penyimpangan dari semangat inklusif Pancasila.