Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS VERTIGO


DI RUANG PERAWATAN IBIS RS BHAYANGKARA
MAKASSAR

NUR HAFITA, S.KEP


7121491903

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)
FAMIKA MAKASSAR
T.A 2023
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Vertigo

Kata vertigo asalnya dari bahasa latin vertere yang artinya adalah

berputar, mengacu pada sensasi atau rasa berputar-putar pada penderitanya

sehingga keseimbangannya terganggu (Sutarni et al., 2018).

Gejala vertigo seperti perubahan kulit yang menjadi pucat (peccir)

terutama di daerah muka dan peluh dingin. Gejala ini selalu mendahului

munculnya gejala mual/muntah dan diduga akibat sistem saraf simpatik

(Kusumastuti & Sutarni, 2018).

Vertigo merupakan perasaan bahwa benda disekitar orang tersebut

bergerak atau berputar. Biasanya dirangsang oleh cedera kepala (Harding

& Kwong, 2019). Vertigo adalah sensasi gerakan tubuh ataupun

lingkungan disekitar dengan gejala lainnya yang bisa timbul yang utama

pada sistem otonom yang timbul karena ada gangguan pada sisten

keseimbangan tubuh oleh kondisi ataupun penyakit. Oleh karena itu

vertigo bukan sekedar gejala pusing saja. Tapi merupakan suatu sindrom

yang terdiri dari gejala somatik dan gejala psikiatrik (Sutarni et al., 2018).

B. Etiologi Vertigo

Menurut (Victorya et al., 2016) vertigo di bedakan menjadi 2

berdasarkan penyebabnya, vertigo perifer berhubungan dengan gejala

patologis pada telinga sedangkan vertigo sentral disebabkan oleh

gangguan vaskuler :
a. Vertigo sentral merupakan vertigo yang disebabkan karena kelainan

sentral, penyebab dari vertigo sentral adalah stroke, perdarahan

cerebelum, trauma, migren basilar, neoplasma

b. Vertigo perifer merupakan yang disebabkan oleh kelainan pada labirin

dan N.Vestibular. Penyebab dari vertigo perifer adalah post trauma,

toksik, labirinitis, oklusi dan fistula labirin (Jusuf & Wahidji, 2016).

Ada beberapa faktor risiko yang berpotensi vertigo menurut

(Park et al., 2019) yaitu:

a. Umur tua

b. Jenis Kelamin, jenis kelamin yang lebih berisiko terkena vertigo

adalah jenis kelamin perempuan

c. Indeks masa tubuh

d. Riwayat merokok, seorang perokok akan lebih berisiko terserang

vertigo

C. Patofisiologi

Dalam kondisi perangkat keseimbangan pusat atau perifer tidak

normal dan terjadi gerakan yang aneh atau berlebihan, tidak akan ada

pemrosesan input yang normal dan vertigo akan terjadi. Selain itu ada juga

masalah respon penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat. Yang

menyebabkan pergerakan mata tidak normal (nistagmus) ketidakstabilan

saat berjalan dan berdiri dan gejala lainnya. Pennyebab pasti dari gejala

gejala ini belum diketahui (Sutarni et al., 2018). Ada beberapa teori di

antaranya:

a. Teori rangsangan berlebihan


Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa stimulasi yang berlebih akan

mengakibatkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya

yang akan mengalami gangguan (Sutarni et al., 2018).

b. Teori konflik sensoris

Didalam kondisi yang normal (fisiologis) impuls yang diterima antara

sisi kiri dan kanan akan dibandingkan, antara impuls yang berasal dari

penglihatan dan proprioseptik dan vestibular secara timbal balik.

Pengolahan informasi berjalan secara reflektoris melalui proses

normal dan hasil akhirnya adalah penyesuaian otot-otot yang

menggerakkan tubuh atau menopang tubuh dan otot yang

menggerakkan bola mata.

D. Manifestasi Klinis

Vertigo dibedakan menjadi 2, sistematik dan non sistematik, gejala vertigo

menurut (Jusuf & Wahidji, 2016) yaitu :

a. Vertigo sistematik

Pucat, Peluh dingin, Mual dan muntah

b. Vertigo nonsistematik

Rasa kepala ringan, seperti diayun, rasa seperti terapung dan rasa

bergoyang yang sulit di gambarkan oleh penderita vertigo.

E. Komplikasi

Apabila vertigo tidak segera ditangani dan dilakukan pengobatan,

penderita bisa saja mengalami gagar otak ringan maupun berat, itu

merupakan akibat yang ditimbulkan karena vertigo pada penderita yang

sering kambuh (Yulianto et al., 2016). Vertigo akan menyebabkan


komplikasi berupa penurunan kualitas hidup karena gangguan mobilitas.

penderita vertigo juga akan mengalami penurunan fungsi individu sebagai

pekerja. Vertigo apabila terjadi saat berkendara juga akan mengakibatkan

kecelakaan.

F. Penatalaksanaan Medis

Tujuan dari pengobatan vertigo yaitu untuk menghilangkan gejala vertigo,

mengontrol gejala neurovegetatif dan psikoafektif, juga untuk

meninkatkan sistem vestibular (Pradnanying & Widiastuti, 2017).

Menurut (Susilo, 2012) penatalaksanaan vertigo nonmedikasi yaitu :

1. Manuver Epley

Langkah langkah Manuver Epley adalah menggantungkan posisi

kepala selama 20-30 detik ke sisi kanan, lalu kepala di putat 90

derajat kearah depan selama 20-30 detik. Selanjutnya pasien diangkat

dan diposisikan duduk.

2. Prosedur Semont

Langkah Prosedur semont yang pertama adalah kepala pasien di putar

45 derajat kesisi yang tidak mengalami nyeri atau ke sisi yang sehat,

selanjutnya pasien berbaring ke arah yang berlawanan. Langkah ke

dua adalah pasien mempertahankan pada posisi awal selama 30

langkah ketiga pasien melakukan gerakan yang sama ke posisi yang

berlawanan. Langkah keempat adalah kembali ke posisi awal.

3. Manuver Lampert Role

Ini adalah pengobatan untuk BPPV kanal horizontal. Yaitu dengan

memposisikan kepala dan telinga pasien yang sakit ke posisi bawah


kemudian pasien memutar 90 derajat ke depan dengan cepat.

Kemudian diputar 90 derajat ke arah yang tidak sakit dan dilanjutkan

memutar 360 derajat sampai telinga pasien yang sakit menempel

kebawah. Kemudian kepala pasien dinaikan dan diposisikan duduk.

4. Latihan Brandt Daroff

Latihan Brandt Daroff dengan cara pasien menutup mata, dan pasien

diposisikan duduk disisi tempat tidur dengan tungkai yang digantung.

Kemudian baringkan dengan cepat kesatu sisi. Pertahankan 30 detik

lalu duduk kembali. Setlah 30 detik barikan secara cepat kesisi yang

lainnya, duduk kembali.

Karena penyebab dari vertigo beragam , tidak jarang dilakukan

pengobatan simptomatik. Pada sebagian besar kasus, setelah beberapa

minggu terapi bisa dihentikan. Obat-obat yang dapat sering diunakan:

a. Antikolinergik

Obat-obatan antikolinergik bekerja pada reseptor muskarinik dengan

efek kompensasi. Contoh antikolinergik adalah skopolamine. Efek

samping dari antikolinergik adalah sedasi, dilatasi pupil dan mulut

kering (Pradnanying & Widiastuti, 2017).

b. Antihistamin

Antihistamin mempunyai efek sentral untuk mengurangi vertigo,

bekerja pada reseptoh H2. Antihistamin mempunyai efek

antikolinergik dan juga blok kanal kalsium (Pradnanying & Widiastuti,

2017).
c. Benzodiazepin

Benzodiazepine secara sentral bekerja mensupresi respon vestibular.

Obat ini mempunyai masa kerja yang singkat dan mempunyai efek

terapi dalam dosis yang kecil.

d. Kalsium antagonis

Chinarizin, memiliki manfaat dapat menekan fungsi vestibular dan

bisa mengurangi respon kepada akselerasi angular serta linear.biasanya

dosis yang diberikan adalah 15- 30 mg, diberikan 3 kali sehari.

G. Prognosa

Pada pasien dengan vertigo vetibular tipe perifer umumnya baik, dapat

terjadi remisi sempurna. Sedangkan pada tipe sentral, prognosis tergantung

dari penyakit yang mendasarinya.


BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan yaitu tahapan yang paling pertama

didalam proses keperawatan, yaitu saat mengumpulkan data secara

sistematis dari berbagai seumberdata yang bertujuan untuk identifikasi

dan evaluasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan akan

menjadi dasar untuk memberikan pelayanan keperawatan sesuai

dengan kebutuhan klien (Budiono, 2016). langkah langkah pengkajian

keperawatan pada klien vertigo meliput :

a. Identitas

Pengkajian identitas yang dilakukan pada klien vertigo adalah:

1) jenis kelamin

Jenis kelamin perempuan lebih sering mengalami vertigo karena

faktor dari hormon, perempuan mengalami menstruasi

(Park et al., 2019).

2) usia

Usia yang lebih sering mengalami vertigo adalah usia dari 40

tahun sampai 59 tahun (Park et al., 2019).

b. Riwayat kesehatan sekarang

1) keluhan utama
Menurut (Jusuf & Wahidji, 2016) keluhan utama yang dirasakan

oleh penderita vertigo adalah nyeri kepala, pandangan kabur dan

berbayang, mual & muntah.

2) faktor pencetus

Vertigo perifer disebabkan karena trauma, toksik, labirinitis,

oklusi & fistula labirin dan vertigo sentral penyebabnya adalah

stroke, perdarahan cerebelum, trauma, migren basilar,

neoplasma (Jusuf & Wahidji, 2016)

c. Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi genogram dan keterangannya, penyakit yang pernah

diderita anggota keluarga.

d. Pola kesehatan fungsional

Pada pola aktivitas dan latihan penderita vertigo bergantung pada

keluarganya karena saat melakukan aktivitas akan merasakan nyeri

kepala, pola istirahat dan tidur, pola kognitif persepsi sensori, pola

persepsi diri dan konsep diri, pola mekanisme koping, pola seksual

reproduksi, pola peran berhubungan dengan orang lain, pola nilai

kepercayaan.

e. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik umum yang dilakukan pada klien vertigo antara

lain adalah pemeriksaan kesadaran, Penampilan, Tanda tanda vital,

pemeriksaan mata ,Kepala, Hidung, Telinga, Mulut dan tenggorokan,

Dada, Abdomen, Genetalia, Ekstremitas, kulit. Pemeriksaan fisik

pada vertigo bertujuan untuk memeriksa penyebab dari vertigo, baik


kelainan sistemik, otologik ataupun neurologik vestibular berupa

pemeriksaan nistagmus, fungsi serebrum dan pemeriksaan fungsi

pendengaran dan keseimbangan. Beberapa faktor yang juga harus

diperhatikan diantaranya adalah hipertensi, hipotensi, gagal jantung,

hipoglikemi, anemi, dan aritmi jantung (Akbar, 2013).

B. Pemeriksaan penunjang/ Diagnostik Test

Menurut (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2016)

pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan darah ini dapat

menggambarkan kondisi kesehatan.

b. CT Scan atau pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan yang

menggunakan komputer atau mesin yang memancarkan sinar x. Hasil

dari pemeriksaan ini akan menampilkan gambar struktur dan jaringan

tubuh.
C. Patoflodiagram

Trauma cerebellum Neuroma akustik

Vertigo

Ketidakcocokan
informasi aferan
kepusat kesadaran

Gangguan Peningkatan tekanan Mual dan muntah Gangguan aliran darah ke


keseimbangan intrakranial otak
Gangguan nutrisi
Kegagalan koordinasi Nyeri kepala geraakan abnormal
otot Defisit Nutrisi (seperti berputar-
Gangguan rasa aman putar,pusing)
Ketidakaturan kerja otot dan nyaman
Resiko jatuh
Intolerasni aktivitas
Otot leher tegang
Kurang informasi tentang
Gangguan Pola tidur penyakitnya

Defisit pengetahuan
D. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akur b.d peningkatan tekanan intrakranial

2. Gangguan pola tidur b.d istirahat tidak cukup

3. Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan

4. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi

5. Resiko jatuh berhubungan b.d kekuatan otot menurun


E. Intervensi Keperawatan

SDKI SLKI SIKI Rasional


Nyeri akut (D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Observasi:
Penyebab: Setelah dilakukan intervensi Tindakan: a. Untuk menentukan
1. Agen pencedera keperawatan selama 3x 24 jam 1. Observasi: tindakan selanjutnya
fisiologis (mis.inflamasi, maka diharapkan tingkat nyeri a. Identifikasi lokasi, b. Jika terjadi perubahan
iskemia,neoplasma menurunt dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, dapat diketahui apakah
Gejala dan tanda Mayor : 1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitass, membaik atau tidak
Subjektif : 2. Meringis menurun intesitas nyeri c. Dapat membantu
1. Mengeluh nyeri 3. Gelisah meurun b. Identifikasi skala nyeri menyiapkan lingkungan
Objektif : 4. Nafsu makan membaik c. Identifikasi faktor yang yang nyaman
1. Tampak meringis memperberat nyeri 2. Terapeutik
2. Gelisah 2. Terapeutik: a. Membantu meredakan
3. Sulit tidur a. Berikan tekhnik nyeri
Gejala dan tanda Minor : nonfarmakologis b. Dapat memberikan rasa
Objektif : b. Kontrol ligkungan yang nyaman padda klien
1. Nafsu makan berubah memperberat nyeri 3. Edukasi
Kondsi klinis terakit : 3. Edukasi: a. Menambah pengetahuan
infeksi a. Jelaskan penyebab nyeri klien dan keluarga
b. Ajarkan tehnik tentang penyebab nyeri
nonfarmakologis 4. Kolaborasi
4. Kolaborasi: a. Analgesik dapat
Kolaborasi pemberian mengurangi nyeri
analgesik
Gangguan pola tidur (D.0055) Pola tidur (L.05045) Dukungan tidur (I.05174) 1. Observasi
Penyebab : Setelah dilakukan intervensi Tindakan : a. Mengidentifikasi pola
1. Hambatan lingkungan (mis. keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Observasi tidur dan kebiasaan fisik
kelembapan lingkungan maka diharapkan pola tidur a. Identifikasi pola aktivitas klien untuk intervensi
sekitar, suhu lingkungan, membaik dengan kriteria hasil: dan tidur yang tepat.
pencahayaan, kebisingan, bau Tingkat kesadaran b. Identifikasi faktor b. Menentukan posisi tidur
tidak sedap, jadwal 1. Kemampuan berktivitas pengganggu tidur (fisik yang nyaman untuk
pemantauan/pemeriksaan/tinda meningkat dan/atau psikologis) klien
kan) 2. Keluhan sulit tidur menurun c. Identifikasi makanan dan c. Mengidentfikasi
2. Kurang kontrol tidur 3. Keluhan sering terjaga minuman yang makanan dan minuman
3. Kurang privasi menurun mengganggu tidur (mis: yang menganggu tidur
4. Restraint fisik 4. Keluhan tidak puas tidur kopi, teh, alcohol, makan dapat mencegah
5. Ketiadaan teman tidur menurun mendekati waktu tidur, keslulitan tidur klien
6. Tidak familiar dengan peralatan 5. Keluhan pola tidur berubah minum banyak air d. Obat tidur dapat
tidur. menurun sebelum tidur) membantu klien untuk
Gejala dan Tanda Mayor : 6. Keluhan istirahat tidak d. Identifikasi obat tidur istirahta/tidur
Subjektif : cukup menurun yang dikonsumsi 2. Teraupetik
1. Mengeluh sulit tidur 2. Teraputik a. Memberikan
2. Mengeluh sering terjaga a. Modifikasi lingkungan kenyamanan dalam
3. Mengeluh tidak puas tidur (mis: pencahayaan, beristirahat untukklien
4. Mengeluh pola tidur berubah kebisingan, suhu, matras, b. Membantu energi klien
Objektif : dan tempat tidur) tidak terkuras
Tidak tersedia b. Batasi waktu tidur siang, c. Menjaga pola tidur
Gejala dan Tanda Minor jika perlu klien tetap nyaman
Subjektif : c. Fasilitasi menghilangkan d. Membantu pola tidur
1. Mengeluh kemampuan stress sebelum tidur yang teratur untuk
beraktivitas menurun d. Tetapkan jadwal tidur klien
Objektif : rutin e. Prosedur seperti pijat
Tidak tersedia e. Lakukan prosedur untuk dapat membuat klien
Kondisi klinis : meningkatkan rileks
1. Nyeri/kolik kenyamanan (mis: pijat, f. Porsi tidur klien tetap
2. Hypertirodisme pengaturan posisi, terapi teratur
3. Kecemasan akupresur)
4. Penyakit paru obstruktif kronis f. Sesuaikan jadwal 3. Edukasi
5. Kehamilan pemberian obat dan/atau a. Klien dapat meengikuti
6. Periode pasca partum Tindakan untuk anjuran untuk istirahat
7. kondisi pasca operas menunjang siklus tidur- selama sakit
terjaga b. Membantu proses
3. Edukasi pemulihan klien
a. Jelaskan pentingnya tidur c. Menghindari makanan
cukup selama sakit atau minuman yang
b. Anjurkan menepati menganggu tidur akan
kebiasaan waktu tidur membantu klien tidur
c. Anjurkan menghindari dengan nyaman
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
d. Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
e. Ajarkan faktor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan pola
tidur (mis: psikologis,
gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
f. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya
Intoleransi aktivitas (D.0056) Toleransi aktivitas (L.05047) Manajemen energi (I.05178) 1. Observasi
Penyebab : Setelah dilakukan intervensi Tindakan : a. Mengidentfiikasi fungsi
1. Ketidakseimbangan antara keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Observasi tubuh akan membantu
suplai dan kebutuhan oksigen maka diharapkan aktivitas a. Identifikasi gangguan menentukan intervensi
2. Tirah baring meningkat dengan kriteria fungsi tubuh yang untuk mengurangi
3. Kelemahan hasil: mengakibatkan kelelahan kelelahan
4. Imobilitas 1. Keluhan Lelah menurun b. Monitor kelelahan fisik b. Meminimalisir terjadinya
5. Gaya hidup monoton 2. Dispnea saat aktivitas dan emosional kelelahan yang berat
Gejala dan tanda mayor: menurun c. Monitor pola dan jam c. Membantu aktivitas klien
Subjektif 3. Dispnea setelah aktivitas tidur lebih teratur
1. Mengeluh lelah menurun d. Monitor lokasi dan d. Agar menghindari
Objektif 4. Frekuensi nadi membaik ketidaknyamanan selama intoleran aktivitas pada
1. Frekuensi jantung meningkat > 5. Keluhan lelah menurun melakukan aktivitas klien
20% dari kondisi istirahat 6. Tekanan darah membaik 2. Terapeutik 2. Terapeutik
Gejala dan tanda minor: 7. Jarak berjalan meningkat a. Sediakan lingkungan a. Membantu istirahat
1. Subjektif 8. Kecepatan berjalan nyaman dan rendah klien lebih optimal
a. Dispnea saat setelah meningkat stimulus (mis: cahaya, sebelum beraktivitas
aktivitas suara, kunjungan) b. Latihan rentan gerak
b. Merasa tidak nyaman b. Lakukan latihan rentang pasif membantu
setelah beraktivitas gerak pasif dan/atau aktif efektivitas klien
c. Merasa lemah c. Berikan aktivitas c. Mencegah kelelahan
2. Objektif distraksi yang pada klien
a. Tekanan drah berubah menenangkan 3. Edukasi
Kondisi klinis : d. Fasilitasi duduk di sisi a. Tirah baring mebantu
1. Anemia tempat tidur, jika tidak klien agar tidak
2. Gagal jantung kongestif dapat berpindah atau beraktivitas berat
3. Penaykit jantung koroner berjalan b. Aktivitas bertahap
4. Penyakit katup jantung 3. Edukasi dapat dilakukan agar
5. Aritmia a. Anjurkan tirah baring klien secara perlahan
6. PPOK b. Anjurkan melakukan dapat melakukan
7. Gangguan metabolik aktivitas secara bertahap kegiatan sehari-hari
8. Gangguan muskuloskeletal c.Anjurkan menghubungi 4. Kolaborasi
perawat jika tanda dan a. Asupan makanan yang
gejala kelelahan tidak sesaui akan menambah
berkurang energi klien
d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Defisit pengetahuan (D.0111) Tingkat pengetahuan Edukasi kesehatan (I.12383) 1. Observasi :
Penyebab : (L.12111) Tindakan : a. Agar klien tidak terkejut
1. Keterbatasan kognitif Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi atau cemas dengan
2. Gangguan fungsi kognitif keperawatan selama 3 x 24 jam a. Identifikasi kesiapan dan sakitnya
3. Kekeliruan mengikuti anjuran maka diharapkan pengetahuan kemampuan menerima b. Mengidentifikasi faktor
4. Kurang terpapar informasi meningkat dengan kriteria informasi penyebab menurunkan
5. Kurang minat dalam belajar hasil: b. Identifikasi faktor-faktor motivasi dapat membantu
6. Kurang mampu mengingat 1. Perilaku sesuai anjuran yang dapat meningkatkan menentukan langkah
7. Ketidaktahuan menemukan meningkat dan menurunkan motivasi berikutnya
sumber informasi 2. Perilaku sesuai dengan perilaku hidup bersih dan 2. Terapeutik :
Gejala dan tanda mayor : pengetahuan meningkat sehat a. Agar memudahkan
Subjektif : 3. Pertanyaan tentang 2. Terapeutik dalam memberikan
1. Menanyakan masalah yang masalah yang dihadapi a. Sediakan materi dan informasi kepada klien
dihadapi menurun media Pendidikan dan keluarganya
Objektif : 4. Persepsi keliru terhadap Kesehatan b. Agar pengetahuan klien
1. Menunjukkan perilaku masasalah menurun b. Jadwalkan Pendidikan bertambah dan paham
tidak sesuai anjuran 5. Perilaku membaik Kesehatan sesuai terhadap penyakitnya
2. Menunjukkan persepsi kesepakatan c. Dapat meberikan
yang keliru terhadap c. Berikan kesempatan umpan balik dan
masalah untuk bertanya komunikasi antara klien
Gejala dan tanda minor : 3. Edukasi dan perawat terjalin
Subjektif : a. Jelaskan faktor risiko 3. Edukasi
1. Tidak tersedia yang dapat a. Klien dapat mengetahui
Objektif : mempengaruhi Kesehatan risiko yang dapat terjadi
1. Menjalani pemeriksaan yang b. Ajarkan perilaku hidup jika tidak memahami
tidak tepat bersih dan sehat sakitnya
2. Menunjukan prilaku c. Ajarkan strategi yang b. Dapat membantu
berlebih dapat digunakan untuk menjaga kebersihan
Kondisi klinis terkait : meningkatkan perilaku klien
1. Kondisi klinis yang baru hidup bersih dan sehat
dihadapi klien
2. Penyakit akut
Resiko jatuh (14138) Tingkat jatuh (L.14130) Pencegahan jatuh (I.14540) 1. Observasi :
Faktor resiko : Setelah dilakukan intervensi Tindakan a. Mengetahui penyebab
a. Usia ≥ 65 tahun (pada keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Observasi : jatuh agar bisa
dewasa) atau ≤ 2 tahun (pada maka diharapkan resiko jatuh a. Identifikasi faktor jatuh diantisipasi
anak) menurun dengan kriteria hasil: (mis: usia > 65 tahun, b. Mengidentifikasi resiko
b. Riwayat jatuh 1. Jatuh dari tempat tidur penurunan tingkat jatuh dalam setiap sif
c. Anggota gerak bawah menurun kesadaran, defisit dapat meminimalisir
prosthesis (buatan) 2. Jatuh saat berdiri kognitif, hipotensi terjadinya jatuh
d. Penggunaan alat bantu menurun ortostatik, gangguan c. Agar klien terhindar
berjalan 3. Jatuh saat duduk keseimbangan, gangguan dari jatuh
e. Penurunan tingkat kesadaran menurun penglihatan, neuropati) 2. Terapeutik :
f. Perubahan fungsi kognitif 4. Jatuh saat berjalan b. Identifikasi risiko jatuh a. Klien dan keluarga
g. Lingkungan tidak aman (mis: menurun setidaknya sekali setiap klien memahami hal-
licin, gelap, lingkungan asing) shift atau sesuai dengan hal yang dapat
h. Kondisi pasca operasi kebijakan institusi menyebabkan
i. Hipotensi ortostatik c. Identifikasi faktor terjadinya jatuh
j. Perubahan kadar glukosa lingkungan yang b. Mencegah klien jatuh
darah meningkatkan risiko jatuh saat di tempat tidur
k. Anemia (mis: lantai licin, ataupun ketika
l. Kekuatan otot menurun penerangan kurang) dipindahkan dari
m. Gangguan pendengaran d. Hitung risiko jatuh tempat tidur ke kursi
n. Gangguan keseimbangan dengan menggunakan roda
o. Gangguan penglihatan (mis: skala (mis: fall morse c. Alat bantu dapat
glaucoma, katarak, ablasio scale, humpty dumpty memudahkan klien
retina, neuritis optikus) scale), jika perlu untuk beraktivitas
p. Neuropati e. Monitor kemampuan ringan
q. Efek agen farmakologis (mis: berpindah dari tempat 3. Edukasi
sedasi, alkohol, anestesi tidur ke kursi roda dan a. Memanggil perawat
umum) sebaliknya untuk membantu klien
2. Terapeutik ketika ingin ke kamar
a. Orientasikan ruangan mandi atau hal lainnya
pada pasien dan keluarga b. Menggunakan alas kaki
b. Pastikan roda tempat tidak licin membantu
tidur dan kursi roda selalu klien tetap aman dan
dalam kondisi terkunci terhindar dari resiko
c. Pasang handrail tempat jatuh
tidur c. Keseimbangan klien
d. Atur tempat tidur dapat membantu
mekanis pada posisi memudahkan klien
terendah untuk berjalan dengan
e. Tempatkan pasien aman
berisiko tinggi jatuh dekat d. Melebarkan kaki saat
dengan pantauan perawat berjalan akan sangat
dari nurse station membantu dan
f. Gunakan alat bantu memudahkan klien tetap
berjalan (mis: kursi roda, menjaga keseimbangan
walker)
g. Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
3. Edukasi
a. Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
b. Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
c. Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
d. Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
e. Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat
DAFTAR PUSTAKA

Jusuf, M. I., & Wahidji, V. H. (2016). Bunga Rampai Kedokteran. 21824.

Kedokteran Meditek (Vol. 18, Issue 48, p. 6).

http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Meditek/article/view/90

7/969

Park, M. K., Lee, D. Y., & Kim, Y. H. (2019). Risk Factors for Positional

Vertigo and the Impact of Vertigo on Daily Life?: The Korean

National Health and Nutrition Examination Survey. 23(1), 8–14

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (2016). Panduan Praktik

Klinis Neurologi. Perdossi, 154–156.

Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.2017. Standar diagnosis

keperawatan Indonesia (SDKI) definisi dan indikator diagnostik.

Jakarta selatan : DPP PPNI.

Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.2017. Standar intervensi

keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta selatan : DPP PPNI

Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.2017. Standar luaran

keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta selatan : DPP PPNI.

Pradnanying, P. E., & Widiastuti, K. (2017). Vertigo Pasca Trauma.

Susilo. (2012). Penatalaksanaan Terkini pada Pasien BPPV. In Journal

Sutarni, S., Malueka, R. G., & Gofir, A. (2018). Bunga Rampai Vertigo.

UGM PRESS

Victorya, R. M., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2016). Vertigo Perifer

pada Wanita Usia 52 Tahun dengan Hipertensi Tidak Terkontrol


Peripheral Vertigo in Woman Aged 52 Years Old with

Uncontrolled Hypertension. 6, 155–159.

Yulianto, R., H, M. F., & Doewes, M. (2016). Perkembangan Terapi

Massage terhadap Penyembuhan Penyakit Vertigo. Journal of

Physical Education Health and Sport, 3(2), 127–134.

https://doi.org/10.15294/jpehs.v3i2.7597

Anda mungkin juga menyukai