November 5, 2009
Revolusi Belajar
BAB I
PENDAHULUAN
Abad 21 merupakan abad informasi dan komunikasi, yang ditandai dengan perkembangan
pesat pada teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi berupa
televisi, telepon, komputer, dan internet mengalami perkembangan yang luar biasa.
Lewat perkembangan teknologi komputer, internet, dan telepon, dunia pun seakan-akan
berada dalam genggaman kita. Informasi yang ada dibelahan bumi lain, secepat kilat akan
sampai dibelahan bumi lainnya lewat short message system (SMS) atau berita di internet.
Tidak ada lagi informasi yang dapat disembunyikan dengan perkembangan pemantauan
satelit yang bisa diakses lewat google earth dan google map.
Sekolah sebagai institusi pencetak generasi yang hidup dimasa mendatang harus mempunyai
keperdulian terhadap perkembangan yang terjadi. Jika tidak, maka anak-anak yang kita didik
akan tertinggal dengan perkembangan zaman. Karena perkembangan informasi dan
komunikasi ini tidak mempunyai toleransi, pilihannya hanya dua, yaitu mampu beradaptasi
dan mengadopsi atau tertinggal ke belakang.
Guru pada abad ini dan abad selanjutnya ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap
perkembangan informasi dan komunikasi. Pembelajaran di kelas dan pengelolaan kelas, pada
abad ini harus disesuaikan dengan standar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
atau yang lebih dikenal dengan ICT (information comunication technology).
Dengan mempelajari perkembangan revolusi dari masa ke masa, diharapkan kita sebagai
calon pengajar nantinya akan dapat memanfaatkan perkembangan teknologi untuk
pendidikan, terutamanya pendidikan jasmani.
B. Rumusan Masalah
BAB II
REVOLUSI
Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan
menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan
yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan
tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya
relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris
yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap ‘cepat’ karena mampu mengubah
sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara
buruh dan majikan) yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki
suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu
sistem yang sama sekali baru.
REVOLUSI BELAJAR
Revolusi belajar adalah perubahan sistem pembelajaran yang berlangsung secara bertahap
dari masa ke masa. Perubahan ini menghendaki adanya pembangunan dari sistem yang lama
ke sistem yang baru (pembaharuan sistem) yang bertujuan untuk memajukan kualitas
pendidikan.
BAB III
SEJARAH
Banyak dasar dari bidang desain pembelajaran yang diletakkan saat Perang Dunia II, saat
militer Amerika Serikat merasakan adanya kebutuhan untuk melatih dengan cepat sejumlah
besar orang untuk melakukan tugas teknis yang rumit dalam bidang kemiliteran. Berdasarkan
penelitian dan teori dari B.F Skinner tentang operant conditioning, program pelatihan
difokusan pada perilaku yang tampak. Tugas-tugas dibagi menjadi bagian-bagian dan setiap
bagian tugas diperlakukan sebagai tujuan belajar terpisah. Pelatihan dirancang untuk
memberikan ganjaran bagi tampilan yang benar dan memberikan remedial bagi tampilan
yang salah. Diasumsikan bahwa semua siswa akan bisa memperoleh penguasaan kemampuan
bila diberi kesempatan untuk melakukan pengulangan yang cukup dan umpan balik yang
memadai. Setelah perang usai, keberhasilan model pelatihan saat perang diulang kembali
dalam pelatihan bisnis dan industri, dalam jumlah yang lebih kecil di ruang kelas primer dan
sekunder.
Di tahun 1955, Benjamin S. Bloom mempublikasikan taksonomi yang ia sebut sebagai tiga
kawasan tujuan belajar: Kognitif (apa yang kita tahu atau pikirkan), Afektif (yang kita
rasakan, atau sikap yang kita miliki), dan Psikomotor (apa yang kita lakukan). Taksonomi ini
masih berpengaruh terhadap desain pembelajaran. Inilah yang lebih sering disebut
Taksonomi Bloom.
Dalam pertengahan kedua di abad ke-20, teori belajar mulai dipengaruhi oleh perkembangan
komputer digital.
Dalam tahun 1970an, banyak pembuat teori mulai mengadopsi pendekatan “pemrosesan
informasi” dalam desain pembelajaran. David Merrill misalnya mengembangkan Component
Display Theory (CDT). Teori tersebut berkonsentrasi pada cara mempresentasikan materi
pembelajaran (teknik presentasi).
Kemudian tahun 1980an sampai 1990an, teori muatan kognitif mulai menemukan dukungan
empiris untuk beragam teknik presentasi.
Dalam perkembangannya sekarang ini mungkin lebih berkembang lagi. Hal ini terlihat dari
adanya software yang bisa memudahkan kita dalam melakukan presentasi, yaitu Microsoft
Power Point.
Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran
dalam proses pembelajaran yaitu:
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan
di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap
kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu
instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan
terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau
kebangsaan.
Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi
dalam berbagai bidang dan pada gilirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan
perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi
revolusi internet di berbagai negara serta penggunaanya dalam berbagai bidang kehidupan.
Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern
dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan
memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara
keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap manusia atau bangsa yang ingin lestari dalam
menghadapi tantangan global perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan
tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan
proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru
dengan siswa, baik di kelas maupu luar kelas.
Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet
yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan
kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka
pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari
keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama.
Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema
“Asia in the New Millenium” yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan
perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik,
agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb. Termasuk di dalamnya pengaruh revolusi
internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang bekenaan dengan dunia
pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul “Rebooting : The Mind Starts
at School”.
Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang
akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti
laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru
berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai “cyber
classroom” atau “ruang kelas maya” sebagai tempat anak-anak melakukan aktifitas
pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut
“interactive learning” atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-
anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktifitas pembelajaran secara interaktif
melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar.
Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan
individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan
pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam
bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan
kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju
berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini,
guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana
dikemukakan di atas.
Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak
sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa :
1. Notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang
berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar dan dilengkapi dengan kamera
digital serta perekam suara.
2. Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode security untuk masuk
rumah, kalkulator, dsb.
3. Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik dan TV.
4. Alat-alat musik.
5. Alat olahraga.
6. Bingkisan untuk makan siang.
Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa
perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar. Meskipun teknologi
informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang
proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak
kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang anak-anak lebih bergairah dengan
internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses
pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang
bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan
informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis
terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang
kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual
seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu
memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan
demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orangtua untuk membimbing anak-anak
belajar di rumah masing-masing.
Perkembangan zaman dan teknologi, khususnya dalam pembelajaran telah mengubah peran
guru dan siswa.
1) Sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, ahli materi, dan sumber
segala jawaban, menjadi fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan
dan mitra belajar.
2) Dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih
banyak memberikan alternatif dan tanggungjawab kepada setiap siswa dalam proses
pembelajaran.
Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu :
1) Dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses
pembelajaran.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk dapat mencapai suatu prestasi dengan baik, diperlukan usaha yang sangat luar biasa.
Kita nantinya selaku pelatih ataupun pengajar, hendaknya mampu menerapkan semua ilmu-
ilmu yang berkaitan dengan tujuan peningkatan prestasi, utamanya atlet. Selain
memaksimalkan fisik, kita juga tidak boleh lupa memaksimalkan dari segi mental. Fisik yang
kuat tanpa mental yang sehat adalah percuma, sedangkan mental yang sehat tanpa ditunjang
oleh fisik yang kuat adalah sia-sia. Mungkin makalah ini dapat membantu kita semua dalam
pencapaian suatu prestasi di bidang olahraga.
B. Saran
Perubahan sosial merupakan perubahan perilaku dan sikap yang terjadi pada
individu, kelompok individu maupun organisasi. Perubahan itu terjadi disebabkan
karena terjadinya interaksi antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, kelompok dengan kelompok, organisasi dengan kelompok atau
organisasi dengan organisasi.
Pandangan tersebut di atas kita dapat member prediksi sebagai anggapan bahwa dengan
globalisasi maka pendidikan di masa mendatang akan lebih terfokus pada jaringan, terbuka
dan dua arah, beragam, multidisipliner serta terkait pada produktivitas kerja saat itu juga dan
kompetitif. Seharusnyalah kita selaku pemerhati pendidikan / pengajaran tanggap dan
menyadari bahwa perluasan kesempatan pendidikan secara linier dan konvensional akan
memakan waktu yang lama dan mahal, mungkin saja akan kurang responsive terhadap
gejolak dinamika perubahan. Peluang-peluang yang ditawarkan oleh Teknologi Tinggi ini
agar dapat menerobos hambatan-hambatan dan keterbatasan-keterbatasan system yang
konvensional maka pemanfaatan teknologi hendaknya dilaksanakan secara bijak.
Sumber : http://fauzan.smkdarunnajah.sch.id/2011/05/konsep-teknologi-pendidikan-dan.html
PETUNJUK:
Jawablah Beberapa Pertanyaan Di Bawah ini dengan Tepat, Jelas, dan Benar.
Soal-Soal:
1. Tekonologi Pendidikan (TP) di landasi oleh falsafah dan teori. Coba anda jelaskan bila
anda memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?, epistemology
(bagaimana)?, dan askiologi (untuk apa)? (Skor maksimal 15)
2. Anda juga telah mengetahui 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan
prediksi anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran Teknologi
Pendidikan dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan
pendidikan di Indonesia? (Skor maksimal 20)
3. Ada beberapa kawasan Teknologi Pendidikan dan keterhubungannya antara masing-
masing kawasan, Coba anda pilih salah satu kawasan, bagaimana penerapannya dalam
membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT)? (Skor maksimal
20)
4. Dalam Teknologi Pendidikan/Teknologi Pembelajaran menurut Saettler yang mengacu
pada pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktivitas diri, (2)
minat/motivasi, (3) kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Bagaimana
pendapat anda tentang penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam
pembelajaran bagi peserta didik? (Skor maksimal 25)
5. Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari
stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar
pembelajaran berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor maksimal
15)
Catatan:
• Ujian Take home, diketik dan dijilid dengan rapi (Font Arial, Size 12, Kuarto/letter)
• Masing-masing soal dibahas dengan melibatkan referensi (buku rujukan)
• Bagi terdapat copy paste antar teman akan dikembalikan dan diberi ujian ulang.
• Jawaban dikumpulkan tanggal 02 Juli pada Staf Administrasi Akademik S2 TP, yang
terlambat akan kena sanksi pengurangan nilai 10%.
1. Pandangan Teknologi Pendidikan dari Sudut Ontologi (Apa), Epistemologi (Bagaimana),
dan Aksiologi (Untuk Apa)
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Permasalahan
Bagaimanan Pandangan Teknologi Pendidikan dari sudut Ontologi (Apa), Epistemologi
(Bagaimana), dan Ontologi (Untuk Apa)
BAB II
PEMBAHASAN
B. Epistemologi (Bagaimana)
Sedemikian luas dan jauh, dunia pendidikan dianggap sebagai proses penyerahan kebudayaan
pada umumnya, khususnya ilmu pengetahuan. Timbul pertanyaan, apakah sesungguhnya
ilmu itu, dari mana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya dan sebagainya. Persoalan
ini secara mendalam dibahas oleh epistemology. Epistemologi ialah suatu cabang filsafat
yang membahas sumber, proses, syarat, batas, validitas, dan hakekat pengetahuan.
Dalam sebuah analisa mengenai filsafat, ilmu dan filsafat pendidikan dalam bukunya yang
berjudul: Introduction to Philosophy of Education, Stella Van Petten Henderson (1964)
mengemukakan, bahwa filsafat selalu berusaha untuk memahami segala sesuatu yang timbul
dalam spectrum pengalaman manusia, dan berusaha untuk memperoleh pandangan yang luas
(kompprehensif) mengenai alam, dan mampu memberikan penerangan yang universal
mengenai hakekat benda-benda (segala sesuiatu).
Pandangan epistemology tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan
pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-
prasarana yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara menentukan hasil
pendidikan.
BAB III
KESIMPULAN
Dewey, John (1946); Democracy and Education, The MacMillan Company, New York.
Broudy, Harry S. (1961); Building a Philosophy of Education,Prentice Hall, Inc. New Jersey.
Inkeles, Alex and David H. Smith (1976); Becoming Modern, Harvard University Press,
USA.
Anglin, G.J; ed. (1991); Intructional Technology: Past, Present, and Future, Libraries
Unlimited, Inc., Colorado.
Runes, Dagobert D. (1963); Dictionary of Philosophy, Little Field Adams & Co, New Jersey.
Dalam Alex Inkeles dan David H. Smith (1976), Becoming Modern, Harvard University
Press
2. Persepsi dan Prediksi Kemungkinan Dimunculkannya Revolusi Ke-5 Dengan Kehadiran
Teknologi Pendidikan Dalam Menyelimuti Pengembangan dan Pembangunan Pendidikan Di
Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Permasalahan
Menurut persepsi dan prediksi anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan
kehadiran TP dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan
pembangunan pendidikan di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
Terlebih dahulu perlu diberikan batasan umum tentang pengertian teknologi, semua teknologi
termasuk teknologi pendidikan, yaitu :
a. proses yang meningkatkan nilai tambah;
b. produk yang digunakan dan/atau dihasilkan untuk memudahkan dan mening-katkan
kinerja;
c. struktur atau sistem dimana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Teknologi memasak misalnya, adalah proses untuk mengolah bahan mentah (sayuran, tahu,
tempe, daging, garam, bumbu dsb.) dengan menggunakan produk berupa pisau, wajan, panci,
kompor dsb. untuk menghasilkan produk berupa makanan, dan makanan itu sendiri
merupakan komponen dari sistem kelangsungan hidup berupa gizi atau nutrisi, yang perlu
dilengkapi dengan komponen lain seperti minum, olahraga, istirahat dsb.
Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri sendiri.
Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan
pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi : ontologi atau rumusan tentang
obyek formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh
bidang telaah lain; epistemologi yaitu usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh
kebenaran dalam pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai yang
menentukan kegunaan dari pokok telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral
atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika. (Miarso,2004)
Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat
diartikan sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan
berkembang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang disebabkan karena pemikiran
dan pengalaman. Belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, apa saja, dari apa atau siapa saja,
dan dengan cara bagaimana saja.
Mereka yang berprofesi atau bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya
disebut Teknolog Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas
profesionalnya yang utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan
dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik
masing-masing pebelajar (learners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu
senantiasa berubah, maka para Teknolog Pendidikan harus senantiasa mengikuti
perkembangan atau perubahan itu, dan oleh karena itu ia dtuntut untuk selalu
mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, termasuk selalu
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Profesi ini bukan profesi yang netral dan bebas nilai. Ia merupakan profesi yang memihak
kepada kepentingan pemelajar (learners) agar mereka memperoleh kesempatan untuk belajar
agar potensi dirinya dapat berkembang semaksimal mungkin. Profesi ini juga tidak bebas
nilai karena masih banyak pertimbangan lain seperti sosial, budaya, ekonomi dan rekayasa
yang mempengaruhi, sehingga tindakannya harus selaras dengan situasi dan kondisi serta
berwawasan ke masa depan.
Dari kompetensi tersebut dan dilakukan sesuai dengan tuntutan mutu, kemampuan tenaga dan
ketersediaan sarana & prasarana. Untuk itu setiap penyelenggara program studi teknologi
pendidikan perlu melakukan analisis SWOT, dan ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan
yang diperlukan, seperti penataran tenaga, pemutakhiran pengetahuan dan teknologi,
pengadaan pustaka dan laboratorium dan lain-lain. Keculai landasan konseptual dan legal,
kurikulum setiap program studi perlu dikembangkan atau diperbaharui sesuai dengan
dinamika pembangunan, meliputi perkembangan kebijakan dan IPTEK termasuk
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Program pendidikan keahlian itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga dalam rangka
inovasi pendidikan yaitu dikembangkan dan digunakannya konsep “resource-based learning”
(bukan “teacher-based instruction”).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka rumusan visi, misi dan tujuan itu harus didasarkan
pada konsep dasar dan filosofi teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian, serta
dengan kemajuan IPTEK dan kebutuhan pembangunan.
Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena
adanya kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar, dimana belajar lebih efektif,
lebih efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan sebagainya. Untuk itu ada usaha dan
produk yang sengaja dibuat dan ada yang ditemukan dan dimanfaatkan. Namun
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat akhir-akhir ini dan
menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula tidak terbayangkan, telah membalik cara
berpikir kita dengan “bagaimana mengambil manfaat teknologi tersebut untuk mengatasi
masalah belajar”.
Berdasarkan uraian terdahulu tentang obyek formal teknologi pendidikan dan profesi
teknolog pendidikan, dapat disimpulkan bahwa bidang garapan atau disebut pula praktek
teknologi pendidikan meliputi segala sesuatu dimana ada masalah belajar yang perlu
dipecahkan. Masalah belajar itu ada pada diri pribadi, pada keluarga, pada lingkungan
masyarakat, pada lingkungan tempat ibadah, lingkungan lembaga pendidikan formal,
lingkungan tempat kerja, dan pada lembaga media (surat kabar, radio, televisi, telematika dan
sebagainya).
Bertolak dari sejarah perkembangan garapan teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14)
berpendapat bahwa awal mula penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada sekitar
abad 600 SM. Mereka merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan ilmunya
kepada para peserta-didik dengan berbagai cara, seperti misalnya dengan cara dialektik,
dialogik, ceramah, dan penggunaan bahasa tubuh (body language) seperti gerakan wajah,
gerakan tangan dsb., dengan maksud agar menarik perhatian dan agar ilmunya dapat
ditransfer dengan baik.
Ashby (1972,h 9-10) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan telah berlangsung empat
revolusi, yaitu
a. Revolusi Pertama: dimana diserahkannya pendidikan anak dari orang tua atau keluarga
kepada guru;
b. Revolusi Kedua, dimana seorang guru yang diserahi tanggung jawab untuk mendidik dan
melakukannya secara verbal dan unjuk kerja;
c. Revolusi Ketiga, yaitu dengan ditemukannya mesin cetak sehingga bahan pelajaran dapat
diperbanyak dan digunakan lebih luas; dan
d. Revolusi Keempat, dengan berkembangnya secara pesat teknologi elektronik, terutama
media komunikasi.
e. Sekarang ini mungkin perlu ditambah dengan revolusi kelima dengan berkembangnya
teknologi informasi yang serba digital.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka terlebih dulu dikutip pernyataan Sir
Eric Ashby tentang terjadinya empat revolusi dalam dunia pendidikan. Revolusi-revolusi ini
terjadi karena adanya masalah yang tak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, yaitu
masalah “belajar”.
a. Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan
anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang
secara khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik.
b. Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik
dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai
ketentuan yang dibakukan.
c. Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi
iconic dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga guru dapat
membelajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap
sebagai media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
d. Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik.
Dalam revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan
semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang
bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat”
dari perkembangan media elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu
menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak.
Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna
bagi si penerima. Pada awalnya, guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka
langsung dan bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar. Perkembangan
berikutnya, ia menggunakan sumber lain berupa buku sehingga membagi perannya kepada
media lain dalam menyajikan ajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, media komunikasi
mampu menyalurkan pesan yang dirancang khusus agar dapat diterima langsung kepada anak
didik tanpa dapat dikendalikan oleh guru.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan adanya masalah-masalah baru, yaitu:
a. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang, pesan, media, alat, cara-
cara tertentu dalam mengolah atau menyajikan pesan, serta lingkungan di mana proses
pendidikan itu berlangsung.
b. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun secara
faktual.
c. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber belajar agar dapat
digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan belajar.
Ketiga masalah di atas merupakan ruang lingkup wujud objek penelaahan (ontologi)
teknologi pendidikan.
Ciri-ciri pendekatan baru landasan epistimologi teknologi pendidikan adalah:
a. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya dielaah secara simultan.
b. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara
sistemik untuk memecahkan masalah.
Penggabungan ke dalam proses yang kompleks atas gejala secara menyeluruh.
Sedangkan kegunaan potensial teknologi pendidikan (aksiologi), antara lain meningkatkan
produktivitas pendidikan, memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih
individual dalam artian dimunculkannya revolusi kelima dengan mengembangkan teknologi
informasi yang serba digital yang memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah, lebih
memantapkan pembelajaran, memungkinkan belajar lebih akrab, serta memungkinkan
penyajian pendidikan lebih luas dan merata.
Manfaat dan perkembangan teknologi informasi telah merubah cara belajar dan mengajar dari
kondisi tradisional. Pengembangan teknologi informasi online memudahkan siswa memilih
cara memperoleh informasi. Dan guru dapat mengajar melalui media online dan
berkomunikasi secara fleksibel dalam berinteraksi (Siew Choo Soo, 2002).
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang
harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan
internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang
berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus
memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber
digital untuk membantu siswa agar mencaqpai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya
perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di
kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada
masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2)
upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi, (4)
proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi
pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan
perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu
pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses
linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6)
aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7)
aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah
nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah
dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber
segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator
pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek
pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab
kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam
pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif
menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali
pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai
aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
REFERENSI
Ashby, Sir Eric. The Fourth Revolution. Instructional Technology in Higher Education. New
York: McGraww-Hill Book Co. 1972
Banathy, Bela H. System Design in Education : a journey to create the future. Englewood
Cliffs, NJ : Educational Technology Publications. 1991
Daoed Joesoef Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Rapat
Koordinasi Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 1981
Seels, Babara B. and Rita C. Richey. (1994). Instructional Technology: The Definition and
Domains of the Field. Washington,DC : AECT
Thompson, Merritt M. The History of Education. New York. Barne & Noble, Inc. 1963
3. Beberapa Kawasan Teknologi Pendidikan Dan Keterhubungannya Antara Masing-Masing
Kawasan, Coba anda pilih salah satu kawasan, bagaimana penerapannya dalam
membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT)?
Pertanyaan:
Bagaimana penerapannya dalam membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang
PAUD/SD/SMP/SMA/PT) dengan menerapkan satu kawasan teknologi pendidikan
didalamnya.
Jawab:
Pemanfaatan Dan Pengembangan Bahan Ajar Noncetak: Program Video Dan Bahan Ajar
Berbantuan Komputer
Kegiatan Belajar 1. Pemanfaatan dan Pengembangan Program Video
Dengan memaparkan tujuan dari pembelajaran melalui kegiatan belajar ini. Kaset video
merupakan alat bantu mengajar yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran massal,
individual, ataupun kelompok. Manfaat utama penggunaan kaset video adalah untuk
memberikan ilustrasi konkret suatu materi pelajaran. Pemanfaatan medium video terutama
efektif untuk menghadirkan suatu gambaran riil yang dapat membangkitkan emosi siswa
untuk tujuan pembelajaran yang bersifat afektif. Medium ini juga dapat digunakan sebagai
bahan ajar utama ataupun bahan ajar pendukung yang diintegrasikan dengan pengajaran lisan
di dalam kelas.
Kegiatan Belajar 2. Pemanfaatan dan Jenis Bahan Ajar Berbantuan Komputer
Pada kegiatan belajar ini diharapkan siswa telah mempelajari mengenai manfaat dan jenis
bahan ajar berbantuan komputer. Bahan ajar berbantuan komputer pada dasarnya dapat
bersifat satu arah dan dua arah, tergantung dari rancangan dan jenis komputer yang
digunakan. Bahan ajar berbantuan komputer seperti CAI dan CBI pada umumnya bersifat
satu arah dan dirancang untuk digunakan pada komputer mandiri. Sedangkan bahan ajar
berbantuan komputer dua arah seperti WBC pada umumnya dirancang untuk digunakan pada
komputer yang tersambung ke suatu jaringan lokal ataupun Internet, sehingga dapat
memfasilitasi komunikasi dan interaksi antara siswa dengan guru/tutor dan antara siswa
dengan siswa lainnya. Bahan ajar berbantuan komputer sangat efektif untuk menghadirkan
aktivitas pembelajaran seperti drill, simulasi, dan permainan.
4. Dalam Teknologi Pendidikan/Teknologi Pembelajaran menurut Saettler yang mengacu
pada pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktivitas diri, (2)
minat/motivasi, (3) kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Bagaimana
pendapat anda tentang penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam
pembelajaran bagi peserta didik?
Jawab:
Untuk menerapkan prinsip tersebut dengan menghadirkan produk teknologi dalam
pembelajaran bagi peserta didik yang pertama kali dilakukan adalah menjelaskan tujuan dari
teknologi yang digunakan tersebut kepada peserta didik serta manfaat dari teknologi tersebut
didalam pembelajaran yang berlangsung. Dengan memberikan aktivitas kepada siswa baik itu
secara berkelompok maupun individual, siswa diharapkan aktif dalam memanfaatkan
teknologi yang telah ada. Sehingga tercipta suatu persaingan antara siswa yang satu dengan
yang lain. Guru hadir sebagai pemandu dan pemegang kontrol jalannya pembelajaran di
dalam kelas. Kemudian guru memotivasi siswa dengan memberikan reward kepada siswa
yang memiliki prestasi yang baik dalam pemanfaatan teknologi tersebut. Guru juga bisa
mempersiapkan jalannya pembelajaran di dalam kelas dengan menugaskan kepada siswa
untuk mengaktualisasi diri dengan menggunakan bantuan teknologi yang ada terhadap topik
pembelajaran tertentu dan guru bisa menerapkan kepada siswa dengan siswa yang
memaparkan hasil, menjelaskan, memanfaatkan teknologi yang ada. Dimana semua proses
yang berlangsung kesemuanya hanya untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Sehingga
dapat dilakukan penilaian serta evaluasi.
5. Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari
stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar
pembelajaran berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda?
Saya selaku seorang pendidik sependapat dengan statement diatas. Selama perjalanan saya
memberikan pembelajaran TIK kepada siswa di daerah yang jauh dari yang namanya
teknologi, ini menjadi suatu tantangan bagi saya untuk bagaimana caranya agar siswa saya
tidak hanya sekedar mendapatkan teori tentang teknologi informasi dan komunikasi
khususnya didalam pemakaian komputer tetapi mampu mengoperasikan, mengelola,
memanfaatkan, menggunakan, mencetak dokumen dengan menggunakan yang namanya
printer. Diawal tahun pertama (semester ganjil) yang saya lakukan adalah memberikan
stimulus kepada siswa, dalam hal ini saya melatih peserta didik saya dengan mengenalkan
produk teknologi yang namanya mouse, keyboard, monitor, printer, kemudian memberikan
kepada siswa dengan memberikan sebuah tugas “mengetik satu paragraph”’ kemudian saya
memberikan tugas “mengetik dua paragraph”, lama kelamaan siswa saya terbiasa dalam
mengoperasikan, mengelola dan memanfaatkan yang namanya komputer. Dan sebagai hasil
akhir diberikan test secara praktek maupun tertulis kepada siswa dengan yang saya ajarkan.
Alhasil hasil yang semula rendah menjadi sedikit meningkat. Hal yang sama kemudian saya
lakukan pada tahun kedua (semester genap) latihan kepada siswa tentang teknologi pun
meningkat. Dan mendapat respon dari siswa tentang apa yang saya ajarkan mengenai
teknologi. Mereka mulai merasa butuh akan kehadiran sesuatu hal yang baru dalam hal ini
pemanfaatan komputer didalam pembelajaran mereka. Dan makin meningkatkan hasil
evaluasi mereka pada akhir semester genap pertama.
Diposkan oleh Catatan MTP ku di
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia telah terjadi beberapa kali gelombang besar
perubahan. Dalam teknologi pembelajaran, telah terjadi serangkaian revolusi besar, antara lain:
- Revolusi II : Tulisan
Saat ini kita telah memasuki gelombang ketiga, yakni perubahan teknologi informasi. TIK telah
menjadi simbol gelombang perubahan. Bagaimana kita menghadapi perubahan ini? Kalau
diibaratkan TIK itu adalah arus badai, maka sekurang-kurangnya ada tiga sikap dalam menghadapi
perubahan teknologi informasi. Pilihan pertama membangun dinding yang kokoh agar tidak terkena
badai tersebut, pilihan kedua berdiam diri dan membiarkan diri kita terbawa arus, pilihan ketiga
memanfaatkan arus tersebut sebagai sumber energi. Pilihan manakah yang kita ambil? Tentu
terpulang kepada diri kita masing-masing, Namun demikian, pasti kita sepakat bahwa pilihan terbaik
adalah memanfaatkan arus tersebut sebagai sumber energi.
Perubahan ini melanda semua bagian kehidupan, termasuk di dalam pendidikan. Sebut saja misalnya
ruang belajar, yang biasa kita sebut ruang kelas. Pada masa kini, pengertian kelas telah jauh berubah
dengan pengertian masa lalu. Dahulu mungkin yang disebut ruang belajar adalah ruang berbentuk
kotak berisi sejumlah meja kursi murid, meja kursi guru, dan sebuah papan tulis di dinding.
Sesederhana itu. Tapi sekarang yang disebut ruang belajar tidak lagi dibatasi dengan empat dinding
dan satu orang guru. Guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Media belajar bukan lagi sekedar
papan tulis dan kapur. Buku tidak hanya kumpulan kertas yang tercetak, dsb.
Pendidikan sedang mengalami perubahan paradigma. Sekarang dapat diidentifikasi pada apa sajakah
paradigma itu sedang berubah. Peradigma tentang guru, apa sajakah perubahan paradigma yang
sedang terjadi pada guru dahulu dan sekarang.
Dahulu guru dianggap sebagai yang harus digugu dan ditiru, sekarang …….
Ini dapat di identifikasi dan di kelompokkan mana peran guru yang mengalami perubahan dan mana
yang tidak mengalami perubahan. Dan yang mana pula perubahan itu yang diakibatkan oleh
perkembangan TIK.
Perubahan paradigma tentang kurikulum juga dapat kita amati. Kurikulum pada masa lalu
ditentukan oleh pemerintah. Akan tetapi saat ini, kita tengah mengalami perubahan dalam
penentuan kurikulum, di mana satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kurikulum
sendiri. Sedangkan pemerintah hanyalah menetapkan standar kompetensi. Perubahan ini akan terus
berlanjut. Sekolah masa depan akan mengembangkan kurikulum yang menjadi ciri khas masing-
masing. Orang tua murid akan memilih sekolah mana yang cocok untuk anaknya sesuai dengan
minat dan harapan mereka.
Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran dapat diamati pada tabel di bawah ini.
DARI KE
teacher-centered instruction student-centered instruction
single-sense stimulation multisensory stimulation
single-path progression multipath progression
single media multimedia
isolated work collaborative work
information delivery information exchange
passive learning active/inquiry-based learn.
factual thinking critical thinking
knowledge-based decision making informed decision making
reactive response proactive and planned act.
Isolated authentic
artificial context real-world context
*(Disarikan dari modul 1 Pelatihan Pemanfaatan TIK Untuk Pembelajaran Tingkat Nasional
2008)
Nim: 11.2.3.147
Semester: IV (Empat)
1). Landasan filosofis yang dapat dikaji melalui tiga kajian filsafat yaitu ontologi yang
mewakili pertanyaan ”apa?” atau ”mengapa?”, epistimologi yang mewakili ”bagaimana?”,
dan aksiologi ”untuk apa?”.
a. Ontologi
Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being) (Brameld,
1955: 28). Pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam
pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai
dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam
posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta
didik dengan dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu
menghadapi realita dan obyek pengalaman.
Menurut Sir Eric Ashby (1972, h. 9-10) tentang terjadinya empat Revolusi di dunia
pendidikan yaitu:
Revolusi pertama terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan sebagian
tanggungjawab dan pendidikannya kepada orang lain yang secara khusus diberi
tanggungjawab untuk itu. Pada revolusi pertama ini masih ada kasus dimana orangtua atau
keluarga masih melakukan sendiri pendidikan anak-anaknya. Dari beberapa literatur, seperti
misalnya Seattler berusaha menelusuri secara historik perkembangan revolusi ini dengan
mengemukakan bahwa kaum Sufi pada sekitar 500 SM menjadikan dirinya sebagai “penjual
ilmu pengetahuan”, yaitu memberikan pelajaran kepada siapa saja yang bersedia
memberinya upah atau imbalan.
Revolusi pertama ini terjadi karena orangtua/keluarga tidak mampu lagi membelajarkan
anak-anaknya sendiri.
Revolusi kedua terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahkan tanggungjawab untuk
mendidik. Pengajaran pada saat itu diberikan secara verbal/lisan dan sementara itu kegiatan
pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.
Penyebab terjadinya revolusi kedua ini karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih
banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat.
Revolusi ketiga muncul dengan ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya
informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku atau media cetak lainnya. Buku hingga saat
ini dianggap sebagai media utama disamping guru untuk keperluan pendidikan. Revolusi ini
masih berlangsung bahkan beberapa pandangan falsafati berpendapat bahwa masyarakat
belajar adalah masyarakat membaca. Beberapa ahli menyatakan bahwa pendidikan di
Indonesia masih berlangsung budaya mendengarkan belum sampai pada budaya membaca.
Revolusi ketiga ini terjadi karena guru ingin mengajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat
lagi, sementara itu kemampuan guru semakin terbatas, sehingga diperlukan penggunaan
pengatahuan yang telah diramuka oleh orang lain.
Penyebab revolusi ini adalah karena guru menyadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru
untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, dan karena itu yang lebih penting adalah
mengajarkan kepada anak didik tentang bagaimana belajar. Ajaran selanjutnya akan
diperoleh si pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui berbagai sumber dan saluran.
Berdasarkan penyebab dan kondisi perkembangan keempat revolusi yang terjadi di dunia
pendidikan diatas dimana difokuskan pada masalah utama yaitu “belajar” dapat
disederhanakan yaitu pada awalnya guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka
langsung dan guru bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar. Perkembangan
berikutnya guru menggunakan sumber lain berupa buku yang ditulis oleh orang lain, atau
dapat dikatakan bahwa guru membagi perannya dalam menyajikan ajaran kepada sejawat lain
yang menyajikan pesan melalui buku. Dalam keadaan ini guru masih mungkin melaksanakan
tugasnya menyeleksi buku dan mengawasi kegiatan belajar secara ketat. Dalam
perkembangan selanjutnya media komunikasi mampu menyalurkan pesan yang dirancang
oleh suatu tim yang terpisah dari guru, langsung kepada anak didik tanpa dapat dikendalikan
oleh guru.
Dapat disimpulkan dari perkembangan revolusi yang terjadi bahwa tujuan pendidikanlah
yang harus menentukan sarana apa saja yang dipergunakan atau dengan kata lain media
komunikasi menentukan pesan (dan karena itu tujuan) yang perlu dikuasai. Dengan ilustrasi
diatas dapat disimpulkan bahwa adanya masalah-masalah baru yaitu:
v adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku, prosedur
media dll), pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media), media (buku, program
televisi, radio dll), alat (jaringan televisi, radio, dll) cara-cara tertentu dalam mengolah/
menyajikan pesan serta lingkungan dimana proses pendidikan itu berlangsung.
b. Epistemologi
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.
M. Arif berpendapat bahwa epistimologi (bagaimana) yaitu merupakan asas mengenai cara
bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Ada
3 isi dari landasan epistimologi teknologi pendidikan yaitu :
Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua
situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling kaitannya dan bukannya dikaji secara terpisah-
pisah.
Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara
sistematik yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai suatu kesatuan, dan
ditujukan untuk memecahkan masalah.
Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala secara
menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana
masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri.
c. Aksiologi
Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value) (candilaras, 2007).
Menurut Wijaya Kusumah dalam kajian aksiologi, yaitu apa nilai / manfaat pengkajian
teknologi pendidikan bisa diaplikasikan dalam beberapa hal, diantaranya
2). Definisi awal Teknologi Pendidikan dipandang sebagai media. Teknologi Pendidikan
adalah suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengealuasi proses
keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam betuk tujuan pembelajaran yang spesifik,
berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan menggunakan
kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat
pembelajaran lebih efektif.
Definisi teknologi pendidikan pada awal tahun 1920 dipandang sebagai media. Akar
terbentuknya pandangan ini terjadi ketika pertama kali diproduksi media pendidikan pada
awal abad dua puluhan. Media ini, sebagai media pembelajaran visual yang berupa film,
gambar dan tampilan yang mulai ramai pada tahun 1920. definisi formal pembelajaran visual
terfokus pada media yang digunakan untuk menampilkan sebuah pelajaran. Pandangan ini
berlanjut sampai 1950.
Tahun 1960 dan 1970 Teknologi Pendidikan diapandang sebagai suatu proses.
Awal tahun 1950, khususnya selama tahun 1960 dan 1970 sejumlah ahli dalam bidang
pendidikan mulai mendiskusiakan teknologi pendidikan dalam suatu yang berbeda. Mereka
membahasnya sebagai suatu proses. Contohnya Finn (1960) mengatakan bahwa teknologi
pendidikan harus dipandang sebagai suatu cara untuk melihat masalah pendidikan dan
mneguji kemungkinan solusi dari masalah tersebut. Sedangkan Lumsdaine (1964)
mengatakan bahwa teknologi pendidikan dapat dijadikan aplikasi ilmu pengetahuan pada
praktek pendidikan. Pada tahun 1960an dan 1970 banayak definisi teknologi pendidikan yang
dipandang sebagai suatu proses.
Definisi 1963
Di tahun 1963, definisi teknologi pendidikan digambarkan bukan hanya sebagai sebuah
media. Definisi ini (Ey, 1963) menghasilkan dengan suatu komisi pengawas yang dibentuk
olep Departemen Pendidikan Audiovisual (sekarang dikenal sebagai Asosiasi Teknologi dan
Komunikasi Pendidikan). Definisi kini lebih memusat pada desain pembelajaran dan
penggunaan media sebagai pengendalian proses belajar (p. 38). Lebih dari itu pengertian kini
lebih menganali serangkaian langkah-langkah penerapan, perancangan, dan penggunaan.
Langkah-langkah ini mencakup perencanaan, produksi, pemilihan, pemanfaatan, dan
manajemen. Perubahan disini mencerminkan bahwa, bagaimana lingkungan dan kemajuan
zaman dapat mengubah sebuah definisi dan praktek dari teknologi pendidikan.
Definisi 1970
Definisi selanjutnya merupakan definisi tahun 1970-an yang dikeluarkan oleh Komisi
Pengawas Teknologi Pendidikan. Komisi pengawas ini dibentuk dan dibiayai oleh
pemerintah Amerika Serikat untuk menguji permasalahan dan manfaat potensial yang
berhubungan dengan teknologi pendidikan di sekolah-sekolah. Teknologi pendidikan adalah
suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi proses
keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam bentuk tujuan pembelajaran yang spesifik,
berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan mengunakan
kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat
pembelajaran lebih efektif.
Jadi menurut konsep ini tujuan utama teknologi pembelajaran adalah membuat agar suatu
pembelajaran lebih efektif. Bagaimana hal itu dilakukan? Dengan cara mendesain,
melaksanakan dan mengevaluasi secara sistematis berdasarkan teori komunikasi dan belajar
tentunya, serta memanfaatkan segala sumber baik yang bersifat manusia maupun non
manusia, dengan demikian, sejak tahun 1970an, sudah ada pandangan bahwa manusia (dalam
hal ini guru) bukanlah satu-satunya sumber belajar.
Definisi 1977
Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang terintegerasi meliputi orang, prosedur,
gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisa masalah dan merancang. Melaksanakan,
menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.
Definisi 1994
Definisi baru : menyatakan peran media, desain pembelajaran sistematis, dan pendayagunaan
teknologi. Bidang teknologi dan desain pembelajaran mencakup analisis pembelajaran dan
pencapaian masalah serta rancangan, pengembangan, pemanfaatan, evaluasi, manajemen,
pembeljaaran, proses non pembelajaran untuk meningkatkan pencapaian pelajaran dalam
berbagai peraturan, bidang pendidikan dan tempat kerja. Para ahli bidang desain
pembelajaran dan teknologi sering menggunakan prosedur desain pembelajaran yang
sistematis dari berbagai media pembelajaran untuk menyelesaikan tujuan mereka. Definisi ini
menggaris bawahi dua praktek yaitu penggunaan media untuk tujuan pendidikan dan
penggunaan prosedur desain pembelajaran yang sistematis. Mengapa kita menyebutnya
desain pembelajaran dan teknologi ?
Definisi berbeda dari yang sebelumnya. Lebih mengacu pada bidang desain pembelajaran dan
teknologi dibandingkan dengan teknologi pembeljaaran. Mengapa kebanyakan individu
menggambarkan istilah teknologi pembelajaran dengan komputer, video, OHP, dan segala
jenis hardware dan software lainnya yang berhubungan dengan media pembelajaran. Dengan
kata lain banyak individu yang menyamakan teknologi pembelajaran dengan desain
pembelajaran. Praktek desain pembelajaran sudah meletus sehingga banyak digunakan oleh
individu yang menyebut diri mereka perancang pembelajaran.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa definisi 2004 sudah mencakup aspek etika dalam
profesi , peran sebagai fasilitator, dan pemanfaatan proses dan sumber daya teknologi.
3). Setelah saya pelajari dari perkuliahan dan membaca beberapa pengertian tentang
teknologi pendidikan, jadi menurut saya teknologi pendidikan adalah suatu cara yang didalam
proses belajar-mengajar yang dilakukan secara sistematis atau sudah tersistem dengan baik.
Agar bisa mempermudah proses belajar langsung maupun tidak langsung. Langsung ini
misalnya seorang pendidik menggunakan salah satu teknologi di dalam proses belaja
misalnya memakai Laptop, LCD, dan Speeaker didalam kelas untuk lebih mempermudah dan
tidak hanya itu teknologi pendidikan juga mengajak peserta didik agar bisa lebih kreatif.
Sedangkan yang tidak langsung yaitu, proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara
online, melalui aplikasi-aplikasi yang tersedia. Seperti yang tengah terjadi diluar negeri
misalnya, para peserta didik bisa berkomunikasi atau ujian lewat internet (online). Jadi
teknologi pendidikan memang adalah salah satu sarana didalam dunia pendidikan utuk
mempermudah, membantu, membuat peserta didik lebih kreatif dan cerdas.
4). Secara etimologis, domain berarti wilayah/ daerah kekuasaan atau bidang kajian/
kegiatan/ garapan yang lebih kecil, terinci dan spesifik dari lahan/ lapangan/ cakupan suatu
ilmu. Arti kedua dalam bahasa Indonesia disepadankan dengan kata ranah/ aras. Sedangkan
kawasan-kawasannya yaitu:
a. Domain Desain
Desain adalah proses spesifikasi berbagai kondisi belajar. Domain desain mencakup
rancangan sistem pengajaran, rancangan pesan/ bahan ajar, strategi pengajaran dan
karakteristik pebelajar.
b. Domain Pengembangan
c. Domain Perlengkapan
Domain ini mungkin merupakan hal yang paling pelik dan berliku-liku dibandingkan domain
lain dalam Teknologi Pembelajaran. Dalam domain inilah digeluti segala hal tentang
pendayagunaan media instruksional yang baik untuk mencapai tujuan pengajaran, termasuk
urusan pelembagaan serta kebijakan dan peraturan yang dapat mendukung atau sebaliknya
menghambat. Domain perlengkapan merupakan bagian usaha mendayagunakan proses dan
sumber belajar untuk mencapai tujuan pengajaran.
d. Domain Pengelolaan
Konsep Pengelolaan merupakan bagian integral dari kawasan/ kajian teknologi pembelajaran
dan peranan para ahli teknologi pembelajaran.
e. Domain Evaluasi
Evaluasi merupakan proses menentukan kesesuaian antara materi pelajaran dan proses
belajar. Evaluasi dimulai dengan analisis problem yang merupakan langkah awal penting
dalam pengembangan dan evaluasi isi pelajaran karena tujuan dan kendalanya diklarifikasi
selama langkah ini dilaksanakan.
Sekian, inilah hasil dari jawaban saya. Bila ada kekeurangan saya mohon maaf.
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
1) Ontologi (apa) adalah Rumusan tentang gejala pengamatan yang dibatasi pada suatu
pokok telaah khusus yang tidak digarap oleh bidang telaah lain.
3) Aksiologi (untuk apa) yaitu Nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari pokok telaah
yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan
estetika.
Dalam ilustrasi revolusi pendidikan (Sir Eric Ashby, 1972), dijelaskan bahwa revolusi
pendidikan dibagi menjadi 4, yaitu:
1) Revolusi pertama, terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan sebagian
tanggung jawab pendidikannya kepada orang lain yang lebih ahli. Tidak dapat diketahui
secara pasti kapan revolusi ini mulai terjadi, meskipun diketahui masih ada kasus di mana
orang tua/keluarga masih melakukan sendiri pendidikan anak-anaknya. Jadi bias juga berarti
bahwa revolusi telah berlangsung meskipun belum tuntas.
2) Revolusi kedua, terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahi tanggung jawab untuk
mendidik. Pengajaran pada saat itu diberikan secara verbal atau lisan dan tulisan,sementara
itu kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.
Teknologi Pendidikan dipandang sebagai media, media ini sebagai media pembelajaran
visual yang berupa film, gambar, dan tampilan media yang mulai ramai.Definisi formal
pembelajaran visual terfokus pada media yang digunakan untuk menampilkan sebuah
pelajaran.
Finn 1960
Mengatakan bahwa teknologi pendidikan harus dipandang sebagai suatu cara untuk melihat
masalah pendidikan dan menguji kemungkinan solusi dari masalah tersebut.
AECT 1963
Komunikasi audiovisual adaalah cabang dari teori dan praktik pendidikan yang terutama
berkepentingan dengan mendesain ,dan menggunakan pesan untuk mengendalikan proses
belajar,yang mencakup (1) Mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses
belajar.(2) Penstrukturan dan sistemasi oleh orang maupun instrument dalam lingkungan
pendidiakan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, menejemen dan pemanfaatan dari
komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan
setiap metode dan media komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi
peserta didik secara maksimal.
Lumsdaine 1964
Mengatakan bahwa teknologi pendidikan dapat dijadikan aplikasi ilmu pengetahuan pada
praktek.
Teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi
komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran disamping Guru,buku teks
dan papan tulis. Bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah
Televisi,film,OPH,komputer dan bagian perangkat keras maupun perangkat lunak lainnya.
Teknologi pendidikan merupakan suatu studi yang sistematis mengenai cara bagaimana
tujuan pendidikan dapat dicapai.
AECT 1977
Teknologi pendidikan adalah suatu proses yang kompleks dan terintegrasi meliputi
orang,prosedur,gagasan,sarana,dan organaisasi untuk menganalisis masalah ,merancang,
melaksanakan, menilai, mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada
manusia.
Miarso 1986
Teknologi pendidikan merupakan proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang,
prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah mencari jalan
pemecahanya, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah yang
menyangkut semua aspek belajar manusia. (Miarso, 1986 : 1)
Nasution 1987
Teknologi pendidikan adalah media yang lahir dari perkembangan alat informasi yang
digunakan untuk tujuan pendidikan. (1987 : 20)
AECT 1994
Hackbarth 1996
AECT 2004
“Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and
improving performence by creating,using,and managing appropriate technological processes
and resources “.Teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktik dalam upaya
memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara
menciptakan,menggunakan atau memanfaatkan dan mengelola proses dan sumber-sumber
teknologi yang tepat.
Menurut saya Teknologi Pendidikan adalah suatu disiplin ilmu yang terdiri atas beberapa
komponen-komponen (manusia,peralatan,teknik dan waktu) yang bertujuan untuk
memberikan kesan baik kepada pendidikan serta memberikan kemudahan untuk
menyelesaikan masalah yang ada.
1. Desain
2. Pengembangan
3. Pemanfaatan
4. Pengelolaan
5. Penilaian
Kelima hal ini merupakan kawasan (domain) dari bidang teknologi pendidikan. Setiap
kawasan dalam teknologi pendidikan memberikan kontribusi kepada pengembangan teori dan
praktik dan sebaliknya teori dan praktik dijadikan pengembangan kawasan.Tiap kawasan
tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, tetapi saling berkaitan sebagai suatu kegiatan yang
sistematik.Hubungan antar kawasan ini bersifat saling melengkapi dan memiliki hubungan
yang sinergis seperti gambar dibawah ini:
1. Kawasan desain
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan
strategi dan produk (seels and richey,2000:32). Kawasan desain ini dibagi menjadi 4 yaitu :
2) Desain penelitian
3) Strategi pembelajaran
2. Kawasan pengembangan
a) Teknologi cetak
b) Teknologi audiovidio
d) Teknologi Multimedia
3. Kawasan pemanfaatan
a) Pemanfaatan media
b) Divusi inovasi
4. Kawasan pengelolaan
a) Pengelolaan proyek
b) Pengelolaansumber
5. Kawasan penilaian
Kawasan penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar.
Kawasan penilaian mencakup :
a) Analisis masalah
c) Penilaian formatif
d) Penilaian sumatif
awaban UTS
Soal
1. Sebutkan perubahan bentuk istilah teknologi pendidikan menurut AECT dan berapa
perubahan bentuk?
2. Bagaiman revolusi pendidikan menurut Sir eric Ashby dan apa pengaruhnya terhadap
teknologi pendidikan?
3. Bedakan hal-hal di bawah ini:
Sumber belajar
Media belajar
Alat peraga
4. Apa yang dimaksud dengan “by design” dalam perencanaan media belajar?
Jawaban
1. Konsepsi teknologi pendidikan, termasuk didalamnya teknologi pembelajaran, telah
berkembang dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan disiplin teknologi
pendidikan. Salah satu Bentuk perubahan Teknologi Pendidikan adalah bergesernya
konsepsi pembelajaran yang dikendalikan oleh guru kearah konsepsi pembelajaran yang
dikendalikan oleh siswa, sehingga guru berubah fungsinya dari sebagai pengajar menjadi
sebagai fasilitator. Sebagai akibatnya, definisi teknologi pendidikan juga berkembang sejalan
dengan arah perkembangan tersebut.
Sebagai suatu contoh, pada tahun 1963, AECT mendefinisikan “teknologi pendidikan sebagai
desain dan penggunaan pesan-pesan yang mengontrol proses belajar . Perubahan lain
yang terjadi adalah perubahan dalam tujuan pembelajaran. Konsep teknologi pembelajaran
yang terbaru menekankan pencapaian tujuan pendidikan yang dalam (deep learning)
ketimbang tujuan pendidikan yang dangkal (shallow learning) dengan cara menyediakan
lingkungan belajar yang otentik serta memiliki peluang penyerapan yang lebih besar.
Pada tahun 2004 AECT menganggap perlu untuk mendefinisikan kembali konsep teknologi
pendidikan. Definisi tersebut berbunyi: “Teknologi pendidikan adalah studi dan praktek
yang dilandasi etika dalam memfasilitasi belajar dan memperbaiki unjuk kerja dengan
cara menciptakan, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi
yang sesuai” (AECT Definition.. 2004, hlm. 3) Ada 13 konsep pokok yang tercakup dalam
definisi ini, yaitu: (1) studi, (2) praktek berlandaskan etika, (3) memfasilitasi, (4) belajar, (5)
memperbaiki, (6)unjuk kerja, (7) menciptakan, (8) menggunakan, (9) mengelola, (10) sesuai
(appropriate), (11) teknologi, (12) proses, dan (13) sumber. Penjelasan mengenai setiap
konsep ini dapat dibaca dalam dokumen AECT 2004.
2. Pernyataan Sir Eric Ashby tentang terjadinya empat revolusi dalam dunia
pendidikan.Revolusi-revolusi ini terjadi karena adanya masalah yang tak teratasi dengan cara
yang ada sebelumnya, yaitu masalah “belajar”.
Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan
anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang
secara khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik
Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik
dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai
ketentuan yang dibakukan.
Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi
iconic dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga gurudapat
membelajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap
sebagai media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik.
Dalam revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan
semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang
bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat”
dari perkembangan media elektronik, seperti radio,televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu
menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak.
Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna
bagi si penerima[1]. Pengaruhnya terhadap teknologi pendidikan adalah bergesernya konsepsi
pembelajaran yang dikendalikan oleh guru kearah konsepsi pembelajaran yang dikendalikan
oleh siswa, sehingga guru berubah fungsinya dari sebagai pengajar menjadi sebagai
fasilitator. teknologi pendidikan sebagai disiplin ilmu yang merupakan aplikasi dari semua
ilmu pengetahuan (knowledge, science dan disipline) yang memiliki konsep membantu untuk
mengatasi masalah belajar dalam berbagai kondisi dan situasi. Konsep belajar dapat
dilakukan dimana saja, kapan saja, dan siapa saja.
3. Sumber Belajar : segala kemampuan, wawasan keilmuan, keterampilan dan pengetahuan
yang luas. Baik itu dari guru atau sumber lainnya. Vernon S. Gerlach & Donald P. Ely
(1971) menegaskan pada awalnya terdapat jenis sumber belajar yaitu manusia, bahan,
lingkungan, alat dan perlengkapan, serta aktivitas.
Media Belajar : Kata media berasal dari bahasa Latin yang adalah bentuk jamak dari medium
batasan mengenai pengertian media sangat luas, namun kita membatasi pada media
pendidikan saja yakni media yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran.
Dalam media pembelajaran terdapat dua unsur yang terkandung , yaitu (a) pesan atau bahan
pengajaran yang akan disampaikan atau perangkat lunak, dan (b) alat penampil atau
perangkat keras.
Alat Peraga : alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam
menyampaikan bahan pendidikan / pengajaran Kata kunci dalam memahami alat peraga
dalam konteks pembelajaran adalah Nilai Manfaat , dalam arti segala sesuatu alat yang dapat
menunjang keefektifan dan efesiensi penyampaian, pengembangan dan pemahaman
informasi atau pesan pembelajaran. Ada istilah lain dari alat peraga ini, diantaranya sering
disebut sebagai sarana belajar.
4. Pengajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik. Heinich dan kawan-kawan
mengajukan model perencanaan menggunakan media yang efektif yang di kenal dengan
istilah ASSURE(analyze learner characteristic, state objective, select, or modivy media
utilize, require learner response, and evaluate) yaitu;
A). Menganalisi karakteristik umum kelompok sasaran seperti siswa/mahasiswa, dari tingkat
usia serta menganalisi karakteristik yang meliputi; pengetahuan, keterampilan dll.
S). menyatakan atau merumuskan tujuan pengajaran, yaitu perilaku atau kemampuan apa
yang di harapkan siswa kuasai setelah proses belajar mengajar selesai.
S). memilih, merancang dan megembangakan materi dan media yang tepat.
U). menggunakan materi dan media, diperlukan persiapan bagaimana atau berapa banyak
waktu di perlukan untuk menggunakannya
R). meminta tanggapan dari siswa, guru sebaiknya mendorong siswa untuk memberikan
respons tentang proses belajar mengajar
E). mengevaluasi proses belajar, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa
mengenai tujuan pengajaran.[2]
Jadi, by design dalam media belajar sebelumnya harus mengetahui karakteristik peserta didik,
content(isi) pembelajaran dan prinsip efisiensi (membuat pembelajaran menjadi mudah)
Menurut Eric Ashby (1972) perkembangan pendidikan mengalami empat revolusi, yaitu :
1. Masyarakat memberi wewenang pendidikan kepada orang-orang tertentu, sehingga timbul
profesi guru. Ada tiga hal yang dilakukan dalam penyebaran ilmu pengetahuan. Pertama,
mempersiapkan terlebih dahulu dengan teliti sebelum menstranferkan ilmu pengetahuan kepada
masyarakat. Kedua, materi-materi yang diberikan disesuaikan dengan keinginan masyarakat. Ketiga,
melakukan berbagai diskusi dengan masyarakat yang belajar.
2. Memakai bahasa tulis disamping bahasa lisan dalam menyajikan pelajaran di sekolah. Revolusi ini
berkembang dari revolusi sebelumnya, dimana pembelajaran dengan ceramah dan diskusi,
berkembang dengan adanya bahasa tulis dalam penyajian pembelajaran.
3. Detemukannya mesin cetak yang menyebabkan banyak buku yang tersedia di sekolah. Pada
revolusi ini diawali dengan digunakan buku-buku sebagai sumber ilmu pengetahuan.
4. Teknologi modern dalam bidang komunikasi dengan produk yang berupa peralatan eletronik yang
disajikan telah mempengaruhi seluruh sektor kehidupan termasuk pendidikan.
Perkembangan pendidikan semakin maju pada abad ke-21, yang ditandai dengan kemajuan
teknologi terutama dalam teknologi komunikasi yang menunjang proses belajar tanpa batas, seperti
pembelajaran mandiri melalaui internet. Pembelajaran mandiri ini disebut Cyber Learning. Cyber
learning merupakan akumulasi informasi yang serba cepat dan mudah.
B. PERKEMBANGAN INOVASI PENDIDIKAN
Proses inovasi adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar
atau tahu adanya inovasi sampai menerapkannya (implementasikannya). Dibawah ini adalah berapa
model inovasi yang berorentasi pada individu menurut beberapa ahli, yaitu:
1. Lavidge & Steiner (1961) 2. Colley (1961)
Menyadari Belum menyadari
Mengetahui Menyadari
Menyukai Memahami
Memilih Mempercayai
Mempercayai Mengambil tidakan
Membeli
4. Rogers (1962) 4. Robertson (1971)
Menyadari Persepsi tentang masalah
Menaruh perhatian Menyadari
Menilai Memahami
Mencoba Menyikapi
Menerima (adopsi) Mengesahkan
Mencoba
Menerima (adaption)
Disonasi
Beberapa model proses inovasi yang berorentasi pada organisasi menurut beberapa organisasi, yaitu
: Zatlman, Ducan & Holbek, mereka mengemukakan dua tahap proses inovasi yaitu:
I. Tahap permulaan (inisiasi)
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
c. Langkah keputusan
II. Tahap implementasi
a. Langkah awal implementasi
b. Langkah kelanjutan pembinaan
Pada model proses inovasi dalam organisasi menurut Zatlman, Ducan & Holbek disebutkan bahwa
proses inovasi terdiri dari dua tahap yaitu, tahap permulaan dan tahap implementasi. Berikut
penjelasan tahap inovasi tersebut:
I. Tahap permulaan
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
Proses inovasi diawali dengan adanya pengetahuan yang dimiliki oleh si penerima inovasi. Dari
pengetahuan yang diperoleh timbulah kesadaran akan adanya inovasi.
b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
Dalam tahap ini anggota membentuk sikap terhadap inovasi. Ada dua hal dan dimensi sikap yang
ditunjukan terhadap adanya inovasi yaitu,sikap terbuka terhadap inovasi dan memiliki persepsi
terhadap inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang menunjukkan potensi inovasi.
c. Langkah pengambilan kesimpulan
Pada langkah ini penerima inovasi mengambil keputusan untuk menerima atau menolak inovasi
yang diterapkan. Sehingga tidak mengakibatkan kerugian.
II. Tahap penerimaan (implementasi)
Dalam penerapan inovasi ada dua langkah yang dilakukan yaitu, langkah awal penerimaan dan
langkah lanjut pembinaan penerapan inovasi.
a. Langkah awal mencoba menerapkan sebagian inovasi
b. Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi
Tahap-tahap inovasi ini dapat diterapkan di Sekolah Dasar, misalnya pada kurikulum. Perkembangan
suatu inovasi didorong oleh motivasi untuk melakukan inovasi pendidikan itu sendiri. Motivasi itu
bersumber pada dua hal, kemauan sekolah atau lembaga untuk mengadakan respon terhadap
tantangan perubahan masyarakat dan adanya usaha untuk menggunakan sekolah dalam
memecakan masalah yang dihadapi.
Perkembangan inovasi pendidikan di Indonesia diantaranya adalah :
a. Pemerataan kesempatan belajar;
b. Kualitas pendidikan untuk menanggulangi kurangnya jumlah guru;
c. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran.
Perkembangan inovasi pendidikan pada tingkat pendidikan dasar khususnya sekolah sudah banyak
dilakukan oleh guru. Misalnya pelaksanaan kegiatan pembelajaran melalui pembelajaran terpadu;
menulis tujuan pembelajaran dengan perumusan yang benar yaitu mengandung unsur audience,
behavior, condition, dan degree. Sehingga dalam metode belajar terdapat inovasi yang dikenal
dengan Accelerated Learning, yaitu belajar dengan menggunakan relaksasi dan perasaan atau emosi
yang positif. Ada tujuh langkah dalam metode belajar ini yaitu:
1. Rileks;
2. Membaca sekilas;
3. Penyerapan awal;
4. Memproses informasi;
5. Menanam ingatan dengan perasaan (emosi);
6. Menggunakan informasi; dan
7. Pengulangan terus menerus.
Beberapa inovasi menunjukan suatu perkembangan yang terus menerus seiring dengan
perkembangan teknologi. Jadi beberapa inovasi tersebut, bagi orang lain dapat menjadi sesuatu
yang baru atau sebaliknya, sebab orang tersebut telah mengadopsinya sejak lama.
“ SEMOGA BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA” Diposkan oleh Rino Bicara di 23.16
riview Dasar-dasar teknologi pendidikan smt 1
A. TEORI PENDIDIKAN.
Ada beberapa pengertian tentang teori pendidikan antara lain :
1. Pendidikan adalah usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan
berencana dengan maksud mengubah tingkah laku manusia kearah yang di inginkan.”
2. “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang ”
3. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”
(http://dinaict,blogspot.com)
B. KONSEP PENDIDIKAN
Beberapa istilah konsep dasar pendidikan yang perlu disepakati antara lain, bahwa:
Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan anak didik yang berakibat
terjadinya perubahan pada diri pribadinya. Prinsip ini mengandung arti bahwa yang
diutamakan adalah ” Kegiatan belajar anak didik ” dan bukannya sesuatu yang diberikan
kepada anak didik
Pendidikan adalah proses yng berlangsung seumur hidup. Prinsip ini juga mengharuskan
adanya kontinuitas dan sinkronisasi dari pendidikan yang berlangsung di sekolah maupun
diluar sekolah.
Pendidikandapat berlangsung kapan dan dimana saja , yaitu pasa saat dan tempat ysng sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan anak didik. Pendidikan dapat berlangsung secara mandiri
(independent) dan dapat berlangsung secara efektif dengan dilakukan pengawasan dan
penilikan berkala. pendidikan dapat berlangsung secara efektif baik didalam kelompok yang
homogen, heterogen maupun perseorangan (individualized) Belajar dapat diperoleh dari siapa
saja dan apa saja, baik yang disengaja dirancang maupun yang diambil manfaatnya.
(Miarso,2007:10}
C. PROSES PENDIDIKAN
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh
pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu
dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan Pengelolaan
dalam ruang lingkup mikro merupakan implikasi kebijakan pendidikan yang berlangsung
dalam lingkungan sekolah ataupun kelas, sanggar belajar, dan satuan pendidikan lainnya
dalam masyarakat. Dalam lingkup ini Kepala Sekolah, guru, tutor, dan tenaga-tenaga
pendidikan lainnya memegang peranan penting di dalam pengelolaan pendidikan untuk
menciptakan kualitas proses dan pencapaian hasil pendidikan. kualitas proses dan pencapaian
hasil pendidikan yang optimal harus menggunakan teknologi pendidikan
D. TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Istilah ”Teknologi” berasal dari kata Yunani technologis. Technie berarti seni, keahlian atau
sains; dan logos berarti ilmu. Teknologi Pendidikan dalam arti sempit bisa merupakan media
pendidikan, yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna,
efisien dan efektif. Sedang dalam arti luas menurut Association for Educational
Communication and technology (AECT) adalah proses yang kompleks dan terpadu yang
melibatkan orang , prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah,
mencari problem solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang
menyangkut semua aspek belajar manusia. Dari definisi tersebut minimal ada dua hal yang
penting digaris bawahi : Proses dan belajar manusia. ( dikutip dari . fatah Syukur,2005:3)
Dalam konteks yang lebih umum , atau hanya dalam Proses pembelajaran , teknologi
merupakan pengembangan, penerapan, penilaian sistem , teknik dan alat bantu untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar manusia.Semua itu dapat terwujud dengan
adanya komunikasi.
E. TEORI DARI ILMU KOMUNIKASI
Sebagai mahluk sosial , manusia selalu berkomunikasi antara yang satu dengan yang lain .
sejak manusia mulai menampakkan kehidupannya di dunia ini , mereka telah melakukan
komunikasi.Dalam proses pendidikan seorang guru berkomunikasi dan bahkan
mengkomunikasikan materi terhadap para muridnya. Pendeknya setiap orang melakukan
komunikasi , dan komunikasi merupakan aktivitas yang mutlak diperlukan dan dilakukan
manusia. Edgar Dale, yang terkenal dengan ” Kerucut Pengalamannya” menyatakan bahwa
teori komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan
efektifitas bahan audiovisual. (Miarso,2007:115)
F. PERAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DALAM PENDIDIKAN
Komunikasi diartikan sebagai proses menyebarkan informasi , berita, pesan, pengetahuan
atau nilai nilai dengan maksud menggunakan partisipasi agar hal hal yang disampaikan itu
menjadi milik bersama antara komunikator ( orang yang menyampaikan pesan) dan
komunikan (orang yang menerima pesan ( Syukur,2005:5)
Komunikasi dapat diartikan menjadi empat yaitu ; Penerapan praktis merupakan suatu yang
sudah diolah dan siap dipakai oleh para pelaksana dan penerima tentu saja pada tingkatan dan
tanggung jawab yang berbeda. Misal komputer, TV, radio
Prinsip dan penemuan ilmu komunikasi baik pada diri manusia maupun mesin” man machine
system ”
Efisien dan efektif berarti dalam aplikasi prinsip dan penemuan itu tidak semata mata
merupakan komponen tambahan melainkan yang mempunyai peranan khusus dan
menentukan adanya perubahan peranan pada komponen yang lain.
Proses pendidikan, dalam kelas sampai luar kelas seperti proses kurikulum , perencanaan
pengajaran dan interaksi dalam belajar. Komunikasi memegang peranan yang penting dalam
pendidikan.Agar Komunikasi antara guru dan siswa berlangsung baik dan informasi yang
disampaikan guru dapat diterima siswa , guru dapat menggunakan media pengajaran.
Komunikasi yang demikian dapat dilihat dalam model komunikasi yang dikemukakan Berlo.
Teori komunikasi yang dikemukakan oleh Berlo tidak merupakan teori yang linear bahkan
menunjukkan adanya dinamika dalam hubungan diantara unsur unsurnya yaitu memasukkan
orang dan segala bentuk pesan ( lambang,verbal, taktil, serta ujud nyata ) merupakan bagian
dari keseluruhan proses komunikasi .( Miarso ,2007:115) Model Berlo telah membuka jalan
untuk berbagai macam penelitian, yaitu unsur unsur dan saling hubungannya.
Komunikasi dapat berfungsi Informasi,persuatif,rekreatif, dan educatif. Suatu komunikasi
berfungsi educatif jika merupakan usaha sadar yang disiapkan secara terencana, terkendali
dan terevaluasi oleh orang dewasa dalam membantu mengubah prilaku individu menuju
tercapainya kematangan, kemandirian dan kedewasaan komunikan.
Bentuk bentuk komunikasi menunjukkan komunikasi dapat berbentuk abstrak atau kongkret;
bergantung media apa yang digunakan. Dalam hubungan ini Edgar dale berpendapat bahwa
efektifitas komunikasi itu banyak ditentukan oleh faktor ini.(Syukur,2005:6)
G. PEMBELAJARAN SEBAGAI PROSES KOMUNIKASI
Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian
pesan dari sumber pesan melalui saluran / media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber
pesan, saluran / media, dan penerima pesan adalah komponen komponen proses komunikasi .
pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada pada kurikulum.
Sumber pesan bisa guru, siswa, orang lain atau penulis buku dan produser media, salurannya
adalah media pendidikan dan penerima pesan adalah siswa atau juga guru.
Dalam proses komunikasi tersebut akan terjadi apa yang disebut encoding dan decoding.
Encoding adalah proses penuangan pesan kedalam simbol simbol komunikasi. Sedangkan
decoding adalah proses penafsiran simbol simbol komunikasi yang mengandung pesan pesan
tersebut .Adakalanya proses decoding itu berhasil sesuai dengan yang dikehendaki oleh
penyampai pesan , akan tetapi adakalanya tidak berhasil.
H. HAMBATAN PROSES KOMUNIKASI
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat atau penghalang proses komunikasi .
Penghambat komunikasi tersebut biasa dikenal dengan istilah barriers atau noises . Adapun
hambatan hambatan tersebut meliputi ;
Hambatan Piykologis
Kondisi psikologis seseorang dapat menghambat proses komunikasi, baik dari sisi
keantusiasan komunikasi, rasa percaya diri, dan daya tangkap. Oleh karena itu hambatan
psikologis ini dapat meliputi minat, sikap, pendapat, kepercayaan, intelegensi dan
pengetahuan.
Hambatan Fisik
Setiap orang memiliki keterbatasan fisik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Keterbatasan fisik ini juga dapat mrnyebabkan keterbatasan dalam berkomunikasi seperti:
Kelelahan, sakit, keterbatasan daya indera, dan cacat tubuh.
Hambatan Kultural
Kultur atau budaya suatu daerah sering berbeda dengan daerah lain. Apabila dalam
berkomunikasi tidak atau kurang adanya pemahaman terhadap budaya masing masing , maka
dapat menyebabkan terhambatnya proses komunikasi, misalnya perbedaan adat istiadat,
norma norma sosial , kepercayaan dan nilai nilai panutan.
Hambatan Lingkungan
Lingkungan memiliki peran yang cukup besar terhadap proses pembelajaran . Lingkungan
yang kondusif dapat dibutuhkan dalam prose komunikasi dan pembelajaran. Untuk itu maka
lingkungan belajar harus tenang , nyaman dan menyenangkan agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik. Media Pendidikan sebagai salah satu sumber belajaar yang dapat
menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar , minat,
intelegensi, keterbatasan panca indera, cacat tubuh atau hambatan jenis geografis, jarak,
waktu dan sebagainya dapat dibantu diatasi dengan pemanfaatan media pendidikan.
(Syukur,2005:10)
I. MEDIA DAN PSYKOLOGI BELAJAR
Pemakaian media dalam pendidikan sangat berkaitan dengan perkembangan psikologi belajar
siswa. Oleh karena itu pemanfaatan media dalam pendidikan juga harus memperhatikan teori
teori belajar.
Dalam pandangan modren , belajar dalah proses perubahan tingkah laku berkat interaksi
dengan lingkungan, Seseorang dinyatakan melakukan kegiatan belajar setelah ia memperoleh
hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya; dari tidak tahu menjdi tahu, dari
tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Pola tingkah laku itu meliputi aspek rohani
dan jasmani. Menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan ( kognitif) keterampilan
(psikomotorik) dan menyangkut sikap dan nilai (afektif)
Siswa yang belajar dipandang sebagai organisme yang hidup, sebagai suatu keseluruhan yang
bulat. Ia bersifat aktif dan senantiasa mengadakan interaksi dengan lingkungannya,
menerima, menolak, mencari sendiri , dapat pula merubah lingkungannya.
Menurut pandangan modren ini , maka peran media dalam pendidikan sangat penting.
Lingkungan bukan hanya buku bacaan, tetapi juga guru, sekolah, masyarakat, masa lampau
dan sebagainya. Dengan interaksi antara individu dan lingkungannya, maka siswa akan
memperoleh pengalaman yang bermakna bagi hidupnya. Dalam psikologi , dikenal ada tiga
teori besar yang berhubungan dengan belajar; yakni teori psikologi daya atau formal disiplin;
teori psikologi assosiasi dan teori psikologi organisme ( gestalt) dalam (Syukur,2005:7)
Teori Daya
Jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, seperti : daya berpikir, daya mengingat, daya
mencipta, daya perasaan, daya keinginan dan daya kemauan. Daya daya itu terbentuk dan
berkembang maka daya daya ini harus dilatih. Teori ini sangat menekankan terhadap
perlunya latihan. Karena itu psikologi daya bersifat formil
Teori Assosiasi
Lebih dikenal dengan S-R Bond teory, yakni teori stimulus – response. Menurut teori ini
bahwa setiap stimulus akan menimbulkan respon atau jawaban tertentu. Ikatan stimulus
respon ini akan bertambah kuat jika apabila sering mendapat latihan latihan. Sehingga terjadi
assosiasi antara stimulus dan respon. Disini faktor latihan kurang ditekankan, sedang faktor
bahan /materi mendapat tekanan yang utama. Karena itu aliran ini bersifat materialistis.
Teori Gestalt
Jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yng berstruktur. Suatu keselurahan bukan
penjumlahan dari unsur unsur , melainkan unsur unsur itu berada di dalam keseluruhan
menurut struktur tertentu dan saling berinteraksi satu sama lin.
Disamping memperhatikan tiga teori belajar tersebut untuk menerapkan media dalam
pendidikan juga perlu memperhatikan tiga teori belajar lainnya yang lebih spesifik.
R.M Thomas mengemukakan bahwa da tiga tingkat pengalaman belajar, yakni
Pengalaman melalui benda sebenarnya
Pengalaman melalui benda benda penggantu Pengalaman melalui bahasa Perceptual learning
menuju conceptuap learning Anak beljar dari tingkat pengamatan (persepsi) menuju ke
tingkat pengertian (konsepsi) Prosedur belajar berlangsung dari tingkat yang kongkrit menuju
ketingktan abstrak, ada empat tingkatan belajar, yakni;
Belajar langsung melalui masyarakat, karyawisata, manusia sumber, pengabdian masyarakat
dan sebagainya. Belajar langsung melalui kegiatan ekspresi menggambar, menari,
dramatisasi, dan sebagainya. Belajar tak langsung melalui AVA, model grfik, film, radio dan
sebagainya Belajar tak langsung mellui kata kata, buku, ceramah, diskusi dan sebagainya.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan antara lain. Pendidikan adalah usaha atau
kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana dengan maksud mengubah
tingkah laku manusia kearah yang di inginkan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi
peranannya dimasa yang akan dating Pendidikan adalah proses yng berlangsung seumur
hidup. Prinsip ini juga mengharuskan adanya kontinuitas dan sinkronisasi dari pendidikan
yang berlangsung di sekolah maupun diluar sekolah.
Belajar dapat diperoleh dari siapa saja dan apa saja, baik yang disengaja dirancang maupun
yang diambil manfaatnya. kualitas proses dan pencapaian hasil pendidikan yang optimal
harus menggunakan teknologi pendidikan Dalam Proses pembelajaran , teknologi merupakan
pengembangan, penerapan, penilaian sistem , teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas belajar manusia.Semua itu dapat terwujud dengan adanya komunikasi.
Landasan Ilmiah dan Penelitian Teknologi Pendidikan
Upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan senantiasa dicari, diteliti,
dan diupayakan melalui kajian berbagai komponen pendidikan. Perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum, bahan-bahan instruksional, sistem penilaian, manajemen
pendidikan, penataan guru, proses belajar-mengajar, dan lain-lain sudah banyak dilakukan.
Kesemuanya itu merupakan bukti nyata dari upaya pemerintah untuk memajukan pendidikan
khusunya dalam meningkatkan kualitas hasil pendidikan nasional.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita dalam bidang
pendidikan seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaharuan atau inovasi dalam
bidang pendidikan. Pembaharuan atau inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang
baru, yang kualitatif dan berbeda dari sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk
meningkatkan kemampuan dalam pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan Rusyan, 1988:7).
Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan. Kebijakan-
kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, program-program, undang-
undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan
tersebut sudah banyak yang dikeluarkan oleh pemerintah, di antaranya ada yang berkaitan
dengan teknologi pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://dinaict,blogspot.com
Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana .Edisi I Cetakan
3 . Jakarata
Prawiradilaga, Dewi Salma dan Siregar, Evelione, 2007. Mozaik tenologi pendidikan,
Kencana . Jakarta
http://amrull4h99.wordpress.com/2009/12/24/landasan-psikologi-pendidikan/
http://fadlibae.wordpress.com/2010/03/10/landasan-ilmiah-dan-penelitian-teknologi-
pendidikan/
http://wijayalabs.wordpress.com/2008/06/16/landasan-ilmiah-dan-penelitian-tp/
Soekanto, Soerjono. 1994. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Guza, Afnil. 2009. Undang-Undang Sisdiknas, Guru dan Dosen, Jakarta: Asa Mandiri.
Redaksi Sinar Grafika. 2002. UUD 1954 Hasil Amademen dan Proses Amademen UUD 1945
Secara Lengkap. Jakarta:Sinar Grafika.
SEMESTER : 1 (Satu)
SOAL :
1. Teknologi Pendidikan (TP) dilandasi oleh falsafah dan teori. Coba anada jelaskan bila anda
memandang TP dari sudut ontologi (apa), Epistemologi (bagaimana), dan aksiologi (untuk apa)?
(Skor Maksimal 20)
Jawaban
1. Falsafah adalah rangkaian pernyataan yang didasarkan pada keyakinan, konsepsi, dan sikap
seseorang yang menunjukkan arah atau tujuan yang diambilnya. Rumusan ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Ely (1980: 81), di mana seseorang memberikan arti atas suatu gejala
seobjektif mungkin, yang didasarkan pengalaman empirik atas sejumlah data yang diamati jadi
merupakan generalisasi dari berbagai gagasan yang berkaitan dengan rujukan tertentu. Pendekatan
ini sengaja diambil untuk memperoleh pembenaran atau pengakuan akan gejala yang diamati dan
bukan mengembangkan gejala itu sendiri (Ely, 1980: 81).
Pengertian teori secara umum diartikan sebagai segala aspek ilmu yang tidak semata-mata
bersifat empirik. Sedangkan secara khusus, teori adalah ringkasan pernyataan yang melukiskan dan
menata sejumlah pengamatan empirik.
Sejumlah asumsi dijadikan dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan teori yang akan
dirumuskan. Asumsi-asumsi itu adalah :
1. Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk
mengikuti perkembangan itu.
2. Pertambahan penduduk akan membawa implikasi bahwa mereka perlu memperoleh pendidikan.
4. Penyebaran teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang semakin luas yang mempengaruhi
segala aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan.
5. Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber baru dan
sementara itu sumber yang terbatas tersebut harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar lebih
berdaya guna dan berhasil guna (Suriasumantri,1993:14).
Ontologi (apa),
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani.
Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya,
kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Ontologi merupakan
asas dalam menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran
tentang hakekat realitas dari objek tsb. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa
mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa
dianggap ada berdiri sendiri) (Tasfir, 2004: 30).
Ontologi mendekati hakekat kenyataan atau realitas dengan dua macam sudut pandang,
yaitu:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak.
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas
tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau
harum.Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis (Tafsir, 2004:31).
Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme. Istilah istilah
terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
a. yang-ada (being)
b. kenyataan/realitas (reality)
c. eksistensi (existence)
d. esensi (essence)
e. substansi (substance)
f. perubahan (change)
g. tunggal (one)
h. jamak (many) (Tafsir, 2004:32)
2. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun secara faktual.
3. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber belajar agar dapat digunakan
seoptimal mungkin untuk keperluan belajar.
Ketiga masalah di atas merupakan ruang lingkup wujud objek penelaahan (ontologi) teknologi
pendidikan.
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui
akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis (Suriasumantri, 2001:9).
b. Ilmiah
c. Individual
d. Serentak / actual
e. Merata
Teknologi Pembelajaran juga menekankan pada nilai bahwa kemudahan yang diberikan oleh
aplikasi teknologi bukanlah tujuan, melainkan alat yang dipilih dan dirancang strategi
penggunaannya agar menumbuhkan sifat bagaimana memanusiakan teknologi (A.L Zachri:2004).
2. Anda juga telah mengetahui ada 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan predeksi
anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke 5 dengan kehadiran TP dalam memecahkan masalah
yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di Indonesia? (Skor Maksimal 30)
JAWABAN :
2. Menurut persepsi dan prediksi saya dimungkinkan muncul revolusi ke 5 dengan kehadiran TP
dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di
Indonesia karena Teknologi Pembelajaran secara aksiologis akan menjadikan pendidikan produktif,
ilmiah, individual, serentak atau actual, merata, dan berdaya serap tinggi (Abdul Gafur:2007).
Dengan kehadiran Teknologi Pendidikan saya optimis akan timbul revolusi dalam pendidikan. Seperti
yang diungkapkan Abdul Gafur, pendidkan akan selalu produktif menghasilkan perkembangan dan
pembangunan di bidang pendidikan. Atas dasar pendapat tersebut akan selalu terjadi
perkembangan dan pembangunan revolusi di bidang pendidikan.
Revolusi 1 : Terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerah sebagian tanggung jawab
pendidikannya kepada orang lain yang secara khusus diberi tanggung jawab untuk itu.
Revolusi ke 2 : Terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahi tanggung jawab untuk
mendidik.
Revolusi ke 3 : Muncul ditemukannya mesin cetak, yang memungkinkan tersebarnya iconic dan
numeric dalam bentuk buku dan media cetak lainnya.
Revolusi ke 4 : Berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik.
Menurut saya, revolusi ke 5 yang mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk
memberikan semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik
tentang bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat”
dari perkembangan media elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu
menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak. Pesan-
pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si
penerima.Pada awalnya, guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka langsung dan
bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar.
Perkembangan berikutnya, ia menggunakan sumber lain berupa buku sehingga membagi
perannya kepada media lain dalam menyajikan ajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, media
komunikasi mampu menyalurkan pesan yang dirancang khusus agar dapat diterima langsung kepada
anak didik tetapi diharapkan guru dapat tetap mempertahaankan perannya sebagai pendidik dan
pengajar yang memfalisitasi anak didik dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
3. Dalam Teknologi Pendidikan / teknologi pembelajaran menurut saettler yang mengacu pada
pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktifitas diri, (2) minat/motivasi, (3)
Kesiapan mental, (4) Individualisasi, (5) Sosialisasi. Bagaimana pandangan anda tentang
penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran bagi peserta didik?
(Skor Maksimal 30)
JAWABAN:
3. Menurut Saettler selanjutnya kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan
rumusannya tentang prinsip-prinsip : (1) Aktivitas diri; (2) minat/motivasi; (3) Kesiapan mental; (4)
Individualisasi, dan (5) Sosialisasi. Sattler (1968) menulusuri sejarah teknologi pembelajaran, dan
berpendapat bahwa Thorndike pada thn 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan
landasan pertama ke arah teknologi pembelajaran. Tiga dalil utama yang dikemukan oleh Thorndike,
yakni;
Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin
besar kemungkinan dicamkan.
Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat bilamana
diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.
Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah
dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku yang lain.
Prinsip yang dijabarkan dari teori pengauatan ini, di antaranya adalah perilaku yang diperkuat,
cenderung utk lebih bertahan;
• Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Skinner tsb. hingga sekarang masih banyak dipakai dalam
membuat Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK = Computer Assisted Instruction (CAI).
• Skinner juga berpendapat bahwa utk mengendalikan belajar manusia secara efektif diperlukan
bantuan peralatan, yang akan bertindak mekanisme penguat (AECT, 1977).
Untuk melaksanakan prinsip – prinsip tersebut: (1) Aktivitas diri; (2) minat/motivasi; (3) Kesiapan
mental; (4) Individualisasi, dan (5) Sosialisasi. seorang guru harus mengendalikan kegiatan belajar
anak di dalam kelas ke arah yang dikehendaki, namun dengan tetap memperhatikan minat dan
respon anak terhadap stimulasi yang diberikan. Stimulasi itu perlu disesuaikan dengan kesiapan
mental anak, dan kecuali itu perbedaan individual perlu diperhatikan dengan jalan merancang dan
mengatur situasi sedemikan rupa serta dengan menggunakan media, agar terjadi hubungan antara
apa yang sudah diketahui anak dengan hal yang baru.
Menurut saya, penerapan teknologi dalam pembelajaran adalah sangat menentukan mutu
pendidikan yang akan datang terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Rendahnya kualitas
produk pendidikan tersebut merupakan gambaran kualitas penyelenggaraan sistem pendidikan
dimana terkait banyak unsur yang terkait didalamnya, satu sama lain mempunyai pengaruh terhadap
kualitas pendidikan namun proses belajar mengajar merupakan jantungnya pendidikanyang harus
diperhitungkan karena pada kegiatan pembelajaran inilah transportasi berbagai konsep, nilai serta
materi pendidikan diintegrasikan. Peran guru sangat penting dalam menunjang kualitas
penyelenggaraan pendidikan yang disesuikan dengan kemajuan teknologi dan informasi.
Tuntutan masa depan yang ada bukan hanya bersifat kompetitif tapi sangat terkait dengan
berbagai kemajuan teknologi dan informasi maka kualitas sistem pembelajaran yang dikembangkan
harus mampu secara cepat pemperbaiki berbagai kelemahan yang ada. Salah satu cara yang dapat
dikembangkan adalah mengubah sistem pembelajaran konvensional dengan sistem pembelajaran
yang lebih efektif dn efisien dengan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi salah satunya
internet. Walaupun sistem pendidikan di Indonesia sangat hitrogen karena faktor giografis yang
besar pengaruhnya terhadap kemajuan teknologi informasi. Electronic Learning (E-Learning) pada
hakekatnya adalah belajar atau pembelajaran yang memanfaatkan teknologi komputer atau
internet. Teknologi ini merupakan pembelajaran berbasis web (web based Instruction)
4. Suatu statement diungkapkan bahwa”makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus
tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan konsep dasar pembelajaran
berbasis teknologi pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor Maksimal 20)
JAWABAN:
4.
Rangsang atau stimulus adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menjelaskan suatu hal
yang merangsang terjadinya respon tertentu. Rangsang merupakan informasi yang dapat diindera
oleh panca indera.
Dalam psikologi, stimulus adalah bagian dari respon stimuli yang berhubunngan dengan
kelakuan. Dalam fisiologi, stimulus adalah perubahan lingkungan internal atau eksternal yang dapat
diketahui. Ketika stimulis dimasukan kedalam reseptor sensoris, stimulus akan memengaruhi refleks
melalui transduksi stimulus.
Pendapat saya tentang statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang
berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”.adalah sangat setuju karena hal
ini terjadi dengan terpatrinya kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Semakin sering respon diulang
dan dilakukan akan semakin dicamkan dan terbentuk pada perilaku. Ini terutama terjadi pada hewan
yang diberikan stimulun tertentu sehingga hewan tersebut menjadikan perilaku berulang tersebut
kebiasaan.
Contoh: Pada seekor monyet yang yang diberikan respon pada sebuah ruangan yang kosong kita
berikan sebuah tongkat, dengan diberikannya tongkat monyet akan melalukan beberapa kegiatan
terhadap tongkat yang dipegangnya berulang-ulang. Kemudian tahap berikutnya kita letakkan
sebuah meja pada ruangan tersebut, sehingga monyet dengan leluasa bermain dengan meja
kadangkala meja didorong kekiri, kekanan, dinaiki, dijungkir balikkan dan lainnya, itu dilakukan
berulang-ulang. Tahap terakhir kita gantungkan sebuah pisang ditengah ruangan sehingga
mengundang monyet mengambilnya untuk dimakan. Tapi karena pisang tersebut terlalu tinggi dan
memerlukan alat bantu. Karena kebiasaanya yang selalu diulang-ulang untuk menggunakan tongkat
dan meja, maka dengan menggunakan tongkat dan menaiki meja pisang dapat diambil oleh monyet.
DAFTAR PUSTAKA
Ely. (1980). The Gerlach & Ely Model From Teaching and Media: A Systematic Approach, Second
Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Suriasumantri.(1993). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Suriasumantri.(2001). Tentang Hakekat Ilmu: Sebuah Pengantar Redaksi.” Dalam Jujun (ed.,) Ilmu
Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Tafsir. (2004). Filsafat Ilmu, Mengurai Ontologi, Epistemologi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Zahri, Mustafa. (1995). Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
REVOLUSI ILMU PENGETAHUAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMIKIRAN
ISLAM DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Desember 30, 2008 aa_Hikmat Tinggalkan Komentar Go to comments
oleh: Hikmatulloh
http://ahikmat.wordpress.com
A. LATAR BELAKANG
Dulu misalnya, orang hanya mengetahui hanya ada lima planet di cakrawala kita. Kemudia
dengan laju-pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ditemukan kembali
tiga planet baru dan ribuan planet kecil, hal ini mengindikasikan bahwasanya kemajuan dari
aspek astronomi kian pesat.
Setiap masyarakat yang beradap sekarang percaya bahwa bumi dengan semua anggota tata
surya beredar mengelilingi matahari, padahal semula orang beranggapan, bahwa bumilah
pusat alam semesta. Semua benda angkasa beredar mengelilingi bumi. Inilah yang di sebut
revolusi astronomi.
Transformasi-transformasi paradigma semacam ini adalah revolusi sains, dan transisi yang
berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola
perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang.
Menurut Khun, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat
mencapai kesempurnaan absolud dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori.
Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya
selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan.
B. PENGERTIAN PARADIGMA
Dalam “The structure of Science Revolution”, Kuhn menggunakan paradigma dalam dua
pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik
yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma
menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan teka-teki yang kongkrit yang
jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang
eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang masih
tersisa. Paradigma merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis.
Secara singkat pengertian pradigma adalah Keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan
teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena).
Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang
harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang
diperoleh.
Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fondamental tentang image atau konsep ilmu yang
telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta
mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik.
Dalam teori Kuhn, faktor Sosiologis Historis serta Phsikologis mendapat perhatian dan ikut
berperan. Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah.
Dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas
ilmiah sesungguhnya, yang dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara revolusioner
bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik.
Adapun Skema progress Sains menurut Khun dapat sajikan sebagai berikut :
Pra paradigma-prasscience -> Paradigma -> Norma Science -> Anomali Kritis ->
Revolusi Paradigma Baru -> Ekstra ordinary Science (norma Science) -> Anomali
Kritis -> Revolusi Paradigma Baru -> …
Pada stage ini terdapat persetujuan yang kecil bahkan tidak ada persetujuan tentang subjeck
matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak
adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan tentang suatu teori
(fenomena), maka aktivitas-aktivitas ilmiah pada stage ini dilakukan secara terpisah dan tidak
terorganisir. Sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan diantara mereka mendukung satu
atau lain varian dalam teori tertentu, misalnya tentang sifat cahaya. Teori Epicurus, teori
Aristoteles, atau teori Plato, satu kelompok menganggap cahaya sebagai partikel-partikel
yang keluar dari benda-benda yang berwujud; bagi yang lain cahaya adalah modifikasi dari
medium yang menghalang di antara benda itu dan mata; yang lain lagi menerangkan cahaya
sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata; di samping itu ada
kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya sendiri-
sendiri. Sehingga sejumlah teori boleh dikatakan ada sebanyak jumlah pelaksanaannya di
lapangan dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan
pendekatannya sendiri.
Walaupun aktifitas ilmiah masing-masing aliran tersebut dilakukan secara terpisah, tidak
terorganisir sesuai dengan pandangan yang dianut halini tetap memberikan sumbangan yang
penting kepada jumlah konsep, gejala, teknik yang dari padanya suatu paradigma tunggal
akan diterima oleh semua aliran-aliran ilmuan tersebut, dan ketika paradigma tunggal
diterima, maka jalan menuju normal science mulai ditemukan.
Para stage ini, tidak terdapat sengketa pendapat mengenai hal-hal fundamental di antara para
ilmuan sehingga paradigma tunggal diterima oleh semuanya. Dan hal inilah merupakan ciri
yang membedakan antara normal science dan pra science. Paradigma tunggal yang telah
diterima tersebut dilindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik
dan falsifikasi.
Paradigma yang membimbing eksperimen atau riset ilmiah tersebut memungkiri adanya
definisi yang ketat, meskipun demkian, didalam paradigma tersebut tercakup :
Beberapa komponen tipikal yang secara eksplisit akan mengemukakan hukum-hukum dan
asumsi-asumsi teoritis. Dengan demikiann, hukum “gerak” Newton membentuk sebagian
paradigma Newtonian. Dan hukum “persamaan” Maxwell merupakan sebagian paradigma
yang telah membentuk teori elektromagnetik klasik.
Beberapa cara yang baku dalam penggunaan hukum-hukum fundamental untuk berbagai tipe
situasi.
Beberapa instrumentasi dan teknik-tekniknya yang diperlukan untuk membuat agar hukum-
hukum paradigma itu dapat bertahan dalam dunia nyata dan di dalam paradigma itu sendiri.
Beberapa prinsip metafisis yang sangat umum yang membimbing pekerjaan di dalam suatu
paradigma.
Bebrapa keterangan metodologis yang sangat umum yang memberikan cara pemecahan teka-
teki science.
Normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganisir untuk menjabarkan paradigma
dengan tujuan memperbaiki imbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan
teka-teki science, baik teka-teki teoritis maupun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis
(dalam paradigma Newtonian) meliputi perencanaan teknik matematik untuk menangani
gerak suatu planet yang tergantung pada beberapa gaya tarik dan mengembangkan asumsi
yang sesuai untuk penterapan hukum Newton pada benda cair. Teka-teki eksperimental
meliputi perbaikan keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehingga
mampu menghasilkan pengukuran yang dapat dipercaya.
1. Krisis Revolusi
Walaupun sasaran normal adalah memecahkan teka-teki science dan bukan mengahsilkan
penemuan-penemuan baru yang konseptual, gejala-gejala baru dan tidak terduga berulangkali
muncul dan tersingkap oleh ilmiah tersebut yang diikuti dengan munculnya teori-teori baru.
Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan
kelainan-kelainan antara teori dan fakta menimbulkan problem yang gawat, dan anomali-
anomali tersebut secara fundamental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian,
kepercayaan terhadap paradigma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang
berujung pada perubahan paradigma (revolusi).
Anomali dipandang sebagai hal serius yang dapat menggoyahkan paradigma jika anomali
tersebut :
a) Menyerang hal-hal yang paling fundamental dari suatu paradigma dan secara gigih
menentang usaha para ilmuan normal science untuk mengabaikannya.
b) Mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan beberapa kebutuhan masyarakat yang
mendesak.
Krisis dapat diasumsikan sebagai pra kondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya
teori-teori baru. Pada stage ini diantara para ilmuan normal science terjadi sengketa filosofis
dan metafisis. Mereka membela penemuan baru dengan argumen-argumen filosofis yang
dipandang dari sudut paradigma. Walaupun kemungkinan mereka kehilangan kepercayaan
dan kemudian mempertimbangkan beberapa alternatif, mereka tidak meninggalkan
paradigma yang telah membawa mereka kedalam krisis begitu saja. Sampai diterimanya
suatu paradigma baru yang berbeda dari paradigma semula.
Setiap krisis selalu diawali dengan penngkaburan paradigma serta pengenduran kaidah-
kaidah riset yang normal, sebagai akibatnya paradigma baru (paradigma rival) muncul,
setidak-tidaknya sebagai embrio, sebelum krisis berkembang lebih jauh atau telah diakui
dengan tegas.
Setiap paradigma yang bersaing akan memandang dunia ini terbuat dari berbagai macam hal
yang berlainan dan masing-masing paradigma tersebut akan melibatkan standar yang
berlainan dan bertentangan dalam memandang dunia. Paradigma Aristotelian melihat alam
semesta ini terbagi menjadi dua dunia dunia yang berlainan, dunia super-lunar (yang abadi
dan tidak berubah-ubah) dan dunia sub-lunar (yang bisa musnah dan berubah-ubah).
Paradigma yang muncul berikutnya melihat alam semesta terbuat dari bahan-bahan material
yang sama. Kuhn beragumentasi bahwa, para penyususn paradigma baru (paradigma rival)
hidup di dalam dunia yang berlainan.
Oleh karena itu, dalam diskusi dan adu argumen antara pendukung paradigmayang bersaing
tersebut adalah untuk mencoba meyakinkan dan bukan memaksakan paradigma. Sebab tidak
ada argumen logis yang murni yang dapat mendemontrasikan superioritas satu paradigma
atas lainnya, yang karenanya dapat memaksa seorang ilmuan yang rasional untuk melakukan
perpindahan paradigma.
Peristiwa perubahan kesetiaan para ilmuan ondividual dari satu paradigma ke paradigma lain
disamakan oleh Kuhn dengan “Gestalt Switch” (perpindahan secara keseluruhan atau tidak
sama sekali). Juga disamakan dengan “religious conversion” (pertukaran agama).
Proses peralihan komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru yang berlawanan
inilah yang dimaksud oleh Kuhn sebagai revolusi science. Oleh karena itu, menurut Kuhn,
perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif dan evolusioner tetapi, secara revolusioner,
yakni membuang paradigma lama dan mengambil paradigma baru yang berlawanan dan
bertentangan. Paradigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih memberikan janji atas
kemampuannya memecahkan masalah untuk masa depan.
Melalui revolusi science inilah menurut Kuhn perkembangan ilmu akan terjadi. Dengan
paradigma baru para pengikutnya mulai melihat subjek maler dari sudut pandang yang baru
dan berbeda dengan yang semula, dan teknik metodologinya lebih unggul dibanding
paradigma klasik dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan paradigma baru
inilah tradisi ektra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang
mendukungnya dan sampai pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma
klasik tentang keberadaan paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul
dalam mengatasi science di masa depan.
Menurut Kuhn, tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan
(anomali), sebagai konsekwensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak
keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut.
Sebagaimana telah disinggung dalam uraian terdahulu, revolusi sains muncul karena adanya
anomali dalam riset ilmiah yang dirasakan semakin parah, dan munculnya krisis yang tidak
dapat diselesaikan oleh paradigma yang dijadikan referensi riset.
Adanya revolusi sains bukan merupakan hal yang berjalan dengan mulus tanpa hambatan.
Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima
paradigma baru. Dan ini menimbulkan masalah sendiri yang memerlukan pemilihan dan
legitimasi paradigma yang lebih definitif.
Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan
masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkapkan bagaimana revolusi sains itu
dipengaruhi, kita tidak hanya harus meneliti dampak sifat dan dampak logika, tetapi juga
teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang sangat
khusus yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan paradigma
sebagai akibat dari revolusi sains, hanyalah sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh
retorika di kalangan akademisi dan atau masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma
baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud.
Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan berbeda dengan ketika
menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk melihat tempat-tempat yang
pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah
lain di mana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang
berbeda dan juga berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dikenal.
Kalaupun ada ilmuwan yang tidak mau menerima paradigma baru sebagai landasan risetnya,
dan ia tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak mendapat
dukungan lagi dari mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas-aktivitas risetnya hanya
merupakan tautologi, yang tidak berguna sama sekali.
Konsep Kuhn tentang science progres yang terdapat dalam bukunya “The Structure Of
Scientific Revolution yang berpusat pada paradigma, telah mendobrak adanya citra suatu
pencapaian ilmiah yang absolut, atau suatu yang mempunyai kebenaran seakan-akan
suigeneris dan objektif. Kuhn menyatakan bahwa, pengetahuan tidak terlepas dari ruang dan
waktu.
Konsep dan pandangan Kuhn tentang science progres tersebut memungkinkan terjadinya
perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dengan revolusi besar menuju ke arah yang
makin mendekati kesempurnaan dan lebih sesuai dengan kondisi sejarah dan zaman.
Dengan konsep paradigmanya yang fleksibel dan tidak ketat di satu sisi, mampu mendukung
adanya tradisi-tradisi ilmiah dan melepaskan adanya ketergantungan observasi pada teori. Di
sisi lain, sifat paradigma yang tidak sempurna dan tidak terbebas dari anomali-anomali,
mampu mendorong terjadinya suatu revolusi science dan mencapai kemajuan ilmu
pengetahuan yang pesat.
Setiap paradigma yang muncul adalah diperuntukkan mengatasi dan menjawab teka-teki atau
permasalahan yang dihadapi pada zaman tertentu. Jika mengikuti pendapat Kuhn, bahwa
ilmu pengetahuan itu terikat oleh ruang dan waktu, maka sudah jelas bahwa suatu paradigma
hanya cocok dan sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentusaja. Sehingga
apabila dihadapkan pada permasalahan berbeda dan pada kondisi yang berlainan, maka
perpindahan dari satu paradigma ke paradigma yang baru yang lebih sesuai adalah suatu
keharusan.
Sebagaimana dalam ilmu-ilmu sosial yang berparadigma ganda, usaha-usaha dalam
menemukan paradigma yang lebih mampu menjawab permasalahan yang ada sesuai
perkembangan zaman terus dilakukan. Perpaduan antara paradigma fakta sosial, paradigma
perilaku sosial, dan paradigma definisi sosial yang masing-masing mempunyai perbedaan dan
berlawanan diformulasikan dalam suatu paradigma yang utuh yang dapat memecahkan
permasalahan yang lebih kompleks seiring dengan perkembangan zaman.
Dari hal tersebut mencerminkan adanya suatu kemajuan dalam bidang tertentu jika terjadi
revolusi-revolusi yang ditandai adanya perpindahan dari paradigma klasik ke paradigma baru.
Berpijak pada hal tersebut dan pola yang dikembangkan Kuhn maka sudah menjadi
keniscayaan untuk menemukan paradigma baru dalam menjawab permasalahan dan
tantangan zaman. Paradigma yang telah dibuat pijakan oleh para ulama terdahulu yang
muncul sesuai dengan varian kondisi ruang dan waktunya serta kecenderungan
profesionalnya perlu dipertanyakan dengan melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi pada
saat terakhir ini.
Sebagai contoh, pemikir muslim Hasan Hanafi dengan konsep kiri Islamnya, telah mencoba
menawarkan paradigma baru dalam ajaran pokok Islam, yakni Tauhid. Konsep atau ajaran
Tauhid yang hanya dipandang dan dilekatkan pada ke-Esaan Tuhan perlu dirubah dan
diperluas sebagai suatu konsep ketauhidanmakhlukNya sehingga akan terbentuk pola
kehidupan umat yang seimbang antara ritual dan sosial, lahir dan batin, dunia dan akherat.
Sehingga umat dapat melaksanakan tugas dan fungsinya di dunia dengan baik. Dan masih
banyak lagi bidang-bidang yangperlu adanya pengembangan paradigma baru.
Tidak terlepas dari pengaruh revolusi terhadap pemikiran Islam, maka dalam pelaksanaan
pendidikan agamapun akan berubah sebagaimana perubahan dalam paradigma pemikiran
Islam.
Dari segi Materi jelas akan mengikuti perubahan pemikiran Islam tersebut. Dan dari segi teori
belajar, akan memiliki perubahan yang signifikan. Istilah paradigma identik dengan “skema”
dalam teori belajar. Skema adalah suatu struktur mental atau kognisi yang dengannya
seseorang secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema ini akan
beradaptasi dan berubah seiring perkembangan mental anak.
Perubahan skema ini bisa mengambil bentuk asimilasi atau akomodasi. Asimilasi merupakan
proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya.
F. Kajian Pustaka
Idris, Zilhardi. Manusia Ber “Ilmu” Yang Cinta Kearifan Sebuah Kajian Filsafat.
http://eprints.ums.ac.id/86/1/suhuf_manusia_berilmu.doc
Kuhn, Thomas S. The Structure Of Scientific Revolution: Peran Paradigma Dalam Revolusi
Sains. Bandung: Rosda. 2002.
Najib, Aan. Paradigma dan Revolusi Sains: Telaah atas Konsep Pemikiran Thomas Samuel
Kuhn dan Implikasinya dalam Wacana Pendidikan. http://us.geocities.com/rofiq-unique/j-
34.html
Syah, Rangga Ramdan. Revolusi Ilmu Thomas Kuhn.
http://slendangwetan29.blogspot.com/2008/02/revolusi-ilmu-thomas-khun.html
TUGAS AKHIR SEMESTER
Pemanfaatan teknologi sebagai media pendidikan/pengajaran bukanlah hal yang baru. Pada
era kejayaan radio kita bisa belajar bahasa Inggris dengan mendengarkan BBC London.
Ketika televisi marak kita pernah menjumpai adanya saluran pendidikan di Televisi Edukasi
yang diproduksi oleh Pustekkom. Bahkan inovasi untuk konten penyampaian pengajaran
melalui televisi terus ditingkatkan. Contoh siaran interaktif pendidikan merupakan inovasi
cara penyampaian pengajaran kepada siswa dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi yang
terbukti efektif. Saat ini dengan perkembangan teknologi informasi maka para praktisi
pendidikan juga memanfaatkan teknologi tersebut untuk media pengajaran.
Dalam konteks pembelajaran bahasa, TIK berperan sebagai “jembatan” dan memungkinkan
proses pembelajaran, atau bahkan komunikasi langsung antara siswa dan guru walaupun
mereka tidak berada pada suatu ruangan atau tempat yang sama. Fitzpark dan Davies (2002)
menguraikan tujuh cara menggunakan TIK dalam pembelajaran bahasa dalam Hartoyo
(2012), yaitu :
B. Tujuan
4. Mempraktikan sesuai profesi yang sebenarnya, dalam hal ini menjadi reporter.
Ahmad et al, (1985), mengemukakan bahwa: Komputer dapat berkomunikasi dengan siswa
secara visual dengan menampilkan tekks, grafis (diagram, grafis, gambar garis) atau
pencitraan video pada layar; komputer dapat pula menyuguhkan suara dalam bentuk pidato,
musik,atau keluaran audio lainnya.
Akibat kemajuan teknologi pendidikan saat ini sudah memasuki tahapan revolusi ke 5.
Menurut Ashby (1972) seperti dikutip oleh Miarso (2004), yaitu Revolusi pertama terjadi
ketika orang menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang guru. Revolusi kedua terjadi
ketika digunakannya tulisan untuk keperluan pembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring
dengan ditemukannya mesin cetak sehingga materi pembelajaran dapat disajikan melalui
media cetak. Revolusi keempat terjadi ketika digunakannya perangkat elektronik seperti radio
dan televisi untuk pemerataan dan perluasan pendidikan. Revolusi kelima, seperti saat ini,
dengan dimanfaatkannya teknologi komunikasi dan informasi mutakhir,khususnya komputer
dan internet untuk pendidikan. Revolusi ini memberi dampak terhadap beberapa
kecenderungan pendidikan masa depan.
Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) secara umum diartikan sebagai teknologi yang
memiliki fungsi penunjang proses penyampaian informasi dan komunikasi. Sejalan dengan
berkembangnya teknologi, TIK dengan dukungan sistem dan jaringan (network) komputer
memungkinkan manusia untuk berkomunikasi dengan melihat fisik maupun mendengar suara
secara langsung meskipun pihak-pihak yang berkomunikasi berada ditempat yang berbeda.
Merujuk pada pendapat-pendapat tersebut maka dapat kita terapkan penggunaan TIK dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam
melaporkan secara lisan berbagai peristiwa ( Menjadi Reporter).
Kemampuan melaporkan secara lisan berbagai peristiwa dengan kalimat yang jelas adalah
salah satu kompetensi dasar yang dapat dikembangkan melalui metode Reporting dan
Presenting. Metode ini sangat efektif untuk membuat siswa aktif, kreatif, bahkan aktraktif
dalam melaporkan peristiwa. Dalam pembelajaran ini guru memanfaatkan perangkat TIK.
Guru terlebih dahulu merekam gambar kejadian/peristiwa seperti:
bencana longsor
banjir
atau meng-capture film peristiwa gempa bumi di TV untuk dijadikan sebagai sumber belajar.
1. Gambar atau film peristiwa itu ditayangkan dengan LCD di depan kelas.
2. Dalam proses belajar, beberapa siswa diminta untuk bertindak sebagai reporter televisi
untuk melaporkan peristiwa yang ditayangkan tersebut.
3. Selanjutnya siswa ditugasi untuk membuat rekaman ketika mereka bertindak sebagai
reporter televise untuk melaporkan peristiwa.
4. Pertemuan berikutnya, siswa menampilkan hasil rekamannya secara bergiliran, siswa lain
menanggapi penampilan temannya.
5. Saat mereka tampil sebagai reporter atau presenter, guru dapat mengukur keterampilan
berbicara dan kemampuan siswa menyusun kalimat lisan.
Simpulan:
Kemampuan melaporkan secara lisan berbagai peristiwa dengan kalimat yang jelas adalah
salah satu kompetensi dasar yang dapat dikembangkan melalui metode Reporting dan
Presenting dengan memanfaatan TIK (Teknologi Informatika dan Komunikasi) secara
maksimal. Metode ini sangat efektif untuk membuat siswa aktif, kreatif, bahkan aktraktif
dalam melaporkan peristiwa
Rekomendasi
Kegiatan ini sudah dicoba dan dipraktikkan di kelas yang saya ajar, hasilnya luar biasa, siswa
lebih aktif, kreatif dalam hal ide-ide yang ingin mereka sampaikan, dan sangat atraktif.
Main,Sufanti. 2010. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: Yuma
Pustaka
PETUNJUK:
Jawablah Beberapa Pertanyaan Di Bawah ini dengan Tepat, Jelas, dan Benar.
Soal-Soal:
1. Teknologi Pendidikan (TP) di landasi oleh falsafah dan teori. Coba anda jelaskan bila anda
memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?, epistimology (bagaimana)?, dan
aksiologi (untuk apa)? (Skor maksimal 15)
2. Anda juga telah mengetahui 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan prediksi
anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran Teknologi Pendidikan dalam
memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di
Indonesia? (Skor maksimal 20)
3. Ada beberapa kawasan Teknologi Pendidikan dan keterhubungannya antara masing-masing
kawasan, Coba anda pilih salah satu kawasan, bagaimana penerapannya dalam membelajarkan
peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT)? (Skor maksimal 20)
4. Dalam Teknologi Pendidikan/Teknologi Pembelajaran menurut Saettler yang mengacu pada
pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktivitas diri, (2) minat/motivasi, (3)
kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Bagaimana pendapat anda tentang
penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran bagi peserta didik?
(Skor maksimal 25)
5. Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus
tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar pembelajaran
berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor maksimal 15)
Catatan:
Ujian Take home, diketik dan dijilid dengan rapi.
Masing-masing soal dibahas dengan melibatkan referensi (buku rujukan)
Bila terdapat copy paste antar teman akan dikembalikan dan diberi ujian ulang.
Jawaban dikumpulkan tanggal 22 Februari 2011. Bagi yang terlambat akan kena sanksi pengurangan
nilai 10%.
1. Teknologi Pendidikan (TP) di landasi oleh falsafah dan teori. Coba anda jelaskan bila anda
memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?, epistimology (bagaimana)?, dan
aksiologi (untuk apa) ?
Pendahuluan
Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan
manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan Negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa,
diilhami dan berpedoman ajaran-ajaran filsafat bangsa itu. Dengan demikian kehidupan social,
politik, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral
bersum beratas ajaran filsafat.
Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya, maka untuk
kelangsungan eksistensi tersebut harus melalui pendidikan. Dalam kepentingan ini pendidikan dapat
diartikan sebagai:
1. Pendidikan sebagai Aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan
membina potensi-potensi pribadinya, yaitu cipta, rasa, karsa, dan budi nurani, serta pertumbuhan
dan perkembangan jasmaniahnya.
2. Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan)
pendidikan, isi pendidikan, system dan organisasi pendidikan.
3. Pendidikan merupakan pula hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan
usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam arti ini merupakan
tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.
1. Merumuskan secara tegas sifat dan hakekat pendidikan (the nature of education).
2. Merumuskan sifat dan hakekat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan (the nature of
man).
3. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan (science of
education).
4. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara, filsafat pendidikan dan politik pendidikan (system
pendidikan).
5. Merumuskan system nilai dan norma, atau isi moral pendidikan (tujuan).
Ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi kemajuan manusia, telah
melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan pendidikan. Maka
peranan filsafat dalam pendidikan merupakan landasan pendidikan dilaksanakan.
Dari uraian di atas jelas bahwa latar belakang ide-ide filsafat menentukan pendidikan, sebab tujuan
pendidikan bersumber pada filsafat atau ajaran filsafat. Seperti yang dikemukakan Prof. Broudy
(1961: 14) dalam bukunya, Building a Philisophy of Education, adalah:
“ In this book the philosophy of education is regarded as the systematic discussion of educational
problems on a philosophical level, i.c., the probing into an educational question until it is reduced to
an issue in metaphysics, episthemology, ethics, logic, or aesthetics, or to combination of these”.
Mengapa masalah-masalah pendidikan yang merupakan bagian daripada kehidupan obyektif
manusia, sebagai persoalan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan
demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari
kehidupan yang realistis.
Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis itu dipandang
sebagai pikiran-pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak bertolak atas kenyataan sosio-
kultural dan kebutuhan manusia. Pada hal, pikiran filosofis adalah pikiran murni yang berusaha
mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran. Caranya dapat melalui induksi, deduksi,
analisa rasional atas factor-faktor, perenungan atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas observasi,
atau juga melalui intuisi. Semua ide, konsepsi, analisa, dan kesimpulan-kesimpulan filsafat dalam
pendidikan adalah berfungsi teori; dan dari teori ini dipakai dasar praktek (pelaksanaan) pendidikan.
Maka filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktik pendidikan.
Dengan mengunakan pandangan Jonh Dewey (1946) sebagai dasar bahwa filsafat adalah teori umum
dari pendidikan dan adanya hubungan hakiki timbal-balik antara filsafat dan pendidikan, maka
berdirilah filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu. Cabang ini sebagai suatu system menjawab dan
memecahkan persoalan-persoalan pendidikan, termasuk di dalamnya teknologi pendidikan yang
bersifat filosofis dan memerlukan jawab secara filosofis pula.
Filsafat pendidikan sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari obyeknya dari sudut
hakekat, berhadapan dengan problem utama yaitu:
1. Realita, ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran.
Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan, bahwa pengetahuan yang
dimiliki ini telah nyata. Realita atau kenyataan ini dipelajari oleh fisika dan metafisika, dalam system
filsafat disebut ontology yaitu the study of the principles of reality.
2. Pengetahuan, yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan,
cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis-jenis pengetahuan.
Pengetahuan dipelajari oleh epistemology, yaitu the study of the principles of knowledge.
3. Nilai, yang dipelajari oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. pertanyaan-pertanyaan yang
dicari jawabannya antara lain, seperti nilai-nilai bagaimanakah yang dikehendaki oleh manusia dan
yang dapat digunakan sebagai dasar hidup, maka pembicaraan aksiologi adalah the study of the
principles of value.
Sistem pemikiran filsafat di atas mengantarkan dalam pembahasan Teknologi Pendidikan tidak
hanya berpandangan yang bersifat positivistik, tetapi juga memerlukan paradigma pascapositivistik.
Berarti landasan filosofis sangat diperlukan dan menjadi penting dalam menjelaskan secara teori dan
paktik masalah-masalah teknologi pendidikan (Anglin, ed., 1991).
Landasan berfikir dalam bidang teknologi pendidikan (education technologi) atau teknologi
pembelajaran (instructional technologi) yang menjadikan bidang garapan baru menjadi bidang ilmu
atau menjadi disiplin ilmu yang baru adalah rangkaian dalil yang dijadikan sebagai pembenar. Dasar
falsafi dasar keilmuan tersebut ada 3 jenis yaitu : ontology, epistemology dan aksiologi.
Ketiga hal di atas dapat dicapai melalui pendekatan yang memenuhi 4 persyaratan: pendekatan
isometric, pendekatan sistematik, pendekatan sinergistik dan pendekatan sistemik. Dengan
demikian diharapkan falsafah teknologi pendidikan bertujuan agar setiap orang dapat memperoleh
kesempatan belajar, baik sendiri maupun secara organisasi, dan optimal melalui pendekatan yang
ada di atas sehingga sumber belajar dapat dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi efesien,
efektif dan selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan, ke arah terbentuknya
masyarakat belajar.
Keadaan tersebut menjadi hal yang penting dalam penggarapan bidang teknologi pendidikan yang
telah mengalami perubahan pengertian menjadi teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang ilmu
melalui penelitian dan pengembangan teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran.
Menurut Creswell, Denzin & Lincoln Miaso: di katakan bahwa ada 2 pembagian penelitian dalam
teknologi pendidikan yaitu positivistik dan pascapostivistik atau fenomenologik. Pendekatan
positivistic dilakukan dalam pendekatan ilmu-ilmu eksakta dengan menggunakan pola statistic, yang
didalamnya terdapat variable yang dikontrol, pengacakan sample, pengujian validitas dan
realiabelitas instrument, dan ditujukan pada genaralisasi sample ke dalam populasi. Sedangkan
pendekatan atau penelitian pascapositivistik/fenomenologi berakar pada penelitian social seperti
bidang etnografi, studi kasus, studi naturalistic, sejarah, biografi, dan teori membumi (grounded
theory) dan studi deskriptif. (Miarso, 2007:209)
Pertanyaan :
Coba anda jelaskan bila anda memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?,
epistimology (bagaimana)?, dan aksiologi (untuk apa)?
Jawab :
Landasan Falsafah dan Teori Teknologi Pendidikan
A. Ontologi (Apa)
Obyek filsafat ialah segala sesuatu, meliputi kesemestaan. Scope filsafat yang amat luas dan tak
terbatas obyeknya itu, perlu adanya pembidangan untuk intensifikasi penyelidikan. Pembidangan
atau sistematika filsafat yang pertama adalah Ontologi.
Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Metafisika ini disebut juga sebagai prote-
filosifia atau filsafat pertama. Sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti
hakekat sesuatu. Manusia dalam antar aksinya dengan semesta raya, melahirkan pertanyaan-
pertanyaan filosofis. Apakah sesungguhnya hakekat realita yang ada ini. Apakah realita yang
menampak ini suatu realita materi saja. Ataukah ada sesuatu di balik realita itu, suatu “rahasia”
alam. Apakah wujud semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan. Ataukah hakekat semesta ini
adalah perubahan semata-mata. Apakah realita ini terbentuk atas satu unsure (monisme); atau dua
unsur (dualisme). Ataukah lebih dari dua unsur, yakni serba banyak (pluralisme).
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan metafisis atau ontologism. Sesuatu realita sebagai
suatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu “tubuh”, satu eksistensi. Sesuatu itu mendukung
satu perwujudan, yakni keseluruhan sifatnya; dan yang utama dari perwujudan itu adalah
eksistensinya. Wujud atau adanya sesuatu adalah primer, sedang sifat-sifat yang lain adalah
sekunder. Berarti eksistensi suatu realita adalah fundamental, sedang sifat-sifat yang lain adalah
sesuatu yang accidental, atau suatu atribut saja. Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat
ada (existence and being) (Brameld, 1955: 28).
Pandangan ontology ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan. Sebab,
siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk
mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian
pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia
lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan
obyek pengalaman.
Melalui realita (ontologi), peserta didik secara sistematis dibina potensi berpikir kritis untuk
mengerti kebenaran.Implikasi pandangan ontology di dalam pendidikan ialah bahwa dunia
pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isisnya
dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari; melainkan sebagai suatu yang tak terbatas, realitas fisik,
spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah (dinamis) (Runes, 1963: 219-230).
Dari perspektif ontologi diatas maka muncul masalah baru dalam Teknologi Pembelajaran (Yusuf
hadi Miarso : 2004) yaitu:
a. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku, prodoser media dan
sebagainya) pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media), media (buku, program
televisi, radio, dan sebagainya), alat (jaringan televisi, radio), cara-cara tertentu dalam
mengolah/menyajikan pesan, serta lingkungan dimana proses pendidikan itu berlangsung
b. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik seccara konseptual maupun secara
faktual.
c. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk belajar itu agar dapat
digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.
Ketiga poin diatas itulah yang merupakan ruang lingkup wujud obyek penelaahan (ontology)
Teknologi Pembelajaran. Suatu obyek yang bukan merupakan lingkup bidang pengetahuan lain.
B. Epistemologi (Bagaimana)
Sedemikian luas dan jauh, dunia pendidikan dianggap sebagai proses penyerahan kebudayaan pada
umumnya, khususnya ilmu pengetahuan. Timbul pertanyaan, apakah sesungguhnya ilmu itu, dari
mana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya dan sebagainya. Persoalan ini secara mendalam
dibahas oleh epistemology. Epistemologi ialah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses,
syarat, batas, validitas, dan hakekat pengetahuan.
Dalam sebuah analisa mengenai filsafat, ilmu dan filsafat pendidikan dalam bukunya yang berjudul:
Introduction to Philosophy of Education, Stella Van Petten Henderson (1964) mengemukakan,
bahwa filsafat selalu berusaha untuk memahami segala sesuatu yang timbul dalam spectrum
pengalaman manusia, dan berusaha untuk memperoleh pandangan yang luas (kompprehensif)
mengenai alam, dan mampu memberikan penerangan yang universal mengenai hakekat benda-
benda (segala sesuiatu).
Pandangan epistemology tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan
pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-prasarana
yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara menentukan hasil pendidikan.
Berdasarkan pandangan tersebut diperlukan prisip tertentu apakah dianggap baik atau tidak isi dari
pengetahuan tersebut, maka epistemology memerlukan pandanghan aksiologi. Aksiologi (axiology),
suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Brameld (1955) membedakan tiga bagian, yaitu:
1. Moral conduct, tidak moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika.
2. Esthetic expression, ekspresi keindahan, yang melahirkan estetika.
3. Socio-political life, kehidupan sosio-politik; bidang ini melahirkan filsafat sosio-politik.
Nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan di dalamnya teknologi pendidikan ialah “to examine
and integrate these values as they enter into the lives of people through the chanels of the schools
(Brameld, 1955: 33). (Pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam
kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak.
KESIMPULAN
1. Ontologi merupakan azas dalam menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek
penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut, dimana menjelaskan
bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya itu apa
2. Estimologi merupakan azas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun
menjadi suatu tubuh pengetahuan, dimana dibutuhkan suatu pendekatan yang digunakan dalam
suatu ilmu. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut
diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode
induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
3. Aksiologi merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun
dalam tubuh pengetahuan dengan menelaah tentang nilai guna, baik secara umum maupun secara
khusus, baik secara kasad mata maupun secara abstrak. Aksiologi harus membatasi kenetralan tanpa
batas terhadap ilmu pengetahuan, dalam arti bahwa kenetralan ilmu pengetahuan hanya sebatas
metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan pada nilai-nilai moral
atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika.
2. Anda juga telah mengetahui 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan prediksi
anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran Teknologi Pendidikan dalam
memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di
Indonesia? (Skor maksimal 20)
Pendahuluan
Teknologi merupakan merupakan bagian integral dalam setiap budaya. Makin maju suatu budaya,
makin banyak dan makin canggih teknologi yang digunakan. Meskipun demikian masih banyak di
antara kita yang tidak menyadari akan hal itu. Sebenarnya 25 tahun yang lalu Menteri Pendidikan
Daoed Joesoef telah menyatakan bahwa “Teknologi diterapkan di semua bidang kehidupan, di
antaranya bidang pendidikan. Teknologi pendidikan ini karenanya beroperasi dalam seluruh bidang
pendidikan secara integratif, yaitu secara rasional berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang
penididikan”. Pernyataan kebijakan itu merupakan penegasan dari penetapan kebijakan
sebelumnya, termasuk yang tertuang dalam PELITA I s/d III.
Apa yang telah merupakan pernyataan kebijakan, masih dipersoalkan sampai saat ini. Mungkin
dengan dalih bahwa pernyataan Menteri yang terdahulu, tidak lagi berlaku sekarang. Di kalangan
akademik masih ada yang mempertanyakan apa sebenarnya teknologi pendidikan itu, karena di
Amerika Serikat saja yang ada adalah istilah Instructional Design, Development and Evaluation (IDDE
di Syracuse University, Instructional System Technology (IST di Indiana University), bahkan organisasi
profesi yang ada adalah AECT (Association for Educational and Communications and Technology).
Mereka yang tidak tajam kemampuan analisisnya, sifat teknologi pendidikan yang integratif seperti
dinyatakan oleh Daoed Joesoef, tidak mengetahui apa dan bagaimana wujut unsur teknologi
pendidikan yang telah terintegrasi tersebut. Mereka yang hanya mampu melihat hasil akhir suatu
produk atau sistem, misalnya media pembelajaran, tidak akan dapat mengetahui apa saja unsur
yang membentuk produk tersebut, dan bagaimana produk itu dihasilkan serta bagaimana produk
tersebut berfungsi dalam sistem.
Menghadapi masih adanya sikap acuh tersebut, para teknolog pendidikan baik praktisi maupun
akademisi yang mempunyai komitmen profesi harus berpikir dan bertindak proaktif untuk
menanggapi sikap tersebut, dengan membuktikan dan mengembangkan teknologi pendidikan
sehingga manfaatnya dapat dirasakan atau setidak-tidaknya diketahui oleh masyarakat luas.
Dalam bahasan ini diungkap secara singkat wujud sumbangan Teknologi Pendidikan sebagai disiplin
keilmuan, sebagi profesi, dan sebagai bidang garapan, serta kontribusinya dalam pembangunan
pendidikan.
Pertanyaan :
Menurut persepsi dan prediksi anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran
TP dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di
Indonesia?
Jawab :
Terlebih dahulu perlu diberikan batasan umum tentang pengertian teknologi, semua teknologi
termasuk teknologi pendidikan, yaitu :
a. proses yang meningkatkan nilai tambah;
b. produk yang digunakan dan/atau dihasilkan untuk memudahkan dan mening-katkan kinerja;
c. struktur atau sistem dimana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Teknologi memasak misalnya, adalah proses untuk mengolah bahan mentah (sayuran, tahu, tempe,
daging, garam, bumbu dsb.) dengan menggunakan produk berupa pisau, wajan, panci, kompor dsb.
untuk menghasilkan produk berupa makanan, dan makanan itu sendiri merupakan komponen dari
sistem kelangsungan hidup berupa gizi atau nutrisi, yang perlu dilengkapi dengan komponen lain
seperti minum, olahraga, istirahat dsb.
Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri sendiri.
Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan
pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi : ontologi atau rumusan tentang obyek
formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh bidang
telaah lain; epistemologi yaitu usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh kebenaran dalam
pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari pokok
telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan
atau estetika. (Miarso,2004)
Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat diartikan
sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan berkembang
dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang disebabkan karena pemikiran dan pengalaman.
Belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, apa saja, dari apa atau siapa saja, dan dengan cara
bagaimana saja.
Mereka yang berprofesi atau bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya disebut
Teknolog Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang
utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan dikembangkan dan
digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pebelajar
(learners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu senantiasa berubah, maka para
Teknolog Pendidikan harus senantiasa mengikuti perkembangan atau perubahan itu, dan oleh
karena itu ia dtuntut untuk selalu mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan
tuntutan zaman, termasuk selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Profesi ini bukan profesi yang netral dan bebas nilai. Ia merupakan profesi yang memihak kepada
kepentingan pemelajar (learners) agar mereka memperoleh kesempatan untuk belajar agar potensi
dirinya dapat berkembang semaksimal mungkin. Profesi ini juga tidak bebas nilai karena masih
banyak pertimbangan lain seperti sosial, budaya, ekonomi dan rekayasa yang mempengaruhi,
sehingga tindakannya harus selaras dengan situasi dan kondisi serta berwawasan ke masa depan.
Dari kompetensi tersebut dan dilakukan sesuai dengan tuntutan mutu, kemampuan tenaga dan
ketersediaan sarana & prasarana. Untuk itu setiap penyelenggara program studi teknologi
pendidikan perlu melakukan analisis SWOT, dan ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan yang
diperlukan, seperti penataran tenaga, pemutakhiran pengetahuan dan teknologi, pengadaan
pustaka dan laboratorium dan lain-lain. Keculai landasan konseptual dan legal, kurikulum setiap
program studi perlu dikembangkan atau diperbaharui sesuai dengan dinamika pembangunan,
meliputi perkembangan kebijakan dan IPTEK termasuk perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi.
Program pendidikan keahlian itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga dalam rangka
inovasi pendidikan yaitu dikembangkan dan digunakannya konsep “resource-based learning” (bukan
“teacher-based instruction”).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka rumusan visi, misi dan tujuan itu harus didasarkan pada
konsep dasar dan filosofi teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian, serta dengan kemajuan
IPTEK dan kebutuhan pembangunan.
Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena adanya
kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar, dimana belajar lebih efektif, lebih efisien,
lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan sebagainya. Untuk itu ada usaha dan produk yang sengaja
dibuat dan ada yang ditemukan dan dimanfaatkan. Namun perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi yang sangat pesat akhir-akhir ini dan menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula
tidak terbayangkan, telah membalik cara berpikir kita dengan “bagaimana mengambil manfaat
teknologi tersebut untuk mengatasi masalah belajar”.
Berdasarkan uraian terdahulu tentang obyek formal teknologi pendidikan dan profesi teknolog
pendidikan, dapat disimpulkan bahwa bidang garapan atau disebut pula praktek teknologi
pendidikan meliputi segala sesuatu dimana ada masalah belajar yang perlu dipecahkan. Masalah
belajar itu ada pada diri pribadi, pada keluarga, pada lingkungan masyarakat, pada lingkungan
tempat ibadah, lingkungan lembaga pendidikan formal, lingkungan tempat kerja, dan pada lembaga
media (surat kabar, radio, televisi, telematika dan sebagainya).
Bertolak dari sejarah perkembangan garapan teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14)
berpendapat bahwa awal mula penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada sekitar abad
600 SM. Mereka merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan ilmunya kepada para
peserta-didik dengan berbagai cara, seperti misalnya dengan cara dialektik, dialogik, ceramah, dan
penggunaan bahasa tubuh (body language) seperti gerakan wajah, gerakan tangan dsb., dengan
maksud agar menarik perhatian dan agar ilmunya dapat ditransfer dengan baik.
Ashby (1972,h 9-10) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan telah berlangsung empat revolusi,
yaitu
a. Revolusi Pertama: dimana diserahkannya pendidikan anak dari orang tua atau keluarga kepada
guru;
b. Revolusi Kedua, dimana seorang guru yang diserahi tanggung jawab untuk mendidik dan
melakukannya secara verbal dan unjuk kerja;
c. Revolusi Ketiga, yaitu dengan ditemukannya mesin cetak sehingga bahan pelajaran dapat
diperbanyak dan digunakan lebih luas; dan
d. Revolusi Keempat, dengan berkembangnya secara pesat teknologi elektronik, terutama media
komunikasi.
Menurut persepsi dan prediksi saya, sangat mungkin munculnya revolusi kelima , yaitu revolusi yang
berkaitan dengan Internet Teknologi / Dunia Maya. Internet adalah salah satu kebutuhan penting
dalam dunia pendidikan saat ini. Internet dapat menggantikan posisi guru, dapat sebagai sumber
belajar dan lain – lain unsur dalam pendidikan. Bahkan Internet memiliki kelebihan yaitu tak terbatas
jarak dan waktu.
KESIMPULAN
a. Revolusi dalam dunia pendidikan akan terus berjalan seiring dengan perkembangan jaman,
teknologi dan tuntutan hidup manusia.
b. Sangat mungkin akan terjadi revolusi ke- 5 , ke-6 dan seterusnya dalam dunia pendidikan.
Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan
dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Di bawah ini
dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap
perkembangan Teknologi Pembelajaran.
Kawasan Desain
Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan
untuk menciptakan strategi dan produk. Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi
pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang teori pembelajaran
berprogram (programmed instructions). Selanjutnya, pada tahun 1969 dari pemikiran Herbert Simon
yang membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu kajian tentang desain. Pendirian
pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and
Development Center” pada tahun 1960 semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun
waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning Resource and
Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari
Teknologi Pendidikan.
Aplikasi teori sistem dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran tersebut. Melalui
James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara bertahap mulai
berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi
pembelajaran.
Perhatian terhadap desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal 1970-an.
Kolaborasi Robert Gagne dengan Leslie Briggs telah menggabungkan keahlian psikologi
pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep desain pembelajaran
menjadi semakin hidup.
Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu :
(1) Desain Sistem Pembelajaran
yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi: langkah-langkah:
(a) penganalisaan (proses perumusan apa yang akan dipelajari);
(b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya);
(c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran);
(d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan
(e) penilaian (proses penentuan ketepatan pembelajaran).
Desain Sistem Pembelajaran; Desain Sistem Pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan
interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk
saling mengontrol, semua langkah –langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain Sistem
Pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk
berlandaskan pada proses.
(2) Desain Pesan;
yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara
pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya
tangkap. Fleming dan Levie membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat
memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Desain pesan berkaitan dengan hal-hal
mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Desain harus bersifat
spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-
prinsip desain pesan akan berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah bersifat statis, dinamis
atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas
belajarnya tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan,
strategi belajar atau hafalan.
(3) Strategi Pembelajaran;
yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam
suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen
belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran
sebagai prinsip teknologi pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran
bergantung pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang dikehendaki.
(4) Karakteristik Pembelajar.
yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas
proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara
psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar yaitu berkaitan dengan
dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun kecakapan nyata dan
kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.
Pertanyaan:
Jawab:
Kegiatan Belajar
1. Pemanfaatan dan Pengembangan Program Video
Dengan memaparkan tujuan dari pembelajaran melalui kegiatan belajar ini. Kaset video merupakan
alat bantu mengajar yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran massal, individual, ataupun
kelompok. Manfaat utama penggunaan kaset video adalah untuk memberikan ilustrasi konkret
suatu materi pelajaran. Pemanfaatan medium video terutama efektif untuk menghadirkan suatu
gambaran riil yang dapat membangkitkan emosi siswa untuk tujuan pembelajaran yang bersifat
afektif. Medium ini juga dapat digunakan sebagai bahan ajar utama ataupun bahan ajar pendukung
yang diintegrasikan dengan pengajaran lisan di dalam kelas.
Kegiatan Belajar
2. Pemanfaatan dan Jenis Bahan Ajar Berbantuan Komputer
Pada kegiatan belajar ini diharapkan siswa telah mempelajari mengenai manfaat dan jenis bahan
ajar berbantuan komputer. Bahan ajar berbantuan komputer pada dasarnya dapat bersifat satu arah
dan dua arah, tergantung dari rancangan dan jenis komputer yang digunakan. Bahan ajar
berbantuan komputer seperti CAI dan CBI pada umumnya bersifat satu arah dan dirancang untuk
digunakan pada komputer mandiri. Sedangkan bahan ajar berbantuan komputer dua arah seperti
WBC pada umumnya dirancang untuk digunakan pada komputer yang tersambung ke suatu jaringan
lokal ataupun Internet, sehingga dapat memfasilitasi komunikasi dan interaksi antara siswa dengan
guru/tutor dan antara siswa dengan siswa lainnya. Bahan ajar berbantuan komputer sangat efektif
untuk menghadirkan aktivitas pembelajaran seperti drill, simulasi, dan permainan.
Pandangan Saya :
Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha guru untuk membuat belajar para siswanya.
Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para
siswanya. Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika si belajar secara aktif mengalami sendiri proses
belajar. Seorang guruTidakDapat“mewakili”belajaruntuksiswanya.Seorangsiswabelum dapat
dikatakan telah belajar hanya karena ia sedang berada dalam satu ruangan dengan guru yang sedang
mengajar. Ada satu syarat mutlak yang harus dipenuhi agar terjadi kegiatan belajar. Syarat itu adalah
adanya interaksi antara pebelajar (learner) dengan sumber belajar. Jadi, belajar hanya terjadi jika
dan hanya jika terjadi interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar. Tanpa terpenuhi syarat itu,
mustahil kegiatan belajar akan terjadi.
Untuk menerapkan prinsip tersebut dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran
bagi peserta didik yang pertama kali dilakukan adalah menjelaskan tujuan dari teknologi yang
digunakan tersebut kepada peserta didik serta manfaat dari teknologi tersebut didalam
pembelajaran yang berlangsung. Dengan memberikan aktivitas kepada siswa baik itu secara
berkelompok maupun individual, siswa diharapkan aktif dalam memanfaatkan teknologi yang telah
ada. Sehingga tercipta suatu persaingan antara siswa yang satu dengan yang lain. Guru hadir sebagai
pemandu dan pemegang kontrol jalannya pembelajaran di dalam kelas. Kemudian guru memotivasi
siswa dengan memberikan reward kepada siswa yang memiliki prestasi yang baik dalam
pemanfaatan teknologi tersebut. Guru juga bisa mempersiapkan jalannya pembelajaran di dalam
kelas dengan menugaskan kepada siswa untuk mengaktualisasi diri dengan menggunakan bantuan
teknologi yang ada terhadap topik pembelajaran tertentu dan guru bisa menerapkan kepada siswa
dengan siswa yang memaparkan hasil, menjelaskan, memanfaatkan teknologi yang ada. Dimana
semua proses yang berlangsung kesemuanya hanya untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.
ehingga Dapat Dilakukan Penilaian Serta evaluasi.
5. Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus
tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar pembelajaran
berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor maksimal 15)
Pendapat Saya :
Saya selaku seorang pendidik sependapat dengan statement diatas. Sejauh Pengalaman saya yang
kurang lebih 10 tahun sebagai guru, saya sudah membuktikan sendiri statement diatas. Terutama
Pelajaran Matematika yang saya ajarkan, menuntut perlunya hal tertentu.
Latihan soal adalah hal mutlak yang harus sering dilakukan siswa untuk memahami pelajaran
matematika. Agar siswa terbiasa untuk melakukan latihan soal dengan mandiri, maka saya setiap
akhir pemberian materi pelajaran, saya mewajibkan siswa untuk mencari soal yang berkaitan dengan
materi pelajaran untuk dibahas dan didiskusikan bersama, setiap siswa minimal mencari 3 soal
berbeda dengan mencantumkan sumber buku atau link dari soal tersebut. Setelah kegiatan tersebut
sering dilakukan, maka siswa terbiasa untuk mencari buku referensi sebagai sumber belajar.
REFERENSI
Dewey, John (1946); Democracy and Education, The MacMillan Company, New York.
Broudy, Harry S. (1961); Building a Philosophy of Education,Prentice Hall, Inc. New Jersey.
Inkeles, Alex and David H. Smith (1976); Becoming Modern, Harvard University Press, USA.
Anglin, G.J; ed. (1991); Intructional Technology: Past, Present, and Future, Libraries Unlimited, Inc.,
Colorado.
Runes, Dagobert D. (1963); Dictionary of Philosophy, Little Field Adams & Co, New Jersey.
Henderson, Stella Van Petten (1964); Introduction to Philosophy of Education, The University of
Chicago Press, Chicago.
Dalam Alex Inkeles dan David H. Smith (1976), Becoming Modern, Harvard University Press
Banathy, Bela H. System Design in Education : a journey to create the future. Englewood Cliffs, NJ :
Educational Technology Publications. 1991
Daoed Joesoef Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Rapat Koordinasi
Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 1981
Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Pustekkom bekerjasama dengan
Kencana. 2004
Saettler,Paul. A History of Instructional Technlogy. New York: McGraww-Hill Book Co. 1968
Seels, Babara B. and Rita C. Richey. (1994). Instructional Technology: The Definition and Domains of
the Field. Washington,DC : AECT
Thompson, Merritt M. The History of Education. New York. Barne & Noble, Inc. 1963