Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan
yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya
sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi
bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi
berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi
berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan
terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor
pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi
berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke
seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama
dalam bidang pendidikan.Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai
dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi
dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini
mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat
pada sekolah sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya
bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib
sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga
perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional.

Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga


kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga
kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya
perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau
dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak
menjadi “budak” di negeri sendiri. Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat
terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia
tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni
disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi.

1
Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan
kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas
pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang
berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati
pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang
cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi
pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh
untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka
di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat
dinikmati golongan kelas atas yang mapan.

Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan
akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin
kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas
menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan
ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak
mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang
berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah
tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena
kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
1.2 Rumusan Masalah
Secara umum,rumusan masalah pada Karya Tulis Ilmiah “Dampak Globalisasi
Terhadap Pendidikan” ini dapat di rumurskan seperti pada pertanyaan berikut
1. Apa dampak dari globalisasi untuk dunia pendidikan?
2. Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
3. Cara penyesuan pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?

2
1.3 Tujuan
a. Bagi Penulis
Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan guru
dalam syarat mengikuti ujian sekolah . Selain itu, bagi diri kami pribadi
makalah ini juga diharapkan bisa digunakan untuk menambah pengetahuan
yang lebih bagi siswa, baik dalam lingkup SMAN 2 KUPANG maupun yang
lain.
b. Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia
pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Para
pembaca yang dominan dari kaula mahasiswa bisa digunakan untuk
langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas, sehingga kedepannya
tercipta SDM yang unggul.

c. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi
sehingga dampak negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga
diharapkan agar realisasi kegiatan positif terhadap adanya pendidikan semakin
lebih baik.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

Suatu kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan minat akan menghasilkan
prestasi yang kurang menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya minat
seseorang akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan batin yang dapat menimbulkan
motivasi. S.C. Utami Munandar (1985:11) menyatakan bahwa minat dapat juga menjadi
kekuatan motivasi. Prestasi seseorang selalu dipengaruhi macam dan intensitas minatnya.
Minat menimbulkan kepuasan. Seorang anak cenderung untuk mengulang-ulang tindakan-
tindakan yang didasari oleh minat dan minat ini dapat bertahan selama hidupnya.
Globalisasi telah secara signifikan memengaruhi sistem pendidikan di seluruh
dunia. Artikel ini menyelidiki dampak globalisasi terhadap pendidikan dengan fokus pada
aspek positif dan negatif. Melalui analisis deskriptif, artikel ini mencatat bahwa sementara
globalisasi membuka akses terhadap informasi dan sumber daya pendidikan secara global,
juga membawa tantangan seperti komodifikasi pendidikan dan homogenisasi budaya.
Diskusi ini menyoroti pentingnya langkah-langkah kebijakan untuk merespons dampak
globalisasi secara bijaksana dan mempromosikan inklusivitas dalam pendidikan di era
global ini.keberhasilan belajar siswa. Disamping itu minat belajar juga dapat mendukung
dan mempengaruhi proses belajar mengajar di sekolah. Namun dalam prakteknya tidak
sedikit guru Seni Budaya (Kesenian) menemukan kendala di dalam kelas, karena
kurangnya minat siswa dalam pembelajaran Seni Budaya khususnya seni rupa. Jika hal ini
terjadi, maka proses belajar mengajar pun akan mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pengalaman penulis, pada saat pembelajaran berlangsung siswa
kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran. Hanya sebagian kecil saja siswa yang bisa
memahami dan mengerjakan tugas dengan semangat. Sebagian besar siswa mengerjakan
tugas yang diberikan dengan perasaan terpaksa atau takut. Hal ini menyebabkan tugas
yang diberikan hasilnya kurang memuaskan sehingga terkesan asal jadi. Jika mereka
ditanya, alasannya mereka tidak mempunyai bakat di bidang seni atau tidak punya bakat
menggambar. Dengan kondisi seperti ini, guru perlu mencari upaya bagaimana
menumbuhkan minat belajar siswa terutama dalam pembelajaran Seni Rupa.

2.1 Konsep Minat Belajar


a. Pengertian Minat
Minat sering dihubungkan dengan keinginan atau ketertarikan terhadap sesuatu
yang datang dari dalam diri seseorang tanpa ada paksaan dari luar. The Liang
Gie (1994:28) mengungkapkan bahwa minat berarti sibuk, tertarik, atau terlibat
sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu.
Menurut Slameto (dalam Djaali 2006:121) minat adalah rasa lebih suka dan rasa
keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.Sedangkan
menurut Crow and Crow (dalam Djaali 2006:121) mengatakan bahwa minat
berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk
menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang
dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

b. Pengertian Belajar
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang belajar, pada
umumnya mereka memberikan penekanan pada unsur perubahan dan
pengalaman. Menurut Witherington (dalam Sukmadinata 2007:155)
menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang
dimanifestasikan sebagai pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan,
sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Crow and Crow (dalam
Sukmadinata 2007:155) mengemukakan bahwa belajar adalah diperolehnya
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru. Sedangkan menurut Hilgar
(1962:252) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu
perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap sesuatu
situasi.Berdasarkan penekanan unsur pengalaman tentang definisi belajar
dikemukakan para ahli, antara lain menurut Di Vesta and Thompson (1970:112)
menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap
sebagai hasil dari pengalaman. Gage and Berliner (1970:256) mengemukakan
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang muncul karena
pengalaman. Sedangkan menurut Hilgard (1983:630), mengemukakan bahwa
belajar dapat dirumuskan sebagai perubahan perilaku yang brelatif permanen yang
terjadi karena pengalaman.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar


Minat belajar peserta didik sangat menentukan keberhasilannya dalam proses
belajar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut
bersumber pada dirinya dan luar dirinya atau lingkungannya antara lain sebagai
berikut :

 Faktor dalam diri siswa, yang terdiri dari :


Aspek jasmaniah, mencakup kondisi fisik atau kesehatan jasmani dari individu
siswa. Kondisi fisik yang prima sangat mendukung keberhasilan belajar dan
dapat mempengaruhi minat belajar. Namun jika terjadi gangguan kesehatan
pada fisik terutama indera penglihatan dan pendengaran, otomatis dapat
menyebabkan berkurangnya minat belajar pada dirinya. (Kumpulan Tugas
Sekolahku);
Aspek Psikologis (kejiwaan), menurut Sardiman (1994:44) faktor psikologis
meliputi perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berfikir, bakat,dan
motif. Pada pembahasan berikut tidak semua faktor psikologis yang dibahas,
tetapi hanya sebagian saja yang sangat berhubungan dengan minat belajar.

 Faktor dari luar siswa, meliputi:


Keluarga, meliputi hubungan antar keluarga, suasana lingkungan rumah, dan
keadaan ekonomi keluarga.
Sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, sarana dan prasarana belajar,
sumber-sumber belajar, media pembelajaran, hubungan siswa dengan
temannya, guru-gurunya dan staf sekolahserta berbagai kegiatan kokurikuler.
Lingkungan masyarakat, meliputi hubungan dengan teman bergaul, kegiatan
dalam masyarakat, dan lingkungan tempat tinggal.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa faktor-faktor dari diri siswa dan
dar luar siswa saling berkaitan dalam menumbuhkan minat belajar. Jika faktor-
faktor tersebut tidak mendukung mengakibatkan kurang atau hilangnya minat
belajar siswa. Kurang atau hilangnya minat belajar siswa disebabkan oleh banyak
hal yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pencapaian hasil
belajar.Menurut JT. Loekmono (1985:97), faktor-faktor yang menyebabkan kurang
atau hilangnya minat belajar siswa adalah sebagai berikut :
d. Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan minat belajar
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk
membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan
minat-minat siswa yang telah ada. Menurut Tanner and Tanner (1975)
menyarankan agar para pengajar berusaha membentuk minat-minat baru pada
siswa. Hal ini bisa dicapai melalui jalan memberi informasi pada siswa tentang
bahan yang akan dismpaikan dengan menghubungkan bahan pelajaran yang lalu,
kemudian diuraikan kegunaannya di masa yang akan datang. Roijakters (1980)
berpendapat bahwa hal ini biasa dicapai dengan cara menghubungkan bahan
pelajaran dengan berita-berita yang sensasional, yang sudah diketahui siswa.Harry
Kitson (dalam The Liang gie 1995:130) mengemukakan bahwa ada dua kaidah
tentang minat (the laws of interest), yang berbunyi :Untuk menumbuhkan minat
terhadap suatu mata pelajaran, usahakan memperoleh keterangan tentang hal itu
Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, lakukan kegiatan
yang menyangkut hal itu.Minat belajar akan tumbuh apabila kita berusaha
mencari berbagai keterangan selengkap mungkin mengenai mata pelajaran itu,
umpamanya arti penting atau pesonanya dan segi-segi lainnya yang mungkin
menarik. Keterangan itu dapat diperoleh dari buku pegangan. ensiklopedi, guru dan
siswa senior yang tertarik atau berminat ada mata pelajaran itu. Disamping itu
perlu dilakukan kegiatan yang berhubungan dengan mata pelajaran itu, misalanya
pada mata pelajaran seni rupa usahakan mengikuti apa yang harus dilakukan
apakah dengan menggambar atau melukis. Dengan langkah-langkah itu minat
siswa terhadap mata pelajaran itu akan tumbuh. JT. Loekmono (1985:98),
mengemukakan bahwa cara-cara untuk menumbuhkan minat belajar pada diri
siswa adalah sebagai berikut :
o Periksalah kondisi jasmani anak, untuk mengetahui apakah segi ini yang
menjadi sebab.
o Gunakan metode yang bervariasi dan media pembelajaran yang menarik
sehingga dapat merangsang anak untuk belajar
o Cobalah menemukan sesuatu hal yang dapat menarik perhatian anak, atau
tergerak minatnya. Apabila minatnya tergerak, maka minat tersebut dapat
dialihkan kepada kegiatan-kegiatan lain di sekolah.
Dari beberapa pendapat yang telah7 dikemukakan dapat dipahami
bahwa banyak sekali faktor yang dapat menumbuhkan atau membangkitkan
minat belajar bagi siswa. Tinggal bagaimana upaya yang harus kita lakukan
sebagai seorang guru dalam memecahkan masalah ini, sehingga siswa terbantu
untuk menemukan minatnya dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang memiliki
karakter yang berbeda-beda memerlukan penanganan yang berbeda pula, termasuk
dalam hal menumbuhkan minat belajarnya. Dengan adanya upaya dari guru dan
pihak lain dalam menumbuhkan minat belajar bagi siswa, diharapkan dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang akhirnya tertuju pada keberhasilan belajar
siswa.Minat belajar merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar. Untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa, terlebih
dahulu kita harus memperhatikan apa yang menjadi latar belakang yang
menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya minat belajar. Setelah itu baru kita
mengambil langkah-langkah apa yang harus kita lakukan untuk menumbuhkan
minat belajar pada diri siswa. Dengan demikian upaya untuk menumbuhkan minat
belajar sesuai dengan sasarannya.

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat kita tarik beberapa
kesimpulan yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan minat belajar pada
peserta didik. Pertama, pahami dan kenali terlebih dahulu kondisi fisik dan
psikologis siswa. Kedua, gunakan teknik dan metode yang bervariasi dalam
penyajian materi pembelajaran. Ketiga, penggunaan media pembelajaran
hendaknya dapat merangsang siswa untuk tertarik ikuti serta dalam pembelajaran.
Keempat, pahami kondisi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah sehingga
kita dapat mencari jalan keluar dalam menumbuhkan minat belajar siswa.
BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Metode Penulisan


o Studi Literatur
Melakukan tinjauan terhadap literatur yang relevan tentang dampak
globalisasi terhadap pendidikan dari berbagai sumber seperti jurnal
ilmiah, buku, dan artikel.
o Analisis Data Statistik
Mengumpulkan data statistik terkait pendidikan di berbagai negara
atau daerah yang mengalami dampak globalisasi untuk
mengidentifikasi tren dan pola yang relevan.
o Survei atau Wawancara
Melakukan survei atau wawancara dengan responden yang terlibat
langsung dalam sistem pendidikan untuk memahami persepsi dan
pengalaman mereka terkait dampak globalisasi.
o Studi Kasus
Menganalisis studi kasus dari berbagai negara atau institusi
pendidikan yang mengalami dampak globalisasi secara khusus,
seperti perubahan kurikulum, metode pengajaran, atau integrasi
teknologi dalam pendidikan.
o Analisis Kebijakan
Mengkaji kebijakan-kebijakan pendidikan yang diimplementasikan
oleh pemerintah atau lembaga terkait dalam merespons dampak
globalisasi, serta menganalisis efektivitas dan dampaknya.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
 Studi Literatur
Lakukan tinjauan literatur terhadap artikel-artikel, jurnal ilmiah,
buku, dan laporan terkait dampak globalisasi terhadap sistem
pendidikan di berbagai negara. Ini akan membantu Anda
memahami berbagai perspektif dan penelitian yang telah dilakukan
dalam bidang ini.
 Survei
Desain dan lakukan survei kepada stakeholder pendidikan, seperti
guru, siswa, orang tua, atau administrator sekolah, untuk
mendapatkan pemahaman langsung tentang persepsi dan
pengalaman mereka terhadap dampak globalisasi dalam konteks
pendidikan.
 Wawancara
Lakukan wawancara mendalam dengan para ahli pendidikan,
akademisi, praktisi pendidikan, atau pembuat kebijakan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang dampak
globalisasi terhadap pendidikan dan implikasinya.
 Analisis Data Sekunder
Manfaatkan data sekunder dari lembaga-lembaga resmi seperti
kementerian pendidikan, badan statistik, atau lembaga riset untuk
menganalisis tren dan pola dampak globalisasi terhadap pendidikan,
seperti perubahan kurikulum, peningkatan akses pendidikan, atau
penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
 Studi Kasus
Lakukan studi kasus tentang institusi pendidikan tertentu atau
negara yang telah mengalami dampak globalisasi secara signifikan
dalam sistem pendidikannya. Ini akan membantu Anda memperoleh
wawasan mendalam tentang bagaimana globalisasi memengaruhi
praktik pendidikan di tingkat lokal.
3.3 Teknik Analisis Data
 Pengumpulan Data
Kumpulkan data yang relevan tentang dampak globalisasi pada
pendidikan dari berbagai sumber, seperti jurnal ilmiah, buku,
laporan pemerintah, dan data statistik.
 Penyaringan Data
Seleksi data yang paling relevan dan dapat dipercaya untuk
disertakan dalam karya tulis Anda.
 Analisis Kualitatif
Identifikasi pola, tren, dan tema dalam data yang dikumpulkan.
Perhatikan bagaimana globalisasi memengaruhi berbagai aspek
pendidikan, seperti kurikulum, metode pengajaran, teknologi
pendidikan, dan mobilitas siswa dan guru.
 Analisis Kuantitatif
Jika ada data statistik yang dikumpulkan, lakukan analisis
kuantitatif untuk mendukung argumen Anda. Ini bisa berupa
analisis regresi, perbandingan antar kelompok, atau analisis lainnya
yang sesuai dengan data yang Anda miliki.
 Interpretasi
Setelah menganalisis data, interpretasikan temuan Anda dalam
konteks dampak globalisasi pada pendidikan. Diskusikan implikasi
temuan Anda dan relevansinya dalam konteks pendidikan saat ini.
 Kesimpulan dan Rekomendasi
Sajikan kesimpulan utama dari analisis Anda dan saran-saran untuk
kebijakan atau praktik pendidikan yang lebih baik dalam
menghadapi dampak globalisasi
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Globalisasi terhadap dunia Pendidikan

Perkembangan dunia pendidikan di indonesia tidak dapat dilepaskan dari


pengaruh perkembangan globalisasi,dimana ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang pesat.era pasar bebas juga tantangan bagi dunia pendidikan
indonesia,karena terbuka dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke
indonesia.untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus
dapat meningkatkan mutu pendidikan,baik akademik maupun non-akademik,dan
memperbaiki menajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta
memperbaiki akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral
yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi,
menimbulkan dampak positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam
pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:

1. Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia


a. Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola
pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah
menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.
Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar
sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk
mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi.
Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music,
gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.Dalam
fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah
bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana
daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para
siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan
menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat.
Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-
hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal
menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih
baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan
menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
b. Perubahan Corak Pendidikan
Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan
untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank,
mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus
berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah
diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma
pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau
satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai
dengan karakteristik sekolahnya.
Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan,
teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat
membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan
serta haring riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat
tinggalnya. Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum
terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang,
kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa.
KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah
awal pemerintah dalam mengikut sertakan secara aktif siswa terhadap
pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada
tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam
proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas.
Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat.
Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi.
Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu
menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
4.2 Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a. Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak
didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John
Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang
mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan
Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan
kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji
murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya
Dickens. Perusahaan- perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka
memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang
saham.(John Micklethwait, 2007:166).
Bahaya Dunia Maya Dunia maya selain sebagai sarana untuk
mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak
negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang
berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi,
kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat
pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh
siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba
banyak ditawarkan melalui internet Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu
diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan
sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan
“facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
b. Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet
dapatmenyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru
ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa
bantuan alat-alat tersebut.
4.3 Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia

a. Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik


Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat
ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat
terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi :
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,
advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi
pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Sistem Pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal
melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu
menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama
melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh
Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah Kejurusan serta Perguruan Tinggi umum dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa
pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (IPTEK) dilakukan oleh DEPDIKNAS
dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama.
Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari
proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan
sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi
landasan seluruh aspek.Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang
bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan
umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal
membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama.
Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh
kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan
agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi
buta dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi
orang-orang awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri,
karena tidak mampu terjun ke sektor modern.

b. Mahalnya Biaya Pendidikan


Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di
kalangan masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk
mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari
Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat
miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya
pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai
upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang
merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.
Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan
kepada Wali Murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam
penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang
dekat kepada sekolah.Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU
tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status
pendidikan dari Milik Publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki
konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu
pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan
warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor
pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk
memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-
40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong
privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar
seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8
persen (Kompas, 10/5/2005).Koordinator LSM Education network foa Justice
(ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi
pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi pendidikan
dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar.
Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri
biaya penyelenggaraan pendidikan.
Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang
kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan
masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan
miskin. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi
persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Kewajiban Pemerintahlah
untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses
masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi,
kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal
keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci
tangan’.Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan sebagai berikut:
Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan
menjadi bergeser.
Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak
membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun,
pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).Tesis akhirnya,
bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan
bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa
mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi
kepentingan pribadi maupun golongan.
c. Kualitas SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik,
kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari
sisi keahlian pun sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika
dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan segudang masalah
(kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM
Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang
mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan
pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak
orang India mendapat posisi bergengsi di pasar Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa
daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi.
Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD,
SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih
membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari
lembaga pendidikan keguruan. Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak
hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan
formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang
mempunyai latar belakang pendidikan non-formal.

4.4 Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi


Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap
menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja
dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa
transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam
globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia
pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia
pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian diatas,
kita optimis bahwa masih ada peluang. Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini
adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada
pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah.
Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang
sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk
tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada
otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu
ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas
individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini,
kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun
sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah
bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan),
repositioning strategy (strategi), dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu
semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-
putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua
pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak
mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih
bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari
gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain
yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman
bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia Dampak Positif Globalisasi Terhadap
Dunia Pendidikan Indonesia Pengajaran Interaktif Multimedia Kemajuan teknologi
akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan.
Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis
teknologi baru seperti internet dan computer. Perubahan Corak Pendidikan, mulai
longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi
dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak,
membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk
melakukan perubahan. Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan
Indonesia Komersialisasi Pendidikan Era globalisasi mengancam kemurnian
dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama
sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang
pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa
Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan
kembali ke masa depan.
 Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga
dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam
materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi,
kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat
pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa
pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak
ditawarkan melalui internet.
 Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi di indonesia adalah Mahalnya
Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan fasilitas pendidikan yang
kurang ,itu yang mengakibatkan pendidikan tidak berjalan dengan lancar yang di
butuhkan indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning
strategy (strategi), dan leadership (kepemimpinan).Tanpa itu semua, kita tidak akan
pernah beranjak dari trasformasi yang terus berputar-putarngan.Dengan visi yang
jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta
kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu.

5.2 Saran
Penulis memberikan saran yang ditujukan untuk
1. Masyarakat
Agar para orang tua memperhatikan kepentingan anaknya dalam hal pendidikan
sehingga pendidikan berjalan dengan lancar.

2. Pemerintah
Pemerintah harus menggarkan danan yang cukup untuk keperluan pendidikan dan
menambah beasiswa bagi guru untuk training.
DAFTAR PUSTAKA

Asri B. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta. Faizah, F. 2009. Dampak
Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan

Januar, I. 2006. Globalisasi pendidikan dI indonesia, (Online),


(www.friendster.com/group/tabmain.php?statpos=mygroup&gid=340151), diakses
18 Oktober 2011.

Munir. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Maqdani, Anggota IKPI.

(Online)(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127), diakses 18 Oktober


2011.

Surya, M. 2002. Dasar-dasar Kependidikan di SD. Pusat penerbitan Universitas Terbuka.

Suryabrata, [5] S. 2010. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.

Wardoyo, C. 2007. Urgensi Pendidikan Moral (Online), (http://www.nu.or.i) diakses 18


Oktober 2011.

Anda mungkin juga menyukai