Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

A DENGAN DIAGNOSA
MEDIS SECTIO CAESAREA DI RUANG OK RS BHAYANGKARA
MAKASSAR

DISUSUN OLEH:
ASMITA AZIS S.kep
71221720201

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PFOFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA MAKASSAR
2023/2024
A. Konsep Dasar SC

1. Pengertian Sectio Caesarea

Gambar 2.2 Sectio Caesarea


(Sumber : Sarwono, 2009)

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui

suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sedangkan menurut

(Gulardi & Wiknjosastro, 2006) Sectio caesarea adalah tindakan untuk melahirkan janin

dengan berat badan di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh, dan

menurut (Mansjoer,2002) Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin

dengan membuka dinding parut dan dinding rahim.


a) Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita

Gambar 2.2.2 System reproduksi wanita


(Sumber : Bambang widjanarko, 2010)

a. Anatomi Sistem Reproduksi Wanita

Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian yaitu organ reproduksi eksterna ( organ

bagian luar ) dan organ reproduksi interne ( organ bagian dalam ).

b. Organ Reproduksi Eksterna Wanita

1. Vulva atau pudenda, meliputi seluruh stuktur eksternal yang dapat dilihat mulai

dari pubis sampai pirenium, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia minora,

klitoris, selaput darah / hymen, vestibulum, maura uretra, berbagai kelenjer dan

struktur vaskular.
2. Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan

pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan. Pada perempuan

umunnya batas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangakn ke

bawah samapai ke sekitar anus dan paha.

3. Labia mayora / bibir-bibir besar terdiri atas bagian kiri dan kanan, lonjong

mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di

mons veneris.

4. Labia minora / bibir-bibir kecil / nymphae adalah suatu lipatan tipis dan kulit

sebelah dalam bibir besar. Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak

glandula sebasea / kelenjar-kelenjar lemak dan juga ujung-ujung saraf yang

menyebabkan bibir kecil sangat sensitif. Jaringan ikatnya mengandung banak

pembuluh darah dan beberapa otot polos yang menyebabkan bibir kecil ini dapat

mengembang.

5. Klitoris kira-kira sebesar biji kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoris dan

terdiri dari glans klitoris, korpus klitoris, dan dua krura yang menggantungkan

klitoris ke os pubis. Glans klitoris terdiri atas jaringan yang dapat mengambang,

penuh dengan urat saraf sehingga sangat sensitif.

6. Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang

dan dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh ke dua bibir kecil dan di

belakang oleh perineum.

7. Bulbus vestibuli sinitra et dekstra merupakan pengumpulan vena terletak di

bawah selaput lendir vestibulum, dekat namus ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm,
lebarnya
1-2 cm dan tebalnya 0,5-1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh

darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus kontriktor

vagina.

8. Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada

seorang Virgo selalu dilindungi oleh labia minora yang baru dapat dilihat jika

bibir kecil ini dibuka. Introtus vagina ditutupi oleh selaput dara / himen. Himen

ini mempunyai bentuk berbeda-beda, dan yang semilunar (bulan sabit) sampai

yang berlubang-lubang atau yang bersekat (septum).

9. Perineum terletak di antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan

yang mendukung perineum terutama ialah diagfragma pelvis dan diagfragma

urogenitalis (Prawirohardjo, 2009).

c. Organ Reproduksi Interna Wanita

1. Vagina / Liang kemaluan, setelah melewati introtus vagina terdapat liang

kemaluan (vagina) yang merupakan suatu penghubung antara introtus vagina

dengan uterus. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain,

masing-masing panjangnyan antara 6-7 cm dan 7-10 cm. Bentuk vangina sebelah

dalam yang berlipat-lipat disebut rugae.

2. Uterus berbentuk sepertu buah avokado atau bauah pir yang sedikit gepeng ke

arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai

rongga.Ukuran panjang uterus 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm dan tebal 2,5 cm

dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus keadaan fifioligis adalah

anteversiofleksio / serviks ke depan


dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan

membentuk sudut dengan serviks uteri.

3. Tuba falloppi terdiri atas :

a) Pars irterstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus.

b) Pars ismika merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.

c) Pars ampullaris, yaitu bagian yang berbentuk sebagian saluran agak lebar,

tempat konsepsi terjadi.

d) Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan

mempunyai fimbriae. Fimbriae penting artinya bagi tuba untuk mengakap

telur dan selanjutnya menyalurkan ke dalam tuba. Bentuk infundibulum

seperti anemon / sejenis binatang laut.

4. Ovarium, perempuan pada umumnya mempunyai dua indung telut kanan dan kiri.

Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum di kiri

dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan

ukuran panjang 4 cm, lebar dan tebal 1,5 cm ( Prawirohardjo, 2009).

d. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

Secara garis besar berfungsi sebagai sistem reproduksi dapat digolongkan sebagai

berikut :

1. Genetalia eksterna fungsinya adalah dikhususkan untuk kopulasi (koitus).

2. Genetalia interna
3. Vagina berfungsi sebagai saluran keluar untuk mengeluarkan darah haid dan

secret lain dari rahim, alat untuk bersenggama, jalan lahir pada waktu persalinan.

4. Uterus setiap bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat janin tumbuh dan

berkembang, berkontraksi terutama sewaktu bersalin.

5. Tuba fallopi berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi kearah

kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh getaran rambut getar tersebut.

6. Ovarium berfungsi sebagai saluran telur, menangkap dan membawa ovum yang

dilepaskan oleh indung telur. Tempat terjadinya pembuahan (Prawihardjo,

2009).

b) Jenis – jenis Sectio Caesarea

a. Sectio caeasarea transperitonealis profunda

Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.

Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.

Keunggulan pembedahan ini :

1. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak

2. Bahaya peritonitis tidak besar

3. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak

besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami

kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

b. Sectio caesarea korporal / klasik

Pada Sectio caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini

yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan sectio caesarea transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen

uterus.

c. Sectio caesarea ekstra peritoneal

Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya injeksi

peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan tehadap injeksi pembedahan ini

sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada

pasien infeksi uteri berat.

d. Sectio caesarea hysteroctomi

Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :

1. Atonia uteri

2. Plasenta accrete

3. Myoma uteri

4. Infeksi intra uteri berat

c) Etiologi

Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri

iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah

fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari beberapa faktor sectio caesarea

diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut :

a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai

dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan

secara normal. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang

membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin

ketika
akan lahir secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul

patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan normal

sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan

bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul

menjadi abnormal.

b. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh

kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-

eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan perinatal paling

penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu

mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

c. KDP ( Ketuban Pecah Dini ) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban

pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.

d. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio caesarea. Hal ini

karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi

daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang

atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

e. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir

yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan

pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

f. Kelainan Letak Janin


1. Kelainan pada letak kepala

a) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala, pada

pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan

panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar

panggul.

b) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala

yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-

0,5 %.

c) Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada

posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasnya

dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang

kepala.

2. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan

kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal

beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki

sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi kaki.

d) Manifestasi Klinis

Menurut Saifuddin (2002), manifestasi klinis terbagi atas 4 bagian yaitu :

a. Pusing

b. Mual muntah

c. Nyeri sekitar luka operasi


d. Peristaltic usus menurun
e) Patofisiologi

Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500

gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan

sc yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa

dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan janin lintang

setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik aspek kognitif

berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dari aspek fisiologis yaitu produk

oxitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari

insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik

dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah satu utama karena insisi

yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan

umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu

anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnou yang tidak dapat

diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi

ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang

keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret

yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anastesi ini juga

mempengaruhi saluran pencarnaan dengan menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses

penghancur dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme

sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik

juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpung dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sengat motilitas yang menurun juga berakibat pada

perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
PATHWAY
Panggul Sempit
Ketuban Pecah Dini
Pre-Ekslamsia Berat Sectio Caesarea
Bayi Kembar
Kelainan Letak Janin
Letak Sungsang

Post Anestesi Luka Post Op Post Partum Nifas

Penurunan Medula Penurunan Kerja Jaringa Terputus Jaringa Terbuka Distensi Kandung Kemih
Obiongata Pons
Merangsang Area Proteksi Kurang
Penurunan Reflek Penurunan Kerja Sensorik
Batuk Otot Eliminasi Invasi Bakteri

Akumulasi Secret Penurunan Peralstik Gangguan Rasa Nyaman Resiko Infeksi


Usus
Bersihan Jalan Nyeri Akut
Tidak Efeltif Konstipasi

Gangguan Mobilitas fisik

Intoleransi Aktivitas

Penurunan Progestero dan Ensterogen Psikologis

Kontraksi Uterus Merangsang Pertumbuhan Pertambahan Anggota


Kelenjer Susu
Involusi
Masa Krisi Tuntutan Anggota Baru
Adekuat Tidak Adekuat Peningkatan Hormon
Prolaktin Perubahan Pola Bayi Menangis
Perubahan Pendarahan Peran
Lochea Merangsang Laktasi Oksitoksin Gangguang Pola Tidur

Ejeksi ASI
HB Resiko Ketidakseimbangan Efektif Tidak Efektif
Cairan
Nutrisi Bayi Bengkak
Kurang O² Terpenuhi
Nutrisi Bayi Kurang Dari Kebutuhan
Kelemahan

Defisit Perawat Diri


f) Pemeriksaan Penunjang

a. Elektroensefalogram (EEG)

Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

b. Pemindaian CT

Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

c. Magneti Resonance Imaging (MRI)

Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan

gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak

yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.

d. Uji laboratorium

1. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

2. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

3. Panel elektrolit

4. Skrining toksik dari serum dan urin

5. AGD

6. Kadar kalsium darah

7. Kadar natrium darah

8. Kadar magnesium darah


g) Komplikasi

Menurut Cunningham (2006) yang sering terjadi pada ibu SC :

a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa

nifas dibagi

atas :

1. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.

2. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan

perut sedikit kembung.

3. Berat, peritonealis, sepsisi dan usus paralitik.

b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat

pembedahan cabang-cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia

uteri.

c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,

embolisme paru yang sangat jarang terjadi.

d. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan

berikutnya bisa terjadi ruptur.

Yang sering terjadi pada bayi : Kematian perinatah


h) Penatalaksanaan
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan klien post Sectio Caesarea

ialah :

1. Keperawatan

a. Perawatan awal

1. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam

pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat

kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.

2. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

3. Transfusi darah jika perlu

4. Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan transfusi,

segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinanan terjadi

perdarahan pasca bedah.

b. Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus

lalu di mulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian

minuman dengan jumlah yang sedikit sudah bleh dilakukan pada 6-10

jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c. Mobilisasi

1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi

2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur

telentang sedini mungkin setelah sadar.


3. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan selama 5

menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi

setengah duduk (semifowler).

5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien

dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan

kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 smapai hari ke-5 pasca

operasi.

d. Fungsi gastrointestinal

1. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair

2. Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul

3. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat

4. Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.

e. Perawatan funsi kandung kemih

1. Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau

sesudah semalam.

2. Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urine jernih.

3. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter

terpasang sampai minimum 7 hari atau urine jernih.

4. Jika sudah tidak memekai antibiotik berikan nirofurantoin 100 mg

per oral per hari smapai kateter dilepas.


5. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyri dan tidak enak

pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan

perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 – 48 jam / lebih lama

lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

f. Pembalutan dan perawatan luka

1. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak

terlalu banyak jangan mengganti pembalut.

2. Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri

plester untuk mengencangkannya.

3. Ganti pembalut dengan cara steril

4. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih

5. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka jahitan

kulit dilakukan pada hari ke-5 pada SC.

2. Medis

a. Cairan IV sesuai indikasi.

b. Anestesi regional atau general

c. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea.

d. Tes laboratorium sesuai indikasi

e. Pemberian oksitosin sesuai indikasi

f. Tanda vital per protokol ruang pemulihan

g. Persiapan kulit pembedahan abdomen

h. Persetujuan ditandatangani
i. Pemasangan kateter fole

B. Asuhan Keperawatan

a) Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang ditemukan

meliputi distres janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi

janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.

a. Identitas atau biodata klien

Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,

pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi,

dan diagnosa keperawatan.

b. Keluhan utama

Keluhan yang dirasakan klien pada saat ini dikumpulkan untuk

menentukan prioritas intervensi keperawatan, keluhan utama pada

post operasi SC biasanya adalah nyeri dibagian abdomen, pusing dan

sakit pinggang.

c. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan yang keluar

pervaginan secara spontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda

persalinan.

2. Riwayat kesehatan dahulu


Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya, panggul

sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi penyakit yang lain

dapat juga mempengaruhi penyakit sekarang.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung, HT,

TBC, DM, penyakit kelamin, abortus yang mungkin penyakit

tersebut diturunkan kepada klien.

d. Pemeriksaan fisik

1. Kepala

a. Rambut

Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut,

dan apakah ada benjolan.

b. Mata

Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,

konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat

(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,

sclera kuning.

c. Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana

kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga.


d. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-

kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.

e. Mulut dan gigi

Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab.


2. Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar tiroid,

karna adanya proses penerangan yang salah.

3. Thorak
a. Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara,

areola hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu lancer

dan banyak keluar.

b. Paru-paru
I : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak terlihat
pembengkakan.

P : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba massa


P : Redup / sonor
A : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing
c. Jantung

I : Ictus cordis teraba / tidak


P : Ictus cordis teraba / tidak
P : Redup / tympani
A : Bunyi jantung lup dup

4. Abdomen

I : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya strie


gravidarum

P : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus lembek /


keras P: Redup
A : Bising usus

5. Genetalia

Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban, bila


terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak

6. Eksremitas

Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena

membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena penyakit

jantung atau ginjal.

7. Tanda-tanda vital

Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah turun,

nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.


b) Diagnosis yang muncul

1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan

tampak meringis.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan

merasa lemah.

4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

dibuktikan dengan tidak mampu mandi/berpakaian secara mandiri.

5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis

(anestesi) dibuktikan dengan fisik lemah.

6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur

pembedahan dibuktikan dengan perdarahan.


c) Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera Setelah dikakukan tindakan Observasi :
fisik dibuktikan dengan tampak meringis keperawatan 1x24 jam diharapkan  Identifikasi lokasi, karakteristik,
Tingkat nyeri menurun. frekuensi, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil :  Identifikasi factor penyebab nyeri
 Keluhan nyeri menurun (5)  Monitor efek samping penggunaan
 Tampak meringis menurun analgetik
(5)
 Sikap protektif menurun (5) Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis
(tarik nafas dalam, kompre hangat
atau dingin)
 Kontrok lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi :
 Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi pereda nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan teknik nonfarkamkologis
untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik
(jika perlu)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan Setelah melakukan tindakan Observasi :
integritas kulit. keperawatan 1x 8 jam diharapkan
Tingkat infeksi menurun.  Monitor tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik
Kriteria Hasil :
Terapeutik :
 Kebersihan tangan meningkat
(5)  Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan badan meningkat  Berikan perawatan kulit pada area
(5) edema
 Nyeri menurun (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknikn aseptic pada
pasein beresiko tinggi
Edukasi :

 Jelaska tanda dan gejala infeksi


 Ajarkan cuci tangan dengan benar
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian antibiotok


ataupun imusisasi (jika perlu)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah melakukan tindakan Observasi :


imobilitas dibuktikan dengan klien merasa keperawaran 1x24 jam
lemah. diharapkan Toleransi aktivitas  Identifikasi keterbatasan fungsi dan
meningkat. gerak sendi
Kriteria Hasil :  Monitor lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau rasa sakit
 Kemudahan dalam melakukan selama bergerak atau beraktivitas
aktivitas sehari-hari meningkat
(5) Terapeutik :
 Kecepatan berjalan meningkat
(5)  Lakukan pengendalian nyeri
 Jarak berjalan meningkat (5) sebelum memulai latihan
 Perasaan lemah menurun (5)  Berikan posisi tubuh optimal untuk
gerakan sendimpasif atau aktif
 Fasilitasi menyusun jadwal latihan
rentang gerak aktif atau pasif
 Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama
Edukasi :

 Jelaskan kepada pasien atau


keluarga tujuan dan rencanakan
latihan bersama
 Anjurkan pasien duduk ditempat
tidur, disisi tempat tidur (menjuntai)
atau di kursi
 Anjurkan melakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif secara
sistematis
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak keperawatan 1x24 jam diharapkan
mampu mandi/berpakaian secara mandiri. Perawatan diri meningkat.  Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu
Kriteria Hasil : dlam melakukan kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan.
 Kemampuan mandi meningkat  Monitor integritas kulit pasien.
(5)
 Kemampuan mengenakan Terapeutik :
pakaian secara mandiri
meningkat (5)  Dampingi dalam melakukan
 Mempertahankan kebersihan perawatan diri
diri meningkat (5)  Fasilitasi kemandirian klien
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :

 Anjurkan melakukan perawatan diri


secara konsisten sesuai kemampuan
 Anjurkan ke toilet secara mandiri

5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :


efek agen farmakologis (anestesi) dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan fisik lemah. Mobilitas fisik meningkat.  Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
Kriterian Hasil :  Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
 Nyeri menurun (5)
 Kelemahan fisik menurun (5) Terapeutik :
 Kekuatan otot meningkat (5)
 Gerakan terbatas menurun (5)  Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
 Anjurkan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi)

6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan Setelah dikakukan tindakan Observasi :


dengan prosedur pembedahan dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan perdarahan. Keseimbangan cairan meningkat.  Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
Kriteria Hasil :  Monitor tekana darah
 Monitor jumlah dan warna urin
 Asupan cairan meningkat (5)
 Monitor inteka dan output cairan
 Kelembaban membrane
mukosa meningkat (5) Terapeutik :
 Membrane mukosa membaik
(5)  Atur waktu pemantauan sesuai
 Turgor kulit membaik (5) dengan kondisi klien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan
d) Implementasi

Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam menetapkan

tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat dilakukan secara mandiri atau kerjasama dengan

tim kesehatan lainnya (Hidayat, 2004).

e) Evaluasi

Evaluasi adalah untuk penilaian yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan tujuan.

Jika kriteria yang ditetapkan belum tercapai maka tugas perawat selanjutnya adalah

melakukan pengkajian kembali (Hidayat, 2004).


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati,. 2009. Buku Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Mitra Cendika Press

Bambang Widjanarko, 2010. Buku Sistem Reproduksi Wanita. EGC : Jakarta

Cunningham, 2006. Penatalaksanaan Post SC

Depkes, 2010. Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta

Doengoes, M E, 2000. Rencana Askep Pedoman untuk Perencanaan Perawatan Pasien. Jakarta :

EGC

Fadhillah Harif, 2018. SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ). Jakarta

http://Putramadja. Blogspot. Co.id /2013/11/ Makalah-Bonding-attachment.

Hutabalian, 2011. Buku Sectio Caesarea. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Hadijono, 2008:356. Ibu Post Partum. Jakarta : EGC

Ilmu Kebidanan, 2007. Buku Masa Nifas. Jakarta

Karina, 2015. Buku Ibu Post Partum. Jogjakarta : Mitra Cendika Press

Manuba Ida, Sarwono, 2002-2009. Buku Sistem Organ Reproduksi pada Post Partum. Jakarta

Manuba Ida, Bagus, Gde, Prof. Dr. SpOG, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta

Mansjoer, Arif. Dkk, 2000-2008. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam, 2008. Sypnosis Obsteti. Jakarta;EGC

Prawirohardjo, Sarwono, 2002-2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta:P.T Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai