NIM : 10801500099
TUGAS : PROFESI KEGURUAN
PROFESIONALISME GURU
Dengan begitu dapat kita mengerti sebuah profesi pekerjaan untuk menjadi
professional dituntut untuk mampu memiliki kualitas intelektual dan kemahiran yang
1 http://www.stainlangsa.ac.id/jurnal/tarbawi/113-pengembangan-sdm-berkualitas-dalam-rangka-
perwujudan-profesionalisme-guru-di-era-kontemporer
1
sesuai dengan standar mutu yang disyahkan oleh lembaga yang bersangkutan, serta lebih
jauh siap mempertanggungjawabkan pekerjaan tersebut dengan cara-cara yang
professional pula. Sikap professional saat ini dikenal dengan istilah management
professional, maka dengan begitu guru professional adalah seorang guru yang
menerapkan konsep management professional dalam menjalankan aktivitas
kehidupannya, begitu pula sebaliknya jika seorang guru tidak menerapkan konsep
management professional maka artinya guru yang bersangkutan tidak professional.
Hubungan antara professional dan profesi dalam konteks pekerjaan Wina Sanjaya
(2005:142-143): mengatakan :
Pekerjaan seorang guru adalah sebuah pekerjaan yang berprofesi khusus (special
profesion) yaitu mendidik dan mengayomi seorang anak didik dari kondisi tidak mengerti
atau kurang mengerti kearah yang lebih baik. Penegasa pekerjaan guru adalah sebuah
2
pekerjaan yang khusus juga ditegaskan dalam UU Guru pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa
profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaaan khusus yang memerlukan prinsip-
prinsip professional. Karena kita melihat pekerjaan seorang guru adalah sangat spesifik
atau khusus maka untuk mendorong kearah spesialisasi yang lebih dalam adalah dengan
mensertifikasikan para guru secara profesional.
Rendahnya mutu pendidikan Indonesia merupakan tanggung jawab kita bersama,
tidak hanya merupakan tanggung jawab guru sebagai pendidik. Pemerintah juga memiliki
andil yang besar dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Hal ini terlihat dari
perubahan kurikulum pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, yaitu kurikulum
1994 menjadi kurikulum 2004 yang biasa dikenal sebagai Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), dan menjadi kurikulum 2006 yang dikenal Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). KBK dan KTSP sama-sama berbasis kompetensi, yang
menerapkan pendekatan konstektual (Constextual Teaching and Learning). Pembelajaran
konstekstual sangat bagus diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas, karena
siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran. Namun metode pembelajaran bukanlah
faktor utama keberhasilan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Metode
pembelajaran hanyalah alat/media yang digunakan untuk menuju kualitas pendidikan
yang prima, sedangkan pengendaranya adalah guru. Sehingga baik atau tidaknya
pendidikan tergantung dari profesi guru sebagai pendidik.
2 http://www.ispi.or.id/2010/05/07/pendidikan-guru-masa-depan-yang-bermakna-bagi-peningkatan-mutu-
pendidikan/
3
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan mutu guru, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Di dalam UU ini diamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kebijakan prioritas dalam
rangka pemberdayaan guru saat ini adalah meningkatan kualifikasi, peningkatan
kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir, penghargaan dan perlindungan,
perencanaan kebutuhan guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.
Sejalan dengan itu, ke depan beberapa kebijakan yang digariskan untuk
meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan mutu guru khususnya,
antara lain mencakup hal-hal berikut ini. Pertama, melakukan pendataan, validasi data,
pengembangan program dan sistem pelaporan pembinaan profesi pendidik melalui
jaringan kerja dengan P4TK, LPMP, dan Dinas Pendidikan.
Kedua, mengembangkan model penyiapan dan penempatan pendidik untuk
daerah khusus melalui pembentukan tim pengembang dan survey wilayah. Ketiga,
menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem pengelolaan pendidik secara transparan
dan akuntabel melalui pembentukan tim pengembang dan program rintisan pengelolaan
pendidik.
Keempat, meningkatkan kapasitas staf dalam perencanaan dan evaluasi program
melalui pelatihan, pendidikan lanjutan dan rotasi. Kelima, mengembangkan sistem
layanan pendidik untuk pendidikan layanan khusus melalui kerja sama dengan LPTK dan
lembaga terkait lain. Keenam, melakukan kerja sama antar lembaga di dalam dan di luar
negeri melalui berbagai program yang bermanfaat bagi pengembangan profesi pendidik.
Kelima, mengembangkan sistem dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan
melalui pembentukan tim pengembang dan tim penjamin mutu pendidikan. Keenam,
menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem pengelolaan pendidik secara transparan
dan akuntabel melalui pembentukan tim pengembang dan program rintisan pengelolaan
guru dan tenaga kependidikan.
Biaya
Kelahiran Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang
4
semula diharapkan menjadi landasan dan tonggak penting dalam peningkatan idealisme
dan peningkatan mutu, kesejahteraan serta martabat guru, sudah selayaknya
diimplementasikan secara nyata. Kita berharap, profesi sebagai guru menjadi benar-benar
mulia dan bermartabat. Guru tidak lagi dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Tapi, jasa-jasa guru betul-betul diperhatikan dan dihargai dengan layak dan manusiawi.3
Kita memang telah membuat banyak agenda untuk memperbaiki martabat dan
nasib guru, terutama dari sisi kesejahteraannya. Namun, persoalannya adalah bagaimana
agenda tersebut dapat diimplementasikan dan diwujudkan secara nyata, konkret, dan
didasarkan atas kemauan politik dan keseriusan tekad pemerintah.
3 http://irwanprayitno.info/artikel/1195641999-komitmen-anggaran-peningkatan-mutu-dan-kesejahteraan-
guru.htm
5
mengatakan bahwa kompensasi bagi organisasi pendidikan berarti penghargaan pada para
guru atau karyawan yang telah member kontribusi dalam mewujudkan tujuannya melalui
kegiatan yang disebut mengajar atau bekerja.
1) Kompensasi langsung
6
kompensasi tersebut berdasarkan mekanismenya diharapkan penghargaan terhadap jerih
payah para guru dalam mengembangkan lembaga pendidikan yang berkualitas untuk
menghasilkan para output yang mampu berkompetisi di pasar akan terwujud. Karena
bagaimanapun kita harus bisa menyimpulkan bahwa kompensasi yang pantas adalah
bentuk wujud kuat dari kepedulian kita dalam menghargai semangat dan keikhlasan para
guru dalam ikut turut serta mencerdaskan generasi bangsa.
Tingkat pendidikan
5 http://www.kompip.or.id/files/Antara%20tuntutan%20profesionalitas%20guru.pdf
7
mulia, yaitu untuk meningkatkan profesionalitas para guru, yang pada akhirnya nanti
meningkatkan pula kualitas pendidikan di Indonesia. Sekolah tidak hanya meluluskan
anak didiknya yang kemudian menjadi beban masyarakat, karena masih belum bekerja.
Tetapi para lulusan yang mampu mandiri, mampu menciptakan lapangan kerja dan
mampu pula untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang tinggi, serta mampu bersaing
di era globalisasi.
Berdasarkan pagu yang ditetapkan oleh pemerintah ada isu bahwa tidak semua
guru dengan serta merta mengikuti sertifikasi. Dengan kata lain bahwa sertifikasi guru
akan dilakukan cara bertahap tergantung pada institusi yang bersangkutan tetapi yang
jelas pendataan terhadap guru telah dilakukan oleh institusi pendidikan semisal
Departemen Agama, Departemen Pendidikan Nasional maupun departemen lain yang
menaungi lembaga pendidikan dibawahnya.
Ada alasan logis mengapa sertifikasi perlu dilakukan pada profesi guru. Pertama,
Meningkatkan kualitas dan kompetensi guru; Kedua, Meningkatkan kesejahteraan dan
jaminan financial secara layak sebagai profesi. Adapun muara akhir yang menjadi
targetnya adalah terciptanya kualitas pendidikan.
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga professional merupakan bagian dari
pembaharuan system pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai
ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pendidikan, kepegawaian,
ketenagakerjaan, keuangan dan pemerintah daerah.
Sehubungan dengan itu diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional dalam suatu undang-undang.Untuk meningkatkan
penghargaan terhadap tugas guru, maka perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat
pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukannya guru dalam
melaksanakan tugas, guru harus memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup
minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya.
Demikian besar peranan seorang guru dalam menunjang keberhasilan pendidikan
sehingga perlu kiranya mendapatkan perhatian yang cukup serius. Terutama dari
pemerintah, sebagaimana guru akan bertanggung jawab kepadanya. Dengan adanya
perhatian yang serius pada guru, akan menimbulkan sebuah ikatan emosional yang bisa
8
meningkatkan kinerja sehingga juga akan meningkatkan produktifitas guru. Dengan
kondisi yang demikian, maka tujuan dari pendidikan akan mudah untuk dicapai. Begitu
pula sebaliknya, kinerja yang rendah akan menurunkan produktifitas guru yang akan bisa
menghambat pencapaian tujuan pendidikan.6
Pengawasan
Hanya saja, katanya, pada SD tugas guru lebih berat karena guru kelas harus
menguasai mata pelajaran, sedangkan SMP dan SMA ditangani guru bidang studi,
sehingga banyak guru yang memegang satu mata pelajaran.
Ke depan, diharapkan bahwa fungsi pengawasan itu, bukan hanya saat pengawas
turun kepada setiap sekolah, tetapi harus menjadi bagian penting dalam manajemen
kependidikan pada setiap sekolah.7
6 http://gudangmakalah.blogspot.com/2010/04/skripsi-profesionalitas-guru-ma-x-pasca.html
7 http://www.sumbawanews.com/berita/daerah/pengawasan-guru-mesti-terkoordinasi.html
9
Manajemen
10
dengan segala keunikan kepribadiannya, bakatnya, mengupayakan promosi yang wajar
berdasarkan kemampuan kerja guru. Kedua, kepedulian kepala sekolah terhadap
pengembangan guru. Ketiga, program peningkatan profesionalisme guru dilakukan secara
kolaboratif antara kepala sekolah dan guru dalam rangka meningkatkan keefektifan
sekolah. Ketiga perspektif tersebut dalam proses manajemen bersifat interdependensi
dinamis.
Dukungan Kompetensi Manajemen
Kompetensi manajemen yang dibutuhkan untuk peningkatan profesionalisme
guru dibedakan atas tiga jenis (Surya Dharma, 2003), (1) manajemen pada tingkatan
kepala dinas pendidikan, (2) manajemen pada tingkatan kepala sekolah, dan (3)
manajemen pada tingkatan guru. Pada tingkatan kepala dinas dibutuhkan kompetensi
tentang (1) strategic thinking, (2) change leadership, dan (3) relationship management.
Strategic thinking merupakan kompetensi untuk memahami kecenderungan perubahan
sistem pendidikan yang begitu cepat, peka terhadap kondisi eksternal berupa peluang dan
tantangan, memberdayakan potensi internal berbasis kekuatan dan kelemahan sistem
pendidikan yang diterapkan, sehingga mampu mengidentifikasikan strategic response
secara optimal. Aspek change leadership berurusan dengan kompetensi untuk
mengomunikasikan visi dan strategi dinas pendidikan yang dapat ditransformasikan
kepada para guru. Pemahaman atas visi dinas pendidikan oleh para guru akan
menumbuhkan motivasi dan komitmen guru, sehingga mereka dapat bergerak sebagai
sponsor inovasi, terutama dalam mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya sebaik
mungkin untuk menuju kepada proses perubahan. Kompetensi relationship management
merupakan kemampuan untuk meningkatkan hubungan dan jaringan dengan instansi lain
yang terkait, misalnya dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, sehingga
inovasi-inovasi yang berkembang dapat dicandra secara cepat untuk kemudian
disosialisasikan kepada para kepala sekolah dan para guru. Kompetensi-kompetensi
tersebut dapat mendorong peningkatan profesionalisme kepala sekolah dan guru.
Pada tingkatan kepala sekolah dibutuhkan kompetensi-kompetensi fleksibility,
change impelementation, interpersonal understanding, empowering, team facilitation,
dan portability. Aspek fleksibility adalah kemampuan melakukan perubahan pada struktur
dan proses manajerial sekolah. Aspek change impelementation merujuk pada kemampuan
11
untuk melakukan perubahan strategi implementasi kebijakan demi tercapainya
keefektifan pelaksanaan tugas-tugas sekolah. Dimensi interpersonal undrstanding
berurusan dengan kemampuan untuk memahami nilai berbagai tipe guru layaknya
sebagai seorang manusia. Aspek empowering merupakan kemampuan berbagi informasi,
akomodatif terhadap gagasan para guru dan pegawai di sekolah, mengakomodasi
kebutuhan guru dan pegawai dalam peningkatan profesionalisme, mendelegasikan
tanggung jawab secara proporsional, menyiapkan saran dan umpan balik yang efektif,
menyatakan harapan-harapan yang positif kepada guru dan menyediakan penghargaan
bagi peningkatan kinerja guru dan pegawai. Dimensi team facilitation lebih mengarah
pada kemampuan untuk menyatukan para guru untuk bekerja sama secara efektif dalam
mencapai tujuan bersama, temasuk memberi kesempatan kepada para guru untuk
berpartisipasi mengatasi konflik. Dimensi portability merupakan kemampuan beradaptasi
dan berfungsi secara efektif dengan lingkungan luar sekolah. Kompetensi-kompetensi
tersebut sangat potensial untuk mendorong timbulnya motivasi intriksik para guru dan
rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam meningkatkan profesionalismenya.
Pada tingkatan guru dibutuhkan kompetensi-kompetensi fleksibilitas; mencari dan
menggunakan informasi, motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi berprestasi,
motivasi kerja di bawah tekanan waktu; kolaborasi dan orientasi pelayanan kepada siswa.
Dimensi fleksibilitas adalah kemampuan untuk melihat perubahan sebagai suatu
kesempatan yang menggembirakan ketimbang sebagai ancaman. Aspek mencari
informasi, motivasi, dan kemampuan belajar adalah kompetensi tentang antusiasme untuk
mencari kesempatan belajar tentang keahlian teknis dan interpersonal. Dimensi motivasi
berprestasi adalah kemampuan untuk mendorong inovasi, perbaikan berkelanjutan baik
kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan sesuai dengan tantangan kompetensi. Aspek
motivasi kerja dalam tekanan waktu merupakan kombinasi antara fleksibilitas, motivasi
berprestasi, menahan stress, dan komitmen untuk meningkatan profesionalisme. Dimensi
kolaborasi adalah kemampuan bekerja secara kooperatif di dalam kelompok yang
multidisiplin, menaruh harapan positif kepada kolega lain, pemahaman interpersonal dan
komitmen pendidikan. Dimensi keinginan yang besar melayani siswa dengan baik adalah
kompetensi yang dibutuhkan oleh guru sebagai konsekuensi berlakunya paradigma
custumisation. Paradigma ini lebih meletakkan landasan yang kuat, bahwa kehadiran
12
guru di sekolah lebih sebagai fasilitator dan meninggalkan perannya yang kurang tepat
selama ini, yaitu sebagai transmiter ilmu.
Perencanaan
Masalah perencanaan:
Permasalahan tidak hanya dirasakan oleh para guru yang belum memiliki
kualifikasi D4/S1 saja, yang jelas-jelas tidak bisa diikutsertakan, tetapi bagi para guru
yang sudah berkualifikasi D4/S1 pun tetap akan menjumpai sejumlah persoalan, terutama
kesulitan guna memenuhi empat komponen lainnya, yaitu komponen: (1) pendidikan dan
pelatihan, (2) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (3) prestasi akademik, dan (4) karya
pengembangan profesi.
Saat ini, keempat komponen tersebut belum sepenuhnya dapat diakses dan
dikuasai oleh setiap guru, khususnya oleh guru-guru yang berada jauh dari pusat kota.
Frekuensi kegiatan pelatihan dan pendidikan, forum ilmiah, dan momen-momen lomba
akademik relatif masih terbatas. Begitu juga budaya menulis, budaya meneliti dan
berinovasi belum sepenuhnya berkembang di kalangan guru. Semua ini tentu akan
menyebabkan kesulitan tersendiri bagi para guru untuk meraih poin dari komponen-
komponen tersebut.
13
dalam mencapai sasaran pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Ada 10 (sepuluh)
komponen utama pendidikan yaitu peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan,
paket instruksi pendidikan, metode pengajaran (dalam proses belajar mengajar),
kurikulum pendidikan, alat instruksi dan alat penolong instruksi, fasilitas pendidikan,
anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
Masalah kemauan:
Hal yang mendasar pada problem tersebut adalah ”kemauan” untuk maju. Apabila
kita percaya tidak ada siswa yang bodoh dengan ”multiple intelligences”-nya masing-
masing, maka kita juga harus percaya bahwa ”tidak ada guru yang tidak becus mengajar”.
Hanya saja, kenyataan yang terjadi adalah keengganan guru untuk terus belajar dan
bekerja dengan baik disebabkan oleh, ada kemungkinan, tidak adanya ”kemauan” untuk
belajar dan maju.
upaya lembaga pendidikan dalam hal memberikan kesempatan bagi para calon
tenaga pengajar untuk melanjutkan tingkat pendidikan kejenjang yang lebih tinggi
dengan cara Dua tahun yang lalu, pemerintah memulai melaksanakan program sertifikasi
guru. Program ini sebenarnya diawali dari sebuah hipotesis bahwa guru yang profesional
dan berkualitas akan terwujud apabila kesejahteraannya mencukupi. Sebaliknya, jangan
harap seorang guru akan profesional jika kesejahteraannya tidak mencukupi untuk
kehidupan sehari-hari. Beberapa bulan yang lalu, ternyata hipotesisi itu terjawab.
Dari data statistik yang dianalisis oleh teman-teman asesor menyebutkan bahwa
para guru penerima tunjangan profesi yang cukup besar, ternyata belum menunjukkan
kemajuan kualitas dalam proses mengajarnya. Mereka tidak berubah. Mereka tetap
mengajar biasa-biasa saja. Meskipun mereka sudah menerima tunjangan profesi,
sebagaimana yang diharapkan pemerintah untuk menjadi guru yang profesional, dengan
berbagai kriteria yang sudah ditentukan dalam proses sertifikasi guru. Jadi, menurut saya
perlu ditambahkan hipotesis baru, yaitu ”besarnya penghasilan guru belum tentu menjadi
penyebab berkembangnya kualitas guru”.
14
15