B. Kemajuan Teknologi
Secara sederhana teknologi adalah segala
bentuk usaha orang untuk menghasilkan sesuatu
bisa alat, cara, proses atau produk untuk
kemudahan hidup. Teknologi sudah dikenal sejak
peradaban manusia masih sederhana. Ada teknologi
sederhana dan ada pula teknologi tinggi. Nasi
adalah contoh produk teknologi sederhana,
demikian juga tapai, ikan asin, kayu yang
diawetkan, seruan sembahyang dengan tabuh,
tungku masak di dapur. Teknologi tinggi mengacu
tiga hal, yaitu (a) produk, proses, dan penerapannya
menggunakan kemajuan ilmu dan teknologi
mutakhir, (b) penggunaan mesin berkecerdasan
tinggi, dan (c) penggunaan komputer.
Teknologi canggih misalnya lampu listrik, es
batu, komputer, helikopter, satelit, laser, dan bom
pintar. Pekerjaan yang menerapkan teknologi tinggi
menuntut pengetahuan dan keterampilan yang
tinggi pula. Di dalam struktur okupasi masa depan
pekerjaan berketerampilan rendah akan terhapus
dan diganti dengan pekerjaan yang menuntut
kemampuan tinggi dan sikap serta nilai hidup yang
selaras. Banyak pekerjaan yang menggunakan
teknologi canggih cukup ditangani pekerja yang
tidak memerlukan pendidikan yang memakan
waktu lama. Tugas di situ hanya menekan tombol
di panel pengawas, namun, latar pekerjaan
teknologi maju menuntut kemampuan-kemampuan
baru pada pekerja agar bisa berfungsi secara efektif.
Levin dan Rumberger (1989, dalam Munandir,
1998) mengenali tiga belas kompetensi sebagai
syarat untuk keberhasilan dalam bekerja di latar
pekerjaan modern, yaitu inisiatif, kerjasama,
bekerja dalam kelompok, pelatihan sesama rekan,
penilaian, komunikasi, penalaran, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, memperoleh dan
menggunakan informasi, perencanaan,
keterampilan belajar, dan keterampilan
multikultural.
Dalam struktur jabatan masa depan yang
diperlukan adalah pekerja dengan kemampuan-
kemampuan baca yang tinggi, komputasi,
komunikasi, pemecahan masalah (penalaran).
Keterampilan dasar yang harus dimiliki seorang
pekerja termasuk juga disiplin diri, keterpercayaan,
keuletan, kesediaan menerima tanggung jawab, dan
penghormatan atas hak-hak orang lain. Kelima sifat
ini di Amerika diartikan sebagai “keterampilan
emploibilitas umum”, sedangkan di Inggris disebut
“kedisiplinan industri”.
Teknologi maju mengubah struktur okupasi
dan menyebabkan terjadinya percampuran
pekerjaan. Para pengamat dan pakar
membayangkan bahwa kelak akan hanya ada dua
jenjang pekerjaan yang dominan: pekerjaan oleh
para elit ilmuwan, insinyur, dan manajer yang
jumlahnya sedikit, dan pekerjaan operatif oleh
pekerja berketerampilan rendah yang besar
jumlahnya. Dewasa ini lebih dari separuh tenaga
kerja Amerika adalah golongan kerah putih dan
pekerja informasi. Sejak 1950 pekerja industri
tradisional menurun jumlahnya dari 38 persen
tinggal sekitar 18 persen dalam 1984, sementara
dalam 1982 hanya ada 3 persen yang bekerja di
sektor pertanian. Sebaliknya, pekerjaan jasa
meningkat dari 18 persen seluruh jumlah tenaga
kerja (dalam 1960) menjadi hampir 30 persen yang
diramalkan para pakar akan terus meningkat.
Diramalkan, bahwa industri-industri yang
menghasilkan jasa akan memberikan 20 juta
pekerjaan baru. Termasuk jasa adalah pekerjaan
bidang kesehatan, bisnis, hukum, pendidikan,
sosial, personal, pengecer, keuangan, asuransi,
perumahan, pemerintahan, perdagangan besar,
transportasi, komunikasi, dan pelayanan keperluan
umum (penyediaan air, gas, listrik) (Ginzberg;
Hudson Institute; Biro Sensus Amerika, dalam
Herr, 1989 dalam Munandir,1998).
C. Dampak
Ada dampak nyata dari penerapan teknologi
maju ini terhadap manusia, selaku pribadi atau
pekerja. Di samping dampak langsung, ada dampak
yang bersifat psikologis. Penerapan teknologi maju
memberikan lingkungan yang membentuk pola
baru tingkah laku dan kepribadian orang. Pola-pola
perilaku lama berubah, sikap dan nilai baru harus
dikembangkan, demikian pun diperlukan kesiapan
yang selaras. Bagi segolongan orang, ini bukan
perkara gampang. Kesiapan orang di negara maju
menghadapi perubahan-perubahan dunia kerja
akibat teknologi tinggi ini, demikian pun
menghadapi kehidupan baru yang penuh perubahan
ternyata tidak memadai.
Banyak orang kurang mampu mengatasi
masalah kehidupan
seperti mendapatkan
pekerjaan, mengelola
ekonomi keluarga,
dan menjadi
orangtua. Pekerjaan Gambar 2. Banyak Pengangguran
teknologi maju
mempersyaratkan kemampuan yang umumnya
tidak dimiliki oleh banyak pekerja. Gejala nyata
yang umum tampak dari masalah ini adalah
meningkatnya kasus gangguan jiwa seperti
kecemasan, ketakpastian, perasaan menjadi korban,
rasa tak berdaya, kesedihan, depresi, apatisme,
kekerasan antarpribadi, ketegangan jiwa (stres), dan
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan stres
(tekno-stres).
Pengangguran dan pemutusan hubungan kerja
(PHK) merupakan sumber pokok masalah. Namun,
masalah banyak waktu luang juga menonjol. Waktu
luang ini diakibatkan oleh berkurangnya jam kerja
rerata yang waktu ini tinggal 37 jam per minggu
bahkan kurang di beberapa industri. Sebagian besar
orang tidak siap secara emosional dan psikologis
menghadapi waktu luang. Dampaknya terhadap
individu bersifat sosio-psikopatologis dengan
gejala-gejala seperti turunnya semangat, keresahan
sipil, dan tindak perlawanan.
Di Indonesia dewasa ini sedang dalam masa
peralihan dari masyarakat pertanian ke masyarakat
industri. Perkembangan dalam masyarakat kita
sangat berbeda dengan ihwal keadaannya dalam
masyarakat negara industri maju, seperti Amerika
Serikat, Eropa Barat, Jepang. Di sana peralihan itu
kelihatan berjalan dan berkembang. erubahan yang
terjadi digerakkan oleh kejadian yang timbul dan
berkembang di dalam negeri, yaitu kemajuan
teknologi dan sistem ekonomi pasar bebas yang
sudah mapan, sistem yang bisa diterima masyarakat
sebagai hal yang semestinya. Dalam masyarakat
Indonesia, perubahan itu dipaksakan dari luar oleh
globalisasi, yaitu gejala perubahan besar dan cepat
yang melanda dunia sejak dasawarsa delapan
puluhan. Kita termasuk juga negara-negara sedang
berkembang lainnya, terperangkap dalam keadaan
tidak ada pilihan lain kecuali menerima keadaan.
Kita menyaksikan fenomena keadaan
masyarakat yang berlawanan arah. Ada segolongan
masyarakat sangat sederhana, tertinggal, bahkan
terasing versus segolongan masyarakat modern
canggih, ada nilai bangsa yang ingin dilestarikan
versus nilai asing yang tak terelakkan datang dari
luar, ada pertanian tradisional versus perindustrian,
ada pekerjaan umum padat karya versus industri
teknologi tinggi padat modal, ada golongan
ekonomi lemah di sektor informal versus
konglomerat multinasional. Fenomena tersebut
menimbulkan berbagai masalah penyesuaian
pribadi. Liputan di media massa hampir setiap hari
memberitakan masalah seperti kekerasan,
kriminalitas, alkoholisme, pelecehan seksual, bunuh
diri, melawan guru, penipuan, pembunuhan,
penyalahgunaan obat dan tindak antisosial lainnya
yang banyak dilakukan oleh anak-anak sekolah,
juga mahasiswa. Banyak orang mengalami masalah
penyesuaian yang bersumber dari masyarakat.
Tindak kekerasan dan perilaku yang tidak
dikehendaki itu akan meningkat meskipun telah
diambil tindakan keras oleh pihak keamanan.
Dunia kerja makin kompleks. Syarat masuk
kerja makin ketat sebagai konsekuensi tuntutan
akan mutu dan penggunaan teknologi tinggi.
Ketakseimbangan antara penyediaan kesempatan
kerja dan permintaan kerja terus terjadi karena
faktor kependudukan dan ketidakselarasan dunia
pendidikan dengan industri. Oleh karena itu
kebutuhan informasi pendidikan, informasi karier
dan bantuan penanganan masalah akan makin
besar. Usaha bantuan untuk tujuan karier ini mesti
dimulai di sekolah, jelasnya tertuju pada para siswa.
Di bidang pekerjaan sektor modern, lebih-
lebih sejak kira-kira sepuluh tahun belakangan ini,
telah terjadi perluasan luar biasa baik jenis maupun
jumlahnya. Dunia kerja kita tidak bisa mengelak
dari perubahan. Sebagian besar penduduk kita,
demikianpun tenaga kerja kita, berpendidikan
rendah dan tidak berketerampilan sehingga di luar
sektor pertanian tradisional mereka akan
menduduki lapisan pekerja paling bawah atau
bekerja di sektor informal. Perubahan dalam dunia
kerja sektor modern menjadikan sifat hubungan
manusia berubah. Hubungan-hubungan mengalami
perubahan sifat antara manusia dan lingkungan
kerjanya yang serba mesin, majikan dan buruh, dan
warga negara dan pemerintah. Demikian pun
makrosistem mengalami perubahan dalam
antarhubungan dunia kerja dan masyarakat.
Masalah akibat reaksi terhadap pemakaian
teknologi maju pada proses produksi yang
sebelumnya mengandalkan cara-cara tradisional
dapat kita amati di masyarakat, misalnya penerapan
mesin berarti tergusurnya tenaga manusia, arti
selanjutnya adalah hilangnya lapangan kerja.
Masalah lain adalah budaya, yaitu kelihatan
belum siapnya budaya terhadap pemberlakuan
teknologi meski barangkali teknologi itu sendiri
bisa diterima. Sebagai contoh, sopir dengan
kecepatan rendah menggunakan lajur paling kanan
di jalan tol, pegawai merokok di ruang kerja
berpendingin, dan montir mobil merokok ketika
sedang mereparasi mesin. Di sisi lain, perubahan
yang dibawa oleh kemajuan teknologi yang bakal
terjadi di masa depan menuntut kesiapan berupa
penguasaan keterampilan yang dipersyaratkan,
kesiapan psikologis (sikap mental) dan budaya.