Anda di halaman 1dari 120

Delite20's Blog

November 5, 2009

Revolusi Belajar

Filed under: FIK UM — delite20 @ 4:10 pm


Tags: belajar, hakikat revolusi belajar, ICT, internet, komputer, komunikasi, paradigma belajar, peran
guru dalam pembelajaran, perkembangan, perkembangan revolusi belajar, revolusi, sejarah,
teknologi, televisi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Abad 21 merupakan abad informasi dan komunikasi, yang ditandai dengan perkembangan
pesat pada teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi berupa
televisi, telepon, komputer, dan internet mengalami perkembangan yang luar biasa.

Lewat perkembangan teknologi komputer, internet, dan telepon, dunia pun seakan-akan
berada dalam genggaman kita. Informasi yang ada dibelahan bumi lain, secepat kilat akan
sampai dibelahan bumi lainnya lewat short message system (SMS) atau berita di internet.
Tidak ada lagi informasi yang dapat disembunyikan dengan perkembangan pemantauan
satelit yang bisa diakses lewat google earth dan google map.

Sekolah sebagai institusi pencetak generasi yang hidup dimasa mendatang harus mempunyai
keperdulian terhadap perkembangan yang terjadi. Jika tidak, maka anak-anak yang kita didik
akan tertinggal dengan perkembangan zaman. Karena perkembangan informasi dan
komunikasi ini tidak mempunyai toleransi, pilihannya hanya dua, yaitu mampu beradaptasi
dan mengadopsi atau tertinggal ke belakang.

Guru pada abad ini dan abad selanjutnya ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap
perkembangan informasi dan komunikasi. Pembelajaran di kelas dan pengelolaan kelas, pada
abad ini harus disesuaikan dengan standar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
atau yang lebih dikenal dengan ICT (information comunication technology).

Dengan mempelajari perkembangan revolusi dari masa ke masa, diharapkan kita sebagai
calon pengajar nantinya akan dapat memanfaatkan perkembangan teknologi untuk
pendidikan, terutamanya pendidikan jasmani.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah revolusi belajar itu ?

2. Bagaimanakah perkembangan revolusi belajar dari masa ke masa ?


C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui hakikat revolusi belajar.

2.  Untuk mengetahui perkembangan revolusi belajar dari masa ke masa.

BAB II

HAKIKAT REVOLUSI BELAJAR

REVOLUSI

Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan
menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan
yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan
tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya
relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris
yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap ‘cepat’ karena mampu mengubah
sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antara
buruh dan majikan) yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki
suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem lama kepada suatu
sistem yang sama sekali baru.

REVOLUSI BELAJAR

Revolusi belajar adalah perubahan sistem pembelajaran yang berlangsung secara bertahap
dari masa ke masa. Perubahan ini menghendaki adanya pembangunan dari sistem yang lama
ke sistem yang baru (pembaharuan sistem) yang bertujuan untuk memajukan kualitas
pendidikan.

BAB III

PERKEMBANGAN REVOLUSI BELAJAR

SEJARAH

Banyak dasar dari bidang desain pembelajaran yang diletakkan saat Perang Dunia II, saat
militer Amerika Serikat merasakan adanya kebutuhan untuk melatih dengan cepat sejumlah
besar orang untuk melakukan tugas teknis yang rumit dalam bidang kemiliteran. Berdasarkan
penelitian dan teori dari B.F Skinner tentang operant conditioning, program pelatihan
difokusan pada perilaku yang tampak. Tugas-tugas dibagi menjadi bagian-bagian dan setiap
bagian tugas diperlakukan sebagai tujuan belajar terpisah. Pelatihan dirancang untuk
memberikan ganjaran bagi tampilan yang benar dan memberikan remedial bagi tampilan
yang salah. Diasumsikan bahwa semua siswa akan bisa memperoleh penguasaan kemampuan
bila diberi kesempatan untuk melakukan pengulangan yang cukup dan umpan balik yang
memadai. Setelah perang usai, keberhasilan model pelatihan saat perang diulang kembali
dalam pelatihan bisnis dan industri, dalam jumlah yang lebih kecil di ruang kelas primer dan
sekunder.
Di tahun 1955, Benjamin S. Bloom mempublikasikan taksonomi yang ia sebut sebagai tiga
kawasan tujuan belajar: Kognitif (apa yang kita tahu atau pikirkan), Afektif (yang kita
rasakan, atau sikap yang kita miliki), dan Psikomotor (apa yang kita lakukan). Taksonomi ini
masih berpengaruh terhadap desain pembelajaran. Inilah yang lebih sering disebut
Taksonomi Bloom.

Dalam pertengahan kedua di abad ke-20, teori belajar mulai dipengaruhi oleh perkembangan
komputer digital.

Dalam tahun 1970an, banyak pembuat teori mulai mengadopsi pendekatan “pemrosesan
informasi” dalam desain pembelajaran. David Merrill misalnya mengembangkan Component
Display Theory (CDT). Teori tersebut berkonsentrasi pada cara mempresentasikan materi
pembelajaran (teknik presentasi).

Kemudian tahun 1980an sampai 1990an, teori muatan kognitif mulai menemukan dukungan
empiris untuk beragam teknik presentasi.

Dalam perkembangannya sekarang ini mungkin lebih berkembang lagi. Hal ini terlihat dari
adanya software yang bisa memudahkan kita dalam melakukan presentasi, yaitu Microsoft
Power Point.

PERGESERAN PARADIGMA BELAJAR

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh


terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran.

Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran
dalam proses pembelajaran yaitu:

1. Dari pelatihan ke penampilan


2. Dari ruang kelas ke dimana dan kapan saja
3. Dari kertas ke “online” atau jaringan
4. Fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja
5. Dari waktu siklus ke waktu nyata

Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media


komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail,dsb. Interaksi antara guru dan siswa
tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan
menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus
berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam
lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan
menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa
yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan
dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin populer saat ini ialah e-learning yaitu
satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi
khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan
teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang
berlandaskan tiga kriteria, yaitu :
1. E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan,
mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi.
2. Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi
internet yang standar
3. Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma
pembelajaran tradisional

Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan
di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap
kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu
instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan
terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau
kebangsaan.

Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi
dalam berbagai bidang dan pada gilirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan
perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi
revolusi internet di berbagai negara serta penggunaanya dalam berbagai bidang kehidupan.

Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern
dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan
memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara
keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap manusia atau bangsa yang ingin lestari dalam
menghadapi tantangan global perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan
tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan
proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru
dengan siswa, baik di kelas maupu luar kelas.

Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet
yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan
kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka
pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari
keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama.

Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema
“Asia in the New Millenium” yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan
perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik,
agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb. Termasuk di dalamnya pengaruh revolusi
internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang bekenaan dengan dunia
pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul “Rebooting : The Mind Starts
at School”.

Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang
akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti
laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru
berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai “cyber
classroom” atau “ruang kelas maya” sebagai tempat anak-anak melakukan aktifitas
pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut
“interactive learning” atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-
anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktifitas pembelajaran secara interaktif
melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar.
Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan
individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan
pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam
bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan
kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju
berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini,
guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana
dikemukakan di atas.

Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak
sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa :

1. Notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang
berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar dan dilengkapi dengan kamera
digital serta perekam suara.
2. Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode security untuk masuk
rumah, kalkulator, dsb.
3. Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik dan TV.
4. Alat-alat musik.
5. Alat olahraga.
6. Bingkisan untuk makan siang.

Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa
perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar. Meskipun teknologi
informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang
proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak
kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang anak-anak lebih bergairah dengan
internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses
pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang
bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan
informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis
terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang
kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual
seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu
memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan
demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orangtua untuk membimbing anak-anak
belajar di rumah masing-masing.

PERUBAHAN PERAN DAN FUNGSI GURU-SISWA DALAM PEMBELAJARAN

Perkembangan zaman dan teknologi, khususnya dalam pembelajaran telah mengubah peran
guru dan siswa.

Peran guru telah berubah dari :

1)      Sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, ahli materi, dan sumber
segala jawaban, menjadi fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan
dan mitra belajar.
2)      Dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih
banyak memberikan alternatif dan tanggungjawab kepada setiap siswa dalam proses
pembelajaran.

Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu :

1)      Dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses
pembelajaran.

2)      Dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan berbagai


pengetahuan.

3)      Dari pembelajaran sebagai aktifitas individual (soliter) menjadi pembelajaran


berkolaboratif dengan siswa lain.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Untuk dapat mencapai suatu prestasi dengan baik, diperlukan usaha yang sangat luar biasa.
Kita nantinya selaku pelatih ataupun pengajar, hendaknya mampu menerapkan semua ilmu-
ilmu yang berkaitan dengan tujuan peningkatan prestasi, utamanya atlet. Selain
memaksimalkan fisik, kita juga tidak boleh lupa memaksimalkan dari segi mental. Fisik yang
kuat tanpa mental yang sehat adalah percuma, sedangkan mental yang sehat tanpa ditunjang
oleh fisik yang kuat adalah sia-sia. Mungkin makalah ini dapat membantu kita semua dalam
pencapaian suatu prestasi di bidang olahraga.

B. Saran

 MOH IKSAN W UTIARAHMANNIM : 531309012FAKULTAS


TEKNIKJURUSAN TEKNIK INFORMATIKAPROGRAM STUDI MANAJEMEN
INFORMATIKAUNIVERSITAS NEGERI GORONTALOTEMA : Kurangnya dasar
(fondasi) TI sertaKurangnya penelitian danpengembangan di bidang TIJUDUL :
Revolusi Teknologi Informasi danKaitannya Dengan Sumber DayaManusia
 Perkembangan teknologi di bidang perangkat keras komputer
mendukungperkembangan globalisasi informasi tersebut. Dari komputer yang
tadinyamerupakan komputer milik segelintir pemakai dengan kemesteriusannya
(besar, sulitdioperasikan, dalam ruang khusus, perlu operator, dll) menjadi komputer
yangsemakin hari semakin kecil bahkan menjadi komputer pribadi, yang dapat
diletakkanbersama barang lain dengan cara yang nyaman, bahkan bisa
"berbicara"(mengeluarkan suara). Hal ini mengakibatkan komputer semakin
digunakandiberbagai bidang. Bahkan saat ini, hampir semua tawaran lowongan
pekerjaan dibidang apapun di beberapa tingkatan pekerjaan memasyarakatkan
penguasaan akankomputer (computer literate).Perkembangan perangkat keras
selanjutnya membentuk jaringan komputer berkatkemajuan teknologi komunikasi.
Komputer yang tadinya "sendiri-sendiri" menjadikomputer yang dapat berkomunikasi
dengan "teman-temannya" dalam suatu jaringankomputer, mulai jaringan lokal yang
sering disebut dengan local area network atauLAN, dan Wide Area Network atau
WAN. Internet makin mendukungperkembangan tersebut dan rasanya saat ini semua
manusia, asalkan mau memulaimembuka komunikasi akan mempunyai cakrawala
yang luas untuk dapatberkomunikasi dengan siapa saja di segala penjuru dunia sesuai
dengan topik yangdiminati bersama, bahkan untuk saling membagi pengalaman,
problem, dankegembiraan, dsb.Perkembangan teknologi perangkat lunak juga tidak
kalah pesatnya. Perangkatlunak yang tadinya hanya difokuskan untuk memenuhi
kebutuhan fungsional.Berkembang menjadi perangkat lunak yang selain fungsional
juga mudah dannyaman dipakai (friendly). Akibatnya, pengguna perangkat lunak
semkain banyakdan ukuran komplektisitas perangkat lunak juga bertambah.
Perangkat lunak yangsemakin mudah untuk digunakan pemakai, sebenarnya makin
sulit dikembangkan.Perangkat lunak yang hanya dituntut berfungsi secara fungsional
dalam skala kecilcukup dikembangkan oleh pemrogram sekaligus pemakainya.
Perangkat lunak yangbesar dan kompleks harus dikembangkan oleh suatu tim dengan
berbagai keahlianserta metodelogi tertentu.
 Batasan antara perangkat lunak dan perangkat keras menjadi semakin kabur.Misalnya
jaringan komputer, yang tidak mungkin berfungsi tanpa adanya perangkatlunak
jaringan komputer. Karena alasan efisiensi, kepraktisan dan keamanan,perangkat
lunak banyak yang diwujudkan menjadi komponen perangkat keras.Penggunaan
sistem komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yangsemakin berkembang
menunjukkan bahwa kita memang berada pada era informasidan sesuai dengan
hukum "supply and demand", dibutuhkan penyedia jasainformatika sebagai pengelola,
pengolah dan pemelihara informasi karena penggunainformatika yang semakin
banyak.Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menciptakan
strukturbaru, yaitu struktur global. Struktur tersebut akan mengakibatkan semua
bangsa didunia termasuk Indonesia, mau tidak mau akan terlibat dalam suatu tatanan
globalyang seragam, pola hubungan dan pergaulan yang seragam khususnya dibidang
ilmupengetahuan dan teknologi. Aspek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
yangsemakin pesat terutama teknologi komunikasi dan transportasi, menyebabkan
issu-issu global tersebut menjadi semakin cepat menyebar dan menerpa pada
berbagaitatanan, baik tatanan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan
keamanan.Dengan kata lain globalisasi yang ditunjang dengan pesat ilmu
pengetahuan danteknologi telah menjadikan dunia menjadi transparan tanpa mengenal
batas-batasnegara. Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, masyarakat
duniakhususnya masyarakat Indonesia terus berubah sejalan dengan
perkembanganteknologi, dari masyarakat pertanian ke masyarakat industri dan
berlanjut kemasyarakat pasca industri yang serba teknologis. Pencapaian tujuan dalam
bidangpolitik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan cenderung akan
semakinditentukan oleh penguasaan teknologi dan informasi, walaupun kualitas
sumber dayamanusia (SDM) masih tetap yang utama.Sumberdaya manusia (SDM)
merupakan salah satu faktor kunci dalam persainganglobal, yakni bagaimana
menciptakan SDM yang berkualitas dan memilikiketerampilan serta berdaya saing
tinggi dalam persaingan global yang selama ini kitaabaikan. Globalisasi yang sudah
pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntutadanya efisiensi dan daya saing dalam
dunia usaha. Dalam globalisasi yangmenyangkut hubungan intraregional dan
internasional akan terjadi persaingan
 antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut
WorldCompetitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh
negarayang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38),
danThailand (40).Sumber Daya Manusia IndonesiaTerkait dengan kondisi sumber
daya manusia Indonesia yaitu adanya ketimpanganantara jumlah kesempatan kerja
dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja nasionalpada krisis ekonomi tahun
pertama (1998) sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlahkesempatan kerja yang ada
hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 jutaorang penganggur terbuka
(open unemployment). Angka ini meningkat terus selamakrisis ekonomi yang kini
berjumlah sekitar 8 juta.Kedua, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih
relatif rendah. Strukturpendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi
pendidikan dasar yaitu sekitar63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa
ada kelangkaan kesempatankerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara
nasional di berbagai sektorekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang
berkepanjangan sampaisaat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama
bagi lulusan perguruantinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan
perguruan tinggi terusmeningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta
angkatan kerja lulusanperguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan
perguruan tinggi inimenimbulkan dampak semakin banyak angka pengangguran
sarjana di Indonesia.Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen
Dikti) Depdiknasangka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000
orang.Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang
berjalanselama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai.
Itusebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan
dengantingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya
alamintensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan
investasilangsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial
danproduktivitas SDM yang tinggi. Keterpurukan ekonomi nasional
yangberkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat
darirendahnya kualitas SDM.
 Rendahnya SDM Indonesia diakibatkan kurangnya penguasaan IPTEK, karenasikap
mental dan penguasaan IPTEK yang dapat menjadi subyek atau pelakupembangunan
yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlujuga
disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saingdalam
SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDMmelalui
pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan.Salah satu problem
struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalahbahwa pendidikan merupakan
subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada erasebelum reformasi pembangunan
dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal inisejalan dengan kuatnya orientasi
pertumbuhan ekonomi.DAMPAK IPTEK TERHADAP SDM INDONESIAPengaruh
IPTEK terhadap peningkatan SDM Indonesia khususnya dalampersaingan global
dewasa ini meliputi berbagai aspek dan merubah segenap tatananmasyarakat. Aspek-
aspek yang dipengaruhi, adalah sebagai berikut :1. Dampak yang ditimbulkan oleh
teknologi dalam era globalisasi, khususnyateknologi informasi dan komunikasi,
sangat luas. Teknologi ini dapat menghilangkanbatas geografis pada tingkat negara
maupun dunia.2. Aspek Ekonomi.Dengan adanya IPTEK, maka SDM Indonesia akan
semakin meningkat denganpengetahuan-pengetahuan dari teknologi tersebut. Dengan
kemajuan SDM ini,tentunya secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan
ekonomi diIndonesia. Berkaitan dengan pasar global dwasa ini, tidaklah mungkin jika
suatunegara dengan tingkat SDM rendah dapat bersaing, untuk itulah penguasaan
IPTEKsangat penting sekali untuk dikuasai.Selain itu, tidak dipungkiri globalisasi
telah menimbulkan pergeseran nilai dalamkehidupan masyarakat di masa kini akibat
pengaruh negatif dari globalisasi.3. Aspek Sosial Budaya.Globalisasi juga menyentuh
pada hal-hal yang mendasar pada kehidupan manusia,antara lain adalah masalah Hak
Asasi Manusia (HAM), melestarikan lingkunganhidup serta berbagai hal yang
menjanjikan kemudahan hidup yang lebih nyaman,efisien dan security pribadi yang
menjangkau masa depan, karena didukung oleh
 kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampak yang timbul
diakibatkannyaikatan-ikatan tradisional yang kaku, atau dianggap tidak atau kurang
logis danmembosankan. Akibat nyata yang timbul adalah timbulnya fenomena-
fenomenaparadoksal yang muaranya cenderung dapat menggeser
pahamkebangsaan/nasionalisme. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
meningkatnyatanggapan masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi dinilai dengan
didasarkannorma-norma kemanusiaan atau norma-norma sosial yang berlaku secara
umum(Universal internasional).Dari uraian diatas mengenai IPTEK dalam upaya
peningkatan SDM Indonesia diera globalisasi ini, sudah jelas bahwa dengan adanya
IPTEK sudah barang tentumenunjang sekali dalam kaitannya meningkatkan kualitas
SDM kita. Denganmeningkatnya kualitas SDM, maka Indonesia akan lebih siap
menghadapi eraglobalisasi dewasa ini.Perlu sekali diperhatikan, bahwasannya dengan
adanya IPTEK dalam eraglobalisasi ini, tidak dipungkiri juga akan menimbulkan
dampak yang negatif dariberbagai aspek, baik aspek ekonomi, budaya maupun
imformasi dan komunikasi,untuk itulah filtrasi sangat diperlukan sekali dalam
penyerapan IPTEK, sehinggadampak negatif IPTEK dalam upaya peningkatan SDM
dapat ditekan seminimalmungkinPemakaian komputer yang makin merambah
berbagai bidang mendorong makinberkembangnya informatika.Informatika telah
melahirkan berbagai tingkatan profesi yang semakin menuntutspesialisasi khususnya
dalam bidang rekayasa perangkat lunak.Pendidikan di Indonesia telah mencoba untuk
menjawab tuntutan kebutuhantenaga profesional di bidang Informatika dengan adanya
program studi Diploma,Strata-1 dan Strata-2.Kerja sama dengan pihak industri dan
yang membutuhkan lulusan universitaslayak untuk digalang, agar universitas dan
industri saling mengisi dalam rangkamenghasilkan lulusan yang sesuai dengan
kebutuhan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHADIRAN INOVASI


PENDIDIKAN

Dalam sejarah manusia belum pernah terjadi begitu besar perhatian


masyarakat terhadap perubahan sosial, seperti yang terjadi pada akhir abad ke-20
ini. Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, maka berubah dengan cepat
pula berbagai bidang kehidupan. Teknologi berubah, sarana kehidupan berubah,
pola tingkah laku berubah, tata nilai berubah, sistem pendidikan berubah dan
berubah pulalah berbagai macam pranata sosial yang lain. Dampak dari cepatnya
perubahan sosial, meningkatkan kepekaan dan kesadaran warga masyarakat
terhadap permasalahan sosial. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai macam
bentuk kegiatan sosial yang dilakukan oleh warga masyarakat seperti pelajar,
mahasiswa, ibu-ibu pengelola rumah tangga, pengusaha, pimpinan agama, dan lain
sebagainya.

Perubahan sosial menjadi satu kebutuhan, karena dengan memahami proses


perubahan sosial serta sistem pengelolaannya akan dapat mengarahkan terjadinya
perubahan sosial ke arah tujuan yang akan dicapai secara efektif. Pada hakikatnya
setiap perubahan sosial itu bersifat kompleks dan relatif (Ibrahim, hal. 5).
Kompleks artinya akan menyangkut berbagai bidang kehidupan dan relatif artinya
dari satu sudut pandang yang menguntungkan tapi dari sudut pandang yang lain
dapat merugikan.
Agar lebih jelas gambaran tentang perubahan sosial itu bersifat kompleks
dan relatif, dapat kita lihat beberapa contoh berikut. Dengan adanya revolusi
industri yang pertama, maka tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin. Mesin
terus menguntungkan perusahaan karena dengan menggunakan mesin, hasil
produksi meningkat dalam waktu relatif singkat, tetapi dari sudut lain adanya
mesin merugikan masyarakat karena dapat mengurangi kesempatan kerja. Timbul
masalah baru bagaimana menyalurkan tenaga kerja manusia atau membuka
lapangan kerja yang baru, di samping itu dengan digunakannya mesin perlu
dipersiapkan tenaga yang terdidik agar dapat menggunakan dan merawat mesin.
Hal itu tentu saja berpengaruh pada perlunya perubahan program pendidikan.

Perubahan sosial merupakan perubahan perilaku dan sikap yang terjadi pada
individu, kelompok individu maupun organisasi. Perubahan itu terjadi disebabkan
karena terjadinya interaksi antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, kelompok dengan kelompok, organisasi dengan kelompok atau
organisasi dengan organisasi.

Perubahan sosial berdampak pada sistem pendidikan yaitu, adanya


perubahan paradigma dalam pendidikan. Sampai saat ini pendidikan kita telah
melalui tiga paradigma, yaitu paradigma pengajaran (teaching), pembelajaran
(instruction), dan proses belajar (learning) (Dewi Salma P, 2000, hal. 2).

Paradigma pengajaran (teaching) dapat diartikan bahwa pendidikan hanya


terjadi di sekolah, dimana sudah ada guru yang mengajar. Guru sebagai satu-
satunya nara sumber yang akan mentransfer ilmu. Dalam proses pembelajaran,
guru berperan sebagai penyaji materi artinya guru menjelaskan materi kepada
siswa sedangkan siswa menyimak dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Alat bantu mengajar yang digunakan oleh guru bersifat mendukung penjelasan
guru, alat bantu tersebut ditentukan oleh guru. Contoh, guru mengajarkan
pelajaran Biologi tentang hewan dan tumbuhan. Guru memberikan informasi
dengan berpedoman pada buku dalam menyajikan materi, guru tidak melibatkan
peran aktif siswa.

Paradigma kedua adalah paradigma pembelajaran (instructional).


Paradigma ini lebih memberikan perhatian kepada siswa. Dalam paradigma ini guru
tidak hanya sebagai satu-satunya nara sumber dan tidak hanya sebagai pengajar,
namun juga sebagai fasilitator yang membantu siswa belajar. Proses komunikasi
dan pendekatan sistem mulai diterapkan pada paradigma ini, sebagai proses
komunikasi, guru berperan sebagai komunikator/pengirim pesan. Tugas guru
sebagai komunikator adalah mengolah pesan dan menentukan penyampaian agar
pesan dapat diterima dengan baik oleh siswa. Penerapan pendekatan sistem yaitu
guru sebagai subsistem berperan dalam merancang, mengelola dan menilai proses
pembelajaran. Media digunakan sebagai sumber belajar dan guru sebagai
fasilitator.

Paradigma ketiga adalah proses belajar (learning). Paradigma ini menggali


lebih dalam lagi seluruh aspek belajar, tidak hanya proses belajar yang berada
dalam lingkungan pendidikan formal tapi juga di lembaga nonformal.
Perkembangan pendidikan menurut Eric Ashby (1972) mengalami empat
revolusi.

1. Revolusi pertama, masyarakat memberikan wewenang pendidikan terhadap orang tertentu


(sufi) sehingga timbul profesi guru. Revolusi ini mengakibatkan pergeseran pendidikan di
rumah dan orang tua ke arah pendidikan formal di sekolah. Pada sekitar 500 tahun sM kita
mengenal kaum sufi sebagai penjual ilmu pengetahuan, yaitu orang yang memberikan
pelajaran dengan mendapatkan upah. Ada tiga cara yang dilakukan kaum sufi dalam
menyebarkan ilmu pengetahuan. Pertama, kaum sufi mempersiapkan secara teliti terlebih
dahulu sebelum mentransfer ilmu pengetahuan kepada masyarakat. Kedua, materi-materi
yang diberikan, disesuaikan dengan keinginan masyarakat. Ketiga melakukan berbagai
diskusi dengan masyarakat yang belajar. Kaum Sufi berpendapat bahwa semua orang
mempunyai potensi untuk berkembang dan sama-sama mempunyai tanggung jawab sosial
untuk mengatur dunia, tetapi semua itu hanya dapat dilakukan melalui pendidikan.
2. Revolusi kedua, dipakai bahasa tulisan di samping bahasa lisan dalam menyajikan pelajaran
di sekolah. Revolusi kedua merupakan perkembangan revolusi pertama, dimana pada saat
pembelajaran dengan ceramah dan diskusi. Revolusi kedua ini berkembang dengan adanya
bahasa tulisan dalam menyajikan pelajaran.
3. Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang pada gilirannya menyebabkan banyaknya
buku yang tersedia di sekolah. Revolusi ketiga ini awal digunakannya buku-buku sebagai
sumber ilmu pengetahuan.
4. Revolusi keempat, teknologi modern dalam bidang komunikasi dengan produk yang berupa
peralatan elektronik dan bahan (software) yang disajikan telah mempengaruhi seluruh
sektor kehidupan termasuk pendidikan. Pada revolusi ini telah dimanfaatkan teknologi
modern software atau hardware dalam bidang pendidikan.

Perkembangan pendidikan semakin maju pesat di abad ke-21. Abad ke-21


merupakan abad kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi karena teknologi
merupakan suatu keharusan dalam menghadapi era globalisasi. Kemajuan teknologi
salah satunya adalah teknologi komunikasi yang menunjang proses belajar tanpa
batas, seperti pembelajaran mandiri melalui internet. Belajar mandiri merupakan
inti dan proses pembelajaran di masa depan yang cepat, intensif dan serba terkini
(up to date). Belajar mandiri ini pada abad ke-21 ini disebut Cyber learning. Cyber
learning merupakan akumulasi informasi yang serba cepat dan mudah untuk
dikuasai. Dengan demikian masuknya proses pembelajaran cyber learning akan
membuyarkan perbedaan antara pendidikan sekolah dan luar sekolah.

Sebenarnya dalam sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan / Pembelajaran telah


mengalami 3 (tiga) tahapan revolusi, Beckwith (1998: 4) menyebutnya Teknologi Masa
Lampau, Teknologi Masa Sekarang dan Teknologi Masa Depan.
Teknologi Masa Lampau, dilukis sebagai teknologi yang menggunakan pendekatan peralatan
(Tool Approach) yaitu pemakaian peralat audio visual (OHP, Film bingkai, Film dsb) dalam
usaha membantu tenaga pendidik dalam memperbaiki pembelajarannya dalam kelas artinya
revolusi pertama ini mempunyai fungsi utama “membantu tugas guru”.Teknologi Masa
Sekarang, dikenal sebagai teknologi yang menggunakan pendekatan sistematik (Systematic
Approach) yaitu pengembangan dan penerapan proses-proses metodologis yang berlandaskan
hokum-hukum atau aturan-aturan dalam usaha untuk memudahkan belajar. Sistematik berarti
mengikuti urutan atau aturan. Artinya revolusi kedua terfokus pa
da usaha merancang, mengembangkan dan
mengemplimentasikan dan menilai pembelajaran bermedia jadi system pembelajaran tersebut
media dirancang untuk mampu mengajar dan membelajarkan tanpa menghadirkan guru
sehintgga memerlukan langkah-langkah sistematik.
Teknologi Masa Lampau, menggambarkan pengunaan pendekatan yang bersifat
sistematik(System approach) yang penciptaan keseluruhan merupakan satu kesatuan yang
bersifat dinamis (dari keadaan sebelumnya yang merupakannkomponen-komponen yang
lepas) dalamusaha untuk mempengaruhi terjadinya transformasi belajar. Harapan dalam
teknologi ini dapat terciptanya persekolahan yang lebih baik, proses belajar yang lebih baik,
transformasi yang lebih baik, komunikasi instraktif yang lebih baik dan dunia yang lebih
baik.
Dari ulasan diatas, bagaimana kita semua dalam menanggapi perkembangan sekarang dalam
kenyataannya ? Kalo boleh saya berpendapat: Kenyataan yang sebenarnya kalo kita melihat
bahwa teknologi pendidikan / pengajaran masih berada dalam keterbatasan, inilah yang
menjadi banyak menjadi kekecewaan pada kalangan teknolog pendidikan / pengajaran,
karena dalam kondisi sekarang ini teknologi / pembelajaran masih belum mampu membantu
mengatasi banyak persoalan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Padahal kita semua

sekarang sudah masuk pada era glo balisasi yang


perkembangannya semakin dasyat dirasakan dan mau tidak mau kita terseret untuk dapat
mengikuti dengan keterbelengguan. Bagamana anda menanggapi permasalahan tersebut ?
Pada abad 21 ini dikenal dengan sebutan masa atau era Globalisasi atau juga disebut dengan
era Informasi, secara sadar dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat, terutama dengan
semakin banyaknya saluran informasi yang tersedia. Eric Ashby (1972) mengatakan bahwa
telah terjadi revolusi ke-empat dalam bidang Pendidikan. Revolusi pertama; ketika orang tua
menyerahkan anaknya untuk dididik oleh orang yang berilmu (guru), Revolusi ke-dua; telah
digunakannya alat tulis untuk keperluan pendidikan, Revolusi ke-tiga; ditemukannya mesin
cetak, sehingga materi dapat disajikan dalam bentuk buku dan Revolusi ke-empat; telah
ditemukannya perangkat elektronik.Selanjutnya Eric Ashby memberikan 7 (tujuh) ciri-ciri
revolusi ke-empat antara lain:

1. Berkembangnya pendidikan di luar kampus, sebagai bentuk pendidikan berkelanjutan.


2. Mahasiswa mendapatkan akses lebih besar dari berbagai sumber.
3. Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar merupakan cirri dominan dalam kampus.
4. Bangnan kampus yang berserak dengan kampus inti dipusat dan kampus satelit yang
ada di tengah masyarakat.
5. Tuntutan bagi mahasiswa untuk menguasai teknologi.
6. Tumbuhnya profesi bari dalam bidang media dan teknologi
7. Mahasiswa dituntut untuk belajar mandiri

Pandangan tersebut di atas kita dapat member prediksi sebagai anggapan bahwa dengan
globalisasi maka pendidikan di masa mendatang akan lebih terfokus pada jaringan, terbuka
dan dua arah, beragam, multidisipliner serta terkait pada produktivitas kerja saat itu juga dan
kompetitif. Seharusnyalah kita selaku pemerhati pendidikan / pengajaran tanggap dan
menyadari bahwa perluasan kesempatan pendidikan secara linier dan konvensional akan
memakan waktu yang lama dan mahal, mungkin saja akan kurang responsive terhadap
gejolak dinamika perubahan. Peluang-peluang yang ditawarkan oleh Teknologi Tinggi ini
agar dapat menerobos hambatan-hambatan dan keterbatasan-keterbatasan system yang
konvensional maka pemanfaatan teknologi hendaknya dilaksanakan secara bijak.

Sumber : http://fauzan.smkdarunnajah.sch.id/2011/05/konsep-teknologi-pendidikan-dan.html

Semester Satu_UTS Landasan Teknologi Pendidikan S2 UNIB

UJIAN TENGAH SEMESTER


PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN (S2)
FKIP UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2010

Mata Kuliah : Landasan Teknologi Pendidikan


Program Studi : Teknologi Pendidikan
Semester : 1 (Satu)
Dosen Pengampu : 1. Prof. Dr. Johanes Sapri, M.Pd
2. Dr. Suhirman, M.Pd

PETUNJUK:
Jawablah Beberapa Pertanyaan Di Bawah ini dengan Tepat, Jelas, dan Benar.
Soal-Soal:
1. Tekonologi Pendidikan (TP) di landasi oleh falsafah dan teori. Coba anda jelaskan bila
anda memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?, epistemology
(bagaimana)?, dan askiologi (untuk apa)? (Skor maksimal 15)
2. Anda juga telah mengetahui 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan
prediksi anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran Teknologi
Pendidikan dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan
pendidikan di Indonesia? (Skor maksimal 20)
3. Ada beberapa kawasan Teknologi Pendidikan dan keterhubungannya antara masing-
masing kawasan, Coba anda pilih salah satu kawasan, bagaimana penerapannya dalam
membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT)? (Skor maksimal
20)
4. Dalam Teknologi Pendidikan/Teknologi Pembelajaran menurut Saettler yang mengacu
pada pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktivitas diri, (2)
minat/motivasi, (3) kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Bagaimana
pendapat anda tentang penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam
pembelajaran bagi peserta didik? (Skor maksimal 25)
5. Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari
stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar
pembelajaran berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor maksimal
15)

Catatan:
• Ujian Take home, diketik dan dijilid dengan rapi (Font Arial, Size 12, Kuarto/letter)
• Masing-masing soal dibahas dengan melibatkan referensi (buku rujukan)
• Bagi terdapat copy paste antar teman akan dikembalikan dan diberi ujian ulang.
• Jawaban dikumpulkan tanggal 02 Juli pada Staf Administrasi Akademik S2 TP, yang
terlambat akan kena sanksi pengurangan nilai 10%.
1. Pandangan Teknologi Pendidikan dari Sudut Ontologi (Apa), Epistemologi (Bagaimana),
dan Aksiologi (Untuk Apa)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status yang tinggi dalam kehidupan
kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan Negara. Seluruh aspek
kehidupan suatu bangsa, diilhami dan berpedoman ajaran-ajaran filsafat bangsa itu. Dengan
demikian kehidupan social, politik, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan, bahkan kesadaran
atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber atas ajaran filsafat.
Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya, maka untuk
kelangsungan eksistensi tersebut harus melalui pendidikan. Dalam kepentingan ini
pendidikan dapat diartikan sebagai:
1. Pendidikan sebagai Aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya
dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu cipta, rasa, karsa, dan budi nurani,
serta pertumbuhan dan perkembangan jasmaniahnya.
2. Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan)
pendidikan, isi pendidikan, system dan organisasi pendidikan.
3. Pendidikan merupakan pula hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia
dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam arti ini
merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.
Perkembangan teknologi berpengaruh juga terhadap perkembangan pendidikan, sehingga
lahir beberapa hal baru dalam dunia pendidikan. Hal baru tersebut pada awalnya hanya
menfokuskan diri pada bidang media, sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam proses,
produk dan struktur atau system. Ketiga hal tersebut di kenal sebagai teknologi pendidikan
(education tecnologi).
Lahirnya ilmu baru menuntuk adanya bidang kajian atau bidang kajian penelitian dengan
segala perangkatnya. Hal ini menjadi pemikiran para ahli bidang teknologi pendidikan yang
dapat digunakan untuk panduan dan pedoman.
Sesuai dengan kenyataan tersebut, bahwa filsafat dalam pendidikan merupakan teori umum
dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan, atau dapat dikatakan
sebagai teori yang dipakai dasar bagaimana ‘pendidikan itu dilaksanakan” sehingga mencapai
tujuan (Dewey, 1946: 383). Dewasa ini, salah satu bagian penting dalam pelaksanaan
pendidikan agar supaya mencapai tujuan, yaitu penerapan Teknologi Pendidikan dalam
proses pembelajaran. Dalam pembahasan ini problem esensialnya adalah:
1. Merumuskan secara tegas sifat dan hakekat pendidikan (the nature of education).
2. Merumuskan sifat dan hakekat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan (the nature
of man).
3. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan (science of
education).
4. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara, filsafat pendidikan dan politik pendidikan
(system pendidikan).
5. Merumuskan system nilai dan norma, atau isi moral pendidikan (tujuan).
Ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi kemajuan
manusia, telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas
penyelenggaraan pendidikan. Maka peranan filsafat dalam pendidikan merupakan landasan
pendidikan dilaksanakan.
Dari uraian di atas jelas bahwa latar belakang ide-ide filsafat menentukan pendidikan, sebab
tujuan pendidikan bersumber pada filsafat atau ajaran filsafat. Seperti yang dikemukakan
Prof. Broudy (1961: 14) dalam bukunya, Building a Philisophy of Education, adalah:
“ In this book the philosophy of education is regarded as the systematic discussion of
educational problems on a philosophical level, i.c., the probing into an educational question
until it is reduced to an issue in metaphysics, episthemology, ethics, logic, or aesthetics, or to
combination of these”.
Mengapa masalah-masalah pendidikan yang merupakan bagian daripada kehidupan obyektif
manusia, sebagai persoalan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan
demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari
kehidupan yang realistis.
Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis itu
dipandang sebagai pikiran-pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak bertolak atas
kenyataan sosio-kultural dan kebutuhan manusia. Pada hal, pikiran filosofis adalah pikiran
murni yang berusaha mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran. Caranya
dapat melalui induksi, deduksi, analisa rasional atas factor-faktor, perenungan atas konsepsi-
konsepsi, pemahaman atas observasi, atau juga melalui intuisi. Semua ide, konsepsi, analisa,
dan kesimpulan-kesimpulan filsafat dalam pendidikan adalah berfungsi teori; dan dari teori
ini dipakai dasar praktek (pelaksanaan) pendidikan. Maka filsafat memberikan prinsip-prinsip
umum bagi suatu praktik pendidikan.
Dengan mengunakan pandangan Jonh Dewey (1946) sebagai dasar bahwa filsafat adalah
teori umum dari pendidikan dan adanya hubungan hakiki timbal-balik antara filsafat dan
pendidikan, maka berdirilah filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu. Cabang ini sebagai suatu
system menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan pendidikan, termasuk di dalamnya
teknologi pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawab secara filosofis pula.
Filsafat pendidikan sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari obyeknya dari
sudut hakekat, berhadapan dengan problem utama yaitu:
1. Realita, ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran.
Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan, bahwa pengetahuan yang
dimiliki ini telah nyata. Realita atau kenyataan ini dipelajari oleh fisika dan metafisika, dalam
system filsafat disebut ontology yaitu the study of the principles of reality.
2. Pengetahuan, yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah
pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis-jenis
pengetahuan. Pengetahuan dipelajari oleh epistemology, yaitu the study of the principles of
knowledge.
3. Nilai, yang dipelajari oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. pertanyaan-pertanyaan
yang dicari jawabannya antara lain, seperti nilai-nilai bagaimanakah yang dikehendaki oleh
manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar hidup, maka pembicaraan aksiologi adalah
the study of the principles of value.
Sistem pemikiran filsafat di atas mengantarkan dalam pembahasan Teknologi Pendidikan
tidak hanya berpandangan yang bersifat positivistik, tetapi juga memerlukan paradigma
pascapositivistik. Berarti landasan filosofis sangat diperlukan dan menjadi penting dalam
menjelaskan secara teori dan paktik masalah-masalah teknologi pendidikan (Anglin, ed.,
1991).
Landasan berfikir dalam bidang teknologi pendidikan (education technologi) atau teknologi
pembelajaran (instructional technologi) yang menjadikan bidang garapan baru menjadi
bidang ilmu atau menjadi disiplin ilmu yang baru adalah rangkaian dalil yang dijadikan
sebagai pembenar. Dasar falsafi dasar keilmuan tersebut ada 3 jenis yaitu : ontology,
epistemology dan aksiologi.
Ketiga hal di atas dapat dicapai melalui pendekatan yang memenuhi 4 persyaratan:
pendekatan isometric, pendekatan sistematik, pendekatan sinergistik dan pendekatan
sistemik. Dengan demikian diharapkan falsafah teknologi pendidikan bertujuan agar setiap
orang dapat memperoleh kesempatan belajar, baik sendiri maupun secara organisasi, dan
optimal melalui pendekatan yang ada di atas sehingga sumber belajar dapat dirancang
sedemikian rupa sehingga menjadi efesien, efektif dan selaras dengan perkembangan
masyarakat dan lingkungan, ke arah terbentuknya masyarakat belajar.
Keadaan tersebut menjadi hal yang penting dalam penggarapan bidang teknologi pendidikan
yang telah mengalami perubahan pengertian menjadi teknologi pembelajaran sebagai suatu
bidang ilmu melalui penelitian dan pengembangan teknologi pendidikan atau teknologi
pembelajaran.
Menurut Creswell, Denzin & Lincoln Miaso: di katakan bahwa ada 2 pembagian penelitian
dalam teknologi pendidikan yaitu positivistik dan pascapostivistik atau fenomenologik.
Pendekatan positivistic dilakukan dalam pendekatan ilmu-ilmu eksakta dengan menggunakan
pola statistic, yang didalamnya terdapat variable yang dikontrol, pengacakan sample,
pengujian validitas dan realiabelitas instrument, dan ditujukan pada genaralisasi sample ke
dalam populasi. Sedangkan pendekatan atau penelitian pascapositivistik/fenomenologi
berakar pada penelitian social seperti bidang etnografi, studi kasus, studi naturalistic, sejarah,
biografi, dan teori membumi (grounded theory) dan studi deskriptif. (Miarso, 2007:209)

1.2. Permasalahan
Bagaimanan Pandangan Teknologi Pendidikan dari sudut Ontologi (Apa), Epistemologi
(Bagaimana), dan Ontologi (Untuk Apa)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Landasan Falsafah Teknologi Pendidikan


A. Ontologi (Apa)
Obyek filsafat ialah segala sesuatu, meliputi kesemestaan. Scope filsafat yang amat luas dan
tak terbatas obyeknya itu, perlu adanya pembidangan untuk intensifikasi penyelidikan.
Pembidangan atau sistematika filsafat yang pertama adalah Ontologi.
Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Metafisika ini disebut juga sebagai
prote-filosifia atau filsafat pertama. Sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia
berusaha mengerti hakekat sesuatu. Manusia dalam antar aksinya dengan semesta raya,
melahirkan pertanyaan-pertanyaan filosofis. Apakah sesungguhnya hakekat realita yang ada
ini. Apakah realita yang menampak ini suatu realita materi saja. Ataukah ada sesuatu di balik
realita itu, suatu “rahasia” alam. Apakah wujud semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa
perubahan. Ataukah hakekat semesta ini adalah perubahan semata-mata. Apakah realita ini
terbentuk atas satu unsure (monisme); atau dua unsur (dualisme). Ataukah lebih dari dua
unsur, yakni serba banyak (pluralisme).
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan metafisis atau ontologism. Sesuatu realita
sebagai suatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu “tubuh”, satu eksistensi. Sesuatu
itu mendukung satu perwujudan, yakni keseluruhan sifatnya; dan yang utama dari
perwujudan itu adalah eksistensinya. Wujud atau adanya sesuatu adalah primer, sedang sifat-
sifat yang lain adalah sekunder. Berarti eksistensi suatu realita adalah fundamental, sedang
sifat-sifat yang lain adalah sesuatu yang accidental, atau suatu atribut saja. Ontologi bertolak
atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being) (Brameld, 1955: 28).
Pandangan ontology ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan.
Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan
yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini
sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan
dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi
realita dan obyek pengalaman.
Melalui realita (ontologi), peserta didik secara sistematis dibina potensi berpikir kritis untuk
mengerti kebenaran.Implikasi pandangan ontology di dalam pendidikan ialah bahwa dunia
pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan
isisnya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari; melainkan sebagai suatu yang tak terbatas,
realitas fisik, spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah (dinamis) (Runes, 1963: 219-230).
Dari perspektif ontologi diatas maka muncul masalah baru dalam Teknologi Pembelajaran
(Yusuf hadi Miarso : 2004) yaitu:
a. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku, prodoser
media dan sebagainya) pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media), media
(buku, program televisi, radio, dan sebagainya), alat (jaringan televisi, radio), cara-cara
tertentu dalam mengolah/menyajikan pesan, serta lingkungan dimana proses pendidikan itu
berlangsung.
b. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik seccara konseptual maupun secara
faktual.
c. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk belajar itu agar
dapat digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.
Ketiga poin diatas itulah yang merupakan ruang lingkup wujud obyek penelaahan (ontology)
Teknologi Pembelajaran. Suatu obyek yang bukan merupakan lingkup bidang pengetahuan
lain.

B. Epistemologi (Bagaimana)
Sedemikian luas dan jauh, dunia pendidikan dianggap sebagai proses penyerahan kebudayaan
pada umumnya, khususnya ilmu pengetahuan. Timbul pertanyaan, apakah sesungguhnya
ilmu itu, dari mana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya dan sebagainya. Persoalan
ini secara mendalam dibahas oleh epistemology. Epistemologi ialah suatu cabang filsafat
yang membahas sumber, proses, syarat, batas, validitas, dan hakekat pengetahuan.
Dalam sebuah analisa mengenai filsafat, ilmu dan filsafat pendidikan dalam bukunya yang
berjudul: Introduction to Philosophy of Education, Stella Van Petten Henderson (1964)
mengemukakan, bahwa filsafat selalu berusaha untuk memahami segala sesuatu yang timbul
dalam spectrum pengalaman manusia, dan berusaha untuk memperoleh pandangan yang luas
(kompprehensif) mengenai alam, dan mampu memberikan penerangan yang universal
mengenai hakekat benda-benda (segala sesuiatu).
Pandangan epistemology tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan
pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-
prasarana yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara menentukan hasil
pendidikan.

C. Aksiologi (Untuk Apa)


Berdasarkan pandangan tersebut diperlukan prisip tertentu apakah dianggap baik atau tidak
isi dari pengetahuan tersebut, maka epistemology memerlukan pandanghan aksiologi.
Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Brameld (1955)
membedakan tiga bagian, yaitu:
1. Moral conduct, tidak moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika.
2. Esthetic expression, ekspresi keindahan, yang melahirkan estetika.
3. Socio-political life, kehidupan sosio-politik; bidang ini melahirkan filsafat sosio-politik.
Nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan di dalamnya teknologi pendidikan ialah “to
examine and integrate these values as they enter into the lives of people through the chanels
of the schools (Brameld, 1955: 33). (Pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai
tersebut di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak.


BAB III
KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


1. Ontologi merupakan azas dalam menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek
penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut, dimana menjelaskan
bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya itu
apa
2. Estimologi merupakan azas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan
disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan, dimana dibutuhkan suatu pendekatan yang
digunakan dalam suatu ilmu.
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh
manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode
induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
3. Aksiologi merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan
disusun dalam tubuh pengetahuan dengan menelaah tentang nilai guna, baik secara umum
maupun secara khusus, baik secara kasad mata maupun secara abstrak. Aksiologi harus
membatasi kenetralan tanpa batas terhadap ilmu pengetahuan, dalam arti bahwa kenetralan
ilmu pengetahuan hanya sebatas metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya
haruslah berlandaskan pada nilai-nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan atau
estetika.
REFERENSI

Dewey, John (1946); Democracy and Education, The MacMillan Company, New York.

Broudy, Harry S. (1961); Building a Philosophy of Education,Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Inkeles, Alex and David H. Smith (1976); Becoming Modern, Harvard University Press,
USA.

Anglin, G.J; ed. (1991); Intructional Technology: Past, Present, and Future, Libraries
Unlimited, Inc., Colorado.

Runes, Dagobert D. (1963); Dictionary of Philosophy, Little Field Adams & Co, New Jersey.

Henderson, Stella Van Petten (1964); Introduction to Philosophy of Education, The


University of Chicago Press, Chicago.

Dalam Alex Inkeles dan David H. Smith (1976), Becoming Modern, Harvard University
Press

2. Persepsi dan Prediksi Kemungkinan Dimunculkannya Revolusi Ke-5 Dengan Kehadiran
Teknologi Pendidikan Dalam Menyelimuti Pengembangan dan Pembangunan Pendidikan Di
Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknologi merupakan merupakan bagian integral dalam setiap budaya. Makin maju suatu
budaya, makin banyak dan makin canggih teknologi yang digunakan. Meskipun demikian
masih banyak di antara kita yang tidak menyadari akan hal itu. Sebenarnya 25 tahun yang
lalu Menteri Pendidikan Daoed Joesoef telah menyatakan bahwa “Teknologi diterapkan di
semua bidang kehidupan, di antaranya bidang pendidikan. Teknologi pendidikan ini
karenanya beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara integratif, yaitu secara rasional
berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang penididikan”. Pernyataan kebijakan itu
merupakan penegasan dari penetapan kebijakan sebelumnya, termasuk yang tertuang dalam
PELITA I s/d III.
Apa yang telah merupakan pernyataan kebijakan, masih dipersoalkan sampai saat ini.
Mungkin dengan dalih bahwa pernyataan Menteri yang terdahulu, tidak lagi berlaku
sekarang. Di kalangan akademik masih ada yang mempertanyakan apa sebenarnya teknologi
pendidikan itu, karena di Amerika Serikat saja yang ada adalah istilah Instructional Design,
Development and Evaluation (IDDE di Syracuse University, Instructional System
Technology (IST di Indiana University), bahkan organisasi profesi yang ada adalah AECT
(Association for Educational and Communications and Technology).
Mereka yang tidak tajam kemampuan analisisnya, sifat teknologi pendidikan yang integratif
seperti dinyatakan oleh Daoed Joesoef, tidak mengetahui apa dan bagaimana wujut unsur
teknologi pendidikan yang telah terintegrasi tersebut. Mereka yang hanya mampu melihat
hasil akhir suatu produk atau sistem, misalnya media pembelajaran, tidak akan dapat
mengetahui apa saja unsur yang membentuk produk tersebut, dan bagaimana produk itu
dihasilkan serta bagaimana produk tersebut berfungsi dalam sistem.
Menghadapi masih adanya sikap acuh tersebut, para teknolog pendidikan baik praktisi
maupun akademisi yang mempunyai komitmen profesi harus berpikir dan bertindak proaktif
untuk menanggapi sikap tersebut, dengan membuktikan dan mengembangkan teknologi
pendidikan sehingga manfaatnya dapat dirasakan atau setidak-tidaknya diketahui oleh
masyarakat luas.
Dalam bahasan ini diungkap secara singkat wujud sumbangan Teknologi Pendidikan sebagai
disiplin keilmuan, sebagi profesi, dan sebagai bidang garapan, serta kontribusinya dalam
pembangunan pendidikan.

1.2 Permasalahan
Menurut persepsi dan prediksi anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan
kehadiran TP dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan
pembangunan pendidikan di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

Terlebih dahulu perlu diberikan batasan umum tentang pengertian teknologi, semua teknologi
termasuk teknologi pendidikan, yaitu :
a. proses yang meningkatkan nilai tambah;
b. produk yang digunakan dan/atau dihasilkan untuk memudahkan dan mening-katkan
kinerja;
c. struktur atau sistem dimana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Teknologi memasak misalnya, adalah proses untuk mengolah bahan mentah (sayuran, tahu,
tempe, daging, garam, bumbu dsb.) dengan menggunakan produk berupa pisau, wajan, panci,
kompor dsb. untuk menghasilkan produk berupa makanan, dan makanan itu sendiri
merupakan komponen dari sistem kelangsungan hidup berupa gizi atau nutrisi, yang perlu
dilengkapi dengan komponen lain seperti minum, olahraga, istirahat dsb.
Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri sendiri.
Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan
pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi : ontologi atau rumusan tentang
obyek formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh
bidang telaah lain; epistemologi yaitu usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh
kebenaran dalam pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai yang
menentukan kegunaan dari pokok telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral
atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika. (Miarso,2004)
Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat
diartikan sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan
berkembang dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang disebabkan karena pemikiran
dan pengalaman. Belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, apa saja, dari apa atau siapa saja,
dan dengan cara bagaimana saja.
Mereka yang berprofesi atau bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya
disebut Teknolog Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas
profesionalnya yang utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan
dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik
masing-masing pebelajar (learners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu
senantiasa berubah, maka para Teknolog Pendidikan harus senantiasa mengikuti
perkembangan atau perubahan itu, dan oleh karena itu ia dtuntut untuk selalu
mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman, termasuk selalu
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Profesi ini bukan profesi yang netral dan bebas nilai. Ia merupakan profesi yang memihak
kepada kepentingan pemelajar (learners) agar mereka memperoleh kesempatan untuk belajar
agar potensi dirinya dapat berkembang semaksimal mungkin. Profesi ini juga tidak bebas
nilai karena masih banyak pertimbangan lain seperti sosial, budaya, ekonomi dan rekayasa
yang mempengaruhi, sehingga tindakannya harus selaras dengan situasi dan kondisi serta
berwawasan ke masa depan.
Dari kompetensi tersebut dan dilakukan sesuai dengan tuntutan mutu, kemampuan tenaga dan
ketersediaan sarana & prasarana. Untuk itu setiap penyelenggara program studi teknologi
pendidikan perlu melakukan analisis SWOT, dan ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan
yang diperlukan, seperti penataran tenaga, pemutakhiran pengetahuan dan teknologi,
pengadaan pustaka dan laboratorium dan lain-lain. Keculai landasan konseptual dan legal,
kurikulum setiap program studi perlu dikembangkan atau diperbaharui sesuai dengan
dinamika pembangunan, meliputi perkembangan kebijakan dan IPTEK termasuk
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Program pendidikan keahlian itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga dalam rangka
inovasi pendidikan yaitu dikembangkan dan digunakannya konsep “resource-based learning”
(bukan “teacher-based instruction”).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka rumusan visi, misi dan tujuan itu harus didasarkan
pada konsep dasar dan filosofi teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian, serta
dengan kemajuan IPTEK dan kebutuhan pembangunan.
Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena
adanya kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar, dimana belajar lebih efektif,
lebih efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan sebagainya. Untuk itu ada usaha dan
produk yang sengaja dibuat dan ada yang ditemukan dan dimanfaatkan. Namun
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat akhir-akhir ini dan
menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula tidak terbayangkan, telah membalik cara
berpikir kita dengan “bagaimana mengambil manfaat teknologi tersebut untuk mengatasi
masalah belajar”.
Berdasarkan uraian terdahulu tentang obyek formal teknologi pendidikan dan profesi
teknolog pendidikan, dapat disimpulkan bahwa bidang garapan atau disebut pula praktek
teknologi pendidikan meliputi segala sesuatu dimana ada masalah belajar yang perlu
dipecahkan. Masalah belajar itu ada pada diri pribadi, pada keluarga, pada lingkungan
masyarakat, pada lingkungan tempat ibadah, lingkungan lembaga pendidikan formal,
lingkungan tempat kerja, dan pada lembaga media (surat kabar, radio, televisi, telematika dan
sebagainya).
Bertolak dari sejarah perkembangan garapan teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14)
berpendapat bahwa awal mula penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada sekitar
abad 600 SM. Mereka merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan ilmunya
kepada para peserta-didik dengan berbagai cara, seperti misalnya dengan cara dialektik,
dialogik, ceramah, dan penggunaan bahasa tubuh (body language) seperti gerakan wajah,
gerakan tangan dsb., dengan maksud agar menarik perhatian dan agar ilmunya dapat
ditransfer dengan baik.
Ashby (1972,h 9-10) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan telah berlangsung empat
revolusi, yaitu
a. Revolusi Pertama: dimana diserahkannya pendidikan anak dari orang tua atau keluarga
kepada guru;
b. Revolusi Kedua, dimana seorang guru yang diserahi tanggung jawab untuk mendidik dan
melakukannya secara verbal dan unjuk kerja;
c. Revolusi Ketiga, yaitu dengan ditemukannya mesin cetak sehingga bahan pelajaran dapat
diperbanyak dan digunakan lebih luas; dan
d. Revolusi Keempat, dengan berkembangnya secara pesat teknologi elektronik, terutama
media komunikasi.
e. Sekarang ini mungkin perlu ditambah dengan revolusi kelima dengan berkembangnya
teknologi informasi yang serba digital.
BAB III
KESIMPULAN

Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka terlebih dulu dikutip pernyataan Sir
Eric Ashby tentang terjadinya empat revolusi dalam dunia pendidikan. Revolusi-revolusi ini
terjadi karena adanya masalah yang tak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, yaitu
masalah “belajar”.
a. Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan
anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang
secara khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik.
b. Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik
dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai
ketentuan yang dibakukan.
c. Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi
iconic dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga guru dapat
membelajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap
sebagai media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
d. Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik.
Dalam revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan
semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang
bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat”
dari perkembangan media elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu
menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak.
Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna
bagi si penerima. Pada awalnya, guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka
langsung dan bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar. Perkembangan
berikutnya, ia menggunakan sumber lain berupa buku sehingga membagi perannya kepada
media lain dalam menyajikan ajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, media komunikasi
mampu menyalurkan pesan yang dirancang khusus agar dapat diterima langsung kepada anak
didik tanpa dapat dikendalikan oleh guru.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan adanya masalah-masalah baru, yaitu:
a. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang, pesan, media, alat, cara-
cara tertentu dalam mengolah atau menyajikan pesan, serta lingkungan di mana proses
pendidikan itu berlangsung.
b. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun secara
faktual.
c. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber belajar agar dapat
digunakan seoptimal mungkin untuk keperluan belajar.
Ketiga masalah di atas merupakan ruang lingkup wujud objek penelaahan (ontologi)
teknologi pendidikan.
Ciri-ciri pendekatan baru landasan epistimologi teknologi pendidikan adalah:
a. Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya dielaah secara simultan.
b. Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara
sistemik untuk memecahkan masalah.
Penggabungan ke dalam proses yang kompleks atas gejala secara menyeluruh.
Sedangkan kegunaan potensial teknologi pendidikan (aksiologi), antara lain meningkatkan
produktivitas pendidikan, memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih
individual dalam artian dimunculkannya revolusi kelima dengan mengembangkan teknologi
informasi yang serba digital yang memberikan dasar pembelajaran yang lebih ilmiah, lebih
memantapkan pembelajaran, memungkinkan belajar lebih akrab, serta memungkinkan
penyajian pendidikan lebih luas dan merata.
Manfaat dan perkembangan teknologi informasi telah merubah cara belajar dan mengajar dari
kondisi tradisional. Pengembangan teknologi informasi online memudahkan siswa memilih
cara memperoleh informasi. Dan guru dapat mengajar melalui media online dan
berkomunikasi secara fleksibel dalam berinteraksi (Siew Choo Soo, 2002).
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang
harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan
internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang
berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus
memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber
digital untuk membantu siswa agar mencaqpai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya
perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di
kelas maupun di luar kelas. Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada
masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2)
upoaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi, (4)
proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi
pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan
perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu
pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses
linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6)
aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7)
aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah
nyata baik individual maupun kelompok.
Hal itu telah menguban peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah
dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber
segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator
pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek
pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab
kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam
pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif
menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali
pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai
aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.

REFERENSI

AECT. The Definition of Educational Technology. Washington,DC: 1977

Ashby, Sir Eric. The Fourth Revolution. Instructional Technology in Higher Education. New
York: McGraww-Hill Book Co. 1972

Banathy, Bela H. System Design in Education : a journey to create the future. Englewood
Cliffs, NJ : Educational Technology Publications. 1991
Daoed Joesoef Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Rapat
Koordinasi Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 1981

----------.Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Lokakarya Nasional


Teknologi Pendidikan dan Kebudayaan. Yogyakarta. 1982

Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Pustekkom


bekerjasama dengan Kencana. 2004

Saettler,Paul. A History of Instructional Technlogy. New York: McGraww-Hill Book Co.


1968

Seels, Babara B. and Rita C. Richey. (1994). Instructional Technology: The Definition and
Domains of the Field. Washington,DC : AECT

Thompson, Merritt M. The History of Education. New York. Barne & Noble, Inc. 1963

3. Beberapa Kawasan Teknologi Pendidikan Dan Keterhubungannya Antara Masing-Masing
Kawasan, Coba anda pilih salah satu kawasan, bagaimana penerapannya dalam
membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT)?

KAWASAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan,


sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Di bawah
ini dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki pengaruh
terhadap perkembangan Teknologi Pembelajaran.
a. Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963
“Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama
berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses
belajar, mencakup kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam
proses belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam
lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan
pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya
adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif untuk membantu
pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah
menghasilkan kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta
dapat mendorong terjadinya peningkatan pembelajaran.
b. Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang
lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran
di samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk teknologi
pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak
lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada
penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan
kombinasi sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha
mengakomodir pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi
Behaviorisme) dalam teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang
pentingnya penelitian tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan
khusus.
c. Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-
pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan,
teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara
sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan.
Pada definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada
pengembangan potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan
memuat dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga
diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang
mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran.
d. Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan
pendidikan dapat dicapai”
Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam
definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat
keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.

e. Definisi AECT 1972


Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971),
dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi
belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan,
pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan
atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu
bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan
merupakan suatu profesi.
f. Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur,
gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan,
menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan
profesi. Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi
pendidikan sebagai suatu teori.
g. Definisi AECT 1994
“ Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya
mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi
pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan
teori dan praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau
kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha
menekankan pentingnya proses dan produk.
Berikut merupakan 5 Kawasan Teknologi Pendidikan dan terdapat satu tambahan kawasan
yang dikutip dalam Yusuf Hadimiarso
1. Kawasan Desain
Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan
tujuan untuk menciptakan strategi dan produk. Kawasan desain bermula dari gerakan
psikologi pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang teori
pembelajaran berprogram (programmed instructions). Selanjutnya, pada tahun 1969 dari
pemikiran Herbert Simon yang membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu
kajian tentang desain. Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram,
seperti “Learning Resource and Development Center” pada tahun 1960 semakin memperkuat
kajian tentang desain. Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku
Direktur dari Learning Resource and Development Center tersebut menulis dan berbicara
tentang desain pembelajaran sebagai inti dari Teknologi Pendidikan.
Aplikasi teori sistem dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran tersebut.
Melalui James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara bertahap
mulai berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi
pembelajaran.
Perhatian terhadap desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal 1970-
an. Kolaborasi Robert Gagne dengan Leslie Briggs telah menggabungkan keahlian psikologi
pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep desain pembelajaran
menjadi semakin hidup.
Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu :
(1) Desain Sistem Pembelajaran
yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi: langkah-langkah: (a) penganalisaan (proses
perumusan apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara
mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-
bahan pelajaran); (d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan (e) penilaian
(proses penentuan ketepatan pembelajaran). Desain Sistem Pembelajaran; Desain Sistem
Pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang menuntut kecermatan
dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua langkah
–langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain Sistem Pembelajaran, proses sama pentingnya
dengan produk, sebab kepercayaan atas produk berlandaskan pada proses.
(2) Desain Pesan;
yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara
pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya
tangkap. Fleming dan Levie membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat
memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Desain pesan berkaitan dengan hal-
hal mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Desain harus
bersifat spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna
bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah
bersifat statis, dinamis atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik
komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap,
pengembangan keterampilan, strategi belajar atau hafalan.
(3) Strategi Pembelajaran;
yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar
dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan
komponen belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi
pembelajaran sebagai prinsip teknologi pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi
pembelajaran bergantung pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang dikehendaki.
(4) Karakteristik Pembelajar.
yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap
efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik
pembelajar. Secara psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar
yaitu berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun
kecakapan nyata dan kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek-aspek
kepribadian lainnya.

Pertanyaan:
Bagaimana penerapannya dalam membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang
PAUD/SD/SMP/SMA/PT) dengan menerapkan satu kawasan teknologi pendidikan
didalamnya.

Jawab:
Pemanfaatan Dan Pengembangan Bahan Ajar Noncetak: Program Video Dan Bahan Ajar
Berbantuan Komputer
Kegiatan Belajar 1. Pemanfaatan dan Pengembangan Program Video
Dengan memaparkan tujuan dari pembelajaran melalui kegiatan belajar ini. Kaset video
merupakan alat bantu mengajar yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran massal,
individual, ataupun kelompok. Manfaat utama penggunaan kaset video adalah untuk
memberikan ilustrasi konkret suatu materi pelajaran. Pemanfaatan medium video terutama
efektif untuk menghadirkan suatu gambaran riil yang dapat membangkitkan emosi siswa
untuk tujuan pembelajaran yang bersifat afektif. Medium ini juga dapat digunakan sebagai
bahan ajar utama ataupun bahan ajar pendukung yang diintegrasikan dengan pengajaran lisan
di dalam kelas.
Kegiatan Belajar 2. Pemanfaatan dan Jenis Bahan Ajar Berbantuan Komputer
Pada kegiatan belajar ini diharapkan siswa telah mempelajari mengenai manfaat dan jenis
bahan ajar berbantuan komputer. Bahan ajar berbantuan komputer pada dasarnya dapat
bersifat satu arah dan dua arah, tergantung dari rancangan dan jenis komputer yang
digunakan. Bahan ajar berbantuan komputer seperti CAI dan CBI pada umumnya bersifat
satu arah dan dirancang untuk digunakan pada komputer mandiri. Sedangkan bahan ajar
berbantuan komputer dua arah seperti WBC pada umumnya dirancang untuk digunakan pada
komputer yang tersambung ke suatu jaringan lokal ataupun Internet, sehingga dapat
memfasilitasi komunikasi dan interaksi antara siswa dengan guru/tutor dan antara siswa
dengan siswa lainnya. Bahan ajar berbantuan komputer sangat efektif untuk menghadirkan
aktivitas pembelajaran seperti drill, simulasi, dan permainan.
4. Dalam Teknologi Pendidikan/Teknologi Pembelajaran menurut Saettler yang mengacu
pada pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktivitas diri, (2)
minat/motivasi, (3) kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Bagaimana
pendapat anda tentang penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam
pembelajaran bagi peserta didik?
Jawab:
Untuk menerapkan prinsip tersebut dengan menghadirkan produk teknologi dalam
pembelajaran bagi peserta didik yang pertama kali dilakukan adalah menjelaskan tujuan dari
teknologi yang digunakan tersebut kepada peserta didik serta manfaat dari teknologi tersebut
didalam pembelajaran yang berlangsung. Dengan memberikan aktivitas kepada siswa baik itu
secara berkelompok maupun individual, siswa diharapkan aktif dalam memanfaatkan
teknologi yang telah ada. Sehingga tercipta suatu persaingan antara siswa yang satu dengan
yang lain. Guru hadir sebagai pemandu dan pemegang kontrol jalannya pembelajaran di
dalam kelas. Kemudian guru memotivasi siswa dengan memberikan reward kepada siswa
yang memiliki prestasi yang baik dalam pemanfaatan teknologi tersebut. Guru juga bisa
mempersiapkan jalannya pembelajaran di dalam kelas dengan menugaskan kepada siswa
untuk mengaktualisasi diri dengan menggunakan bantuan teknologi yang ada terhadap topik
pembelajaran tertentu dan guru bisa menerapkan kepada siswa dengan siswa yang
memaparkan hasil, menjelaskan, memanfaatkan teknologi yang ada. Dimana semua proses
yang berlangsung kesemuanya hanya untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Sehingga
dapat dilakukan penilaian serta evaluasi.

5. Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari
stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar
pembelajaran berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda?
Saya selaku seorang pendidik sependapat dengan statement diatas. Selama perjalanan saya
memberikan pembelajaran TIK kepada siswa di daerah yang jauh dari yang namanya
teknologi, ini menjadi suatu tantangan bagi saya untuk bagaimana caranya agar siswa saya
tidak hanya sekedar mendapatkan teori tentang teknologi informasi dan komunikasi
khususnya didalam pemakaian komputer tetapi mampu mengoperasikan, mengelola,
memanfaatkan, menggunakan, mencetak dokumen dengan menggunakan yang namanya
printer. Diawal tahun pertama (semester ganjil) yang saya lakukan adalah memberikan
stimulus kepada siswa, dalam hal ini saya melatih peserta didik saya dengan mengenalkan
produk teknologi yang namanya mouse, keyboard, monitor, printer, kemudian memberikan
kepada siswa dengan memberikan sebuah tugas “mengetik satu paragraph”’ kemudian saya
memberikan tugas “mengetik dua paragraph”, lama kelamaan siswa saya terbiasa dalam
mengoperasikan, mengelola dan memanfaatkan yang namanya komputer. Dan sebagai hasil
akhir diberikan test secara praktek maupun tertulis kepada siswa dengan yang saya ajarkan.
Alhasil hasil yang semula rendah menjadi sedikit meningkat. Hal yang sama kemudian saya
lakukan pada tahun kedua (semester genap) latihan kepada siswa tentang teknologi pun
meningkat. Dan mendapat respon dari siswa tentang apa yang saya ajarkan mengenai
teknologi. Mereka mulai merasa butuh akan kehadiran sesuatu hal yang baru dalam hal ini
pemanfaatan komputer didalam pembelajaran mereka. Dan makin meningkatkan hasil
evaluasi mereka pada akhir semester genap pertama.


Diposkan oleh Catatan MTP ku di

Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia telah terjadi beberapa kali gelombang besar
perubahan. Dalam teknologi pembelajaran, telah terjadi serangkaian revolusi besar, antara lain:

- Revolusi I : Menitipkan anak pada guru

- Revolusi II : Tulisan

- Revolusi III : Teknologi cetak

- Revolusi IV : Teknologi elektronik

- 1910-an – motion pictures

- 1930-an – radio broadcasting


- 1950-an – instructional television

- 1960-an – tutorial machines

- 1980-an – multimedia dan internet

Saat ini kita telah memasuki gelombang ketiga, yakni perubahan teknologi informasi. TIK telah
menjadi simbol gelombang perubahan. Bagaimana kita menghadapi perubahan ini? Kalau
diibaratkan TIK itu adalah arus badai, maka sekurang-kurangnya ada tiga sikap dalam menghadapi
perubahan teknologi informasi. Pilihan pertama membangun dinding yang kokoh agar tidak terkena
badai tersebut, pilihan kedua berdiam diri dan membiarkan diri kita terbawa arus, pilihan ketiga
memanfaatkan arus tersebut sebagai sumber energi. Pilihan manakah yang kita ambil? Tentu
terpulang kepada diri kita masing-masing, Namun demikian, pasti kita sepakat bahwa pilihan terbaik
adalah memanfaatkan arus tersebut sebagai sumber energi.

Perubahan ini melanda semua bagian kehidupan, termasuk di dalam pendidikan. Sebut saja misalnya
ruang belajar, yang biasa kita sebut ruang kelas. Pada masa kini, pengertian kelas telah jauh berubah
dengan pengertian masa lalu. Dahulu mungkin yang disebut ruang belajar adalah ruang berbentuk
kotak berisi sejumlah meja kursi murid, meja kursi guru, dan sebuah papan tulis di dinding.
Sesederhana itu. Tapi sekarang yang disebut ruang belajar tidak lagi dibatasi dengan empat dinding
dan satu orang guru. Guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Media belajar bukan lagi sekedar
papan tulis dan kapur. Buku tidak hanya kumpulan kertas yang tercetak, dsb.

Pendidikan sedang mengalami perubahan paradigma. Sekarang dapat diidentifikasi pada apa sajakah
paradigma itu sedang berubah. Peradigma tentang guru, apa sajakah perubahan paradigma yang
sedang terjadi pada guru dahulu dan sekarang.

Dahulu guru dianggap sebagai satu-satunya sumber, sekarang …….

Dahulu guru dianggap paling dan serba tahu, sekarang …….

Dahulu guru dianggap sebagai yang harus digugu dan ditiru, sekarang …….

Dahulu kegiatan belajar mengajar berpusat kepada guru, sekarang …….

Dahulu metode mengajar guru cenderung monoton, sekarang …….

Dahulu guru cenderung tidak mengembangkan materi ajar, sekarang …….

Ini dapat di identifikasi dan di kelompokkan mana peran guru yang mengalami perubahan dan mana
yang tidak mengalami perubahan. Dan yang mana pula perubahan itu yang diakibatkan oleh
perkembangan TIK.
Perubahan paradigma tentang kurikulum juga dapat kita amati. Kurikulum pada masa lalu
ditentukan oleh pemerintah. Akan tetapi saat ini, kita tengah mengalami perubahan dalam
penentuan kurikulum, di mana satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kurikulum
sendiri. Sedangkan pemerintah hanyalah menetapkan standar kompetensi. Perubahan ini akan terus
berlanjut. Sekolah masa depan akan mengembangkan kurikulum yang menjadi ciri khas masing-
masing. Orang tua murid akan memilih sekolah mana yang cocok untuk anaknya sesuai dengan
minat dan harapan mereka.

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran dapat diamati pada tabel di bawah ini.

Perubahan paradigma pada proses pembelajaran

DARI KE
teacher-centered instruction student-centered instruction
single-sense stimulation multisensory stimulation
single-path progression multipath progression
single media multimedia
isolated work collaborative work
information delivery information exchange
passive learning active/inquiry-based learn.
factual thinking critical thinking
knowledge-based decision making informed decision making
reactive response proactive and planned act.
Isolated authentic
artificial context real-world context

*(Disarikan dari modul 1 Pelatihan Pemanfaatan TIK Untuk Pembelajaran Tingkat Nasional
2008)

Hasil UTS “TEKNOLOGI PENDIDIKAN”


May 7, 2013 | sitiariani

Nama: Siti Ariani Haji

Nim: 11.2.3.147

Jur/Prodi: Tarbiyah/ PAI 2

Semester: IV (Empat)

Soal UTS Mata Kuliah “TEKNOLOGI PENDIDIKAN”

1)      Landasan falsafah Teknologi pendididkan


2)      Definisi Teknologi pendidikan dari tahun ke tahun

3)      Kemukakan definisi teknologi pendidikan menurut pendapat sendiri

4)      Jelaskan kawasandan domain teknologi pendidikan

Jawaban dari soal di atas:

1).  Landasan filosofis yang dapat dikaji melalui tiga kajian filsafat yaitu ontologi yang
mewakili pertanyaan ”apa?” atau ”mengapa?”, epistimologi yang mewakili ”bagaimana?”,
dan aksiologi ”untuk apa?”.

a.   Ontologi

Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being) (Brameld,
1955: 28). Pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam
pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai
dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam
posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta
didik dengan dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu
menghadapi realita dan obyek pengalaman.

Menurut Sir Eric Ashby (1972, h. 9-10) tentang terjadinya empat Revolusi di dunia
pendidikan yaitu:

 Revolusi pertama terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan sebagian
tanggungjawab dan pendidikannya kepada orang lain yang secara khusus diberi
tanggungjawab untuk itu. Pada revolusi pertama ini masih ada kasus dimana orangtua atau
keluarga masih melakukan sendiri pendidikan anak-anaknya. Dari beberapa literatur, seperti
misalnya Seattler berusaha menelusuri secara historik perkembangan revolusi ini dengan
mengemukakan bahwa kaum Sufi pada sekitar 500 SM menjadikan dirinya sebagai “penjual
ilmu pengetahuan”, yaitu memberikan pelajaran kepada siapa saja yang bersedia
memberinya upah atau imbalan.

Revolusi pertama ini terjadi karena orangtua/keluarga tidak mampu lagi membelajarkan
anak-anaknya sendiri.

 Revolusi kedua terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahkan tanggungjawab untuk
mendidik. Pengajaran pada saat itu diberikan secara verbal/lisan dan sementara itu kegiatan
pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.

Penyebab terjadinya revolusi kedua ini karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih
banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat.

 Revolusi ketiga muncul dengan ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya
informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku atau media cetak lainnya. Buku hingga saat
ini dianggap sebagai media utama disamping guru untuk keperluan pendidikan. Revolusi ini
masih berlangsung bahkan beberapa pandangan falsafati berpendapat bahwa masyarakat
belajar adalah masyarakat membaca. Beberapa ahli menyatakan bahwa pendidikan di
Indonesia masih berlangsung budaya mendengarkan belum sampai pada budaya membaca.

Revolusi ketiga ini terjadi karena guru ingin mengajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat
lagi, sementara itu kemampuan guru semakin terbatas, sehingga diperlukan penggunaan
pengatahuan yang telah diramuka oleh orang lain.

 Revolusi keempat berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik


dimana yang paling menonjol diantaranya adalah media komunikasi (radio, televisi, tape dan
lain-lain) yang berhasil menembus batas   geografi, sosial dan politis secara lebih intens
daripada media cetak. Pesan – pesan dapat lebih cepat, bervariasi serta berpotensi untuk
lebih berdaya guna bagi si penerima. Pada revolusi ini muncullah konsep keterbacaan
(Literacy) baru, yang tidak sekedar menuntut pemahaman deretan huruf, angka, kata dan
kalimat, tetapi juga pemahaman visual. Beberapa orang ahli berpendapat bahwa
perkembangan media komunikasi ini menjadikan dunia semakin “mengecil”, menjadi suatu
“global Village” dimana semua warganya saling mengenal, saling tahu dan saling bergantung
satu sama lain. Dalam revolusi keempat ini memang ujud yang sangat menonjol adalah
peralatan yang semakin canggih.

Penyebab revolusi ini adalah karena guru menyadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru
untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, dan karena itu yang lebih penting adalah
mengajarkan kepada anak didik tentang bagaimana belajar. Ajaran selanjutnya akan
diperoleh si pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui berbagai sumber dan saluran.

Berdasarkan penyebab dan kondisi perkembangan keempat revolusi yang terjadi di dunia
pendidikan diatas dimana difokuskan pada masalah utama yaitu “belajar” dapat
disederhanakan yaitu pada awalnya guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka
langsung dan guru bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar. Perkembangan
berikutnya guru menggunakan sumber lain berupa buku yang ditulis oleh orang lain, atau
dapat dikatakan bahwa guru membagi perannya dalam menyajikan ajaran kepada sejawat lain
yang menyajikan pesan melalui buku. Dalam keadaan ini guru masih mungkin melaksanakan
tugasnya menyeleksi buku dan mengawasi kegiatan belajar secara ketat. Dalam
perkembangan selanjutnya media komunikasi mampu menyalurkan pesan yang dirancang
oleh suatu tim yang terpisah dari guru, langsung kepada anak didik tanpa dapat dikendalikan
oleh guru.

Dapat disimpulkan dari perkembangan revolusi yang terjadi bahwa tujuan pendidikanlah
yang harus menentukan sarana apa saja yang dipergunakan atau dengan kata lain media
komunikasi menentukan pesan (dan karena itu tujuan) yang perlu dikuasai. Dengan ilustrasi
diatas dapat disimpulkan bahwa adanya masalah-masalah baru yaitu:

v  adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku, prosedur
media dll), pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media), media (buku, program
televisi, radio dll), alat (jaringan televisi, radio, dll) cara-cara tertentu dalam mengolah/
menyajikan pesan serta lingkungan dimana proses pendidikan itu berlangsung.

v  Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun faktual.


Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk belajar itu agar
dapat digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.
 

b.  Epistemologi

Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.

Pandangan epistemologi tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan


pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-
prasarana yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara menentukan hasil
pendidikan.

M. Arif berpendapat bahwa epistimologi (bagaimana) yaitu merupakan asas mengenai cara
bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Ada
3 isi dari landasan epistimologi teknologi pendidikan yaitu :

 Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua
situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling kaitannya dan bukannya dikaji secara terpisah-
pisah.
 Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara
sistematik yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai suatu kesatuan, dan
ditujukan untuk memecahkan masalah.
 Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala secara
menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana
masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri.

c.  Aksiologi

Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value) (candilaras, 2007).
Menurut Wijaya Kusumah dalam kajian aksiologi, yaitu apa nilai / manfaat pengkajian
teknologi pendidikan bisa diaplikasikan dalam beberapa hal, diantaranya

1.      Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif, efisien, relevan)

2.      Penyempurnaan system Pendidikan

3.      Meluas dan meratnya kesempatan serta akses pendidikan

4.      Penyesuaian dengan kondisi pembelajaran

5.      Penyelarasan dengan perkembangan lingkungan

6.      Peningkatan partisipasi masyarakat


Sedangkan M. Arif menyatakan bahwa Aksiologi (untuk apa) yaitu merupakan asas dalam
menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan
tersebut. Landasan pembenaran atau landasan aksiologis teknologi pendidikan perlu
dipikirkan dan dibahas terus menerus karena adanya kebutuhan riil yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangannya. Menurutnya, landasan aksiologis teknologi pendidikan
saat ini adalah:

 Tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.


 Keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa, antara lain:

1. Penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagai sarana pendidikan, dan peningkatan


kemampuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk pendidikan serta latihan.

2. Penyempurnaan sistem pendidikan dengan penelitian dan pengembangan sesuai dengan


tantangan zaman dan kebutuhan pembangunan.

3. Peningkatan partisipasi masyarakat dengan pengembangan dan pemanfaatan berbagai


wadah dan sumber pendidikan.

2). Definisi awal Teknologi Pendidikan dipandang sebagai media. Teknologi Pendidikan
adalah suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengealuasi proses
keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam betuk tujuan pembelajaran yang spesifik,
berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan menggunakan
kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat
pembelajaran lebih efektif.

 Definisi teknologi pendidikan pada awal tahun 1920 dipandang sebagai media. Akar
terbentuknya pandangan ini terjadi ketika pertama kali diproduksi media pendidikan pada
awal abad dua puluhan. Media ini, sebagai media pembelajaran visual yang berupa film,
gambar dan tampilan yang mulai ramai pada tahun 1920. definisi formal pembelajaran visual
terfokus pada media yang digunakan untuk menampilkan sebuah pelajaran. Pandangan ini
berlanjut sampai 1950.

Tahun 1960 dan 1970 Teknologi Pendidikan diapandang sebagai suatu proses.
Awal tahun 1950, khususnya selama tahun 1960 dan 1970 sejumlah ahli dalam bidang
pendidikan mulai mendiskusiakan teknologi pendidikan dalam suatu yang berbeda. Mereka
membahasnya sebagai suatu proses. Contohnya Finn (1960) mengatakan bahwa teknologi
pendidikan harus dipandang sebagai suatu cara untuk melihat masalah pendidikan dan
mneguji kemungkinan solusi dari masalah tersebut. Sedangkan Lumsdaine (1964)
mengatakan bahwa teknologi pendidikan dapat dijadikan aplikasi ilmu pengetahuan pada
praktek pendidikan. Pada tahun 1960an dan 1970 banayak definisi teknologi pendidikan yang
dipandang sebagai suatu proses.

 Definisi 1963
Di tahun 1963, definisi teknologi pendidikan digambarkan bukan hanya sebagai sebuah
media. Definisi ini (Ey, 1963) menghasilkan dengan suatu komisi pengawas yang dibentuk
olep Departemen Pendidikan Audiovisual (sekarang dikenal sebagai Asosiasi Teknologi dan
Komunikasi Pendidikan). Definisi kini lebih memusat pada desain pembelajaran dan
penggunaan media sebagai pengendalian proses belajar (p. 38). Lebih dari itu pengertian kini
lebih menganali serangkaian langkah-langkah penerapan, perancangan, dan penggunaan.
Langkah-langkah ini mencakup perencanaan, produksi, pemilihan, pemanfaatan, dan
manajemen. Perubahan disini mencerminkan bahwa, bagaimana lingkungan dan kemajuan
zaman dapat mengubah sebuah definisi dan praktek dari teknologi pendidikan.

 Definisi 1970

Definisi selanjutnya merupakan definisi tahun 1970-an yang dikeluarkan oleh Komisi
Pengawas Teknologi Pendidikan. Komisi pengawas ini dibentuk dan dibiayai oleh
pemerintah Amerika Serikat untuk menguji permasalahan dan manfaat potensial yang
berhubungan dengan teknologi pendidikan di sekolah-sekolah. Teknologi pendidikan adalah
suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi proses
keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam bentuk tujuan pembelajaran yang spesifik,
berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan mengunakan
kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat
pembelajaran lebih efektif.

Jadi menurut konsep ini tujuan utama teknologi pembelajaran adalah membuat agar suatu
pembelajaran lebih efektif. Bagaimana hal itu dilakukan? Dengan cara mendesain,
melaksanakan dan mengevaluasi secara sistematis berdasarkan teori komunikasi dan belajar
tentunya, serta memanfaatkan segala sumber baik yang bersifat manusia maupun non
manusia, dengan demikian, sejak tahun 1970an, sudah ada pandangan bahwa manusia (dalam
hal ini guru) bukanlah satu-satunya sumber belajar.

 Definisi 1977

Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang terintegerasi meliputi orang, prosedur,
gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisa masalah dan merancang. Melaksanakan,
menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.

 Definisi 1994

Teknologi instruksional adalah praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan,


mengelola dan menilai proses-proses maupun sumber-sumber balajar. Definisi ini lebih
operasional dari pada rumusan tahun 1977 yang terlalu rumit, definisi ini menegaskan bahwa
adanya lima dominant teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan
pengemabangan, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik
untuk proses maupun sumber belajar, seorang teknolog pembelajaran bias saja memfokuskan
bidang garapannya dalam salah satu kawasan tersebut.

Definisi baru : menyatakan peran media, desain pembelajaran sistematis, dan pendayagunaan
teknologi. Bidang teknologi dan desain pembelajaran mencakup analisis pembelajaran dan
pencapaian masalah serta rancangan, pengembangan, pemanfaatan, evaluasi, manajemen,
pembeljaaran, proses non pembelajaran untuk meningkatkan pencapaian pelajaran dalam
berbagai peraturan, bidang pendidikan dan tempat kerja. Para ahli bidang desain
pembelajaran dan teknologi sering menggunakan prosedur desain pembelajaran yang
sistematis dari berbagai media pembelajaran untuk menyelesaikan tujuan mereka. Definisi ini
menggaris bawahi dua praktek yaitu penggunaan media untuk tujuan pendidikan dan
penggunaan prosedur desain pembelajaran yang sistematis. Mengapa kita menyebutnya
desain pembelajaran dan teknologi ?

Definisi berbeda dari yang sebelumnya. Lebih mengacu pada bidang desain pembelajaran dan
teknologi dibandingkan dengan teknologi pembeljaaran. Mengapa kebanyakan individu
menggambarkan istilah teknologi pembelajaran dengan komputer, video, OHP, dan segala
jenis hardware dan software lainnya yang berhubungan dengan media pembelajaran. Dengan
kata lain banyak individu yang menyamakan teknologi pembelajaran dengan desain
pembelajaran. Praktek desain pembelajaran sudah meletus sehingga banyak digunakan oleh
individu yang menyebut diri mereka perancang pembelajaran.

Adapun definisi lain yaitu:

      DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN TAHUN 1963-2004

 Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963


“ Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama
berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses
belajar. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara
efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
 Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang
lahir sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan
pembelajaran di samping guru, buku teks, dan papan tulis. Bagian yang membentuk
teknologi pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras
maupun lunak lainnya.”
  Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-
pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan,
teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara
sistematik, dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
 Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan
pendidikan dapat dicapai”. Dalam definisi MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan
perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.
 Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971),
dengan memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi
belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan,
pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan
pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu
bidang studi. Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan
merupakan suatu profesi.
 Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur,
gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan,
menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi.
Definisi sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan
sebagai suatu teori.
 Definisi AECT 1994
“Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang
dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh.
Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari
teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses
dan produk.
 Definisi AECT 2004
“Teknologi pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran
dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan
sumber daya teknologi.”
Perbedaan antara definisi 1994 dan 2004 adalah :
Definisi 2004
1. Menekankan pada teori dan praktek.
2. Menekankan pada Studi dan etika praktek
3. Pokok kegiatan adalah desain, pengembangan, Penciptaan, pengaturan, penggunaan,
pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian
4. Tujuan untuk keperluan belajar
5. Tujuan memfasilitasi pembelajaran
6. Utilisasi proses & sumber belajar
7. Utilisasi proses & sumber daya teknologi

Secara singkat dapat dikatakan bahwa definisi 2004 sudah mencakup aspek etika dalam
profesi , peran sebagai fasilitator, dan pemanfaatan proses dan sumber daya teknologi.

3).  Setelah saya pelajari dari perkuliahan dan membaca beberapa pengertian tentang
teknologi pendidikan, jadi menurut saya teknologi pendidikan adalah suatu cara yang didalam
proses belajar-mengajar yang dilakukan secara sistematis atau sudah tersistem dengan baik.
Agar bisa mempermudah proses belajar langsung maupun tidak langsung. Langsung ini
misalnya seorang pendidik menggunakan salah satu teknologi di dalam proses belaja
misalnya memakai Laptop, LCD, dan Speeaker didalam kelas untuk lebih mempermudah dan
tidak hanya itu teknologi pendidikan juga mengajak peserta didik agar bisa lebih kreatif.
Sedangkan  yang tidak langsung yaitu, proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara
online, melalui aplikasi-aplikasi yang tersedia. Seperti yang tengah terjadi diluar negeri
misalnya, para peserta didik bisa berkomunikasi atau ujian lewat internet (online). Jadi
teknologi  pendidikan memang adalah salah satu sarana didalam dunia pendidikan utuk
mempermudah, membantu, membuat peserta didik lebih kreatif dan cerdas.

4). Secara etimologis, domain berarti wilayah/ daerah kekuasaan atau bidang kajian/
kegiatan/ garapan yang lebih kecil, terinci dan spesifik dari lahan/ lapangan/ cakupan suatu
ilmu. Arti kedua dalam bahasa Indonesia disepadankan dengan kata ranah/ aras. Sedangkan
kawasan-kawasannya yaitu:

a. Domain Desain
Desain adalah proses spesifikasi berbagai kondisi belajar. Domain desain mencakup
rancangan sistem pengajaran, rancangan pesan/ bahan ajar, strategi pengajaran dan
karakteristik pebelajar.

b. Domain Pengembangan

Pengembangan adalah proses usaha menjabarkan spesifikasi desain ke bentuk-bentuk fisik,


misalnya: materi pelajaran yang dikembangkan melalui media belajar buku-buku pegangan,
alat pelajaran/ peraga audio, visual atau audiovisual.

c. Domain Perlengkapan

Domain ini mungkin merupakan hal yang paling pelik dan berliku-liku dibandingkan domain
lain dalam Teknologi Pembelajaran. Dalam domain inilah digeluti segala hal tentang
pendayagunaan media instruksional yang baik untuk mencapai tujuan pengajaran, termasuk
urusan pelembagaan serta kebijakan dan peraturan yang dapat mendukung atau sebaliknya
menghambat. Domain perlengkapan merupakan bagian usaha mendayagunakan proses dan
sumber belajar untuk mencapai tujuan pengajaran.

d. Domain Pengelolaan

Konsep Pengelolaan merupakan bagian integral dari kawasan/ kajian teknologi pembelajaran
dan peranan para ahli teknologi pembelajaran.

e. Domain Evaluasi

Evaluasi merupakan proses menentukan kesesuaian antara materi pelajaran dan proses
belajar. Evaluasi dimulai dengan analisis problem yang merupakan langkah awal penting
dalam pengembangan dan evaluasi isi pelajaran karena tujuan dan kendalanya diklarifikasi
selama langkah ini dilaksanakan.

Sekian, inilah hasil dari jawaban saya. Bila ada kekeurangan saya mohon maaf.

TEKNOLOGI PENDIDIKAN

1.      Landasan Falsafah Teknologi Pendidikan


Yang dimaksud dengan “falsafah” di sini adalah rangkaian pernyataan yang didasarkan pada
keyakinan,konsepsi dan sikap seseorang,yang menunjukkan arah atau tujuan yang
diambilnya.Landasan Falsafah tujuannya adalah untuk memperoleh pembenaran sebagai
suatu disiplin pengetahuan terapan yang berdiri sendiri.Rumusan ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan Ely (1980) dan Miarso (2009),dimana seseorang memberikan arti atas suatu
gejala seobjektif mungkin. Usaha memberikan arti dalam tulisan ini didasarkan oleh
pengalaman empirik atas sejumlah data yang diamati, jadi merupakan generalisasi dari
berbagai gagasan yang terkait dengan rujukan tertentu. Setiap perkembangan cabang ilmu
atau pegetahuan perlu didasari serangkaian dalil atau dasar yang dijadikan patokan
pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi 3 komponen yaitu :

1) Ontologi (apa) adalah Rumusan tentang gejala pengamatan yang dibatasi pada suatu
pokok telaah khusus yang tidak digarap oleh bidang telaah lain.

2) Epistemologi (bagaimana) yaitu Usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh


kebenaran dalam pokok telaah yang ditentukan.

3) Aksiologi  (untuk apa) yaitu Nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari pokok telaah
yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan
estetika.

Selanjutnya Suriasumantri mengemukakan bahwa ontologi merupakan asas dalam


menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran tentang
hakikat realitas dari objek tersebut. Epistimologi merupakan asas mengenai cara bagaimana
materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan
aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun
dalam tubuh pengetahuan tersebut.

       Dalam ilustrasi revolusi pendidikan (Sir Eric Ashby, 1972), dijelaskan bahwa  revolusi
pendidikan dibagi  menjadi  4, yaitu:

1) Revolusi pertama, terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan sebagian
tanggung jawab pendidikannya kepada orang lain yang lebih ahli. Tidak dapat diketahui
secara pasti kapan revolusi ini mulai terjadi, meskipun diketahui masih ada kasus di mana
orang tua/keluarga masih melakukan sendiri pendidikan anak-anaknya. Jadi bias juga berarti
bahwa revolusi telah berlangsung meskipun belum tuntas.

2) Revolusi kedua, terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahi tanggung jawab untuk
mendidik. Pengajaran pada saat itu diberikan secara verbal atau lisan dan tulisan,sementara
itu kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.

3) Revolusi ketiga, muncul dengan ditemukannya mesin cetak, yang memungkinkan


tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku atau media cetak lain.
Meskipun literature Barat kebanyakan menganggap bahwa Gutenbereg-lah yang berjasa
sebagai penemu mesin cetak, namun berbagai penuturan mengemukakan bahwa teknik
pencetakan sudah mulai dikembangankan lebih dahulu di Cina. Buku hingga saat ini
dianggap sebagai media utama di samping guru untuk keperluan pendidikan.

4) Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang begitu pesat di bidang


elektronik. Yang paling menonjol di antaranya adalah media komunikasi (radio, TV, tape dan
lain-lain), yang berhasil menembus batas geografi, social dan politis secara lebih intens lagi
dari pada media cetak. Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk
lebih berdaya guna bagi si penerima. Muncullah kemudian konsep keterbacaan (literacy)
baru, yang tidak sekedar menuntut pemahaman deretan huruf, angka, kata dan kalimat, tetapi
juga pemahaman visual. Revolusi-revolusi di atas dapat terjadi karena adanya masalah yang
tak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, tetapi dilain pihak juga menimbulkan masalah
baru.

2.      Definisi Teknologi Pendidikan Dari Tahun Ke Tahun

 Definisi awal Teknologi Pendidikan 1920

Teknologi Pendidikan dipandang sebagai media, media ini sebagai media pembelajaran
visual yang berupa film, gambar, dan tampilan media yang mulai ramai.Definisi formal
pembelajaran visual terfokus pada media yang digunakan untuk menampilkan sebuah
pelajaran.

 Finn 1960

Mengatakan bahwa teknologi pendidikan harus dipandang sebagai suatu cara untuk melihat
masalah pendidikan dan menguji kemungkinan solusi dari masalah tersebut.

 AECT 1963

Komunikasi audiovisual adaalah cabang dari teori dan praktik pendidikan yang terutama
berkepentingan dengan mendesain ,dan menggunakan pesan untuk mengendalikan proses
belajar,yang mencakup (1) Mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses
belajar.(2) Penstrukturan dan sistemasi oleh orang maupun instrument dalam lingkungan
pendidiakan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, menejemen dan pemanfaatan dari
komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan
setiap metode dan media komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi
peserta didik secara maksimal.

 Lumsdaine 1964

Mengatakan bahwa teknologi pendidikan dapat dijadikan aplikasi ilmu pengetahuan pada
praktek.

 CIT (Commission on instrucsion Technology) 1970

Teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat revolusi
komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran disamping Guru,buku teks
dan papan tulis. Bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah
Televisi,film,OPH,komputer dan bagian perangkat keras maupun perangkat lunak lainnya.

Teknologi pembelajaran merupakan usaha sistematisdalam merancang ,melaksaanakan dan


mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan pembelajaran khusus,serta
didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang
menggunakan kombinasi sumber manusia dan non manusia agar belajar dapat berlangsung
secara efektif.
 Kenneth Silber 1970

Teknologi pembelajaran adalah pengembangan (riset,desain, produksi, evaluasi , dukungan


pasokan, dan pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (peasan , orang, bahan, peralatan,
teknik dan latar) serta pengelolaan usaha pengembangan  (organisasi dan personel) secara
sistematis ,dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar.

 Mackenzie & Eraut 1971

Teknologi pendidikan merupakan suatu studi yang sistematis mengenai cara bagaimana
tujuan pendidikan dapat dicapai.

 AECT 1972 (merevisi definisi yang sudah ada).

Teknologi pendidikan adalah suatu bidang garapan yang berkepentingan dengan


memfasilitasi belajar pada manusoia melalui usaha sistematis dalam :identifikasi,
pengembangan, pengorganisasian, dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta
dengan pengelolaan ataas keseluruhan proses tersebut.

 AECT  1977

Teknologi pendidikan adalah suatu proses yang kompleks dan terintegrasi meliputi
orang,prosedur,gagasan,sarana,dan organaisasi untuk menganalisis masalah ,merancang,
melaksanakan, menilai, mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada
manusia.

 Miarso 1986

Teknologi pendidikan merupakan proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang,
prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah mencari jalan
pemecahanya, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah yang
menyangkut semua aspek belajar manusia. (Miarso, 1986 : 1)

 Nasution 1987

Teknologi Pendidikan adalah pengembangan, penerapan, dan penilaian sistem-sistem, teknik,


dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar manusia.(Nasution,
1987 : 7)

Teknologi pendidikan adalah media yang lahir dari perkembangan alat informasi yang
digunakan untuk tujuan pendidikan. (1987 : 20)

 AECT 1994

Instructional technology is the theory and practice of design, development, utilization,


management, and evaluasion, of prosesses and resources for learning. (seels dan richey,1994 :
1). Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktik dalam
desain ,pengembangan,pemanfaatan,pengelolaan serta evaluasi tentang proses dan sumber
untuk belajar.
 Anglin 1995

Teknologi pendidikan adalah kombinasi dari pembelajaaran, belajar, pengembangan,


pengelolaan, dan teknologi lain yang diterapkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
(Anglin 1995 :8)

 Hackbarth 1996

Teknologi pendidikan adalah konsep multidimensional yang meliputi 1) suatu


prosessistematis yang melibatkan penerpanpengetahuan dalam upaya mencari solusi yang
dapat digunakan dalam memecahkan masalah belajar dan pembelajaran.(2) Produk seperti
buku teks ,program audio,program televisi sofwere computer dan lain-lain.(3) Suatu profesi
yang terdiri dari berbagai kategori pekerjaan.(4) Merupakan bagian spesifik dari pendidikan.
(hackbarth, 1996 dalam purwanto,dkk.,2005:3)

 AECT 2004

“Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and
improving performence by creating,using,and managing appropriate technological processes
and  resources “.Teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktik dalam upaya
memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara
menciptakan,menggunakan atau memanfaatkan dan mengelola proses dan sumber-sumber
teknologi yang tepat.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Teknologi pembelajaran adalah suatu disiplin ilmu atau bidang garapan.


2. Istilah teknologi pembelajaran dipakai bergantian dengan istilah teknologi
pendidikan.
3. Tujuan utama teknologi pembelajaran adalah 1) Memecahkan  masalah belajar atau
memfasilitasi pembelajaran. 2) Untuk meningkatkan  kinerja.
4. Menggunakan metode sitemis (holistik atau menyeluruh).
5. Kawasan teknologi pembelajaran meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis,
desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi  baik
proses-proses maupun sumber-sumber belajar.
6. Teknologi pembelajaran tidak hanya bergerak di persekolahan tapi dalam semua
aktivitas manusia (seperti perusahaan,keluarga,organisasi masyarakat dan lain-lain)
sejauh berkaitan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja.
7. Teknologi diartikan secara luas ,bukan hanya teknologi fisik (hardtech) tetapi juga
teknologi lunak (softtech).

3. Definisi teknologi pendidikan menurut saya pribadi

Menurut saya Teknologi Pendidikan adalah suatu disiplin ilmu yang terdiri atas beberapa
komponen-komponen (manusia,peralatan,teknik dan waktu) yang bertujuan untuk
memberikan kesan baik kepada pendidikan serta memberikan kemudahan untuk
menyelesaikan masalah yang ada.

4. Ruang Lingkup atau Domain atau Kawasan Teknologi Pendidikan


Ada lima domain atau bidang garapan teknologi pembelajaran atau teknologi intruksional
berlandaskan definisi AECT 1994 yaitu :

1. Desain
2. Pengembangan
3. Pemanfaatan
4. Pengelolaan
5. Penilaian

      Kelima hal ini merupakan  kawasan (domain) dari bidang teknologi pendidikan. Setiap
kawasan dalam teknologi pendidikan memberikan kontribusi kepada pengembangan teori dan
praktik dan sebaliknya teori dan praktik dijadikan pengembangan kawasan.Tiap kawasan
tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, tetapi saling berkaitan sebagai suatu kegiatan yang
sistematik.Hubungan antar kawasan ini bersifat saling melengkapi dan memiliki hubungan
yang sinergis seperti gambar  dibawah ini:

Bagan hubungan antar kawasan teknologi pembelajaran

(seels & richey,2000:28)

1. Kawasan desain

Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan
strategi dan produk (seels and richey,2000:32). Kawasan desain ini dibagi menjadi 4 yaitu :

1) Desain sistem pembelajaran

2) Desain penelitian

3) Strategi pembelajaran

4) Karakteristik peserta didik

2. Kawasan pengembangan

Kawasan penembangan adalahproses penerjemahan spesifikasi desain kedalam bentuk fisik.


(seels and richey,2000:38). Kawasan pengembangan mencakup :

a) Teknologi cetak

b) Teknologi audiovidio

c) Teknologi berbasis komputer

d) Teknologi Multimedia
3. Kawasan pemanfaatan

Kawasan pemanfaatan adalah tindakan mengunakan metode dan model instruksional,bahan


dan peralatan media untuk meningkatkan suasana pembelajaran. (seels and richey,2000:46).
Kawasan pemanfaatan mencakup :

a) Pemanfaatan media

b) Divusi inovasi

c) Implementasi dan instutisionalisasi

d) Kebijakan dan regulasi

4. Kawasan pengelolaan

Kawasan pengelolaan meliputi teknologi pembelajaran melalui :


perencanaan ,pengorganisasian,pengkoordinasian dan super visi. (seels and richey,2000:54).
Kawasan pengelolaan mencakup :

a) Pengelolaan proyek

b) Pengelolaansumber

c) Pengelolaan sistem penyampaian

d) Pengelolaan sistem informasi

5. Kawasan penilaian

Kawasan penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar.
Kawasan penilaian mencakup :

a) Analisis masalah

b) Pengukuran beracuan patokan

c) Penilaian formatif

d) Penilaian sumatif

awaban UTS

Soal
1.      Sebutkan perubahan bentuk  istilah teknologi pendidikan menurut AECT dan berapa
perubahan bentuk?
2.      Bagaiman revolusi pendidikan menurut Sir eric Ashby dan apa pengaruhnya terhadap
teknologi pendidikan?
3.      Bedakan hal-hal di bawah ini:
         Sumber belajar
         Media belajar
         Alat peraga
4.      Apa yang dimaksud dengan “by design” dalam perencanaan media belajar?
Jawaban
1.      Konsepsi teknologi pendidikan, termasuk didalamnya teknologi pembelajaran, telah
berkembang dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan disiplin teknologi
pendidikan.  Salah satu Bentuk perubahan Teknologi Pendidikan adalah bergesernya
konsepsi pembelajaran yang dikendalikan oleh guru kearah konsepsi pembelajaran yang
dikendalikan oleh siswa, sehingga guru berubah fungsinya dari sebagai pengajar menjadi
sebagai fasilitator. Sebagai akibatnya, definisi teknologi pendidikan juga berkembang sejalan
dengan arah perkembangan tersebut. 
  Sebagai suatu contoh, pada tahun 1963, AECT mendefinisikan “teknologi pendidikan sebagai
desain dan penggunaan pesan-pesan yang mengontrol proses belajar .  Perubahan lain
yang terjadi adalah perubahan dalam tujuan pembelajaran.  Konsep teknologi pembelajaran
yang terbaru menekankan pencapaian tujuan pendidikan yang dalam (deep learning)
ketimbang tujuan pendidikan yang dangkal (shallow learning) dengan cara menyediakan
lingkungan belajar yang otentik serta memiliki peluang penyerapan yang lebih besar.
  Pada tahun 2004 AECT menganggap perlu untuk mendefinisikan kembali konsep teknologi
pendidikan. Definisi tersebut berbunyi: “Teknologi pendidikan adalah studi dan praktek
yang dilandasi etika dalam memfasilitasi belajar dan memperbaiki unjuk kerja dengan
cara menciptakan, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi
yang sesuai” (AECT Definition.. 2004, hlm. 3) Ada 13 konsep pokok yang tercakup dalam
definisi ini, yaitu: (1) studi, (2) praktek berlandaskan etika, (3) memfasilitasi, (4) belajar, (5)
memperbaiki, (6)unjuk kerja, (7) menciptakan, (8) menggunakan, (9) mengelola, (10) sesuai
(appropriate), (11) teknologi, (12) proses, dan (13) sumber. Penjelasan mengenai setiap
konsep ini dapat dibaca dalam dokumen AECT 2004.
2.       Pernyataan Sir Eric Ashby tentang terjadinya empat revolusi dalam dunia
pendidikan.Revolusi-revolusi ini terjadi karena adanya masalah yang tak teratasi dengan cara
yang ada sebelumnya, yaitu masalah “belajar”.
         Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan
anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang
secara khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik
         Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik
dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai
ketentuan yang dibakukan.
         Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi
iconic dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga gurudapat
membelajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap
sebagai media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
         Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik.
Dalam revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan
semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang
bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat”
dari perkembangan media elektronik, seperti radio,televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu
menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak.
Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna
bagi si penerima[1]. Pengaruhnya terhadap teknologi pendidikan adalah bergesernya konsepsi
pembelajaran yang dikendalikan oleh guru kearah konsepsi pembelajaran yang dikendalikan
oleh siswa, sehingga guru berubah fungsinya dari sebagai pengajar menjadi sebagai
fasilitator.  teknologi pendidikan sebagai disiplin ilmu yang merupakan aplikasi dari semua
ilmu pengetahuan (knowledge, science dan disipline) yang memiliki konsep membantu untuk
mengatasi masalah belajar dalam berbagai kondisi dan situasi. Konsep belajar dapat
dilakukan dimana saja, kapan saja, dan siapa saja.
3.      Sumber Belajar : segala kemampuan, wawasan keilmuan, keterampilan dan pengetahuan
yang luas. Baik itu dari guru atau sumber lainnya. Vernon S. Gerlach &  Donald P. Ely
(1971) menegaskan pada awalnya terdapat jenis sumber belajar yaitu manusia, bahan,
lingkungan, alat dan perlengkapan,  serta aktivitas.
Media Belajar : Kata media berasal dari bahasa Latin yang adalah bentuk jamak dari medium
batasan mengenai pengertian media sangat luas, namun kita membatasi pada media
pendidikan saja yakni media yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran.
Dalam media pembelajaran terdapat dua unsur yang terkandung , yaitu (a) pesan atau bahan
pengajaran yang akan disampaikan atau perangkat lunak, dan (b) alat penampil atau
perangkat keras.
 Alat Peraga : alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam
menyampaikan bahan pendidikan / pengajaran Kata kunci dalam memahami alat peraga
dalam konteks pembelajaran adalah Nilai Manfaat , dalam arti segala sesuatu  alat yang dapat
menunjang keefektifan dan efesiensi penyampaian, pengembangan dan pemahaman
informasi atau pesan pembelajaran.  Ada istilah lain dari alat  peraga ini, diantaranya sering
disebut sebagai sarana belajar.
4.      Pengajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik. Heinich dan kawan-kawan
mengajukan model perencanaan menggunakan media yang efektif yang di kenal dengan
istilah ASSURE(analyze learner characteristic, state objective, select, or modivy media
utilize, require learner response, and evaluate) yaitu;
A). Menganalisi karakteristik umum kelompok sasaran seperti siswa/mahasiswa, dari tingkat
usia serta menganalisi karakteristik yang meliputi; pengetahuan, keterampilan dll.
S). menyatakan atau merumuskan tujuan pengajaran, yaitu perilaku atau kemampuan apa
yang di harapkan siswa kuasai setelah proses belajar mengajar selesai.
S). memilih, merancang dan megembangakan materi dan media yang tepat.
U). menggunakan materi dan media, diperlukan persiapan bagaimana atau berapa banyak
waktu di perlukan untuk menggunakannya
R). meminta tanggapan dari siswa, guru sebaiknya mendorong siswa untuk memberikan
respons tentang proses belajar mengajar
E). mengevaluasi proses belajar, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa
mengenai tujuan pengajaran.[2]
Jadi, by design dalam media belajar sebelumnya harus mengetahui karakteristik peserta didik,
content(isi) pembelajaran dan prinsip efisiensi (membuat pembelajaran menjadi mudah)

  

[1] http//p2t.weebly.com/prinsip-prinsip teknologi pendidikan.html 15.45


[2] 
Prof. Dr. Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta (PT.Raja GrafindoPersada,
2004),h.68-67
D

LATAR BELAKANG KEHADIRAN INOVASI DALAM BIDANG PENDIDIKAN


Dalam sejarah manusia belum pernah terjadi begitu besar perhatian masyarakat terhadap
perubahan sosial, seperti pada akhir abad ke-20 ini. Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat,
maka berubah dengan cepat pula berbagai bidang kehidupan. Teknologi berubah, sarana kehidupan
berubah, pola tingkah laku berubah, tata nilai berubah, sistem pendidikan berubah dan berubah
pula berbagai pranata sosial yang lain. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai macam kehidupan
sosial yang dilakukan oleh warga masyarakat seperti pelajar, mahasiswa, ibu-ibu rumah tangga,
pengusaha, pemimpin agama dan lain sebagainya.
Dengan adanya revolusi industri pertama kali, maka tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin.
Mesin terus menguntungkan perusahaan karna dengan menggunakan mesin, hasil produk
meningkat dalam waktu yang relatif singkat, tetapi dengan adanya mesin banyak pekerja yang
dirugikan, karna dapat mengurangi kesempatan kerja. Timbulah masalah baru bagaimana
menyalurkan tenaga manusia atau membuka lapangan kerja baru, hal ini tentu saja berpengaruh
terhadap program pendidikan, juga berpengaruh pada perubahan sosial yang berdampak pada
sistem pendidikan yaitu, adanya perubahan paradigma dalam pendidikan, sampai pada saat ini
pendidikan kita telah melalui tiga paradigma yaitu :
1. Paradigma pengajaran (teaching) dapat diartikan bahwa pendidikan hanya dapat terjadi, yang
mana sudah ada guru yang mengajar. Guru adalah satu-satunya nara sumber yang akan
menstranferkan ilmu. Dalam proses pengajaran, guru berperan sebagai penyaji materi kepada siswa.
2. Paradigma pembelajaran (instructional ). Paradigma ini lebih memberikan perhatian kepada siswa.
Dalam paradigma ini guru bukan hanya sebagai satu-satunya nara sumber, namun juga sebagai
fasilitator yang membantu siswa belajar. Tugas guru sebagai komunikator adalah mengelola pesan
dan menentukan penyampaian agar dapat diterima, dalam proses pembelajaran. Media sebagai
sumber belajar dan guru sebagai fasilitator.
3. Paradigma proses belajar (learning), paradigma ini menggali lebih dalam lagi seluruh aspek
belajar, tidak hanya proses belajar yang ada di lingkungan formal tetapi juga di lingkungan
nonformal.

Menurut Eric Ashby (1972) perkembangan pendidikan mengalami empat revolusi, yaitu :
1. Masyarakat memberi wewenang pendidikan kepada orang-orang tertentu, sehingga timbul
profesi guru. Ada tiga hal yang dilakukan dalam penyebaran ilmu pengetahuan. Pertama,
mempersiapkan terlebih dahulu dengan teliti sebelum menstranferkan ilmu pengetahuan kepada
masyarakat. Kedua, materi-materi yang diberikan disesuaikan dengan keinginan masyarakat. Ketiga,
melakukan berbagai diskusi dengan masyarakat yang belajar.
2. Memakai bahasa tulis disamping bahasa lisan dalam menyajikan pelajaran di sekolah. Revolusi ini
berkembang dari revolusi sebelumnya, dimana pembelajaran dengan ceramah dan diskusi,
berkembang dengan adanya bahasa tulis dalam penyajian pembelajaran.
3. Detemukannya mesin cetak yang menyebabkan banyak buku yang tersedia di sekolah. Pada
revolusi ini diawali dengan digunakan buku-buku sebagai sumber ilmu pengetahuan.
4. Teknologi modern dalam bidang komunikasi dengan produk yang berupa peralatan eletronik yang
disajikan telah mempengaruhi seluruh sektor kehidupan termasuk pendidikan.
Perkembangan pendidikan semakin maju pada abad ke-21, yang ditandai dengan kemajuan
teknologi terutama dalam teknologi komunikasi yang menunjang proses belajar tanpa batas, seperti
pembelajaran mandiri melalaui internet. Pembelajaran mandiri ini disebut Cyber Learning. Cyber
learning merupakan akumulasi informasi yang serba cepat dan mudah.
B. PERKEMBANGAN INOVASI PENDIDIKAN
Proses inovasi adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar
atau tahu adanya inovasi sampai menerapkannya (implementasikannya). Dibawah ini adalah berapa
model inovasi yang berorentasi pada individu menurut beberapa ahli, yaitu:
1. Lavidge & Steiner (1961) 2. Colley (1961)
Menyadari Belum menyadari
Mengetahui Menyadari
Menyukai Memahami
Memilih Mempercayai
Mempercayai Mengambil tidakan
Membeli
4. Rogers (1962) 4. Robertson (1971)
Menyadari Persepsi tentang masalah
Menaruh perhatian Menyadari
Menilai Memahami
Mencoba Menyikapi
Menerima (adopsi) Mengesahkan
Mencoba
Menerima (adaption)
Disonasi

5. Rogers & Shoemaker (1971)

6. Klonglan & Coward (1970) 7. Zatlman & L Brooker (1971)

Beberapa model proses inovasi yang berorentasi pada organisasi menurut beberapa organisasi, yaitu
: Zatlman, Ducan & Holbek, mereka mengemukakan dua tahap proses inovasi yaitu:
I. Tahap permulaan (inisiasi)
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
c. Langkah keputusan
II. Tahap implementasi
a. Langkah awal implementasi
b. Langkah kelanjutan pembinaan
Pada model proses inovasi dalam organisasi menurut Zatlman, Ducan & Holbek disebutkan bahwa
proses inovasi terdiri dari dua tahap yaitu, tahap permulaan dan tahap implementasi. Berikut
penjelasan tahap inovasi tersebut:
I. Tahap permulaan
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
Proses inovasi diawali dengan adanya pengetahuan yang dimiliki oleh si penerima inovasi. Dari
pengetahuan yang diperoleh timbulah kesadaran akan adanya inovasi.
b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
Dalam tahap ini anggota membentuk sikap terhadap inovasi. Ada dua hal dan dimensi sikap yang
ditunjukan terhadap adanya inovasi yaitu,sikap terbuka terhadap inovasi dan memiliki persepsi
terhadap inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang menunjukkan potensi inovasi.
c. Langkah pengambilan kesimpulan
Pada langkah ini penerima inovasi mengambil keputusan untuk menerima atau menolak inovasi
yang diterapkan. Sehingga tidak mengakibatkan kerugian.
II. Tahap penerimaan (implementasi)
Dalam penerapan inovasi ada dua langkah yang dilakukan yaitu, langkah awal penerimaan dan
langkah lanjut pembinaan penerapan inovasi.
a. Langkah awal mencoba menerapkan sebagian inovasi
b. Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi
Tahap-tahap inovasi ini dapat diterapkan di Sekolah Dasar, misalnya pada kurikulum. Perkembangan
suatu inovasi didorong oleh motivasi untuk melakukan inovasi pendidikan itu sendiri. Motivasi itu
bersumber pada dua hal, kemauan sekolah atau lembaga untuk mengadakan respon terhadap
tantangan perubahan masyarakat dan adanya usaha untuk menggunakan sekolah dalam
memecakan masalah yang dihadapi.
Perkembangan inovasi pendidikan di Indonesia diantaranya adalah :
a. Pemerataan kesempatan belajar;
b. Kualitas pendidikan untuk menanggulangi kurangnya jumlah guru;
c. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran.
Perkembangan inovasi pendidikan pada tingkat pendidikan dasar khususnya sekolah sudah banyak
dilakukan oleh guru. Misalnya pelaksanaan kegiatan pembelajaran melalui pembelajaran terpadu;
menulis tujuan pembelajaran dengan perumusan yang benar yaitu mengandung unsur audience,
behavior, condition, dan degree. Sehingga dalam metode belajar terdapat inovasi yang dikenal
dengan Accelerated Learning, yaitu belajar dengan menggunakan relaksasi dan perasaan atau emosi
yang positif. Ada tujuh langkah dalam metode belajar ini yaitu:
1. Rileks;
2. Membaca sekilas;
3. Penyerapan awal;
4. Memproses informasi;
5. Menanam ingatan dengan perasaan (emosi);
6. Menggunakan informasi; dan
7. Pengulangan terus menerus.
Beberapa inovasi menunjukan suatu perkembangan yang terus menerus seiring dengan
perkembangan teknologi. Jadi beberapa inovasi tersebut, bagi orang lain dapat menjadi sesuatu
yang baru atau sebaliknya, sebab orang tersebut telah mengadopsinya sejak lama.

“ SEMOGA BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA” Diposkan oleh Rino Bicara di 23.16
 riview Dasar-dasar teknologi pendidikan smt 1

Dasar Teori dan Konsep Pendidikan


Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke
generasi di manapun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu
diselenggarakan sesuai tujuan pendidikan dengan pandangan hidup dan dalam latar sosial
kebudayaan setiap masyarakat tertentu, termasuk di Indonesia.
Tujuan dapat tercapai dengan melakukan proses pendidikan, yaitu kegiatan yang memobilisas
setiap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan. Yang menjadi
tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman
belajaryang optimal.

A. TEORI PENDIDIKAN.
Ada beberapa pengertian tentang teori pendidikan antara lain :
1. Pendidikan adalah usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan
berencana dengan maksud mengubah tingkah laku manusia kearah yang di inginkan.”
2. “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang ”
3. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”
(http://dinaict,blogspot.com)
B. KONSEP PENDIDIKAN
Beberapa istilah konsep dasar pendidikan yang perlu disepakati antara lain, bahwa:
Pendidikan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan anak didik yang berakibat
terjadinya perubahan pada diri pribadinya. Prinsip ini mengandung arti bahwa yang
diutamakan adalah ” Kegiatan belajar anak didik ” dan bukannya sesuatu yang diberikan
kepada anak didik
Pendidikan adalah proses yng berlangsung seumur hidup. Prinsip ini juga mengharuskan
adanya kontinuitas dan sinkronisasi dari pendidikan yang berlangsung di sekolah maupun
diluar sekolah.
Pendidikandapat berlangsung kapan dan dimana saja , yaitu pasa saat dan tempat ysng sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan anak didik. Pendidikan dapat berlangsung secara mandiri
(independent) dan dapat berlangsung secara efektif dengan dilakukan pengawasan dan
penilikan berkala. pendidikan dapat berlangsung secara efektif baik didalam kelompok yang
homogen, heterogen maupun perseorangan (individualized) Belajar dapat diperoleh dari siapa
saja dan apa saja, baik yang disengaja dirancang maupun yang diambil manfaatnya.
(Miarso,2007:10}

C. PROSES PENDIDIKAN
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh
pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu
dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan Pengelolaan
dalam ruang lingkup mikro merupakan implikasi kebijakan pendidikan yang berlangsung
dalam lingkungan sekolah ataupun kelas, sanggar belajar, dan satuan pendidikan lainnya
dalam masyarakat. Dalam lingkup ini Kepala Sekolah, guru, tutor, dan tenaga-tenaga
pendidikan lainnya memegang peranan penting di dalam pengelolaan pendidikan untuk
menciptakan kualitas proses dan pencapaian hasil pendidikan. kualitas proses dan pencapaian
hasil pendidikan yang optimal harus menggunakan teknologi pendidikan
D. TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Istilah ”Teknologi” berasal dari kata Yunani technologis. Technie berarti seni, keahlian atau
sains; dan logos berarti ilmu. Teknologi Pendidikan dalam arti sempit bisa merupakan media
pendidikan, yaitu hasil teknologi sebagai alat bantu dalam pendidikan agar berhasil guna,
efisien dan efektif. Sedang dalam arti luas menurut Association for Educational
Communication and technology (AECT) adalah proses yang kompleks dan terpadu yang
melibatkan orang , prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis masalah,
mencari problem solving, melaksanakan evaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang
menyangkut semua aspek belajar manusia. Dari definisi tersebut minimal ada dua hal yang
penting digaris bawahi : Proses dan belajar manusia. ( dikutip dari . fatah Syukur,2005:3)
Dalam konteks yang lebih umum , atau hanya dalam Proses pembelajaran , teknologi
merupakan pengembangan, penerapan, penilaian sistem , teknik dan alat bantu untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar manusia.Semua itu dapat terwujud dengan
adanya komunikasi.
E. TEORI DARI ILMU KOMUNIKASI
Sebagai mahluk sosial , manusia selalu berkomunikasi antara yang satu dengan yang lain .
sejak manusia mulai menampakkan kehidupannya di dunia ini , mereka telah melakukan
komunikasi.Dalam proses pendidikan seorang guru berkomunikasi dan bahkan
mengkomunikasikan materi terhadap para muridnya. Pendeknya setiap orang melakukan
komunikasi , dan komunikasi merupakan aktivitas yang mutlak diperlukan dan dilakukan
manusia. Edgar Dale, yang terkenal dengan ” Kerucut Pengalamannya” menyatakan bahwa
teori komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan
efektifitas bahan audiovisual. (Miarso,2007:115)
F. PERAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DALAM PENDIDIKAN
Komunikasi diartikan sebagai proses menyebarkan informasi , berita, pesan, pengetahuan
atau nilai nilai dengan maksud menggunakan partisipasi agar hal hal yang disampaikan itu
menjadi milik bersama antara komunikator ( orang yang menyampaikan pesan) dan
komunikan (orang yang menerima pesan ( Syukur,2005:5)
Komunikasi dapat diartikan menjadi empat yaitu ; Penerapan praktis merupakan suatu yang
sudah diolah dan siap dipakai oleh para pelaksana dan penerima tentu saja pada tingkatan dan
tanggung jawab yang berbeda. Misal komputer, TV, radio
Prinsip dan penemuan ilmu komunikasi baik pada diri manusia maupun mesin” man machine
system ”
Efisien dan efektif berarti dalam aplikasi prinsip dan penemuan itu tidak semata mata
merupakan komponen tambahan melainkan yang mempunyai peranan khusus dan
menentukan adanya perubahan peranan pada komponen yang lain.
Proses pendidikan, dalam kelas sampai luar kelas seperti proses kurikulum , perencanaan
pengajaran dan interaksi dalam belajar. Komunikasi memegang peranan yang penting dalam
pendidikan.Agar Komunikasi antara guru dan siswa berlangsung baik dan informasi yang
disampaikan guru dapat diterima siswa , guru dapat menggunakan media pengajaran.
Komunikasi yang demikian dapat dilihat dalam model komunikasi yang dikemukakan Berlo.
Teori komunikasi yang dikemukakan oleh Berlo tidak merupakan teori yang linear bahkan
menunjukkan adanya dinamika dalam hubungan diantara unsur unsurnya yaitu memasukkan
orang dan segala bentuk pesan ( lambang,verbal, taktil, serta ujud nyata ) merupakan bagian
dari keseluruhan proses komunikasi .( Miarso ,2007:115) Model Berlo telah membuka jalan
untuk berbagai macam penelitian, yaitu unsur unsur dan saling hubungannya.
Komunikasi dapat berfungsi Informasi,persuatif,rekreatif, dan educatif. Suatu komunikasi
berfungsi educatif jika merupakan usaha sadar yang disiapkan secara terencana, terkendali
dan terevaluasi oleh orang dewasa dalam membantu mengubah prilaku individu menuju
tercapainya kematangan, kemandirian dan kedewasaan komunikan.
Bentuk bentuk komunikasi menunjukkan komunikasi dapat berbentuk abstrak atau kongkret;
bergantung media apa yang digunakan. Dalam hubungan ini Edgar dale berpendapat bahwa
efektifitas komunikasi itu banyak ditentukan oleh faktor ini.(Syukur,2005:6)
G. PEMBELAJARAN SEBAGAI PROSES KOMUNIKASI
Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian
pesan dari sumber pesan melalui saluran / media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber
pesan, saluran / media, dan penerima pesan adalah komponen komponen proses komunikasi .
pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada pada kurikulum.
Sumber pesan bisa guru, siswa, orang lain atau penulis buku dan produser media, salurannya
adalah media pendidikan dan penerima pesan adalah siswa atau juga guru.
Dalam proses komunikasi tersebut akan terjadi apa yang disebut encoding dan decoding.
Encoding adalah proses penuangan pesan kedalam simbol simbol komunikasi. Sedangkan
decoding adalah proses penafsiran simbol simbol komunikasi yang mengandung pesan pesan
tersebut .Adakalanya proses decoding itu berhasil sesuai dengan yang dikehendaki oleh
penyampai pesan , akan tetapi adakalanya tidak berhasil.
H. HAMBATAN PROSES KOMUNIKASI
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat atau penghalang proses komunikasi .
Penghambat komunikasi tersebut biasa dikenal dengan istilah barriers atau noises . Adapun
hambatan hambatan tersebut meliputi ;
Hambatan Piykologis
Kondisi psikologis seseorang dapat menghambat proses komunikasi, baik dari sisi
keantusiasan komunikasi, rasa percaya diri, dan daya tangkap. Oleh karena itu hambatan
psikologis ini dapat meliputi minat, sikap, pendapat, kepercayaan, intelegensi dan
pengetahuan.

Hambatan Fisik
Setiap orang memiliki keterbatasan fisik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Keterbatasan fisik ini juga dapat mrnyebabkan keterbatasan dalam berkomunikasi seperti:
Kelelahan, sakit, keterbatasan daya indera, dan cacat tubuh.

Hambatan Kultural
Kultur atau budaya suatu daerah sering berbeda dengan daerah lain. Apabila dalam
berkomunikasi tidak atau kurang adanya pemahaman terhadap budaya masing masing , maka
dapat menyebabkan terhambatnya proses komunikasi, misalnya perbedaan adat istiadat,
norma norma sosial , kepercayaan dan nilai nilai panutan.

Hambatan Lingkungan
Lingkungan memiliki peran yang cukup besar terhadap proses pembelajaran . Lingkungan
yang kondusif dapat dibutuhkan dalam prose komunikasi dan pembelajaran. Untuk itu maka
lingkungan belajar harus tenang , nyaman dan menyenangkan agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik. Media Pendidikan sebagai salah satu sumber belajaar yang dapat
menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar , minat,
intelegensi, keterbatasan panca indera, cacat tubuh atau hambatan jenis geografis, jarak,
waktu dan sebagainya dapat dibantu diatasi dengan pemanfaatan media pendidikan.
(Syukur,2005:10)
I. MEDIA DAN PSYKOLOGI BELAJAR
Pemakaian media dalam pendidikan sangat berkaitan dengan perkembangan psikologi belajar
siswa. Oleh karena itu pemanfaatan media dalam pendidikan juga harus memperhatikan teori
teori belajar.
Dalam pandangan modren , belajar dalah proses perubahan tingkah laku berkat interaksi
dengan lingkungan, Seseorang dinyatakan melakukan kegiatan belajar setelah ia memperoleh
hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya; dari tidak tahu menjdi tahu, dari
tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Pola tingkah laku itu meliputi aspek rohani
dan jasmani. Menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan ( kognitif) keterampilan
(psikomotorik) dan menyangkut sikap dan nilai (afektif)
Siswa yang belajar dipandang sebagai organisme yang hidup, sebagai suatu keseluruhan yang
bulat. Ia bersifat aktif dan senantiasa mengadakan interaksi dengan lingkungannya,
menerima, menolak, mencari sendiri , dapat pula merubah lingkungannya.
Menurut pandangan modren ini , maka peran media dalam pendidikan sangat penting.
Lingkungan bukan hanya buku bacaan, tetapi juga guru, sekolah, masyarakat, masa lampau
dan sebagainya. Dengan interaksi antara individu dan lingkungannya, maka siswa akan
memperoleh pengalaman yang bermakna bagi hidupnya. Dalam psikologi , dikenal ada tiga
teori besar yang berhubungan dengan belajar; yakni teori psikologi daya atau formal disiplin;
teori psikologi assosiasi dan teori psikologi organisme ( gestalt) dalam (Syukur,2005:7)

Teori Daya
Jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, seperti : daya berpikir, daya mengingat, daya
mencipta, daya perasaan, daya keinginan dan daya kemauan. Daya daya itu terbentuk dan
berkembang maka daya daya ini harus dilatih. Teori ini sangat menekankan terhadap
perlunya latihan. Karena itu psikologi daya bersifat formil

Teori Assosiasi
Lebih dikenal dengan S-R Bond teory, yakni teori stimulus – response. Menurut teori ini
bahwa setiap stimulus akan menimbulkan respon atau jawaban tertentu. Ikatan stimulus
respon ini akan bertambah kuat jika apabila sering mendapat latihan latihan. Sehingga terjadi
assosiasi antara stimulus dan respon. Disini faktor latihan kurang ditekankan, sedang faktor
bahan /materi mendapat tekanan yang utama. Karena itu aliran ini bersifat materialistis.

Teori Gestalt
Jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yng berstruktur. Suatu keselurahan bukan
penjumlahan dari unsur unsur , melainkan unsur unsur itu berada di dalam keseluruhan
menurut struktur tertentu dan saling berinteraksi satu sama lin.
Disamping memperhatikan tiga teori belajar tersebut untuk menerapkan media dalam
pendidikan juga perlu memperhatikan tiga teori belajar lainnya yang lebih spesifik.
R.M Thomas mengemukakan bahwa da tiga tingkat pengalaman belajar, yakni
Pengalaman melalui benda sebenarnya
Pengalaman melalui benda benda penggantu Pengalaman melalui bahasa Perceptual learning
menuju conceptuap learning Anak beljar dari tingkat pengamatan (persepsi) menuju ke
tingkat pengertian (konsepsi) Prosedur belajar berlangsung dari tingkat yang kongkrit menuju
ketingktan abstrak, ada empat tingkatan belajar, yakni;
Belajar langsung melalui masyarakat, karyawisata, manusia sumber, pengabdian masyarakat
dan sebagainya. Belajar langsung melalui kegiatan ekspresi menggambar, menari,
dramatisasi, dan sebagainya. Belajar tak langsung melalui AVA, model grfik, film, radio dan
sebagainya Belajar tak langsung mellui kata kata, buku, ceramah, diskusi dan sebagainya.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan antara lain. Pendidikan adalah usaha atau
kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana dengan maksud mengubah
tingkah laku manusia kearah yang di inginkan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi
peranannya dimasa yang akan dating Pendidikan adalah proses yng berlangsung seumur
hidup. Prinsip ini juga mengharuskan adanya kontinuitas dan sinkronisasi dari pendidikan
yang berlangsung di sekolah maupun diluar sekolah.
Belajar dapat diperoleh dari siapa saja dan apa saja, baik yang disengaja dirancang maupun
yang diambil manfaatnya. kualitas proses dan pencapaian hasil pendidikan yang optimal
harus menggunakan teknologi pendidikan Dalam Proses pembelajaran , teknologi merupakan
pengembangan, penerapan, penilaian sistem , teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas belajar manusia.Semua itu dapat terwujud dengan adanya komunikasi.
Landasan Ilmiah dan Penelitian Teknologi Pendidikan

A. Landasan Teknologi Pendidikan


1. Landasan Filosofis Teknologi Pendidikan
Landasan Falsafah Penelitian teknologi pendidikan, terdiri atas 3 komponen seperti yang
diungkapkan oleh Suriasumantri ( dalam Miarso 2011: 103) . Ada 3 jenis komponen dalam
teknologi pendidikan yaitu: ontology (apa), epistemology (bagaimana) dan aksiologi (untuk
apa).
• Ontologi : merupakan bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi pendidikan sebagai ilmu
maka bidang kajiannya itu apa
• Estimologi : Pendekatan yang digunakan dalam suatu ilmu
• Aksiologi : Menelaah tentang nilai guna, baik secara umum maunpun secara khusus, baik
secara kasad mata maupun secara abstrak.
Yang menjadi kajian dalam penelitian teknologi pendidikan menjadikan beberapa
perkembangan dalam bidang pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Ashby ( dalam
Miarso 2011:104) yaitu adanya revolusi dalam bidang pendidikan
• Revolusi I: Pada saat orang tua menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya
kepada oran lain. Orang lain tersebut diserahi untuk melaksanakan pendidikan anak-anaknya.
Sebelumnya orang-orang melaksanakan pendidikan anak-anaknya sendiri-sendiri atau
mengajar anak-anak sendiri tidak memberikan kepada orang lain, hampir semua keluarga
mendidik anak-anaknya dalam keluarga sendiri. Pendidikan yang dilakukan secara
individual.
• Revoluasi II : Ada suatu lembaga guru, jadi pada tahapan ini ada lembaga pendidikan
formal. Tidak seperti sebelumnya belum ada lembaga resmi yang ada sehingga pendidikan
dilaksakan orang per orang. Dalam lembaga ada aturan-aturan yang diberlakukan, contohnya
untuk masuk SR usianya 6 tahun dan lain-lain. Dalam revoluasi ini guru dianggap sangat
penting segala sesuatu dianggap diketahui oleh guru, dan guru dipandang memiliki
pengetahuan yang lebih dari orang lain. Sehingga lembaga ini memiliki kedudukan yang
tinggi di masyarakat.
• Revolusi III : Disebabkan oleh ditemukannya mesin cetak, cetak secara manual dilakukan
oleh Cina, dan cetak dengan menggunakan mesin cetak dilakukan oleh Eropa (Prancis).
Dengan mesin cetak maka pengetahuan tidak hanya diperoleh dari guru tetapi dapat diperoleh
dari hasil cetakan seperti: buku, majalah, koran dan lain-lain. Pada revolusi ke-3 ini peran
guru sudah mengalami pengurangan. Revolusi ke-3 sampai dengan saat ini masih terjadi
• Revolusi IV : Disebabkan oleh berkembangnya bidang elektronik sepeti telpon, tv,
komputer, internet dimana guru tidak dapat lagi untuk mengontrolnya. Atau minimal peran
guru berkurang, dan guru tidak dapat mengklaim dirinya sebagai.
2. Landasan psikologi teknologi pendidikan
Dalam pandangan modern, belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat interaksi
dengan lingkungan. Seseorang dianggap melakukan kegiatan belajar setelah ia memperoleh
hasil yakni terjadinya perubahan tingkah laku misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Pola
tingkah laku tersebut meliputi aspek rohani dan jasmani. Menyangkut perubahan yang
bersifat pengetahuan, keterampilan dan menyangkut sikap nilai. Siswa yang belajar
dipandang sebagai organisme yang hidup sebagai satu keseluruhan yang bulat. Ia bersifat
aktif dan senantiasa mengadakan interaksi dengan lingkungannya, menerima, menolak,
mencari sendiri dapat pula mengubah lingkungannya.
Pembelajaran pada hakekatnya mempersiapkan peserta didik untuk dapat menampilkan
tingkah laku hasil belajar dalam kondisi yang nyata, atau untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu, pengembang program pembelajaran selalu
menggunakan teknik analisis kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi mengenai
kemampuan yang diperlukan peserta didik. Bahkan setelah peserta didik menyelesaikan
kegiatan belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk melihat kesesuaian hasil belajar
dengan kebutuhan belajar.
Belajar berkaitan dengan perkembangan psikologis peserta didik, pengalaman yang perlu
diperoleh, kemampuan yang harus dipelajari, cara atau teknik belajar, lingkungan yang perlu
menciptakan kondisi yang kondusif, sarana dan fasilitas yang mendukung, dan berbagai
faktor eksternal lainnya. Untuk itu, Malcolm Warren (1978) mengungkapkan bahwa
diperlukan teknologi untuk mengelola secara efektif pengorganisasian berbagai sumber
manusiawi. Romizowski (1986) menyebutnya dengan “Human resources management
technology”.
3. Landasan Sosiologis Teknologi Pendidikan
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua
generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan
yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja di bentuk oleh masyarakat.
Perhatian sosiologi pada pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatnya perhatian
sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.
Sociology adalah penggunaan pendidikan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan
social dan sekaligus memberikan rekomendasi untuk mendukung perkembangan pendidikan
itu sendiri
Landasan Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi mengenai
bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses pendidikan itu, atau
bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut kacamata kepentingan masyarakat,
baik pada level nasional maupun lokal. Sosiologi dalam Pendidikan secara operasional dapat
defenisi sebagai cabang sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan
antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan
komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan, dan
dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik.
Jadi, secara umum landasan sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-
fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui
pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka
mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara
khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang
interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya
bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya,
dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.
4. Landasan Komunikasi Teknologi Pendidikan
Peranan teknologi dalam belajar yang dirancang sebagai tujuan pengajaran yang lebih efektif
dan ekonomis merupakan peranan komunikasi yang sangat penting sebab hakikat teknologi
pengajaran adalah upaya mempengaruhi siswa agar dapat mencapai tujuan pendidikan. Oleh
sebab itu landasan komunikasi teknologi pendidikan ada pada komunikasi insani. Seorang
ahli komunikasi dari Amerika Wilbur schramm menjabarkan pengertian ilmu komunikasi itu
kedalam 3 kategori pokok dengan berbagai istilah yaitu :
1. Encoder yaitu, Penyampai pesan dalam hal ini Guru. guru mempunyai informasi tertentu
dan benar, kecepatan yang optimal dan sampai pada penerima informasi yaitu para siswa.
2. Signal yaitu pesan, berita pernyataan yang ditujukan kepada dan diterima oleh seseorang
atau kelompok orang penerima pesan itu yang dilukiskan dalam bentuk gerak tangan, mimic,
wajah, gambaran, foto, grafik, peta, diagram dll.
3. Decoder yaitu Penerima pesan yaitu siswa, mampu memahami isi pesan yang diterimanya.
B. Pendekatan dalam mencari kebenaran
Penelitian pada hakekatnya merupakan usaha mengungkap kebenaran. Pada dasarnya semua
manusia selalu ingin menari kebenaran, namun demikian, cara menunjukkan atau cara
memperoleh kebenaran tersebut berbeda-beda. Kebenaran ilmiah dapat diperoleh melalui
berbagai cara yang dilandasi oleh pendekatan tertentu.
Pendekatan positivistic
Pemikiran yang diungkapkan oleh eichelberger memberikan 3 landasan yang didapat
digunakan dalam landasan penelitian baru, yaitu positivistic, fenomelogik dan hermeneutic.
Positivistic: landasan ini memberikan gagasan keberadaan besaran yang dapat diukur, dan
penulis hanya sebagai pengamat yang obyektif. Pokok dari paham ini adalah “jika sesuatu itu
ada maka, sesuatu itu dapat diukur”. Penelitian ini misalkan di lakukan secara laboratorik dan
berulang. Dari penelitian ini melahirkan pengajaran terprogram “mesin pengajaran” (teaching
machine). Fakta-fakta yang didapat dalam penelitian ini diuji secara empiric. Misalkan kita
akan melakukan pengukuran tentang motivasi belajar maka dapat dijabarkan ke dalam
indicator variable seperti motivasi belajar, cara belajar, usaha yang dilakukan, persaingan dan
lain-lain. Data-data yang diperoleh harus diubah ke dalam bentuk angka-angka yang dapat
dihitung secara statistic. Paham positivistic saat ini sangat dominan dalam penelitian
khususnya dalam penelitian bidang IPA.
Fenomenologik, dikembangkan oleh matemtikawan Jerman Edmund Husserl (1850 – 1938)
paham ini mengutamakan pada pengalaman dan kesadaran yang disengaja. Jadi pengalaman
bukan saja pada interaksi dengan lingkungan belajar tetapi melainkan pelajaran yang
diperoleh dalam rentang waktu tertentu. Untuk mendapatkan pengalaman diperlukan
pemikiran, perasaan, tanggapan, dan berbagai ungkapan, tanggapan dan berbagai ungkapan
psikologis atau mental.
Paradigma fenomenologik adalah akal sehat (common sense) yang oleh para penganut
positivistic dianggap sebagai sesuatu yang kurang ilmiah. Fenomelogik tidak semata-mata
berpangku pada data dan informasi yang ada tetapi mengadopsi pengalaman khusus menjadi
umum, konkrit menjadi abstrak yang mempunyai sifat holistic. Semua diungkapkan secara
naratif dengan memberikan uraian yang rinci dan mengenai hakikat suatu obyek atau konsep
kebenaran ini syarat dengan nilai.
1. Pendekatan Pascapositivistik
Kebenaran pascapositivistik akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan
sedemikian rupa. Dan keadaan ini akan terus mengalami perkembangan sehingga
menemukan hal-hal yang baru yang lebih bersifat inovatif. Dalam dunia pendidikan
kebenaran pascapositivistik yang terbaru dan terus mengalami perkembangan adalah masalah
model-model pembelajaran seperti model pembelajaran berkelompok, model pembelajaran
langsung dan model pembelajaran kontruktivis. Perkembangan ini akan terus bertambah
seperti quantum learning dan quantum teaching yang merupakan produk-produk inovatif
dalam penelitian teknologi pendidikan.
Pendekatan pascapositivistik cenderung menggunakan teori secara bervariasi. Kebanyakan
menggunakan teori sebagai “jendela” untuk mengamati gejala yang ada, dan berdasarkan data
empirik dari lapangan yang berhasil dikumpulkan, dianalisis dan disentesiskan dalam bentuk
teori sebagai teori yang membumi. Dengan kata lain, tidak berusaha untuk membuktikan
teori. Pendekatan ini senantiasa memandang manusia sebagai mahkluk yang unik, oleh
karena itu dalam penelitian untuk memecahkan masalah belajar misalnya, penelitian ini
cenderung menggunakan landasan teori belajar konstruktivis. Teori ini secara ringkas
menyatakan bahwa Setiap orang mengkonstruk (membangun) pengetahuan, sikap atau
keterampilan berdasarkan pengalaman, pengetahuan yang telah ada sebelumnya, serta
keserasian dalam lingkungannya. Jadi bersifat subyektif. Namun kalau apa yang dibangunnya
itu dapat diterima oleh lingkungannya, maka terjadilah gejala yang dikenal dengan inter-
subyektivitas. Pendekatan positivistik pada dasarnya menggunakan teori dalam merumuskan
hipotesis dan pertanyaan penelitian, dan kemudian berusaha membuktikannya. Teori
dianggap sebagai penjelasan dan peramalan ilmiah (scientific explanation and prediction).
C. Kedudukan penelitian pada teknologi pendidikan.
Minimal ada empat sebab yang melatar belakangi orang melakukan penelitian termasuk
dalam mengembangkan teknologi pendidikan sebagai bidang kajian menurut
(Sukmadinata,2008 : 2)
Pertama, karena pengetahuan, pemahaman dan kemampuan manusia sangat terbatas
dibandingkan dengan lingkungannya yang begitu luas. Banyak hal yang tidak diketahui,
dipahami, tidak jelas dan meimbulkan keraguan dan pertanyaan tentang teknologi pendidikan
baik yang berkenaan dengan landasan perkembangannya, sejarah dan berbagai aspek yang
terkait dengan kawasan teknologi pendidikan. Ketidaktahuan, ketidakpahaman, dan
ketidakjelasan seringkali menimbulkan rasa takut dan rasa terancam. Oleh karena itu,
penelitian menjadi pilihan untuk menguraikan ketidakjelasan tersebut .
Kedua, manusia memiliki dorongan untuk mengetahui atau cariousity. Manusia selalu
bertanya, apa itu, bagaimana itu, mengapa begitu dan sebagainya. Bagi kebanyakan orang,
jawaban-jawaban sepintas dan sederhana mungkin sudah memberikan kepuasan, tetapi bagi
orang-orang tertentu, para ilmuwan, peneliti dan para pemimpin dibutuhkan jawaban yang
lebih mendalam, lebih rinci dan lebih komrehensif. Pertanyaan-pertanyaan yang berangkat
dari dorongan cariousity tersebut juga berlaku dalam teknologi pendidikan sebagai bidang
kajian. Pertanyaan itu misalnya, bagaimana mengembangkan teknologi pendidikan, apa yang
harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas teknolog pendidikan, dan berbagai pertanyaan
lainnya. Jawaban dari berbagai pertanyaan itu tentunya harus lahir dari proses analisa
berdasarkan data yang dapat dipertangungjawabkan secara ilmia. Untuk kepentingan itu,
maka penelitian dalam teknologi pendidikan berkedudukan sebagai alat untuk menyediakan
data-data ilmiah dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Ketiga, manusia di dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada masalah, tantangan,
ancaman, kesulitan baik di dalam dirinya, keluarganya, masyarakat sekitarnya serta
dilingkungan kerjanya. Masalah, tantangan dan kesulitan tersebut membutuhkan penjelasan,
pemecahan dan penyelesaian. Tidak semua masalah dan kesulitan dapat segera dipecahkan.
Masalah-masalah yang pelik, sulit dan kompleks membutuhkan penelitian untuk pemecahan
dan penyelesaiannya.
Keempat, manusia merasa tidak puas dengan apa yang telah dicapai, dikuasai, dan
dimilikinya, ia selalu ingin yang lebih baik, lebih sempurna, lebih memberikan kemudahan,
selalu ingin menambah dan meningkatkan “kekayaan” dan fasilitas hidupnya. Dari hasil
penelitian, manusia dapat mengembangkan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan
ilmiah maupun kehidupan sosial. Berangkat dari kerangka pikir tersebut di atas, maka berlaku
pula dalam mengembangkan domain/kawasan teknologi pembelajaran. Sebab disadari bahwa
setiap bidang kajian termasuk teknologi pembelajaran dapat berkembang secara maksimal
bila didukung oleh pengkajian ilmiah yang dilakukan secara terus menerus. Penelitian
merupakan salah satu bentuk sistematis dari kegiatan pengkajian ilmiah. Jadi penelitian
dalam domain/kawasan teknologi pendidikan berkedudukan sebagai model pengkajian ilmiah
yang sistematis untuk menjawab dan memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam
domain/kawasan teknologi pendidikan. Disamping itu, lewat penelitian akan dapat diketahui
mengenai kelayakan dan efektifitas berbagai inovasi baru yang ditemukan dan dikembangkan
pada ke lima kawasan teknologi pendidikan. Contohnya, pada kawasan desain. Ciri utama
desain adalah adanya dugaan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedurnya didasarkan pada hasil
penelitian. Misalnya, kita ingin mengembangkan sebuah model desain pesan yang dapat
dipergunakan pada pembelajaran anak-anak tuna netra. Maka dalam proses pengembangan
sampai validasi produk harus dilakukan secara sistematis melalui mekanisme penelitian yang
terencana dengan prosedur yang ketat pula. Hal ini dilakukan agar model desain pesan yang
tengah kita kembangkan benar-benar valid dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Landasan Kebijakan Pendidikan

Upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan senantiasa dicari, diteliti,
dan diupayakan melalui kajian berbagai komponen pendidikan. Perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum, bahan-bahan instruksional, sistem penilaian, manajemen
pendidikan, penataan guru, proses belajar-mengajar, dan lain-lain sudah banyak dilakukan.
Kesemuanya itu merupakan bukti nyata dari upaya pemerintah untuk memajukan pendidikan
khusunya dalam meningkatkan kualitas hasil pendidikan nasional.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita dalam bidang
pendidikan seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaharuan atau inovasi dalam
bidang pendidikan. Pembaharuan atau inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang
baru, yang kualitatif dan berbeda dari sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk
meningkatkan kemampuan dalam pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan Rusyan, 1988:7).
Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan. Kebijakan-
kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, program-program, undang-
undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan
tersebut sudah banyak yang dikeluarkan oleh pemerintah, di antaranya ada yang berkaitan
dengan teknologi pendidikan.

Landasan Kebijakan Pendidikan


a. Pengertian Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan
berbangsa, konsep yang sering kita dengar, kita ucapkan dan kita lakukan, tetapi kita tidak
mengetahui maknanya. Kebijakan merupakan keputusan yang telah ditetapkan atau standing
decision yang memiliki karakteristik tertentu seperti konsistensi sikap dan keberulangan bagi
subyek dan obyeknya (Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam Reyes, 2001).
Kebijakan (policy) seringkali disamakan dengan istilah seperti politik, program, keputusan,
undang-undang, aturan, ketentuan-ketentuan, kesepakatan, konvensi, dan rencana strategis.
Sementara kebijakan pendidikan dapat dimaknai sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah untuk mengatur pendidikan di negaranya. Yang pasti, kebijakan apapun itu, selalu
diwujudkan dalam bentuk keputusan yang menekankan pada implementasi tindakan, terlepas
dari tindakan tersebut pada akhirnya dilakukan atau tidak. Dapat dipahami kebijakan
pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis
pendidikan yang dijabarkan dari visi,misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu.
Jadi dapat disimpulakan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan
sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan
dengan lingkugan hidup pendidikan secara menyeluruh agar tujuan pendidikan yang
diinginkan bisa tercapai.
b. Pembuat Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan dipahami sebagai kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan
yang dibuat oleh Negara, yaitu berkenaan dengan lembaga eksekutif, legislative, dan
yudikatif, dan kebijakan publik mengatur kehidupan bersama.
Pelaku dan perumus kebijakan publik di Indonesia adalah perumus kebijakan itu sendiri
(legislatif: DPR dan MPR), pemerintah (eksekutif: Presiden), badan administratif (Menteri
Kabinet), dan peserta non-struktural (partai politik, interest groups, tokoh maupun
perorangan).
Perwujudan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tersebut dapat dikategorisasikan
menjadi 2 bentuk, yaitu yang pertama, terwujud dalam bentuk peraturan pemerintah seperti:
GBHN, TAP MPR, UU tentang pendidikan, PP, dan seterusnya; yang kedua terwujud dalam
bentuk sikap pemerintah, terutama dari Menteri Pendidikan Nasional yang meliputi sikap
formal yang dituangkan melalui SK atau Permen, dan sikap non-formal seperti komentar,
pernyataan, atau anjuran tentang segala hal yang berkaitan dengan pendidikan nasional.
Tentunya, dalam pembentukan segala jenis peraturan pemerintah dan sikap formal
pemerintah, tidaklah berjalan tanpa aturan. Di Indonesia, pembuatan kebijakan publik telah
diatur dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(UU P3) (Assegaf, 2005).
Mekanisme pembuatan kebijakan tersebut terbagi dalam tahap perencanaan, persiapan, teknik
penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundang-undangan, dan
penyebarluasan (Sirajuddin dkk, 2007). Tentunya kebijakan publik yang dimaksud juga
meliputi kebijakan pendidikan yang berada dalam ranah publik.
c. Kriteria Kebijakan Pendidikan
Ada 6 (enam) karakteristik yang harus dimiliki dalam kebijakan pendidikan, yaitu memiliki
tujuan pendidikan, memenuhi aspek legal-formal, memiliki konsep operasional, dibuat oleh
yang berwenang, dapat dievaluasi dan memiliki sistematika
http://kebijakan_pendidikan.com). Adapun penjelasan yang lebih jelas adalah :
1) Memiliki Tujuan Pendidikan
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki
tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2) Memenuhi Aspek Legal-Formal
Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-
syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk
sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai
dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan
resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga,bisa dimunculkan suatu kebijakan pendidika.
3) Memiliki Konsep Operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus
mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah
keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi
kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4) Dibuat Oleh yang Berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki
kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan
lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan
dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat
kebijakan pendidikan.
5) Dapat Dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk
ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika
mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan
memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan
efektif.
6) Memiliki Sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem, oleh karenanya harus memiliki
sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu
pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan
pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat
serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya.
Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan
kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus
bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan
pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.
d. Arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai
berikut:
1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia
berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2) Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan
kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara
optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa
diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum
yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis
pendidikan secara professional.
4) Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat
pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan
masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5) Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip
desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat
maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7) Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu
dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa
agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan
lindungan sesuai dengan potensinya.
8) Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil,
menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya
lokal.
Pembahasan mengenai masalah kebijakan pendidikan nasional tentunya tidak akan pernah
terlepas dari pembahasan mengenai dimensi politik yang mengonstruknya. Dapat dikatakan
bahwa segala kebijakan pendidikan pada dasarnya merupakan keputusan politik. dapat
diambil kesimpulan secara umum bahwa kebijakan pendidikan memang selalu bernuansa
politis. Sistem pendidikan yang ditetapkan melalui kebijakan pendidikan tersebut sebenarnya
adalah usaha-usaha pemerintah sebagai kelompok elit minoritas yang sedang berkuasa di
sebuah negara untuk melanggengkan status kekuasaannya serta melestarikan hegemoni atas
rakyat mayoritas yang menjadi sasaran implementasi kebijakan tersebut.
2. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah dalam Teknologi Pendidikan
a. Kebijakan-Kebijakan Umum
Kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan teknologi pendidikan yang bersifat umum
terdapat dalam UUD 1945, yang tertuang dalam pasal 28 huruf c, dan pasal 31 huruf e.
sedangkan kebijakan yang bersifat khusus tertuang dalam Pemen 38 tahun 2008.
1) UUD 1945
Secara umum kebijakan pemerintah tertuang dalam UUD 1945 yaitu pasal 28 huruf c, dan
pasal 31.
Bunyi pasal 28 huruf c adalah sebagai berikut.
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Dalam pasal 31 dikatakan sebagai berikut.
a) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.
b) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
c) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.
d) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangjkurangnya 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
e) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia.
b. Kebijakan-kebijakan Khusus
Untuk dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan umum tersebut pemerintah menuangkannya
dalam kebijakan-kebijakan khusus berupa Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP),
dan Peraturan Menteri (Permen). Permen No. 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Tekonologi Komunikasi dan Informasi dalam Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.
Adapun bentuk program dari Permen No. 38 Tahun 2008 ini diantaranya adanya
PUSTEKOM (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk pendidikan dan
JARDIKNAS (Jaringan Pendidikan Nasional).
1) PUSTEKOM untuk Pendidikan
Tugas dan fungsi Pustekkom sebagaimana diamanatkan melalui Permendiknas No. 23 Tahun
2005, tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat-Pusat di Lingkungan Departemen Pendidikan
Nasional, Pustekkom mempunyai tugas mengembangkan, membina dan mengevaluasi
kegiatan di bidang teknologi pendidikan dan pendayagunaan TIK (Teknologi Informasi
Komunikasi) untuk pendidikan.
Pustekkom menyelenggarakan fungsi: a) merumuskan kebijakan teknis di bidang TIK untuk
pendidikan; b) pengembangan model dan media pembelajaran berbasis teknologi informasi
dan teknologi komunikasi serta teknologi pembelajaran; dan c) pengembangan sumber daya
manusia di bidang teknologi pendidikan, teknologi informasi serta teknologi komunikasi
untuk pendidikan.
Kemudian diperkuat dengan Pejrmendiknas No.38 tahun 2008 tentang pengelolaan TIK di
Lingkungan Depdiknas, yang menetapkan Pustekkom sebagai penanggung jawab TIK
Departemen.
2) JARDIKNAS
JARDIKNAS sebagai jaringan tertutup pada lingkungan Dinas Pendidikan sedianya memiliki
konten atau isi yang bisa dimanfaaatkan bersama baik dalam satu zona maupun antar zona.
Konten-konten yang dimaksud adalah konten administrasi (e-administrasi), konten
pembelajaran (e-pembelajaran atau e-learning) serta konten informasi dan kebijakan
pendidikan (pasal 8 ayat (1) Permendiknas No. 38 tahun 2008). Konten adminsitrasi (e-
administrasi) terdiri atas konten data pendidikan dan data non pendidikan. Untuk konten
administrasi yang berhubungan dengan konten data pendidikan menjadi tanggung jawab
Pusat Statistik Pendidikan (PSP), Badan Penelitian dan Pengembangan; Sedangkan untuk
konten administrasi yang berhubungan dengan konten data non pendidikan menjadi
tanggungjawab Satker terkait, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing Satker.
Adapun konten pembelajaran (e-pembelajaran) terdiri atas bahan belajar berbasis kurikulum
dan pengayaan untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Dan harus diingat e- pada e-
pembelajaran bukan lagi bermakna electronic melainkan enhanced, yang menunjukkan
pembelajaran tersebut telah ditingkatkan dengan memanfaatkan TIK.
Adapun pemanfaatan JARDIKNAS sendiri dilakukan dengan strategi konten yang diperlukan
sebisa mungkin tersedia secara lokal pada jaringan LAN (Local Area Network) Sekolah /
Perguruan Tinggi, sehingga akses menjadi lebih cepat dan murah. Selanjutnya bila konten
tidak terdapat dalam LAN sekolah misalnya, maka konten tersebut dapat dicari melalui WAN
(Wide Area Network) yang merupakan interkoneksi dinas pendidikan dan sekolah
(http://kusnandarkusuma.blog.spot.com).
JARDIKNAS dan PUSTEKOM saat ini masih berbenah diri, berusaha stabil dalam kecepatan
koneksi dan memperkaya konten-konten yang dimilikinya. JARDIKNAS dan PUSTEKOM
kedepannya mungkin saja menjadi sarana pembelajaran berbasis TIK pada sekolah-sekolah
kita, yang memperkuat akar pengetahuan dan meningkatkan daya saing anak didik untuk
menghadapi arus globalisasi sehingga tidak ada lagi dikotomi ini lulusan Jawa dan lulusan
Sumatera .
Kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan
keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan
secara menyeluruh agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa tercapai.
Pelaku dan perumus kebijakan publik di Indonesia adalah perumus kebijakan itu sendiri
(legislatif: DPR dan MPR), pemerintah (eksekutif: Presiden), badan administratif (Menteri
Kabinet), dan peserta non-struktural (partai politik, interest groups, tokoh maupun
perorangan).
Ada 6 (enam) karakteristik yang harus dimiliki dalam kebijakan pendidikan, yaitu memiliki
tujuan pendidikan, memenuhi aspek legal-formal, memiliki konsep operasional, dibuat oleh
yang berwenang, dapat dievaluasi dan memiliki sistematika
Kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan teknologi pendidikan yang bersifat umum
terdapat dalam UUD 1945, yang tertuang dalam pasal 28 huruf c, dan pasal 31 huruf e.
sedangkan kebijakan yang bersifat khusus tertuang dalam Pemen 38 tahun 2008. Bentuk
implementasi ini diantaranya adanya JARDIKNAS dan PUSTEKOM.

Landasan Teori Psikologi


Psikologi adalah ilmu yang memepelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk
perilaku baik manusia ataupun hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia
ataupun aktivitas-aktivitas individu baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang
diperoleh melalui suatu proses atau langkah-langkah ilmiah tertentu.
Ilmu psikologi itu sendiri juga berkembang dalam dua cabang, antara lain sebagai berikut:
1. Psikologi umum: mempelajari gejala psikis pada manusia seperti motivasi, intelegensi,
minat dan sebagainya.
2. Psikologi terapan: mempelajari gejala psikis manusia menurut aspek-aspek tertentu sesuai
dengan tujuannya. Psikologi terapan meliputi psikologi pendidikan, psikologi belajar,
psikologi komunikasi dan sebagainya.
Beberapa teori psikologi yang mempengaruhi langsung penerapan Teknologi Pendidikan:
1. Tingkah laku yang diperkuat lebih besar kemungkinannya untuk muncul kembali
2. Penguatan yang positif cenderung lebih berhasil dari yang negatif
3. Mengulang segera sesudah mempelajari sesuatu, mengurangi kemungkinan untuk
melupakan
4. Belajar lebih sering terjadi bila tugas yang diberikan berarti bagi subyek, serta dalam batas
kemampuannya
5. Pemberian bantuan yang terlalu banyak menyebabkan berkembangnya rasa tidak mampu,
dll.
Aplikasi Psikologi Pendidikan dalam Teknologi Pendidikan adalah yang menyangkut dengan
aspek-aspek perilaku dalam ruang lingkup belajar mengajar. Secara psikologis, manusia
adalah mahluk individual namun juga sebagai makhluk social dengan kata lain manusia itu
sebagai makhluk yang unik. Maka dari itu kajian psikologi pendidikan dalam Teknologi
pendidikan seharusnya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu baik
ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan serta
karakteristik-karakteristik individu lainnya. Dan strategi belajar seperti itu terdapat dalam
kajian ilmu Teknologi Pendidikan.
Di dalam Teknologi Pendidikan diajarkan tentang berbagai teori seperti behavioristik dan
kognitif. behavioristik sendiri untuk mengetahui sejauh mana respon atau rangsang yang di
alami oleh objek. Maka dari pada itu rangsangan awal tidak boleh hilang, dan harus
diteruskan dengan rangsangan yang dapat membuat si objek merespon. Untuk merangsang si
objek agar mau belajar, maka dibutuhkanlah ilmu psikologi pendidikan. Begitu juga Dengan
adanya teori kognitif, kita dapat mengetahui keadaan psikis si objek, perasaan objek yang
mempengaruhi bagaimana dan apa yang ia pelajari. Karena pada dasarnya, teori kognitif
lebih memfokuskan pada proses belajar untuk mengerti dunia yang membutuhkan psikologi
yang kuat.
Intinya bahwa pengaplikasian psikologi pendidikan terhadap teknologi pendidikan sangat erat
karena dalam membuat strategi belajar dan untuk mengetahui tehnik belajar yang baik maka
terlabih dahulu kita harus mengerti ilmu jiwa, dalam hal ini adalah psikologi pendidikan.
Kawasan dan BIdang Garapan Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan telah berkembang dari suatu gerakan menjadi suatu bidang profesi.
Karena profesi menyangkut pengetahuan yang menjadi landasannya, defenisi tahun 1994
harus mengidentifikasi serta menekankan Teknologi Pembelajaran sebagai suatu “bidang
studi” maupun praktek. Oleh karena itulah perlu diperjelas mengenai kawasan dan bidang
garapan teknologi pendidikan serta subkawasannya. Melalui makalah ini akan dijelaskan
garis-garis besar tentang kawasan dan subkawasan teknologi pendidikan.
1. Kawasan Teknologi Pendidikan
Menurut defenisi tahun 1994 teknologi pendidikan dirumuskan dengan berlandaskan lima
bidang garapan yaitu : Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan, dan Penilaian.
2. Hubungan Antar Kawasan Teknologi Pendidikan
Masing-masing kawasan teknologi pendidikan bersifat saling melengkapi dan setiap kawasan
memberikan kontribusi terhadap kawasan yang lain dan kepada penelitian maupun teori yang
digunakan bersama oleh semua kawasan.
1. Deskripsi Masing-masing Kawasan Teknologi Pendidikan
a. Kawasan Desain
Beberapa faktor pemicu kawasan ini adalah : 1) artikel tahun 1954 dari B.F. Skinner “The
Science of Learning and the Art of Teaching” disertai teorinya tentang pembelajaran
berprogram; 2) buku tahun 1969 dari Herbert Simon “The Science of Artifisial” yang
membahas karakteristik umum dari pengetahuan preskriptif tentang desain; dan 3) pendirian
pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and
Development Center” di Universitas Pittburgh pada tahun 1960an, (dikutip dari Teknologi
Pembelajaran Defenisi dan Kawasannya oleh Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey Hal.30
s.d. 31). Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain adalah untuk
menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan
pada tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul.(Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994).
Kawasan desain meliputi studi mengenai desain sistem pembelajaran, desain pesan, strategi
pembelajaran dan karakteristik pemelajar. Defenisi dan deskripsi dari masing-masing daerah
liputan tersebut adalah sebagai berikut (dikutip dari Teknologi Pembelajaran Defenisi dan
Kawasannya oleh Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey Hal.33 s.d. 35) :
1) Desain Sistem Pembelajaran. Desain Sistem Pembelajaran (DSI) adalah prosedur yang
terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan,
pengaplikasian dan penilaian pembelajaran.
2) Desain Pesan. Desain pesan meliputi “perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari
pesan” (Grabowski, 1991 : 206). Hal tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi
dan daya serap yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi
antara pengirim dan penerima.
3) Strategi Pembelajaran. Strategi Pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta
mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran.
4) Karakteristik Pemelajar. Karakteristik pemelajar adalah segi-segi latar belakang
pengalaman pemelajar yang berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya.
b. Kawasan Pengembangan
Kawasan pengembangan berakar pada produksi media. Teknologi merupakan tenaga
penggerak dari kawasan pengembangan, oleh karena itu kita dapat merumuskan berbagai
jenis media pembelajaran dan karakteristiknya.
Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori : teknologi cetak (yang
menyediakan landasan untuk kategori yang lain), teknologi audiovisual, teknologi berazaskan
komputer, dan teknologi terpadu. (Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994).
1) Teknologi Cetak. Teknologi cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan
bahan, seperti buku-buku dan bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui proses
pencetakan mekanis dan fotografis.
2) Teknologi Audiovisual. Teknologi audiovisual merupakan cara memproduksi dan
menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk
menyajikan pesan-pesan audio dan visual.
3) Teknologi berbasis Komputer. Teknologi berbasis computer merupakan cara-cara
memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber
pada mikroprosesor.
4) Teknologi Terpadu. Teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan
menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan computer.
c. Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Mereka yang
terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokan pemelajar
dengan bahan dan aktivitas yang tertentu, menyiapkan pemelajar agar dapat berinteraksi
dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan,
memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pemelajar, serta memasukannya ke dalam
prosedur organisasi yang berkelanjutan.
d. Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Pengelolaan biasanya merupakan hasil
dari penerapan suatu sistem nilai. Kerumitan dalam mengelolah berbagai macam sumber,
personil, usaha desain maupun pegembangan akan semakin meningkat dengan membesarnya
usaha dari sebuah sekolah. Terdapat empat kategori dalam kawasan pengelolaan yaitu :
pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem penyampaian dan pengelolaan
informasi.
e. Kawasan Penilaian
Penilaian dalam pengertian yang paling luas adalah aktivitas manusia sehari-hari. Dalam
kehidupan sehari-hari kita selalu menakar nilai aktivitas atau kejadian berdasarkan kepada
sistem penilaian tertentu. Penilaian ialah proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran
dan belajar. Penilaian mulai dengan analisis masalah. Ini adalah langkah yang penting dalam
pengembangan dan penilaian pembelajaran karena tujuan dan hambatan dijelaskan pada
langkah ini. (Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994).
Landasan Teori Komunikasi dan Informasi
Teknologi Pembelajaran sebagai bagian dari Teknologi Pendidikan yang merupakan
spesialisasi dari ilmu pendidikan di satu sisi dan di sisi lainnya belum merupakan suatu
disiplin ilmiah, karena masih terbatasnya teori yang dihasilkan yang mempunyai kemampuan
generalisasi dan prediksi atas gejala yang diamatinya. Untuk itu dibutuhkan teori teori dari
disiplin ilmu lain yang dipinjam untuk diramu jadi teori baru, salah satunya adalah teori
Komunikasi dan Informasi
Landasan Teori Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi dan Komunikasi mempunyai pengertian dari dua aspek, yaitu Teknologi
Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, mempunyai pengertian luas yang
meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi,
dan pengelolaan informasi. Teknologi Komunikasi mempunyai pengertian segala hal yang
berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari
perangkat yang satu ke lainnya. Karena itu, Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah
suatu padanan yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala aspek
yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/ pemindahan
informasi antar media menggunakan teknologi tertentu.
Suatu sistem yang kurang mendapatkan informasi akan menjadi lemah dan akhirnya berakhir.
Informasi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai berikut: Informasi adalah data yang diolah
menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Sumber dari
informasi adalah data. Data merupakan bentuk jamak dari bentuk tunggal data atau data item.
Data adalah kenyataan yang menggambarkan sesuatu yang terjadi pada saat tertentu.
The Information Technology Industry is defined as tecnology development and application of
computers and communication-based tecnology for processing, presenting and managing data
and information. This includes computer hardware and component manufacturing ; computer
software development and various computer related services ; together with communication
equipment, component manufacturing and services.
(Industri Teknologi Informasi didefinisikan sebagai pengembangan teknologi dan aplikasi
dari computer berbasis komunikasi untuk memproses, penyajian, mengelola data. Termasuk
didalamnya pembuatan hardware computer dan komponen computer ; pengembangan
software computer dan berbagai jasa yang berhubungan dengan computer ; bersama-sama
dengan perlengkapan komunikasi pembuatan komponen dan jasa).
Oxford English Dictionary (OED2) edisi ke-2, mendefinisikan Teknologi Informasi adalah
hardware dan software, dan bisa termasuk didalamnya jaringan dan telekomunikasi yang
biasanya dalam konteks bisnis dan usaha. Jadi istilah Teknologi Informasi adalah Teknologi
yang memanfaatkan computer sebagai perangkat utama untuk mengolah data menjadi
informasi yang bermanfaat.
Interaksi pembelajaran merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara
timbalbalik antara siswa, mahasiswa dengan guru, dosen dalam memahami, mendiskusikan,
Tanya jawab, mendemonstrasi, mempraktekkan materi pelajaran di dalam kelas.
Pertama kalinya Komunikasi disebut sebagai landasan dari Teknologi Pendidikan atau
Teknologi Pembelajaran di tahun 1970 di definisi kedua dari The Commision on Instructional
Technology yang dipimpin oleh Sidney Ticton sehingga menjadi dasar pengembangan
definisi Teknologi Pendidikan atau Teknologi Pembelajaran berikutnya.
Komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai apa yang dibicarakan dan
dinamakan komunikatif apabila terjadi kesamaan bahasa dan kesamaan makna antara
komunikator dan komunikan.
Edgar Dale (1956) yang terkenal dengan Kerucut pengalamannya menyebutkan bahwa Teori
Komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan
effektivitas bahan audiovisual (Miarso,2007). Pada masa itu pendekatan dalam Teknologi
Pendidikan masih condong ke pendekatan media, sehingga “ kerucut pengalaman” Dale
dipandang secara keliru sebagai model klafisikasi media yang bertolak dari Teori
Komunikasi. Kerucut ini melukiskan analogi visual berdasarkan tingkat kekonkritan dan
keabstrakan metode mengajar dan bahan pembelajaran. Tujuannya untuk menggambarkan
deretan pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui symbol
komunikasi, yang didasarkan pada suatu rentangan (continuum) pengalaman dari yang
konkrit ke yang abstrak.
Hobart berpendapat cara yang paling berguna untuk memahami dan meningkatkan efisiensi
bidang audiovisual adalah melalui konsep komunikasi. Orientasi Komunikasi menyebabkan
lebih diperhatikannya proses komunikasi informasi secara menyeluruh.
Pada awalnya Teori Komunikasi yang paling mendapat perhatian adalah teori yang
dikemukakan oleh Shanoon & Weaver yang merupakan teori matematis dalam Komunikasi
bersifat linear dengan arah tertentu dan tetap yaitu dari sumber (Komunikator) kepada
Penerima (Komunikan) / unsur yang masih dapat diperhatikan dalam teori ini adalah sebagai
sumber gangguan /unik) yang senantiasa ada dalam setiap situasi.
Teori ini sepenuhnya disempurnakan oleh Schramm dengan menambahkan 2 unsur baru yaitu
lingkup pengalaman (field of experience) dan umpan balik. Oleh sebab itu penekanan pada
adanya kesamaan interpretasi adalah arti lambang yang dipakai.
Teori Komunikasi Berlo merupakan pendekatan baru karena merupakan teori tidak linear
bahkan ditujukan dinamika dalam hubungan diantara unsur unsur. Model ini merupakan
pembaruan karena implikasi dalam Teknologi pendidikan menyebabkan dimasukkannya
orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari Teknologi Pendidikan.
Isi pesan bersurat struktur dan penggarapan juga merupakan bagian Teknologi Pendidikan.
Segala bentuk pesan (lambang, verbal, taktil serta ujud nyata) merupakan bagian dari
keseluruhan proses komunikasi dan dengan demikian juga merupakan bagian Teknologi
Pendidikan sehingga model ini memberikan jalan untuk berbagai macam penelitian yang
berhubungan dengan unsur-unsur yang saling berhubungan. (Miarso, 2007).
Yamin (2007:75) mengatakan Proses Pembelajaran di kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, dan diharapkan pengajar
mengembangkan kapasitas belajar, kompetensi dasar dan potensi dan memusatkan perhatian
siswa secara penuh sehingga dapat ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran,
mengembangkan cara-cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan, pelaksanaan,
penilaian proses pembelajaran itu sendiri.
Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, penilaian dan penelitian proses, sumber dan system untuk belajar. (Miarso,
2007;194)
Belajar adalah merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil)
yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di
lingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna
sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode/perlakuan).
Belajar menurut Meier (2002) dalam Yamin (2007) adalah proses mengubah pengalaman
menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, pemahaman menjadi kearifan, dan
kearifan menjadi keaktifan.
Teknologi menurut J. Anglin (1991) adalah penerapan ilmu ilmu perilaku dan alam serta
pengetahuan lain secara bersistem dan menyistem, untuk memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi manusia (Miarso. 2007;302)
Media Pembelajaran menurut Miarso (2007;458) adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan si
belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan
terkendali;
Teknologi informasi dan komunikasi merupakan kemudahan yang diberikan dalam
mendukung kegiatan pembelajaran, contohnya dalam media pembelajaran, dapat
dimanfaatkan fasilitas internet untuk memudahkan proses pengambilan referensi materi
pembelajaran.
Pengaruh Teknologi Komunikasi dan Informasi terhadap Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dalam kelas peranan pengajar diharapkan dapat lebih
meningkatkan partisipasi peserta didik dalam kegiatan belajar, bentuk partisipasi siswa terjadi
bila adanya interaksi dalam proses pembelajaran di kelas.
Persoalan terjadi bila komunikasi tersebut hanya sepihak yaitu dilakukan dari atas ke bawah
atau antara guru dengan siswa, dan komunikasi dalam koridor edukatif. Komunikasi antara
siswa dengan guru adalah penyampaian pesan (materi) pelajaran, perkuliahan, dan terlaksana
hubungan timbal baik.
Gafur (1986) dalam Prawiradilaga dan Siregar mengatakan bahwa menyampaikan
pembelajaran sesuai dengan konsep teknologi pendidikan dan pembelajaran pada hakikatnya
merupakan kegiatan menyampaikan pesan kepada siswa oleh nara sumber dengan
menggunakan bahan, alat, teknik, dan dalam lingkungan tertentu.
Penyampaian pesan tersebut agar efektif ada beberapa prinsip desain pesan pembelajaran
antara lain meliputi : (1)prinsip kesiapan dan motivasi, (2)penggunaan alat pemusat
perhatian, (3)partisipasi aktif siswa, (4)perulangan dan (5) umpan balik.
Semua prinsip di atas dalam kegiatan pembelajaran menimbulkan interaksi siswa sehingga
terpenuhi konsepsi komunikasi yang mengandung pengertian memberitahukan pesan,
pengetahuan, dan fikiran-fikiran dengan maksud mengikutsertakan peran siswa dalam proses
pembelajaran sehingga persoalan-persoalan yang dibicarakan milik bersama, dan tanggung
jawab bersama. (Yamin, 2007:163)
Teori komunikasi Berlo merupakan pendekatan baru karena tidak linear dan implikasinya
dalam teknologi pendidikan yang menyebabkan dimasukkannya orang dan bahan sebagai
sumber yang merupakan bagian integral dari teknologi pendidikan, dan isi pesan beserta
struktur dan penggarapannya serta bentuk pesan merupakan bagian dari keseluruhan proses
komunikasi sehingga model ini juga membuka jalan untuk berbagai macam penelitian yang
berhubungan dengan unsure unsure dan saling hubungannya (Miarso, 2007;115)
a. E-Learning
E- Learning atau pembelajaran melalui online adalah pembelajaran yang pelaksanaanya
didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape, transmisi satelit atau
komputer. Seperti Kursus atau pendidikan dengan media pembelajaran jarak jauh (distance
learning) dan cyber classroom.
b. E-Library
Merupakan perpustakaan online yang berisikan 800 milyar informasi tentang ilmu
pengetahuan dll.
c. Virtual University
Merupakan aplikasi dari proses pendidikan jarak jauh, dimana virtual university merupakan
salah satu kemudahan yang diberikan layanan internet bagi pembelajar yang mengalami
kesulitan dalam hal waktu tatap muka langsung, dan tentunya dalam prosesnya tidak
mengurangi kualitas dari pendidikan tersebut.
d. EdukasiNet
Merupakan situs pembelajaran berbasis internet; artikel, rancangan pengajaran, bahan ajar,
proyek pendidikan, kurikulum, tutor, pusat sebaran dan penerbitan, forum diskusi, Interactive
school magazine, video teleconference (kelompok diskusi berpusat di Global School
Network, cu-seeme-schools@gsn.org), TV Edukasi dan search engine. Bentuk-bentuk
pengembangan lain internet dalam media pendidikan Lab Online (Virtual Laboratory), Data
base materi yang ter-update, RealtimeWeb sharing dan diskusi
e. JARDIKNAS
JARDIKNAS merupakan Wide Area Network (WAN) Pendidikan skala Nasional .
JARDIKNAS terdiri dari 4 zona jaringan, meliputi:
o JARDIKNAS Kantor Dinas/Insitusi (DiknasNet)
o JARDIKNAS Perguruan Tinggi (INHERENT)
o JARDIKNAS Sekolah (SchoolNet)
o JARDIKNAS Guru dan Siswa (TeacherNet and StudentNet)
Manfaat JARDIKNAS secara umum antara lain :
• Peningkatan kecepatan layanan informasi yang integral, interaktif, lengkap, akurat dan
mudah didapat.
• Memberikan pelayanan data dan informasi pendidikan secara terpadu.
• Menciptakan budaya transparan dan akuntabel.
• Merupakan media promosi pendidikan yang handal.
• Meningkatkan komunikasi dan interaksi baik secara lokal maupun internasional.
• Mengakses berbagai bahan ajar dari seluruh dunia, dan
• Meningkatkan efisiensi dari berbagai kegiatan pendidikan.
Fungsi dan Pemanfaatan JARDIKNAS secara khusus antara lain :
• JARDIKNAS Kantor Dinas/Institusi
o Transaksi data online SIM Pendidikan
• JARDIKNAS Perguruan Tinggi
o Riset dan Pengembangan IPTEKS
• JARDIKNAS Sekolah
o Akses Informasi dan e-Learning
• JARDIKNAS Guru dan Siswa
o Akses informasi dan interaksi komunitas
Titik Koneksi Jardiknas Saat Ini:
• Depdiknas Senayan Jakarta
• 33 Kantor Dinas Pendidikan Propinsi
• 441 Kantor Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten
• 30 LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan)
• 10 SKB
• 5 BPPLSP (Balai Pendidikan dan Pelatihan Luar Sekolah dan Pemuda)
• 12 P4TK (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan)
• 32 Perguruan Tinggi Negeri (INHERENT)
• 38 Universitas/Poli Pendidikan Jarak Jauh Program D3-TKJ
• 17 Balai Bahasa
• 5 Kantor Bahasa
• 36 UPBJJ-UT (Unit Pendidikan Belajar Jarak Jauh – Universitas Terbuka)
• 17 Balai Teknologi Komunikasi
• 50 Dinas Kab/Kota
• 13 ICT Center Sister PJJ D3TKJ
• 5 Universitas PJJ PGSD & S2 Perencanaan
• 21 Unit Kerja Depdiknas Pusat
• > 6500 sekolah se Indonesia
Ada tiga sistem pembelajaran berbasis Internet dalam E-Learning
1. Web Course
Merupakan penggunaan internet utk keperluan pembelajaran dimana bahan ajar, diskusi,
konsultasi, penugasan, latihan dan ujian melalui internet atau tidak ada tatap muka dalam
proses pembelajaran Seperti proses pendidikan jarak jauh (distance Education); virtual
university.
2. Web Centric Course
Berbeda dengan Web Course, Web Centric Course lebih menekankan pembelajaran dimana
bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, dan latihan melalui internet. Ujian, dan sebagian
konsultasi, diskusi & latihan secara tatap muka persentase tatap muka yang dilakukan dalam
proses pembelajaran lebih kecil. Seperti university off campus.
3. Web Enhanced Course
Merupakan penggunaan internet untuk keperluan pembelajaran dimana internet hanya untuk
mendukung kegiatan pembelajaran secara tatap muka atau persentase tatap muka yang
dilakukan dalam proses pembelajaran lebih besar.
Pada dasarnya situs EdukasiNet dapat dimanfaatkan oleh siapa saja dan dengan cara yang
sangat bervariasi dan fleksibel, tergantung kepada situasi dan kondisi sekolah dan guru yang
bersangkutan. Namun demikian, untuk membantu para guru dalam pemanfaatan situs ini,
beberapa bentuk pola pemanfaatan berikut dapat dilakukan.
1. Pola pemanfaatan di Lab Komputer
Bagi sekolah yang telah memiliki fasilitas laboratorium komputer yang tersambung ke
internet, dapat memanfaatkan situs ini di lab. Situs ini dapat diakses secara bersama-sama
dalam bentuk klasikal ataupun individual di lab dengan bimbingan guru.
2. Pola pemanfaatan di Kelas
Apabila sekolah belum memiliki lab komputer, namun mempunyai sebuah LCD proyektor
dan sebuah komputer yang tersambung ke internet, maka pemanfaatan situs ini dapat
dilakukan dengan cara presentasi di depan kelas. Bahan belajar yang ada pada edukasi.net
akan menjadi bahan pengayaan proses pembelajaran tatap muka di kelas, sesuai dengan topik
yang dibahas pada saat itu.
3. Pola penugasan
Untuk sekolah yang belum memiliki sambungan internet, dapat memanfaatkan situs ini
dengan pola penugasan. Siswa dapat mengakses internet pada tempat-tempat yang
menyediakan jasa layanan internet, misalnya warnet, di rumah, ataupun tempat lainnya.
4. Pola pemanfaatan individual
Di luar itu semua siswa di beri kebebasan untuk memanfaatkan dan mengeksplor seluruh
materi yang ada pada EdukasiNet, baik yang berupa bahan belajar, pengetahuan populer dan
fasilitas komunikasi secara individual. Pemanfaatannya bisa dilakukan di rumah, bagi siswa
yang memiliki komputer yang tersambung ke internet atau dilakukan di Warnet.
Landasan Teori dan Pendekatan Sistem
Pengertian Sistem
Sistem berasal dari bahasa latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu
kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan
aliran informasi, materi, atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan
suatu set entitas yang berinteraksi. Sistem yang merupakan kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak,
contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa
elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu
negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara
tersebut.
Kata ”sistem” banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam forum diskusi
maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang
pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah
sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka.
Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen:
Konsep Dasar Sistem
Terdapat dua kelompok pendekatan yang digunakan dalam mendifinisikan sistem, yaitu:
1. lebih menekankan pada prosedur yang digunakan dalam sistem dan mendefinisikan sistem
sebagai jaringan prosedur, metode, dan cara kerja yang saling berinteraksi dan dilakukan
untuk pencapaian suatu tujuan tertentu.
2. lebih menekankan pada elemen atau komponen penyusunan sistem, mendefinisikan
sebagai kumpulan elemen baikabstrak maupun fisik yang saling berinteraksi untuk mencapai
tujuan tertentu.
Kedua definisi tersebut sama benarnya dan tidak saling bertentangan, yang berbeda hanyalah
cara pendekatan yang dilakukan pada sistem. Karena pada hakekatnya setiap komponen
sistem, untuk dapat saling berinteraksi dan untuk dapat memcapai tujuan tertentu harus
melakukan sejumlah prosedur, metode, dan cara kerja yang juga saling berinteraksi.
Beberapa karakteristik sistem informasi adalah sasaran, sumber daya, jaringan komunikasi,
konversi data, masukkan data, keluaran informasi, dan pengguna-pengguna informasi.

1. Masukan – Proses – Keluaran


Masukan terdiri dari semua arus berwujud (tangible) yang masuk ke dalam sistem di samping
juga dampak tak berwujud (intangible) terhadap sistem. Keluaran terdiri dari semua arus
keluar atau hasil. Dan proses terdiri dari metode yang digunakan untuk mengubah masukkan
menjadi keluaran. Mekanisme kerja dalam suatu sistem dijelaskan dalam gambar berikut :
1. Mekanisme Kerja Sistem Sasaran sistem mempengaruhi dan sering mengendalikan konten
masukan menjadi keluaran.
2. Lingkungan
Setiap sistem (barangkali kecuali sistem jagad raya) secara fisik terbatas. Alam yang terletak
di luar suatu sistem dinamai lingkungan sistem. Suatu batas sistem memisahkan sistem itu
dengan lingkungannya. Walaupun batas-batas sistem tertentu tidak kelihatan dan mungkin
sukar diterapkan secara pasti, setiap sistem pasti dibatasi oleh batas-batas tertentu.
3. Saling Kebergantungan
Setiap sistem mempunyai saling kebergantungan. Selain memiliki subsistem-subsistem yang
erat berkaitan, suatu sistem pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem lain yang
lebih besar. Hubungan antara subsistem dengan sistem dan dengan supersistem dinamai
hirarki sistem.
4. Jaringan Kerja Sistem
Jaringan kerja sistem mempunyai macam saling kebergantungan yang lain. Jaringan kerja
(nerwork) terbentuk bilamana sebuah sistem digabungkan dengan sistem yang lain tingkat
hirarkinya sama. Sistem-sistem yang membentuk jaringan kerja berinteraksi satu sama lin
melalui penghubung (kopling/coupling) atau batas bersama (shared boundaries) yang
dinamakan antarmuka (interface). Antarmuka ini memungkinkan sumber daya mengalir
diantara sistem-sistem yang berinteraksi.
Sub sistem – sub sistem yang saling bergantung dalam suatu sistem tunggal juga membentuk
jaringan kerja, karena mereka saling berhubungan. Sumber daya mengalir di antara
subsistem-subsistem, dengan keluaran dari satu subsistem menjadi masukan bagi subsistem
lain yang berantrmuka. Konsep saling kebergantungan sistem ini berguna dalam studi sistem
informasi. Konsep ini mengingatkan analis bahwa sebiah sistem atau subsistem tidak boleh
dilihat secara terpisah dari sistem atau subsistem lain yang terkait dengannya. Konsep ini juga
mengatakan bahwa analis dapat berpindah ke tingkat sistem yang lebih rendah hirarkinya
guna menyempitkan cakupan analisis.
5. Kendala
Setiap sistem menghadapi kendala, batasan-batasan intern atau ekstern yang menentukan
konfigurasi atau kemampuan sistem. Batas / Boundary sistem misalnya, merupakan kendala
fisik yang menentukan ukuran dan bentuk sistem. Dalam beberapa keadaan kendala dapat
dihilangkan atau dikurangi. Cara yang biasa digunakan untuk mengurangi kendala yang
mempengaruhi operasi dikenal dengan dekopling (decoupling).
6. Pengendalian Sebagai Konsep Inti Sistem
Pengendalian dapat dianggap sebagai konsepsi inti sistem, karena faktor inilah yang menjiwai
ide pokok dari pengembangan sebuah sistem dan sekaligus juga merupakan manifestasi nyata
dari tiap sistem. Sistem-sistem dibentuk secara langsung atau tidak, untuk melakukan
pengendalian, misal :
Pemerintah dibentuk untuk menetukan apa yang boleh dilakukan dalam masing-masing
yuridiksinya.
Sistem kardiovaskuler bertanggung jawab untuk mengontrol aliran darah dan pendistribusian
oksigen dalam tubuh.
D. Pendekatan Sistem dalam Memecahkan Masalah dan Membuat Keputusan
Suatu pendekatan sistematis untuk pecahan masalah telah diciptakan yang terdiri dari tiga
jenis usaha :
Dalam mempersiapkan pemecahan masalah, manajer memandang perusahaan sebagai suatu
sistem dengan memahami lingkungan perusahaan dan mengidentifikasi subsistem-subsistem
dalam perusahaan. Dalam mendefinisikan masalah, manajer bergerak dari tingkat sistem ke
subsistem dan menganalisis bagian-bagian sistem menurut.
Suatu urutan tertentu dalam memecahkan masalah, manajer mengidentifikasi berbagai solusi
alternatif, mengevaluasinya, memilih yang terbaik, meneraqpkannya, dan membuat tindak
lanjut untuk memastikan bahwa solusi itu berjalan sebagaimana mestinya.
1. Pendekatan Sistem
Proses pemecahan masalah secara sistematis bermula dari John Dewey, seorang profesor
filosofi di Columbia University pada awal abad ini. Dalam bukunya tahun 1910, ia
mengidentifikasi tiga seri penilaian yang terlibat dalam memecahkan masalah suatu
kontroversi secara memadai yaitu:
Kerangka kerja yang dianjurkan untuk penggunaan komputer dikenal sebagai pendekatan
sistem . serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang memastikan bahwa masalah
itu pertama-tama dipahami, solusi alternatif dipertimbangkan, dan solusi yang dipilih bekerja.
2. Tahap Pemecahan Masalah
Dalam memecahkan masalah kita berpegangan pada tiga jenis usaha yang harus dilakukan
oleh manajer yaitu usaha persiapan, usaha definisi, usaha solusi / pemecahan.
Usaha Persiapan, mempersiapkan manajer untuk memecahkan masalah dengan menyediakan
orientasi sistem.
Tiga langkah persiapan tidak harus dilaksanakan secara berurutan, karena ketiganya bersama-
sama menghasilkan kerangka fikir yang diinginkan untuk mengenai masalah. Ketiga masalah
itu terdiri dari :
a) Memandang perusahaan sebagai suatu sistem
b) Mengenal sistem lingkungan
Mengidentifikasikan subsistem-subsistem perusahaan
Usaha Definisi, mencakup mengidentifikasikan masalah untuk dipecahkan dan kemudian
memahaminya.
Usaha definisi mencakup pertama-tama menyadari bahwa suatu masalah ada atau akan ada
(identifikasi masalah) dan kemudian cukup mempelajarinya untuk mencari solusi
(pemahaman masalah). Usaha definisi mencakup dua langkah yaitu :
a) Bergerak dari sistem ke subsistem
b) menganalisis bagian-bagian sistem dalam suatu urutan tertentu.
Usaha Solusi, mencakup mengidentifikasikan berbagai solusi alternatif, mengevaluasinya,
memilih salah satu yang tampaknya terbaik, menerapkan solusi itu dan membuat tindak
lanjutnya untuk meyakinkan bahwa masalah itu terpecahkan . sistem informasi berbasis
komputer atau CBIS dapat digunakan sebagai sistem dukungan (support systems) saat
menerapkan pendekatan sistem.
Usaha pemecahan meliputi pertimbangan berbagai alternatif yang layak atau (Feasible),
pemilihan alternatif terbaik, dan penerapannya.
Landasan teori memuat teori-teori atau konsep-konsep dasar, yang diambil dari buku-buku
acuan yang langsung berkaitan dengan bidang ilmu yang diteliti sebagai tuntunan, untuk
memecahkan masalah penelitian dan untuk merumuskan hipotesis.
Pengertian sistem, sistem berasal dari bahasa latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma)
adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk
memudahkan aliran informasi, materi, atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk
menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi. Terdapat dua kelompok pendekatan yang
digunakan dalam mendefinisikan sistem yaitu:
Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Pengertian Aplikasi Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan menurut Miarso dalam buku menyemai benih teknologi pendidikan
sebagai suatu bidang kajian atau disiplin keilmuan yang berdiri sendiri (Miarso: 2007, 62).
Ditinjau dari pendekaan pendidikan, teknologi pendidikan adalah suatu proses yang bersistem
dalam usaha mendidikan atau membelajarkan. Dalam proses yang bersistem ini kemungkinan
besar digunakan teknologi pendidikan sebagai produk (Miarso: 2007, 76). Dari pengertian di
atas dapat disimpulkan, bahwa aplikasi teknologi sebagai penerapan dari suatu disiplin ilmu
yang membahas proses dalam usaha mendidik atau membelajarkan. Dan dalam proses
mendidik atau membelajarkan tersebut kemungkinan besar menggunakan teknologi.
Pengertian Mutu Pendidikan
Menurut Umeidi: dalam rangka umum mutu pendidikan mengandung makna derajat (tingkat)
keunggulan suatu produk (hasil kerja / upaya) baik berupa barang maupun jasa.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil
pendidikna. Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input, seperti : bahan
ajar (kognitif, psikomotorik, afektif), metodologi yang bervariatif sesuai dengan kemampuan
guru, sarana dan prasarana sekolah, dukungan administrasi, sumber daya dan dukungan
lingkungan yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan berfungsi mensikronkan berbagai
input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar
baik antara guru, siswa dan saran pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik dalam
konteks intrakurikuler maupun dalam konteks ekstrakurikuler, baik dalam substansi akademis
maupun non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Mutu dalam konteks “hasil belajar” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada
setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap waktu cawu, akhir semester, akhir tahun, 5 tahun
bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (studens achievement) dapat
berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta, Ebtanas). Dapat pula
prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya:
computer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan seperti suasana disiplin, keakraban, saling
menghormati, kebersihan, dsb (Depdiknas, 2003). Dari uraian di atas di dapat simpulan
bahwa mutu pendidikan adalah tingkat keunggulan hasil kerja dalam pendidikan baik yang
berupa proses pendidikan maupun dalam hasil pendidikan.
Aplikasi TP dalam peningkatan mutu pendidikan
Dari pengertian aplikasi teknologi pendidikan dan pengertian peningkatan mutu pendidikan
di atas, dapat kita katakana bahwa aplikasi teknologi pendidikan dalam peningkatan mutu
pendidikan adalah penerapan teknologi pendidikan sebagai suatu disiplin ilmu yang
membahas proses mendidik atau membelajarkan tersebut kemungkinan besar menggunakan
teknologi sebagai upaya peningkatan keunggulan hasil kerja dalam bidang pendidikan baik
yang berupa proses pendidikan maupun berupa hasil pendidikan.
Menurut Miarso adalah beberapa pedoman umum dalam aplikasi teknologi pendidikan dan
implemasinya:
1)memadukan berbabagi macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi, manajemen,
rekayasa dan lain-lain
2) Memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serampak, dengan
memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan di antaranya.
3) Digunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah
belajar.
4) Tumbuhnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan atau
unsure mempunyai nilai-nilai lebih dari sekedar penjumlahan. Demikian pula pemecahan
secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan
Dari pembahasan yang telah di lakukan di atas diperoleh beberapa kesimpulan:
1) Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas salah satu dengan cara peningkatan
mutu pendidikan
2) Peningkatan mutu pendidikan diantaranya dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi
pendidikan
3) Dalam peningkatan mutu pendidikan dapat dipandang sebagai sebagai proses pendidikan
dan hasil pendidikan
4) E-learning sangat cocok digunakan untuk pembelajaran pada tempat-tempat seperti
Indonesia yang luas dan berpulau-pulai, tempat sekolah jauh, orang yang sibuk bekerja
karena sifatnya yang fleksibel dapat di buka kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja.
5) E-dukasi.net merupakan salah satu tujukan teknologi pendidikan yang dapat digunakan
dengan pola Pola pemanfaatan di laboratorium komputer, Pola pemanfaatan di ruang kelas,
Pola penugasan, Pola pemanfaat individual
6) Salah satu penerapan teknologi pendidikan di ruang-ruang kelas adalah adanya model-
model pembelajaran pembelajaran yang salah satunya terangkum dalam contekstual Teaching
And Learning (CTL)
7) Peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan dari siswa-siswa diruang-ruang kelas, jika
dlam ruang kelas mutu pendidikan mengalami peningkatan maka secara nasional mutu
pendidikan juga akan meningkat.
Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Pemerataan Pendidikan
Teknologi Pendidikan dan Pemerataan Pendidikan
Teknologi pendidikan adalah teori dan praktik dalam desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber untuk belajar (Siregar, 2008 :302). Sementara
itu, Miarso menyatakan “Teknologi Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses
kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, gagasan, prosedur, peralatan dan organisasi
untuk mengatasi masalah belajar manusia (Miarso, 2011:240). Sedangkan menurut Nasution
dalam bukunya ia mengartikan teknologi pendidikan adalah sebagai pegangan atau
pelaksanaan pendidikan secara sistematis, menurut sistem tertentu (Nasution, 2011: 2)
Berdasarkan pendapat diatas dapat kita simpulkan Teknologi Pendidikan adalah studi dan
etika praktek yang melibatkan orang, gagasan, prosedur, peralatan dan organisasi untuk
memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan
pengaturan proses dan sumber daya teknologi dalam rangka untuk memecahkan masalah
belajar manusia.
Salah satu masalah belajar yang dimiliki manusia khususnya rakyat Indonesia adalah tidak
seluruh anak bangsa ini dapat mengenyam pendidikan sebagaimana yang telah dicanangkan
pemerintah yaitu wajib belajar 9 tahun.
Pemerataan pendidikan di Indonesia pada dasarnya telah tercantum dalam UUD Negara
Indonesia pada pasal 31 yang berbunyi :
1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.
4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
Pemerataan pendidikan menjadi tugas yang besar bagi dunia pendidikan dalam rangka untuk
mewujudkan tujuan bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Miarso dalam
bukunya mendefinisikan Pemerataan pendidikan sebagai:
a. Kesempatan untuk bersekolah yang merata, atau lazim disebut dengan istilah pendidikan
semesta (universal education)
b. Pemerataan mutu pendidikan, atau berarti menghilangkan kesen-jangan mutu karena faktor
sosial-ekonomis dan geografis
c. Pemerataan kemungkinan memperoleh pendidikan dengan memberikan perlakuan yang
berbeda termasuk subsidi atau beasiswa kepada mereka yang tidak mampu, meliputi pula
untuk mereka yang menyandang kelainan
d. Pemerataan hasil perolehan pendidikan, yang berarti para lulus-annya mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh penghasilan yang setaraf (Miarso, 2011:241-242).
Dari pengertian pemerataan pendidikan diatas dapat kita ketahui bahwa pemerataan
pendidikan tidak terbatas hanya pada memberikan hak pendidikan seluruh warga Negara,
namun pemerataan pendidikan juga terkait dengan mutu pendidikan, perlakuan yang berbeda
karena perbedaan latar belakang, dan pemerataan hasil perolehan pendidikan sehingga
memiliki kesempatan bersaing yang sama tanpa tebang pilih.
Peran Teknologi Pendidikan dalam Pemerataan Pendidikan
Bagi Indonesia, peran teknologi pendidikan sangat di butuhkan dalam pemerataan pendidikan
bagi masyarakat dan peningkatan kualitas pendidikan. Kita, Indonesia, tak bisa menutup mata
dari perkembangan teknologi komunikasi yang kian pesat untuk tidak bisa dimanfaatkan di
dunia pendidikan. Terdapat beberapa alasan diterapkannya teknologi pendidikan, yaitu:
1. Adanya orang-orang belajar yang belum cukup memperoleh perhatian tentang
kebutuhannya, kondisinya, dan tujuannya.
2. Adanya si pebelajar yang tidak cukup memperoleh pendidikan dari sumber-sumber
sedekala (tradisional), dan karena itu perlu dikembangkan dan digunakan sumber-sumber
baru.
3. Adanya sumber-sumber baru berupa: orang, pesan, bahan, alat, cara-cara tertentu dalam
memanfaatkannya.
4. Adanya kegiatan yang bersistem dalam mengembangkan sumber-sumber belajar yang
bertolak dari landasan teori tertentu dan hasil penelitian, yang kemudian dirancang, dipilih,
diproduksi, disajikan, digunakan, disebarluaskan, dinilai, dan disempurnakan.
5. Adanya pengelolaan atas kegiatan belajar yang memanfaatkan berbagai sumber, kegiatan
menghasilkan dan atau memilih sumber belajar, serta orang dan lembaga yang terlibat
langsung dalam kegiatan-kegiatan tersebut. (Miarso: 2011: 599)
Penerapan program teknologi pendidikan di Indonesia berawal pada tahun 1952 dimana
Jawatan Pendidikan Masyarakat menyelenggarakan siaran radio pengajaran yang
diperuntukkan kepada para pelajar pejuang. Belajar jarak jauh memanfaatkan belajar mandiri
dengan menggunakan modul serta teknologi komunikasi, seperti radio. Belajar jarak jauh di
Indonesia adalah pada Universitas Terbuka, dimana cara belajarnya dengan menggunakan
modul, tutor (dosen), dan memanfaatkan juga program pembelajaran lewat siaran radio
(biasanya bekerja sama dengan RRI).
Selain yang telah diuraikan di atas, peran teknologi pendidikan di Indonesia adalah perannya
di sekolah dan pelaksanaan kurikulum. Peran teknologi pendidikan di sekolah adalah pada
pengelolaan dan pemanfaatan media dan sumber belajar. Beberapa sekolah yang maju telah
menggunakan prinsip-prinsip teknologi pendidikan dalam mengelola dan memanfaatkan
media dan sumber belajar. Peran teknologi pendidikan di kurikulum adalah terletak pada
desain sistem pembelajaran dan pelaksanaan pembelajarannya. Pada desain sistem
pembelajaran adalah bagaimana menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Peran teknologi pendidikan pada pelaksanaan kurikulum pada saat ini yang menerapkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) adalah pada pemanfaatan media dan sumber
belajar serta pada cara tingkat pencapaian ketuntasan belajar. Pada pencapaian tingkat
ketuntasan belajar yang biasa disebut dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah
menggunakan program pengayaan dan remedial yang menggunakan prinsip belajar
berprograma dalam hal test. Yaitu, dimana para pebelajar yang belum menguasai sesuai
dengan kriteria tertentu harus melakukan remidial, dan bagi siswa yang telah menguasai
sesuai dengan kriteria tertentu diadakan pengayaan.
Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Pemerataan Pendidikan melalui SMP Terbuka
SMP Terbuka adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yang dirancang khusus untuk
melayani para siswa pada usia 12-17 tahun yang tidak dapat mengikuti pelajaran seperti biasa
pada SMP reguler, karena alasan ekonomi, transportasi, kondisi geografis, atau kendala
waktu untuk membantu orang tua bekerja. Jenis pekerjaan dalam membantu orang tua yang
mereka lakukan pada umumnya sesuai dengan kadar kemampuan menurut perkembangan
mereka masing-masing di antaranya adalah membantu orang tua berkebun, bekerja di sawah,
ladang, warung, menjajakan koran, menyemir sepatu, yang hasilnya mereka gunakan untuk
menambah keuangan keluarga atau ditabung sendiri.
SMP Terbuka sebagai suatu sub-sistem yang direncanakan pada 1976 adalah salah satu
bentuk pendidikan terbuka, yang merupakan aplikasi teknologi pendidikan. Sistem itu
dirancang untuk dapat mengatasi masalah belajar khususnya bagi mereka yang karena
berbagai macam kendala tidak memperoleh kesempatan untuk belajar yang lazim, sementara
mereka mempunyai potensi untuk belajar, dan masih ada sumber belajar lain yang belum
dimanfaatkan (Miarso, 2011:239).
Metode pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu metode belajar secara mandiri dan
terus menerus. Metode pembelajaran jarak jauh bukan merupakan penomena baru karena kita
telah mengenal Universitas Terbuka dan SMP Terbuka. SMPT merupakan salah satu metode
pembelajaran jarak jauh yang pada masa lalu proses belajar hanya memberikan modul
pembelajaran dan peserta didik secara mandiri belajar dan meningkatkan pengetahuan.
Manfaat SMP Terbuka bagi orang tua dan masyarakat :
1. Kegiatan sosial ekonomi yang tidak terganggu
2. Biaya dapat ditekan serendah mungkin
3. Dihargainya anggota masyarakat yang mampu bertindak sebagai narasumber
4. Meningkatnya taraf pendidikan dasar yang diperlukan dalam menghadapi pembangunan
dan perkembangan zaman, dan
5. Dikembangkannya sumber belajar baru yang berarti membuka kesempatan
dimanfaatkannya sarana yang belum terpakai dan kemungkinan penambahan lapangan kerja
baru(Miarso, 2011, 243).
Manfaat SMP Terbuka bagi pemerintah :
1. Dapat dipercepatnya perluasan kesempatan belajar pada jenjang SMP
2. Tidak diperlukannya biaya yang besar untuk pembangunan sekolah dan pengangkatan guru
baru
3. Meningkatnya partisipasi dan kepedulian masyarakat sehingga lebih memperingan
tanggung jawab pemerintah; dan
4. Berkurangnya risiko/beban penghapusan(Miarso, 2011, 243).
Dari penjelasan diatas, jelaslah bahwa peran SMPT dalam pemerataan pendidikan sangatlah
penting, bisa dilihat dari tujuan dan manfaatnya dan dalam mengatasi masalah belajar
khususnya bagi anak-anak yang mempunyai kendala dalam memperoleh pendidikan.
Pemerataan pendidikan dalam artian pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang
berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan
mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa, seiring juga dengan berkembangnya
demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for all. SMP Terbuka adalah salah satu
sistem pendidikan yang merupakan aplikasi Teknologi Pendidikan dalam upaya pemeratan
pendidikan telah memberikan peran yang signifikan dalam upaya pemerataan pendidikan.
Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Peningkatan Keserasian Pendidikan
Keserasian Pendidikan
Serasi adalah selaras, seimbang, harmonis yang berlawanan dengan kontras, tidak seimbang,
tidak harmonis. Keserasian adalah suatu peristiwa dimana terjadi kesesuaian, kecocokan,
keseimbangan antara komponen satu dengan lainnya sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan. Didalam keserasian pendidikan terdapat kesesuaian, kecocokan, keseimbangan
antara komponen pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Menurut
Sismanto (2007:1), dalam http://daryonoform.blogspot.com/ Sabtu, 21 November 2009,
keserasian dalam pendidikan terjadi jika penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, orangtua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan
kemampuan pemerintah daerah.
Yang termasuk dalam komponen-komponen pendidikan adalah manajemen pendidikan
meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan,
kegiatan pendidikan, dan pengendalian/pengawasan pendidikan. Secara umum terdapat
sepuluh komponen utama pendidikan, yaitu: peserta didik, tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, paket instruksi pendidikan, metode pengajaran (dalam proses belajar
mengajar), kurikulum pendidikan, alat instruksi dan alat penolong instruksi, fasilitas
pendidikan, anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
Keserasian Pendidikan di Indonesia
Masalah pendidikan di Indonesia mengenai keserasian pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan. Isu yang muncul dalam dunia pendidikan antara lain bahwa lembaga
pendidikan dinilai tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai, ketidak sesuaian antara
output pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja dan kualitas lulusan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dunia usaha. Dengan semakin meningkatnya jumlah lulusan dengan
pendidikan tinggi dan terbatasnya lapangan kerja maka muncul pengangguran terdidik yang
merupakan dampak dari permasalahan tersebut diatas.
Dari sudut pemerataan pendidikan dapat dilihat dari dua demensi, yaitu demensi kualitas
(Quality Dimension) dan dimensi kuantitas (Quantity Dimension). Pemerataan kuantitas dan
kualitas pendidikan dibahas dalam kaitanya dengan upaya mengurangi urbanisasi anak usia
sekolah, asumsinya, pemerataan kuantitas dan kualitas pendidikan mempunyai kaitan
langsung dengan urbanisasi anak usia sekolah. Pendidikan sebagai alat pengubah perilaku
manusia menempati posisi tersendiri dalam kancah kehidupan masyarakat secara
keseluruhan. Kesenjangan kuantitatif dan ketimpangan kualitatif antara pendidikan di desa
dan dikota sejak dahulu sangat menonjol lebih-lebih untuk saat ini (Coombs dan Ahmed,
1984, dalam http://daryonoform.blogspot.com/ Sabtu, 21 November 2009). Dampak langsung
dari gejala itu adalah terjadinya mobilitas pendidikan yang timpang, untuk selanjutnya
membuat ketimpangan mobilitas penduduk.
Berikut ini adalah beberapa permasalahan keserasian pendidikan di Indonesia.
a. Kesenjangan Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Pemerintah telah menggulirkan Dana BOS untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs sejak tahun
2005 dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun, ternyata masih ada di beberapa tempat
ditemukan siswa putus sekolah alasan tingginya biaya pendidikan terutama di kota-kota
besar. Dikota-kota bukan hanya tersedia banyak sekolah, akan tetapi relatif lebih mudah
dimanfaatkan dari pada pedesaan. Dikota-kota banyak tersedia kegiatan ekonomi modern.
Media (surat kabar, buku,majalah,televisi, siaran radio,) dan semua barang modern yang
kesemuanya merupakan barang konsumsi modern. Di desa, kondisi itu jauh berbeda dan sulit
diubah, lebih-lebih bagi indonesia yang wilayah sangat luas rumit dan kompleks, disamping
kemampuan ekonomi,komunikasi dan motivasi warga belum menunjang. Citra pendidikan di
perkotaan lebih baik, kesempatan memperoleh pendidikan di kota lebih luas dan kemajuan
dalam bidang komunikasi dan informasi mudah dirasakan. Masih adanya kesenjangan
kesempatan pendidikan perlu diberikan solusi yang tepat dari pemerintah, yayasan
penyelenggara pendidikan dan peran serta masyarakat dalam memberikan kesempatan
memperoleh pendidikan semua lapisan masyarakat.
b. Belum Menghasilkan lulusan yang memiliki Life Skill Yang Sesuai
Lulusan SMK maupun Sarjana dinilai oleh pemakai lulusan belum memiliki kompetensi Life
Skill yang langsung dapat dinikmati, mereka harus memberikan pelatihan terlebih dahulu
dalam waktu penyesusain yang lama. Yang diharapkan oleh masyarakat pemakai adalah
dapat langsung menerima lulusan siap kerja sesuai dengan disiplin ilmunya.
d. Pendidikan Yang Belum Berbasis Pada Masyarakat dan Potensi Daerah
Struktur kurikulum yang ditetapkan berdasarkan UU No.20/2003 dalam Pasal 36 tentang
Kurikulum menyebutkan: (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum
pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai
dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e.
tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j.
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (4) Ketentuan mengenai pengembangan
kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Upaya Menuju kepada Keserasian Pendidikan di Indonesia
Suatu upaya menuju kepada keserasian pendidikan di Indonesia harus dilakukan untuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Berikut ini adalah beberapa upaya
dalam peningkatan keserasian pendidikan di Indonesia :
a. Peningkatan Pendidikan Dasar dan Menengah
Pemerintah telah menggulirkan Dana BOS untuk tingkat SD/MI dan SMP/MTs, sejak tahun
2005 dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun, ternyata masih ada di beberapa tempat
ditemukan siswa putus sekolah alasan tingginya biaya pendidikan terumata di kota-kota
besar. Masih adanya kesenjangan kesempatan pendidikan perlu diberikan solusi yang tepat
dari pemerintah, yayasan penyelenggara pendidikan dan peran serta masyarakat dalam
memberikan kesempatan memperoleh pendidikan semua lapisan masyarakat.
b Pengembangan Program Studi Perguruan Tinggi
Mengembangkan dan menyelenggarakan program-program studi dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi terpilih pada tingkat pendidikan sarjana dan pasca sarjana yang :
1. Menghasilkan tenaga akademik dan tenaga profesional yang diperlukan untuk menguasai
berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinilai strategis untuk pembangunan
industri dan pranata sosial bagi kegiatan masayarakat masa depan;
2. Menghasilkan tenaga akademik dan tenaga profesional yang diperlukan untuk menguasai
berbagai bidang ilmu sosial dan budaya yang dinilai menentukan dalam meningkatkan
keserasian dalam kehidupan masyarakat yang membangun.
3. Peningkatan Pendidikan Pasca Sarjana.
Memantapkan struktur, pengembangan dan penyelenggaraan program pasca sarjana serta
meningkatkan mutu lulusannya, melalui peningkatan kerjasama dengan lembaga pendidikan
tinggi dan ilmiah luar negeri, kerjasama dengan industri, evaluasi kesejawatan mengenai
program, pengembangan sumberdaya pendidikan tinggi, serta pengelolaan tunggal dalam
mengembangkan program pasca sarjana.
c. Peningkatan Relevansi Dan Kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Meningkatkan kualitas sumberdaya akademik agar LPTK dapat menyelenggarakan kegiatan
fungsionalnya dengan kinerja yang lebih tinggi: (1) meningkatkan kualitas guru yang
dihasilkan LPTK; (2) meningkatkan kinerja proses pembelajaran di LPTK dan di Sekolah; (3)
Menyumbang kepada khazanah pengetahuan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang
secara umum dapat meningkatkan proses pembelajaran di dunia pendidikan.
d. Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat
Meningkatkan kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan menyebarkan hasil penelitian
terapan, kaji tindak, maupun paket teknologi tepat-guna untuk dimanfaatkan dalam kegiatan
produktif dan peningkatan mutu kehidupan masyarakat; serta untuk meluaskan wawasan dan
pengalaman perguruan tinggi mengenai keperluan dan masalah nyata yang dihadapi
masyarakat.
Meningkatkan kegiatan pengabdian pada masyarakat dengan menyebarkan hasil penelitian
terapan, kaji tindak, maupun paket teknologi tepat-guna untuk dimanfaatkan dalam kegiatan
produktif dan peningkatan mutu kehidupan masyarakat; serta untuk meluaskan wawasan dan
pengalaman perguruan tinggi mengenai keperluan dan masalah nyata yang dihadapi
masyarakat.
Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, pemanfaatan,
manajemen dan evaluasi terhadap proses-proses dan sumber-sumber untuk belajar. Sumber
daya manusia yang mengelola pendidikan harus memiliki kemampuan akademis dan
profesional handal untuk mengembangkan dan/atau menerapkan teknologi pendidikan agar
penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih berkualitas, efektif, efisien, dan relevan dengan
kebutuhan pembangunan. Tuntutan peningkatan kualitas, keefektifan, efisiensi, dan relevansi
pendidikan harus sejalan pula dengan adanya tuntutan peningkatan kualitas dari sumber daya
manusia secara berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan sikap belajar sepanjang hayat (life
long education). Pembentukan sikap dan kemampuan belajar sepanjang dapat dilakukan
melalui pengembangan sistem belajar mandiri, yaitu belajar yang didorong oleh motivasi diri
sendiri.
Aplikasi teknologi pendidikan terhadap keserasian pendidikan tersebut diantaranya adalah
melalui perancangan dan pembuatan modul, digital library, universitas terbuka, e-learning,
dan pendidikan jarak jauh.
1. Perancangan dan pembuatan modul pembelajaran.
Dengan adanya pembuatan modul modul Sistem belajar dengan fasilitas modul telah
dikembangkan baik di luar maupun di dalam negeri, yang dikenal dengan Sistem Belajar
Bermodul (SBB). SBB telah dikembangkan dalam berbagai bentuk dengan berbagai nama
pula, seperti Individualized Study System, Self-pased study course, dan Keller plan (Tjipto
Utomo dan Kees Ruijter, 1990). Masing-masing bentuk tersebut menggunakan perencanaan
kegiatan pembelajaran yang berbeda, yang pada pokoknya masing-masing mempunyai tujuan
yang sama, yaitu: (1) memperpendek waktu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai
tugas pelajaran tersebut; (2) menyediakan waktu sebanyak yang diperlukan oleh siswa dalam
batas-batas yang dimungkinkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang teratur.
2. Digital Library dan E-learning, Pembelajaran jarak jauh.
Dengan E-learning dimungkinkan jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi bisa jauh
lebih besar dari pada cara belajar secara konvensional di ruang kelas (jumlah siswa tidak
terbatas pada besarnya ruang kelas). Teknologi ini juga memungkinkan penyampaian
pelajaran dengan kualitas yang relatif lebih standar dari pada pembelajaran di kelas yang
tergantung pada “mood” dan kondisi fisik dari instruktur.
3. Universitas Terbuka dan Pendidikan Jarak Jauh.
Melalui Universitas terbuka guru dapat memperoleh dan mengembangkan kualitas
pendidikannya tanpa harus meninggalkan tugasnya. Sistem pembelajaran UT dikelola oleh
Unit Penyelenggara Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) yang dibentuk kelompok-kelompok belajar
(POKJAR). Kegiatan belajar dilaksanakan dalam kelompok belajar untuk mempelajari
modul-modul yang telah disiapkan sesuai mata kuliah yang ditempuh. Guru-guru yang
bertempat tinggal di daerah dapat mengikuti tanpa harus belajar ke kota Provinsi, dengan
pokjarnya mahasiswa dibawah bimbingan tutor berdiskusi membahas materi dalam modul.
Setelah akhir semester mahasiswa mengikuti ujian semester yang dilaksanakan oleh
Universitas Tebuka yang ditangani oleh UPBJJ terdekat.
Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Produktifitas Pendidikan
Pengertian Teknologi Pendidikan
Sebelum membahas teknologi pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui pengertian
teknologi. Kata teknologi seringkali oleh masyarakat diartikan sebagai alat elektronik. Tapi
oleh ilmuwan dan ahli filsafat ilmu pengetahuan diartikan sebagai pekerjaan ilmu
pengetahuan untuk memecahkan masalah praktis. Jadi teknologi lebih mengacu pada usaha
untuk memecahkan masalah manusia. Pengertian Teknologi Pendidikan diabad ke dua puluh
meliputi lentera pertama proyektor slide, kemudian radio dan kemudian gambar hidup.
Sedangkan abad 19 ke bawah sampai lima belas teknologi lebih diartikan papan tulis dan
buku. Menurut Prof. Sutomo dan Drs. Sugito, M.Pd, Teknologi Pendidikan adalah proses
yang kompleks yang terpadu untuk menganalisis dan memecahkan masalah belajar manusia/
pendidikan.
Sedangkan menurut ”Mackenzie, dkk” (1976) Teknologi Pendidikan yaitu suatu usaha untuk
mengembangkan alat untuk mencapai atau menemukan solusi permasalahan.
Definisi AECT 1994 adalah, “Teknologi Pendidikan adalah teori dan praktek dalam desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk
belajar.” Menurut Santoso S. Hamidjojo, teknologi pendidikan adalah perluasan konsep
tentang media, dimana tekhnologi bukan sekedar benda, alat, bahan atau perkakas. Tetapi
tersimpan pula sikap, perbuatan, organisasi dan manajement yang berhubungan dengan
penerapan ilmu dan tekhnologi dalam pendidikan.
Menurut Kenneth H. Silbert, teknologi pendidikan adalah suatu himpunan dari suatu proses
yang terintegrasi, yang mengakibatkan manusia, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk
menganalisis masalah-masalah pendidikan dan membuat cara pemecahannya, mencobakan
model-model pemecahan, mengadakan penilaian serta mengelola yang menyangkut semua
aspek belajar. Teknologi pendidikan merupakan konsep yang kompleks. Ia dapat dikaji dari
berbagai segi dan kepentingan. Kecuali itu teknologi pendidikan sebagai suatu kajian ilmiah,
senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang mendukung
dan mempengaruhinya.
Produktivitas Pendidikan
Produktivitas mengandung makna”keinginan” dan “upaya” manusia untuk selalu
meningkatkan kualitas kehidupan di segala bidang. National Productivity Board (NPB)
merumuskan produktivitas sebagai sikap mental (Attitude of mind) yang mempunyai
semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan. Perbaikan tersebut diharapkan
menghasilkan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan standar kehidupan yang lebih layak.
Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan dalam Laporan Produktivitas Nasional, bahwa
produktivitas mengandung pengertian bahwa “mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari
kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini”.
Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengan keseluruhan proses perencanaan,
penataan dan pendayagunaan sumber daya untuk merealisasikan tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien. Sejauh mana pencapaian produktivitas pendidikan dapat dilihat dari out
put pendidikan yang berupa prestasi, serta proses pendidikan yang berupa suasana
pendidikan. Prestasi dapat dilihat dari masukan yang merata, jumlah tamatan yang banyak,
mutu tamatan yang tinggi, relevansi yang tinggi dan dari sisi ekonomi yang berupa
penyelenggaraan penghasilan.
Sedangkan proses atau suasana tampak dalam kegairahan belajar, dan semangat kerja yang
tinggi serta kepercayaan dari berbagai pihak. Satu hal yang perlu disadari adalah bahawa
produktivitas pendidikan harus dimulai dari menata /SDM tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan. Hal kedua adalah bahwa penataan SDM harus dilaksanakan denagn prinsip
efektivitas dan efisiensi karena efektifitas dan efisiensi adalah kriteria dan ukuran yang
mutlak bagi produktivitas pendidikan.
Upaya Meningkatkan Produktivitas Pendidikan
Menurut Miarso (2009:6), dalam meningkatkan produktivitas pendidikan, setidaknya ada tiga
hal yang dapat dilakukan, diantaranya dengan jalan:
- Mempercepat tahap belajar
- Membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik
- Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak
membina dan mengembangkan kegairahan belajar anak. Adapun Upaya yang dapat dilakukan
untuk Meningkatkan Produktivitas Pendidikan, diantaranya melakukan penataan SDM
dengan semangat efektivitas dan efisiensi lewat upaya pemberdayaan tenaga pendidik dan
kependidikan. Upaya pemberdayaan tersebut antara lain :
1. Memperbaiki sikap kerja, yaitu kesadaran dan kesediaan menepati dan memenuhi jam
kerja, tata tertib kerja, termasuk menerima tambahan tugas dan bekerja dalam satu tim.
2. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan kerja yang tercermin dalam usaha bersama
untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (Quality Control
Circle).
3. Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang efesien mengenai sumber dan system
kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas.
4. Efesiensi tenaga kerja, pembagian tugas dan penempatan bidang tugas yang pas dengan
kemampuannya.
Jadi dapat dikatakan bahwa antara peningkatan produktivitas pendidikan dengan teknologi
pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Produktivitas merupakan
obyek dan teknologi pendidikan merupakan subyeknya. Dalam menigkatkan produktivitas
pendidikan butuh SDM dan peralatan yang menunjang perubahan pendidikan, sebaliknya
SDM dan alat tidak akan berfungsi tanpa digunakan untuk sasaran/tujuan yang pasti dan
bermanfaat dimasa datang.
Profesi dan Pendidikan Keahlian Teknologi Pendidikan
Definisi teknologi pendidikan
Teknologi pendidikan sebagai disiplin ilmu, pada awalnmya berkembang sebagai bidang
kajian di Amerika Serikat. Kalau mengacu pada konsep teknologi sebagai cara, maka awal
perkembangan teknologi pendidikan dapat dikatakan telah ada sejak awal peradaban. Usaha
untuk merumuskan definisi Teknologi pendidikan secara terorganisasi dimulai sejak tahun
1960. definisi tersebut telah beberapa kali diperbaharui, dan tiap kali diberi arah baru bagi
bidang tersebut. Hasil analisis bersama ini menghasilkan definisi bidang tahun 1994 yaitu:
Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan,pemanfaatan,
pengelolaan serta evaluasi proses dan sumber belajar.
Definisi 1994 mengenal baik tradisi bidang yang berlaku sekarang maupun
kecenderungannya untuk masa depan. Definisi 1994 pun memberi tempat pada adanya
keragaman dan spesialisasi seperti yang ada sekarang, selain juga menggabungkan unsur-
unsur definisi dan kawasan bidang yang tradisonal. Tiap kawasan dari bidang memberikan
sumbangan pada teori dan praktek yang menjadi landasan profesi.
Pendidikan Keahlian Teknologi Pendidikan
Teknologi Pendidikan hanya mungkin dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik
bilamana ada tenaga yang menanganinya. Mereka itu adalah tenaga terampil,mahir dan atau
ahli dalam melaksanakan kegiatan. Pendidikan dan latihan keahlian teknologi pendidikan
telah dimulai sejak akhir 1950-an dengan mengirim tenaga keluar negeri. Pendidikan dan
keahlian semakin mendapat perhatian sejak awal Orde Baru dengan bantuan dari
UNDP/UNESCO dan pemerintah Amerika Serikat. Tenaga ahli yang telah dididik diluar
negeri tersebut kemudian diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan
keahlian didalam negeri.
Program akademik jenjang S1 (sarjana) dengan keahlian teknologi pendidikan dibuka di IKIP
Jakarta pada tahun 1976. dua tahun kemudian dibuka pendidikan keahlian pada jenjang S2
( Magister)dan S3 ( doktor) Teknologi Pendidikan. Pada Tahun 1979 pendidikan keahlian
teknologi pendidikan pada jenjang S1 diselenggarakan ditujuh IKIP ( Padang, Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan UjungPandang). Pada jenjang pasca sarjana
selain di IKIP Jakarta juga di IKIP Malang. Pendidikan ini secara umum ditujukan untuk
menghasilkan tenaga profesi teknologi pendidikan yang bergerak dan berkarya dalam seluruh
bidang pendidikan, dan mengusahakan terciptanya keseimbangan dan keselarasan hubungan
dengan profesi lain, untuk terwujudkannya gagasan dasar perkembangan tiap individu pribadi
manusia Indonesia Seutuhnya.
Pekerjaan Teknologi Pendidikan
Pekerjaan para teknologi pendidikan biasanya ditentukan oleh struktur dan tujuan dari
lingkungan kerja tertentu dengan merujuk aturan dan pola jabatan dalam lembaga tersebut.
Seal dan Glasgow ( 1990 ) menguraikan pangsa pasar kerja dengan membedakan dua peran
yaitu penelliti dan praktisi. Lingkup teknologi pendidikan yang sangat luas tidak
memungkinkan seseorang untuk menguasai keahlian dalam setiap kegiatan dalam kawasan.
Keadaan ini berlaku bagi peneliti maupun praktisi. Kebanyakan teknolog pendidikan
mempunyai pekerjaan yang menuntut keahlian khusus dalam satu atau dua bidang, misalnya
desain dan pengembangan teknologi tertentu atau pemanfaatan media.
Dalam gambar dibawah ini , Seels dan Glaslow ( 1990 ) menunjukkan konseptualisasi
peranan perancang pembelajaran secara menyeluruh.
Tugas Pokok Ahli Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan sendiri dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu sebagai suatu bidang
keilmuan, sebagai suatu bidang garapan dan sebagai suatu profesi. Meskipun demikian ketiga
perspektif itu berlandaskan pada falsafah yang sama yaitu, membelajarkan semua orang
sesuai dengan potensinya masing masing, dengan menggunakan berbagai macam sumber
belajar baik yang sudah ada maupun yang sengaja dibuat, serta memperhatikan keselarasan
dengan kondisi lingkungan dan tujuan pembangunan agar tercapai masyarakat yang dinamik
dan harmonis.
Organisasi Profesi
Di Indonesia, tenaga profesi itu terhimpun dalam wadah Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan
Indonesia ( IPTPI ) yayng didirikan pada tanggal 27 September 1987. Dasar pertimbangan
pendirian organisasai profesi adalah karena makin kompleksnya usaha pendidikan ( termasuk
penyuluhan dan pembinaan ) sumber daya manusia, sehingga dirasa perlu adanya forum
profesi untuk saling bertukar pengalaman, peningkatan kemampuan dan untuk menjaga
keselarasan antara perkembangan IPTEK dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan belajar.
Kode Etik Profesi
Profesi Teknologi pendidikan bukanlah merupakan profesi yang bersifat netral; ia merupakan
profesi yang memihak, yaitu memihak pada kepentingan si belajar, agar mereka memperoleh
kemudahan untuk belajar. Penerapan teknologi pendidikan pasti mempengaruhi komponen-
komponen lain dalam sistem pendidikan. Pengaruh ini pada gilirannya akan membawa akibat
terhadap kelembagaan, dan tanggung jawab pendidikan. Seterusnya akan mempengaruhi
ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan. Ciri utama dalam profesi Teknologi Pendidikan
adalah adanya kode etik, pendidikan dan latihan yang memadai, serta pengabdian yang terus
menerus. Tujuan kode etik ini secara umum adalah :
1. melindungi dan memperjuangkan kepentingan peserta didik.
2. melindungi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara
3. Melindungi dan membina diri serta sejawat profesi dan
4. Mengembangkan kawasan dan bidang kajian teknologi pendidikan.
Teknologi pendidikan sebagai teori dan praktek secara faktual telah menjadi bagian integral
dari upaya pengembangan sumber daya manusia khususnya sistem pendidikan dan pelatihan.
Program Pendidikan profesi Teknologi Pendidikan yang dimulai sejak tahun 1976 terus
berkembang, baik lembaga penyelenggaranya maupun peserta dan lulusannya. Mereka itu
dituntut untuk bersikap pro aktif dalam mewujudkan visi dan misi teknologi pendidikan
sebagai suatu disiplin ilmu. Dengan tersedianya tenaga terdidik dan terlatih dalam bidang
Teknologi Pendidikan dan adanya organisasi profesi, maka secara konseptual akan terjamin
usaha penerapan teknologi pendidikan dalam lembaga -lembaga yang menyelenggarakan
kegiatan belajar dan pembelajaran. Pembangunan sistem pendidikan di Indonesia hanya
mungkin dapat terlaksana sesuai dengan harapan jika dipahami arti penting Teknologi
pendidikan, sehingga peran dan potensinya dapat diwujudkan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

http://dinaict,blogspot.com

Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana .Edisi I Cetakan
3 . Jakarata

Syukur, fatah. 2005. Teknologi Pendidikan.RaSAIL. Edisi Pertama.Semarang

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Siregar, Evelione, 2007. Mozaik tenologi pendidikan,
Kencana . Jakarta

Seels, Barrara B. Richey,Rita C dalam Miarso, Yusufhadi. et.ad (Penerjemah} 1994.


Teknologi pembelajaran, Definisi dan kawasannya. Seri pustaka Teknologi Pendidikan No.
12. Jakarta
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Hasbullah. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo Persada

http://amrull4h99.wordpress.com/2009/12/24/landasan-psikologi-pendidikan/

http://fadlibae.wordpress.com/2010/03/10/landasan-ilmiah-dan-penelitian-teknologi-
pendidikan/

http://wijayalabs.wordpress.com/2008/06/16/landasan-ilmiah-dan-penelitian-tp/

Khadijah, Nyanyu. 2009. Psikologi Pendidikan. Palembang: CV.Grafika Telindo

Miarso, Yusufhadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana.

Nur, Mohammad, 2000. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: University Press-UNESA

Soekanto, Soerjono. 1994. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Sukamadinata, Nana Syaudih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Guza, Afnil. 2009. Undang-Undang Sisdiknas, Guru dan Dosen, Jakarta: Asa Mandiri.
Redaksi Sinar Grafika. 2002. UUD 1954 Hasil Amademen dan Proses Amademen UUD 1945
Secara Lengkap. Jakarta:Sinar Grafika.

Pidarta, Made, 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta


Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta
: Kencana
Nandika, Dodi, 2007. Pendidikan di tengah Gelombang Perubahan, LP3ES, Cetakan 1,
Jakarta.
Prawira, Dilaga; Salma, Dewi., 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan, Kencana, Edisi
Pertama, Cetakan 2, Jakarta.
Yamin, Martinis, 2007. Kiat Membelajarkan Siswa, Gaung Persada Press, Jakarta.
Seels, Barbara B., . Ritchey, Rita C dalam Miarso, Yusufhadi et.al(Penerjemah), 1995,
Teknologi Pembelajaran, Definisi dan Kawasannya, Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No.
12, Jakarta
Sadiman, Arief S. (2007). Pendayagunaan Teknologi Pendidikan di Negera Tetanggga dalam
Mozaik Teknologi Pendidikan. Penerbit Kencana & UNJ: Jakarta
Soekartawi (2007). E-Learning untuk Pendidikan Khususnya Pendidikan Jarak Jauh dan
Aplikasikasinya di Indonesia dalam Mozaik Teknologi Pendidikan. Penerbit Kencana &
UNJ: Jakarta
Umaedi. (2003). Menajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Depdiknas. Jakarta
Yuhetty, Harita. (2007) EdukasiNet Pembelajaran Berbasis Internet (Pustekom) dalam
Mozaik Teknologi Pendidikan. Penerbit Kencana & UNJ: Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Pendidikan, Balitbang-Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Pendidikan, Balitbang-Depdiknas.
Degeng, N.S dan Miarso, 1993. Terapan Teori Kognitif dalam desain Pembelajaran. Jakarta:
Depdikbud-Dirjen Dikti
Henderson, J. Allan, 2003. The e-learning Question and Answer Book.
http://www.amazon.com/E-Learning-Question-Answer-Book-Survival
Davil H. Jonassen. Tekonologi Pembelajaran dengan suatu pendekatan Perspektif
Construktif). Nw Jersey, Columbus ohio ; Pennsylvonia state University.
Prawiradilaga, Dewi Salma. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana, 2009.
Prof. Nyoman S. Degeng. 2004. Pembelajaran konstruktivistik Vs Behaviouristik. Malang :
Universitas Negeri Malang.
Prof. Sutomo & Sugito M.Pd. 2005. Kapita Selekta & Problematika Teknologi pendidikan.
Surabaya UNIPA.
Miarso, yusufhadi, 2004, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, prenada media Jakarta

UTS DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENDIDIKAN

UJIAN TENGAH SEMESTER


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AKADEMIK 2012

MATA KULIAH : Dasar-dasar Teknologi Pendidikan

SEMESTER : 1 (Satu)

SOAL :
1.      Teknologi Pendidikan (TP) dilandasi oleh falsafah dan teori. Coba anada jelaskan bila anda
memandang TP dari sudut ontologi (apa), Epistemologi (bagaimana), dan aksiologi (untuk apa)?
(Skor Maksimal 20)
Jawaban

1.         Falsafah adalah rangkaian pernyataan yang didasarkan pada keyakinan, konsepsi, dan sikap
seseorang yang menunjukkan arah atau tujuan yang diambilnya. Rumusan ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Ely (1980: 81), di mana seseorang memberikan arti atas suatu gejala
seobjektif mungkin, yang didasarkan pengalaman empirik atas sejumlah data yang diamati jadi
merupakan generalisasi dari berbagai gagasan yang berkaitan dengan rujukan tertentu. Pendekatan
ini sengaja diambil untuk memperoleh pembenaran atau pengakuan akan gejala yang diamati dan
bukan mengembangkan gejala itu sendiri (Ely, 1980: 81).
Pengertian teori secara umum diartikan sebagai segala aspek ilmu yang tidak semata-mata
bersifat empirik. Sedangkan secara khusus, teori adalah ringkasan pernyataan yang melukiskan dan
menata sejumlah pengamatan empirik.
Sejumlah asumsi dijadikan dasar untuk menentukan gejala yang diamati dan teori yang akan
dirumuskan. Asumsi-asumsi itu adalah :

1. Ilmu dan pengetahuan berkembang dengan pesat dengan implikasi bagi kebanyakan orang untuk
mengikuti perkembangan itu.

2. Pertambahan penduduk akan membawa implikasi bahwa mereka perlu memperoleh pendidikan.

3. Terjadinya perubahan-perubahan mendasar dan bersifat menetap di bidang sosial, politik,


ekonomi, industri, dan kebudayaan, yang menghendaki re-edukasi atau pendidikan terus menerus
bagi semua orang.

4. Penyebaran teknologi ke dalam kehidupan masyarakat yang semakin luas yang mempengaruhi
segala aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan.

5. Makin terbatasnya sumber-sumber tradisional sehingga harus diciptakan sumber baru dan
sementara itu sumber yang terbatas tersebut harus dimanfaatkan seoptimal mungkin agar lebih
berdaya guna dan berhasil guna (Suriasumantri,1993:14).

Suriasumantri mengemukakan bahwa ontologi merupakan asas dalam menetapkan ruang


lingkup wujud yang menjadi objek penelahaan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek
tersebut. Epistimologi merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh
dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan aksiologi merupakan asas dalam
menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut
(Suriasumantri,1993:15).

Pandangan Teknologi Pendidikan dari sudut :

Ontologi (apa),

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani.
Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya,
kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Ontologi merupakan
asas dalam menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran
tentang hakekat realitas dari objek tsb. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa
mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa
dianggap ada berdiri sendiri) (Tasfir, 2004: 30).

Ontologi mendekati hakekat kenyataan atau realitas dengan dua macam sudut pandang,
yaitu:

1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak.

2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas
tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau
harum.Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis (Tafsir, 2004:31).

Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme. Istilah istilah
terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:

a. yang-ada (being)

b. kenyataan/realitas (reality)

c. eksistensi (existence)

d. esensi (essence)

e. substansi (substance)

f. perubahan (change)

g. tunggal (one)
h. jamak (many) (Tafsir, 2004:32)

Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan adanya masalah-masalah baru, yaitu :


1. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang, pesan, media, alat, cara-cara
tertentu dalam mengolah atau menyajikan pesan, serta lingkungan di mana proses pendidikan itu
berlangsung.

2.    Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun secara faktual.
3.    Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber belajar agar dapat digunakan
seoptimal mungkin untuk keperluan belajar.
Ketiga masalah di atas merupakan ruang lingkup wujud objek penelaahan (ontologi) teknologi
pendidikan.

Epistemologi (bagaimana), Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan


logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis
pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam
bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta
hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. merupakan asas mengenai cara bagaimana materi
pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan (Tasfir, 2004: 40).

Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui
akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis (Suriasumantri, 2001:9).

Teknologi Pembelajaran merupakan sebagai ilmu pengetahuan. Teknologi Pembelajaran


Menurut Abdul Gafur (2007) didapat adalah dengan cara:

a)      Telaah secara simultan keseluruhan masalah-masalah belajar


b)      Pengintegrasian secara sistemik kegiatan pengembangan, produksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan
evaluasi.
c)      Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap seluruh proses pengembangan dan pemanfaatan
sumber belajar
Aksiologi (untuk apa), Aksiologi mempunyai banyak definisi, salah satu diantaranya
dikemukakan oleh Bramel bahwa aksiologi terdiri dari tiga bagian yaitu moral conduct, esthetic
expression dan sosio-political life. Aksiologi harus membatasi kenetralan tanpa batas terhadap ilmu
pengetahuan, dalam arti bahwa kenetralan ilmu pngetahuan hanya sebatas metafisik keilmuan,
sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan pada nilai-nilai moral . Aksiologi
merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yg telah diperoleh dan disusun dalam tubuh
pengetahuan tsb.
Teknologi Pembelajaran secara aksiologis akan menjadikan pendidikan (Abdul Gafur:2007)
sebagai berikut:
a. Produktif

b. Ilmiah

c. Individual

d. Serentak / actual

e. Merata

f. Berdaya serap tinggi

Teknologi Pembelajaran juga menekankan pada nilai bahwa kemudahan yang diberikan oleh
aplikasi teknologi bukanlah tujuan, melainkan alat yang dipilih dan dirancang strategi
penggunaannya agar menumbuhkan sifat bagaimana memanusiakan teknologi (A.L Zachri:2004).

Kegunaan potensial teknologi pendidikan (aksiologi), antara lain meningkatkan produktivitas


pendidikan, memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual, memberikan dasar
pembelajaran yang lebih ilmiah, lebih memantapkan pembelajaran, memungkinkan belajar lebih
akrab, serta memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata (A.L Zachri:2004).

2.      Anda juga telah mengetahui ada 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan predeksi
anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke 5 dengan kehadiran TP dalam memecahkan masalah
yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di Indonesia? (Skor Maksimal 30)
JAWABAN :

2. Menurut persepsi dan prediksi saya dimungkinkan muncul revolusi ke 5 dengan kehadiran TP
dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di
Indonesia karena Teknologi Pembelajaran secara aksiologis akan menjadikan pendidikan produktif,
ilmiah, individual, serentak atau actual, merata, dan berdaya serap tinggi (Abdul Gafur:2007).
Dengan kehadiran Teknologi Pendidikan saya optimis akan timbul revolusi dalam pendidikan. Seperti
yang diungkapkan Abdul Gafur, pendidkan akan selalu produktif menghasilkan perkembangan dan
pembangunan di bidang pendidikan. Atas dasar pendapat tersebut akan selalu terjadi
perkembangan dan pembangunan revolusi di bidang pendidikan.

         Revolusi 1 : Terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerah sebagian tanggung jawab
pendidikannya kepada orang lain yang secara khusus diberi tanggung jawab untuk itu.
         Revolusi ke 2 : Terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahi tanggung jawab untuk
mendidik.
         Revolusi ke 3 : Muncul ditemukannya mesin cetak, yang memungkinkan tersebarnya iconic dan
numeric dalam bentuk buku dan media cetak lainnya.
         Revolusi ke 4 : Berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik.
Menurut saya, revolusi ke 5 yang mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk
memberikan semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik
tentang bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat”
dari perkembangan media elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu
menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak. Pesan-
pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si
penerima.Pada awalnya, guru menghadapi anak didiknya dengan bertatap muka langsung dan
bertindak sebagai satu-satunya sumber untuk belajar.
Perkembangan berikutnya, ia menggunakan sumber lain berupa buku sehingga membagi
perannya kepada media lain dalam menyajikan ajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, media
komunikasi mampu menyalurkan pesan yang dirancang khusus agar dapat diterima langsung kepada
anak didik tetapi diharapkan guru dapat tetap mempertahaankan perannya sebagai pendidik dan
pengajar yang memfalisitasi anak didik dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
3.      Dalam Teknologi Pendidikan / teknologi pembelajaran menurut saettler yang mengacu pada
pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktifitas diri, (2) minat/motivasi, (3)
Kesiapan mental, (4) Individualisasi, (5) Sosialisasi. Bagaimana pandangan anda tentang
penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran bagi peserta didik?
(Skor Maksimal 30)
JAWABAN:

3. Menurut Saettler selanjutnya kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan
rumusannya tentang prinsip-prinsip : (1) Aktivitas diri; (2) minat/motivasi; (3) Kesiapan mental; (4)
Individualisasi, dan (5) Sosialisasi. Sattler (1968) menulusuri sejarah teknologi pembelajaran, dan
berpendapat bahwa Thorndike pada thn 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan
landasan pertama ke arah teknologi pembelajaran. Tiga dalil utama yang dikemukan oleh Thorndike,
yakni;

 Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin
besar kemungkinan dicamkan.

 Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat bilamana
diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.

 Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah
dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku yang lain.

Teori Penguatan (reinforcement). Pembelajaran menurut Skinner, secara sederhana merupakan


pengaturan kemungkinan penguatan.

Tiga variabel yang membentuk kemungkinan penguatan;

a. Peristiwa di mana perilaku berlangsung

b. Perilaku itu sendiri

c. Akibat perilaku itu

Prinsip yang dijabarkan dari teori pengauatan ini, di antaranya adalah perilaku yang diperkuat,
cenderung utk lebih bertahan;

•         Penguatan positif lebih berarti dari yang negatif.


•         Penguatan yg langsung lebih efektif dari penguatan tertunda.
•         Penguatan yang sering diberikan lebih efektif dari yang jarang.
Teori dan prinsip-prinsip Skinner ini antara lain diaplikasikan bentuk “mesin pengajar” (teaching
machine).

• Prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Skinner tsb. hingga sekarang masih banyak dipakai dalam
membuat Pembelajaran Berbantuan Komputer (PBK = Computer Assisted Instruction (CAI).

• Skinner juga berpendapat bahwa utk mengendalikan belajar manusia secara efektif diperlukan
bantuan peralatan, yang akan bertindak mekanisme penguat (AECT, 1977).

Untuk melaksanakan prinsip – prinsip tersebut: (1) Aktivitas diri; (2) minat/motivasi; (3) Kesiapan
mental; (4) Individualisasi, dan (5) Sosialisasi. seorang guru harus mengendalikan kegiatan belajar
anak di dalam kelas ke arah yang dikehendaki, namun dengan tetap memperhatikan minat dan
respon anak terhadap stimulasi yang diberikan. Stimulasi itu perlu disesuaikan dengan kesiapan
mental anak, dan kecuali itu perbedaan individual perlu diperhatikan dengan jalan merancang dan
mengatur situasi sedemikan rupa serta dengan menggunakan media, agar terjadi hubungan antara
apa yang sudah diketahui anak dengan hal yang baru.

Menurut saya, penerapan teknologi dalam pembelajaran adalah sangat menentukan mutu
pendidikan yang akan datang terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Rendahnya kualitas
produk pendidikan tersebut merupakan gambaran kualitas penyelenggaraan sistem pendidikan
dimana terkait banyak unsur yang terkait didalamnya, satu sama lain mempunyai pengaruh terhadap
kualitas pendidikan namun proses belajar mengajar merupakan jantungnya pendidikanyang harus
diperhitungkan karena pada kegiatan pembelajaran inilah transportasi berbagai konsep, nilai serta
materi pendidikan diintegrasikan. Peran guru sangat penting dalam menunjang kualitas
penyelenggaraan pendidikan yang disesuikan dengan kemajuan teknologi dan informasi.

Tuntutan masa depan yang ada bukan hanya bersifat kompetitif tapi sangat terkait dengan
berbagai kemajuan teknologi dan informasi maka kualitas sistem pembelajaran yang dikembangkan
harus mampu secara cepat pemperbaiki berbagai kelemahan yang ada. Salah satu cara yang dapat
dikembangkan adalah mengubah sistem pembelajaran konvensional dengan sistem pembelajaran
yang lebih efektif dn efisien dengan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi salah satunya
internet. Walaupun sistem pendidikan di Indonesia sangat hitrogen karena faktor giografis yang
besar pengaruhnya terhadap kemajuan teknologi informasi. Electronic Learning (E-Learning) pada
hakekatnya adalah belajar atau pembelajaran yang memanfaatkan teknologi komputer atau
internet. Teknologi ini merupakan pembelajaran berbasis web (web based Instruction)

4.      Suatu statement diungkapkan bahwa”makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus
tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan konsep dasar pembelajaran
berbasis teknologi pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor Maksimal 20)
JAWABAN:

4.
Rangsang atau stimulus adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menjelaskan suatu hal
yang merangsang terjadinya respon tertentu. Rangsang merupakan informasi yang dapat diindera
oleh panca indera.

Dalam psikologi, stimulus adalah bagian dari respon stimuli yang berhubunngan dengan
kelakuan. Dalam fisiologi, stimulus adalah perubahan lingkungan internal atau eksternal yang dapat
diketahui. Ketika stimulis dimasukan kedalam reseptor sensoris, stimulus akan memengaruhi refleks
melalui transduksi stimulus.

Pendapat saya tentang statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang
berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”.adalah sangat setuju karena hal
ini terjadi dengan terpatrinya kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Semakin sering respon diulang
dan dilakukan akan semakin dicamkan dan terbentuk pada perilaku. Ini terutama terjadi pada hewan
yang diberikan stimulun tertentu sehingga hewan tersebut menjadikan perilaku berulang tersebut
kebiasaan.

Contoh: Pada seekor monyet yang yang diberikan respon pada sebuah ruangan yang kosong kita
berikan sebuah tongkat, dengan diberikannya tongkat monyet akan melalukan beberapa kegiatan
terhadap tongkat yang dipegangnya berulang-ulang. Kemudian tahap berikutnya kita letakkan
sebuah meja pada ruangan tersebut, sehingga monyet dengan leluasa bermain dengan meja
kadangkala meja didorong kekiri, kekanan, dinaiki, dijungkir balikkan dan lainnya, itu dilakukan
berulang-ulang. Tahap terakhir kita gantungkan sebuah pisang ditengah ruangan sehingga
mengundang monyet mengambilnya untuk dimakan. Tapi karena pisang tersebut terlalu tinggi dan
memerlukan alat bantu. Karena kebiasaanya yang selalu diulang-ulang untuk menggunakan tongkat
dan meja, maka dengan menggunakan tongkat dan menaiki meja pisang dapat diambil oleh monyet.

DAFTAR PUSTAKA

Ely. (1980). The Gerlach & Ely Model From Teaching and Media: A Systematic Approach, Second
Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Gafur, A UNY , Dewi Salma Prawiradilaga-Eveline Siregar,”Mozaik Teknologi Pendidikan”, UNJ


bekerjasama dengan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan.

Miarso, Y. (2011). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Suriasumantri.(1993). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Suriasumantri.(2001). Tentang Hakekat Ilmu: Sebuah Pengantar Redaksi.” Dalam Jujun (ed.,) Ilmu
Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Tafsir. (2004). Filsafat Ilmu, Mengurai Ontologi, Epistemologi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Zahri, Mustafa. (1995). Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
REVOLUSI ILMU PENGETAHUAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMIKIRAN
ISLAM DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Desember 30, 2008 aa_Hikmat Tinggalkan Komentar Go to comments

oleh: Hikmatulloh

http://ahikmat.wordpress.com

A. LATAR BELAKANG

Revolusi adalah proses menjebol tatanan lama sampai ke akar-akarnya, kemudian


menggantinya dengan tatanan yang baru. Begitu juga yang di maksud dengan revolusi sains
atau revolusi sains muncul jika paradigma yang lama mengalami krisis dan akhirnya orang
mencampakkannya serta mencita-gunakan paradigma yang baru yang sekiranya lebih
rasional dan logis.

Dulu misalnya, orang hanya mengetahui hanya ada lima planet di cakrawala kita. Kemudia
dengan laju-pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ditemukan kembali
tiga planet baru dan ribuan planet kecil, hal ini mengindikasikan bahwasanya kemajuan dari
aspek astronomi kian pesat.

Setiap masyarakat yang beradap sekarang percaya bahwa bumi dengan semua anggota tata
surya beredar mengelilingi matahari, padahal semula orang beranggapan, bahwa bumilah
pusat alam semesta. Semua benda angkasa beredar mengelilingi bumi. Inilah yang di sebut
revolusi astronomi.

Transformasi-transformasi paradigma semacam ini adalah revolusi sains, dan transisi yang
berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola
perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang.

Menurut Khun, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat
mencapai kesempurnaan absolud dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori.
Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya
selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan.

B. PENGERTIAN PARADIGMA

Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah :

1. Cara memandang sesuatu


2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena dipandang dan
dijelaskan.
3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan menentukan atau
mendefinisikan sutau study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada
tahap tertentu.
4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem
riset.
Istilah paradigma adalah sebuah istilah yang sangat penting sejak tahun 60-an dalam wacana
keilmuan. Istilah ini  pertama-tama diperkenalkan oleh Thomas Kuhn, seorang ahli fisika dan
sejarah ilmu pengetahuan asal Amerika Serikat, ketika ia  berbicara tentang revolusi ilmu
pengetahuan. Dalam bukunya: The Structure of Scientific Revolutions (1962) Hans Kueng,
salah seorang teolog Katolik asal Swis, mengartikan istilah paradigma itu sebagai “models of
interpretation, explanation, or understanding.”  Ian G. Barbour, salah seorang ahli studi
agama-agama, memakai istilah paradigma untuk menunjuk kepada ” a  tradition transmitted
through historical examplars”

Dalam “The structure of Science Revolution”, Kuhn menggunakan paradigma dalam dua
pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik
yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma
menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan teka-teki yang kongkrit yang
jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang
eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang masih
tersisa.  Paradigma merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis.

Secara singkat pengertian pradigma adalah Keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan
teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena).
Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang
harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang
diperoleh.

C. PANDANGAN KUHN TENTANG PERKEMBANGAN ILMU

Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fondamental tentang image atau konsep ilmu yang
telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta
mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik. 
Dalam teori Kuhn, faktor Sosiologis Historis serta Phsikologis mendapat perhatian dan ikut
berperan. Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah.
Dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas
ilmiah sesungguhnya,  yang dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara revolusioner
bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik.

Adapun Skema progress Sains menurut Khun dapat sajikan sebagai berikut :

Pra paradigma-prasscience -> Paradigma -> Norma Science -> Anomali Kritis ->
Revolusi Paradigma Baru -> Ekstra ordinary Science (norma Science) -> Anomali
Kritis -> Revolusi Paradigma Baru -> …

1. Pra paradigma-Pra ilmu

Pada stage ini terdapat persetujuan yang kecil bahkan tidak ada persetujuan tentang subjeck
matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing,  karena tidak
adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan tentang suatu teori
(fenomena), maka aktivitas-aktivitas ilmiah pada stage ini dilakukan secara terpisah dan tidak
terorganisir.  Sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan diantara mereka mendukung satu
atau lain varian dalam teori tertentu, misalnya tentang sifat cahaya. Teori Epicurus, teori
Aristoteles, atau teori Plato, satu kelompok menganggap cahaya sebagai partikel-partikel
yang keluar dari benda-benda yang berwujud; bagi yang lain cahaya adalah modifikasi dari
medium yang menghalang di antara benda itu dan mata; yang lain lagi menerangkan cahaya
sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata; di samping itu ada
kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya sendiri-
sendiri.  Sehingga sejumlah teori boleh dikatakan ada sebanyak jumlah pelaksanaannya di
lapangan dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan
pendekatannya sendiri.

Walaupun aktifitas ilmiah masing-masing aliran tersebut dilakukan secara terpisah, tidak
terorganisir sesuai dengan pandangan yang dianut halini tetap memberikan sumbangan yang
penting kepada jumlah konsep, gejala, teknik yang dari padanya suatu paradigma tunggal
akan diterima oleh semua aliran-aliran ilmuan tersebut, dan ketika paradigma tunggal
diterima, maka jalan menuju normal science mulai ditemukan.

Dengan kemampuan paradigma dalam membanding penyelidikan, menentukan teknik


memecahkan masalah, dan prosedur-prosedur riset, maka ia dapat menerima (mengatasi)
ketergantungan observasi pada teori.

1. Paradigma normal science

Para stage ini, tidak terdapat sengketa pendapat mengenai hal-hal fundamental di antara para
ilmuan sehingga paradigma tunggal diterima oleh semuanya. Dan hal inilah merupakan ciri
yang membedakan antara normal science dan pra science.  Paradigma tunggal yang telah
diterima tersebut dilindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik
dan falsifikasi.

Paradigma yang membimbing eksperimen atau riset ilmiah tersebut memungkiri adanya
definisi yang ketat, meskipun demkian, didalam paradigma tersebut tercakup :

Beberapa komponen tipikal yang secara eksplisit akan mengemukakan hukum-hukum dan
asumsi-asumsi teoritis. Dengan demikiann, hukum “gerak” Newton membentuk sebagian
paradigma Newtonian. Dan hukum “persamaan” Maxwell merupakan sebagian paradigma
yang telah membentuk teori elektromagnetik klasik.

Beberapa cara yang baku dalam penggunaan hukum-hukum fundamental untuk berbagai tipe
situasi.

Beberapa instrumentasi dan teknik-tekniknya yang diperlukan untuk membuat agar hukum-
hukum paradigma itu dapat bertahan dalam dunia nyata dan di dalam paradigma itu sendiri.

Beberapa prinsip metafisis yang sangat umum yang membimbing pekerjaan di dalam suatu
paradigma.

Bebrapa keterangan metodologis yang sangat umum yang memberikan cara pemecahan teka-
teki science.

Normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganisir untuk menjabarkan paradigma
dengan tujuan memperbaiki imbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan
teka-teki science, baik teka-teki teoritis maupun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis
(dalam paradigma Newtonian) meliputi perencanaan teknik matematik untuk menangani
gerak suatu planet yang tergantung pada beberapa gaya tarik dan mengembangkan asumsi
yang sesuai untuk penterapan hukum Newton pada benda cair. Teka-teki eksperimental
meliputi perbaikan keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehingga
mampu menghasilkan pengukuran yang dapat dipercaya.

1. Krisis Revolusi

Walaupun sasaran normal adalah memecahkan teka-teki science dan bukan mengahsilkan
penemuan-penemuan baru yang konseptual, gejala-gejala baru dan tidak terduga berulangkali
muncul dan tersingkap oleh ilmiah tersebut yang diikuti dengan munculnya teori-teori baru.

Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan
kelainan-kelainan antara teori dan fakta menimbulkan problem yang gawat, dan anomali-
anomali tersebut secara fundamental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian,
kepercayaan terhadap paradigma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang
berujung pada perubahan paradigma (revolusi).

Anomali dipandang sebagai hal serius yang dapat menggoyahkan paradigma jika anomali
tersebut :

a) Menyerang hal-hal yang paling fundamental dari suatu paradigma dan secara gigih
menentang usaha para ilmuan normal science untuk mengabaikannya.

b) Mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan beberapa kebutuhan masyarakat yang
mendesak.

Krisis dapat diasumsikan sebagai pra kondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya
teori-teori baru. Pada stage ini diantara para ilmuan normal science terjadi sengketa filosofis
dan metafisis. Mereka membela penemuan baru dengan argumen-argumen filosofis yang
dipandang dari sudut paradigma. Walaupun kemungkinan mereka kehilangan kepercayaan
dan kemudian mempertimbangkan beberapa alternatif, mereka tidak meninggalkan
paradigma yang telah membawa mereka kedalam krisis begitu saja.  Sampai diterimanya
suatu paradigma baru yang berbeda dari paradigma semula.

Setiap krisis selalu diawali dengan penngkaburan paradigma serta pengenduran kaidah-
kaidah riset yang normal, sebagai akibatnya paradigma baru (paradigma rival) muncul,
setidak-tidaknya sebagai embrio, sebelum krisis berkembang lebih jauh atau telah diakui
dengan tegas.

Setiap paradigma yang bersaing akan memandang dunia ini terbuat dari berbagai macam hal
yang berlainan dan masing-masing paradigma tersebut akan melibatkan standar yang
berlainan dan bertentangan dalam memandang dunia. Paradigma Aristotelian melihat alam
semesta ini terbagi menjadi dua dunia dunia yang berlainan, dunia super-lunar (yang abadi
dan tidak berubah-ubah) dan dunia sub-lunar (yang bisa musnah dan berubah-ubah).
Paradigma yang muncul berikutnya melihat alam semesta terbuat dari bahan-bahan material
yang sama.  Kuhn beragumentasi bahwa, para penyususn paradigma baru (paradigma rival)
hidup di dalam dunia yang berlainan.

Oleh karena itu, dalam diskusi dan adu argumen antara pendukung paradigmayang bersaing
tersebut adalah untuk mencoba meyakinkan dan bukan memaksakan paradigma. Sebab tidak
ada argumen logis yang murni yang dapat mendemontrasikan superioritas satu paradigma
atas lainnya, yang karenanya dapat memaksa seorang ilmuan yang rasional untuk melakukan
perpindahan paradigma.
Peristiwa perubahan kesetiaan para ilmuan ondividual dari satu paradigma ke paradigma lain
disamakan oleh Kuhn dengan “Gestalt Switch” (perpindahan secara keseluruhan atau tidak
sama sekali). Juga disamakan dengan “religious conversion” (pertukaran agama).

Proses peralihan komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru yang berlawanan
inilah yang dimaksud oleh Kuhn sebagai revolusi science. Oleh karena itu, menurut Kuhn,
perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif dan evolusioner tetapi, secara revolusioner,
yakni membuang paradigma lama dan mengambil paradigma baru yang berlawanan dan
bertentangan. Paradigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih memberikan janji atas
kemampuannya memecahkan masalah untuk masa depan.

Melalui revolusi science inilah menurut Kuhn perkembangan ilmu akan terjadi. Dengan
paradigma baru para pengikutnya mulai melihat subjek maler dari sudut pandang yang baru
dan berbeda dengan yang semula, dan teknik metodologinya lebih unggul dibanding
paradigma klasik dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan paradigma baru
inilah tradisi ektra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang
mendukungnya dan sampai pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma
klasik tentang keberadaan paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul
dalam mengatasi science di masa depan.

Menurut Kuhn, tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan
(anomali), sebagai konsekwensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak
keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut.

D. REVOLUSI SAINS: PERMASALAHAN DAN KEUTAMAANNYA

Sebagaimana telah disinggung dalam uraian terdahulu, revolusi sains muncul karena adanya
anomali dalam riset ilmiah yang dirasakan semakin parah, dan munculnya krisis yang tidak
dapat diselesaikan oleh paradigma yang dijadikan referensi riset.

Revolusi sains di sini dianggap sebagai episode perkembangan non-kumulatif yang di


dalamnya paradigma yang lama diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang
bertentangan.

Adanya revolusi sains bukan merupakan hal yang berjalan dengan mulus tanpa hambatan.
Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima
paradigma baru. Dan ini menimbulkan masalah sendiri yang memerlukan pemilihan dan
legitimasi paradigma yang lebih definitif.

Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan
masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkapkan bagaimana revolusi sains itu
dipengaruhi, kita tidak hanya harus meneliti dampak sifat dan dampak logika, tetapi juga
teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang sangat
khusus yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan paradigma
sebagai akibat dari revolusi sains, hanyalah sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh
retorika di kalangan akademisi dan atau masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma
baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud.
Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan berbeda dengan ketika
menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk melihat tempat-tempat yang
pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah
lain di mana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang
berbeda dan juga berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dikenal.

Kalaupun ada ilmuwan yang tidak mau menerima paradigma baru sebagai landasan risetnya,
dan ia tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak mendapat
dukungan lagi dari mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas-aktivitas risetnya hanya
merupakan tautologi, yang tidak berguna sama sekali.

E. DAMPAK REVOLUSI KUHN TERHADAP PEMIKIRAN ISLAM DAN


PENDIDIKAN ISLAM

Konsep Kuhn tentang science progres yang terdapat dalam bukunya “The Structure Of
Scientific Revolution yang berpusat pada paradigma, telah mendobrak adanya citra suatu
pencapaian ilmiah yang absolut, atau suatu yang mempunyai kebenaran seakan-akan
suigeneris dan objektif. Kuhn menyatakan bahwa, pengetahuan tidak terlepas dari ruang dan
waktu.

Konsep dan pandangan Kuhn tentang science progres tersebut memungkinkan terjadinya
perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dengan revolusi besar menuju ke arah yang
makin mendekati kesempurnaan dan lebih sesuai dengan kondisi sejarah dan zaman.
Dengan konsep paradigmanya yang fleksibel dan tidak ketat di satu sisi, mampu mendukung
adanya tradisi-tradisi ilmiah dan melepaskan adanya ketergantungan observasi pada teori. Di
sisi lain, sifat paradigma yang tidak sempurna dan tidak terbebas dari anomali-anomali,
mampu mendorong terjadinya suatu revolusi science dan mencapai kemajuan ilmu
pengetahuan yang pesat.

1. Paradigma lahir menurut zamannya

Setiap paradigma yang muncul adalah diperuntukkan mengatasi dan menjawab teka-teki atau
permasalahan yang dihadapi pada zaman tertentu. Jika mengikuti pendapat Kuhn, bahwa
ilmu pengetahuan itu terikat oleh ruang dan waktu, maka sudah jelas bahwa suatu paradigma
hanya cocok dan sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentusaja. Sehingga
apabila dihadapkan pada permasalahan berbeda dan pada kondisi yang berlainan, maka
perpindahan dari satu paradigma ke paradigma yang baru yang lebih sesuai adalah suatu
keharusan.
Sebagaimana dalam ilmu-ilmu sosial yang berparadigma ganda, usaha-usaha dalam
menemukan paradigma yang lebih mampu menjawab permasalahan yang ada sesuai
perkembangan zaman terus dilakukan. Perpaduan antara paradigma fakta sosial, paradigma
perilaku sosial, dan paradigma definisi sosial yang masing-masing mempunyai perbedaan dan
berlawanan diformulasikan dalam suatu paradigma yang utuh yang dapat memecahkan
permasalahan yang lebih kompleks seiring dengan perkembangan zaman.

Dari hal tersebut mencerminkan adanya suatu kemajuan dalam bidang tertentu jika terjadi
revolusi-revolusi yang ditandai adanya perpindahan dari paradigma klasik ke paradigma baru.

1. Aplikasi Paradigma dalam Ilmu Agama


Mungkinkan revolusi yang ditandai konversi paradigma tersebut terjadi dalam ilmu-ilmu
agama? Pertanyaan itu paling tidak mengingatkan kita pada sejarah penetapan hukum oleh
salah satu imam mazhab empat yang terkenal dengan qaul qadim dan jadidnya. Adanya
perubahan (revolusi) tersebut terjadi karena dihadapkan pada perbedaan varian kondisi ruang
dan waktu.

Berpijak pada hal tersebut dan pola yang dikembangkan Kuhn maka sudah menjadi
keniscayaan untuk menemukan paradigma baru dalam menjawab permasalahan dan
tantangan zaman. Paradigma yang telah dibuat pijakan oleh para ulama terdahulu yang
muncul sesuai dengan varian kondisi ruang dan waktunya serta kecenderungan
profesionalnya perlu dipertanyakan dengan melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi pada
saat terakhir ini.

Sebagai contoh, pemikir muslim Hasan Hanafi dengan konsep kiri Islamnya, telah mencoba
menawarkan paradigma baru dalam ajaran pokok Islam, yakni Tauhid. Konsep atau ajaran
Tauhid yang hanya dipandang dan dilekatkan pada ke-Esaan Tuhan perlu dirubah dan
diperluas sebagai suatu konsep ketauhidanmakhlukNya sehingga akan terbentuk pola
kehidupan umat yang seimbang antara ritual dan sosial, lahir dan batin, dunia dan akherat.
Sehingga umat dapat melaksanakan tugas dan fungsinya di dunia dengan baik. Dan masih
banyak lagi bidang-bidang yangperlu adanya pengembangan paradigma baru.

1. Aplikasi Paradigma dalam Pendidikan Agama

Tidak terlepas dari pengaruh revolusi terhadap pemikiran Islam, maka dalam pelaksanaan
pendidikan agamapun akan berubah sebagaimana perubahan dalam paradigma pemikiran
Islam.

Dari segi Materi jelas akan mengikuti perubahan pemikiran Islam tersebut. Dan dari segi teori
belajar, akan memiliki perubahan yang signifikan. Istilah paradigma identik dengan “skema”
dalam teori belajar. Skema adalah suatu struktur mental atau kognisi yang dengannya
seseorang secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema ini akan
beradaptasi dan berubah seiring perkembangan mental anak.

Perubahan skema ini bisa mengambil bentuk asimilasi atau akomodasi. Asimilasi merupakan
proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya.

F. Kajian Pustaka

Idris, Zilhardi. Manusia Ber “Ilmu” Yang Cinta Kearifan Sebuah Kajian Filsafat.
http://eprints.ums.ac.id/86/1/suhuf_manusia_berilmu.doc

Kuhn, Thomas S. The Structure Of Scientific Revolution: Peran Paradigma Dalam Revolusi
Sains. Bandung: Rosda. 2002.

Najib, Aan. Paradigma dan Revolusi Sains: Telaah atas Konsep Pemikiran Thomas Samuel
Kuhn dan Implikasinya dalam Wacana Pendidikan. http://us.geocities.com/rofiq-unique/j-
34.html
Syah, Rangga Ramdan. Revolusi Ilmu Thomas Kuhn.
http://slendangwetan29.blogspot.com/2008/02/revolusi-ilmu-thomas-khun.html

Team Aqidah-Filsafat. Paradigm Shift Thomas Kuhn. http://loekisno.wordpress.com/page/5/


About these ads

TUGAS AKHIR SEMESTER

Peranan TIK dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa

Melaporkan Secara Lisan Berbagai Peristiwa (Reporter)

(Icih Nurningsih, NIM.1108056010)

A.  Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan. Contohnya


di aspek ekonomi, manusia bisa berbelanja dengan cara-cara baru dan membayar dengan cara
baru pula  dengan adanya e-commerce (perdagangan online), pembayaran online dengan
paypal. Aspek sosial  juga terpengaruh dengan hadirnya social network semisal facebook,
myspace dll. Hubungan sosial yang dahulu terhalang sekat jarak,usia dan waktu saat ini bisa
ditembus karena teknologi. Aspek  pendidikanpun tidak luput dari pengaruhnya saat ini kita
kenal e-learning, e-kampus dsb. Perkembangan TIK merupakan pendorong utama penerapan
komputer dalam pembelajaran Computer Assisted Learning (CAL) atau pembelajaran dengan
bantuan komputer.
Di dalam dunia pendidikan, khususnya pada proses pembelajaran saat ini TIK atau teknologi
informasi dan komunikasi sudah sangat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat utamanya
masyarakat yang  berpendidikan. Hal ini dikemukakan oleh Maddison  (1983) dalam Hartoyo
(2012 :28) dikatakan bahwa teknologi informasi dan komnikasi serta teknologi pendidikan
adalah dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Artinya
dengan tekonologi informasi, komunikasi dapat membantu dunia pendidikan untuk
mendesain berbagai aktifitas di dalamnya, salah satu di antaranya merancang program-
program pembelajaran, sehingga dapat membantu para guru untuk memotivasi para subjek
didik di dalam peningkatan kualitas pengetahuan pada dirinya dan dunia pendidikan
umumnya.

Pemanfaatan teknologi sebagai media pendidikan/pengajaran bukanlah hal yang baru. Pada
era kejayaan radio kita bisa belajar bahasa Inggris dengan mendengarkan BBC London.
Ketika televisi marak kita pernah menjumpai adanya saluran pendidikan di Televisi Edukasi
yang diproduksi oleh Pustekkom. Bahkan inovasi untuk konten penyampaian pengajaran
melalui televisi terus ditingkatkan. Contoh siaran interaktif pendidikan merupakan inovasi
cara penyampaian pengajaran kepada siswa dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi   yang
terbukti efektif. Saat ini dengan perkembangan teknologi informasi maka para praktisi
pendidikan juga memanfaatkan teknologi tersebut untuk media pengajaran.

Dalam konteks pembelajaran bahasa, TIK berperan sebagai “jembatan” dan memungkinkan
proses pembelajaran, atau bahkan komunikasi langsung antara siswa  dan guru walaupun
mereka tidak berada pada suatu ruangan atau tempat yang sama. Fitzpark dan Davies (2002)
menguraikan tujuh cara menggunakan TIK dalam pembelajaran bahasa dalam Hartoyo
(2012), yaitu :

             1.        Presentasi

            2.        Latihan

            3.        Authoring

            4.        Computer Aided Asessment (CAA)

            5.        Rujukan

            6.        Penerbitan

Komunikasi (e-mail,pembelajaran tendem,,belajar berbasis web, konferensi audio/video)

            7.        Simulasi (WebQuest,Action Mazes, Adventure games)

B.  Tujuan

Penggunaan TIK dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam meningkatkan


kemampuan siswa dalam melaporkan secara lisan berbagai peristiwa ( Menjadi Reporter),
dengan tujuan:
1.        Menjadikan proses belajar mengajar yang menyenangkan.

2.        Menjadikan pengalaman baru bagi siswa.

3.        Tampil lebih percaya diri

4.        Mempraktikan sesuai profesi yang sebenarnya, dalam hal ini menjadi reporter.

5.        Meningkatkan kemampuan penggunaan TIK.

 6.        Meningkatkan hasil belajar.

C.  Tinjauan Pustaka

Kajian tentang efektivitas program  (Computer Assisted Language Learning) CALL


menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar bahasa yang diperoleh
siswa yang belajar dengan alat bantu komputer dan non komputer (e.g., Gila, 1992; Borras,
1993; Sanne, 1993; underwood, 1993; Welch dan Hodges, 1990; Hartoyo, 1993)

Ahmad et al, (1985), mengemukakan bahwa: Komputer dapat berkomunikasi dengan siswa
secara visual dengan menampilkan tekks, grafis (diagram, grafis, gambar garis) atau
pencitraan video pada layar; komputer dapat pula menyuguhkan suara dalam bentuk pidato,
musik,atau keluaran audio lainnya.

Akibat kemajuan teknologi pendidikan saat ini sudah memasuki tahapan revolusi ke 5.
Menurut Ashby (1972) seperti dikutip oleh Miarso (2004), yaitu Revolusi pertama terjadi
ketika orang menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang guru. Revolusi kedua terjadi
ketika digunakannya tulisan untuk keperluan pembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring
dengan ditemukannya mesin cetak sehingga materi pembelajaran dapat disajikan melalui
media cetak. Revolusi keempat terjadi ketika digunakannya perangkat elektronik seperti radio
dan televisi untuk pemerataan dan perluasan pendidikan. Revolusi kelima, seperti saat ini,
dengan dimanfaatkannya teknologi komunikasi dan informasi mutakhir,khususnya komputer
dan internet untuk pendidikan. Revolusi ini memberi dampak terhadap beberapa
kecenderungan pendidikan masa depan.

Mansur Muslich  (2009;890 menyebutkan bahwa dalam pengelolahan sumber belajar/media


belajar perlu mempertimbangkan: tujuan atau kompetensi yang akan dicapai, dapat
memudahkan pemahaman siswa, sesuai dengan materi pelajaran, sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif, karakteristik afektif , dan keterampilan motorik siswa.

Munadi ( 2008:187) menyatakan bahwa kriteria-kriteria dalam pemilihan media adalah:


karakteristik siswa, tujuan pembelajaran, bahan ajar, karakteristik media yang digunakan, dan
sifat pemanfaatan media.

Teknologi Informasi dan Komunikasi ( TIK ) secara umum diartikan sebagai teknologi yang
memiliki fungsi penunjang proses penyampaian informasi dan komunikasi. Sejalan dengan
berkembangnya teknologi, TIK dengan dukungan sistem dan jaringan (network) komputer
memungkinkan manusia untuk berkomunikasi dengan melihat fisik maupun mendengar suara
secara langsung meskipun pihak-pihak yang berkomunikasi berada ditempat yang berbeda.
Merujuk  pada pendapat-pendapat tersebut maka dapat kita terapkan penggunaan TIK dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam
melaporkan secara lisan berbagai peristiwa ( Menjadi Reporter).

D.  Analisis dan Pembahasan

Kemampuan melaporkan secara lisan berbagai peristiwa dengan kalimat yang jelas adalah
salah satu kompetensi dasar yang  dapat dikembangkan melalui metode Reporting dan
Presenting. Metode ini sangat efektif untuk membuat siswa aktif, kreatif, bahkan aktraktif
dalam melaporkan peristiwa. Dalam pembelajaran ini guru memanfaatkan perangkat TIK.
Guru terlebih dahulu merekam gambar kejadian/peristiwa seperti:

 bencana longsor

 banjir

 kecelakaan lalu lintas, dll.

 atau meng-capture film peristiwa gempa bumi di TV untuk dijadikan sebagai sumber belajar.

Kegiatan yang dilakukan:

1. Gambar atau film peristiwa itu ditayangkan dengan LCD di depan kelas.
2. Dalam proses belajar, beberapa siswa diminta untuk bertindak sebagai reporter televisi
untuk melaporkan peristiwa yang ditayangkan tersebut.
3. Selanjutnya siswa ditugasi untuk membuat rekaman ketika mereka bertindak sebagai
reporter televise untuk melaporkan peristiwa.
4. Pertemuan berikutnya, siswa menampilkan hasil rekamannya secara bergiliran, siswa lain
menanggapi penampilan temannya.
5. Saat mereka tampil sebagai reporter atau presenter, guru dapat mengukur keterampilan
berbicara dan kemampuan siswa menyusun kalimat lisan.

Kelebihan yang didapat melalui pembelajaran dengan metode ini adalah:

1. Menjadikan proses belajar mengajar yang menyenangkan.


2. Menjadikan pengalaman baru bagi siswa.
3. Siswa tampil lebih percaya diri
4. Mempraktikan sesuai profesi yang sebenarnya, dalam hal ini menjadi reporter.
5. Meningkatkan kemampuan penggunaan TIK.
6. Meningkatkan hasil belajar.

E.  Simpulan dan Rekomendasi

Simpulan:

Kemampuan melaporkan secara lisan berbagai peristiwa dengan kalimat yang jelas adalah
salah satu kompetensi dasar yang  dapat dikembangkan melalui metode Reporting dan
Presenting dengan memanfaatan TIK (Teknologi Informatika dan Komunikasi) secara
maksimal.  Metode ini sangat efektif untuk membuat siswa aktif, kreatif, bahkan aktraktif
dalam melaporkan peristiwa

Rekomendasi

Kegiatan ini sudah dicoba dan dipraktikkan di kelas yang saya ajar, hasilnya luar biasa, siswa
lebih aktif, kreatif dalam hal ide-ide yang ingin mereka sampaikan, dan sangat atraktif.

F.  Daftar Pustaka

Hartoyo.2011.Teknologi Informasi & Komunikasi (TIK) Dalam Pembelajaran


Bahasa.Semarang:Pelita Insani Semarang

Main,Sufanti. 2010. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: Yuma
Pustaka

Rusman dkk.2011. Pembelajaran  Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung:


Rajawali Pres.

http://inovasipendidikan.net/bahasa/ diunduh, 26 februari 2013.

Ujian Tengah semester Mata Kuliah Landasan Teknologi Pendidikan

PETUNJUK:
Jawablah Beberapa Pertanyaan Di Bawah ini dengan Tepat, Jelas, dan Benar.

Soal-Soal:
1. Teknologi Pendidikan (TP) di landasi oleh falsafah dan teori. Coba anda jelaskan bila anda
memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?, epistimology (bagaimana)?, dan
aksiologi (untuk apa)? (Skor maksimal 15)
2. Anda juga telah mengetahui 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan prediksi
anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran Teknologi Pendidikan dalam
memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di
Indonesia? (Skor maksimal 20)
3. Ada beberapa kawasan Teknologi Pendidikan dan keterhubungannya antara masing-masing
kawasan, Coba anda pilih salah satu kawasan, bagaimana penerapannya dalam membelajarkan
peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT)? (Skor maksimal 20)
4. Dalam Teknologi Pendidikan/Teknologi Pembelajaran menurut Saettler yang mengacu pada
pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktivitas diri, (2) minat/motivasi, (3)
kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Bagaimana pendapat anda tentang
penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran bagi peserta didik?
(Skor maksimal 25)
5. Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus
tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar pembelajaran
berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor maksimal 15)
Catatan:
Ujian Take home, diketik dan dijilid dengan rapi.
Masing-masing soal dibahas dengan melibatkan referensi (buku rujukan)
Bila terdapat copy paste antar teman akan dikembalikan dan diberi ujian ulang.
Jawaban dikumpulkan tanggal 22 Februari 2011. Bagi yang terlambat akan kena sanksi pengurangan
nilai 10%.

1.  Teknologi Pendidikan (TP) di landasi oleh falsafah dan teori. Coba anda jelaskan bila anda
memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?, epistimology (bagaimana)?, dan
aksiologi (untuk apa) ?

Pendahuluan

Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan
manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan Negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa,
diilhami dan berpedoman ajaran-ajaran filsafat bangsa itu. Dengan demikian kehidupan social,
politik, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral
bersum beratas ajaran filsafat.

Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya, maka untuk
kelangsungan eksistensi tersebut harus melalui pendidikan. Dalam kepentingan ini pendidikan dapat
diartikan sebagai:

1. Pendidikan sebagai Aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan
membina potensi-potensi pribadinya, yaitu cipta, rasa, karsa, dan budi nurani, serta pertumbuhan
dan perkembangan jasmaniahnya.
2. Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan)
pendidikan, isi pendidikan, system dan organisasi pendidikan.
3. Pendidikan merupakan pula hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan
usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam arti ini merupakan
tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.

Perkembangan teknologi berpengaruh juga terhadap perkembangan pendidikan, sehingga lahir


beberapa hal baru dalam dunia pendidikan. Hal baru tersebut pada awalnya hanya menfokuskan diri
pada bidang media, sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam proses, produk dan struktur
atau system. Ketiga hal tersebut di kenal sebagai teknologi pendidikan (education tecnologi).
Lahirnya ilmu baru menuntuk adanya bidang kajian atau bidang kajian penelitian dengan segala
perangkatnya. Hal ini menjadi pemikiran para ahli bidang teknologi pendidikan yang dapat
digunakan
untuk panduan dan pedoman.
Sesuai dengan kenyataan tersebut, bahwa filsafat dalam pendidikan merupakan teori umum dari
pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan, atau dapat dikatakan sebagai
teori yang dipakai dasar bagaimana ‘pendidikan itu dilaksanakan” sehingga mencapai tujuan (Dewey,
1946: 383). Dewasa ini, salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan agar supaya
mencapai tujuan, yaitu penerapan Teknologi Pendidikan dalam proses pembelajaran. Dalam
pembahasan ini problem esensialnya adalah:

1. Merumuskan secara tegas sifat dan hakekat pendidikan (the nature of education).
2. Merumuskan sifat dan hakekat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan (the nature of
man).
3. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan (science of
education).
4. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara, filsafat pendidikan dan politik pendidikan (system
pendidikan).
5. Merumuskan system nilai dan norma, atau isi moral pendidikan (tujuan).

Ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi kemajuan manusia, telah
melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan pendidikan. Maka
peranan filsafat dalam pendidikan merupakan landasan pendidikan dilaksanakan.
Dari uraian di atas jelas bahwa latar belakang ide-ide filsafat menentukan pendidikan, sebab tujuan
pendidikan bersumber pada filsafat atau ajaran filsafat. Seperti yang dikemukakan Prof. Broudy
(1961: 14) dalam bukunya, Building a Philisophy of Education, adalah:
“ In this book the philosophy of education is regarded as the systematic discussion of educational
problems on a philosophical level, i.c., the probing into an educational question until it is reduced to
an issue in metaphysics, episthemology, ethics, logic, or aesthetics, or to combination of these”.
Mengapa masalah-masalah pendidikan yang merupakan bagian daripada kehidupan obyektif
manusia, sebagai persoalan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan
demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari
kehidupan yang realistis.
Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis itu dipandang
sebagai pikiran-pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak bertolak atas kenyataan sosio-
kultural dan kebutuhan manusia. Pada hal, pikiran filosofis adalah pikiran murni yang berusaha
mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran. Caranya dapat melalui induksi, deduksi,
analisa rasional atas factor-faktor, perenungan atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas observasi,
atau juga melalui intuisi. Semua ide, konsepsi, analisa, dan kesimpulan-kesimpulan filsafat dalam
pendidikan adalah berfungsi teori; dan dari teori ini dipakai dasar praktek (pelaksanaan) pendidikan.
Maka filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktik pendidikan.
Dengan mengunakan pandangan Jonh Dewey (1946) sebagai dasar bahwa filsafat adalah teori umum
dari pendidikan dan adanya hubungan hakiki timbal-balik antara filsafat dan pendidikan, maka
berdirilah filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu. Cabang ini sebagai suatu system menjawab dan
memecahkan persoalan-persoalan pendidikan, termasuk di dalamnya teknologi pendidikan yang
bersifat filosofis dan memerlukan jawab secara filosofis pula.

Filsafat pendidikan sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari obyeknya dari sudut
hakekat, berhadapan dengan problem utama yaitu:
1. Realita, ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran.
Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan, bahwa pengetahuan yang
dimiliki ini telah nyata. Realita atau kenyataan ini dipelajari oleh fisika dan metafisika, dalam system
filsafat disebut ontology yaitu the study of the principles of reality.
2. Pengetahuan, yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan,
cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis-jenis pengetahuan.
Pengetahuan dipelajari oleh epistemology, yaitu the study of the principles of knowledge.
3. Nilai, yang dipelajari oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. pertanyaan-pertanyaan yang
dicari jawabannya antara lain, seperti nilai-nilai bagaimanakah yang dikehendaki oleh manusia dan
yang dapat digunakan sebagai dasar hidup, maka pembicaraan aksiologi adalah the study of the
principles of value.

Sistem pemikiran filsafat di atas mengantarkan dalam pembahasan Teknologi Pendidikan tidak
hanya berpandangan yang bersifat positivistik, tetapi juga memerlukan paradigma pascapositivistik.
Berarti landasan filosofis sangat diperlukan dan menjadi penting dalam menjelaskan secara teori dan
paktik masalah-masalah teknologi pendidikan (Anglin, ed., 1991).
Landasan berfikir dalam bidang teknologi pendidikan (education technologi) atau teknologi
pembelajaran (instructional technologi) yang menjadikan bidang garapan baru menjadi bidang ilmu
atau menjadi disiplin ilmu yang baru adalah rangkaian dalil yang dijadikan sebagai pembenar. Dasar
falsafi dasar keilmuan tersebut ada 3 jenis yaitu : ontology, epistemology dan aksiologi.
Ketiga hal di atas dapat dicapai melalui pendekatan yang memenuhi 4 persyaratan: pendekatan
isometric, pendekatan sistematik, pendekatan sinergistik dan pendekatan sistemik. Dengan
demikian diharapkan falsafah teknologi pendidikan bertujuan agar setiap orang dapat memperoleh
kesempatan belajar, baik sendiri maupun secara organisasi, dan optimal melalui pendekatan yang
ada di atas sehingga sumber belajar dapat dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi efesien,
efektif dan selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan, ke arah terbentuknya
masyarakat belajar.
Keadaan tersebut menjadi hal yang penting dalam penggarapan bidang teknologi pendidikan yang
telah mengalami perubahan pengertian menjadi teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang ilmu
melalui penelitian dan pengembangan teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran.
Menurut Creswell, Denzin & Lincoln Miaso: di katakan bahwa ada 2 pembagian penelitian dalam
teknologi pendidikan yaitu positivistik dan pascapostivistik atau fenomenologik. Pendekatan
positivistic dilakukan dalam pendekatan ilmu-ilmu eksakta dengan menggunakan pola statistic, yang
didalamnya terdapat variable yang dikontrol, pengacakan sample, pengujian validitas dan
realiabelitas instrument, dan ditujukan pada genaralisasi sample ke dalam populasi. Sedangkan
pendekatan atau penelitian pascapositivistik/fenomenologi berakar pada penelitian social seperti
bidang etnografi, studi kasus, studi naturalistic, sejarah, biografi, dan teori membumi (grounded
theory) dan studi deskriptif. (Miarso, 2007:209)

Pertanyaan :

Coba anda jelaskan bila anda memandang Teknologi Pendidikan dari sudut ontology (apa)?,
epistimology (bagaimana)?, dan aksiologi (untuk apa)?
Jawab :
Landasan Falsafah dan Teori Teknologi Pendidikan

A. Ontologi (Apa)

Obyek filsafat ialah segala sesuatu, meliputi kesemestaan. Scope filsafat yang amat luas dan tak
terbatas obyeknya itu, perlu adanya pembidangan untuk intensifikasi penyelidikan. Pembidangan
atau sistematika filsafat yang pertama adalah Ontologi.
Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Metafisika ini disebut juga sebagai prote-
filosifia atau filsafat pertama. Sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti
hakekat sesuatu. Manusia dalam antar aksinya dengan semesta raya, melahirkan pertanyaan-
pertanyaan filosofis. Apakah sesungguhnya hakekat realita yang ada ini. Apakah realita yang
menampak ini suatu realita materi saja. Ataukah ada sesuatu di balik realita itu, suatu “rahasia”
alam. Apakah wujud semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan. Ataukah hakekat semesta ini
adalah perubahan semata-mata. Apakah realita ini terbentuk atas satu unsure (monisme); atau dua
unsur (dualisme). Ataukah lebih dari dua unsur, yakni serba banyak (pluralisme).
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan metafisis atau ontologism. Sesuatu realita sebagai
suatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu “tubuh”, satu eksistensi. Sesuatu itu mendukung
satu perwujudan, yakni keseluruhan sifatnya; dan yang utama dari perwujudan itu adalah
eksistensinya. Wujud atau adanya sesuatu adalah primer, sedang sifat-sifat yang lain adalah
sekunder. Berarti eksistensi suatu realita adalah fundamental, sedang sifat-sifat yang lain adalah
sesuatu yang accidental, atau suatu atribut saja. Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat
ada (existence and being) (Brameld, 1955: 28).
Pandangan ontology ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan. Sebab,
siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk
mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian
pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia
lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan
obyek pengalaman.
Melalui realita (ontologi), peserta didik secara sistematis dibina potensi berpikir kritis untuk
mengerti kebenaran.Implikasi pandangan ontology di dalam pendidikan ialah bahwa dunia
pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isisnya
dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari; melainkan sebagai suatu yang tak terbatas, realitas fisik,
spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah (dinamis) (Runes, 1963: 219-230).
Dari perspektif ontologi diatas maka muncul masalah baru dalam Teknologi Pembelajaran (Yusuf
hadi Miarso : 2004) yaitu:
a. Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku, prodoser media dan
sebagainya) pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media), media (buku, program
televisi, radio, dan sebagainya), alat (jaringan televisi, radio), cara-cara tertentu dalam
mengolah/menyajikan pesan, serta lingkungan dimana proses pendidikan itu berlangsung
b. Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik seccara konseptual maupun secara
faktual.
c. Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk belajar itu agar dapat
digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.
Ketiga poin diatas itulah yang merupakan ruang lingkup wujud obyek penelaahan (ontology)
Teknologi Pembelajaran. Suatu obyek yang bukan merupakan lingkup bidang pengetahuan lain.

B. Epistemologi (Bagaimana)

Sedemikian luas dan jauh, dunia pendidikan dianggap sebagai proses penyerahan kebudayaan pada
umumnya, khususnya ilmu pengetahuan. Timbul pertanyaan, apakah sesungguhnya ilmu itu, dari
mana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya dan sebagainya. Persoalan ini secara mendalam
dibahas oleh epistemology. Epistemologi ialah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses,
syarat, batas, validitas, dan hakekat pengetahuan.
Dalam sebuah analisa mengenai filsafat, ilmu dan filsafat pendidikan dalam bukunya yang berjudul:
Introduction to Philosophy of Education, Stella Van Petten Henderson (1964) mengemukakan,
bahwa filsafat selalu berusaha untuk memahami segala sesuatu yang timbul dalam spectrum
pengalaman manusia, dan berusaha untuk memperoleh pandangan yang luas (kompprehensif)
mengenai alam, dan mampu memberikan penerangan yang universal mengenai hakekat benda-
benda (segala sesuiatu).
Pandangan epistemology tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan
pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-prasarana
yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara menentukan hasil pendidikan.

C. Aksiologi (Untuk Apa)

Berdasarkan pandangan tersebut diperlukan prisip tertentu apakah dianggap baik atau tidak isi dari
pengetahuan tersebut, maka epistemology memerlukan pandanghan aksiologi. Aksiologi (axiology),
suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Brameld (1955) membedakan tiga bagian, yaitu:

1. Moral conduct, tidak moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika.
2. Esthetic expression, ekspresi keindahan, yang melahirkan estetika.
3. Socio-political life, kehidupan sosio-politik; bidang ini melahirkan filsafat sosio-politik.

Nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan di dalamnya teknologi pendidikan ialah “to examine
and integrate these values as they enter into the lives of people through the chanels of the schools
(Brameld, 1955: 33). (Pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam
kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak.

KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ontologi merupakan azas dalam menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek
penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut, dimana menjelaskan
bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya itu apa
2. Estimologi merupakan azas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun
menjadi suatu tubuh pengetahuan, dimana dibutuhkan suatu pendekatan yang digunakan dalam
suatu ilmu. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut
diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode
induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
3. Aksiologi merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun
dalam tubuh pengetahuan dengan menelaah tentang nilai guna, baik secara umum maupun secara
khusus, baik secara kasad mata maupun secara abstrak. Aksiologi harus membatasi kenetralan tanpa
batas terhadap ilmu pengetahuan, dalam arti bahwa kenetralan ilmu pengetahuan hanya sebatas
metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah berlandaskan pada nilai-nilai moral
atau etika dan nilai seni dan keindahan atau estetika.

2. Anda juga telah mengetahui 4 revolusi dalam dunia pendidikan. Menurut persepsi dan prediksi
anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran Teknologi Pendidikan dalam
memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di
Indonesia? (Skor maksimal 20)

Pendahuluan

Teknologi merupakan merupakan bagian integral dalam setiap budaya. Makin maju suatu budaya,
makin banyak dan makin canggih teknologi yang digunakan. Meskipun demikian masih banyak di
antara kita yang tidak menyadari akan hal itu. Sebenarnya 25 tahun yang lalu Menteri Pendidikan
Daoed Joesoef telah menyatakan bahwa “Teknologi diterapkan di semua bidang kehidupan, di
antaranya bidang pendidikan. Teknologi pendidikan ini karenanya beroperasi dalam seluruh bidang
pendidikan secara integratif, yaitu secara rasional berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang
penididikan”. Pernyataan kebijakan itu merupakan penegasan dari penetapan kebijakan
sebelumnya, termasuk yang tertuang dalam PELITA I s/d III.

Apa yang telah merupakan pernyataan kebijakan, masih dipersoalkan sampai saat ini. Mungkin
dengan dalih bahwa pernyataan Menteri yang terdahulu, tidak lagi berlaku sekarang. Di kalangan
akademik masih ada yang mempertanyakan apa sebenarnya teknologi pendidikan itu, karena di
Amerika Serikat saja yang ada adalah istilah Instructional Design, Development and Evaluation (IDDE
di Syracuse University, Instructional System Technology (IST di Indiana University), bahkan organisasi
profesi yang ada adalah AECT (Association for Educational and Communications and Technology).
Mereka yang tidak tajam kemampuan analisisnya, sifat teknologi pendidikan yang integratif seperti
dinyatakan oleh Daoed Joesoef, tidak mengetahui apa dan bagaimana wujut unsur teknologi
pendidikan yang telah terintegrasi tersebut. Mereka yang hanya mampu melihat hasil akhir suatu
produk atau sistem, misalnya media pembelajaran, tidak akan dapat mengetahui apa saja unsur
yang membentuk produk tersebut, dan bagaimana produk itu dihasilkan serta bagaimana produk
tersebut berfungsi dalam sistem.

Menghadapi masih adanya sikap acuh tersebut, para teknolog pendidikan baik praktisi maupun
akademisi yang mempunyai komitmen profesi harus berpikir dan bertindak proaktif untuk
menanggapi sikap tersebut, dengan membuktikan dan mengembangkan teknologi pendidikan
sehingga manfaatnya dapat dirasakan atau setidak-tidaknya diketahui oleh masyarakat luas.
Dalam bahasan ini diungkap secara singkat wujud sumbangan Teknologi Pendidikan sebagai disiplin
keilmuan, sebagi profesi, dan sebagai bidang garapan, serta kontribusinya dalam pembangunan
pendidikan.

Pertanyaan :

Menurut persepsi dan prediksi anda apakah dimungkinkan muncul revolusi ke- 5 dengan kehadiran
TP dalam memecahkan masalah yang menyelimuti pengembangan dan pembangunan pendidikan di
Indonesia?

Jawab :

Terlebih dahulu perlu diberikan batasan umum tentang pengertian teknologi, semua teknologi
termasuk teknologi pendidikan, yaitu :
a. proses yang meningkatkan nilai tambah;
b. produk yang digunakan dan/atau dihasilkan untuk memudahkan dan mening-katkan kinerja;
c. struktur atau sistem dimana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.

Teknologi memasak misalnya, adalah proses untuk mengolah bahan mentah (sayuran, tahu, tempe,
daging, garam, bumbu dsb.) dengan menggunakan produk berupa pisau, wajan, panci, kompor dsb.
untuk menghasilkan produk berupa makanan, dan makanan itu sendiri merupakan komponen dari
sistem kelangsungan hidup berupa gizi atau nutrisi, yang perlu dilengkapi dengan komponen lain
seperti minum, olahraga, istirahat dsb.

Teknologi pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri sendiri.
Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar yang dijadikan patokan
pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi : ontologi atau rumusan tentang obyek
formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang tidak tergarap oleh bidang
telaah lain; epistemologi yaitu usaha atau prinsip intelektual untuk memperoleh kebenaran dalam
pokok telaah yang ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari pokok
telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan nilai seni dan keindahan
atau estetika. (Miarso,2004)

Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu sendiri dapat diartikan
sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu lembaga yang relatif menetap dan berkembang
dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang disebabkan karena pemikiran dan pengalaman.
Belajar itu terjadi dimana saja, kapan saja, apa saja, dari apa atau siapa saja, dan dengan cara
bagaimana saja.

Mereka yang berprofesi atau bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya disebut
Teknolog Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang
utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap orang, dengan dikembangkan dan
digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing pebelajar
(learners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu senantiasa berubah, maka para
Teknolog Pendidikan harus senantiasa mengikuti perkembangan atau perubahan itu, dan oleh
karena itu ia dtuntut untuk selalu mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan
tuntutan zaman, termasuk selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.

Profesi ini bukan profesi yang netral dan bebas nilai. Ia merupakan profesi yang memihak kepada
kepentingan pemelajar (learners) agar mereka memperoleh kesempatan untuk belajar agar potensi
dirinya dapat berkembang semaksimal mungkin. Profesi ini juga tidak bebas nilai karena masih
banyak pertimbangan lain seperti sosial, budaya, ekonomi dan rekayasa yang mempengaruhi,
sehingga tindakannya harus selaras dengan situasi dan kondisi serta berwawasan ke masa depan.
Dari kompetensi tersebut dan dilakukan sesuai dengan tuntutan mutu, kemampuan tenaga dan
ketersediaan sarana & prasarana. Untuk itu setiap penyelenggara program studi teknologi
pendidikan perlu melakukan analisis SWOT, dan ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan yang
diperlukan, seperti penataran tenaga, pemutakhiran pengetahuan dan teknologi, pengadaan
pustaka dan laboratorium dan lain-lain. Keculai landasan konseptual dan legal, kurikulum setiap
program studi perlu dikembangkan atau diperbaharui sesuai dengan dinamika pembangunan,
meliputi perkembangan kebijakan dan IPTEK termasuk perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi.
Program pendidikan keahlian itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga dalam rangka
inovasi pendidikan yaitu dikembangkan dan digunakannya konsep “resource-based learning” (bukan
“teacher-based instruction”).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka rumusan visi, misi dan tujuan itu harus didasarkan pada
konsep dasar dan filosofi teknologi pendidikan sebagai suatu bidang kajian, serta dengan kemajuan
IPTEK dan kebutuhan pembangunan.
Teknologi pendidikan merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena adanya
kebutuhan di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar, dimana belajar lebih efektif, lebih efisien,
lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan sebagainya. Untuk itu ada usaha dan produk yang sengaja
dibuat dan ada yang ditemukan dan dimanfaatkan. Namun perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi yang sangat pesat akhir-akhir ini dan menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula
tidak terbayangkan, telah membalik cara berpikir kita dengan “bagaimana mengambil manfaat
teknologi tersebut untuk mengatasi masalah belajar”.
Berdasarkan uraian terdahulu tentang obyek formal teknologi pendidikan dan profesi teknolog
pendidikan, dapat disimpulkan bahwa bidang garapan atau disebut pula praktek teknologi
pendidikan meliputi segala sesuatu dimana ada masalah belajar yang perlu dipecahkan. Masalah
belajar itu ada pada diri pribadi, pada keluarga, pada lingkungan masyarakat, pada lingkungan
tempat ibadah, lingkungan lembaga pendidikan formal, lingkungan tempat kerja, dan pada lembaga
media (surat kabar, radio, televisi, telematika dan sebagainya).
Bertolak dari sejarah perkembangan garapan teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14)
berpendapat bahwa awal mula penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada sekitar abad
600 SM. Mereka merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan ilmunya kepada para
peserta-didik dengan berbagai cara, seperti misalnya dengan cara dialektik, dialogik, ceramah, dan
penggunaan bahasa tubuh (body language) seperti gerakan wajah, gerakan tangan dsb., dengan
maksud agar menarik perhatian dan agar ilmunya dapat ditransfer dengan baik.
Ashby (1972,h 9-10) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan telah berlangsung empat revolusi,
yaitu

a. Revolusi Pertama: dimana diserahkannya pendidikan anak dari orang tua atau keluarga kepada
guru;
b. Revolusi Kedua, dimana seorang guru yang diserahi tanggung jawab untuk mendidik dan
melakukannya secara verbal dan unjuk kerja;
c. Revolusi Ketiga, yaitu dengan ditemukannya mesin cetak sehingga bahan pelajaran dapat
diperbanyak dan digunakan lebih luas; dan
d. Revolusi Keempat, dengan berkembangnya secara pesat teknologi elektronik, terutama media
komunikasi.

Menurut persepsi dan prediksi saya, sangat mungkin munculnya revolusi kelima , yaitu revolusi yang
berkaitan dengan Internet Teknologi / Dunia Maya. Internet adalah salah satu kebutuhan penting
dalam dunia pendidikan saat ini. Internet dapat menggantikan posisi guru, dapat sebagai sumber
belajar dan lain – lain unsur dalam pendidikan. Bahkan Internet memiliki kelebihan yaitu tak terbatas
jarak dan waktu.

KESIMPULAN

Dari Pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Revolusi dalam dunia pendidikan akan terus berjalan seiring dengan perkembangan jaman,
teknologi dan tuntutan hidup manusia.
b. Sangat mungkin akan terjadi revolusi ke- 5 , ke-6 dan seterusnya dalam dunia pendidikan.

3  Ada beberapa kawasan Teknologi Pendidikan dan keterhubungannya antara masing-masing


kawasan, Coba anda pilih salah satu kawasan, bagaimana penerapannya dalam membelajarkan
peserta didik (pilih pada jenjang PAUD/SD/SMP/SMA/PT)? (Skor maksimal 20)

Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan
dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Di bawah ini
dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki pengaruh terhadap
perkembangan Teknologi Pembelajaran.

a. Definisi Association for Educational Communications Technology (AECT) 1963


“Komunikasi audio-visual adalah cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama
berkepentingan dengan mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar,
mencakup kegiatan :
(a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses belajar;
(b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam lingkungan pendidikan,
meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen dan pemanfaatan dari komponen maupun
keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium
komunikasi secara efektif untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meski masih menggunakan istilah komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan
kerangka dasar bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong
terjadinya peningkatan pembelajaran.

b. Definisi Commission on Instruction Technology (CIT) 1970


“Dalam pengertian yang lebih umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir
sebagai akibat revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di samping
guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk teknologi pembelajaran adalah televisi,
film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras maupun lunak lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada
penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi
sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan istilah tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha
mengakomodir pengaruh pemikiran B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam
teknologi pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian tentang
metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.

c. Definisi Silber 1970


“Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-
pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan
latar) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik, dengan
tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang dikemukakan oleh Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada
definisi sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan
potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat dua pengertian,
disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga diartikan pula sebagai
pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri, yang mencakup : perancangan, produksi,
penggunaan dan penilaian teknologi untuk pembelajaran.

d. Definisi MacKenzie dan Eraut 1971


“Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan
dapat dicapai”
Definisi sebelumnya meliputi istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi
MacKenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih
berorientasi pada proses.

e. Definisi AECT 1972


Pada tahun 1972, AECT berupaya merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan
memberikan rumusan sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada
manusia melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan
pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses
tersebut”.
Definisi ini didasari semangat untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi.
Ketentuan ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.

f. Definisi AECT 1977


“Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan,
sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan
mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi
sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan sebagai suatu teori.

g. Definisi AECT 1994


“ Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung
makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai
suatu bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh.
Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi
pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.

Kawasan Desain

Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan
untuk menciptakan strategi dan produk. Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi
pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang teori pembelajaran
berprogram (programmed instructions). Selanjutnya, pada tahun 1969 dari pemikiran Herbert Simon
yang membahas tentang preskriptif tentang desain turut memicu kajian tentang desain. Pendirian
pusat-pusat desain bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and
Development Center” pada tahun 1960 semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun
waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning Resource and
Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti dari
Teknologi Pendidikan.
Aplikasi teori sistem dalam pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran tersebut. Melalui
James Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara bertahap mulai
berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi
pembelajaran.
Perhatian terhadap desain pesan pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal 1970-an.
Kolaborasi Robert Gagne dengan Leslie Briggs telah menggabungkan keahlian psikologi
pembelajaran dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep desain pembelajaran
menjadi semakin hidup.

Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu :
(1) Desain Sistem Pembelajaran
yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi: langkah-langkah:
(a) penganalisaan (proses perumusan apa yang akan dipelajari);
(b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara mempelajarinya);
(c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran);
(d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan
(e) penilaian (proses penentuan ketepatan pembelajaran).
Desain Sistem Pembelajaran; Desain Sistem Pembelajaran biasanya merupakan prosedur linier dan
interaktif yang menuntut kecermatan dan kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk
saling mengontrol, semua langkah –langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain Sistem
Pembelajaran, proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk
berlandaskan pada proses.
(2) Desain Pesan;
yaitu perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara
pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya
tangkap. Fleming dan Levie membatasi pesan pada pola-pola isyarat, atau simbol yang dapat
memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Desain pesan berkaitan dengan hal-hal
mikro, seperti : bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Desain harus bersifat
spesifik, baik tentang media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-
prinsip desain pesan akan berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah bersifat statis, dinamis
atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau grafik komputer). Juga apakah tugas
belajarnya tentang pembentukan konsep, pengembangan sikap, pengembangan keterampilan,
strategi belajar atau hafalan.
(3) Strategi Pembelajaran;
yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam
suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen
belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran
sebagai prinsip teknologi pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran
bergantung pada situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang dikehendaki.
(4) Karakteristik Pembelajar.
yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas
proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik pembelajar. Secara
psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik pembelajar yaitu berkaitan dengan
dengan kemampuannya (ability), baik yang bersifat potensial maupun kecakapan nyata dan
kepribadiannya, seperti, sikap, emosi, motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.

Pertanyaan:

Bagaimana penerapannya dalam membelajarkan peserta didik (pilih pada jenjang


PAUD/SD/SMP/SMA/PT) dengan menerapkan satu kawasan teknologi pendidikan didalamnya.

Jawab:

Misalnya Pemanfaatan Dan Pengembangan Bahan Ajar Noncetak:


Program Video Dan Bahan Ajar dengan bantuan Komputer di SMA

Kegiatan Belajar
1. Pemanfaatan dan Pengembangan Program Video
Dengan memaparkan tujuan dari pembelajaran melalui kegiatan belajar ini. Kaset video merupakan
alat bantu mengajar yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran massal, individual, ataupun
kelompok. Manfaat utama penggunaan kaset video adalah untuk memberikan ilustrasi konkret
suatu materi pelajaran. Pemanfaatan medium video terutama efektif untuk menghadirkan suatu
gambaran riil yang dapat membangkitkan emosi siswa untuk tujuan pembelajaran yang bersifat
afektif. Medium ini juga dapat digunakan sebagai bahan ajar utama ataupun bahan ajar pendukung
yang diintegrasikan dengan pengajaran lisan di dalam kelas.

Kegiatan Belajar
2. Pemanfaatan dan Jenis Bahan Ajar Berbantuan Komputer
Pada kegiatan belajar ini diharapkan siswa telah mempelajari mengenai manfaat dan jenis bahan
ajar berbantuan komputer. Bahan ajar berbantuan komputer pada dasarnya dapat bersifat satu arah
dan dua arah, tergantung dari rancangan dan jenis komputer yang digunakan. Bahan ajar
berbantuan komputer seperti CAI dan CBI pada umumnya bersifat satu arah dan dirancang untuk
digunakan pada komputer mandiri. Sedangkan bahan ajar berbantuan komputer dua arah seperti
WBC pada umumnya dirancang untuk digunakan pada komputer yang tersambung ke suatu jaringan
lokal ataupun Internet, sehingga dapat memfasilitasi komunikasi dan interaksi antara siswa dengan
guru/tutor dan antara siswa dengan siswa lainnya. Bahan ajar berbantuan komputer sangat efektif
untuk menghadirkan aktivitas pembelajaran seperti drill, simulasi, dan permainan.

4. Dalam Teknologi Pendidikan/Teknologi Pembelajaran menurut Saettler yang mengacu pada


pendapat Thorndike, ada beberapa prinsip pembelajaran (1) aktivitas diri, (2) minat/motivasi, (3)
kesiapan mental, (4) individualisasi, dan (5) sosialisasi. Bagaimana pendapat anda tentang
penerapannya dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran bagi peserta didik?
(Skor maksimal 25)

Pandangan Saya :

Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha guru untuk membuat belajar para siswanya.
Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para
siswanya. Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika si belajar secara aktif mengalami sendiri proses
belajar. Seorang guruTidakDapat“mewakili”belajaruntuksiswanya.Seorangsiswabelum dapat
dikatakan telah belajar hanya karena ia sedang berada dalam satu ruangan dengan guru yang sedang
mengajar. Ada satu syarat mutlak yang harus dipenuhi agar terjadi kegiatan belajar. Syarat itu adalah
adanya interaksi antara pebelajar (learner) dengan sumber belajar. Jadi, belajar hanya terjadi jika
dan hanya jika terjadi interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar. Tanpa terpenuhi syarat itu,
mustahil kegiatan belajar akan terjadi.

Untuk menerapkan prinsip tersebut dengan menghadirkan produk teknologi dalam pembelajaran
bagi peserta didik yang pertama kali dilakukan adalah menjelaskan tujuan dari teknologi yang
digunakan tersebut kepada peserta didik serta manfaat dari teknologi tersebut didalam
pembelajaran yang berlangsung. Dengan memberikan aktivitas kepada siswa baik itu secara
berkelompok maupun individual, siswa diharapkan aktif dalam memanfaatkan teknologi yang telah
ada. Sehingga tercipta suatu persaingan antara siswa yang satu dengan yang lain. Guru hadir sebagai
pemandu dan pemegang kontrol jalannya pembelajaran di dalam kelas. Kemudian guru memotivasi
siswa dengan memberikan reward kepada siswa yang memiliki prestasi yang baik dalam
pemanfaatan teknologi tersebut. Guru juga bisa mempersiapkan jalannya pembelajaran di dalam
kelas dengan menugaskan kepada siswa untuk mengaktualisasi diri dengan menggunakan bantuan
teknologi yang ada terhadap topik pembelajaran tertentu dan guru bisa menerapkan kepada siswa
dengan siswa yang memaparkan hasil, menjelaskan, memanfaatkan teknologi yang ada. Dimana
semua proses yang berlangsung kesemuanya hanya untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.
ehingga Dapat Dilakukan Penilaian Serta evaluasi.

5.  Suatu statement diungkapkan bahwa “Makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus
tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan”. Hal ini merupakan prinsip dasar pembelajaran
berbasis Teknologi Pendidikan. Bagaimana pendapat anda? (Skor maksimal 15)

Pendapat Saya :

Saya selaku seorang pendidik sependapat dengan statement diatas. Sejauh Pengalaman saya yang
kurang lebih 10 tahun sebagai guru, saya sudah membuktikan sendiri statement diatas. Terutama
Pelajaran Matematika yang saya ajarkan, menuntut perlunya hal tertentu.

Latihan soal adalah hal mutlak yang harus sering dilakukan siswa untuk memahami pelajaran
matematika. Agar siswa terbiasa untuk melakukan latihan soal dengan mandiri, maka saya setiap
akhir pemberian materi pelajaran, saya mewajibkan siswa untuk mencari soal yang berkaitan dengan
materi pelajaran untuk dibahas dan didiskusikan bersama, setiap siswa minimal mencari 3 soal
berbeda dengan mencantumkan sumber buku atau link dari soal tersebut. Setelah kegiatan tersebut
sering dilakukan, maka siswa terbiasa untuk mencari buku referensi sebagai sumber belajar.

REFERENSI

Dewey, John (1946); Democracy and Education, The MacMillan Company, New York.

Broudy, Harry S. (1961); Building a Philosophy of Education,Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Inkeles, Alex and David H. Smith (1976); Becoming Modern, Harvard University Press, USA.

Anglin, G.J; ed. (1991); Intructional Technology: Past, Present, and Future, Libraries Unlimited, Inc.,
Colorado.

Runes, Dagobert D. (1963); Dictionary of Philosophy, Little Field Adams & Co, New Jersey.

Henderson, Stella Van Petten (1964); Introduction to Philosophy of Education, The University of
Chicago Press, Chicago.

Dalam Alex Inkeles dan David H. Smith (1976), Becoming Modern, Harvard University Press

AECT. The Definition of Educational Technology. Washington,DC: 1977


Ashby, Sir Eric. The Fourth Revolution. Instructional Technology in Higher Education. New York:
McGraww-Hill Book Co. 1972

Banathy, Bela H. System Design in Education : a journey to create the future. Englewood Cliffs, NJ :
Educational Technology Publications. 1991

Daoed Joesoef Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Rapat Koordinasi
Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 1981

----------.Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Lokakarya Nasional


Teknologi Pendidikan dan Kebudayaan. Yogyakarta. 1982

Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Pustekkom bekerjasama dengan
Kencana. 2004

Saettler,Paul. A History of Instructional Technlogy. New York: McGraww-Hill Book Co. 1968

Seels, Babara B. and Rita C. Richey. (1994). Instructional Technology: The Definition and Domains of
the Field. Washington,DC : AECT

Thompson, Merritt M. The History of Education. New York. Barne & Noble, Inc. 1963

Label: Teknologi Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai