Anda di halaman 1dari 155

MODUL 1.

PENGERTIAN PROFESI KEPENDIDIKAN

1.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan:
1) Memahami tujuan mata kuliah Profesi Keguruan serta hubungan mata kuliah
tersebut dengan mata kuliah dasar kependidikan yang lain
2) Memahami lingkup isi serta bagaimana memahami modul ini.

Pada modul ini membicarakan empat hal pokok, yaitu: (1) Maksud penulisan
buku Profesi Keguruan. (2) Kaitan buku ini dengan kurikulum Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK), khususnya dalam pendidikan guru sekolah
menengah, serta hubungan mata kuliah ini dengan mata kuliah lain di lingkungan
Mata Kuliah Dasar Kependidikan. (3) Struktur isi modul. (4) Cara menggunakan
modul ini. Uraian cara menggunakan buku berisi petunjuk tentang bagaimana dosen
dan mahasiswa mempelajari modul ini, sehingga proses belajar mengajar dapat
berlangsung dengan efektif dan efisien.

1.2. Penyajian

A. Maksud Penulisan Modul


Secara operasional, tujuan pendidikan prajabatan guru adalah pemilikan
wawasan, sikap, dan keterampilan sebagai warga negara yang berpendidikan
tinggi, penguasaan bahan ajaran, penguasaan dan pemahaman tentang segala hal
yang berhubungan dengan peserta didik, penguasaan teori dan keterampilan
keguruan, pemilikan kemampuan melaksanakan tugas profesional dalam
hubungannya dengan latar kerjanya secara organisatoris. Buku ini terutama bertujuan
untuk memberikan bahan ajar dalam pembentukan kemampuan yang disebutkan
terakhir itu.
Di dalam silabus mata kuliah Profesi Keguruan disebutkan, tujuan mata
kuliah tersebut adalah bahwa setelah mengikuti perkuliahan dalam mata kuliah ini,
mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman dan kemampuan untuk
mengembangkan peranan profesionalnya sebagai guru dengan acuan sikap
profesional dan wawasan tentang kode etik keguruan dalam melaksanakan tugas.
Profesi keguruan mempunyai dimensi yang sangat luas dan dalam, mulai dari
pemahaman secara mendalam tentang wawasan yang mendasari pergaulan
pendidikan antar guru-murid, penguasaan materi ajar sampai kepada pemahaman
tentang latar keadaan (setting) dimana atau dalam lingkungan apa tindakan
pendidikan itu harus secara tepat menggunakan pertimbangan profesioanl
(professional judgement) dalam bertindak dan menjawab tantangan masalah yang
dihadapi dalam tugasnya. Ketepatan ini sangat penting karena situasi pendidikan tiu
bersifat einmalig, tidak dapat terulang lagi secara persis, jadi hanya berlangsung
sekali saja. Jika respon yang diberikan guru keliru, maka ia akan kehilangan waktu
yang sangat berharga dalam proses pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
1
Peranan profesional guru dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah
diwujudkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berupa perkembangan siswa
secara optimal. Untuk maksud tersebut, maka peranan profesional itu mencakup
tiga bidang layanan, yaitu: layanan instruktusional, layanan administrasi, dan
layanan bantuan akademik-sosial-pribadi. Ketiga bidang layanan itu menjadi tugas
pokok seorang guru dan dapat digambarkan sebagai berikut:

Layanan administrasi
3. Administrasi
pendidikan
Layanan instruktusional

1. Kurikulum dan proses


Layanan bantuan
belajar mengajar

2. Bimbingan dan
konseling

Gambar 1. 1. Bidang Layanan Profesional Guru di Sekolah (Mortensen &


Schmuller, 1969)

Layanan instruktursional merupakan tugas utama guru, sedang layanan


administrasi dan layanan bantuan merupakan pendukung. Tugas yang digambarkan
tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, penyelenggaraan proses belajar-mengajar, yang menempati porsi
terbesar dari profesi keguruan. Tugas ini menuntut guru untuk menguasai isi atau
materi bidang studi yang diajarkan serta wawasan yang berhubungan dengan materi
itu, kemampuan mengemas materi sesuai dengan latar perkembangan dan tujuan
pendidikan, serta menyajikan sedemikian rupa sehingga merangsang murid untuk
menguasai dan mengembangkan meteri itu dengan menggunakan kreativitasnya. Di
dalam pendidikan prajabatan, kemampuan menyelenggarakan tugas dalam proses
belajar mengajar ini dipersiapkan melalui perkuliahan bidang studi belajar dan
pembelajaran serta program pengalaman lapangan.
Kedua, tugas yang berhubungan dengan membantu murid dalam mengatasi
masalah dalam belajara pada khususnya, dan masalah-masalah pribadi yang akan
berpengaruh terhadap keberhasilan belajarnya. Bagaimana sebenarnya proses belajar
murid di kelas sangat erat
2
kaitannya dengan berbagai masalah di luar kelas yang seringkali bersifat non-
akademik. Masalah yang dihadapi dalam lingkungan kehidupan anak perlu dibantu
pemecahannya melalui program bimbingan dan konseling.
Ketiga, disamping kedua hal tersebut, guru harus memahami bagaimana
sekolah itu dikelola, apa peranan guru didalamnya bagaimana memanfaatkan
prosedur serta mekanisme pengelolaan tersebut untuk kelancaran tugas-tugasnya
sebagai guru. Disamping itu, guru juga harus memahami bagaimana harus
bertindak sesuai dengan etika jabatannya, dan bagaimana harus bersikap terhadap
tugas mengajar serta dengan personalia pendidikan atau orang-orang diluarnya yang
ikut menentukan keberhasilan tugas mengajarnya.
Di dalam menyiapkan guru yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan
ketiga tugas tersebut, maka di dalam pendidikan prajabatan diberikan mata kuliah
Profesi Keguruan, yang terutama menyangkut pemahaman tugas kedua dan ketiga di
atas. Buku ini merupakan materi dasar dalam mata kuliah tersebut.

B. Kaitan Modul dengan Kurikulum


Telah disebutkan bahwa tujuan mata kuliah ini adalah memenuhi harapan agar
mahasiswa memiliki acuan sikap profesional dalam memiliki wawasan serta
melaksanakan tugas tentang kode etik keguruan. Memiliki pemahaman dan
kemampuan untuk mengembangkan peranannya sebagai guru dalam pelayanan
bimbingan konseling dan administrasi pendidikan disekolah. Dengan demikian guru
memiliki wawasan mengenai kaitan fungsonal antara tugas utama profesional dengan
tugas pendukungnya (bimbingan dan administrasi pendidikan). Mahasiswa perlu
mengetahui bahwa guru merupakan komponen yang sangat penting di sekolah. Guru
hendaknya dapat menempatkan diri dalam fungsinya itu, sehingga ia dapat
memberikan sumbangan kepada tercapainya tujuan sekolah secara maksimal.
Sumbangan ini dapat diberikan apabila guru tersebut memahami kewajiban dan
sekaligus memahami hak-haknya sebagai guru. Jika mahasiswa telah lulus sarjana
nantinya, maka ia akn menjadi guru sekolah menengah, baik di sekolah negeri
ataupun sekolah swasta. Jika ia menjadi pegawai negeri, maka guru itu harus
memahami hak dan kewajibannya sebagai pegawai negeri.
Kurikulum LPTK dikembangkan sedemikian rupa, sehingga mahasiswa
mendapatkan pengalaman maksimal dalam rangka pembentukan kemampuan
profesionalnya. kurikulum ini terdiri dari kajian teoritik tentang materi ajaran dan
pengetahuan lain yang mendukungnya, serta bagaimana mengajarakan materi itu
secara efektif dan efisien keapada murid.
Di samping apa yang telah di sebutkan di atas. Kurikulum LPTK juga
memungkinkan lulusannya dapat memperoleh kemampuan untuk bidang-bidang
tertentu non-kependidikan, yang di tuntut dunia kerja. Misalnya seorang mahasiswa
jurusan matematika dapat mengambil pilihan pelajaran bahasa inggris sehingga ia
mampu menjadi pemandu wisata. Ini berarti bahwa penyusunan kurikulum itu
didasarkan atas keluwesan (fleksibilitas). Asas fleksibilitas yang sesuai dengan
tuntutan dunia kerja ini tercermin dalam berbagai aspek penyusunan buku ini.
Pertama, buku ini merupakan bahan minimal seperti yang dituntut oleh Garis Besar
3
Program Pengajaran; oleh karena itu mahasiswa perlu mendalambahkan
pendalamannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Kedua, baik bimbingan
konseling maupun administrasi pendidikan adalh ilmu yang transferable, dalam
pengertian bahwa ilmu tersebut tidak hanya dapat diterapkan dalam konteks sekolah,
tetapi juga dalm konteks lembaga pendidikan lain, malahan di dunia usaha. Ini
berarti bahwa mata kuliah ini mempunyai aspek fleksibilitas horizontal. Ketiga,
dalam keseluruhan kurikulum yang akan mensyaratkan pengalaman mahasiswa
selama di LPTK, mata kuliah Profesi Keguruan merupakan salah satu pengetahuan
khas yang membedakan LPTK dengan jenis lembaga pendidikan tinggi lainnya.
Guru tidak dapat terlepas dari tugas keguruan di luar kegiatan mengajar.
Mata kuliah Profesi Keguruan merupakan salah satu mata kuliah dalam
kelompok Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK). Selain profesi keguruan,
mata kuliah yang teramsuk MKDK adalah pengantar pendidikan, perkembangan
peserta didik, serta belajar dan pembelajaran. Oleh karena itu, mata kuliah ini
menunjang tercapainya mata kuliah MKDK, yaitu untuk memberikan wawasan
kepada calon guru tentang ilmu dan praksis keguruan dan ilmu-ilmu lain yang
menunjang profesi keguruan. Pada gilirannya wawasan ini akan membentuk
pemahaman dan sikap tentang filosofi profesional, tentang bagaimana harus
bersikap dalam melaksanakan tugasnya baik di sekolah maupun di masyarakat pada
umumnya. Dengan memahami cabang ilmu yang mendukung profesinya ini, guru
akan dapat mengambil keputusan dengan lebih tepat tentang masalah yang dihadapi
dalam tugas mereka. Dengan perkataan lain, melalui pemahaman itu guru akan
mampu:
1) Berkomunikasi lebih baik dengan sejawatnya
2) Mengambil keputusan profesional secara tepat dan cepat, dalam memcahkan
masalah-masalah pendidikan yang dihadapi.
3) Menilai pilihan-pilihan yang mungkin dibuat dalam menjalankan tugasnya
secara lebih komprehensif dan kritis.
Dengan menggunakan wawasannya tentang konsep kependidikan, guru
akan mampu melakukan tugasnya sesuai dengan keadaan lingkungan di mana mereka
bertugas.
Hubungan antara berbagai sajian dalam mata kuliah profesi keguruan serta sajian
dalam mata kuliah itu dengan sajian mata kuliah dalam MKDK adalah sebgaai
berikut:
1) Di dalam mata kuliah profesi keguruan dibahas administrasi pendidikan dan
bimbingan. Bimbingan memberikan dasar yang baik dalam pengelolaan
siswa. Pengelolaan siswa tersebut menjadi bidang garapan administrasi
pendidikan. Demikian pula administrasi pendidikan memberikan wawasan
kepada guru tentang keterkaitan program bimbingan itu dengan pengelolaan
sekolah secara keseluruhan. Guru dalam mengajar dan menjalankan fungsi
bimbingannya akan mengetahui tugasnya itu dalam konteks pengelolaan
murid yang dilakukan sekolah.
2) Di dalam mata kuliah profesi keguruan diperlukan pengetahuan tentang
pandangan seorang guru tentang manusia serta bagaimana merealisasikan
4
pandangan itu dalam bentuk pendidikan dengan segala aspeknya. Profesi
keguruan mensyaratkan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana
belajar dan pembelajaran itu harus disesuaikan dengan perkembangan peserta
didik sehingga pendidikan dapat dilaksanakan secara maksimal. Pengetahuan
ini ditunjang oleh mata kuliah dasar-dasar kependidikan lainnya. Profesi
keguruan memberikan pedoman tentang bagaimana wawasan yang diperoleh
dari mata kuliah dasar-dasar kependidikan lainnya itu diterapkan dalam fungsi
guru sebagai pekerja profesional.

Dengan uraian singkat di atas, kelihatan hubungan antara mata kuliah profesi
keguruan itu dengan MKDK lainnya dalam program pendidikan guru sekolah
menengah. Apa yang dikemukakan menunjukan bahwa guru harus mengetahui
peranan yang diharapkan darinya dalam penyelenggaraan sekolah.

C. Struktur Isi Modul


Tujuan mata kuliah seperti yang dikemukakan, kemudian dijabarkan dalam
bentuk pengalaman belajar yang disusun dalam buku ini. Dalam menyusun
pengalaman belajar itu, silabi dipakai sebagai dasar untuk menentukan bab-bab serta
isi bab dalam buku ini. Meskipun ramuan buku ini didasarkan atas Garis-Garis Besar
Program Pengajaran, namun disana sini disesuaikan dengan urutan yang lebih logis,
serta diberikan pengayaan yang dianggap berguna bagi mahasiswa.
Didalam tiap-tiap modul ini dijelaskan tujuan yang ingin dicapai setelah
mahasiswa mempelajari modul yang bersangkutan. Untuk melihat apakah tujuan
yang dicantumkan dalam permulaan bab itu tercapai atau tidak, pada akhir bab
diadakan pengecekan melalui beberapa tugas dalam bentuk latihan atau soal.
Pemberian tugas tersebut juga dimaksudkan untuk memantapkan pemahaman dan
memperkaya bahan yang disajian dalam bab yang bersangkutan. Dosen diharapkan
memeriksa tugas yang telah dikerjakan mahasiswa, dan memberikan balikan kepada
mereka pada awal perkuliahan berikutnya.
Buku ini berisi dua belas Modul. Masing-masing modul mempunyai
beberapa subbab yang merupakan uraian lebih lanjut dari modul itu. Pada dasarnya
buku ini disusun sedemikian rupa, sehingga mempunyai urutan yang mudah
dipahami. Uraian dimulai dari senarai konsep profesi keguruan, tugas profesional
guru serta penyikapan tugas tersebut diharapkan dari seorang profesional. Dalam
pengembangan profesi, interaksi kolegial merupakan bagian yang sangat penting.
Oleh karenanya, guru perlu memahami organisasi profesional mereka.
Setiap tugas profesional mengandung pengertian bahwa tugas tersebut harus
dilakukan berdasarkan etika yang disepakati di kalangan pelakunya, yang secara
moral mengikat pemikiran, sikap, dan perilaku profesional itu. Uraian selanjutnya
menyangkut tugas non mengajar guru yang sangat erat kaitannya dengan keberhasilan
mengajarnya, yaitu pemahaman tentang konsep, program, dan peranan guru
dalam pelaksanaan program bimbingan di sekolah. Tugas guru tidak dapat
dilepaskan dari konteks sistem pendidikan, organisasi, dan mekanisme
peneglolaannya, terutama pada tingkat sekolah. Oleh karena itu, dalam buku ini
5
juga dikemukakan organisasi pendidikan nasional sebagai system, di mana sekolah
menjadi bagiannya dan berbagai aspek pengelolaan sekolah dengan segala
substansinya. Disamping itu, guru sebagai fasilitator proses belajar-mengajar
seringkali memerlukan bantuan profesional yang dapat diberikan oleh kepala sekolah
maupun pengawas.

D. Cara Menggunakan Modul


Buku ini dimaksudkan sebagai buku pegangan bagi mahasisiwa di
dalam mengikuti kuliah teori dan kegiatan dalam praktek. Sebagai pegangan di dalam
praktek, uraian yang bersifat teoritis perlu dipadukan dengan contoh aplikasinya.
Meskipun demikian mungkin saja terjadi, masih ada bagian-bagian yang terlalu
teoritis atau sebaliknya terlalu berorientasi kepada praktek sehingga akibatnya kuarang
memberikan wawasan yang utuh dalam masalah yang dibahas.
Diterbitkannya buku ini juga sebagai buku pegangan di dalam proses belajar-
mengajar, baik untuk dosen maupun untuk mahsiswa. Untuk membantu
memudahkan penggunaaan buku ini, kiranya akan ada manfaatnya kalau diberikan
rambu-rambu bagaimana cara penggunaanya. Sebgai rambu-rambu, hal-hal yang
disampaikan ini hanya merupakan saran. Dosen dan mahasiswa bebas utnuk
mengadakan penyesuaian di mana perlu, atas pertimbangan keadaan kelas dan situasi
belajar lainnya di masing-masing kampus. Misalnya, jika dianggap bagian-bagian
yang diletakkan pada bab yang lebih awal ternyata harus dibicarakan kemudian karena
dihubungkan dengan situasi tertentu yang terjadi pada saat itu (maka hal tersebut)
diserahkan kepada pertimbangan dosen yang bersangkutan. Demikian pula andaikata
sebelumnya mahasiswa telah memahami topik yang akan dibicarakan, maka topik
tersebut dapat dibicarakan sepintas atau dilampaui saja.
Bentuk buku ini adalah modul. Ciri modul adalah cara penyajiannya yang
dibuat sedemikian rupa sehingga apabila mahasiswa mempelajari sendiri buku ini
tidak akan menemukan kesulitan yang berarti. Pemahaman tentang isi modul dapat
diketahui dari balikan yang sudah distruktur dalam bahan ajar itu sendiri.
Berdasarkan sifat buku ini, seperti telah disampaikan dimuka, pada tiap akhir
bab atau subbab, diberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa.
Peletakan tugas ini tergantung kepada pertimbangan sesuati tidaknya tugas tersebut
diberikan pada penggalan atau akhir bab itu. Tugas-tugas hendaknya diserahkan
kepada dosen untuk diperiksa. Tugas yang sudah diperiksa kemudian dikembalikan
kepada mahasiswa sebagai bahan balikan belajar.
Dosen bersama mahasiswa, sebaliknya membicarakan sampai seberapa jauh
pemahaman mahasiswa tentang topik yang dibahas. Bila sebagian besar mahasiswa
tidak memahami apa yang dibahas, sebaiknay dosen membicarakannya bersama-
sama dalam kelas. Jika hanya beberapa orang mahasiswa saja yang tidak memahami,
bantuan secara individual atau kelompok kecil perlu diberikan oleh dosen kepada
mahasiswa tersebut.
Apabila dosen atau mahasiswa ingin mendalami topik-topik yang dibahas, pada
akhir setiap modul dicantumkan daftar bacaan sebagai rujukan yang dapat dicari di
perpustakaan.
6
1.3. Penutup
1. Rangkuman
Buku ini bertujuan untuk memberikan sumbangan dalam pembentukan
wawasan, sikap, dan keterampilan profesional kepada calon tenaga kependidikan.
Sebagai salah satu wahana untuk pembentukan sikap profesioanl itu dalam buku ini
dibahas tiga kawasan pokok, yaitu: (1) pemahaman tentang masalah profesi, (2)
aspek bimbingan dan konseling, (3) aspek administrasi pendidikan.
Buku ini disusun bedasarkan silabus, sebagai pegangan mahasiswa dalam
mengikuti kuliah dan kegiatan praktek kependidikan.
Dosen dan mahasiswa hendaknya selalu mengadakan dialog dalam
memahami buku ini. Masukan dari mahasiswa perlu dipakai oleh dosen untuk
mempertinggi pemahaman mahasiswa tentang isi buku ini.

2. Latihan
1. Apakah manfaat Anda mempelajari mata kuliah profesi keguruan dalam
hubungannya dengam tugas anda sebagai guru? Jelaskan
2. Beban mengajar guru biasanya sudah cukup berat. Bagaimanakah sebaiknya guru
membagi waktu sehingga ia masih dapat mengembangkan kemampuan profesinya
dengan berbagai kegiatan selain mengajar?
3. Bagaimanakah hubungan antara mata kuliah profesi keguruan dengan mata kuliah
lain dalam kelompok Mata Kuliah Dasar Kependidikan? Jelaskan !
4. Anda telah membaca saran tentang bagaimana menggunakan buku ini. Cobalah
diskusikan dengan teman anda, apa saja yang dapat anda lakukan untuk lebih
mempermudah cara mempelajari buku ini.

Daftar Pustaka
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991/1992. Kurikulum Pendidikan Tenaga
Kependidikan Sekolah Menengah program S1, Buku I Ketentuan-Ketentuan
Pokok. Jakarta: Depdikbud.
. Kurikulum Pendidikan Tenaga Kependidikan Sekolah Menengah
Program S1, Buku II. Jakarta: Depdikbud.
. 1998. Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Guru (draft versi
20 Mei 1998). Jakarta: Depdikbud.
Mortensen, D. G. & Schumuller, A. M. , 1969. Guidance in today’s school.
New York: John Wiley & Son.

7
MODUL 2. KONSEP PROFESI KEGURUAN

2.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa memahami:
1) Pengertian dan syarat-syarat profesi, profesi keguruan , serta perkembangan
profesi keguruan di Indonesia.
2) Pengertian dan fungsi kode etik profesional, khususnya kode etik guru
Indonesia
3) Fungsi dan tujuan organisasi profesional keguruan PGRI
Dalam percakapan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau
profesional. Seseorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter; yang
lain mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek , atau ada pula sebagai pengacara,
guru, malah juga ada yang mengatakan profesinya pedagang, penyanyi, petinu,
penari, tukang koran, dan sebagainya. Para staf dan karyawan instansi militer dan
pemerintahan juga tidak henti-hentinya menyatakan akan meningkatkan
keprofesionalannya . Ini berarti bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi juga.
Kalau diamati dengan cermat bermacam-macam profesi yang disebutkan diatas,
belum dapat dilihat dengan jelas apa yang merupakan kriteria bagi suatu pekerjaan
sehingga dapat disebut suatu profesi itu. Kelihatannya, kriteriannya dapat bergerak
dari segi pendidikan formal yang diperlukan bagi seseorang untuk mendapatkan suatu
profesi, sampai kepada kemampuan yang dituntut seseorang dalam melakukan
tugasnya. Dokter dan arsitek harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan
menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang juga memakan waktu yang tidak
sedikit sebelum mereka diizinkan memangku jabatannya. Setelah memangku
jabatannya, mereka juga dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan mereka dengan tujuan meningkatkan kualitas layanannya kepada
khalayak.
Sementara itu, untuk menjadi pedagang atau petinju mungkin tidak
diperlukan pendidikan tinggi, malah pendidikan khusus sebelum memangku jabatan
itu pun tidak perlu , meskipun latihan, baik sebelum ataupun setelah menggauli
jabatan itu, tentu saja sangat diperlukan. Oleh sebab itu, , agar tidak menimbulkan
kerancuan dalam pembicaraan selanjutnya kita harus memperjelas pengertian profesi
itu.
Pada bab ini akan dibahas pengertian profesi, profesi keguruan, syarat-
syarat profesi keguruan, kode etik dan organisasi profesional keguruan. Hal ini amat
perlu diperhatikan mengingat jabatan guru dituntut untuk makin lama makin
meningkatkan keprofesionalannya, apalagi setelah keluarnya Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) RI No. 2/1989.

8
2.2. Penyajian

A. Pengertian dan Syarat-Syarat Profesi


Kebanyakan kita mengatakan bahwa mengajar adalah suatu profesi. Apakah yang
dimaksud dengan profesi, dan syarat-syarat serta kriteria yang harus dipenuhi agar
suatu jabatan dapat disebut suatu profesi. Ornstein dan Levine (1984) menyatakan
bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:
1. Pengertian Profesi
a) Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang
hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan
khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru
dikembangkan dari hasil penelitian).
d) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
e) Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan
masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau
ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendukukinya).
f) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja
tertentu(tidak diatur oleh orang luar).
g) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambildan untuk kerja
yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan
(langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak
dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai
sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien;dengan penekanan
terhadap layanan yang akan diberikan.
i) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relatif
bebas dari supervisi dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga
administrasi untuk mendata klien, sementara tidak ada supervisi dari luar
terhadap pekerjaan dokter sendiri).
j) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’untuk mengetahui dan
mengakui keberhasilan anggotanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi
dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh
Departemen Kesehatan).
l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau
menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan

9
m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri
setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu meyakini dokter lebih tahu
tentang penyakit pasien yang dilayaninya).
n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila di banding dengan
jabatan lainnya).
Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas, Sanusi et al. (1991), mengutarakan ciri-
ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:
a) Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan
(crusial).
b) Jabatan yang menuntut keterampilan / keahlian tertentu.
c) Keterampilan /keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan
masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d) Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas,
sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekadar pendapat khalayak umum.
e) Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu
yang cukup lama.
f) Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan apikasi dan sosialisasi
nilai-nilai profesional itu sendiri.
g) Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu
berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h) Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement
terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i) Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas
dari campur tangan orang luar.
j) Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh
karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Bila kita bandingkan kriteria yang dipakai Sanusi et al. ini dengan kriteria Ornstein
dan Levine yang dibicarakan lebih dahulu, dapat kita simpulkan bahwa keduanya
hampir mirip , dan saling melengkapi, dan oleh karenanya dapat kita pakai sebagai
pedoman dalam pembicaraan selanjutnya.
Kalau kita pakai acuan ini maka jabatan pedagang, penyanyi, penari, serta tukang
koran yang disebut pada bagian pertama jelas bukan profesi. Tetapi yang akan kita
bicarakan selanjutnya adalah jabatan guru, apakah jabatan guru telah dapat disebut
sebagai profesi ?

2. Pengertian dan Syarat – Syarat Profesi Keguruan


Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun
kriterianya. Misalnya National Education Association(NEA) (1948) menyarankan
kriteria berikut:
a) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c) Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandigkan
dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
d) Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang bersinambungan.
10
e) Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f) Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
g) Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
h) Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Sekarang yang menjadi pertanyaan lebih lanjut adalah apakah semua kriteria ini dapat
dipenuhi oleh jabatan mengajar atau oleh guru? Mari kita lihat satu-persatu.

a. Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual


Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan
upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat
diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar
bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar
seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett, 1963).

b. Jabatan yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus


Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka
dari orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang
jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun
keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan amatiran yang
tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya
orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter).
Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan
(Education) atau keguruan (teaching)( Ornstein and Levine, 1984).
Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua
ini. Mereka yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah
mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam
mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa
mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara
ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains (science),
sementara kelompok kedua menyatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art)
(Stinnett dan Huggett, 1963).
Namun, dalam karangan-karangan yang di tulis dalam Encyclopedia of Educational
Research, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara
intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya . Sebaliknya masih ada juga
yang berpendapat bahwa ilmu pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang
tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge
samar-samar (Sanusi et al; 1991). Sementara itu, ilmu pengetahuan tingkah laku
(behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing
langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodolgi
yang jelas. Ilmu pendidikan kurangterdefinisi dengan baik. Di samping itu, ilmu
yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji
validasinya dan yang disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982, dan
Woodring, 1983).

11
Sebagai hasilnya, banyak orang khususnya orang awam, seperti juga dengan para
ahlinya, selalu berdebat dan berselisih, malahan kadang-kadang menimbulkan
pembicaraan yang negatif. Hasil lain dari bidang ilmu yang belum terdefinisi dengan
baik ini adalah isi dari kurikulum pendidikan guru berbeda antara satu tempat dengan
tempat lainnya, walaupun telah mulai disamakan dengan menentukan topik-topik inti
yang wajib ada dalam kurikulum.
Banyak guru di sekolah menengah di perkirakan mengajar di luar dan bidang
ilmu yang cocok dengan ijazahnya; misalnya banyak guru matematika yang tidak
mendapatkan mayor dalam matematika sewaktu dia belajar dalam lembaga
pendidikan guru, ataupun mereka tidak disiapkan untuk mengajar matematika.
Masalah ini sangat menonjol dalam bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam,
walaupun sudah agak berkurang dengan adanya persediaan guru yang cukup sekarang
ini.
Apakah guru bidang ilmu pengetahuan tertentu juga ditentukan oleh baku
pendidikan dan pelatihannya? sampai saat pendidikan guru banyak yang ditentukan
dari atas, ada yang waktu pendidikannya cukup dua tahun saja, ada yang perlu tiga
tahun atau harus empat tahun.
Untuk melangkah kepada jabatan profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang
cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru
harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama,
dan bukan didikte dengan kelompok yang berkepentingan, misalnya oleh lembaga
pendidikan guru atau kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan beserta jajarannya.

c. Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama


Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini. Yang membedakan jabatan
profesional dengan non-profesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan
malalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui
pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang
pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan
profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek
dan pemagangan dan atau campuran pemagangan dan kuliah yang diperuntukkan
bagi jabatan yang non-profesional(Ornstein dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua
ini tidak ada lagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan dan
kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat perlu
untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi
kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional, dan
khusus, sekurang-kurangnya empat tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau
pendidikan persiapan profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah
mendapat gelar akademik S1 di perguruan tinggi Non-LPTK. Namun, sampai
sekarang di Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka
sangat singkat , malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja
kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.

12
d. Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cendrung menunjukan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional,
sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan profesional, baik
yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit . Malahan pada saat
sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru
dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. (ingat
penyetaraan D-II untuk guru-guru SD, dan penyetaraan D-III untuk guru-guru SLTP,
baik melalui tatap muka di LPTK tertentu maupun lewat pendidikan jarak jauh yang
dikoordinasikan Universitas Terbuka. )
Dilihat dari kacamata ini, jelas kriteria keempat ini dapat dipenuhi bagi jabatan guru
di negara kita.

e. Jabatan yang Menjanjikan Karier Hidup dan Keanggotaan yang Permanen


Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan
titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan profesional.
Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi
mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak
menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Untunglah di Indonesia kelihatannya tidak
begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain , walaupun bukan berarti pula bahwa
jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya mungkin
karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian
kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.

f. Jabatan yang Menentukan Bakunya Sendiri


Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak , maka baku untuk jabatan guru
ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku
jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang
menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
Sementara kebanyakan jabatan mempunyai patokan dan persyaratan yang seragam
untuk meyakinkan kemampuan minimum yamg duharuskantidak demikian halnya
dengan jabatan guru. Dari pengalaman beberapa tahun terakhir penerimaan calon
mahasiswa LPTK di dapat kesan yang sangat kuat bahwa skor nilai calon mahasiswa
yang masuk ke lembaga pendidikan guru jauh lebih rendah di bandingkan dengan
skor calon yang masuk ke bidang lainnya. Permasalahan ini mempunyai akibat juga
dalam hasil pendidikan guru nantinya, karena bagaimanapun juga mutu lulusan akan
sangat dipengaruhi oleh mutu masukan atau bahan bakunya, dalam hal ini mutu calin
mahasiswa lembaga pendidikan guru.
Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok dianggap sanggup untuk
membuat keputusan profesional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para
profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya,
kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-
hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan halhal yang berhubungan dengan
langganan (klien)nya. Sebetulnya pengawasan luar adalah musuh alam dari profesi,

13
karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar
(Ornstein dan Levine, 1984).
Dokter dan pengacara misalnya, menyediakan layanan untuk masyarakat, sementara
kliennya membayar untuk itu, namun tak seorang pun tak mengharap bahwa orang
banyak atau klien akan menulis resep ataupun yang menulis kontrak. Bila klien ikut
mempengaruhi keputusan dari praktek dokter atau pengacara, maka hubungan
profesional-klien berakhir. Ini pada hakikatnya berarti mempertahankan klien dari
mengsa ketidaktahuannya, disamping itu jugamenjaga profesi dari penilaian yang
tidak rasional dari klien atau khalayak ramai.
Pete Blau dan W. Richard Scott (1965: 51-52) menulis:
“professional service . . . requires that the [professional] maintain independence of
judgement and not permit the clients’wishes as distinguished from their interests to
influence his decisions. ”
Para profesional harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat
penilaian, sebaliknya tidak demikian dengan klien, sebagaimana ditulis Blau dan
Scott,
“and the clients not qulified to evaluate the services he needs. ”profesional yang
membolehkan langganannya untuk mengatakan apa yang harus dia kerjakan akan
gagal dalam memberikan layanan yang optimal.
Bagaimana dengan guru ? Guru, sebagaimana sudah diutarakan juga diatas
sebaliknya membolehkan orang tua , kepala sekolah , pejabat kantor wilayah, atau
anggota masyarakat lainnya mengatakan apa yang harus dilakukan mereka. Otonomi
profesional tidak berarti bahwa tidak ada sama sekali kontrol terhadap profesional.
Sebaliknya, ini berarti bahwakontrol yang membutuhkan kompetensi teknis hanya
dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan profesional dalam
hal itu.
Kelihatannya untuk masa sekarang sesuai dengan kondisi yang ada di negara kita,
kriteria ini belum dapat secara keseluruhan dipenuhi oleh jabatan guru.

g. Jabatan yang Mementingkan Layanan di Atas Keuntungan Pribadi


Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak
perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi
kehidupan yang lebih baik dari warga negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya
termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan di sebabkan oleh
keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini
berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan
rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun, ini tidak berarti bahwa
guru harus dibayar lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan akan cepat kaya
bila memilih jabatan guru . Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa
persyarata ketujuhini dipenuhi dengan baik.

h. Jabatan yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Rapat

14
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat
mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan
guru telah memenuhi kriteria ini dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di
Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan
wadah seluruh guru mulai dari guru kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan atas,
dan adapula Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh
sarjana pendidikan. Disamping itu, juga telah ada kelompok guru mata pelajaran
sejenis, baik pada tingkat daerah maupun nasional, namun belum terkait secara baik
dengan PGRI. Harus dicarikan usaha yang sungguh-sungguh agar kelompok-
kelompok guru mata pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan, tetapi dirangkul kedalam
pangkuan PGRI sehingga merupakan jalinan yang amat rapi dari suatu profesi yang
biak.
Berdasarkan analisis ini tampaknya jabatan guru belum sepenuhnya dapat
dikategorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orang sependapat
bahwa guru hanya jabatan semi profesional atau profesi yang baru muncul (emerging
profession) karena belum semua ciri-ciri diatas yang dapat dipenuhi.
Menurut Amitai Etzioni (1969: p. V. ), guru adalah jabatan semi profesional
disebabkan oleh:
“. . . . . the training [of teachers] is shorters, their status less legitimated [low or
moderate], their right to privileged communications less established;theirs is less of
a specialized knowledge, and they have less autonomy from supervision or societal
control than’the professions’. . . . . ”
Selanjutnya Robert B. Howsam et al. (1976), menulis bahwa guru harus dilihat
sebagai profesi yang baru muncul, dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi
dari jabatan semi profesional, malahan mendekati status jabatan profesi penuh. Pada
saat sekarang, seperti telah dijelaskan juga di depan, sebagian orang cenderung
menyatakan guru sebagai suatu profesi, dan sebagian lagi tidak mengakuinya. Oleh
sebab itu, dapat dikatakan jabatan guru sebagian, tapi bukan seluruhnya, adalah
jabatan profesional namun sedang bergerak ke arah itu. Kita di Indonesia dapat
merasakan jalan ke arah itu mulai ditapaki, misalnya dengan adanya peraturan dari
materi pendidikan dan kebudayaan bahwa yang boleh menjadi guru hanya yang
mempunyai akta mengajar yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan tenaga
kependidikan (LPTK). Selain itu, juga guru diberi penghargaan oleh pemerintah
melalui keputusan Menpan No. 26 Tahun 1989, dengan memberikan tunjangan
fungsional sebagai pengajar, dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat yang
terbuka.
Setelah dibicarakan profesionalisasi secara panjang lebar, mungkin timbul
pertanyaan, untuk apa dibicarakan profesionalisasi dalam dunia kependidikan ? kalau
dipahami secara baik kriteria jabatan profesional yang telah dibicarakan diatas, maka
jelaslah bahwa jabatan profesional sangat memperhatikan layanan yang diberikan
kepada masyarakat. Oleh sebab itudalam rangka menjaga dan meningkatkan layanan
ini secara optimal serta menjaga agar masyarakat jangan sampai dirugikan oleh
orangorang yang tidak bertanggung jawab, tuntutan jabatan profesional harus sangat
tinggi.
15
Profesi kependidikan, khususnya profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani
masyarakat dalam dunia pendidikan. sejalan dengan alasan tesebut, jelas kiranya
bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala
daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan di
berikan kepada masyarakat. Lebih khusus lagi, Sanisi et al. (1991) mengajukan enam
asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan (dan bukan
dilakukan secara acak saja), yakni sebagai berikut:
1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan,
emosi, dan perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya;sementara
itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai
martabat menusia.
2. Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan,
maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai-
nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan
acuan para pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab
permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia
mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan
adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.
5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog
antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik
tumbuh ke arah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai
yang di junjung tinggi masyarakat.
6. Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan
manusia sebagai manusia yang baik (dimensi intrinsik), dengan misi
instrumental yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai
sesuatu.

3. Perkembangan Profesi Keguruan


Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan di indonesia, jelas bahwa pada
mulanya guru-guru Indonesia dianggkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan
khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya Sejarah Pendidikan
Indonesia, Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia
terutama dalam zaman kolonial Belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan.
Guru-guru yang pada mulanya dianggkat dari orang-orang yang tidak dididik secara
khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan di tambah dengan
guru-guru yang lulus dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di
Solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak maka pemerintah Hindia
Belanda menganggkat lima macam guru yakni:
(1)guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh,
(2)guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk
menjadi guru, (3)guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu, (4)guru yang
dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru, dan (5)guru
16
yang diangkat karena keadaan yang mendesak berasal dari warga yang pernah
mengecap pendidikan. Tentu saja yang terakhir ini sangat beragam dari suatu daerah
dengan daerah lain.
Walaupun sekolah guru telah dimulai dan kemudian juga didirikan sekolah normal,
namun pada mulanya bila dilihat dari kurikulumnya dapat kita katakan hanya
mementingkan pengetahuan yang diajarkan saja. Ke dalamnya belum di masukan
secara khusus kurikulum ilmu mendidik dan psikologi. Sejalan dengan pendirian
sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari sekolah umum seperti Hollans
Inlandse School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs(MULO), Hogere
Burgeschool (HBS), dan Algemene Middlebare School (AMS) Maka secara
berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus untuk
mempersiapkan guru-gurunya, seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS
dan kursus Hoofdacte (HA) untuk calon kepala sekolah (Nasution, 1987).
Keadaan yang demikian berlanut sampai zaman pendudukan Jepang dan awal perang
kemerdekaan, walaupun dengan nama dan bentuk lembaga pendidikan guru yang
disesuaikan dengan keadaan waktu itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru
meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya
mempunyai lembaga pendidikan guru yang tunggal, yakni Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK).
Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan profesional penuh,
stasusnya mulai membaik. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) yang mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di
DPR/MPR . Apakah para wakil dan organisasi ini telah mewakili semua keinginan
para guru, baik dari segi profesional ataupun kesejahteraan ?Apakah guru betul-
betul jabatan profesional, sehingga jabatan guru terlindungi, mempunyai otoritas
tinggi dalam bidangnya, dihargai dan mempunyai status yang tinggi dalam
masyarakat , semuanya akan tergantung kepada guru itu sendiri dan unjuk kerjanya,
serta masyarakat dan pemerintah yang memakai atau mendapatkan layanan guru itu.
Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah mempunyai status yang
sangat tinggi dalam masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan
dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik
anak di depan kelas, tetapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk
bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun masalah sosial. Namun,
kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan kemajuan zaman, perkembangan
ilmu dan teknologi, dan kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan atau balas
jasa(Sanusi et al. , 1991). Dalam era teknologi yang maju sekarang , guru bukan lagi
satu-satunya tempat bertanya bagi masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih
tinggi dari guru, dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru
dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih
baik.

2. 1. Penutup

17
1. Rangkuman
Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional,
pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara
lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu
yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan
dalam jabatan yang bersinambungan , merupakan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai
organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun
perkembangannya di tanah air menunjukan arah untuk terpenuhunya persyaratan
tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari
guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga , oleh
kebijaksanaan pemerintah.

2. Latihan

1. Berdasarkan bacaan pada bab ini diskusikanlah dengan beberapa orang


teman,apakah jabatan kepala sekolah dapat dikategorikan sebagai tenaga
profesional ?
2. Bagaimana pula dengan para penatar yang ada di Balai Penataran Guru
(BPG)? Tuliskan hasil diskusi itu dan serahkan kepada dosen anda!
3. Dari tiga persyaratan jabatan profesi keguruan yang dibicarakan yakni nomor
f sampai h, manakah menurut pendapat anda yang paling sukar untuk
dipenuhi dalam situasi Indonesia? Mengapa demikian ?
4. Apakah saran anda agar kesulitan pemenuhan persyaratan tersebut dapat
dihilangkan ?
5. Menurut pendapat anda apakah kemudahan pindah dari satu profesi (misalnya
guru) ke profesi yang lain (misalnya pengacara) memperkukuh masing-
masing profesi atau sebaliknya ? Berikan alasan anda !

Daftar Pustaka

Amitai, Etzioni. 1969. The Semiprofessions and Their Organization Teachers,


Nurses, and Social Workers. New york: Free Press.
Blau, Peter and Scott, W. Richard . 1965. Formal Organisation. San Fransisco:
Chandler
Gideonse, Hendrik D. . 1982 . The Necessary Revolution In Teacher Education .
Bloomington, Ind: Phi Delta Kappa.
Harris , Chester (ed. ). 1960 . Encyclopedia of Educational Research , erd. Ed.
New york: The Macmillan Company, 1564 pp.
Howsam , Robert B. , et al. 1976. Educating a Profession. Washington D. C.
American Association of Colleges for Teachers Education.

18
National Education Association, Division of Field Service . 1948 . The Yardstick of
a Profession. Dalam Institutes on Professional and Publik Relation .
Washington D. C:The Association.
Ornstein, Allan C. , dan Levine . Deniel U. . 1984 . An Introduction to the
Foundations of Education. . Third Edition . Boston: Houghton Mifflin
Company.
Sanusi, Achmad, et al. 1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional
Tenaga Kependidikan. Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett, T. M. , dan Huggett, Albert J. . 1963 . Professional Problems of
Teachers . Second Edition. New York: The Macmillan Company.

19
MODUL 3. KODE ETIK PROFESI KEGURUAN

3. 1. Pendahuluan
Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa memahami:
1) Pengertian dan syarat-syarat profesi, profesi keguruan , serta perkembangan
profesi keguruan di Indonesia.
2) Pengertian dan fungsi kode etik profesional, khususnya kode etik guru
Indonesia
3) Fungsi dan tujuan organisasi profesional keguruan PGRI
Pada modul ini akan dibahas kode etik dan organisasi profesional keguruan.
Hal ini amat perlu diperhatikan mengingat jabatan guru dituntut untuk makin lama
makin meningkatkan keprofesionalannya, apalagi setelah keluarnya Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) RI No. 2/1989.

3.2. Penyajian

Setiap profesi, seperti telah dibicarakan dalam bagian terdahulu, harus


mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek,
guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik.
Sama halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum
memiliki pengertian yang sama . Sebagai contoh , dapat dicantumkan beberapa
pengertian kode etik, antara lain sebagai berikut:
1. Pengertian Kode Etik
a) Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa:
”Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap,
tingkah laku dan perbuatan di dalam dan diluar kedinasan . ”Dalam
penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya
Kode Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi
negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah
laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam
pergaulan hidup sehari-hari . Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini
20
dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap ,
tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam
hidup sehari-hari.
b) Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua
Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia
merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga
PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai
guru(PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua
unsur pokok yakni: (1)sebagai landasan moral. (2)sebagai pedoman
tingkah laku.
Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik suatu profesi adalah
norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi didalam
melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi
tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-
larangan , yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh
diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan
tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota
profesi pada umumnya dalam pergaulannya sehari-hari di dalam
masyarakat.

2. Tujuan kode etik


Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik daalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri . Secara
umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut ( R. Hermawan S,
1979):
a) Untuk menjunung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari
pihak luar atau masyarakat , agar mereka jangan sampai
memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang
bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan
melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota
profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia
luar. Dari segi ini, kode etik seringkali disebut kode Kehormatan.
b) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan disini meliputi baik kesejahteraan
lahir (atau material)maupun kesejahteraan batin (spiritual atau
mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode
etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
kesejahteraan para anggotanya. Misalnya, dengan menetapkan
tarif-tarif minimun bagi honorarium anggota profesi dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan
21
tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan
rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota
profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk –petunjuk kepada
para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang
bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak
jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama
rekan anggota profesi.
c) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan
kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi
dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu ,
kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan
para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
d) Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-
norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka di wajibkan
kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam
membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang
organisasi.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun
kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota , meningkatkan pengabdian para anggota profesi , dan
meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.

3. Penetapan Kode Etik


Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku
dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada
suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian penetapan kode etik tidak
boleh dilakukan oleh orang-orang yang secara perorangan, melinkan harus
dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota
profesi dari organisasi tersebut. Dengan demikian jelas bahwa orang-orang
yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut , tidak dapat
dikenakan aturan yang ada dalam kode etik tersebut . Kode etik suatu profesi
hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin
dikalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi
tersebut tergabung (menjadi anggota )dalam organisasi profesi yang
bersangkutan. Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara
otomatis tergabung didalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka
barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan
22
baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius
terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.

4. Sanksi Pelanggaran Kode Etik


Sering juga kita jumpai, bahwa adakalanya negara mecampuri urusan profesi,
sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi
tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau Undang-Undang .
Apabila halnya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral
dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan
sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa , baik berupa sanksi perdata
maupun sanksi pidana.
Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing secara
tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinyadan jika dianggap
kecurangan itu serius ia dapat dituntut dimuka pengadilan. Pada umumnya,
karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik
adalah sanksi moral. Barangsiapa melanggar kode etik akan mendapat celaan
dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si
pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu
organisasi profesi tertentu menandakan bahwa organisasi profesi itu telah
mantap.
5. Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan
norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam
suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI
dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam
maupun diluar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang
amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi
keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia
ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh Utusan Cabang dan
Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam
kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam
Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru
Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:

Kode Etik Guru Indonesia

Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian kepada


Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya.
Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setiap pada Undang-Undang Dasar 1945,
23
turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil
untuk menunaikan karyanya dengan mendomani dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar- mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi , semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam pendidikan.
10.
Organisasi Profesional Keguruan
1. Fungsi Organisasi Profesional Keguruan
Seperti yang telah disebutkan dalam salah satu kriteria jabatan profesional, jabatan
profesi harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak langkah dan
mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru di
negara kita, wadah ini telah ada yakni: Persatuan Guru Republik Indonesia yang
lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta pada tanggal 25
November 1945, sebagai pewujudan aspirasi Guru Indonesia dalam mewujudkan
cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S. , 1989).
Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan
profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986). Selanjutnya ,
Basuni menguraikan empat misi utama PGRI , yakni ;(a)Misi politis/ideologi,
(b)Misi Persatuan Organisatoris, (c)Misi Profesi, dan (d)Misi Kesejahteraan .
Kelihatannya, dari praktek pelaksanaan keempat misi tersebut dua misi pertama
_misi politis/ideologis, dan misi persatuan/organisasi-lebih menonjol realisasinya
dalam program-program PGRI . Ini dapat dibuktikan dengan telah adanya wakil-
wakil PGRI dalam badan Legislatif seperti DPR dan MPR . Peranan yang lebih
menonjol ani dapat kita pahami sesuai dengan tahap perkembangan dan
pembangunan bangsa dalam era orde baru ini.
Dalam melaksanakan misi lainnya , misi kesejahteraan, kelihatannya masih perlu
ditingkatkan . Sementara pelaksanaan misi ketiga, misi profesi, belum tampak
kiprah nyatanya dan belum terlalu melembaga.

24
Dalam kaitannya dengan pengembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini
masih mengandalkan pihak pemerintah, misalnya dalam merencanakan dan
melakukan program-program penataran guru serta program peningkatan mutu
lainnya. PGRI belum banyak merencanakan dan melakukan program atau kegiatan
yang berkaitan dengan perbaikan cara mengajar, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan guru, peningkatan kualifikasi guru, atau melakukan penelitian ilmiah
tentang masalah-masalah profesional yang dihadapi oleh para guru dewasa ini.
Kebanyakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya
dilakukan bersamaan dengan kegiatan peringatan ulang tahun atau Kongres , baik di
pusat maupun di daerah (Sanusi et al. , 1991). Oleh sebab itu, peranan organisasi ini
dalam peningkatan mutu profesional keguruan belum begitu menonjol.

2. Jenis-Jenis Organisasi Keguruan


Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui
pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompok nya masing-
masing . Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur dengan jadwal yang cukup
baik. Sayangnya, belum ada keterkaitan dan hubungan formal antara kelompok guru-
guru dalam MGMP ini dengan PGRI.
Selain PGRI, adalagi organisasi profesional resmi di bidang pendidikan yang harus
kita ketahui juga yakni Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia(ISPI), yang saat ini
telah mempunyai divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia(IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN),
Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia(HSPBI), dan lain-lain. Hubungan
formal antara organisasi –organisasi ini dengan PGRI masih belum tampak secara
nyata, sehingga belum didapatkan kerja sama yang saling menunjang dan
menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya. Sebagian anggota PGRI yang
sarjan mungkin juga menjadi anggota salah satu divisi dari ISPI , tetapi tidak banyak
anggota ISPI staf pengejar di LPTK yang juga menjadi anggota PGRI .

3.3. Penutup

1. Rangkuman
Jabatan guru merupakan jabatan profesional, dan sebagai jabatan profesional,
pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara
lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh
ilmu yang khusus, memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan
latihan dalam jabatan yang bersinambungan , merupakan karier hidup dan
keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan
layanan, mempunyai organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang ditaati
oleh anggotanya.

25
Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun
perkembangannya di tanah air menunjukan arah untuk terpenuhunya persyaratan
tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari
guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga , oleh
kebijaksanaan pemerintah.

2. Latihan
1. Menurut pendapat anda apakah kemudahan pindah dari satu profesi (misalnya
guru) ke profesi yang lain (misalnya pengacara) memperkukuh masing-
masing profesi atau sebaliknya ? Berikan alasan anda !
2. Diskusikan dengan beberapa teman anda peranan apa yang dapat dilakukan
oleh guru (misalnya gurua SMP atau guru SMA), baik secara perorangan
maupun secara berkelompok, dalam rangka meningkatkan mutu profesi
keguruan dan mutu organisasi profesional keguruan ?
3. Bila anda diminta pendapat tentang Kode Etik Guru Indonesia, bagaimana
menurut anda apakah kode etik itu terlalu mengikat guru atau malah
membantu mempertahankan profesi keguruan? Lengkapilah bahasa anda
dengan memperhatikan butir-butir kode etik tersebut !

Daftar Pustaka

Departemen Penerangan Republik Indonesia . 1974. Undang-Undang Republik


Indonesia No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Jakarta:
Dep. Penerangan R. I
Gideonse, Hendrik D. . 1982 . The Necessary Revolution In Teacher Education .
Bloomington, Ind: Phi Delta Kappa.
Harris , Chester (ed. ). 1960 . Encyclopedia of Educational Research , erd. Ed.
New york: The Macmillan Company, 1564 pp.
Hermawan , S. R. . 1979. Etika Keguruan . Suatu Pendekatan Terhadap Profesi
dan Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta: PT. Margi Hayu.
Nasution, S. . 1987. Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung: Penerbit Jenmars.
Ornstein, Allan C. , dan Levine . Deniel U. . 1984 . An Introduction to the
Foundations of Education. . Third Edition . Boston: Houghton Mifflin
Company.
PGRI. 1973. Kenang-Kenangan Kongres PGRI XIII 21 s/d 25 November 1973 dan
HUT PGRI XXVIII. Jakarta: PGRI
Suryamihardja , Basuni . 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.
Bandung: IPBI.
Woodring, Paul . 1983 . The Persistent Problems of Education. Bloomington, Ind:
Phi Delta Kappa.
26
MODUL 4. SIKAP
PROFESIONAL KEGURUAN

4.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa di harapkan:
1) Memahami pengertian sikap professional guru
2) Memahami, menghayati, dan mengamati sikap profesionalnya, kelak bias menjadi
guru
Dalam bab ini dibicarakan pengertian sikap professional;sasaran sikap
professional terhadap peraturan perundang-undangan, organisasi profesi, teman
sejawat, anak didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan; serta bagaimana
pengembangan sikap professional itu harus di laksanakan.Seorang guru haharus
mengetahui bagaimana dia bersikap yang baik terhadap profesinya, dan bagaimana
seharusnya sikap profesi itu di kembangkan sehingga mutu pelayanan setiap anggota
kepada masyarakat makin lama makin meningkat.

4.2. Penyajian
1. Pengertian
Guru sebagai pendidik professional mempuyai citra yang baik di masyarakat
apbila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau
teladan masyarakat sekelilingnya.Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap
dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut di teladani atau
tidak.bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya,
memberi arahan dan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru
berpakaiaan dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-teman serta
anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun segala perilaku guru di perhatikan masyarakat, tetapi yang di
bicarakan dalam bagan ini adalah khusus perilaku guru yang behubungan dengan
profesinya. Hal ini berhubungsn dengan bagaimana pola tinkahlaku guru dalam
memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap
profesionalnya. Pola tinkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan di bicarakan
sesui dengan sasarannya, yakni sikap professional keguruan terhadap: (1) Peraturan

27
perundang-undagan, (2) Organisasi profesi, (3) Teman sejawat anak didik, (4)
Anak didik, (5) tempat kerja, dan (7) Pekerjaan.

2. Sasaran Sikap Profesional


A. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undagan

Pada butir Sembilan Kode Etik Guru Indonesia di sebutkan bahwa: “Guru
melaksanakn segala kebijakanpemerintah dalam bidang pendidikan “ (PGRI 1973).
Kebijaksanaan pendidokan di Negara kita di pegang oleh pemerintah, dalam hal ini
oleh Departemen pendidikan dan kebudayaan. Dalam rangkah pembangunan
pendidikan di Indonesia, Departemen pendidikan da Kebudayaan mngeluarkan
ketentuan-ketentuandan peraturan-peraturan dan kebijaksanaan yang akan di
laksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan gedung-gedung
pendidikan, pemerataan kesemptan belajar antara laindengan melalui kewajiban
belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan mengiatkan
kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintahan tersebut biasanya
akan di tuagkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-
ketentuanpemerintah ini selanjutnya di jabarkn ke dalm program-program umum
pendidikan.
Guru merupakan unsure aparatur negra dan abdi Negara. Karena itu, gguru
mutlak mengetahui kebijaksanaan-kebijksanaan pemerintahan dlam bidang
pendidikan, sehingga dapat melaksakan ketentuan-ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan tersebut. Kebijasanaan pemeritahan dalam bidang pendidikan ialah
segalah peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang di keluarkan oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, mupun Dapertemen lain
dalam rangka pembinaan pendidikan di Negara kita. Sebagai contoh, peraturan
tentang (berlakunya) kurikulu sekolah tertentu, pembebasan sumbangan uang biaya
pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru, peyelengaraan evaluasi
belajar tanpa akhir (EBTA), dan lain sebagainya.
Untuk menjaga agar guru di Indonesai tetapmelaksanakn ketentuan-
ketentuanyang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode
Etik Guru mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar kesembilan dari
kode eti guru. Dasar ini juga menunjukan bahwa guru Indonesia harus tunduk dan
taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga
guru Indonesia tidak mendapat pengaruh negative dari pihak luar, yang ingin
memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan demikian, setiap guru
Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah.
Dalam bidang pendidikan ia harus taat pada kebijaksanaan dan peraturn, baik yang di
lakukan oeh Departeman lain yang berwewenang mengatur pendidikan, di pusat dan
di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan di
Indonesia.
B. Sikap Terhadap Organisasi Profesi

28
Guru secara bersama-sama memilihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengapdian. Dasar ini menunjukaan kepada kita
betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wada dan sarana pendidikan,
PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan agar lebih brdaya guna dan
berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawah misi dan memantapkan profesi
guru. Keberhsilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran anggotanya,
rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan
suatu system, dimana unsure pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru
harus bertindak sesuai tujuan dan system. Ada hubungan timbale bslik sntara anggota
profesi degan organisasi,baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam
mendapat hak.

Organisasi professional harus membina mengawasi para anggotanya.


Siapakah yang di maksutkan dengan orgganisasi itu? Jelas yang di maksut bukan
hanya ketua , atau sekertaris , atau beberapa orang pengurus tertentu saja , tetapi yang
di mksut dengan organisasi di sini adalah semua anggota dengan seluruh pengurus
dan segala perangkat dan alat-alat perlengkapnya. Kewajiban membina organisasi
profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh sebab itu,
semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat organisasi
merupakan wakil-wakil formal dari keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah
yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah di
delegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi iti. Dalam kenyataannya, para
pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam melakukan tindakan
pembinaan sikap organisasi, merekalah yang mengkomonikasikan segalah sesuatu
mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula yang mengambil
tindakan apabila di perlukan.
Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan
pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang di berikan oleh para
anggota ini di koordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga
pemamfaatannya menjadi efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota
profesi, apakah ia sebagai pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna
memilihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi.
Dalam dasar keenam dari kode Etik ini dengan gamlang juga di tuliskan,
bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama, membangun, dan meningkatkan mutu
Dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota
profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri.
Siapa lagi, kalau tidak anggota profesi itu sendiri, yang akan mengangkatmartabat
sutu profesi serta meningkatkan mutunya.
Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat
di lakukan dengan brbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokasi,
pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai
kegiatan akademik lainnya. Jadi, kegitan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada
pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melaikn

29
dapat juga di lakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan
ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
Usaha peningkatan dan peningkatan mutu profesi dapat di lakukan secara
perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga dapat di lakukan secara bersama.
Lamanya program peningkatan pembinaan itupun beragam sesui dengan yang di
perlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu profesi seorang guru dapat di
lakukan baik secara formal maupun informal. Peningkatan cara formal merupakan
peningkatan mutu melalui pendidikan dari berbagai khursus, sekolah, maupun
sekolah di prguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang
profesinya. Di samping itu, secara formel guru dapat meningkatkan mutu profesinya
dengan mendapatkn informasi dari mas media (surat kabar, majalah, radio, televise
dan lain-lain) atu dari buku-buku yang sesui dengan bidang profesi yang
bersangkutan.
Peningkatan mutu profesikeguruan dapat pula di rencanakan dan di lakukan
secara bersma atau berkelompok. Kegitan berkelompok ini dapat berupa penataran,
lokarynya, seminar, symposium, atau bahkan kulia di suatu lembaga pendidikan yang
di atur secara tersendiri. Misalnya program penyetaraan D-II guru-guru sekolah dasar,
dan program penyetaraan D-III guru-guru SLTP, adalah contoh-contoh kegiatan
berkelompok yang di atur tersendiri.
Kalau sekarang kita liat kebanyakan dari usaha peningkatan mutu profesi di
prakarsai dan dilakukan oleh pemerintah, maka di waktu mendatang diharapkan
organisasi profesila yang seharusnya melaksanakan dan merencanakannya, sesui
dengan fungsi peranan organisasi itu sendiri.

C. Sikap Terhadap Teman Sejawat


Dalam ayat 7 Kode etik Guru disebutkan bahwa: “Guru memilihara
hubungan profesi, semangat kekeluargaan, dan kesetia kawanan social.” (1) Guru
hendak menciptakan dan memilihara hubungan sesame guru dalam lingkungan
kerjanya, dan (2) guru hendaknya menciptakan da memilihara semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanaan social di dalam dan luar lingkungan.
Dalam hal ini Kode Etik guru Indonesia menunjukan kepada kita betapa
pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkn perasaan
persaudaraan yang mendalam sesama anggota profesi. Hubungan sesame anggota
profesi dapat di lihat dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan
kekeluargaan.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu di lakukan dalam rangka
melakukan tugas kedinasan. Sedankan hubungan kekeluargaan adalah hubungan
persaudaraan yang perlu di lakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun dalam
hubungan keseluruhan dalam rangka menjunjung tercapainya keberhasilan anggota
profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bansa.

a. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja


Seperti diketahui, dalam setiap sekolah terdapat seorang kepalah sekolah dan
beberapa orang guru ditambah dengan beberapa personel sekolah lainya sesui dengan
30
kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya akan
banyak bergantung pada semua manusia yang terlihat didalamnya. Agar setiap
personel sekolah dapat berfungsi sebagai mestinya. Mutlak adanya hubungan yang
baik dan harmonis di antara sesamapersonel yaitu hubungan baik antara kepalah
sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan kepalah sekolah ataupun guru dengan
semua personel sekolah lainnya. Semua personel sekolah ini harus dapat
menciptakanhubungan baik dengan anak didik di sekolah tersebut.
Sikap profesinal lain yang perlu di tumbukan oleh guru adalah sikap ingin
bekerja sama, saling hargai menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab.
Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa nasib sepenanggungan serta menyadari
akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan
mengorbankan kepentingan orang lain (HERMAWAN, 1979). Dalam suatu
pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia, akan terdapat perbedaan
pikiran, perasaan, kemauan, sikap, watak dan lain sebinya. Sekalipun demikian
hubungan tersebut dapat berjalan lancar, tentram, dan harmonis, jika di antara
mereka tumbuh sikap saling pengertian dan teggang rasa antara yang satu dengan
yang lai.
Adalah kebiasaan kita pada umumnya, untuk kadang-kadang bersikap
sungguh-sunggu dan kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan
diantara sesame kita. Hal ini tidak boleh terjadi karenakalau diketahui oleh murid
atau orang tua murid, apalagi masyarakat luas, mereka akan resa dan tidak percaya
kepada sekolah. Hal ini juga dapat mendatangkan pengaruh yang negatif kepada
anak didik. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang berlarut-larut, kita perlu
saling maaf-memaafkan dan memupuk suasana kekeluargaan yang akrab antara
sesame guru dan aparatur di sekolah.

a. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan


Kalau kita ambil sebagai contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah
dokter yang di ucapkan pada upacara pelantikan dokter baru, antara terdapat kalimat
yang menyatakan bahwa setiap dokter akan memperlakakun teman sejawatnya
sebagai saudara kandung. Dengan ucapan ini para dokter mengangap profesi mereka
sebagai suatu keluarga harus di junjung tinggi dan di muliakan.
Sebagai saudara mereka wajib membantu dalam kesukaran, saling
mendirong kemajuan dalam bidang profesinya, dan saling menghormati hasil-hasil
karyanya. Mereka saling memberitahukan penemuan-penemuan baru untuk
meningkatkan profesinya.
Sebagai saudara mereka berkewajiban saling mengoreksi dan saling menegur,
jika terdapat kesalahan-kesalahan atau penyimpangan yang dapat merugikan
profesinya. Meskipun dalam praktek besar kemungkinan tidak semua anggota profesi
dokter itu melaksanakan apa yang diucapkan dalam sumpahnya, tetapi setidak-
tidaknya sudah ada norma-norma yang mengatur dan mengawasi penampilan profesi
itu.
Sekarang apa yang terjadi pada profesi kita, profesi keguruan? Dalam hal ini
kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih
31
memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut,
bagi kita masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa
hubungan guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi
kedokteran.
Uraian ini dimaksudkan sebagai perbandingan untuk dijadikan bahan dalam
meningkatkan hubungan guru dengan guru sebagai anggota profesi keguruan dalam
hubungan keseluruhan.

D. Sikap Terhadap Anak Didik


Dalam kode etik guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh
seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan
nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No.2/1989
tentang Sistem Pendidikkan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta
didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat
yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun kars,
dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus
dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat
mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan
peserta didik menuruti bakat dan kodratya sementara guru memperhatikanny. Dalam
handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau
mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan
kearah pembentukan menusia indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan
bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang
pendidik. Motto tut wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai
kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, dan hanya berilmu tinggi
tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak
mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus
memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani,
sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan
agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu
mengahadi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insan dewasa. Peserta
didik tidak dapat dipandang sebagai objak semata yang harus patuh kepada kehendak
dan kemauan guru.

E. Sikap Terhadap Tempat Kerja


Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja
akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap
32
guru, dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam
lingkungannya. Menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal, yang harus
diperhatikan, yaitu: (a) guru sendiri, (b) hubungan guru dengan orang tua dan
masyarakat sekeliling
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dari
Kode Etik yang berbunyi:’’Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar yang sesuai, maupun dengan
penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaruh organisasi kelas yang mantap,
ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
Suasana yang harmonis disekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat
di dalamnya, yakni kepa;a sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, tidak menjalin
hubungan yang baik diantara sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus
dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat
sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk mebina peran serta dan rasa tanggung jawab
bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, dimana peserta didik
berada disekolah dan diawasi oleh guru-guru. Sebagian besar waktu justru digunakan
peserta didik diluar sekolah, yakni dirumah dan dimasyarakat sekitar. Oleh sebab itu,
amatlah beralasan bahwa orang tua dan masyarakat bertanggung jawab terhadap
pendidikan mereka. Agar pendidikan diluar ini terjalin dengan baik dengan apa yang
dilakukan oleh guru disekolah diperlukan kerja sama yang baik antara guru, orang
tua, dan masyarakat sekitar.
Dalam menjalin kerja sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat
mengambil prakarsa, misalnya dengan cara mengundang orang tua sewaktu
pengambilan rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan sekitar,
mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam membantu meringankan
permasalahan sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana
penunjang kegiatan sekolah.
Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat
sekitarnya ini merupakan isi dai butir kelima kode Etik Guru Indonesia.
F. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun
organisasi yang lebih besar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan
selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru,
ada strata kepemimpinan mulai dari pengurus cabang, daerah, sampai ke pusat.
Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan
mulai deri kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai ke menteri Pendidikan
dan Kebudayaan.
Sudah jelas bahwa pemimpin satu unit atau organisasi akan mempunyai
kebijaksanaan dan arahan dalam pemimpin organisasinya, dimana tiap anggota
organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan
organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut diberikan
berupa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang
diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan malahan
kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan
33
kemajuan organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru
terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam
menyukseskan program yang sudah disepakati, baik disekolah maupun diluar
sekolah.
G. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai
persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan
kesabaran dan ketalentaan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta
didik yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikaruniakan sifat seperti itu,
namun bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk
belajar dan berlaku seperti itu.
Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik,
bila dia mencintai kariernya dengan sepenuh hati. Artinya ia akan berbuat apapun
agar kariernya berhasil baik, committed dengan pekerjaanya. Ia harus mau dan
mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan baik pemakaian jasa
yang membutuhkannya.
Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus
selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan oengetahuannya dengan keinginan dan
permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta didk dan para orang tuanya. Keinginan
dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenanya, guru
selalu dituntut untuk secara terus-menerus meningkatakan dan mengembangakan
pengetahuan, ketrampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan
mengembangakan mutu ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru
Indonesia yang berbunyi: Guru secara pribadi dan bersama-sama mengeembangkan
dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun
secara kelompok, untuk selalu meningkatakan mutu dan martabat profesinya. Guru
sebagaiman juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu
dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambahkan
pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang
profesi itu selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Untuk meningkatakan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat
melakukannya secara formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan
atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu dan kemampuannya.
Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui
media masa seperti televise, radio, majalah ilmiah, Koran, dan sebagainya, ataupun
membaca buku teks dan pengetahuan lainnya yang cocok dengan bidangnya.
3. Pengembangan Sikap Profesional
Seperti telah diungkapkan bahwa, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu
ptofesional, maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap
profesionalnya. Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikap yang telah dibicarakan
harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat

34
dilakukan, baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas(dalam
jabatan).
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabat, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperlikan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya
yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi
masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap
pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi
harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya dilembaga pendidikan guru.
Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, ketrampilan
dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada
dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai
hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika
selalu menuntut ketelitian dan kedisiplikan penggunaan aturan dan prosedur yang
telah dirtentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan
memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan,
sebagaimana halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4) yang diberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi.
2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila calon guru selesai
mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam
rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai
guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal
melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televise, radio, Koran, majalah
maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap professional keguruan.

4.3. Penutup

1. Rangkuman
Sebagai professional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan secara terus menerus. Sasaran penyikapan itu meliputi penyikapan
terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik,
tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan.
Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan
masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan. Dalam
bersikap guru harus selalu mengadakan pembaruan sesuai dengan tuntutan tugasnya.

2. Latihan
1. Jelaskan pengertian sikap profesi guru?
2. Apa sasaran sikap profesi guru menurut peraturan perundang-undangan?
35
3. Sebutkan salah satu organisasi profesi guru yang ada di daerahmu? Jelaskan !
4. Sikap seperti apa yang harus dimiliki seorang guru agar mampu mengimbangi
kepemimpinan dan pekerjaan? Diskusikan dalam kelompok!
5. Bagaimana seharusnya sikap profesi itu di kembangkan sehingga mutu
pelayanan setiap anggota kepada masyarakat makin lama makin meningkat?

Daftar Pustaka
Sanusi, Achmad, et al.1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional
Tenaga Kependidikan.Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett, T.M., dan Huggett, Albert J. 1963. Professional Problems of Teachers.
Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:
IPBI

36
MODUL 5. BIMBINGAN DAN KONSELING

5.1. Pendahuluan

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat :


1. Memahami hakikat layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
2. Memahami prinsip-prinsip operasonal bimbingan dan konseling di sekolah.
3. Memahami program bimbingan di sekolah dan peranan guru dalam
penyusunan dan pelaksanaan program tersebut.
4. Memahami tugas dan peran serta guru dalam pemberian layanan bimbingan
kepada para siswa.
5.2. Penyajian

A. Pengertian Bimbingan Konseling


Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan. Hal
itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan
kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau
jantung hati dari kegiatan bimbingan. Ada pula yang mengatakan bahwa konseling
merupakan salah satu jenis layanan bimbingan.
Untuk lebih jelas lagi maka berikut ini adalah uraian dari pengertian bimbiingan
dan konseling.
1. Pengertian Bimbingan
Berikut ini adalah pengertian bimbingan dan konseling menurut para ahli :
a. Menurut Jones (1963) :
Guidance is the help given by one person to another in making coice and
adjustments and solving problems. Dalam pengertian tersebut terkandung
maksud bahwa tugas pembimbing hanyalah membantu agar individu yang
dibimbing mampu membantu dirnya sendiri, sedangkan keputusan terakhir
tergantung kepada individu yang dibimbing (klien).
b. Menurut Rochman Natawidjaya (1978) :
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat
37
memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat
bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta
masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya
serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
c. Menurut Bimo Walgito(1982: 11)
Beliau menyarikan beberapa rumusan bimbingan yang dikemukakan ara
ahli, sehingga didapatkan rumusan sebagai berikut :
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu
atau kelompok dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di
dalam kehidupannya, agar individu atau kelompok itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh banyak ahli itu,
dapat dikemukakan bahwa bimbingan merupakan :
a. Suatu proses yang berkesinambungan,
b. Suatu proses membantu individu,
c. Bantuan yang diberikan dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat
mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan
kemampuan/potensinya,
d. Bertujuan untuk membantu individu agar memahami keadaan dirinya dan
mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.

2. Pengertian Konseling
Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Berikut beberapa
diantaranya :
a. Menurut James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976: 19a) :
Konseling adalah suatu ertalian timbal balik antara dua orang individu dimana
yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih
baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang
dihadapinya pada waktu itu dan pada wktu yang akan datang.
b. Menurut Bimo Walgito (1982: 11)
Menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu
dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-
cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai
kesejahteraan hidupnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapatlah dikatakan bahwa kegiatan
konseling itu mempuyai ciri-ciri sebagai berikut :
a) Pada umumnya dilaksanakan secara individual.
b) Pada umumnya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka.
c) Untuk pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli.
d) Tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini diarahkan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi klien.
e) Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan
masalahnya dengan kemampuan sendiri.

38
Kegiatan bimbingan dan konseling tersebut berbeda dengan kegiatan
mengajar.
Perbedaan itu antara lain :
a) Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan pada kegiatan mengajar sudah
dirumuskan terlebih dahulu dan target pencapaian tujuan tersebut sama untuk
seluruh siswa dalam satu las atau satu tingkat.
Dalam kegiatan bimbingan dan konseling target pencapaian tujuan lebih
bersifat individual atau kelompok.
b) Pembicaraan dalam kegiatan mengajar lebih banyak diarahkan pada
pemberian informasi, atau pembuktian dalam suatu masalah, sedangkan
pembicaraan dalam konseling lebih ditujukan untuk memecahkan suatu
masalah yang dihadapi klien.
c) Dalam kegiatan mengajar, para siswanya belum tentu mempunyai masalah
yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, sedangkan dalam kegiatan
bimbingan dan konseling pada umunya klien telah/sedang menghadapi
masalah.
d) Untuk melaksanakan bimbingan dan konseling, bagi konselor dituntut suatu
keterampilan khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang guru/pengajar.

B. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pndidikan di Sekolah


Bimbingan konseling semakin hari semakin dirasa perlu keberadaannya di
sekolah. Hal ini didukung oleh berbagai macam faktor, seperti dikemukakan
oleh Koestoer Partrowisastro(1982), sebagai berikut :
1) Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah, di mana
anak dalam waktu sekian jam hidupnya berada di sekolah.
2) Para siswa yang usianya relatif masih muda sangat membutuhkan
bimbingan baik dalam memehami keadaan dirinya, mengarahkan
dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai kesulitan.
Kehadiran konselor di sekolah dapat meringankan tugas guru (Lundquist dan
Chamely yang dikutip oleh Belkin, 1981). Mereka menyatakan bahwa konselor
ternyata sangat membantu guru, dalam hal :
1) Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah afektif
yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru.
2) Memngembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan
mempengaruhi proses belajar-mengajar.
3) Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih
efektif.
4) Mengatasi masalah-masalah yang ditemukan guru dalam melaksanakan
tugasnya.

C. Tujuan Bimbingan di Sekolah


Dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C dinyatakan bahwa tujuan
bimbingan di sekolah adalah :

39
1) Mengatasi kesulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh hasil belajar
yang tinggi.
2) Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang
dilakukannya pada saat proses belajar-mengajar berlangsung dan dalam
hubungan sosial.
3) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan
jasmani.
4) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kelanjutan studi.
5) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan
pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
6) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial-
emosiaonal di sekolah yang bersumber dari sikap murid yang
bersangkutan terhadap dirinya sendiri, terhada lingkungan sekolah,
keluarga, dan lingkungan yang lebih luas.
Disamping tujuan-tujuan tersebut, Downing (1968) juga mengemukakan
bahwa tujuan layanan bimbingan di sekolah sebenarnya sama dengan pendidikan
terhadap diri sendiri, yaitu membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan sosial psikologis mereka, merealisasikan keinginannya, serta
mengembangkan kemampuan atau potensinya.

D. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa


Sebagai pertanda bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar dapat diketahui
dari berbagai jenis gejalahnya seperti dikemukakan oleh Abu Ahmad (1977) sebagai
berikut :
1) Hasil belajarnya rendah di bawah rata-rata kelas.
2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
3) Menunjukan sikap yang kurang wajar seperti suka menentang, dusta, tidak
mau menyelesaikan tugas-tugas dan sebagainya.
4) Menunjukan tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka
mengganggu, dan sebagainya.
Dalam kondisi sebagaimana di atas maka bimbingan dan konseling dapat
memberikan layanan dalam :
1) Bimbingan belajar,
2) Bimbingan sosial, dan
3) Bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi.

1. Bimbingan belajar
Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Bimbingan ini antara lain meliputi :
a) Cara belajar, baik secara kelompok maupun individual.
b) Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar.
c) Efisiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran.

40
d) Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran
tertentu.
e) Cara, proses, dan prosedur dalam mengikuti pelajaran.
Di samping itu, Winkel (1978) mengatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling
mempunyai peranan penting untuk membantu siswa, antara lain dalam hal :
a) Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang
terbuka bagi mereka, baik sekarang maupun yang akan datang.
b) Mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajarnya. Misalnya
masalah hubungan muda-mudi, masalah ekonomi, masalah hubungan
dengan orang tua/keluarga dan sebagainya.

2. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial ini bermaksud untuk membantu siswa dalam memecahkan dan
mengatasi kesulutan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial,
sehingga terciptalah suasana belajar yang kondusif. Menurut Abu Ahmad (1977)
bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk :
a) Memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
b) Membantu memperoleh persahabatan yang sesuai.
c) Membantu mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah
tertentu.
Di samping itu, Downing (1978) juga menyatakn bahwa bimbingan sosial juga
dimaksudkan agar siswa dapat melakukan penyesuaian diri terhadap teman
sebayanya baik di sekolah maupun di luar sekolah.
3. Bimbingan dalam Mengatasi Masalah-Masalah Pribadi
Bimbingan ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah-
masalah pribadi, yang dapat mengganggu kegiatan belajar siswa.Dalam kurikulum
SMA tahun 1975 buku III C tentang pedoman bimbingan dan penyuluhan
manyatakan bahwa ada beberapa masalah pribadi yang memerlukan bantuan
konseling, yaitu masalah-masalah akibat konflik antara :
a) Perkembangan intelektual dengan emosionalnya.
b) Bakat dengan aspirasi lingkungannya.
c) Kehendak siswa dengan orang tua atau lingkungannya.
d) Kepentingan siswa dengan orang tua atau lingkunagnnya.
e) Situasi sekolah dengan situasi lingkungannya.
f) Bakat dan pendidikan yang kurang bermutu dengan kelemahan
keengganan mengambil pilihan.
Masalah-masalah pribadi ini juga sering ditimbulkan oleh hubungan muda-mudi.
Selanjutnya juga dikemukakan oleh Downing (1968) bahwa layanan bimbungan di
sekolah sangat bermanfaat. Terutama dalam membantu :
a) Menciptakan suasana hubungan, sosial yang menyenangkan.
b) Menstimulasi siswa agar mereka meningkatkan partisipasinya dalam
kegiatan belajar mengajar.
c) Menciptakan atau mewujudkan pengalaman belajar yang lebih bermakna.
d) Meningkatkan motivasi belajar siswa.
41
e) Menciptakan dan menstimulasi timbulnya minat belajar.

E. Landasan Bimbingan Konseling.


Menurut Winkel (1991), landasan-landasan itu adalah sebagai berikut :
a) Bimbingan selalu memperhatikan perkembangan siswa sebagai individu
yang mandiri dan mempunyai potensi untuk berkembang.
b) Bimbingan berkisar pada dunia subjektif masing-masing individu.
c) Kegiatan bimbingan dilaksanakan atas dasar kesepakatan antara
pembimbing dengan yang dibimbing.
d) Bimbingan berlandaskan pengakuan akan martabat dan keluhuran
individu yang dibimbing sebagai manusia yang mempunyai hak-hak asasi
(human rights).
e) Bimbingan adalah suatu kegiatan yang bersifat ilmiah yang
mengintegrasikan bidang-bidang ilmu yang berkaitan dengan pemberian
bantuan psikologis.
f) Pelayanan ditujukan kepada semua siswa, tidak hanya untuk individu
yang bermasalah saja.
g) Bimbingan merupakan suatu proses, yaitu berlangsung secara terus-
menerus , berkesinambungan, berurutan, dan mengkuti tahap-tahap
perkembangan anak.

Prinsip-prinsip dasar atau landasan-landasan tersebut merupkan dasar filosofis


dalam layanan bimbingan dan konseling. Sebagai suatu kegiatan yang bersifat
profesional. Dasar menentukan pendekatan (approach) yang ditempuh dalam
membantu klien untuk memecahkan masalahnya.

F. Prinsip-Prinsip Oerasonal Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah landasan teoretis yang melandasi
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, agar layanan tersebut dapat lebih
terarah dan berlangsung dengan baik.
Berikut ini dikemukakan rumusan tentang prinsip-prinsip bimbingan yang
dituangkan dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C tentang Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling.

1. Prinsip-Prinsip Umum
Dalam prinsip umum ini dikemukakan beberapa acuan umum yang mendasari
semua kegiatan bambingan dan konseling. Prinsip-prinsip umum ini antara lain.
a) Karena bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu,
perlu diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala
aspek kepribadian yang unik dan ruwet, sikap dan tingkah laku tersebut
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalamannya. Oleh karena itu,dalam pemberian
perlu dikaji kehidupan masa lalu klien,yang diperkirakan
mempengaruhi,timbulnya masalah tersebut.

42
b) Perlu dikenal dan dipahami karakteristik individual dari individual yang
dibimbing
c) Bimbingan diarahkan kepada bantuan yang diberikan supaya individu yang
bersangkutan mampu membantu atau menolong dirinya sendiri dalam
menghadapi kesulitan-kesulitannya.
d) Program bimbingan harus sesuai dengan pendidikan di sekolah yang
bersangkutan
e) Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang
dimiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerja sama dengan
para pemmbantunya serta dapat dan bersedia memergunakan sumber-sumber
yang berguna diluar sekolah.
f) Terhadap program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian secara teratur
untuk mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang diperoleh serta
persesuaian antara pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan terdahulu.

2. Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan individu yang dibimbing


a) Layanan bimbingan harus diberikan kepada semua siswa.maksudnya bahwa
pembimbing dalam memberikan layanan tidak tertuju kepada siswa tertentu
saja,tetapi semua siswa perlu mendapatkan bimbingan baik yang mempunyai
masalah ataupun belum.bagi siswa yang belum bermasalah mereka perlu
memperoleh bimbingan yang bersifat pencegahan (preventive) apakah dalam
bentuk pemberian informasi pendidikan,jabatan atau informasi cara belajar
yang baik.
b) Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas layanan kepada siswa tertentu.
Karena tidak memungkinkan bagi pembimbing untuk memberikan layanan
kepada semua siswa secara bersamaan, dan masalah-masalah yang dialami oleh
siswa juga ada yang perlu mendapatkan layanan sesgera mungkin, maka untuk
menentukan siswa mana yang perlu dilayani dengan segera perlu ada kriteria
tertentu. Kriteria itu misalnya berupa hasil belajar yang mereka peroleh.
Semakin rendah hasil belajar siswa, atau semakin jauh turun hail belajarnya
dibandingkan dengan hasil belajar sebelumnya, maka mereka itu perlu
diprioritaskan untuk mendapatkan bantuan, sebab kalau layanannya tertunda
akan menimbulkan kesulitabn yang lebih besar, baik yang mrnyangkut
kemajuan belajarnya maupun keadaan emosionalnya.
c) Program bimbingan harus berpusat pada siswa. Program yang disusun harus
didasarkan atas kebutuhan siswa. Oleh sebab itu, sebelum penyusunan program
bimbingan erlu dilakukan analisis kebutuhan siswa.
d) Layanan bimbingan harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu yang
bersangkutan secara serba ragam dan serba luas.
e) Keputusan terakhir dalam proses bimbingan ditentukan oleh individu yang
dibimbing. Dalam pelaksanaan bimbingan, pembimbing tidak boleh
memaksakan kehendaknya kepada individu yang dibimbing. Peranan
pembimbing hanya memberikan arahan-arahan serta berbagai
kemungkinannya , dan keputusan mana yang diambil diserahkan sepenuhnya
43
kepada individu yang dibimbing. Dengan demikian klien mempunyai tanggung
jawab penuh terhadap keputusan yang diambilnya itu.
f) Individu yang mendapat bimbingan harus berangsur-angsur dapat membimbing
dirinya sendiri. Hasil pemberian layanan diharapkan tidak hanya berguna pada
waktu pemberian layanan itu saja, tettapi jika individu mengalami masalah
yang sama dikemudian hari ia akan dapat mengatasinya sendiri, sehingga
tingkat ketergantungan individu kepada pembimbing semakin berkurang.
Tujuan akhir dari kegiatan ini ialah mendirikan individu yang dibimbing(klien)
dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

3. Prinsip-Prinsip khusus yang Berhubungan dengan Individu yang


Memberikan Bimbingan

a) Konselor di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan,


pengalaman, dan kemampuannya. Karena pekerjaan bimbingan merupakan
pekerjaan yang memerlukan keahlian dan keterampilan-keterampilan tertentu,
maka pekerjaan bimbingan itu tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Dengan
demikian, orang yang akan bertugas sebagai pembimbing di sekolah harus
dipilih atas dasar-dasar tertentu, misalnya kepribadian, pendidikan, pengalaman
dan kemampuannya, karena kualifikasi tersebut dapat mendukung keberhasilan
pembimbing dalam melaksanakan tugasnya. Banyak masalah-masalah yang
dalam pemecahannya diperlukan dukungan pengalaman pembimbing, keluasan
wawasan maupun kemampuan lainnya.
b) Konselor harus dapat kesempatan untuk mengembangkan dirinya serta
keahliannya melalui berbagai latihan penataran. Karena ilmu tentang bimbingan
terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan lainnya.
Agar pembimbing dapat mengikuti dan menguasai perkembangan tersebut,
pembimbing hendaklah mencari atau mendapatkan kesempatan untuk berbagai
latihan dan penataran, sehingga potensi yang dimiliki pembimbing itu lebih
berkembang lagi dengan demikian teknik-teknik pembimbingan yang dikuasai
pembimbing akan lebih kaya, dan wawasannya tentang bimbingan akan lebih
luas.
c) Konselor hendaknya selalu mempergunakan informasi yang tersedia mengenai
individu yang dibimbing beserta lingkungannya, sebagai bahan untuk
membantu individu yang bersangkutan ke arah penyesuaian diri yang lebih
baik. Untuk efektifnya pemberian bantuan kepada anak didik, pembimbing
perlu mengetahui informasi tentang anak didik serta lingkungannya.
Penguasaan informasi tersebut akan memudahkan pembimbing untuk
membantu anak didiknya dalam mencarikan alternatif pemecahan masalah yang
dihadapinya serta dalam mengembangkan kemampuannya untuk melakukan
penyesuaian diri secara baik.
d) Konselor harus menghormati dan menjaga kerahasian informasi tentang
individu yang dibimbingnya. Informasi yang diperoleh dari individu yang
dibimbinga itu ada yang perlu dirahasiakan. Kalau hal ini tidak dapat
44
dilaksanakan oleh pembimbing, maka individu yang bersangkutan akan merasa
malu dan akhirnya individu tersebut tidak akan percaya kepada pembimbing,
sebagai akibatnya jika pada masa datang ia mengalami masalah, ia tidak akan
mau menyampaikannya secara jujur kepada pembimbing.
e) Konselor hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode dan teknik yang
tepat dalam melakukan tugasnya. Karena keunikan masalah yang dialami oleh
individu dan latar belakangnya maka dalam pemberian layanan, pembimbing
dituntut untuk menguasai berbagai metode dan teknik bimbingan.
f) Konselor hendaknya memperhatikan dan mempergunakan hasil penelitian
dalam bidang; minat,kemampuan,dan hasil belajar individu untuk kepentinagn
perkembangan kurikulum sekolah yang bersangkutan.

4. Prinsip-Prinsip Khusus yang Berhubungan dengan Organisasi dan


Administrasi Bimbingan
a) Bimbingan harus dilaksanakan secara berkesinambungan.
b) Dalam pelaksanaan bimbingan harus tersedia kartu pribadi(comulative record)
bagi setiap individu atau siswa. Hal ini sangat diperlukan untuk mencatat data
pribadi individu secara sistematis yang dapat digunakan untuk membantu
kemajuan individu yang bersangkutan. Dengan demikian, pembimbing dapat
dengan mudah mengetahui perkembangan masalah klien dan pembimbing
mempunyai data yang lengkap tentang keadaan kliennya.
c) Program pembimbingan harus di susun sesuai dengan kebutuhan sekolah yang
bersangkutan. Karena pelaksanaan bimbingan terintegrasi dalam keseluruhan
roses pendidikan di seklah, maka dalam penyusunan program bimbingan juga
harus sesuai dengan program sekolah itu agar layanan bimbingan mempunyai
sumbangan yang besar terhadap program sekolah.
d) Pembagian waktu harus di atur untuk setiap petugas secara baik. Ini untuk
menghindari penumpukan tugas-tugas dari para pembimbing. Disamping itu
juga untuk menghindari kekecewaan siswa yang merasa senang pada
pembimbing tertentu tetapi pembimbing tersebut tidak ada.
e) bimbingan harus dilaksanakan dalam situasi individual dan dalam situasi
kelompok, sesuai dengan masalah dan metode yang di pergunakan dalam
memecahkn masalah itu.
f) Sekolah harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga diluar sekolah yang
menyelenggarakan layanan yang berhubungan dengan bimbingan dan
penyuluhan pada umumnya.
g) Kepalah sekolah memegang tanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan
bimbingan.
G. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Asas adalah segalah hal yang harus di penuhi dalam melaksanakan suatu
kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik serta memdapatkan
hasil yang memuaskan. Dalam kegiatan atau layanan bimbingan konseling menurut
prayitno (1982) ada beberapa asas yang perlu di perhatikan, yaitu:
1. Asas kerhasiaan
45
Asas ini mempuyai makna yang sangat penting dalam layanan bimbingan
konseling. Mungkin tidak terlalu berlebihan bilamana asas ini disebut dengan asas
kunci dalam pemberian layanan tersebut. Sebagian keberhasilan layanan bimbingan
banyak ditentukan oleh asas ini, sebab klien akan mau membukakan keadaan
dirinya sampai dengan masalah-maslah sangat pribadi, apabila ia yakin bahwa
konselor dapat menyimpan rahasianya.dengan adanya keterbukaan dari klien akan
memberikan kemudahan-kemudahan bagi konselor menemukan sumber penyebabb
timbulnya masalah, yang selanjutnya dapat mempermudah pula mencari atau
mendapatkan jalan pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien tersebut.
2. Asas Ketrbukaan
Konselor harus beusaha untuk menciptakaan suasana ketrbukaan dalam
membahas masalah yang dialmi klien. Klien terbuka menyampaikan perasaan,
pikiran , dan keinginannya yang diperkirakan sebagai sumber timbulnya
permasalahan. Klien merasa bebas mengutarakan permasalahannya, dan
konselorpun dapat menerimanya dengan baik. Konselor juga terbuka dalam
memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dikemukakan oleh klien.Namun
demikian, suasana keterbukaan itu sulit terwujud bilamana asas kerhasiaan tidak
dapat dilaksanakaan dengan baik. Oleh karena itu, asas kerahasiaan akan sangat
mendukung terciptanya klien dalam menyampaikan persoalannya.
3. Asas kesukarelaan
Konselor mempuyai peran utama dalam mewujudkan asas kesukarelaan ini.
Konselor harus mampu mencerminkan asas ini alam menerima kehadiran klien.
Bilamana konselor tidak siap menerima kehadinan klien karena suatu hal dan lain
hal, seerti tidak cukupnya waktu untuk berkonsultasi yang disebabkan ada acara
lain, badan atau perasaan tidak enak, sedang punya masalah yang agak serius, dan
sebagainya kondisi konselor yang demikian dapat menyebabkan asas kesukarelaan
ini. Tidak terwujud, kalau mereka paksakan untuk melakukan konsultasi. Bila klien
tidak mau dengan sukarela mengamukakan permasalahannya, maka konsultasi itu
tidak mungkin berlangsung secara efektif. Hal ini biasa terjadi mungkin di sebabkan
oleh kesan klien yang kurang baik terhadap konselornya, sehingga masalah-masalah
yang dihadapi enggan disampaikan kepada konselor.
4. Asas kekinian
Pemcahan masalah dalam kegiatan konseling seharusnya berfokus pada
masalah- masalah yang dialami oleh klien pada saat ini. Apa yang dirasakan di
pikirkan pada saat konsultasi, itulah yang menjadi pusat perhatian dalm mencarikan
pemecahannya. Konselor jangan terperangkap dalam pembicaraan tentang masalah-
masalah yang tidak lagi menjadi persoalan bagi klien. Bila hal ini terjadi, maka
kegiatan layanan tersebut tidak akan memecahkan pensoalan yang dihadapi oleh
klien. Misalnya: klien mengeluh bahwa prestasi belajarnya rendah.pembicaraan
hendaknya berorientasi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan rendahnya
prestasi belajar tersebut, dan bukan hal-hal lain yang tidak ada lagi kaitannya
dengan masalah tersebut.
5. Asas kegiatan

46
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan dapat berlangsung baik,
bilamana klien mau melaksanakan sendiri kegiatan yang telah di bahas dalam
layanan itu. Oleh karena itu, konselor hendaknya mampu memotivasi klien untuk
melaksanakan semua saran yang telah disampaikannya. Keberhasilan layanan
bimbingan dan konseling tidaklah terwujud dengan sendirinya,tetapi harus diusakan
oleh klien itu seendiri.
6. Asas kedinamisan
Arah layanan bimbingan dan konseling yaitu terwujudnya perubahan dalam
diri klien, yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Sesuai dengan sifat
keunikan manusia maka konselor harus memberikan layanan seirama dengan
perubahan-perubahan yang ada pada diri klien. Perubahan itu tidak hanya sekedar
berupa pengalaman-pengalaman yang bersifat menonton, melainkan perubahan
menuju pada sutu kemajuan.
7. Asas keterpaduan
Kepribadian klien merupakan suatu kesatuan dari berbagai macam aspek.
Dalam pemberian layanan kepada klien, hendaknya selalu di perhatikan aspek-
aspek kepribadian klien yang di arahkan untuk mencapai keharmonisan atau
keterpaduan. Bila tidak terwujud keterpaduan aspek-asek ini justru akan
menimbulkan masalah baru.
Disamping keterpaduan layanan yang di berikan, konselor juga harus
memperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan, jangan sampai
terjadi timbulnya keridak sersian atau pertentangan dengan aspek layanan lainnya.
8. Asas kenormatifan
Maksud dari asas ini ialah usaha layanan bimbingan dan konseling yang
dilakukuan itu hendaknya tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku,
sehingga tidak terjadi penolakan dari individu yang di bimbing. Baik penolakan
dalm prosesnya maupun saran-saran atau keputusan yaaang dibahas dalam
konseling.
9. Asas keahlian
Layanan bimbingan dan konseling adalah profesional, oleh karena itu tidak
mungkin dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak dididik dan dilatih atau
dipersiapkan untuk itu. Layanan konseling menuntut suatu keterampilan khusus.
Konselor harus benar-benar terlatih untuk itu, sehingga layanan tersebut benar-
benar profesional.
10. Asas alih tangan
Asas ini diartikan untuk menghindari terjadinya pemberian layanan yang tidak
tepat. Konselor bukanlah tenaga yang serba bisa dan serba tau, sehingga dalam
pemberian layanan ia perlu membatasi diri sesuai dengan keahliannya. Bila
ditemukan masalah-masalah klien tersebut di luar bidang keahliannya, maka
konselor hendaknya segera mengalihtangankan kepada ahli lain. Setia masalah
hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu.
11. Asas Tutu Wuri Handayani
Setelah klien mendapatkan layanan, hendaknya klien merasakan bahwa
layanan tersebut tidak hanya pada saat klien mengemukakan persoalannya. Di luar
47
layanan pun hendaknya makna bimbingan dan konseling tetap dapat dirasakan,
sehingga tercita hubungan yang harmonis antara konselor dan kliennya. Klien
hendaknya merasa terbantu dan merasa aman atas pemberian layanan itu. Dedalam
pemecahan masalah, konselor jangan dijadikan alat oleh klien tetapi klien sendirilah
yang harus membuat keputusan. Konselor sewaktu-waktu siap membnatunya bila
dalam pelaksanaannya, klien mengalami masalah atau benturan-benturan lagi.

H. Orientasi Layanan dan Bimbingan Konseling


Menurut Humphreys dan Traxler (1954) sikap dasar pekerjaan bimbingan itu
ialah bahwa individual merupakan satu hal yang sangat penting.
Dalam kurikulum 1975 tentang pedoman bimbingan dan Penyuluhan Buku III
C(1976 :5) dinyatakan bahwa :
Bimbingan di SMA merupakan bantuan khusus yang diberikan kepada siswa
SMA dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kenyataan-
kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapinya dalam rangka
perkembangan yang optimal, sehingga mereka dapat memahami diri,
mengarahkan diri, dan bertindak, serta bersikap sesuatu dengan tuntutan dan
keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan
konseling hendaknya menekankan :
1. Orientasi Individual
Setiap individu mempunyai perbedaan satu sama lainnya. Perbedaan latar
belakang kehidupan individu ini dapat mempengaruhinya dalam cara berpikir, cara
berperasaan, dan cara menganalisis mesalah.
2. Orientasi Perkembangan
Masing-masing individu berada pada usia perkembangannya. Dalam setiap
tahap usia perkembangan, individu yang bersangkutan hendaknya mampu
mewujudkan tugas-tugas perkembangannya itu. Sebagai contoh dapat dikemukakan
tugas-tugas perkembangan masa remaja, menurut Havighurst yang dikutip oleh
Hurlock (1980) antara lain :
a) Mampu mengadakan hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan
teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan.
b) Dapat berperan social yang sesuai, baik perannya sebagai laki-laki atau
sebagai perempuan.
c) Menerima keadaan fisik serta dapat memanfaatkan kondisi fisiknya dengan
baik.
d) Mampu menerima tanggung jawab social dan bertingkah laku sesuai dengan
tanggung jawab social.
e) Tidak tergantung secara emosional pada orang tua atau orang dewasa lainnya.
f) Menyiapkan diri terhadap karier dan ekonomi.
g) Menyiapkan diri terhadap perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
h) Memperoleh nilai-nilai system etis sebagai pedoman dalam bertingkah laku
serta dapat mengembangkan suatu ideology.
3. Orientasi Masalah
48
Layanan bimbingan dan konseling harus bertolak dari masalah yang sedang
dihadapi oleh klien . Konselor hendaknya tidak terperangkap dalam masalah-masalah
lain yang tidak dikeluhkan oleh klien. Artinya pembahasan masalah difokiskan pada
saat ini dirasakan oleh klien. Hal ini disebut dengan asas kekinian.
I. Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Wino Walgito (1980) mengemukakan beberapa butir rumusan kode etik
bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1. Pembimbing harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil
yang sebaik-baiknya.
3. Karena pekerjaan pembimbing langsung berkaitan dengan kehidupan pribadi
orang maka seorang pembimbing harus:
a. Dapat menyimpan rahasia klien dengan baik.
b. Menunjukkan sikap hormat kepada klien.
c. Menunjukkan penghargaan yang sama kepada bermacam-macam klien.
d. Pembimbing tidak diperkenankan:
 Menggunakan tenaga-tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
 Menggunakan alat-alat yang kurang dipertanggung jawabkan.
 Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang tidak
baik bagi klien.
 Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien tersebut.
e. Meminta bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemapuan atau di luar keahlian
stafnya yang diperlukan dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
f. Pembimbing harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang
memerlukan pengabdian penuh.

5.3. Penutup
1. Rangkuman
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan. Hal
itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan
kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau
jantung hati dari kegiatan bimbingan. Ada pula yang mengatakan bahwa konseling
merupakan salah satu jenis layanan bimbingan.
Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Berikut beberapa
diantaranya :
2. Latihan
1. Apa Perbedaan bimbingan dan konseling?
2. Mengapa bimbingan dan konseling sangat penting bagi peserta didik?
3. Apakah semua peserta didik wajib mendapatkan materi ajar tentang bimbingan
dan konseling? Jelaskan beserta contohnya!
4. Jelaskan peran dari bombingan konseling di lingkungan sekolah?
5. Apa Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa?

49
Daftar Pustaka
Sanusi, Achmad, et al.1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional
Tenaga Kependidikan.Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett, T.M., dan Huggett, Albert J. 1963. Professional Problems of Teachers.
Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:
IPB
MODUL 6. PROGRAM BIMBINGAN DI SEKOLAH DAN PERANAN GURU
DALAM PELAKSANAANNYA

6.1. Pendahuluan

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat memahami


pengrtian, langkah, variasi, ketenagaan, struktur organisasi, serta mekanisme
implementasi program bimbingan di sekolah. Mahasiswa juga diharapkan memahami
peranan guru dalam program bimbingan dan konseling di sekalah.
Prinsip-prinsip bimbingan seperti yang telah dikemukakan dalam bab IV
harus diterjemahkan kedalam program-program sebagai pedoman pelaksanaan di
sekolah. Di dalam menerjemahkan prinsip ke dalam program, peran guru amat
penting karena guru merupakan sumber yang sangat menguasai informasi tentang
keadaan siswa. Di dalam membuat program tersebut, kerja sama antara konselor dan
personel lain di sekolah merupakan suatu syarat yeng tidak boleh ditinggalkan.
Kerjasama ini akan menjamin tersusunnya proram bimbingandan konseling yang
komperhensif, memenuhi sasaran dan realistic.

6.2. Penyajian

A. Program Bimbingan Di Sekolah.


Kegiatan bimbingan dan konseling dapat mencapai hasil yang efektif
bilamana dimulai dari adanya program yang disusun dengan baik. Program
bimbingan berisi rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka pemberian
layanan bimbingan dan konseling. Winkel (1991) menjelaskan bahwa program
bimbingan merupakan suatu rangkaian kegiatan terencana, terorganisai, dan
terkoordinasi dalam kurun waktu tertentu.

1. Pengertian Program Bimbingan


Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981)
program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan
khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam penyesuaian diri.
Program bimbingan itu menyangkut dua faktor, yaitu: (1) factor pelaksanaan atau
orang yang memberikan bimbingan dan (2) faktor-faktor yang berkaitan dengan
[erlengkapan, metode, bentuk layanan siswa-siswi, dan sebagainya, Yang mempunyai
kaitan dengan kegiatan bimbingan. (Abu Ahmadi, 1977)
50
Program bimbingan memberikan arah yang jelas dalam mencapai tujuan
secara efisien dan efektif.
Rochman Natawidjaja dan moh. Surya (1985) menyatakan bahwa program
bimbingan yang disusun dengan baik dan rinci akan memberikan banyak keuntungan,
seperti :
a) Memungkinkan para petugas menghemat waktu,usaha, biaya dengan
menghindari kesalahan-kesalahan, dan usaha coba-coba yang tidak
menguntungkan;
b) h seimbang dan menyeluruh, baik dalam bentuk kesempatan, atau pun
bentuk layanan bimbingan yang dierlukan;
c) Meungkinkan setiap petugas mengetahui san memahami peranan masing-
masing dam mengetahui bagaimana dan di mana mereka harus melakukan
upaya secara tetap; dan
d) Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat
berguna untuk dirinyan sendiri dan untuk kepntingan siswa yang
dibimbingnya.

Pendapat di atas, menekankan perlunya rumusan program bimbingan yang


jelas san sistenatik. Keberhasilan dalam merumuskan program yang demikian,
merupakan titk awal keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.

2. Langkah-Langkah Penyusunan Progam Bimbingan.


Dalam penyusuna program bimbingan perlu ditempuh langkah- langkah yang
dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya
(1985) seperti berikut :
a) Tahap persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk
menginfentarisasi tujuan, kebutuhan dan kemepuan sekolah, serta
kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program
bimbingan. Kegiatan ini dimaksud untuk menentukan langkah awal
pelaksanaan program.
b) Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunuk
oleh pimpinan sekolah. Tuuan pertemuan ini untuk menyamakan
pemikiran tentang perlunya program bimbingan, serta merumuskan arah
program yang akan disusun.
c) Membentuk panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan.
Panitia ini bertugas untuk merumuskan program bimbingan yang akan
disusun, mempersiapkan berbagai organisasi dari program tersebut, dan
membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
d) Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas
mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan sistem
pencatatan, dan dan melatih para pelaksana program bimbingan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut.

51
Melalui empat langkah tersebut diharapkan program bimbinhan itu dapat
terwujud dengan baik.
Di samping rumusan tentang langkah-langkah penyusunan program
bimbingan sebagai mana dikemukan itu, berikut ini dapat pula disajikan langkah-
langkah penyusunan program bi,bingan yang urutannya cukup sederhana, yaitu :
a) Mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan sekolah terutama yang ada
kaitannya dengan program bimbingan. Pada kegiatan ini dapat dilakukan
pertemuan-pertemuan dengan personel sekolah lainya gyna mendapatkan
masukan (imput) mengenai berbagai hal yang perlu ditangani oleh konselor.
b) Setelah data terkumpul perlu dilakukan penentuan urusan proiritas kegiatan
yang akan dilakukan, dan sekaligus menyusun konsep program bimbingan
yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kegiatan ini juga
ditentukan personelia yang akan melaksanakan program kegiatan tersubut dan
sarana dari kegiatan tersebut.
c) Konsep program bimbingan dibahas bersama kepala sekolah bila perlu
dengan mengundang para personel sekolah untuk memperoleh balikan guna
penyempurnaan program tersebut.
d) Penyempurnaan program bimbingan telah digahas bersama kepala sekolah.
e) Pelaksanaan program telah direncanakan.
f) Setelah program dilaksanakan, perlu ada evaluasi. Hal ini dimaksud utuk
mengetahui bila mana ada bagian-bagian yang tidak terlaksana dan
g) Dari hasil evaluasi tersebut, kemidian dilakukan penyempurnaan (revisi)
untuk program berikutnya.
Demikian seterusnya, sehingga terwujud program bimbingan yang lebih
sempurna. Terciptanya program bimbingan yang lebih baik telah merupakan sebagian
dari keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling itu sendri.

3. Variasi Program Bimbingan Menurut Jenjang Pendidikan


Layana bimbingan dan konseling di sekolah seharusnya dilakukan secara
terus-menerus, mulai dari jenjang pendidikan rendah (taman kanak-kanak) sampai
jenjang pendidikan tertinggi (perguruan tinggi). Secara ideal kegaitan tersebut
seharusnya berkesinambungan. Meskipun demakian layanan bimbingan tersebut
mempunyai penekanan-penekanan yang berbead-beda untuk setiap jenjang
pendidikan. Hal ini mengingat perkembangan dan kebutuhan anak untuk setiap
jenjang pendidikan juga berbeda. Winkel (1991) memberikan ranbu-ranbu yang perlu
diperhatikan dalam menyusun program bimbingan ditingkat pendidikan tertentu,
yaitu ;
a) Menyusun tujuan jenjang pendidikan tertentu, seperti yang telah dirumuskan.
Tujuan pendidikan di sekolah dasar tentu berbeda dengan sekolah menengah
dan seterusnya.
b) Menyusun tugas-tugas perkembangan dan kebutuha-kebuthan peserta didik
pada tahap perkembangan tertentu.
c) Menyusun pola dasar yang dipedomani dalam memberikan layanan.
d) Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan.
52
e) Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan, seperti
bimbingan kelompok, bimbingan pribadi, bimbingan akademik atau
bimbingan karier, dan sebainya.
f) Menentukan tenaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan, misalnya
konselor, guru, dan tenaga ahli lainnya.
Berdasarkan rambu-rambu tersebut, program bimbingan untuk masing-masing
jenjang pendidikan dapat dirumuskan secara tepat sesuai dengan kerakteristiknya.
Selainitu program bimbingan handaknya disesuaikan dengan keadaan indibidu yang
akan dilayani.
a. Pendidikan Taman Kanak-Kanak
Taman kanak-kanak sebenarnya belum termasuk jenjang pendidikan formal
dan lebih dikenal dengan pendidikan prasekolah. Pendidikan formal terendah adalah
sekolah dasar (SD). Meskipun demikian menurut Winkel (1991) tenaga-tenaga di
taman kanak-kanak juga dituntut untuk memberikan layanan bimbingan. Hal ini,
dalam pedoman bimbingan dan penyuluhan oleh depertemen pendidikan dan
kebudayaan tahun 1980 buku III C, dalam rangka pelaksanaan kurikulum taman
kanak-kanak 1976.
Layanan bimbingan di taman kanak-kanak, handaknya ditekankan pada :
a) Bimbingan yang berkaitan dengan kemndirian dan keharmonisan dalam
menjalin hubungan sosial dengan teman-teman sebaya.
b) Bimbingan pribadi, seperti pemupukan disiplin diri dan memahami printah.
Disamping itu, layanan bimbingan untuk taman kanak-kanak perlu dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti pemberian kasih sayang dan rasa
aman.
b. Program Bimbingan Di Sekolah Dasar
Hinggah saat ini pelaksanaam program bimbingan di sekolah dasar belum
dapat terlaksana dengan baik sebagaimana di sekolah menengah. Dalam kurun waktu
yang relative tidak lama diharapkan pelaksanaan kegiatan bimbingan di sekloah dasar
dapat terwujud, mengingat makin hari, makin bertambah jumlah anak-anak usia
sekolah dasar yang memrlukan konsultasi karena mengalami berbagai macam
masalah.
Program bimbingan dan konseling untuk anak-anak sekolah dasar lebih
menekankan pada usaha mencapai tugas-tugas perkembangan meraka antara lain
mengatur kegiatan-kegiatan belajarnya dengan bertanggung jawab, dapat berbuat
dengan cara-cara yang dapat diterima oleh orang dewasa serta serta taman-teman
sebaya, mengembangkan kesadaran moral berdasarkan nilai-nilai kehidupan dengan
membentuk kata hati (Winkel, 1991). Di semping itu, program bimbingan handaknya
megacu pada tujuan umum di SD yang memiliki sifat-sifat dasar sebagai warga
Negara yang baik, menikmati kesehatan jesmani dan rohani, memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja
di masyarakat, dan mengembangkan diri sesuai dengan asas belajar seumur hidup.
Dengan demikian arah penyusunan program bimbingan di sekolah dasar tidak
terlepas dari usaha pencapaiaan tugas-tugas perkembangan anak-anak sekolah dasar.

53
Berkenaan dengan penyusunan program di sekolah dasar, Gibson dan
Mitchell (1981) mengemukakan beberapa factor yang harus dipertimbangkan, seperti:
a) Kegiatan bimbingan di sekolah dasar hendaknya lebih menekankan pada
aktivitas-aktivitas belajar.
b) Di SD masih menggunakan sistem guru kelas sehingga seandainya ada anak
yang tidak disenangi guru, maka akan lebih fatal akibatnya.
c) Ada kecendrungan seorang anak bergantung pada teman sebaya.
d) Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak.
e) Masalah-masalah yang timbul di tingkat SD, tidak terlalu kompleks.
Dalam pelalsanaan konseling di sekolah perlu dilibatkan semua tenaga
pendidik yang ada, terutama dalam hal pembentukan sikap. Layanan bantuan lebih
banyak mengunakan jenis bimbingan kelompok, dan tenaga yang memgang kunci
dalam kegiatan bimbingan itu adalah guru kelas.

c. Program Bimbingan Di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama


Suasana belajar di SLTP berbeda dengan kegiatan di sekolah dasar, terutama
dalam sisitem belajarnya. Belajar di sekolah dasar [SD] umumnya di asuh oleh guru
kelas, sedangkan belajar di SLTP di asuh oleh guru bidang studi. Oleh karna itu, para
siswa sekolah menengah di tuntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan guru yang
bervariasi. Siswa bertuntut untuk lebih mandiri khususnya dalam belajar. Mereka
tidak lagi dapat menuntut bantuan dari orang tua dalam menyelesaikan tugas-tugas
sekolah seperti halnya pada saat mereka duduk di bangku sekolah dasar [SD].
Kondisi-kondisi seperti inilah yang di menuntut agar program bimbingan dan
konseling di SLTP berbeda dengan sekolah dasar. Program bimbingan di SLTP
seharusnya ini lebih bervariasi dan lebih kompleks.
Selain itu, program bimbingan dan konseling untuk siswa SLTP hendaknya
berorientasi kepada pencapaian tugas-tugas perkembanganya. Dalam hal ini,
WINKEL [1991] mengemukakan tugas-tugas perkembangan untuk siswa/anak
kepada tingkat SLTP antara lain, menerima perananya sebagai pria/wanita,
memperjuangkan tarafkebebasan yang wajar dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya, menambah bekal pengetahuan dan pemahaman untuk pendidikan
lanjutan,serta mengembangkan kata hati sesuai dengan nilai-nilai kehidupan.
Hambatan dalam pencapaian tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain,
kurang kepercayaan diri, kurang kepekaan perasaan, sering timbulnya kegelisaan, dan
kurangya semangat kerja keras. Dengan adanya kenyataan yang di alami oleh anak-
anak tersebut,program bimbingan hendaknya di arahkan atau di tekankan dalam
penanggulangan masalah itu sehingga mereka dapat mencapai tugas-tugas
perkembanganya dengan baik.
Secara garis besar program bimbingan dan konseling di SLTP hendaknya
berorientasi kepada:
a) Bimbingan belajar, karna cara belajar di SLTP berbeda dengan di SD.
b) Bimbingan tentang muda-mudi, karena pada usia ini mereka mulai
mengenal hubungan cinta kasih ( Gibson & Mitchell, 1981).

54
c) Pada usia ini mereka mulai membentuk kelompok sebaya [peer
group], maka program bimbingan hendaknya juga menangani
masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan sosial.
d) Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak
usia 12-15 tahun.
e) Bimbingan karier baik yang menyangkut pemahaman tentang dunia
pendidikan ataupun pekerjaan.

d. Program Bimbingan Di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas


Program layanana bimbingan di SLTA hendaknya lebih lengkap dan luas
cakupannya dibandingkan program layanan pada tingkat di bawahnya. Pada jenjang
pendidikan slta para siswa berada dalam masa remaja. Usia mereka berada pada masa
transisi. Kehidupan kanak-kanak sudah ditinggalkan, namun kehidupan sebagai orang
dewasa belum mapan. Dengan demikian, mereka berada di daerah marginal yaitu
daerah kabur. Akibatnya mereka kehilanhan identitas, dan berusaha mencari identitas
kembali dengan berbagai cara dan gayanya. Kadang-kadang pola berpikir,
berperasaan, dan prilakunya menyimpang dari pola kehidupan anak-anak ataupun
orang dewasa.
Disamping itu, mereka juga dituntut untuk mancapai tugas-tugas
perkembangan yang dituntut dari mereka. Cole (1959) mengemukakan beberapa
tugas-tugas perkembangan pada usia remaja (siswa SLTA) yaitu bertujuan untuk
mencapai: (1) kematangan emosional, (2) kematangan minat terhadap lawan jenis, (3)
kematangan sosial, (4) kebebasan dari kontrol orang tua, (5) kematangan intelektual,
(6) kematangan dalam memahami falsafah hidup, (7) efisiensi penggunaan waktu
luang, (8) kematangan dalam pemilihan pekerjaan, (9) kematangan dalam
kemampuan mengidentifikasi diri.
Dengan demikian, program bimbingan dan kenseling di SLTA hendaknya
dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi siswa. Sehingga mereka
dapat mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut. Oleh sebab itu, program
bimbingan di SLTA hendaknya berorientasi pada:
a) Hubungan muda-mudi / hubungan sosial.
b) Pemberian informasi pendidikan dan jabatan.
c) Bimbingan cara belajar.

e. Program Bimbingan Di Perguruan Tinggi


Tugas-tugas perkembangan pada usia dewasa menuntut seseorang untuk lebih
mandiri, dan berdisiplin diri (self diciplines). Mereka dituntut untuk mengembangkan
sikap membina ilmu demi kemajuan bangsanya (Winkel, 1991). Mereka hendaknya
mampu mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki
dan mampu merencanakan masa depan sesuai dengan keadaan dirinya.
Oleh sebab itu, arah program bimbingan di perguruan tinggi agak berbeda
dengan program yang ada di lembaga pendidikan yang lebih rendah (sekolah). Hal itu
disebabkan karena adanya hal-hal yang lebih spesifik dalam perkembangan diri
mahasiswa. Pola berpikirnya sudah lebih matang dan mereka berusaha mencurahkan
55
segala tenaga dan pikirannya untuk memecahkan berbagai masalah (ekonomi),
pekerjaan tuntutan ekonomi, dan masalah (perkawinan).
Disamping itu, mahasiswa juga dituntut untuk menyesuaikam diri dengan pola
kehidupan kampus dan di luar kampus. Pola kehidupan kampus lebih menekankan
kepada aspek akademik, seperti cara belajar mandiri, memilih program studi dan
memilih hubungan sosial. Masalah-masalah di luar kampus yang mungkin timbul
adalah masalah biaya pendidikan, fasilitas belajar, tempat tinggal, makanan bergizi,
dan sebagainya.
Efektivitas dan efisiensi program bimbingan dapat erwujud bila di arahkan
kepada masalah-masalah seabgaimana digambarkan di atas. Oleh sabab itu, program
bimbingan di perguruan tinggi hendaknya berorientasi pada:
1) Bimbingan belajar di pereguruan tinggi atau bimbingan akademik.
2) Hubungan sosial dan hubungan muda-mudi.

4. Tenaga Bimbingan Disekolah Beserta Fungsi Dan Perannya


Layana bimbingan dan konseling merupakan integral dari keseluruhan proses
pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu: kepala
sekolah, guru-guru, wali kelas, dan petugas lainnya (Rochman natawidjaja dan Moh.
Surya, 1985). Pekerjaan konselor merupakan salah satu dari pekerjaan profesional di
sekolah (Gibson dan Mitchell, 1981). Semua personel di sekolah terkait dalam
pelaksanaan program bimbingan, karena bimbingan merupakan salah satu unsur dari
sistem pendidikan. Kegiatan bimbingan mencakup banyak aspek dan saling kait-
mengait, sehingga tidak memungkinkan jika layanan bimbingan dan konseling hanya
menjadi tanggung jawab konselor saja. Misalnya, ada seorang siswa yang
memperoleh prestasi belajar rendah. Setelah dideteksi ternyata factor penyebabnya
adalah ketikmampuannya untuk berkonsentrasi dalam belajar, karena hubungan
dengan kedua orang ruanya tidak harmonis, atau bayaran uang sekolah tidak beres.
Dia perlu pengajaran perbaikan, karena penguasaan materi jauh ketinggalan dari
teman-temannya, tetapi bersamaan itu masalah lingkungannya juga perlu di intervensi
dengan usaha bersama dengan pihak terkait.
Gambar masalah menunjukan bahwa penanganan masalah siswa perlu melibatkan
kepalah sekolah (untuk masalah uang sekolah), konselor (untuk masalah hubungan
dengan orang tua) dan guru (untuk melaksanakan pengajaran perbaikan). Dengan
demikian, diperlukan adanya keterpaduan di antara personel sekolah dalam
pelaksanaan bimbingan.
Kooestoer, P. (1982) mengemukakan sejumlah oersonalia/konselor di sekolah terdiri
dari:
a) Konselor sekolah
b) Guru konselor/guru pembimbing
c) Tenaga khusus/psikolog sekolah, pekerja sosial sekolah; dokter dan juru
rawat.
Dalam kurikulum SMA 1979 Buku III C tentang pedoman bimbingan dan
penyuluhan dikemukakan bahwa konselor di sekolah terdiri dari:
56
a) Kepala sekolah,
b) Penyuluh pendidikan (konselor sekolah)
c) Guru penyuluh atau wali kelas
d) Guru
e) Petugas administrasi
Dalam kurikulum tersebut dijelaskan rincian tugas masing-masing personel sebagai
berikut:
a. Kepala sekolah
Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, kepalah sekolah
mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Membuat rencana/ program sekolah secara menyeluru
2. Mendelegasi tanggung jawab tertentu dalam pelaksanaan binbingan dan
penyuluhan.
3. Mengawasi pelaksanaan program.
4. Melengkapi dan menyediakan kebutuhan fasilitas bimbingan dan penyuluhan.
5. Mempertanggungjawabkan program tersebut baik ke dalam (sekolah) maupun
ke luar (masyarakat)
6. Mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dalam
rangka kerja sama pelaksanaan bimbingan.
7. Mengkoordinasi kegiatan bimbingan dengan kegiatan-kegiatan lainnya.

b. Penyuluhan pendidikan (Konselor Sekolah)


Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, konselor sangat
berperan. Adapun tugas konselor sekolah dalam kegiatan bimbingan dan konseling,
adalah:
1. Menyusun program bimbingan dan konseling bersama kepala sekolah.
2. Memberikan garis-garis kebijakan umum mengenai kegiatan bimbingan dan
konseling.
3. Bertanggungjawab terhadap jalannya program.
4. Mengkoordinasikan laporan kegiatan pelaksanaan program sehari-hari.
5. Memberikan laporan kegiatan kepada kepala sekolah
6. Membantu untuk memahami dan mengadakan penyesuaian kepada diri
sendiri, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial yang makin lama makin
berkembang.
7. Menerima dan mengklasifikasikan informasi pendidikan dan informasi
lainnya yang diperoleh dan menyimpannya sehingga menjadi catatan
komulatif siswa.
8. Menganalisis dan menafsirkan data siswa untuk menetapkan suatu rencana
tindakan prositif terhadap siswa.
9. Menyelenggarakan pertemuan staf.
10. Melaksanakan bimbingan kelompok dan konseling individual.
11. Memberikan informasi pendidikan dan jabatan kepada siswa-siswa dan
menafsirkannya untuk keperluan pendidikan dan jabatan.

57
12. Mengadakan konsultasi dengan instansi-instansi yang berhubungan engan
program bimbingan dan konseling dan memimpin usaha survei dalam
masyarakat sekitar sekolah untuk mengetahui lapangan-lapangan kerja yang
terbuka.
13. Bersama guru membatu siswa memilih pengalarnan atau kegiatan-kegiatan
ko-kurikuler sesuai dengan minat, sifat, bakat, dan kebutuhannya.
14. Membantu guru rnenyusun pengalaman beiajar dan rnembuat penyesuaian
metode rnengajar yang sesuai dengan dan dapat memenuhi sifat masalah
masing-masing siswa.
15. Mengadakan penelaahan lanjutan teihadap siswa-siswa tamatan sekolahnya
dan terhadap siswa putus sekolah serta melakukan usaha penilaian iain yang
berhubungan dengan prograrn bimbingan secara tetap.
16. Mengadakan konsultasi dengan orang tua siswa dan mengadakan kunjungan
rumah (home visit).
17. Menyelenggarakan pembicaraan kasus (case conference).
18. Mengadakan wawancara latihan bagi para petugas bimbingan.
19. Menyelenggarakan program latihan bagi para petugas bimbingan.
20. melakukan alihtangan (referal) masalah siswa kepada lembaga atau ahii lain
yang lebih berwenang.

c. Guru Pembimbing/Wali Kelas

Wali kelas merupakan personel sekolah yang ditugasi untuk menangani


rnasalah-masalah yang dialami oleh siswa yang menjadi binaannya. Berkenaan
dengan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah peran dan tanggungjawab wali
kelas adalah:
1. Mengumpulkan data tentang siswa.
2. Menyelenggarakan bimbingan kelompok
3. Meneliti kemajuan dan perkembangan siswa (akademik, sosial, fisik, pribadi).
4. Mengawasi kegiatan siswa sehari-hari
5. Mengobservasi kegiatan siswa di rumah.
6. Mengadakan kegiatan orientasi.
7. Memberikan penerangan.
8. Mengatur dan menempatkan siswa
9. Memantau hubungan sosial siswa dengan individu lainnya dari berbagai segi,
seperti frekuensi pergaulan, intensitas pergaulan dan popularitas
pergaulannya.
10. Bekerjasama dengan konselor dalam membuat sosiometri dan sosiogram.
11. Bekerjasama dengan konselor dalam mengadakan pemeriksaan kesehatan
psikologis oleh tim ahli.
12. Mengidentifikasikan siswa yang memerlukan bantuan.
13. Ikut serta atau menyelenggarakan sendiri pertemuan kasus (case conference).

d. Guru/Pengajar
58
Guru merupakan personel sekolah yang memiliki kesempatan untuk bertatap muka
lebih banyak dengan siswa dibandingkan dengan personel sekolah lainnya. Oleh
sebab itu, peran dan tanggung jawab guru dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah juga sangat diharapkan. Adapun tugas dan tanggungjawab guru
dalam kegiatan ini adalah:
1. Turut serta aktif dalam membantu melaksanakan kegiatan prograrn bimbingan
dan konseling.
2. Menberikan informasi tentang siswa kepada staf bimbingan dan konseling.
3. Memberikan layanan instruksional (pengajaran).
4. Berpartisipasi dalarn pertemuan kasus.
5. Memberikan informasi kepada siswa.
6. Meneliti kesulitan dan kemajuan siswa.
7. Menilai hasil kemajuan belajar siswa
8. Mengadakan hubungan dengan orang tua siswa.
9. Bekerja sama dengan konselor mengumpulkan data siswa dalam usaha
mengindentifikasikan masalah yang dihadapi siswa.
10. Membantu memecahkan masalah siswa.
11. Mengirimkan (referral) masalah siswa yang tidak dapat diselesaikan kepada
konselor.
12. Mengidentifikasikan, menyalurkan, dan membina bakat.

e. Petugas Administrasi
Kebersihan kegiatan bimbingan dan konseling disekolah juga memerlukan
keterlibatan dari petugas administrasi di sekolah yang bersangkutan. Mengenai tugas
dan tanggungjawab petugas administrasi dalam kegiatan bimbingan dan konseling
adalah:
1. Mengisi kartu pribadi siswa.
2. Menyimpan catatan-catatan (record) dan data lainnya.
3. Menyelesaikan laporan dan pengumpulan data tentang siswa
4. Mengirim dan menerima surat panggilan dan surat pemberitahuan.
5. Menyiapkan alat-alat atau formulir-formulir pengumpulan data siswa, seperti
angket, observasi wawancara, riwyat hidup, sosiometri dan sosiogram,
kunjungan rumah, panggilan orang tua, pemerikasaan kesehatan, dan
pemerikasaan psikologis,

6.3. Penutup

1. Rangkuman
 Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell
(1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang
memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu
dalam penyesuaian diri. Program bimbingan itu menyangkut dua faktor, yaitu:
(1) factor pelaksanaan atau orang yang memberikan bimbingan dan (2) faktor-

59
faktor yang berkaitan dengan [erlengkapan, metode, bentuk layanan siswa-
siswi, dan sebagainya, Yang mempunyai kaitan dengan kegiatan bimbingan.
 Dalam penyusuna program bimbingan perlu ditempuh langkah- langkah yang
dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh.
Surya (1985) seperti berikut :
a) Tahap persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk
menginfentarisasi tujuan, kebutuhan dan kemepuan sekolah, serta
kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program
bimbingan. Kegiatan ini dimaksud untuk menentukan langkah awal
pelaksanaan program.
b) Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunuk
oleh pimpinan sekolah. Tuuan pertemuan ini untuk menyamakan
pemikiran tentang perlunya program bimbingan, serta merumuskan arah
program yang akan disusun.
c) Membentuk panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan.
Panitia ini bertugas untuk merumuskan program bimbingan yang akan
disusun, mempersiapkan berbagai organisasi dari program tersebut, dan
membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
d) Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas
mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan sistem
pencatatan, dan dan melatih para pelaksana program bimbingan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut.
 Layana bimbingan dan konseling merupakan integral dari keseluruhan proses
pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling
di sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu:
kepala sekolah, guru-guru, wali kelas, dan petugas lainnya (Rochman
natawidjaja dan Moh. Surya, 1985). Pekerjaan konselor merupakan salah satu
dari pekerjaan profesional di sekolah (Gibson dan Mitchell, 1981).

2. Latihan

1. Apa Perbedaan bimbingan dan konseling?


2. Mengapa bimbingan dan konseling sangat penting bagi peserta didik?
3. Apakah semua peserta didik wajib mendapatkan materi ajar tentang bimbingan
dan konseling? Jelaskan beserta contohnya!
4. Jelaskan peran dari bombingan konseling di lingkungan sekolah?
5. Apa Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa?

Daftar Pustaka

Sanusi, Achmad, et al.1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional


Tenaga Kependidikan.Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.

60
Stinnett, T.M., dan Huggett, Albert J. 1963. Professional Problems of Teachers.
Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:
IPBI.

MODUL 7. STUKTUR ORGANISASI BIMBINGAN DAN KONSELING DI


SEKOLAH

7.1. Pendahuluan
Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan tanggung
jawab kepala sekolah. Program bimbingan di sekolah merupakan bagian yang
terintegrasi dengan seluruh kegiatan pendidikan. Dalam kurikulum SMA tahun 1975
buku III C dinyatakan bahwa kepala sekolah berperan langsung sebagai coordinator
bimbingan dan berwenang untuk menentukan garis kebijakan bimbingan, sedangkan
konselor merupakan pembantu kepala sekolah yang bertanggung jawab kepada
kepala sekolah.

7.2. Penyajian

Adapun pola organisasinya adalah sebagai berikut:


Sturktur Organisasi Bimbingan dan Konseling di sekolah

Kepala BP3
Sekolah

Staf Guru Staf BP Staf Sekolah


Kordinasi Lainnya
Penyuluh,
Petugas Adm

Wali Wali Wali Wali Wali


Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas

S I S W A
61
Gambar 5.1. Bagan Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
(Kurikulum SMA, 1975, Buku IIIC)

6. Mekanisme Implementasi Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling di sekolah, konselor


beserta personel lainnya perlu memperhatikan komponen kegiatan sebagai berikut:

a. Komponen Pemrosesan Data

Kegiatan layanan bimbingan dan konseling meliputi beberapa aspek, yaitu: (1)
pengumpulan data, (2) pengklasifikasian, (3) pengdukumentasian, (4) penyimpanan,
(5) penyediaan data yang di perlukan, dan (6) penafsiran. Data yang perlu diproses
adalah data tentang keadaan siswa di sekolah yang meliputi: (a) kemampuan skolastik
(bakat khusus, hasil belajar, kepribadian, inteligensi, riwayat pendidikan), (b) cita-
cita, (c) hubungan sosial, (d) minat terhadap mata pelajaran, (e) kebiasaan belajar, (f)
kesehatan fisik, (g) perjaan orang tua, dan (h) keadaan keluarga.

b. Komponen Kegiatan Pemberian Informasi

Komponen ini terdiri dari: (1) pemberian orientasi kehidupan sekolah kepada
siswa baru. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan sekolah dan
lingkungannya, agar para siswa tidak mengalami kesulitan dalarn penyesuaian diri di
sekolah, (2) perrrberian informasi tentang program studi kepada siswa yang
dipandang memerlukannya. Hal ini dimaksudkan agar para siswa tidak salah pilih
dalarn rnenentukan program studi yang ada. Pilihan ini hendaknya sesuai dengan
kemampuan dan minatnya. Kegiatan ini sangat diperlukan bagi siswa di tingkat
SMTA, (3) pemberian informasi jabatan kepada siswa yang diperkirakan tidak dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan (4) pemberian informasi
pendidikan lanjutan.

c. Komponen Kegiatan Konseling


Konseling dilakukan terhadap siswa yang mengalami maslah yang sifatnya
lebih pribadi. Jika ada masalah yang tidak dapat diatasi oleh petugas yang
bersangkutan, perlu dialihtangankan kepada pihak lain yang lebih ahli.

d. Komponen Pelaksanaan
Pelaksanaan jenis kegiatan tersebut adalah konselor sekolah, konselor
bersama guru bidang studi dan juga kepala sekolah sesuai dengan fungsi dan
perannya masing-masing.

62
e. Komponen Metode/Alat
Alat yang dipakai untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan itu
dapat berupa: tes psikologis, tes hasil belajar, dokumen, angket, kartu pribadi,
brosur/poster, konseling, dan sebagainya. Ini sesuai dengan jenis data atau kegiatan
yang akan dikumpulkan/dilakukan.

f. Komponen Waktu Kegiatan

Jadwal kegiatan layanan dapat dilakukan pada awal tahun ajaran, secara
periodik, bilamana perlu (insidental), akhir masa sekolah, awal Sernester atau waktu
lain tergantung dari jenis/macam kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan.

g. Komponen Sumber Data

Data yang diperlukan dapat diperoleh dari siswa yang bersangkutan: guru,
orang tua teman-teman siswa sekolah masyarakat ataupun instansi. Hal ini tergantung
atas jenis data yang diperlukan.
Semua kegiatan itu dikoordinasikan oleh konselor dan dipertanggung
jawabkan kepada kepala sekolah.

B. Peranan Guru dalam Pelaksanaan Bimbingan di Sekolah

Peranaan guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat di bedakan


menjadi dua: (1) tugas dalam layanan bimbingan dalam kelas dan, (2) di luar kelas.
Dalam layanan bimbingan, guru mempunyai beberapa tugas utama,
sebagaimana di tuangkan dalam kurikulum SMA 1975tentang Pedoman Bimbingan
dan Penyuluhan. Beberapa tugas pokok guru telah disinggung di muka.

1. Tugas Guru dalam Layanan Bimbingan di Kelas

Guru perlu mempunyai gambaran yang jelas tentang tugas-tugas yang harus
dilakukanny dalam kegiatan bimbingan. Kejelasan tugas ini dapat memotivasi guru
untuk berperan secara aktif dalam kegiatan bimbingan dan mereka merasa ikut
bertanggungjawab atas terlaksananya kegiatan itu. Sehubungan dengan itu Rochrnan
Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) rnenyatakan bahwa fungsi bimbingan dalam
proses belajar-nrengajar itu merupakan sarari satu kompetensi guru yang terpadu
dalam keseluruhan pribadinya.perwujudan kompetensi ini tampak dalam kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik siswa dan suasana belajarnya.
Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, misalnya guru yang
bersifat otorite akan menimbulkan suasana tegang, hubungan guru siswa menjadi
kaku, keterbukaan siswa untukmengemukakan kesulitan-kesulitan sehubungan
dengan pelajaran itu, guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan
belajar-mengajar. Sehubungan dengan itu Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya
63
(1985) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam proses
belajar-mengajar sesuai fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
a) Perlakuan terhada siswa didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai
individu, siswa memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta
mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
b) Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa.
c) Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati,
menyenangkan.
d) Pemahaman siswa secara empatik.
e) Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
f) Penampilan diri secara asli (genuine) tidak berpura-pura, di depan
siswa.
g) Kekonkretan dalam menyatakan diri.
h) Penerimaan siswa secara apa adanya.
i) Perlakuan terhadap siswa secara permissive.
j) Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh dan membantu
siswa untuk menyadari perasaannya itu.
k) Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan
siswa terjhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut
pengembangan siswa menjadi individu yangt lebih dewasa.
l) Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus.
Abu Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing dalam
melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut:

a) Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa


aman, dan berkeyakinan bahawa kecakapan dan prestasi yang dicapainya
mendapat penghargaan dan perhatian. Suasana yang demikian dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa, dan dapat menumbuhkan rasa percaya
diri siswa.
b) Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-
kecapakan, sikap, minat, dan pembawaannya
c) Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik.
Tingkah laku siswa yang tidak matang dalam perkembangan sosialnya ini
dapat merugikan dirinya sendiri maupun teman-temannya.
d) Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh
hasil yang lebih baik. Guru dapat memberikan fasilitas waktu, alat atau
tempat bagi para siswa untuk mengembangkan kemampuannya.
e) Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan
dan minatnya. Berhubungan guru relative lama bergaul dengan para siswa,
maka kesempatan tersebut dapat dimanfaatkan untuk memahami potensi
siswa. Guru dapat mewujudkan arah minat yang cocok dengan bakat dan
kemampuannya. Melalui penyajian materi pelajaran, usaha bimbingan
tersebut dapat dilaksanakan.

64
Disamping tugas-tugas tersebut guru juga dapat melakukan tugas-tugas
bimbingan dalam proses pembelajaran seperti berikut:

a) Melaksanakan kegiatan dignostik kesulitan belajar. Dalam hal ini guru


mencari atau mengidentifikasi sumber-sumber kesulitan belajar yang dialami
oleh siswa, dengan cara:
1) Menandai siswa yang diperkirakan mengalami masalah, dengan jalan
melihat prestasi belajarnya yang paling rendah atau berada dibawah
nilai rata-rata kelasnya.
2) Mengidentifikasikan mata pelajaran dimana siswa mendapat nilai
rendah (di bawah rata-rata kelas)
3) menelusuri bidang/bagian di mana siswa mengalami kesulitan yang
menyebabkan nilainya rendah. Dengan demikian, dapat ditemukan
salah satu sumber penyebab timbulnya kesulitan belajar.
4) Melaksanakan tindak lanjut, apakah perlu pelajaran tambahan,
dengan bimbingan dari guru secara khusus, atau tindakan-tindakan
lainnya.

b) Guru dapat nnemberikan bantuan sesuai dengan kemampuan dan


kewenangannya kepada murid dalarn memecahkan masalah pribadi. Masalah-
masalah yang belum terpecahkan dan berada di luar batas kewenangan guru
dapat dialihtangankan (referaL) kepada konselor yang ada di sekolah itu atau
kepada ahli lain yang dipandangnya tepat. untuk menangani masalah tersebut.

2. Tugas Guru dalam Operasional Bimbingan di Luar Kelas

tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses beiajar-
mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan di luar kelas.
Tugas-tugas bimbingan itu antara lain:
a) Memberikan pengajaran perbaikan (remedial teaching)
b) Memberikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa
c) Melakukan kunjungan rurnah (home visit).
d) Menyelenggarakan kelompok belajar; yang bermanfaat untuk:
1. Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya, bagaimana
mengemukakan pendapatnya dan menerima pendapat dari teman lain.
2. Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran melalui belajar secara
kelompok.
3. Mengatasi kesulitan-kesulitan, tetutama dalarn hal pelajaran secara
bersama-sama.
4. Belajar hidup bersama.agar nantinya tidak canggung di dalam masyarakat
yang lebih luas.
5. Memupuk rasa kegotongroyongan

65
Beberapa contoh kegiatan tersebut memberikan bukti bahwa tugas guru dalam
kegiatan bimbingan sangat penting. Kegiatan bimbimngan tidak semata-mata tugas
konselor saja. Tanpa peran serta guru, pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah tidak dapat terwujud secara optimal. Gibson dan Mitchell (1981) menyatakan
bahwa guru mempunyai peranan yang besar dalam bimbingan dan konseling di
sekolah.

C. Kerja Sama Guru dengan Konselor dalam Layanan Bimbingan

Dalam kegiatan-kegiatan belajar-mengajar sangat di perlukan adanya kerja


sama antara guru dan konselor demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan
tugas pokok guru dalam proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
bimbingan, sebaliknya layanan bimbingan di sekolah perlu di dukung atau bantuan
guru. Ada beberapa pertimbangan, mengapa guru juga harus melaksanakan kegiatan
bimbingan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini Rochman Natawidjajaj dan
Moh. Surya (1985) mengutip pendapat Miller yang menyatakan bahwa:
a) Proses belajar menjadi sangat efektif, apabila bahan yang di pelajari dikaitkan
langsung dengan tujuan-tujuan pribadi siswa. Ini berarti guru dituntut untuk
memahami harapan-harapan dan kesulitan-kesulitan siswa, selanjutnya guru
dapat menciptakan situasi belajar atau iklim kelas yang memungkinkan siswa
dapat belajar dengan baik.
b) Guru yang memahami siswa dan masalah-masalah yang dihadapinya, lebih
peka terhadap hal-hal yang dapat memperlancar dan mengganggu kelancaran
kegiatan kelas. Guru mempunyai kesempatan yang luas untuk mengadakan
pengamatan terhadap siswa yang di perkirakan mempunyai masalah. Dengan
demikian masalah-masalah itu dapat di atasi sedini mungkin, sehingga para
siswa dapat belajar dengan baik tanpa dibebani oleh sesuatu permasalahan.
c) Guru dapat memperhatikan perkembangan masalah atau kesulitan siswa
secara lebih nyata. Berhubung guru mempunyai kesempatan yang terjadwal
untuk bertatap muka dengan para siswa, rnaka ia akan dapat rnemperoleh
informasi yang lebih banyak tentang keadaan siswa, yang menyangkut
masalah pribadi siswa, baik kalebihan maupun kekurangannya. Dalam
keadaan seperti itu peran guru dalam kegiatan bimbingan sangat penting.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan


di sekol4h akan lebih efektif bila guru dapat bekerja sama dengan konselor sekolah
dalam proses pembelajaran. Adanya keterbatasan-keterbatasan dari kedua belah
pihak (guru dan konselor) menuntut adanya kerja sama tersebut.
Konselor mempunyai keterbatasan dalam hal yang berkaitan dengan: (1)
kurangnya waktu untuk bertatap muka dengan siswa, hal ini karena tenaga konselor
masih sangat terbatas, sehingga pelayanan siswa dalam jumlah yang cukup banyak
tidak bisa dilakukan secara intensif dan (2) keterbatasan konselor sehingga tidak

66
mungkin dapat rnemberikan semua bentuk layanan seperti memberikan pengajaran
perbaikan untuk bidang studi tertentu, dan sebagainya.
Di lain pihak guru juga rnempunyai beberapa keterbatasan. Menurut
Koestoer partowisastro (1982) keterbatasan-keterbatasan guru tersebut antara lain:
a. Guru tidak mungkin lagi rnenangani masalah-masalah yang bermacam-
macam, karena guru tidak terlatih melaksanakan semua tugas itu.
b. Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi
ditambah tugas yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macarn
masalah siswa.
Di dalam menangani kasus-kasus tertentu,konselor perlu menghadirkan guru
atau pihak-pihak terkait guna mernbicarakan pemecahan ahan masalah yang dihadapi
siswa.
Kegiatan semacam ini disebut dengan konferensi kasus (case conference).
Bila guru menemui masalah yang sudah berada di luar batas kewenangannya, guru
dapat mengalihtangankan masalah siswa tersebut kepada konselor.
kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang dilhksanakan di sekolah,
dikoordinasikan oleh konselor, dengan demikian pelaksanaan kegiatan bimbingan
oleh para guru tidak lepas begitu saja, tetapi dipantau oleh konselor.

7.3. Penutup

1. Rangkuman
 Pengertian Program Bimbingan
Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell
(1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang
memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu
dalam penyesuaian diri. Program bimbingan itu menyangkut dua faktor, yaitu:
(1) factor pelaksanaan atau orang yang memberikan bimbingan dan (2) faktor-
faktor yang berkaitan dengan [erlengkapan, metode, bentuk layanan siswa-
siswi, dan sebagainya, Yang mempunyai kaitan dengan kegiatan bimbingan.
(Abu Ahmadi, 1977)
 Dalam penyusuna program bimbingan perlu ditempuh langkah- langkah yang
dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh.
Surya (1985) seperti berikut :
a) Tahap persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk
menginfentarisasi tujuan, kebutuhan dan kemepuan sekolah, serta
kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program
bimbingan. Kegiatan ini dimaksud untuk menentukan langkah awal
pelaksanaan program.
b) Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunuk
oleh pimpinan sekolah. Tuuan pertemuan ini untuk menyamakan

67
pemikiran tentang perlunya program bimbingan, serta merumuskan arah
program yang akan disusun.
c) Membentuk panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan.
Panitia ini bertugas untuk merumuskan program bimbingan yang akan
disusun, mempersiapkan berbagai organisasi dari program tersebut, dan
membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
d) Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas
mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan sistem
pencatatan, dan dan melatih para pelaksana program bimbingan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut.
2. Latihan
1. Jelaskan pengertian program bimbingan menurut pendapat Hotch dan Costor
yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell? Jelaskan maknanya!
2. Berikanlah beberapa contoh kongkret mengenai program bimbingan yang di
bahas dalam modul ini?
3. Jelaskan langkah- langkah dalam penyusuna program bimbingan yang
dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh.
Surya?

Daftar Pustaka

Sanusi, Achmad, et al.1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional


Tenaga Kependidikan.Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett, T.M., dan Huggett, Albert J. 1963. Professional Problems of Teachers.
Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:
IPBI.

68
MODUL 8. ADMINISTRASI PENDIDIKAN DALAM PROFESI KEGURUAN

8.1. Pendahuluan
Kajian tentang administrasi pendidikan secara mendalam bukan menjadi tujuan
penulisan buku ini, karena hal itu menyangkut masalah pembicaraan yang lebih
mendalam tentang pendekatan, objek, dan etika dalam ilmu itu.Oleh karena itu,
perlu dicari upayah pemahaman tentang pengertian administrasi pendidikan sesuai
dengan maksud penulisan buku ini.
Barangkali pengertian itu akan lebih mudah di pahami kalau kita mencoba
melukiskan administrasi pendidikan dari berbagai sudut pandang, dan mencoba
memahaminya dari sudut pandang itu.
Ibarat kita mempelajari manusia, salah satu cara yang dapat kita tempuh adalah
meninjaunya dari keadaan fisik manusia itu. Kita dapat melihat bagian-bagian
tubuhnya, struktur tulangnya, peredaran darahnya, susunan otot-ototnya atau
pencernaannya. Namun kita juga dapat meninjaunya dari reaksi psikisnya, hubungan
dengan kelompoknya atau dari tinjauan aspek kemanusiaan lainnya. Dengan
demikian, kita tidak perlu mendefinisikan manusian. Mendefinisikan apa itu
manusia ternyata sulit, meskipun kelihatannya mudah. Hal ini di sebabkan manusia
mempunyai dimensi yang sangat banyak, yang sukar disatukan ke dalam satu
definisi. Kalau misalnya kita mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang terdiri
dari kepala, perut, dua tangan, dua kaki, dan seterusnya, kemudian timbul
pernyataan apakah manusia yang mempunyai satu kaki dan satu tangan bukan
manusia, atau manusia yang berperilaku seperti binatang masih dapat kita sebut
manusia, meskipun organ tubuhnya lengkap. Sebagai akibatnya, akan muncul pula
berbagai pertanyaan lainnya, yang juga tidak mudah dijawab dan didefinisikan.

8.2. Penyajian
A. Pengertian dan Konsep Administrasi Pendidikan
Untuk memahami peranan administrasi pendidikan dalam sistem
pendidikan nasional,perlu dibahas :
1) Pengertian Administrasi Pendidikan
Administrasi pendidikan seringkali di salah artikan sebagai semata-mata
ketetausahaan pendidikan. Namun dari uraian berikut ini akan di ketahui
69
bahwa pengertian administrasi pendidikan sebenarnya adalah bukan sekedar
itu. Mendefinisikan administrasi pendidikan tidak begitu mudah, karena ia
menyangkut pengertian yang luas. Culbertson(1982),mengatakan bahwa
Schwab pada tahun enam puluhan telah mendiskusikan bagaimana
kompleksnya administrasi pendidikan sebagai ilmu. Ia memperkirakan ada
sekitar 50.000 masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
administrasi pendidikan. Angka ini ia perkirakan dari berbagai fenomena
yang ada kaitannya dengan administrasi pendidikan, seperti masyarakat,
sekolah guru, murid, orang tua, dan variable yang berhubungan dengan itu.
Ia menambahkan : That educational administration is complex is also
suggested by the fact that numerous disciplines, beside education , are seen
as relevant to the development of is knowledge bese. During the last few
decades strong cases have been made for advancing research on educational
administration by using social science disciplines as history, philosophy and
art; and such professional field as law, public administration, business
administration and administrative science (Culbertson, 1982)
Dengan menggunakan analogi itu, pengertian administrasi pendidikan
akan diterangkan dengan meninjaunya dari berbagai aspeknya.Administrasi
pendidikan dari berbagai aspek antara lain:
Pertama, administrasi pendidikan mempunyai pengertian kerja sama
untuk mencapai tujuan pendidikan. Seperti kita ketahui, tujuan pendidikan
itu merentang dari tujuan yang sederhana sampai dengan tujuan yang
kompleks, tergantung lingkup dan tingkat pengertian pendidikan yang di
maksud.
Tujuan pendidikan dalam satu jam pelajaran di kelas satu sekolah
menengah pertama, misalnya, lebih mudah dirumuskan dan dicapai
dibandingkan dengan tujuan pendidikan luar sekolah untuk orang dewasa,
atau tujuan pendidikan nasional. Jika tujuan itu kompleks, maka cara
mencapai tujuan itu juga kompleks, dan seringkali tujuan yang demikian itu
tidak dapat dicapai satu orang saja, tetapi harus melalui kerja sama dengan
orang lain, dengan segala aspek kerumitannya.
Pada tingkat sekolah, sebagai salah satu bentuk kerja sama dengan
pendidikan misalnya, terdapat tujuan sekolah, untuk mencapai tujuan
pendidikan di sekolah itu diperlukan kerja sama di antara semua personal
sekolah (guru, murid, kepala sekolah, staf tata usaha), dan orang di luar
sekolah yang ada kaitannya dengan sekolah (orang tua, kepala kantor
departemen P dan k, dokter puskesmas, dan lain-lain). Kerja sama dalam
menyelenggarakan sekolah harus dibina sehingga semua yang terlibat dalam
urusan sekolah tersebut memberikan sumbangannya secara maksimal. Kerja
sama untuk mencapai tujuan pendidikan dengan berbagai aspeknya ini dapat
dipandang sebagai administrasi pendidikan.
Kedua, administrasi pendidikan mengandung pengertian proses untuk
mencapai tujuan pendidikan. Proses ini di mulai dari perencanaan,
pengorganisasian,pengarahan,pemantauan,dan penilaian. Perencanaan
70
meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana
mencapainya, berapa lama, berapa orang yang ingin diperlukan, dan berapa
banyak biayanya. Perencanaan ini di buat sebelum suatu tindakan
dilaksanakan.
Pengorganisasian diartikan sebagai kegiatan membagi tugas-tugas kepada
orang yang terlibat dalam kerja sama pendidikan. Karena tugas-tugas ini
demikian banyak dan tidak dapat diselesaikan oleh satu orang, maka tugas-
tugas ini dibagi untuk dikerjakan masing-masing anggota organisasi.
Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang
telah dibagi itu tidak dikerjakan menurut kehendak yang mengerjakannya,
tetapi menuruti aturan sehingga menyumbang terhadap pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan atau disepakati. Tiap-tiap orang harus mengetahui
tugas-tugas masing-masing sehingga tumpang tindih yang tidak perlu dapat
dihindarkan. Disamping itu, dalam menjalankan tugas pendidikan,
pengaturan waktu merupakan hal yang penting. Ada kegiatan yang harus
didahulukan, ada yang harus dilakukan kemudian dan ada pula yang harus
dikerjakan secara bersama. Oleh karena proses ini dilakukan dengan kerja
sama, bentuk kerja sama ini diibaratkan seperti kerja sama yang terjadi jika
sekelompok orang bermain music dalam suatu konser.
Pengarahan diperlukan agar kegiatan yang dilakukan bersama itu tetap
melalui jalur yang telah di tetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang dapat
menimbulkan terjadinya pemborosan. Semua orang yang bekerja untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, harus harus tetap ingat
dan secara konsisten menuju tujuan itu. Kadang-kadang karena beberapa
factor, perumusan tujuan itu tidak jelas, sehingga cara mencapainya pun
tidak jelas. Dalam keadaan demikian, diperlukan pula adanya pengarahan.
Agar pengarahan ini sesuai dengan apa yang telah ditetapkan, diperlukan
pengarah yang mempunyai kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain agar mereka mau bekerja sebaik-baiknya
dalam mencapai tujuan bersama.
Disamping pengarahan, suatu kerja sama juga memerlukan proses
pemantauan (monitoring), yaitu suatu kegiatan untuk mengumpulkan data
dalam usaha mengetahui sudah sampai seberapa jauh kegiatan pendidikan
telah mencapai tujuannya, dan kesulitan apa yang ditemui dalam
pelaksanaan itu. Pemantauan dilakukan untuk mendapat bukti-bukti atau
data dalam menetapkan sekolah apakah tujuan tercapai atau tidak. Dengan
perkataan lain, kegiatan pemantauan atau monitoring adalah kegiatan untuk
mengumpulkan data tentang penyelenggaraan suatu prosen pencapaian
tujuan. Data ini dipakai untuk mengidentifikasikan apakah proses
pencapaian tujuan berjalan dengan baik, apakah ada penyimpangan dalam
kegiatan itu, serta kelemahan apa yang didapatkan dalam penyelenggaraan
kegiatan tersebut.
Proses kerja sama pendidikan itu akhirnya harus dinilai untuk melihat
apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai, dan kalau tidak apakah
71
hambatan-hambatannya. Penilaian ini dapat berupa penilaian proses kegiatan
atau penilaian hasil kegiatan.
Ketiga, administrasi pendidikan dapat dilihat dengan kerangka berpikir
sistem. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian dan
bagian-bagian itu berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah masukan
menjadi keluaran.

Proses belajar:
Guru
Kurikulum
Lingkungan
Murid
Sarana/prasarana
Organisasi sekolah

Gambar . Administrasi Pendidikan sebagai suatu sistem


Pengertian ini kelihatannya sulit, tetapi sebenarnya tidak
demikian.Ambillah contoh suatu sekolah dasar. Sekolah dasar itu merupakan
suatu keseluruhan yang memproses murid menjadi lulusan. Dalam melihat
sekolah sebagai suatu sistem kita harus melihat:
a. masukannya,yaitu bahan mentah yang berasal dari sistem (lingkungan)
yang akan diolah oleh sistem;dalam sistem sekolah dasar masukan ini
adalah anak-anak yang masuk sekolah dasar.
b.prosesnya, yaitu kegiatan sekolah beserta aparatnya untuk mengolah
masukan menjadi keluaran.
c. keluaran, yaitu masukan yang telah diolah melalui proses tertentu.
Mutu lulusan akan sangat tergantung kepada mutu masukan, masukan
instrumental, dan prose situ sendiri. Dengan demikian, kemampuan awal
murid, latar belakang murid, dan keadaan orang tua murid sebagai masukan
mentah.

Mutu juga sangat tergantung kepada mutu guru, mutu sarana dan
prasarana, mutu dan iklim kerja sama antara guru dengan murid, guru
dengan guru, serta guru dengan kepala sekolah, sebagai masukan
instrumental. Kesemuanya ini menentukan kualitas proses belajar-mengajar,
yang pada gilirannya sangat menentukan kualitas lulusan. Hal tersebut dapat
diketahui dan berbagai hasil penelitian tentang unjuk kerja sekolah dan
murid.
Jika kita melihat administrasi pendidikan sebagai sistem, maka kita
berusaha melihat bagian-bagian sistem itu serta interaksinya satu sama
lain.Bagian-bagian itu sering juga disebut dengan komponen. Dengan
meninjau komponen-komponen tersebut serta hubungannya satu dengan
lainnya, diharapkan kita dapat menentukan kekurangan-kekurangannya,

72
sehingga dapat menetapkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk
memperbaiki komponen itu atau mengembangkannya.
Keempat, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi
manajemen. Jika administrasi dilihat dari sudut ini, perhatian tertuju kepada
usaha untuk melihat apakah pemanfaatan sumber-sumber yang ada dalam
mencapai tujuan pendidikan sudah mencapai sasaran yang ditetapkan dan
apakah dalam pencapaian tujuan itu tidak terjadi pemborosan. Sumber yang
dimaksud dapat berupa sumber manusia, uang, sarana dan prasarana maupun
waktu. Upayah harus dicari dalam memanfaatkan secara baik. Buku paket
atau bantuan alat-alat seperti mikroskop di sekolah hanya menjadi panjangan
saja.
Kelima, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi
kepemimpinan. Administrasi pendidikan dilihat dari kepemimpinan
merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana kemampuan
administrasi pendidikan itu, apakah ia dapat melaksanakan tugas dalam
pencapaian tujuan pendidikan. Dengan perkataan lain, bagaimana ia
menggerakkan orang lain untuk bekerja lebih giat dengan mempengaruhi
dan mengawasi, bekerja bersama-sama, dan member contoh.
Keenam, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari proses
pengambilan keputusan. Kita tahu bahwa melakukan kerja sama dan
memimpin kegiatan sekelompok orang bukanlah pekerjaan yang mudah.
Setiap kali, administrator diharapkan kepada bermacam-macam masalah,
dan ia harus memecahkan masalah itu. Untuk memecahkan masalah tersebut
diperlukan kemampuan dalam mengambil keputusan, yaitu memilih
kemungkinan tindakan yang terbaik dari sejumlah kemungkinan-
kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan.Dalam melaksanakan tugasnya,
setiap saat guru harus mengambil keputusan yang terbaik bagi muridnya.
Karena mengambil keputusan selalu ada resikonya, maka guru harus
mempelajari bagaimana mengambil keputusan yang baik. Administrasi
pendidikan merupakan ilmu yang dapat menuntun pengambilan keputusan
pendidikan yang baik.
Ketujuh, administrasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi
komunikasi. Komunikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai usaha
untuk membuat orang lain mengerti apa yang dimaksudkan orang lain
itu.Jika dalam kerja sama pendidikan tidak ada komunikasi, maka orang
yang bekerja sama itu saling tidak mengetahui apa yang dikerjakan. Bila hal
itu terjadi, sebenarnya kerja sama itu tidak ada oleh karena administrasi pun
tak ada.
Kedelapan, administrasi seringkali diartikan dalam pengertian yang
sempit yaitu kegiatan ketatausahaan yang intinya adalah kegiatan rutin catat-
mencatat, mendokumentasikan kegiatan, menyelenggarakan surat menyurat
dengan segala aspeknya, serta mempersiapkan laporan. Pengertian yang
demikian tidak terlalu salah, karena setiap aspek kegiatan administrasi
dengan pengertian di atas, selalu memerlukan kegiatan pencatatan.
73
2) Konsep Administrasi Pendidikan
Untuk memahami konsep-konsep yang erat hubungannya dengan
administrasi pendidikan di sekolah kita perlu menelusuri konsep sistem
pendidikan nasional, dan sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional.
a. Sistem Pendidikan Nasional
Barangkali cara yang paling baik untuk memahami sistem pendidikan
nasional adalah dengan membaca definisi sistem pendidikan nasional dari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam penjelasan undang-undang tersebut,
dikemukakan bahwa sebutan sistem pendidikan nasional merupakan
perluasan dari pengertian sistem pengajaran nasional yang termaktub dalam
undang dasar Bab XIII, Pasal 31 Ayat 2. Perluasan ini memungkinkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tidak membatasi pada pengajaran,
melainkan meluas kepada masalah yang berhubungan dengan pembentukan
manusia Indonesia.
 Sistem pendidikan nasional merupakan alat dan nasional.
 Sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh,
dan terpadu.
 Pengelolahan sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab
Menteri P dan K (UUSPN No. 2/89 Pasal 49).

b. Sekolah sebagai Bagian sistem Pendidikan Nasional


Telah disebutkan bahwa jenjang pendidikan adalah unsur atau
komponen sistem pendidikan nasional, yaitu termasuk dalam komponen
organisasi. Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.

8.3. Penutup
1. Pangkuman
 Pengertian Administrasi Pendidikan
Administrasi pendidikan seringkali di salah artikan sebagai semata-mata
ketetausahaan pendidikan. Namun dari uraian berikut ini akan di ketahui bahwa
pengertian administrasi pendidikan sebenarnya adalah bukan sekedar itu.
Mendefinisikan administrasi pendidikan tidak begitu mudah, karena ia
menyangkut pengertian yang luas. Culbertson(1982),mengatakan bahwa Schwab
pada tahun enam puluhan telah mendiskusikan bagaimana kompleksnya
administrasi pendidikan sebagai ilmu.
 Untuk memahami konsep-konsep yang erat hubungannya dengan administrasi
pendidikan di sekolah kita perlu menelusuri konsep sistem pendidikan nasional,
dan sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
a. Sistem Pendidikan Nasional.

74
b. Sekolah sebagai Bagian sistem Pendidikan Nasional

2. Latihan
1. Jelaskan pengertian dari administrasi pendidikan?
2. Sebut dan jelaskan komponen dalam administrasi pendidikan?
3. Apa peran administrasi pendidikan dalam ketuntasan belajar peserta didik?
4. Jelaskan konsep administrasi pendidikan menurut Sistem Pendidikan
Nasional?
5. Jelaskan konsep administrasi pendidikan menurut Sekolah sebagai Bagian
sistem Pendidikan Nasional?

Daftar Pustaka
Sanusi, Achmad, et al.1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Professional
Tenaga Kependidikan.Bandung: IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett, T.M., dan Huggett, Albert J. 1963. Professional Problems of Teachers.
Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI Sebagai Organisasi Profesi bagi Guru.Bandung:
IPBI.

75
MODUL 9. FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

9.1. Pendahuluan
Paparan tentang fungsi administrasi pendidikan terutama dalam
konteks sekolah perlu dimulai dari tinjauan tentang tujuan pendidikan, dalam
hal ini tujuan sekolah menengah. Hal ini disebabkan oleh adanya prinsip
bahwa pada dasarnya kegiatan administrasi pendidikan dimaksudkan untuk
pencapaian pendidikan. Tujuan itu dicapai dari serangkaian usaha
(Longenecker, 1964 ). Oleh karena itu, fungsi administrasi pendidikan
dibicarakan sebagai serangkaian proses kerja sama untuk mencapai tujuan
pendidikan.
9.2. Penyajian
1. Tujuan Pendidikan Menengah
Tujuan pendidikan menengah perlu dibicarakan di sini karena alas an
sebagai berikut:
a.Tujuan pendidikan menengah merupakan jabaran dari tujuan
pendidikan nasional.
b.Tujuan pendidikan menengah merupakan titik berangkat administrasi
pendidikan pada jenjang sekolah menengah.
c.Tujuan pendidikan menengah itu juga merupakan tolak ukur
keberhasilan kegiatan administrasi pendidikan.

Tujuan institusional sekolah menengah adalah tujuan yang dijabarkan


dari tujuan pendidikan nasional. Didalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat
2,disebutkan bahwa: ”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
Undang-Undang Republik Indonesia no 2 Tahun 1989,merupakan undang-
undang yang dimaksud dalam UUD 1945. Di dalam UU Nomor 2 Tahun
1989 disebutkan bahwa tujuan nasional pendidikan adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani
dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta
mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan nasional tersebut kemudian dijabarkan dalam tujuan
institusional, yaitu tujuan untuk tiap jenjang pendidikan. Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 adalah peraturan yang mengatur institusi

76
pendidikan menengah. Dalam peraturan pemerintah tersebut dinyatakan
bahwa tujuan pendidikan menengah adalah:
a. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan
pada jenjang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
b. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat
dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan
social, budaya, dan alam sekitarnya.

Di dalam Pasal 3 peraturan tersebut juga disebutkan bahwa pendidikan


menengah umum mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan
kerja serta mengembangkan sikap professional, pendidikan menengah
keagamaan mengutamakan penyiapan siswa dalam penguasaan pengetahuan
khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan, pendidikan menengah
kedinasan mengutamakan peningkatan pegawai negeri atau calon pegawai
negeri dalam pelaksanaan tugas kedinasan, dan pendidikan menengah luar
biasa diselenggarakan khusus untuk siswa yang menyandang kelainan fisik
dan mental.
Tujuan sekolah menengah merupakan bagian dari tujuan pendidikan di
atas. Di dalam PP No.29 Tahun 1990, tidak kita temui tujuan dari berbagai
jenis sekolah menengah secara rinci. Namun demikian, kita dapat
menemukan contoh rincian tujuan sekolah menengah itu dalam kurikulum
sekolah menengah tahun 1975. Sebagai contoh tujuan khusus SMA dalam
kurikulum 1975 berdasarkan keputusan menteri No 008-E/U/1975 yang
untuk keperluan pemahaman sekolah menengah, tujuan ini masih relevan
untuk kita kemukakan.
Tujuan itu khusus SMA mencakup bidang pengetahuan, ketrampilan,
serta nilai dan sikap. Menurut kurikulum itu, tujuan khusus SMA ialah agar
lulusan SMA dapat memenuhi criteria sebagai berikut:

a) Di bidang pengetahuan:
1.Memiliki pengetahuan tentang agama dan atau kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2.Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan pemerintah
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
3.Memiliki pengetahuan yang fungsional tentang fakta dan kejadian
penting actual, baik local, regional, nasional maupun internasional.
4.Menguasai pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social, dan bahasa(khususnya
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ),serta menguasai pengetahuan
lanjutan yang cukup dalam satu atau beberapa dari bidang pengetahuan
tersebut diatas.
5.Memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis dan jenjang pekerjaan
yang ada di masyarakat serta syarat-syaratnya.
77
6.Memiliki pengetahuan tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi
nasional.
7.Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan, kesejahteraan
keluarga, dan kesehatan.

b) Di bidang keterampilan:
1.Menguasai cara belajar yang baik.
2.Memiliki keterampilan memecahkan masalah dengan sistematik.
3.Mampu membaca/memahami isi bacaan yang agak lanjut dalam bahasa
Indonesia dan bacaan sederhana dalam bahasa Inggris yang berguna
baginya.
4.Memiliki keterampilan mengadakan komunikasi social dengan orang
lain, lisan maupun tulisan, dan keterampilan mengekspresi diri sendiri,
lisan maupun tertulis.
5. Memiliki keterampilan olahraga dan kebiasaan olahraga.
6.Memiliki keterampilan sekurang-kurangnya dalam satu cabang
kesehatan.
7.Memiliki keterampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan segi
kesehatan.
8.Memiliki keterampilan dalam bidang kesejahteraan keluarga dan segi
kesehatan.
9.Menguasai sekurang-kurangnya satu jenis keterampilan untuk bekerja
sesuai dengan minat dan kebutuhan lingkungan.

c) Di bidang nilai dan sikap


1. Menerima dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
2. Menerima dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati ajaran
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianut
orang lain.
3. Mencintai sesame manusia, bangsa, dan lingkungan sekitarnya.
4. Memiliki sikap demokratis dan tenggang rasa.
5. Memiliki rasa tanggung jawab dalam pekerjaan dan masyarakat.
6. Dapat mengapresiasikan kebudayaan dan tradisi nasional.
7. Percaya pada diri sendiri dan bersikap mahakarya.
8. Memiliki minat dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
9. Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang
berlaku bebas dan jujur.
10.Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional, dan objektif
dalam memecahkan persoalan.
11.Memiliki sikap hemat dan produktif.
12.Memiliki minat dan sikap yang positif dan konstruktif terhadap
olahraga dan hidup sehat.
78
13.Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat
tanpa memandang tinggi rendahnya nilai social/ekonomi masing-
masing jenis pekerjaan tersebut dan berjiwa pengabdian pada
masyarakat.
14.Memiliki kesadaran menghargai waktu.

Tujuan nasional serta tujuan institusional itu harus selalu dijadikan


pedoman sekolah dan guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk
guru, tujuan-tujuan tersebut perlu dijabarkan lagi ke dalam tujuan yang lebih
sempit sehingga dapat dijadikan pedoman operasional dalam mengajar.
Berturut-turut institusional itu dijabarkan secara hierarkis menjadi tujuan:
1.kurikuler
2.instruksional umum
3.instruksional khusus
Adapun penjelasan masing-masing tujuan itu adalah:
a) Tujuan kurikuler, yaitu tujuan suatu mata pelajaran dalam suatu institusi,
misalnya tujuan pengajaran sejarah di sekolah menengah umum.
b) Tujuan instruksional khusus, yaitu tujuan suatu mata pelajaran dalam
suatu periode atau unit waktu tertentu dalam suatu tingkat pada jenjang
institusi.

Untuk memahami tujuan-tujuan ini serta penjabarannya, Anda perlu


mempelajari lebih lanjut dalam mata kuliah tergabung ke dalam kelompok
mata kuliah proses belajar mengajar.

2. Proses sebagai Fungsi Administrasi Pendidikan Menengah

Agar kegiatan dalam komponen administrasi pendidikan menengah dapat


berjalan dengan baik dan mencapai tujuan, kegiatan tersebut harus dikelola
melalui suatu tahapan proses yang merupakan daur (siklus), mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasan, pembiayaan,
pemantauan, dan penilaian seperti telah disinggung secara garis besar pada
bagian terdahulu. Dibawah ini akan diuraikan proses tersebut secara lebih
rinci.

a. Perencanaan
Perencanaan adalah pemilihan dari sejumlah alternative tentang
penetapan prosedur pencapaian, serta perkiraan sumber yang dapat
disediakan untuk mencapai tujuan tersebut. Yang dimaksud dengan sumber
meliputi sumber manusia, material, uang, dan waktu. Dalam perencanaan
kita mengenal beberapa tahap, yaitu:
 Identifikasi masalah
 Perumusan masalah
 Penetapan tujuan
79
 Identifikasi alternative
 Pemilihan alternative
 Elaborasi alternative

Proses perencanaan di sekolah harus dilaksanakan secara kolaborasi,


artinya dengan mengikutsertakan personel sekolah dalam semua tahap
perencanaan itu. Pengikutsertaan ini akan menimbulkan perasaan ikut
memiliki yang dapat memberikan dorongan kepada guru dan personel
sekolah yang lain untuk berusaha agar rencana tersebut berhasil. Lingkup
perencanaan meliputi semua komponen administrasi pendidikan seperti yang
telah disebutkan, yaitu perencanaan kurikulum, kemuridan, keuangan,
prasarana dan sarana kepegawaian, layanan khusus, hubungan masyarakat,
proses belajar mengajar dan ketatausahaan sekolah.

Perencanaan pendidikan di pendidikan menengah dapat dibedakan atas


beberapa kategori menurut:
a.jangkauan waktunya
b.timbulnya
c.besarnya
d.pendekatan
e.serta pelakunya

Menurut jangkauan waktunya, perencanaan di pendidikan menengah


dapat dibagi menjadi perencanaan jangka pendek, (perencanaan yang dibuat
untuk dilaksanakan dalam waktu seminggu,sebulan sampai dua tahun),
perencanaan jangka menengah yaitu, perencanaan yang dibuat untuk jangka
waktu 3 sampai 7 tahun, dan perencanaan jangka panjang , yaitu untuk
jangka waktu 8 sampai 25 tahun. Pembagian waktu ini bersifat kira-kira, dan
tiap ahli dapat saja memberikan batas yang berlainan. Jadi pemenggalan
waktu ini hanya merupakan ancar-ancar.

Menurut timbulnya, perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan yang


berhasil dari bawah, misalnya mulai dari guru → kepala sekolah → kantor
Departemen P dan K tingkat II → kantor Wilayah Departemen P dan K →
Departemen P dan K, dan yang berasal dari atas, misalnya mulai dari pusat
(Departemen P dan K) sampai kepada guru.

Dari sudut besarnya, perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan


makro, yaitu perencanaan pada tingkat nasional atau tingkat departemen;
perencanaan meso, yaitu pada tingkat direktorat jendral, direktorat provinsi
sampai tingkat kantor departemen kecamatan; dan perencanaan mikro, yaitu
yang dilaksanakan pada tingkat sekolah atau kelas.

80
Menurut pendekatannya, perencanaan dapat dibedakan menjadi
perencanaan terpadu, yaitu perencanaan yang menyatukan semua sumber
dalam rangka mencapai tujuan serta melihat penggunaan sumber itu dalam
kaitannya dengan pengelolaan sekolah secara menyeluruh, dan perencanaan
tercerai, yaitu hanya melihat sumber secara terpisah-pisah untuk tujuan
tertentu. Di samping itu, juga dapat dibedakan antara perencanaan
berdasarkan program, yaitu yang didasarkan atas program yang dibuat secara
menyeluruh dan perencanaan tambal sulam, yaitu perencanaan yang dibuat
berdasarkan kecendrungan pengalaman sebelumnya, tanpa dilihat
kemungkinan perubahan, misalnya diperlukannya program baru atau
dihapuskannya program lama. Misalnya, dalam pengembangan kurikulum,
isi kurikulum dapat dirombak dan diganti yang baru atau hanya sekadar
ditambah di sana-sini pada bagian yang dianggap kurang.

Menurut pelakunya perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan


individual, yang dilakukan guru secara sendiri-sendiri, perencanaan
kelompok, dan perencanaan lembaga, yaitu perencanaan yang berlaku dan
dibuat oleh sekolah.

b. Pengorganisasian
Pengorganisasian di sekolah dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
proses untuk memilih dan memilih orang-orang (guru dan personel sekolah
lainnya) serta mengalokasikan prasarana dan sarana untuk menunjung tugas
orang-orang itu dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Termasuk didalam
kegiatan pengorganisasian adalah penetapan tugas, tanggung jawab, dan
wewenang orang-orang tersebut serta mekanisme kerjanya sehingga dapat
menjadi tercapainya tujuan sekolah itu.
Ada beberapa hal pokok yang dapat dipedomani dan diperhatikan dalam
hubungannya dengan pengorganisasian ini. Seringkali orang menamakan hal
pokok tersebut sebagai prinsip. Siagian (1985), mengemukakan prinsip
pengorganisasian itu adalah:
a) Organisai itu mempunyai tujuan yang jelas.
b) Tujuan organisasi harus dipahami oleh setiap anggota organisasi.
c) Tujuan organisasi harus dapat diterima oleh setiap orang dalam
organisasi.
d) Adanya kesatuan arah dari berbagai bagian organisasi.
e) Adanya kesatuan perintah.
f) Adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab seseorang
dalam melaksanakan tugasnya.
g) Adanya pembagian tugas yang jelas.
h) Struktur organisasi permanen.
j) Adanya jaminan terhadap jabatan-jabatan dalam organisasi itu.
k) Adanya balas jasa yang setimpal yang diberikan kepada setiap anggota
organisasi.
81
i) Penempatan orang yang bekerja dalam organisasi itu hendaknya sesuai
dengan kemampuannya.

c. Pengarahan
Pengarahan diartikan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar apa yang
telah direncanakan dapat berjalan seperti yang dikehendaki. Suharsimi
Arikunto (1988) memberikan definisi pengarahan sebagai penjelasan,
petunjuk, serta pertimbangan dan bimbingan terhadap para petugas yang
terlibat, baik secara structural maupun fungsional agar pelaksanaan tugas
dapat berjalan dengan lancer.

Kegiatan pengarahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain


dengan:
a) Melaksanakan orientasi tentang pekerjaan yang akan dilakukan individu
atau kelompok.
b) Memberikan petunjuk umum dan petunjuk khusus, baik secara lisan
maupun tertulis, secara langsung maupun tidak langsung (Suharsimi,
1988).

d. Pengkoordinasian
Pengkoordinasian di sekolah diartikan sebagai usaha untuk
menyatupadukan kegiatan dari berbagai individu atau unit di sekolah agar
kegiatan mereka berjalan selaras dengan anggota atau unit lainnya dalam
usaha mencapai tujuan sekolah. Usaha pengkoordinasian dapat dilakukan
melalui berbagai cara, seperti:(a) melaksanakan penjelasan singkat, (b)
mengadakan rapat kerja,(c) memberikan petun juk pelaksanaan dan petunjuk
teknis, dan memberikan balikan tentang hasil suatu kegiatan.

e. Pembiayaan
Pembiayaan sekolah adalah kegiatan mendapatkan biaya serta mengalah
anggaran pendapatan atau belanja pendidikan menengah . Kegiatan ini
dimulai dari perencanaan biaya, usaha untuk mendapatkan dana yang
mendukung rencana itu, penggunaan, serta pengawasan penggunaan
anggaran tersebut.

f. Penilaian
Dalam waktu-waktu tertentu, sekolah pada umumnya atau anggota
organisasi sekolah seperti guru, kepala sekolah, dan murid pada khususnya
harus melakukan penilaian tentang seberapa jauh tujuan yang telah
ditetapkan tercapai, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan program yang
dilaksanakan. Secara lebih rinci maksud penilaian adalah: (a) memperoleh
82
dasar bagi pertimbangan apakah pada akhir suatu periode kerja pekerjaan
tersebut berhasil, (b) menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien, (c)
memperoleh fakta-fakta kesukaran-kesukaran dan untuk menghindarkan
situasi yang merusak,serta memajukan kesanggupan para guru dan orang tua
murid dalam mengembangkan organisasi sekolah.
Penilaian dapat dilakukan dengan mengadakan penilitian atau
pengamatan kegiatan-kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam lembaga
pendidikan.

C. Lingkup Bidang Garapan Administrasi Pendidikan Menengah

Dari uraian di atas, tampak bahwa administrasi pendidikan menengah


pada pokoknya adalah semua bentuk usaha bersama untuk mencapai tujuan
pendidikan menengah dengan merancang, mengadakan dan memanfaatkan
sumber-sumber. Tujuan pendidikan menengah memberikan arah kegiatan
serta criteria keberhasilan kegiatan itu. Tujuan pendidikan menengah juga
merupakan landasan kegiatan administrasi pendidikan menengah tersebut.

Untuk memahami apa yang telah diuraikan secara lebih baik, secara
ringkas perlu ditegaskan hal-hal berikut:
a) Administrasi pendidikan menengah merupakan bentuk kerja sama
personel pendidikan menengah untuk mencapai tujuan pendidikan
menengah. Tujuan umum yang akan dicapai dalam kerja sama itu
adalah membentuk kepribadian murid sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional dan sesuai dengan tingkat perkembangannya pada usia
pendidikan menengah. Tujuan itu dapat dijabarkan ke dalam tujuan
antara: yaitu tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum, dan tujuan
instruksional khusus.
b) Administrasi pendidikan menengah merupakan suatu proses yang
merupakan daur penyelenggaraan pendidikan menengah, dimulai dari
perencanaan ,diikut oleh pengorganisasian ,pengarahan, pelaksanaan,
pemantauan, dan penilaian tentang usaha sekolah untuk mencapai
tujuannya.
c) Administrasi pendidikan menengah merupakan usaha untuk melakukan
manajemen sistem pendidikan menengah.
d) Administrasi pendidikan menengah merupakan kegiatan memimpin,
mengambil keputusan, serta komunikasi dalam organisasi sekolah
sebagai usaha untuk mencapai tujuan pendidikan menengah.

Sekolah merupakan bentuk organisasi pendidikan. Seperti telah


dijelaskan, organisasi diartikan sebagai wadah dari kumpulan manusia yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu dengan memanfaatkan manusia
itu sendiri sebagai sumber, di samping sumber yang ada diluar
dirinya,seperti uang, material, dan waktu. Agar kerja sama itu berjalan
83
dengan baik, maka perlu ada aturan. Karena orang yang bekerja sama serta
situasi kerja sama itu berbeda dari suatu tempat ke tempat lain, maka terjadi
suasana yang berlainan antara satuan kerja sama yang satu dengan yang lain.
Sekolah adalah organisasi yang diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam hal pendidikan menengah, maka organisasi itu diadakan untuk
mencapai tujuan pendidikan menengah.

Bila diamati lebih lanjut ada beberapa hal penting yang menjadi cirri
organisasi sekolah, termasuk pendidikan menengah. Ciri itu adalah:
a) Adanya interaksi antara berbagai unsur sekolah. Interaksi itu mempunyai
tujuan, pola, dan aturan. Yang dimaksud dengan tujuan adalah sesuatu yang
ingin dicapai sekolah melalui kerja antar unsur itu. Misalnya, bagaimana
perbaikan proses belajar-mengajar dalam pelajaran matematika dapat
diperbaiki secara kontinu melalui kerja sama dalam kelompok guru sejenis.
Pola mengandung pengertian bentuk perilaku yang relative tetap, misaslnya
kelompok guru tersebut menetapkan untuk mengadakan diskusi setiap dua
minggu sekali. Sedangkan aturan norma tertentu dalam melaksanakan
interaksi itu. Misalnya jika ada dua guru yang tidak dating dalam pertemuan,
maka pertemuan dimaksud tidak dapat dilaksanakan.
Interaksi antara unsure di sekolah meliputi:
1. Interaksi yang ada di sekolah sendiri, yaitu antara kepala sekolah dan
guru, antara guru dengan guru, antara guru dengan karyawan, antara guru
dengan siswa, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan karyawan,
antara karyawan dengan karyawan.
2. Interaksi antar sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya, misalnya
antara sekolah dengan sekolah lain yang setingkat atau sekolah lain yang
mempunyai jenjang lebih tinggi, atau antara sekolah di bawah departemen
P dan K dengan sekolah lain di bawah Departemen Agama seperti
mandrasah.
3. Interaksi antara sekolah dengan lembaga nonkependidikan, seperti
interaksi antara pendidikan menengah dengan karangtaruna,
klompencapir, oraganisasi pemuda di kampong dan sebagainya.
4. Interaksi antar sekolah dengan masyarakat, misalnya interaksi sekolah
dengan orang tua, murid dengan pemerintahan kota, dengan kepolisian
dan sebagainya.

Adanya kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan sekolah sangat banyak.


Untuk kegiatan ini dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu dimensi pengajaran
dan dimensi pengelolahan. Ada kegiatan yang langsung berhubungan
dengan kegiatan pengajaran dan ada yang tidak langsung. Demikian pula,
ada kegiatan yang langsung berhubungan dengan kegiatan pengelolahan dan
ada yang tidak. Jika dimensi itu digabungkan kita dapat membedakan

84
kegiatan itu menjadi empat kategori pokok, dan satu kategori pendukung
yang merupakan titik temu dari keempat kategori pokok.
1. Yang berhubungan langsung dengan pengajaran sekaligus langsung
dengan pengelolahan, yaitu: kurikulum, supervise
2. Yang berhubungan langsung dengan pengelolahan tetapi tidak langsung
dengan pengajaran, yaitu: kemuridan, keuangan, prasarana dan sarana,
kepegawaian, layanan khusus.
3. Yang tidak berhubungan langsung, baik dengan pengajaran maupun
dengan pengelolahan, yaitu: hubungan sekolah masyarakat, BP3.
4. Yang tidak langsung berhubungan dengan pengelolahan tetapi langsung
dengan pengajaran.
5. Kegiatan pendukung, yaitu pengelolahan ketata-usahaan, yang diperlukan
oleh semua kegiatan buir 1 sampai 4.

Kegiatan tersebut, yang merupakan komponen administrasi pendidikan


menengah, dapat digambarkan dalam perempatan (kuadran) seperti dalam
Gambar 6.3. Di dalam bagan tersebut kegiatan sekolah di bedakan dalam
dua aspek untuk memudahkan abstraksi. Aspek pertama, kegiatan sekolah
yang berhubungan dengan pengajaran, dan aspek kedua kegiatan sekolah
yang berhubungan dengan pengelolahan. Dari kedua aspek itu kemudian
dilihat sifat hubungan tersebut yaitu ada yang langsung dan tidak langsung.
Dengan demikian diperoleh lima buah klasifikasi kegiatan yaitu:(1) yang
berhubungan langsung dengan pengajaran dan juga langsung dengan
pengelolaan, (2) yang berhubungan langsung dengan pengajaran tetapi tidak
berhubungan langsung dengan pengelolaan, (3) yang tidak berhubungan
langsung dengan pengajaran tetapi berhubungan langsung dengan
pengelolaan, (4) yang tidak berhubungan dengan pengajaran dan tidak
berhubungan langsung dengan pengelolaan, serta (5) yang langsung atau
tidak langsung berhubungan dengan keempat jenis kegiatan tersebut.

D. Peranan Guru Dalam Administrasi Pendidikan

Telah disebutkan dalam Bab I bahwa tugas utama guru yaitu mengelola
proses belajar-mengajar dalam suatu lingkungan tertentu, yaitu sekolah.
Sekolah merupakan subsistem pendidikan nasional dan di samping sekolah,
sistem pendidikan nasional itu juga mempunyai komponen-komponen
lainnya. Guru harus memahami apa yang terjadi di lingkungan kerjanya.
Di sekolah guru berada dalam kegiatan administrasi sekolah. Sekolah
melaksanakan kegiatannya untuk menghasilkan lulusan yang jumlah serta
mutunya telah ditetapkan. Dalam lingkup administrasi sekolah itu peranan
guru amat penting. Dalam menetapkan kebijaksanaan dalam melakukan
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian,
pembiayaan dan penilaian kegiatan kurikulum, kesiswaan ,sarana dan
85
prasarana, personalia sekolah, keuangan dan hubungan sekolah-masyarakat,
guru harus aktif memberikan sumbangan, baik pikiran maupun tenaganya.
Administrasi sekolah adalah pekerjaan yang sifatnya kolaboratif, artinya
pekerjaan yang didasarkan atas kerja sama, dan bukan bersifat individual.
Oleh karena it, semua personel sekolah termasuk guru harus terlibat.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992, Pasal 20
disebutkan bahwa: “Tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk
bekerja sebagai pengelola satuan pendidikan dan pengawas pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dipilih dari kalangan guru”. Ini berarti,
bahwa selain peranannya untuk menyukseskan kegiatan administrasi di
sekolah, guru perlu secara sungguh-sungguh menimba pengalaman dalam
administrasi sekolah, jika karier yang di tempuhnya nanti adalah menjadi
pengawas, kepala sekolah atau pengelola satuan pendidikan yang lain.

9.3. Penutup
1. Pangkuman

 Tujuan pendidikan menengah adalah sebagai berikut:


 Tujuan pendidikan menengah merupakan jabaran dari tujuan pendidikan
nasional.
 Tujuan pendidikan menengah merupakan titik berangkat administrasi
pendidikan pada jenjang sekolah menengah.
 Tujuan pendidikan menengah itu juga merupakan tolak ukur keberhasilan
kegiatan administrasi pendidikan.

 Tujuan institusional sekolah menengah adalah tujuan yang dijabarkan dari tujuan
pendidikan nasional. Didalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2,disebutkan bahwa:
”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang-undang”. Undang-Undang Republik
Indonesia no 2 Tahun 1989,merupakan undang-undang yang dimaksud dalam
UUD 1945.
 Di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 disebutkan bahwa tujuan nasional pendidikan
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat
jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta
mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

2. Latihan

1. Jelaskan tujuan pendidikan menengah adalah?


2. Apa tujuan institusional sekolah menengah menurut UUD 1945?
3. Jelaskan UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang tujuan nasiaonal pensisikan?

86
Daftar Pustaka

Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan


Departemen Keuangan. 1983. Petunjuk Umum Administrasi Sekolah
Menenga, Buku I. Jakarta: Depdagri.
_________. 1989. Pedoman Pelaksanaan Pembiayaan penyelenggaraan Sekolaah
Menengah Negeri. Jakarta: Depdikbud.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Dalam Negeri, dan
Departemen Keuangan. 1983. Petunjuk Administrasi Sekolah Menengah,
Petunjuk Administrasi Program Pengajaran. Buku II. Jakarta: Depdikbud.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1976. Kurikulum Sekolah Menengah.
Buku III A2. Model Satuan Pelajaran. Jakarta: Depdikbud.

87
MODUL 10. PERANAN GURU DALAM ADMINISTRASI SEKOLAH
MENENGAH

10.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat memahami
kegiatan administrasi pendidikan di sekolah yang meliputi administrasi; kurikulum,
kesiswaan, personel, prasarana dan sarana, keuangan, layanan khusus, dan hubungan
sekolah-masyarakat, serta peranan guru dalam kegiatan tersebut.
Guru merupakan salah satu pelaku dalam kegiatan sekolah. Oleh karena itu, ia
dituntut untuk mengenal tempat bekerjanya itu. Pemahaman tentang apa yang terjadi
di sekolah akan banyak membantu mereka memperlancar tugasnya sebagai pengelola
langsung proses belajar-mengajar. Guru perlu memahami faktor-faktor yang langsung
dan tidak langsung menunjang proses belajar-mengajar.
Bagi guru, pemahaman tentang administrasi pengembangan kurikulum akan
sangat membantu dalam menerjemahkan kurikulum menjadi pengalaman belajar
siswa; pemahaman tentang administrasi kesiswaan akan sangat membantu mereka
dalam menjalankan tugas memproses siswa tersebut menjadi lulusan yang bermutu
tinggi. Pemahaman tentang pengelolaan personal akan membantu upaya
pengembangan pribadi dan profesionalnya; pemahaman pengelolaan prasaran dan
sarana membantu memperluas wawasan tentang bagaimana ia dapat berperan dalam
merencanakan, menggunakan dan mengevaqluasi prasarana dan sarana yang ada
sehingga prasaran dan sarana tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal;
pemahaman tentang seluk-beluk administrasi kkeuangan membantu guru dalam
menetapkan prioritas pelaksanaan tugasnya, karena pada akhirnya dana untuk
menunjang kegiatannya juga terbatas; pemahaman tentang hubungan sekolah dan
masyarakat akan membantu guru dalam usaha mereka menjadikan sekolah bagian
yang tidak terpisahkan dari masyarakat, sehingga terjadi kerja sama yang baik
diantara keduanya.

10.2. Penyajian
Di bawah ini, akan diuraikan kegiatan administrasi pendidikan sekaligus
peranan guru dalam pelaksanaan administrasi pendidikan itu.
A. Administrasi Kurikulum
Kurikulum dalam suatu sistem pendidikan merupakan komponen yang
teramat penting. Dikatakan demikian karena kurikulum merupakan panutan
dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar (selanjutnya disingkat PPBM) di
sekolah.
Kualitas keluaran proses pendidikan antara lain ditentukan oleh kurikulum
dan efektivitas pelaksanaannya. Kurikulum itu harus sesuai dengan filsafat dan
cita-cita bangsa, perkembangan siswa, perkembangan ilmu dan teknologi, serta
88
kemajuan dab tuntutan masyarakat terhadap kualitas lulusan lembaga pendidikan
itu.
Kurikulum sekolah menengah merupakan seperangkat pengalaman belajar
yang dirancang untuk siswa sekolah menengah dalam usaha mencapai tujuan
pendidikan. Mengingat bahwa sekolah menengah merupakan lembaga pendidikan
yang bertanggung jawab dalam memberikan kemampuan siswa untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kurikulum ini harus
dipahami secara intensif oleh semua personel sekolah, terutama oleh kepala
sekolah dan guru. Pemahaman tentang konsep dasar tentang pengelolaan
kurikulum merupakan hal penting bagi guru. Teori dan praktek pengembangan
kurikulum yang dibicarakan dalam administrasi pendidikan, berkenaan dengan
pertanyaan bagaimana mengorganisasikan sumber-sumber yang ada di sekolah
sehingga pengembangan kurikulum itu dapat mencapai efektivitas daqqn efisiensi
yang tinggi.
Kurikulum dapat diartikan secara sempit atau luas. Dalam pengertian sempit,
kurikulum dapat diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang diberikan di
sekolah kepada siswa, selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah itu.dengan
pengertian luas ini berarti, segala usaha sekolah untuk memberikan pengalaman
belajar kepada siswa dalam usaha menghasilkan lulusan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif, tercakup dalam pengertian kurikulum. Undang-Undang
Nomor 2 tahun 1989, mengartikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.
Dalam buku ini yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat bahan
pengalaman belajar siswa dengan segala pedoman pelaksanaannya yang tersusun
secara sistematik dan dipedomani oleh sekolah dalam kegiatan mendidik
siswanya.
Fungsi-fungsi kegiatan pengelolaan kurikulum pada dasarnya tidak berbeda
dengan fungsi-fungsi kegiatan pengelolaan pada umumnya. Fungsi itu terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian,pengkoordinasian dan pengawasan, serta
penilaian.
Perencanaan dalam pengembangan kurikulum sekolah menengah sebagian
besar telah dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan dan kebudayan di Tingkat
Pusat. Ini tidak berarti bahwa di tingkat kantor wilayah atau di tingkat sekolah,
tidak ada pengembangan kurikulum lebih lanjut.
Perencanaan kurikulum sekolah menengah oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan di Tingkat Pusat biaqsanya meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Penyusunan kurikulum dan kelengkapan pedoman yang terdiri atas:
a) Ketentuan-ketentuan pokok.
b) Garis-garis besar program pengajaran.
c) Pedoman pelaksanaan kurikulum
2) Pedoman-pedoman teknis pelaksanaan kurikulum lainnya, antara lain
pedoman penyusunan dan kalender pendidikan, pedoman penyusunan

89
program pengajaran, pedoman penyusunan satuan acara pengajaran,
pembagian tugas guru, dan penyusunan jadwal pelajaran.
Di dalam kurikulum SMA tahun 1984, misalnya, tercantum tiga
komponen pokok, yaitu: (1) program pengajaran yang meliputi program inti,
program khusus dan penelolaan program, (2) proses pelaksaan kurikulum
yang antara lain meliputi sistem belajar-mengajar, ekstrakulikuler, bimbingan
karier dan penilaian, dan (3) administrasi dan supervisi. Bagian ketiga ini
sangat sederhana dan tidak mencerminkan konsep administrasi dan supervisi
yang mencukup (adequate) untuk dipakai sebagai pedoman pelaksanaan
kurikulum. Terlepas dari bentuk serta kelengkapannya, suatu dokumen
kurikulum hendaknya meliputi pedoman untuk pelaksanaannya di lapangan.
Di dalam pelaksanaan kurikulum tugas guru adalah mengkaji kurikulum
tersebut melalui kegiatan perseorangan atau kelompok (dapat dengan sesama
guru di satu sekolah, dengan guru di sekolah lain atau dengan kepala sekolah
dan personel pendidikan lain seperti pengawas). Dengan demikian guru dan
kepala sekolah memahami kurikulum tersebut sebelum dilaksanakan.
Pelaksanaan yang dilakukan di tingkat kanwil terutama adalah
penyusunan rencana pelaksanaan kurikulum tersebut, seperti penyusunan
kalender pendidikan untuk setiap tahun ajaran, yang memuat antara lain: (a)
permulaan dan akhir tahun ajaran, (b) penerimaan siswa baru dan persiapan
tahun ajaran, (c) kegiatan pada hari-hari pertama masuk sekolah, (d) hari-hari
belajar efektif, (e) hari-hari libur, yaitu hari-hari libur umum, hari-hari libur
khusus, dan libur catur wulan, dan (f) Ulangan umum semesteran, evaluasi
belajar tahap akhir (EBTA)/ evaluasi belajar tahap akhir tingkat nasional
(Ebtanas), serta pengisian dan pembagian rapor.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum di sekolah antara lain
meliputi: (a) penyusunan kalender pendidikan untuk tingkat sekolah
berdasarkan kalender pendidikan yang disusun pada tingkat kanwil, dan (b)
penyusunan jadwal pelajaran untuk sekolah. Dalam penyusunan jadwal antara
lain perlu dperhatikan bahwa: mata pelajaran yang dianggap berat dan
memerlukan tenaga berpikir hendaknya diberikan pada pagi hari pada saat
siswa masih segar; kegiatan belajar-mengajar di suatu kelas hendaknya jangan
mengganggu kelas lain yang berdekatan. Di samping itu, guru perlu
memberikan selingan antara pelajaran yang memerlukan penalaran yang lebih
berat dengan pelajaran yang bersifat keterampilan serta memberikan waktu
istirahat setiap dua tiga jam pelajaran agar siswa tidak terlalu lelah.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum oleh guru antara lain juga
meliputi penyusunan program pengajaran catur wulan serta penyusunan
satuan acara pengajaran atau satuan pelajaran.
Seperti telah disinggung di muka, kurikulum sekolah yang
lengkap,termasuk kurikulum sekolah menengah, terdiri dari tujuan
instruksional, struktur program, garis-garis besar program pengajaran, dan
satuan acara pengajaran atau satuan pelajaran.

90
Di bawah ini akan dibicarakan komponen-komponen kurikulum sekolah
menengah.
a. Tujuan Institusional Skolah Menengah
Tujuan institusional pendidikan suatu sekolah dijabarkan dari tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional dan institusional sekolah
menengah telah diuraikan dalam bab VI.
b. Struktur Program Kurikulum Sekolah Menengah
Struktur program kurikulum sekolah menengah merupakan kerangka
umum program-program pengajaran yang diberikan pada setiap jenis dan
tingkat sekolah menengah. Struktur program kurikulum di sekolah
menengah umum tahun 1984, misalnya memuat: (a) program inti dan (b)
program khusus
1. Program Inti
Di dalam menjalankan program inti di SMU, misalnya disebutkan bahwa
susunan program inti terdiri atas 15 jenis mata pelajaran yang masing-
masing mempunyai jumlah bobot yang berbeda, sesuai dengan fungsinya
dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Bobot ini berkisar antara
empat sampai 18 jam pelajaran. Isi pelajaran dicantumkan dalam Garis-
Garis Besar Program Pengajaran(GBPP), yang terdiri dari materi esensial
dan materi yang dirancang guru untuk pengayaan. Pada dasarnya program
ini harus diikuti oleh semua siswa.
2. Program khusus
Program khusus terdiri dari program A dan program B. Program A terdiri
dari A1 (fisika), A2 (Biologi), A3 (Ilmu Sosial), dan A4 (Pengetahuan
Budaya). Program A ini dimulai pada semester ketiga. Program B
dikembangkan untuk memepersiapkan siswa terjun ke masyarakat. Oleh
karena itu bidang-bidangnya disesuaikan dengan bidang yang langsung
berkaitan dengan kehidupan masyarakat, sepertikehutanan, jasa,
kesejahteraan keluarga, dan sebagainya. Mata pelajaran dalam program b
terdiri dari mata pelajaran yang berfungsi sebagai dasar untuk
mengembangkan lebih lanjut kemampuan kejuruan dan mata pelajaran
kejuruannya sendiri. Program B ini juga dimulai pada semester ketiga.
Meskipun setiap kali kurikulum berubah, tetapi komponen-
komponennya kurang lebih sama saja. Guru harus secara saksama
mempelajari GBPP, petunjuk pelaksanaan kurikulum, menimbang mana
yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan karena keadaan tertentu, dan
memilih mana yang terbaik untuk tujuan pendidikan dan untuk
kepentingan siswa. Ini merupakan pengambilan keputusan yang harus
dilaksanakan guru secara profesional.
c. Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
GBPP adalah salah satu komponen dari perangkat kurikulum yang
merupakan pedoman bagi guru dalam meleksanakan tugasnya sehari-hari
dalam bidang pengajaran di sekolah. GBPP itu memberikan petunjuk bagi

91
setiap guru tentang bagaimana menyusun program-program pengajaran
dan penilaian serta bagaimana meleksanakan proses belejar-mengajar.
GBPP terdiri dari unsur-unsur: (1) tujuan kurikuler, (2) tujuan
instruksional umum, (3) bahan pengajaran (pokok bahasan, sub pokok
bahasan, dan uraian), (4) program (kelas, semester, alokasi, waktu), (5)
metode, (6) sarana/metode dan (7) penilaian.
Dari GBPP guru dapat menyusun program pengajaran per tahun,
program semester dan satuan pelajaran. Demikian juga guru dapat
menyusun program penilaian formatif dan sumatif semester atau akhir
tahun.
B. Pengembangan Kurikulum
Guru perlu mengetahui aspek-aspek yang berhubungan dengan
pengembangan kurikulum ini.
a. Prosedur Pembahasan Materi Kurikulum
Seperti telah disinggung di muka, di dalam UU No. 2 Tahun 1989
disebutkan bahwa pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan
didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang
disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan
pendidikan yang bersangkutan. Oleh karena itu sekolah harus mengusahakan
agar materi kurikulum itu disesuaikan dengan kebutuhan tersebut melalui
berbagai kegiatan pembahasan. Kegiatan pembahasan dapat dilakukan
melalui diskusi kelompok guru bidang studi, semua guru, dan guru dengan
kepala sekolah. Di samping itu, juga dapat dimanfaatkan orang sumber dari
luar sekolah. Pembahasan dapat menggunakan teknik diskusi kelompok,
seminar, lokakarya, rapat-rapat periodik, seperti rapat mingguan, bulanan
atau semesteran.
b. Penambahan Mata pelajaran Sesuai dengan Lingkungsan sekolah
Sekolah dapat menambah kurikulum yang telah ditetapkan secara
nasional. Dasar penambahan ini diatur dalam Pasal 38 UU No.2 Tahun 1989.
Kurikulum dapat ditambah oleh sekolah dengan mata pelajaran yang sesuai
dengan kondisi lingkungan serta ciri khas satuan pendidikan yang
bersangkutan. Semua tambahan tersebut tidak mengurangi kurikulum yang
berlaku secara nasional dan tidak boleh menyimpang dari jiwa dan tujuan
pendidikan nasional.
Penambahan mata pelajaran tidak dapat dilakukan secara serampangan
tetapi harus memenuhi prosedur tertentu baik prosedur akademik dalam
penyusunan kurikulum maupun prosedur administratifnya. Hal ini mengingat
bahwa pilihan bahan ajar merupakan masalah yang kritis, karena tersedianya
banyak mata pelajaran yang dapat dipilih di satu pihak, dan terbatasnya
waktu belajar di pihak lain.
Prosedur penambahan mata pelajaran yang memenuhi prosedur akademik
dilakukan sebagai berikut:

92
1) Harus ada pengkajian secara berhati-hati tentang aspek filsafat, aspek
sosiologi atau kebutuhan masyarakat, serta kecocokannya dengan tingkat
perkembangan anak.
2) Harus memenuhi prinsip-prinsip pembinaan dan pengembangan kurikulum,
yaitu prinsip: (i) relevansi, maksudnya adalah adanya kesesuaian dengan
lingkungan baik lingkungan sosial, geografis maupun lingkungan keluarga,
(ii) prinsip efektivitas, yaitu sejauh mana penambahan mata pelajaran itu
menyumbang pencapaian tujuan sekolah, (iii) prinsip efisiensi, yaitu sampai
seberapa jauh sumber-sumber yang ada di lingkungan itu mendukung
pelaksanaan pelajaran itu, serta (iv) prinsip kontinuitas, yaitu apakah mata
pelajaran itu merupakan prasyarat untuk mata pelajaran lain atau dapat
dikembangkan lebih lanjut di tingkat yang lebih tinggi.
Karena penambahan mata pelajaran akan mengakibatkan berbagai
perubahan dalam berbagai aspek pengelolaan, penambahan itu harus
memenuhi persyaratan administratif, sebagai berikut:
1) Usul penambahan itu dapat datang dari berbagai pihak seperti siswa, guru,
kepala sekolah, anggota masyarakat, dan atau pengawas.
2) Usul itu dibicarakan di dalam rapat kelompok guru sejenis atau kelompok
kerja guru, dan kemudian dibicarakan dalam sidang dewan guru yang
dipimpin oleh kepala sekolah.
3) Untuk memberikan pertimbangan akademik tentang usul tersebut, dapat
diundang narasumber yang dianggap mampu memberikan masukan dan
pertimbangan apakah penambahan tersebut dapat dipertanggung jawabkan.
4) Rapat dewan guru hendaknya memberikan tugas kepada tim kecil untuk
menyiapkan dokumen garis-garis besar program mata pelajaran itu untuk
dievaluasi dalam rapat dewan guru.
5) Jika rapat dewan guru telah menyetujuinya maka penambahan mata pelajaran
ini diusulkan kepada Kepala Bidang pada Kanwil Dep P dan K yang akan
meneruskan ke Kanwil Depdikbud setempat.
6) Ka Kanwil akan mengeluarkan persetujuan tentang penambahan mata
pelajaran.

c. Penjabaran dan penambahan Bahan Kajian Mata Pelajaran


Seperti disebutkan baik dalam UU No. 2 Tahun 1989 maupun PP No. 29
Tahun 1990 (Pasal 15) bahwa mata pelajaran atau kajian dalam mata pelajaran
dapat ditambah oleh sekolah untuk memperkaya ajaran tersebut dengan catatan
tidak bertentangan dan mengurangi kurikulum yang telah ditetapkan secara
nasional.
Pemerkayaan bahan kajian ini dapat dilakukan pada berbagai tingkat.
1) Dilakukan oleh Guru Bidang studi
Guru merupakan orang yang paling mengetehui apakah materi pelajaran itu
cukup untuk kepentingan siswa maupun kepentingan masyarakat.
Pengetahuan guru ini diperoleh dengan mengikuti perkembangan bidang studi
yang diajarkan melalui kegiatan interaksi kolegial seperti seminar, rapat kerja,
93
hasil membaca buku, laporan hasil penelitian orang lain maupun hasil
penelitiannya sendiri, dan sebagainya. Gutu diharapkan mampu memahami
penelitian orang lain dan juga mampu melaksanakan penelitian sederhana
tentang bahan ajar dan proses belajar-mengajar yang dilakukannya.
2) Dilakukan oleh Kelompok Guru Bidang Studi Sejenis
Kelompok guru yang mengajar mata pelajaran yang sama baik dari sekolah
itu sendiri maupun dari luar sekolah sebaiknya sering melakukan pertemuan
untuk saling belajar tentang mata pelajaran yang diajarkan. Kesempatan ini
dapat dipergunakan untuk memperluas atau memperdalam mata pelajaran
yang diajarkan di kelas mereka.
3) Dilakukan oleh Guru Bersama Kepala Sekolah
Kepala sekolah dapat memberikan dorongan dan kemudahan kepada guru
untuk mengembangkan mata pelajaran yang diajarkan dengan, misalnya,
melengkapi perpustakaan, mendorong guru untuk melakukan penelitian,
memberikan kesempatan guru untuk mengambil inisiatif dalam
mengembangkan mata pelajaran tersebut atau memberikan kesempatan
kepada guru untuk mengikuti program peningkatan
mutu,baikmelaluipenyegaran, penataranataupendidikanlanjut.
4) Dilakukan oleh Pengawas
Pengawas merupakan orang yang diharapkan mengetahui tentang berapa jauh
keluasan dan kedalaman mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dan
melakukan penilaian apakah hal tersebut sudah memadai atau perlu diperluas
dan diperdalam lagi. Dari hasil pernilaian itu pengawas dapat memberikan
saran dan petunjuk kepada guru dalam usaha mengembangkan mata pelajaran
yang diajarkannya.
5) Dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
Fungsi LPTK bukan hanya sekedar menghasilkan tenaga guru, tetapi juga
menghasilkan temuan-temuan penelitian dalam usaha memperbaiki kinerja
system pendidikan dalam segala aspeknya. Oleh karena itu, LPTK lebih
banyak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang
perkembangan mata pelajaran sebagai akibat perkembangan ilmu, di samping
temuan-temuan dalam bidang perkembangan anak dan kebutuhan masyarakat
akan isi pedidikan. Oleh karena itu, pada tempatnyalah LPTK memberikan
jasa atau diminta jasanya dalam peningkatan, perluasan atau pendalaman
bidang studi yang diajarkan di sekolah-sekolah.

C. Pelaksanaan Kurikulum
a. Penyusunan dan Pengembangan
Satuan Pengajaran (SP) adalah suatu bentuk persiapan mengajar secara
mendetail per pokok bahasan yang disusun secara sistematik berdasarkan
Garis-Garis Besar Program Pengajaran yang telah ada untuk suatu mata
pelajaran tertentu. Menurut buku Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum
Pendidikan Menengah Kejuruan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah, satuan pengajaran didefinisikan sebagai
94
unit terkecil program pengajaran yang merupakan satu kesatuan yang bulat
dan siap untuk diberikan di depan kelas dalam waktu tertentu.
Pengembangan SP ini dimulai dari pengembangan pengajaran dalam
satuan semester.
1) Pengertian Penyusunan Program Pengajaran Semester
Program pengajaran semester adalah rencana belajar-mengajar yang akan
dilaksanakan dalam satu semester dalam tahun ajaran tertentu. Pengajaran ini
merupakan pengembangan lebih lanjut GBPP masing-masing bidang studi.
2) Tujuan Penyusunan Program Pengajaran Semester
Tujuan penyusunan program pengajaran semester ini adalah:
a) Menjabarkan bahan pengajaran yang akan disajikan guru dalam proses
belajar-mengajar.
b) Mengarahkan tugas yang harus ditempuh oleh guru agar pengajaran dapat
terlaksana secara bertahap dengan tepat.
3) Fungsi Program Pengajaran semester
Fungsi program pengajaran semester adalah:
a) Sebagai pedoman penyelenggaraan pengajaran selama satu semester.
b) Sebagai bahan dalam pembinaan guru yang dilakukan oleh kepala sekolah
dan atau pengawas sekolah.
4) Langkah-Langkah Penyusunan Program Pengajaran Semester
Langkah-langkah yang dilakukan dalam melaksanakan penyusunan program
pengajaran semester itu adalah sebagai berikut:
a) Mengelompokkan bahan pengajaran yang tercantum dalam Garis-Garis
Besar Program Pengajaran menjadi beberapa satuan bahasan.
Setiapsatuanbahasansebaiknyaterdiridaribahanpengajaran yang relevan.
b) Menghitung banyaknya satuan bahasan yang terdapat selama satu
semester.
c) Menghitung banyaknya minggu efektif sekolah selama satu semester
dangan melihat kalender pendidikan sekolah yang bersangkutan.
d) Mengalokasikan waktu yang dibutuhkan untuk setiap satuan bahasan
sesuai dengan hari efektif sekolah.
e) Mengatur pelaksanaan belajar-mengajar sesuai dengan banyaknya minggu
efektif sekolah yang tersedia berdasarkan kalender pendidikan.
b. Prosedur Penyusunan Satuan Pengajaran
Langkah-langkah yang ditempuh untuk membuat SP berdasarkan pokok-
pokok bahasan yang telah disebutkan dalam GBPP adalah:
1) Mengisi identitas mata pelajaran
2) Menjabarkan tujuan pokok bahasan (tujuan instruksional umum) menjadi
tujuan instruksional khusus (TIK) yang lebih rinci.
3) Menjabarkan materi pengajaran dari pokok bahasan atau sub-pokok bahas
sesuai dengan TIK.
4) Mengalokasikan waktu pengajaran.
5) Menetapkan langkah-langkah penyampaian secara lebih rinci.

95
6) Menetapkan prosedur memperoleh balikan, baik balikan formatif melalui
monitoring atau balikan sumatif melalui tes bagian itu.
7) Mengantisipasi perbaikan pengajaran.
c. Pengembangan Satuan Pengajaran
Karena perkembangan ilmu dan peningkatan kemampuan guru serta
perubahan kebutuhan siswa, maka SP yang sudah dibuat dan digunakan untuk
mengajar perlu dikembangkan lebih lanjut. Pengembangan ini dapat meliputi
penambahan, pengurangan, pengubahan dan penggantian. Oleh karena itu, guru
dan kepala sekolah disarankan untuk selalu melakukan titik ulang SP yang telah
dibuat itu. Titik ulang ini biasa dilakukan oleh guru secara individual, kelompok
guru di sekolah, kelompok guru antar sekolah maupun kelompok guru yang lebih
luas lagi. Jika diperlukan juga dapat menggunakan jasa konsultasi dari pakar-
pakar bidang studi atau pakar pendidikan. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan
secara berkala pada setiap akhir semester.
d. Penggunaan Satuan Pengajaran Bukan Buatan Guru Sendiri
Dalam hal satuan pelajaran tidak dibuat sendiri oleh guru (dibeli atau
dikopi dari SP yang dibuat teman atau orang lain) guru perlu melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) Melihat kembali GBPP dan mencocokkan kesesuaian komponen-komponen
dalam satuan pelajaran dengan komponen-komponen dalam GBPP.
2) Jika hal tersebut telah dilakukan dan tidak ada penyimpangan yang berarti
maka langkah selanjutnya adalah mencocokkan keajegan (konsistensi) antara:
(1) tujuan umum dengan tujuan instruksional khusus, (2) tujuan instruksional
khusus dengan bahan, metode dan teknik evaluasi serta sumber belejar.
3) Melakukan pertimbangan (judgment) apakah satuan pelajaran itu dapat
dilaksanakan di kelas sejauh berhubungan dengan kemampuan awal siswa,
fasilitas yang tersedia, dan factor pendukung yang lainnya.
4) Jika butir 3) belum memadai, maka guru harus melakukan penyesuaian
terhadap SP tersebut sehingga realistik dan dapat dilaksanakan. Proses
penyesuaian ini dapat berupa penambahan, pengurangan atau penggantian
dari komponen yang tidak sesuai. Hendaknya kegiatan semacam ini minimal
dilaporkan kepada kepala sekolah atau akan lebih baik lagi jika dikerjakan
atas supervise kepala sekolah. Sudah barang tentu bantuan teman sejawat,
pengawas atau pakar dari luar sekolah dapat dimanfaatkan untuk perbaikan SP
ini.
e. Pelaksanaan Proses Belajar-Mengajar
Aspek administrasi dari pelaksanaan proses belajar-mengajar adalah
pengalokasian dan pengaturan sumber-sumber yang ada di sekolah untuk
memungkinkan proses belajar-mengajar itu dapat dilakukan oleh guru seefektif
mungkin. Sering kali sumber tersebut sangat terbatas sehingga sangat mungkin
dipergunakan pula oleh kelas lain dalam waktu bersamaan. Jika hal ini terjadi
guru harus merealokasikan waktu atau tempat sehingga tidak mengganggu
program sekolah secara keseluruhan. Dalam hal ini kerja sama dan konsultasi
dengan kepala sekolah merupakan syarat yang harus dilakukan.
96
Di dalam melakukan proses belajar-mengajar, guru harus selalu waspada
terhadap gangguan yang mungkin terjadi karena kesalahan perencanaan fasilitas
serta sumber lain yang mendukung proses belajar-mengajar tersebut. Pertemuan-
pertemuan dengan guru lain atau kepala sekolah d itu dapat dipakai sebagai
wahana untuk menghindari kesalahan perencanaan, di samping untuk
meningkatkan, kemampuan professional guru itu sendiri. Peningkatan
kemampuan profesional ini dapat dilakukan dengan pertukaran informasi antara
guru bidang studi yang sejenis. Komunikasi dengan guru bidang studi lain
dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan mata pelajaran itu dengan mata
pelajaran selanjutnya. Di samping itu, juga untuk mendapatkan balikan tentang
bagian-bagian mana dari bahan belajaryang tidak atau sukar dikuasai oleh siswa.
Komunikasi dengan guru bidang studi dimaksudkan agar ada integrasi antara
mata-mata pelajaran yag diberikan guru bidang studi dengan guru bidang studi
lain. Aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proses belajar-mengajar ini
dibicarakan secara rinci dalam mata kuliah yang lain seperti belajar dan
pembelajaran, strategi belajar-mengajar, atau evaluasi pengajaran.
f. Penagaturan Ruang Belajar
untuk menciptaka suasana belajar yang aktif perlu diperhatikan
pengaturan ruang belajar dan perabot sekolah. Pengatursn tersebut hendaknya
memungkinkan siswa duduk berkelompok dan memungkinkan guru secara
leluasa membimbing dan membantu siswa dalam belajar.
Dalam pengaturan ruang belajar hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai
berikut: (1) bentuk dan luas ruangan kelas, (2) bentuk serta ukuran bangku atau
kursi dan meja siswa, (3) jumlah siswa pada tingkat kelas yang bersangkutan, (4)
jumlah siswa dalam tiap-tiap kelas, (5) jumlah kelompok dalam kelas, (6) jumlah
siswa dalam tiap kelompok, (7) kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.
Untuk memudahkan belajar berkelompok, penyususnan meja dan kursi di
dalam kelas harus sedemikian ruoa sengga guru dan siswa dapat bergerak secara
leluasa serta sewktu-waktu dapat melihat dengan jelas apa yang tertera di papan
tulis.
g. Kegiatan Kokurikuler dan Ekstrakurikuler
Ada tiga macam kegiatan kurikuler, yaitu kegiatan intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan sekolah dengan
penjatahan waktu sesuai dengan struktur program, seperti yang telah dibicarakan
pada bagian terdahulu. Pada bagian ini akan dibicarakan kegiatan kokurikuler dan
kegiatan ekstrakurikuler.
1) Kegiatan Kokurikuler
Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan yang erat kaitannya
denganpemerkayaan pelajaran. Kegiatan ini dilakukan di luar jam pelajaran
yang ditetapkan di dalam strukturprogram, dan dimaksudkan agar siswa lebih
mendalami dan memahami apa yang telah dipelajari dalam kegiatan
intrakurikuler. Kegiatan ini dapat berupa penugasan-penugasan atau pekerjaan

97
rumah yag merupakan penunjang kegiatan intrakurikuler. Untuk pelaksanaan
kegiatan kokurikuler ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a) Harus jelas hubungan antara pokok bahasab atau subpokok bahasan yang
diajarkan dengan tugas yang diberikan.
b) Tugas yang diberikan tidak menjadi beban yang berlebihan bagi siswa,
baik untuk beban fisik maupun psikis, karena di luar jangkauan dan
kemampuan siwa itu.
c) Pengadministrasian tugas yang diberikan kepada siswa harus tertib,
termasuk penilaian dan pemantauannya.
d) Penilaian terhadap hasil tugas siswa perorangan diperhitungkan sebagai
bahan dalam penghitungan nilai rapor semester.
2) Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa
(intrakurikuler) tidak erat terkait dengan pelajaran di sekolah. Program ini
dilakukan di sekolah atau di luar sekolah.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperluas pengetahuan siswa, menambah
keterampilan, mengenal hubungan antara berbagai mata pelajaran,
menyalurkan bakat, minat, menunjang pencapaian tujuan intrakurikuler, serta
melengkapi usaha pembinaan manusia Indonesia seutuhnya. Kegiatan ini
dilakukan secara berkala pada waktu-waktu tertentu.
Dalam melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler banyak hal yang harus
diperhatikan, di antaranya adalah: (a) materi kegiatan hendaknya dapat
memberi manfaat bagi penguasaan bahan ajar bagi siswa, (b) sejauh mungkin
tidak terlalu membebani siswa, (c) memanfaatkan potensi lingkungan, alam,
lingkungan budaya, kegiatan industri dan dunia usaha, dan (d)tidak
mengganggu tugas siswa juga guru.
Kegiatan ekstrakurikuler dapat berbentuk kegiatan individu atau kegiatan
kelompok. Kegiatan individu adalah untuk menyalurkan bakat siswa secara
perorangan di sekolah dan masyarakat. Contohnya beberapa kegiatan olah
raga, keterampilan, dan kesenian. Kegiatan kelompok adalah untuk
menamoung kebutuhan dan penyaluran minat bakat siswa secara bersama di
sekolah dan di masyarakat. Contohnya antara lain berkemah, pramuka,
pertandingan olah raga.
h. Evaluasi Hasil Belajar dan Program Pengajaran
Evaluasi hasil belajar merupakan tahapan penting dalam suatu kegiatan.
Di bawah ini diuraikan secara singkat dua jenis evaluasi, yaitu evaluasi hasil
belajar dan evaluasi program pengajaran.

1) Evaluasi Hasil Belajar


Evaluasi hasil belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guna
memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh
tentang proses dan hasil belajar yang telah dicapai siswa.
Tujuan dan fungsi penilaian hasil belajar adalah:

98
a) Memberikan umpan balik kepada guru dan siswa dengan tujuan
memperbaiki cara belajar-mengajar, mengadakan perbaikan da pengayaan
bagi siswa, serta menempatkan siswa pada situasi belajar-mengajar yang
lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya.
b) Memberikan informasi kepada siwa tentang tingkat keberhasilannya
dalam belajar dengan tujuan untuk memperbaiki, mendalami atau
memperluas pelajarannya.
c) Menentukan nilai hasil belajar siswa yang antara lain dibutuhkan untuk
pemberian laporan kepada orang tuan, penentuan kenaikan kelas, dan
penentuan kelulusan siswa.
Hasil belajar untuk tiap semester dicantumkan dalam buku rapor. Buku rapor
ini sebaiknya diambil oleh orang tua siswa yang bersangkutan. Dengan
demikian guru mempunyai kesempatan untuk mengemukakan secara lisan
segala sesuatu yang terjadi pada diri siswa di sekolah.
2) Evaluasi Program Pengajaran
Evaluasi program merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program, serta faktor-
faktoryang mendukung atau menghambat keberhasilan terebut. Tingkat
keberhasilan program diukur dengan membandingkan hasil dengan target
yang dirumuskan dalam rencana. Hasl pembandingan ini menunjukkan
tingkat efektivitas program. Apabila, misalnya, guru menargetkan lima dari 40
orang siswa dapat memperoleh nilai 10, dan setelah ulangan hanya ada 2
orang saja yang memperoleh nilai 10, maka tingkat keberhasilannya hanya 2/5
× 100% yaitu 40%.
Di samping tingkat efektivitasnya, program juga dapat diukur dari tingkat
efisiensinya. Yang dimaksud dengan tingkat efisiensi adalah perbandingan
antara hasil dengan sumber yang dioergunakan. Jika dua orang siswa yang
mendapat nilai 10 itu memerlukan pelajaran tambahan empat jam sehari,
maka program guru itu dapat dikatakan kurang efisien jika dibandingkan
dengan program guru lain, yang dengan hasil yang sama, hanya memerlukan
tambahan mengajar empat jam seminggu.
Guru perlu mempelajari evaluasi program karena dua alasan. Pertama,
evaluasi program memberikan balikan tentang hasil kerjanya, sehingga
berdasrkan itu ia dapatmemperbaiki unjuk jerjanya; dan kedua, evaluasi program
merupakan bentuk pertanggungjawaban guru atas tugas yang dibebankan sekolah
dan masyarakat kepadanya.
Sasaran evaluasi program dapat diidentifikasika dengan model masukan-
proses-keluaran. Siswa yang mengikuti proses pendidikan dipandang sebagai
bahan mentah (masukan mentah) yang akan diolah melalui proses pengajaran.
Siswa ini memiliki karakteristik atau kekhususan sendiri-sendiri, yang nantinya
banyak mempengaruhi keberhasilan mereka dalam belajar. Di samping itu, ada
juga masukan lain yang juga berpengaruh dalam keberhasilan belajar siswa, yaitu
masukan instrumental dan masukan lingkungan. Termasuk masukan instrumental
adalah: guru,materi/kurikulum, metode mengajar dan sarana pendidikan (alat,
99
bahan dan media belajar) dan masukan lingkungan adalah antara lain teman
bermain, keluarga, dan kelompok masyarakat lainnya. Siswa yang sudah
melampaui proses transformasi, merupakan keluaran sekolah itu.

Tugas Latihan
1. Carilah kalender pendidikan yang disusun oleh Kanwil Depdikbud di daerah
Anda. Kemudian cari pula kalender pendidikan dari beberapa SLTA.
Periksalah kalender pendidikan SLTA tersebut dengan menggunakan kalender
pendidikan yang disusun Kanwil Depdikbud sebagai pedoman. Perbaikilah
kalender SLTA tersebut jika terdapat kesalahan. Kerjakan tugas ini secara
kelompok.
2. Buatlah program pengajaran untuk satu semester dari suatu bidang studi di
SLTA. Untuk menyusun program pengajaran ini, gunakanlah GBPP yang
berlaku, kalender pendidikan SLTA, serta ikutilah langkah-langkah
penyusunan program pengajaran yang telah anda pelajari.
3. Bersama dengan teman-teman Anda, daftarlah secara lebih rinci hal-hal yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, yang dapat dijadikan sasaran
evaluasi. Kelompokkan menurut aspek-aspek yag ada di dalam model
masukan-proses-keluaran.
4. Diskusikan dengan teman-teman Anda, bagaimana kita dapat memperoleh
data tentang aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Contoh: Untuk mengetahui kemampuan intelektual digunakan tes IQ atau
melalui pengamatan sehari-hari di kelas.

D. Administrasi Kesiswaan
Isi kegiatan kedua dalam administrasi pendidikan, adalah administrasi
kesiswaan.
Siswa merupakan salah satu sub-sistem yang penting dalam system
pengelolaan pendidikan di sekolah menengah. Administrasi kesiswaan
dilakukan agar transformasi siswa menjadi lulusan yang dikehendaki oleh
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, dapat berlangsung secara efektif dan
efisien. Administrasi kesiswaan merupakan proses pengurusan segala hal
yang berkaitan dengan seluruh siswa di suatu sekolah mulai dari perencanaan
penerimaan siswa, pembinaan selama siswa berada di sekolah, sampai dengan
siswa menamatkan pendidikannya melalui penciptaan suasana yang kondusif
terhadap berlabgsungnya proses belajar-mengajar yang efektif.
a. Kegiatan dalam Administrasi Kesiswaan
Kegiatan dalam administrasi kesiswaan dipilih menjadi tiga bagian besar,
yaitu kegiatan penerimaan siswa, pembinaan siswa dan penamatan program
siswa di sekolah.

1. Penerimaan Siswa

100
Penerimaan siswa adalah proses pencatatan dan layanan kepada siswa yag
baru masuk sekolah, setelah mereka memenuhi persyaratan-persyaratan yang
ditentukan oleh sekolah itu.
2. Pembinaan Siswa
Yang dimaksud dengan pembinaan siswa adalah pemberian layanan kepada
siswa di suatu lembaga pendidikan, baik di dalam maupun di luar jam
belajarnya di kelas. Pembinaan kepada siswa dilakukan dengan menciptakan
kondisi atau membuat siswa sadar akan tugas-tugas belajarnya. Beberapa hal
dapat dilakukan dalam rangka pembinaan siswa ini adalah: (1) memberikan
orientasi kepada siswa baru, (2) mengatur dan atau mencatat kehadiran siswa,
(3) mencatat prestasi dan kegiatan siswa, dan (4) mengatur disiplin siswa di
sekolah.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan siswa


ini adalah:
1) Orientasi siswa baru
2) Pengaturan kehadiran siswa. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk
melakukan pencatatan kehadiran siswa ini di antaranya adalah:
a) Papan absensi harian siswa (per kelas dan per sekolah)
b) Buku absensi harian siswa
c) Rekapitulasi absensi siswa.
3) Pencatatan siswa di kelas. Dalam rangka pembinaan siswa perlu juga
dilakukan pencatatan di kelas. Pencatatan itu dapat berupa: (a) daftar siswa di
kelas, (b) grafik prestasi belajar, dan (c) daftar kegiatan siswa
4) Pembinaan disiplin siswa. Disiplin merupakan suatu keadaan di mana sikap,
penampilan, dan tingkah laku siswa sesuai dengan tatanan nilai, norma, dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah dan/kelas di mana mereka
berada.
5) Tata tertib sekolah. Tata tertib sekolah merupakan suatu alat yang dapat
digunakan oleh kepala sekolah untuk melatih siswa agara dapat
mempraktekkan disiplin di sekolah. Disiplin sekolah dapat diberikan antara
lain melalui gajaran dan hukuman. Ganjaran adalah sesuatu yang bersifat
menyenangkan yang diterima siswa karena berprestasi, berusaha dengan baik
atau bertingkah laku yang dapat dijadikan contoh bagi yang lain; sedangkan
hukuman adalah sesuatu yang tidak menyenangkan yang harus diterima atau
dikerjakan siswa karena mereka bertingkah laku yang tidak pada tempatnya
(Carolyn, 1984).
Kalau ganjaran diberikan untuk membuat siswa melakukan hal yang positif,
maka hukuman diberikan dengan maksud agar siswa jera atau tidak ingin
berbuat lagi hal-hal yang negative. Hukuman diberikan kepada siswa dalam
batas-batas yang wajar, sehingga misi mendidik siswa tercapai.
6) Promosi dan mutasi. Promosi ataukenaikan kelas adalah perpindahan siswa
dari suatu kelas ke kelas lainnya yang lebih tinggi setelah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu. Promosi/kenaikan kelas dilaksanakan
101
dengan berpedoman kepada norma-norma kenaikan kelas yang ditetapkan
bersama antara semua guru dan kepala sekolah dalam rapat kenaikan kelas.
Keputusan kenaikan kelas ini hendaknya diambil dari landasan yang mewakili
sosok siswa secara utuh, baik ditinjau dari ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotornya. Promosi harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati dalam
arti harus dipertimbangkan beberapa prinsip dasar yang penting, yaitu bahwa:
1) Promosi harus dilaksanakan atas dasar pertimbangan keadaan siswa secara
pribadi.
2) Promosi harus mempertimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
yang dicapai siswa.
3) Promosi harus mempertimbangkan lajuperkembangan prestasi yang
dicapai siswa.
4) Promosi harus mempertimbangkan mata pelajaran-mata pelajaran yang
akan ditempuh siswa di kelas yang lebih tinggi.
Mutasi merupakan perpindahan siswa dari satu sekolah ke sekolah lainnya
karena alasan-alasan tertentu. Mutasi adalah hak setiap siswa, oleh karena
itu sekolah harus dapat memberi kesempatan kepada siswanya yang akan
menggunakan haknya itu. Mutasi harus dilakukan melalui prosedur
tertentu dan dicatat oleh kedua sekolah, sekolah asal dan sekolah tujuan.
3) Tamat Belajar
Apabila siswa telah menamatkan (selesai dan lulus) semua mata pelajaran
atau telah menempuh kurikulum sekolah dengan memuaskan, maka siswa
berhak mendapatkan surat tanda tamat belajar dari kepala sekolah. Dalam hal
yag demikian, siswa sudah tidak mempunyai hak lagi untuk tetap tinggal di
sekolah yang bersangkutan karena dianggap telah menguasai semua mata
pelajaran atau kurikulum sekolah.
Tamat belajar untuk sekolah menengah, pada dasarnya merupakan pencapaian
salah satu tangga untuk pendidikan lebih lanjut, atau pencapaian suatu
keterampilan yang dapat dipergunakan untuk menopang kehidupannya di
masyarakat.

b. Peranan Guru dalam Administrasi Kesiswaan


Keterlibatan guru dalam administrasi kesiswaan tidak sebanyak
keterlibatannya dalam mengajar. Dalam administrasi kesiswaan guru lebih
banyak berperan secara tidak langsung.
Beberapa peranan guru dalam administrasi kesiswaan itu di antaranya
adalah:
a) Dalam penerimaan siswa, para guru dapat dilibatkan untuk ambil bagian.
Diantara mereka dapat ditunjuk menjadi panitia penerimaan yang dapat
melaksanakan tugas-tugas teknis mulai dari pencatatan penerimaan
sampai dengan pelaporan pelaksanaan tugas.
b) Dalam masa orientasi, tugas guru adalah membuat agar para siswa cepat
beradaptasi dengan lingkungan sekolah barunya. Peranan guru dalam hal
ini sangat penting, karena andaikata terjadi salah langkah pada saat
102
pertama, dapat berakibat kurang menguntungkan bagi jiwa anak untuk
waktu-waktu selanjutnya.
c) Untuk pengaturan kehadiran siswa di kelas, guru mempunyai andil yang
besar juga. Guru diharapkan mampu mencatat/merekam kehadiran ini
meskipun dengan sederhana akan tetapi harus baik. Data kehadiran ini
dimungkinkan untuk bahan pertimbangan penilaian terhadap siswa,
misalnya sebagai pertimbangan dalam menetapkan kenaikan kelas.
d) Dalam memotivasi siswa untuk senantiasa berprestasi tinggi, guru juga
harus mampu menciptakan suasana yang mendukung hal tersebut. Hal ini
dapat mereka lakukan misalnya dengan membuat grafik prestasi belajar
siswa-siswanya.
e) Dalam menciptakan disiplin sekolah atau kelas yang baik, peranan guru
sangat penting karena guru dapat menjadi model. Untuk membuat siswa
mempunyai disiplin yang tinggi, maka guru harus mampu menjadi contoh
atau panutan bagi siswa-siswanya. Guru juga harus mampu menegakkan
disiplin dan tidak merusaknya sendiri. Di samping itu guru juga harus
mampu mengambil keputusan secara bijaksana dan konsisten untuk
memberikan ganjaran dan hukuman kepada para siswa yang pantas
mendapatkannya.
f)
Tugas dan Latihan
1. Mengapa administrasi kesiswaan merupakan suatu yang harus
dilaksanakan oleh sekolah?
2. Dalam melakukan penerimaan siswa baru, hal-hal apa sajakah yang harus
dilakukan oleh panitia/petugas penerimaan siswa baru?
3.
a. Dalam masa orientasi siswa baru di sekolah, hal-hal apa sajakah
yang perlu dilakukan?
b. Mengapa semua ini dilakukan dan bagaimana akibatnya andaikata
tidak dilakukan?
4.
a. Apakah yang dimaksud dengan ganjaran?
b. Haruskan ganjaran diberikan kepada siswa?
c. Adakah akibat-akibat yang kurang positif apabila ganjaran itu
diberikan kepada siswa? Mengapa demikian?
5.
a. Apakah yang dimaksud dengan hukuman?
b. Mungkinkah hukuman memberikan sumbangan yang positif
terhadap kepribadian siswa? Mengapa demikian?
c. Berikan lima contoh hukuman yang dapat diberikan kepada siswa!

E. Administrasi Prasarana dan Sarana


Untuk menunjang pelaksanaan pendidikan diperlukan fasilitas pendukung
yang sesuai dengan tujuan kurikulum. Dalam mengelola fasilitas agar
103
mempunyai manfaat yang tinggi diperlukan aturan yang jelas, serta
pengetahuan dan keterampilan personel sekolah dalam administrasi prasarana
dan sarana.
Prasarana dan sarana pendidikan adalah semua benda bergerak maupun
yang tidak bergerak, yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan
proses belajar-mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Administrasi prasarana dan sarana pendidikan merupakan keseluruhan
proses pengadaan, pendayagunaan, dan pengawasan prasarana dan peralatan
yang digunakan untuk menunjang pendidikan agar tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan tercapai secara efektif dan efisien.
Kegiatan dalam administrasi prasarana dan sarana pendidikan meliputi:
(1) perencanaan kebutuhan, (2) pengadaan, (3) penyimpanan, (4)
inventarisasi, (5) pemeliharaan, (6) penghapusan prasarana dan sarana
pendidikan.
a. Perencanaan Kebutuhan
Penyusunan daftar kebutuhan prasaran dan sarana di sekolah didasarkan
atas pertimbangan bahwa:
a) Pengadaan kebutuhan prasaran dan sarana karena berkembangnya kebutuhan
sekolah.
b) Pengadaan prasarana dan sarana untuk penggantian barang-barang yang
rusak, dihapuskan atau hilang.
c) Pengadaan prasarana dan sarana untuk persediaan barang.
b. Pengadaan Prasarana dan Sarana Pendidikan
Pengadaan adalah kegiatan untuk menghadirkan prasarana dan sarana
pendidikan
dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas-tugas sekolah.
Pengadaan prasarana dan sarana pendidikan dapat dilaksanakan dengan
cara:
a) Pembelian
b) Buatan sendiri
c) Penerimaan hibah atau bantuan
d) Penyewaan
e) Pinjaman
f) Pendaurulangan
Pengadaan prasarana dan sarana pendidikan di suatu lembaga pendidikan
atau sekolah dapat dilakukan dengan dana rutin, dana dari masyarakat atau
dana bantuan dari pemerintah daerah atau anggota masyarakat lainnya.
c. Penyimpanan Prasarana dan Sarana Pendidikan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengurusan, penyelenggaraan, dan
pengaturan persediaan prasarana dan sarana di dalam ruang
penyimpanan/gudang. Penyimpanan hanya bersifat sementara. Penyimpanan
dilakuka agar barang/prasarana dan sarana yang sudah diadakan/dihadirkan
tidak rusak sebelum tiba saat pemakaian. Penyimpanan barang harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan sifat-sifat barang yang
104
disimpan. Dengan demikian nilai guna barang tidak susut sebelum barang itu
dipakai.
d. Inventarisasi Prasarana dan Sarana Pendidikan
Inventarisasi adalah kegiatan melaksanakan pengurusan, penyelenggaraan,
pengaturan, dan pencatatan barang-barang yang menjadi milik sekolah
menengah yang bersangkutan dalam semua daftar inventaris barang.
Daftar barang inventaris merupakan suatu dokumen berisi jenis dan
jumlah barang baik bergerak maupun tidak bergerak yang menjadi milik dan
dikuasai negara, serta berada di bawah tanggung jawab sekolah. Daftar barang
itu terdiri dari:
a) Kartu inventaris ruangan
b) Kartu inventaris barang
c) Buku inventaris
e. Pemeliharaan Prasarana dan Sarana Pendidikan
Pemeliharaan merupakan kegiatan penjagaan atau pencegahan dari
kerusaka suatu barang, sehingga barang tersebut kondisi baik dan sap dipakai.
Pemeliharaan dilakukan secara kontinu terhadap semua barang-barang
inventaris. Pemeliharaan barang inventaris kadang-kadang dianggap sebagai
suatu hal yang sepele, padahal sebenarnya pemeliharaan ini merupakan suatu
tahap kerja yang tidsk kslsh pentingnya dengan tahap-tahap yang lain dalam
administrasi prasarana dan saran. Prasarana dan sarana yang telah dibeli
dengan harga mahal, akan bertambah mahal apabila tidak dipelihara sehingga
tidsk dspst dipergunakan.
Pemeliharaan dimulai dari pemakai barang, yaitu dengan cara berhati-hati
dalam menggunakannya. Pemeliharaan yang bersifat khusus harus dilakukan
oleh petugas professional yang mempunyai keahlian sesuai dengan jenis
barang yang dimaksud.
Pelaksanaan pemeliharaan barang inventaris meliputi:
a) Perawatan
b) Pencegahan kerusakan
c) Penggantian ringan
Pemeliharaan berbeda dengan rehabilitas. Rehabilitas adalah perbaikan
berskala besar dan dilakukan pada waktu tertentu saja.
f. Penghapusan Prasaran dan Sarana Pendidikan
Penghapusan adalah kegiatan meniadakan barang-barang milik
negara/daerah dari daftar inventaris karena barang itu dianggap sudah tidak
memiliki nilai guna atau sudah tidk berfungsi sebagaimana yang diharapkan,
atau biaya pemeliharaannya sudah terlalu mahal.
g. Pengawasan Prasarana dan Sarana Pendidikan
Pengawasan prasarana dan sarana merupkan kegiatan pengamatan,
pemeriksaan, dan penilaian terhadap pelaksanaan administrasi sarana dan
prasarana pendidikan di sekolah. Hal ini untuk menghindari penyimpangan,
penggelapan atau penyalahgunaan. Pengawasan dilakukan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan itu.
105
Pengawasan dapat dilakukan oleh kepala sekolah (pengawasan melekat),
aparat Departemen P dan K atau aparat lain yang berwenang.
Pengawasan harus dilakukan secara objektif, artinya pengawasan itu harus
didasarkan atas bukti-bukti yang ada. Apabila dari hasil
pengawasan/pemeriksaan ternyata terdapat kekurangan-kekurangan, maka
kepala sekolah wajib melakukan tindakan-tindakan perbaikan dan
penyelesaian.
Untuk pendokumentasian hasil pemeriksaan, perlu adanya buku
pemeriksaan untuk diisi oleh pemeriksa.
h. Peranan Guru dalam Administrasi Prasaran dan Sarana
Sebagai pelaksana tugs pendidikan, guru juga mempunyai andil dalam
administrasi prasarana dan sarana pendidikan. Dalam hal ini, guru lebih
banyak berhubungan dengan sarana pengajaran, yaitu alat pelajaran, alat
peraga, dan media pengajaran lainnya dibandingkan dengan keterlibatannya
dengan prasarana pendidikan yang tidak langsung berhubungan.
Peranan guru dalam administrasi prasaran dan sarana dimulai dari
perencanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan, serta pengawasan penggunaan
prasarana dan saran yang dimaksud.
1. Perencanaan
Guru sekolah menengah dituntut untuk memikirkan saran dan prasarana
pendidikan yang dibutuhkan oleh sekolah, supaya hal tersebut fungsional
dalam menunjang kegiatan belajar-mengajar. Perencanaan pengadaan barang
menuntut keterlibatan guru karena semua barang yang dipergunakan dalam
proses belajar-mengajar harus sesuai dengan rancaangan kegiatan belajar-
mengajar itu. Perencanaan pengadaan barang yang yang menuntut
keterlibatan guru diantaranya adalah pengadaan alat pengajaran dan media
pengajaran. Dalam hal ini, guru harus merencanakan pengadaan prasarana dan
sarana sesuai dengan kebutuhan proses belajar-mengajar dalam kurun waktu
tertentu. Dalam pengadaan perabot kelas, guru juga perlu memikirkan
manfaat perabot-perabot itu dalam menunjang proses belajar-mengajar.
Perabot tersebut seperti papan temple majalah dinding, papan rencana
kegiatan kelas, dan tempat penyimpanan alat-alat pelajaran atau alat peraga
milik kelas.
2. Pemanfaatan dan Pemeliharaan
Guru harus dapat memanfaatkan segala sarana seoptimal mungkin dan
bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan pemakaian sarana dan
prasarana pengajaran yang ada. Juga bertanggung jawab terhadap penempatan
sarana dan prasarana tersebut di kelas di mana dia mengajar.
Perawatan prasarana dan sarana secara sederhana, yang tidak harus
membutuhkan keahlian professional, dapat dilakukan oleh guru. Dalam hal
pemeliharaan atau perbaikan yang lebih kompleks, misalnya berkaitan dengan
alat-alat elektronik, petugas atau ahli media atau teknisi pendidikan lebih
berkompeten untuk melakukan pemeliharaan itu.
3. Pengawasan Penggunaan
106
Apabila sarana dan prasarana pendidikan itu digunakan oleh siswa yang ada
di kelasnya, maka tugas guru adalah melakukan pengawasan atau memberikan
arahan agar siswa dapat menggunakan atau memakai sarana dan prasarana
pendidikan itu sebagaimana mestinya.

Tugas dan Latihan


1. Kunjungilah salah satu sekolah menengah di dekat tempat tinggal Anda!
a. Catatlah masing-masing satu contoh prasarana, alat pelajaran, alat
peraga, dan media pengajaran yang ada di kelas/ sekolah tersebut!
b. Siapa yang bertanggung jawab langsung terhadap keutuhan sarana dan
prasarana pendidikan tersebut di atas? Jelaskan!
2. Mengapa sarana/prasarana pendidikan pendidikan dibutuhkan dalam
pendidikan? Mungkinkah proses belajar-mengajar terjadi tanpa adanya
sarana dan prasarana pendidikan itu? Jelaskan!
3. Mengapa sarana da prasaran pendidika di sekolah perlu
diinventarisasikan? Buku-buku apa yang diperlukan untuk
menginventarisasi sarana dan prasarana tersebut? Jelaskan bagaimana
sarana dan prasarana itu dikelompokkan?
4. Apa perbedaan antara tugas guru dengan kepala sekolah dalam
merencanaka kebutuhan sarana pendidikan? Jelaskan!
5. Sebutkan tugas-tugas yang harus dilakukan guru dalam pemeliharaan
sarana dan prasarana pendidikan yang ada di kelas yang dipimpinnya?
Jelaskan!
F. Administrasi Personal
Personel pendidikan dalam arti luas meliputi guru, pegawai, dan siswa.
Dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan personel pendidikan adalah
golongon petugas yang membidangi kegiatan edukatif dan yang membidangi
kegiatan nonedukatif (ketatausahaan). Personel bidang edukatif ialah mereka
yang bertanggung jawab dalam kegiatan belajar-mengajar, yaitu guru dan
konselor (BK); sedangkan yang termasuk di dalam kelompok personel bidang
nonedukatif, adalah petugas tata usaha dan penjaga atau pesuruh sekolah.
Semua personel atau pegawai tersebut mempunyai peranan penting dalam
kelancaran jalannya pendidikan atau pengajaran di sekolah.
Dalam tiap kelompok personel diperlukan pembagia tugas dan tanggung
jawab serta hubungan kerja yang jelas. Seorang pemimpin sekolah/kepala
sekolah dapat dibantu oleh seorang atau beberapa orang wakil kepala yang
mengkoordinasikan urusan kurikulum/kegiatan belajar-mengajar, urusan
kesiswaan, urusan sarana-prasarana pendidikan, urusan hubungan sekolah-
masyarakat, dan sebagainya. Kelompok personel nonedukatif dipimpin oleh
kepala tata usaha,yang mempunyai tugas dan tanggung jawab serta hubungan
kerja tersendiri pula. Tugas ini disesuaikan dengan luas lingkup pekerjaan dan
keadaan personelnya.
Pembahasan administrasi personel ini dibatasi dan difokuskan kepada
pembahasan guru sekolah menengah sebagai pegawai negeri.
107
Yang dimaksud dengan pegawai negeri adalah mereka yang setelah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam perundang-undangan yang
berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwewenang, dan diserahi tugas Negara
lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu perundang-undangan yang berlaku.
Pegawai negeri terdiri dari (a) pegawai negeri sipil (pusat, daerah, dan
lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah); dan (b) anggota
angkatan bersenjata RI.
Guru sekolah menengah adalah pegawai negeri sipil pusat. Semua
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai
negeri sipil, berlaku pula bagi guru sekolah menengah. Dalam peraturan
pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Pasal 13 disebutkan bahwa pengadaan dan
pengembangan tenaga kependidikan pada sekolah menengah yang
diselenggarakan oleh pemerintah menjadi tanggung jawab menteri pendidikan
dan kebudayaan atau menteri lain (menteri agama atau menteri lain yang
departemennya mempunyai sekolah kedinasan).
a. Pengadaan Guru Sekolah Menengah Sebagai Pegawai Negeri
Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian menyatakan bahwa pengadaan pegawai negeri sipil
adalah untuk mengisi formasi. Yang dimaksud dengan formasi adalah jumlah
dan susunan pangkat pegawai negeri sipil yag diperlukan oleh suatu satuan
organisasi Negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok untuk jangka
waktu tertentu yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab dalam
bidang penertiban dan penyempurnaan aparatur negara.
Lowongan formasi dalam suatu organisasi pada umumnya disebabkan
oleh dua hal, yaitu: (a) adanya perluasan organisasi, dan (b) adanya pegawai
negeri sipil yang berhenti, meninggal dunia atau pensiun. Karena pengadaan
pegawai negeri sipil adalah untuk mengisi formasi yang lowong, maka
penerimaan egawai negeri sipil harus didasarkan kebutuhan, baik dalam arti
jumlah maupun mutu.
Sebagai pelaksanaan dari Pasal 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
itu telah dikeluarkan Peraturan Pemerintahan Nomor 6 tahun 1976 tentang
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
b. Pengisian Jatah atau Formasi Baru
Untuk mencukupi kebutuhan guru sekolah menengah, sejak tahun 1974,
setiap tahunnya pemerintah selalu membuka formasi baru. Penambahan guru
sekolah menengah berdasarkan jatah ini akan selalu berlangsung setiap tahunnya
sampai kebutuhan guru sekolah menengah terpenuhi.
Untuk penambahan dan pengangkatan guru sekolah menengah, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (a) persyaratan, (b) lamaran, (c)
ujian/seleksi, dan (d) pengangkatan.
1) Persyaratan untuk Diangkat sebagai Guru Sekolah Menengah
Guru sekolah menengah adalah pegawai negeri sipil. Persyaratan yang harus
dipenuhi oleh setiap orang yang mau melamar menjadi pegawai negeri sipil
telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1976, sebagai berikut:
108
a) Warga Negara Indonesia.
b) Berusia serendah-rendahnya 18 tahun dan setinggi-tingginya 40 tahun.
c) Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena
melakukan suatu tindakan pidana kejahatan jabatan.
d) Tidak pernah terlibat dalam gerakan yang menentang Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.
e) Mempunyai pendidikan , kecakapan atau keahlian yang diperlukan.
f) Tidak diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai suatu instansi.
g) Tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri atau calon pegawai
negeri.
h) Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan surat keterangan POLRI
setempat.
i) Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
j) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Indonesia.
k) Syarat-syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan.
Semua syarat tersebut harus dipenuhi oleh setiap pelamar. Apabila salah satu
syarat di atas tidak dipenuhi oleh pelamar, maka lamarannya ditolak.
2) Lamaran
Setiap pelamar harus mengajukan lamaran secara tertulis dengan tangan
sendiri oleh pelamar. Surat lamaran harus dilengkapi dengan lampiran-
lampiran
(1) Daftar riwayat hidup
(2) Salinan ijazah/STTB, dan surat lain yang biasanya disebutkan dalam
pengumuman penerimaan pegawai.
3) Ujian/ seleksi
Ujian dilaksanakan oleh panitia penerimaan guru sekolah menengah. Bahan-
bahan terdiri dari pengetahuan umum dan pengetahuan teknis.
4) Pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil
Para pelamar yang telah memenuhi syarat diangkat sebagai calon pegawai
negeri sipil dalam lingkunan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
c. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Dalam pembinaan guru sekolah menengah sebagai pegawai negeri sipil
yang penting harus diperhatikan adalah hak dan kewajibannya. Pembinaan pada
hakikatnya adalah usaha untuk meningkatkan prestasi mereka dengan
memberikan hak-hak mereka serta dengan berbagai usaha untuk meningkatkan
prestasi mereka dengan memberikan hak-hak mereka serta dengan berbagai usaha
memotivasi mereka.
Kewajiban dan hak pegawai negeri sipil yang juga merupakan kewajiban
dan hak guru sekolah menengah diatur dalam UU No. b tahun 1974. Kewajiban
pegawai negeri sipil adalah:

109
1) Wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan
Pemerintah.
2) Wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh
tanggung jawab.
3) Wajib menyimpan rahasia jabatan.
Hak pegawai negeri sipil adalah:
1) Berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung
jawabnya.
2) Berhak atas cuti.
3) Bagi mereka yang ditimpa oleh suatu kecelakaan dalam dank arena
menjalankan tugas kewajibannya berhak memperoleh perawatan.
4) Bagi mereka yang menderita cacat jasmani atau cacat badab dalam dank arena
menjalanka tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi,
berhak memperoleh tunjangan.
5) Bagi mereka yag tewas, keluarganya berhak atas pensiun.
Pembinaan pegawai negeri sipil didasarkan atas system karier dan system
prestasi kerja. System karier adalah pembinaan pegawai negeri yang didasarkan
atas aturan bahwa pengangkatan pertama pegawai didasarka atas kecakapan yang
bersangkutan, sedang pengembangannya didasarkan pada masa kerja,
pengalaman, kesetiaan, pengabdian dan syarat objektif yang lain. System karier
dibedakan atas karier terbuka dan tertutup. System prestasi kerja adalah system di
mana pengangkatan seseorang dalam suatu jabatan didasarkan pada kecakapan
dan prestasi yang telah dicapai orang yang diangkat itu.
Pada bagian ini akan dibahas tentang: (1) pengangkatan menjadi pegawai
negeri sipil, (2) pengangkatan dalam pangkat pegawai negeri sipil, (3) penggajian
pegawai negeri sipil, (4) kenaikan gaji berkala, (5) kenaikan pangkat guru sekolah
menengah, (6) cuti pegawai negeri sipil, dan (7) Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP3).
1) Pengangkatan Menjadi Pegawai Negeri Sipil
Calon pegawai negeri sipil yang telah menjalankan masa percobaan
sekurang-kurangnya satu tahun atau paling lama dua tahundiangkat oleh pejabat
yang berwenang menjadi pegawai negeri sipil dalam pangkat tertentu menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila telah memenuhi syarat-
syarat:
a) Telah menunjukkan kesetiaan dan ketaatan penuh kepada Pancasila, UUD
1945, Negara dan Pemerintah.
b) Telah menunjukkan sikap dan budi pekerja yang baik.
c) Telah menunjukkan kecakapan dalam melaksanakan tugas.
d) Telah memenuhi syarat-syarat kesehatan jasmani dan rohani untuk diangkat
menjadi pegawai negeri sipil.
e) Khusus bagi calon pegawai negeri sipil yang diangkat sesudah 1 April 1981
harus lulus dalam menempuh ujian latihan prajabatan.

110
Syarat-syarat yang dimaksud pada nomor a) sampai dengan nomor c) diatas
dinyatakan secara tertulis oleh atasan yang berwenang, dalam hal ini kepala
sekolah menengah sebagai pejabat penilai, dan atasan pejabt penilai (penilik
sekolah) dan dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
dengan nilai minimal 76 (baik). Syarat yang dimaksud pada nomor d)
dinyatakan dalam surat keterangan dokter penguji tersendiri yang ditunjuk
untuk itu.
2) Pengangkatan dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil
Pengangkatan pertma calon pegawai negeri sipil diatur oleh Peraturan
Pemerinta Nomor 6 Tahun 1976. Calon pegawai negeri yang telah memenuhi
persyaratan dapat diangkat dalam pangkat:
a) Juru Muda Golongan I/a, bagi mereka yang mempunyai STTB sekolah dasar.
b) Juru Muda Tingkat I Golongan ruang I/b, bagi mereka yang mempunyai
STTB sekolah menengah umum tingkat pertama atau sekolah menengah
kejuruan tingkat pertama 3 tahun.
c) Juru Golongan I/c, bagi mereka yang sekurang-kurangnya memiliki STTB
sekolah menengah kejuruan tingkat pertama 4 tahun.
d) Pengatur Muda Golongan ruang II/a, bagi mereka yang sekurang-kurangnya
memiliki STTB sekolah menengah umum tingkat atas Diploma I, Akta I,
sekolah menengah kejuruan tingkat atas 3 tahun.
e) Pengatur Muda Tingkat I Golongan II/b, bagi mereka yang memiliki ijazah
Sarjana Muda, Diploma II, SGPLB, Diploma III, Akta II, Akademi.
f) Pengatur Golongan ruang II/c, bagi mereka yang memiliki Akta III.
g) Penata Muda Golongan ruang III/a, bagi mereka yang memiliki ijazah sarjana,
Pasca Sarjana, Spesialis I, Akta IV.
h) Penata Muda Tingkat I Golongan ruang II/b, bagi mereka yang memiliki
ijazah Dokter, Spesialis II, akta V.
Bagi guru sekolah menengah, pengangkatan pertama sebagai calon oegawai
negeri sipil, minimal Pengatur Muda Golongan ruang II/a.
Pangkat/jabatan guru dari yang terendah sampai tertinggi dengan golongan
ruang yang sesuai sebagai berikut:
(1) Guru Pratama Golongan ruang II/a
(2) Guru Pratama Tingkat I Golongan ruang II/b
(3) Guru Muda Golongan ruang II/c
(4) Guru Muda Tingkat I Golongan ruang II/d
(5) Guru Madya Golongan ruang III/a
(6) Guru Madya Tingkat I Golongan ruang III/b
(7) Guru Dewasa Golongan ruang III/c
(8) Guru Dewasa Tingkat I Golongan ruang III/d
(9) Guru Pembina Golongan ruang IV/a
(10) Guru Pembina Tingkat I Golongan ruang IV/b
(11) Guru Utama Golongan ruang IV/c
(12) Guru Utama Golongan ruang IV/d
3) Penggajian Pegawai Negeri Sipil
111
Gaji yang berlaku untuk pegawai negeri spil, sejak tanggal 1 April 1985
diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977dan Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1985. Besar atau kecilnya gaji seseorang ditentukan
oleh pangkat dan masa kerja yang dimiliki pegawa yang bersangkutan. Dasar
penghitungan gaji seorang pegawai negeri sipil yang diangkat dalam suatu
pangkat tertentu ditentukan oleh gaji pokoknya. Pegawai negeri sipil yang
diangkat dalam suatu pangkat tertentu diberikan gaji pokok berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 15 tahun 1985. Gaji pokok untuk calon pegawai negeri sipil
adalah 80% dari gaji pokok yang diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil.
Selain gaji pokok, kepada pegawai negeri sipil diberikan tunjangan-
tunjangan antara lain:
a) Tunjangan keluarga
Tunjangan keluarga ini terdiri atas: (a) tunjangan istri/suami sebesar 5% dari
gaji pokok. Bagi suami/istri yang kedua-duanya berkedudukan sebagai
pegawai negeri sipil, maka tunjanga hanya diberikan pada pegawai negeri
sipil yang mempunyai gaji pokok yang lebih besar, (b) tunjangan anak sebesar
2% untuk setiap anak. Tunjangan anak diberikan sebanyak-banyaknya untuk 3
anak.
b) Tunjangan Pangan
Tunjangan pangan berupa tunjangan seharga sepuluh kilogram untuk setiap
anggota untuk sebanyak lima orang.
c) Tunjangan Jabatan
Kepada pegawai negeri sipil yang menjabat jabatan tertentu diberikan
tunjangan jabatan. Jenis jabatan dan besarnya tunjangan jabatan ditentukan
dengan keputusan presiden. Tunjangan jabatan dapat berbentuk tunjangan
structural dan jabatan fungsional.
d) Tunjangan Lain-Lain
Tunjangan lain-lain diberikan sesuai dengan peraturan pemerintah.
4) Kenaikan Gaji Berkala
Guru sekolah menengah sebagai pegawai negeri sipil diberikan kenaikan
gaji berkala, apabila syarat-syarat sudah dipenuhi, yaitu:
a) Telah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan untuk kenaikan gaji
berkala.
b) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) dengan nilai rata-rata
sekurang-kurangnya cukup.
Pemberitahuan kenaikan gaji berkala dilakukan dengan surat pemberitahuan
kepala sekolah menengah yang bersangkutan atas nama pejabat yang
berwenang. Pemberitahuan kenaikan gaji berkala itu diterbitkan 2 (dua) bulan
sebelum kenaikan gaji berkala itu berlaku.
5) Kenaikan Pangkat Guru Sekolah Menengah
Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan pemerintah atas
pengabdian pegawai negeri sipil yang bersangkutan terhadap Negara. Kenaikan
pangkat ini ditetapkan pada tanggal 1 April dan 1 oktober tiap tahun.

112
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980, jenis kenaikan
pangkat pegawai negeri sipil sebagai berikut:
a) Kenaikan pangkat reguler
b) Kenaikan pangkat pilihan
c) Kenaikan pangkat istimewa
d) Kenaikan pangkat pengabdian
e) Kenaikan pangkat anumerta
f) Kenaikan pangkat dalam tugas belajar
g) Kenaikan pangkat selama menjadi pejabat Negara
h) Kenaikan pangkat selama dalam penugasan di luar instansi induk
i) Kenaikan pangkat selama menjalankan wajib militer
j) Kenaikan pangkat sebagai penyesuaian ijazah
k) Kenaikan pangkat pilihan
Kenaikan pangkat untuk jabatan guru, diatur dalam Keputusa Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 26/MENPAN/1989 tentang Angka
Kredit bagi Jabatan Guru dalam Lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 2 Mei 1989.
Dalam peraturan ini disebutkan bahwa guru dapat naik pangkat setelah
bidang kegiatan-kegiatannya dinilai dan sudah memenuhi syarat untuk naik
pangkat tertentu. Secara garis besar bidang kegiatan-kegiatan guru itu terdiri dari:
a) Pendidikan, yang meliputi: (1) mengikuti dan memperoleh ijazah pendidikan
formsl, (2) mengikuti dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan
Latihan (STTPL) kedinasan.
b) Proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan, yang meliputi: (1)
melaksanakan proses belajar-mengajar atau praktek atau melaksanakan proses
bimbingan dan penyuluhan, (2) melaksanakan tugas di daerah terpencil, dan
(3) melaksanakan tugas tertentu di sekolah.
c) Pengembangan profesi, yang meliputi: (1) melakukan kegiatan karya tulis
/karya ilmiah di bidang pendidikan, (2) membuat alat pelajaran/alat peraga,
(3) menciptakan karya seni, (4) menemukan teknologi tepat guna di bidang
pendidikan, dan (5) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
d) Penunjang proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan, yang
meliputi: (1) melaksanakan pengabdian pada masyarakat. Dan (2)
melaksanakan kegiatan pendukung pendidikan.
Besar angka kredit yang dibutuhkan untuk masing-masing guru yang akan
naik pangkat adalah berbeda. Jumlah angka kredit kumulatif minimal untuk
pengangkatan dan kenaikan pangkat/jabatan guru sebagai berikut:
(1) Guru Pratama 25 kredit
(2) Guru Pratama Tingkat I 40 kredit
(3) Guru Muda 60 kredit
(4) Guru Muda Tingkat I 80 kredit
(5) Guru Madya 100 kredit
(6) Guru Madya Tingkat I 150 kredit
(7) Guru Dewasa 200 kredit
113
(8) Guru Dewasa Tingkat I 300 kredit
(9) Guru Pembina 400 kredit
(10) Guru Pembina Tingkat I 550 kredit
(11) Guru Utama 850 kredit
(12) Guru Utama 1000 kredit
6) Cuti Pegawai Negeri Sipil
Cuti pegawai negeri sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1976. Jenis cuti pegawai negeri sipil adalah: (a) cuti tahunan, (b)cuti besar,
(c)cuti sakit, (d)cuti bersalin, (e) cuti karena alasan penting, dan (f) cuti di luar
taggungan Negara.
7) Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1979. DP3 merupakan suatu daftar yang memuat hasil
penilaian pelaksanaan pekerjaan setiap pegawai selama satu tahun (mulai bulan
Januari sampai dengan Desember) yang dibuat oleh pejabat penilai.
Unsur-unsur yang dinilai dalam DP3 ini adalah: (a) kesetiaan, (b) prestasi
kerja, (c) tanggung jawab, (d) ketaatan, (e) kejujuran, (f) kerja sama, (g) prakarsa,
dan (h) kepemimpinan.
Pejabat penilai DP3 adalah atasan langsung pegawai negeri sipil yang
bersangkutan dengan ketentuan serendah-rendahnya kepala urusa, kecuali
ditentukan lain oleh Mendikbud. Pejabat penilai baru dapat melaksanakan tugasa
penilaian jika ia telah membawahi pegawai negeri sipil yang bersangkutan
sekurang-kurangnya enam bulan.
Pegawai negeri sipil yang dinilai dapat mengajukan keberatan disertai
alasan-alasannya atas penilaian pejabat penilai secara tertulis pada ruangan yang
telah disediakan dalam lembaran DP3 kepada atasan pejabat penilai sekurang-
kurangnya dalam waktu 14 hari setelah menerima lembaran DP3.
Nilai pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai
berikut:
(1) Amat baik = 91-100
(2) Baik = 76-90
(3) Cukup = 61-75
(4) Sedang = 51-60
(5) Kurang = kurang dari 50
d. Kesejahteraan Pegawai
Selain beberapa hak yang telah disebutkan di atas, pemerintah juga
mengusahakan beberapa hal untuk kesejahteraan pegawai negeri sipil, yaitu: (1)
taspen, (2) askes, dan (3) koperasi.
e. Pemindahan
Pegawai negeri sipil dimungkinkan pindah dari satu tempat ke tempat
lainnya karena alasan-alasan tertentu. Kepindahan ini dilakukan karena untuk
menjamin pelaksanaan tugas negara untuk menjamin kesejahteraan pegawai
negeri sipil yang bersangkutan.
Dilihat dari sudut sebab-sebabnya, pemindahan pegawai dapat dibagi atas:
114
(1) Pemindahan atas permintaan sendiri
(2) Pemindahan tidak atas kemauan sendiri
(3) Pemindahan atas kepentingan dinas
f. Pemberhentian
Pemberhentian pegawai negeri sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1979. Pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil maksudnya
adalah berakhirnya status seseorang dari status pegawai negeri sipil karena
alasan-alasan tertentu.
Pemberhentian pegawai negeri sipil dapat terjadi karena: (1) permintaan
sendiri, (2) mencapai batas usia pensiun, (3) adanya penyederhanaan organisasi,
(4) melakukan pelanggaran/tindak pidana penyelewengan, (5) tidak cakap
jasmani/rohani, (6) meninggalkan tugas, (7) meninggal dunia atau hilang, dan (8)
hal-hal lain.
g. Pensiun
Hak Pensiun pegawai negeri sipil diatur dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1969. Pensiun maksudnya adalah berhentinya seseorang yang telah selesai
menjalankan tugasnya sebagai pegawai negeri sipil karena telah mencapai batas
yang telah ditentukan atau karena menjalankan hak atas pensiunnya.
Batas usia seorang pegawai negeri sipil untuk mendapatkan pensiun adalah
56 tahun. Batas usia ini dapat diperpanjang menjadi: (1) 65 tahun bagi pegawi
negeri sipil yang memangku jabatan ahli peneliti dan peneliti, guru besar, lektor
kepala dan lektor, jabatan lainnya yang ditentukan presiden, (2) 60 tahun bagi
pegawai negeri sipil yang memangku jabatan eselon II, pengawas, guru sekolah
menengah sampai dengan SMTA (kepala sekolah dan pengawas), dan (3) 58
tahun bagi pegawai negeri sipil yang memangku jabatan sebagai hakim.
Tugas dan Latihan
1. Di dalam setiap lamaran pekerjaan diperlukan adanya syarat-syarat akademik
da administratif.
a) Jelaskan apa yang dimaksud dengan syarat-syarat akademik dan
administratif.
b) Sebutkan pula hal-hal apa yang termasuk ke dalam kedua persyaratan
tersebut.
2. Carilah contoh formulir Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang
berlaku di sekolah menengah. Kerjakan dalam kelompok bagaimana cara
pengisian nilai DP3 dengan menentukan indicator-indikato beserta bobotnya
masing-masing dari setiap aspek dalam DP3 tersebut.
3. Hitunglah berapa angka kredit yang telah dikumpulkan oleh seorang guru
sekolah menengah sejak 1 April 1990 dalam unsure proses belajar-mengajar.
Untuk kegiatan ini pedomani lampiran Keputusan Menpan Nomor
26/Menpa/1989, Tanggal 2 Mei 1989, tentang Angka Kredit bagi Jabatan
Guru.
4. Di dalam peraturan kepegawaian dinyatakan adanya dua jenis jabatan, yakni
jabatan structural dan jabatan fungsonal.
a) Jelaskan perbedaan antara jabatan structural dan jabatan fungsional!
115
b) Di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan jabatan apa saja
yang termasuk jabatan fungsional dan jabatan structural (masing-masng
lima buah)?
5. Setiap pegawai negeri sipil yang telah memenuhi persyaratan dapat
memperoleh hak pensiun. Jelaskan syarat-syarat seorang pegawai negeri spil
dapat memperoleh hak pensiun ditinjau dari:
a) Batas usia pensiun
b) Karena sebab-sebab lain
G. Administrasi Keuangan Sekolah Menengah
Dalam suatu lembaga pendidikan, biaya pendidikan merupakan salah satu
komponen penunjag yang penting yang sifatnya melengkapi akan tetapi tidak
dapat ditinggalkan. Dalam kondisi yang sangat terpaksa, pendidikan masih akan
dapat berlangsung tanpa adanya biaya. Akan tetapi, setiap usaha peningkatan
kualitas pendidikan selalu mempunyai akibat keuangan.
Penanggung jawab administrasi biaya pendidikan adalah kepala sekolah.
Namun demikian, guru diharapkan ikut berperan dalam administrasi biaya
pendidikan di sekolah. Keterlibatan guru dalam administrasi biaya ini meskipun
menambah beban mereka tetapi juga memberikan kesempatan untuk mereka ikut
serta mengarahkan pembiayaan bagi perbaikan proses belajar-mengajar.
Administrasi keuangan meliputi kegiatan prerencanaan, penggunaan,
pencatatan, pelaporan, dan penanggungjawaban dana yang dialokasikanuntuk
penyelenggaraan sekolah. Tujuan administrasi ini adalah untuk mewujudkan
suatu tertib administrasi keuangan, sehingga pengurusannya dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam administrasi keuangan ada pemisahan tugas dan fungsi antara
otorisator, ordonator, dan bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi
wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan penerimaan atau
pengeluaran uang. Ordonator adalah pejabat yang berwenang melakukan
pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang dilakukan
berdasarkan otoritas yang ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat yang
berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau
surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang dan diwajibkan
membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala sekolah menengah sebagai pemimpin satuan kerja berfungsi sebagai
otorisator untuk memerintahkan pembayaran. Bendaharawan sekolah menengah
ditugasi untuk melakukan fungsi ordonator dalam menguji hak atas pembayaran.
Kepala sekolah menengah wajib melakukan pengawasan dalam penggunaan
dana. Oleh sebab itu, kepala sekolah menengah tidak boleh melaksanakan fungsi
bendaharawan.
Keuangan sekolah menengah dapat diperoleh dari dana Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), bantuan (jika ada) dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta bantuan masyarakat. Dana APBN
terdiri dari dana rutin dan dana pembangunan. Dana APBD dapat berasal dari
Pemerintah Tingkat I atau Tingkat II. Dana dari masyarakat diperoleh dari dana
116
yang dikumpulkan oleh Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3),
serta bantuan masyarakat lainnya.
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
APBN adalah anggaran yang diatur dan diadministrasikan oleh pemerintah
pusat. Pada dasarnya administrasi dana ini adalah tanggung jawab presiden.
Namun demikian presiden mendelegasikan tugas tersebut kepada menteri
keuangan, dan menteri keuangan mendelegasikan administrasi keuangan tertentu
kepada pejabat yang lebih rendah, demikian seterusnya. Di sekolah tanggung
jawab ini berada di tangan kepala sekolah.
APBN terdiri atas dua jenis anggaran, yaitu anggaran rutin dan anggaran
pembangunan. Sekolah tidak secara langsung mendapatkan anggaran
pembangunan, jadi tidak akan dibicarakab dalam tulisan ini.
Anggaran rutin adalah dana APBN yag diperuntukkan bagi kegiatan rutin.
Kegiatan rutin ini adalah kegiatan yang berlangsung setiap tahun, seperti gaji,
biaya kantor, biaya telepon, biaya pemeliharaan gedung, dan sebagainya.
Untuk memudahkan pengaturan, anggaran rutin dibagi menjadi mata
anggaran-mata anggaran. Mata anggara adalah klasifikasi anggaran untuk
membiayai satu kegiatan tertentu. Penggunaan anggaran harus disesuaikan
dengan jumlah dan jenis pengeluaran yang ditentukan secara tetap oleh
pemerintah.
Cara mengajukan anggaran rutin dilakukan melalui pengisian Usulan
Kegiatan OPerasional Rutin (UKOR). Yang menjadi bahan utama dalam
penyusunan UKOR ialah program tahunan sekolah yag terinci. UKOR yang telah
disahkan oleh pemerintah akan menjadi DIK (Daftar Isian Kegiatan) yang berlaku
sebagai SKO.
b. Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3)
Satu komponen yang membantu pembiayaan pendidikan di sekolah
menengah, yaitu Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3). BP3 ini
diharapkan selalu siap membantu sekolah dalam menyelenggarakan program-
program sekolah.
c. Subsidi/Bantuan Pembiayaan Penyelenggaraan Sekolah Menengah Negeri
Untuk pembiayaan penyelenggaraan dan pembinaan sekolah menengah
negeri oleh pemerintah daerah kadang-kadang diberikan bantuan. Bantuan itu
dapat digunakan untuk: (a) pelaksanaan pelajaran sekolah, (b) tata usaha sekolah,
(c) pemeliharaan sekolah (d) kesejahteraan pegawai sekolah, (e) porseni sekolah,
(f) pengadaan buku laporan pendidikan (rapor), (g) Surat Tanda Tamat Belajar
(STTB) serta daftar nilai Ebtanas Murni, (h) supervise, (i) pembinaan administrasi
dan pelaporan, dan (j) pendataan.
Pembukaan dan bantuan dilakukan oleh bendaharawan yang mengelola
dana tersebut dan dibukukan dalam buku kas umum dan buku kas pembantu
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pembukuan dana bantuan di sekolah
menengah negeri diatur sebagai berikut:

117
a) Kepala sekolah menengah negeri adalah administrator dana bantuan di
sekolah menengah negeri dan untuk itu kepala sekolah diwajibkan membuat
suatu pembukuan yang ditutup pada setiap akhir bulan.
b) Pembukuan dibuat dalam bentuk buku kas.
Kepala sekolah menengah selaku administrator dan bantuan diwajibkan
membuat surat pertanggungjawaban (SPJ), dengan dilampiri bukti-bukti
pengeluaran yang sah.
Sekolah menengah sebagai suatu unit pelaksana teknis mempunyai berbagai
program yang didukung oleh berbagai anggaran. Ada program yang didukung
oleh anggaran rutin dan ada pula program yang didukung oleh dana dari BP3.
Tugas dan Latihan
Kerjakan dan diskusikanlah tugas-tugas berikut dalam kelompok!
1. Kunjungilah sebuah sekolah menengah yabg dekat dengan tempat tinggal
Anda. Kumpulkan informasi yang diperlukandan susunlah anggaran dan
pendapatan belanja sekolah menengah itu untuk satu tahun anggaran.
Komponen-komponen yang direncanakan adalah pelaksanaan pelajaran
sekolah, tata usaha sekolah, pemeliharaan sekolah, kesejahteraan pegawai
sekolah, porseni sekolah, pengadaan buku rapor, penyelenggaraan EBTA dan
pengadaan STTB.
2. Carilah informasi dari sebuah sekolah menengah negeri, buku-buku apa saja
yang digunakan untuk mengelola keuangan sekolah. Pelajarilah bagaimana
cara penggunaan masing-masing buku tersebut.
H. Administrasi Hubungan Sekolah dengan Masyarakat (Husemas)
Sekolah berada di tengah-tengah masyarakat dan dapat dikatakan berfungsi
sebagai pisau bermata dua. Mata yang pertama adalah menjaga kelestarian nilai-
nilai positif yang ada dalam masyarakat, agar pewarisan nilai-nilai masyarakat
berlangsung dengan baik. Mata yang kedua adalah lembaga yang dapat
mendorong perubahan nilai dan tradisi sesuai dengan kemajuan dan tuntunan
kehidupan serta pembangunan. Kedua fungsi ini seolah-olah bertentangan, namun
sebenarnya keduanya dilakukan dalam waktu bersamaan. Oleh karena fungsinya
yang controversial ini, diperlukan saling pemahaman antara sekolah dan
masyarakat.
Nilai-nilai yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan tetap dijaga
kelestariannya, sedang yang tidak sesuai harus diubah. Pelaksanna fungs sekolah
ini, terlebih-lebih sekolah menengah yang berada di tengah-tengah masyarakat
terpencil, menjadi tumpuan harapan masyarakat untuk kemajuan mereka. Untuk
dapat menjalankan fungsi ini, hubungan sekolah-masyarakat harus selalu baik.
Dengan demikian, terdapat kerja sama serta situasi saling membantu antara
sekolah dan masyarakat. Di samping itu, pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Realisasi tanggung jawab
itu tidak dapat dilaksanakan apabila hubungan antara sekolah dan masyarakat
tidak terjalin dengan sebaik-baiknya.

118
Husemas adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat
untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan
pendidikan serta mendorong minat dan kerja sama untuk masyarakat dalam
peningkatan dan pengembangan sekolah. Kindred, Bagin, dan Gallagher (1976)
mendefenisikan husemas ini sebagai usaha kooperatif untuk menjaga dan
mengembangan saluran informasi dua arah yang efisien serta saling pengertian
antara sekolah, personal sekolah dengan masyarakat.
Definisi di atas mengandung beberapa elemen penting, sebagai berikut:
1) Adanya kepentingan yang sama antara sekolah dan masyarakat. Masyarakat
memerlukan sekolah untuk menjamin bahwa anak-anak sebagai generasi
penerus akan dapat hidup lebih baik, demikian pula sekolah.
2) Untuk memenuhi harapan masyarakat itu, masyarakat perlu berperan serta
dlam pengembangan sekolah. Yang dimaksud dengan peran serta adalah
kepedulian masyarakat tentang hal-hal yang terjadi di sekolah, serta tindakan
membangun dalam perbaikan sekolah.
3) Untuk meningkatkan peran serta itu diperlukan krja sama yang baik, melalui
komunikasi dua arah yang efisien.
Tujuan utama yang ingin dicapai dengan mengembangkan kegiatan husemas
adalah:
1) Peningkatan pemahaman masyarakat tentang tujuan serta sasaran yang ingin
direalisasikan sekolah.
2) Peningkatan pemahaman sekolah tentang keadaan serta aspirasi masyarakat
tersebut terhada sekolah.
3) Peningkatan usaha orang tua siswa dan guru-guru dalam memenuhi
kebutuhan anak didik, serta meningkatkan kuantitas serta kualitas bantuan
orang tua siswa dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
4) Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran serta mereka
dalam memajukan pendidikan di sekolah dalam era pembangunan.
5) Terpeliharanya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah serta apa yang
dilakukan oleh sekolah.
6) Pertanggungjawaban sekolah atas harapan yang dibebankan mayarakat
kepada sekolah.
7) Dukungan serta bantuan dari masyarakat dalam memperoleh sumber-sumber
yang diperlukan untuk meneruskan dan meningkatkan program sekolah.
a. Prinsip-Prinsip Hubungan Sekolah-Masyarakat
Dalam melaksanakan kegiatan hubungan sekolah-masyarakat perlu dianut
beberapa prinsip. Prinsip ini memeberikan pedoman dan arah kepada guru dan
kepala sekolah, sehingga kegiatan hubungan sekolah-masyarakat itu dapat
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip itu adalah:
1) Prinsip otoritas, yaitu bahwa husemas harus dilakukan oleh orang yang
mempunyai otoritas, karena pengetahuan dan tanggung jawabnya dalam
penyelenggaraan sekolah.

119
2) Prinsip kesederhanaan, yaitu bahwa program-program hubungan sekolah-
masyarakat harus sederhana dan jelas.
3) Prinsip sensitivitas, yaitu bahwa dalam mengenai masalah-masalah yang
berhubungan denga masyarakat, sekolah harus sensitive terhadap kebutuhan
serta harapan masyarakat. Apa yang dianggap biasa oleh sekolah dapat
merupakan hal yang sangat menyinggung perasaan masyarakat.
4) Prinsip kejujuran, yaitu bahwa apa yang disampaikan masyarakat haruslah
Sesutu apa adanya dan disampaikan secara jujur. Sekali sekolah memberikan
informasi yang tidak benar, kepercayaan masyarakat terhadap sekolah akan
menurun, dan akibatnya sekolah tidak lagi mudah untuk membangun
kepercayaan itu kembali.
5) Prinsip ketetapan, yaitu bahwa apa yang disampaikan sekolah kepada
masyarakat harus tepat, baik dilihat dari segi isi, waktu, media yang
digunakan serta tujuan yang akan dicapai. Pemilihan waktu yag kurag tepat
dapat mengakibatkan kegagalan dari program tersebut.
b. Penyelenggaraan Kegiatan Administrasi Hubungan Sekolah-Masyarakat
Penyelenggaraan program dapat ditinjau dari dua segi. Pertama dari segi
prosesnya dan kedua, dari segi jenis kegiatannya. Di bawah ini diuraikan dua
hal tersebut.
1) Proses Penyelenggaraan Hubungan Sekolah-Masyarakat
a) Perencanaan program
Perencanaan program hubungan sekolah-masyarakat harus
memperhatikan dana tersedia, cirri masyarakat, daerah jangkauan,
sarana atau media, dan teknik yang akan digunakan dalam mengadakan
hubungan dengan masyarakat. Jika perencanaan tidak memperhatikan
hal-hal di atas, dikhawatirkan kegiatan tersebut tidak akan mencapai
sasaran yang diinginkan.
b) Pengorganisasian
Pada dasarnya semua komponen sekolah adalah pelaksana hubungan
sekolah-masyarakat. Oleh karena itu, tugas-tugas mereka perlu dipahami
dan ditata, sehingga penyelenggaraan husemas dapat berjalan efektif dan
efisien.
c) Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan hubungan sekolah-masyarakat perlu diperhatikan
koordinasi antara berbagai bagian dan kegiatan, dan di dalam
penggunaan waktu perlu adanya sinkronisasi.
d) Evaluasi
Husemas dapat dievaluasikan atas dua kriteria: pertama efektivitasnya,
yaitu sampai seberapa jauh tujuan telah tercapai, misalnya apakah
memang masyarakat sudah merasa terlibat dalam masalah yang dihadapi
sekolah, apakah ada perhatian terhadap kemajuan anaknya di sekolah,
apakah mereka sudah menunjukkan perhatian terhadap keberhasilan
sekolah, apakah mereka telah mau memberikan masukan untuk

120
perbaika sekoalah, dan sebagainya. Kedua efisiensinya, yaitu sampai
seberapa jauh sumber yang ada atau yang potensial yang telah
digunakan secara baik untuk kepentingan kegiatan hubungan
masyarakat.
Evaluasi ini dapat dilakukan pada waktu proses kegiatan sedang
berlangsung atau pada akhir suatu program itu untuk melihat sampai
seberapa jauh keberhasilanya.
2) Kegiatan Hubungan Sekolah-Masyarakat
Hubungan sekolah-masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai teknik.
Masing-masing teknik mempunyai kelebihan dan kekurangan, tergantung
pada sasaran dan jangkauannya. Oleh karena itu, kepala sekolah bersama guru
diharapkan dapat memilih satu atau lebih teknik yang diperkirakan paling
cocok untuk mencapai tujuan kegiatan itu, berdasarkan formulasi
kebijaksanaan serta keadaan masyarakat di mana dilakukan kegiatan tersebut.
Teknik-teknik yang dapat dipakai dalam kegiatan hubungan sekolah-
masyarakat antara lain yang penting adalah:
a) Teknik Langsung
Teknik langsung dapat dilaksanakan dengan (a) tatap muka kelompoknya
(misalnya dalam rapat) dan tatap muka individual (misalnya kunjungan
pribadi), (b) melalui surat kepada orang tua siswa, dan (c) melalui media
massa.
b) Teknik Tidak Langsung
Yang dimaksud dengan teknik tidak langsung di sini adalah kegiatan-kegiatan
yang secara tidak sengaja dilakukan oleh pelaku atau pembawa pesan akan
tetapi mempunyai nilai positif untuk kepentingan husemas. Berita menjalar
(grapevine) pun dapat merupakan salah satu teknik tidak langsung dalam
melakukan husemas. Cerita dari mulut ke mulut yang dilakukan oleh anggota
masyarakat akan membentuk opini tertentu terhadap suatu sekolah. Dalam
masyarakat yang belum banyak menggunakan media komunikasi modern,
berita menjalar ini merupakan sarana yang ampuh untuk melakukan
komunikasi.
c. Peranan Guru dalam Hubungan-Masyarakat
Guru merupakan kunci penting dalam kegiatan husemas di sekolah
menengah. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam kegiatan husemas
itu, yaitu:
1) Membantu sekolah dalam melaksanakan teknik-teknik husemas. Meskipun
kepala sekolah merupakan orang kunci dalam pengelolaan hesemas, akan
tetapi kepala sekolah tidak mungkin melaksanakan program husemas tanpa
bantuan guru-guru. Guru-guru dapat ditugasi kepala sekolahmelaksankankan
hal-hal yang berkaitan dengan husemas disesuaika dengan jenis dan bentuk
kegiatan yang ada. Sebagai contoh, apabila kepala sekolah ingin
melaksanakan kunjungan ke rumah siswa, maka kepala sekolah dapat
mendelegasikan tugas itu kepada guru. Guru-guru juga dapat ditugasi kepala

121
sekolah untuk membuat program kerja yang mempunyai dampak terhadap
popularitas sekolah.
2) Membuat dirinya lebih baik lagi dalam bermasyarakat. Guru adalah tokoh
milik masyarakat. Tingkah-laku atau sepak terjang yang dilakukan guru di
sekolah dan di masyarakat menjadi sesuatu yang sangat penting. Apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan guru menjadi panuta masyarakat. Dalam posisi
yang demikian inilah guru harus memperlihatka perilaku yang prima. Apabila
masyarakat telah mengetahui bahwa guru-guru sekolah tertentu dapat
dijadikan suri teladan di masyarakat, kepercayaan masyarakat kepada sekolah
akan menjadi besar yang pada akhirnya bantuan atau dukungan positif
masyarakat terhadap sekolah pun akan menjadi lebih besar.
3) Dalam melaksanakan semua itu guru harus melaksanakan kode etiknya. Kode
etik guru merupakan seperangkat aturan atau rambu-rambu yang perlu diikuti
dan tidak boleh dilanggar oleh guru (lihat Bab II). Kode etik mengatur guru
untuk menjadi manusia terpuji di mata masyarakat. Karena kode etik juga
merupakan cerminan kehendak masyarakat terhadap guru, maka menjadi
suatu kewajiban guru untuk melaksanakan atau mengikutinya.
I. Administrasi Layanan Khusus
Proses belajar-mengajar memerlukan dukungan fasilitas yang tidak secara
langsung dipergunakan di kelas. Fasilitas yang dimaksud atara lain adalah pusat
sumber belajar, usaha kesehatan sekolah, dan kafetaria sekolah. Guru memegang
peranan penting dalam administrasi fasilitas ini.
Layana khusus adalah suatu usaha yang tidsk secara langsung berkenaan
dengan proses belajar-mengajar di kelas, tetapi secara khusus diberikan oleh
sekolah kepada para siswanya agar mereka lebih optimal dalam melaksanakan
proses belajar.
Ada berbagai jenis layanan khusus, tetapi hanya tiga jenis yang akan
dibicarakan dalam kesempatan ini. Ketiga jenis layanan khusus itu adalah pusat
sumber belajar, usaha kesehatan sekolah (UKS), dan kafetaria/warung/katin
sekolah.
a. Pusat Sumber Belajar
Pusat Sumber Belajar (PSB) adalah unit kegiatan yang mempunyai fungsi
untuk memproduksi, mengadakan, menyimpa, serta melayani baha pengajara
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan proses belajar-mengajar di kelas atau
pelaksanaan pendidikan di sekolah pada umumnya. Pusat sumber belajar
dirancang untuk membantu pelaksanaan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu,
pusat sumber belajar harus diadministrasikan secara professional.
Pusat sumber belajar dapat berisi bahan-bahan perpustakaan ditambah
media pendidikan baik yang diproduksi sekolah sendiri, dibeli, dan dana yang
tersedia, diberi oleh masyarakat (BP3) ataupun diberi oleh pemerintah.
Pusat sumber belajar yang ideal belum menjadi suatu kebutuhan primer di
sekolah menengah. Namun kehadiran perpustakaan di sekolah sudah merupakan
kebutuhan mutlak. Dalam bagian-bagian barikut pembicaraan lebih banyak
ditekankan kepada perpustakaan.
122
Layanan perpustakaan bertujuan untuk membatu meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah dengan cara memberikan kesempatan untuk menumbuhkan
skap senang membaca dalam mengembangkan bakat siswa.
Untuk mencapai tujuan itu, perpustakaan sekolah menengah harus
dikembangkan sehingga mampu menarik perhatian siswa yang pada gilirannya
dapat mendorong mereka untuk menggunakan perpustakaan sekolahnya.
1) Fungsi Perpustakaan
Dalam ikut serta mendukung pelaksanaan program pendidikan di sekolah
menengah, perpustakaan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a) Fungsi pendidikan, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menambah pengetahuan atau mempelajari kembali materi-materi pelajaran
yang telah diberikan oleh guru di kelas. Siswa yang rajin akan selalu mencari
atau mendalami apa yang telah diajarkan oleh guru di kelas.
b) Fungsi informasi, yaitu tempat mencari informasi yang berkenaan dengan
pemenuhan rasa ingin tahu siswa dan guru.
c) Fungsi rekreasi, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa dan guru untuk
menikmati baha yang ada.
d) Fungsi penelitian, yaitu menggunakan perpustakaan sebagai jawaban terhadap
berbagai pertanyaan ilmiah.
Organisasi perpustakaan sekolah dapat diatur sesuai dengan keadaan
sekolah. Kepala sekolah dapat menunjuk wakilnya atau salah seorang guru yang
dianggapnya mampu bertanggung jawab dalam administrasinya. Apabila kepala
sekolah memberikan tugas administrasi perpustakaan itu kepada guru, maka guru
tersebut hendaknya diberi keringanan jumlah jam mengajarnya sehingga ia dapat
memikirkan lebih baik tentang pengembangan perpustakaannya.
Untuk membuat agar perpustakaan tidak ketinggalan dengan laju
perkembangan ilmu dan teknologi, perpustakaan harus membuat agar koleksinya
senantiasa layak baca dan mutakhir. Untuk maksud itu perpustakaan harus
senantiasa melakukan penambahan koleksinya. Penambahan-panambahan itu
selain berasal dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dapat juga dilakukan
dengan berbagai cara, di antaranya adalah dengan: (a) pembelian, (b)
hadiah/sumbangan, (c) tukar menukar, dan (d) karya guru dan siswa.
Sebelum bahan pustaka yang ada di perustakaan dapat sampai kepada
pengunjung, koleksi/bahan pustaka itu harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan
itu melalui tahap-tahap: (1) inventarisasi, (2) katalogisasi, (3) klasifikasi, (4)
pemberia nomor buku, dan (5) penyusuna buku di rak.
2) Keterlibatan Guru dalam Administrasi Perpustakaan
Tidak semua guru sekolah menengah harus terlibat langsung dalam
administrasi perpustakaan sekolah. Nasution (1981) mengemukakan keterlibatan
guru dalam perpustakaan itu antara lain:
a) Memperkenalkan buku-buku kepada para siswa dan guru.
b) Memilih buku-buku dan bahan pustaka lainnya yang akan digunakan untuk
menambah koleksi perpustakaan sekolah.

123
c) Mempromosikan perpustakaan, baik untuk pemakaian, maupun untuk
pembinaannya.
d) Mengetahui jenis dan menguasai criteria umum yang menentukan baik-
buruknya suatu koleksi.
e) Mengusahakan agar siswa aktif membantu perkembangan perpustakaan.
b. Kafetaria/Warung/Kantin Sekolah
Pertimbangan awal pendirian kafetaria/warung/kantin sekolah adalah buka
karena unsure bisnis semata, tanpa memperhitungkan aspek lain yang lebih
penting. Keberadaan kafetaria/warung/kanti sekolah diharapkan mampu
menyokong kelancaran proses belajar-mengajar dari sisi keperluan akan makanan
bagi siswa.
Kafetaria/warung/kantin sekolah secara tidak langsung mempunyai kaitan
dengan proses belajar-mengajar di sekolah. Adakalanya proses belajar-mengajar
tidak dapat berjalan sebagaimanamestinya karena siswa lapar dan haus.
Kafetaria/warung/kantin sekolah harus diadministrasikan oleh sekolah,
tetapi dapat diadministrasikan oleh pribadi di luar sekolah atau oleh darma wanita
sekolah. Namun kafetaria/warung/kantin sekolah ini tidak boleh terlepas dari
perhatian kepala sekolah. Kepala sekolah harus memikirkan atau mengupayakan
kehadiran kafetaria/warung/kantin sekolah itu mempunyai sumbangan positif
dalam proses belajar anak di sekolah.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam administrasi kafetaria itu
adalah:
a) Administrasi kafetaria/warung/katin sekolah harus menjaga kesehatan
(higienitas) masakan-masakan yang dijajakan kepada siswa.
b) Kebershan tempat juga harus menjadi pertimbangan utama, karena kebersihan
diharapkan dapat menjauhkan penyebaran hama penyakit.
c) Makanan-makanan yang disediakan hendaknya makanan yang bergizi tinggi,
dan bilamana perlu dapat menambahkan vitamin-vitmin yang diperlukan
siswa pada umumnya.
d) Harga makanan-makanan hendaknya dapat dijangkau atau sesuai dengan
kondisi ekonomi siswa.
e) Usahakan agar kafetaria/warung/kantin sekolah tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlama-lama atau nongkrong.
Kondisi yang demikian akan menyokong munculnya perilaku-perilaku
negative.
Guru tidak harus terlibat dalam administrasi kafetaria/warung/kantin
sekolah, lebih-lebih lagi jika kafetaria/warung/kantin sekolah itu
diadministrasikan oleh pihak luar sekolah. Guru, baik secara pribadi maupun
kelompok dapat melakukan pengamatan atau observasi sederhana secara terus-
menerus terhadap makanan-makanan atau minuman yang dijajakan
kafetaria/warung/kantin sekolah. Hasil pengamatan ini dapat dijadikan umpan
balikuntuk langkah-langkah perbaikan kafetaria tersebut.
Guru juga dapat member nasihat kepada siswa tentang makanan yang bersih
dan sehat, serta akibatnya apabila siswa memakan makanan-makanan yang tidak
124
bersih dan tidak sehat. Guru dapat menganjurkan kepada siswa untuk memilih
tempat-tempat mana yang makanannya bersih dan sehat.

10.3. Penutup
1. Rangkuman
Administrasi pendidikan merupakan system kerja sama diantara para
personel pendidikan untuk mencapai tujua pendidikan. Kerja sana ini dilakukan
dengan memanfaatkan sumber daya, baik sumber manusia maupun non-manusia.
Administrasi pendidikan mempunyai lingkup garapan yang luas, antara lain
administrasi kurikulum, kesiswaan personel, keuangan. Hubungan sekolah
dengan masyarakat, serta layanan khusus.
Dalam melaksanakan tugas yang menjadi lingkup garapan di atas, guru
harus melaksanakan peranya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.
Guru merupakan mitra kerja kepala sekolah da personel yang sangat
berkepentingan agar semua sumber yang ada dimanfaatkan secara maksimal
untuk peningkatan proses belajar-mengajar.
Dalam masing-masing bidang garapan administrasi pendidikan, guru
berperan sesuai dengan tahapan proses dan substansi menurut kewenangannya.
2. Latihan
1. Bandingkanlah (dengan memberikan batasan) antara pusat sumber belajar dan
perpustakaan. Mana yang lebih luas cakupan/bidang garapannya, mengapa
demikian?
2. Apabila seorang calon guru ingin memilih dan mengembangkan sudah satu
metode mengajar siswa sekolah menengah, maka dia harus memilih tempat, di
pusat sumber belajar atau di perpustakaan. Mengapa demikian, jelaskan!
3. Apakah perbedaan tugas yang diemban dalam mengembangkan perpustakaan
antara guru pustakawan dengan guru? Jelaskan dengan menyebutkan tugas
masing-masing!
4. Mungkinkah kafetaria/warung/kantin sekolah di sekolah menengah
diadministrasikan oleh sekolah? Jika mungkin, bagaimanakah
pengorganisasiannya, dan bagaimana keterlibatan siswa-siswa dalam
administrasinya itu? Jelaskan!
5. Apabila Anda seorang guru di sekolah menengah dan menjumpai seorang
siswanya sakit di kelas saat mengikuti mata pelajaran tertentu, langkah-
langkah apakah yang akan ditempuh untuk menangani kasus itu? Coba Anda
diskusikan secara kelompok dan kemudian buatlah laporan kesimpulan hasil
diskusi itu?

Daftar Pustaka
Arikunto. Suharsimi. (tak berrtahun). “Evaluasi” (Makalah).
_________ . 1979. Administrasi Materiil. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.
Daresh, John. C.. 1989. Supervision as a proactive Process. New York: Longman.

125
Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan
Departemen Keuangan. 1983. Petunjuk Umum Administrasi Sekolah
Menenga, Buku I. Jakarta: Depdagri.
_________. 1983. Petunjuk Administrasi Prasarana dan Sarana/Barang. Buku VI.
Jakarata: Depdagri.
_________. 1984. Petunjuk Administrasi Sekolah Menengah, Petunjuk Administrasi
Keuangan. Buku V. Jakarta: Depdikbud.
__________. 1978. Kurikulum Sekolah Menengah. 1975. Buku I, Ketentuan-
Ketentuan Pokok. Jakarta: Depdikbud.
__________ 1982. Administrasi Sekolah, untuk SPG. Jilid II. Jakarta: Depdikbud.
__________ 1982 . pedoman Administrasi Keuangan Sekolah. Jilid I. Jakarta:
kencana Nusantara.
__________ 1983. Kesehatan, Buku Pedoman Guru Sekolah menengah. Jakarta:
Depdikbud.
__________. 1983. Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Sekolah Menengah.
Buku I. Jakarta: Depdikbud.
__________. 1984. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah Menengah.
Jakarta: Balai Pustaka.
__________. 1986. Kurikulum Sekolah Menengah. Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP). Jakarta: Depdikbud.

126
Modul 11. SISTEM DAN STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH

11.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat memahami
kegiatan administrasi pendidikan di sekolah yang meliputi administrasi; kurikulum,
kesiswaan, personel, prasarana dan sarana, keuangan, layanan khusus, dan hubungan
sekolah-masyarakat, serta peranan guru dalam kegiatan tersebut.
Guru merupakan salah satu pelaku dalam kegiatan sekolah. Oleh karena itu, ia
dituntut untuk mengenal tempat bekerjanya itu. Pemahaman tentang apa yang terjadi
di sekolah akan banyak membantu mereka memperlancar tugasnya sebagai pengelola
langsung proses belajar-mengajar. Guru perlu memahami faktor-faktor yang langsung
dan tidak langsung menunjang proses belajar-mengajar.
Bagi guru, pemahaman tentang administrasi pengembangan kurikulum akan
sangat membantu dalam menerjemahkan kurikulum menjadi pengalaman belajar
siswa; pemahaman tentang administrasi kesiswaan akan sangat membantu mereka
dalam menjalankan tugas memproses siswa tersebut menjadi lulusan yang bermutu
tinggi. Pemahaman tentang pengelolaan personal akan membantu upaya
pengembangan pribadi dan profesionalnya; pemahaman pengelolaan prasaran dan
sarana membantu memperluas wawasan tentang bagaimana ia dapat berperan dalam
merencanakan, menggunakan dan mengevaqluasi prasarana dan sarana yang ada
sehingga prasaran dan sarana tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal;
pemahaman tentang seluk-beluk administrasi kkeuangan membantu guru dalam
menetapkan prioritas pelaksanaan tugasnya, karena pada akhirnya dana untuk
menunjang kegiatannya juga terbatas; pemahaman tentang hubungan sekolah dan
masyarakat akan membantu guru dalam usaha mereka menjadikan sekolah bagian
yang tidak terpisahkan dari masyarakat, sehingga terjadi kerja sama yang baik
diantara keduanya.
11.2. Penyajian
a) Unsur dalam struktur organisasi departemen pendidikan dan
kebudayaan
Departemen pendidikan dan kebudayaan merupakan
salah satu wahana dalam pengelolahan sistem pendidikan
nasional.Tugas pokok Depertamen Pendidikan dan kebudayaan
adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan
umum pemerintahan dan pembangunan dibidang pendidikan
dan kebudayaan.
Unsur-unsur dalam struktur organisasi departemen
pendidikan dan kebudayaan adalah :
127

Menteri
Menteri pendidikan dan kebudayaan merupakan pembantu
presiden dan mengelolah sistem pendidikan nasional.
Tugas Pokok Menteri adalah :
 Memimpin deprartemen sesuai dengan tugas pokok yang telah digariskan
pemerintah dan membina aparatur departemen pendidikan dan kebudayaan
agar berdaya guna dan berhasil guna.
 Menentukan kebijaksanaan pelaksanaan bidang pemerintahan yang secara
fungsional menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan kebijaksanaan umum
yang telah ditetapkan presiden.
 Membina dan melaksanakan kerja sama dengan depertemen,instansi dan
organisasi lainnya dalam usaha pengelolahan sistem pendidikan nasional.

 Sekretariat Jendral.
Tugas pokok sekretariat jendral adalah :
 Menyelenggarakan pembinaan administrasi, organisasi, dan
ketatalaksanaan terhadap seluruh unsur dilingkungan departemen
pendidikan dan kebudayaan serta memberikan layanan teknis dan
adminitratif kepada mentri inspektorat jendral dan unit organisasi lainnya
di linggkungan departemen dan kebudayaan dalam rangka pelaksanaan
tugas pokok departemen.

Fungsi :
 Mengatur dan membina kerja sama, mengintegrasikan, dan
mensinkronisasikan seluruh administratif departemen termasuk kegiatan
layanan yeknis administratif bagi seluruh unit organisasi di lingkungan
departemen.
 Mempersiapkan, mengola, dan menelaahrencana serta
mengkoordinasikan rumusan kebijakan sesuai dengan tugas pokok
departemen.
 Mmenbina urusan tata usaha, mengelola, dan membina kepegawaian
serta mengelola keuangan dan peralatan/perlengkapan seluruh
departemen.
 Membina dan memelihara seluruh kelembagaan dan ketatalaksanaan
departemen serta pengembangannya.
 Menyelenggarakan hubungan dengan lembaga resmi dan masyarakat.
 Mengkoordinasikan perumusan oeraturan perundang-undangan yang
menyangkut tugas pokok departemen.
 Membina dan memlihara keamanan dan ketertiban di lingkungan
departemen.

 Inspektorat Jendral

128
Tugas pokok inspektorat jenderal adalah melakukan pengawasan dalam
lingkungan departemen terhadap pelaksanaan tugas, baik tugas yag bersifat
rutin maupun tugas pembangunan dari semua unsur departemen agar dapat
berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan yang berlaku
Fungsi :
 Memeriksa setiap unsur di lingkungan departemen yang dipandang perlu
mencapai bidang administratif umum, administartif keuangan, hasil-hasil
fisik dari pelaksanaan proyek-proyek pembangunan.
 Menguji serta menilai hasil laporan berkala di lingkungan departemen atas
petunjuk menteri.
 Mengusut kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan,
penyimpangan, atau penyalahgunaan wewenang di bidang administrasi
atau keuangan, yang dilakukan oleh unsur/instansi di lingkungan
departemen.
Inspektorat Jenderal terdiri dari sembilan bagian.

 Direktorat pendidikan dasar dan menengah


Tugas pokok adalah menyelengarakan sebagian tugas pokok departemen di
bidang pendidikan dasar dan menengah berdasarkan kebijaksanaan yang
ditetapkan menteri.
Fungsi
 Merumuskan kebijaksanaan teknis, memberikan bimbingan dan
pembinaan, serta memberikan perizinan di bidang pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan menteri dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Melaksanakan pembinaan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan
tugas pokok direktorat jenderal berdasarkan perundang-undangan.
 Melaksanankan pengamatan teknis atas pelaksanaan tugas pokok
direktorat jenderal sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan menteri
dan Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah terdiri dari delapan satuan.
 Direktorat jendral pendidikan tinggi
Direktorat jendral pendidikan tinggi mempunyai rugas yang diatur
dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0222e/O/1986 yaitu menyelenggarakan sebagian tugas departemen di
bidang pendidikan tinggi berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh menteri. Rincian tugas sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan
menteri dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Melaksanakan pembinaan pendidikan tinggi sesuai tugas
pokok direktorat jendral berdasarkan perundang-undangan
yangg berlaku.
 Melaksanakan pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas
sesuai kebijaksanaan yang ditetapkan menteri berdasarakan

129
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Direktorat
jendral pendidikan luar sekolah,pemuda,dan olahraga
Tugas pokok direktorat ini,di atur dalam keputusan Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor022d/O/1980.
Tugas pokok tersebut dirinci sebagai berikut:
a. Merumuskan kebijaksanan teknis,memberikan bimbingan
dan pembinaan,serta memberikan perizinan di bidang
pendidikan luar sekolah,pemuda dan olaaraga yang
ditetapkan mentri dan berdasarkan praturan perundang-
undangan yang berlaku.
b. Melaksanakan pembimbingan pendidikan luar
sekolah,pemuda dan olaraga sesuai dengan tugas pokok
direktorat jendral dan berdasarkan praturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Melaksanakan pengamatan teknis dan pelaksanaan tugan
pokonya sesuai dengan kebijaksanaan yang di tetapkan
menteri,dan berdasarkan praturan perundang-undangan
yang berlaku.

 Diroktorat Jendral Kebudayaan.


Tugas direktorat ini diatur dalam keputusan Mentri Pendidikan Dan
Kebudayaan Nomor 0222e/o/1980.
Tugas pokok tersebut dirinci sebagai berikut:
a. Merumuskan kebijaksanaan teknis,memberikan bimibingan
dan pembinaan,serta memberikan perizinan di bidang
kebudayaan sesuai dengan kebijaksanaan yang di tetapkan
mentri dan berdasarkan praturan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Melaksanakan pembinaan kebudayaan sesuai dengan tugas
pokok direktorat jendral dan berdasarkan praturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Melaksanakan pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas
direktorat jendral sesuai dengan kebijaksanaan yang
ditetapkan mentri dan berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku.
 Badan penelitian dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan
Tugas pokok badan ini di atur dalam Keputusan Mentri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 0222f/O/1980.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut,Badan Penelitian
Pengembangan Dan Kebudayaan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Mempersiapkan kebijaksanaan menetapkan kebijaksanaan
teknis penelitian dan pengembangan di bidang pendidikan
dan kebudayaan.

130
b. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang
pendidikan dan kebudayaan dalam rangka perumusan
kebijaksanaan.
c. Mengkoordinasikan dan membina penelitian pendidikan
dan kebudayaan,pengembangan kurikulum dan sarana
pendidkan pengembangan informatika untuk pengolaan
pendidikan dan kebudayaan,pengembangan pengelolaan
pendidikan dan kebudayaan,pengembangan inovasi
pendidikan dan kebudayaan.serta penelitian dan
pengembangan sistim pengujian.

 Pusat-pusat bidang khusus


Tugas pokok badan ini di atur dalam keputusan Mentri Pendidikan Dan
Kebudayaan Nomor 0222g/O/1980.
Pusat-pusat tersebut adalah:
a. Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai.
b. Pusat Pembinaan Perpustakaan.
c. Pusat Kesegaran Jasmani/Rekreasi.
d. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
e. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
f. Pusat Teknologi Komunikasi dan Kebudayaan.
g. Pusat Grafika Indonesia
 Instansi vertikal diwilayah.
Secara keseluruan tugas pokok instansi vertikal Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan diatur dalam keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0173/O/1983.
1. Tingkat Provinsi
Kantor wilayah Departemen Pendiikan danKebudayaan mempunyai fungsi:
 Membina dan mengurus pendidikan dasar serta usaha wajib belajar.
 Membina dan mengurus pendidikan menengah umum.
 Membina dan mengurus pendidikan menengah kejuruan.
 Membina dan mengurus pendidikan guru.
 Membina dan mengurus pendidikan masyarakat
 Membina dan mengurus kegiatan pembinaan generasi muda termasuk
pembinaan kesiswaan.ru
 Membina dan mengurus keolaragaan
 Membina dan mengurus kesenian
 Membina dan mengurus permuseuman,kepurbakalaan,dan peninggalan
nasional.
 Membina dan mengurus kesejaraan dan nilai tradisional.
 Membin penghayatan Kepercayaan kepada Tuhan Yana Maha Esa.
 Memberikan layanan teknis dan adminstratif kepada semua unsur
dilingkungan kantor wilayah.

131
2. Tingkat Kabupaten /Kota madya
Untuk menyelenggarakan tugas,kantor Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Kabupaten atau kotamadya mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Membina dan mengurus TKK,SD,SLB,dan usaha wajib belajar.
b. Membina dan mengurus pendidikan masyarakat,kegiatan pembinaan
generasi muda,termasuk kegiatan pembinaan kesiswaan dan
keolaragaan.
c. Membina dan mengurus kegiatan pengembangan kebudayaan.
d. Memberikan layanan teknis dan administrtif kepada semua unsur
dilingkungan kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten/Kotamadya.

3. Tingkat Kecamatan
Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kotamadya
mempunyai :
 Sub Bagian Tata Usaha
 Sub Bagian Penyususnan Rencana dan Program
 Sub Bagian Kepegawaian
 Sub Bagian Keuangan
 Sub Bagian Perlengkapan
 Seksi Pendidikan Dasar
 Seksi Pendidikan Masyarakat
 Seksi Pembinaan Generasi Muda dan Keolahragaan, dan
 Seksi Kebudayaan
4. Tingkat Kecamatan
Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan mempunyai
tugas melakukan sebagian tugas Kantor Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten/Kotamadya di Kecamatan yang bersanggkutan.
Fungsi yang dimiliki adalah :
 Membinan dan mengurus taman kanak-kanak serta sekolah dasar dan
usaha wajib belajar.
 Membina dan mengurus pendidikan masyarakat.
 Membina dan mengurus kegiatan pembinaan generasi muda dan
olahraga.
 Membina dan mengurus egiatan pengembangan kebudayaan.
 Melakukan urusan tata usaha dan keuangan, pengumpulan data dan
statistik, kepegawaian dan perlengkapan di lingkungan Kantor
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
5. 1Tingkat Sekolah
Sekolah sebagai organisasi mikro merupakan unit
pelaksana teknis dan organisasi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Unsur-unsur yang terdapat dalam
organisasi sekolah adalah :

132
 Unsur kepemimpinan
 Unsur Tata usaha
 Unsur Urusan
 Unsur Instalasi
 Unsur Pelaksana
 siswa

b) Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)


1. Tujuan dan Isi Program Pendidikan Guru
Karena pekerjaan guru merupakan pekerjaan profesional, maka
tujuan pendidikan prajabatan guru juga sejalan dengan kerangka
tujuan pendidikan profesional lainnya. Tujuan pendidikan guru
adalah membentuk kemampuan untuk :
 Melaksanakan tugas yang memepunyai komponen
mengenal apa yang harus dikerjakan, menguasai cara
bagaimana setiap aspek dan tahap tugas tersebut harus
dikerjakan, serta menghayatai dengan rasional mengapa
suatu bagian tugas dilaksanakan dengan satu cara dan tidak
dengan cara lain
 Mengetahui batas-batas kemampuannya sendiri, serta siap
dan mampu menemukan sumber yang dapat membantu
mengatasi keterbatasannya itu ( T. Raka Joni, dalam
semiawan, dkk., 1991 ).
Menurut T. Raka Joni (1991) tujuan pendidikan prajabatan guru
adalah sebagai berikut :
 Penguasaan bahan ajar
 Penguasaan teori dan ketrampilan keguruan
 Pemilikan kemampuan memperagakan unjuk kerja
 Pemilikan sikap, nilai dan kepribadian
 Pemilikan kemampuan melaksanakan tugas profesional lain
dan tugas administratif rutin
Berdasarakan tujuan pendidikan prajabatan guru yang telah
dikemukakan, maka dapat ditentukan rambu-rambu mengenai sisi program
pendidikan prajabatan guru baik keluasan maupun unsur-unsur dan
kedalamannya. Pada dasarnya isi program pendidikan prajabatan guru terdiri
atas unsur :
 Bidang umum, yang berlaku bagi segenap program pendidikan
tinggi,
 Bidang kependidikan, yaitu kemampuan yang dituntut bagi
seluruh tenaga kependidikan, tidak peduli bidang
spesialisasinya,
 Bidang ilmu yang akan diajarkan atau dilakukan sebagai
profesi lulusan kelak, dan
 Teori keterampilan dan keguruan.
133
Mata kuliah yang diberikan di LPTK ditujukan untuk memberikan
pengalaman kepada calon tenaga kependidikan agar mereka
mempunyai kompetensi seperti yang terlah ditentukan. Mata kuliah itu
dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Kelompok Mata Kuliah Dasar Umum ( MKDU)
Memberikan kemampuan yang secara umum harus dimiliki
oleh seluruh lulusan perguruan tinggi di Indonesia.
2. Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK)
3. Kelompok Mata Kuliah Bidang Studi (MKBS)
4. Kelompok Mata Kuliah Belajar Mengajar (MKPBM)
2. Kelembagaan Pendidikan Keguruan
Kelembagaan pendidikan keguruan di Indonesia telah
mengalami perubahan dan perkembangan mulai dari kursus-
kursussampai kepada lembaga pendidikan prajabatan seperti
pendidikan guru, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
yang merupakan bagian dari universitas dan Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan (IKIP) dalam bentuknya sekarang ini.
Untuk mengasilkan tenaga kependidikan, IKIP dan
FKIP menyediakan berbagai program studi dengan Strata DII,
DIII, SI, bahkan S2 dan S3. Strata diploma merupakan program
profesional sedangkan program strata adalah program akademik.

11.3. Penutup
1. Rangkuman
Administrasi pendidikan merupakan system kerja sama diantara para personel
pendidikan untuk mencapai tujua pendidikan. Kerja sana ini dilakukan dengan
memanfaatkan sumber daya, baik sumber manusia maupun non-manusia.
Administrasi pendidikan mempunyai lingkup garapan yang luas, antara lain
administrasi kurikulum, kesiswaan personel, keuangan. Hubungan sekolah dengan
masyarakat, serta layanan khusus.
Dalam melaksanakan tugas yang menjadi lingkup garapan di atas, guru harus
melaksanakan peranya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Guru
merupakan mitra kerja kepala sekolah da personel yang sangat berkepentingan agar
semua sumber yang ada dimanfaatkan secara maksimal untuk peningkatan proses
belajar-mengajar.
Dalam masing-masing bidang garapan administrasi pendidikan, guru berperan
sesuai dengan tahapan proses dan substansi menurut kewenangannya.

2. Latihan
1. Mengapa suatu lembaga pendidikan membutuhkan adanya kegiatan husemas?
Jelaskan!
2. Salah satu tujuan adanya husemas di suatu lembaga pendidikan adalah
memperoleh dukungan positif dari masyarakat. Berikan beberapa contoh
134
dukungan positif itu dan bagaimana cara sekolah untuk mendapatkannya?
Jelaskan!
3. Apa yang dimaksudkan dengan prinsip-prinsip husemas? Apa saja prinsip-
prinsip itu? Jelaskan dengan member contoh masing-masing!
4. Salah satu kegiatan husemas adalah membentuk BP3. Deskripsikan perbedaan
tugas-tugas BP3 dan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah yang bersangkutan!
5. Kunjungi beberapa sekolah menengah sesuai dengan jumlah kelompok di
kelas Anda. Lakukan wawancara dengan kepala sekolah dan guru tentang:
a) Tugas da peranan kepala sekolah dan guru dalam administrasi husemas
b) Tugas da perana BP3 dalam administrasi husemas.
Buat laporan tertulis masng-masing kelompok dan serahkan kepada
dosen Anda!

Daftar Pustaka
Arikunto. Suharsimi. (tak berrtahun). “Evaluasi” (Makalah).
_________ . 1979. Administrasi Materiil. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.
Daresh, John. C.. 1989. Supervision as a proactive Process. New York: Longman.
Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan
Departemen Keuangan. 1983. Petunjuk Umum Administrasi Sekolah
Menenga, Buku I. Jakarta: Depdagri.
_________. 1983. Petunjuk Administrasi Prasarana dan Sarana/Barang. Buku VI.
Jakarata: Depdagri.
_________. 1984. Petunjuk Administrasi Sekolah Menengah, Petunjuk Administrasi
Keuangan. Buku V. Jakarta: Depdikbud.

135
MODUL 12. SUPERVISI PENDIDIKAN

12.1. Pendahuluan
Setelah mempelajari bab ini di harapkan mahasiswa dapat memahami
pengertian, strategi, dan teknik supervisi pengajaran, serta memahami peranan guru
dalam pelaksanaan supervisi pengajaran di sekolah. Secara khusus setelah
mempelajari bab ini mahasiswa dapat memahami :
1) Pengertian, fungsi, dan peranan supervisi pendidikan
2) Pelaksanaan supervisi pendidikan
3) Teknik-teknik supervisi pendidikan
4) Peranan guru dalam supervisi pendidikan
Kualitas proses belajar-mengajar sangat dipengaruhi oleh kualitas kinerja
guru. Oleh karena itu, usaha meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan
proses belajar-mengajar perlu secara terus-menerus mendapatkan perhatian dari
penanggung jawab sistem pendidikan. Peningkatan ini akan lebih berhasil apabila
dilakukan oleh guru dengan kemauan dan usaha mereka sendiri. Namun seringkali
guru masih memerlukan bantuan dari orang lain,karena ia belum mengetahui atau
belum memahami jenis, prosedur, dan mekanisme memperoleh berbagai sumber
yang sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan kemampuan mereka.
Pengetahuan tentang supervisi memberikan bantuan kepada guru dalam
merencanakan dan melaksanakan penigkatkan profesional mereka dengan
memanfaatkan sumber yang tersedia.

12.2. Penyajian

A. Pengertian, fungsi, dan peran


Bagian ini akan membahas dua hal, yaitu: (1) pengertian, serta (2) fungsi dan peran
supervisi.
1. Pengertian supervisi
136
Sebelum supervisi di bahas lebih rinci, terlebih dahulu perlu diterangkan
beberapa istilah yang perlu di jumpai dalam praktek, yang isi kegiatannya mirip
dengan supervisi. Istilah-istilah dimaksud adalah : inspeksi, penilikan,
pengawasan, monitoring, dan penilaian atau evaluasi. Sesudah istilah tersebut
dikaji, kemudian dikemukankan pengertian)supervisi itu.
Inspeksi berasal dari istilah bahasa belanda inspectie. Di dalam bahasa inggris
dikenal inspection. Kedua kata tersebut berarti pengawasan, yang terbatas pada
pengertian mengawasi apakah bawahan (dalam hal ini guru) menjalankan apa
yang di instruksikan oleh atasannya, dan bukan berusaha membantu guru itu
(ngalim purwanto,1990). Pelakunya di sebut inspektur. Seringkali kedatangan
inspektur ke sekolah lebih banyak dirasakan oleh guru sebagai kedatangan
seorang petugas yang ingin mencari kesalahan. Dengan kesan seperti itu,
apabila ada seorang inspektur datang, kepala sekolah maupun guru cenderung
merasa takut karen merasa akan dicari kesalahannya. Inspektur pendidikan
bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan sekolah, mulai
dari keberhasilan sekolah, masalah ketatausahaan, masalah kemuridan ,
keuangan dan sebagainya sampai kepada proses belajar-mengajar. Pada saat
melakukan inspeksi, kegiatan inspektur di tekankan kepada usaha melihat
kelemahan pelaksanaan sekolah untuk memberikan konduite guru atau kepala
sekolah.
Dalam perkembangan supervisi selanjutnya dikenal istilah penilikan dan
pengawasan. Berbeda dengan inspeksi, penilikan dan pengawasan mempunyai
pengertian suatu kegiatan yang bukan hanya mencari kesalahan objek
pengawasan itu semata-mata, tetapi juga mencari hal-hal yang sudah baik,
untuk dikembangkan lebih lanjut. Pengawas bertugas melakukan pengawasan,
dengan memperhatikan semua komponen sistem sekolah dan peristiwa yang
terjadi disekolah. Hal-hal yang kurang baik dicatat dan disampaikan kepada
kepala sekolah atau guru untuk mendapatkan perhatian penyempurnaannya,
sedang untuk hal-hal yang sudah baik perlu dipertahankan atau ditingkatkan
lebih lanjut.
Istilah penilik dan pengawas dilihat kegiatannya mempunyai pengertian yang
sama, oleh karena itu dapat saling dipertukarkan(interchangable).
Di dalam peraturan pemerintah nomor 38 tahun 1992 , pasal 20 dibedakan
istilah pengawas(yang dipakai untuk menunjukan tugasnya pada jalur
pendidikan sekolah) dan penilik (yang dipakai untuk menunjukan tugasnya
pada jalur pendidikan luar sekolah).
Monitoring seringkali di terjemahkan kedalam bahasa indonesia dengan
pemantauan. Monitoring berarti kegiatan pengumpulan data tentang suatu
kegiatan sebagai bahan untuk melaksanakan penilaian. Dengan kalimat lain,
monitoring merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui apa adanya
tentang sesuatu kegiatan. Di dalam monitoring seseorang hanya mengumpulkan
data tanpa membandingkan data tersebut dengan kriteria tertentu.
Kegiatan penilaian, yang disebut juga evaluasi, merupakan suatu proses
membandingkan keadaan kuantitatif atau kualitatif suatu objek dengan kriiteria
137
tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi dimaksudkan untuk
melihat apakah dengan sumber yang tersedia, sesuatu kegiatan telah mengikuti
proses yang ditetapkan serta mencapai hasil yang diinginkan. Penilaian dengan
membandingkan antara apa yang dicapai dengan apa yang ditargetkan disebut
penilaian tentang keefektifan ; sedangkan penilaian dengan membandingkan
antara apa yang dicapai dengan berapa banyak sumber yang dikorbankan untuk
itu disebut dengan penilaian tentang efisiensi.
Apabila inspeksi, penilikan atau pengawasan, monitoring serta penilaian masih
dalam tahapan usaha mengetahui status suatu komponen atau kegiatan sistem
serta memahami kekurangan dan atau kekuatannya, maka supervisi telah
mengandung pengertian tindakan. Pengertian supervisi mencakup arti yang
terkandung dalam istilah-istilah yang sudah diterangkan itu. Di samping itu,
supervisi mempunyai arti yang lebih luas, yaitu pengertian bantuan dan
perbaikan.
Berbagai buku mendefinisikan supervisi berbeda satu sama yang lain. Darech
1989), misalnya mendefinisikan supervisi sebagai suatu proses mengawasi
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan organisasi. Wiles (1995)
mendefinisikan sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar-mengajar.
Lucio-McNeil (1978) mendefinisikan tugas supervisi, yang meliputi :
a) Tugas perencanaan, yaitu untuk menetapkan kebijaksanaan dan
program.
b) Tugas adsministrasi, yaitu pengambilan keputusan serta
pengkoordinasian melalui konferensi dan konsultasi yang dilakukan
dalam usaha mencari perbaikan kualitas pengajaran.
c) Partisipasi secara langsung dalam pengembangan kurikulum, yaitu
dalam kegiatan merumuskan tujuan, membuat penuntun mengajar bagi
guru, dan memilih isi pengalaman belajar.
d) Melaksanakan demonstrasi mengajar untuk guru-guru, serta
e) Melaksanakan penelitian.
Sergiovanni dan Starratt (1979) berpndapat bahwa tugas utama supervisi
adalah perbaikan situasi pengajaran.
Dari berbagai definisi tersebut, kelihatannya ada kesepekatan umum, bahwa
kegiatan supervisi pengajaran ditujukan untuk perbaikan pengajaran. Perbaikan
itu dilakukan melalui peningkatan kemampuan profesional guru dalam
melaksanakan tugasnya.
Untuk memudahkan kita dalam memahami supervisi pengajaran, dalam buku
ini pengertian supervisi dirumuskan secara sederhana, yaitu semua usaha yang
dilakukan oleh supervisor untuk memberikana bantuan kepada guru dalam
memperbaiki pengajaran.
Supervisi pengajaran berbeda dengan adsministrasi pendidikan. Adsministrasi
pendidikan merupakan proses dan bentuk kerja sama antara dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan pendidikan. Kerja sama ini menyangkut kegiatan
mulai dari penetapan tujuan pendidikan, perencanaan untuk mencapai tujuan
pengorganisasian orang yang terlibat dalam pencapaan tujuan, pengontrolan
138
kegiatan, sampai kepada evaluasi untuk melihat apakah pekerjaan itu berhasil
atau tidak. Adsministrasi pendidikan menyangkut semua aspek kerja sama baik
yang menyangkut aspek manusia maupun non-manusia. Di lain pihak supervisi
pengajaran mengkonsentrasikan kawasannya pada berbagai usaha untuk
membantu guru dalam proses perbaikan pengajaran. Dengan demikian supervisi
pengajaran merupakan bagian dari kegiatan adsministrasi pendidkan.
2. Fungsi dan peranan supervisi
Supervisi pengajaran seharusnya dilakukan oleh seseorang yang di didik
khusus dan/atau ditugaskan untuk melakukan pekerjaan itu, dengan
menggunakan keahlian khusus. Tidak semua orang dapat melakukan supervisi
pengajaran. Oleh karena itu, dikatakan bahwa supervisi pengajaran merupakan
pekerjaan profesional yang menuntut persyaratan sebagaimana layaknya
pekerjaan profesional yang lain. Bantuan perbaikan situasi belajar-mengajar yang
dilakukan oleh orang yang bukan dididik atau ditugasi untuk melakukan
supervisi itu seharusnya tidak dapat dikategorikan kedalam kegiatan supervisi
pengajaran. Namun demikian di negara kita pekerjaan kegiatan supervisi
pengajaran belum di akui sebagai bidang pekerjaan profesional. Di dalam
peraturan pemerintah nomor 38 tahun 1992 telah terlihat arah profesionalisasi,
meskipun belum tegas. Pasal 20 ayat (3) peraturan tersebut mengatakan bahwa
untuk menjadi pengawas perlu adanya pendidikan khusus. Ini sudah lebih baik
dari sebelumnya, meskipun isi pendidkan khusus yang dimaksud belum pasti
menunjukan di penuhinya persyaratan kualitas profesional.
Tugas seorang supervisor bukanlah untuk mengadili tetapi untuk
membantu, mendorong, dan memberikan keyakinan kepada guru, bahwa proses
belajar-mengajar dapat dan harus diperbaiki. Pengembangan berbagai
pengalaman, pengetahuan, sikap, dan keterampilan guru harus dibantu secara
profesional sehingga guru tersebut dapat berkembang dalam pekerjaannya.
Kegiatan supervisi dilaksanakan melalui berbagai proses pemecahan masalah
pengajaran. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
proses belajar-mengajar. Dengan demikian, ciri utama supervisi adalah
perubahan, dalam pengertian peningkatan ke arah efektivitas dan efisiensi proses
belajar-mengajar secara terus menerus.
Kontinuitas operasi lembaga pendidikan merupakan aspek pengelolaan
yang sangat penting. Tanggung jawab utama adsministrator pendidikan adalah
menjaga agar program-program yang telah di tetapkan sekolah dapat berjalan
lancar. Namun perlu di ingat bahwa sekolah tidak hanya diinginkan untuk
beroperasi secara lancar saja. Sekolah juga harus mengalami perubahan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya. Tentang keharusan suatu organisasi
untuk dapat melaksanakan perubahan ini, udai pareek (1981) mengatakan
sebagai berrikut :
The requirements of organisations have enlarged further in recent years. In
addition to the concern for efficiency (optimising resources), an organisation is
concerned with two more espects – its continued growth and develoment (self-
renewal) and its larger impact on a segment of the society or the whole society.
139
Program-program supervisi hendaknya memberikan rangsangan terhadap
terjadinya perubahan dalam kegiatan pengajaran. Perubahan-perubahan ini dapat
dilakukan antara lain melalui berbagai usaha inovasi dalam pengembangan
kurikulum serta kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam jabatan untuk guru.
Perubahan merupakan suatu kejadian yang tidak dapat dilakukan, baik karena
tuntutan dari dalam kegiatan proses belajar –mengajar itu sendiri, maupun
karena adanya tuntutan lingkungan yang selalu berubah pula. Ada dua jenis
supervisi dilihat dari peranannya dalam perubahan itu, yaitu :
1) Supervisi traktif, artinya supervisi yang hanya berusaha melakukan
perubahan kecil karena menjaga kontinuitas. Supervisi traktif ini misalnya
dapat dilihat dari kegiatan rutin seperti pertemuan rutin dengan guru-guru
untuk membicarakan kesulitan-kesulitan kecil, memberikan informasi
tentang prosedur yang telah disepakati dan memberikan arahan dalam
prosedur standar operasi (pso) dalam suatu kegiatan.
2) Supervisi dinamik, yaitu supervisi yang diarahkan untuk mengubah secara
lebih intensif praktek-praktek pengajaran tertentu. Tekanan dalam
perubahan ini di letakan kepada diskontinuitas, gangguan terhadap praktek
yang ada sekarang untuk diganti dengan yang baru. Program demikian
merupakan program baru yang mempengaruhi perilaku murid, guru, dan
semua personel sekolah.
Di dalam praktek, kegiatan supervisi tidak selalu beerupa jenis kegiatan yang
dapat digolongkan pada dua kutub secara mutlak, tetapi seringkali merupakan
kegiatan yang berada pada kontinum dua kutub tersebut.

B. Pelaksanaan supervisi

Untuk melaksanakan fungsi dan peranan supervisi pengajaran di sekolah, perlu


pemahaman tentang landasan dan siapa yang melaksanakan supervisi.
Dalam usaha mempertinggi efisiensi dan efektivitas proses pelaksanaan supervisi
pendidikan, kegiatan supervisi tersebut perlu di landasi oleh hal-hal sebagai
berikut :
a) Kegiatan supervisi pendidikan harus dilandaskan atas filsafat pancasila. Ini
berarti bahwa dalam melaksanakan bantuan untuk melaksanakan proses
belajar-mengajar, supervisor harus di jiwai oleh penghayatan terhadap nilai-
nilai pancasila.
b) Pemecahan masalah supervisi harus dilandaskan kepada pendekatan ilmiah
dan dilakukan secara kreatif. Ini antara lain berarti bahwa didalam
memecahkan masalah harus menggunakan kaidah ilmiah seperti berpikir
logis, objektif, berdasarkan data yang dapat diverifikasi, dan terbuka terhadap
kritik.
c) Keberhasilan supervisi harus dinilai dari sejauh mana kegiatan tersebut
menunjang kegiatan prestasi belajar siswa dalam proses belajar-mengajar.

140
d) Supervisi harus dapat menjamin kontinuitas perbaikan dan perubahan
program pengajaran. Jika supervisi dilaksanakan, maka hasilnya harus
merupakan suatu peningkatan proses dan hasil belajar siswa.
e) Supervisi bertujuan mengembangkan keadaan yang favorable untuk terjadinya
proses belajar-mengajar yang efektif. Proses belajar-mengajar yang efektif
dan efisien hanya akan terjadi jika lingkungan proses itu mendukungnya. Oleh
karena itu, perlu di upayakan agar lingkungan memberikan tantangan kepada
siswa untuk belajar lebih baik.
Pada bagian ini akan diuraikan tugas supervisor dan wewenang supervisor dalam
pengajaran.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, supervisi pendidikan meliputi supervisi
terhadap pengajaran maupun komponen pendukungnya. Supervisi pengajaran
merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan pengajaran tetapi tidak
langsung dengan siswa. Supervisi merupakan bantuan kepada guru dalam perbaikan
situasi pengajaran. Dalam kaitannya dengan perbaikan situasi belajar-mengajar ini,
tugas seorang supervisor (haris, 1975) adalah membantu guru dalam hal :
a) Pengembangan kurikulum. Kurikulum perlu diperbaiki dan dikembangkan
secara terus-menerus. Dalam hal kurikulum dirancang secara terpusat seperti
sekarang, maka tugas supervisor adalah membantu guru dalam melaksanakan
penyesuaian dan perancangan pengalaman belajar dengan keadaan lingkungan
dan siswa. Di samping itu, supervisor juga membantu dalam menyusun
panduan dalam melaksanakan kurikulum, menentukan satuan pelajaran,
merancang muatan lokal, dan merancang ko serta ekstra kurikulum.
b) Pengorganisasian pengajaran. Supervisor bertugas membatu pelaksanakan
pengajaran sehingga siswa, guru, tempat, dan bahan pengajaran sesuai dengan
waktu yang disediakan serta tujuan instruktusional yang di tetapkan.
Mengelompokan siswa, merencanakan jadwal pertemuan, mengatur ruangan,
mengalokasikan waktu pengajaran, merencanakan tim mengajar merupakan
contoh-contoh tugas dalam mengorganisasikan pengajaran ini.
c) Pemenuhan fasilitas sesuai dengan rancangan proses belajar-mengajar.
Pengembangan ruang serta peralatan, misalnya, harus didasarkan atas
pertimbangan sampai seberapa jauh sumbangannya terhadap pencapaian
tujuan pengajaran.
d) Perancangan dan perolehan bahan pengajaran sesuai dengan rancangan
kurikulum. Guru harus selalu melakukan titik ulang, evaluasi, dan perubahan
tentang bahan pengajaran agar lebih besar sumbanganya terhadap
tercapaiannya tujuan pengajarannya.
e) Perencanaan dan implementasi dalam meningkatkan pengalaman belajar dan
untuk kerja guru dalam melaksanakan pengajaran. Kegiatan ini meliputi
bantuan dalam menyelenggarakan workshop, konsultasi, wisatakarya, serta
berbagai macam latihan dalam jabatan.
f) Pelaksanaan orientasi tentang suatu tugas atau cara baru dalam proses belajar-
mengajar. Guru perlu dilengkapi dengan informasi yang relevan dengan tugas
serta tanggung jawabnya.
141
g) Pengkoordinasian antara kegiatan belajar-mengajar dengan kegiatan layanan
lain yang di berikan sekolah atau lembaga pendidikan kepada siswa. Hal ini
antara lain meliputi kegiatan mengembangkan kebijaksanaan serta
menetapkan rata aliran kerja antara berbagai bagian yang memberikan layanan
untuk mencapai tujuan instruksional.
h) Pengembangan hubungan dengan masyarakat dengan mengusahakan lalu
lintas informasi yang bebas tentang hal yang berhubungan dengan kegiatan
pengajaran.
i) Pelaksanaan evaluasi pengajaran, terutama dalam perencanaan, pembuatan
instrumen, pengorganisasian, dan penetapan prosedur untuk pengumpulan
data, analisis, dan interprestasi hasil pengumpulan data, serta pembuatan
keputusan untuk perbaikan proses pengajaran.

Oleh karena lingkup supervisi pendidikan bukan hanya tertuju pada pengajaran
semata, maka tugas supervisor pendidikan juga mencakup hal-hal lain yang
mendukung pengajaran.
Supervisor mempunyai wewenang tertentu sesuai dengan tugas yang dilaksanakan.
Wewenang yang dimaksud adalah melaksanakan koreksi, memperbaiki, dan
membina proses belajar-mengajar bersama guru, sehingga proses itu mencapai hasil
maksimal. Pertanyaan sampai seberapa jauh wewenang yang diberikan kepada
supervisor kelihatannya tidak mudah di jawab. Sebagai prinsip umum dapat
dikatakan bahwa sepanjang supervisi konsisten dengan tujuan perbaikan situasi
belajar-mengajar, maka supervisor harus diberikan kebebasan dalam melaksanakan
tugasnya. Sudah barang tentu hal ini harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Hendaknya atasan supervisor bertindak tut wuri handayani
dalam usaha peningkatan proses belajar-mengajar.

C. Teknik supervisi
Mempelajari berbagai pendekatan dalam supervisi memungkinkan guru untuk
mempunyai wawasan yang lebih luas tentang kegiatan supervisi. Dengan demikian,
pada gilirannya nanti guru dapat berperan serta dalam melakukan pilihan tentang
cara bagaimana supervisor itu akan membantunya. Pendekatan itu antara lain adalah
(1) pendekatan humanistik, (2) pendekatan kompetensi, (3) pendekatan klinis, dan
(4) pendekatan profesional.
Seorang guru yang dapat layanan supervisi akan mengalami proses belajar. Ia akan
melakukan refleksi dari pengalaman mengajarnya dan dengan bantuan supervisor
berusaha untuk memperbaiki perilaku mengajarnya. Dengan demikian, teknik
supervisi yang dipakai untuk membantu guru harus didasarkan kepada teori dan
prinsip belajar. Pengetahuan tentang teori belajar ini dapat diperoleh dari disiplin
ilmu psikologi belajar. Di bawah ini di uraikan satu per satu pendekatan dan teknik
dalam supervisi yang didasarkan atas aliran-aliran psikologi yang menjelaskan
tentang proses belajar.
1. Pendekatan humanistik

142
Salah satu pendekatan yang seringkali di pakai dalam melaksanakan supervisi
adalah pendekatan humanistik.
Pendekatan humanistik timbul dari keyakinan bahwa guru tidak dapat
dilakukan sebagai alat semata-mata untuk menigkatkan kualitas belajar-
mengajar. Guru bukan masukan mekanistik dalam proses pembinaan, dan
tidak sama dengan masukan sistem lain yang bersifat kebendaan. Dalam
proses pembinaan, guru mengalami perkembangan secara terus-menerus, dan
program supervisi harus dirancang untuk mengikuti pola perkembangan itu.
tugas supervisor adalah membimbing sehingga semakin lama guru makin
dapat berdiri sendiri dan berkembang dalam jabatannya dalam usaha sendiri.
Belajar harus dilakukan melalui pemahaman tentang pengalaman nyata yang
dialami secara riil. Dengan demikian guru harus mencari sendiri pengalaman
itu secara aktif. Dorongan dapat berasal dari dorongan yang bersifat fisiologis
(misalnya mencari tambahan penghasilan) secara berangsur-angsur dorongan
belajar harus datang dari dalam, yaitu karena guru merasa karena belajar
merupakan kewajiban yang harus dilakukan dalam tugasnya. Supervisor
percaya bahwa guru mampu melakukan analisis dan memecahkan masalah
yang dihadapinya dalam tugas mengajarnya. Guru merasakan adanya
kebutuhan bahwa ia harus berkembang dan mengalami perubahan, selanjutnya
ia bersedia mengambil tanggung jawab terjadinya perubahan itu. Jika kondisi
seperti ini ada, maka perbaikan pengajaran itu dapat terjadi. Supervisor harus
hanya berfungsi sebagai fasilitator dengan menggunakan struktur formal
sesedikit mungkin.
Teknik supervisi yang digunakan oleh para supervisor yang menggunakan
pendekatan humanistik tidak mempunyai format yang standar, tetapi
tergantung kepada kebutuhan guru. Mungkin ia hanya melakukan observasi
tanpa melakukan analisis dan interprestasi, mungkin dia hanya mendengar
tanpa membuat observasi atau mengatur penataran dengan atau tanpa
memberi sumber dan bahan belajar yang diminta guru. Jika tahapan supervisi
di bagi menjadi tiga bagian (pembicaraan awal), observasi, analisis, dan
interprestasi, serta (pembicaraan akhir), maka supervisi dilakukan sebagai
berikut :
1) Pembicaraan awal. Dalam pembicaraan awal, supervisor, memancing
apakah dalam mengajar guru menemui kesulitan. Pembicaraan ini
dilakukan secara informal. Jika dalam pembicaraan ini guru tidak
minta dibantu, maka proses supervisi akan berhenti. Ini yang disebut
titik lanjutan atau berhenti (go-or-no-point).
2) Observasi. Jika guru perlu bantuan, supervisor mengadakan
observasi kelas. Dalam observasi, supervisor masuk kelas dan duduk
dibelakang tanpa mengambil catatan. Ia mengamati kegiatan kelas.
3) Analisis dan interprestasi. Sesudah melakukan observasi, supervisor
kembali ke kantor memikirkan kemungkinkan kekeliruan guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Jika menurut supervisor,
guru telah mendapat jawaban maka supervisor tidak akan memberi
143
nasihat kalau tidak diminta. Apabila diminta nasihat oleh guru,
supervisor hanya melukiskan keadaan kelas tanpa memberikan
penilaian. Kemudian menanyakan apakah yang dapat dilakukan oleh
guru tersebut untuk memperbaiki situasi itu. Kalau diminta sarannya,
supervisor akan memberikan kesempatan kepada guru untuk
mencoba cara lain yang kiranya tepat dalam upaya mengatasi
kesulitannya.
4) Pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada periode
tertentu guru dan supervisor mengadakan pembicaraan akhir. Dalam
pembicaraan akhir ini, supervisor berusaha membicarakan apa yang
sudah dicapai guru, dan menjawab kalau ada pertanyaan dan
menanyakan kalau-kalau guru memerlukan bantuan lagi.
5) Laporan. Laporan disampaikan secara deskriptif dengan interprestasi
berdasarkan judgment supervisor. Laporan ini ditulis untuk guru,.....
2. Pendekatan kompotensi
Pendekatan kedua yang dapat dipakai dalam melaksanakan supervisi adalah
pendekatan kompetensi. Pendekatan ini mempunyai makna bahwa guru harus
mempunyai kompetensi tertentu untuk melaksanakan tugasnya.
Pendekatan kompetensi didasarkan atas asumsi, bahwa tujuan supervisi adalah
membentuk kompetensi minimal yang harus dikuasai guru. Guru yang tidak
memenuhi kompetensi itu dianggap tidak akan produktif. Tugas supervisor
adalah menciptakan lingkungan yang sangat terstruktur seehingga secara
bertahap guru dapat menguasai kompetensi yang dituntut dalam mengajar.
Situasi yang terstruktur ini antara lain meliputi adanya : 1) definisi tentang
tujuan kegiatan supervisi yang dilaksanakan untuk tiap kegiatan, 2) penilaian
kemampuan mula guru dengan sengala pirantinya, 3) program supervisi yang
dilakukan dengan segala rencana terinci tentang pelaksanaannya, dan 4)
monitoring kemajuan guru dan penilaian untuk mengetahui apakah program
itu berhasil atau tidak.
Teknik supervisi yang menggunakan pendekatan kompetensi adalah sebagai
berikut :
1) Menetapkan kriteria untuk kerja yang dikehendaki. Tugas serta
tanggung jawab yang diberikan untuk melakukan sesuatu unjuk kerja
mengajar tertentu, harus di spesifikasikan sedemikian rupa, sehingga
tugas-tugas tersebut menjadi cukup rinci dan menjadi lebih jelas bagi
guru yang bersangkutan. Tugas itu dapat diklasifikasikan menjadi
komponen-komponen. Misalnya kompetensi untuk mengajarkan
sejarah dapat diuraikan kedalam kompetensi yang lebih rinci seperti
kompetensi dalam membuat persiapan mengajar dengan memakai
lebih dari satu sumber, keterampilan mengelola kelas dimana
digunakan metode diskusi, atau keterampilan melakukan evaluasi
tentang reaksi siswa dalam belajar sejarah dan sebagainya.
Supervisor dan guru kemudian menilainya untuk menetapkan tingkat
kemampuan guru dalam melaksanakan tugas.......
144
2) Menetapkan target unjuk kerja. Dari komponen dan analisis
kemampuan, supervisor dan guru menentukan target yang akan
dicapai, target ini harus dinyatakan dalam bentuk tujuan yang dapat
diamati dan dapat diukur. Dalam tahap ini pula telah sepekati secara
garis besar bagaimana pengukuran prestasi guru itu dilakukan.
3) Menentukan aktivitas untuk kerja. Pada waktu tujuan untuk kerja di
setujui, maka langkah berikutnya adalah mendiskusikan cara untuk
mencapai tujuan itu. Misalnya, apabila tujuan supervisi itu adalah
untuk mengubah aspek perilaku guru, maka harus dinyatakan secara
jelas perubahan apa yang di kehendakinya dan kegiatan apa yang
digunakan untuk mencapai perubahan itu. Apakah perubahan yang
dikehendaki itu , apakah tentang kemampuan guru untuk
merencanakan kegiatan belajar-mengajar, atau kemampuan guru
untuk melakukan tugasnya denagn kreatif, atau kemampuan guru
dalam penguasaan bidang studi. Jika sudah jelas,kemudian tentukan
kegiatannya. Dalam kegiatan ini, harus jelas jenis, jadwal, dan
sumber yang perlu dgunakan.
4) Memonitor kegiatan untuk mengetahui unjuk kerja. Dalam
memonitoring ini supervisor mengumpulkan dan mengelola data
menjadi informasi tentang seberapa jauh pencapaian target yang telah
disetujui. Dalam hal ini supervisor dan guru harus sepakat tentang
data apa yang akan dikumpulkan, kapan dikumpulkan, dan
bagaimana data itu dikumpulkan.
5) Melakukan penilaian terhadap hasil monitoring. Menilai berarti
menafsirkan informasi yang telah diperoleh untuk menetapkan
sampai dimana target yang telah ditetapkan tercapai. Dalam hal ini
perlu dilakukan penilaian diri sendiri oleh guru dan kemudian
dibandingkan dengan penilaian oleh supervisor terhadap unjuk kerja
guru. Kegiatan ini merupakan kegiatan kolegial.
6) Pembicaraan akhir. Pembicaraan tentang hasil evaluasi merupakan
langkah yang penting. Pembicaraan ini menyangkut diskusi secara
intensif tentang pencapaian target, supervisor harus memusatkan
perhatiannya untuk membantu guru melihat secara positif hasil
penilaian itu. Dalam pembicaraan akhir ini harus dirumuskan tindak
lanjut yang perlu dilakukan untuk meningkatkan unjuk kerja yang
menjadi tanggung jawab guru.
Instrumen supervisi yang digunakan dalam supervisi ini adalah
format-format yang berisi: 1)tujuan supervisi, 2) target yang akan
dicapai, 3) tugas supervisor dan guru untuk memperbaiki unjuk kerja
guru, 4) kriteria pencapaian target, 5) pengumpulan data monitoring,
dan 6) evaluasi dan tindak lanjut.
Analisis dilakukan secara bersama-sama (kolaboratif) antara
supervisor dan guru setelah pelaksanaan supervisi. Kesepekatan ini di
lakukan melalui pembicaraan akhir.
145
3. Pendekatan klinis
Pendekatan ketiga dalam supervisi adalah pendekatan klinis.
Asumsi dasar pendekatan ini adalah bahwa proses belajar guru untuk
berkembang dalam jabatannya tidak dapat dipisahkan dari proses belajar yang
dilakukan guru itu. Belajar bersifat individual. Oleh karena itu proses
sosialisasi harus dilakukan dengan membantu guru secara tatap muka dan
individual. Pendekatan ini mengombinasikan target yang terstruktur dan
perkembangan pribadi.
a. Pengertian supervisi klinis
Supervisi klinis adalah suatu proses tatap muka antar supervisor
dengan guru yang membicarakan hal mengajar dan yang ada
hubungannya dengan itu. Pembicaraan ini bertujuan untuk membantu
perkembangan profesional guru dan sekaligus untuk perbaikan proses
pengajaran itu sendiri. Pembicaraan ini biasanya di pusatkan kepada
penampilan mengajar guru berdasarkan hasil observasi.
Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1980) mmengemukakan
sembilan karakteristik supervisi klinis, yaitu :
a) Merupakan teknologi dalam memperbaiki pengajaran.
b) Merupakan intervensi secara sengaja ke dalam proses
pengajaran.
c) Berorientasi kepada tujuan, mengkombinasikan tujuan sekolah,
dan mengembangkan kebutuhan pribadi.
d) Mengandung pengertian hubungan kerja antara guru dan
supervisor.
e) Memerlukan saling kepercayaan yang dicerminkan dalam
pengertian, dukungan, dan komitmen untuk berkembang.
f) suatu usaha yang sistematik namun memerlukan keluesan dan
perubahan metodologi yang terus menerus.
g) Menciptakan ketegangan yang kreatif untuk menjembatani
kesenjangan antara keadaan real dan ideal.
h) Mengasumsikan bahwa supervisor mengetahui lebih banyak
dibandingkan dengan guru.
i) Memerlukan latihan untuk supervisor.
Suasana supervise klinis adalah perbaikan pengajaran dan bukan
perbaikan kepribadian guru.
Untuk ini supervisor diharapkan untuk mengajarkan berbagai
keterampilan kepada guru yang mengikuti antara lain : a) keterampilan
mengamati dan memahami (mempersepsi) proses pengajan secara
analitis, b) keterampilan menganalisis proses pengjaran secara rasional
berdasarkan bukti-bukti pengamatan yang jelas dan tepat, c)
keterampilan dalam pembaruan kurikulum, pelaksanaan, serta
percobaannya, dan d) keterampilan dalam mengajar.

146
Seperti telah disebutkan, sasaran supervisi klinis adalah
perbaikan cara mengajar dan bukan pengubahan kepribadian guru.
Biasanya sasaran ini dioperasikan dalam sasaran-sasaran yang lebih
kecil, yaitu bagian keterampilan mengajar yang bersifat spesifik, yang
mempunyai arti yang sangat penting dalam proses mengajar. Analisis
konstruktif dilakukan untuk dapat secara tepat member penguatan
(reinforcement) kepada pola tingkah laku yang berhasil, dan
mengarahkan serta tidak mencela atau menghukum pola-pola tingkah
laku yang belum sukses.
Dalam supervisi klinis, supervisor dan guru merupakan teman
sejawat dalam memecahkan masalah-masalah pengajaran di kelas.
Sasaran supervisi klinis, seringkali dipusatkan pada: (a) kesadaran dan
kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas mengajar, (b)
keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam mengajar
(generic skills), yang meliputi : (a) keterampilan dalam menggunakan
variasi dalam mengajar dan menggunakan stimulasi, (b) keterampilan
melibatkan siswa dalam proses belajar, serta (c) keterampilan dalam
mengelola kelas dan disiplin kelas.
Terdapat lima langkah dalam melaksanakan supervisei klinis,
yaitu : (a) pembicaraan pra-observasi, (b) melaksanakan obsevasi, (c)
melakukan analisis dan menentukan strategi, (d) melakukan
pembicaraan tentang hasil supervise, serta (e) melakukan analisis
setelah pembicaraan.
a. Tahap Pembicaraan Pra-Observasi
Tahap ini disebut pula dengan pembicaraan pendahuluan.
Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama
membicarakan rencana keterampilan yang akan diobsevasi atau
dicatat. Tahap ini memberikan kesempatan kepada guru dan
supervisor untuk mengidentifikasi keterampilan mana yang
memerlukan perbaikan. Keterampilan yang dipilih kemudian
dioperasionalkan dalam bentuk rumusan tingkah laku yang dapat
diamati. Dalam pertemuan ini pula dibicarakan dan ditentukan
jenis data yang akan dicatat selama dipelajaran berlangsung.
Pelaksanaan tahap ini memerlukan komunikasi terbuka, sehingga
tercipta ikatan kolegial antara supervisor dan guru dalam suasana
kerja sama yang harmonis. Secara teknis diperlukan lima
langkah dalam pelaksanaan pertemuan pendahuluan. Lima
langkah adalah: (1) menciptakan suasana akrab antara supervisor
dengan guru, (2)melakukan tilik ulang rencana pelajaran serta
tujuan pelajaran, (3) melakukan tilik ulang komponen
keterampilan yang akan dilatih kan dan diamati, (4) memiliha
atau mengembangkan instrument observasi, dan (5)
membicarakan bersama untuk mendapatkan kesepakatan tentang
instrumen observasi yang dipilih atau yang dikembangkan.
147
b. Tahap Observasi
Pada tahap ini guru melakukan latihan dalam tingkah laku
mengajar yang dipilih dan disepakati dalam pertemuan
pendahuluan. Sementara ituberlatih, supervisor mengamati dan
mencatat atau merekamnya Supervisor dapat juga mengadakan
observasi dan mencatat tingkah laku siswa di kelas serta
interaksi antara guru dan siswa.

c. Tahap Analisis dan Penetapan Strategi


Supervisor mengadakan analisis tentang hasil rekaman
observasi. Tujuan tahap ini adalah mengartikan data yang
diperoleh dan merencanakan manejemen pertemuan yang akan
diadakan dengan guru. Strategi manejemen itu meliputi asu apa
yang akan mendapatkan perhatian, data mana yang dipakai
dalam pembicaraan, apa tujuan pembicaraan, dari mana
mulainya, dan siapa yang harus melakukannya. Dalam
melakukan analisis, supervisor harus menggunakan
katergorisasi perilaku mengajar dan melihat data yang
dikumpulkan itu atas kategori yang ditetapkan.
d. Pembicaraan Tentang Hasil
Tujuan pertemuan atau pembicaraan ini adalah untuk
memberikan balikan kepada guru dalam memperbaiki perilaku
mengajarnya, memberikan imbalan dan perasaan puas,
mendefenisikan isu dalam mengajar, memberikan bantuan
kepada guru dalam memperbaiki teknik mengajar, dan teknik
mengembangkan diri – sendiri. Langkah utama dalam tahap ini
adalah (Bolla, 1985): (1) menanyakan perasaan guru secara
umum atau kesan umum guru ketika ia mengajar serta memberi
pengutan, (2) melakukan tilik ulang tujuan pelajaran, (3)
melekukan tilik ulang target keterampilan serta perhatian utama
guru, (4) menanyakan perasaan guru tentang jalannya pengajaran
berdasarkan target dan perhatian utamanya, (5) menunjukkan
data hasil rekaman dan memberi kesempatan kepada guru
menafsirkan data tersebut, (6) menginterpretasikan data rekaman
secara bersama, (7) menanyakan perassan guru setelah melihat
data rekaman tersebut, (8) menyimpulkan hasil dengan melihat
apa yang sebenarnya merupakan keinginan atau target guru dan
apa yang sebenarnya telah terjadi atau tercapai, dan (9)
menentuan bersama-sama dan mendorong guru untuk
merencanakan hal-hal yang perlu dilatih atau diperhatikan pada
kesempatan berikutnya.
148
e. Analisis Sesudah Pembicaraan (post-conference)
Supervisi merupakan pekerjaan professional. Oleh karena
itu pengalaman supervisor dalam melaksanakan supervise harus
dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan jabatannya sendiri.
Dalam analisis sesudah pembicaraan ini, supervisor harus
menilik ulang tentang apa yang telah dilakukan dalam
menetapkan kriteria perilaku mengajar yang ditetapkan dalam
pra-observasi dan kriteria yang dipakai supervisor dalam
melakukan observasi. Di samping itu, perlu dibicarakan hasil
evaluasi diri-sendiri tentang keberhasilan supervisor dalam
membantu guru. Kegiatan ini akan mudah dilakukan apabila
supervisor mempunyai catatan yang lengkap tentang proses
kegiatan yang dilakukan, kalau mungkin kegiatan direkam
dengan video tape.
4. Pendekatan Profesional
Pendekatan keempat dalam supervisi adalah pendekatan profesional.
Kata profesional menunjuk pada fungsi utama guru yang melaksanakan
pengajaran secara profesional.
Asumsi dasar pendekatan ini adalah bahwa tugas utama profesi guru
itu adalah mengajar maka sasaran supervise juga harus mengarahkan pada
hal-hal yang menyangkut tugas belajar itu, dan bukan tugas guru yang
sifatnya administrative. Asumsi ini dikembangkan dalam bentuk praktek di
beberapa sekolah di Cianjur, dan berlangsung antara tahun 1979-1984.
Kegiatan ini kemudian terkenal dengan nama Proyek Cianjur.
Untuk memperluas wawasan dalam memahami asumsi dasar
pendekatan supervisi professional ini, perlu kiranya disajikan uraian sedikit
tentang uji coba Proyek Cianjur dan latar belakangnya seperti berikut ini.
Dari penilitian terbatas tetapi mendalam (illuminative Indepth study) yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan P dan K pada awal
tahun 1979 diketahui bahwa terdapat kelemahan diberbagai segi
pengajaran antara lain :
1) Guru mengalami kesulitan di dalam menyusun persiapan mengajar,
melaksanakan pengajaran di kelas , mengella kelas, dan mengelola
peserta didik. Kelemahan ini menyebabkan kegiatan belajar-
mengajar yang diselenggarakan guru di kelas belum dapat
menghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa sesuai
dengan apa yang telah dirumuskan dalam tujuan belajar.
2) Terdapat kecenderungan bahwa pengajaran menekankanpada
pengembangan aspek kognitif rendah (recall) sehingga tidak atau
kurang mengembangkan proses berfikir divergen.
3) Kurang diperhatikannya perbedaan individual peserta didik
sehingga mereka yang lambat belajar tidak dapat mengikuti
pelajaran sedangkan mereka yang berkemampuan lebih tinggi tidak
dapat mencapai hasil optimal.
149
Melihat hasil penelitian tersebut, Badan Penelitian dan
Pengembanagan Departemen Pengembangan Kurikulum dan Sarana
Pendidikan dan berniat unruk meningkatkan kualitas pendidikan dasar
melalui sebuah kegiatan uji coba yang dahulu dikenal dengan Proyek
Cianjur. Dalam kegiatan ini bukan hanya sisitem pembinaan atau
pelayanan professional saja yang diujicobakan, tetapi juga wadah
pendekatan belajar-mengajar yang mendukung tercapainya hasil belajar
yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas kegiatan belajar-mengajar
dilakukan melalui prinsip Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Dan
Pendekatan Keterampilan Proses (PKP)
Secara umum uji coba Proyek Cianjur tersebut dapat dibedakan
menjadi dua bagian besar, yaitu:
1) Uji coba pelayanan professional, yang akan diterangkan menurut
bentuk dan isinya. Di dalam perkembangannya, layanan
professional dikenal juga dengan nama Pembinaan Profesional, dan
gerak kerja serta mekanismenya secara keseluruhan disebut Sistem
Pembinaan Profesional (SPP)
2) Uji coba peningkatan kualitas peningkatan belajar-mengajar
dengan menggunakan prinsip Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan
Pendekatan Keterampilan Proses (PKP). Sebetulnya PKP ini dapat
dipandang sebagai manifestasi dasi CBSA, sehingga gema CBSA
muncul sendiri tanpa disertai PKP. Uji coba ini juga menekankan
penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar.
Namun karena titik berat uji coba adalah mekanisme pembinaan
professional guru, proyek Cianjur ini dikenal juga dengan Model Supervisi
Pendidikan, atau Sistem Pelayanan Profesional. Nama yang lebih populer
menunjuk pada dua bagian uji coba sekaligus, yaitu SPP-CBSA, Sistem
Pembinaan Profesional (mengenai peningkatan kualitas belajar melalui)
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Asumsi dasar itu dikembangkan lebih terinci, sebagai berikut :
1) Kualitas supervise harus ditingkatkan dari yang sifatnya tradisional
menjadi supervise professional (mementingkan hal-hal yang
menyangkut tugas pokok guru sebagai pengajar, bukan sebagai
administrator).
2) Supervisi professional hanya dapat berlangsung baik jika hubungan
antara guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah juga baik (bukan
sebagai atasan dan bawahan tetapi sebagai sejawat).
3) Kepala dan pengawas sekolah harus memahami dengan saksama
apa yang menjadi tugas guru dan factor-faktor yang mendukungnya.
Di samping itu juga mereka harus memahami apa yang sudah
dimiliki dan yang belum dimiliki oleh guru. Berdasarkan pemikiran
tersebut kepala dan pengawas sekolah harus dilibatkan dalam
penataran yang diberikan kepada guru.

150
4) Pembinaan kepada gurutidak cukup hanya dilakukan oleh kepala
dan pengawas sekolah saja, tetapi juga harus dari sesama sejawat.
Di samping ada kesempatan tukar menukar pengalaman dan
memecahkan persoalan bersama-sama (pada umumnya persoalan
yang mereka hadapi hampir seragam), suasana pembinaan juga
dapat dibuat lebih favorable. Guru secara pribadi mendapat tempat
dan kesempatan mengeluarkan pendapat sehingga merasa dihargai
sebagai manusia.
5) Apabila terjalin hubungan yang erat di antara sesama guru dan
antara guru dengan kepala / pengawas sekolah maka pemberian
supervisi akan semakin mudah dipahami.
Di bawah ini dikemukakan teknik supervisi professional sebagai berikut :
1) Penataran yang diberikan kepada guru harus diberikan bersamam
kepala sekolah (dan pengawas). Untuk dapat menyelesaikan
penataran bagi banyak sekolah dalam waktu singkat, dipilih
inkbiotsystem, yaitu proses di mana beberapa sekolah ditatar secara
langsung, dan sekolah itu kemudian menyebarkan hasil tatarannya
kepada sekolah-sekolah lain yang terdekat. Sekolah yang diberi
penataran langsung disebut sekolah inti, dan sekolah yang mendapat
penataran dari sekolah inti disebut sekolah imbas. Isi penataran
bersama ini meliputi : (a) metode umum tentang pemanfaatan waktu
belajar, perbedaan individual siswa, belajar aktif, belajar
berkelompok, teknik bertanya dan umpan balik, (b) metode khusus
IPA, matematika, IPS, dan bahasa, (c) pengalaman lapangan para
petatar dalam menerapkan metode umum dan metode khusus, serta
(d) pembinaan professional.
2) Pengugusan merupakan teknik pembinaan di dalam masing-masing
sekolah maupun di dalam kelompok sekolah yang berdekatan.
Pengugusan ini merupakan kelanjutan dari sistem penataran
tersebut, sehinnga di dalam satu gugus terdapat sekolah inti dan
beberapa sekolah imbas yang jumlah keseluruhannya berkisar
antara 5 sampai 8 buah.
3) KKG, KKKS, KKPS, dan PKG, dipergunakan sebagai wadah
pengorganisasian dan pembinaan guru, kepala sekolah, dan
pengawas sekolah untuk melakukan kegiatan peningkatan kualitas
pengajaran.
KKG singkatan dari Kelompok Kerja Guru, berfungsi sebagai
wadah untuk melakukan berbagai kegiatan penunjang belajar-
mengajar, antara lain merencanakan strategi belajar –mengajar,
membuat alat pelajaran, membuat lembar kerja / lembar tugas dan
mendiskusikan masalah-masalah yang dijumpai di kelas masing-
masing guru.
KKKS, singkatan dari Kelompok Kerja Kepala Sekolah, berfungsi
sebagai wadah koordinasi dalam upaya pembinaan mata
151
pelajaran,proses belajar-mengajar, dan hal-hal lain yang berkenaan
dengan pengelolaan sekolah umumnya dan pembinaan professional
khususnya.
KKPS, singkatan dari Kelompok Kerja Pengawas Sekolah,
berfungsi sebagai wadah diskusi,tukar menukar infomasi dan
pengalaman, mencari dan menemukan alternative penyelesaian
masalah yang dijumpai di sekolah, serta menetapkan keseragaman
tindakan dalam pembinaan. PKG singkatan dari Pusat Kegiatan
Guru, jika KKG,KKKS, dan KKPS menunjukkan pada kegiatan
maka PKG merupakan tempat berlangsungnya KKG, KKKS,
maupun KKPS.

Supervisi professional ini tidak jauh berbeda dengan bentuk


supervise lainnya. Jika dalam supervise yang lain guru mendapat
pembinaan dari pihak atasan, maka dalam pendekatan ini guru mendapat
bimbingan dari sejawatnya. Meskipun guru juga mendapat bantuan dari
kepala sekolah dan pengawas, tetapi sifat bantuan itu adalah kolegial.
Melalui pengugusan, KKG dan PKG maka langkah-langkah kegiatan
pembinaan sebagai berikut :
1. Tahap Prapertemuan. Dalam tahap ini guru mengumpulkan data mengenai
kesulitan pelaksanaan pengajaran dan dicatat sebagai masalah yang akan
dibahas dalam pertemuan sejawat.
2. Tahap pengajuan masalah.dalam tahap ini masing-masing guru peserta diskusi
kelompok KKG mengajukan permasalahan yang sudah dituliskan dirumah
atau disekolah.
3. Tahap pembahasan. Satu demi satu masalah yang diajukan oleh guru dibahas
bersama-sama.untuk permasalahan yang sifatnya umum, biasanya dirumuskan
dalam kesepakatan pemecahan masalah. Apabila perlu, mereka membuat
panduan bersama.
4. Tahap implementasi. Setelah mendapat alternative pemecahan masalah dari
kelompok diskusi sejawat, guru mencoba menerapkan alternative tersebut
didalam praktek.
5. Tahap pengumpulan balikan. Pengalaman dalam mengimplementasikan
alternative pemecahan masalah tersebut, dicatat oleh guru dalam buku
tersendiri. Untuk alternative yang sudah cocok dengan sasaran, dilaporkan
dalam kesempatan diskusi kelompok berikutnya. Untuk alternative yang
belum cocok dengan sasaran, diajukan lagi dalam pertemuan untuk
disempurnakan atau dicari penggantinya.

Untuk menunjang kegiatan-kegiatan tersebut guru melengkapi dirinya dengan


instrument berupa angket untuk siswa, chek list untuk mengamati perilaku dan
keberhasilan siswa serta catatan-catatan singkat untuk permasalahan, alternative
pemecahan, dan umpan balik.

152
5. Peranan guru dalam supervise
Seperti telah dikemukakan, supervisi pendidkan bertujuan untuk membantu
guru dalam memperbaiki proses belajar-mengajar melalui peningkatan
kompetensi guru itu sendiri dalam melaksanakan tugas professional mengajarnya.
Seperti juga berlaku untuk segalah kegiatan, usaha bantuan ini tidak akan berhasil
apabila tidak keinginan untuk bekerja sama dan tidak ada sikap kooperatif baik
dari yang dibantu yaitu guru sendiri maupun supervisor. Dengan demikian
peranan guru terhadap berhasil tidaknya program supervisi ini adalah sangat
besar. Peranan guru dalam supervis secara lebih rinci dapat ditelusuri dari proses
pelaksanaan supervisi itu.
Guru hendaknya secara aktif memberikan masukan kepada supervisor tentang
masalah yang dihadapi dalam mengajar. Seperti halnya pasien kepada dokternya.,
guru harus berterus terang tentang masalah yang dihadapinya, sehingga dapat
dicari cara pemecahan yang tepat. Sikap terbuka dan kooperatif ini sangat penting
dalam fase perencanaan kegiatan supervisi. Dari pengetahuannya tentang
berbagai teknik supervise, guru dapat menyarnakan kepada supervisor dalam
memilih teknik yang dianggap paling cocok untuk dipergunakan supervisor dalam
membantu meningkatkan kemampuan guru itu.
Focus utama dalam pelaksanaan supervisi adalah guru. Didalam pelaksanaan
supervisi, sikap kooperatif guru yang ditunjukan pada fase perencanaan masih
tetap diperlukan, malahan perlu ditingkatkan. Kesediaan guru untuk diobservasi
dan dianalisis perilaku mengajarnya, serta kesediaan untuk berdialog dengan
supervisor harus terus dikembangkan, sehingga guru dapat memperoleh manfaat
sebesar-besarnya dari proses supervise. Harus disadari bahwa supervisor tidak
mempunyai tujuan untuk mencari kesalahan, tetapi memberikan balikan tentang
kelemahan dan kekuatan guru dalam melaksanakan tugasnya.
Fase evaluasi program supervisi merupakan kesempatan yang baik bagi guru
untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai dan kekurngan apa yang masih
harus diperbaiki. Dalam penilaian, guru dapat melengkapi data dan informasi
dengan mengemukakan suasana hati, perasaan, serta harapannya, baik pada waktu
ia melaksanakan tugas mengajarnya maupun perasaannya secara umum terhadap
sekolah dan supervisor. Supervisor dapat memberikan saran secara terbuka tetapi
bersahabat tentang masalah-masalah yang ditemukan dalam penilaian, dan guru
harus bersifat terbuka untuk menerimanya. Dengan demikian, akan terjadi proses
salimg memperkaya antara guru dan supervisor dalam usaha untuk berkembang
dalam melaksanakan tugas pendidikan mereka.

153
12.3. Penutup

1. Rangkuman
Jabatan profesional guru harus terus dikembangkan sesuai dengn tuntutan
pekerjaan. Pengembangn diri seharusnya datang dari kemauan dan kemampuan
pribadi masing-masing tenaga professional itu. Dalam kenyataanya karena berbagai
sebab,, perkembangan profesional itu memerlukan bantuan dari luar, baik yang
menyangkut substansi maupun pemanfaatan sumber daya yang mendukung
perkembangan itu. Orang yang bertanggung jawab membantu pertumbuhan
profesional guru adalah supervisor. Supervisor itu sendiri juga merupakan jabatan
professional, yang sangat mementingkan kemamupan untuk menetapkan bantuan apa
dan sampai seberapa jauh bantuan yang diperlukan guru.
Dalam menjalankan tugasnya, supervisor dapat menggunakan satu atau lebih
pendekatan yang dirasa cocok untuk memberikan layanan terhadap guru. Pendekatan
itu antara lain, pendekatan humanistic, pendekatan kompetensi, pendekatan klinis,
dan pendekatan profesional. Guru sebagai subjek supervise juga harus berperan aktif
dalam pelaksanaan supervisi.

2. Latihan

1. Apa perbedaan pengertian supervise menurut Daresh dengan Wiles.


Bagaimana kesimpulan anda tentang pengertian superfvis itu ? jelaskan !
2. Fungsi kepalah sekolah adalah sebagai administrator. Beri contoh fungsi
administrator ini dalam :
a. Kegiatan-kegiatan yang termasuk kegiatan administrasi (sedikitnya lima
kegiatan).
b. Kegiatan-kegaiatan yang termasuk kegiatan supervise (sedikitnya lima
kegiatan).
3. Ciri utama supervise pengajaran adalah adanya perubahan, sesuai dengan
peranannya dalam perubahan itu, supervise dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu supervise traktif dan supervise dinamik.
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan supervise traktif dan supervise
dinamik.!
b. Menurut pendapat anda, manakah yang lebih baik dari kedua jenis
supervise tersebut ? beri alasan-alasannya !
4. Dikatakan bahwa setiap kegiatan supervise hendaklah berlandaskan filsafat
pancasila.
a. berilah dua contoh kegiatan supervise yang benar-benar berlandaskan
panacasila!
b. berilah pula dua contoh yang tidak berlandaskan pancasila !

154
Daftar Pustaka
Bolla, Jhon I.. 1984 . Supervisi Klinis. Jakarta: Depdikbud.
Depdikbud RI. 1976. Kurikulum Sekolah 1975, Garis-Garis Besar Program
Pengajaran.. Buku III D, Pedoman Administrasi dan Supervisi. Jakarta :
Balai Pustaka.
1984. Pedoman Pembinaan Guru Mata Pelajaran Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa. Jakarta: Balitbang Dikbud.
Goldhammer, Robert; Anderson H.; krajewksi Robert J.. 1980. Clinical Supervision:
Special Methods For The Supervision Of Teachers. New York: Holt, Rinehart
and Winston.
Harris, Ben M.. 1975. Supervisory Behavior in Education. New Jersey: Prentice
Hall,Incs
Himpunan Sejarah Admisistrasi Pendidikan Indonesia ( HISAPIN ).. 1992. “ Hasil
Sarasehan Nasional di Lembaga, tanggal 22 s.d 15 november 1992 ”.
Bandung.
Sutjipto, dkk. 1988. Supervise, Materi Penetapan Kerja Pengawas Kepalah
SMTP/SMTA. Pengawas TK/Sekolah dan Tenaga Potensial Lainnya. Padang :
Kanwil Depdikbud Sumatra Barat.
Udai pareek. 1980. Beyond Management . New Delhi: Mohan Primlani Oxford &
IBH publishing Co.

155

Anda mungkin juga menyukai