Anda di halaman 1dari 14

Keputusan Situasi dan Transaksional Guru dalam menerapkan kompetensi guru harus melaksanakan persiapan dan juga keterampilan.

Disamping keterampilan teknis, aspek-aspek kepribadian dan lainya seperti nilai-nilai dan temperamen juga berpengaruh terhadap kompetensi. Guru harus menerapkan perilaku mengajar secara bervariasi sesuai dengan tujuan, bahan pelajaran, peralatan dan siswa yang bervariasi. Dalam mengambil keputusan-keputusan tentang apa dan bagaimana pengalaman belajar yang dimaksud akan diwujudkan, berdasarkan analisis-situasi, antara lain berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disampaikan, waktu serta fasilitas yang tersedia dan perilaku bawaan para siswanya. Keputusan ini disebut keputusan situasional. Perbuatan profesional kependidikan dikatakan bersifat transaksional dalam arti tergantung pada pihak-pihak dan kondisi yang terlibat secara aktual di dalam peristiwa pendidikan. Keputusan yang diambil guru untuk menyesuaikan dengan kondisi kelas tersebut disebut keputusan transaksional. Keputusan yang bersifat transaksional memerlukan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan umpan balik yang diperoleh guru dari interaksinya dengan siswa maupun interaksi antarsiswa, sementara kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar seorang guru membuat perencanaan pengajaran yang bersifat situasional yang berdasarkan : 1. 2. 3. 4. 5. Identifikasi kebutuhan-kebutuhan dan minat-minat siswa Tujuan-tujuan performan siswa Karakteristik materi Ketersediaan fasilitas, ruang dan waktu, serta Kemampuan guru sendiri

Perencanaan yang dilakukan guru sebelum pelaksanaan pembelajaran berdasarkan kurikulum, terkadang tidak sesuai dengan apa terjadi dilapangan. Dengan hal tersebut maka guru dituntut untuk mampu menyesuaikan berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi secara aktual dan berkembang dilingkungan belajar mengajar. Peristiwa yang berkembang secara aktual dalam proses belajar mengajar dikelas memungkinkan guru melakukan penyesuaian yang bersifat transaksional dengan faktor-faktor yang menentukan di dalam kegiatan belajar mengajar sehingga dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar guru lebih kreatif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Beberapa faktor penentu aktualisasi peristiwa belajar mengajar antara lain adalah : 1. Tujuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai yang ingin dicapai atau ditingkatkan. 2. 3. Siswa yang meliputi usia, kemampuan,minat, latar belakang, motivasi. Pengajar yang meliputi filosofi, kompetensi, kebiasaan dan lain-lain.

4. 5. 6.

Materi/bahan mata pelajaran yang meliputi fakta, konsep keterampilan dan lain-lain Ketersedian alat atau dana pengadaan, serta waktu persiapannya Besar kelas, besar dan jumlah ruangan, jumlah jam pertemuan.

Keputusan situasional berkaitan dengan pembuatan keputusan yang dibuat oleh guru sebelum pelajaran dimulai. Sedangkan keputusan transaksional lebih menekankan pada tindakan selama pelajaran berlangsung yang merupakan penyesuaian terhadap situasi yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar dengan mengaitkan pada persiapan pelajaran yang telah dibuat oleh guru. Guru membuat perencanaan pengajaran suatu bidang studi berdasarkan tuntutan kurikulum dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan minat siswa. Dari. www.massofa.wordpres.com/2008/01/24/profesi-keguruan Profesi Keguruan Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pekerjaan Profesi Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan. Ciri-ciri profesi, yaitu adanya: standar unjuk kerja; lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi tersebut dengan standar kualitas akademik yang bertanggung jawab; organisasi profesi; etika dan kode etik profesi; sistem imbalan; pengakuan masyarakat. Profesi Keguruan Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No. 26/1989).

Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan sosial. Ciri-ciri Profesi Keguruan Ciri-ciri jabatan guru adalah sebagai berikut. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka). Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. Latar Belakang Profesi Keguruan Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru. Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional. Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP). Ruang Lingkup Profesi Keguruan Ruang lingkup layanan guru dalam melaksanakan profesinya, yaitu terdiri atas (1) layanan administrasi pendidikan; (2) layanan instruksional; dan (3) layanan bantuan, yang ketiganya berupaya untuk meningkatkan perkembangan siswa secara optimal. Ruang lingkup profesi guru dapat pula dibagi ke dalam dua gugus yaitu gugus pengetahuan dan penguasaan teknik dasar profesional dan gugus kemampuan profesional. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian merupakan sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan pribadi dengan segala karakteristik yang mendukung terhadap pelaksanaan tugas guru.

Beberapa kompetensi kepribadian guru antara lain sebagai berikut. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Percaya kepada diri sendiri. Tenggang rasa dan toleran. Bersikap terbuka dan demokratis. Sabar dalam menjalani profesi keguruannya. Mengembangkan diri bagi kemajuan profesinya. Memahami tujuan pendidikan. Mampu menjalin hubungan insani. Memahami kelebihan dan kekurangan diri. Kreatif dan inovatif dalam berkarya. Kompetensi Sosial Guru Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah tempat guru tinggal. Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru, antara lain berikut ini. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua Peserta didik. Bersikap simpatik. Dapat bekerja sama dengan BP3. Pandai bergaul dengan Kawan sekerja dan Mitra Pendidikan. Memahami Dunia sekitarnya (Lingkungan). Komponen-komponen Kompetensi Profesional Kompetensi Profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar. Beberapa komponen kompetensi profesional guru adalah berikut ini. Penguasaan Bahan Pelajaran Beserta konsep-konsep.

Pengelolaan program belajar-mengajar. Pengelolaan kelas. Pengelolaan dan penggunaan media serta sumber belajar. Penguasaan landasan-landasan kependidikan. Kemampuan menilai prestasi belajar-mengajar. Memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah. Menguasai metode berpikir. Meningkatkan kemampuan dan menjalankan misi profesional. Memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik. Memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan. Mampu menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran. Mampu memahami karakteristik peserta didik. Mampu menyelenggarakan Administrasi Sekolah. Memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan. Berani mengambil keputusan. Memahami kurikulum dan perkembangannya. Mampu bekerja berencana dan terprogram. Mampu menggunakan waktu secara tepat.

Hubungan antara Penguasaan Materi dan Kemampuan Mengajar Penguasaan Materi menjadi landasan pokok seorang guru untuk memiliki kemampuan mengajar. Penguasaan materi seorang guru dilakukan dengan cara membaca buku-bulu pelajaran. Kemampuan penguasaan materi mempunyai kaitan yang erat dengan kemampuan mengajar guru, semakin dalam penguasaan seorang guru dalam materi/bahan ajar maka dalam mengajar akan lebih berhasil jika ditopang oleh kemampuannya dalam menggunakan metode mengajar. Penguasaan bahan ajar dapat diawali dengan mengetahui isi materi dan cara melakukan pendekatan terhadap materi ajar. Guru yang menguasai bahan ajar akan lebih yakin di dalam mengajarkan materi, senantiasa kreatif dan inovatif dalam metode penyampaiannya.

Keputusan Situasional dan Transaksional Keputusan situasional menyangkut keputusan tentang apa dan bagaimana pengajaran akan diwujudkan berdasarkan analisis situasi (tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disampaikan, waktu serta fasilitas yang tersedia dan perilaku bawaan siswa). Keputusan situasional diambil guru ketika menyusun persiapan tertulis dalam bentuk satuan pelajaran (satpel). Keputusan transaksional merupakan penyesuaian yang dilakukan oleh guru yang berkaitan dengan pelaksanaan dari keputusan situasional berdasarkan balikan yang diperoleh guru dari interaksinya dengan siswa maupun dari interaksi antar siswa dalam PBM yang sedang berlangsung. Keputusan transaksional diambil karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang berkembang dalam melaksanakan PBM. Keputusan Situasional dan TransaksionalKeputusan situasional menyangkut keputusan tentang apa dan bagaimana pengajaranakan diwujudkan berdasarkan analisis situasi (tujuan yang ingin dicapai, bahan yangakan disampaikan, waktu serta fasilitas yang tersedia dan perilaku bawaan siswa).Keputusan situasional diambil guru ketika menyusun persiapan tertulis dalam bentuksatuan pelajaran (satpel).Keputusan transaksional merupakan penyesuaian yang dilakukan oleh guru yangberkaitan dengan pelaksanaan dari keputusan situasional berdasarkan balikan yangdiperoleh guru dari interaksinya dengan siswa maupun dari interaksi antar siswa dalamPBM yang sedang berlangsung.Keputusan transaksional diambil karena adanya perubahan situasi dan kondisi yangberkembang dalam melaksanakan

Hakikat profesi guru

Hakikat profesi guru Pada hakikatnya, pekerjaan guru dianggap sebagai pekerjaan yang mulia, yang sangat berperan dalam pengembangan sumber daya manusia. Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka perlu ditekankan bahwa yang layak menjadi guru adalah orang-orang pilihan yang mampu menjadi panutan bagi anak didiknya. Hal ini sesuai dengan hakikat pekerjaan guru sebagai pekerjaan profesional, yang menurut Darling-Hamond & Goodwin (1993) paling tidak mempunyai tiga ciri utama. Ketiga ciri tersebut adalah: (1) penerapan ilmu dalam pelaksanaan pekerjaan didasarkan pada kepentingan individu pada setiap kasus, (2) mempunyai mekanisme internal yang terstruktur, yang mengatur rekrutmen, pelatihan, pemberian lisensi (ijin kerja), dan ukuran standar untuk praktik yang ethis dan memadai; serta (3) mengemban tanggung jawab utama terhadap kebutuhan kliennya. Di samping ketiga ciri pekerjaan profesional yang telah diungkapkan di atas, perlu dicatat bahwa keprofesionalan seseorang bukan merupakan dikotomi, tetapi merupakan satu rentangan atau kontinum, mulai dari pemula (novice) sampai kepada pakar (expert). Sejalan dengan konsep ini, seorang guru meniti karir dari entry ke mentor sampai ke master teacher (Riel, 1998). Dikaitkan dengan surat keputusan Menpan no. 26/1989, guru dapat meniti karir mulai dari -guru pratama

sampai kepada guru utama. Dari segi penyiapan guru, program pendidikan guru, sebagaimana. halnya suatu profesi, memerlukan waktu. yang relatif lama dalam jenjang perguruan tinggi (Tilaar, 1995), yang paling tidak harus sama dengan program penyiapan profesi lain seperti sekolah kedokteran. Program tersebut haruslah memberikan kesempatan kepada calon guru untuk menimba pendidikan umum yang menantang, mendalami pengetahuan bidang studi yang mendasari praktik, menghayati latihan yang efektif untuk memangku jabatan, serta mengembangkan wawasan/filosofi profesinya (Brameld, Th., 1965). Profesionalisme ditandai oleh dua pilar penyangga utama, yaitu layanan ahli yang aman yang menjamin kemaslahatan klien, serta pengakuan dan penghargaan dari masyarakat (Raka Joni, 1989; Konsorsium Ilmu Pendidikan, 1993). Pilar yang pertama, yaitu layanan ahli, harus mampu ditunjukkan secara meyakinkan dengan berpegang pada kode etik profesi (Tilaar, 1995) sehingga masyarakat merasa aman menerima layanan tersebut. Di pihak lain, pengakuan dan penghargaan masyarakat terhadap layanan ahli yang diberikan akan memperkokoh kehandalan profesi tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan timbal balik antara kehandalan layanan dengan pengakuan dan penghargaan masyarakat. Makin handal layanan ahli yang diberikan dan makin tinggi rasa aman yang dirasakan penerima layanan, makin tinggi pula penghargaan dan pengakuan dari masyarakat. Selanjutnya patut pula dicatat bahwa layanan ahli yang diberikan haruslah didasarkan pada bidang ilmu yang diakui sebagai landasan profesi tersebut karena profesionalisme mulai dengan preposisi: knowledge must inform practice (Darling-Harmmond & Goodwin, 1993). Dengan mengacu kepada ciri-ciri pekerjaan profesional yang digambarkan di atas, maka dapat dipahami bahwa. seorang guru yang profesional bukanlah seorang tehnisi atau seorang tukang yang hanya menunggu perintah dari mandorya. Seorang guru yang profesional seyogyanya mampu mengambil keputusan serta membuat rencana yang disesuaikan dengan kondisi siswa, situasi, wawasannya sendiri, nilai, serta komitmennya (Zumwalt, 1989). Dengan perkataan lain, seorang guru yang profesional harus mampu mengambil keputusan situasional dan transaksional (Raka. Joni, 1989). Keputusan situasional diambil oleh guru ketika merencanakan pembelajaran, sedangkan keputusan transaksional diambil guru ketika melaksanakan pembelajaran. Dengan demikian, seorang guru yang profesional tidak akan pernah menganggap bahwa rencana pembelajaran yang disusunnya dapat digunakan seumur hidup. Ia selalu harus mampu membaca situasi (seperti karakteristik siswa, ruang, waktu, sarana/fasilitas, perkembangan dalam dunia pembelajaran) dan kemudian menyesuaikan rencananya dengan situasi yang akan dihadapi. Ia harus mampu memutuskan sumber dan media belajar apa yang akan digunakan, demikian pula strategi pembelajaran serta evaluasi yang akan dia terapkan. Ketika pembelajaran atau transaksi sedang berlangsung, kembali ia harus mampu membaca situasi dan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Selanjutnya, setelah pembelajaran berlangsung, guru harus mampu melakukan refleksi/analisis terhadap apa yang telah terjadi di dalam kelas dan apa yang telah dicapai oleh siswa. Akhirnya, guru harus mampu memanfaatkan hasil refleksi/analisis ini untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Dari segi pengakuan serta penghargaan masyarakat dan pemerintah, keputusan Menpan No. 26/1989 tentang angka kredit bagi jabatan guru merupakan pengukuhan jabatan guru sebagai jabatan fungsional/profesional, yang mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab melaksanakan pendidikan di sekolah. Bidang pekerjaan guru dibagi menjadi empat kelompok, yakni

pendidikan, proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan, pengembangan profesi, dan penunjang proses belajar mengajar atau bimbingan dan penyuluhan. Sosok guru pada abad 21 Bagaimana sosok guru pada abad 21? Secara sederhana pertanyaan ini mungkin akan dijawab dengan enteng: guru pada abad 21 sama saja dengan guru sekarang. Sepintas lalu, jawaban ini ada benarnya karena perbedaan pada tuntutan kemampuan guru pada umumnya sukar ditandai secara jelas, lebih-lebih jika yang dimaksud abad 21 adalah tahun 2000 atau 2001. Namun, perlu diingat satu abad adalah 100 tahun, satu kurun waktu yang cukup panjang. Oleh karena itu, perlu dipikirkan/direnungkan dari sekarang kira-kira bagaimana sosok atau profil guru abad 21. Renungan ini tentu harus didasarkan pada ciri-ciri abad 21 atau kecenderungan yang perlu diantisipasi dari sekarang. Secara garis besar, abad 21 ditandai oleh arus globalisasi, yang membuat segala sesuatu akan menjadi mendunia. Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat menyebabkan setiap orang yang mempunyai akses kepada infonnasi akan mengetahui apa yang sedang terjadi di dunia lain. Sejalan dengan itu, kemajuan teknologi yang bergemuruh akan menyebabkan sebagian besar tenaga manusia digantikan oleh mesin, yang menurut Toffler (1992) akan lebih banyak melakukan tugas rutin; sementara manusia akan lebih banyak bergelut dengan tugas-tugas yang bersifat intelektual dan kreatif. Perdagangan bebas yang menandai abad 21 membuat persaingan menjadi semakin ketat. Berbarengan dengan itu, berbagai usaha yang mengarah kepada penghancuran nilainilai/harkat manusia seperti penggunaan obat-obat terlarang, penyelundupan narkotika dan sejenisnya, kenakalan remaja, serta pencemaran lingkungan juga diperkirakan akan meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Dengan demikian, perubahan besar-besaran akan dan selalu terjadi, sehingga Toffler (1992) menyebut masa depan ,tersebut sebagai satu kejutan (future shock) terutama bagi orang orang yang sukar berubah. Secara singkat, abad mendatang akan ditandai oleh perubahan secara terus menerus yang terjadi di segala bidang. Untuk menghadapi tantangan seperti ini diperlukan manusia yang mampu menilai situasi secara kritis serta mampu mencari jalan sendiri dalam lingkungan baru, di samping mampu menemukan hubungan baru yang mungkin terjadi dalam kenyataan yang sedang berubah dengan cepat (Toffler, 1992). Berkaitan dengan ciri-ciri/tantangan di atas, dunia pendidikan juga harus mampu melakukan berbagai perubahan. Orientasi pendidikan Tidak lagi hanya ke masa lampau atau masa kini, tetapi lebih terfokus ke masa depan karena individu masa depan akan menghadapi perubahan yang lebih cepat lagi daripada sekarang. Oleh karena itu, sasaran utama pendidikan haruslah diletakkan pada peningkatan cope-ability (kemampuan menanggulangi) setiap individu yang dibarengi dengan peningkatan kecepatan dan efisiensi dalam adaptasinya terhadap perubahan yang terjadi secara terus menerus sebagaimana yang diisyaratkan oleh Toffler (1992). Artinya, agar mampu bertahan hidup (survive), setiap orang harus secara cepat dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Agar peningkatan kemampuan ini dapat berlangsung, setiap individu juga harus mampu membuat asumsi, prediksi, atau ramalan tentang perubahan yang akan terjadi. Tentu saja kemampuan membuat asumsi, prediksi, atau ramalan tersebut didasarkan pada. pengalaman/pengetahuan masa lalu dan masa kini. Oleh karena itu, semestinya orientasi baru ini tidak mengabaikan masa lalu dan masa sekarang; sebaliknya, kedua masa tersebut merupakan acuan yang berharga dalam mempersiapkan individu masa depan.

Sehubungan dengan perubahan orientasi pendidikan yang berfokus ke masa depan, struktur persekolahan juga perlu dipertanyakan kembali. Apakah setiap orang harus menempuh pendidikan formal lewat sekolah ataukah lebih bijaksana jika pendidikan sekolah hanya diperuntukkan bagi mereka yang memerlukan saja, khususnya untuk bidang-bidang yang tidak dapat dipelajari sendiri? Jika pun sekolah masih tetap dianggap sebagai pusat pendidikan, berbagai perubahan juga harus dilakukan. Siswa harus diberi kesempatan untuk berperan lebih aktif, baik dalam bentuk simulasi, eksplorasi, atau kesempatan untuk menghayati/belajar dari kehidupan nyata, sehingga terbuka peluang baginya untuk berlatih membuat prediksi dan menanggulangi satu situasi. Metode ceramah harus, dikurangi, diimbangi dengan metode lain, yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berperan lebih aktif, seperti seminar dan pengahayatan pengalaman yang direncanakan. Hal ini sesuai dengan paradigma baru dunia pendidikan yang menekankan pada pendekatan yang berorientasi pada siswa (student oriented approach), bukan pendekatan yang berfokus pada guru (Brodjonegoro, 1999). Dengan demikian, fokus kegiatan pembelajaran adalah siswa, bukan guru. Untuk mengantisipasi kecenderungan dan orientasi pendidikan seperti diuraikan di atas, seorang guru seyogyanya memenuhi berbagai persyaratan, dengan asumsi bahwa pendidikan pada abad 21 masih akan berlangsung di sekolah. Hal ini perlu ditegaskan karena bertitik tolak dari kecenderungan masa depan yang diuraikan oleh Toffler, sekolah sebagai tempat pendidikan masih dipertanyakan. Dengan demikian, dalam renungan ini, uraian tentang profil guru masa depan masih dilandasi oleh asumsi bahwa sekolah masih merupakan salah satu pusat berlangsungnya pendidikan. Sehubungan dengan itu, sosok atau profil guru abad 21 kurang lebih dapat digambarkan sebagai berkut. Secara umum, sebagaimana diungkapkan oleh Tilaar (1995), pada masa Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, masyarakat tidak dapat lagi menerima guru yang tidak profesional. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Unesco, yang ditekankan pada tiga tuntutan yaitu: (1) guru harus dianggap sebagai pekerja profesional yang memberi layanan kepada masyarakat, (2) guru dipersyaratkan menguasai ilmu dan keterampilan spesialis, serta (3) ilmu dan keterampilan tersebut diperoleh dari pendidikan yang mendalam dan berkelanjutan (Tilaar, 1995). Bertitik tolak dari rekomendasi tersebut serta profil guru pada saat ini, seyogyanya guru pada abad 21 benar-benar merupakan guru yang profesional, agar mampu menghadapi tantangan abad 21. Untuk itu, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial seorang guru perlu dikembangkan sehingga mampu mendidik siswa yang mempunyai kemampuan memprediksi dan menanggulangi. Kompetensi kepribadian menuntut guru agar mampu menjadi panutan bagi siswa dan masyarakat. Manusia yang takwa, berbudi luhur, bersikap kritis, menjunjung tinggi kode etik guru, mampu bekerja sama, menghormati sesama, mengembangkan diri, dan sejumlah ciri-ciri kepribadian lain perlu dimodelkan oleh guru bagi para siswanya. Kemampuan profesional yang terutama berlandaskan pada penguasaan bahan ajaran, pemahaman karakteristik peserta didik, landasan kependidikan, serta belajar dan pembelajaran, ditunjukkan guru ketika merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru dituntut agar mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan karena suasana seperti itu merupakan sugesti positif yang mampu membuat "pemercepatan belajar" atau yang disebut sebagai accelerated learning, yang didefinisikan sebagai hal yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, serta dibarengi kegembiraan (De Porter & Hernacki, 1999, hal. 14). Suasana yang nyaman dan menyenangkan merupakan faktor penting yang merangsang fungsi otak yang paling efektif Oleh karena. itu, jika siswa merasa nyaman dan senang dalam belajar, mereka akan terpacu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis seperti menganalis atau menilai situasi dan

mengembangkan berbagai prediksi atau asumsi berdasarkan hasil analisis/penilaian tersebut.Akhirnya, kompetensi sosial harus mampu diperagakan oleh guru ketika melakukan interaksi profesional atau interaksi personal dengan teman sejawat dan masyarakat Ciri-ciri keprofesionalan dalam memberikan layanan ahli yang berpangkal pada kemampuan mengambil keputusan perlu dipertajam. Secara singkat, guru masa depan diharapkan mampu membuat suasana belajar menjadi suasana yang nyaman dan menyenangkan serta mampu memodelkan apa yang diharapkan dari para siswanya, seperti ia sendiri harus mampu menilai situasi secara kritis, memprediksi apa yang akan terjadi, dan kemudian mencoba menanggulangi situasi yang dihadapi. Di sisi lain, tugas-tugas guru yang bersifat profesional harus ditunjang oleh sistem penghargaan yang membetahkan, sehingga guru mampu memfokuskan diri pada peningkatan kualitas layanan yang diberikan. Hal ini sejalan dengan kriteria pekerjaan profesional yang menyebutkan bahwa guru berhak mendapat imbalan yang layak. Imbalan yang layak bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk penghargaan/rasa segan/hormat masyarakat terhadap guru. Jika penghargaan/imbalan ini masih terabaikan, citra guru profesional tidak akan muncul, yang ada adalah guru siluman- pahlawan tanpa tanda jasa, yang tidak diperhitungkan oleh masyarakat.

Tugas Kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).[1] Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:

kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta

prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.

Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk : belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. A. Landasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20. Standar Isi SI mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006. Standar Kompetensi Lulusan SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.

B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.

C. Pengertian

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Beragam dan terpadu Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

Relevan dengan kebutuhan kehidupan Menyeluruh dan berkesinambungan Belajar sepanjang hayat Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

: http://guruw.wordpress.com/2008/02/02/pengembangan-diri-dalam-ktsp/

Anda mungkin juga menyukai