Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN

1. Pengertian Globalisasi

Istilah Globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang menunjuk pada
politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Menurut sejarahnya, akar
munculnya globalisasi adalah revolusi elektronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Kata
"globalisasi" sendiri diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Maksudnya lingkupnya
meliputi seluruh dunia. Menurut John Huckle, globalisasi adalah suatu proses dimana kejadian, keputusan
dan kegiatan di salah satu bagian dunia menjadi suatu konsekuensi yang signifikan bagi individu dan
masyarakat di daerah yang jauh. Sementara itu, Prijono Tjiptoherjanto mengemukakan bahwa konsep
globalisasi pada dasarnya menagcu pada pengertian ketiadaan batas Negara. Berdasarkan pendapat
tersebut, sehingga globalisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengintegrasian manusia dengan segala
macam aspek-aspeknya kedalam satu kesatuan masyarakat yang utuh dan yang lebih besar.

Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat
dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri suatu bangsa. Hal ini dipertegas
oleh pernyataan yang berbunyi, “Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam
interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin
dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia.” (Sujiyanto, 2007:97). Untuk itu,
Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara
atau batas-batas negara.

2. Globalisasi dan Pendidikan

Pendidikan di sekolah pada masa lampau berarti guru. Guru sebagai pusat atau sumber utama
dalam pendidikan. Bahkan sayling Wen menuturkan bahwa “guru mampu mempengaruhi pemikiran
seorang siswa, cara pandangnya, dan perilakunya seumur hidup.” (Sayling Wen, 2003:100). Tetapi sejak
globalisasi masuk ke Negara-negara dunia termasuk Indonesia, kedudukan guru bergeser. Guru tak lagi
menjadi pusat dalam pendidikan. Kemajuan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya
dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Di zaman yang berbeda-beda, tuntutan terhadap talenta dan spesialisasi individu juga berbeda-
beda. Zaman agricultural adalah masa bekerja keras dan mencari nafkah lewat kerja fisik. Zaman industry
menuntut standarisasi dan tidak menekankan kualitas dan talenta individual. Tetapi zaman internet, seperi
sekarang ini, merupakan zaman untuk membebaskan kualitas-kualitas individu yang sering tertindas di
zaman industry. Sehingga perlu pendidikan perlu mengadakan system perubahan. Jika tidak, belajar di
sekolah bisa menjadi upaya sia-sia tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Untuk itu, revolusi-revolusi baru
telah diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia, termasuk pengubahan kurikulum dari kurikulum
1994, guru sebagai pusat pembelajaran menjadi kurikulum berbasis kompetensi dan kurikulum satuan
tingkat pendidikan dengan penerapan CBSA (cara belajar siswa aktif), yaitu siswa diikutsertakan dalam
proses belajar mengajar.

3. Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan

Dalam dunia pendidikan Indonesia , globalisasi membawa banyak dampak dan efek. Dampak
tersebut tak hanya bersifat positif tapi juga berdampak negative.

3.1 Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia

3.1.1 Pengajaran Interaktif Multimedia

Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada
dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis
teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur,
sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya
untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga
tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.

Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk
sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah
bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung
menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak
seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-
hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa
stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat,
mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.

3.1.2 Perubahan Corak Pendidikan

Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi
dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik
dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945
yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak
sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur
kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya.

3.1.3 Kemudahan Dalam Mengakses Informasi


Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet
dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing
riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat tinggalnya.

3.1.4 Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa

Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang,
kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun
2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap
pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan
pendidikan.

Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya
guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya
mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui
presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan
konsep-konsep, dan fakta sendiri.

3.2 Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia

3.2.1 Komersialisasi Pendidikan

Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-


sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah
kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa
Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa
depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa
menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus
membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang
saham.(John Micklethwait, 2007:166).

Kasus kampus UTS tahun 2008 lalu, merupakan bukti nyata kemrosotan nilai-nilai luhur
dalam pendidikan. Gelar dapat diperoleh dengan harga murah. Tanpa harus mengikuti proses
belajar mengajar yang sesuai prosedur. Munculnya sekolah-sekolah swasta elit yang bersaing
menawarkan terobosan-terobosan baru dalam dunia pendidikan yang kebanyakan hanya sebagai
media bisnis. Karena mereka menyodorkan terobosan dalam dunia pendidikan dengan imbalan
uang yang tak sedikit jumlahnya

.
3.2.2 Bahaya Dunia Maya

Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat
memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh
negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan,
dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun
mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba
banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang
siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia
kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar
mengajar.

3.2.3 Ketergantungan

Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan


kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat
dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.

4. Sikap Masyarakat Pendidikan Indonesia Terhadap Globalisasi

Berdasarkan pembahasan pada sub bab sebelumnya, globalisasi merupakan sebuah keniscayaan.
Selalu menampakkan dua wajah yang berbeda, yaitu globalisasi yang menampakkan wajah positif dan
dampak negatif. Dampak positif dapat diterima untuk menambah daftar kekayaan dalam dunia pendidikan
Indonesia. Sedangkan untuk dampak negative, Menolak dan menghindarinya sangatlah tidak mungkin
dilakukan, yang bisa dilakukan adalah mengeliminasi dan mereduksi dampak negative tersebut. Untuk
menghadapi dampak negatif globalisasi terhadap dunia pendidikan Indonesia, diperlukan sikap tegas dari
masyarakat pendidikan itu sendiri, yaitu:

4.1 Menjadikan Pancasila Sebagai Acuan

Pancasila selain sebagai landasan ideologi bangsa Indonesia, juga berperan sebagai filter.
Pengaruh-pengaruh dari luar Indonesia, disaring. Kemudian dikalasifikasikan kedalam dua
golongan :

a. Golongan pertama adalah golongan yang sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa
Indonesia. Golongan pertama ini merupakan golongan yang diterima dan dikembangkan, agar
benar-benar sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa Indonesia.
b. Golongan kedua adalah golongan yang tidak sesuai dengan watak dan kepribadian bangsa
Indonesia. Sehingga perlu ditindak lanjuti untuk mengurangi bahayanya bagi bangsa Indonesia.

4.2 Menjadikan Pelajaran-Pelajaran Moral sebagai Pelajaran Wajib

Pelajarn-pelajaran yang menjurus pada pembekalan moral dan perbaikan akhlak (seperti
pendidikan agama, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan) hendaklah dijadikan pelajaran
wajib dalam penyusunan kurikulum. Sehingga siswa tidak hanya dituntut pandai dalam keilmuan
atau spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu tetapi juga memiliki moral dan akhlak yang baik
yang tercermin pada setiap tingkah laku maupun ucapannya.

Anda mungkin juga menyukai