1.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan:
1) Memahami tujuan mata kuliah Profesi Keguruan serta hubungan mata kuliah
tersebut dengan mata kuliah dasar kependidikan yang lain
2) Memahami lingkup isi serta bagaimana memahami modul ini.
Pada modul ini membicarakan empat hal pokok, yaitu: (1) Maksud penulisan
buku Profesi Keguruan. (2) Kaitan buku ini dengan kurikulum Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK), khususnya dalam pendidikan guru sekolah
menengah, serta hubungan mata kuliah ini dengan mata kuliah lain di lingkungan
Mata Kuliah Dasar Kependidikan. (3) Struktur isi modul. (4) Cara menggunakan
modul ini. Uraian cara menggunakan buku berisi petunjuk tentang bagaimana dosen
dan mahasiswa mempelajari modul ini, sehingga proses belajar mengajar dapat
berlangsung dengan efektif dan efisien.
1.2. Penyajian
Layanan administrasi
3. Administrasi
pendidikan
Layanan instruktusional
2. Bimbingan dan
konseling
Dengan uraian singkat di atas, kelihatan hubungan antara mata kuliah profesi
keguruan itu dengan MKDK lainnya dalam program pendidikan guru sekolah
menengah. Apa yang dikemukakan menunjukan bahwa guru harus mengetahui
peranan yang diharapkan darinya dalam penyelenggaraan sekolah.
2. Latihan
1. Apakah manfaat Anda mempelajari mata kuliah profesi keguruan dalam
hubungannya dengam tugas anda sebagai guru? Jelaskan
2. Beban mengajar guru biasanya sudah cukup berat. Bagaimanakah sebaiknya guru
membagi waktu sehingga ia masih dapat mengembangkan kemampuan profesinya
dengan berbagai kegiatan selain mengajar?
3. Bagaimanakah hubungan antara mata kuliah profesi keguruan dengan mata kuliah
lain dalam kelompok Mata Kuliah Dasar Kependidikan? Jelaskan !
4. Anda telah membaca saran tentang bagaimana menggunakan buku ini. Cobalah
diskusikan dengan teman anda, apa saja yang dapat anda lakukan untuk lebih
mempermudah cara mempelajari buku ini.
Daftar Pustaka
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991/1992. Kurikulum Pendidikan Tenaga
Kependidikan Sekolah Menengah program S1, Buku I Ketentuan-Ketentuan
Pokok. Jakarta: Depdikbud.
. Kurikulum Pendidikan Tenaga Kependidikan Sekolah Menengah
Program S1, Buku II. Jakarta: Depdikbud.
. 1998. Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru (draft versi
20 Mei 1998). Jakarta: Depdikbud.
Mortensen, D. G. & Schumuller, A. M. , 1969. Guidance in today’s school.
New York: John Wiley & Son.
7
MODUL 2. KONSEP PROFESI KEGURUAN
2.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa memahami:
1) Pengertian dan syarat-syarat profesi, profesi keguruan , serta perkembangan
profesi keguruan di Indonesia.
2) Pengertian dan fungsi kode etik profesional, khususnya kode etik guru
Indonesia
3) Fungsi dan tujuan organisasi profesional keguruan PGRI
Dalam percakapan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau
profesional. Seseorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter; yang
lain mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek , atau ada pula sebagai pengacara,
guru, malah juga ada yang mengatakan profesinya pedagang, penyanyi, petinu,
penari, tukang koran, dan sebagainya. Para staf dan karyawan instansi militer dan
pemerintahan juga tidak henti-hentinya menyatakan akan meningkatkan
keprofesionalannya . Ini berarti bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi juga.
Kalau diamati dengan cermat bermacam-macam profesi yang disebutkan diatas,
belum dapat dilihat dengan jelas apa yang merupakan kriteria bagi suatu pekerjaan
sehingga dapat disebut suatu profesi itu. Kelihatannya, kriteriannya dapat bergerak
dari segi pendidikan formal yang diperlukan bagi seseorang untuk mendapatkan suatu
profesi, sampai kepada kemampuan yang dituntut seseorang dalam melakukan
tugasnya. Dokter dan arsitek harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan
menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang juga memakan waktu yang tidak
sedikit sebelum mereka diizinkan memangku jabatannya. Setelah memangku
jabatannya, mereka juga dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan mereka dengan tujuan meningkatkan kualitas layanannya kepada
khalayak.
Sementara itu, untuk menjadi pedagang atau petinju mungkin tidak
diperlukan pendidikan tinggi, malah pendidikan khusus sebelum memangku jabatan
itu pun tidak perlu , meskipun latihan, baik sebelum ataupun setelah menggauli
jabatan itu, tentu saja sangat diperlukan. Oleh sebab itu, , agar tidak menimbulkan
kerancuan dalam pembicaraan selanjutnya kita harus memperjelas pengertian profesi
itu.
Pada bab ini akan dibahas pengertian profesi, profesi keguruan, syarat-
syarat profesi keguruan, kode etik dan organisasi profesional keguruan. Hal ini amat
perlu diperhatikan mengingat jabatan guru dituntut untuk makin lama makin
meningkatkan keprofesionalannya, apalagi setelah keluarnya Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) RI No. 2/1989.
8
2.2. Penyajian
9
m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri
setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu meyakini dokter lebih tahu
tentang penyakit pasien yang dilayaninya).
n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila di banding dengan
jabatan lainnya).
Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas, Sanusi et al. (1991), mengutarakan ciri-
ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:
a) Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan
(crusial).
b) Jabatan yang menuntut keterampilan / keahlian tertentu.
c) Keterampilan /keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan
masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d) Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas,
sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekadar pendapat khalayak umum.
e) Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu
yang cukup lama.
f) Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan apikasi dan sosialisasi
nilai-nilai profesional itu sendiri.
g) Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu
berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h) Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement
terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i) Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas
dari campur tangan orang luar.
j) Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh
karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Bila kita bandingkan kriteria yang dipakai Sanusi et al. ini dengan kriteria Ornstein
dan Levine yang dibicarakan lebih dahulu, dapat kita simpulkan bahwa keduanya
hampir mirip , dan saling melengkapi, dan oleh karenanya dapat kita pakai sebagai
pedoman dalam pembicaraan selanjutnya.
Kalau kita pakai acuan ini maka jabatan pedagang, penyanyi, penari, serta tukang
koran yang disebut pada bagian pertama jelas bukan profesi. Tetapi yang akan kita
bicarakan selanjutnya adalah jabatan guru, apakah jabatan guru telah dapat disebut
sebagai profesi ?
11
Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan para
ahlinya, selalu berdebat dan berselisih, malahan kadang-kadang menimbulkan
pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan
baik ini adalah isi dari kurikulum pendidikan guru berbeda antara satu tempat dengan
tempat lainnya, walaupun telah mulai disamakan dengan menentukan topik-topik inti
yang wajib ada dalam kurikulum.
Banyak guru di sekolah menengah di perkirakan mengajar di luar dan bidang
ilmu yang cocok dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak
mendapatkan mayor dalam matematika sewaktu dia belajar dalam lembaga
pendidikan guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika.
Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam,
walaupun sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang
ini.
Apakah guru bidang ilmu pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku
pendidikan dan pelatihannya? sampai saat pendidikan guru banyak yang ditentukan
dari atas, ada yang waktu pendidikannya cukup dua tahun saja, ada yang perlu tiga
tahun atau harus empat tahun.
Untuk melangkah kepada jabatan profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang
cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru
harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama,
dan bukan didikte dengan kelompok yang berkepentingan, misalnya oleh lembaga
pendidikan guru atau kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan beserta jajarannya.
12
d. Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cendrung menunjukan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional,
sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan profesional, baik
yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit . Malahan pada saat
sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru
dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. (ingat
penyetaraan D-II untuk guru-guru SD, dan penyetaraan D-III untuk guru-guru SLTP,
baik melalui tatap muka di LPTK tertentu maupun lewat pendidikan jarak jauh yang
dikoordinasikan Universitas Terbuka. )
Dilihat dari kacamata ini, jelas kriteria keempat ini dapat dipenuhi bagi jabatan guru
di negara kita.
13
karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar
(Ornstein dan Levine, 1984).
Dokter dan pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara
kliennya membayar untuk itu, namun tak seorang pun tak mengharap bahwa orang
banyak atau klien akan menulis resep ataupun yang menulis kontrak. Bila klien ikut
mempengaruhi keputusan dari praktek dokter atau pengacara, maka hubungan
profesional-klien berakhir. Ini pada hakikatnya berarti mempertahankan klien dari
mengsa ketidaktahuannya, disamping itu jugamenjaga profesi dari penilaian yang
tidak rasional dari klien atau khalayak ramai.
Pete Blau dan W. Richard Scott (1965: 51-52) menulis:
“professional service . . . requires that the [professional] maintain independence of
judgement and not permit the clients’wishes as distinguished from their interests to
influence his decisions. ”
Para profesional harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat
penilaian, sebaliknya tidak demikian dengan klien, sebagaimana ditulis Blau dan
Scott,
“and the clients not qulified to evaluate the services he needs. ”profesional yang
membolehkan langganannya untuk mengatakan apa yang harus dia kerjakan akan
gagal dalam memberikan layanan yang optimal.
Bagaimana dengan guru ? Guru, sebagaimana sudah diutarakan juga diatas
sebaliknya membolehkan orang tua , kepala sekolah , pejabat kantor wilayah, atau
anggota masyarakat lainnya mengatakan apa yang harus dilakukan mereka. Otonomi
profesional tidak berarti bahwa tidak ada sama sekali kontrol terhadap profesional.
Sebaliknya, ini berarti bahwakontrol yang membutuhkan kompetensi teknis hanya
dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan profesional dalam
hal itu.
Kelihatannya untuk masa sekarang sesuai dengan kondisi yang ada di negara kita,
kriteria ini belum dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.
h. Jabatan yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Rapat
14
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat
mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan
guru telah memenuhi kriteria ini dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di
Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan
wadah seluruh guru mulai dari guru kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan atas,
dan adapula Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh
sarjana pendidikan. Disamping itu, juga telah ada kelompok guru mata pelajaran
sejenis, baik pada tingkat daerah maupun nasional, namun belum terkait secara baik
dengan PGRI. Harus dicarikan usaha yang sungguh-sungguh agar kelompok-
kelompok guru mata pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan, tetapi dirangkul kedalam
pangkuan PGRI sehingga merupakan jalinan yang amat rapi dari suatu profesi yang
biak.
Berdasarkan analisis ini tampaknya jabatan guru belum sepenuhnya dapat
dikategorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orang sependapat
bahwa guru hanya jabatan semi profesional atau profesi yang baru muncul (emerging
profession) karena belum semua ciri-ciri diatas yang dapat dipenuhi.
Menurut Amitai Etzioni (1969: p. V. ), guru adalah jabatan semi profesional
disebabkan oleh:
“. . . . . the training [of teachers] is shorters, their status less legitimated [low or
moderate], their right to privileged communications less established;theirs is less of
a specialized knowledge, and they have less autonomy from supervision or societal
control than’the professions’. . . . . ”
Selanjutnya Robert B. Howsam et al. (1976), menulis bahwa guru harus dilihat
sebagai profesi yang baru muncul, dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi
dari jabatan semi profesional, malahan mendekati status jabatan profesi penuh. Pada
saat sekarang, seperti telah dijelaskan juga di depan, sebagian orang cenderung
menyatakan guru sebagai suatu profesi, dan sebagian lagi tidak mengakuinya. Oleh
sebab itu, dapat dikatakan jabatan guru sebagian, tapi bukan seluruhnya, adalah
jabatan profesional namun sedang bergerak ke arah itu. Kita di Indonesia dapat
merasakan jalan ke arah itu mulai ditapaki, misalnya dengan adanya peraturan dari
materi pendidikan dan kebudayaan bahwa yang boleh menjadi guru hanya yang
mempunyai akta mengajar yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan tenaga
kependidikan (LPTK). Selain itu, juga guru diberi penghargaan oleh pemerintah
melalui keputusan Menpan No. 26 Tahun 1989, dengan memberikan tunjangan
fungsional sebagai pengajar, dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat yang
terbuka.
Setelah dibicarakan profesionalisasi secara panjang lebar, mungkin timbul
pertanyaan, untuk apa dibicarakan profesionalisasi dalam dunia kependidikan ? kalau
dipahami secara baik kriteria jabatan profesional yang telah dibicarakan diatas, maka
jelaslah bahwa jabatan profesional sangat memperhatikan layanan yang diberikan
kepada masyarakat. Oleh sebab itudalam rangka menjaga dan meningkatkan layanan
ini secara optimal serta menjaga agar masyarakat jangan sampai dirugikan oleh
orangorang yang tidak bertanggung jawab, tuntutan jabatan profesional harus sangat
tinggi.
15
Profesi kependidikan, khususnya profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani
masyarakat dalam dunia pendidikan. sejalan dengan alasan tesebut, jelas kiranya
bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala
daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan di
berikan kepada masyarakat. Lebih khusus lagi, Sanisi et al. (1991) mengajukan enam
asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan (dan bukan
dilakukan secara acak saja), yakni sebagai berikut:
1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan,
emosi, dan perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya;sementara
itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai
martabat menusia.
2. Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan,
maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai-
nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan
acuan para pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab
permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia
mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan
adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.
5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog
antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik
tumbuh ke arah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai
yang di junjung tinggi masyarakat.
6. Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan
manusia sebagai manusia yang baik (dimensi intrinsik), dengan misi
instrumental yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai
sesuatu.
2. 1. Penutup
17
1. Rangkuman
Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional,
pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara
lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu
yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan
dalam jabatan yang bersinambungan , merupakan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai
organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun
perkembangannya di tanah air menunjukan arah untuk terpenuhunya persyaratan
tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari
guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga , oleh
kebijaksanaan pemerintah.
2. Latihan
Daftar Pustaka
18
National Education Association, Division of Field Service . 1948 . The Yardstick of
a Profession. Dalam Institutes on Professional and Publik Relation .
Washington D. C:The Association.
Ornstein, Allan C. , dan Levine . Deniel U. . 1984 . An Introduction to the
Foundations of Education. . Third Edition . Boston: Houghton Mifflin
Company.
Sanusi, Achmad, et al. 1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional
Tenaga Kependidikan. Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett, T. M. , dan Huggett, Albert J. . 1963 . Professional Problems of
Teachers . Second Edition. New York: The Macmillan Company.
19
MODUL 3. KODE ETIK PROFESI KEGURUAN
3. 1. Pendahuluan
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa memahami:
1) Pengertian dan syarat-syarat profesi, profesi keguruan , serta perkembangan
profesi keguruan di Indonesia.
2) Pengertian dan fungsi kode etik profesional, khususnya kode etik guru
Indonesia
3) Fungsi dan tujuan organisasi profesional keguruan PGRI
Pada modul ini akan dibahas kode etik dan organisasi profesional keguruan.
Hal ini amat perlu diperhatikan mengingat jabatan guru dituntut untuk makin lama
makin meningkatkan keprofesionalannya, apalagi setelah keluarnya Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) RI No. 2/1989.
3.2. Penyajian
24
Dalam kaitannya dengan pengembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini
masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan
melakukan program-program penataran guru serta program peningkatan mutu
lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program atau kegiatan
yang berkaitan dengan perbaikan cara mengajar, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan guru, peningkatan kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah
tentang masalah-masalah profesional yang dihadapi oleh para guru dewasa ini.
Kebanyakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya
dilakukan bersamaan dengan kegiatan peringatan ulang tahun atau Kongres , baik di
pusat maupun di daerah (Sanusi et al. , 1991). Oleh sebab itu, peranan organisasi ini
dalam peningkatan mutu profesional keguruan belum begitu menonjol.
3.3. Penutup
1. Rangkuman
Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional,
pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara
lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh
ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan
latihan dalam jabatan yang bersinambungan , merupakan karier hidup dan
keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan
layanan, mempunyai organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang ditaati
oleh anggotanya.
25
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun
perkembangannya di tanah air menunjukan arah untuk terpenuhunya persyaratan
tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari
guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga , oleh
kebijaksanaan pemerintah.
2. Latihan
1. Menurut pendapat anda apakah kemudahan pindah dari satu profesi (misalnya
guru) ke profesi yang lain (misalnya pengacara) memperkukuh masing-
masing profesi atau sebaliknya ? Berikan alasan anda !
2. Diskusikan dengan beberapa teman anda peranan apa yang dapat dilakukan
oleh guru (misalnya gurua SMP atau guru SMA), baik secara perorangan
maupun secara berkelompok, dalam rangka meningkatkan mutu profesi
keguruan dan mutu organisasi profesional keguruan ?
3. Bila anda diminta pendapat tentang Kode Etik Guru Indonesia, bagaimana
menurut anda apakah kode etik itu terlalu mengikat guru atau malah
membantu mempertahankan profesi keguruan? Lengkapilah bahasa anda
dengan memperhatikan butir-butir kode etik tersebut !
Daftar Pustaka
4.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa di harapkan:
1) Memahami pengertian sikap professional guru
2) Memahami, menghayati, dan mengamati sikap profesionalnya, kelak bias menjadi
guru
Dalam bab ini dibicarakan pengertian sikap professional;sasaran sikap
professional terhadap peraturan perundang-undangan, organisasi profesi, teman
sejawat, anak didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan; serta bagaimana
pengembangan sikap professional itu harus di laksanakan.Seorang guru haharus
mengetahui bagaimana dia bersikap yang baik terhadap profesinya, dan bagaimana
seharusnya sikap profesi itu di kembangkan sehingga mutu pelayanan setiap anggota
kepada masyarakat makin lama makin meningkat.
4.2. Penyajian
1. Pengertian
Guru sebagai pendidik professional mempuyai citra yang baik di masyarakat
apbila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau
teladan masyarakat sekelilingnya.Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap
dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut di teladani atau
tidak.bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya,
memberi arahan dan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru
berpakaiaan dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-teman serta
anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun segala perilaku guru di perhatikan masyarakat, tetapi yang di
bicarakan dalam bagan ini adalah khusus perilaku guru yang behubungan dengan
profesinya. Hal ini berhubungsn dengan bagaimana pola tinkahlaku guru dalam
memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap
profesionalnya. Pola tinkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan di bicarakan
sesui dengan sasarannya, yakni sikap professional keguruan terhadap: (1) Peraturan
27
perundang-undagan, (2) Organisasi profesi, (3) Teman sejawat anak didik, (4)
Anak didik, (5) tempat kerja, dan (7) Pekerjaan.
Pada butir Sembilan Kode Etik Guru Indonesia di sebutkan bahwa: “Guru
melaksanakn segala kebijakanpemerintah dalam bidang pendidikan “ (PGRI 1973).
Kebijaksanaan pendidokan di Negara kita di pegang oleh pemerintah, dalam hal ini
oleh Departemen pendidikan dan kebudayaan. Dalam rangkah pembangunan
pendidikan di Indonesia, Departemen pendidikan da Kebudayaan mngeluarkan
ketentuan-ketentuandan peraturan-peraturan dan kebijaksanaan yang akan di
laksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan gedung-gedung
pendidikan, pemerataan kesemptan belajar antara laindengan melalui kewajiban
belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan mengiatkan
kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintahan tersebut biasanya
akan di tuagkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-
ketentuanpemerintah ini selanjutnya di jabarkn ke dalm program-program umum
pendidikan.
Guru merupakan unsure aparatur negra dan abdi Negara. Karena itu, gguru
mutlak mengetahui kebijaksanaan-kebijksanaan pemerintahan dlam bidang
pendidikan, sehingga dapat melaksakan ketentuan-ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan tersebut. Kebijasanaan pemeritahan dalam bidang pendidikan ialah
segalah peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang di keluarkan oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, mupun Dapertemen lain
dalam rangka pembinaan pendidikan di Negara kita. Sebagai contoh, peraturan
tentang (berlakunya) kurikulu sekolah tertentu, pembebasan sumbangan uang biaya
pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru, peyelengaraan evaluasi
belajar tanpa akhir (EBTA), dan lain sebagainya.
Untuk menjaga agar guru di Indonesai tetapmelaksanakn ketentuan-
ketentuanyang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode
Etik Guru mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar kesembilan dari
kode eti guru. Dasar ini juga menunjukan bahwa guru Indonesia harus tunduk dan
taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga
guru Indonesia tidak mendapat pengaruh negative dari pihak luar, yang ingin
memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan demikian, setiap guru
Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah.
Dalam bidang pendidikan ia harus taat pada kebijaksanaan dan peraturn, baik yang di
lakukan oeh Departeman lain yang berwewenang mengatur pendidikan, di pusat dan
di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan di
Indonesia.
B. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
28
Guru secara bersama-sama memilihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengapdian. Dasar ini menunjukaan kepada kita
betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wada dan sarana pendidikan,
PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan agar lebih brdaya guna dan
berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawah misi dan memantapkan profesi
guru. Keberhsilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran anggotanya,
rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan
suatu system, dimana unsure pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru
harus bertindak sesuai tujuan dan system. Ada hubungan timbale bslik sntara anggota
profesi degan organisasi,baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam
mendapat hak.
29
dapat juga di lakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan
ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
Usaha peningkatan dan peningkatan mutu profesi dapat di lakukan secara
perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga dapat di lakukan secara bersama.
Lamanya program peningkatan pembinaan itupun beragam sesui dengan yang di
perlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu profesi seorang guru dapat di
lakukan baik secara formal maupun informal. Peningkatan cara formal merupakan
peningkatan mutu melalui pendidikan dari berbagai khursus, sekolah, maupun
sekolah di prguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang
profesinya. Di samping itu, secara formel guru dapat meningkatkan mutu profesinya
dengan mendapatkn informasi dari mas media (surat kabar, majalah, radio, televise
dan lain-lain) atu dari buku-buku yang sesui dengan bidang profesi yang
bersangkutan.
Peningkatan mutu profesikeguruan dapat pula di rencanakan dan di lakukan
secara bersma atau berkelompok. Kegitan berkelompok ini dapat berupa penataran,
lokarynya, seminar, symposium, atau bahkan kulia di suatu lembaga pendidikan yang
di atur secara tersendiri. Misalnya program penyetaraan D-II guru-guru sekolah dasar,
dan program penyetaraan D-III guru-guru SLTP, adalah contoh-contoh kegiatan
berkelompok yang di atur tersendiri.
Kalau sekarang kita liat kebanyakan dari usaha peningkatan mutu profesi di
prakarsai dan dilakukan oleh pemerintah, maka di waktu mendatang diharapkan
organisasi profesila yang seharusnya melaksanakan dan merencanakannya, sesui
dengan fungsi peranan organisasi itu sendiri.
34
dilakukan, baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas(dalam
jabatan).
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabat, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperlikan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya
yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi
masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap
pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi
harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya dilembaga pendidikan guru.
Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, ketrampilan
dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada
dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai
hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika
selalu menuntut ketelitian dan kedisiplikan penggunaan aturan dan prosedur yang
telah dirtentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan
memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan,
sebagaimana halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4) yang diberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi.
2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila calon guru selesai
mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam
rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai
guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal
melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televise, radio, Koran, majalah
maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap professional keguruan.
4.3. Penutup
1. Rangkuman
Sebagai professional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan secara terus menerus. Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan
terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik,
tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan.
Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan
masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan. Dalam
bersikap guru harus selalu mengadakan pembaruan sesuai dengan tuntutan tugasnya.
2. Latihan
1. Jelaskan pengertian sikap profesi guru?
2. Apa sasaran sikap profesi guru menurut peraturan perundang-undangan?
35
3. Sebutkan salah satu organisasi profesi guru yang ada di daerahmu? Jelaskan !
4. Sikap seperti apa yang harus dimiliki seorang guru agar mampu mengimbangi
kepemimpinan dan pekerjaan? Diskusikan dalam kelompok!
5. Bagaimana seharusnya sikap profesi itu di kembangkan sehingga mutu
pelayanan setiap anggota kepada masyarakat makin lama makin meningkat?
Daftar Pustaka
Sanusi, Achmad, et al.1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional
Tenaga Kependidikan.Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett, T.M., dan Huggett, Albert J. 1963. Professional Problems of Teachers.
Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:
IPBI
36
MODUL 5. BIMBINGAN DAN KONSELING
5.1. Pendahuluan
2. Pengertian Konseling
Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Berikut beberapa
diantaranya :
a. Menurut James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976: 19a) :
Konseling adalah suatu ertalian timbal balik antara dua orang individu dimana
yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih
baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang
dihadapinya pada waktu itu dan pada wktu yang akan datang.
b. Menurut Bimo Walgito (1982: 11)
Menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu
dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-
cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai
kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapatlah dikatakan bahwa kegiatan
konseling itu mempuyai ciri-ciri sebagai berikut :
a) Pada umumnya dilaksanakan secara individual.
b) Pada umumnya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka.
c) Untuk pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli.
d) Tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi klien.
e) Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan
masalahnya dengan kemampuan sendiri.
38
Kegiatan bimbingan dan konseling tersebut berbeda dengan kegiatan
mengajar.
Perbedaan itu antara lain :
a) Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan pada kegiatan mengajar sudah
dirumuskan terlebih dahulu dan target pencapaian tujuan tersebut sama untuk
seluruh siswa dalam satu las atau satu tingkat.
Dalam kegiatan bimbingan dan konseling target pencapaian tujuan lebih
bersifat individual atau kelompok.
b) Pembicaraan dalam kegiatan mengajar lebih banyak diarahkan pada
pemberian informasi, atau pembuktian dalam suatu masalah, sedangkan
pembicaraan dalam konseling lebih ditujukan untuk memecahkan suatu
masalah yang dihadapi klien.
c) Dalam kegiatan mengajar, para siswanya belum tentu mempunyai masalah
yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, sedangkan dalam kegiatan
bimbingan dan konseling pada umunya klien telah/sedang menghadapi
masalah.
d) Untuk melaksanakan bimbingan dan konseling, bagi konselor dituntut suatu
keterampilan khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang guru/pengajar.
39
1) Mengatasi kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh hasil belajar
yang tinggi.
2) Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang
dilakukannya pada saat proses belajar-mengajar berlangsung dan dalam
hubungan sosial.
3) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan
jasmani.
4) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kelanjutan studi.
5) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan
pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
6) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial-
emosiaonal di sekolah yang bersumber dari sikap murid yang
bersangkutan terhadap dirinya sendiri, terhada lingkungan sekolah,
keluarga, dan lingkungan yang lebih luas.
Disamping tujuan-tujuan tersebut, Downing (1968) juga mengemukakan
bahwa tujuan layanan bimbingan di sekolah sebenarnya sama dengan pendidikan
terhadap diri sendiri, yaitu membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan sosial psikologis mereka, merealisasikan keinginannya, serta
mengembangkan kemampuan atau potensinya.
1. Bimbingan belajar
Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Bimbingan ini antara lain meliputi :
a) Cara belajar, baik secara kelompok maupun individual.
b) Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
c) Efisiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran.
40
d) Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran
tertentu.
e) Cara, proses, dan prosedur dalam mengikuti pelajaran.
Di samping itu, Winkel (1978) mengatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling
mempunyai peranan penting untuk membantu siswa, antara lain dalam hal :
a) Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang
terbuka bagi mereka, baik sekarang maupun yang akan datang.
b) Mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajarnya. Misalnya
masalah hubungan muda-mudi, masalah ekonomi, masalah hubungan
dengan orang tua/keluarga dan sebagainya.
2. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial ini bermaksud untuk membantu siswa dalam memecahkan dan
mengatasi kesulutan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial,
sehingga terciptalah suasana belajar yang kondusif. Menurut Abu Ahmad (1977)
bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk :
a) Memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
b) Membantu memperoleh persahabatan yang sesuai.
c) Membantu mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah
tertentu.
Di samping itu, Downing (1978) juga menyatakn bahwa bimbingan sosial juga
dimaksudkan agar siswa dapat melakukan penyesuaian diri terhadap teman
sebayanya baik di sekolah maupun di luar sekolah.
3. Bimbingan dalam Mengatasi Masalah-Masalah Pribadi
Bimbingan ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah-
masalah pribadi, yang dapat mengganggu kegiatan belajar siswa.Dalam kurikulum
SMA tahun 1975 buku III C tentang pedoman bimbingan dan penyuluhan
manyatakan bahwa ada beberapa masalah pribadi yang memerlukan bantuan
konseling, yaitu masalah-masalah akibat konflik antara :
a) Perkembangan intelektual dengan emosionalnya.
b) Bakat dengan aspirasi lingkungannya.
c) Kehendak siswa dengan orang tua atau lingkungannya.
d) Kepentingan siswa dengan orang tua atau lingkunagnnya.
e) Situasi sekolah dengan situasi lingkungannya.
f) Bakat dan pendidikan yang kurang bermutu dengan kelemahan
keengganan mengambil pilihan.
Masalah-masalah pribadi ini juga sering ditimbulkan oleh hubungan muda-mudi.
Selanjutnya juga dikemukakan oleh Downing (1968) bahwa layanan bimbungan di
sekolah sangat bermanfaat. Terutama dalam membantu :
a) Menciptakan suasana hubungan, sosial yang menyenangkan.
b) Menstimulasi siswa agar mereka meningkatkan partisipasinya dalam
kegiatan belajar mengajar.
c) Menciptakan atau mewujudkan pengalaman belajar yang lebih bermakna.
d) Meningkatkan motivasi belajar siswa.
41
e) Menciptakan dan menstimulasi timbulnya minat belajar.
1. Prinsip-Prinsip Umum
Dalam prinsip umum ini dikemukakan beberapa acuan umum yang mendasari
semua kegiatan bambingan dan konseling. Prinsip-prinsip umum ini antara lain.
a) Karena bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu,
perlu diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala
aspek kepribadian yang unik dan ruwet, sikap dan tingkah laku tersebut
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalamannya. Oleh karena itu,dalam pemberian
perlu dikaji kehidupan masa lalu klien,yang diperkirakan
mempengaruhi,timbulnya masalah tersebut.
42
b) Perlu dikenal dan dipahami karakteristik individual dari individual yang
dibimbing
c) Bimbingan diarahkan kepada bantuan yang diberikan supaya individu yang
bersangkutan mampu membantu atau menolong dirinya sendiri dalam
menghadapi kesulitan-kesulitannya.
d) Program bimbingan harus sesuai dengan pendidikan di sekolah yang
bersangkutan
e) Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang
dimiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerja sama dengan
para pemmbantunya serta dapat dan bersedia memergunakan sumber-sumber
yang berguna diluar sekolah.
f) Terhadap program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian secara teratur
untuk mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang diperoleh serta
persesuaian antara pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan terdahulu.
46
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan dapat berlangsung baik,
bilamana klien mau melaksanakan sendiri kegiatan yang telah di bahas dalam
layanan itu. Oleh karena itu, konselor hendaknya mampu memotivasi klien untuk
melaksanakan semua saran yang telah disampaikannya. Keberhasilan layanan
bimbingan dan konseling tidaklah terwujud dengan sendirinya,tetapi harus diusakan
oleh klien itu seendiri.
6. Asas kedinamisan
Arah layanan bimbingan dan konseling yaitu terwujudnya perubahan dalam
diri klien, yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Sesuai dengan sifat
keunikan manusia maka konselor harus memberikan layanan seirama dengan
perubahan-perubahan yang ada pada diri klien. Perubahan itu tidak hanya sekedar
berupa pengalaman-pengalaman yang bersifat menonton, melainkan perubahan
menuju pada sutu kemajuan.
7. Asas keterpaduan
Kepribadian klien merupakan suatu kesatuan dari berbagai macam aspek.
Dalam pemberian layanan kepada klien, hendaknya selalu di perhatikan aspek-
aspek kepribadian klien yang di arahkan untuk mencapai keharmonisan atau
keterpaduan. Bila tidak terwujud keterpaduan aspek-asek ini justru akan
menimbulkan masalah baru.
Disamping keterpaduan layanan yang di berikan, konselor juga harus
memperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan, jangan sampai
terjadi timbulnya keridak sersian atau pertentangan dengan aspek layanan lainnya.
8. Asas kenormatifan
Maksud dari asas ini ialah usaha layanan bimbingan dan konseling yang
dilakukuan itu hendaknya tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku,
sehingga tidak terjadi penolakan dari individu yang di bimbing. Baik penolakan
dalm prosesnya maupun saran-saran atau keputusan yaaang dibahas dalam
konseling.
9. Asas keahlian
Layanan bimbingan dan konseling adalah profesional, oleh karena itu tidak
mungkin dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak dididik dan dilatih atau
dipersiapkan untuk itu. Layanan konseling menuntut suatu keterampilan khusus.
Konselor harus benar-benar terlatih untuk itu, sehingga layanan tersebut benar-
benar profesional.
10. Asas alih tangan
Asas ini diartikan untuk menghindari terjadinya pemberian layanan yang tidak
tepat. Konselor bukanlah tenaga yang serba bisa dan serba tau, sehingga dalam
pemberian layanan ia perlu membatasi diri sesuai dengan keahliannya. Bila
ditemukan masalah-masalah klien tersebut di luar bidang keahliannya, maka
konselor hendaknya segera mengalihtangankan kepada ahli lain. Setia masalah
hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu.
11. Asas Tutu Wuri Handayani
Setelah klien mendapatkan layanan, hendaknya klien merasakan bahwa
layanan tersebut tidak hanya pada saat klien mengemukakan persoalannya. Di luar
47
layanan pun hendaknya makna bimbingan dan konseling tetap dapat dirasakan,
sehingga tercita hubungan yang harmonis antara konselor dan kliennya. Klien
hendaknya merasa terbantu dan merasa aman atas pemberian layanan itu. Dedalam
pemecahan masalah, konselor jangan dijadikan alat oleh klien tetapi klien sendirilah
yang harus membuat keputusan. Konselor sewaktu-waktu siap membnatunya bila
dalam pelaksanaannya, klien mengalami masalah atau benturan-benturan lagi.
5.3. Penutup
1. Rangkuman
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan. Hal
itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan
kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau
jantung hati dari kegiatan bimbingan. Ada pula yang mengatakan bahwa konseling
merupakan salah satu jenis layanan bimbingan.
Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Berikut beberapa
diantaranya :
2. Latihan
1. Apa Perbedaan bimbingan dan konseling?
2. Mengapa bimbingan dan konseling sangat penting bagi peserta didik?
3. Apakah semua peserta didik wajib mendapatkan materi ajar tentang bimbingan
dan konseling? Jelaskan beserta contohnya!
4. Jelaskan peran dari bombingan konseling di lingkungan sekolah?
5. Apa Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa?
49
Daftar Pustaka
Sanusi, Achmad, et al.1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional
Tenaga Kependidikan.Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett, T.M., dan Huggett, Albert J. 1963. Professional Problems of Teachers.
Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:
IPB
MODUL 6. PROGRAM BIMBINGAN DI SEKOLAH DAN PERANAN GURU
DALAM PELAKSANAANNYA
6.1. Pendahuluan
6.2. Penyajian
51
Melalui empat langkah tersebut diharapkan program bimbinhan itu dapat
terwujud dengan baik.
Di samping rumusan tentang langkah-langkah penyusunan program
bimbingan sebagai mana dikemukan itu, berikut ini dapat pula disajikan langkah-
langkah penyusunan program bi,bingan yang urutannya cukup sederhana, yaitu :
a) Mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan sekolah terutama yang ada
kaitannya dengan program bimbingan. Pada kegiatan ini dapat dilakukan
pertemuan-pertemuan dengan personel sekolah lainya gyna mendapatkan
masukan (imput) mengenai berbagai hal yang perlu ditangani oleh konselor.
b) Setelah data terkumpul perlu dilakukan penentuan urusan proiritas kegiatan
yang akan dilakukan, dan sekaligus menyusun konsep program bimbingan
yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kegiatan ini juga
ditentukan personelia yang akan melaksanakan program kegiatan tersubut dan
sarana dari kegiatan tersebut.
c) Konsep program bimbingan dibahas bersama kepala sekolah bila perlu
dengan mengundang para personel sekolah untuk memperoleh balikan guna
penyempurnaan program tersebut.
d) Penyempurnaan program bimbingan telah digahas bersama kepala sekolah.
e) Pelaksanaan program telah direncanakan.
f) Setelah program dilaksanakan, perlu ada evaluasi. Hal ini dimaksud utuk
mengetahui bila mana ada bagian-bagian yang tidak terlaksana dan
g) Dari hasil evaluasi tersebut, kemidian dilakukan penyempurnaan (revisi)
untuk program berikutnya.
Demikian seterusnya, sehingga terwujud program bimbingan yang lebih
sempurna. Terciptanya program bimbingan yang lebih baik telah merupakan sebagian
dari keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling itu sendri.
53
Berkenaan dengan penyusunan program di sekolah dasar, Gibson dan
Mitchell (1981) mengemukakan beberapa factor yang harus dipertimbangkan, seperti:
a) Kegiatan bimbingan di sekolah dasar hendaknya lebih menekankan pada
aktivitas-aktivitas belajar.
b) Di SD masih menggunakan sistem guru kelas sehingga seandainya ada anak
yang tidak disenangi guru, maka akan lebih fatal akibatnya.
c) Ada kecendrungan seorang anak bergantung pada teman sebaya.
d) Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak.
e) Masalah-masalah yang timbul di tingkat SD, tidak terlalu kompleks.
Dalam pelalsanaan konseling di sekolah perlu dilibatkan semua tenaga
pendidik yang ada, terutama dalam hal pembentukan sikap. Layanan bantuan lebih
banyak mengunakan jenis bimbingan kelompok, dan tenaga yang memgang kunci
dalam kegiatan bimbingan itu adalah guru kelas.
54
c) Pada usia ini mereka mulai membentuk kelompok sebaya [peer
group], maka program bimbingan hendaknya juga menangani
masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan sosial.
d) Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak
usia 12-15 tahun.
e) Bimbingan karier baik yang menyangkut pemahaman tentang dunia
pendidikan ataupun pekerjaan.
57
12. Mengadakan konsultasi dengan instansi-instansi yang berhubungan engan
program bimbingan dan konseling dan memimpin usaha survei dalam
masyarakat sekitar sekolah untuk mengetahui lapangan-lapangan kerja yang
terbuka.
13. Bersama guru membatu siswa memilih pengalarnan atau kegiatan-kegiatan
ko-kurikuler sesuai dengan minat, sifat, bakat, dan kebutuhannya.
14. Membantu guru rnenyusun pengalaman beiajar dan rnembuat penyesuaian
metode rnengajar yang sesuai dengan dan dapat memenuhi sifat masalah
masing-masing siswa.
15. Mengadakan penelaahan lanjutan teihadap siswa-siswa tamatan sekolahnya
dan terhadap siswa putus sekolah serta melakukan usaha penilaian iain yang
berhubungan dengan prograrn bimbingan secara tetap.
16. Mengadakan konsultasi dengan orang tua siswa dan mengadakan kunjungan
rumah (home visit).
17. Menyelenggarakan pembicaraan kasus (case conference).
18. Mengadakan wawancara latihan bagi para petugas bimbingan.
19. Menyelenggarakan program latihan bagi para petugas bimbingan.
20. melakukan alihtangan (referal) masalah siswa kepada lembaga atau ahii lain
yang lebih berwenang.
d. Guru/Pengajar
58
Guru merupakan personel sekolah yang memiliki kesempatan untuk bertatap muka
lebih banyak dengan siswa dibandingkan dengan personel sekolah lainnya. Oleh
sebab itu, peran dan tanggung jawab guru dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah juga sangat diharapkan. Adapun tugas dan tanggungjawab guru
dalam kegiatan ini adalah:
1. Turut serta aktif dalam membantu melaksanakan kegiatan prograrn bimbingan
dan konseling.
2. Menberikan informasi tentang siswa kepada staf bimbingan dan konseling.
3. Memberikan layanan instruksional (pengajaran).
4. Berpartisipasi dalarn pertemuan kasus.
5. Memberikan informasi kepada siswa.
6. Meneliti kesulitan dan kemajuan siswa.
7. Menilai hasil kemajuan belajar siswa
8. Mengadakan hubungan dengan orang tua siswa.
9. Bekerja sama dengan konselor mengumpulkan data siswa dalam usaha
mengindentifikasikan masalah yang dihadapi siswa.
10. Membantu memecahkan masalah siswa.
11. Mengirimkan (referral) masalah siswa yang tidak dapat diselesaikan kepada
konselor.
12. Mengidentifikasikan, menyalurkan, dan membina bakat.
e. Petugas Administrasi
Kebersihan kegiatan bimbingan dan konseling disekolah juga memerlukan
keterlibatan dari petugas administrasi di sekolah yang bersangkutan. Mengenai tugas
dan tanggungjawab petugas administrasi dalam kegiatan bimbingan dan konseling
adalah:
1. Mengisi kartu pribadi siswa.
2. Menyimpan catatan-catatan (record) dan data lainnya.
3. Menyelesaikan laporan dan pengumpulan data tentang siswa
4. Mengirim dan menerima surat panggilan dan surat pemberitahuan.
5. Menyiapkan alat-alat atau formulir-formulir pengumpulan data siswa, seperti
angket, observasi wawancara, riwyat hidup, sosiometri dan sosiogram,
kunjungan rumah, panggilan orang tua, pemerikasaan kesehatan, dan
pemerikasaan psikologis,
6.3. Penutup
1. Rangkuman
Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell
(1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang
memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu
dalam penyesuaian diri. Program bimbingan itu menyangkut dua faktor, yaitu:
(1) factor pelaksanaan atau orang yang memberikan bimbingan dan (2) faktor-
59
faktor yang berkaitan dengan [erlengkapan, metode, bentuk layanan siswa-
siswi, dan sebagainya, Yang mempunyai kaitan dengan kegiatan bimbingan.
Dalam penyusuna program bimbingan perlu ditempuh langkah- langkah yang
dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh.
Surya (1985) seperti berikut :
a) Tahap persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk
menginfentarisasi tujuan, kebutuhan dan kemepuan sekolah, serta
kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program
bimbingan. Kegiatan ini dimaksud untuk menentukan langkah awal
pelaksanaan program.
b) Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunuk
oleh pimpinan sekolah. Tuuan pertemuan ini untuk menyamakan
pemikiran tentang perlunya program bimbingan, serta merumuskan arah
program yang akan disusun.
c) Membentuk panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan.
Panitia ini bertugas untuk merumuskan program bimbingan yang akan
disusun, mempersiapkan berbagai organisasi dari program tersebut, dan
membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
d) Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas
mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan sistem
pencatatan, dan dan melatih para pelaksana program bimbingan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut.
Layana bimbingan dan konseling merupakan integral dari keseluruhan proses
pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling
di sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu:
kepala sekolah, guru-guru, wali kelas, dan petugas lainnya (Rochman
natawidjaja dan Moh. Surya, 1985). Pekerjaan konselor merupakan salah satu
dari pekerjaan profesional di sekolah (Gibson dan Mitchell, 1981).
2. Latihan
Daftar Pustaka
60
Stinnett, T.M., dan Huggett, Albert J. 1963. Professional Problems of Teachers.
Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:
IPBI.
7.1. Pendahuluan
Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan tanggung
jawab kepala sekolah. Program bimbingan di sekolah merupakan bagian yang
terintegrasi dengan seluruh kegiatan pendidikan. Dalam kurikulum SMA tahun 1975
buku III C dinyatakan bahwa kepala sekolah berperan langsung sebagai coordinator
bimbingan dan berwenang untuk menentukan garis kebijakan bimbingan, sedangkan
konselor merupakan pembantu kepala sekolah yang bertanggung jawab kepada
kepala sekolah.
7.2. Penyajian
Kepala BP3
Sekolah
S I S W A
61
Gambar 5.1. Bagan Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
(Kurikulum SMA, 1975, Buku IIIC)
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling meliputi beberapa aspek, yaitu: (1)
pengumpulan data, (2) pengklasifikasian, (3) pengdukumentasian, (4) penyimpanan,
(5) penyediaan data yang di perlukan, dan (6) penafsiran. Data yang perlu diproses
adalah data tentang keadaan siswa di sekolah yang meliputi: (a) kemampuan skolastik
(bakat khusus, hasil belajar, kepribadian, inteligensi, riwayat pendidikan), (b) cita-
cita, (c) hubungan sosial, (d) minat terhadap mata pelajaran, (e) kebiasaan belajar, (f)
kesehatan fisik, (g) perjaan orang tua, dan (h) keadaan keluarga.
Komponen ini terdiri dari: (1) pemberian orientasi kehidupan sekolah kepada
siswa baru. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan sekolah dan
lingkungannya, agar para siswa tidak mengalami kesulitan dalarn penyesuaian diri di
sekolah, (2) perrrberian informasi tentang program studi kepada siswa yang
dipandang memerlukannya. Hal ini dimaksudkan agar para siswa tidak salah pilih
dalarn rnenentukan program studi yang ada. Pilihan ini hendaknya sesuai dengan
kemampuan dan minatnya. Kegiatan ini sangat diperlukan bagi siswa di tingkat
SMTA, (3) pemberian informasi jabatan kepada siswa yang diperkirakan tidak dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan (4) pemberian informasi
pendidikan lanjutan.
d. Komponen Pelaksanaan
Pelaksanaan jenis kegiatan tersebut adalah konselor sekolah, konselor
bersama guru bidang studi dan juga kepala sekolah sesuai dengan fungsi dan
perannya masing-masing.
62
e. Komponen Metode/Alat
Alat yang dipakai untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan itu
dapat berupa: tes psikologis, tes hasil belajar, dokumen, angket, kartu pribadi,
brosur/poster, konseling, dan sebagainya. Ini sesuai dengan jenis data atau kegiatan
yang akan dikumpulkan/dilakukan.
Jadwal kegiatan layanan dapat dilakukan pada awal tahun ajaran, secara
periodik, bilamana perlu (insidental), akhir masa sekolah, awal Sernester atau waktu
lain tergantung dari jenis/macam kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan.
Data yang diperlukan dapat diperoleh dari siswa yang bersangkutan: guru,
orang tua teman-teman siswa sekolah masyarakat ataupun instansi. Hal ini tergantung
atas jenis data yang diperlukan.
Semua kegiatan itu dikoordinasikan oleh konselor dan dipertanggung
jawabkan kepada kepala sekolah.
Guru perlu mempunyai gambaran yang jelas tentang tugas-tugas yang harus
dilakukanny dalam kegiatan bimbingan. Kejelasan tugas ini dapat memotivasi guru
untuk berperan secara aktif dalam kegiatan bimbingan dan mereka merasa ikut
bertanggungjawab atas terlaksananya kegiatan itu. Sehubungan dengan itu Rochrnan
Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) rnenyatakan bahwa fungsi bimbingan dalam
proses belajar-nrengajar itu merupakan sarari satu kompetensi guru yang terpadu
dalam keseluruhan pribadinya.perwujudan kompetensi ini tampak dalam kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik siswa dan suasana belajarnya.
Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, misalnya guru yang
bersifat otorite akan menimbulkan suasana tegang, hubungan guru siswa menjadi
kaku, keterbukaan siswa untukmengemukakan kesulitan-kesulitan sehubungan
dengan pelajaran itu, guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan
belajar-mengajar. Sehubungan dengan itu Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya
63
(1985) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam proses
belajar-mengajar sesuai fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
a) Perlakuan terhada siswa didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai
individu, siswa memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta
mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
b) Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa.
c) Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati,
menyenangkan.
d) Pemahaman siswa secara empatik.
e) Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
f) Penampilan diri secara asli (genuine) tidak berpura-pura, di depan
siswa.
g) Kekonkretan dalam menyatakan diri.
h) Penerimaan siswa secara apa adanya.
i) Perlakuan terhadap siswa secara permissive.
j) Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh dan membantu
siswa untuk menyadari perasaannya itu.
k) Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan
siswa terjhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut
pengembangan siswa menjadi individu yangt lebih dewasa.
l) Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus.
Abu Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing dalam
melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut:
64
Disamping tugas-tugas tersebut guru juga dapat melakukan tugas-tugas
bimbingan dalam proses pembelajaran seperti berikut:
tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses beiajar-
mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan di luar kelas.
Tugas-tugas bimbingan itu antara lain:
a) Memberikan pengajaran perbaikan (remedial teaching)
b) Memberikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa
c) Melakukan kunjungan rurnah (home visit).
d) Menyelenggarakan kelompok belajar; yang bermanfaat untuk:
1. Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya, bagaimana
mengemukakan pendapatnya dan menerima pendapat dari teman lain.
2. Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran melalui belajar secara
kelompok.
3. Mengatasi kesulitan-kesulitan, tetutama dalarn hal pelajaran secara
bersama-sama.
4. Belajar hidup bersama.agar nantinya tidak canggung di dalam masyarakat
yang lebih luas.
5. Memupuk rasa kegotongroyongan
65
Beberapa contoh kegiatan tersebut memberikan bukti bahwa tugas guru dalam
kegiatan bimbingan sangat penting. Kegiatan bimbimngan tidak semata-mata tugas
konselor saja. Tanpa peran serta guru, pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah tidak dapat terwujud secara optimal. Gibson dan Mitchell (1981) menyatakan
bahwa guru mempunyai peranan yang besar dalam bimbingan dan konseling di
sekolah.
66
mungkin dapat rnemberikan semua bentuk layanan seperti memberikan pengajaran
perbaikan untuk bidang studi tertentu, dan sebagainya.
Di lain pihak guru juga rnempunyai beberapa keterbatasan. Menurut
Koestoer partowisastro (1982) keterbatasan-keterbatasan guru tersebut antara lain:
a. Guru tidak mungkin lagi rnenangani masalah-masalah yang bermacam-
macam, karena guru tidak terlatih melaksanakan semua tugas itu.
b. Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi
ditambah tugas yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macarn
masalah siswa.
Di dalam menangani kasus-kasus tertentu,konselor perlu menghadirkan guru
atau pihak-pihak terkait guna mernbicarakan pemecahan ahan masalah yang dihadapi
siswa.
Kegiatan semacam ini disebut dengan konferensi kasus (case conference).
Bila guru menemui masalah yang sudah berada di luar batas kewenangannya, guru
dapat mengalihtangankan masalah siswa tersebut kepada konselor.
kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang dilhksanakan di sekolah,
dikoordinasikan oleh konselor, dengan demikian pelaksanaan kegiatan bimbingan
oleh para guru tidak lepas begitu saja, tetapi dipantau oleh konselor.
7.3. Penutup
1. Rangkuman
Pengertian Program Bimbingan
Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell
(1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang
memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu
dalam penyesuaian diri. Program bimbingan itu menyangkut dua faktor, yaitu:
(1) factor pelaksanaan atau orang yang memberikan bimbingan dan (2) faktor-
faktor yang berkaitan dengan [erlengkapan, metode, bentuk layanan siswa-
siswi, dan sebagainya, Yang mempunyai kaitan dengan kegiatan bimbingan.
(Abu Ahmadi, 1977)
Dalam penyusuna program bimbingan perlu ditempuh langkah- langkah yang
dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh.
Surya (1985) seperti berikut :
a) Tahap persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk
menginfentarisasi tujuan, kebutuhan dan kemepuan sekolah, serta
kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program
bimbingan. Kegiatan ini dimaksud untuk menentukan langkah awal
pelaksanaan program.
b) Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunuk
oleh pimpinan sekolah. Tuuan pertemuan ini untuk menyamakan
67
pemikiran tentang perlunya program bimbingan, serta merumuskan arah
program yang akan disusun.
c) Membentuk panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan.
Panitia ini bertugas untuk merumuskan program bimbingan yang akan
disusun, mempersiapkan berbagai organisasi dari program tersebut, dan
membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
d) Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas
mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan sistem
pencatatan, dan dan melatih para pelaksana program bimbingan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut.
2. Latihan
1. Jelaskan pengertian program bimbingan menurut pendapat Hotch dan Costor
yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell? Jelaskan maknanya!
2. Berikanlah beberapa contoh kongkret mengenai program bimbingan yang di
bahas dalam modul ini?
3. Jelaskan langkah- langkah dalam penyusuna program bimbingan yang
dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh.
Surya?
Daftar Pustaka
68
MODUL 8. ADMINISTRASI PENDIDIKAN DALAM PROFESI KEGURUAN
8.1. Pendahuluan
Kajian tentang administrasi pendidikan secara mendalam bukan menjadi tujuan
penulisan buku ini, karena hal itu menyangkut masalah pembicaraan yang lebih
mendalam tentang pendekatan, objek, dan etika dalam ilmu itu.Oleh karena itu,
perlu dicari upayah pemahaman tentang pengertian administrasi pendidikan sesuai
dengan maksud penulisan buku ini.
Barangkali pengertian itu akan lebih mudah di pahami kalau kita mencoba
melukiskan administrasi pendidikan dari berbagai sudut pandang, dan mencoba
memahaminya dari sudut pandang itu.
Ibarat kita mempelajari manusia, salah satu cara yang dapat kita tempuh adalah
meninjaunya dari keadaan fisik manusia itu. Kita dapat melihat bagian-bagian
tubuhnya, struktur tulangnya, peredaran darahnya, susunan otot-ototnya atau
pencernaannya. Namun kita juga dapat meninjaunya dari reaksi psikisnya, hubungan
dengan kelompoknya atau dari tinjauan aspek kemanusiaan lainnya. Dengan
demikian, kita tidak perlu mendefinisikan manusian. Mendefinisikan apa itu
manusia ternyata sulit, meskipun kelihatannya mudah. Hal ini di sebabkan manusia
mempunyai dimensi yang sangat banyak, yang sukar disatukan ke dalam satu
definisi. Kalau misalnya kita mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang terdiri
dari kepala, perut, dua tangan, dua kaki, dan seterusnya, kemudian timbul
pernyataan apakah manusia yang mempunyai satu kaki dan satu tangan bukan
manusia, atau manusia yang berperilaku seperti binatang masih dapat kita sebut
manusia, meskipun organ tubuhnya lengkap. Sebagai akibatnya, akan muncul pula
berbagai pertanyaan lainnya, yang juga tidak mudah dijawab dan didefinisikan.
8.2. Penyajian
A. Pengertian dan Konsep Administrasi Pendidikan
Untuk memahami peranan administrasi pendidikan dalam sistem
pendidikan nasional,perlu dibahas :
1) Pengertian Administrasi Pendidikan
Administrasi pendidikan seringkali di salah artikan sebagai semata-mata
ketetausahaan pendidikan. Namun dari uraian berikut ini akan di ketahui
69
bahwa pengertian administrasi pendidikan sebenarnya adalah bukan sekedar
itu. Mendefinisikan administrasi pendidikan tidak begitu mudah, karena ia
menyangkut pengertian yang luas. Culbertson(1982),mengatakan bahwa
Schwab pada tahun enam puluhan telah mendiskusikan bagaimana
kompleksnya administrasi pendidikan sebagai ilmu. Ia memperkirakan ada
sekitar 50.000 masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
administrasi pendidikan. Angka ini ia perkirakan dari berbagai fenomena
yang ada kaitannya dengan administrasi pendidikan, seperti masyarakat,
sekolah guru, murid, orang tua, dan variable yang berhubungan dengan itu.
Ia menambahkan : That educational administration is complex is also
suggested by the fact that numerous disciplines, beside education , are seen
as relevant to the development of is knowledge bese. During the last few
decades strong cases have been made for advancing research on educational
administration by using social science disciplines as history, philosophy and
art; and such professional field as law, public administration, business
administration and administrative science (Culbertson, 1982)
Dengan menggunakan analogi itu, pengertian administrasi pendidikan
akan diterangkan dengan meninjaunya dari berbagai aspeknya.Administrasi
pendidikan dari berbagai aspek antara lain:
Pertama, administrasi pendidikan mempunyai pengertian kerja sama
untuk mencapai tujuan pendidikan. Seperti kita ketahui, tujuan pendidikan
itu merentang dari tujuan yang sederhana sampai dengan tujuan yang
kompleks, tergantung lingkup dan tingkat pengertian pendidikan yang di
maksud.
Tujuan pendidikan dalam satu jam pelajaran di kelas satu sekolah
menengah pertama, misalnya, lebih mudah dirumuskan dan dicapai
dibandingkan dengan tujuan pendidikan luar sekolah untuk orang dewasa,
atau tujuan pendidikan nasional. Jika tujuan itu kompleks, maka cara
mencapai tujuan itu juga kompleks, dan seringkali tujuan yang demikian itu
tidak dapat dicapai satu orang saja, tetapi harus melalui kerja sama dengan
orang lain, dengan segala aspek kerumitannya.
Pada tingkat sekolah, sebagai salah satu bentuk kerja sama dengan
pendidikan misalnya, terdapat tujuan sekolah, untuk mencapai tujuan
pendidikan di sekolah itu diperlukan kerja sama di antara semua personal
sekolah (guru, murid, kepala sekolah, staf tata usaha), dan orang di luar
sekolah yang ada kaitannya dengan sekolah (orang tua, kepala kantor
departemen P dan k, dokter puskesmas, dan lain-lain). Kerja sama dalam
menyelenggarakan sekolah harus dibina sehingga semua yang terlibat dalam
urusan sekolah tersebut memberikan sumbangannya secara maksimal. Kerja
sama untuk mencapai tujuan pendidikan dengan berbagai aspeknya ini dapat
dipandang sebagai administrasi pendidikan.
Kedua, administrasi pendidikan mengandung pengertian proses untuk
mencapai tujuan pendidikan. Proses ini di mulai dari perencanaan,
pengorganisasian,pengarahan,pemantauan,dan penilaian. Perencanaan
70
meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana
mencapainya, berapa lama, berapa orang yang ingin diperlukan, dan berapa
banyak biayanya. Perencanaan ini di buat sebelum suatu tindakan
dilaksanakan.
Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas kepada
orang yang terlibat dalam kerja sama pendidikan. Karena tugas-tugas ini
demikian banyak dan tidak dapat diselesaikan oleh satu orang, maka tugas-
tugas ini dibagi untuk dikerjakan masing-masing anggota organisasi.
Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang
telah dibagi itu tidak dikerjakan menurut kehendak yang mengerjakannya,
tetapi menuruti aturan sehingga menyumbang terhadap pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan atau disepakati. Tiap-tiap orang harus mengetahui
tugas-tugas masing-masing sehingga tumpang tindih yang tidak perlu dapat
dihindarkan. Disamping itu, dalam menjalankan tugas pendidikan,
pengaturan waktu merupakan hal yang penting. Ada kegiatan yang harus
didahulukan, ada yang harus dilakukan kemudian dan ada pula yang harus
dikerjakan secara bersama. Oleh karena proses ini dilakukan dengan kerja
sama, bentuk kerja sama ini diibaratkan seperti kerja sama yang terjadi jika
sekelompok orang bermain music dalam suatu konser.
Pengarahan diperlukan agar kegiatan yang dilakukan bersama itu tetap
melalui jalur yang telah di tetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang dapat
menimbulkan terjadinya pemborosan. Semua orang yang bekerja untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, harus harus tetap ingat
dan secara konsisten menuju tujuan itu. Kadang-kadang karena beberapa
factor, perumusan tujuan itu tidak jelas, sehingga cara mencapainya pun
tidak jelas. Dalam keadaan demikian, diperlukan pula adanya pengarahan.
Agar pengarahan ini sesuai dengan apa yang telah ditetapkan, diperlukan
pengarah yang mempunyai kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain agar mereka mau bekerja sebaik-baiknya
dalam mencapai tujuan bersama.
Disamping pengarahan, suatu kerja sama juga memerlukan proses
pemantauan (monitoring), yaitu suatu kegiatan untuk mengumpulkan data
dalam usaha mengetahui sudah sampai seberapa jauh kegiatan pendidikan
telah mencapai tujuannya, dan kesulitan apa yang ditemui dalam
pelaksanaan itu. Pemantauan dilakukan untuk mendapat bukti-bukti atau
data dalam menetapkan sekolah apakah tujuan tercapai atau tidak. Dengan
perkataan lain, kegiatan pemantauan atau monitoring adalah kegiatan untuk
mengumpulkan data tentang penyelenggaraan suatu prosen pencapaian
tujuan. Data ini dipakai untuk mengidentifikasikan apakah proses
pencapaian tujuan berjalan dengan baik, apakah ada penyimpangan dalam
kegiatan itu, serta kelemahan apa yang didapatkan dalam penyelenggaraan
kegiatan tersebut.
Proses kerja sama pendidikan itu akhirnya harus dinilai untuk melihat
apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai, dan kalau tidak apakah
71
hambatan-hambatannya. Penilaian ini dapat berupa penilaian proses kegiatan
atau penilaian hasil kegiatan.
Ketiga, administrasi pendidikan dapat dilihat dengan kerangka berpikir
sistem. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian dan
bagian-bagian itu berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah masukan
menjadi keluaran.
Proses belajar:
Guru
Kurikulum
Lingkungan
Murid
Sarana/prasarana
Organisasi sekolah
Mutu juga sangat tergantung kepada mutu guru, mutu sarana dan
prasarana, mutu dan iklim kerja sama antara guru dengan murid, guru
dengan guru, serta guru dengan kepala sekolah, sebagai masukan
instrumental. Kesemuanya ini menentukan kualitas proses belajar-mengajar,
yang pada gilirannya sangat menentukan kualitas lulusan. Hal tersebut dapat
diketahui dan berbagai hasil penelitian tentang unjuk kerja sekolah dan
murid.
Jika kita melihat administrasi pendidikan sebagai sistem, maka kita
berusaha melihat bagian-bagian sistem itu serta interaksinya satu sama
lain.Bagian-bagian itu sering juga disebut dengan komponen. Dengan
meninjau komponen-komponen tersebut serta hubungannya satu dengan
lainnya, diharapkan kita dapat menentukan kekurangan-kekurangannya,
72
sehingga dapat menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk
memperbaiki komponen itu atau mengembangkannya.
Keempat, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi
manajemen. Jika administrasi dilihat dari sudut ini, perhatian tertuju kepada
usaha untuk melihat apakah pemanfaatan sumber-sumber yang ada dalam
mencapai tujuan pendidikan sudah mencapai sasaran yang ditetapkan dan
apakah dalam pencapaian tujuan itu tidak terjadi pemborosan. Sumber yang
dimaksud dapat berupa sumber manusia, uang, sarana dan prasarana maupun
waktu. Upayah harus dicari dalam memanfaatkan secara baik. Buku paket
atau bantuan alat-alat seperti mikroskop di sekolah hanya menjadi panjangan
saja.
Kelima, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi
kepemimpinan. Administrasi pendidikan dilihat dari kepemimpinan
merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana kemampuan
administrasi pendidikan itu, apakah ia dapat melaksanakan tugas dalam
pencapaian tujuan pendidikan. Dengan perkataan lain, bagaimana ia
menggerakkan orang lain untuk bekerja lebih giat dengan mempengaruhi
dan mengawasi, bekerja bersama-sama, dan member contoh.
Keenam, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari proses
pengambilan keputusan. Kita tahu bahwa melakukan kerja sama dan
memimpin kegiatan sekelompok orang bukanlah pekerjaan yang mudah.
Setiap kali, administrator diharapkan kepada bermacam-macam masalah,
dan ia harus memecahkan masalah itu. Untuk memecahkan masalah tersebut
diperlukan kemampuan dalam mengambil keputusan, yaitu memilih
kemungkinan tindakan yang terbaik dari sejumlah kemungkinan-
kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan.Dalam melaksanakan tugasnya,
setiap saat guru harus mengambil keputusan yang terbaik bagi muridnya.
Karena mengambil keputusan selalu ada resikonya, maka guru harus
mempelajari bagaimana mengambil keputusan yang baik. Administrasi
pendidikan merupakan ilmu yang dapat menuntun pengambilan keputusan
pendidikan yang baik.
Ketujuh, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi
komunikasi. Komunikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai usaha
untuk membuat orang lain mengerti apa yang dimaksudkan orang lain
itu.Jika dalam kerja sama pendidikan tidak ada komunikasi, maka orang
yang bekerja sama itu saling tidak mengetahui apa yang dikerjakan. Bila hal
itu terjadi, sebenarnya kerja sama itu tidak ada oleh karena administrasi pun
tak ada.
Kedelapan, administrasi seringkali diartikan dalam pengertian yang
sempit yaitu kegiatan ketatausahaan yang intinya adalah kegiatan rutin catat-
mencatat, mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat menyurat
dengan segala aspeknya, serta mempersiapkan laporan. Pengertian yang
demikian tidak terlalu salah, karena setiap aspek kegiatan administrasi
dengan pengertian di atas, selalu memerlukan kegiatan pencatatan.
73
2) Konsep Administrasi Pendidikan
Untuk memahami konsep-konsep yang erat hubungannya dengan
administrasi pendidikan di sekolah kita perlu menelusuri konsep sistem
pendidikan nasional, dan sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional.
a. Sistem Pendidikan Nasional
Barangkali cara yang paling baik untuk memahami sistem pendidikan
nasional adalah dengan membaca definisi sistem pendidikan nasional dari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam penjelasan undang-undang tersebut,
dikemukakan bahwa sebutan sistem pendidikan nasional merupakan
perluasan dari pengertian sistem pengajaran nasional yang termaktub dalam
undang dasar Bab XIII, Pasal 31 Ayat 2. Perluasan ini memungkinkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tidak membatasi pada pengajaran,
melainkan meluas kepada masalah yang berhubungan dengan pembentukan
manusia Indonesia.
Sistem pendidikan nasional merupakan alat dan nasional.
Sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh,
dan terpadu.
Pengelolahan sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab
Menteri P dan K (UUSPN No. 2/89 Pasal 49).
8.3. Penutup
1. Pangkuman
Pengertian Administrasi Pendidikan
Administrasi pendidikan seringkali di salah artikan sebagai semata-mata
ketetausahaan pendidikan. Namun dari uraian berikut ini akan di ketahui bahwa
pengertian administrasi pendidikan sebenarnya adalah bukan sekedar itu.
Mendefinisikan administrasi pendidikan tidak begitu mudah, karena ia
menyangkut pengertian yang luas. Culbertson(1982),mengatakan bahwa Schwab
pada tahun enam puluhan telah mendiskusikan bagaimana kompleksnya
administrasi pendidikan sebagai ilmu.
Untuk memahami konsep-konsep yang erat hubungannya dengan administrasi
pendidikan di sekolah kita perlu menelusuri konsep sistem pendidikan nasional,
dan sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
a. Sistem Pendidikan Nasional.
74
b. Sekolah sebagai Bagian sistem Pendidikan Nasional
2. Latihan
1. Jelaskan pengertian dari administrasi pendidikan?
2. Sebut dan jelaskan komponen dalam administrasi pendidikan?
3. Apa peran administrasi pendidikan dalam ketuntasan belajar peserta didik?
4. Jelaskan konsep administrasi pendidikan menurut Sistem Pendidikan
Nasional?
5. Jelaskan konsep administrasi pendidikan menurut Sekolah sebagai Bagian
sistem Pendidikan Nasional?
Daftar Pustaka
Sanusi, Achmad, et al.1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional
Tenaga Kependidikan.Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett, T.M., dan Huggett, Albert J. 1963. Professional Problems of Teachers.
Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:
IPBI.
75
MODUL 9. FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
9.1. Pendahuluan
Paparan tentang fungsi administrasi pendidikan terutama dalam
konteks sekolah perlu dimulai dari tinjauan tentang tujuan pendidikan, dalam
hal ini tujuan sekolah menengah. Hal ini disebabkan oleh adanya prinsip
bahwa pada dasarnya kegiatan administrasi pendidikan dimaksudkan untuk
pencapaian pendidikan. Tujuan itu dicapai dari serangkaian usaha
(Longenecker, 1964 ). Oleh karena itu, fungsi administrasi pendidikan
dibicarakan sebagai serangkaian proses kerja sama untuk mencapai tujuan
pendidikan.
9.2. Penyajian
1. Tujuan Pendidikan Menengah
Tujuan pendidikan menengah perlu dibicarakan di sini karena alas an
sebagai berikut:
a.Tujuan pendidikan menengah merupakan jabaran dari tujuan
pendidikan nasional.
b.Tujuan pendidikan menengah merupakan titik berangkat administrasi
pendidikan pada jenjang sekolah menengah.
c.Tujuan pendidikan menengah itu juga merupakan tolak ukur
keberhasilan kegiatan administrasi pendidikan.
76
pendidikan menengah. Dalam peraturan pemerintah tersebut dinyatakan
bahwa tujuan pendidikan menengah adalah:
a. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan
pada jenjang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
b. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat
dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan
social, budaya, dan alam sekitarnya.
a) Di bidang pengetahuan:
1.Memiliki pengetahuan tentang agama dan atau kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2.Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan pemerintah
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
3.Memiliki pengetahuan yang fungsional tentang fakta dan kejadian
penting actual, baik local, regional, nasional maupun internasional.
4.Menguasai pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social, dan bahasa(khususnya
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ),serta menguasai pengetahuan
lanjutan yang cukup dalam satu atau beberapa dari bidang pengetahuan
tersebut diatas.
5.Memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis dan jenjang pekerjaan
yang ada di masyarakat serta syarat-syaratnya.
77
6.Memiliki pengetahuan tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi
nasional.
7.Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan, kesejahteraan
keluarga, dan kesehatan.
b) Di bidang keterampilan:
1.Menguasai cara belajar yang baik.
2.Memiliki keterampilan memecahkan masalah dengan sistematik.
3.Mampu membaca/memahami isi bacaan yang agak lanjut dalam bahasa
Indonesia dan bacaan sederhana dalam bahasa Inggris yang berguna
baginya.
4.Memiliki keterampilan mengadakan komunikasi social dengan orang
lain, lisan maupun tulisan, dan keterampilan mengekspresi diri sendiri,
lisan maupun tertulis.
5. Memiliki keterampilan olahraga dan kebiasaan olahraga.
6.Memiliki keterampilan sekurang-kurangnya dalam satu cabang
kesehatan.
7.Memiliki keterampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan segi
kesehatan.
8.Memiliki keterampilan dalam bidang kesejahteraan keluarga dan segi
kesehatan.
9.Menguasai sekurang-kurangnya satu jenis keterampilan untuk bekerja
sesuai dengan minat dan kebutuhan lingkungan.
a. Perencanaan
Perencanaan adalah pemilihan dari sejumlah alternative tentang
penetapan prosedur pencapaian, serta perkiraan sumber yang dapat
disediakan untuk mencapai tujuan tersebut. Yang dimaksud dengan sumber
meliputi sumber manusia, material, uang, dan waktu. Dalam perencanaan
kita mengenal beberapa tahap, yaitu:
Identifikasi masalah
Perumusan masalah
Penetapan tujuan
79
Identifikasi alternative
Pemilihan alternative
Elaborasi alternative
80
Menurut pendekatannya, perencanaan dapat dibedakan menjadi
perencanaan terpadu, yaitu perencanaan yang menyatukan semua sumber
dalam rangka mencapai tujuan serta melihat penggunaan sumber itu dalam
kaitannya dengan pengelolaan sekolah secara menyeluruh, dan perencanaan
tercerai, yaitu hanya melihat sumber secara terpisah-pisah untuk tujuan
tertentu. Di samping itu, juga dapat dibedakan antara perencanaan
berdasarkan program, yaitu yang didasarkan atas program yang dibuat secara
menyeluruh dan perencanaan tambal sulam, yaitu perencanaan yang dibuat
berdasarkan kecendrungan pengalaman sebelumnya, tanpa dilihat
kemungkinan perubahan, misalnya diperlukannya program baru atau
dihapuskannya program lama. Misalnya, dalam pengembangan kurikulum,
isi kurikulum dapat dirombak dan diganti yang baru atau hanya sekadar
ditambah di sana-sini pada bagian yang dianggap kurang.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian di sekolah dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
proses untuk memilih dan memilih orang-orang (guru dan personel sekolah
lainnya) serta mengalokasikan prasarana dan sarana untuk menunjung tugas
orang-orang itu dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Termasuk didalam
kegiatan pengorganisasian adalah penetapan tugas, tanggung jawab, dan
wewenang orang-orang tersebut serta mekanisme kerjanya sehingga dapat
menjadi tercapainya tujuan sekolah itu.
Ada beberapa hal pokok yang dapat dipedomani dan diperhatikan dalam
hubungannya dengan pengorganisasian ini. Seringkali orang menamakan hal
pokok tersebut sebagai prinsip. Siagian (1985), mengemukakan prinsip
pengorganisasian itu adalah:
a) Organisai itu mempunyai tujuan yang jelas.
b) Tujuan organisasi harus dipahami oleh setiap anggota organisasi.
c) Tujuan organisasi harus dapat diterima oleh setiap orang dalam
organisasi.
d) Adanya kesatuan arah dari berbagai bagian organisasi.
e) Adanya kesatuan perintah.
f) Adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab seseorang
dalam melaksanakan tugasnya.
g) Adanya pembagian tugas yang jelas.
h) Struktur organisasi permanen.
j) Adanya jaminan terhadap jabatan-jabatan dalam organisasi itu.
k) Adanya balas jasa yang setimpal yang diberikan kepada setiap anggota
organisasi.
81
i) Penempatan orang yang bekerja dalam organisasi itu hendaknya sesuai
dengan kemampuannya.
c. Pengarahan
Pengarahan diartikan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar apa yang
telah direncanakan dapat berjalan seperti yang dikehendaki. Suharsimi
Arikunto (1988) memberikan definisi pengarahan sebagai penjelasan,
petunjuk, serta pertimbangan dan bimbingan terhadap para petugas yang
terlibat, baik secara structural maupun fungsional agar pelaksanaan tugas
dapat berjalan dengan lancer.
d. Pengkoordinasian
Pengkoordinasian di sekolah diartikan sebagai usaha untuk
menyatupadukan kegiatan dari berbagai individu atau unit di sekolah agar
kegiatan mereka berjalan selaras dengan anggota atau unit lainnya dalam
usaha mencapai tujuan sekolah. Usaha pengkoordinasian dapat dilakukan
melalui berbagai cara, seperti:(a) melaksanakan penjelasan singkat, (b)
mengadakan rapat kerja,(c) memberikan petun juk pelaksanaan dan petunjuk
teknis, dan memberikan balikan tentang hasil suatu kegiatan.
e. Pembiayaan
Pembiayaan sekolah adalah kegiatan mendapatkan biaya serta mengalah
anggaran pendapatan atau belanja pendidikan menengah . Kegiatan ini
dimulai dari perencanaan biaya, usaha untuk mendapatkan dana yang
mendukung rencana itu, penggunaan, serta pengawasan penggunaan
anggaran tersebut.
f. Penilaian
Dalam waktu-waktu tertentu, sekolah pada umumnya atau anggota
organisasi sekolah seperti guru, kepala sekolah, dan murid pada khususnya
harus melakukan penilaian tentang seberapa jauh tujuan yang telah
ditetapkan tercapai, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan program yang
dilaksanakan. Secara lebih rinci maksud penilaian adalah: (a) memperoleh
82
dasar bagi pertimbangan apakah pada akhir suatu periode kerja pekerjaan
tersebut berhasil, (b) menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien, (c)
memperoleh fakta-fakta kesukaran-kesukaran dan untuk menghindarkan
situasi yang merusak,serta memajukan kesanggupan para guru dan orang tua
murid dalam mengembangkan organisasi sekolah.
Penilaian dapat dilakukan dengan mengadakan penilitian atau
pengamatan kegiatan-kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam lembaga
pendidikan.
Untuk memahami apa yang telah diuraikan secara lebih baik, secara
ringkas perlu ditegaskan hal-hal berikut:
a) Administrasi pendidikan menengah merupakan bentuk kerja sama
personel pendidikan menengah untuk mencapai tujuan pendidikan
menengah. Tujuan umum yang akan dicapai dalam kerja sama itu
adalah membentuk kepribadian murid sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional dan sesuai dengan tingkat perkembangannya pada usia
pendidikan menengah. Tujuan itu dapat dijabarkan ke dalam tujuan
antara: yaitu tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum, dan tujuan
instruksional khusus.
b) Administrasi pendidikan menengah merupakan suatu proses yang
merupakan daur penyelenggaraan pendidikan menengah, dimulai dari
perencanaan ,diikut oleh pengorganisasian ,pengarahan, pelaksanaan,
pemantauan, dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai
tujuannya.
c) Administrasi pendidikan menengah merupakan usaha untuk melakukan
manajemen sistem pendidikan menengah.
d) Administrasi pendidikan menengah merupakan kegiatan memimpin,
mengambil keputusan, serta komunikasi dalam organisasi sekolah
sebagai usaha untuk mencapai tujuan pendidikan menengah.
Bila diamati lebih lanjut ada beberapa hal penting yang menjadi cirri
organisasi sekolah, termasuk pendidikan menengah. Ciri itu adalah:
a) Adanya interaksi antara berbagai unsur sekolah. Interaksi itu mempunyai
tujuan, pola, dan aturan. Yang dimaksud dengan tujuan adalah sesuatu yang
ingin dicapai sekolah melalui kerja antar unsur itu. Misalnya, bagaimana
perbaikan proses belajar-mengajar dalam pelajaran matematika dapat
diperbaiki secara kontinu melalui kerja sama dalam kelompok guru sejenis.
Pola mengandung pengertian bentuk perilaku yang relative tetap, misaslnya
kelompok guru tersebut menetapkan untuk mengadakan diskusi setiap dua
minggu sekali. Sedangkan aturan norma tertentu dalam melaksanakan
interaksi itu. Misalnya jika ada dua guru yang tidak dating dalam pertemuan,
maka pertemuan dimaksud tidak dapat dilaksanakan.
Interaksi antara unsure di sekolah meliputi:
1. Interaksi yang ada di sekolah sendiri, yaitu antara kepala sekolah dan
guru, antara guru dengan guru, antara guru dengan karyawan, antara guru
dengan siswa, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan karyawan,
antara karyawan dengan karyawan.
2. Interaksi antar sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya, misalnya
antara sekolah dengan sekolah lain yang setingkat atau sekolah lain yang
mempunyai jenjang lebih tinggi, atau antara sekolah di bawah departemen
P dan K dengan sekolah lain di bawah Departemen Agama seperti
mandrasah.
3. Interaksi antara sekolah dengan lembaga nonkependidikan, seperti
interaksi antara pendidikan menengah dengan karangtaruna,
klompencapir, oraganisasi pemuda di kampong dan sebagainya.
4. Interaksi antar sekolah dengan masyarakat, misalnya interaksi sekolah
dengan orang tua, murid dengan pemerintahan kota, dengan kepolisian
dan sebagainya.
84
kegiatan itu menjadi empat kategori pokok, dan satu kategori pendukung
yang merupakan titik temu dari keempat kategori pokok.
1. Yang berhubungan langsung dengan pengajaran sekaligus langsung
dengan pengelolahan, yaitu: kurikulum, supervise
2. Yang berhubungan langsung dengan pengelolahan tetapi tidak langsung
dengan pengajaran, yaitu: kemuridan, keuangan, prasarana dan sarana,
kepegawaian, layanan khusus.
3. Yang tidak berhubungan langsung, baik dengan pengajaran maupun
dengan pengelolahan, yaitu: hubungan sekolah masyarakat, BP3.
4. Yang tidak langsung berhubungan dengan pengelolahan tetapi langsung
dengan pengajaran.
5. Kegiatan pendukung, yaitu pengelolahan ketata-usahaan, yang diperlukan
oleh semua kegiatan buir 1 sampai 4.
Telah disebutkan dalam Bab I bahwa tugas utama guru yaitu mengelola
proses belajar-mengajar dalam suatu lingkungan tertentu, yaitu sekolah.
Sekolah merupakan subsistem pendidikan nasional dan di samping sekolah,
sistem pendidikan nasional itu juga mempunyai komponen-komponen
lainnya. Guru harus memahami apa yang terjadi di lingkungan kerjanya.
Di sekolah guru berada dalam kegiatan administrasi sekolah. Sekolah
melaksanakan kegiatannya untuk menghasilkan lulusan yang jumlah serta
mutunya telah ditetapkan. Dalam lingkup administrasi sekolah itu peranan
guru amat penting. Dalam menetapkan kebijaksanaan dalam melakukan
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian,
pembiayaan dan penilaian kegiatan kurikulum, kesiswaan ,sarana dan
85
prasarana, personalia sekolah, keuangan dan hubungan sekolah-masyarakat,
guru harus aktif memberikan sumbangan, baik pikiran maupun tenaganya.
Administrasi sekolah adalah pekerjaan yang sifatnya kolaboratif, artinya
pekerjaan yang didasarkan atas kerja sama, dan bukan bersifat individual.
Oleh karena it, semua personel sekolah termasuk guru harus terlibat.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992, Pasal 20
disebutkan bahwa: “Tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk
bekerja sebagai pengelola satuan pendidikan dan pengawas pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dipilih dari kalangan guru”. Ini berarti,
bahwa selain peranannya untuk menyukseskan kegiatan administrasi di
sekolah, guru perlu secara sungguh-sungguh menimba pengalaman dalam
administrasi sekolah, jika karier yang di tempuhnya nanti adalah menjadi
pengawas, kepala sekolah atau pengelola satuan pendidikan yang lain.
9.3. Penutup
1. Pangkuman
Tujuan institusional sekolah menengah adalah tujuan yang dijabarkan dari tujuan
pendidikan nasional. Didalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2,disebutkan bahwa:
”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang-undang”. Undang-Undang Republik
Indonesia no 2 Tahun 1989,merupakan undang-undang yang dimaksud dalam
UUD 1945.
Di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 disebutkan bahwa tujuan nasional pendidikan
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat
jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta
mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
2. Latihan
86
Daftar Pustaka
87
MODUL 10. PERANAN GURU DALAM ADMINISTRASI SEKOLAH
MENENGAH
10.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat memahami
kegiatan administrasi pendidikan di sekolah yang meliputi administrasi; kurikulum,
kesiswaan, personel, prasarana dan sarana, keuangan, layanan khusus, dan hubungan
sekolah-masyarakat, serta peranan guru dalam kegiatan tersebut.
Guru merupakan salah satu pelaku dalam kegiatan sekolah. Oleh karena itu, ia
dituntut untuk mengenal tempat bekerjanya itu. Pemahaman tentang apa yang terjadi
di sekolah akan banyak membantu mereka memperlancar tugasnya sebagai pengelola
langsung proses belajar-mengajar. Guru perlu memahami faktor-faktor yang langsung
dan tidak langsung menunjang proses belajar-mengajar.
Bagi guru, pemahaman tentang administrasi pengembangan kurikulum akan
sangat membantu dalam menerjemahkan kurikulum menjadi pengalaman belajar
siswa; pemahaman tentang administrasi kesiswaan akan sangat membantu mereka
dalam menjalankan tugas memproses siswa tersebut menjadi lulusan yang bermutu
tinggi. Pemahaman tentang pengelolaan personal akan membantu upaya
pengembangan pribadi dan profesionalnya; pemahaman pengelolaan prasaran dan
sarana membantu memperluas wawasan tentang bagaimana ia dapat berperan dalam
merencanakan, menggunakan dan mengevaqluasi prasarana dan sarana yang ada
sehingga prasaran dan sarana tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal;
pemahaman tentang seluk-beluk administrasi kkeuangan membantu guru dalam
menetapkan prioritas pelaksanaan tugasnya, karena pada akhirnya dana untuk
menunjang kegiatannya juga terbatas; pemahaman tentang hubungan sekolah dan
masyarakat akan membantu guru dalam usaha mereka menjadikan sekolah bagian
yang tidak terpisahkan dari masyarakat, sehingga terjadi kerja sama yang baik
diantara keduanya.
10.2. Penyajian
Di bawah ini, akan diuraikan kegiatan administrasi pendidikan sekaligus
peranan guru dalam pelaksanaan administrasi pendidikan itu.
A. Administrasi Kurikulum
Kurikulum dalam suatu sistem pendidikan merupakan komponen yang
teramat penting. Dikatakan demikian karena kurikulum merupakan panutan
dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar (selanjutnya disingkat PPBM) di
sekolah.
Kualitas keluaran proses pendidikan antara lain ditentukan oleh kurikulum
dan efektivitas pelaksanaannya. Kurikulum itu harus sesuai dengan filsafat dan
cita-cita bangsa, perkembangan siswa, perkembangan ilmu dan teknologi, serta
88
kemajuan dab tuntutan masyarakat terhadap kualitas lulusan lembaga pendidikan
itu.
Kurikulum sekolah menengah merupakan seperangkat pengalaman belajar
yang dirancang untuk siswa sekolah menengah dalam usaha mencapai tujuan
pendidikan. Mengingat bahwa sekolah menengah merupakan lembaga pendidikan
yang bertanggung jawab dalam memberikan kemampuan siswa untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kurikulum ini harus
dipahami secara intensif oleh semua personel sekolah, terutama oleh kepala
sekolah dan guru. Pemahaman tentang konsep dasar tentang pengelolaan
kurikulum merupakan hal penting bagi guru. Teori dan praktek pengembangan
kurikulum yang dibicarakan dalam administrasi pendidikan, berkenaan dengan
pertanyaan bagaimana mengorganisasikan sumber-sumber yang ada di sekolah
sehingga pengembangan kurikulum itu dapat mencapai efektivitas daqqn efisiensi
yang tinggi.
Kurikulum dapat diartikan secara sempit atau luas. Dalam pengertian sempit,
kurikulum dapat diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang diberikan di
sekolah kepada siswa, selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah itu.dengan
pengertian luas ini berarti, segala usaha sekolah untuk memberikan pengalaman
belajar kepada siswa dalam usaha menghasilkan lulusan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif, tercakup dalam pengertian kurikulum. Undang-Undang
Nomor 2 tahun 1989, mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.
Dalam buku ini yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat bahan
pengalaman belajar siswa dengan segala pedoman pelaksanaannya yang tersusun
secara sistematik dan dipedomani oleh sekolah dalam kegiatan mendidik
siswanya.
Fungsi-fungsi kegiatan pengelolaan kurikulum pada dasarnya tidak berbeda
dengan fungsi-fungsi kegiatan pengelolaan pada umumnya. Fungsi itu terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian,pengkoordinasian dan pengawasan, serta
penilaian.
Perencanaan dalam pengembangan kurikulum sekolah menengah sebagian
besar telah dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan dan kebudayan di Tingkat
Pusat. Ini tidak berarti bahwa di tingkat kantor wilayah atau di tingkat sekolah,
tidak ada pengembangan kurikulum lebih lanjut.
Perencanaan kurikulum sekolah menengah oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan di Tingkat Pusat biaqsanya meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Penyusunan kurikulum dan kelengkapan pedoman yang terdiri atas:
a) Ketentuan-ketentuan pokok.
b) Garis-garis besar program pengajaran.
c) Pedoman pelaksanaan kurikulum
2) Pedoman-pedoman teknis pelaksanaan kurikulum lainnya, antara lain
pedoman penyusunan dan kalender pendidikan, pedoman penyusunan
89
program pengajaran, pedoman penyusunan satuan acara pengajaran,
pembagian tugas guru, dan penyusunan jadwal pelajaran.
Di dalam kurikulum SMA tahun 1984, misalnya, tercantum tiga
komponen pokok, yaitu: (1) program pengajaran yang meliputi program inti,
program khusus dan penelolaan program, (2) proses pelaksaan kurikulum
yang antara lain meliputi sistem belajar-mengajar, ekstrakulikuler, bimbingan
karier dan penilaian, dan (3) administrasi dan supervisi. Bagian ketiga ini
sangat sederhana dan tidak mencerminkan konsep administrasi dan supervisi
yang mencukup (adequate) untuk dipakai sebagai pedoman pelaksanaan
kurikulum. Terlepas dari bentuk serta kelengkapannya, suatu dokumen
kurikulum hendaknya meliputi pedoman untuk pelaksanaannya di lapangan.
Di dalam pelaksanaan kurikulum tugas guru adalah mengkaji kurikulum
tersebut melalui kegiatan perseorangan atau kelompok (dapat dengan sesama
guru di satu sekolah, dengan guru di sekolah lain atau dengan kepala sekolah
dan personel pendidikan lain seperti pengawas). Dengan demikian guru dan
kepala sekolah memahami kurikulum tersebut sebelum dilaksanakan.
Pelaksanaan yang dilakukan di tingkat kanwil terutama adalah
penyusunan rencana pelaksanaan kurikulum tersebut, seperti penyusunan
kalender pendidikan untuk setiap tahun ajaran, yang memuat antara lain: (a)
permulaan dan akhir tahun ajaran, (b) penerimaan siswa baru dan persiapan
tahun ajaran, (c) kegiatan pada hari-hari pertama masuk sekolah, (d) hari-hari
belajar efektif, (e) hari-hari libur, yaitu hari-hari libur umum, hari-hari libur
khusus, dan libur catur wulan, dan (f) Ulangan umum semesteran, evaluasi
belajar tahap akhir (EBTA)/ evaluasi belajar tahap akhir tingkat nasional
(Ebtanas), serta pengisian dan pembagian rapor.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum di sekolah antara lain
meliputi: (a) penyusunan kalender pendidikan untuk tingkat sekolah
berdasarkan kalender pendidikan yang disusun pada tingkat kanwil, dan (b)
penyusunan jadwal pelajaran untuk sekolah. Dalam penyusunan jadwal antara
lain perlu dperhatikan bahwa: mata pelajaran yang dianggap berat dan
memerlukan tenaga berpikir hendaknya diberikan pada pagi hari pada saat
siswa masih segar; kegiatan belajar-mengajar di suatu kelas hendaknya jangan
mengganggu kelas lain yang berdekatan. Di samping itu, guru perlu
memberikan selingan antara pelajaran yang memerlukan penalaran yang lebih
berat dengan pelajaran yang bersifat keterampilan serta memberikan waktu
istirahat setiap dua tiga jam pelajaran agar siswa tidak terlalu lelah.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum oleh guru antara lain juga
meliputi penyusunan program pengajaran catur wulan serta penyusunan
satuan acara pengajaran atau satuan pelajaran.
Seperti telah disinggung di muka, kurikulum sekolah yang
lengkap,termasuk kurikulum sekolah menengah, terdiri dari tujuan
instruksional, struktur program, garis-garis besar program pengajaran, dan
satuan acara pengajaran atau satuan pelajaran.
90
Di bawah ini akan dibicarakan komponen-komponen kurikulum sekolah
menengah.
a. Tujuan Institusional Skolah Menengah
Tujuan institusional pendidikan suatu sekolah dijabarkan dari tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional dan institusional sekolah
menengah telah diuraikan dalam bab VI.
b. Struktur Program Kurikulum Sekolah Menengah
Struktur program kurikulum sekolah menengah merupakan kerangka
umum program-program pengajaran yang diberikan pada setiap jenis dan
tingkat sekolah menengah. Struktur program kurikulum di sekolah
menengah umum tahun 1984, misalnya memuat: (a) program inti dan (b)
program khusus
1. Program Inti
Di dalam menjalankan program inti di SMU, misalnya disebutkan bahwa
susunan program inti terdiri atas 15 jenis mata pelajaran yang masing-
masing mempunyai jumlah bobot yang berbeda, sesuai dengan fungsinya
dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Bobot ini berkisar antara
empat sampai 18 jam pelajaran. Isi pelajaran dicantumkan dalam Garis-
Garis Besar Program Pengajaran(GBPP), yang terdiri dari materi esensial
dan materi yang dirancang guru untuk pengayaan. Pada dasarnya program
ini harus diikuti oleh semua siswa.
2. Program khusus
Program khusus terdiri dari program A dan program B. Program A terdiri
dari A1 (fisika), A2 (Biologi), A3 (Ilmu Sosial), dan A4 (Pengetahuan
Budaya). Program A ini dimulai pada semester ketiga. Program B
dikembangkan untuk memepersiapkan siswa terjun ke masyarakat. Oleh
karena itu bidang-bidangnya disesuaikan dengan bidang yang langsung
berkaitan dengan kehidupan masyarakat, sepertikehutanan, jasa,
kesejahteraan keluarga, dan sebagainya. Mata pelajaran dalam program b
terdiri dari mata pelajaran yang berfungsi sebagai dasar untuk
mengembangkan lebih lanjut kemampuan kejuruan dan mata pelajaran
kejuruannya sendiri. Program B ini juga dimulai pada semester ketiga.
Meskipun setiap kali kurikulum berubah, tetapi komponen-
komponennya kurang lebih sama saja. Guru harus secara saksama
mempelajari GBPP, petunjuk pelaksanaan kurikulum, menimbang mana
yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan karena keadaan tertentu, dan
memilih mana yang terbaik untuk tujuan pendidikan dan untuk
kepentingan siswa. Ini merupakan pengambilan keputusan yang harus
dilaksanakan guru secara profesional.
c. Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
GBPP adalah salah satu komponen dari perangkat kurikulum yang
merupakan pedoman bagi guru dalam meleksanakan tugasnya sehari-hari
dalam bidang pengajaran di sekolah. GBPP itu memberikan petunjuk bagi
91
setiap guru tentang bagaimana menyusun program-program pengajaran
dan penilaian serta bagaimana meleksanakan proses belejar-mengajar.
GBPP terdiri dari unsur-unsur: (1) tujuan kurikuler, (2) tujuan
instruksional umum, (3) bahan pengajaran (pokok bahasan, sub pokok
bahasan, dan uraian), (4) program (kelas, semester, alokasi, waktu), (5)
metode, (6) sarana/metode dan (7) penilaian.
Dari GBPP guru dapat menyusun program pengajaran per tahun,
program semester dan satuan pelajaran. Demikian juga guru dapat
menyusun program penilaian formatif dan sumatif semester atau akhir
tahun.
B. Pengembangan Kurikulum
Guru perlu mengetahui aspek-aspek yang berhubungan dengan
pengembangan kurikulum ini.
a. Prosedur Pembahasan Materi Kurikulum
Seperti telah disinggung di muka, di dalam UU No. 2 Tahun 1989
disebutkan bahwa pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan
didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang
disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan
pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena itu sekolah harus mengusahakan
agar materi kurikulum itu disesuaikan dengan kebutuhan tersebut melalui
berbagai kegiatan pembahasan. Kegiatan pembahasan dapat dilakukan
melalui diskusi kelompok guru bidang studi, semua guru, dan guru dengan
kepala sekolah. Di samping itu, juga dapat dimanfaatkan orang sumber dari
luar sekolah. Pembahasan dapat menggunakan teknik diskusi kelompok,
seminar, lokakarya, rapat-rapat periodik, seperti rapat mingguan, bulanan
atau semesteran.
b. Penambahan Mata pelajaran Sesuai dengan Lingkungsan sekolah
Sekolah dapat menambah kurikulum yang telah ditetapkan secara
nasional. Dasar penambahan ini diatur dalam Pasal 38 UU No.2 Tahun 1989.
Kurikulum dapat ditambah oleh sekolah dengan mata pelajaran yang sesuai
dengan kondisi lingkungan serta ciri khas satuan pendidikan yang
bersangkutan. Semua tambahan tersebut tidak mengurangi kurikulum yang
berlaku secara nasional dan tidak boleh menyimpang dari jiwa dan tujuan
pendidikan nasional.
Penambahan mata pelajaran tidak dapat dilakukan secara serampangan
tetapi harus memenuhi prosedur tertentu baik prosedur akademik dalam
penyusunan kurikulum maupun prosedur administratifnya. Hal ini mengingat
bahwa pilihan bahan ajar merupakan masalah yang kritis, karena tersedianya
banyak mata pelajaran yang dapat dipilih di satu pihak, dan terbatasnya
waktu belajar di pihak lain.
Prosedur penambahan mata pelajaran yang memenuhi prosedur akademik
dilakukan sebagai berikut:
92
1) Harus ada pengkajian secara berhati-hati tentang aspek filsafat, aspek
sosiologi atau kebutuhan masyarakat, serta kecocokannya dengan tingkat
perkembangan anak.
2) Harus memenuhi prinsip-prinsip pembinaan dan pengembangan kurikulum,
yaitu prinsip: (i) relevansi, maksudnya adalah adanya kesesuaian dengan
lingkungan baik lingkungan sosial, geografis maupun lingkungan keluarga,
(ii) prinsip efektivitas, yaitu sejauh mana penambahan mata pelajaran itu
menyumbang pencapaian tujuan sekolah, (iii) prinsip efisiensi, yaitu sampai
seberapa jauh sumber-sumber yang ada di lingkungan itu mendukung
pelaksanaan pelajaran itu, serta (iv) prinsip kontinuitas, yaitu apakah mata
pelajaran itu merupakan prasyarat untuk mata pelajaran lain atau dapat
dikembangkan lebih lanjut di tingkat yang lebih tinggi.
Karena penambahan mata pelajaran akan mengakibatkan berbagai
perubahan dalam berbagai aspek pengelolaan, penambahan itu harus
memenuhi persyaratan administratif, sebagai berikut:
1) Usul penambahan itu dapat datang dari berbagai pihak seperti siswa, guru,
kepala sekolah, anggota masyarakat, dan atau pengawas.
2) Usul itu dibicarakan di dalam rapat kelompok guru sejenis atau kelompok
kerja guru, dan kemudian dibicarakan dalam sidang dewan guru yang
dipimpin oleh kepala sekolah.
3) Untuk memberikan pertimbangan akademik tentang usul tersebut, dapat
diundang narasumber yang dianggap mampu memberikan masukan dan
pertimbangan apakah penambahan tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
4) Rapat dewan guru hendaknya memberikan tugas kepada tim kecil untuk
menyiapkan dokumen garis-garis besar program mata pelajaran itu untuk
dievaluasi dalam rapat dewan guru.
5) Jika rapat dewan guru telah menyetujuinya maka penambahan mata pelajaran
ini diusulkan kepada Kepala Bidang pada Kanwil Dep P dan K yang akan
meneruskan ke Kanwil Depdikbud setempat.
6) Ka Kanwil akan mengeluarkan persetujuan tentang penambahan mata
pelajaran.
C. Pelaksanaan Kurikulum
a. Penyusunan dan Pengembangan
Satuan Pengajaran (SP) adalah suatu bentuk persiapan mengajar secara
mendetail per pokok bahasan yang disusun secara sistematik berdasarkan
Garis-Garis Besar Program Pengajaran yang telah ada untuk suatu mata
pelajaran tertentu. Menurut buku Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum
Pendidikan Menengah Kejuruan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah, satuan pengajaran didefinisikan sebagai
94
unit terkecil program pengajaran yang merupakan satu kesatuan yang bulat
dan siap untuk diberikan di depan kelas dalam waktu tertentu.
Pengembangan SP ini dimulai dari pengembangan pengajaran dalam
satuan semester.
1) Pengertian Penyusunan Program Pengajaran Semester
Program pengajaran semester adalah rencana belajar-mengajar yang akan
dilaksanakan dalam satu semester dalam tahun ajaran tertentu. Pengajaran ini
merupakan pengembangan lebih lanjut GBPP masing-masing bidang studi.
2) Tujuan Penyusunan Program Pengajaran Semester
Tujuan penyusunan program pengajaran semester ini adalah:
a) Menjabarkan bahan pengajaran yang akan disajikan guru dalam proses
belajar-mengajar.
b) Mengarahkan tugas yang harus ditempuh oleh guru agar pengajaran dapat
terlaksana secara bertahap dengan tepat.
3) Fungsi Program Pengajaran semester
Fungsi program pengajaran semester adalah:
a) Sebagai pedoman penyelenggaraan pengajaran selama satu semester.
b) Sebagai bahan dalam pembinaan guru yang dilakukan oleh kepala sekolah
dan atau pengawas sekolah.
4) Langkah-Langkah Penyusunan Program Pengajaran Semester
Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan penyusunan program
pengajaran semester itu adalah sebagai berikut:
a) Mengelompokkan bahan pengajaran yang tercantum dalam Garis-Garis
Besar Program Pengajaran menjadi beberapa satuan bahasan.
Setiapsatuanbahasansebaiknyaterdiridaribahanpengajaran yang relevan.
b) Menghitung banyaknya satuan bahasan yang terdapat selama satu
semester.
c) Menghitung banyaknya minggu efektif sekolah selama satu semester
dangan melihat kalender pendidikan sekolah yang bersangkutan.
d) Mengalokasikan waktu yang dibutuhkan untuk setiap satuan bahasan
sesuai dengan hari efektif sekolah.
e) Mengatur pelaksanaan belajar-mengajar sesuai dengan banyaknya minggu
efektif sekolah yang tersedia berdasarkan kalender pendidikan.
b. Prosedur Penyusunan Satuan Pengajaran
Langkah-langkah yang ditempuh untuk membuat SP berdasarkan pokok-
pokok bahasan yang telah disebutkan dalam GBPP adalah:
1) Mengisi identitas mata pelajaran
2) Menjabarkan tujuan pokok bahasan (tujuan instruksional umum) menjadi
tujuan instruksional khusus (TIK) yang lebih rinci.
3) Menjabarkan materi pengajaran dari pokok bahasan atau sub-pokok bahas
sesuai dengan TIK.
4) Mengalokasikan waktu pengajaran.
5) Menetapkan langkah-langkah penyampaian secara lebih rinci.
95
6) Menetapkan prosedur memperoleh balikan, baik balikan formatif melalui
monitoring atau balikan sumatif melalui tes bagian itu.
7) Mengantisipasi perbaikan pengajaran.
c. Pengembangan Satuan Pengajaran
Karena perkembangan ilmu dan peningkatan kemampuan guru serta
perubahan kebutuhan siswa, maka SP yang sudah dibuat dan digunakan untuk
mengajar perlu dikembangkan lebih lanjut. Pengembangan ini dapat meliputi
penambahan, pengurangan, pengubahan dan penggantian. Oleh karena itu, guru
dan kepala sekolah disarankan untuk selalu melakukan titik ulang SP yang telah
dibuat itu. Titik ulang ini biasa dilakukan oleh guru secara individual, kelompok
guru di sekolah, kelompok guru antar sekolah maupun kelompok guru yang lebih
luas lagi. Jika diperlukan juga dapat menggunakan jasa konsultasi dari pakar-
pakar bidang studi atau pakar pendidikan. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan
secara berkala pada setiap akhir semester.
d. Penggunaan Satuan Pengajaran Bukan Buatan Guru Sendiri
Dalam hal satuan pelajaran tidak dibuat sendiri oleh guru (dibeli atau
dikopi dari SP yang dibuat teman atau orang lain) guru perlu melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) Melihat kembali GBPP dan mencocokkan kesesuaian komponen-komponen
dalam satuan pelajaran dengan komponen-komponen dalam GBPP.
2) Jika hal tersebut telah dilakukan dan tidak ada penyimpangan yang berarti
maka langkah selanjutnya adalah mencocokkan keajegan (konsistensi) antara:
(1) tujuan umum dengan tujuan instruksional khusus, (2) tujuan instruksional
khusus dengan bahan, metode dan teknik evaluasi serta sumber belejar.
3) Melakukan pertimbangan (judgment) apakah satuan pelajaran itu dapat
dilaksanakan di kelas sejauh berhubungan dengan kemampuan awal siswa,
fasilitas yang tersedia, dan factor pendukung yang lainnya.
4) Jika butir 3) belum memadai, maka guru harus melakukan penyesuaian
terhadap SP tersebut sehingga realistik dan dapat dilaksanakan. Proses
penyesuaian ini dapat berupa penambahan, pengurangan atau penggantian
dari komponen yang tidak sesuai. Hendaknya kegiatan semacam ini minimal
dilaporkan kepada kepala sekolah atau akan lebih baik lagi jika dikerjakan
atas supervise kepala sekolah. Sudah barang tentu bantuan teman sejawat,
pengawas atau pakar dari luar sekolah dapat dimanfaatkan untuk perbaikan SP
ini.
e. Pelaksanaan Proses Belajar-Mengajar
Aspek administrasi dari pelaksanaan proses belajar-mengajar adalah
pengalokasian dan pengaturan sumber-sumber yang ada di sekolah untuk
memungkinkan proses belajar-mengajar itu dapat dilakukan oleh guru seefektif
mungkin. Sering kali sumber tersebut sangat terbatas sehingga sangat mungkin
dipergunakan pula oleh kelas lain dalam waktu bersamaan. Jika hal ini terjadi
guru harus merealokasikan waktu atau tempat sehingga tidak mengganggu
program sekolah secara keseluruhan. Dalam hal ini kerja sama dan konsultasi
dengan kepala sekolah merupakan syarat yang harus dilakukan.
96
Di dalam melakukan proses belajar-mengajar, guru harus selalu waspada
terhadap gangguan yang mungkin terjadi karena kesalahan perencanaan fasilitas
serta sumber lain yang mendukung proses belajar-mengajar tersebut. Pertemuan-
pertemuan dengan guru lain atau kepala sekolah d itu dapat dipakai sebagai
wahana untuk menghindari kesalahan perencanaan, di samping untuk
meningkatkan, kemampuan professional guru itu sendiri. Peningkatan
kemampuan profesional ini dapat dilakukan dengan pertukaran informasi antara
guru bidang studi yang sejenis. Komunikasi dengan guru bidang studi lain
dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan mata pelajaran itu dengan mata
pelajaran selanjutnya. Di samping itu, juga untuk mendapatkan balikan tentang
bagian-bagian mana dari bahan belajaryang tidak atau sukar dikuasai oleh siswa.
Komunikasi dengan guru bidang studi dimaksudkan agar ada integrasi antara
mata-mata pelajaran yag diberikan guru bidang studi dengan guru bidang studi
lain. Aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proses belajar-mengajar ini
dibicarakan secara rinci dalam mata kuliah yang lain seperti belajar dan
pembelajaran, strategi belajar-mengajar, atau evaluasi pengajaran.
f. Penagaturan Ruang Belajar
untuk menciptaka suasana belajar yang aktif perlu diperhatikan
pengaturan ruang belajar dan perabot sekolah. Pengatursn tersebut hendaknya
memungkinkan siswa duduk berkelompok dan memungkinkan guru secara
leluasa membimbing dan membantu siswa dalam belajar.
Dalam pengaturan ruang belajar hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai
berikut: (1) bentuk dan luas ruangan kelas, (2) bentuk serta ukuran bangku atau
kursi dan meja siswa, (3) jumlah siswa pada tingkat kelas yang bersangkutan, (4)
jumlah siswa dalam tiap-tiap kelas, (5) jumlah kelompok dalam kelas, (6) jumlah
siswa dalam tiap kelompok, (7) kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.
Untuk memudahkan belajar berkelompok, penyususnan meja dan kursi di
dalam kelas harus sedemikian ruoa sengga guru dan siswa dapat bergerak secara
leluasa serta sewktu-waktu dapat melihat dengan jelas apa yang tertera di papan
tulis.
g. Kegiatan Kokurikuler dan Ekstrakurikuler
Ada tiga macam kegiatan kurikuler, yaitu kegiatan intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan sekolah dengan
penjatahan waktu sesuai dengan struktur program, seperti yang telah dibicarakan
pada bagian terdahulu. Pada bagian ini akan dibicarakan kegiatan kokurikuler dan
kegiatan ekstrakurikuler.
1) Kegiatan Kokurikuler
Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan yang erat kaitannya
denganpemerkayaan pelajaran. Kegiatan ini dilakukan di luar jam pelajaran
yang ditetapkan di dalam strukturprogram, dan dimaksudkan agar siswa lebih
mendalami dan memahami apa yang telah dipelajari dalam kegiatan
intrakurikuler. Kegiatan ini dapat berupa penugasan-penugasan atau pekerjaan
97
rumah yag merupakan penunjang kegiatan intrakurikuler. Untuk pelaksanaan
kegiatan kokurikuler ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a) Harus jelas hubungan antara pokok bahasab atau subpokok bahasan yang
diajarkan dengan tugas yang diberikan.
b) Tugas yang diberikan tidak menjadi beban yang berlebihan bagi siswa,
baik untuk beban fisik maupun psikis, karena di luar jangkauan dan
kemampuan siwa itu.
c) Pengadministrasian tugas yang diberikan kepada siswa harus tertib,
termasuk penilaian dan pemantauannya.
d) Penilaian terhadap hasil tugas siswa perorangan diperhitungkan sebagai
bahan dalam penghitungan nilai rapor semester.
2) Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa
(intrakurikuler) tidak erat terkait dengan pelajaran di sekolah. Program ini
dilakukan di sekolah atau di luar sekolah.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperluas pengetahuan siswa, menambah
keterampilan, mengenal hubungan antara berbagai mata pelajaran,
menyalurkan bakat, minat, menunjang pencapaian tujuan intrakurikuler, serta
melengkapi usaha pembinaan manusia Indonesia seutuhnya. Kegiatan ini
dilakukan secara berkala pada waktu-waktu tertentu.
Dalam melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler banyak hal yang harus
diperhatikan, di antaranya adalah: (a) materi kegiatan hendaknya dapat
memberi manfaat bagi penguasaan bahan ajar bagi siswa, (b) sejauh mungkin
tidak terlalu membebani siswa, (c) memanfaatkan potensi lingkungan, alam,
lingkungan budaya, kegiatan industri dan dunia usaha, dan (d)tidak
mengganggu tugas siswa juga guru.
Kegiatan ekstrakurikuler dapat berbentuk kegiatan individu atau kegiatan
kelompok. Kegiatan individu adalah untuk menyalurkan bakat siswa secara
perorangan di sekolah dan masyarakat. Contohnya beberapa kegiatan olah
raga, keterampilan, dan kesenian. Kegiatan kelompok adalah untuk
menamoung kebutuhan dan penyaluran minat bakat siswa secara bersama di
sekolah dan di masyarakat. Contohnya antara lain berkemah, pramuka,
pertandingan olah raga.
h. Evaluasi Hasil Belajar dan Program Pengajaran
Evaluasi hasil belajar merupakan tahapan penting dalam suatu kegiatan.
Di bawah ini diuraikan secara singkat dua jenis evaluasi, yaitu evaluasi hasil
belajar dan evaluasi program pengajaran.
98
a) Memberikan umpan balik kepada guru dan siswa dengan tujuan
memperbaiki cara belajar-mengajar, mengadakan perbaikan da pengayaan
bagi siswa, serta menempatkan siswa pada situasi belajar-mengajar yang
lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya.
b) Memberikan informasi kepada siwa tentang tingkat keberhasilannya
dalam belajar dengan tujuan untuk memperbaiki, mendalami atau
memperluas pelajarannya.
c) Menentukan nilai hasil belajar siswa yang antara lain dibutuhkan untuk
pemberian laporan kepada orang tuan, penentuan kenaikan kelas, dan
penentuan kelulusan siswa.
Hasil belajar untuk tiap semester dicantumkan dalam buku rapor. Buku rapor
ini sebaiknya diambil oleh orang tua siswa yang bersangkutan. Dengan
demikian guru mempunyai kesempatan untuk mengemukakan secara lisan
segala sesuatu yang terjadi pada diri siswa di sekolah.
2) Evaluasi Program Pengajaran
Evaluasi program merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program, serta faktor-
faktoryang mendukung atau menghambat keberhasilan terebut. Tingkat
keberhasilan program diukur dengan membandingkan hasil dengan target
yang dirumuskan dalam rencana. Hasl pembandingan ini menunjukkan
tingkat efektivitas program. Apabila, misalnya, guru menargetkan lima dari 40
orang siswa dapat memperoleh nilai 10, dan setelah ulangan hanya ada 2
orang saja yang memperoleh nilai 10, maka tingkat keberhasilannya hanya 2/5
× 100% yaitu 40%.
Di samping tingkat efektivitasnya, program juga dapat diukur dari tingkat
efisiensinya. Yang dimaksud dengan tingkat efisiensi adalah perbandingan
antara hasil dengan sumber yang dioergunakan. Jika dua orang siswa yang
mendapat nilai 10 itu memerlukan pelajaran tambahan empat jam sehari,
maka program guru itu dapat dikatakan kurang efisien jika dibandingkan
dengan program guru lain, yang dengan hasil yang sama, hanya memerlukan
tambahan mengajar empat jam seminggu.
Guru perlu mempelajari evaluasi program karena dua alasan. Pertama,
evaluasi program memberikan balikan tentang hasil kerjanya, sehingga
berdasrkan itu ia dapatmemperbaiki unjuk jerjanya; dan kedua, evaluasi program
merupakan bentuk pertanggungjawaban guru atas tugas yang dibebankan sekolah
dan masyarakat kepadanya.
Sasaran evaluasi program dapat diidentifikasika dengan model masukan-
proses-keluaran. Siswa yang mengikuti proses pendidikan dipandang sebagai
bahan mentah (masukan mentah) yang akan diolah melalui proses pengajaran.
Siswa ini memiliki karakteristik atau kekhususan sendiri-sendiri, yang nantinya
banyak mempengaruhi keberhasilan mereka dalam belajar. Di samping itu, ada
juga masukan lain yang juga berpengaruh dalam keberhasilan belajar siswa, yaitu
masukan instrumental dan masukan lingkungan. Termasuk masukan instrumental
adalah: guru,materi/kurikulum, metode mengajar dan sarana pendidikan (alat,
99
bahan dan media belajar) dan masukan lingkungan adalah antara lain teman
bermain, keluarga, dan kelompok masyarakat lainnya. Siswa yang sudah
melampaui proses transformasi, merupakan keluaran sekolah itu.
Tugas Latihan
1. Carilah kalender pendidikan yang disusun oleh Kanwil Depdikbud di daerah
Anda. Kemudian cari pula kalender pendidikan dari beberapa SLTA.
Periksalah kalender pendidikan SLTA tersebut dengan menggunakan kalender
pendidikan yang disusun Kanwil Depdikbud sebagai pedoman. Perbaikilah
kalender SLTA tersebut jika terdapat kesalahan. Kerjakan tugas ini secara
kelompok.
2. Buatlah program pengajaran untuk satu semester dari suatu bidang studi di
SLTA. Untuk menyusun program pengajaran ini, gunakanlah GBPP yang
berlaku, kalender pendidikan SLTA, serta ikutilah langkah-langkah
penyusunan program pengajaran yang telah anda pelajari.
3. Bersama dengan teman-teman Anda, daftarlah secara lebih rinci hal-hal yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, yang dapat dijadikan sasaran
evaluasi. Kelompokkan menurut aspek-aspek yag ada di dalam model
masukan-proses-keluaran.
4. Diskusikan dengan teman-teman Anda, bagaimana kita dapat memperoleh
data tentang aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Contoh: Untuk mengetahui kemampuan intelektual digunakan tes IQ atau
melalui pengamatan sehari-hari di kelas.
D. Administrasi Kesiswaan
Isi kegiatan kedua dalam administrasi pendidikan, adalah administrasi
kesiswaan.
Siswa merupakan salah satu sub-sistem yang penting dalam system
pengelolaan pendidikan di sekolah menengah. Administrasi kesiswaan
dilakukan agar transformasi siswa menjadi lulusan yang dikehendaki oleh
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, dapat berlangsung secara efektif dan
efisien. Administrasi kesiswaan merupakan proses pengurusan segala hal
yang berkaitan dengan seluruh siswa di suatu sekolah mulai dari perencanaan
penerimaan siswa, pembinaan selama siswa berada di sekolah, sampai dengan
siswa menamatkan pendidikannya melalui penciptaan suasana yang kondusif
terhadap berlabgsungnya proses belajar-mengajar yang efektif.
a. Kegiatan dalam Administrasi Kesiswaan
Kegiatan dalam administrasi kesiswaan dipilih menjadi tiga bagian besar,
yaitu kegiatan penerimaan siswa, pembinaan siswa dan penamatan program
siswa di sekolah.
1. Penerimaan Siswa
100
Penerimaan siswa adalah proses pencatatan dan layanan kepada siswa yag
baru masuk sekolah, setelah mereka memenuhi persyaratan-persyaratan yang
ditentukan oleh sekolah itu.
2. Pembinaan Siswa
Yang dimaksud dengan pembinaan siswa adalah pemberian layanan kepada
siswa di suatu lembaga pendidikan, baik di dalam maupun di luar jam
belajarnya di kelas. Pembinaan kepada siswa dilakukan dengan menciptakan
kondisi atau membuat siswa sadar akan tugas-tugas belajarnya. Beberapa hal
dapat dilakukan dalam rangka pembinaan siswa ini adalah: (1) memberikan
orientasi kepada siswa baru, (2) mengatur dan atau mencatat kehadiran siswa,
(3) mencatat prestasi dan kegiatan siswa, dan (4) mengatur disiplin siswa di
sekolah.
109
1) Wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan
Pemerintah.
2) Wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh
tanggung jawab.
3) Wajib menyimpan rahasia jabatan.
Hak pegawai negeri sipil adalah:
1) Berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung
jawabnya.
2) Berhak atas cuti.
3) Bagi mereka yang ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam dank arena
menjalankan tugas kewajibannya berhak memperoleh perawatan.
4) Bagi mereka yang menderita cacat jasmani atau cacat badab dalam dank arena
menjalanka tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi,
berhak memperoleh tunjangan.
5) Bagi mereka yag tewas, keluarganya berhak atas pensiun.
Pembinaan pegawai negeri sipil didasarkan atas system karier dan system
prestasi kerja. System karier adalah pembinaan pegawai negeri yang didasarkan
atas aturan bahwa pengangkatan pertama pegawai didasarka atas kecakapan yang
bersangkutan, sedang pengembangannya didasarkan pada masa kerja,
pengalaman, kesetiaan, pengabdian dan syarat objektif yang lain. System karier
dibedakan atas karier terbuka dan tertutup. System prestasi kerja adalah system di
mana pengangkatan seseorang dalam suatu jabatan didasarkan pada kecakapan
dan prestasi yang telah dicapai orang yang diangkat itu.
Pada bagian ini akan dibahas tentang: (1) pengangkatan menjadi pegawai
negeri sipil, (2) pengangkatan dalam pangkat pegawai negeri sipil, (3) penggajian
pegawai negeri sipil, (4) kenaikan gaji berkala, (5) kenaikan pangkat guru sekolah
menengah, (6) cuti pegawai negeri sipil, dan (7) Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP3).
1) Pengangkatan Menjadi Pegawai Negeri Sipil
Calon pegawai negeri sipil yang telah menjalankan masa percobaan
sekurang-kurangnya satu tahun atau paling lama dua tahundiangkat oleh pejabat
yang berwenang menjadi pegawai negeri sipil dalam pangkat tertentu menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila telah memenuhi syarat-
syarat:
a) Telah menunjukkan kesetiaan dan ketaatan penuh kepada Pancasila, UUD
1945, Negara dan Pemerintah.
b) Telah menunjukkan sikap dan budi pekerja yang baik.
c) Telah menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan tugas.
d) Telah memenuhi syarat-syarat kesehatan jasmani dan rohani untuk diangkat
menjadi pegawai negeri sipil.
e) Khusus bagi calon pegawai negeri sipil yang diangkat sesudah 1 April 1981
harus lulus dalam menempuh ujian latihan prajabatan.
110
Syarat-syarat yang dimaksud pada nomor a) sampai dengan nomor c) diatas
dinyatakan secara tertulis oleh atasan yang berwenang, dalam hal ini kepala
sekolah menengah sebagai pejabat penilai, dan atasan pejabt penilai (penilik
sekolah) dan dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
dengan nilai minimal 76 (baik). Syarat yang dimaksud pada nomor d)
dinyatakan dalam surat keterangan dokter penguji tersendiri yang ditunjuk
untuk itu.
2) Pengangkatan dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil
Pengangkatan pertma calon pegawai negeri sipil diatur oleh Peraturan
Pemerinta Nomor 6 Tahun 1976. Calon pegawai negeri yang telah memenuhi
persyaratan dapat diangkat dalam pangkat:
a) Juru Muda Golongan I/a, bagi mereka yang mempunyai STTB sekolah dasar.
b) Juru Muda Tingkat I Golongan ruang I/b, bagi mereka yang mempunyai
STTB sekolah menengah umum tingkat pertama atau sekolah menengah
kejuruan tingkat pertama 3 tahun.
c) Juru Golongan I/c, bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki STTB
sekolah menengah kejuruan tingkat pertama 4 tahun.
d) Pengatur Muda Golongan ruang II/a, bagi mereka yang sekurang-kurangnya
memiliki STTB sekolah menengah umum tingkat atas Diploma I, Akta I,
sekolah menengah kejuruan tingkat atas 3 tahun.
e) Pengatur Muda Tingkat I Golongan II/b, bagi mereka yang memiliki ijazah
Sarjana Muda, Diploma II, SGPLB, Diploma III, Akta II, Akademi.
f) Pengatur Golongan ruang II/c, bagi mereka yang memiliki Akta III.
g) Penata Muda Golongan ruang III/a, bagi mereka yang memiliki ijazah sarjana,
Pasca Sarjana, Spesialis I, Akta IV.
h) Penata Muda Tingkat I Golongan ruang II/b, bagi mereka yang memiliki
ijazah Dokter, Spesialis II, akta V.
Bagi guru sekolah menengah, pengangkatan pertama sebagai calon oegawai
negeri sipil, minimal Pengatur Muda Golongan ruang II/a.
Pangkat/jabatan guru dari yang terendah sampai tertinggi dengan golongan
ruang yang sesuai sebagai berikut:
(1) Guru Pratama Golongan ruang II/a
(2) Guru Pratama Tingkat I Golongan ruang II/b
(3) Guru Muda Golongan ruang II/c
(4) Guru Muda Tingkat I Golongan ruang II/d
(5) Guru Madya Golongan ruang III/a
(6) Guru Madya Tingkat I Golongan ruang III/b
(7) Guru Dewasa Golongan ruang III/c
(8) Guru Dewasa Tingkat I Golongan ruang III/d
(9) Guru Pembina Golongan ruang IV/a
(10) Guru Pembina Tingkat I Golongan ruang IV/b
(11) Guru Utama Golongan ruang IV/c
(12) Guru Utama Golongan ruang IV/d
3) Penggajian Pegawai Negeri Sipil
111
Gaji yang berlaku untuk pegawai negeri spil, sejak tanggal 1 April 1985
diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977dan Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1985. Besar atau kecilnya gaji seseorang ditentukan
oleh pangkat dan masa kerja yang dimiliki pegawa yang bersangkutan. Dasar
penghitungan gaji seorang pegawai negeri sipil yang diangkat dalam suatu
pangkat tertentu ditentukan oleh gaji pokoknya. Pegawai negeri sipil yang
diangkat dalam suatu pangkat tertentu diberikan gaji pokok berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 15 tahun 1985. Gaji pokok untuk calon pegawai negeri sipil
adalah 80% dari gaji pokok yang diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil.
Selain gaji pokok, kepada pegawai negeri sipil diberikan tunjangan-
tunjangan antara lain:
a) Tunjangan keluarga
Tunjangan keluarga ini terdiri atas: (a) tunjangan istri/suami sebesar 5% dari
gaji pokok. Bagi suami/istri yang kedua-duanya berkedudukan sebagai
pegawai negeri sipil, maka tunjanga hanya diberikan pada pegawai negeri
sipil yang mempunyai gaji pokok yang lebih besar, (b) tunjangan anak sebesar
2% untuk setiap anak. Tunjangan anak diberikan sebanyak-banyaknya untuk 3
anak.
b) Tunjangan Pangan
Tunjangan pangan berupa tunjangan seharga sepuluh kilogram untuk setiap
anggota untuk sebanyak lima orang.
c) Tunjangan Jabatan
Kepada pegawai negeri sipil yang menjabat jabatan tertentu diberikan
tunjangan jabatan. Jenis jabatan dan besarnya tunjangan jabatan ditentukan
dengan keputusan presiden. Tunjangan jabatan dapat berbentuk tunjangan
structural dan jabatan fungsional.
d) Tunjangan Lain-Lain
Tunjangan lain-lain diberikan sesuai dengan peraturan pemerintah.
4) Kenaikan Gaji Berkala
Guru sekolah menengah sebagai pegawai negeri sipil diberikan kenaikan
gaji berkala, apabila syarat-syarat sudah dipenuhi, yaitu:
a) Telah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan untuk kenaikan gaji
berkala.
b) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) dengan nilai rata-rata
sekurang-kurangnya cukup.
Pemberitahuan kenaikan gaji berkala dilakukan dengan surat pemberitahuan
kepala sekolah menengah yang bersangkutan atas nama pejabat yang
berwenang. Pemberitahuan kenaikan gaji berkala itu diterbitkan 2 (dua) bulan
sebelum kenaikan gaji berkala itu berlaku.
5) Kenaikan Pangkat Guru Sekolah Menengah
Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan pemerintah atas
pengabdian pegawai negeri sipil yang bersangkutan terhadap Negara. Kenaikan
pangkat ini ditetapkan pada tanggal 1 April dan 1 oktober tiap tahun.
112
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980, jenis kenaikan
pangkat pegawai negeri sipil sebagai berikut:
a) Kenaikan pangkat reguler
b) Kenaikan pangkat pilihan
c) Kenaikan pangkat istimewa
d) Kenaikan pangkat pengabdian
e) Kenaikan pangkat anumerta
f) Kenaikan pangkat dalam tugas belajar
g) Kenaikan pangkat selama menjadi pejabat Negara
h) Kenaikan pangkat selama dalam penugasan di luar instansi induk
i) Kenaikan pangkat selama menjalankan wajib militer
j) Kenaikan pangkat sebagai penyesuaian ijazah
k) Kenaikan pangkat pilihan
Kenaikan pangkat untuk jabatan guru, diatur dalam Keputusa Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 26/MENPAN/1989 tentang Angka
Kredit bagi Jabatan Guru dalam Lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 2 Mei 1989.
Dalam peraturan ini disebutkan bahwa guru dapat naik pangkat setelah
bidang kegiatan-kegiatannya dinilai dan sudah memenuhi syarat untuk naik
pangkat tertentu. Secara garis besar bidang kegiatan-kegiatan guru itu terdiri dari:
a) Pendidikan, yang meliputi: (1) mengikuti dan memperoleh ijazah pendidikan
formsl, (2) mengikuti dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan
Latihan (STTPL) kedinasan.
b) Proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan, yang meliputi: (1)
melaksanakan proses belajar-mengajar atau praktek atau melaksanakan proses
bimbingan dan penyuluhan, (2) melaksanakan tugas di daerah terpencil, dan
(3) melaksanakan tugas tertentu di sekolah.
c) Pengembangan profesi, yang meliputi: (1) melakukan kegiatan karya tulis
/karya ilmiah di bidang pendidikan, (2) membuat alat pelajaran/alat peraga,
(3) menciptakan karya seni, (4) menemukan teknologi tepat guna di bidang
pendidikan, dan (5) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
d) Penunjang proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan, yang
meliputi: (1) melaksanakan pengabdian pada masyarakat. Dan (2)
melaksanakan kegiatan pendukung pendidikan.
Besar angka kredit yang dibutuhkan untuk masing-masing guru yang akan
naik pangkat adalah berbeda. Jumlah angka kredit kumulatif minimal untuk
pengangkatan dan kenaikan pangkat/jabatan guru sebagai berikut:
(1) Guru Pratama 25 kredit
(2) Guru Pratama Tingkat I 40 kredit
(3) Guru Muda 60 kredit
(4) Guru Muda Tingkat I 80 kredit
(5) Guru Madya 100 kredit
(6) Guru Madya Tingkat I 150 kredit
(7) Guru Dewasa 200 kredit
113
(8) Guru Dewasa Tingkat I 300 kredit
(9) Guru Pembina 400 kredit
(10) Guru Pembina Tingkat I 550 kredit
(11) Guru Utama 850 kredit
(12) Guru Utama 1000 kredit
6) Cuti Pegawai Negeri Sipil
Cuti pegawai negeri sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1976. Jenis cuti pegawai negeri sipil adalah: (a) cuti tahunan, (b)cuti besar,
(c)cuti sakit, (d)cuti bersalin, (e) cuti karena alasan penting, dan (f) cuti di luar
taggungan Negara.
7) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1979. DP3 merupakan suatu daftar yang memuat hasil
penilaian pelaksanaan pekerjaan setiap pegawai selama satu tahun (mulai bulan
Januari sampai dengan Desember) yang dibuat oleh pejabat penilai.
Unsur-unsur yang dinilai dalam DP3 ini adalah: (a) kesetiaan, (b) prestasi
kerja, (c) tanggung jawab, (d) ketaatan, (e) kejujuran, (f) kerja sama, (g) prakarsa,
dan (h) kepemimpinan.
Pejabat penilai DP3 adalah atasan langsung pegawai negeri sipil yang
bersangkutan dengan ketentuan serendah-rendahnya kepala urusa, kecuali
ditentukan lain oleh Mendikbud. Pejabat penilai baru dapat melaksanakan tugasa
penilaian jika ia telah membawahi pegawai negeri sipil yang bersangkutan
sekurang-kurangnya enam bulan.
Pegawai negeri sipil yang dinilai dapat mengajukan keberatan disertai
alasan-alasannya atas penilaian pejabat penilai secara tertulis pada ruangan yang
telah disediakan dalam lembaran DP3 kepada atasan pejabat penilai sekurang-
kurangnya dalam waktu 14 hari setelah menerima lembaran DP3.
Nilai pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai
berikut:
(1) Amat baik = 91-100
(2) Baik = 76-90
(3) Cukup = 61-75
(4) Sedang = 51-60
(5) Kurang = kurang dari 50
d. Kesejahteraan Pegawai
Selain beberapa hak yang telah disebutkan di atas, pemerintah juga
mengusahakan beberapa hal untuk kesejahteraan pegawai negeri sipil, yaitu: (1)
taspen, (2) askes, dan (3) koperasi.
e. Pemindahan
Pegawai negeri sipil dimungkinkan pindah dari satu tempat ke tempat
lainnya karena alasan-alasan tertentu. Kepindahan ini dilakukan karena untuk
menjamin pelaksanaan tugas negara untuk menjamin kesejahteraan pegawai
negeri sipil yang bersangkutan.
Dilihat dari sudut sebab-sebabnya, pemindahan pegawai dapat dibagi atas:
114
(1) Pemindahan atas permintaan sendiri
(2) Pemindahan tidak atas kemauan sendiri
(3) Pemindahan atas kepentingan dinas
f. Pemberhentian
Pemberhentian pegawai negeri sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1979. Pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil maksudnya
adalah berakhirnya status seseorang dari status pegawai negeri sipil karena
alasan-alasan tertentu.
Pemberhentian pegawai negeri sipil dapat terjadi karena: (1) permintaan
sendiri, (2) mencapai batas usia pensiun, (3) adanya penyederhanaan organisasi,
(4) melakukan pelanggaran/tindak pidana penyelewengan, (5) tidak cakap
jasmani/rohani, (6) meninggalkan tugas, (7) meninggal dunia atau hilang, dan (8)
hal-hal lain.
g. Pensiun
Hak Pensiun pegawai negeri sipil diatur dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1969. Pensiun maksudnya adalah berhentinya seseorang yang telah selesai
menjalankan tugasnya sebagai pegawai negeri sipil karena telah mencapai batas
yang telah ditentukan atau karena menjalankan hak atas pensiunnya.
Batas usia seorang pegawai negeri sipil untuk mendapatkan pensiun adalah
56 tahun. Batas usia ini dapat diperpanjang menjadi: (1) 65 tahun bagi pegawi
negeri sipil yang memangku jabatan ahli peneliti dan peneliti, guru besar, lektor
kepala dan lektor, jabatan lainnya yang ditentukan presiden, (2) 60 tahun bagi
pegawai negeri sipil yang memangku jabatan eselon II, pengawas, guru sekolah
menengah sampai dengan SMTA (kepala sekolah dan pengawas), dan (3) 58
tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan sebagai hakim.
Tugas dan Latihan
1. Di dalam setiap lamaran pekerjaan diperlukan adanya syarat-syarat akademik
da administratif.
a) Jelaskan apa yang dimaksud dengan syarat-syarat akademik dan
administratif.
b) Sebutkan pula hal-hal apa yang termasuk ke dalam kedua persyaratan
tersebut.
2. Carilah contoh formulir Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang
berlaku di sekolah menengah. Kerjakan dalam kelompok bagaimana cara
pengisian nilai DP3 dengan menentukan indicator-indikato beserta bobotnya
masing-masing dari setiap aspek dalam DP3 tersebut.
3. Hitunglah berapa angka kredit yang telah dikumpulkan oleh seorang guru
sekolah menengah sejak 1 April 1990 dalam unsure proses belajar-mengajar.
Untuk kegiatan ini pedomani lampiran Keputusan Menpan Nomor
26/Menpa/1989, Tanggal 2 Mei 1989, tentang Angka Kredit bagi Jabatan
Guru.
4. Di dalam peraturan kepegawaian dinyatakan adanya dua jenis jabatan, yakni
jabatan structural dan jabatan fungsonal.
a) Jelaskan perbedaan antara jabatan structural dan jabatan fungsional!
115
b) Di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan jabatan apa saja
yang termasuk jabatan fungsional dan jabatan structural (masing-masng
lima buah)?
5. Setiap pegawai negeri sipil yang telah memenuhi persyaratan dapat
memperoleh hak pensiun. Jelaskan syarat-syarat seorang pegawai negeri spil
dapat memperoleh hak pensiun ditinjau dari:
a) Batas usia pensiun
b) Karena sebab-sebab lain
G. Administrasi Keuangan Sekolah Menengah
Dalam suatu lembaga pendidikan, biaya pendidikan merupakan salah satu
komponen penunjag yang penting yang sifatnya melengkapi akan tetapi tidak
dapat ditinggalkan. Dalam kondisi yang sangat terpaksa, pendidikan masih akan
dapat berlangsung tanpa adanya biaya. Akan tetapi, setiap usaha peningkatan
kualitas pendidikan selalu mempunyai akibat keuangan.
Penanggung jawab administrasi biaya pendidikan adalah kepala sekolah.
Namun demikian, guru diharapkan ikut berperan dalam administrasi biaya
pendidikan di sekolah. Keterlibatan guru dalam administrasi biaya ini meskipun
menambah beban mereka tetapi juga memberikan kesempatan untuk mereka ikut
serta mengarahkan pembiayaan bagi perbaikan proses belajar-mengajar.
Administrasi keuangan meliputi kegiatan prerencanaan, penggunaan,
pencatatan, pelaporan, dan penanggungjawaban dana yang dialokasikanuntuk
penyelenggaraan sekolah. Tujuan administrasi ini adalah untuk mewujudkan
suatu tertib administrasi keuangan, sehingga pengurusannya dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam administrasi keuangan ada pemisahan tugas dan fungsi antara
otorisator, ordonator, dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi
wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan atau
pengeluaran uang. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan
pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan
berdasarkan otoritas yang ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang
berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau
surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang dan diwajibkan
membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala sekolah menengah sebagai pemimpin satuan kerja berfungsi sebagai
otorisator untuk memerintahkan pembayaran. Bendaharawan sekolah menengah
ditugasi untuk melakukan fungsi ordonator dalam menguji hak atas pembayaran.
Kepala sekolah menengah wajib melakukan pengawasan dalam penggunaan
dana. Oleh sebab itu, kepala sekolah menengah tidak boleh melaksanakan fungsi
bendaharawan.
Keuangan sekolah menengah dapat diperoleh dari dana Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), bantuan (jika ada) dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta bantuan masyarakat. Dana APBN
terdiri dari dana rutin dan dana pembangunan. Dana APBD dapat berasal dari
Pemerintah Tingkat I atau Tingkat II. Dana dari masyarakat diperoleh dari dana
116
yang dikumpulkan oleh Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3),
serta bantuan masyarakat lainnya.
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
APBN adalah anggaran yang diatur dan diadministrasikan oleh pemerintah
pusat. Pada dasarnya administrasi dana ini adalah tanggung jawab presiden.
Namun demikian presiden mendelegasikan tugas tersebut kepada menteri
keuangan, dan menteri keuangan mendelegasikan administrasi keuangan tertentu
kepada pejabat yang lebih rendah, demikian seterusnya. Di sekolah tanggung
jawab ini berada di tangan kepala sekolah.
APBN terdiri atas dua jenis anggaran, yaitu anggaran rutin dan anggaran
pembangunan. Sekolah tidak secara langsung mendapatkan anggaran
pembangunan, jadi tidak akan dibicarakab dalam tulisan ini.
Anggaran rutin adalah dana APBN yag diperuntukkan bagi kegiatan rutin.
Kegiatan rutin ini adalah kegiatan yang berlangsung setiap tahun, seperti gaji,
biaya kantor, biaya telepon, biaya pemeliharaan gedung, dan sebagainya.
Untuk memudahkan pengaturan, anggaran rutin dibagi menjadi mata
anggaran-mata anggaran. Mata anggara adalah klasifikasi anggaran untuk
membiayai satu kegiatan tertentu. Penggunaan anggaran harus disesuaikan
dengan jumlah dan jenis pengeluaran yang ditentukan secara tetap oleh
pemerintah.
Cara mengajukan anggaran rutin dilakukan melalui pengisian Usulan
Kegiatan OPerasional Rutin (UKOR). Yang menjadi bahan utama dalam
penyusunan UKOR ialah program tahunan sekolah yag terinci. UKOR yang telah
disahkan oleh pemerintah akan menjadi DIK (Daftar Isian Kegiatan) yang berlaku
sebagai SKO.
b. Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3)
Satu komponen yang membantu pembiayaan pendidikan di sekolah
menengah, yaitu Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3). BP3 ini
diharapkan selalu siap membantu sekolah dalam menyelenggarakan program-
program sekolah.
c. Subsidi/Bantuan Pembiayaan Penyelenggaraan Sekolah Menengah Negeri
Untuk pembiayaan penyelenggaraan dan pembinaan sekolah menengah
negeri oleh pemerintah daerah kadang-kadang diberikan bantuan. Bantuan itu
dapat digunakan untuk: (a) pelaksanaan pelajaran sekolah, (b) tata usaha sekolah,
(c) pemeliharaan sekolah (d) kesejahteraan pegawai sekolah, (e) porseni sekolah,
(f) pengadaan buku laporan pendidikan (rapor), (g) Surat Tanda Tamat Belajar
(STTB) serta daftar nilai Ebtanas Murni, (h) supervise, (i) pembinaan administrasi
dan pelaporan, dan (j) pendataan.
Pembukaan dan bantuan dilakukan oleh bendaharawan yang mengelola
dana tersebut dan dibukukan dalam buku kas umum dan buku kas pembantu
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pembukuan dana bantuan di sekolah
menengah negeri diatur sebagai berikut:
117
a) Kepala sekolah menengah negeri adalah administrator dana bantuan di
sekolah menengah negeri dan untuk itu kepala sekolah diwajibkan membuat
suatu pembukuan yang ditutup pada setiap akhir bulan.
b) Pembukuan dibuat dalam bentuk buku kas.
Kepala sekolah menengah selaku administrator dan bantuan diwajibkan
membuat surat pertanggungjawaban (SPJ), dengan dilampiri bukti-bukti
pengeluaran yang sah.
Sekolah menengah sebagai suatu unit pelaksana teknis mempunyai berbagai
program yang didukung oleh berbagai anggaran. Ada program yang didukung
oleh anggaran rutin dan ada pula program yang didukung oleh dana dari BP3.
Tugas dan Latihan
Kerjakan dan diskusikanlah tugas-tugas berikut dalam kelompok!
1. Kunjungilah sebuah sekolah menengah yabg dekat dengan tempat tinggal
Anda. Kumpulkan informasi yang diperlukandan susunlah anggaran dan
pendapatan belanja sekolah menengah itu untuk satu tahun anggaran.
Komponen-komponen yang direncanakan adalah pelaksanaan pelajaran
sekolah, tata usaha sekolah, pemeliharaan sekolah, kesejahteraan pegawai
sekolah, porseni sekolah, pengadaan buku rapor, penyelenggaraan EBTA dan
pengadaan STTB.
2. Carilah informasi dari sebuah sekolah menengah negeri, buku-buku apa saja
yang digunakan untuk mengelola keuangan sekolah. Pelajarilah bagaimana
cara penggunaan masing-masing buku tersebut.
H. Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat (Husemas)
Sekolah berada di tengah-tengah masyarakat dan dapat dikatakan berfungsi
sebagai pisau bermata dua. Mata yang pertama adalah menjaga kelestarian nilai-
nilai positif yang ada dalam masyarakat, agar pewarisan nilai-nilai masyarakat
berlangsung dengan baik. Mata yang kedua adalah lembaga yang dapat
mendorong perubahan nilai dan tradisi sesuai dengan kemajuan dan tuntunan
kehidupan serta pembangunan. Kedua fungsi ini seolah-olah bertentangan, namun
sebenarnya keduanya dilakukan dalam waktu bersamaan. Oleh karena fungsinya
yang controversial ini, diperlukan saling pemahaman antara sekolah dan
masyarakat.
Nilai-nilai yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan tetap dijaga
kelestariannya, sedang yang tidak sesuai harus diubah. Pelaksanna fungs sekolah
ini, terlebih-lebih sekolah menengah yang berada di tengah-tengah masyarakat
terpencil, menjadi tumpuan harapan masyarakat untuk kemajuan mereka. Untuk
dapat menjalankan fungsi ini, hubungan sekolah-masyarakat harus selalu baik.
Dengan demikian, terdapat kerja sama serta situasi saling membantu antara
sekolah dan masyarakat. Di samping itu, pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Realisasi tanggung jawab
itu tidak dapat dilaksanakan apabila hubungan antara sekolah dan masyarakat
tidak terjalin dengan sebaik-baiknya.
118
Husemas adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat
untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan
pendidikan serta mendorong minat dan kerja sama untuk masyarakat dalam
peningkatan dan pengembangan sekolah. Kindred, Bagin, dan Gallagher (1976)
mendefenisikan husemas ini sebagai usaha kooperatif untuk menjaga dan
mengembangan saluran informasi dua arah yang efisien serta saling pengertian
antara sekolah, personal sekolah dengan masyarakat.
Definisi di atas mengandung beberapa elemen penting, sebagai berikut:
1) Adanya kepentingan yang sama antara sekolah dan masyarakat. Masyarakat
memerlukan sekolah untuk menjamin bahwa anak-anak sebagai generasi
penerus akan dapat hidup lebih baik, demikian pula sekolah.
2) Untuk memenuhi harapan masyarakat itu, masyarakat perlu berperan serta
dlam pengembangan sekolah. Yang dimaksud dengan peran serta adalah
kepedulian masyarakat tentang hal-hal yang terjadi di sekolah, serta tindakan
membangun dalam perbaikan sekolah.
3) Untuk meningkatkan peran serta itu diperlukan krja sama yang baik, melalui
komunikasi dua arah yang efisien.
Tujuan utama yang ingin dicapai dengan mengembangkan kegiatan husemas
adalah:
1) Peningkatan pemahaman masyarakat tentang tujuan serta sasaran yang ingin
direalisasikan sekolah.
2) Peningkatan pemahaman sekolah tentang keadaan serta aspirasi masyarakat
tersebut terhada sekolah.
3) Peningkatan usaha orang tua siswa dan guru-guru dalam memenuhi
kebutuhan anak didik, serta meningkatkan kuantitas serta kualitas bantuan
orang tua siswa dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
4) Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran serta mereka
dalam memajukan pendidikan di sekolah dalam era pembangunan.
5) Terpeliharanya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah serta apa yang
dilakukan oleh sekolah.
6) Pertanggungjawaban sekolah atas harapan yang dibebankan mayarakat
kepada sekolah.
7) Dukungan serta bantuan dari masyarakat dalam memperoleh sumber-sumber
yang diperlukan untuk meneruskan dan meningkatkan program sekolah.
a. Prinsip-Prinsip Hubungan Sekolah-Masyarakat
Dalam melaksanakan kegiatan hubungan sekolah-masyarakat perlu dianut
beberapa prinsip. Prinsip ini memeberikan pedoman dan arah kepada guru dan
kepala sekolah, sehingga kegiatan hubungan sekolah-masyarakat itu dapat
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip itu adalah:
1) Prinsip otoritas, yaitu bahwa husemas harus dilakukan oleh orang yang
mempunyai otoritas, karena pengetahuan dan tanggung jawabnya dalam
penyelenggaraan sekolah.
119
2) Prinsip kesederhanaan, yaitu bahwa program-program hubungan sekolah-
masyarakat harus sederhana dan jelas.
3) Prinsip sensitivitas, yaitu bahwa dalam mengenai masalah-masalah yang
berhubungan denga masyarakat, sekolah harus sensitive terhadap kebutuhan
serta harapan masyarakat. Apa yang dianggap biasa oleh sekolah dapat
merupakan hal yang sangat menyinggung perasaan masyarakat.
4) Prinsip kejujuran, yaitu bahwa apa yang disampaikan masyarakat haruslah
Sesutu apa adanya dan disampaikan secara jujur. Sekali sekolah memberikan
informasi yang tidak benar, kepercayaan masyarakat terhadap sekolah akan
menurun, dan akibatnya sekolah tidak lagi mudah untuk membangun
kepercayaan itu kembali.
5) Prinsip ketetapan, yaitu bahwa apa yang disampaikan sekolah kepada
masyarakat harus tepat, baik dilihat dari segi isi, waktu, media yang
digunakan serta tujuan yang akan dicapai. Pemilihan waktu yag kurag tepat
dapat mengakibatkan kegagalan dari program tersebut.
b. Penyelenggaraan Kegiatan Administrasi Hubungan Sekolah-Masyarakat
Penyelenggaraan program dapat ditinjau dari dua segi. Pertama dari segi
prosesnya dan kedua, dari segi jenis kegiatannya. Di bawah ini diuraikan dua
hal tersebut.
1) Proses Penyelenggaraan Hubungan Sekolah-Masyarakat
a) Perencanaan program
Perencanaan program hubungan sekolah-masyarakat harus
memperhatikan dana tersedia, cirri masyarakat, daerah jangkauan,
sarana atau media, dan teknik yang akan digunakan dalam mengadakan
hubungan dengan masyarakat. Jika perencanaan tidak memperhatikan
hal-hal di atas, dikhawatirkan kegiatan tersebut tidak akan mencapai
sasaran yang diinginkan.
b) Pengorganisasian
Pada dasarnya semua komponen sekolah adalah pelaksana hubungan
sekolah-masyarakat. Oleh karena itu, tugas-tugas mereka perlu dipahami
dan ditata, sehingga penyelenggaraan husemas dapat berjalan efektif dan
efisien.
c) Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan hubungan sekolah-masyarakat perlu diperhatikan
koordinasi antara berbagai bagian dan kegiatan, dan di dalam
penggunaan waktu perlu adanya sinkronisasi.
d) Evaluasi
Husemas dapat dievaluasikan atas dua kriteria: pertama efektivitasnya,
yaitu sampai seberapa jauh tujuan telah tercapai, misalnya apakah
memang masyarakat sudah merasa terlibat dalam masalah yang dihadapi
sekolah, apakah ada perhatian terhadap kemajuan anaknya di sekolah,
apakah mereka sudah menunjukkan perhatian terhadap keberhasilan
sekolah, apakah mereka telah mau memberikan masukan untuk
120
perbaika sekoalah, dan sebagainya. Kedua efisiensinya, yaitu sampai
seberapa jauh sumber yang ada atau yang potensial yang telah
digunakan secara baik untuk kepentingan kegiatan hubungan
masyarakat.
Evaluasi ini dapat dilakukan pada waktu proses kegiatan sedang
berlangsung atau pada akhir suatu program itu untuk melihat sampai
seberapa jauh keberhasilanya.
2) Kegiatan Hubungan Sekolah-Masyarakat
Hubungan sekolah-masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai teknik.
Masing-masing teknik mempunyai kelebihan dan kekurangan, tergantung
pada sasaran dan jangkauannya. Oleh karena itu, kepala sekolah bersama guru
diharapkan dapat memilih satu atau lebih teknik yang diperkirakan paling
cocok untuk mencapai tujuan kegiatan itu, berdasarkan formulasi
kebijaksanaan serta keadaan masyarakat di mana dilakukan kegiatan tersebut.
Teknik-teknik yang dapat dipakai dalam kegiatan hubungan sekolah-
masyarakat antara lain yang penting adalah:
a) Teknik Langsung
Teknik langsung dapat dilaksanakan dengan (a) tatap muka kelompoknya
(misalnya dalam rapat) dan tatap muka individual (misalnya kunjungan
pribadi), (b) melalui surat kepada orang tua siswa, dan (c) melalui media
massa.
b) Teknik Tidak Langsung
Yang dimaksud dengan teknik tidak langsung di sini adalah kegiatan-kegiatan
yang secara tidak sengaja dilakukan oleh pelaku atau pembawa pesan akan
tetapi mempunyai nilai positif untuk kepentingan husemas. Berita menjalar
(grapevine) pun dapat merupakan salah satu teknik tidak langsung dalam
melakukan husemas. Cerita dari mulut ke mulut yang dilakukan oleh anggota
masyarakat akan membentuk opini tertentu terhadap suatu sekolah. Dalam
masyarakat yang belum banyak menggunakan media komunikasi modern,
berita menjalar ini merupakan sarana yang ampuh untuk melakukan
komunikasi.
c. Peranan Guru dalam Hubungan-Masyarakat
Guru merupakan kunci penting dalam kegiatan husemas di sekolah
menengah. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam kegiatan husemas
itu, yaitu:
1) Membantu sekolah dalam melaksanakan teknik-teknik husemas. Meskipun
kepala sekolah merupakan orang kunci dalam pengelolaan hesemas, akan
tetapi kepala sekolah tidak mungkin melaksanakan program husemas tanpa
bantuan guru-guru. Guru-guru dapat ditugasi kepala sekolahmelaksankankan
hal-hal yang berkaitan dengan husemas disesuaika dengan jenis dan bentuk
kegiatan yang ada. Sebagai contoh, apabila kepala sekolah ingin
melaksanakan kunjungan ke rumah siswa, maka kepala sekolah dapat
mendelegasikan tugas itu kepada guru. Guru-guru juga dapat ditugasi kepala
121
sekolah untuk membuat program kerja yang mempunyai dampak terhadap
popularitas sekolah.
2) Membuat dirinya lebih baik lagi dalam bermasyarakat. Guru adalah tokoh
milik masyarakat. Tingkah-laku atau sepak terjang yang dilakukan guru di
sekolah dan di masyarakat menjadi sesuatu yang sangat penting. Apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan guru menjadi panuta masyarakat. Dalam posisi
yang demikian inilah guru harus memperlihatka perilaku yang prima. Apabila
masyarakat telah mengetahui bahwa guru-guru sekolah tertentu dapat
dijadikan suri teladan di masyarakat, kepercayaan masyarakat kepada sekolah
akan menjadi besar yang pada akhirnya bantuan atau dukungan positif
masyarakat terhadap sekolah pun akan menjadi lebih besar.
3) Dalam melaksanakan semua itu guru harus melaksanakan kode etiknya. Kode
etik guru merupakan seperangkat aturan atau rambu-rambu yang perlu diikuti
dan tidak boleh dilanggar oleh guru (lihat Bab II). Kode etik mengatur guru
untuk menjadi manusia terpuji di mata masyarakat. Karena kode etik juga
merupakan cerminan kehendak masyarakat terhadap guru, maka menjadi
suatu kewajiban guru untuk melaksanakan atau mengikutinya.
I. Administrasi Layanan Khusus
Proses belajar-mengajar memerlukan dukungan fasilitas yang tidak secara
langsung dipergunakan di kelas. Fasilitas yang dimaksud atara lain adalah pusat
sumber belajar, usaha kesehatan sekolah, dan kafetaria sekolah. Guru memegang
peranan penting dalam administrasi fasilitas ini.
Layana khusus adalah suatu usaha yang tidsk secara langsung berkenaan
dengan proses belajar-mengajar di kelas, tetapi secara khusus diberikan oleh
sekolah kepada para siswanya agar mereka lebih optimal dalam melaksanakan
proses belajar.
Ada berbagai jenis layanan khusus, tetapi hanya tiga jenis yang akan
dibicarakan dalam kesempatan ini. Ketiga jenis layanan khusus itu adalah pusat
sumber belajar, usaha kesehatan sekolah (UKS), dan kafetaria/warung/katin
sekolah.
a. Pusat Sumber Belajar
Pusat Sumber Belajar (PSB) adalah unit kegiatan yang mempunyai fungsi
untuk memproduksi, mengadakan, menyimpa, serta melayani baha pengajara
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan proses belajar-mengajar di kelas atau
pelaksanaan pendidikan di sekolah pada umumnya. Pusat sumber belajar
dirancang untuk membantu pelaksanaan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu,
pusat sumber belajar harus diadministrasikan secara professional.
Pusat sumber belajar dapat berisi bahan-bahan perpustakaan ditambah
media pendidikan baik yang diproduksi sekolah sendiri, dibeli, dan dana yang
tersedia, diberi oleh masyarakat (BP3) ataupun diberi oleh pemerintah.
Pusat sumber belajar yang ideal belum menjadi suatu kebutuhan primer di
sekolah menengah. Namun kehadiran perpustakaan di sekolah sudah merupakan
kebutuhan mutlak. Dalam bagian-bagian barikut pembicaraan lebih banyak
ditekankan kepada perpustakaan.
122
Layanan perpustakaan bertujuan untuk membatu meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah dengan cara memberikan kesempatan untuk menumbuhkan
skap senang membaca dalam mengembangkan bakat siswa.
Untuk mencapai tujuan itu, perpustakaan sekolah menengah harus
dikembangkan sehingga mampu menarik perhatian siswa yang pada gilirannya
dapat mendorong mereka untuk menggunakan perpustakaan sekolahnya.
1) Fungsi Perpustakaan
Dalam ikut serta mendukung pelaksanaan program pendidikan di sekolah
menengah, perpustakaan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a) Fungsi pendidikan, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menambah pengetahuan atau mempelajari kembali materi-materi pelajaran
yang telah diberikan oleh guru di kelas. Siswa yang rajin akan selalu mencari
atau mendalami apa yang telah diajarkan oleh guru di kelas.
b) Fungsi informasi, yaitu tempat mencari informasi yang berkenaan dengan
pemenuhan rasa ingin tahu siswa dan guru.
c) Fungsi rekreasi, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa dan guru untuk
menikmati baha yang ada.
d) Fungsi penelitian, yaitu menggunakan perpustakaan sebagai jawaban terhadap
berbagai pertanyaan ilmiah.
Organisasi perpustakaan sekolah dapat diatur sesuai dengan keadaan
sekolah. Kepala sekolah dapat menunjuk wakilnya atau salah seorang guru yang
dianggapnya mampu bertanggung jawab dalam administrasinya. Apabila kepala
sekolah memberikan tugas administrasi perpustakaan itu kepada guru, maka guru
tersebut hendaknya diberi keringanan jumlah jam mengajarnya sehingga ia dapat
memikirkan lebih baik tentang pengembangan perpustakaannya.
Untuk membuat agar perpustakaan tidak ketinggalan dengan laju
perkembangan ilmu dan teknologi, perpustakaan harus membuat agar koleksinya
senantiasa layak baca dan mutakhir. Untuk maksud itu perpustakaan harus
senantiasa melakukan penambahan koleksinya. Penambahan-panambahan itu
selain berasal dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dapat juga dilakukan
dengan berbagai cara, di antaranya adalah dengan: (a) pembelian, (b)
hadiah/sumbangan, (c) tukar menukar, dan (d) karya guru dan siswa.
Sebelum bahan pustaka yang ada di perustakaan dapat sampai kepada
pengunjung, koleksi/bahan pustaka itu harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan
itu melalui tahap-tahap: (1) inventarisasi, (2) katalogisasi, (3) klasifikasi, (4)
pemberia nomor buku, dan (5) penyusuna buku di rak.
2) Keterlibatan Guru dalam Administrasi Perpustakaan
Tidak semua guru sekolah menengah harus terlibat langsung dalam
administrasi perpustakaan sekolah. Nasution (1981) mengemukakan keterlibatan
guru dalam perpustakaan itu antara lain:
a) Memperkenalkan buku-buku kepada para siswa dan guru.
b) Memilih buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang akan digunakan untuk
menambah koleksi perpustakaan sekolah.
123
c) Mempromosikan perpustakaan, baik untuk pemakaian, maupun untuk
pembinaannya.
d) Mengetahui jenis dan menguasai criteria umum yang menentukan baik-
buruknya suatu koleksi.
e) Mengusahakan agar siswa aktif membantu perkembangan perpustakaan.
b. Kafetaria/Warung/Kantin Sekolah
Pertimbangan awal pendirian kafetaria/warung/kantin sekolah adalah buka
karena unsure bisnis semata, tanpa memperhitungkan aspek lain yang lebih
penting. Keberadaan kafetaria/warung/kanti sekolah diharapkan mampu
menyokong kelancaran proses belajar-mengajar dari sisi keperluan akan makanan
bagi siswa.
Kafetaria/warung/kantin sekolah secara tidak langsung mempunyai kaitan
dengan proses belajar-mengajar di sekolah. Adakalanya proses belajar-mengajar
tidak dapat berjalan sebagaimanamestinya karena siswa lapar dan haus.
Kafetaria/warung/kantin sekolah harus diadministrasikan oleh sekolah,
tetapi dapat diadministrasikan oleh pribadi di luar sekolah atau oleh darma wanita
sekolah. Namun kafetaria/warung/kantin sekolah ini tidak boleh terlepas dari
perhatian kepala sekolah. Kepala sekolah harus memikirkan atau mengupayakan
kehadiran kafetaria/warung/kantin sekolah itu mempunyai sumbangan positif
dalam proses belajar anak di sekolah.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam administrasi kafetaria itu
adalah:
a) Administrasi kafetaria/warung/katin sekolah harus menjaga kesehatan
(higienitas) masakan-masakan yang dijajakan kepada siswa.
b) Kebershan tempat juga harus menjadi pertimbangan utama, karena kebersihan
diharapkan dapat menjauhkan penyebaran hama penyakit.
c) Makanan-makanan yang disediakan hendaknya makanan yang bergizi tinggi,
dan bilamana perlu dapat menambahkan vitamin-vitmin yang diperlukan
siswa pada umumnya.
d) Harga makanan-makanan hendaknya dapat dijangkau atau sesuai dengan
kondisi ekonomi siswa.
e) Usahakan agar kafetaria/warung/kantin sekolah tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlama-lama atau nongkrong.
Kondisi yang demikian akan menyokong munculnya perilaku-perilaku
negative.
Guru tidak harus terlibat dalam administrasi kafetaria/warung/kantin
sekolah, lebih-lebih lagi jika kafetaria/warung/kantin sekolah itu
diadministrasikan oleh pihak luar sekolah. Guru, baik secara pribadi maupun
kelompok dapat melakukan pengamatan atau observasi sederhana secara terus-
menerus terhadap makanan-makanan atau minuman yang dijajakan
kafetaria/warung/kantin sekolah. Hasil pengamatan ini dapat dijadikan umpan
balikuntuk langkah-langkah perbaikan kafetaria tersebut.
Guru juga dapat member nasihat kepada siswa tentang makanan yang bersih
dan sehat, serta akibatnya apabila siswa memakan makanan-makanan yang tidak
124
bersih dan tidak sehat. Guru dapat menganjurkan kepada siswa untuk memilih
tempat-tempat mana yang makanannya bersih dan sehat.
10.3. Penutup
1. Rangkuman
Administrasi pendidikan merupakan system kerja sama diantara para
personel pendidikan untuk mencapai tujua pendidikan. Kerja sana ini dilakukan
dengan memanfaatkan sumber daya, baik sumber manusia maupun non-manusia.
Administrasi pendidikan mempunyai lingkup garapan yang luas, antara lain
administrasi kurikulum, kesiswaan personel, keuangan. Hubungan sekolah
dengan masyarakat, serta layanan khusus.
Dalam melaksanakan tugas yang menjadi lingkup garapan di atas, guru
harus melaksanakan peranya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
Guru merupakan mitra kerja kepala sekolah da personel yang sangat
berkepentingan agar semua sumber yang ada dimanfaatkan secara maksimal
untuk peningkatan proses belajar-mengajar.
Dalam masing-masing bidang garapan administrasi pendidikan, guru
berperan sesuai dengan tahapan proses dan substansi menurut kewenangannya.
2. Latihan
1. Bandingkanlah (dengan memberikan batasan) antara pusat sumber belajar dan
perpustakaan. Mana yang lebih luas cakupan/bidang garapannya, mengapa
demikian?
2. Apabila seorang calon guru ingin memilih dan mengembangkan sudah satu
metode mengajar siswa sekolah menengah, maka dia harus memilih tempat, di
pusat sumber belajar atau di perpustakaan. Mengapa demikian, jelaskan!
3. Apakah perbedaan tugas yang diemban dalam mengembangkan perpustakaan
antara guru pustakawan dengan guru? Jelaskan dengan menyebutkan tugas
masing-masing!
4. Mungkinkah kafetaria/warung/kantin sekolah di sekolah menengah
diadministrasikan oleh sekolah? Jika mungkin, bagaimanakah
pengorganisasiannya, dan bagaimana keterlibatan siswa-siswa dalam
administrasinya itu? Jelaskan!
5. Apabila Anda seorang guru di sekolah menengah dan menjumpai seorang
siswanya sakit di kelas saat mengikuti mata pelajaran tertentu, langkah-
langkah apakah yang akan ditempuh untuk menangani kasus itu? Coba Anda
diskusikan secara kelompok dan kemudian buatlah laporan kesimpulan hasil
diskusi itu?
Daftar Pustaka
Arikunto. Suharsimi. (tak berrtahun). “Evaluasi” (Makalah).
_________ . 1979. Administrasi Materiil. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.
Daresh, John. C.. 1989. Supervision as a proactive Process. New York: Longman.
125
Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan
Departemen Keuangan. 1983. Petunjuk Umum Administrasi Sekolah
Menenga, Buku I. Jakarta: Depdagri.
_________. 1983. Petunjuk Administrasi Prasarana dan Sarana/Barang. Buku VI.
Jakarata: Depdagri.
_________. 1984. Petunjuk Administrasi Sekolah Menengah, Petunjuk Administrasi
Keuangan. Buku V. Jakarta: Depdikbud.
__________. 1978. Kurikulum Sekolah Menengah. 1975. Buku I, Ketentuan-
Ketentuan Pokok. Jakarta: Depdikbud.
__________ 1982. Administrasi Sekolah, untuk SPG. Jilid II. Jakarta: Depdikbud.
__________ 1982 . pedoman Administrasi Keuangan Sekolah. Jilid I. Jakarta:
kencana Nusantara.
__________ 1983. Kesehatan, Buku Pedoman Guru Sekolah menengah. Jakarta:
Depdikbud.
__________. 1983. Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Sekolah Menengah.
Buku I. Jakarta: Depdikbud.
__________. 1984. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah Menengah.
Jakarta: Balai Pustaka.
__________. 1986. Kurikulum Sekolah Menengah. Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP). Jakarta: Depdikbud.
126
Modul 11. SISTEM DAN STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH
11.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat memahami
kegiatan administrasi pendidikan di sekolah yang meliputi administrasi; kurikulum,
kesiswaan, personel, prasarana dan sarana, keuangan, layanan khusus, dan hubungan
sekolah-masyarakat, serta peranan guru dalam kegiatan tersebut.
Guru merupakan salah satu pelaku dalam kegiatan sekolah. Oleh karena itu, ia
dituntut untuk mengenal tempat bekerjanya itu. Pemahaman tentang apa yang terjadi
di sekolah akan banyak membantu mereka memperlancar tugasnya sebagai pengelola
langsung proses belajar-mengajar. Guru perlu memahami faktor-faktor yang langsung
dan tidak langsung menunjang proses belajar-mengajar.
Bagi guru, pemahaman tentang administrasi pengembangan kurikulum akan
sangat membantu dalam menerjemahkan kurikulum menjadi pengalaman belajar
siswa; pemahaman tentang administrasi kesiswaan akan sangat membantu mereka
dalam menjalankan tugas memproses siswa tersebut menjadi lulusan yang bermutu
tinggi. Pemahaman tentang pengelolaan personal akan membantu upaya
pengembangan pribadi dan profesionalnya; pemahaman pengelolaan prasaran dan
sarana membantu memperluas wawasan tentang bagaimana ia dapat berperan dalam
merencanakan, menggunakan dan mengevaqluasi prasarana dan sarana yang ada
sehingga prasaran dan sarana tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal;
pemahaman tentang seluk-beluk administrasi kkeuangan membantu guru dalam
menetapkan prioritas pelaksanaan tugasnya, karena pada akhirnya dana untuk
menunjang kegiatannya juga terbatas; pemahaman tentang hubungan sekolah dan
masyarakat akan membantu guru dalam usaha mereka menjadikan sekolah bagian
yang tidak terpisahkan dari masyarakat, sehingga terjadi kerja sama yang baik
diantara keduanya.
11.2. Penyajian
a) Unsur dalam struktur organisasi departemen pendidikan dan
kebudayaan
Departemen pendidikan dan kebudayaan merupakan
salah satu wahana dalam pengelolahan sistem pendidikan
nasional.Tugas pokok Depertamen Pendidikan dan kebudayaan
adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan
umum pemerintahan dan pembangunan dibidang pendidikan
dan kebudayaan.
Unsur-unsur dalam struktur organisasi departemen
pendidikan dan kebudayaan adalah :
127
Menteri
Menteri pendidikan dan kebudayaan merupakan pembantu
presiden dan mengelolah sistem pendidikan nasional.
Tugas Pokok Menteri adalah :
Memimpin deprartemen sesuai dengan tugas pokok yang telah digariskan
pemerintah dan membina aparatur departemen pendidikan dan kebudayaan
agar berdaya guna dan berhasil guna.
Menentukan kebijaksanaan pelaksanaan bidang pemerintahan yang secara
fungsional menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan kebijaksanaan umum
yang telah ditetapkan presiden.
Membina dan melaksanakan kerja sama dengan depertemen,instansi dan
organisasi lainnya dalam usaha pengelolahan sistem pendidikan nasional.
Sekretariat Jendral.
Tugas pokok sekretariat jendral adalah :
Menyelenggarakan pembinaan administrasi, organisasi, dan
ketatalaksanaan terhadap seluruh unsur dilingkungan departemen
pendidikan dan kebudayaan serta memberikan layanan teknis dan
adminitratif kepada mentri inspektorat jendral dan unit organisasi lainnya
di linggkungan departemen dan kebudayaan dalam rangka pelaksanaan
tugas pokok departemen.
Fungsi :
Mengatur dan membina kerja sama, mengintegrasikan, dan
mensinkronisasikan seluruh administratif departemen termasuk kegiatan
layanan yeknis administratif bagi seluruh unit organisasi di lingkungan
departemen.
Mempersiapkan, mengola, dan menelaahrencana serta
mengkoordinasikan rumusan kebijakan sesuai dengan tugas pokok
departemen.
Mmenbina urusan tata usaha, mengelola, dan membina kepegawaian
serta mengelola keuangan dan peralatan/perlengkapan seluruh
departemen.
Membina dan memelihara seluruh kelembagaan dan ketatalaksanaan
departemen serta pengembangannya.
Menyelenggarakan hubungan dengan lembaga resmi dan masyarakat.
Mengkoordinasikan perumusan oeraturan perundang-undangan yang
menyangkut tugas pokok departemen.
Membina dan memlihara keamanan dan ketertiban di lingkungan
departemen.
Inspektorat Jendral
128
Tugas pokok inspektorat jenderal adalah melakukan pengawasan dalam
lingkungan departemen terhadap pelaksanaan tugas, baik tugas yag bersifat
rutin maupun tugas pembangunan dari semua unsur departemen agar dapat
berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan yang berlaku
Fungsi :
Memeriksa setiap unsur di lingkungan departemen yang dipandang perlu
mencapai bidang administratif umum, administartif keuangan, hasil-hasil
fisik dari pelaksanaan proyek-proyek pembangunan.
Menguji serta menilai hasil laporan berkala di lingkungan departemen atas
petunjuk menteri.
Mengusut kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan,
penyimpangan, atau penyalahgunaan wewenang di bidang administrasi
atau keuangan, yang dilakukan oleh unsur/instansi di lingkungan
departemen.
Inspektorat Jenderal terdiri dari sembilan bagian.
129
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Direktorat
jendral pendidikan luar sekolah,pemuda,dan olahraga
Tugas pokok direktorat ini,di atur dalam keputusan Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor022d/O/1980.
Tugas pokok tersebut dirinci sebagai berikut:
a. Merumuskan kebijaksanan teknis,memberikan bimbingan
dan pembinaan,serta memberikan perizinan di bidang
pendidikan luar sekolah,pemuda dan olaaraga yang
ditetapkan mentri dan berdasarkan praturan perundang-
undangan yang berlaku.
b. Melaksanakan pembimbingan pendidikan luar
sekolah,pemuda dan olaraga sesuai dengan tugas pokok
direktorat jendral dan berdasarkan praturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Melaksanakan pengamatan teknis dan pelaksanaan tugan
pokonya sesuai dengan kebijaksanaan yang di tetapkan
menteri,dan berdasarkan praturan perundang-undangan
yang berlaku.
130
b. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang
pendidikan dan kebudayaan dalam rangka perumusan
kebijaksanaan.
c. Mengkoordinasikan dan membina penelitian pendidikan
dan kebudayaan,pengembangan kurikulum dan sarana
pendidkan pengembangan informatika untuk pengolaan
pendidikan dan kebudayaan,pengembangan pengelolaan
pendidikan dan kebudayaan,pengembangan inovasi
pendidikan dan kebudayaan.serta penelitian dan
pengembangan sistim pengujian.
131
2. Tingkat Kabupaten /Kota madya
Untuk menyelenggarakan tugas,kantor Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Kabupaten atau kotamadya mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Membina dan mengurus TKK,SD,SLB,dan usaha wajib belajar.
b. Membina dan mengurus pendidikan masyarakat,kegiatan pembinaan
generasi muda,termasuk kegiatan pembinaan kesiswaan dan
keolaragaan.
c. Membina dan mengurus kegiatan pengembangan kebudayaan.
d. Memberikan layanan teknis dan administrtif kepada semua unsur
dilingkungan kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten/Kotamadya.
3. Tingkat Kecamatan
Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kotamadya
mempunyai :
Sub Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Penyususnan Rencana dan Program
Sub Bagian Kepegawaian
Sub Bagian Keuangan
Sub Bagian Perlengkapan
Seksi Pendidikan Dasar
Seksi Pendidikan Masyarakat
Seksi Pembinaan Generasi Muda dan Keolahragaan, dan
Seksi Kebudayaan
4. Tingkat Kecamatan
Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan mempunyai
tugas melakukan sebagian tugas Kantor Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten/Kotamadya di Kecamatan yang bersanggkutan.
Fungsi yang dimiliki adalah :
Membinan dan mengurus taman kanak-kanak serta sekolah dasar dan
usaha wajib belajar.
Membina dan mengurus pendidikan masyarakat.
Membina dan mengurus kegiatan pembinaan generasi muda dan
olahraga.
Membina dan mengurus egiatan pengembangan kebudayaan.
Melakukan urusan tata usaha dan keuangan, pengumpulan data dan
statistik, kepegawaian dan perlengkapan di lingkungan Kantor
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
5. 1Tingkat Sekolah
Sekolah sebagai organisasi mikro merupakan unit
pelaksana teknis dan organisasi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Unsur-unsur yang terdapat dalam
organisasi sekolah adalah :
132
Unsur kepemimpinan
Unsur Tata usaha
Unsur Urusan
Unsur Instalasi
Unsur Pelaksana
siswa
11.3. Penutup
1. Rangkuman
Administrasi pendidikan merupakan system kerja sama diantara para personel
pendidikan untuk mencapai tujua pendidikan. Kerja sana ini dilakukan dengan
memanfaatkan sumber daya, baik sumber manusia maupun non-manusia.
Administrasi pendidikan mempunyai lingkup garapan yang luas, antara lain
administrasi kurikulum, kesiswaan personel, keuangan. Hubungan sekolah dengan
masyarakat, serta layanan khusus.
Dalam melaksanakan tugas yang menjadi lingkup garapan di atas, guru harus
melaksanakan peranya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Guru
merupakan mitra kerja kepala sekolah da personel yang sangat berkepentingan agar
semua sumber yang ada dimanfaatkan secara maksimal untuk peningkatan proses
belajar-mengajar.
Dalam masing-masing bidang garapan administrasi pendidikan, guru berperan
sesuai dengan tahapan proses dan substansi menurut kewenangannya.
2. Latihan
1. Mengapa suatu lembaga pendidikan membutuhkan adanya kegiatan husemas?
Jelaskan!
2. Salah satu tujuan adanya husemas di suatu lembaga pendidikan adalah
memperoleh dukungan positif dari masyarakat. Berikan beberapa contoh
134
dukungan positif itu dan bagaimana cara sekolah untuk mendapatkannya?
Jelaskan!
3. Apa yang dimaksudkan dengan prinsip-prinsip husemas? Apa saja prinsip-
prinsip itu? Jelaskan dengan member contoh masing-masing!
4. Salah satu kegiatan husemas adalah membentuk BP3. Deskripsikan perbedaan
tugas-tugas BP3 dan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah yang bersangkutan!
5. Kunjungi beberapa sekolah menengah sesuai dengan jumlah kelompok di
kelas Anda. Lakukan wawancara dengan kepala sekolah dan guru tentang:
a) Tugas da peranan kepala sekolah dan guru dalam administrasi husemas
b) Tugas da perana BP3 dalam administrasi husemas.
Buat laporan tertulis masng-masing kelompok dan serahkan kepada
dosen Anda!
Daftar Pustaka
Arikunto. Suharsimi. (tak berrtahun). “Evaluasi” (Makalah).
_________ . 1979. Administrasi Materiil. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.
Daresh, John. C.. 1989. Supervision as a proactive Process. New York: Longman.
Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan
Departemen Keuangan. 1983. Petunjuk Umum Administrasi Sekolah
Menenga, Buku I. Jakarta: Depdagri.
_________. 1983. Petunjuk Administrasi Prasarana dan Sarana/Barang. Buku VI.
Jakarata: Depdagri.
_________. 1984. Petunjuk Administrasi Sekolah Menengah, Petunjuk Administrasi
Keuangan. Buku V. Jakarta: Depdikbud.
135
MODUL 12. SUPERVISI PENDIDIKAN
12.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari bab ini di harapkan mahasiswa dapat memahami
pengertian, strategi, dan teknik supervisi pengajaran, serta memahami peranan guru
dalam pelaksanaan supervisi pengajaran di sekolah. Secara khusus setelah
mempelajari bab ini mahasiswa dapat memahami :
1) Pengertian, fungsi, dan peranan supervisi pendidikan
2) Pelaksanaan supervisi pendidikan
3) Teknik-teknik supervisi pendidikan
4) Peranan guru dalam supervisi pendidikan
Kualitas proses belajar-mengajar sangat dipengaruhi oleh kualitas kinerja
guru. Oleh karena itu, usaha meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan
proses belajar-mengajar perlu secara terus-menerus mendapatkan perhatian dari
penanggung jawab sistem pendidikan. Peningkatan ini akan lebih berhasil apabila
dilakukan oleh guru dengan kemauan dan usaha mereka sendiri. Namun seringkali
guru masih memerlukan bantuan dari orang lain,karena ia belum mengetahui atau
belum memahami jenis, prosedur, dan mekanisme memperoleh berbagai sumber
yang sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan kemampuan mereka.
Pengetahuan tentang supervisi memberikan bantuan kepada guru dalam
merencanakan dan melaksanakan penigkatkan profesional mereka dengan
memanfaatkan sumber yang tersedia.
12.2. Penyajian
B. Pelaksanaan supervisi
140
d) Supervisi harus dapat menjamin kontinuitas perbaikan dan perubahan
program pengajaran. Jika supervisi dilaksanakan, maka hasilnya harus
merupakan suatu peningkatan proses dan hasil belajar siswa.
e) Supervisi bertujuan mengembangkan keadaan yang favorable untuk terjadinya
proses belajar-mengajar yang efektif. Proses belajar-mengajar yang efektif
dan efisien hanya akan terjadi jika lingkungan proses itu mendukungnya. Oleh
karena itu, perlu di upayakan agar lingkungan memberikan tantangan kepada
siswa untuk belajar lebih baik.
Pada bagian ini akan diuraikan tugas supervisor dan wewenang supervisor dalam
pengajaran.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, supervisi pendidikan meliputi supervisi
terhadap pengajaran maupun komponen pendukungnya. Supervisi pengajaran
merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan pengajaran tetapi tidak
langsung dengan siswa. Supervisi merupakan bantuan kepada guru dalam perbaikan
situasi pengajaran. Dalam kaitannya dengan perbaikan situasi belajar-mengajar ini,
tugas seorang supervisor (haris, 1975) adalah membantu guru dalam hal :
a) Pengembangan kurikulum. Kurikulum perlu diperbaiki dan dikembangkan
secara terus-menerus. Dalam hal kurikulum dirancang secara terpusat seperti
sekarang, maka tugas supervisor adalah membantu guru dalam melaksanakan
penyesuaian dan perancangan pengalaman belajar dengan keadaan lingkungan
dan siswa. Di samping itu, supervisor juga membantu dalam menyusun
panduan dalam melaksanakan kurikulum, menentukan satuan pelajaran,
merancang muatan lokal, dan merancang ko serta ekstra kurikulum.
b) Pengorganisasian pengajaran. Supervisor bertugas membatu pelaksanakan
pengajaran sehingga siswa, guru, tempat, dan bahan pengajaran sesuai dengan
waktu yang disediakan serta tujuan instruktusional yang di tetapkan.
Mengelompokan siswa, merencanakan jadwal pertemuan, mengatur ruangan,
mengalokasikan waktu pengajaran, merencanakan tim mengajar merupakan
contoh-contoh tugas dalam mengorganisasikan pengajaran ini.
c) Pemenuhan fasilitas sesuai dengan rancangan proses belajar-mengajar.
Pengembangan ruang serta peralatan, misalnya, harus didasarkan atas
pertimbangan sampai seberapa jauh sumbangannya terhadap pencapaian
tujuan pengajaran.
d) Perancangan dan perolehan bahan pengajaran sesuai dengan rancangan
kurikulum. Guru harus selalu melakukan titik ulang, evaluasi, dan perubahan
tentang bahan pengajaran agar lebih besar sumbanganya terhadap
tercapaiannya tujuan pengajarannya.
e) Perencanaan dan implementasi dalam meningkatkan pengalaman belajar dan
untuk kerja guru dalam melaksanakan pengajaran. Kegiatan ini meliputi
bantuan dalam menyelenggarakan workshop, konsultasi, wisatakarya, serta
berbagai macam latihan dalam jabatan.
f) Pelaksanaan orientasi tentang suatu tugas atau cara baru dalam proses belajar-
mengajar. Guru perlu dilengkapi dengan informasi yang relevan dengan tugas
serta tanggung jawabnya.
141
g) Pengkoordinasian antara kegiatan belajar-mengajar dengan kegiatan layanan
lain yang di berikan sekolah atau lembaga pendidikan kepada siswa. Hal ini
antara lain meliputi kegiatan mengembangkan kebijaksanaan serta
menetapkan rata aliran kerja antara berbagai bagian yang memberikan layanan
untuk mencapai tujuan instruksional.
h) Pengembangan hubungan dengan masyarakat dengan mengusahakan lalu
lintas informasi yang bebas tentang hal yang berhubungan dengan kegiatan
pengajaran.
i) Pelaksanaan evaluasi pengajaran, terutama dalam perencanaan, pembuatan
instrumen, pengorganisasian, dan penetapan prosedur untuk pengumpulan
data, analisis, dan interprestasi hasil pengumpulan data, serta pembuatan
keputusan untuk perbaikan proses pengajaran.
Oleh karena lingkup supervisi pendidikan bukan hanya tertuju pada pengajaran
semata, maka tugas supervisor pendidikan juga mencakup hal-hal lain yang
mendukung pengajaran.
Supervisor mempunyai wewenang tertentu sesuai dengan tugas yang dilaksanakan.
Wewenang yang dimaksud adalah melaksanakan koreksi, memperbaiki, dan
membina proses belajar-mengajar bersama guru, sehingga proses itu mencapai hasil
maksimal. Pertanyaan sampai seberapa jauh wewenang yang diberikan kepada
supervisor kelihatannya tidak mudah di jawab. Sebagai prinsip umum dapat
dikatakan bahwa sepanjang supervisi konsisten dengan tujuan perbaikan situasi
belajar-mengajar, maka supervisor harus diberikan kebebasan dalam melaksanakan
tugasnya. Sudah barang tentu hal ini harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Hendaknya atasan supervisor bertindak tut wuri handayani
dalam usaha peningkatan proses belajar-mengajar.
C. Teknik supervisi
Mempelajari berbagai pendekatan dalam supervisi memungkinkan guru untuk
mempunyai wawasan yang lebih luas tentang kegiatan supervisi. Dengan demikian,
pada gilirannya nanti guru dapat berperan serta dalam melakukan pilihan tentang
cara bagaimana supervisor itu akan membantunya. Pendekatan itu antara lain adalah
(1) pendekatan humanistik, (2) pendekatan kompetensi, (3) pendekatan klinis, dan
(4) pendekatan profesional.
Seorang guru yang dapat layanan supervisi akan mengalami proses belajar. Ia akan
melakukan refleksi dari pengalaman mengajarnya dan dengan bantuan supervisor
berusaha untuk memperbaiki perilaku mengajarnya. Dengan demikian, teknik
supervisi yang dipakai untuk membantu guru harus didasarkan kepada teori dan
prinsip belajar. Pengetahuan tentang teori belajar ini dapat diperoleh dari disiplin
ilmu psikologi belajar. Di bawah ini di uraikan satu per satu pendekatan dan teknik
dalam supervisi yang didasarkan atas aliran-aliran psikologi yang menjelaskan
tentang proses belajar.
1. Pendekatan humanistik
142
Salah satu pendekatan yang seringkali di pakai dalam melaksanakan supervisi
adalah pendekatan humanistik.
Pendekatan humanistik timbul dari keyakinan bahwa guru tidak dapat
dilakukan sebagai alat semata-mata untuk menigkatkan kualitas belajar-
mengajar. Guru bukan masukan mekanistik dalam proses pembinaan, dan
tidak sama dengan masukan sistem lain yang bersifat kebendaan. Dalam
proses pembinaan, guru mengalami perkembangan secara terus-menerus, dan
program supervisi harus dirancang untuk mengikuti pola perkembangan itu.
tugas supervisor adalah membimbing sehingga semakin lama guru makin
dapat berdiri sendiri dan berkembang dalam jabatannya dalam usaha sendiri.
Belajar harus dilakukan melalui pemahaman tentang pengalaman nyata yang
dialami secara riil. Dengan demikian guru harus mencari sendiri pengalaman
itu secara aktif. Dorongan dapat berasal dari dorongan yang bersifat fisiologis
(misalnya mencari tambahan penghasilan) secara berangsur-angsur dorongan
belajar harus datang dari dalam, yaitu karena guru merasa karena belajar
merupakan kewajiban yang harus dilakukan dalam tugasnya. Supervisor
percaya bahwa guru mampu melakukan analisis dan memecahkan masalah
yang dihadapinya dalam tugas mengajarnya. Guru merasakan adanya
kebutuhan bahwa ia harus berkembang dan mengalami perubahan, selanjutnya
ia bersedia mengambil tanggung jawab terjadinya perubahan itu. Jika kondisi
seperti ini ada, maka perbaikan pengajaran itu dapat terjadi. Supervisor harus
hanya berfungsi sebagai fasilitator dengan menggunakan struktur formal
sesedikit mungkin.
Teknik supervisi yang digunakan oleh para supervisor yang menggunakan
pendekatan humanistik tidak mempunyai format yang standar, tetapi
tergantung kepada kebutuhan guru. Mungkin ia hanya melakukan observasi
tanpa melakukan analisis dan interprestasi, mungkin dia hanya mendengar
tanpa membuat observasi atau mengatur penataran dengan atau tanpa
memberi sumber dan bahan belajar yang diminta guru. Jika tahapan supervisi
di bagi menjadi tiga bagian (pembicaraan awal), observasi, analisis, dan
interprestasi, serta (pembicaraan akhir), maka supervisi dilakukan sebagai
berikut :
1) Pembicaraan awal. Dalam pembicaraan awal, supervisor, memancing
apakah dalam mengajar guru menemui kesulitan. Pembicaraan ini
dilakukan secara informal. Jika dalam pembicaraan ini guru tidak
minta dibantu, maka proses supervisi akan berhenti. Ini yang disebut
titik lanjutan atau berhenti (go-or-no-point).
2) Observasi. Jika guru perlu bantuan, supervisor mengadakan
observasi kelas. Dalam observasi, supervisor masuk kelas dan duduk
dibelakang tanpa mengambil catatan. Ia mengamati kegiatan kelas.
3) Analisis dan interprestasi. Sesudah melakukan observasi, supervisor
kembali ke kantor memikirkan kemungkinkan kekeliruan guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Jika menurut supervisor,
guru telah mendapat jawaban maka supervisor tidak akan memberi
143
nasihat kalau tidak diminta. Apabila diminta nasihat oleh guru,
supervisor hanya melukiskan keadaan kelas tanpa memberikan
penilaian. Kemudian menanyakan apakah yang dapat dilakukan oleh
guru tersebut untuk memperbaiki situasi itu. Kalau diminta sarannya,
supervisor akan memberikan kesempatan kepada guru untuk
mencoba cara lain yang kiranya tepat dalam upaya mengatasi
kesulitannya.
4) Pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada periode
tertentu guru dan supervisor mengadakan pembicaraan akhir. Dalam
pembicaraan akhir ini, supervisor berusaha membicarakan apa yang
sudah dicapai guru, dan menjawab kalau ada pertanyaan dan
menanyakan kalau-kalau guru memerlukan bantuan lagi.
5) Laporan. Laporan disampaikan secara deskriptif dengan interprestasi
berdasarkan judgment supervisor. Laporan ini ditulis untuk guru,.....
2. Pendekatan kompotensi
Pendekatan kedua yang dapat dipakai dalam melaksanakan supervisi adalah
pendekatan kompetensi. Pendekatan ini mempunyai makna bahwa guru harus
mempunyai kompetensi tertentu untuk melaksanakan tugasnya.
Pendekatan kompetensi didasarkan atas asumsi, bahwa tujuan supervisi adalah
membentuk kompetensi minimal yang harus dikuasai guru. Guru yang tidak
memenuhi kompetensi itu dianggap tidak akan produktif. Tugas supervisor
adalah menciptakan lingkungan yang sangat terstruktur seehingga secara
bertahap guru dapat menguasai kompetensi yang dituntut dalam mengajar.
Situasi yang terstruktur ini antara lain meliputi adanya : 1) definisi tentang
tujuan kegiatan supervisi yang dilaksanakan untuk tiap kegiatan, 2) penilaian
kemampuan mula guru dengan sengala pirantinya, 3) program supervisi yang
dilakukan dengan segala rencana terinci tentang pelaksanaannya, dan 4)
monitoring kemajuan guru dan penilaian untuk mengetahui apakah program
itu berhasil atau tidak.
Teknik supervisi yang menggunakan pendekatan kompetensi adalah sebagai
berikut :
1) Menetapkan kriteria untuk kerja yang dikehendaki. Tugas serta
tanggung jawab yang diberikan untuk melakukan sesuatu unjuk kerja
mengajar tertentu, harus di spesifikasikan sedemikian rupa, sehingga
tugas-tugas tersebut menjadi cukup rinci dan menjadi lebih jelas bagi
guru yang bersangkutan. Tugas itu dapat diklasifikasikan menjadi
komponen-komponen. Misalnya kompetensi untuk mengajarkan
sejarah dapat diuraikan kedalam kompetensi yang lebih rinci seperti
kompetensi dalam membuat persiapan mengajar dengan memakai
lebih dari satu sumber, keterampilan mengelola kelas dimana
digunakan metode diskusi, atau keterampilan melakukan evaluasi
tentang reaksi siswa dalam belajar sejarah dan sebagainya.
Supervisor dan guru kemudian menilainya untuk menetapkan tingkat
kemampuan guru dalam melaksanakan tugas.......
144
2) Menetapkan target unjuk kerja. Dari komponen dan analisis
kemampuan, supervisor dan guru menentukan target yang akan
dicapai, target ini harus dinyatakan dalam bentuk tujuan yang dapat
diamati dan dapat diukur. Dalam tahap ini pula telah sepekati secara
garis besar bagaimana pengukuran prestasi guru itu dilakukan.
3) Menentukan aktivitas untuk kerja. Pada waktu tujuan untuk kerja di
setujui, maka langkah berikutnya adalah mendiskusikan cara untuk
mencapai tujuan itu. Misalnya, apabila tujuan supervisi itu adalah
untuk mengubah aspek perilaku guru, maka harus dinyatakan secara
jelas perubahan apa yang di kehendakinya dan kegiatan apa yang
digunakan untuk mencapai perubahan itu. Apakah perubahan yang
dikehendaki itu , apakah tentang kemampuan guru untuk
merencanakan kegiatan belajar-mengajar, atau kemampuan guru
untuk melakukan tugasnya denagn kreatif, atau kemampuan guru
dalam penguasaan bidang studi. Jika sudah jelas,kemudian tentukan
kegiatannya. Dalam kegiatan ini, harus jelas jenis, jadwal, dan
sumber yang perlu dgunakan.
4) Memonitor kegiatan untuk mengetahui unjuk kerja. Dalam
memonitoring ini supervisor mengumpulkan dan mengelola data
menjadi informasi tentang seberapa jauh pencapaian target yang telah
disetujui. Dalam hal ini supervisor dan guru harus sepakat tentang
data apa yang akan dikumpulkan, kapan dikumpulkan, dan
bagaimana data itu dikumpulkan.
5) Melakukan penilaian terhadap hasil monitoring. Menilai berarti
menafsirkan informasi yang telah diperoleh untuk menetapkan
sampai dimana target yang telah ditetapkan tercapai. Dalam hal ini
perlu dilakukan penilaian diri sendiri oleh guru dan kemudian
dibandingkan dengan penilaian oleh supervisor terhadap unjuk kerja
guru. Kegiatan ini merupakan kegiatan kolegial.
6) Pembicaraan akhir. Pembicaraan tentang hasil evaluasi merupakan
langkah yang penting. Pembicaraan ini menyangkut diskusi secara
intensif tentang pencapaian target, supervisor harus memusatkan
perhatiannya untuk membantu guru melihat secara positif hasil
penilaian itu. Dalam pembicaraan akhir ini harus dirumuskan tindak
lanjut yang perlu dilakukan untuk meningkatkan unjuk kerja yang
menjadi tanggung jawab guru.
Instrumen supervisi yang digunakan dalam supervisi ini adalah
format-format yang berisi: 1)tujuan supervisi, 2) target yang akan
dicapai, 3) tugas supervisor dan guru untuk memperbaiki unjuk kerja
guru, 4) kriteria pencapaian target, 5) pengumpulan data monitoring,
dan 6) evaluasi dan tindak lanjut.
Analisis dilakukan secara bersama-sama (kolaboratif) antara
supervisor dan guru setelah pelaksanaan supervisi. Kesepekatan ini di
lakukan melalui pembicaraan akhir.
145
3. Pendekatan klinis
Pendekatan ketiga dalam supervisi adalah pendekatan klinis.
Asumsi dasar pendekatan ini adalah bahwa proses belajar guru untuk
berkembang dalam jabatannya tidak dapat dipisahkan dari proses belajar yang
dilakukan guru itu. Belajar bersifat individual. Oleh karena itu proses
sosialisasi harus dilakukan dengan membantu guru secara tatap muka dan
individual. Pendekatan ini mengombinasikan target yang terstruktur dan
perkembangan pribadi.
a. Pengertian supervisi klinis
Supervisi klinis adalah suatu proses tatap muka antar supervisor
dengan guru yang membicarakan hal mengajar dan yang ada
hubungannya dengan itu. Pembicaraan ini bertujuan untuk membantu
perkembangan profesional guru dan sekaligus untuk perbaikan proses
pengajaran itu sendiri. Pembicaraan ini biasanya di pusatkan kepada
penampilan mengajar guru berdasarkan hasil observasi.
Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1980) mmengemukakan
sembilan karakteristik supervisi klinis, yaitu :
a) Merupakan teknologi dalam memperbaiki pengajaran.
b) Merupakan intervensi secara sengaja ke dalam proses
pengajaran.
c) Berorientasi kepada tujuan, mengkombinasikan tujuan sekolah,
dan mengembangkan kebutuhan pribadi.
d) Mengandung pengertian hubungan kerja antara guru dan
supervisor.
e) Memerlukan saling kepercayaan yang dicerminkan dalam
pengertian, dukungan, dan komitmen untuk berkembang.
f) suatu usaha yang sistematik namun memerlukan keluesan dan
perubahan metodologi yang terus menerus.
g) Menciptakan ketegangan yang kreatif untuk menjembatani
kesenjangan antara keadaan real dan ideal.
h) Mengasumsikan bahwa supervisor mengetahui lebih banyak
dibandingkan dengan guru.
i) Memerlukan latihan untuk supervisor.
Suasana supervise klinis adalah perbaikan pengajaran dan bukan
perbaikan kepribadian guru.
Untuk ini supervisor diharapkan untuk mengajarkan berbagai
keterampilan kepada guru yang mengikuti antara lain : a) keterampilan
mengamati dan memahami (mempersepsi) proses pengajan secara
analitis, b) keterampilan menganalisis proses pengjaran secara rasional
berdasarkan bukti-bukti pengamatan yang jelas dan tepat, c)
keterampilan dalam pembaruan kurikulum, pelaksanaan, serta
percobaannya, dan d) keterampilan dalam mengajar.
146
Seperti telah disebutkan, sasaran supervisi klinis adalah
perbaikan cara mengajar dan bukan pengubahan kepribadian guru.
Biasanya sasaran ini dioperasikan dalam sasaran-sasaran yang lebih
kecil, yaitu bagian keterampilan mengajar yang bersifat spesifik, yang
mempunyai arti yang sangat penting dalam proses mengajar. Analisis
konstruktif dilakukan untuk dapat secara tepat member penguatan
(reinforcement) kepada pola tingkah laku yang berhasil, dan
mengarahkan serta tidak mencela atau menghukum pola-pola tingkah
laku yang belum sukses.
Dalam supervisi klinis, supervisor dan guru merupakan teman
sejawat dalam memecahkan masalah-masalah pengajaran di kelas.
Sasaran supervisi klinis, seringkali dipusatkan pada: (a) kesadaran dan
kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas mengajar, (b)
keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam mengajar
(generic skills), yang meliputi : (a) keterampilan dalam menggunakan
variasi dalam mengajar dan menggunakan stimulasi, (b) keterampilan
melibatkan siswa dalam proses belajar, serta (c) keterampilan dalam
mengelola kelas dan disiplin kelas.
Terdapat lima langkah dalam melaksanakan supervisei klinis,
yaitu : (a) pembicaraan pra-observasi, (b) melaksanakan obsevasi, (c)
melakukan analisis dan menentukan strategi, (d) melakukan
pembicaraan tentang hasil supervise, serta (e) melakukan analisis
setelah pembicaraan.
a. Tahap Pembicaraan Pra-Observasi
Tahap ini disebut pula dengan pembicaraan pendahuluan.
Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama
membicarakan rencana keterampilan yang akan diobsevasi atau
dicatat. Tahap ini memberikan kesempatan kepada guru dan
supervisor untuk mengidentifikasi keterampilan mana yang
memerlukan perbaikan. Keterampilan yang dipilih kemudian
dioperasionalkan dalam bentuk rumusan tingkah laku yang dapat
diamati. Dalam pertemuan ini pula dibicarakan dan ditentukan
jenis data yang akan dicatat selama dipelajaran berlangsung.
Pelaksanaan tahap ini memerlukan komunikasi terbuka, sehingga
tercipta ikatan kolegial antara supervisor dan guru dalam suasana
kerja sama yang harmonis. Secara teknis diperlukan lima
langkah dalam pelaksanaan pertemuan pendahuluan. Lima
langkah adalah: (1) menciptakan suasana akrab antara supervisor
dengan guru, (2)melakukan tilik ulang rencana pelajaran serta
tujuan pelajaran, (3) melakukan tilik ulang komponen
keterampilan yang akan dilatih kan dan diamati, (4) memiliha
atau mengembangkan instrument observasi, dan (5)
membicarakan bersama untuk mendapatkan kesepakatan tentang
instrumen observasi yang dipilih atau yang dikembangkan.
147
b. Tahap Observasi
Pada tahap ini guru melakukan latihan dalam tingkah laku
mengajar yang dipilih dan disepakati dalam pertemuan
pendahuluan. Sementara ituberlatih, supervisor mengamati dan
mencatat atau merekamnya Supervisor dapat juga mengadakan
observasi dan mencatat tingkah laku siswa di kelas serta
interaksi antara guru dan siswa.
150
4) Pembinaan kepada gurutidak cukup hanya dilakukan oleh kepala
dan pengawas sekolah saja, tetapi juga harus dari sesama sejawat.
Di samping ada kesempatan tukar menukar pengalaman dan
memecahkan persoalan bersama-sama (pada umumnya persoalan
yang mereka hadapi hampir seragam), suasana pembinaan juga
dapat dibuat lebih favorable. Guru secara pribadi mendapat tempat
dan kesempatan mengeluarkan pendapat sehingga merasa dihargai
sebagai manusia.
5) Apabila terjalin hubungan yang erat di antara sesama guru dan
antara guru dengan kepala / pengawas sekolah maka pemberian
supervisi akan semakin mudah dipahami.
Di bawah ini dikemukakan teknik supervisi professional sebagai berikut :
1) Penataran yang diberikan kepada guru harus diberikan bersamam
kepala sekolah (dan pengawas). Untuk dapat menyelesaikan
penataran bagi banyak sekolah dalam waktu singkat, dipilih
inkbiotsystem, yaitu proses di mana beberapa sekolah ditatar secara
langsung, dan sekolah itu kemudian menyebarkan hasil tatarannya
kepada sekolah-sekolah lain yang terdekat. Sekolah yang diberi
penataran langsung disebut sekolah inti, dan sekolah yang mendapat
penataran dari sekolah inti disebut sekolah imbas. Isi penataran
bersama ini meliputi : (a) metode umum tentang pemanfaatan waktu
belajar, perbedaan individual siswa, belajar aktif, belajar
berkelompok, teknik bertanya dan umpan balik, (b) metode khusus
IPA, matematika, IPS, dan bahasa, (c) pengalaman lapangan para
petatar dalam menerapkan metode umum dan metode khusus, serta
(d) pembinaan professional.
2) Pengugusan merupakan teknik pembinaan di dalam masing-masing
sekolah maupun di dalam kelompok sekolah yang berdekatan.
Pengugusan ini merupakan kelanjutan dari sistem penataran
tersebut, sehinnga di dalam satu gugus terdapat sekolah inti dan
beberapa sekolah imbas yang jumlah keseluruhannya berkisar
antara 5 sampai 8 buah.
3) KKG, KKKS, KKPS, dan PKG, dipergunakan sebagai wadah
pengorganisasian dan pembinaan guru, kepala sekolah, dan
pengawas sekolah untuk melakukan kegiatan peningkatan kualitas
pengajaran.
KKG singkatan dari Kelompok Kerja Guru, berfungsi sebagai
wadah untuk melakukan berbagai kegiatan penunjang belajar-
mengajar, antara lain merencanakan strategi belajar –mengajar,
membuat alat pelajaran, membuat lembar kerja / lembar tugas dan
mendiskusikan masalah-masalah yang dijumpai di kelas masing-
masing guru.
KKKS, singkatan dari Kelompok Kerja Kepala Sekolah, berfungsi
sebagai wadah koordinasi dalam upaya pembinaan mata
151
pelajaran,proses belajar-mengajar, dan hal-hal lain yang berkenaan
dengan pengelolaan sekolah umumnya dan pembinaan professional
khususnya.
KKPS, singkatan dari Kelompok Kerja Pengawas Sekolah,
berfungsi sebagai wadah diskusi,tukar menukar infomasi dan
pengalaman, mencari dan menemukan alternative penyelesaian
masalah yang dijumpai di sekolah, serta menetapkan keseragaman
tindakan dalam pembinaan. PKG singkatan dari Pusat Kegiatan
Guru, jika KKG,KKKS, dan KKPS menunjukkan pada kegiatan
maka PKG merupakan tempat berlangsungnya KKG, KKKS,
maupun KKPS.
152
5. Peranan guru dalam supervise
Seperti telah dikemukakan, supervisi pendidkan bertujuan untuk membantu
guru dalam memperbaiki proses belajar-mengajar melalui peningkatan
kompetensi guru itu sendiri dalam melaksanakan tugas professional mengajarnya.
Seperti juga berlaku untuk segalah kegiatan, usaha bantuan ini tidak akan berhasil
apabila tidak keinginan untuk bekerja sama dan tidak ada sikap kooperatif baik
dari yang dibantu yaitu guru sendiri maupun supervisor. Dengan demikian
peranan guru terhadap berhasil tidaknya program supervisi ini adalah sangat
besar. Peranan guru dalam supervis secara lebih rinci dapat ditelusuri dari proses
pelaksanaan supervisi itu.
Guru hendaknya secara aktif memberikan masukan kepada supervisor tentang
masalah yang dihadapi dalam mengajar. Seperti halnya pasien kepada dokternya.,
guru harus berterus terang tentang masalah yang dihadapinya, sehingga dapat
dicari cara pemecahan yang tepat. Sikap terbuka dan kooperatif ini sangat penting
dalam fase perencanaan kegiatan supervisi. Dari pengetahuannya tentang
berbagai teknik supervise, guru dapat menyarnakan kepada supervisor dalam
memilih teknik yang dianggap paling cocok untuk dipergunakan supervisor dalam
membantu meningkatkan kemampuan guru itu.
Focus utama dalam pelaksanaan supervisi adalah guru. Didalam pelaksanaan
supervisi, sikap kooperatif guru yang ditunjukan pada fase perencanaan masih
tetap diperlukan, malahan perlu ditingkatkan. Kesediaan guru untuk diobservasi
dan dianalisis perilaku mengajarnya, serta kesediaan untuk berdialog dengan
supervisor harus terus dikembangkan, sehingga guru dapat memperoleh manfaat
sebesar-besarnya dari proses supervise. Harus disadari bahwa supervisor tidak
mempunyai tujuan untuk mencari kesalahan, tetapi memberikan balikan tentang
kelemahan dan kekuatan guru dalam melaksanakan tugasnya.
Fase evaluasi program supervisi merupakan kesempatan yang baik bagi guru
untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai dan kekurngan apa yang masih
harus diperbaiki. Dalam penilaian, guru dapat melengkapi data dan informasi
dengan mengemukakan suasana hati, perasaan, serta harapannya, baik pada waktu
ia melaksanakan tugas mengajarnya maupun perasaannya secara umum terhadap
sekolah dan supervisor. Supervisor dapat memberikan saran secara terbuka tetapi
bersahabat tentang masalah-masalah yang ditemukan dalam penilaian, dan guru
harus bersifat terbuka untuk menerimanya. Dengan demikian, akan terjadi proses
salimg memperkaya antara guru dan supervisor dalam usaha untuk berkembang
dalam melaksanakan tugas pendidikan mereka.
153
12.3. Penutup
1. Rangkuman
Jabatan profesional guru harus terus dikembangkan sesuai dengn tuntutan
pekerjaan. Pengembangn diri seharusnya datang dari kemauan dan kemampuan
pribadi masing-masing tenaga professional itu. Dalam kenyataanya karena berbagai
sebab,, perkembangan profesional itu memerlukan bantuan dari luar, baik yang
menyangkut substansi maupun pemanfaatan sumber daya yang mendukung
perkembangan itu. Orang yang bertanggung jawab membantu pertumbuhan
profesional guru adalah supervisor. Supervisor itu sendiri juga merupakan jabatan
professional, yang sangat mementingkan kemamupan untuk menetapkan bantuan apa
dan sampai seberapa jauh bantuan yang diperlukan guru.
Dalam menjalankan tugasnya, supervisor dapat menggunakan satu atau lebih
pendekatan yang dirasa cocok untuk memberikan layanan terhadap guru. Pendekatan
itu antara lain, pendekatan humanistic, pendekatan kompetensi, pendekatan klinis,
dan pendekatan profesional. Guru sebagai subjek supervise juga harus berperan aktif
dalam pelaksanaan supervisi.
2. Latihan
154
Daftar Pustaka
Bolla, Jhon I.. 1984 . Supervisi Klinis. Jakarta: Depdikbud.
Depdikbud RI. 1976. Kurikulum Sekolah 1975, Garis-Garis Besar Program
Pengajaran.. Buku III D, Pedoman Administrasi dan Supervisi. Jakarta :
Balai Pustaka.
1984. Pedoman Pembinaan Guru Mata Pelajaran Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa. Jakarta: Balitbang Dikbud.
Goldhammer, Robert; Anderson H.; krajewksi Robert J.. 1980. Clinical Supervision:
Special Methods For The Supervision Of Teachers. New York: Holt, Rinehart
and Winston.
Harris, Ben M.. 1975. Supervisory Behavior in Education. New Jersey: Prentice
Hall,Incs
Himpunan Sejarah Admisistrasi Pendidikan Indonesia ( HISAPIN ).. 1992. “ Hasil
Sarasehan Nasional di Lembaga, tanggal 22 s.d 15 november 1992 ”.
Bandung.
Sutjipto, dkk. 1988. Supervise, Materi Penetapan Kerja Pengawas Kepalah
SMTP/SMTA. Pengawas TK/Sekolah dan Tenaga Potensial Lainnya. Padang :
Kanwil Depdikbud Sumatra Barat.
Udai pareek. 1980. Beyond Management . New Delhi: Mohan Primlani Oxford &
IBH publishing Co.
155