Anda di halaman 1dari 145

Inovasi dalam kelembagaan pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di dalam dunia pendidikan program inovasi menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan.
Munculnya inovasi pendidikan dilatarbelakangi oleh tantangan untuk menjawab masalah-
masalah krusial dalam bidang pendidikan; pengelolaan sekolah, kurikulum, siswa, biaya,
fasilitas, tenaga maupun hubungan dengan masyarakat. Inovasi pendidikan yang berlangsung
di sekolah dimaksudkan untuk menjawab masalah-masalah pendidikan yang terjadi di
sekolah guna mendapatkan hasil yang terbaik dalam mendidik siswa. Banyak usaha yang
dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya pembaruan atau inovasi pendidikan antara lain :
dalam hal manajemen pendidikan, metode pengajaran, media, sumber belajar, pelatihan guru,
implementasi kurikulum, dan sebagainya.

Secara umum ada dua model inovasi pendidikan, yaitu model “top down innovation” dan
model “bottom up innovation”. Model pertama adalah suatu inovasi yang datang dari atas
atau yang diciptakan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) yang disponsori oleh lembaga-lembaga asing. Inovasi ini sengaja diciptakan
oleh oleh Depdiknas selaku inovator dan regulator di bidang pendidikan sebagai usaha untuk
meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan,
ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebagainya.

Kedua, adalah inovasi model “bottom up innovation”, yaitu model inovasi yang diciptakan
berdasarkan ide, kreasi, dan inisiatif sendiri oleh suatu lembaga pendidikan seperti sekolah,
universitas, guru, dosen, dan sebagainya. Model bottom up innovation ini lebih banyak
dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi swasta dibanding sekolah atau perguruan
tinggi negeri, karena sistem pengambilan keputusan yang sentralistis. Misalnya, suatu
sekolah melakukan inovasi tentang efektifitas pembelajaran dengan menggunakan media atau
alat transformasi pelajaran seperti komputer dan infocus dalam setiap kelas. Dalam hal ini
kewenangan atau otoritas sekolah yang bersangkutan lebih menonjol dan dapat mengambil
keputusan sendiri sepanjang tidak melanggar kaidah-kaidah normatif.

Di samping kedua model yang umum tersebut di atas, ada hal lain yang muncul tatkala
membahas inovasi pendidikan yaitu kendala-kendala, faktor-faktor seperti guru, siswa,
kurikulum, fasilitas, dana, dan lingkup sosial masyarakat.

1.2    Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah mengenai perlunya
program inovasi di lingkungan pendidikan sebagai berikut :
1. Apa yang di maksud inovasi pendidikan?
2. Apa saja tujuan yang ingin dicapai dalan inovasi pendidikan?
3. Apa saja masalah-masalah yang menuntut adanya inovasi?
4. Apa saja faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam inovasi?
5. Bagaimana karakteristik dalam inovasi?
6. Apa saja kendala-kendala dalam melakukan inovasi pendidikan?
7. Mengapa inovasi sering ditolak?
8. Bagaimana cara pelaksanaan inovasi pendidikan?

8.3    Tujuan Penulisan

Tujuan penlisan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Manajemen Inovasi Pendidikan, juga diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang-
orang yang hidup di kalangan pendidikan untuk senantiasa menciptakan inovasi guna
meningkatkan kualitas pendidikan yangb lebih baik.

8.4      Manfaat Penulisan

Semoga makalah ini dapat mengetuk pintu hati dan membuka mata para pejabat pemerintah,
guru-guru, para orang tua serta orang-orang yang bertanggung jawab dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di Negara Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

 2.1 . Pengertian Inovasi Pendidikan

Inovasi seringkali diartikan pembaharuan, penemuan dan ada yang mengaitkan dengan
modernisasi. Menurut Nicholls (1982: 2) penggunaan kata perubahan dan inovasi sering
tumpang tindih. Pada dasarnya inovasi adalah ide, produk, kejadian atau metode yang
dianggap baru bagi seseorang atau sekelompok orang atau unit adopsi yang lain. Baik itu
hasil invensi maupun hasil discovery. (Ibrahim, 1998: 1 ; Hanafi, 1986: 26 ; Rogers, 1983:
11).

Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan
discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya
manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada
sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru
dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim
(1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang,
kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok
orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi
dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah 1992:80).

Dalam kaitan ini inovasi dapat diartikan sebagai penemuan yang dapat berupa sesuatu ide,
barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery.
Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah
1992:80).

Secara etimologi inovasi berasal dari kata latin innovation yang berarti pembaruan dan
perubahan. Kata kerjanya innovo yang artinya memperbarui dan mengubah. Inovasi ialah
suatu perubahan yang baru menuju ke arah perbaikan; yang lain atau berbeda dari yang ada
sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana. (Ihsan: 1991). Inovasi ialah
suatu perubahan yang baru dan bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta
sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan
tertentu dalam pendidikan. Istilah perubahan dan pembaruan ada perbedaan dan
persamaannya. Perbedaannya, kalau pada pembaruan ada unsur kesengajaan. Persamaannya
yakni sama–sama memiliki unsur yang baru atau lain dari sebelumnya.

Kata “baru“ dapat juga diartikan apa saja yang baru dipahami, diterima atau dilaksanakan
oleh si penerima inovasi, meskipun bukan baru lagi bagi orang lain. Namun setiap yang baru
itu belum tentu baik untuk setiap situasi, kondisi dan tempat. Jadi inovasi pendidikan adalah
suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang
atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil invention (penemuan baru) atau
discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau
untuk memecahkan masalah pendidikan.

Berdasarkan pengertian inovasi di atas, maka inovasi pendidikan dapat diartikan sebagai
suatu perubahan (baru), gagasan, dan bersifat kualitatif dalam rangka memecahkan masalah
pendidikan.

2.2     Tujuan Inovasi Pendidikan

Menurut santoso (1974) tujuan utama inovasi, yakni meningkatkan sumber-sumber tenaga,
uang dan sarana termasuk struktur dan prosedur organisasi. Tujuan inovasi pendidikan adalah
meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas : sarana serta jumlah peserta didik
sebanyak-banyaknya dengan hasil pendidikan sebesar-besarnya (menurut kriteria kebutuhan
peserta didik, masyarakat dan pembangunan) dengan menggunakan sumber, tenaga, uang,
alat dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya.

Kalau dikaji, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu :

1. Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan


tekhnologi sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar
dengan kemajuan-kemajuan tersebut.
2. Mengusahakan terselenggarakannya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi
setiap warga Negara, misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SMP,
SMA dan perguruan tinggi.
Disamping itu, akan diusahakan peningkatan mutu yang dirasakan makin menurun dewasa
ini. Dengan sistem penyampaian yang baru, diharapkan peserta didik menjadi manusia yang
aktif, kreatif dan terampil memecahkan masalahnya sendiri.

Adapun tujuan inovasi pendidikan di Indonesia pada umumnya adalah :

1. Lebih meratanya pelayanan pendidikan


2. Lebih serasinya kegiatan belajar
3. Lebih efisien dan ekonomisnya pendidikan
4. Lebih efektif dan efisiensinya sistem penyajian
5. Lebih lancar dan sempurnanya sistem informasi kebijakan
6. Lebih dihargainya unsur kebudayaan nasional
7. Lebih kokohnya kesadaran, identitas dan kesadaran nasional
8. Tumbuhnya masyarakat gemar belajar
9. Tersebarnya paket pendidikan yang memikat, mudah dicerna dan mudah diperoleh

10. Meluasnya kesempatan kerja

2.3     Masalah-Masalah yang Menuntut Adanya Inovasi

Pendidikan kita dewasa ini menghadapi berbagai tantangan dan persoalan. Adapun masalah-
masalah yang menuntut diadakan inovasi di Indonesia, yaitu :

1. Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat dan sekaligus bertambahnya


keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang secara kumulatif
menuntut tersedianya sarana pendidikan yang memadai.
2. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang modern menghendaki dasar-dasar pendidikan
yang kokoh dan penguasaan kemampuan terus menerus dan dengan demikian
menuntut pendidikan yang lebih lama sesuai dengan konsep pendidikan seumur hidup
(long education).
3. Berkembangnya tekhnologi yang mempermudah manusia dalam menguasai dan
memanfaatkan alam dan lingkungannya, tetapi yang sering kali ditangani sebagai
suatu ancaman terhadap kelestarian peranan manusiawi.

1. Tantangan-tantangan di atas lebih berat lagi dirasakan karena berbagai persoalan


datang baik dari luar maupun dari dalam system pendidikan itu sendiri, yaitu di
antaranya :
1. Sumber-Sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber
yang ada secara efektif dan efisien.
2.  Sistem pendidikan yang masih lemah dengan tujuan yang masih kabur,
kurikulumnya belum serasi, relevan, suasana belum menarik dan sebagainya.
3.  Pengelolaan pendidikan yang belum mekar dan mantap dan belum peka
terhadap perubahan dan tuntutan keadaan, baik masa kini maupun masa akan
datang.
Berdasarkan masalah-masalah di atas maka muncul beberapa hal yang mempengaruhi inovasi
pendidikan, yakni:

1. Visi terhadap pendidikan

Pendidikan merupakan persoalan asasi bagi manusia. Manusia sebagai makhluk yang dapat
dididik dan harus dididik akan tumbuh menjadi manusia dewasa dengan proses pendidikan
yang dialaminya. Usaha dan tujuan pendidikan dilandasi oleh pandangan hidup orang tua,
lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan, masyarakat dan bangsanya. Manusia
Indonesia,warga masyarakat dan warga Negara yang lengkap dan utuh harus dipersiapkan
sejak anak masih kecil dengan upaya pendidikan. Tujuan pendidikan diabdikan untuk
kebahagiaan individu, keselamatan masyarakat, dan kepentingan negara.

Pandangan hidup bangsa menjadi norma pendidikan nasional keseluruhan. Seperti diketahui
bahwa kehidupan ini selalu mengalami pergeseran dan peningkatan serta perubahan sesuai
dengan waktu, keadaan dan kondisinya. Dengan demikian, pandangan dan harapan orang tua
terhadap pendidikan sekarang dapat berbeda dengan pandangan orang terhadap pendidikan
masa lampau atau waktu yang akan datang.

2. Faktor pertambahan penduduk

Pertambahan penduduk yang cepat merupakan faktor yang sangat menentukan dan
berpengaruh besar terhadap penyelenggaraan pendidikan sehingga menuntut adanya
pembaruan-pembaruan di bidang pendidikan. Banyak masalah pendidikan yang berkaitan erat
dengan meledaknya jumlah anak usia sekolah, diantaranya :

1. Kekurangan kesempatan belajar, untuk mengatasinya dengan menciptakan sistem


pendidikan yang dapat menampung sebanyak mungkin anak-anak usia sekolah,
2. Masalah kualitas pendidikan, untuk mengatasinya pemerintah berusaha meningkatkan
kemampuan guru lewat pelatihan, menambah fasilitas, menambah dana pendidikan,
mencari sistem mengajar yang tepat, dan sistem evaluasi yang baik sehingga dapat
meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap,
3. Masalah relevansi, dalam kondisi sekarang sangat dibutuhkan out put pendidikan
yang sesuai dengan tuntutan masyarakat, terutama dalam hubungannya dengan
kesiapan kerja. Hal tersebut lebih jelas dengan digulirkannya konsep link and macth
yang salah satu tujuannya mengatasi persoalan relevansi tersebut,
4. Masalah efisiensi dan keefektifan, pendidikan diusahakan agar memperoleh hasil
yang baik dengan biaya dan waktu yang sedikit.

3. Perkembangan ilmu pengetahuan

Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung secara akumulatif dan semakin cepat jalannya,
tetapi tidak harus diikuti dengan penambahan kurikulum sekolah di luar kemampuan
meskipun kondisi anak didik perlu diperhatikan. Peserta didik pun tidak mungkin mampu
mengikuti dan menguasai segenap penemuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan.

4. Tuntutan adanya proses pendidikan yang relevan

Adanya relevansi antara dunia pendidikan dengan kebutuhan masyarakat atau dunia kerja.
Pendidikan dapat diperoleh dari sekolah maupun dari luar sekolah. Peranan pendidikan dan
tingkat perkembangan manusia merupakan faktor yang dominan terhadap kemampuan untuk
menanggapi masalah kehidupan sehari–hari. Tingkat kemajuan suatu bangsa juga dapat
ditinjau dari tingkat pendidikan rakyatnya. Semakin baik tingkat pendidikan masyarakat,
semakin maju pula bangsanya. Sebaliknya, semakin terpuruk dan rendahnya pendidikan
rakyatnya, jangan diharapkan bangsanya akan maju. Oleh karena itu, tidak mengherankan
bahwa negara-negara maju sangat memperhatikan usaha pendidikan yang sesuai dengan
kemajuan yang dicapai.

Sementara itu, di negara-negara yang sedang berkembang pendidikan mulai lebih


diperhatikan setelah dalam waktu yang cukup lama kurang terurus sehingga masalah-masalah
yang dihadapi pendidikan berlipat ganda dengan kompleksitas yang sangat rumit. Pemecahan
masalah–masalah pendidikan yang kompleks itu dengan cara pendekatan pendidikan yang
konvensional sudah dianggap tidak efektif lagi. Karena itulah inovasi atau pembaruan
pendidikan sebagai perspektif baru dalam dunia kependidikan mulai dirintis sebagai alternatif
untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang belum dapat diatasi dengan cara
konvensional secara tuntas. Dengan demikian inovasi pendidikan dilakukan untuk
memecahkan masalah pendidikan dan menyongsong arah perkembangan dunia kependidikan
yang lebih memberikan harapan kemajuan lebih pesat.

2.4     Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Inovasi

Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa,
kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan.

1. Guru

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat
berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat
menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas.
Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal
yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang
diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar
individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam
proses pendidikan seperti administrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta
masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.

Sehingga dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan sampai
dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan
suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan
menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya,
karena mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya
yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu
ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi pendidikan,
gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas seperti
sebagai pendidik, sebagai orangtua, sebagai teman, sebagai dokter, dan sebagi motivator
(Wright 1987).

2. Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa
memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat
menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik,
pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal
ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun
hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari
perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan
tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekuen.

Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur
lainnya,karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama
temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan
inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga
mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi
resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.

3. Kurikulum

Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan
perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan,
kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa
adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamnya, maka
inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena
itu, dalam pembaharuan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan
kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak
mustahil perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.

4. Fasilitas

Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam proses
pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembaharuan pendidikan, tentu
saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan
diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa
dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar
merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembaharuan pendidikan.
Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan.
Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, dan meja.

5. Lingkup Sosial Masyarakat

Menerapkan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam perubahan
tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam pelaksanaan
pembaharuan pendidikan. Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja
maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan
sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di mana peserta
didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan
terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak dilibatkan. Keterlibatan masyarakat
dalam inovasi pendidikan sebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam
melaksanakan inovasi pendidikan.

2.5     Karakteristik Inovasi Pendidikan

Faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pihak adopter (pengguna inovasi) dalam membuat
keputusan untuk menerima atau menolak produk suatu inovasi jika dikaitkan dengan
pemikiran Everett M. Rogers (1983) dalam diffusion of innovasion dipengaruhi oleh 5 (lima)
karakteristik inovasi yaitu :

1. Relative advantage (Keunggulan relatif)

Para adopter akan menilai apakah suatu Inovasi itu relatif menguntungkan atau lebih unggul
dibanding yang lainnya atau tidak. Untuk adopter yang menerima secara cepat suatu inovasi,
akan melihat inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.

Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang
pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise
social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh
pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.

2. Compatibility (Kompatibilitas/Konsisten)

Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai
yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu
inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi
itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai
(compatible).Adopter juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi berdasarkan
konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhannya.

3. Complexity (Kompleksitas/kerumitan)

Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami
dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan
digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan
dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.

Adopter atau pengguna inovasi juga akan menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang
akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan inovasi. Artinya bagi individu yang lambat
mamahami dan menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding
individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan tersebut berhubungan dengan
pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.

4. Trialability (Kemampuan untuk dapat diuji)

Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas
tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan
lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus
mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.

Kemampuan untuk dapat diuji bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian. Mempunyai


kemungkinan untuk diuji coba terlebih dahulu oleh para adopter untuk mengurangi
ketidakpastian mereka terhadap inovasi itu.

5. Observability (Kemampuan untuk dapat diamati)

Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang
lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan
orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin
besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan
kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat
kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.

Dengan kemampuan untuk diamati akan mendorong adopter untuk memberikan penilaian
apakah inovasi itu mampu meningkatkan status sosial mereka di depan orang lain sehingga
dirinya akan dianggap sebagai orang yang inovatif.

2.5     Kendala-kendala dalam Inovasi Pendidikan

Kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan menurut


Subandiyah (1992:81) adalah:

1. Perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi,

2. Konflik dan motivasi yang kurang sehat,

3. Lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya


inovasi yang dihasilkan,

4. Keuangan (financial) yang tidak terpenuhi,

5. Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi,

6. Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi.

Untuk menghindari masalah-masalah tersebut di atas, dan agar mau berubah terutama sikap
dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang sedang dan akan dikembangkan, sehingga
perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat berhasil dengan baik, maka guru,
administrator, orang tua siswa, dan masyarakat umumnya harus dilibatkan.

2.6. Penolakan (Resistance)


Setelah memperhatikan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan suatu inovasi pendidikan,
misalnya penolakan para guru tentang adanya perubahan kurikulum dan metode belajar-
mengajar, maka perlu kiranya masalah tersebut dibahas. Namun sebelumnya, pengertian
tentang resisten itu perlu dijelaskan lebih dahulu. Menurut Cambridge International English
Dictionary of English bahwa resistance is to fight against (something or someone) to not be
changed by or refuse to accept (something). Berdasarkan definisi disimpulkan penolakan
(resistance) itu adalah melawan sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau diubah atau
tidak mau menerima hal tersebut.

Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para
pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut:

1. Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan
pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau
sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu dilaksanakan,
karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah mereka,

2. Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat sekarang,
karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin
diubah. Di samping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh mereka memberikan rasa
aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka. Hal senada diungkapkan
pula Day dkk (1987) di mana guru tetap mempertahankan sistem yang ada,

3. Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat (khususnya Depdiknas)
belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru dan siswa. Hal ini
juga diungkapkan oleh Munro (1987) yang mengatakan bahwa mismatch between teacher’s
intention and practice is important barrier to the success of the innovatory program,

4. Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakan
kecenderungan sebuah proyek di mana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi
dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau financial dan
keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau guru hanya terpaksa
melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di pusat dan tidak punya
wewenang untuk merubahnya,

5. Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah atau
guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan
situasi sekolah mereka.

2.7  Pelaksanaan Inovasi Pendidikan

Pelaksanaaan inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari
inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Inovasi pendidikan seperti yang dilakukan di
Depdiknas yang disponsori oleh lembaga-lembaga asing cenderung merupakan “Top-Down
Inovation“. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan
mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun
sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebaginya. Inovasi seperti ini dilakukan dan
diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan
apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak
punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.

Banyak contoh inovasi yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Proyek Perintis Sekolah Pembangunan ( PPSP)

Ada delapan IKIP yang ditugaskan untuk menyelenggarakan PPSP, yaitu IKIP Padang,
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Ujung Pandang. PPSP
adalah salah satu proyek dalam rangka program pendidikan yang ditugaskan untuk
mengembangkan satu sistem pendidikan dasar dan menengah yang:

a. Efektif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan individu yang diwujudkan melalui
program-program pendidikan yang sesuai,

b. Merupakan dasar bagi pendidikan seumur hidup,

c. Efisiensi dan realistis sesuai dengan tingkat kemampuan pembiayaan oleh keluarga,
masyarakat dan pemerintah.

Sesuai dengan tugas-tugas yang diemban itu, maka Badan Penelitian dan Pengembangan
Kebudayaan (BP3K) memilih modul sebagai satu sistem penyampaian pada delapan PPSP
dengan alasan:

Tujuan pengajaran modul, yaitu:

a. Tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien,

b. Menjadikan siswa aktif dalam belajar,

c. Siswa dapat mengikuti pelajaran (program pendidikan) sesuai dengan kemampuan masing-
masing,

d. Siswa dapat mengetahui hasil pelajaran secara berkelanjutan.

Ada empat prinsip pengajaran modul yang perlu mendapat perhatian:

a. Keaktifan siswa,

b. Perbedaan individual siswa,

c. Siswa harus memecahkan masalah (problem solving),

d. Continuous progress.

Peran guru sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu:

a. Memberikan penjelasan kepada para siswa mengenai modul itu sebelum mereka mulai
mengerjakan,
b. Mengawasi kegiatan belajar siswa selama pelajaran berlangsung,

c. Memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada siswa sesuai dengan perbedaan masing-
masing siswa,

d. Memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa,

e. Menentukan program yang akan diikuti siswa selanjutnya.

Siswa sebagai pelaksana petunjuk tertulis dalam modul yaitu sebagai pembaca, pemikir,
penemu, dan pemecah masalah.

2. Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk secara nasional
dilaksanakan berahap mulai tahun pengajaran 1976 dengan catatan, bahwa bagi sekolah-
sekolah yang menurut penilaian kepala perwakilan telah mampu, diperkenankan
melaksanakannya mulai tahun 1975. Ciri-ciri khusus kurikulum 1975 sebagai berikut:

a. Menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan,

b. Menganut pendekatan yang integratif,

c. Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum ini pencapaiannya juga menyangkut IPS dan
pendidikan agama,

d. Menekankan pada efisiensi dan efektivitas penggunaan dana, daya dan waktu yang
tersedia,

e. Mengharuskan guru untuk menggunakan teknik penyusunan program pengajaran yang


dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI),

f. Organisasi pelajaran meliputi : agama, bahasa, matematika, IPS, kesenian, olahraga dan
kesehatan, keterampilan di samping Pendidikan Moral Pancasila yang tujuannya untuk
mencapai sinkronisasi dan integrasi pelajaran yang sekelompok,

g. Pendekatan dalam strategi pembelajaran memandang situasi belajar mengajar sebagai


suatu sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran,
alat pembelajaran, alat evaluasi, dan metode pembelajaran,

h. Sistem evaluasi, dilakukan penilaian murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran
terkecil dan memperhitungkan nilai-nilai yang dicapai murid pada setiap akhir satuan
pembelajaran.

Prinsip-prinsip yang melandasi:

a. Fleksibelitas program,

b. Efisiensi dan efektivitas,


c. Berorientasi pada tujuan,

d. Kontinuitas,

e. Pendidikan seumur hidup.

Sedangkan tujuan utama Kurikulum 1975 adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Mutu suatu hasil pendidikan dapat dianggap tinggi apabila kemampuan
pengetahuan dan sikap yang dimiliki para lulusan berguna bagi perkembangan. Selanjutnya,
baik di lembaga pendidikan yang lebih tinggi (bagi yang melanjutkan) maupun yang menjadi
tenaga kerja di masyarakat. Sedangkan metode penyampaian kurikulum 1975 ini berdasarkan
PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional) yang dikembangkan melalui MSP
(Model Satuan Pelajaran) bahan PBM itu sebagai suatu sistem senantiasa harus diarahkan
kepada pencapaian tujuan.

3. Proyek Pamong

Proyek ini merupakan program pendidikan bersama antara pemerintah dengan INNOTECH,
yaitu lembaga yang didirikan oleh badan kerjasama menteri-menteri pendidikan Asia
Tenggara. Pamong singkatan dari Pendidikan Anak oleh Masyarakat, Orang tua, dan Guru.
Proyek Pamong diadakan dengan latar belakang bahwa hampir separo dari jumlah anak-anak
di Asia Tenggara tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Dasar. Tujuan dari
proyek Pamong, yaitu:

a. Membantu anak-anak yang tidak sepenuhnya dapat mengikuti pendidikan sekolah, atau
membantu siswa yang drop out,

b. Membantu anak–anak yang tidak mau terikat oleh tempat dan waktu dalam belajar,

c. Mengurangi penggunaan tenaga guru sehingga rasio guru terhadap murid dapat menjadi 1 :
200. Pada SD biasa 1 : 40 atau 1 : 50,

d. Dengan meningkatkan pemerataan kesempatan belajar, dengan pembiayaan yang sedikit


dapat ditampung sebanyak mungkin siswa.

Tujuan proyek ini untuk menemukan alternatif sistem penyampaian pendidikan dasar yang
bersifat efektif, ekonomis dan merata yang sesuai dengan kondisi kebanyakan daerah di
Indonesia. Jadi sistem pamong ini anak-anak/siswa dapat belajar sendiri dengan bimbingan
tutor/anggota masyarakat, serta orang tua. Pengajaran yang diberikan menghasilkan
kesanggupan anak.

4. SMP Terbuka

SMP terbuka adalah sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama, yang kegiatan belajarnya
sebagian besar diselenggarakan di luar gedung sekolah dengan cara penyampaian pelajaran
melalui berbagai media, dan interaksi yang terbatas antara guru dan murid. Latar belakang
pendirian SMPT adalah:

a. Kekurangan fasilitas pendidikan dan tempat belajar,


b. Tenaga pendidikan yang tak cukup,

c. Memperluas kesempatan belajar dalam rangka pemerataan pendidikan,

d. Menanggulangi anak terlantar yang tidak diterima di SMP Negeri.

Dalam penyelenggaraannya SMPT berinduk ke SMP Negeri atau Swasta yang ditunjuk
sebagai SMP Induk. Ciri – ciri SMPT:

a. Terbuka bagi siswa tanpa pembatasan umur dan tanpa syarat–syarat akademis yang ketat,

b. Terbuka dalam memilih program belajar untuk mencapai ijazah formal, untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan jangka pendek yang bersifat praktis, insidental dan perorangan,

c. Terbuka dalam proses belajar mengajar tidak selalu diselenggarakan di ruang kelas secara
tatap muka, melainkan dapat juga melalui media, seperti radio, media cetak, kaset, slide,
model dan gambar-gambar,

d. Terbuka dalam keluar masuk sekolah sesuai dengan waktu yang tersedia oleh siswa,

e. Terbuka dalam pengelolaan sekolah.

Tugas SMPT untuk memperluas kesempatan belajar dalam rangka pemerataan pendidikan
bagi lulusan SD atau sederajat , atau siswa SMP yang putus sekolah.

5. Kuliah Kerja Nyata (KKN)

Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1974 tentang REPELITA II, bagian III Bab XXII
tercantum pola dasar KKN dan pengertiannya. KKN adalah salah satu bentuk pengintegrasian
antara pengabdian pada masyarakat dengan pendidikan dan penelitian, yang terutama oleh
mahasiswa dengan bimbingan perguruan tinggi dan pemerintah daerah, dilaksanakan secara
interdisipliner dan intrakurikuler. Atau lebih konkretnya KKN adalah kegiatan perkuliahan
dalam bentuk pengabdian masyarakat yang berkaitan dengan program pendidikan perguruan
tinggi secara keseluruhan. Ada empat komponen penting dalam KKN :

a. Sebagai kegiatan penalaran,

b. Sebagai aktivitas penelitian,

c. Mengandung unsur pengembangan,

d. Pengabdian pada masyarakat.

6. Universitas Terbuka

Sebagai upaya meningkatkan daya tampung perguruan tinggi maka pemerintah (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan) mendirikan Universitas Terbuka (UT).Sistem belajar UT
menyediakan pelayanan pendidikan dengan Sistem Belajar Jarak Jauh (SBJJ). Kegiatan
belajar mengajar di UT meliputi kegiatan belajar mengajar mandiri (kegiatan belajar utama
mahasiswa), kegiatan belajar kelompok antar mahasiswa (merupakan kegiatan belajar
tambahan) dan kegiatan belajar tatap muka antara mahasiswa dan tutor.

7. Radio Pendidikan

Tujuannya radio pendidikan:

a. Menunjang penataran tatap muka yang diselenggarakan oleh Proyek Pembinaan Sekolah
Dasa,

b. Memperkaya sumber belajar maupun bahan-bahan penataran yang ada, menjaga


kesinambungan pembinaan kemampuan, serta memantapkan penataran yang telah diikuti
oleh para guru di lapangan.

c. Meningkatkan penyebaran penataran guru secara lebih merata cepat ke daerah-daerah yang
sukar dijangkau secara fisik,

d. Mendorong tercapainya prinsip belajar seumur hidup bagi guru,

e. Menjalin terpeliharanya kontak antar sesama guru, dan antara guru dengan sumber belajar,
dalam hal ini para pengasuh siaran radio pendidikan.

8. Televisi Pendidikan

Tujuan televisi pendidikan adalah untuk mengembangkan program-program pendidikan luar


sekolah dengan cara menyebarkan pesan-pesan yang tematis agar masyarakat memiliki
pengetahuan dan sikap yang tepat, khususnya mengenai pendidikan kesejahteraan keluarga,
pendidikan mata pencaharian, dan pendidikan alam dan lingkungan hidup.

9. Sekolah Unggulan

Kelahiran sekolah unggulan termasuk SMU plus dan yang bercirikan unggulan lainnya pada
dasarnya tidak terlepas dari upaya peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya
manusia. Salah satu tujuan sekolah unggul adalah menjaring dan sekaligus mengembangkan
kader bangsa yang baik, sehingga memiliki kelebihan dalam berbagai aspek dibandingkan
kader-kader bangsa pada umumnya sehingga mampu mengantisipasi dan menjawab berbagai
tantangan zaman.

10. Kurikulum 1984

Ketentuan–ketentuan Kurikulum 1984 yakni:

a. Sifatnya content based curriculum,

b. Pada SD program pengajarannya 11 bidang studi,

c. Untuk SMP menjadi 12 bidang studi,

d. Untuk SMA menjadi 15 bidang studi program inti dan 4 bidang studi untuk program
pilihan.
11. Kurikulum 1994

Ketentuan-ketentuan Kurikulum 1994 yakni:

a. Sifatnya objectif based curricullum,

b. Nama SMP diubah menjadi SLTP dan SMA menjadi SLTA,

c. Mata pelajaran PSBB dihapus,

d. Pada SD dan SLTP disusun dalam 13 mata pelajaran,

e. Program pelajaran SMU disusun dalam 10 mata pelajaran,

f. Penjurusan SMA / SMU dilakukan di kelas II, terdiri dari program IPA, IPS dan
Pengetahuan Bahasa.

Ketika reformasi bergulir tahun 1998 kurikulum 1994 mengalami penyesuaian dalam rangka
mengakomodasi tuntutan masyarakat pendidikan sehingga munculnya istilah suplemen
kurikulum 1994 yang lahirnya pada tahun 1999. Pada saat ini ada penyesuaian isi utamanya
mata pelajaran PPKN, Sejarah, dan beberapa mata pelajaran lainnya. Bahkan pada tahun
2003 lahir Undang-Undang Pendidikan no 20. tahun 2003 yang disiapkan untuk mengganti
Undang-Undang Pendidikan no.2 tahun 1989 yang disebut dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK).

12. Kurikulum 2004

Kurikulum tahun 2004 ini disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi, diharapkan
kurikulum ini mampu menjawab problematika seputar rendahnya mutu pendidikan dewasa
ini. Karena itu dalam KBK peserta didik diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetensi
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Ketentuan KBK mengarah sebagai berikut :

a. Bersifat competency based curricullum,

b. Penyebutan SLTP kembali menjadi SMP dan SMU menjadi SMA,

c. Program pengajaran SD ada 7 mata pelajaran,

d. Program pengajaran SMP ada 11 mata pelajaran,

e. Program pengajaran SMA ada 17 mata pelajaran,

f. Penjurusan SMA dimulai kelas ii, terdiri dari Ilmu Alam, Sosial, dan Bahasa.

Beberapa kritikan terhadap kurikulum ini terjadi kendatipun telah dilakukan pilot project di
beberapa daerah, yakni:
a. Masih sarat dengan materi, guru dikejar –kejar dengan materi yang banyak seperti
Kurikulum 1994,

b. Pemerintah terlalu intervensi terhadap kewenangan sekolah dan guru dalam pengembangan
kurikulum tersebut,

c. Masih belum jelas (bias) pengertian kompetensi sehingga ketika diterapkan pada SKL
belum terlalu aplikatif,

d. Adanya sistem penilaian yang belum begitu jelas dan terukur.

13. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

KTSP merupakan kelanjutan atau revisi dan pengembangan dari kurikulum berbasis
kompetensi atau KBK. KTSP lahir karena masih dianggap sarat dengan beban belajar dan
pemerintah pusat (Depdiknas) masih dipandang banyak intervensi dalam pengembangan
kurikulum, karena itulah dalam KTSP beban belajar siswa sedikit dikurangi. Diharapkan
Kepala Sekolah, guru, dan Komite satuan pendidikan diberi kewenangan penuh membuat
kurikulum tingkat satuan pendidikan masing–masing dengan standar yang sudah ada.

Justru tugas kepala Satuan Pendidikan berupaya membuat KTSP masing–masing dengan
mengembangkan kurikulum mereka sesuai dengan karakteristiknya, begitu juga membuat
indikator, silabus, serta RPP dan komponen kurikulum lainnya. Bagi Madrasah tentunya
menyesuaikan ciri khasnya madrasah yaitu ciri khas agama Islam dengan melaksanakan
pendidikan agama Islam dengan kelompok mata pelajaran adalah Aqidah Akhlak, Fiqh,
Qur’an Hadits, dan SKI dan ditambah Bahasa Arab.

14. Pendidikan Pramuka untuk Transmigrasi

Proyek ini dimulai sejak tahun 1970 di Jombang Jawa Timur. Tujuannya adalah menjadikan
penduduk desa agar menaruh minat terhadap pembangunan dan mengurangi minat penduduk
untuk pindah ke kota. Mereka yang mendapat pendidikan pramuka adalah para pemuda yang
berumur antara 6–25 tahun yang diminta agar bersedia bertransmigrasi ke luar Jawa. Latihan
yang diberikan di bidang peternakan, pertanian, irigasi, panen padi serta mengolah dan
menjual beras.

15. Pusat Kegiatan Belajar

Proyek PKB ini dimulai pertengahan tahun 1973. Teknik yang digunakan adalah pengajaran
klasikal dengan menggunakan alat-alat audio visual, ceramah, kerja kelompok, bimbingan
dan penyuluhan serta pengajaran melalui pemancar radio lokal.

16. BUTSI (Badan Usaha Tenaga Sukarela Indonesia)

Proyek ini dimulai tahun 1969 dengan mengerahkan 30 sukarelawan yang tinggal di desa
selama 2 tahun. Tujuannya mempertahankan dan memperkuat gotong royong di kalangan
generasi muda.

17. Proyek Pengembangan Sistem Informasi Pendidikan dan Kebudayaan


Proyek ini dimulai tahun 1970 dengan menyempurnakan statistik pendidikan. Selanjutnya
tahun 1972 secara intensif mengumpulkan statistik pendidikan yang dilaksanakan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

18. SESPA

Proyek SESPA dimulai tahun 1970, dengan tujuan tercapainya pengertian administrasi dan
manajemen. Para peserta SESPA adalah tenaga senior golongan IV yang berusia 35–48
tahun.

19. PROPIDA

Proyek ini sebagian biayanya dibiayai oleh Ford Foundation dengan jangka waktu 2 tahun,
berkantor di Padang dan Surabaya ditangani oleh bagian perencanaan Kanwil Depdikbud.
Tujuannya terjaminnya hubungan dan kerjasama sebagai perwujudan dari model perencanaan
pendidikan secara integral.

20. Pendidikan agama berwawasan multikultural

Indonesia adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari beragam agama, budaya sosial dan
etnis. Di satu sisi merupakan kekuatan di satu sisi berpotensi terjadinya konflik. Pendidikan
ini melalui pendekatan perencanaan sosial. Diharapkan akan mampu melayani kebutuhan
agama anak didik dan harmonisasi berbagai pemeluk agama. Tujuannya adalah menanamkan
keyakinan, penghayatan, menghargai agama masing-masing, dan menyampaikan pesan-pesan
agama melalui kurikulum pendidikan agama.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Inovasi merupakan perubahan yang direncanakan oleh organisasi dengan kegiatan yang
berorientasi pada pengembangan dan penerapan gagasan-gagasan baru agar menjadi
kenyataan yang bermanfaat dan menguntungkan. Proses inovasi dapat dianalogikan sebagai
proses pemecahan masalah yang di dalamnya terkandung unsur kreativitas. Dalam hal inovasi
pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus
melibatkan semua unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator, penyelenggara inovasi
seperti kepala sekolah, guru dan siswa.

Keberhasilan inovasi pendidikan tidak saja ditentukan oleh satu faktor tertentu saja, tetapi
juga oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas. Inovasi pendidikan yang berupa top-down
model tidak selamanya berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, antara lain
adalah penolakan para pelaksana seperti guru yang tidak dilibatkan secara penuh baik dalam
perencananaan maupun pelaksanaannya. Sementara itu inovasi yang lebih berupa bottom-up
model dianggap sebagai suatu inovasi yang langgeng dan tidak mudah berhenti, karena para
pelaksana dan pencipta sama-sama terlibat mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan.
Oleh karena itu, mereka masing-masing bertanggung jawab terhadap keberhasilan suatu
inovasi yang mereka ciptakan.

Tantangan di era globalisasi dan informasi perlu dimanfaatkan sebagai peluang untuk
meningkatkan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Harus diakui
bahwa keunggulan proses belajar mengajar dapat dikembangkan melalui proses inovasi
pendidikan dengan paradigma baru, yaitu pendidikan dengan mendayagunakan SDM,
teknologi informasi dan komunikasi. Untuk itu diperlukan suatu penyebarluasan (difusi) agar
semua pihak, baik insan pendidikan maupun masyarakat umum dapat terlibat secara langsung
melakukan gerakan pembaruan (inovasi) pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, S. 2002. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Profesionalisme Tenaga Kependidikan.


Bandung: Pustaka Setia.

Hamzah, H. 2007. Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di


Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Ihsan, F. 2003. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Massofa. 2008. Perlunya Pembaharuan Pendidikan di Tingkat Makro dan Mikro, (Online),
(http://massofa.wordfress.com, diakses 5 Desember 2008).

Noor, I. H. M. 2001. Sebuah Tinjauan Teoritis Tentang Inovasi Pendidikan di Indonesia,


(Online), (http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/
No_026/sebuah_tinjauan_teoritis_Idris.htm, diakses 25 Desember 2008).

Pengelola Perkuliahan Online Inovasi Pendidikan. 2008. Pengantar Inovasi Pendidikan,


(Online), (http://tik.kuliahinovasipendidikan.co.cc, diakses 8 Desember 2008).

Pidarta, M. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanaky, H. A. H. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Islam, (Online),


(http://educare.e;fkipunla.net, diakses 29 November 2008).

Semiawan, 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad


XXI. Jakarta: Grasindo.

Sismanto. 2007. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Manajemen Berbasis Sekolah,


(Online), (http://sismanto.multiply.com, diakses 29 November 2008).
Subandijah. 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Yogyakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Sudrajat, A. 2008. 6 Mitos tentang Kreativitas, (Online),


(http://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses 8 Desember 2008).

Suparno, P. Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi . Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Syaban, M. 2008. Proses Asesmen, (Online), (http://educare.e;fkipunla.net, diakses 29


November 2008).

Tilaar, H. A. R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Minggu, Januari 11, 2009
Sistem Inovasi dan Pendidikan

Atas permintaan seorang pembaca blog ini, saya mengulas singkat tentang sistem inovasi dan
pendidikan. Saya mengawali dengan mengingatkan kembali salah satu pengertian dari sistem
inovasi. Jadi sistem inovasi pada dasarnya merupakan suatu kesatuan dari sehimpunan aktor,
kelembagaan, jaringan, hubungan, interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah
perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan praktik
baik/terbaik), serta proses pembelajaran.
Sistem inovasi sangat penting karena bukan semata menyangkut pemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek) itu sendiri [termasuk misalnya melalui pendidikan, penelitian,
pengembangan dan kerekayasaan], tetapi juga bagaimana iptek dapat didayagunakan secara
maksimal bagi kepentingan nasional dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan
lainnya. Demikian sebaliknya, perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya, menjadi
bagian yang tidak dapat diabaikan dan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi arah dan
kecepatan pemajuan iptek.
Gambar berikut [saya menggunakan skema yang dikembangkan oleh Arnold dan Kuhlmann,
2001] merupakan salah satu cara memudahkan pemahaman kita tentang sistem inovasi. Ini
tentu bukan satu-satunya cara. Banyak skema lain yang digunakan oleh pihak yang berbeda,
tergantung tujuan deskripsi kita tentang sistem inovasi.

Jadi, sistem inovasi memiliki peran dan hubungan timbal balik sangat penting dengan
pendidikan. Ini juga diungkapkan antara lain oleh Johnson dan Jacobson (2001), yang
menurut mereka fungsi utama sistem inovasi adalah :

1. Menciptakan pengetahuan baru.


2. Memandu arah proses pencarian penyedia dan pengguna teknologi, yaitu
mempengaruhi arah agar para pelaku mengelola dan memanfaatkan sumber dayanya.
3. Memasok/menyediakan sumber daya, yaitu modal, kompetensi dan sumber daya
lainnya.
4. Memfasilitasi penciptaan ekonomi eksternal yang positif (dalam bentuk pertukaran
informasi, pengetahuan dan visi).
5. Memfasilitasi formasi pasar.

Sementara itu, Liu dan White (2001) juga mengungkapkan beberapa aktivitas penting dalam
sistem :

1. Riset (dasar, pengembangan, dan rekayasa);


2. Implementasi (misalnya manufaktur);
3. Penggunaan akhir/end-use (pelanggan dari produk atau output proses);
4. Keterkaitan/linkage (menyatukan pengetahuan yang saling komplementatif); dan
5. Pendidikan.

Jadi jelas bahwa dalam pengertian yang disampaikan di atas, ini berarti bahwa sistem
pendidikan merupakan elemen/pilar sangat penting bagi berkembangnya sistem inovasi
(nasional maupun daerah, serta sektoral/industrial). Sebaliknya, sistem inovasi yang kuat
akan mendukung perkembangan pendidikan yang semakin baik pula.
Bagaimana kita dapat melakukan perbaikan yang bersifat timbal balik pada penguatan sistem
inovasi dan pendidikan di Indonesia? Saya meminjam kerangka kebijakan inovasi yang
diusulkan (dan sedang terus dikembangkan) dalam RAKORNAS RISTEK April 2008 di
Palembang. [catatan : pengertian sederhana kebijakan inovasi adalah himpunan kebijakan
untuk mendukung pengembangan/penguatan sistem inovasi]. Saya pernah menyinggung juga
tentang ini secara singkat di blog publik Kompas.
Atas dasar kerangka kebijakan inovasi ini, maka beberapa hal penting perlu dilakukan di
Indonesia antara lain adalah :
Kondisi Umum. Dalam hal ini perlu langkah perbaikan dalam peraturan perundangan,
infrastruktur (fasilitas) dan sarana pendidikan [formal, non formal, informal] serta tenaga
pendidik yang mendukung ketersediaan, aksesibilitas dan "afordabilitas" bagi seluruh
masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas di seluruh wilayah Indonesia. Ini yang
mendasar. Tetapi jangan juga mengabaikan pengembangan kompetensi yang semakin kuat
pada bidang-bidang tertentu (selektif) yang mendukung penguatan keunggulan daya saing
dan kemandirian bangsa.
Catatan penting dari saya : jangan sampai pengembangan sekolah atau lembaga-lembaga
pendidikan ”unggulan” menjebak kita hanya menyedikan lembaga pendidikan untuk
anak/orang pandai dan memiliki kemampuan ekonomi. Pendidikan merupakan investasi
untuk membuat orang menjadi pandai dan cerdas.
Kelembagaan dan Daya Dukung Iptek, serta Kapasitas Absorpsi Iptek oleh Industri.
Penataan di bidang ini terbuka luas, apalagi jika dikaitkan dengan amanat dalam UU No.
20/2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 18/2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek, dan sejalan pula dengan kelahiran UU No.
39/2008 tentang Kementerian dan Kementerian Negara.
Ambil contoh tentang kesejalanan pendidikan dan pengembangan industri (dunia usaha). Jika
penentu kebijakan di kedua “bidang” ini jalan sendiri-sendiri dan lembaga pendidikan tak
mau tahu perkembangan dalam masyarakat dan dunia usaha, maka tak perlu heran kalau
sarjana-sarjana baru pun akan semakin memperpanjang antrian pengangguran terdidik di
negara kita dari waktu ke waktu.
Lembaga pendidikan vokasi yang baik sangat diperlukan. Selain itu, ke depan, beberapa
perguruan tinggi terutama di bidang teknik (engineering) dan bisnis/ekonomi perlu didorong
agar menjadi entrepreneurial universities. Ini tentu tidak harus perguruan tinggi negeri saja.
ATMI Solo merupakan salah satu contoh perguruan tinggi yang memiliki program vokasi
sangat baik di Indonesia. UMN Tangerang, walaupun usianya tergolong sangat muda, juga
tengah berupaya menjadi perguruan tinggi yang memiliki kekuatan dalam menghasilkan
technopreneur masa depan yang baik.

Sabtu, Maret 14, 2009


Peran Lembaga “Intermediasi” (?)

Beberapa rekan sering bertanya sebenarnya apa peran intermediaries itu. Sebagian pernah
mengusulkan intermediary (-ries) diterjemahkan sebagai “intermediasi” saja. Jadi, untuk
menyederhanakan saya gunakan istilah peran intermediasi untuk istilah intermediary (-ries)
dalam konteks ini.
Untuk memudahkan pemahaman tentang lembaga yang memiliki peran intermediasi saya
menggunakan kerangka sistem inovasi. Dalam diskusi-diskusi sebelumnya (lihat misalnya di
sini), saya berulangkali menjelaskan tentang sistem inovasi. Kali ini, peran intermediasi kita
fokuskan pada lembaga yang menjalankan aktivitas penelitian, pengembangan dan
perekayasaan (litbangyasa) teknologi misalnya seperti BPPT [Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi].
Pada prinsipnya, lembaga litbangyasa teknologi yang menjalankan peran intermediasi adalah
mereka yang memfasilitasi hubungan, keterkaitan, jejaring, kemitraan antara dua pihak atau
lebih dalam rangka litbangyasa teknologi dan reformasi kebijakan terkait.
Peran ini tentu sangat penting. Perkembangan atau kemajuan iptek, inovasi dan difusinya
serta pembelajaran dalam masyarakat tidak mungkin terjadi dalam keterisolasian. Interaksi
yang saling mendukung antara banyak pihak sangat diperlukan. Mereka, baik individu
maupun lembaga yang melakukan intermediasi dengan baik inilah yang membantu koneksi
antarpihak, bisa berfungsi sebagai katalis sekaligus bekerja sesuai kompetensinya dalam
jejaring banyak pihak sehingga terjadi proses sosial yang produktif dalam sistem inovasi.
Mudah-mudahan penjelasan singkat ini dapat bermanfaat.
Salam.

Posted by Tatang Taufik pada 3/14/2009 10:53:00 PM

1. Pendahuluan

Mencurahkan segala daya dan kemampuanya untuk selalu berinofasi menemukan sesuatu
yang baru yang dapat membantu hidup menjadi lebih baik itu adalah syarat mutlak untuk
tidak tertinggal atau tergerus oleh zaman yang selalu berkembang.

Guru sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
setiap usaha pendidikan dengan pengajaran. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi
pembelajaran, khususnya mengenai masalah kurikulum dan peningkatan sumber daya yang
dimiliki oleh siswa yang dihasilkan oleh pembelajaran yang sering bermuara pada faktor
kemampuan guru. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru dituntut untuk senantiasa berperan
aktif dan eksis dalam dunia pendidikan sesuai dengan zaman yang selalu berkembang.
Keahlian dan kepribadian guru merupakan salah satu faktor yang sangat berperan sekaligus
menjadi loncatan bagi siswa untuk meraih keberhasilan khususnya prestasi baik dari segi
analisis maupun kemampuan mendayagunakan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dalam
dunia pendidikan Inovasi adalah tantangan penyelenggaraan pendidikan yang berkwalitas
yang merupakan cita-cita mulia bangsa Indonesia. Oleh karena itu, gagasan inovasi
pendidikan oleh seorang pendidik sangatlah diperlukan, dengan dukungan elemen terkait
supaya tidak  terjadi kemandekan pada dunia pendidikan kemudian akan berimbas pada pada
elemen-elemen kehidupan yang lain seperti politik, ekonomi, social dan lain-lain.

1. Pengertian Inovasi

Inovasi adalah suatu ide , gagasan, praktik atau obyek/benda yang disadari dan diterima
sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Oleh sebab itu,
inovasi pada dasarnya merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru ataupun
berupa praktik-praktik tertentu ataupun berupa produk dari suatu hasil olah pikir dan olah
teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu yang diyakini dan dimaksudkan untuk
memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki suatu kedaan tertentu ataupun proses
tertentu yang terjadi di masyarakat  (Ahira: 2011)

Sedangkan  menurut Kusmana (2010: 4) adalah inovasi adalah membuat perubahan  atau
memperkenalkan sesuatu yang baru.

Dari pendapat diatas penulis menarik kesimpulan bahwa inovasi adalah menghasilkan produk
baru atau idea baru dengan tujuan untuk memperbaiki yang sudah ada supaya lebih baik dari
keadaan atau situasi sebelumnya  sehingga meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas dan
efektivitas.

1. Pengertian Inovasi Pendidikan

Pendidikan adalah suatu sistem, maka inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang
berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik sistem dalam arti sekolah, perguruan
tinggi atau lembaga pendidikan yang lain, maupun sistem dalam arti yang luas misalnya
sistem pendidikan nasional

Inovasi pendidikan menurut asrori (2011) adalah inovasi dalam bidang pendidikan untuk
memecahkan masalah dalam pendidikan. Inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang
berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik dalam arti sempit tingkat lembaga
pendidikan maupun arti luas di sistem pendidikan nasional. Sehingga dapat dikatakan inovasi
kurikulum merupakan suatu hal yang dapat terjadi dalam ruang lingkup pendidikan itu
sendiri.

Jadi inovasi pendidikan ialah suatu  ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai
hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi
atau diskaveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan
masalah pendidikan sehingga efisiensi, relevansi, berkualitas dan efektivitas. Dengan ciri-ciri
sebagai berikut :

Ciri-ciri inovasi pendidikan dapat dikenal dengan beberapa identifikasi, menurut ashby 1967
(dalam anneahira, 2011) ada empat hal ciri-ciri inovasi pendidikan, yaitu:

 Ketika masyarakat/orang tua mulai sibuk dengan peran keluar sehingga tugas
pendidikan anak sebagian digeser dari orang tua pindah ke guru atau dari rumah ke
sekolah.
 Terjadi adopsi kata yang ditulis ke instruksi lisan
 Adanya penemuan alat untuk keperluan percetakan yang mengakibatkan ketersediaan
buku lebih luas.
 Adanya alat elektronika yang bermacam-macam radio, telepon, TV, computer, LCD
proyektor, perekan internet, LAN, dsb ).

3.   Pentingnya inovasi dalam pendidikan

Setiap orang atau individu dalam pendidikan hendaknya berperan melakukan inovasi dalam
pendidikan karena prestasi pendidikan tergantung dari prestasi individu dalam pendidikan.
Prestasi individu dalam pendidikan merupakan bagian dari prestasi pendidikan yang pada
gilirannya merupakan prestasi organisasi pendidikan. Karena itu semua unsur di dalam dunia
pendidikan, baik guru maupun yang terlibat dalam proses pendidikan harus mempunyai niat
dan perhatian serta konsistensi yang terintegrasi dan berkesinambungan. Semua pihak yang
berperan serta dalam proses inovasi pendidikan harus  mengetahui tujuan, sasarannya dan
perencanaan maupun strategi yang dipergunakan, sehingga hasilnya dapat memenuhi harapan
dalam pendidikan.

Saat ini adalah era globalisasi dan revolusi informasi, di mana telah mengakibatkan
terjadinya persaingan secara bebas dalam berbagai hal, tidak lagi mengenal batas-batas
negara dan teritori. Semuanya bersaing dan berlomba-lomba meraih kesempatan dalam
sistem mekanisme pasar global. Apabila dunia pendidikan di Indonesia tidak menghasilkan
pendidikan yang berkwalitas maka akan kalah di pasaran dan akan tergerus jaman yang
semakin canggih dan inovatif. Inilah tantangan bagi dunia pendidikan pendidikan. Bagaimana
mengantisipasi perubahan tersebut? langkah-langkah apa yang perlu dilakukan sehingga
penyelenggara pendidikan di Indonesia ini mampu menempatkan kualitas sumber daya
manusia kita pada level yang patut diperhitungkan di kancah global? Hal ini merupakan tugas
yang tidak ringan, terutama bagi penyelenggara kegiatan pendidikan. Di sini dibutuhkan
manajemen pendidikan yang baik (well manage) dan strategi pelaksanaan inovasi agar
organisasi pendidikan mampu menghasilkan SDM yang berkualitas.

Dalam bidang pendidikan, banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya
pembaruan atau inovasi pendidikan. Inovasi yang terjadi dalam bidang pendidikan tersebut,
antara lain dalam hal manajemen pendidikan, metodologi pengajaran, media, sumber belajar,
pelatihan guru, implementasi  kurikulum, dsb.

Tahap demi tahap arah pentingnya inovasi pendidikan Indonesia antara lain:

 Mengejar ketinggalan-ketinggala yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan


teknologi sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajara
dengan kemjuan tersebut
 Mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap
warga Negara. Misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SLTP, SLTA,
dan Perguruan Tinggi.

Inovasi pendidikan sangat penting untuk dilakukan sebagaimana diungkapkan antara lain
oleh Johnson dan Jacobson (dalam sisten inovasi, 2009), karna mempunyai fungsi utama
sebagai berikut :

 Menciptakan pengetahuan baru.


 Memandu arah proses pencarian penyedia dan pengguna teknologi, yaitu
mempengaruhi arah agar para pelaku mengelola dan memanfaatkan sumber dayanya.
 Memasok/menyediakan sumber daya, yaitu modal, kompetensi dan sumber daya
lainnya.
 Memfasilitasi penciptaan ekonomi eksternal yang positif (dalam bentuk pertukaran
informasi, pengetahuan dan visi).
 Memfasilitasi formasi pasar.

1. Strategi Pendidikan
Dalam melakukan strategi inovasi, Kennedy (1991: 163) (dalam didaktika, 2010)
mengemukakan bahwa, “terdapat tiga jenis strategi inovasi, yaitu: power coercive (strategi
pemaksaan), rational empirical (empirik rasional), dan normative re-educative (pendidikan
yang berulang secara normatif)”.
a. Strategi pemaksaaan berdasarkan kekuasaan.

Pola ini dapat dikatakan sebagai suatu pola inovasi yang lebih bersifat top down. Strategi ini
seperti komando karena cenderung bersifat perintah dan memaksakan kehendak, ide dan
pikiran sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang sebenarnya, di
mana inovasi itu akan dilaksanakan. Kekuasaan memegang peranan yang sangat kuat
pengaruhnya dalam menerapkan ide-ide baru dan perubahan sesuai dengan kehendak dan
pikiran-pikiran dari pencipta inovasinya. Pihak pelaksana yang justru sebagai objek utama
dari inovasi itu sendiri malahan tidak dilibatkan sama sekali, baik dalam proses perencanaan
maupun pelaksanaannya. Para inovator hanya menganggap pelaksana sebagai objek semata
dan bukan sebagai subjek, sehingga tidak harus diperhatikan dan dilibatkan secara aktif
dalam proses perencanaan dan pengimplementasiannya. Inovasi seperti ini dilakukan dan
diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan
apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak
punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya. Contohnya adalah yang dilakukan oleh
Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. Seperti penerapan kurikulum, kebijakan
desentralisasi pendidikan dan lain-lain.

1. Empirik rasional.

Dalam strategi ini dikenal adanya asumsi dasar bahwa manusia mampu menggunakan pikiran
logisnya atau akalnya sehingga manusia mampu untuk bertindak secara rasional. Dalam
strategi ini inovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode
yang terbaik dan valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya.  Guru dapat
menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan akal yang sehat,
berdasarkan pemikiran, idea, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan berdasarkan
pengalaman guru tersebut.

1. Normatif reedukatif (pendidikan yang berulang)

Adalah suatu strategi inovasi yang didasarkan pada pemikiran para ahli pendidikan yang
menekankan bagaimana klien memahami permasalahan pembaruan, seperti perubahan sikap,
skill, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia. Dalam pendidikan, bila sebuah
strategi menekankan pada pemahaman pelaksana dan penerima inovasi, maka pelaksanaan
inovasi dapat dilakukan berulang kali. Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem belajar
mengajar di sekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan
perubahan-perubahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan
pelaksanaan model yang demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik
dibandingkan dengan hasil dari perubahan itu sendiri.

Dalam bidang pendidikan, banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya
pembaruan atau inovasi pendidikan. Inovasi yang terjadi dalam bidang pendidikan tersebut,
antara lain: dalam hal manajemen pendidikan, metode pengajaran, media, sumber belajar,
pelatihan guru, implementasi kurikulum, dan sebagainya.
Strategi memerlukan motivasi, pendapat Kusmana (2010: 33) bahwa motivasi yang dapat
mendorong lahirnya  inovasi pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Kemauan sekolah atau lembaga pendidikan terhadap tantangan kebutuhan masyarakat


2. Adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga pendidikan) untuk memecahkan
masalah  yang dihadapi masyarakat

Motivasi dari pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan pendidikan akan mendorong
tercapainya tujuan inovasi pendidikan untuk menjawab tantagan era global. Manajemen
pelaksanaan inovasi sendiri dari sudut proses berhubungan dengan kegiatan perencanaan.
Yang mana dalam perencanaan inovasi menuntut untuk melakukan asesmen situasi dan
mengidentifikasi tujuan dari inovasi itu sendiri. Keberhasilan inovasi akan berjalan baik, jika
didukung oleh perencanaan inovasi yang efektif.

1. Sasaran Program Pembaruan (Inovasi) dalam Bidang Pendidikan.

Sasaran yang dimaksud di sini adalah komponen-komponen apa saja dalam bidang
pendidikan yang dapat menciptakan inovasi. Pendidikan adalah suatu sistem maka inovasi
pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik
sistem dalam arti sekolah, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang lain, maupun
sistem dalam arti yang luas, misalnya sistem pendidikan nasional. Berikut ini contoh-contoh
inovasi pendidikan dalam setiap komponen pendidikan atau komponen sistem sosial sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Miles (dalam file.upi.edu, 2011), dengan perubahan isi
disesuaikan dengan perkembangan pendidikan dewasa ini.

 Pembinaan personalia. Pendidikan yang merupakan bagian dari sistem sosial tentu
menentukan personal (orang) sebagai komponen sistem. Inovasi yang sesuai dengan
komponen personel misalnya: peningkatan mutu guru, sistem kenaikan pangkat,
aturan tata tertib siswa, dan sebagainya.
 Banyaknya personal dan wilayah kerja. Sistem sosial tentu menjelaskan tentang
berapa jumlah personalia yang terikat dalam sistem serta dimana wilayah kerjanya.
Inovasi pendidikan yang relevan dengan aspek ini misalnya: berapa ratio guru siswa
pada satu sekolah dalam sistem PAMONG pernah diperkenalkan ini dengan ratio 1 :
200 artinya satu guru dengan 200 siswa). Sekolah Dasar di Amerika satu guru dengan
27 siswa, perubahan besar wilayah kepenilikan, dan sebagainya.
 Fasilitas fisik. Sistem sosial termasuk juga sistem pendidikan mendayagunakan
berbagai sarana dan hasil teknologi untuk mencapai tujuan. Inovasi pendidikan yang
sesuai dengan komponen ini misalnya: perubahan bentuk tempat duduk (satu anak
satu kursi dan satu meja), perubahan pengaturan dinding ruangan (dinding batas antar
ruang dibuat yang mudah dibuka, sehingga pada diperlukan dua ruangan dapat
disatukan), perlengkapan perabot laboratorium bahasa, penggunaan CCTV (TVCT-
Televisi Stasiun Terbatas), dan sebagainya.
 Penggunaan waktu. Suatu sistem pendidikan tentu memiliki perencanaan penggunaan
waktu. Inovasi yang relevan dengan komponen ini misalnya: pengaturan waktu
belajar (semester, catur wulan, pembuatan jadwal pelajaran yang dapat memberi
kesempatan mahasiswa untuk memilih waktu sesuai dengan keperluannya, dan
sebagainya.
 Perumusan tujuan. Sistem pendidikan tentu memiliki rumusan tujuan yang jelas.
Inovasi yang relevan dengan komponen ini, misalnya: perubahan tujuan tiap jenis
sekolah (rumusan tujuan TK, SD disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan
tantangan kehidupan), perubahan rumusan tujuan pendidikan nasional dan
sebagainya.
 Prosedur. Sistem pendidikan tentu mempunyai prosedur untuk mencapai tujuan.
Inovasi pendidikan yang relevan dengan komponen ini misalnya: penggunaan
kurikulum baru, cara membuat persiapan mengajar, pengajaran individual, pengajaran
kelompok, dan sebagainya.
 Peran yang diperlukan. Dalam sistem sosial termasuk sistem pendidikan diperlukan
kejelasan peran yang diperlukan untuk melancarkan jalannya pencapaian tujuan
inovasi yang relevan dengan komponen ini, misalnya: peran guru sebagai pemakai
media (maka diperlukan keterampilan menggunakan berbagai macam media), peran
guru sebagai pengelola kegiatan kelompok, guru sebagai anggota team teaching, dan
sebagainya.
 Wawasan dan perasaan. Dalam interaksi sosial biasanya berkembang suatu wawasan
dan perasaan tertentu yang akan menunjang kelancaran pelaksanaan  17 tugas.
Kesamaan wawasan dan perasaan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan
pendidikan yang sudah ditentukan akan mempercepat tercapainnya tujuan. Inovasi
yang relevan dengan bidang ini misalnya: wawasan pendidikan seumur hidup,
wawasan pendekatan keterampilan, proses, perasaan cinta pada pekerjaan guru,
kesediaan berkorban, kesabaran sangat diperlukan untuk menunjang pelaksanaan
kurikulum SD yang disempurnakan, dan sebagainya.
 Bentuk hubungan antar bagian (mekanisme kerja). Dalam sistem pendidikan perlu
ada kejelasan hubungan antara bagian atau mekanisme kerja antara bagian dalam
pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan. Inovasi yang relevan dengan komponen
ini misalnya: diadakan perubahan pembagian tugas antara seksi di kantor departemen
pendidikan dan mekanisme kerja antar seksi, di perguruan tinggi diadakan perubahan
hubungan kerja antara jurusan, fakultas, dan biro registrasi tentang
pengadministrasian nilai mahasiswa, dan sebagainya.
 Hubungan dengan sistem yang lain. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam
beberapa hal harus berhubungan atau bekerja sama dengan sistem yang lain. Inovasi
yang relevan dengan bidang ini misalnya: dalam pelaksanaan usaha kesehatan sekolah
bekerjasama atau berhubungan dengan Departemen Kesehatan, data pelaksanaan
KKN harus kerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat, dan sebagainya.
 Strategi. Yang dimaksud dengan strategi dalam hal ini ialah tahap-tahap kegiatan
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan inovasi pendidikan.

Adapun macam dan pola strategi yang digunakan sangat sukar untuk diklasifikasikan, tetapi
secara kronologis biasanya menggunakan pola urutan sebagai berikut:

ü   Desain. Ditemukannya suatu inovasi dengan perencanaan penyebarannya berdasarkan


suatu penelitian dan obeservasi atau hasil penilaian terhadap pelaksanaan sistem pendidikan
yang sudah ada.

ü   Kesadaran dan perhatian. Suatu potensi yang sangat menunjang berhasilnya inovasi ialah
adanya kesadaran dan perhatian sasaran inovasi (baik individu maupun kelompok) akan
perlunya inovasi. Berdasarkan kesadaran itu mereka akan berusaha mencari informasi tentang
inovasi.

ü   Evaluasi. Para sasaran inovasi mengadakan penilaian terhadap inovasi tentang
kemampuannya untuk mencapai tujuan, tentang kemungkinan dapat terlaksananya sesuai
dengan kondisi situasi, pembiayaannya dan sebagainya.
ü   Percobaan. Para sasaran inovasi mencoba menerapkan inovasi untuk membuktikan
apakah memang benar inovasi yang dinilai baik itu dapat diterapkan seperti yang diharapkan.
Jika ternyata berhasil maka inovasi akan diterima dan terlaksana dengan sempurna sesuai
strategi inovasi yang telah direncanakan.

1. Inovasi  pendidikan dan paradigma dalam pembelajaran di Indonesia

Pembelajaran dengan inovasi pendidikan memerlukan dukungan/proaktif, dan sikap-sikap


positif dari pihak-pihak terkait, karna tanpa hal tersebut maka tujuan inovasi pendidikan akan
menjedi tersendat. Era globalisasi  yang harus di ikuti oleh negara Indonesia agar tidak
tertinggal dari negara-nagara lainnya mengharuskan inovasi pendidikan untuk mendorong
kemajuan dan modernisasi  dalam bidang pendidikan.

Menurut Kusmana (2010:84) dalam rangka modernisasi di era global ini,  ditentukan oleh
sumber daya manusia yang memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru


2. siap menghadapi perubahan sosial,
3. memiliki pandangan luas,
4. memiliki dorongan rasa ingin tau,
1. berorientasi pada masa sekarang dan masa yang akan datang,
2. berorientasi pada perencanaan,
3. mempercayai perhitungan secara manusiawi,
1. menghargai keterampilan teknik dan menggunakannya sebagai
imbalan,
2. berwawasan pendidikan dan pekerjaan,
3. menyadari dan menghargai kemuliaan orang lain,
4. memahami perlunya produksi.

Penulis berpendapat bahwa karakteristik guru yang diperlukan untuk mendukung inovasi
dalam pendidikan di Indonesia adalah sebagaimana di sebutkan diatas, inovasi di  kemudian
diarahkan  mengikuti dan memenuhi tuntutan dunia global yang semakin berkembang pesat,
dan terbuka terhadap hal-hal atau ilmu yang baru secara positif.

Realisasi  inovasi pendidikan  yang sudah dilakukan di Indonesia, beberapa diantaranya


adalah sebagai berikut :

1. Inovasi Kurikulum. Melalui strategi  power coercive  atau model inovasi Top Down
Inovation Inovasi model.

Diawali tahun 1950 ada kurikulum SD “ Rencana Pelajaran Terurai”, tahun 1960 muncul
“Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar”, tahun 1968 dikenal “Kurikulum 1968”,
pengganti kurikulum 1950. Lalu tahun 1970 muncul “Kurikulum Berhitung”. Pada tahun
1975 “ Kurikulum 1975” yang berfokus pada pelajaran Matematika dan Pendidikan Moral
Pancasila serta Kewarganegaraan. Pada tahun 1984 menyempurnakan kurikulum 1975
dengan model “Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)”. Dilanjutkan pada tahun 1991
dihentikan, kemudian muncul  “Kurikulum 1994”. Tahun 2004 dikenal “Kurikulum Berbasis
Kompetensi”  (KBK). Dan terakhir tahun 2006 muncul “Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan” (KTSP).
1. Strategi empirik rasional atau model  bottom up Inovation

Model inovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya
untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan .Guru dapat menciptakan strategi
atau  metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan akal yang sehat, berdasarkan
pemikiran, idea, berkaitan dengan situasi dan kondisi . Biasanya dilakukan oleh para guru di
sekolah, bagaimana supaya kegiatan dalam pembelajaran menjadi lebih menarik.

1. Pembelajaran Berbasis Otak

Jika ditinjau dari bidang neurosains, suatu pembelajaran diartikan sebagai merupakan respons
terhadap rangsangan sepanjang waktu  (Dennison dalam edukasi 2010). Otak manusia
merupakan bagian tubuh manusia yang paling kompleks dan merupakan satu-satunya organ
yang senantiasa berkembang sehingga ia dapat mempelajari dirinya sendiri. Jika dirawat oleh
tubuh yang sehat dan lingkungan yang menimbulkan rangsangan, otak itu akan berfungsi
secara aktif dan reaktif selama lebih dari seratus tahun. Banyaknya bukti yang sekarang
muncul mengenai belajar dan perkembangan otak menghasilkan suatu gerakan menuju
praktik pendidikan yang mendukung pemahaman intuitif sebelumnya tentang belajar melalui
keterlibatan langsung dengan aktivitas. Beberapa riset sudah menunjukkan bahwa janin yang
masih berada dalam kandungan pun sudah belajar secara intens mengenai dunia di luar.
Paradigma pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan kecerdasan hendaknya
mengacu pada perkembangan otak manusia seutuhnya. Realitas pembelajaran dewasa ini
menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar lebih banyak mengacu pada target pencapaian
kurikulum dibandingkan dengan menciptakan siswa yang cerdas secara utuh. Sementara itu,
kegiatan yang terjadi di dalam ruang belajar masih bersifat konvensional yakni menempatkan
guru pada posisi sentral (teacher centered) dan siswa sebagai objek pembelajaran.

Beberapa sekolah  sudah menerapkan sitem sekolah berbudaya lingkungan. Tidak hanya
strategi Pemberian rangsang terhadap dengan memberikan soal-soal untuk mengevaluasi
materi pelajaran tetapi  soal-soal yang diberikan dikemas seatraktif mungkin sehingga
kemampuan berpikir siswa lebih otimal, seperti melalui teka-teki, simulasi, permainan
lingkungan dan sebagainya. Guru tidak hanya memanfaatkan ruangan kelas untuk belajar
siswa, tetapi juga tempat-tempat lainnya, seperti di taman, di lapangan bahkan diluar kampus.
Guru menghindarkan situasi pembelajaran yang dapat membuat siswa merasa tidak nyaman,
mudah bosan atau tidak senang terlibat di dalamnya. Strategi pembelajaran yang digunakan
lebih menekankan pada diskusi kelompok yang diselingi permainan menarik serta variasi lain
yang kiranya dapat menciptakan suasana yang menggairahkan siswa dalam belajar. Selain
itu, guru   juga mengupayakan dengan membuat suasana pembelajaran yang aktif dan
bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang aktif dan bermakna hanya dapat dilakukan apabila
siswa secara fisik maupun psikis dapat beraktivitas secara optimal. Strategi pembelajaran
dikemas sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara aktraktif dan interaktif, melalui
model pembelajaran yang bersifat demonstrasi.

1. Melakukan inovasi pendidikan akhlak berbasis manajemen qolbu

Inovasi ini banyak dilakukan oleh lembaga pesantren/ lembaga keagamaan. Di dalam Qolbu
terhimpun perasaan moral, mengalami dan menghayati tentang salah-benar, baik buruk serta
berbagai keputusan yang harus dipertanggung jawabkannya secara sadar, sehingga kualitas
Qalbu akan menentukan apakah dirinya bisa tampil sebagai subjek, bahkan sebagai wakil
Tuhan di muka bumi, ataukah terpuruk dalam kebinatangan yang hina. Untuk itu perlu upaya
untuk membersihkan dan memberikan pencerahan Qolbu, yaitu dengan cara penyucian jiwa
(Tazkiyah An Nafs) yang berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, sesudah
membersihkannya dari sifat-sifat tercela. Dengan kata lain diri dibersihkan dari kotoran dan
kerusakannya diubah menjadi An Nafs Al Lawwamah (jiwa yang mencela) dan akhirnya
menjadi An Nafs Al Muthma’innah. Selanjutnya adalah dengan cara menghapus kecintaan
terhadap dunia serta menghilangkan segenap kesedihan, kedukaan dan kekhawatiran atas
segala sesuatu yang tidak berguna yaitu dengan cara senantiasa dan terus menerus mengingat
Allah (Dzikrullah).

1. PAKEM

PAKEM  adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan


Menyenangkan.Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan
mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar
dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran
ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan
dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan
generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan
orang lain.Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam
sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana
belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara
penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi.  Menurut hasil penelitian,
tingginya waktu  curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan
menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak
menghasilkan apa yang harus  dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab
pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran
hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya
seperti bermain biasa.

1. Contextual Teaching and Learning /CTL

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL)  merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebihdipentingkan daripada
hasilDalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya.Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi.Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukansesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari
menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola
dengan pendekatan kontekstual

1. Cooperative learning Model


Pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang
mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat
didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang  termasuk di
dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling
ketergantungan  positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama,
dan proses kelompok. Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning
(pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius yang
menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.Cooperative Learning adalah suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok,
yang terdiri dari dua orang atau lebih.Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk
pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota
kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

1. Active learning Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk


mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga
semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active
learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap
tertuju pada proses pembelajaran.
2. Kendala-kendala Dalam Inovasi Pendidikan
1. a.      Kondisi Umum.

Dalam hal ini perlu langkah perbaikan dalam peraturan perundangan, infrastruktur (fasilitas)
dan sarana pendidikan (formal, non formal, informal) serta tenaga pendidik yang mendukung
ketersediaan, aksesibilitas dan “afordabilitas” bagi seluruh masyarakat terhadap pendidikan
yang berkualitas di seluruh wilayah Indonesia

1. b.      Kelembagaan dan Daya Dukung pelaksana inovasi pendidikan

 Kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan seperti


inovasi kurikulum antara lain adalah (1) perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi
(2). konflik dan motivasi yang kurang sehat  (3). lemahnya berbagai faktor penunjang
sehingga
mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan (4). keuangan (finacial)
yang tidak terpenuhi (5). penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi (6)
kurang adanya hubungan sosial dan publikasi (Subandiyah dalam pakguruonline,
2012). Untuk menghindari masalah-masalah tersebut di atas, dan agar mau berubah
terutama sikap dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang sedang dan akan
dikembangkan, sehinga perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat berhasil
dengan baik, maka guru, administrator, orang tua siswa, dan masyarakat umumnya
harus dilibatkan.

1. Penolakan dalam Inovasi Pendidikan


Setelah memperhatikan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan suatu inovasi pendidikan,
misalnya penolakan para guru tentang adanya perubahan kurikulum dan metode belajar-
mengajar, maka perlu kiranya masalah tersebut dibahas. Namun sebelumnya, pengertian
tentang resisten itu perlu dijelaskan lebih dahulu. Menurut definisi dalam “Cambridge
International English Dictionary of English” bahwa Resistance is to fight against (something
or someone) to not be changed by or refuse to accept (something). Berdasarkan definisi
tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penolakan (resistance) itu adalah
melawan sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau diubah atau tidak mau menerima
hal tersebut.

Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para
pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut:

 Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan
pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggapoleh
guru. atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak
perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah
mereka.
 Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat
sekarang,karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan bertahun-tahun
dantidak ingin diubah. Disamping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh
merekamemberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran
mereka.
 Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat
(khususnyaDepdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang
dialami oleh guru dan siswa.
 Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang berasal dari pusat merupakan   k
ecenderungan sebuah proyek dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta
inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasial
dan keuangannya sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau
guruhanya terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di
pusat dan tidak punya wewenang untuk merubahnya.
 Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah
atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan
mereka dan situasi sekolah mereka.

1. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi pendidikan

Untuk menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang perlu
diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan
program/tujuan.

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat
berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat
menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas.
Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak di capai. Beberapa
penekanan perubahan pikiran yang diperlukan adalah:

 Dari peran guru sebagai transmiter ke fasilitator, pembimbing dan konsultan,


 dari peran guru sebagai sumber pengetahuan menjadi kawan belajar,
 dari belajar diarahkan oleh kurikulum menjadi diarahkan oleh siswa sendiri,
 dari belajar dijadwal secara ketat menjadi terbuka, fleksibel sesuai keperluan,
 dari belajar berdasarkan fakta menuju berbasis masalah dan proyek,
 dari belajar berbasis teori menuju dunia dan tindakan nyata serta refleksi,
 dari kebiasaan pengulangan dan latihan menuju perancangan dan penyelidikan,
 dari taat aturan dan prosedur menjadi penemuan dan penciptaan,
 dari kompetitif menuju kolaboratif,
 dari fokus kelas menuju fokus masyarakat,
 dari hasil yang ditentukan sebelumnya menuju hasil yang terbuka,
 dari belajar mengikuti norma menjadi keanekaragaman yang kreatif
 dari penggunaan komputer sebagai obyek belajar menuju penggunaan komputer
sebagai alat belajar,
 dari presentasi media statis menuju interaksi multimedia yang dinamis,
 dari komunikasi sebatas ruang kelas menuju komunikasi yang tidak terbatas,
 dari penilaian hasil belajar secara normatif menuju pengukuran unjuk kerja yang
komprehensif.

Dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi


pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar
bagi keberhasilansuatu inovasi pendidikan. Dalam suatu inovasi pendidikan, gurulah yang
utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik,
sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagai motivator dan lain sebagainya.
Siswa Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa
memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat
menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik,
pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal
ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan.

Siswa sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa
memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat
menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan  intelegensia, daya motorik,
pengalaman, kemauan dan
komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila
siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan
kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang
harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasipendidikan tidak kalah
pentingnya dengan peran unsur- unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran,
pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh
karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa
perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi
tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.

Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan
perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan,
kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa
adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi
pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena itu,
dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum
atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil
perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.

Fasilitas termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam dalam proses
pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembahruan pendidikan, tentu
saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan
diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa
dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar
merupakan hal yang esensial dalam
mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan
suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah,
bangku, meja dan sebagainya.

Lingkup Sosial Masyarakat. Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak
secara langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif
maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan. Masyarakat secara tidak
langsung atau tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa
yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik
terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat
sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka
tidak diberitahu atau dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan
sebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi
pendidikan. Kata Kunci : inovasi, perubahan, penolakan, kurikulum, siswa, guru, fasilitas,
inovator, pelaksana, masyarakat, sekolah, keterlibatan, top-down-bottom-up, sosial, program,
pendidikan

6.   Kesimpulan

Pembaharuan (inovasi) diperlukan bukan saja dalam bidang teknologi, tetapi juga di segala
bidang termasuk bidang pendidikan. Pembaruan pendidikan diterapkan didalam berbagai
jenjang pendidikan juga dalam setiap komponen system pendidikan. Sebagai pendidik, kita
harus mengetahui dan dapat menerapkan inovasi-inovasi agar dapat mengembangkan proses
pembelajaran yang kondusif sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal. Kemajuan suatu
lembaga pendidikan sangat berpengaruh pada outputnya sehingga akan muncul pengakuan
yang rill dari siswa, orang tua dan masyarakat. Namun sekolah/ lembaga pendidikan tidak
akan meraih suatu pengakuan rill apabila warga sekolah tidak melakukan suatu inovasi di
dalamnya dengan latar belakang kekuatan, kelemahan tantangan dan hambatan yang
ada.Inovasi pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tapi
harus melibatakan semua unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator, penyelenggara
inovasi seperti guru dan siswa. Disamping itu, keberhasilan inovasi pendidikan tidak saja
ditentukan oleh satu atau dua faktor saja, tapi juga oleh masyarakat serta kelengkapan
fasilitas.

DAFTAR PUSTAKA

Anneahira .Inovasi Pendidikan.Dalam situs


http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/inovasi-pendidikan.htm/2011.Dikunjungi 24
Februari 2012
Kusmana, Suherli, Ciamis : pascasarjana unigal press, 2010

Didaktika. Pentingnya Inovasi dalam Pendidikan. Dalam situs http://didaktika.fitk-


uinjkt.ac.id/2010/02/pentingnya-inovasi-dalam-pendidikan.html.Dikunjungi 24 Februari 2012

File Upi Edu. Konsep Dasar inovasi Pendidikan. Dalam situs


http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/INOVASI_PENDIDIKAN/Modul_1Konsep_Das
ar_Inovasi_Pendidikan.pdf. Dikunjungi 24 Februari 2012

Edukasi. Inovasi Pembelajaran Berbasis Otak. Dalam situs


http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/18/inovasi-pembelajaran-berbasis-otak/. Dikunjungi
tanggal 24 Februari 2012

Shvoong. Model Pembelajaran Inovatif. Dalam situs


http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2073902-model-pembelajaran-inovatif-
masalah-problem.pdf . Dikunjungi 24 Februari 2012

Pakguruonline.Sebuah Tinjauan Teoritis Mengenai Inovasi


Pendidikan.http://groups.yahoo.com/group/pakguruonline/message/106. Dikunjungi 25
Februari 2012

MODEL INOVASI PENDIDIKAN
Posted 1 Juli 2010 by adikasimbar in Pendidikan. Ditandai:Inovasi. 1 Komentar

Makalah, disusun oleh :

 HARMANI N. P
 YUSNITA
 RAMLAH
 MINCE
 AZHAR

BAB I

PENDAHULUAN

Model inovasi pendidikan yang akan dibahas adalah beberapa model inovasi yang telah
digunakan di Amerika Serikat sebagai contoh bagaimana cara menerapkan proses difusi
inovasi dalam bidang pendidikan.

Inovasi termasuk bagian dari perubahan sosial dan inovasi pendidikan merupakan bagian dari
inovasi. Karena penyelenggara pendidikan formal adalah suatu organisasi maka yang lebih
sesuai diterapkan dalam bidang pendidikan adalah pola inovasi dalam organisasi, walau
demikian organisasi pendidikan memiliki karakteristik atau keunikan tersendiri dibanding
organisasi lain. Maka untuk memperjelas wawasan tentang model inovasi pendidikan yang
baru yang sesuai kondisi dan situasi setempat, ada beberapa faktor yang harus dipahami yang
mempengaruhi proses inovasi pendidikan sesuai dengan karakteristik bidang pendidikan.

Kemudian diperlukan pula perencanaan inovasi pendidikan agar proses inovasi berlangsung
efektif dengan panduan petunjuk untuk mengadakan inovasi pendidikan di sekolah.

Pembahasan ini, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pedoman jika seorang guru atau
kepala sekolah akan mengadakan inovasi atau suatu perubahan pendidikan disekolah tempat
ia bekerja. Pengertian inovasi pendidikan mencakup baik inovasi yang disebarluaskan atau
didesiminasikan oleh pemerintah pusat (bersifat nasional), maupun inovasi dalam pengertian
ide atau gagasan baru untuk memecahkan masalah atau memperbaiki sekolah tempat guru
atau kepala sekolah itu bekerja.

Melalui wawasan luas dan lengkap tentang inovasi pendidikan, diharapkan guru dapat
membantu kelancaran proses inovasi pendidikan yang ada dilingkungan kerja. Bahkan jika
memungkinkan dapat merencanakan dan menerapkan inovasi pendidikan sendiri untuk
meningkatkan kualitas sekolahnya atau memecahkan masalah pendidikan yang dihadapinya.

Tujuan pembahasan adalah untuk memahami tentang :

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan;


2. Perencanaan inovasi pendidikan;
3. Beberapa model inovasi pendidikan;
4. Petunjuk tentang cara untuk mengadakan perubahan atau inovasi pendidikan pada
suatu sekolah.

BAB II

PEMBAHASAN

1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES INOVASI


PENDIDIKAN

Lembaga pendidikan formal adalah suatu subsistem dari sistem sosial, jika terjadi perubahan
dalam sistem sosial maka lembaga pendidikan formal juga mengalami perubahan, demikian
sebaliknya. Olehnya itu, lembaga pendidikan mempunyai beban ganda yaitu melestarikan
nilai-nilai budaya dan mempersiapkan generasi muda agar dapat menghadapi tantangan
kemajuan jaman.

Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan bersumber pada dua hal
yaitu : kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan
kebutuhan masyarakat dan adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga pendidikan)
untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Antara lembaga pendidikan dan
sistem sosial terjadi hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.

Ada tiga hal yang berpengaruh besar terhadap kegiatan di sekolah (lembaga pendidikan) :
1. Faktor kegiatan belajar mengajar.

Yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar ialah
kemampuan guru sebagai tenaga profesional. Guru sebagai tenaga yang telah
dipandang memiliki keahlian tertentu dalam bidang pendidikan, diserahi tugas dan
wewenang untuk mengelola kegiatan belajar mengajar agar dapat mencapai tujuan
tertentu, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional dan tujuan institusional yang telah dirumuskan. Dalam
pelaksanaan tugas pengelolaan kegiatan belajar mengajar, terdapat berbagai faktor
yang menyebabkan orang memandang bahwa pengelolaan kegiatan belajar mengajar
adalah kegiatan yang kurang (setengah) profesional, kurang efektif, dan kurang
perhatian.

Beberapa alasan mengapa orang memandang tugas guru dalam mengajar mengandung
banyak kelemahan :

1. Hubungan interpersonal guru dan siswa.

Dengan kemampuan yang sama belum tentu menghasilkan prestasi belajar


yang sama jika menghadapi kelas yang berbeda, demikian pula sebaliknya,
dengan kondisi kelas yang sama diajar oleh guru yang berbeda belum tentu
menghasilkan prestasi belajar yang sama, meskipun para guru tersebut telah
memenuhi persyaratan sebagai guru yang profesional.

2. Kegiatan belajar mengajar terisolasi dari kritik teman sejawat.

Kegiatan guru di kelas merupakan kegiatan yang terisolasi dari kegiatan


kelompok, guru yang lain tidak mengetahui, maka sukar untuk mendapatkan
kritik untuk pengembangan profesinya. Apa yang dilakukan guru di kelas
seolah-olah sudah merupakan hak mutlak tanggung jawabnya. Padahal
mungkin masih banyak kekurangannya.

3. Ketiadaan kriteria yang baku tentang keefektifan belajar mengajar.

Kriteria pengelolaan kegiatan belajar mengajar sukar ditentukan karena sangat


banyak variabel yang ikut menentukan keberhasilan kegiatan belajar siswa.

4. Waktu yang terbatas.

Dengan keterbatasan waktu guru tidak mungkin dapat melayani siswa dengan
memperhatikan perbedaan individual satu dengan yang lain.

5. Tujuan pembelajaran yang sama untuk siswa yang berbeda.

Berdasarkan perbedaan individual siswa, akan lebih tepat jika pengelolaan


kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan cara yang sangat fleksibel.
Kenyataannya guru dituntut untuk mencapai perubahan tingkah laku yang
sama bagi semua anak dan jika ini tidak tercapai dapat menimbulkan
anggapan diragukan kualitas profesionalnya.
6. Minimnya waktu untuk meningkatkan kompetensi.

Dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, guru


diperhadapkan pada ketiadaan keseimbangan antara kemampuan dan
wewenang mengatur beban kerja, tanpa bantuan dari lembaga dan tanpa
insentif yang memadai. Hal ini menyebabkan program pertumbuhan jabatan
atau peningkatan profesi guru mengalami hambatan.

7. Banyaknya tuntutan.

Tuntutan kerja yang banyak membuat guru kesulitan dalam menentukan skala
prioritasnya, misalnya yang mana didahulukan perubahan tingkah laku atau
kognitif siswa. Dan masih banyak lagi tuntutan yang lain.

Jika profesional yang penuh, maka akan memberi peluang pada anggotanya untuk :

8. Menguasai kemampuan profesional yang ditunjukkan dalam penampilan.


9. Memasuki anggota profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya,
diawasi oleh kelompok profesi (teman sejawat).
10. Ketentuan untuk berbuat profesional, ditentukan bersama antar sesama
anggota profesi.
2. Faktor internal dan eksternal

Keunikan dari sistem pendidikan adalah baik pelaksana maupun klien adalah
kelompok manusia. Perencana inovasi pendidikan harus memperhatikan mana
kelompok yang mempengaruhi dan mana kelompok yang dipengaruhi.

Faktor internal yang dimaksud adalah siswa, siswa menjadi pusat perhatian dan bahan
pertimbangan dalam melaksanakan berbagai kebijakan pendidikan.

Faktor eksternal yang berpengaruh dalam proses inovasi pendidikan ialah orang tua,
baik secara moral maupun finansial. Di Amerika yang berperan sebagai faktor
ekstenal adalah juga para pembayar pajak pendidikan yang diatur tersendiri
berdasarkan pada kemampuan atau kekayaan masing-masing.

Ahli pendidik (profesi pendidikan) merupakan faktor internal dan juga faktor
eksternal seperti guru, administrator pendidikan, konselor. Para ahli luar organisasi
sekolah seperti pengawas, inspektur, penilik sekolah, konsultan dan pengusaha yang
membantu pengadaan fasilitas sekolah. Para penatar guru dan organisasi persatuan
guru juga dapat dipandang sebagai faktor eksternal.

3. Sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan)

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah diatur dengan aturan yang dibuat pemerintah,


mulai dari cara berpakaian, kegiatan waktu istirahat, sampai pada kegiatan belajar di
kelas.

Dengan aturan tersebut timbul permasalahan sejauh mana batas kewenangan guru
untuk mengambil kebijakan dalam melakukan tugasnya yang disesuaikan dengan
kondisi dan situasi setempat. Demikian pula sejauh mana kesempatan yang diberikan
kepada guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya guna menghadapi
tantangan kemajuan jaman. Dampak dari keterbatasan tersebut menimbulkan siklus
otoritas yang negatif bagi guru yang dikemukakan oleh Florio (1973) dan dikutip oleh
Zaltman (1977)

SIKLUS NEGATIF OTORITAS GURU

Kurang kepercayaan terhadap guru Tidak jelas atau praduga negatif terhadap  kewenangan guru

Atasan mengamati guru sebagai     Pembatasan kewenangan dan

orang yang kurang mampu atau    kesempatan peningkatan

tidak profesional                           kemampuan profesional

Kurang mempunyai rasa tanggung        Kurang mampu untuk mengambil

jawab dan komitmen dalam                    kebijakan dalam menghadapi

pelaksanaan tugas                                   tantangan kemajuan

akhirnya frustasi dan apatis

Berdasarkan gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan inovasi


pendidikan akan lancar jika perhatian tertuju pada peningkatan kemampuan
profesional guru serta pemberian otoritas atau kewenangan untuk mengambil
kebijakan dalam melaksanakan tugasnya untuk menyesuaikan dengan kondisi dan
situasi setempat. Jika hal ini diutamakan mungkin akan timbul siklus otoritas yang
positif bagi guru.

SIKLUS POSITIF OTORITAS GURU

Bertambah kepercayaan terhadap wewenang guru jelas dan praduga

guru    positif terhadap guru

Atasan mengamati guru sebagai            Diberi keluasan kewenangan dan

guru yang mampu melaksanakan           kesempatan peningkatan

tugas dan diberi penguatan                    kemampuan profesional


Komitmen terhadap pelaksanaan          Mampu dan berwewenang untuk

tugas tinggi dan penuh rasa                   mengambil kebijakan dalam

tanggung jawab                                      menghadapi tantangan kembali

menimbulkan semangat dan gairah kerja tinggi

J. Alan Thomas membedakan tiga macam perspektif tentang fungsi sekolah yang kemudian
dilengkapi menjadi 4 perspektif oleh Zaltman seperti berikut :

PERSPEKTIF FUNGSI SEKOLAH


PERSPEKTIF INPUT OUTPUT
Sumber daya manusia dan material (orang, peralatan, dan Program pendidikan pada suatu sekolah
Administrasi
sebagainya) (unit pelayanan tertentu)

Unit pelayanan sekolah, waktu belajar, kualitas program


Perubahan tingkah laku dan nilai yang
Psikologi belajar, latar belakang sosial ekonomi siswa dan
dicapai siswa (hasil belajar siswa)
sebagainya.

Penambahan penghasilan baik secara


Ekonomi Peningkatan kesempatan belajar
individu maupun masyarakat luas

Kemampuan individual untuk


Pembuatan
Bentuk elemen sistem pendidikan di masyarakat berpartisipasi secara produktif dalam
kebijakan
masyarakat

Dengan memahami berbagai macam perspektif tentang fungsi sekolah akan mempermudah
untuk mengadakan inovasi dengan menentukan pada perspektif mana yang diutamakan
terlebih dahulu. Dengan demikian pelaksanaan perubahan pendidikan atau inovasi pendidikan
dapat dilakukan secara bertahap.

1. PERENCANAAN INOVASI PENDIDIKAN

Penyusunan perencanaan disesuaikan dengan keperluan. Perencanaan untuk inovasi yang


akan menjangkau wilayah nasional akan berbeda dengan perencanaan untuk inovasi yang
akan diimplementasikan pada suatu lembaga pendidikan tertentu atau suatu sekolah.

Faktor dominan pada suatu lembaga pendidikan adalah faktor manusianya. Faktor yang
dominan pada suatu sekolah ialah guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa merupakan faktor
utama yang berpengaruh terhadap proses inovasi pendidikan. Sekolah berada di suatu
lingkungan sistem sosial atau merupakan bagian dari sistem sosial. Oleh karena itu perubahan
yang terjadi pada suatu sekolah akan mempengaruhi dan mungkin juga dipengaruhi oleh
lingkungannya.

Ada tiga macam hubungan antara suatu sistem dengan lingkungannya yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem yaitu : reaktif, proaktif, interaktif.
Sebenarnya ada juga hubungan antara sistem dengan lingkungannya yang disebut hubungan
inaktif atau beku, artinya dalam hubungan itu tidak terdapat arus tenaga penggerak antara
sistem dengan lingkungannya, sehingga sistem itu tidak dapat tumbuh dan berkembang.
Dalam hubungan inaktif tidak mendorong adanya perubahan karena hubungan tenaga sumber
yang terdapat dilingkungan dengan sistem yang ada. Jadi hubungan antara sistem dengan
lingkungannya yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan ada tiga yaitu :

1. Hubungan reaktif artinya sistem secara kontinu (berkesinambungan) mengadakan


respon terhadap kekuatan atau tekanan dari luar misalnya masalah poitik, ekonomi,
sosial, kebudayaan dan sebagainya.
2. Hubungan proaktif artinya sistem memegang peranan sebagai pengambil inisiatif
untuk mengadakan perubahan atau inovasi, dan secara aktif untuk berusaha mencari
sumber dari lingkungannya (Eksternal)
3. Hubungan interaktif artinya pertumbuhan dan pengembangan atau perubahan suatu
sistem sebagai hasil adanya hubungan interaksi antara sistem dan lingkungannya.
Baik sistem dan lingkungannya saling memegang peranan dalam proses terjadinya
perubahan atau inovasi.

Dari ketiga macam hubungan antara sistem dengan lingkunganya tersebut, yang sesuai
dengan perubahan pendidikan yang direncanakan atau inovasi ialah hubungan proaktif dan
interaktif. Jika terjadi hubungan reaktif antara sekolah atau lembaga pendidikan dengan
lingkungannya berarti pimpinan lembaga atau kepala sekolah selalu memberikan reaksi
terhadap tantangan lingkungannya. Karena datangnya tantangan dapat secara tiba-tiba dan
mendesak maka pimpinan lembaga dalam memberikan keputusan juga secara mendadak
tanpa ada perencanaan yang mantap. Sehingga perubahan yang terjadi tidak dapat
berlangsung secara efektif terarah pada suatu tujuan tertentu.

Hubungan proaktif dan interaktif antara sekolah dan lingkungannya, artinya dalam usaha
mengadakan perubahan atau inovasi dapat terjadi saling mengontrol antara sekolah dengan
lingkungan (masyarakat). Pimpinan sekolah dan guru dapat bekeja sama dengan orang tua
murid untuk mengadakan perubahan atau inovasi guna mengefektifkan proses belajar siswa.

Agar kerjasama dan usaha pendayagunaan sumber yang ada di lingkungan dapat tepat terarah
pada sasaran inovasi pendidikan, maka perlu perencanaan yang cermat dan mantap. Elemen-
elemen pokok dalam proses perencanaan ialah :

1. Merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus inovasi pendidikan yang akan
dilaksanakan, dengan rumusan yang jelas.
2. Mengidentifikasi masalah.
3. Menentukan kebutuhan.
4. Mengidentifikasi sumber (penunjangdan penghambat).
5. Menentukan alternatif kegiatan berdasarkan faktor penunjang serta
mempertimbangkan hambatan.
6. Menentukan alternatif pecahan masalah.
7. Menentukan alternatif cara pendayagunaan sumber yang ada.
8. Menentukan kriteria untuk memilih alternatif pemecahan masalah.
9. Menentukan alternatif pengambilan keputusan.
10. Menentukan kriteria untuk menilai hasil inovasi.

Untuk memperjelas pengertian model perencanaan inovasi pendidikan proaktif/interaktif


ditunjukan dengan bagan berikut :
1. BEBERAPA MODEL INOVASI PENDIDIKAN

Beberapa model inovasi pendidikan yang dibicarakan berikut ini, adalah model-model
inovasi pendidikan yang telah digunakan oleh Amerika Serikat. Sebagaimana kita ketahui
bahwa peristiwa yang sangat kuat bagi bangsa Amerika untuk mendorong diadakannya
inovasi pendidikan ialah peristiwa berhasilnya bangsa Rusia meluncurkan Sputnik ke luar
angkasa. Dengan adanya peristiwa itu maka para pendidik di Amerika benar-benar prihatin
bagaimana caranya mengubah sistem pendidikannya, untuk menghilangkan rasa rendah diri
dan panik terhadap keberhasilan bangsa Rusia. Maka mulai bangkitlah semangat para
pendidik di Amerika untuk mengadakan perubahan di bidang pendidikan dan mulailah
diadakan pembaharuan kurikulum, penggunaan media, pengorganisasian kegiatan belajar,
dan prosedur administrasi sekolah.

Para ahli pendidikan sadar bahwa hasil pendidikan yang selama telah diperolehnya belum
cukup baik, masih harus disempurnakan. Berbagai pertanyaan mengusik dan menggelisahkan
sehingga mereka selalu berusaha untuk menjawabnya. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain :
bagaimana caranya menterjemahkan harapan kita untuk masa depan kedalam pelaksanaan
pendidikan pada saat sekarang?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada dua hal yang sangat membantu yaitu hasil
perkembangan ilmu sosial dan juga ilmu tingkah laku. Kedua ilmu ini ternyata bukan hanya
menunjang untuk memahami tentang tingkah laku manusia dan fenomena sosial, tetapi sangat
bermanfaat untuk mengadakan rekayasa dan menciptakan sesuatu di masa yang akan datang.
Maka bermunculan para ahli ilmu sosial yang tertarik untuk mengadakan penelitian tentang
sistem sosial dan juga teknologi tentang bagaimana menginterfensi agar terjadi perubahan
sosial diantara para ahli yang tertarik pada perubahan sosial tersebut termasuk ahli
pendidikan.

Sebagai hasil usaha para ahli pendidikan di Amerika Serikat ada tiga model perubahan
pendidikan atau model inovasi pendidikan yaitu :

1. Model Penelitian, Pengembangan dan Difusi


Model inovasi ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap orang tentu memerlukan
perubahan, dan unsur pokok perubahan ialah penelitian, pengembangan, difusi.

2. Model Pengembangan Organisasi

Model ini lebih berorientasi pada organisasi dari pada organisasi pada sistem sosial.
Model ini berpusat pada sekolah. Model pengembangan organisasi ini berbeda dengan
model pengembangan dan difusi.

Model pengembangan organisasi juga berorientasi pada nilai yang tinggi artinya
dalam model ini juga mendasarkan pada filosofi yang menyarankan agar sekolah
jangan hanya diberi tahu tentang inovasi pendidikan dan disuruh menerimanya, tetapi
sekolah hendaknya mampu mempersiapkan diri untuk memecahkan sendiri masalah
pendikan yang dihadapinya.

3. Model Konfigurasi

Model konfigurasi atau disebut juga konfigurasi teori difusi inovasi yang juga
terkenal dengan istilah CLER, model dengan pendekatan secara konprehensif untuk
mengembangkan strategi inovasi (perubahan pendidikan) pada situasi yang berbeda.

Menurut model konfigurasi kemungkinan terjadinya difusi inovasi tergantung pada 4


faktor yaitu :

1. Konfigurasi artinya menunjukan bentuk hubungan inovator dengan penerima


dalam konteks sosial atau hubungan dalam situasi sosial dan politik. Ada 4
konfigurasi yaitu individu, kelompok, lembaga dan kebudayaan. Setiap bagian
dai ke empat konfigurasi tersebut, dapat berperan sebagai inovator dan juga
dapat berperan sebagai penerima inovasi (adopter).
2. Hubungan (linkage) yaitu hubungan antara para pelaku dalam proses,
penyebaran inovasi. Inovator dan adopter harus berada dalam hubungan yang
memungkinkan didengarkannya dan diperhatikannya inovasi yang didifusikan.
3. Lingkungan : bagaimana keadaan lingkungan sekitar tempat penyebaran
inovasi. Lingkungan dalam pengertian ini semua hal baik fisik, sosial, dan
intelektual yang secara umum dapat bersifat netral, mempengaruhi atau
mungkin menghambat terhadap tingkah laku tertentu.
4. Sumber (resources) : sumber apakah yang tersedia baik bagi inovator maupun
penerima dalam proses transisi penerimaan inovasi. Sumber yang tersedia
sangat penting baik bagi inovator maupun adopter, karena keduanya
memerlukan sumber inovasi untuk melaksanakan transaksi .

Inovator memerlukan kejelasan konsep agar dia dapat menyusun disain pengembangan dan
menentukan strategi inovasi. Demikian pula dengan adopter memerlukan kejelasan konsep
agar memahami inovasi sehingga dapat menerapkan inovasi sesuai yang diharapkan.

Mengembangkan strategi difusi inovasi berarti berusaha untuk mengatur keempat faktor yang
mempengaruhi difusi inovasi tersebut agar dapat berfungsi secara optimal. Keempat faktor itu
dikenal dengan singkatan CLER (Configuration , Lingkages, Environment, Resources.)

1. PETUNJUK PENERAPAN INOVASI DI SEKOLAH.


Pengertian inovasi pendidikan bukan berarti selalu perubahan atau pembaharuan yang
bertaraf nasional dan diusahakan oleh panitia dipusat pemerintahan. Inovasi pendidikan dapat
diusahakan oleh guru, kepala sekolah, dan mungkin juga ide pertama dari siswa. Namun
perlu diketahui bahwa suatu lembaga tidak mudah berubah.

Beberapa uraian tentang apa dan bagaimana menerapkan ide untuk memperbaiki atau
memecahkan masalah sekolah, yang merupakan sesuatu yang diamati sebagai sesuatu yang
baru (inovasi) adalah sebagai berikut.

1. Buatlah rumusan yang jelas tentang inovasi yang akan diterapkan. Untuk
mempermudah perumusan tentang kebutuhan dan inovasi yang akan diterapkan
disarankan menggunakan pertanyaan antara lain; apakah anda akan mengatur sistim
kepenasehatan siswa ? mengubah cara kerja konselor ? mengembangkan pembagian
tugas dewan guru dalam menunjang kelanjaran program sekolah ? dan pertanyaan lain
yang mengarah pada tujuan inovasi yang akan dilakukan.
2. Gunakan metode atau cara yang memberi kesempatan untuk berpartipasi secara aktif
dalam usaha merubah pribadi maupun sekolah. Merubah sekolah sebenarnya merubah
orang yang berada di sekolah yaitu guru dan siswa. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam mengadakan pembaharuan atau menerapkan inovasi:
1. Tujuan diadakannya inovasi perlu dimengerti dan diterima oleh guru.
2. Motivasi positif harus digunakan untuk memberikan rangsangan agar mau
menerima inovasi.
3. Harus diusahakan agar individu ikut berpartisipasi / di beri kesempatan dalam
mengambil keputusan inovasi.
4. Perlu direncanakan tentang evaluasi keberhasilan program inovasi.
3. Gunakan berbagai macam alternatif pilihan untuk mempermudah penerapan inovasi.
Hal ini dikemukakan berdasarkan pemikiran bahwa yang menerapkan inovasi baik
guru, maupun siswa memiliki perbedaan individual.
4. Gunakan data atau informasi yang sudah ada untuk bahan pertimbangan dalam
penyusunan perencanaan dan penerapan inovasi.
5. Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadinya penerapan inovasi.
6. Gunakan kemanfaatan dari pengalaman sekolah atau lembaga yang lain. Pengalaman
sekolah yang telah menerapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil kebijakan dalam pelaksanaan inovasi di sekolah. Ada beberapa 10 hal
untuk melancarkan penerapan inovasi di sekolah berdasarkan pengalaman model
school project di Amerika Serikat:
1. Menggunakan guru penasehat untuk setiap kelompok siswa.
2. Menyediakan pilihan (option) untuk mengantisipasi perbedaan individual anak
.
3. Mengembangkan material (bahan media) sebagai konsekuensi option.
4. Merevisi kurikulum dengan menggunakan mini cources.
5. Membuat tempat belajar yang lebih baik.
6. Membuat jadwal yang fleksibel.
7. Meningkatkan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar.
8. Mengadakan penilaian program penerapan inovasi.
9. Mengadakan penilaian dan pelaporan hasil belajar siswa
10. Membentuk team supervisi
7. Berbuatlah secara positif untuk mendapatkan kepercayaan. Walaupun didunia
pendidikan sukar untuk memperoleh dana guna mengadakan pembaharuan, namun
demikian pimpinan pendidikan harus melakukan langkah atau mensukseskan
usahanya yaitu:
1. Kepala sekolah harus benar-benar memahami apa yang diperlukan untuk
perbaikan sekolahnya.
2. Kepala sekolah harus menghayati kenyataan bahwa inovasi memang perlu
diadakan untuk perbaikan.
3. Kepala sekolah harus yakin bahwa sekolah ini tepat untuk menerapkan
inovasi.
8. Menerima tanggungjawab pribadi. Guru perlu mendapatkan tempat, juga peranan
sekolah, dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan dengan sangat cepat
kepala sekolah, guru dasn siswa akan menjumpai tantangan yang kompleks, pada
tingkat dimana mereka bekerja atau belajar.
9. Usahakan adanya pengorganisasian kegiatan yang memungkinkan terjadinya
kepemimpinan yang efektif, mantap dan konsisten untuk menjawab tantangan.
10. Usahakan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan dasar tentang inovasi di
sekolah. Dengan menjawab pertanyaan tersebut dapat menunjang kelancaran program
inovasi akan dilaksanakan di sekolah.

BAB III

PENUTUP

Antara masyarakat (sistem sosial) dengan lembaga pendidikan formal terjadi hubungan yang
saling pengaruh mempengaruhi perubahan sistem sosial dapat mempengaruhi perubahan
pendidikan dan sebaliknya, perubahan pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sistem
sosial. Perubahan yang terjadi bersifat dinamis, yang disebabkan adanya hubungan interaktif
antara lembaga pendidikan dan masyarakat.

Tujuan utama inovasi di sekolah ialah untuk meningkatkan kualitas sekolah. Tanda-tanda
sekolah yang kualitasnya baik antara lain proses belajar mengajar efektif, prestasi hasil
belajar siswa tinggi, para guru mempunyai waktu yang cukup banyak serta kondisi yang baik
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya, kepala sekolah menggunakan sebagian besar
waktunya untuk bekerja lebih akrab dengan siswa dan guru serta selalu berusaha untuk
memperoleh balikan guna meningkatkan kualitas sekolah. Setiap orang yang bekerja
disekolah melakukan tugasnya sesuai dengan minat dan kemampuannya untuk
mengembangkan kariernya.

Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan yaitu kegiatan belajar


mengajar, faktor internal dan eksternal, dan sistem pendidikan (pengelolaan dan
pengawasan).
 Perencanaan merupakan hal yang mutlak perlu dilakukan untuk suksesnya suatu
difusi, adopsi, implementasi dan institusi inovasi pendidikan. Perencanaan ialah suatu
persiapan dan pengambilan keputusan untuk berbuat secara sistematik. Perencanaan
merupakan serangkaian keaktifan berkelanjutan dan saling melengkapi untuk
mencapai suatu tujuan. Perencanaan juga merupakan proses yang berkesinambungan
yang berupa kegiatan-kegiatan diagnosa, pengumpulan data, analisa data, perumusan
masalah, perumusan kebutuhan, peninjauan, dan pemilihan sumber, penentuan faktor
penunjang dan penghambat, alternatif pemecahan masalah (inovasi), pengambilan
keputusan, pembuatan jadwal kegiatan, monitoring, balikan dan evaluasi. Penyusunan
perencanaan disesuaikan dengan keperluan.
 Beberapa model inovasi pendidikan yaitu : model penelitian, pengembangan dan
difusi; model pengembangan organisasi; dan model konfigurasi.
 Petunjuk penerapan inovasi pendidikan sekolah :

1. Buatlah rumusan yang jelas tentang inovasi yang akan diterapkan.


2. Gunakan metode atau cara yang memberikan kesempatan anggota sistem sekolah
untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha merubah pribadi maupun sekolah.
3. Gunakan berbagai macam alternatif untuk mempermudah penerapan inovasi.
4. Gunakan data atau informasi yang sudah ada untuk bahan pertimbangan dalam
menyusun perencanaan penerapan inovasi.
5. Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadinya penerapan inovasi.
6. Gunakan kemanfaatan dari pengalaman sekolah atau lembaga lain.
7. Berbuatlah secara positif ujntuk mendapatkan kepercayaan.
8. Menerima tanggung jawab pribadi.
9. Usahakan adanya pengorganisasi kegiatan yang memungkinkan terjadinya
kepemimpinan yang efektif.
10. Usahakan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan dasar tentang inovasi di
sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ibrahim. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : Imtima.

Irmim S. dan Abdul R. 2004. Menjadi Guru Yang Bisa Digugu Dan Ditiru. Jakarta : Seyma
Media.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo : Masmedia Buana Pustaka.

Reformasi dan Inovasi Pendidikan.


Ditulis pada Oktober 10, 2012

Bab III. REFORMASI DAN INOVASI PENDIDIKAN NASIONAL.

Sugito. Drs. M.Pd.

1. A.   Deskripsi.

Reformasi dan inovasi pendidikan nasional mencakup pembahasan tentang  reformasi dan
inovasi sistem  pendidikan nasional dalam  pelaksanaan komponen-komponennya, meliputi :
kurikulum,  kompetensi  Lulusan dan penilaian,  kualifikasi  guru, pendanaan, sarana dan
prasarana, desentralisasi dan otonomi  pendidikan, wajib belajar 12 tahun,  penghapusan
diskriminasi  pendidikan, dan  inovasi  proses pembelajaran.

1. B.    Tujuan.

Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan memahami dan menghayati tentang :

1. Pembaruan kurikulum .
2. Kompetensi lulusan dan penilain.
3. Kualifikasi guru yang profesional.
4.  Pendanaan dalam realisasi anggaran 20%dari APBN.
5. Sarana dan prasana pendidikan yang memadai.
6. Desentralisasi  dan otonomi pendidikan .
7. Wajib belajar 12 tahun.
8. Penghapusan deskriminasi pendidikan.
9. Inovasi proses pembelajaran.
10. Materi.

Prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia  dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara  yang menjadi isue reformasi secara umum sangat
berdampak  pada proses  dan sistem pendidikan di Indonesia. Walaupun gelombang
reforrmasi pendidikan tidak sekuat dengungnya  seperti gelombang reformasi  politik,
ekonomi, dan hukum, namun reformasi pendidikan justru sangat penting  posisinya karena
untuk mendukung  gerakan reformasi secara luas diperlukan  reformasi bidang pendidikan,
menurut Hadi Supeno (1999) jika reformasi politik, ekonomi dan hukum berlangsung  sukses
dan berkelanjutan, maka   dunia pendidikan mendukungnya dengan menyiapkan  manusia-
manusia  calon pelaku dunia politik, ekonomi dan hukum.

 Mengapa reformasi pendidikan  perlu dilakukan?, ada beberapa alasan menurut Hadi Supeno
(1999) yaitu  adanya banyak kritik   ditujukan terhadap dunia pendidikan, apakah
menyangkut penyelenggaraannya, kualitas guru, mahalnya biaya, kualitas out put, maupun
tidak sesuainya antara kebutuhan dunia kerja dengan kemampuan tamatan  lembaga-lembaga
pendidikan.

Reformasi merupakan proses pembaruan akan diikuti oleh  inovasi atau proses perubahan 
yang  menurut Jonathan Crowther (1995) reformation  is the process of being reformed, 
dan   innovate  is to make changes, atau innovation  is the process of  innovating, dalam
kaitan dengan  pendidikan maka reformasi dan inovasi pendidikan  akan membahas  tentang 
reformasi  dan inovasi sistem pendidikan nasional dalam pelaksanaan  komponen-komponen
sistem pendidikan, yaitu menyangkut pembaruan dan perubahan  tentang  kurikulum,
kompetensi lulusan dan penilaian, kualifikasi guru, pendanaan,  sarana prasarana,
desentralisasi dan otonomi pendidikan,  wajib belajar 12 tahun,  deskriminasi pendidikan dan
inovasi proses pembelajaran. Uraian selengkapnya sebagai berikut.

1. Pembaruan kurikulum .

Untuk menyongsong  seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dan
terus-menerus pada berbagai kehidupan masyarakat, maka sangat diperlukan pengembangan
kurikulum  yang  dapat memenuhi tuntutan perkembangan  masyarakat, kurikulum yang
betul-betul berarti bagi para lulusan, yaitu pengalaman praktis berkenaan dengan  pemecahan
masalah, cara pengambilan keputusan, membuat perencanaan  dan berlatih membuat
perkiraan untuk masa depan.Untuk dapat mempersiapkan peserta didik  berpartisipasi dalam
pemecahan masalah-masalah kehidupan yang terdapat dilingkungannya  maka  dalam
pengembangan kurikulum perlu dipertimbangkan  beberapa  permasalahan, menurut 
Mulyani Sumantri (1994) yaitu : – sosok manusia/lulusan  macam apa yang dibutuhkan  pada
saat peserta didik menjadi dewasa dimasa datang?. – Bentuk dan jenis pekerjaan  apa yang
tersedia  dimasyarakat kelak?.dan – Kemampuan (pengetahuan, ketrampilan dan sikap) apa
yang kelak harus  dimiliki oleh lulusan  agar dapat bekerja dengan baik dimasyarakat?.
Jawaban pertanyaan itu menggambarkan bahwa pengembangan kurikulum  harus sesuai
dengan tuntutan  perkembangan masyarakat, sejalan pemikiran tersebut adalah pendapat Udin
Syaefudin (2010) bahwa inovasi kurikulum  secara nasional  yang akan dianut  sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain falsafah yang dianut, kondisi sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, itulah 
inovasi kurikulum yang berbasis masyarakat, yaitu kurikulum yang bahan dan obyek
kajiannya kebijakan  dan ketetapan yang ditentukan di daerah, disesuaikan dengan kondisi
lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya dan disesuaikan  dengan kebutuhan pembangunan
daerah .

1. Diversifikasi  kurikulum sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan  peserta
didik .

Undang-Undang Sisdiknas no 20 tahun 2003  tentang kuriklulum  pasal 36 menyebutkan


diantaranya  ;

1).Pengembangan kurikulum dilakukan  dengan mengacu  pada standar nasional pendidikan 


unrtuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2)Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip 
diversifikasi sesuai dengan  satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

Karena sasaran pendidikan dan pembelajaran adalah peserta didik, maka pembaruan
kurikulum yang tepat adalah kurikulum yang berbasis kompetensi peserta didik.Pembaruan
kurikulum berbasis kompetensi  ditegaskan oleh Mulyasa (2006b)  bahwa perubahan
kurikulum  seharusnya  berangkat dari kompetensi-kompetensi  sebagai hasil analisis dari
berbagai  kebutuhan di masyrakat, baik untuk kebutuhan hidup (bekerja) maupun  untuk
mengembangkan diri  sesuai dengan pendidikan seumur hidup.

Kurikulum  tahun 2004 merupakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) diberlakukan 


secara bertahap mulai tahun ajaran 2004/2005  dan diharapkan tahun ajaran 2007-2008
semua  sekolah pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan  telah melaksanakan  KBK.
Keberhasilan pembaruan kurikulum  dalam implementasinya  sangat dipengaruhi oleh
kemampuan kepala sekolah  yang merupakan kunci  penggerak dan pelaksana  dalam
menerapkan kurikulum tersebut di sekolah  serta kemampuan guru dalam
mengaktualisasikan  dan menjabarkan kurikulum  di kelas. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam  keberhasilan implementasi KBK, menurut  Mulyasa (2006a) sedikitnya
terdapat tujuh jurus yang perlu diperhatikan dalam mensukseskan implementasi kurikulum
2004, yaitu mensosialisakan perubahan kurikulum di sekolah, menciptakan lingkungan yang
kondusif, mengembangkan fasilitas dan sumber belajar, mendisiplinkan peserta didik,
mengembangkan kemandirian kepala sekolah, mengembangkan paradigma (pola pikir) guru,
serta memberdayakan tenaga kependidikan di sekolah.
Tiga komponen utama yang perlu diperhatikan oleh guru dan kepala sekolah dalam
implementasi KBK , yaitu Standar Kompetensi, Silabus, dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, ketiga hal tersebut harus dirumuskan  secara spesifik, jelas,  dan disusun
dengan cermat sesuai dengan kompetensi  siswa yang akan dicapai. Disamping itu perlu juga
diperhatikan tentang  dukungan sarana dan prasarana yang memadai seperti ruang  kegiatan 
pembelajaran, media, laboratorium, serta alat bantu pembelajaran .

Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi  dengan berbagai panduannya, merupakan hasil
pengembangan yang dirumuskan oleh pemerintah, dan menurut Mulyasa (2006a)  kurikulum
2004 dikembangkan  berdasarkan teori belajar behavioristik, yang menekankan  pada
pembelajaran  personal individual, kontrol terhadap pengalaman peserta didik, pendekatan
sistem,berorientasi pada proses dan hasil belajar. Sedangkan kurikulum yang  melayani
peserta didik  adalah kurikulum yang sepenuhnya   memberikan kesempatan  peserta didik
untuk dapat belajar secara bebas sesuai dengan karakteristiknya,  berdasar pandangan
konstruktivistik tentang belajar  bahwa siswa  belajar adalah  kebebasan menyusun 
pengetahuan dan pengalaman  konkrit, aktivitas kolaboratif, dan reflektif  serta interpretasi, si
belajar  akan memiliki pemahaman yang berbeda  terhadap pengetahuan tergantung  pada
pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.(Degeng,1998).

Dalam perkembangan waktu 2 tahun  pelaksanaan Kurikulum 2004 (KBK)  terjadi banyak 
perubahan implementasinya , dengan dikeluarkan Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang 
Standar Isi  untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan no 23 tahun 2006 tentang 
Standar Kompetensi kelulusan  untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,  serta 
Permendiknas no 24 tahun 2006  tentang Pelaksanaan Peraturan  Menteri no 22 tahun 2006
dan no 23 tahun 2006, maka kurikulum  dikembangkan benar-benar berdasarkan  prinsip
diversifikasi   sesuai dengan satuan pendidikan pelaksana kurikulum, sehingga kurikulum ini
lebih dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) nampak pada 
Permendiknas no 24 tahun 2006 pasal 1,   menyebutkan bahwa  Satuan pendidikan  dasar dan
menengah mengembangkan dan menetapkan  kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah  sesuai dengan kebutuhan  satuan pendidikan  yang bersangkutan , satuan
pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan  kurikulum dengan standar yang
lebih tinggi  dari standar isi  sebagaimana diatur dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 dan
no 23 tahun 2006.

KTSP tahun 2006  juga  telah dikembangkan berdasarkan   prinsip diversifikasi  sesuai
dengan potensi daerah, hal ini nampak pada   pasal 3 Permendiknas no 24 tahun 2006, bahwa
Gubernur, Bupati/walikota, dan Menteri Agama  dapat mengatur  jadwal pelaksanaan
Permendiknas no 22 tahun 2006 dan Permendiknas no 23 tahun 2006  disesuaikan dengan 
kondisi dan kesiapan  satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pengembangan kurikulum KTSP berdasar prinsip diversifikasi sesuai dengan  peserta didik,
nampak dalam lampiran  Permendiknas no 22 tahun 2006 BAB II A.2 Prinsip Pengembangan
Kurikulum , bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan  jenjang pendidikan dasar dan
menengah  dikembangkan oleh sekolah  dan komite sekolah berdasarkan prinsip-prinsip
diantaranya berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
dan lingkungannya.

1. Problematik yang timbul.


Standar Isi dan Standar  kompetensi lulusan  yang telah disusun oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) merupakan acuan bagi para guru dalam mengembangkan kurikulum
disekolahnya,  dan kurikulum  yang disusun  tetap berbasis kompetensi, permasalahan yang
timbul adalah:

Dengan  beragamnya guru dilihat dari  letak geografis banyaknya guru yang bertugas
didaerah terpencil dan daerah perbatasan, yang merangkap kelas karena sekolah kekurangan
guru, dari segi kualitas ijasah guru yang masih  banyak  berijasah SPG  dan belum S1, maka:

1).sudah siapkah guru-guru  menyusun/ membuat kurikulum  sendiri, dengan tambahan


beban tugas mengembangkan kurikulum baru, selain tugas melaksanakan  pembelajaran, dan
disela-sela kesibukan administrasi lainnya?

2).Mampukah guru mengembangkan  kurikulum  dilihat dari  pengetahuan, ketrampilan dan


kemampuan guru dalam memahami tugas-tugasnya?

3).Dengan keterbatasan sarana dan prasarana dan pengetahuan warga  yang ada  sebagai
bentuk peran masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan seperti yang diharapkan dalam
pasal 56 UU Sisdiknas no 20 tahun 2003,  mampukah guru melibatkan warga  masyarakat
didaerah  terpencil  untuk bersama  menyusun dan merumuskan kurikulum yang sesuai
dengan potensi daerahnya?

4). Dll.

1. Kompetensi  lulusan  dan  Penilaian.


1. Standar kompetensi lulusan .

Permendiknas no 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk  Satuan


Pendidikan  Dasar dan Menengah   pasal 1 menjelaskan bahwa Standar Kompetensi Lulusan 
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah  digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
menentukan kelulusan peserta didik, meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan
pendidikan  dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal  kelompok mata
pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal  mata pelajaran, Standar Kompetensi
Lulusan  sebagaimana dimaksud tersebut diatas  tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri
DIKNAS  no 23 tahun 2006.

Bila disimak tentang lampiran Permendiknas no 23 tahun 2006 disebutkan bahwa untuk
standar kompetensi lulusan  satuan pendidikan dikembangkan  berdasarkan tujuan setiap
satuan pendidikan yakni: 1). Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI /SDLB/paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B bertujuan : meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk  hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut. 2). Pendidikan menengah yang terdiri atas SMA/MA /SMALB/paket
C, bertujuan : Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 3).Pendidikan
Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK bertujuan : Meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti  pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Adapun  Standar Kompetensi Lulusan  Satuan Pendidikan selengkapnya


adalah :                                                   SD/MI?SDLB/Paket
A:                                                         1).Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai
dengan tahap perkembangan anak. 2).Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3).Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya.4).Menghargai
keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan
sekitarnya. 5).Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan
kreatif. 6).Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan
guru/pendidik. 7).Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya.
8). Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
9).Menunjukkan kemampuan mengenali  gejala alam dan sosial  dilingkungan
sekitar.10).Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan. 11).Menunjukkan
kecintaan dan kebanggaan  terhadap negara, bangsa, dan tanah air  Indonesia.
12).Menunjukkan kemampuan untuk melakukan  kegiatan seni dan budaya lokal.
13).Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu
luang. 14).Berkomunikasi secara jelas dan santun. 15). Bekerja sama dalam kelompok,
tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya.
16).Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis. 17).Menunjukkan keterampilan
menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. SMP/MTs/SMPLB/Paket
B:                     

1).Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak.
2).Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri. 3).Menunjukkan sikap percaya diri.
4).Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam  lingkungan yang lebih luas.
5).Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam
lingkup nasional.6). Mencari dan menerapkan informasi  dari lingkungan sekitar dan sumber-
sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif. 7).Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis,
kreatif , dan inovatif. 8).Menunjukkan kemampuan belajar secara manddiri sesuai  dengan
potensi yang dimilikinya. 9).Menunjukkan kemampuan menganalisis  dan memecahkan
masalah dalam  kehidupan sehari-hari. 10).Mendeskripsi gejala alam dan sosial.
11).Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab. 12).Menerapkan nilai-nilai
kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara  demi terwujudnya
persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 13).Menghargai karya seni dan
budaya nasional. 14).Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15).Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang.
16).Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun. 17).Memahami hak dan
kewajiban diri  dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat. 18).Menghargai adanya
perbedaan pendapat. 19).Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek
sederhana. 20).Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana. 21).Menguasai pengetahuan yang
diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah.  SMA/MA/SMALB/Paket
C..                                                          1).Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang
dianut sesuai dengan perkembangan remaja. 2).Mengembangkan diri secar optimal dengan
memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya. 3).Menunjukkan sikap
percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya.4).
Berpartisipasi dalam menegakkan aturan-aturan sosial. 5).Menghargai keberagaman agama,
bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global. 6).Membangun dan
menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
7).Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif dalam mengambil
keputusan. 8)Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk
pemberdayaan diri. 9).Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil
yang terbaik. 10).Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah
kompleks. 11).Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial.
12).Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab. 13).Berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. 14)Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan
budaya. 15).Mengapresiasi karya seni dan budaya. 16).Menghasilkan karya kreatif, baik
individual maupun kelompok. 17).Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani,
serta kebersihan lingkungan. 18).Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun.
19)Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
20);Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain.
21).Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis.
22).Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa
Indonesia dan Inggris. 23).Menguasai pengetahuan  yang diperlukan  untuk mengikuti
pendidikan tinggi. SMK//MAK.                                                                                            1).
Berperilaku sesuai dengan ajaran agama  yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja.
2).Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta
memperbaiki kekurangannya. 3).Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas
perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya. 4).Berpartisipasi dlam penegakan aturan-aturan
sosial.5).Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi
dalam lingkup global. 6).Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara
logis, kritis, kreatif,dan inovatif. 7).Menunjukkan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif,
dan inovatif dalam pengambilan keputusan. 8).Menunjukkan kemampuan mengembangkan
budaya belajar untuk pemberdayaan diri. 9).Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk
mendapatkan hasil yang terbaik. 10).Menunjukkan kemampuan menganalisis dan
memecahkan masalah  kompleks. 11).Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam
dan sosial.12).Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.
13).Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara
demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 14)Mengekspresikan diri
melalui kegiatan seni dan budaya. 15)Mengapresiasi  karya seni dan budaya.
16),Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok. 17).Menjaga kesehatan
dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan.18)Berkomunikasi lisan
dan tulisan secara efektif dan santun. 19).Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain
dalam pergaulan di masyarakat. 200.Menghargai adanya  perbedaan pendapat dan berempati
terhadap orang lain.Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara
sistematis dan estetis. 22).Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan
berbicaradalam bahasa Indonesia dan Inggris. 23).Menguasai  kompetensi program keahlian
dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti
pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya.

1. Penilaian hasil belajar.

Tentang evaluasi hasil belajar, dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 57 menyebutkan
bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional
sebagai bentuk akutabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang 
berkepentingan, dan pasal 58 menyebutkan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar
peserta didik secara berkesinambungan.

1. Problematik yang timbul.


Nampaknya telah banyak terjadi pembaruan dalam kebijakan  evaluasi hasil belajar siswa
khususnya tentang penentuan kelulusan siswa akhir kelas pada satuan pendidikan, jika
sebelum reformasi  kelulusan siswa  ditentukan sepenuhnya oleh hasil nilai Ujian negara atau
nilai ebtanas murni, kemudian berubah   adanya rumus-rumus  penentuan kelulusan yang
mempertimbangkan dan memperhatikan nilai–nilai  dari rapor catur wulan,  dan saat ini,
sebagai contoh kasus  kelulusan SMA MA, SMK tahun 2012 mempertimbangkan nilai-nilai
hasil ujian sekolah non unas dengan porsi penentuan kelulusan  40 % nilai  sekolah  dan 60 %
nilai unas.(Jawapos, senin,28 Mei 2012: 8), dihalaman 8 juga ada  ulasan kebanggaan pada
seorang siswa yang tembus tujuh besar unas SMA dengan angka hampir sempurna  58,45.
Atas prestasinya  disekolah selama ini dia bisa masuk  perguruan tinggi tanpa tes. Perjuangan 
sebelum unas juga tidak mudah, tak hanya mengikuti program  intensif di sekolah, hari-
harinya juga diisi dengan berbagai les tambahan di sekolah, dia rajin berdiskusi bareng teman
di sekolah,  dan tak segan menanyakan langsung kepada guru-guru  , bahkan sudah biasa 
SMS  atau saling kirim  Blackberry Messenger   buat tanya materi yang belum dimengerti.

Terlepas dari kegembiraan orang tua, siswa yang bersangkutan, dan sekolah yang
meluluskan, permasalahan yang timbul ada dua , yaitu pertama, pada pasal 58 UU Sisdiknas
2003 menyebutkan bahwa  evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan, disini mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar termasuk
didalamnya  ulangan dan ujian akhir dilakukan oleh pendidik atau sekolah,  namun 
kenyataan saat ini porsi penentuan kelulusan  dari sekolah hanya 40%, dan yang besar
menentukan kelulusannya adalah dari hasil unas  60%.  

UNAS ataupun EBTANAS dalam prinsip  pelaksanaannya sama saja, soal  dalam bentuk
“paper and pensil test”  yang dibuat oleh pemerintah walaupun  tersedia lima paket  soal 
berbeda untuk setiap ruang (Jawapos senin 28 Mei 2012:8),  yang dapat untuk menekan
kecurangan , peserta supaya jujur dan tidak saling mencontek serta guru tidak dapat 
membantu memberitahu  jawabannya.  Permasalahan kedua. Jika menyimak lampiran 
Permendiknas no 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk  Satuan
Pendidikan  Dasar dan Menengah   pasal 1 menjelaskan bahwa Standar Kompetensi Lulusan 
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah  digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
menentukan kelulusan peserta didik, untuk SMA/MA  terdapat  23 kemampuan  yang hampir
semua merupakan sikap dan keterampilan dan mungkin sedikit  pengetahuan , pertanyaannya
apakah soal UNAS  mampu menggambarkan  dan menggali penguasaan  sikap dan
keterampilan seperti yang diharapkan dalam lampiran  Permendiknas  no 23 tahun 2006
tersebut diatas sehingga dapat dipakai sebagai  penentuan kelulusan  peserta didik. Dampak 
adanya porsi kelulusan Unas lebih besar dibanding ujian sekolah  adalah akan terjadi
diskriminasi mata pelajar Unas dan Non Unas, Hadi Supeno (1999) menyebutnya bahwa
dampak model EBTANAS  adalah terjadinya polarisasi dan bahkan diskriminasi antara
pelajaran Ebtanas dan non Ebtanas , untuk pelajaran Ebtanas sangat penting, dan pelajaran
non Ebtanas tidak penting, pelajaran Ebtanas yang utama, non Ebtanas hanya pelengkap.
Dampak lain adalah  mendorong guru dan siswa lebih banyak terpacu hanya untuk 
mempersiapkan  dan lulus dalam Unas  dengan drill, les,tambahan intensif dsb, hal ini
terbukti dari  contoh kasus  lulusan Unas  SMA  tahun 2012 yang tembus tujuh besar unas
SMA dengan angka hampir sempurna  58,45. yang dilakukan siswa tersebut adalah 
mengikuti program  intensif di sekolah, hari-harinya juga diisi dengan berbagai les tambahan
di sekolah, berdiskusi bareng teman di sekolah,  tak segan menanyakan langsung kepada
guru-guru  , bahkan sudah biasa  SMS  atau saling kirim  Blackberry Messenger   buat tanya
materi yang belum dimengerti., lalu bagaimana siswa yang nun jauh digunung  atau
dikepulauan terpencil  tanpa  les tambahan, tanpa progran intensif,  dan tak punya SMS dan
Blackberry.

1. Kualifikasi guru yang profesional.

Undang-Undang RI no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  pasal 1 menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan Guru adalah  pendidik profesonal  dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi  peserta didik
pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Ketegasan tugas guru sebagai  pendidik  dalam UU RI no 20 tahun 2003 tentang 
Sisdiknas  pada pasal 39  disebutkan  bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas  merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik  pada pendidikan  tinggi.

Telah banyak reformasi  dalam upaya peningkatan kualifikasi guru oleh pemerintah, hal ini
nampak perbedaan antara upaya  peningkatan kualifikasi  guru sebelum reformasi yang
dilakukan hanya berupa penataran-penataran kurikulum pada setiap pergantian kurikulum 
mulai tahun 1975,  1984, 1994, selesai penataran tidak ada tindak lanjut dari pemerintah,
sehingga guru-guru  merasa tidak harus menerapkan apa yang  telah didapatkan,
dibandingkan setelah reformasi , disebutkan oleh  Baedhowi (2008)  Dirjen PMPTK
Kemendiknas RI  bahwa pemerintah tidak pernah berhenti berupaya meningkatkan
profesionalisme guru dan kesejahtaraan guru, pemerintah telah melakukan langkah-langkah
strategis dalam  kerangka peningkatan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, serta
perlindungan  hukum dan perlindungan  profesi bagi mereka. PP RI no 19 tahun 2005 tentang
standar Nasional Pendidikan  pasal 28 menjelaskan  bahwa pendidik harus  memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan  rokhani, 
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
oleh seorang  pendidik yang dibuktikan dengan ijazah  dan/atau sertifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kualifikasi akademik 
pendidikan minimum adalah Diploma  empat (D.IV) atau sarjana (S1). Sedangkan   sertifikat 
keahlian  yang relevan diantaranya adalah sertifikat profesi pendidik. Kompetensi sebagai
agen pembelajaran yang dimaksud  meliputi  kompetensi  pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan  kualifikasi guru  cukup banyak dan beragam
alternatif , Baedhowi (2008) menjelaskan  berikut ini  model-model peningkatan kualifikasi
akademik  yang dapat dipilih  untuk meningkatkan kualifikasi  guru yaitu: model tugas
belajar,  model ijin belajar, model akreditasi, model belajar jarak jauh (BJJ), model berkala,
model berdasarkan peta kewilayahan,  Pendidikan jarak jauh berbasis ICT, dan peningkatan
kualifikasi akademik guru  berbasis KKG. Sedangkan untuk memperoleh sertifikat profesi
pendidik diadakan program sertiffikasi guru.. pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan telah
dilakukan sejak tahun 2008 dengan tujuan untuk  menentukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan  tujuan pendidikan
nasional, peningkatan proses dan mutu hasil pendidikan, dan peningkatan profesionalisme
guru. Pelaksanaan peningkatan profesionalisme guru, baik melalui peningkatan  kualifikasi
maupun program sertifikasi  akan tetap dilakukan  secara terus menerus, dan diharapkan
tuntas  pada tahun 2015 .
Problematik yang timbul, dari segi geografis dengan jumlah guru pada satuan pendidikan
dasar dan  menengah  diseluruh pelosok Indonesia yang tersebar dari kota hingga puncak
gunung dan daerah pedalaman serta perbatasan dan kepulauan terpencil yang sangat sulit
transportasinya dan masih sangat banyak  yang belum berijazah S1 atau D IV, adalah
bagaimana memantau, atau monitor keprofesionalan nya, Apakah para penilik, pengawas 
satuan pendidikan  telah memiliki kompetensi kepengawasan  yang memadai sehingga  dapat 
melaksanakan tugas  mensupervisi  dan membina guru satuan pendidikan seperti yang
diharapkan.?

1.  Pendanaan dalam realisasi anggaran 20%dari APBN.

Sejak reformasi bergulir dan ditetapkannya UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas


nampak bahwa pendanaan pendidikan terdapat perubahan yang baik, pada pasal 49  UU
Sisdiknas  menyebutkan  bahwa dana  pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan 
kedinasan  dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan  dan minimal 20%
dari APBD.  UU RI  no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional  Pendidikan pasal 62 
menjelaskan bahwa  pembiayaan pendidikan  terdiri  atas biaya investasi meliputi  biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia,  dan modal kerja
tetap, biaya opersi, meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan yang
melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai,  dan biaya operasi
pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asusransi dsb. Biaya personal meliputi
biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti  proses
pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Problematik yang muncul adalah bila dicermati dari dua UU tersebut diatas terdapat
perbedaan  dalam pengalokasian dana pendidikan,  yaitu  dalam UU no 20 tahun 2003
alokasi dana 20%  selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, sedangkan dalam UU
no 19 tahun 2005, alokasi dana   20 % termasuk  gaji pendidik dan tenaga kependidikan  serta
tunjangan yang melekat  pada gaji,hal ini akan menjadi permasalahan yang berlanjut baik
dalam tingkat kebijakan maupun dalam pelaksanaan operasional dilapangan.

1. Sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.

UU RI no 20 tahun 2003  pasal  45 menjelaskan  bahwa  setiap satuan pendidikan  formal dan
nonformal  menyediakan sarana dan prasarana  yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai
dengan pertumbuhan  dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial,
emosional, dan kejiwaan peserta  didik. Sedangkan  dalam UU Ri no 19 tahun 2005 pasal 42
s/d 48 mengisyaratkan  pada setiap satuan pendidikan  wajib  memiliki sarana  yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, serta wajib
memiliki prasarana  yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran  yang teratur dan
berkelanjutan.Kewajiban memiliki sarana seperti perabot, peralatan pendiidkan, media
pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, dll  yang diperlukan untuk menunjang proses
belajar  yang teratur dan berkelanjutan,  serta  prasarana seperti lahan, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, Laboratorium, perpustakaan 
dan ruang-ruang  lain yang  diperlukan untuk proses pembelajaran yang teratur dan
berkesinambungan,  seperti yang teruraikan dalam pasal 42 s/d 48 itu sangat banyak, laus 
dan terinci semuanya membutuhkan dana yang sangak banyak.
Problematik yang timbul, Walaupun sudah nampak pembaruan dalam  sarana  dan prasarana 
dengan adanya bantuan pemerintah, namun    bagaimana satuan pendidikan  yang  kurang
memenuhi  persyaratan wajib tersebut, dan sangat sulit  untuk dapat memenuhi  syarat  yang
ada dalam   UU tersebut, belum lagi  berita banyaknya  bangunan sekolah  yang  sudah rusak
tersebar diberbagai daerah pinggiran  dan terpencil,  apakah harus ditutup?, atau dibiarkan
begitu saja?, karena semua ini berkaitan dengan pendanaan yang belum memadai.

1. Desentralisasi  dan Otonomi Pendidikan.

Desentralisasi  dan otonomi pendidikan  berjalan seiring dengan  reformasi  pemerintahan 


berupa otonomi daerah  berdasar UU no 29 tahun 1999  tentang Pemerintah Daerah,  dalam
pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa kewenangan  pemerintah yang diserahkan  kepada daerah
dlm  rangka desentralisasi  harus disertai dengan  penyerahan dan pengalihan  pembayaran,
sarana dan prasarana  serta SDM sesuai dengan kewenangan  yang diserahkan  tersebut.
Sedangkan  pasal 11 ayat 2  menjelaskan  bahwa

bidang pemerintah yang wajib dilaksanakan  oleh daerah kabupaten dan kota meliputi PU,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertahanan, perkebunan,

pemerintah dan bidang  penanaman modal, lingkungan hidup,  koperasi dan tenaga kerja.

Otonomi Daerah mengandung pengertian :  hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk 
mengatur dan mengurus  rumah tangga sendiri sesuai dengan undang –undang  yang berlaku.
( UU 22/99 ).konsekuensinya, sarana, prasarana dan SDM sesuai dengan kewenangan
diserahkan daerah.

Implikasi otonomi daerah terhadap pendidikan adalah dengan  berkembangnya 


desentralisasi  pendidikan, itu nampak banyak  reformasi pada   pengelolaan sekolah , proses
belajar mengajarnya, mendorong  partisipasi , peningkatan  kualitas layanan  melalui
pemberdayaan  lembaga pendidikan ( sekolah ), dan pendidik ( guru ). wujud pelaksanaannya
dengan MBS (Manajemen berbasis sekolah ) atau SBM ( school based management ).

MBS  memberikan  otonomi yang luas kepada kepala sekolah untuk mengelola pendidikan
disekolahnya,  dan mendorong  pengambilan keputusan  partisipatif  langsung pada warga
sekolah  dan masyarakat  yang dilayani, dengan tetap  selaras dengan kebijakan pendidikan
nasional, penerapan MBS diharapkan mampu  meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan.

Partisipasi masyarakat  dalam pendidikan  nampak  jelas  dalam UU RI no 20 tahun 2003


tentang Sisdiknas  pada pasal 8 dan 9, menyebutkan bahwa masyarakat berhak  berperan serta
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan, serta
masyarakat  berkewajiban  memberikan dukungan sumber  daya dalam penyelenggaraan
pendidikan. Peran serta masyarakat  dalam pendidikan lebih diperkuat lagi pada  pasal  54 s/d
56  melalui  dewan  pendidikan dan komite sekolah.

Otonomi  perguruan tinggi  sebagai suatu bentuk reformasi  dan inovasi pendidikan  berdasar
pada UU RI Sisdiknas  no 20 tahun 2003 pasal 24 yang menyebutkan bahwa dalam
penyelenggaraan pendidikan  dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi
berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan,
perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat
penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat, 
juga dapat memperoleh  sumber dana dari masyarakat  yang pengelolaanya  berdasar prinsip
akuntabilitas publik. Ketentuan  penyelenggaraan pendidikan tinggi  tersebut diatas  diatur
dengan peraturan pemerintah.

Penetapan  perguruan tinggi sebagai badan hukum adalah berdasarkan PP no 61 tahun 1999
tentang Penetapan Perguruan Tinggi  Negeri  Sebagai Badan Hukum, dengan penjelasan 
pasal 2  status  hukum perguruan tinggi yang  dirujuk dalam pasal ini  adalah  badan hukum
yang mandiri ndan berhak melakukan  semua perbuatan hukum  sebagaimana layaknya suatu
badan hukum  pada umumnya,  dan pada dasarnya  penyelenggaraan  perguruan tinggi
bersifat nirlaba. Walaupun demikian  perguruan tinggi dapat menyelenggarakan  kegiatan lain
dan  mendirikan unit usaha  yang hasilnya digunakan  utnuk mendukung penyelenggaraan
fungsi-fungsi utama perguruan tinggi

Problematik yang timbul, walaupun  banyak upaya  dalam reformasi dan inovasi pendidikan
telah diperbuat oleh pemerintah, namun  dalam pelaksanaannya banyak problematik yang 
menjadi hambatan, masalah yang dimaksud diantaranya :  pertama: pelaksanaan  MBS di
sekolah, seperti pengelolaan BOS  Bosda dan DAK,  kepala sekolah menjadi sangat  super
sibuk tersita waktunya untuk administrasi , dengan segala kekurangan dan kekeliruan karena
kekurangtahuan dan kurangnya staf tenaga  administrasi yang memadai, bahkan  banyak
kepala sekolah  yang sudah super sibuk itu masih  repot dikejar-kejar “wartawan amplop”
yang selalu muncul dan menunggu datangnya kepala sekolah, sehingga kurang sempat
memperhatikan  kemajuan  pendidikan dan pembelajaran dikelas dan disekolahnya. Kedua:
Tentang partisipasi masyarakat daerah terpencil, pegunungan dan kepulauan terpencil sangat
kurang kemampuan dan pengetahuannya , maka sulit  diajak  bergabung dalam komite
sekolah untuk bersama memikirkan  kemajuan sekolah, dan itu disebabkan sebagian besar 
merupakan budaya masyarakat  yang menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan kepada
sekolah. Ketiga: tentang perguruan tinggi negeri segabai Badan Hukum Pendidikan yang
nirlaba, nampaknya perguruan tinggi negeri dengan otonomnya menentukan  program studi
dengan  biaya  yang aduhai,  maka ada istilah “pendidikan  mahal” nampak kuat, maka akan
menjadi masalah tersendiri bagi warga masyarakat  kurang mampu  untuk mendapat
pendidikan pada  perguruan tinggi negeri,  yang mustinya negeri itu lebih murah dibanding
swasta, karena negeri atau pemerintah  mengupayakan  perluasan dan pemerataan
kesempatan  memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia ,  seperti
yang dimaksud dalam penjelasan misi  pendidikan nasional  dari UU no 20 tahun 2003
tenrang Sisdiknas.

1. Wajib belajar 12 tahun.

Program wajib belajar 9 tahun sejak tahun 1994 dan telah diundangkan melalui UU RI no 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas  tercantum dalam BAB VIII pasal 34,  telah berjalan dan
terlaksana dengan segala  permasalahannya yang mengiringinya  seperti  masalah angka
partisipasi,  daya tampung  sekolah, masalah ketersediaan guru dan mutu guru serta  lulusan, 
sarana dan prasarana yang kurang memadai, masalah pendanaan, dan lain sebagainya
(wahjoetomo.1993), dan mungkin sekarang belum tuntas, saat ini mulai diwacanakan 
program wajib belajar 12 tahun berarti wajib belajar sampai tingkat sekolah menengah,
nampaknya pemerintah belum menyiapkan untuk mencanangkan dan melaksanakan  dengan
berbagai  pertimbangannya.
Problematik yang timbul, walaupun pemerintah belum membersiapkan untuk melaksanakan,
namun dalam berbagai kampanye politik untuk pilihan kepala  daerah, wajib belajar 12 tahun 
telah  menjadi tawaran politik para calon kepala daerah,  mungkin memang dapat menjadi
bahan menarik simpati masyarakat , utamanya masyarakat menengah kebawah  sehingga
dapat menjadi pengumpul suara yang banyak, namun bagaimana kenyataannya, nanti waktu
yang menjawabnya, yang jelas memang dalam keadaan ekonomi  saat ini, masyarakat sangat
mendambakan agar pemerintah dapat merealisasi wajar 12 tahun, semoga.

1. Penghapusan deskriminasi pendidikan.

Beberapa  bentuk kebijakan pelaksanaan  pendidikan di Indonesia  seperti adanya  RSBI,


pendidikan Umum dan pendidikan keagamaan, BHP perguruan tinggi,  dan lain sebagainya
nampak  masih mengundang  beberapa  masalah dianggap adanya deskriminasi pendidikan
yang masih perlu diperhatikan .

Problematik yang timbul. Bagaimanakah pemerintah menyikapi gejala  deskriminasi tersebut,


sebagai contoh kasus demonstrasi  pada peringatan Hardiknas 2012 di NTB
(sumbawapost.blogspot.com) Hardiknas diwarnai aksi demo pelajar dan mahasiswa  tuntut 
penghapusan deskriminasi pendidikan. Menyangkut adanya BHP perguruan tinggi dan
adanya RSBI, juga di Sukabumi, (pgmkabsukabumi.blogspot.com)  25 Maret 2011,
Pemerintah  ditantang  hapus deskriminasi  antara  sekolah reguler dan madrasah. Oleh
pengurus PGM Sukabumi.

1. Inovasi proses pembelajaran.

Gerakan reformasi dan inovasi proses pembelajaran  di indonesia telah lama dilakukan
dengan  munculnya pendekatan pembelajaran  siswa aktif atau cara belajar siswa aktif
(CBSA)  tahun1984 dan terus bergulir dengan berbagai variasi pengembangannya . Hal
tersebut menunjukkan  reformasi pola berfikir dan pola bekerja para guru  dari paradigma
behavioristik ke paradigma konstruktivistik dalam proses belajar dan pembelajaran, oleh
Degeng (1998) diistilahkan perubahan paradigma dari “keteraturan” ke “kesemrawutan”  
dengan dicirikan  penataan lingkungan  belajar  agar anak  mudah, nikmat, dan nyaman
belajar,  penataan ini terjadi  dalam lingkungan  yang membuat anak terdorong  untuk
terlibat  dalam peristiwa belajar dan menumbuhkan  siswa menjadi pribadi yang menghargai
keragaman.

Penataan lingkungan belajar konstruktivistik dijelaskan  oleh Degeng (1998) bahwa si belajar
harus bebas, kebebasan menjadi unsur yang essensial dalam lingkungan belajar, kegagalan 
atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang
berbeda yang perlu dihargai, kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar,
sibelajar adalah subyek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan
pengaturan diri dalam belajar, dan kontrol belajar dipegang oleh si belajar. Startegi
pembelajaran pada dimensi  konstruktivistik  lebih banyak diarahkan untuk meladeni
pertanyaan atau pandangan si belajar,  penyajian isi menekankan pada penggunaan
pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan ke-bagian, aktivitas belajar
lebih banyak  didasarkan pada  data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan  pada
ketrampilan berpikir kritis,  seperti : analisis, membandingkan, generalisasi, memprediksi,
dan menghipotesis, pembelajaran  lebih menekankan  pada proses.
Perubahan paradigma yang sangat mendasar dalam pembelajaran  saat ini, banyak terkait
dengan pemilihan pendekatan pembelajaran, dari yang sudah lama  pilihan  kegiatan
pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered approach)  yang di cirikan  kegiatan
aktivitas berpusat pada guru,  siswa sebagai penerima informasi secara pasif, kurang aktif,
bergeser  ke paradigma baru  dan bergerak  kearah pembelajaran yang berpusat pada anak
(student centered approach) dengan ciri pembelajaran  memberikan kesempatan siswa untuk
aktif, ketrampilan belajar  dan berinovasi  berfokus pada kreativitas, berfikir kritis,
komunikatif dan kolaboratif (Fuad Abdul Hamied, 2008),  Permendiknas no 22 tahun 2006
tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,  dalam prinsip
pelaksanaan kurikulum point b, menyebutkan  bahwa kurikulm dilaksanakan dengan
menegakkan kelima pilar belajar, yaitu (a) belajar untuk beriman dan bertakwa  kepada
Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati,     (c) belajar untuk
mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan
berguna bagi orang lain, dan (e)  belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui
proses pembelajaran  yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Model pembelajaran inovatif  sekarang yang banyak dikembangkan  adalah model-model


pembelajaran yang  kegiatannya berpusat pada siswa (student centered approach ) dengan 
kurang lebih 80% – 90% waktu pembelajaran  merupakan aktivitas siswa, sedangkan guru
berperan sebagai fasilitator,  moderator , mitra belajar dan pengorkestra 
pembelajaran .Model-model pembelajaran inovatif yang sangat banyak dan berkembang
diantaranya adalah  Model Cooperatif learning  dengan berbagai tipe, model problem based
learning, model debat, model diskusi, model inquiri,  model Contextual Teaching and
Learning,  dan banyak lagi yang lainnya. (Sugito.2009)

Pembelajaran melalui teknologi informasi saat ini juga menjadi  ciri pembelajaran inovatif,
mengandung  arti penerapan ICT dalam proses pembelajaran  dengan melibatkan siswa untuk
terus aktif  menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komukasi dengan
istilah E-Learnig, atau Blended Learning dan lainnya.

Problematik yang timbul adalah  karena  keberhasilan  atau ketercapaian tujuan


pembelajaran  sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam merekayasa pembelajaran
dan kemampuan guru memahami dan memilih serta menerapkan  model-model pembelajaran
yang sangat banyak pilihan dan ragamnya, maka permasalahan utama adalah bagaimana
pengetahuan, pemahaman guru  tentang berbagai strategi, model dan metode pembelajaran 
yang bertugas didaerah terpencil, pegunungan, perbatasan, dan kepulauan terpencil yang
sangat sulit mendapatkan  bahan-bahan dan sumber belajar yang diperlukan ?

1. D.   Rangkuman.

Reformasi merupakan proses pembaruan akan diikuti oleh  inovasi atau proses perubahan 
yang  menurut Jonathan Crowther (1995) reformation  is the process of being reformed, 
dan   innovate  is to make changes, atau innovation  is the process of  innovating, dalam
kaitan dengan  pendidikan maka reformasi dan inovasi pendidikan   membahas  tentang 
reformasi  dan inovasi sistem pendidikan nasional dalam pelaksanaan  komponen-komponen
sistem pendidikan, yaitu menyangkut pembaruan dan perubahan  tentang  kurikulum,
kompetensi lulusan dan penilaian, kualifikasi guru, pendanaan,  sarana prasarana,
desentralisasi dan otonomi pendidikan,  wajib belajar 12 tahun,  deskriminasi pendidikan dan
inovasi proses pembelajaran.

Reformasi dan inovasi pendidikan akan sukses terlaksana dengan baik jika pemeran utama
yaitu guru dan kepala sekolah sebagai pelaksana dapat memahami, dan menguasai
kemampuan untuk mau melaksanakannya, karena bagaimanapun baiknya kurikulum,
banayaknya dana , lengkapnya sarana dan prasaran,  serta beragamnya model. Strategi,
metode pembelajaran yang tersedia sebagai pilihan   akan kembali pada bagaimana kesiapan ,
kemauan dan kemampuan guru dalam melaksanakan reformasi itu.

penghapusan diskriminasi  pendidikan, dan  inovasi  proses pembelajaran.

1. E.   Evaluasi.

Latihan pemahaman.

1. Mengapa kurikulum selalu berubah, dan bagaimana sebaiknya kurikulum dikembangkan,


serta kurikulum yang bagaimana yang tepat untuk anak Indonesia di era Global?
2. Kompetensi lulusan yang bagaimana yang diharapkan oleh pendidikan di Indonesia,dan 
bagaimana  sebaiknya sistem penilaian hasil belajar siswa  dilaksanakan?.
3. Sosok guru Indonesia yang bagaimana menurut anda  yang mampu melaksanakan reformasi 
dan inovasi pendidikan ?.
4. Mengenai pendanaan pendidikan, apa yang dapat anda sarankan kepada pemerintah
Indonesia saat ini dan yang akan datang..
5. Apa sebenarnya maksud sarana dan prasarana pendidikan  yang memadai itu, bagaimana
kaitan sarana pembelajaran dengan kreativitas  guru khususnya dalam melaksanakan
pembelajaran ?.
6. Ide, saran apa yang mungkin anda berikan pada pemerintah, khususnya  Kemendiknas
terkait dengan desentralisasi dan otonomi pendididkan di Indonesia?..
7. Dapatkah Wajib Belajar 12 tahun dilaksanakan di Indonesia pada  tahun 2013 , apa yang
dapat anda sarankan?.
8. Benarkah  terjadi deskriminasi pendidikan saat in9i, jelaskan persepsi anda  terkaiat dengan
masalah deskriminasi pendidikan yang dimaksud tadi.
9. Bagaimana menurut anda tentang model pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran bagi
anak Indonesia,  kemukakan alasannya.

 
 

Daftar Pustaka.

 
Baedhowi. (2008). “ Peningkatan  Profesionalisme Pendidik dalam upaya mewujudkan
Sumberdaya Manusia  Pendidikan yang Unggul dan Mandiri”  Makalah disampaikan  pada
seminar  Nasional tgl 20 Desember 2008. www.ispi.or.id/…/pendidikan-guru-masa-depan-
yang-bermakna.diakses 28/5/2012.

Degeng, I Nyoman S. (1998). “Mencari Paradigma Baru Pemecahan  Masalah Belajar “


Makalah Pidato pengukuhan Guru Besar IKIP Malang,

Fuad Abdul Hamied. (2008). Deputi menko kesra.” Model Pembelajaran Inovatif di era
Global.” Makalah seminar nasional  model pembelajaran inovatf. Di Purwokerto. 27
Februari  2008.   http://ispi-banyumas.blogspot.com/2008/12/model-pembelajarn-inovatif-  
di-era.html.  Diakses tgl 11-6-2009

Hadi Supeno. 1999. “ Agenda Reformasi Pendidikan “ Pustaka Paramedia. Jakarta.

jawaPos 2012. “Intervensi Berbuah Prestasi “ ,” SMS dan BBM jadi sarana  Belajar”
JawaPos senin 28 Mei 2012.

Jonathan Crowther ,Editor,(1995).” Oxford Advanced Learner’s Dictionary”    Oxford


University Press. New York.

Mulyani Sumantri (1994) “Pengembangan dan Pelaksanaan Kurikulum yang Menjamin


Tercapainya Lulusan  yang Kreatif”  Kurikulum untuk abad  ke 21.  Konvensi Nasional
Pendidikan Indonesia.II.Grmedia. Jakarta.

Mulyasa E. (2006a) “Implemantasi kurikulum 2004”  panduan pembelajaran KBK. Remaja


Rosdakarya. Bandung.

Mulyasa.E. (2006b) “ Kurikulum yang disempurnakan “ Pengembangan standar kompetensi


dan Kompetensi Dasar. Remaja Rosdakarya. Bandun

Peraturan Pemerintah  Republik Indonesia  nomor 19 tahun 2005 “Tentang  Standar


Nasioanal Pendididkan.”  Asa Mandiri. Jakarta.

Permendiknas  RI no. 22 tahun 2006 “Tentang Standar Isi untuk  Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah.” . Asa Mandiri. Jakarta.

Permendiknas  RI. No. 23 tahun 2006 “ Tentang  Standar  Kompetensi Lulusan  untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.” Ana Mandiri. Jakarta.

Permendiknas  RI  No 24 Tahun 2006 “Tentang  Pelaksanaan Permendiknas RI no 22 & 23


tahun 2006.” Asa Mandiri. Jakarta.

Peraturan Pemerintah RI no 61 tahun 1999 Tentang” Penetapan Perguruan Tinggi sebagai


Badan Hukum.”.  Pustaka Pelajar. Yogjakarta.

Pgmkotasukabumi.blogspot.com/…/pemerintah-ditantang-hapus-diskr. Diakses 28/5/2012.

Sugito. (2009) “Model Pembelajaran Inovatif (PAKEM).” Materi Diklat PLPD rayon 42.
UNIPA Surabayqa. Unversity press. Surabaya
Sumbawapost.blogspot.com/…/hardiknas-diwarnai-aksi-demo-pelajar  .  diakses 28/5/2012.

Udin Syaefudin Saud.2010 “ Inovasi Pendidikan.”  Alfabeta.   Bandung.

Undang-Undang RI No. 20 tahun  2003 tentang  “ Sistem Pendidikan Nasional “


Asokadikta, Jakarta.

Undang-Undang  RI  no. 14 tahun 2005 Tentang “ Guru Dan Dosen”. Pustaka Pelajar.
Yogjakarta.

Undang-Undang RI  no 22 tahun 1999 tentang” Otonomi Daerah.”   Pustaka  Pelajar.


Yogjakarta.

Wahjoetomo. (1993) “ Wajib Belajar pendidikan 9 tahun” Gramedia Jakarta

A. Inovasi Dalam Manajemen Sekolah

Sekolah sebagai unit operasional memerlukan pengaturan dalam pelaksanaan, sehingga


antara satu komponen dengan komponen lainnya bekerja secara sistemik. Kerja persekolahan
tidak bersifat parsial, artinya dalam menyelenggarakan roda sekolah tidak mungkin masing-
masing komponen berdiri sendiri, tetapi satu dengan lainnya saling terkait. Oleh karena itu,
diperlukan cara  manajemen  persekolahan yang sistemik. Komponen sekolah dapat
diklasifikasikan  menjadi dua kategori yaitu komponen yang bersifat dinamis dan bersifat
statis. Komponen yang bersifat dinamis seperti guru, murid/mahasiswa, karyawan, dan
masyarakat. Sedangkan komponen yang bersifat statis seperti administrasi, dan kurikulum.
Manajemen pendidikan yang sekarang sedang dikembangkan berkencenderungan
memberikan otonomi yang lebih besar sehingga diharapkan sebagai sarana untuk
meningkatkan efisiensi pendidikan.

Manajemen pendidikan yang dikembangkan bertumpu pada masyarakat atau sekolah, yaitu
mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan sekolah. Menurut identifikasi studi Bank
Dunia ada empat hal yang ditemukan sebagai kendala pengembangan kemajuan pendidikan
di Indonesia, yaitu Pertama, sistem organisasi yang tumpang tindih di tingkat pendidikan
dasar. Kedua, pengelolaan manajerial sangat sentralistik pada tingkat SMP. Ketiga, sangat
kaku dalam proses pembiayaan persekolahan. Keempat, manajemen yang diterapkan belum
mampu pada peningkatan  produktivitas pendidikan. Berdasarkan laporan melalui analisis
Education in Indonesia:  From Crisis to Recovery (1998) diajukan lima aspek upaya  yang
dijadikan sarana perbaikan institusional pendidikan Indonesia, proyeksi recovery dari Bank
Dunia tersebut adalah  pemberdayaan lokal, pemberian otonomi  pendidikan, peningkatan
kemampuan institusional ( kelembagaan ), pemberian kewenangan yang lebih besar dengan
manajemen sekolah yang lebih bertanggung jawab, dan system pendanaan yang memberikan
jaminan pemerataan dan efisiensi. Kelima aspek ini yang  menjadi kelemahan dalam
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dan akan dijadikan landasan perbaikan pendidikan
sekarang ini.
B. Manajemen Berbasis Sekolah

Persoalan pendidikan sekarang ini sudah menjadi keprihatinan kita bersama sehingga
berbagai upaya telah diterapkan untuk memecahkan masalah tersebut mulai dari pelatihan
pelaku pendidik, pengadaan buku ajar, dan alat ajar yang diharapkan  agar terjadi
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah
menerapkan manajemen berbasis sekolah. Karena hakikat manajemen berbasis sekolah
adalah penerapan kewenangan lokal sekolah untuk  secara mandiri mengelola
penyelenggaraan sekolah dengan bertumpu pada kebutuhan dan kemampuan sekolah itu
sendiri. Dalam manajemen berbasis sekolah , ada tiga faktor yang menyebabkan penurunan
mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan yang merata. Ketiga faktor  tersebut ialah

 Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan


education production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen.
 Penyelenggaraan pendidikan dilakukan birokratik sentralistik sehingga  semua
keputusan tentang sekolah diatur dari pusat dan inisiatif lokal terabaikan.
 Minimnya keterlibatan orang tua dalam upaya memajukan sekolah.

1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau
kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan alternatif yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah kabupaten.

1. Tujuan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah


1. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan
pemerintah dalam hal mutu sekolah.
2. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan sumber pendukung yang tersedia.
3. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan sekolah melalui pengambilan keputusan bersama.
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan
yang dicapai.
5. Meningkatkan rasa memiliki sekolah.
6. Mengembangkan rasa tanggung jawab dalam penyelenggaraan sekolah karena
adanya stakeholder yang bertugas melakukan supervisi atas pelaksanaan
sekolah.
7. Mendekatkan kebutuhan riil yang diperlukan dalam pengembangan mutu
sekolah.

1. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah


1. Sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya pendidikan yang
akan  dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan sekolah dapat memenuhi kebutuhan
sekolah karena sekolah lebih tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana
masyarakat mengawasi.
5. Keterlibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan sekolah
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
6. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan  kepada
pemerintah, orang tua , peserta didik, dan masyarakat.
7. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
8. Sekolah dapat secara tepat merespon aspirasi masyarakat yang berubah
dengan pendekatan yang tepat, dan cepat.

1. Spesifikasi dalam Proses Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah


1. Memiliki proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi
2. Kepemimpinan sekolah yang kuat
3. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
4. Sekolah harus memiliki budaya mutu
5. Sekolah harus memiliki team work yang handal
6. Adanya partisipasi yang tinggi dari masyarakat dan warga sekolah
7. Sekolah memiliki keterbukaan manajemen dan  kemandirian
8. Sekolah harus memiliki sifat dan berkemauan selalu berubah.

Secara skematis sekolah yang efektif digambarkan sebagai berikut :

Indikator yang merupakan penanda dari keberhasilan implementasi manajemen berbasis


sekolah ialah sebagai berikut :

1. Efektivitas proses belajar mengajar yang tinggi


2. Kepemimpinan sekolah yang kuat
3. Pengelolaan yang efektif atas tenaga kependidikan
4. Sekolah mempunyai budaya mutu
5. Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis serta harmonis.
 

C.  Manajemen Berbasis Masyarakat

Manajemen pendidikan berbasis masyarakat mengasumsikan bahwa dalam sekolah


konvensional diselenggarakan yang selama diselenggarakn oleh Pemerintah tidak mampu
memenuhi kebutuhan riil masyarakat setempat serta tidak mampu mengakomodasikan
aspirasi mesyarakat selaku stakeholder. Akibatnya, produk pendidikan tidak memenuhi
tuntutan dunia kerja maupun keinginan pengguna jasa pendidikan. Akibat lebih lanjut adalah
terjasi kelebihan lulusan dibanding dengan ketersediaan lapangan kerja. Dalam perspektif
pendidikan formal, manajemen berbasis masyarakat sering dikacaukan dengan pendidikan
berbasis masyarakat. Padahal keduanya berbeda. Manajemen berbasis masyarakat
menunjukkan pada  pengelolaan pendidikan dengan bertumpu pada kepentingan masyarakat,
sedangkan pendidikan berbasis masyarakat menunjukkan  pendidikan yang diselenggarakn
oleh, untuk, dan dari masyarakat.

Manajemen berbasis masyarakat ada juga yang memodifikasinya dengan pendidikan berbasis
kebutuhan masyarakat yang dinamakan “Community College”. Dalam model pendidikan
seperti ini, sekolah memungkinkan dijadikan wahana bagi pelatihan keterampilan tertentu
oleh masyarakat sehingga terkesan seperti masyarakat masuk sekolah (sekolah dijadikan
tempat mendidik anggota masyarakat yang tidak berstatus sebagai siswa, namun untuk
sementara waktu dibelajarkan di sekolah karena sekolah mempunyai fasilitas untuk mendidik
keterampilan tertentu bagi masyarakat ). Prinsip dasar penyelenggaraan manajemen berbasis
masyarakat sebagai  berikut :

1. a.      Partisipatif

Yaitu upaya melibatkan masyarakat dalam berbagai proses yang dilakukan oleh sekolah.

1. b.      Transparansi

Yaitu upaya untuk mendorong terselenggarnya keterbukaan dalam setiap pengambilan


keputusan yang berdampak dalam pengelolaan sekolah (menyangkut masyarakat) menjadi
suatu keharusan untuk dikembangkan.

1. c.       Akuntabilitas

Yaitu upaya untuk mewujudkan mekanisme pelaporan dan mekanisme kontrol yang efektif.

1. Responsif

Yaitu suatu tindakan sekolah yang tanggap terhadap berbagai tuntutan yang muncul dari
masyarakat akibat pelaksanaan suatu kebijakan sekolah.

Inovasi Pendidikan dan Tata Kelola Pendidikan


Posted on 9 Desember 2011 by AKHMAD SUDRAJAT — 12 Comments ↓
D alam upaya  mendorong terwujudnya tata kelola yang baik di setiap layanan publik,

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melaksanakan sebuah studi  tentang Inovasi
Tata Kelola Pendidikan Menengah Kejuruan di 3 (tiga) SMK Negeri, yaitu: SMKN 4
Kota Malang, SMKN 8 Kota Makassar dan SMKN 2 Kabupaten Subang.

Studi ini bersifat deskriptif-kualitatif dengan menggambarkan pelaksanaan good governance


dan pola keberhasilan inovasi pendidikan di ketiga sekolah yang diteliti,  yang mencakup
lima elemen pengelolaan, yaitu : (1)  strategy, (2)  measurement, (3)  process, (4) people dan
(5) technology.

Hasil studi ini dituangkan  dalam buku laporan penelitian yang berjudul  “Inovasi Dalam
Sistem Pendidikan: Potret Praktik Tata Kelola Pendidikan Menengah Kejuruan”.

Berikut ini beberapa kesimpulan penting dari hasil studi yang dilakukan:

Penerapan tata kelola yang baik membawa perubahan positif dalam dunia pendidikan,
diantaranya:

1. Mampu memberi ruang kepada pihak di luar pemerintah, yaitu masyarakat, agar ikut
berperan optimal sehingga tercipta sinergi antara lembaga pendidikan dengan
stakeholdernya.
2. Penerapan tata kelola kepemerintahan yang baik memberikan nilai-nilai, seperti nilai
keadilan, efisiensi, dan daya tanggap, yang mendorong lembaga pendidikan maupun
Pemerintah lebih efektif dalam bekerja tanpa mengabaikan orientasi pada kebutuhan
pelanggan pendidikan.
3. Tata kelola kepemerintahan yang baik memberikan kondisi bersih dari korupsi yang
berorientasi pada kepentingan publik, bukan sekelompok orang atau golongan.

Untuk pelaksanaan tata kelola yang baik, diperlukan adanya:

1. Komitmen yang kuat baik dari pihak-pihak di dalam lembaga pendidikan tersebut maupun
pihak-pihak di luar lembaga pendidikan seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat.
2. Koordinasi yang baik, integritas, profesionalisme, serta etos kerja dan moral tinggi.
3. Pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata
yang berakar pada penyelenggaraan pendidikan yang efektif, efisien, bersih, dan
bertanggung jawab.

Penerapan tata kelola yang baik dalam pengelolaan pendidikan dapat membangun sebuah
sistem anti korupsi dalam institusi pendidikan yang akan melahirkan generasi-generasi
penerus bangsa ini.

Berdasarkan hasil studi tersebut, KPK memberi rekomendasi sebagai berikut:

1. Sekolah diharapkan meningkatkan kapabilitas inovasi pendidikan melalui:


 Pelaksanaan tata kelola yang baik dan bersih di lingkungan sekolah, yang mengedepankan
karakteristik partisipatif, beriorientasi pada konsensus, akuntabel, transparan, responsif,
efektif dan efisien, serta sesuai dengan peraturan dan hukum, dengan menjaga nilai-nilai
luhur pendidikan.
 Tanggap terhadap kebutuhan nasional, daerah, perkembangan teknologi, dan keinginan
masyarakat, yang disesuaikan dengan program pendidikan.
 Pengembangan jaringan kerjasama, baik dengan pihak di dalam maupun di luar negeri.
 Pengembangan sistem dan modul pendidikan, termasuk di dalamnya memasukkan nilai-nilai
lokal dan anti korupsi, selama masih sesuai dan dalam koridor standar pendidikan nasional.
 Pengembangan sistem pengawasan dan kendali mutu pelaksanaan kegiatan pendidikan,
terkait dengan pelaksanaan tata kelola yang baik, terhadap integritas, profesionalitas, dan
etos kerja para pendidik dan siswa-siswi.
 Dapat memperluas akses layanan pendidikan yang merata, termasuk peluang pendidikan
bagi masyarakat kurang mampu.

2. Pemerintahberperan aktif meningkatkan kapabilitas inovasi pendidikan, berupa:

 Sinkronisasi peraturan dan kebijakan terkait penyelenggaraan pendidikan dan


pendukungnya (reformasi kerangka hukum dan kebijakannya).
 Pemerataan akses layanan atau ikut menggiring arah pengembangan akses layanan
pendidikan menengah kejuruan yang sesuai dengan potensi sosial budaya ekonomi
masyarakat untuk mendapatkan konsep dan arahan implementatif yang holistik.
 Pengembangan modul pendidikan yang memuat nilai-nilai lokal dan semangat anti korupsi
skala nasional ataupun lokal.
 Pemerataan penyediaan layanan pendidikan menengah kejuruan yang lebih terjangkau.
 Pemerataan perbaikan fasilitas dan sarana sekolah

Inovasi pendidikan dalam komponen pendidikan atau sosial adalah :


a. Pembinaan personalia. Pendidikan yang merupakan bagian dari sistem
sosial tentu menentukan personal/orang sebagai komponen sistem. Inovasi
yang sesuai dengan komponen personal, misalnya : peningkatan mutu
guru, sistem kenaikan pangkat, peraturan tata tertib siswa dan sebagainya.
b. Banyaknya personal dan wilayah kerja. Sistem sosial tentu menjelaskan
tentang berupa jumlah personalia yang terikat dalam sistem serta dimana
wilayah kerjanya. Inovasi pendidikan yang relevan dengan aspek ini,
misalnya : Berapa rasio guru siswa pada suatu madrasah (dalam sistem
pamong pernah diperkenalkan, inovasi 1 : 27 = satu guru dua puluh tujuh
siswa.
c. Fasilitas fisik. Sistem sosial termasuk juga sistem pendidikan tentu
mendayagunakan berbagai sarana dan hasil teknologi untuk mencapai
tujuan. Inovasi pendidikan yang dengan komponen ini, misalnya :
perubahan pengaturan ruangan, kelas, perlengkapan peralatan
laboratorium bahasa, CCTV (TVST – Televisi Siaran Terbatas), dan
sebagainya.
d. Penggunaan waktu. Suatu sistem pendidikan tentu memiliki perencanaan
penggunaan waktu. Inovasi yang relevan dengan komponen ini, misalnya :
pengaturan waktu belajar (semester, catur wulan), pembuatan jadwal pelajaran yang dapat
memberi kesempatan siswa untuk memilih waktu
sesuai dengan keperluannya dan sebagainya.
e. Perumusan tujuan. Sistem pendidikan tentu memiliki rumusan tujuan yang
jelas. Inovasi yang relevan dengan komponen ini, misalnya perubahan
perumusan tujuan tiap jenis madrasah (rumusan tujuan TK, MI (SD)
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan tantangan kehidupan),
perubahan rumusan tujuan pendidikan nasional dan sebagainya.
f. Prosedur. Sistem pendidikan tentu memiliki rumusan tujuan yang jelas.
Inovasi yang relevan dengan komponen ini, misalnya penggunaan
kurikulum baru, cara membuat persiapan mengajar, pengajaran invidual,
kelompok dan sebagainya.
g. Peran yang diperlukan. Dalam sistem pendidikan diperlukan kejelasan
peran yang diperlukan untuk melancarkan jalannya pencapaian tujuan.
Inovasi yang relevan dengan komponen ini ; peran guru sebagai pemakai
media (maka diperlukan ketrampilan menggunakan berbagai macam
media), peran guru sebagai pengelola kegiatan kelompok, guru sebagai
anggota team teaching, dan sebagainya.
h. Wawasan dan perasaan. Dalam interaksi sosial biasanya berkembang
suatu wawasan dan perasaan tertentu yang akan menunjang kelancaran
pelaksanaan petugas. Kesamaan wawasan dan perasaan dalam
melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan pendidikan yang sudah
ditentukan akan mempercepat tercapainya tujuan. Inovasi yang relevan dengan bidang ini :
wawasan pendidikan seumur hidup, wawasan
pendekatan ketrampilan proses, perasaan cinta pada pekerjaan guru,
kesediaan berkorban, kesabaran sangat diperlukan untuk menunjang
pelaksanaan kurikulum SD (MI) yang disempurnakan.
i. Bentuk hubungan antar bagian (mekanisme kerja). Dalam sistem
pendidikan perlu ada kejelasan hubungan antar bagian dalam pelaksanaan
kegiatan untuk mencapai tujuan. Inovasi yang relevan : diadakan
perubahan pembagaian tugas antar seksi di kantor Depag dan mekanisme
kerja antar seksi, di madrasah Ibtidaiyah diadakan perubahan hubungan
kerja antar guru bidang studi dan tata usaha tentang pengadministrasian
nilai siswa.
j. Hubungan dengan sistem yang lain. Dalam pelaksanaan kegiatan
pendidikan dalam beberapa hal harus berhubungan atau bekerjasama
dengan sistem yang lain. Inovasi yang relevan dengan bidang ini:Dalam
usaha pelaksanaan Usaha Kesehatan Madrasah (UKS) bekerjasama
dengan Depkes. Kedua hubungan diatas dalam konteks luas adalah
hubungan masyarakat (public relation) dalam bidang pendidikan.
k. Strategi. Strategi dalam hal ini ialah tahap-tahap kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan inovasi pendidikan. Adapun pola
strategi sebagai berikut :
1) Desain. Ditemukannya suatu inovasi dengan perencanaan
penyebarannya berdasarkan suatu penelitian dan observasi atau hasil
penilaian terhadap pelaksanaan sistem pendidikan yang sudah ada.
Kesadaran dan perhatian. Suatu potensi yang sangat menunjang
berhasilnya inovasi ialah adanya kesadaran dan perhatian sasaran
inovasi (baik individu maupun kelompok) akan perlunya inovasi.
Berdasarkan kesadaran itu mereka akan berusaha mencari informasi
tentang inovasi.
2) Evaluasi. Para inovator mengadakan penilaian terhadap inovasi
tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan, tentang kemungkinan
dapat terlaksananya sesuai dengan kondisi dan situasi, pembiayaannya,
dan sebagainya.
3) Percobaan. Para inovator mencoba menerapkan inovasi untuk
membuktikan apakah memang benar inovasi yang telah dinilai baik
itu, dapat diterapkan seperti yang diharapkan. Jika ternyata berhasil
maka inovasi akan diterima dan terlaksana dengan sempurna strategi
inovasi yang telah direncanakan.
Inovasi termasuk bagian dari perubahan sosial, dan inovasi pendidikan
merupakan bagian dari perubahan sosial. Dalam rangka peningkatan
peningkatan kwalitas madrasah, inovasi lembaga pendidikan adalah
keharusan. Hal-hal yang perlu diketahui oleh kepala madrasah, guru tentang
inovasi adalah faktor yang mempengaruhi inovasi lembaga pendidikan,

perencanaan inovasi lembaga pendidikan, model inovasi lembaga pendidikan


petunjuk tentang cara menerapkan inovasi pendidikan madrasah.
Lembaga pendidikan formal, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebagai
pendidikan tingkat dasar memegang peran penting dalam proses pembentukan
kepribadian peserta didik, baik yang bersifat internal (bagaimana
mempersepsi dirinya), eksternal (bagaimana mempersepsi dan mensikapi
Tuhannya). Mengingat pentingnya peranan pendidikan dasar (MI), inovasi
lembaga pendidikan madrasah suatu keharusan dalam rangka menatap masa
depan yang penuh tantangan dan persaingan.
Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi lembaga
pendidikan, jika dilacak biasanya bersumber pada dua hal, yaitu : kemauan
madrasah untuk merespon terhadap tantangan kebutuhan masyarakat, dan
adanya usaha untuk menggunakan madrasah dalam rangka memecahkan
masalah yang dihadapi masyarakat
Bagaimanapun juga peningkatan sumber daya manusia (human
resourch) melalui pendidikan merupakan salah satu cara yang efektif untuk
mengentaskan masyarakat yang masih tertinggal menuju masyarakat yang
lebih maju. Sebab pendidikan Islam (madrasah) secara ideal berfungsi
menyiapkan sumber daya manusia yang berkwalitas tinggi, baik dalam
penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam hal
karakter, sikap moral, penghayatan dan pengamalan ajaran agama. Oleh
karena itu, madrasah haruslah senantiasa mengorientasikan diri kepada
menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat, 
Dalam rangka merubah madrasah menjadi lembaga harapan
masyarakat tidak bisa terjadi dengan sendirinya “bim salabim”, akan tetapi
ada agen pembaharu (inovator) yang selalu punya wawasan ke depan dan
selalu tidak puas terhadap hal yang sudah ada. Hal yang sudah ada perlu
ditambah, dibenahi atau bahkan dibuang (tidak di pakai) kemudian diganti
baru demi kemajuan madrasah ke depan.
Diterbitkan di: 25 Juni, 2011   

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2178422-inovasi-lembaga-
pendidikan/#ixzz2lKn0P6KB
PENGERTIAN INOVASI dan INOVASI PENDIDIKAN

Inovasi adalah suatu gagasan, ide dan perubahan dalam berbagai bidang. Sedangkan inovasi
pendidikan adalah sebuah proses, produk dan ide dala bidang pendidikan. Menurut Prof. Azis
Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan
genus dari change yang berarti perubahan.

Tujuan dari inovasi pendidikan adalah memaksimalkan (efisiensi, efektivitas dan relevansi)
segala kemampuan dalam bidang pendidikan seperti tenaga, uang, sarana prasarana.

Jadi inovasi pendidikan adalah suatu idea atau metode yang dirasakan sebagai hal yang baru
dan digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah
pendidikan.

Teori Inovasi Pendidikan adalah Inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan
dengan komponen system pendidikan dalam arti sempit (suatu lembaga pendidikan) maupun
dalam arti luas (sistem pendidikan). komponen pendidikan atau komponen system social
yang memungkinkan untuk dilakukan suatu inovasi, yaitu : pembinaan personalia, banyaknya
personalia dan wilayah kerja, fasilitas fisik, penggunaan waktu, perumusan tujuan, peran
yang diperlukan, wawasan dan perasaan, bentuk hubungan antar bagian, dan strategi.

MODEL-MODEL INOVASI PENDIDIKAN

1.   Top Down

(2)
(1)

(3)
 Vidio Top Down Inovation 

 Pengertian Top Down Inovation 

Top Down Inovation adalah salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan
efisiensi waktu dan sebaginya. Inovasi ini di terapkan kepada bawahan dengan cara
mengajak, menganjurkan bahkan memaksakan apa yang menurut atasan  itu baik untuk
kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak berwewenang untuk menolak 
pelaksanaannya. Jadi dapat dikatakan bahwa top down innovation sama halnya dengan
pendidikan yang otoriter. Contoh adalah yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan
Nasional selama ini. Seperti penerapan kurikulum, kebijakan desentralisasi pendidikan dan
lain-lain.

 Ruang Lingkup Top Down

Top down innovation yang hanya menyangkut tentang kebijakan-kebijakan dan peraturan-
peraturan yang dibuat oleh pemerintah mengenai pendidikan seperti kurikulum, Standart
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), namun menurut kami, top down innovasion
juga terjadi pada saat pembelajaran / proses transfer ilmu / pengetahuan di dalam kelas. Hal
ini terjadi dari guru ke peserta didik. Saat guru mengajar dalam kelas sering memaksa peserta
didik untuk menelan bulat-bulat apa yang di terangkan dan di jelaskan oleh guru, peserta
didik hanya meng-iya-kan saja, mereka tidak berani untuk menyanggah, mengomentari,
menanggapi, apa yang dikatakan guru karna adanya hukuman bagi peserta didik yang di
anggap menyimpang hal ini dapat membunuh kreativitas dan pola piker kritis para peserta
didik.

Selain pendidikan formal di sekolah ternyata top down innovation juga terjadi pada polah
pendidikan di rumah, yaitu dari orang tua pada anaknya, Orang tua mendidik anak mereka
dengan cara keras dan kaku, anak-anak harus patuh terhadap peraturan-peraturan yang dibuat
oleh orang tua, anak-anak tidak diberi kesempatan untuk melakukan sesuai dengan keinginan
dan kemauan hati mereka, sehingga mereka merasa tertekan. Tujuannya agar mereka menjadi
anak yang disiplin, penurut dan tidak banyak kemauan. Meskipun dengan pola pendidikan
otoriter menjadikan keluarga terlihat aman, tertib,  dan tidak ada masalah, namun hal ini
sangat membahayakan bagi perkembangan jiwa anak karena mereka akan tumbuh menjadi
pribadi yang rendah diri, tidak mandiri, penakut untuk mencoba hal-hal baru, tidak memiliki
kreativitas, dll.

  Kelebihan Top Down

Pertama, kesempatan untuk memperoleh pendidikan merata merupakan salah satu kelebihan
yang melekat pada Top Down Inovation.

Kedua, dalam Top Down Inovation juga menerapkan sistem yang terstruktural, sehingga
dapat menggunakan waktu seefisien dan seefektif mungkin.

Ketiga, adanya standart pengajaran sebagai tolak ukur ketuntasan belajar siswa menjadi salah
satu kelebihan dari Top Down Inovation.
Keempat, adalah ujian dilaksanakan serempak. Dengan begitu, akan mengurangi kecurangan
dalam adanya evaluasi hasil belajar atas ketercapaiannya kurikulum yang telah disusun oleh
Pemerintah.

Kelima adalah adanya monitoring dari pemerintah/depdikna yang menjadi kelebihan Top
Down Inovation.

  Kekurangan Top Down

Pertama, terbatasnya kreativitas guru dalam hal pengembangan pembelajaran sesuai dengan
tingkat berfikir guru.

Kedua, yaitu terjadinya kecurangan dalam ujian yang diadakan secara serempak.

Ketiga, ketidaksesuaian antara kebijakan pemerintah dengan kompetensi yang dimiliki oleh
sekolah karena sumber daya alam yang dimiliki masing-masing sekolah berbeda, sesuai
dengan lingkungan didirikannya sekolah tersebut.

Keempat, yaitu peran guru yang hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu
program tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga
akhir.

Kelima, tujuan utama dari program tersebut yang hendaknya akan dikirimkan kepada peserta
didik tidak terwujud dikarenakan pemerintah pusat tidak begitu memahami hal-hal yang
diperlukan oleh peserta didik secara SDM dan SDA yang ada disekitar lingkungan peserta
didik.

Keenam, keterbatasan fasilitas dan finansial bagi daerah yang terpencil untuk standart
pendidikan yang berlaku menjadi salah satu kekurangan dari Top Down Inovation.

Ketujuh, adalah perbedaan SDM dan SDA disetiap daerah didirikannya sekolah.

2.   Bottom Up

(2)
(1)
(4)
(3)

 Pengertian Bottom Up

Bottom – Up Innovation merupakan model kebalikan dari model Top Down Innovation,
inovasi ini timbul karena hasil ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau
masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan.
Model strategi inovasi ini lebih bersifat empirik Rasional. Asumsi dasar pada model ini,
menempatkan manusia pada kemampuannya menggunakan pikiran logisnya atau akalnya
sehingga, mereka bertindak rasional. Dalam hal ini innovator bertugas mendemonstrasikan
inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik dan valid untuk memberikan manfaat
bagi penggunanya

 Ruang Lingkup Bottom Up

Model bottom up innovation ini lebih banyak dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan
tinggi swasta dibanding sekolah atau perguruan tinggi negeri, karena sistem pengambilan
keputusan yang sentralistis. Misalnya, suatu sekolah melakukan inovasi tentang efektifitas
pembelajaran dengan menggunakan media atau alat transformasi pelajaran seperti komputer
dan infocus dalam setiap kelas. Dalam hal ini kewenangan atau otoritas sekolah yang
bersangkutan lebih menonjol dan dapat mengambil keputusan sendiri sepanjang tidak
melanggar kaidah-kaidah normatif.

 Kelebihan Bottom Up

Pertama, guru lebih bebas dalam mengeluarkan ide-ide cemerlangnya, bahkan


pembelajarannya lebih beranekaragam dan inovatif.  Misalnya dalam suatu pembelajaran
guru menempelkan di papan atau ditayangkan melalui media/ power point.

Kedua, pemerintah tidak perlu bekerja keras karena disini ada peran para guru dan juga
peran masyarakat luar yang banyaak mengambil peran tersebut. Contohnya adanya
pembentukkan organisasi yang dijalankan oleh wali murid (paguyuban), misalnya dalam
peduli lingkungan.

 Kekurangan Bottom Up

Pertama, guru tidak mempunyai tolak ukur kedepan, contohnya guru hanya memberikan
materi seperti biasanya saja tanpa ada perkembangan yang lebih baik lagi.
Kedua, susahnya mencapai kesepakatan bersama karena ide yang dilontarkan berbeda-beda,
misalnya saja guru ingin memberikan strategi pembelajaran dengan Kooperative script tetapi
pimpinan tidak memberikan izin dengan pembelajaran tersebut, pimpinan menginginkan
pembelajaran yang ada di KTSP dan sudah di tetapkan oleh pemerintah.

Ketiga, pemerintah tidak begitu berharga kerena perannya tidak begitu besar misalnya saja
pemerintah hanya berdiam diri tidak ikut serta dalam pembelajaran di sekolah-sekolah.

3.   Desentralisasi dan Demokratisasi dalam Pendidikan

      

(1)

(2)
(3)

 Pengertian Desentralisasi dan Demokratisasi dalam Pendidikan

Desentralisasi menurut PASAL 1 ayat (7) UU Nomor 32 Tahun 2004, diartikan “sebagai
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.

Desentralisasi menurut para ahli adalah sebagai berikut :

Encyclopedia of the Social Siences (1980) menjelaskan bahwa desentralisasi merupakan


penyerahan wewenang dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan
yang lebih rendah, baik yang menyangkut bidang legislatif, judikatif, atau administratif.

Menurut Hoogerwerf  (1978), Desentralisasi adalah pengakuan atau penyerahan wewenang


oleh badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan
pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan pemerintahan, serta
struktur wewenang yang terjadi dari hal itu.

Dijabarkan juga oleh Koswara (1996) bahwa Desentralisasi pada dasarnya mempunyai
makna yaitu melalui proses desentralisasi urusan-urusan pemerintahan yang semula termasuk
wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat  sebagian diserahkan kepada pemerintah
daerah agar menjadi urusan rumah tangganya sehingga urusan tersebut beralih dan menjadi
wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah.

Maddick (1963) mengemukakan bahwa desentralisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan
kemampuan aparat pemerintah dan memperoleh informasi yang lebih baik mengenai keadaan
daerah, untuk menyusun program-program daerah secara lebih responsif dan untuk
mengantisipasi secara cepat manakala persoalan-persoalan timbul dalam pelaksanaan.

Lebih lanjut Soejito (1990) menjelaskan bahwa desentralisasi sebagai suatu sistem dipakai
dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi , dimana sebagian
kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi
kepada pemerintahan yang lebih rendah, baik yang menyangkut bidang legislatif, yudikatif,
atau administratif (Encylopedia of the social sciences.1980).
Desentraslisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan merupakan
kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan
kepada pihak lain untuk dilaksanakan (Soejito,1990)

Demokratisasi pendidikan menurut para ahli, yaitu :

Joseph A. Schmeter, mengatakan demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional


untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Sidney Hook berpendapat, demokrasi adalah  bentuk pemerintahan dimana keputusan-
keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

Philippe C. Schmitter menyatakan, demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana


pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka diwilayah publik
diwilayah warga Negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan
kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.

Hendry B. Mayo menyatakan, demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang
menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas
prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

 Ruang Lingkup Desentralisasi dan Demokratisasi dalam Pendidikan

Bidang hukum dan perundang-undangan dalam konteks desentralisasi pendidikan merupakan


hal yang paling krusial karena merupakan perangkat kendali manajemen yang menentukan isi
dan luas wewenang serta tanggung jawab dalam pelaksanaan setiap bidang dan juga tugas
yang sedang didesentralisasikan.

Pembaharuan struktur kelembagaan pendidikan di daerah perlu memperhatikan tiga hal


pokok yaitu, kewengan, kemampuan dan kebutuhan masing-masing daerah yang berazaskan
pada demokratisasi, pemberdayaan dan pelayanan umum dibidang pendidikan. Disamping itu
pembaharuan kelembagaan pendidikan di daerah perlu didasarkan pada prinsip rasional,
efisien, efektif, realistis, dan operasional.

Berkenaan dengan kemampuan daerah dalam aspek relevansi. Permasalahan pendidikan


selama ini diarahkan pada kurangnya kepercayaan pemerintah, pada daerah untuk menata
system pendidikannya yang  setara dengan kondisi objektif di daerahnya. Karena itu,
desentralisasi kurikulum menjadi alternatif yang harus dilakukan dengan demikian perubahan
yang paling mendasar dalam aspek manajemen kurikulum bahwa pendidikan harus mampu
mengoptimalkan semua potensi kelembagaan yang ada di masyarakat adapun persyaratan
dasar dalam menetapkan jenis kurikulum antara lain: Pertama, Kurikulum dikembangkan
berdasarkan bakat dan minat peserta didik. Kedua, Kurikulum berkaitan dengan karateristik
wilayah setempat. Ketiga, Dapat dikembangkan secara nyata sebagai dasar penguatan sector
usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat. Keempat, Pembelajaran beroreantisi pada
peningkatan kompetensi keterampilan untuk belajar dan bekerja, lebih bersifat aplikatif dan
operasional. Kelima, Jenis keterampilan ditetapkan oleh pengelola program bersama-sama
dengan peserta didik, orang tua, tokoh masyarakat, dan mitra kerja.
Dengan demikian persyaratan utama dalam muatan kurikulum haruslah mendasar, kuat dan
lebih luas. Mendasar dalam arti memberi kemampuan dalam upaya memenuhi kebutuhan
perserta didik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Kuat dalam arti terkait dengan
isi dan proses pembelajaran atau penyiapan peserta didik untuk menguasai pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang kuat untuk dapat hidup mandiri. Luas dalam arti pemanfaatan
dan pendayagunaan potensi dan peluang yang ada dan dapat dijangkau oleh peserta didik.

  Kelebihan Desentralisasi dan Demokratisasi dalam Pendidikan

Pertama  desentralisasi membawa dampak positif khususnya bila diterapkan dalam bidang
administratif. Karena, penerapan ini dalam sistem penyelenggaraan pendidikan dapat
meningkatkan efesiensi kegiatan pendidikan.

Kedua desentralisasi adalah salah satu prakondisi yang diperlukan untuk memperbaiki
kinerja manajemen sekolah dan meningkatkan prestasi siswa. Hal ni menegaskan bahwa
desentralisasi mendorong berkembangnya suatu proses yang lebih kompetitif dalam suatu
proses pembelajaran siswa.

Ketiga desentralisasi dapat memacu kreatifitas guru dalam membuat suatu inovasi baru
dalam dunia pendidikan

Keempat desentralisasi dapat membuat pengelolaan manajemen keuangan sekolah lebih


otimal, karena apabila pengelolaan keuangan berjalan baik, sistem administrasi yang sebagai
jembatan antara pendidik anak didik.

Kelima desentralisasi dapat menunjang suatu sarana prasarana dalam fasilitas sekolah guna
memperlancar proses pembelajaran. Fasilitas yang baik mampu menimbulkan suatu
kreativitas siswa dan guru dalam mengembangkan suatu pembelajaran. Sehingga timbullah
inovasi-inovasi baru yang lebih praktis dan mampu bersifat ekonomis.

Keenamdesentralisasi mampu mengembangkan keterampilan dalam mengelola sistem


manajemen, perencanaan, kegiatan-kegiatan sekolah yang telah diberikan oleh pemerintah
kepada daerah.

Ketujuh desentralisasi cenderung mengajak semua warga negara mengenyam pendidikan


yang layak sesuai dengan program dan tujuan pemerintah.

Kedelapan demokratisasi mampu menyelesaikan masalah disuatu daerah itu sendiri.


Contoh : Pengadaan buku untuk pengembangan perpustakaan, pengadaan alat-alat peraga
pembelajaran.

Kesembilan Demokrasi pendidikan merupakan proses buat memberikan jaminan dan


kepastian adanya persamaan kesempatan buat mendapatkan pendidikan di dalam masyarakat
tertentu.

 Kekurangan Desentralisasi dan Demokratisasi dalam Pendidikan

Pertama desentalisasidapat menimbulkan kecemburuan sosial antara pemerintah daerah dan


masyarakat.
Kedua desentralisasi manajemen keuangan tidak transparan. Sehingga dapat menimbulkan
persepsi yang negatif di mata masyarakat.

Ketigadesentralisasi dapat menimbulkan banyaknya tidak korupsi.

Keempat densentralisasi dapat menimbulkan anggaran yang tidak sesuai dengan pengeluaran
yang terjadi.

Kelima desentralisasi dapat menurunkan kualitas guru dalam mengelola suatu pembelajaran
didalam kelas.

Keenam desentralisasi sebagai penyelenggara pendidikan membuka peluang bagi tumbuh


suburnya legitimasi politik.

Ketujuh desentralisasi, menimbulkan sarana dan prasarana belum menunjang untuk proses
pemerataan penerimaan pendidikan.

Kedelapan desentralisasi, tidak adanya inovasi baru sehingga melemahkan semangat juang
para pendidik.

Kesembilan, konsep pemecahan disuatu daerah tidak dapat digunakan didaerah lain. Karena
terbentur aspek-aspek seperti lingkungan budaya dan sosial politik.

Kesepuluh, Desentralisasi pendidikan yang efektif tidak hanya melibatkan proses pemberian


kewenangan dan pendanaan yang lebih besar dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah,
tetapi desentralisasi juga harus menyentuh pemberian kewenangan yang lebih besar ke
sekolah-sekolah dalam menentukan kebijakan-kebijakan: organisasi dan proses belajar-
mengajar, manajemen guru, struktur dan perencanaan di tingkat sekolah, dan sumber-sumber
pendanaan sekolah.

4.   Quantum Learning

 Vidio Pembelajaran Quantum Learning


http://www.youtube.com/watch?v=o0jaLx9UGvE

 Pengertian Quantum Learning

Quantum learning adalah  kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat
mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu
untuk melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia).

Tokoh utama di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah
tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua
bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran.

  Ruang Lingkup Quantum Learning

Quantum learning berdasarkan pada konsep “ bawalah dunia mereka kedunia kita dan
antarkan dunia kita kedunia mereka.” Segala hal yang dilakukan berdasarkan pada prinsip
diatas.

Ada beberapa karakteristik quantum learning yang harus dipahami, agar pembelajaran dapat
berjalan dengan benar. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut: pertama setiap
orang adalah pendidik dan sekaligus peserta didik, sehingga bisa saling berfungsi sebagai
fasilitator, contohnya guru mau menerima masukan dari muridnya dan sering saling bertukar
informasi. kedua Belajar akan sangat efektif jika dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan, lingkungan dan suasana yang tidak terlalu formal, penataan tempat duduk,
penataan sinar atau cahaya yang baik sehingga peserta merasa nyaman. ketiga Setiap orang
mempunyai gaya belajar, bekerja yang unik dan berbeda yang merupakan pembawaan
alamiah sehingga tidak perlu merubahnya. Dengan demikian perasaan nyaman dan positif
akan terbentuk dalam menerima informasi atau materi yang diberian fasilitator. keempat
Kunci menuju kesuksesan model quantum learning adalah latar belakang musik klasik atau
instrumental yang telah terbukti memberikan pengaruh positif dalam proses pembelajaran.
Musik klasikal dapat meningkatakan kemampuan mengingat, mengurasi sterss, meredekan
ketegangan, meningkatkan energi dan memberikan daya ingat.

 Kelebihan Quantum Learning

Pertama, Pembelajaran kuantum membiasakan siswa untuk melatih aktivitas kreatifnya


sehingga siswa dapat menciptakan suatu produk kreatif yang dapat bermanfaat bagi diri dan
lingkungannya. Contonya ketika dikelas guru terbiasa mengajari siswa untuk selalu berfikir
kreatif untuk menemukan hal yang baru.

Kedua, Dalam pembelajaran kuantum, emosi sangat diperlukan untuk menciptakan motivasi
belajar yang tinggi. Motivasi yang tinggi dapat menambah kepercayaan diri siswa, sehingga
siswa tidak ragu dan malu serta mau mengembangkan potensi-potensi yang ada.

Ketiga, Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan
bermakna, bukan sekedar transaksi makna. Jadi guru bukan hanya menjelaskan tetapi
menanamkan dalam diri siswa.
Keempat,Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran
dengan taraf keberhasilan tinggi. Contohnya penggunaan music klasik akan merangsang
percepatan daya tangkap siswa sehingga mudah dalam memahami materi yang diberikan.

Kelima, Pembelajaran kuantum sangat menentukan kealamiahan dan kewajaran proses


pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. Contohnya guru
memberikan konsep-konsep dengan contoh yang nyata bukan khayalan.

Keenam, Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan ketrampilan


akademis, dan ketrampilan (dalam) hidup.

Ketujuh, Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting


proses pembelajaran. Jadi seorang guru bukan hanya menyampaikan materi tetapi juga
menanamkan karakter yang harus dimiliki siswa.

Kedelapan, Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan


keseragaman dan ketertiban. Jadi siswa diberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapat
dan melakukan aktifitas yang diminatinya.

 Kekurangan Quantum Learning

Pertama, Membutuhkan pengalaman yang nyata. Karena kuantum learning menuntut guru
untuk kreatif dan menjadikan kegitan belajar mengajar lebih menyenangkan sehingga
diperlukan pengalaman yang matang untuk dapat menciptakan situasi yang diatas.

Kedua, Waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan motivasi dalam belajar. Karena
kuantum learning menggunakan metode pemberian sugesti sehingga dibutuhkan waktu yang
lama untuk menumbuhkan karakter yang diharapkan.

Ketiga, Kesulitan mengidentifikasi ketrampilan siswa. Karena setiap siswa memiliki


ketrampilan yang berbeda-beda sehingga untuk mengidentifikasi ketrampilan setiap siswa
memerlukan proses yang tidak mudah yaitu dengan mengamati perilaku dan minat setiap
siswa.

Keempat, Memerlukan dan menuntut keahlian dan ketrampilan guru. Karena kuantum
learning menuntut guru untuk kreatif dan menjadikan kegitan belajar mengajar lebih
menyenangkan sehingga diperlukan keahlian dan ketrampilan guru untuk dapat menciptakan
situasi yang diatas.

Kelima, Memerlukan proses perancanaan dan persiapan pembelajaran yang cukup matang
dan terencana dengan cara yang lebih baik. Karena kuantum learning harus bisa menjadikan
kegiatan belajar menyenangkan sehingga persiapan yang matang akan membantu
terlaksananya kegiatan pembelajaran tersebut.

Keenam, Adanya keterbatasan sumber belajar, alat belajar dan menuntut situasi dan kondisi.
Karena dengan keterbatasan sarana prasarana akan menghambat terlaksananya kegiatan
tersebut dan hasilnya kegiatan belajar mengajar akan berjalan kurang efektif.

 5.   Pendekatan Kontekstual


 

 Vidio pembelajaran Kontekstual

  Pengertian Pendekatan Kontekstual

Konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antar materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.

Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan dari pada hasil. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru dalam kelas yang
dikelola dengan pendekatan kontekstual.

  Ruang Lingkup Pendekatan Kontekstual

Pendekatan Kontekstual merupakan suatu strategi pembelajaran yang bertujuan untuk


membantu siswa melihat makna materi pelajaran yang sedang dipelajari dengan cara
mengaitkan materi pelajaran tersebut dengan pengalaman awal serta lingkungan hidup
mereka sehari-hari guna memecahkan permasalahan dalam kehidupan nyata yang
berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga
negara, siswa maupun pekerja.

 Kelebihan Pendekatan Kontekstual

Pertama, Memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi
yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.

Kedua,Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu
isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif.

Ketiga, Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.

Keempat,Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.

Kelima,Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.

Keenam,Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.

Ketujuh,Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.

 Kekurangan Pendekatan Kontekstual

Pertama, Dalam pemilihan informasi atau materi  dikelas didasarkan pada kebutuhan  siswa 
padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan
kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak
sama.

Kedua,Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM.

Ketiga, Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang
memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian
menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya.

Keempat,Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus
tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini
kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik
mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal
dan mengalami kesulitan.

Kelima,Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.

Keenam,Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan


intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan
mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft
skill daripada kemampuan intelektualnya.

Ketujuh, Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
Kedelapan, Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru
hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan
berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-
pengetahuan baru di lapangan.

LATIHAN SOAL

1. Menurut Anda, sebagai seorang guru, apakah latar belakang sosial ekonomi siswa
dapat berpengaruh terhadap prestasi akademik siswa ? Inovasi pendidikan yang
seperti apa yang akan anda lakukan guna meningkatkan prestasi akademik siswa?
Jelaskan !
2. Bagaimana cara Anda sebagai seorang guru untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran di sebuah sekolah terpencil dengan segala keterbatasan sarana prasarana
yang akan menghambat kegiatan belajar mengajar akan berjalan kurang efektif ?
3. Menurut Anda, pembaharuan pendidikan yang seperti apa yang dapat menciptakan
sekolah yang efektif dan berkembang sehingga dapat menghasilkan output yang
berkualitas di berbagai bidang ?
4. Sebuah keluarga Kubu dari pedalaman, dengan 5 anak-anaknya baru saja pindah ke
sebuah sekolah di sebuah desa kecil. Anda pernah mendengar siswa-siswa di kelas
Anda memanggil keluarga yang baru pindah ini dengan sebutan–sebutan yang
bernada menghina, seperti “orang hutan”, tarsan kampung. Apa yang dapat Anda
lakukan agar anak-anak di kelas 5 ini dapat menerima adanya perbedaan
kebudayaan ?
5. Anda seorang guru kelas 6 yang prestasi akademik siswa-siswanya di atas rata-rata.
Namun, ada seorang anak yang mengalami kesulitan dalam membaca, dan hambatan
dalam berbicara yang sangat serius. Tidak ada satu pun siswa-siswa yang ingin
bekerja sama dengan anak ini. Oleh beberapa teman-temannya sekelas, anak ini sering
dikata-katai sebagai anak bebal. Bagaimana Anda meyakinkan siswa-siswa lainnya
bahwa anak ini pun mempunyai kesempatan dan hak yang sama dengan mereka
dalam mengikuti proses belajar ?

KESIMPULAN

Top Down Inovation adalah salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, meningkatkan
efisiensi waktu dan sebaginya.

Inovasi ini di terapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan bahkan
memaksakan apa yang menurut atasan itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan
tidak berwewenang untuk menolak  pelaksanaannya.

Jadi dapat dikatakan bahwa top down innovation sama halnya dengan pendidikan yang
otoriter, Pendidikan ini sering dinilai buruk, namun sebenarnya ada kebaikan didalamnya
karena terkadang memang harus ada penekanan dari guru untuk dijadikan sebuah tempaan
bagi para peserta didik agar mereka dapat berkembang meskipun perkemangan manusia
memang sangat bergantung pada motivasi dari dirinya sendiri namun kebanyakaan manusia
cenderung akan lebih banyak mendapatkan hambatan jika harus berjuang sendirian.

Kelebihannya adalah kesempatan untuk memperoleh pendidikan merata merupakan salah


satu kelebihan yang melekat pada Top Down Inovation.
Kekurangannya adalah terbatasnya kreativitas guru dalam hal pengembangan pembelajaran
sesuai dengan tingkat berfikir guru.

Bottom – Up Innovation merupakan model kebalikan dari model pertama yakni model Top
Down Innovation, inovasi ini timbul karena hasil ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari
sekolah, guru atau masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu
pendidikan.

Model strategi inovasi ini lebih bersifat empirik Rasional. Asumsi dasar pada model ini,
menempatkan manusia pada kemampuannya menggunakan pikiran logisnya atau akalnya
sehingga, mereka bertindak rasional. Dalam hal ini innovator bertugas mendemonstrasikan
inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik dan valid untuk memberikan manfaat
bagi penggunanya.

Kelebihannya adalah guru lebih bebas dalam mengeluarkan ide-ide cemerlangnya, bahkan
pembelajarannya lebih beranekaragam dan inovatif.  Misalnya dalam suatu pembelajaran
guru menempelkan di papan atau ditayangkan melalui media/ power point.

Kekurangannya adalah guru tidak mempunyai tolak ukur kedepan, contohnya guru hanya
memberikan materi seperti biasanya saja tanpa ada perkembangan yang lebih baik lagi.

Desentralisasi adalah suatu keterkaitan antara kebijakan pemerintah dari pusat ke daerah
dalam aspek-aspek kewenangan suatu pengembangan pendidikan di daerah. Desantralisasi
dapat bersifat politik artinya penyerahan kekuasaan sepenuhnya ke pada daerah dan
pemerintah tidak ikut campur tangan atas kewenangan yang telah diberikan. Sehingga dapat
menimbulkan menejemen diluar sistem dan demokratisasi Pendidikan demokrasi diartikan
sebagai upaya sistematis yang dilakukan Negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu
warga negaranya agar memahami, meghayati, megamalkan dan mengembangkan konsep,
prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan perannya dalam masyarakat. Demokrasi
adalah pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat baik secara langsung maupun tidak
langsung ( melalui perwakilan ) , yang kekuasaan tertingginya ada ditangan rakyat.
Pendidikan adalah suatu proses pembentukan karakter manusia yang mengarah pada
kemandirian hidup, memerlukan suatu penataan yang matang dan terencana. Dengan
demikian maka jelaslah tujuan utama dari desentralisasi dan demokrasi pendidikan adalah
untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan infrastruktur yang baik.

Kelebihan desentralisasi adalah desentralisasi membawa dampak positif khususnya bila


diterapkan dalam bidang administratif. Karena, penerapan ini dalam sistem penyelenggaraan
pendidikan dapat meningkatkan efesiensi kegiatan pendidikan.

Kekurangannya adalah desentralisasi dapat menurunkan kualitas guru dalam mengelola suatu
pembelajaran didalam kelas.

Quantum learning adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada pemberian
sugesty dan dituntut mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan serta efektif.
Quantum learning dapat memungkinkan peserta didik untuk belajar dengan kecepatan yang
mengesankan dengan upaya yang normal dan dibarengi dengan kegembiraan.

Kelebihan dari penggunaan metode quantum learning adalah: Membiasakan siswa untuk
melatih aktivitas kreatifnya sehingga siswa dapat menciptakan suatu produk kreatif yang
dapat bermanfaat bagi diri dan lingkungannya, emosi sangat diperlukan untuk menciptakan
motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang tinggi dapat menambah kepercayaan diri siswa,
sehingga siswa tidak ragu dan malu serta mau mengembangkan potensi-potensi yang
terdapat.

Kekurangan dari penggunaan metode quatum learning adalah : penggunaan waktu dalam
pembelajaran membutuhkan banyak.

Pendekatan Kontekstual merupakan suatu strategi pembelajaran yang bertujuan untuk


membantu siswa melihat makna materi pelajaran yang sedang dipelajari dengan cara
mengaitkan materi pelajaran tersebut dengan pengalaman awal serta lingkungan hidup
mereka sehari-hari guna memecahkan permasalahan dalam kehidupan nyata yang
berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga
negara, siswa maupun pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Pidarta, M. 2002. LandasanKependidikan. Jakarta: RinekaCipta.

Pidarta, M. 2007. WawasanPendidikan. Surabaya: Unesa University Press.

Supriyanto, E. 2003.InovasiPendidikan. Nogotirto: Muhammadiyah University Press.

Suprayekti, ra. 2003. PembaharuanPembelajaran di SD. Jakarta: UT.

Sa’ud, U. 2010. Inovasipendidikan. Bandung: Alfabeta.

Noor Mohammad, 2010. Paikem Gembrot;- cet. I, jakarta, Multi Kreasi Satu Delapan.

Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan teknik Pembelajaran


(http://smacepiring.wordpress.com./) diunduh tanggal 2 Oktober 2012

Depdiknas.2005. Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Depdiknas.

Aminuddin.1996. Isi dan Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia Pendekatan Terpadu dan
Pendekatan Proses. Malang: FPBS IKIP MALANG.

Suprayekti, Dkk 2003. Pembaharuan Pembelajaran di SD. Universitas Terbuka.

Sirozi, M, Ph.D 2005. Politik Pendidikan. Jakarta : PT. Raya Grafindo Persada

De Porter, Bobbi. dan M. Hernacki. 1999. Quantum Learning. Bandung: KAIFA.

De Porter, Bobbi., dkk. 2000. Quantum Teaching. Bandung: KAIFA

Sudrajat, Akhmad. 2012. Quantum Learning.  http://www.tentangpendidikan.com

Maulana, Ginanjar. 2009. Quantum Learning. http://www.percikaniman.org.


Yulianto, Joko. 2010. Sejarah dan Pengertian Quantum Learning.
http://www.quantumlearning.com.

Utama, Fajar. 2010. Quantum Learning. http://www.quantumlearning.com.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2127976-pola-pendidikan-otoriter/

http://aspirasiku.com/2012/04/12/salah-asuhan-produk-gagal-pendidikan-yang-otoriter/

www.ahmadfauzimpd.wordpress.com

http://www.tarmizi.wordpress.com

http://wawan-junaidi.blogspot.com/2012/03/pengertian-desentralisasi.html.

http://biongeblog.blogspot.com/2010/12/demokrasi-pendidikan.html

http://roniyulianto1.wordpress.com/2012/01/12/demokrasi-pendidikan/
About these ads

INOVASI PENDIDIKAN DAN PERAN GURU

INOVASI PENDIDIKAN DAN PERAN GURU


Sunday, 5 February 2012 (11:11) | 8,428 views | 0 komentar | Print this Article

Oleh: Dr. Uhar Suharsaputra


Purek 1 Universitas Kuningan (Uniku) dan Anggota ISPI

Dewasa ini, nampak sekali bahwa perubahan-perubahan yang


terjadi dalam kehidupan masyarakat telah menjadikan pendidikan dipandang sebagai sesuatu
yang dipercaya dan diandalkan dalam mempersiapkan manusia yang siap dan mampu
menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat. Oleh karena itu Pendidikan
sebagai suatu bagian dari kehidupan masyarakat tidak bisa tidak mesti menghadapi berbagai
perubahan yang terjadi, serta menyikapinya dengan proaktif dan inovatif, sebab jika tidak
demikian maka upaya mempersiapkan manusia dalam menghadapi perubahan tidak mungkin
dapat dilaksanakan dengan baik.
Kondisi demikian pada dasarnya sebagai akibat dari karakteristik pendidikan sebagai bagian
dari kehidupan masyarakat yang tak bisa mengisolasi diri dari pengaruh lingkungan, baik itu
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, baik dalam lingkup lokal, regional, nasional
maupun lingkungan global. Pendidikan merupakan upaya untuk mempersiapkan manusia
hidup di masyarakat, untuk itu berbagai perubahan harus diperhatikan dan diantisipasi
melalui upaya memperbaiki proses pendidikan dan pembelajaran, sehingga outputnya bisa
dan mampu serta kompetitif dalam menghadapi berbagai hal yang terjadi dalam proses
perubahan di masyarakat, dan untuk itu pendidikan harus dapat mengembangkan respon yang
kreatif dan inovatif sejalan dengan pernyataan Suyanto (Kompas, 16 Mei 2001) :

”Untuk menciptakan unggulan kompetitif, kita memerlukan inovasi yang pesat dalam dunia
pendidikan. Menjadi bangsa yang berharkat memerlukan unggulan kompetitif dalam berbagai
bidang. Bukan jamannya lagi kita mengandalkan murahnya tenaga kerja untuk mendukung
dan pembenar konsep unggulan kompetitif. Dalam konteks untuk menciptakan unggulan
kompetitif outcome pendidikan, patut kiranya kita mengkaji pendapat Michael Porter dalam
ungkapannya: …the ability to sustain an advantage from cheap labor or even from economies
of scale-these are the old paradigms. These paradigms are being superseded. Today, the only
way to have an advantage is through innovation and upgrading”.

Oleh karena itu, bagi dunia pendidikan adalah suatu keharusan untuk selalu mencermati
perubahan-perubahan yang terjadi agar dapat direspon dengan cerdas dalam rangka
meningkatkan Kualitas Pembelajaran. Dalam hubungan ini Inovasi Pendidikan menjadi
semakin penting untuk terus dikaji, diaplikasikan dan dikomunikasikan pada seluruh unsur
yang terlibat dalam pendidikan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap inovatif di
lingkungan pendidikan, karena tanpa inovasi yang signifikan, pendidikan hanya akan
menghasilkan lulusan yang tidak mandiri, selalu tergantung pada pihak lain, untuk itu
pendidikan harus digunakan sebagai inovasi nasional bagi pencapaian dan peningkatan
kualitas outcome secara berkelanjutan dan tersistem agar unggulan kompetitif selalu dapat
dipertahankan (Suyanto, Kompas, 16 Mei 2001).

A. Inovasi Pendidikan

Inovasi pendidikan secara sederhana dapat dimaknai sebagai inovasi dalam bidang
pendidikan. Menurut Ibrahim, (1988 : 51) inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode,
yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat) baik berupa hasil invensi atau discovery, yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan. Dengan demikian inovasi
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran, ini berarti bahwa inovasi
apapun yang tidak dapat meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran tidak patut untuk
diadopsi, dan dalam konteks ini peran guru akan sangat menentukan dalam adopsi inovasi
pada proses pendidikan/pembelajaran Oleh karena itu dalam menyikapi suatu inovasi,
diperlukan suatu pemahaman yang baik tentang substansi inovasinya itu sendiri, hal ini
dimaksudkan agar inovasi dapat benar-benar memberi nilai tambah bagi kehidupan.

Dengan mengingat hal tersebut, maka dunia pendidikan sebagai suatu sub sistem kehidupan
masyarakat perlu menyikapi dengan terbuka berbagai inovasi yang ada dalam dunia
pendidikan, maupun yang terjadi dalam bidang kehidupan lainnya untuk berupaya
mengintegrasikannya agar dapat dicapai suatu kondisi pendidikan yang tidak tertinggal
dengan perubahan yang terjadi di masyarakat sebagai akibat akumulasi inovasi.
Namun demikian situasi di dunia pendidikan seperti sekolah, menurut penelitian Kim E.
Dooley (Jurnal Educational Technology & Society 2(4) 1999.www.careo.org) cenderung
sulit/lambat berubah seperti terlihat dari pernyataan berikut :

“The past three decades have been characterized by extreme sosial, political, economic, and
technological changes; but schools have not changed their basic organizational structure.
Recognition that the curriculum and methodology of the past are unsuited for today’s world
has prompted a call for a restructuring of education. We are currently in the “third wave” era
(Toffler, 1981), the post-industrial information age in which change continuously takes place
at all levels of society”.

kesulitan atau kelambatan berubah telah menjadikan dunia pendidikan banyak tertinggal dari
perkembangan yang terjadi dalam bidang kehidupan lainnya seperti dunia bisnis, dimana
inovasi telah menjadi nyawa yang menentukan bagi kehidupan bisnis, kajian-kajian tentang
inovasi di bidang pendidikan banyak dilakukan, meskipun kontribusinya pada pemahaman
teoritis tentang difusi inovasi tidak begitu penting, hal ini tidak lain karena sebagian besar
keputusan inovasi bersifat kolektif dan berdasarkan otoritas, dan kurang dilakukan secara
individual (optional innovation decision) (Rogers, 1983:62).

Menurut House (1974) dalam proses penyebaran inovasi, kontak personal mempunyai
kedudukan yang penting dalam difusi atau komunikasi inovasi, Kontak personal is essential
to the propagation of innovation. Lebih jauh House membagi inovasi ke dalam dua jenis
dengan masing-masing mempunyai kelompok pemerannya sendiri-sendiri yaitu :

1. Household innovation. Inovasi Rumah tangga (household) merupakan inovasi individu,


seperti inovasi guru di kelas, dan bisaanya tersebar dari individu ke individu.
2. Entrepeneurial innovation. Inovasi entrepreneur adalah inovasi yang mempunyai akibat
langsung bagi orang lain diluar adopter nya.

lebih jauh House (1974) menyatakan bahwa praktisi Pendidikan dapat dikelompokan ke
dalam dua kelompok yaitu 1) Administrator (Principal/kepala sekolah dan
Superintendent/pengawas), dan 2) Teacher. Dalam hal penerimaan atau sikap terhadap
perubahan dan inovasi dua kelompok ini mempunyai pandangan dan sikap yang tidak selalu
sama, karena peran yang dimainkan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan berbeda dan
lingkungan kerja yang sering dijalani masing-masing juga berbeda. Administrator (Kepala
dan Pengawas) lebih mudah menerima inovasi dibanding guru, inovasi oleh administrator
merupakan inovasi entrepreneur, sedang inovasi oleh Guru adalah inovasi household. Lebih
mudahnya inovasi oleh Administrator dibanding oleh Guru dikarenakan hal-hal berikut
(House, 1974) :

1. Sosial interaction inhibit diffusion across professional boundaries


2. Teacher remain isolated in classroom which does not enhance the diffusion of new idea
within the profession
3. Never adopt innovation as a whole, only bits and pieces
4. Passive adopter

Sulitnya inovasi yang dilakukan oleh guru yang bergerak di tataran teknis, jelas akan
memberi pengaruh pada efektivitas pembaharuan/inovasi pendidikan dalam berbagai
tingkatannya, baik tataran institusi maupun tataran manajerial. Oleh karena itu kebijakan
inovasi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan perlu mencermati
kondisi ini, artinya dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan
kualitas profesionalisme Pendidik/guru perlu terintegrasi dengan upaya melakukan reformasi
pada tataran institusi dan manajerial, sehingga terjadi suatu interaksi yang kondusif bagi
tumbuhnya kreativitas, kinerja inovatif yang terlembagakan dalam suatu organisasi sekolah,
ini berarti diperlukan upaya untuk melakukan restrukturisasi sekolah yang dapat menciptakan
organisasi sekolah yang selalu antisipatif dan terbuka pada perubahan, menurut Kim E.
Dooley (Jurnal Educational Technology & Society 2(4) 1999, www.careo.org)

“Restructuring our schools involves deep and profound changes in the way the schools
function. Restructuring defines what goes on within classrooms–rethinking the way teachers
teach, the way students learn, and the way we assess them. Restructuring also involves a
change in the way schools are organized. Such reorganization requires redefining the roles of
teachers, administrators, parents, and students in the governance and management of schools”

esensi dari restrukturisasi pada kelembagaan sekolah adalah kesiapannya untuk berubah,
dengan perubahan tersebut fungsi sekolah juga akan berubah yang berakibat pada perubahan
dalam pembelajaran serta pengorganisasian sekolah. Kegiatan tersebut pada dasarnya
merupakan suatu proses dan bukan suatu kejadian, sehingga diperlukan upaya yang terus
menerus untuk menilai berbagai perubahan yang telah terjadi agar tetap adaptif terhadap
tuntutan perubahan yang terjadi di masyarakat, serta berbagai inovasi yang terus
berakumulasi yang perlu mendapat perhatian dari Lembaga Pendidikan, Hall dalam Kim E
Dooley (Jurnal Educational Technology & Society 2(4) 1999, www.careo.org) menyatakan :

“Change is a process rather than an event and should be examined by the various motivations,
perceptions, attitudes, and feelings experienced by individuals in relation to change. Change
entails an unfolding of experience and a gradual development of skill and sophistication in
use of an innovation. An individual’s concerns can move in developmental progression from
those typical of non-users of an innovation to those associated with fairly sophisticated use.

Perubahan dalam kontek proses memerlukan motivasi, persepsi, sikap dan perasaaan yang
positif terhadap perubahan, sehingga inovasi yang berkembang dapat menjadikan organisasi
terus tumbuh dan berkembang dengan dukungan sumberdaya manusia yang sensitive dan
tanggap terhadap perubahan dengan dukungan manajemen organisasi yang mendorong pada
tumbuh dan berkembangnya pembelajaran dalam organisasi (Learning Organization).

Menurut Deal, Meyer&Scott (www.careo.org,1975) banyak hasil peneliti yang


menyimpulkan bahwa karakteristik struktur organisasi atau lingkungan sekolah berkaitan
dengan adopsi inovasi

“These studies revealed that the school districts more likely to adopt innovations were those
that were wealthy, large, and had change-oriented leaders. Others have found organizational
autonomy, decentralized authority, staff professionalism, and features of organizational
climate such as openness, trust, and free communication to be correlates of innovative
behavior”.

Dengan demikian peran organisasi sekolah dalam pengembangan inovasi amat diperlukan,
organisasi sekolah yang memiliki otonomi, pengembangan profesi, iklim organisasi yang
baik dapat mempengaruhi prilaku inovatif dari anggota organisasi ersebut

B. Model-model Inovasi Pendidikan.


Para pakar telah banyak yang mengemukakan tentang model inovasi sebagai kerangka dasar
dalam memahami bagaimana suatu inovasi itu terjadi serta bagaimana melihat kemampuan
seseorang untuk menjadi inovatif, adaptif dan kemudian menyebarkannya pada fihak lain
(difusi). Mmodel-model tersebut meskipun dikembangkan dalam organisasi bisnis, namun
pada dasarnya dapat diadopsi dan atau diadaptasi dalam dunia pendidikan sebagai suatu
organisasi. Lara Catherine Hagenson (2001) mengelompokan model Inovasi ke dalam model
Linier dan Model siklis. Model linier merupakan model yang melibatkan dimensi tunggal,
dan yang termasuk dalam model ini adalah model Diffusion of Innovations dari Roger,
Concerns Based Adoption Model dari Hall and Hord, serta Model of Epistemic Curiosity
Speilberger and Starr

a. Model Linier

Model difusi inovasi dari Roger memandang proses keputusan adopsi atau penolakan inovasi
sebagai suatu kejadian dalam suatu proses linier dimana waktu berperan sebagai variable
bebas dan proses adopsi terdiri dari serangkaian tindakan dan pilihan dengan berbasiskan
factor internal dalam suatu system sosial.dalam model ini orang dikelompokan berdasarkan
kecepatannya dalam mengadopsi inovasi dengan lima kelompok adopter yaitu : (a)
innovators, (b) early adopters, (c) early majority, (d) late majority, dan (e) laggards.
Sementara itu Model dari Hall & Hord yaitu Concerns Based Adoption Model (CBAM)
memandang inovasi sebagai pergeseran secara psikologis dari ciri-ciri inovasi kearah konsern
pada penggunaannya. Dalam model ini pengguna inovasi bergerak dari konsern pribadi (self-
concerns), selanjutnya konsern pada tugas (task-concerns) kemudian berpengaruh pada
dampak konsern (impact-concerns) pada saat seseorang makin berpengalaman dengan
inovasi. Tahapan-tahapan concerns ketika seseorang mengadopasi inovasi menurut Sherry,
Lawyer-Brook, & Black, 1997,(dalam Lara Catherine Hagenson , 2001) mencakup :

Awareness (little concern about or involvement with the innovation);


Informational (interest in learning more details about it);
Personal (concerns about its demands and their adequacy in meeting them);
Management (processes and tasks of using the innovation);
Consequence (impact of the innovation on student outcomes);
Collaboration (coordination/cooperation with other users); and
Refocusing (altering or replacing the innovation)

Model of Epistemic Curiosity dari Speilberger & Starr menggambarkan dua proses yang
terdiri dari keresahan (anxiety) dan Keingin tahuan (curiosity), semakin rendah tingkat
kenyamanan pengguna inovasi, semakin kecil mereka melakukan eksperimen dengan inovasi.
Model ini menurut Hagenson (2001) merupakan model valid yang mengelompokan orang
berdasarkan tingkat-tingkat ketidakpastian (levels of uncertainty) dan menilai orang
berdasarkan prilaku dan kemampuannya untuk mengeksplorasi hal-hal di luar platform
inovatif awal

Selain model linier sebagaimana dikemukakan di atas, terdapat model linier lain yaitu Model
factor organisasi dan belajar (Organizational and Learning Factor Models). Model ini
memandang bahwa banyak factor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berinovasi, mengadopsi, dan malkukan difusi, dan beberapa model yang masuk dalam
kategori ini adalah model analisis adopsi (adoption analysis model) dari Farquhar dan Surry
(1994), dan model belajar terlibat (engaged learning model) dari Jones, Valdez, Nowakowski,
& Rasmussen (1995).sebagaimana dikemukakan oleh Hagenson (2001)
Model analisis adopsi dari Farquhar dan Surry dikembangkan dengan melihat persepsi
pengguna akan inovasi, semakin positif persepsi pengguna akan suatu inovasi berkaitan
dengan karakteristik inovasi sebagaimana dikemukakan Rogers (yakni : relative advantage,
observability, compatibility, complexity, dan trialability) semakin besar kecenderungan untuk
mengadopsi inovasi. Dalam model ini peran lingkungan fisik orgnisasi dan lingkungan
pendukung dalam hal ketersediaan teknologi terutama internet memegang peran penting, dan
kesuksesan pelaksanaan inovasi tidak hanya memerlukan adopter yang menggunakan dan
mengaplikasikan inovasi, tapi juga memerlukan organisasi yang menyediakan lingkungan
yang kondusif untuk penerapan teknologi baru, mereka yang mempunyai akses lebih besar
pada teknologi serta didukung oleh keterampilan akan menggunakan teknologi lebih banyak
dalam melaksanakan pengajaran (untuk Guru)

Model Engaged Learning dari Jones, Valdez, Nowakowski, & Rasmussen merupakan model
dengan setting lembaga pendidikan, model ini melihat inovasi dari sudut gaya belajar dan
peran murid di dalam kelas. Terdapat delapan variable berkaitan dengan indicator engaged
learning yaitu :

1. the teacher’s vision of learning;

2. indicators of engaged learning;

3. ongoing, authentic, performance-based assessment;

4. a constructivist instructional model responsive to student needs;

5. the concept of students as part of a learning community incorporating multiple


perspectives;

6. collaborative learning;

7. the co/learner/co-investigator;

8. the roles of students as cognitive apprentices, peer mentors, and producers of products that
are of real use to themselves and others (Sherry, Lawyer-Brook, & Black, 1997 dalam
Hagenson, 2001).

Dalam model ini visi guru tentang pembelajaran terkait erat dengan peranannya di kelas dan
persepsinya tentang hubungan kurikulum sekolah dengan standar dari pemerintah, apakah
kurikulum yang ada harus diperkaya, ditingkatkan atau diganti, serta peran yang jelas dari
kegiatan pembelajaran berbasis internet di kelas ((Sherry, Lawyer-Brook, & Black,
1997,dalam Hagenson, 2001)

Kedua model diatas yakni model analisis adopsi dan model engaged learning terintegasi
dalam model learning/adoption trajectory yang merupakan model belajar dan keorganisasian
(organizational and learning model) yang amat penting bagi dasar dan proses pembelajaran
(Lara Catherine Hagenson , 2001:19).

b. Model Siklis
Model siklis ini didasarkan pada pemahaman bahwa suatu proses belajar yang sedang
berjalan lebih merupakan suatu proses siklis. Suatu siklis adalah serangkaian kejadian yang
terjadi secara teratur dan biasanya membawa kembali ke itik awal (Sherry, et al (2000) dalam
Hagenson, 2001:21). Model siklis ini menurut Hagenson, (2001:22) lebih tepat ketimbang
model linier, dan model ini digunakan untuk membuat versi baru dari model
Learning/Adoption Trajectory. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat yang
menjadi dasar terbentuknya model siklis yaitu pandangan Schein (1996), Senge (1990),
Havelock dan Zlotolow (1997), Engestrom (1996).

Menurut Schein, dari pandangan pengguna, anggota-anggota suatu organisasi pembelajar


mulai mencairkan (unfreeze) persepsi mereka pada saat mengalami suatu inovasi yang gagal
memenuhi pemahaman mereka sebelumnya. Anggota organisasi kemudian melakukan
perubahan dan memfokus ulang proses, dan kemudian membekukan ulang (refreeze) konsep
mereka untuk mencocokan dengan pengalaman yang sedang dialami mereka. Menurut
Sherry, Billig, Tavalin, & Gibson, (2000) dalam Hagenson (2001:22) model nampak lebih
memfokuskan pada pengguna dan konsepsi mereka tentang membuka ide-ide untuk belajar,
mengambil inovasi, dan kemudian menutupnya dengan konsepsi akan inovasi yang baru

Peter Senge merupakan pakar yang mempopulerkan konsep organisasi pembelajar (learning
organization) dalam bukunya The Fifth Disciplines (1990). Dalam organisasi pembelajar,
anggota organisasi secara konstan dan secara kolektif memperbaiki kapasitas mereka untuk
menciptakan dan merealisasikan visi. Model organisasi pembelajar ini telah menciptakan
suatu fondasi untuk memahami kapabilitas mengintegrasikan ide-ide baru bagi perbaikan
organisasi.

Sementara itu pandangan Havelock and Zlotolow (1997) memfokuskan pada peran fasilitator
perubahan dalam menggerakan system melalui enam tahapan perubahan terencana. Mereka
berpendapat bahwa semakin besar perubahan semakin besar kekuatan yang menentangnya,
dan untuk mengatasi hal ini diperlukan banyak saluran difusi yang dapat membawa visi
bersama pada seluruh komunitas. menurut Hagenson (2001:23)

“This model greatly influenced what was needed to enforce appropriate training and teaching
needed to innovate, adopt, and diffuse successfully. Knowing what is needed, in terms of
training and support for an organization, helps to maintain and may help to diffuse new
technologies to others.

kutipan di atas menunjukan bahwa agar inovasi, adopsi dan difusi berhasil diperlukan
pelatihan dan pengajaran yang tepat, dan hal ini akan membantu memelihara serta
menyebarkan teknologi baru pada fihak lain

Engestrom dengan kerangka teori aktivitasnya (Activity Theory Framework)


mengintegrasikan pengguna, tujuan penggunaan teknologi, hasil yang diharapkan, komunitas
pengguna dengan norma-normanya, konvensi, serta struktur sosial. Dalam konteks tersebut
perubahan merupakan bagian dari system yang berhembus melalui system keseluruhan,
kemudian mempengaruhi tiap-tiap dan setiap komponen serta pengguna (Sherry, Billig,
Tavalin, & Gibson, (2000), dalam Hagenson, 2001:23)

Model siklis tersebut menjadi dasar bagi terbentuknya model learning/adoption trajectory,
model ini melihat adopsi inovasi sebagai suatu proses dinamis. Sherry, Billig, & Perry, found
that the learning/adoption trajectory model, (teacher as learner, adoption, teacher as co-
learner, and reaffirmation or rejection), kemudian dalam penelitiannya Sherry, Billig, & Perry
menambahkan satu fase lagi yaitu teacher as a leader (Hagenson, 2001:25).

the cyclical processes of the learning/adoption trajectory model creating the teacher as leader
stage, the fifth stage, but to break away from linear models (technology is an ongoing
process, therefore acting as a cycle instead of a line) we must start looking at more dynamic
models such as:

the“unfreezing-change-freezing” process described by Schein (1996)


the circular change model of Havelock and Zlotolow (1997);
the balancing and reinforcing loops described by Senge (1990); and
the interaction of users, tools, agency, and the community of users described by Engestrom’s
(1996) Activity Theory framework (Sherry, et al, 2000, dalam Hagenson, 2001:25)

masuknya peran guru sebagai pemimpin mendorong pada pemahaman bahwa guru dapat
menentukan dan membuat keputusan tentang suatu inovasi apakah dilaksanakan atau tidak
baik itu bersumber dari luar maupun yang berseumber dari dirinya sebagai bentuk
pemunculan ide-ide baru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan demikian
nampak bahwa adopsi inovasi bukan sesuatu yang bersifat linier, dan hal itu mesti dilihat
dalam kerangka model yang dinamis dan interaktif dalam suatu konteks organisasi yang
dasar-dasarnya telah dikemukakan oleh para pakar sebagaimana tersebut di atas

Di samping itu di dalam dunia pendidikan terdapat juga model spesifik yang dipandang tepat
sebagai model inovasi pendidikan (Ibrahim, 1988:177) yang dapat membantu melihat secara
lebih sistematis tentang inovasi pendidikan yang dapat dipertimbangkan untuk diterapkan
yaitu :

(a) Model Penelitian, Pengembangan, dan Difusi (Research – Development – Diffusion


Model — RD & D Model).

Model inovasi ini cukup sederhana, tetapi nempunyai pengaruh yang sangat besar bagi
pengembangan pendidikan. Model inovasi ini berdasarkan pemikiran bahwa etiap orang tentu
memerlulkan perubahan, dan unsur pokok dari perubahan ialah penelitian, pengembangan,
dan difusi. Agar benar-benar diketahui dengan -tepat permasalahan yang dihadapi serta
kebutuhan yang diperlukan, maka langkah pertama yang harus diiakukan dalarr usaha
mengadakan perubahan pendidikan ialah melakukan kegiatan penelitian pendidikan. Hasil
penelitian kemudian dikembangkan ke dalam bentuk yang lebih operasional agar dapat lebih
mudah diterapkan, baru sesudah itu dilakukan difusi inovasi melalui kegiatan komunikasi
melalui berbagai saluran yang memungkinkan dengan memperhatikan berbagai nilai-nilai
sosial yang berlaku di lingkungan dimana inovasi itu akan diterapkan.

(b) Model pengembangan Organisasi (Organization Developement Model).

Model ini tebih berarientasi pada organisasi daripada berorientasi pada sistem sosial. Model
ini berpusat pada sekolah atau sistem persekolahan. Model Pengembangan Organisasi ini
berbeda dengan Model Pengembangan dan Difusi: Model Penelitian Pengembangan dan
difusi (RD & D) lebih tepat digunakan untuk penyebaran inovasi pada tingkat regional atau
nasional, karena penelitian pendidikan lebih tepat jika dilakukan pada tingkat regional atau
nasional. Sedangkan Model Pengembangan Organisasi lebih tepat digunakan untuk penye-
baran inovasi pada suatu sekolah, karena sekolah merupakan suatu organisasi, Kedua model
ini merupakan alat yang digunakan untuk menangani dua hal yang berbeda, juga untuk
memecahkan permasalahan pembaharuan pendidikan yang berbeda pula. Model
Pengembangan Organisasi atau Organization Developement (OD), juga berorientasi pada
nitai yang tinggi artinya, model ini juga mendasarkan pada filosofi yang menyarankan agar
sekolah atau sistem persekolahan jangan hanya diberi tahu tentang inovasi pendidikan, dan
disuruh menerimanya, tetapi sekolah hendaknya mampu mempersiapkan diri untuk
memecahkan sendiri masalah pendidikan yang dihadapinya. Sekolah harus menjadi
organisasi yang sehat yang memahami persoalan yang dihadapi, dapat merumuskan
permasalahan yang dihadapi, serta mampu untuk menciptakan cara memecahkan
permasalahan itu sendiri dengan mengorganisir berbagai macam sumber yang ada dalam
organisasi itu sendiri atau dengan bantuan ahli dari luar organisasasi, dan juga mampu
menemukan cara bagaimana menerapkan inovasi serta manilai hasil yang telah dicapai.

(c) Model Konfigurasi (Model Konfigurasi (Configurational Model = CLER Model).

Model Konfigurasi (Configurasitional Model) atau disebut juga konfigurasi teori difusi
inovasi yang juga terkenal dengan istilah CLER model, ialah pendekatan secara
komprehensif untuk mengembangkan strateai inovasi (perubahan pendidikan) pada situasi
yang berbeda. Ini adalah model umum atau model komprehensif karena memungkinkan
adanya klasifikasi atau penggolongan dari situasi perubahan. model ini menekankan pada
batasan tentang serangkaian situasi perubahan pada waktu tertentu. Model CLER ini menarik
bagi kedua pihak baik bagi inovator maupun bagi penerima (adopter). Bagi inovator
menggunakan model ini untuk meningkatkan kemungkinan diterimanya inovasi. Sedangkan
bagi penerima inovasi, menggunakan model ini dapat meyakinkan bahwa inovasi yang
diterimanya benar-benar sesuatu yang dibutuhkan. Menurut model konfigurasi kemungkinan
terjadinya difusi inovasi tergantung pada 4 faktor yaitu: (1) Konfigurasi artinya menunjukkan
bentuk hubungan inovator dengan penerima dalam kontek sosial atau hubungan dalam situasi
sosial dan politik (2) Hubungan (linkage) yaitu hubungan antara para pelaku dalam proses
penyebaran inovasi. (3) Lingkungan: bagaimana keadaan lingkungan sekitar tempat penye-
baran inovasi. (4) Sumber (resources): sumber apakah yang tersedia baik bagi inovator
maupun penerima dalam proses transisi penerimaan inovasi.

C. Peran Guru dalam Inovasi Pendidikan

Dalam tataran teknis implementasi, kebijakan yang inovatif dalam bidang pendidikan, pada
ahirnya akan sangat ditentukan oleh kompetensi praktisi pendidikan dalam melaksanakan
program/kebijakan tersebut. Dengan demikian, dalam dunia pendidikan/sekolah, inovasi dan
sikap serta kinerja inovatif dari pendidik dan tenaga keppendidikan sangat diperlukan dan
menentukan bagi keberhasilan adopsi dan implementasi inovasi pendidikan.

Lebih sulitnya adopsi inovasi oleh Pendidik dibanding oleh Administrator/tenaga


kependidikan (House, 1974), tidak berarti inovasi pendidikan tidak dapat berjalan sama
sekali, karakteristik dan kompetensi guru yang bervariasi, serta iklim organisasi sekolah yang
juga berbeda-beda antar sekolah, memberi kemungkinan akan terjadinya suatu implementasi
inovasi yang baik sesuai dengan kondusifitas karakteristik dan kompetensi individu serta
lingkungan organisasi sekolah yang kondusif terhadap perubahan. Menurut Dooley (1999)
banyak Guru melakukan inovasi namun mereka kurang melakukan penilaian akan efektivitas
dari inovasi tersebut, ini mengindikasikan bahwa kompetensi guru perlu terus ditingkatkan
agar dalam menghadapi dan menerapkan inovasi dapat mengkajinya secara matang, dan
kalau memang kurang efektif mereka harus berani kembali ke posisi awal, sikap ini menurut
Rogers (1983) merupakan ciri inovator.

Perubahan yang terjadi dalam tataran struktur tidak akan cukup untuk menjadikan peroses
pendidikan di sekolah berubah dan inovatif, apabila tidak terjadi perubahan dalam sikap
Sumber Daya Pendidikan di dalamnya, dan dalam konteks teknis, tanpa perubahan sikap guru
atas perubahan dan inovasi, sebagaimana dikemukakan oleh Purkey and Smith
(1983,www.careo.org) sebagai berikut :

“change in schools means changing attitudes, norms, beliefs, and values associated with the
school culture. Researchers have found particular cultural norms that can facilitate school
improvement. Norms such as introspection, collegiality, and a shared sense of purpose or
vision combine to create a culture that supports innovation”.

dengan demikian perubahan sikap dari SDM Pendidik, norma, kolegialitas amat diperlukan
agar organisasi sekolah dapat benar-benar berorientasi pada perubahan dan kondusif bagi
inovasi pendidikan

Guru mempunyai peran yang menentukan dalam tataran teknis pendidikan yaitu
pembelajaran, perkembangan yang terjadi di era global dewasa ini sudah tentu perlu
diantisipasi melalui kinerja inovatif dalam menciptakan proses pembelajaran di kelas. Hasil
penelitian yang dilakukan SMASSE INSET (www.adeanet.org, 2005) menyimpulkan bahwa
ketidak efektifan praktek pembelajaran di kelas disebabkan salah satunya oleh faktor Guru
sebagai berikut :

a) Poor mastery of content, lack of basic practical skills and innovativeness, poor teaching
methods and generally neutral attitude manifested in theoretical, teacher-centred approach to
teaching, failure to plan their work, missed lessons, lateness and unmarked exercises in the
students’ books.

b) Generally low morale which is attributed to poor remuneration, working conditions and
unsupportive school administrators.

Kurangnya penguasaan isi materi pembelajaran, ketrampilan dan keinovatifan menunjukan


mash perlunya upaya peningkatan kualitas pendidik, ini memerlukan sikap guru positif
terhadap Perubahan dalam melaksanakan tugasnya, proses pembelajaran yang terjadi di
dalam kelas mesti diperbaiki terus menerus, sehingga pola kerja rutin perlu ditingkatkan
menjadi pola kerja yang inovatif sebagai upaya untuk menghadapi dan mengantisipasi
perubahan global yang juga menerpa dunia pendidikan. Peningkatan kualitas kinerja guru
menjadi inovatif akan mendorong pada proses pembelajaran yang inovatif pula, sehingga
para siswa pun akan menjadi orang yang mampu menyesuaikan diri secara terus menerus
dengan lingkungan yang berubah cepat, kemampuan ini jelas amat penting bagi siswa/output
pendidikan dalam meningkatkan kapabilitas bersaing, kerena “survival in the fast changing
world may well depend on the ability of pupils to develop skills in adaptation, flexibility,
cooperation and imagination”(Whitaker, 1993:5).

Dengan demikian, peran guru dalam melaksanakan tugasnya perlu memasukan kemampuan
inovatif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, sehinggan hasil pendidikan akan mampu
dalam menghadapi era global yang penuh persaingan. Dengan merujuk pada pendapat Pullias
dan Young, Mannan serta Yelon dan Weinstein, Mulyasa (2005:87) mengidentifikasi peran
guru sebagai berikut, yaitu: Pendidik, Pengajar, Pembimbing, Pelatih, Penasehat, pembaharu
(inovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, Pembangkit
pandangan, Pekerja rutin, Pemindah kemah, Pembawa cerita, Aktor, Emansipator, Evaluator,
Pengawet, dan kulminator. Masuknya peran innovator di atas menggambarkan bahwa guru
tidak cukup hanya menjalankan tugasnya secara rutin, namun pembaharuan/inovasi menjadi
tuntutan yang harus terus dikembangkan.

Sementara itu menurut Moh Surya (2004:5-6), tantangan globalisasi dalam tingkatan
operasional pendidikan menuntut peningkatan kualitas profesi guru sebagai pelaku
pendidikan yang berada di front terdepan melalui interaksinya dengan peserta didik. Untuk
itu guru harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Dan profesionalisme guru akan
tercermin dalam perwujudan kinerjanya yang secara ideal akan terlihat dalam lima hal berikut
:

1. guru yang memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan
yang mantap
2. guru yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan
lingkungan dan perkembangan iptek
3. guru yang memiliki kualitas kompetensi pribadi dan profesional yang memadai disertai
etos kerja yang kuat
4. guru yang memiliki kualitas kesejahteraan yang memadai
guru yang kreatif dan berwawasan masa depan

Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran


perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke
belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik,
(3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan,
(4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan
keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye
melawan buta teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke
penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja
sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan
pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam
menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.

Galbreath, dalam Ani M. Hasan (2003) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran


yang digunakan pada abad pengetahuan (globalisasi) adalah pendekatan campuran yaitu
perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri
sendiri. Praktek pembelajaran di abad pengetahuan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan


Guru sebagai kawan belajar
Belajar diarahkan oleh siswa kulum.
Belajar secara terbuka, ketat dgn waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan
Terutama berdasarkan proyek dan masalah
Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei
Penyelidikan dan perancangan
Penemuan dan penciptaan
Colaboratif
Berfokus pada masyarakat
Hasilnya terbuka
Keanekaragaman yang kreatif
Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar
Interaksi multi media yang dinamis
Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia
Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.

Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa; di abad pengetahuan
menginginkan paradigma belajar melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan,
inkuiri dan desain, menemukan dan penciptaan. praktik pembelajaran Abad Pengetahuan
memerlukan upaya perubahan/reformasi pembelajaran, melalui cara-cara baru pembelajaran
yang akan lebih efektif. Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan (Knowledge society)
nampaknya lebih sesuai dengan arah yang diinginkan oleh sistem Pendidikan nasional,
meskipun bukan dengan mengganti cara yang positif yang sudah dijalankan dewasa ini, dan
disinilah peran kreativitas guru untuk melaksanakan kinerja inovatif dalam meningkatkan
kualitas pendidikan.

Memang diakui bahwa pada Abad dan masyarakat Pengetahuan nampaknya praktek
pembelajaran cenderung banyak menggunakan piranti-piranti pengetahuan modern yakni
komputer dan telekomunikasi, namun demikian, Meskipun teknologi informasi dan
telekomunikasi merupakan katalisator yang penting yang membawa kita pada cara
pembelajaran di Abad Pengetahuan, tapi yang perlu menjadi perhatian utama adalah
bagaimana hasilnya dan bukan alatnya. Guru dapat melengkapi pelaksanaan proses
pendidikan/pembelajaran dengan teknologi canggih tanpa sedeikitpun membawa dampak
pada hasil pendidikan yang diperoleh peserta didik, di sini yang penting adalah bagaimana
pelaksanaan peran dan tugas guru dapat memberikan nuansa baru bagi pengembangan dan
peningakatan peroses pendidikan dengan atau tanpa bantuan teknologi modern, dan ini jelas
memerlukan kreativitas dan kinerja inovatif dari Guru dalam upaya peningkatan kualitas
pendidikan/pembelajaran tersebut.

Berdasarkan gambaran pembelajan di abad pengetahuan di atas, nampak bahwa pentingnya


pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini, maka pengembangan
Profesionalisme Guru merupakan suatu keharusan, sehingga dengan berlakunya UU No 14
tahun 2005 dapat dipandang sebagai upaya untuk lebih meningkatkan profesionalisme
pendidik serta memposisikan profesi pendidik/guru dalam status terhormat dan setara dengan
profesi lainnya. Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997)
mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan
manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang
teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku
yang dipersyaratkan.

Tuntutan profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus mengembangkan sikap


profesional, melalui peningkatan kapasits guru agar makin mampu mengembangkan
profesinya dalam menjalankan tugarnya di sekolah. Menurut Roland S. Barth (1990:49)

”The crux of teachers’ professional growth, I feel, is the development of a capacity to observe
and analyze the consequences for students of different teaching behaviour and materials, and
to learn to make continous modification of teaching on the basis of cues student convey”
Pengembangan kemampuan untuk terus melakukan modifikasi dalam pembelajaran menuntut
pada pengembangan profesional guru yang terus menerus, serta kinerja inovatif, sehinggan
guru dapat berperan sebagai agen pembelajar dalam konteks pelaksanaaan tugasnya di
sekolah. Pengembangan ini mensyaratkan perlunya guru punya kualifikasi dan kompetensi
yang dapat menunjang proses tersebut, serta didukung oleh situasi organisasi sekolah yang
kondusif, sehinggan pengembangan tersebut tidak hanya berdimensi pribadi guru itu sendiri
namun juga di dukung oleh manajemen yang kuat dan kondusif bagi pengembangan profesi
tersebut serta bagi tumbuhnya iklim inovasi dalam proses pendidikan di sekolah.

D. Kinerja inovatif Guru

Kinerja seseorang akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja dapat
dilihat dalam aspek ciri-ciri kegiatan dalam menjalankan tugas dan cara melaksanakan
melaksanakan kegiatan/tugas tersebut. Dalam aplikasi prinsip kualitas, produk (barang atau
jasa) dapat dilihat dari sudut ciri-ciri (kondisi/keadaan) dan kualitas seperti yang
dikemukakan oleh Robert (1995:21) sebagai berikut :

“in the application of quality principles, it is important to distinguish between the concept of
features and quality. Features are what you put into the product to distinguish it from other
product and to appeal the people for whom the product is intended. …… quality, on the other
hand, has to do with the way the feature are dilivered”

dengan mengacu pada pendapat di atas, maka yang dimaksud kinerja inovatif (Innovative
Performance) adalah kinerja yang dalam melaksanakannya disertai dengan keinovatifan, ciri
kinerja atau tugas-tugas yang harus dikerjakan menggambarkan ciri/feature kinerja,
sedangkan keinovatifan merupakan sifat atau kualitas bagaimana pelaksanaan tugas/kinerja
dijalankan dengan inovatif atau dengan memanfaatkan serta mengaplikasikan hal-hal baru,
baik berupa ide, metode, maupun produk baru dalam meningkatkan kinerja.

Kinerja inovatif bagi guru perlu di dorong, dengan mengingat berbagai tuntutan perubahan
yang makin meningkat, menurut Liikanen (2004) “To improve productivity we need to
address the key issues of innovative performance, the application of new technologies,
reengeneering organisations and developing the necessary skills”. Penerapapan teknologi
baru, rekayasa organisasi serta pengembangan keterampilan dapat menjadi cerminan dari
kinerja inovatif, yang dalam konteks individu sekaligus juga menggambarkan kreativitas
individu itu sendiri dalam menjalankan peran dan tugasnya, yang dalam konteks pendidikan
berarti pelaksanaan peran dan tugas guru secara kreatif.

Kegiatan/Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan


pekerjaannya menggambarkan bagaimana ia berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pada dasarnya Kinerja adalah akumulasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yaitu
keterampilan, upaya, dan sifat-sifat keadaan eksternal. Keterampilan dasar yang dibawa
seseorang ke tempat pekerjaan dapat berupa pengetahuan, kemampuan, kecakapan
interpersonal dan kecakapan teknis. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa
kinerja merupakan prestasi kerja, yakni hasil yang ditunjukkan dari perilaku. Prestasi kerja
tersebut ditentukan oleh interaksi seseorang terhadap kemampuannya bekerja. Persoalan
tersebut jelas menuntut adanya wawasan pengetahuan yang memadai tentang program kerja
secara menyeluruh.
Dengan pemahaman mengenai konsep kinerja sebagaimana dikemukakan di atas, maka akan
nampak jelas apa yang dimaksud dengan kinerja guru. Kinerja guru pada dasarnya
merupakan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang
pengajar dan pendidik di sekolah yang dapat menggambarkan mengenai prestasi kerjanya
dalam melaksanakan semua itu, dan hal ini jelas bahwa pekerjaan sebagai guru tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang, tanpa memiliki keahlian dan kwalifikasi tertentu sebagai
guru.

Uraian di atas menunjukan betapa besar peranan kinerja seorang guru dalam upaya mencapai
proses belajar mengajar yang efektif dan fungsional bagi kehidupan seorang siswa.
Sehubunagn dengan hal tersebut perlu dikaji berbagai faktor yang mungkin turut
mempengaruhi kinerja seorang guru.

Seperti disebutkan terdahulu bahwa sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terdapat
kerja sama kelompok orang (kepala sekolah, guru, Staf dan siswa) yang secara bersama-sama
ingin mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Semua komponen yang ada di
sekolah merupakan bagian yang integral, artinya walaupun dalam kegiatannya melakukan
pekerjaan sesuai dengan fungsi masing-masing tetapi secara keseluruhan pekerjaan mereka
diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi sekolah.

Seorang mau menerima sebuah pekerjaan, jika ia mempersiapkan bahwa ia mempunyai


kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan yang ditetapkan tata tertib
sekolah. Pada hakikatnya kinerja guru adalah prilaku yang dihasilkan seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di depan kelas, sesuai
dengan kriteria tertentu.

Tanpa mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi yang lain, kinerja guru merupakan
salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam keberhasilan pendidikan. Karena
apapun tujuan-tujuan dan putusan-putusan penting tentang pendidikan yang dibuat oleh para
pembuat kebijakan sebenarnya dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar di kelas
(Sumantri Manaf, 1988:106).

Di samping itu, pengajaran yang menghasilkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar
dengan baik bukanlah sesuatu yang terjadi karena kebetulan. Belajar tidak tejadi karena
adanya ilmu yang dimiliki oleh seorang guru yang baik, melainkan dapat terjadi karena para
guru yang berhasil baik memiliki kemampuan tentang dasar-dasar mengajar dengan baik.
Kinerja adalah aktivitas atau perilaku yang dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan
tugas/pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Kinerja guru merupakan suatu hal yang
essensial terhadap keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu kinerja guru yang baik perlu
diciptakan sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan optimal. Agar kinerja guru
dapat tercipta dengan baik maka guru perlu mengetahui tugas dan tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya.

Guru merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Jenis pekerjaan
ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan. Tugas guru
sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan yang diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam
menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Dalam melaksanakan
tugas tersebut, dengan mengingat tantangan pendidikan yang terus berubah, maka kenerja
guru perlu dilakukan secara inovatif

Seorang guru hendaknya berperilaku yang mempunyai pola interaksi di dalam proses belajar
secara efektif, apabila mereka memiliki keinginan untuk memahami peserta didik sesuai
dengan kebutuhannya. Kemampuan berinteraksi dari guru tidak akan berarti apa-apa
seandainya mereka memiliki motivasi yang rendah, terhadap penyesuaian dengan
lingkungan, baik terhadap kebijakan dan tujuan atau strategi pengajaran tersebut..

Dengan mengingat bahwa keadaan lingkungan tidak mudah terkontrol, maka seorang guru
harus terbuka, penuh dengan pertimbangan, mampu mendengar, dan bijaksana. Menyikapi
hal tersebut maka guru senantiasa mampu memodifikasi perilaku terhadap tuntutan yang ada
atau timbul, terutama dalam proses belajar mengajar, ke arah pemberian harapan yang positif
untuk peningkatan motivasi belajar.

Seperti dijelaskan di atas, tugas guru dalam meningkatkan mutu serta produktifitas tidak
dapat terpisahkan dari keseluruhan tugas dalam operasionalisasi pendidikan di sekolah.
Dengan demikian, keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidaklah hanya
menggantungkan diri pada usaha pemberian program pengajaran semata-mata. Program
tersebut perlu didukung oleh motivasi, system pengelolaan, administrasi dan supervisi
pendidikan. Dan sehubungan dengan hal tersebut, penyelenggaraan proses pendidikan dapat
mencapai hasil yang optimal bila perhatian pimpinan lebih banyak dipusatkan kepada guru.
Guru dalam hal ini hanya merupakan pelaksana operasionalisasi program pendidikan, namun
demikian dalam berkinerja, guru dapat mengembangkan inovasi dalam melaksanakan
tugasnya, ini berarti kinerja inovatif merupakan hal yang penting.

Pihak manapun mengakui bahwa di dalam sistem persekolahan, kurikulum, sarana dan
prasarana merupakan faktor-faktor penting yang tidak bisa kita abaikan dalam suatu proses
pendidikan/pembelajaran. Akan tetapi tanpa kehadiran guru yang bermutu, inovatif,
berdedikasi tinggi dan berwibawa, semua yang tersebut di atas tidaklah berarti banyak.

Sementara itu tugas/kewajiban Guru menurut Undang-Undang No 14 tahun 2005 pasal 20


adalah sebagai berikut:

merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai


dan mengevaluasi hasil pembelajaran
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, atau
latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-
nilai agama dan etika; dan
memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Kutipan Undang-undang tersebut menunjukan bahwa kewajiban guru pada dsarnya


merupakan kegiatan yang harus dilakukan guru dalam menjalankan peran dan tugasnya di
sekolah, dimana aspek pembelajaran merupakan hal yang utama yang harus dilaksanakan
oleh guru, yang berarti menunjukan kinerja yang harus dilakukan oleh guru di sekolah.
Dalam konteks tersebut maka kinerja inovatif guru merupakan kinerja guru dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik dengan selalu berupaya
mengembangkan dan menerapkan hal-hal baru dalam upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan, yang didasari dengan sikap kreatif dan terbuka terhadap perubahan

Dengan demikian, upaya mengembangkan cara baru baik pada tataran institusi, manajerial
dan operasional, jelas akan menentukan keberhasilan pelaksanaan setiap program pendidikan
secara inovatif, terlebih lagi dalam situasi perubahan yang sangat cepat, meskipun begitu
diperlukan kepemimpinan Kepala Sekolah yang inovatif dan juga motivasi dari guru sendiri
dalam melaksanakan kewajibannya. Kepemimpinan Kepala Sekolah mutlak diperlukan
dalam memimpin organisasi bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala Sekolah dapat
mempengaruhi kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat ditingkatkan dan
pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana dengan karakteristik yang
antisipatif dan proaktif terhadap perubahan, sehingga terwujudnya manusia cerdas
komprehensif dan kompetitif sebagai dampak dari kinerja inovatif guru akan dapat benar-
benar terwujud sebagai hasil dari suatu proses pendidikan/pembelajaran dalam bingkai
organisasi yang inovatif yang didukung oleh seluruh SDM Pendidikan yang kreatif..

DAFTAR PUSTAKA

American Association for the Advancement of Science (1998) School Organization.


http://www.aaas.org (12 Mei 2006)

Alan, Thomas J. (1971). The Productive School; A System Analysis Approach to Educational
Administration. New York : John Willey & Sons, Inc.

Anwar, Idochi, & Yayat Hidayat Amir, (2000). Administrasi Pendidikan, Teori, Konsep, &
Issu. Program Pasca Sarjana UPI.

Arcaro, Jerome S. (2005) Pendidikan Berbasis Mutu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Argyris, Chris. (1999) On Organizational Learning. 2nd edition, Malden, Massachusetts,


Blackwell Publisher.

Armstrong, Thomas. (2004). Sekolah Para Juara, Menerapkan Multiple Intelegence di Dunia
Pendidikan. Terj. Bandung : Kaifa.

Atmodiwirio, Soebagio. (2000). Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Ardadizya Jaya

Bachman, Edmund, (2005). Metode Belajar Berfikir Kritis dan Inovatif. Jakarta : Prestasi
Pustaka.

Barth, Roland S. (1990). Improving School from Within. San Francisco : Jossey – Bass.

Beck Klaus. (1997). Organizational learning,


http://www.sfb504.uni-mannheim.de/glossary/orglearn.htm (10 Mei 2006)

Beck Lynn G. & Murphy, Joseph. (2000). The Four Imperatives of Successful School.
Corwin Press, Inc. California

Berger, Ron (1997) Building School culture of high standard, www.newhorizon.org (7


Agustus 2007)
Brown, Rexford (2004) School Culture and Organization, www.dpsk12.org. (7 Agustus
2007)

Buchori, Mochtar. (1995). Transformasi Pendidikan. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.

Burgard, Jeffrey J.. (1996). Continuous Improvement in the Science Classroom. Milwaukee :
ASQ Quality Press.

Butler, Jocelyn A., Kate M Dickinson (1987) Improving School Culture, School
Improvement Research Series, www.nwrl.org (7 Agustus 2007)

Caldwell, Brian J., & Jim M. Spinks. (1992). Leading the Self – Managing School.
Washington DC : The Falmer Press.

Cuttance, Peter, (ed) (2001). School Innovation, Pathway to the Knowledge Society,
Department of Education, Australia, www.dest.govt.au (akses agustus 2007)

Danim, Sudarwan (2002) Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme


Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.

———— (2006). Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara.

DeGraff, Jeff., Katherine A Lawrence.(2003) Creativity at Work, Developing the Right


Practices to Make Innovation Happen. University of Michigan Business.

Depdiknas Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. (2004). Pedoman


Pengembangan Sekolah Standar Nasional.

Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Ketenagakerjaan. (2007). Pedoman Penyusunan Usulan


dan Laporan Pengembangan Inovasi Pembelajaran di Sekolah Thn 2007.

Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Ketenagakerjaan. (2007). Pedoman Penyusunan Usulan


dan Laporan Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Pembelajaran LPTK (PPKP) Thn
Anggaran 2007.

Dibbon, David C., Katina Pollock ( 2004 ) The Nature of change and innovation in five
innovative school, The Innovation Journal, Public Sector Journal, vol 12. www.innovation.ce.
(13 Agustus 2007)

Engkoswara (2002) Lembaga Pendidikan sebagai Pusat Pembudayaan, Cetakan Pertama,


Bandung Yayasan Amal Keluarga,..

———— (2001). Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah.


Bandung : Yayasan Amal Keluarga.

Fullan, Michael. & Suzanne Stiegelbaver (1991). The New Meaning of Educational Change.
New York : Teacher College Press.

———— (eds) (1997). The Challenge of school change, Australia, Hawker Brownlow.
Gardner, John W.. (1981). Self Renewal, the Individual, & the Innovative. New York : W.W.
Norton & Company.

Gibbs, Colin (2003) Explaining effective teaching: self-efficacy and thought control of
action, Journal of Educational Enquiry, Vol. 4, No. 2, 2003 ( 12 September 2006)

Hagenson, Lara Catherine (2001) The Integration of Technology into Teaching Oklahoma
State University, Oklahoma, Thesis. (akses 6 sept 2006)

Hamond, Linda Darling, & Gary Sykes. (1999). Teaching As the Learning Profession,
Handbook of Policy and Practice. San Francisco : Jossey – Bass.

Hargreaves, Andy. (2003). Teaching in the Knowledge Society, Education in the age of
Insecurity. Philadelphia, Open University Press.

Hayman, Irwin A., Snook, Pamela A. (1999). Dangerous Schools, What We Can Do about
the Physical and Emotional Abuse of Our Children. San Francisco : Jossey – Bass Publishers.

Hesselbein, Frances. et al. (1997). The Organization of the future, San Fransisco:Jossey-Bass
Publisher

Himpunan Keputusan Mendiknas RI. (2006.). Jakarta : Sinar Grafika.

Hoppers, Wim. (2004). Pengembangan Orientasi Pendidikan Dasar. Terj. Jakarta : Logos.

House, Ernest R.. (1974). The Politics of Educational Innovation. McCutchan Publishing
Corporation.

Hoy, Wayne K., Cecil G. Miskel, (2001). Educational Administration 6th Edition, Ney York,
McGraw Hill Co

Ibrahim. (1988). Inovasi Pendidikan, Ditjen Dikti, Depdikbud, Jakarta

Jackson, Susan E., et al. (eds) (2003). Managing Knowledge for Sustained Compeitive
Advantage. San Fransisco:Jossey-Bass Publisher

Jalal, Fasli. (2005). Profesionalisasi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Dalam


Pembangunan SDM Berkualitas di Era Globalisasi, Presentasi Seminar, Bukittinggi

————, Dedi Supriadi. (2001) Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah.
Yogyakarta : Adi Cita.

James, Jennifer. (1998). Thinking in the Future Tense, terj. Frans Kowa, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama

Jones, Gareth R. (2001) Organizational Theory, Text and Cases, Prentice Hall, New York

Joseph, & Susan Berk. (1995). Total Quality Management, Implementing Continuous
Improvement. Malaysia : S. Abdul Majeed & Company.
Kasali, Rhenald. (2006) Change, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

———— (2007). Re-Code, Your Change DNA. Jakarta, Gramedia. Pustaka Utama

Keith, Sherry., Robert H Girling. (1991). Education, Management, and Participation. Boston :
Allyn and Bacom.

Kelley, Tom. (2005) The learning person, The ten Faces of innovation,
www.thetenfaces.com. (13 Agustus 2007)

Klaus, Beck. (1997). Organizational learning


http://www.sfb504.uni-mannheim.de/glossary/orglearn.htm (10 Mei 2006)

Klausmeier, Herbert J., William Goodwin. (1971). Learning and Human Abilities 4th . New
York : Harver & Row Publisher.

Koontz,Harold., Cyril O’Donnel, Principles of Management, Tokyo:Kogakusha Co. Ltd.

Kozma, Robert B. (2003) Technology and Classroom Practices: An International Study.


Journal of Research on Technology in Education Volume 36 Number 1,
www.robert.kozma@sri.com. ( 12 september 2006)

Kydd, Lesley., Megan Crawford, Colen Rienes. (2004). Professional Development for
Educatonal Management. Terj. Jakarta : Grassindo.

Likert, Rensis. (1981). New Patterns of Management, Tokyo: McGraw-Hill Book Co. Inc.

Lunenburg, Fred C., & Allan C. Ornstein. (2004). Educational Administration. Belmont :
Thomson Wadworth.

Macbeath, John., Peter Mortimore. (2005). Improving School Effectiveness. Terj. Jakarta :
Grasindo.

Maggin, Michael D. (2005) Managing in Times of Change. Terj. Jakarta : Buana Ilmu
Populer.

Margioli, Gabriel Diaz. (2000). Professional Development, Virginia : ASCD.

Marquardt. Michael J. (2002). Building the Learning Organization. 2nd edition. Palo Alto
Davies-Black Publishing, Inc.

Marques, Daniel P. et al (2006) The effects of Innovation on Intelectial Capital, Journal of


Innovation Management, Vol 10 No 1 Marc 2006 ( 3 Juli 2007)

Marzano, Robert J. (2003) The Key to Classroom Management, www.ASCD.org. (7 Agustus


2007)

Maslowski, Ralf. (2001). School Culture and School Performance, Ph.D. thesis, Netherland,
University of Twente Press, www.tup.utwente.nl (akses 2 Okt 2007)
May, Rollo. (2004). The Courage to Create. Terj. Jakarta : Teraju.

McGaw, Barry., et.al (eds) (1992). Making Schools More Effective (Report of The Australian
Effective School Project). Australia : Accer.

McGee Banks, Cherry A, et.al (2000). The Josey-Bass Reader on Educational leadership, San
Fransisco : John Wiley and Son Inc.

McLeod, Beverly (1995) School Organization. (http://cepm.uoregon.edu/


publications/index.html)

Mohrman, Susan Albers., Priscilla Whohlstetter (1994) School Based Management,


Organizing for High Performance, San Fransisco, ossey-Bass Publisher

Morin, Edgar. (2005). Tujuh Materi Penting Bagi Dunia Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.

Morris, Wayne (2006) Creativity, Its Place in Education, www.jpb.com (3 juli 2007)

Murphy, Joseph, & Karen Seashore Louis. (1999). Educational Administration. San
Francisco : Jossey – Bass.

Nawawi, Hadari. (1985), Administrasi Pendidikan, Jakarta: PT Gunung Agung.

Nead, Lynne S., Joyce Wycopp (2001) Stimuliitng Innovation with collaboration,
www.thinksmart.com. (13 Agustus 2007)

Noor, Idris HM. (2000). Sebuah Tinjauan Teoritis Tentang Inovasi Pendidikan di Indonesia,
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, www. depdiknas.go.id. (akses 26 September 2007)

Osher, David., Steve Fleischman (2005) Positive Culture in urban School, www.ASCD.org.
(7 Agustus 2007)

Palmer, Joy A.. (2001). Fifty Modern Thinkers on Education. Terj. London : IRCISoD.

Perkins, David. (1992). Smart School, Better Thinking and Learning for Every Child. New
York : The Free Press.

Permadi, Dadi. (2001). Manajemen Berbasis Sekolah dan Kepemimpinan Mandiri Kepala
Sekolah. Bandung : Sarana Panca Karya Nusa.

Peterson, Kent. (202) School Culture, www.smallschoolproject.org (7 Agustus 2007)

Pidarta, Made. (1988). Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bina Aksara.

Peraturan Pemerintah No.19 Thn. 2005. Standar Nasional Pendidikan, Bandung : Fokus
Media.

Prahalald, C. K.. (1994). The Future of Competition Co-Creating Unique Value with
Customers. Boston : Harvard Business School Press.
Radnor, Zoe J. (2006) Innovation Compass, Journal of Innovation Management, Vol 10 No 1
Marc 2006 ( 3 Juli 2007)

Razik, Taher A., Swanson, Austin D.(1995). Fundamental Concepts of Educational


Leadership and Management,New Jersey. Prentice Hall.

Reeves, Douglas. (2007) How do you change school culture, www. ASCD.org. (7 Agustus
2007)

Renchler, Ron. (1992). Student Motivation, School Culture, and Academic Achievement,
www.ERIC.com. (7 Agustus 2007)

Reynolds, David, & Peter Cuttance. (1992). School Effectiveness Research, Policy and
Practice. New York : Cassel.

Richardson, Elizabeth. (1977). The Teacher, The School, and The task of Management,
London : Heinemann Educational Books Ltd.

Roberts, Edwards B.. (2002). Innovation, Driving Product, Process, and Market Change. San
Francisco : Jossey – Bass.

Robbin, Stephen P., Tomothy A Judge (2007) Organizational Behavior, 12th edition, New
Jersey, Prentice Hall.

Robinson, Dana Gaines, & James C. Robinson. (1995). Performance Consulting , Moving
Beyond Training. San Francisco : Berrett – Kohler Publisher.

Rogers, Everett M. (1983). Diffusion of Innovations, New York, The Free Press.

Rooney, Joanne. (2005) School Culture, An Invisible essentials, www.ASCD.org. (7 Agustus


2007)

Sagala, Syaiful. (2007). Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,


Bandung, Alfabeta.

Sallis, Edward, B. (1993). Total Quality Management in Education. London, IRCISoD


Kogan Page.

Satori, Djam’an, et.al (2001) Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa
Barat, Bandung : Dinas Pendidikan Jawa Barat

———— (1980). Administrasi Pendidikan. Bandung. IKIP Bandung Adsup.

Saufler, Chuck (2005) School Culture and School Climate, www.bullyfreemain.com (7


Agustus 2007)

Scheerens Jaap. (2000). Improving School Effectiveness. United Nation Educational,


Scientific, & Cultural Organization UNESCO.
———— (1992). Effective Schooling Research, Theory, and Practice. London : Cassel
Villiers House.

Sehlechty, Phillip C..(1987) Inventing Better School, An Action Plan for Educational
Reform. San Fracisco : Jossey – Bass.

Senge. Peter M. (1990) The Fifth Discipline. The Art and Practice of The Learning
Organization, New York, Doubleday-Dell Publishing Group. Inc

Sergiovanny, Thomas J., et.al. (eds) (1987). Educational Governance and Administration.
New Jersey : Prentice Hall Inc.

Shapier and King (1985) Collaborative School Culture, www.ncrl.org. (7 Agustus 2007)

Sidi, Indra Djati. (2004) Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan. Jakarta : Paramadina.

Silver, Paula F. (1983). Educational Administration, Theoritical Perspectives on Practice and


Research, New York : Harper and Row Publisher.

Sloane, Paul (2003) Innovation, Creating The Best Practice of tomorrow,


www.innovationtolls.com (3 Juli 2007)

———— (2003) Innovation When it comes to innovation, trust your intuition,


www.innovationtolls.com (13 Agustus 2007)

Slocum, Michael S. (2007) Use the eight patterns of evolution to innovate,


www.realinnovation.com. (13 Agustus 2007)

Smith Mark K. (2001). The Learning Organization. http://www.infed.org/ biblio/learning-


organization.htm (10 Mei 2006)

Spanbauer, Stanley J. (1992). A Quality System for Education. ASQC Quality Press.

Srikantaiah, T. Kanti, and Michael E. D. Koenig. (2000). Knowledge Management for the
Information Professional. New Jersey,Information Today, Inc.

Starratt, Robert J. (2007). Kepemimpinan Visioner, Kiat Menegaskan Peran Sekolah. Terj.
Triyono, Yogyakarta, Kanisius

Stolp, Steven (1994) Leadership for School Culture, ERIC DIGEST No 91/2004
www.CEPM.org (7 Agustus 2007)

Subandijah (1992) Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Yogyakarta, PT Raja Grafindo


Persada

Sufyarma. (2004). Kapita Selekta Manajemen Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Suharsaputra, Uhar (2010) Administrasi Pendidikan, Bandung, Refika Aditama


Sukmadinata Nana Syaodih, Ayi Novi Jami’at, & Ahmad (2003). Pengendalian Mutu
Sekolah Dasar. Bandung : Kesuma Karya.

———— (2006). Pengendalian Mutu Sekolah Menengah. Bandung, Rafika Aditama.

Supriadi, Dedi. (1996). Kreatifitas, Kebudayaan, & Perkembangan IPTEK. Bandung :


Alfabeta.

————, Rohmat Mulayana, (eds) (1998). Pendidikan Alternatif. PPS IKIP Bandung &
Grafindo Media Pratama.

Surya, Muhammad. (2003). Percikan Perjuangan Guru. Semarang : Aneka Ilmu.

Suryabrata, Sumadi. (1987) Pengembangan Tes Hasil Belajar. Jakarta : Rajawali.

Suryadi, Ace., Tilaar. (1993). Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung, Remaja Rosda
Karya.

Susilo, Muhammad Joko. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen


Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Susilo, Willy. (2006). Advanced Quality Audit. Jakarta : VORQISTA Quality &
Management Consultans.

Sutisna. Oteng. (1989). Administrasi Pendidikan, Bandung: Angkasa.

Suyadi. Prawirosentono, (1998), Manajemen Sumber Daya Manusia, Kebijakan Kinerja


Karyawan , Ypgyakarta, BPEK.

Suyanto, (2006) Dinamika Pendidikan Nasional, Dalam Percaturan Dunia Global, Jakarta,
PSAP Muhammadiyah,

Sweeney, Paul D., McFarlin, Dean B. (2002). Organizational behaviour, Solution for
Management, New York, McGraw Hill

Takeuchi, Hirotaka., & Ikujiro Nonaka. (2004). Hitotsubashi on Knowledge Management.


John Willey & Sons (Asia).

Tenner, Arthur R., & Irving J. De Toro. (1992). Total Quality Management, Three Steps to
Continuous Improvement. New York : Addison – Wesley Publishing Company.

Thomas, J. Alan, (1971). The Productive School; A System Analysis Approach to


Educational Administration. New York : John Willey & Sons, Inc.

Tilaar H. A. R.. (1997). Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi. Jakarta
: Grassindo.

————,(1993). Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda karya.

———— (2006). Standarisasi Pendidikan Nasional. Jakarta : Rineka Cipta.


———— (2004). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta : Rineka Cipta.

———— (1992). Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung; Rosda Karya.

Tjakraatmadja, Jann Hidayat., Donald Crestofel Lantu. (2006). Knowledge Management


dalam Konteks Organisasi Pembelajaran. Bndung SBMITB.

Turner, Jane., Carolyn Crang (1996) Exploring School Culture, Center for Leadership in
Learning, www.ucalgary.com (7 Agustus 2007)

Tunggal, Amin Wijaya. (2007). Inovation Management. Jakarta : Harvarindo.

Turney, C et.al (eds). (1992). The School Manager. Sydney : Allen & Unwin.

U.S. Department of Education (2004) Innovative Pathways to School Leadership,


www.ed.gov (akses 6 september 2007)

Undang–Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta,
Sinar Grafika

Undang-Undang No. 25 Thn. 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.


Bandung : Fokus Media.

Vehar, Jonathan (2001) Innovative space exploration, www.thinksmart.com. (13 Agustus


2007)

Veryzer, Robert W., Jr. (1998) Discontinuous Innovation and the New Product Development
Process, Journal of Product Innovation Management Volume 15 Issue 4 Page 304-321, July
1998 ( 14 september 2007)

Voorhees, Richard A.. (2001). Measuring What Matters Competency Based Learning Models
in Higher Education. San Francisco : Jossey – Bass.

Wahab, Abdul Azis. & Dedi Supriadi. (1998). On Public and Privat School, Which is better.
Graduate School of Education IKIP Bandung.

Wenger, Etienne (1996). How to Optimize Organizational Learning, Healthcare Forum


Journal , July/Aug 1996 p.22&23 (© Copyright, 2001, Community Intelligence Labs).
http://www.co-i-l.com/coil/knowledge-garden/ cop /olearning.shtml. (10 Mei 2006)

White, Roger Crombie.(1997). Curriculum Innovation A Celebration of Classroom Practice.


Open University Press.

Whiddett, Steve.& Hollyforde, Sarah. (2003) Competence: How to enhance individual and
organizational Performance. London, CIPD House.

Wilson, Kenneth G., & Bennett Davis. (1994). Redesigning Education. New York : A John
McRae Book Henry Holt and Company.

Winch, Christoper. (1996). Quality and Education. New York : Blackwell Publishers.
Winddham, Douglas M.. (1988). Improving The Efficiency of Educational Systems.
Indicators of Educational Effectiveness and Efficiency. Florida : The Florida State
University.

Wikipedia (2007) Creative Destruction, Free Encyclopedia, www.wikipedia.com ( 3 Juli


2007)

———– (2007) Creative Problem Solving, Free Encyclopedia, www.wikipedia.com ( 3 Juli


2007)

———– (2007) Innovation, Free Encyclopedia, www.wikipedia.com ( 3 Juli 2007)

———– (2007) Invention, Free Encyclopedia, www.wikipedia.com ( 3 Juli 2007)

Wycopp. Joyce (2004) The Big ten Innovation killer and how to keep your innovation system
alive and well, innovation network, www.thinksmart.com. (13 Agustus 2007)

Yi, Mun Y, Fiedler, Kirk D, Park, Jae S (2006). Understanding the Role of Individual
Innovativeness in the Acceptance of IT-Based Innovations: Comparative Analyses of Models
and Measures, http://www.w3.org (akses 31 Agustus 2007)

Zheng, Dongping (2003) Teachers’ Perception of Using Instructional Technology in the


Classroom . Department of Educational Psychology University of Connecticut ( 12 september
2006)

Zwell Michael. (2000). Creating A Culture of Competence. New York : John Willey & Sons,
Inc.
Perlunya Program Inovasi di Lembaga Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan adanya kecenderungan globalisasi dan keinginan untuk menyesuaikan tuntutan


kebutuhan serta aspirasi bangsa Indonesia di masa depan akan membawa implikasi terhadap
perubahan-perubahan kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan. Misi pendidikan
nasional adalah menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif yang adaptable terhadap
perubahan dan kebutuhan stakeholders. Disamping itu, lembaga pendidikan dapat menjawab
fenomena empat pilar pendidikan (learning to know, learning to do learning to be, and
learning to live together). Untuk itulah lembaga pendidikan berupaya mewujudkannya
melalui inovasi-inovasi pendidikan.

Suatu inovasi tidak begitu saja dapat diterima. Perubahan-perubahan yang dibawa inovasi
memerlukan persiapan dan waktu yang panjang, Kecepatan pelaksanaannya tergantung pada
kondisi sekolah dan kesiapan para pelaksana. Cepat atau lambatnya suatu inovasi diterima
oleh masyarakat atau sekolah tergantung pada karakteristik inovasi tersebut Menurut Everett
M. Rogers (1983), ada lima karakteristik suatu inovasi agar dapat diterima, yaitu:

Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya.
Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur dari nilai ekonomi,
kepuasan, dan status sosial, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin
menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya inovasi.

Kompatibel, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman masa lampau, dan
kebutuhan penerima.

Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi
penerima. Suatu inovasi yang mudal dimengerti dan mudah digunakan akan cepat tersebar,
sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar dipergunakan akan lambat proses
penyebarannya.

Triabilitas, yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.

Observabilitas, yaitu mudah tidaknya diamati suatu inovasi.

Fullan (1996) menerangkan bahwa tahun 1960-an adalah era di mana banyak inovasi-inovasi
pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar
(teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team
(team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.

Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan
discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya
manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya.
Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan
melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim (1989)
mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang,
kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok
orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi
dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah 1992:80).
Faktor-faktor yang dijadikan Pertimbangan pihak adopter dalam membuat keputusan untuk
menerima atau menolak produk suatu inovasi jika dikaitkan dengan pemikiran Everett M.
Rogers (1983) dalam diffusion of innovasion dipengaruhi oleh 5 (lima) karakteristik inovasi.

Rumusan Masalah

Pengapa perlu innovasi di lembaga pendidikan? Dan saja manfaatnya?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penlisan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Manajemen Inovasi Pendidikan, juga diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang-
orang yang hidup di kalangan pendidikan untuk senantiasa menciptakan inovasi guna
meningkatkan kualitas pendidikan yangb lebih baik.

D. Manfaat Penulisan

Semoga makalah ini dapat mengetuk pintu hati dan membuka mata para pejabat pemerintah,
guru-guru, para orang tua serta orang-orang yang bertanggung jawab dalam meningkatkan
kualitas pendidikan di Negara Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Inovasi Pendidikan

Inovasi adalah: ide-ide baru, kegiatan-kegiatan baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan
sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyebaran inovasi.
Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekadar sebagai sesuatu yang baru,
tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya
pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu.

Pengertian “baru” disini, mengandung makna bukan sekadar “baru diketahui” oleh pikiran
(cognitive), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga
masyarakat dalam arti sikap (attitude) dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan
dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat.

Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi
mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan
menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Dengan
demikian, pengertian inovasi dapat semakin diperluas menjadi

“Sesuatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-
praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan
oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan
atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi
selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga
masyarakat yang bersangkutan”.

Pengertian “baru” yang melekat pada istilah inovasi tersebut bukan selalu berarti baru
diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah “lama” dikenal, diterima, atau
digunakan/diterapkan oleh masyarakat di luar sistem sosial yang menganggapnya sebagai
sesuatu yang masih “baru”. Pengertian “baru” juga tidak selalu harus datang dari luar, tetapi
dapat berupa teknologi setempat (indegenuous technology) atau kebiasaan setempat (kearifan
tradisional) yang sudah lama ditinggalkan.

B. Perlunya Inovasi di Lembaga Pendidikan

Inovasi di lembaga pendidikan adalah langkah tepat yang harus diambil oleh pimpinan di
lembaga tersebut, hal ini mengingat percepatan kemajuan zaman semakin melaju dengan
akselerasi yang luar biasa, sementara itu dunia pendidikan juga dituntut untuk mengimbangi
percepatan kemajuan tersebut. Seorang pmipinan di lembaga pendidikan memang merupakan
“lokomotif” dari sebuah lembaga pendidikan/sekolah, maju tidaknya sekolahan tergantung
dari upaya keras kepala sekolah dalam memanage sekolahan tersebut. Dalam kehidupan
modern sekarang ini, pendidikan dihadapkan pada berbagai tantangan perubahan yang sangat
cepat dan kadang-kadang kehadirannya sulit diprediksikan, sehingga menuntut setiap
organisasi untuk dapat memiliki kemampuan antisipatif dan adaptif terhadap berbagai
kemungkinan sebagai konsekwensi dari adanya perubahan. Begitu pula dengan sekolah,
sebagai institusi yang bergerak dalam bidang jasa pendidikan akan dihadapkan pada berbagai
tantangan perubahan. Ketidakmampuan sekolah dalam mengantisipasi dan beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi, lambat laun akan dapat menimbulkan keterpurukan sekolah
itu sendiri, dan habis ditelan oleh perubahan.Bentuk sikap antisipatif dan adaptif ini dapat
dilakukan melalui upaya untuk melaksanakan inovasi secara terus-menerus dalam proses
manajemen. Jika kita mengacu pada konsep Total Quality Manajemen, maka upaya
perbaikan secara terus menerus dalam proses manajemen di sekolah menjadi kebutuhan
organisasi yang sangat mendasar.

Salah satu kaidah dalam mengaplikasikan TQM adalah adanya perbaikan kinerja sistem
secara berkelanjutan. Untuk itu, kegiatan inovasi menjadi amat penting adanya. Berbicara
tentang sikap antisipatif ini, kita akan diingatkan pula dengan konsep budaya organisasi yang
adaptif yang dikemukakan oleh Ralph Klinmann bahwa budaya adaptif merupakan sebuah
budaya dengan pendekatan yang bersifat siap menanggung resiko, percaya, dan proaktif
terhadap kehidupan individu. Para anggota secara aktif mendukung usaha satu sama lain
untuk mengidentifikasi semua masalah dan mengimplementasikan pemecahan yang dapat
berfungsi. Ada suatu rasa percaya (confidence) yang dimiliki bersama.

Para anggotanya percaya, tanpa rasa bimbang bahwa mereka dapat menata olah secara efektif
masalah baru dan peluang apa saja yang akan mereka temui. Kegairahan yang menyebar luas,
satu semangat untuk melakukan apa saja yang dia hadapi untuk mencapai keberhasilan
organisasi. Para anggota ini reseptif terhadap perubahan dan inovasi. Dengan demikian, sikap
antisipatif dan adaptif terhadap perubahan seyogyanya menjadi bagian dari budaya organisasi
di sekolah, yang ditunjukkan dengan upaya melakukan berbagai inovasi pendidikan.

Menurut santoso (1974) tujuan utama inovasi, yakni meningkatkan sumber-sumber tenaga,
uang dan sarana termasuk struktur dan prosedur organisasi. Tujuan inovasi pendidikan adalah
meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas : sarana serta jumlah peserta didik
sebanyak-banyaknya dengan hasil pendidikan sebesar-besarnya (menurut kriteria kebutuhan
peserta didik, masyarakat dan pembangunan) dengan menggunakan sumber, tenaga, uang,
alat dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya.

Kalau dikaji, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu :

1. Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan


tekhnologi sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar dengan
kemajuan-kemajuan tersebut.

2. Mengusahakan terselenggarakannya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap


warga Negara, misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SMP, SMA dan
perguruan tinggi.

3. Disamping itu, akan diusahakan peningkatan mutu yang dirasakan makin menurun dewasa
ini. Dengan sistem penyampaian yang baru, diharapkan peserta didik menjadi manusia yang
aktif, kreatif dan terampil memecahkan masalahnya sendiri.

Adapun tujuan inovasi pendidikan di Indonesia pada umumnya adalah :

1. Lebih meratanya pelayanan pendidikan

2. Lebih serasinya kegiatan belajar

3. Lebih efisien dan ekonomisnya pendidikan

4. Lebih efektif dan efisiensinya sistem penyajian

5. Lebih lancar dan sempurnanya sistem informasi kebijakan

6. Lebih dihargainya unsur kebudayaan nasional

7. Lebih kokohnya kesadaran, identitas dan kesadaran nasional

8. Tumbuhnya masyarakat gemar belajar

9.Tersebarnya paket pendidikan yang memikat, mudah dicerna dan mudah diperoleh

10. Meluasnya kesempatan kerja

C. Masalah-Masalah yang Menuntut Adanya Inovasi

Pendidikan kita dewasa ini menghadapi berbagai tantangan dan persoalan. Adapun masalah-
masalah yang menuntut diadakan inovasi di Indonesia, yaitu :

1. Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat dan sekaligus bertambahnya keinginan
masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang secara kumulatif menuntut tersedianya
sarana pendidikan yang memadai.
2. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang modern menghendaki dasar-dasar pendidikan
yang kokoh dan penguasaan kemampuan terus menerus dan dengan demikian menuntut
pendidikan yang lebih lama sesuai dengan konsep pendidikan seumur hidup (long education).

3. Berkembangnya tekhnologi yang mempermudah manusia dalam menguasai dan


memanfaatkan alam dan lingkungannya, tetapi yang sering kali ditangani sebagai suatu
ancaman terhadap kelestarian peranan manusiawi.

Tantangan-tantangan di atas lebih berat lagi dirasakan karena berbagai persoalan datang baik
dari luar maupun dari dalam system pendidikan itu sendiri, yaitu di antaranya :

1. Sumber-Sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber yang ada secara
efektif dan efisien.

2. Sistem pendidikan yang masih lemah dengan tujuan yang masih kabur, kurikulumnya
belum serasi, relevan, suasana belum menarik dan sebagainya.

3. Pengelolaan pendidikan yang belum mekar dan mantap dan belum peka terhadap
perubahan dan tuntutan keadaan, baik masa kini maupun masa akan datang.

D. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi Pendidikan

Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa,
kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan.

1. Guru

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat
berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat
menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas.
Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.

Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan
materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa,
hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang
terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha
serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.

Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari
perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan
peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan
mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada
mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yang tidak
melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka
menganggap akan mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu,
dalam suatu inovasi pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru
mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai
dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya.

2. Siswa
Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa
memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat
menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik,
pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal
ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun
hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari
perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan
tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam
inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa
bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk,
dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai
dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja
menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang
diuraikan sebelumnya.

3. Kurikulum

Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan
perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan,
kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa
adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi
pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena itu,
dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum
atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil
perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.

4. Fasilitas

Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam dalam proses
pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembahruan pendidikan, tentu
saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan
diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa
dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar
merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan.
Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan.
Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan sebagainya. 5. Lingkup Sosial
Masyarakat.

Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam
perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam
pelaklsanaan pembahruan pendidikan. Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung,
sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam
pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di
mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan
tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau dilibatkan.
Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan sebaliknya akan membantu inovator dan
pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi pendidikan.
E. Karakteristik Inovasi Pendidikan

Faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pihak adopter (pengguna inovasi) dalam membuat
keputusan untuk menerima atau menolak produk suatu inovasi jika dikaitkan dengan
pemikiran Everett M. Rogers (1983) dalam diffusion of innovasion dipengaruhi oleh 5 (lima)
karakteristik inovasi yaitu :

1. Relative advantage (Keunggulan relatif)

Para adopter akan menilai apakah suatu Inovasi itu relatif menguntungkan atau lebih unggul
dibanding yang lainnya atau tidak. Untuk adopter yang menerima secara cepat suatu inovasi,
akan melihat inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.

Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang
pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise
social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh
pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.

2. Compatibility (Kompatibilitas/Konsisten)

Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai
yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu
inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi
itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai
(compatible).Adopter juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi berdasarkan
konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhannya.

3. Complexity (Kompleksitas/kerumitan)

Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami
dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan
digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan
dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.

Adopter atau pengguna inovasi juga akan menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang
akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan inovasi. Artinya bagi individu yang lambat
mamahami dan menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding
individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan tersebut berhubungan dengan
pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.

4. Trialability (Kemampuan untuk dapat diuji)

Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas
tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan
lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus
mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.

Kemampuan untuk dapat diuji bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian. Mempunyai


kemungkinan untuk diuji coba terlebih dahulu oleh para adopter untuk mengurangi
ketidakpastian mereka terhadap inovasi itu.
5. Observability (Kemampuan untuk dapat diamati)

Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang
lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan
orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin
besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan
kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat
kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.

Dengan kemampuan untuk diamati akan mendorong adopter untuk memberikan penilaian
apakah inovasi itu mampu meningkatkan status sosial mereka di depan orang lain sehingga
dirinya akan dianggap sebagai orang yang inovatif.

BAB III

KESIMPULAN

Inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan
masalah pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode, yang
dirasakan atau diamati berbagai hal yang baru bagi hasil seseorang atau kelompok orang
(masyarakat), baik berupa hasil inverse (penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan
orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah
pendidikan.

Inovasi di lembaga pendidikan adalah langkah tepat yang harus diambil oleh pimpinan di
lembaga tersebut, hal ini mengingat percepatan kemajuan zaman semakin melaju dengan
akselerasi yang luar biasa, sementara itu dunia pendidikan juga dituntut untuk mengimbangi
percepatan kemajuan tersebut. Seorang pmipinan di lembaga pendidikan memang merupakan
“lokomotif” dari sebuah lembaga pendidikan/sekolah, maju tidaknya sekolahan tergantung
dari upaya keras kepala sekolah dalam memanage sekolahan tersebut. Dalam kehidupan
modern sekarang ini, pendidikan dihadapkan pada berbagai tantangan perubahan yang sangat
cepat dan kadang-kadang kehadirannya sulit diprediksikan, sehingga menuntut setiap
organisasi untuk dapat memiliki kemampuan antisipatif dan adaptif terhadap berbagai
kemungkinan sebagai konsekwensi dari adanya perubahan. Begitu pula dengan sekolah,
sebagai institusi yang bergerak dalam bidang jasa pendidikan akan dihadapkan pada berbagai
tantangan perubahan. Ketidakmampuan sekolah dalam mengantisipasi dan beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi, lambat laun akan dapat menimbulkan keterpurukan sekolah
itu sendiri, dan habis ditelan oleh perubahan.

Dengan adanya kecenderungan globalisasi dan keinginan untuk menyesuaikan tuntutan


kebutuhan serta aspirasi bangsa Indonesia di masa depan akan membawa implikasi terhadap
perubahan-perubahan kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan. Misi pendidikan
nasional adalah menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif yang adaptable terhadap
perubahan dan kebutuhan stakeholders. Disamping itu, lembaga pendidikan dapat menjawab
fenomena empat pilar pendidikan (learning to know, learning to do learning to be, and
learning to live together). Untuk itulah lembaga pendidikan berupaya mewujudkannya
melalui inovasi-inovasi pendidikan.

Diposkan oleh IIT ARAMSIH di 10.03


Sistem inovasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Artikel ini tidak memiliki paragraf pembuka yang sesuai dengan standar Wikipedia.
Artikel ini harus didahului dengan kalimat pembuka: Sistem inovasi adalah ........
Tolong bantu Wikipedia untuk mengembangkannya dengan menulis bagian atau paragraf pembuka
yang informatif sehingga pembaca awam mengerti apa yang dimaksud dengan "Sistem inovasi".

Sistem inovasi semakin sering dibahas, terutama dalam dua dekade terakhir ini. Banyak
bukti empiris menunjukkan bahwa perusahaan, daerah atau negara yang berhasil di bidang
sosial ekonomi ternyata didukung oleh sistem inovasi yang berkembang dan kuat.

Sistem inovasi pada dasarnya merupakan sistem (suatu kesatuan) yang terdiri dari
sehimpunan aktor, kelembagaan, jaringan, kemitraan, hubungan interaksi dan proses
produktif yang memengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya
(termasuk teknologi dan praktik baik/terbaik) serta proses pembelajaran.[1] Dengan demikian
sistem inovasi sebenarnya mencakup basis ilmu pengetahuan dan teknologi (termasuk di
dalamnya aktivitas pendidikan, aktivitas penelitian dan pengembangan, dan rekayasa), basis
produksi (meliputi aktivitas-aktivitas nilai tambah bagi pemenuhan kebutuhan bisnis dan non
bisnis serta masyarakat umum), dan pemanfaatan dan difusinya dalam masyarakat serta
proses pembelajaran yang berkembang.

Memang tidak (setidaknya belum) ada “kesepakatan yang diterima luas” tentang pengertian
istilah sistem inovasi. Setiap pakar atau pihak yang menggunakan istilah ini mendefinisikan
pengertian masing-masing tentang sistem inovasi. Tetapi jika dicermati, sebagian besar dalam
literatur menggunakannya untuk maksud yang sama /serupa dan menunjukkan pengertian
cara pandang (pendekatan) sistem (system approach). Pendekatan sistem ini dimaksudkan
baik dalam memahami konstruksi dari obyek-obyek yang dimaksud, maupun dalam mengkaji
isu dan implikasi kebijakannya (yang biasanya disebut dengan istilah kebijakan inovasi).

Pada tataran nasional, sistem inovasi disebut sistem inovasi nasional. Sementara pada tataran
teritori yang lebih sempit (daerah/lokal), sistem inovasi sering disebut sistem inovasi
daerah/lokal. Selain itu, dalam konteks-konteks khusus seperti sektor atau industri tertentu,
maka pendekatan sistem inovasi sering menggunakan istilah sistem inovasi
sektoral/industrial.

Beberapa Contoh Definisi Sistem Inovasi


 Freeman (1987): sistem inovasi adalah jaringan lembaga di sektor publik dan swasta yang
interaksinya memprakarsai, mengimpor (mendatangkan), memodifikasi dan mendifusikan
teknologi-teknologi baru (Freeman dalam Technology and Economic Performance: Lessons
from Japan; Metcalfe dalam Stoneman P. (ed), “Handbook of the Economics of Innovation
and Technological Change.” Lihat http://www.sussex.ac.uk/Users/sylvank/index.php).
 Lundvall (1992): sistem inovasi merupakan elemen dan hubungan-hubungan yang
berinteraksi dalam menghasilkan, mendifusikan dan menggunakan pengetahuan yang baru
dan bermanfaat secara ekonomi . . . . suatu sistem nasional yang mencakup elemen-elemen
dan hubungan-hubungan bertempat atau berakar di dalam suatu batas negara. Pada bagian
lain ia juga menyampaikan bahwa sistem inovasi merupakan suatu sistem sosial di mana
pembelajaran (learning), pencarian (searching), dan penggalian/eksplorasi (exploring)
merupakan aktivitas sentral, yang melibatkan interaksi antara orang/masyarakat dan
reproduksi dari pengetahuan individual ataupun kolektif melalui pengingatan
(remembering).
 Nelson dan Rosenberg (1993): Sistem inovasi merupakan sehimpunan aktor yang secara
bersama memainkan peran penting dalam memengaruhi kinerja inovatif (innovative
performance).
 Metcalfe (1995): Sistem inovasi merupakan sistem yang menghimpun institusi-institusi
berbeda yang berkontribusi, secara bersama maupun individu, dalam pengembangan dan
difusi teknologi-teknologi baru dan menyediakan kerangka kerja (framework) di mana
pemerintah membentuk dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan untuk
memengaruhi proses inovasi. Dengan demikian, sistem inovasi merupakan suatu sistem dari
lembaga-lembaga yang saling berkaitan untuk menciptakan, menyimpan, dan mengalihkan
(mentransfer) pengetahuan, keterampilan dan artifacts yang menentukan teknologi baru.
 OECD (1999): sistem inovasi merupakan himpunan lembaga-lembaga pasar dan non-pasar di
suatu negara yang memengaruhi arah dan kecepatan inovasi dan difusi teknologi.
 Edquist (2001): Sistem inovasi merupakan keseluruhan faktor ekonomi, sosial, politik,
organisasional dan faktor lainnya yang memengaruhi pengembangan, difusi dan penggunaan
inovasi. . . Jadi, sistem inovasi pada dasarnya menyangkut determinan dari inovasi.
 Arnold, et al. (2001) dan Arnold, et al. (2003) menggunakan istilah ”sistem riset dan inovasi
nasional” (national research and innovation system), yaitu keseluruhan aktor dan aktivitas
dalam ekonomi yang diperlukan bagi terjadinya inovasi industri dan komersial dan
membawa kepada pembangunan ekonomi.
PERANAN INOVASI PENDIDIKAN YANG DI LAKUKAN OLEH
LEMBAGAA PENDIDIKAN DI ERA PERKEMBANGAN ZAMAN

TUGAS MANDIRI

PROFESI KEPENDIDIKAN

“ARTIKEL PENDIDIKAN”

PERANAN INOVASI PENDIDIKAN YANG DI LAKUKAN OLEH LEMBAGAA PENDIDIKAN DI ERA


PERKEMBANGAN ZAMAN

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti pelajaran profesi pendidikan dengan doseen pengampu
Prof.Dr.H. Juhri AM, M.Pd dan Bambang Waluyo M.Pd

Oleh
Nama : Henny Supri Yati

Prodi : Pendidikan Biologi a

Semester : IV (empat)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

2012

PERANAN INOVASI PENDIDIKAN YANG DI LAKUKAN OLEH LEMBAGAA PENDIDIKAN DI ERA


PERKEMBANGAN ZAMAN

HENNY SUPRI YATI

10321323

Mahasiswa Biologi Semester 4

ABSTRAK

Dengan adanya pandangan bahwa inovasi dapat di jadikan benang merah , maka dengan
novasi mengiringin perputaran zaman yang tak henti- henti berputar sesuai dengan kurun waktu
yang di tentukan.lembaga pendidikan tidak bole terpesona oleh saranan yang ada,metode dan
teknih lama menekankan hafalan harus di benahin.Oleh karena berbagia hal , maka lembaga
pendidikan harus mampu membuat program yang efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan
zaman , situasi , kondisi , kebutuhan . pendidikan adalah suatu sistem . maka inovasi pendidikan
mencangkup hal –hal yang berhubungan dengan komponen pendidikan .

Dalam dunia modern ini banyak sekali masalah yang menjadi polemik di dunia pendidikan ,
maka lembaga pendidikan dapat di beri kebebasan untuk memilih bahkan menentukan inovasi yang
akan di gunakan di sekolah masing – masing. Peran inovasi sangatlah terasa disekolah jika sekolah
itu sendiri ada kemajuan yang terlihat oleh setiap pihak sekolah . Maka bagi lembaga pendidikan
haruslah lebih ekstra mengikuti zaman dan perkembangan IPTEK yang ada saat ini .

Kata Kunci : Peranan inovasi , lembaga pendidikan , masalah – masalah di adakan


inovasi ,hambatan – hambatan dalam inovasi , perkembangan zaman .
PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Pendidikan dapat dilakukan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan, yang
berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah. Pendidikan ini dilakukan sepanjang hayat. Dalam hal
ini semua digunakan untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu memainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa sekarang ini maupun di masa yang akan datang.

Lembaga pendidikan tidak boleh mati suri dalam mengembangakan sekolah haruslah ada hal
–hal baru yang menjadi sesuatu inovasi yang dapat menjadi pondasi dalam memajukan sekolah .Dari
setiap pihak sekolah haruslah ikut peran aktif dalam memajukan sekolah,mereka mengikuti
perkembangan zaman yaang tidak pula meninggalkan hal lama yang telah menjadi awal dasar di
gunakan dalam menjalannkan semua kegiatan di sekolah . Hanya saja yang lama perlu untuk di
benahin lebih baik lagi agar nantinya tidak ada celah untuk pihak lain dalam mengganggu bahkan
membuat sekolah tidak kondusif lagi dalam melaksanakan peran nya dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa sesuai dengan pembukaan dasar undang – undang 1945 .

Sebagai pendidik kita harus mengetahui dan dapat menerapkan inovasi – inovasi agar dapat
mengembangkan proses pembalajaran yang kondusif sehingga dapat di peroleh hasil yang
maksimal .Kemajuan suatu lembaga pendidikan sangat berpengaruh pada outputnya sehingga akan
muncul pengakuan yang riil dari dewasa , orang tua dan masyarakat . Namun sekolah / lembaga
pendidikan tidak akan meraih suatu pengakuan riil apabila warga sekolah tidak melakukan suatu
inovasi di dalamnya dengan latar belakang kekuatan , kelemahan tantangan dan hambatan yang
ada .

Menurut sebagian kalangan pendidik faktor yang mungkin akan dapat mempengaruhi
keberhasilan program inovasi ini di antaranya adalah faktor tenaga pendidik di sini di jelaskan adalah
guru , unsur internal dan eksternal di lembaga pendidikan yakni siswa dan orang tua siswa , sistem
manajemen pendidikan yaitu peraturan –peraturan yang di buat oleh pemerintahan , fasilitas yang
menunjang yakni gedung , perpustakaan dan lainnya dan yang terkahir adalah lingkungan sosial
masyarakat. Dapat di katakan jika setiap sekolah faktor – faktor di atas dapat terpenuhi tidak jauh
dari kemungkinan bahwa sekolah akan berhasil dalam proses pembelajaran yang di mana adanya
inovasi yang terdukung dari semua pihak yang terkait dalam mencerdasaakan peserta didik yang
ada di sekolah pada umumnya .

Gerak waktu yang sangat cepat dirasakan masyarakat semakin cepat, membuat dunia
seakan semakin kecil dan sempit. Begitu pula tidak seimbangnya antara laju pertumbuhan penduduk
di suatu negara dengan tingkat kesempatan memperoleh pendidikan yang layak di suatu lembaga
kependidikan. Ditambah bagaimana seorang rakyat yang tidak mampu memerlukan dana untuk
mendapatkan pendidikan yang layak guna menyeimbangkan dengan era globalisasi agar tidak
berakibat fatal dan ketinggalan. Bagaimana mungkin seseorang akan menggapai cita – cita yang
tinggi di masa yang akan datang jika sementara pendidikan yang ia peroleh di masa lalu tidak sesuai  
dengan yang dipersiapkan oleh lembaga pendidikan. Oleh karena itu, dalam mengahdapi dunia
global, perubahan memang perlu dilaksanakan sebagai contoh inovasi yang di lakukan oleh
lembbaga pendidikan khususnya .

Dengan adanya perubahan yang sangat cepat akibat adanya perubahan zaman ini dunia
pendidikan haruslah cepat juga melakukan banyak perubahan dari hal lama yang perlu di rombak
menjadi lebih baik lagi contohnya adalah murid di ajak untuk mencari materi pembelajaran bersama
guru dan teman sekelas agar nantinya materi yang di sampaikan dapat di mengerti oelh setiap
peserta didik yang jauh berbeda dari yang dulu guru mejadi pemateri yang selalu menyampaikan
maeri di kelas dengan ceramah . Jadi , peserta didik hanya mendapatkan ilmu sebatas pengetahuan
guru .

Inovasi dapat dilakukan di semua aspek, antara lain, ekonomi, politik, teknologi, pendidikan,
dan bidang – bidang yang lainnya. Inovasi ini dilakukan untuk mencapai sebuah perubahan yang
mengarah kepada sesuatu hal yang lebih baik.

Inovasi pendidikan di sini mengandung makna suatu perubahan yang bersifat pembaharu
dan kualitatif yang berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diselenggarakan untuk
meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan Pendidikan Nasional. Dengan kata lain,
suatu perubahan yang baru yang menunjukkan ke arah perbaikan atau berbeda dari yang telah ada
sebelumnya.

Inovasi pendidikan adalah inovasi  dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan
maslah pendidikan. ( Ibrahim : 1988 ). Jadi sebuah inovasi pendidikan adalah suatu ide , barang,
metode, yang dapat dirasakan atau diamati berbagai hal yang baru bagi hasil seseorang atau
kelompok orang ( masyarakat ), baik berupa hasil inversi atau discovery yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah kependidikan.
TUJUAN PENULISAN

a.       Tujuan teoritik (Bagi Pengembangan Keilmuan) :


1.      Artikel ini dapat menjadi bahan kajian dan pengembangan dalam perubahan yang terjaid dalam
mengikuti perubahan zaman saat ini .
2.      Dapat memberikan stimulus para lembaga pendidikan untuk mengikuti hal yang terbaru sesuai
dengan zaman untuk memajukan lembaga pendidikannya.

b.      Tujuan praktis ((Bagi Pemimpin Pendidikan, Peneliti, dan Guru):


1.      Menjadi masukan bagi pemimpin pendidikan dalam hal bagaimana meningkatkan profesionalisme
guru dengan adanya inovasi yang di lakukan oleh lembaga pendidikan .
2.      Menjadi masukan bagi pemimpin pendidikan dalam hal bagaimana upaya-upaya yang
memungkinkan dilakukan dalam meningkatkan profesionalisme guru yang berorientasi pada
peningkatan mutu pendidikan dengan adanya inovasi yang di lakukan oleh lembaga pendidikan .
3.      Menjadi masukan bagi peneliti di bidang pendidikan dalam hal bagaimana meningkatkan sekolah
dengan adanya inovasi yang di lakukan oleh lembaga pendidikan .
4.      Menjadi masukan bagi guru dalam hal bagaimana meningkatkan sekolah dengan adanya perubahan
zaman saat ini .

A.    DEFINISI INOVASI PENDIDIKAN

Istilah inovasi berasal dari kata innovation yang berakar kata to innovate yang memiliki arti
membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. Terkadang, inovasi diartikan sebagai
penemuan, namun berbeda maknanya dengan penemuan adala arti discovery atau invention
( invensi ). Discoveri sendiri mempunyai arti penemuan sesuatu yang sebenarnya hal sesuatu
tersebut telah ada sebelumnya, tetapi belum terpublikasikan secara luas. Sedangkan invensi adalah
penemuan yang benar – benar baru sebagai hasil kegiatan manusia.

Ada tiga hal yang dapat mewujudkan perubahan yaitu: inovasi yang memperkenalkan hal –
hal yang bersifat baru, discovery yang merupakan penemuan sesuatu yang sebenarnya telah ada
sebelumnya, sedangkan invensi adalah usaha yang menciptakan sesuatu yang benar – benar baru
dan belum pernah bahkan tidak pernah ada sebelumnya. Ketiga hal ini daat melengkapi makna dari
inovasi, karena  inovasi dapat diartikan pula sebagai penemuan.

Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal – hal yang baru. ( kamus Besar Bahasa
Indonesia : 2010: 715 ).

Arti yang lain, bahwa inovasi itu merupakan penemuan baru yang berbeda dari yang sudah
ada atau sudah dikenal sebelumnya, baik yang  berupa gagasan, metode, atau alat.
Inovasi dapat dilakukan di semua aspek, antara lain, ekonomi, politik, teknologi, pendidikan,
dan bidang – bidang yang lainnya. Inovasi ini dilakukan untuk mencapai sebuah perubahan yang
mengarah kepada sesuatu hal yang lebih baik.

Inovasi pendidikan di sini mengandung makna suatu perubahan yang bersifat pembaharu
dan kualitatif yang berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diselenggarakan untuk
menibngkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan Pendidikan Nasional. Dengan kata
lain, suatu perubahan yang baru yang menunjukkan ke arah perbaikan atau berbeda dari yang telah
ada sebelumnya.

Inovasi pendidikan adalah inovasi  dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan
maslah pendidikan. ( Ibrahim : 1988 ). Jadi sebuah inovasi pendidikan adalah suatu ide , barang,
metode, yang dapat dirasakan atau diamati berbagai hal yang baru bagi hasil seseorang atau
kelompok orang ( masyarakat ), baik berupa hasil inversi atau discovery yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah kependidikan.

Inovasi menurut Roger Miller ( 1971 ) dalam Suherli Kusmana ( 2010 ) menerangkan bahwa
innovation is an idea, practice, or object perceived as new by the relevan unti of adoption, weather it
is an individual or an organization. Artinya, inovasi adalah ide, kegiatan, atau obyek yang diterima
sebagai sesuatu yang baru sesuai dengan bagian yang diadopsi, baik oleh individu maupun
kelompok.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa inovasi merupakan sebuah pemikiran, praktek, atau
object yang dianggap sesuatu yang baru yang dianggap mampu mengatasi permasalahan yang
sedang dihadapi.( Suherli Kusmana : 2010 : 1 ).

B.     MASALAH – MASALAH YANG MENUNTUT DIADAKAN INOVASI

Pendidikan di Indonesia pada era tahun 1960an telah mencapai tingkatan yang boleh dikata
paling baik di kawasan asia tenggara. Ini terbukti banyak tenaga pendidik Indonesia yang diminta
oleh negara tetangga Malaysia. Kondisi kini telah berbanding terbalik. Segi ilmu pengetahuan
Malaysia kini justru lebih baik bila dibanding dengan tingkat pendidikan di negara kita. Salah satu
kunci jawaban adalah bahwa selama pemerintahan orde baru kita telah ternina bobokan dengan
segala sistem pendidikan. Selama kurang lebih 32 tahun, sistem pendidikan negara kita berjalan di
tempat. Walaupun ada perubahan, itu pun dalam skala yang sangat kecil.

Beberapa hal yang menjadikan tolak ukur pemecahan maslah di atas adalah sebuah inovasi.
Masalah – masalah yang menuntut adanya pembaharuan dalam bentuk inovasi dalam dunia
pendidikan di Indonesia antara lain:
a.       Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menghasilkan pengaruh terhadap kehidupan sosial,
ekonomi, politik, pendidikan, serta kebudayaan bangsa. Sistem pendidikan yang dimiliki dan
dilaksanakan di negara kita belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan dunia industri,
sehingga dunia pendidikan belum mampu menghasilkan tenaga – tenaga pembangunan yang
terampil, kreatif, dan aktif sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat serta iklim globalisasi.
b.      Laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat.
Ini menyebabkan daya tampung, ruang, dan fasilitas pendidikan menjadi sangat tidak berimbang.
c.       Meningkatnya harapan  tujuan di masa yang akan datang serta animo masyarakat untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu, sedangkan di sisi lain kesempatan untuk memperoleh
pendidikan yang dimaksud sangatlah kompetitif.
Pihak – pihak yang terlibat dalam usaha inovasi pendidikan di Indonesia adalah:

a.       Siswa

Siswa memiliki andil yang cukup besar dalam pelaksanaan program inovasi pendidikan. Hal ini
dapat dilihat bahwa tingkat kesuksesan ujian salah satunya ditentukan oleh prosentase keberhasilan
siswa. Hal ini hanya akan terwujud jika siswa telah mendapatkan sebuah pembelajaran yang
bermakna. Pelibatan siswa dalam proses pembelajaran sangatlah penting.

b.      Guru

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat
berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian  dan kewibawaan guru sangat menentukan
kelangsungan belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa
siswanya pada tujuan yang hendak dicapai. ( Suherli Kusmana: 2010: 9 ).Tampak jelaslah bahwa guru
memiliki peran yang sangat penting karena guru memiliki peran yang sangat luas, selain sebagai
pendidik, guru juga dapat berperan sebagai orang tua, dokter, teman, atau pun motivator.

c.       Kurikulum .

Kurikulum memegang peranan penting dalam proses transver of knowledge. Dengan kurikulum,
maka seorang agen pembelajaran akan dapat mengimplementasikan sebuah program pembelajaran
dengan baik. Kurikulum merpakan arah induk sebuah pendidikan. Karena semua kegiatan
pendidikan bersumber pada kurikulum. Maka dengan demikian, kurikulum memegang peran penting
dalam proses inovasi kependidikan.

d.      Lingkungan sosial masyarakat.

Masyarakat merupakan elemen yang secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan


pendidikan. Disadari atau pun tidak, dalam kenyataannya peran masyarakat sekitar sekolah sangat
penting. Tanpa melibatkan masyarakat, maka inovasi pendidikan akan terganggu. Keterlibatan
masyarakat terlihat jelas pada saat penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) yang
notabene dari KTSP itu merupakan awal dari inovasi pendidikan.

e.       Sarana Prasarana / Fasilitas.


Setelah unsur siswa, guru, masyarakat, kurikulum, maka satu hal lagi yang tidak boleh
ditinggalkan adalah faktor sarana prasarana pendidikan. Kurikulum sudah baik, siswa sudah siap
belajar, guru telah siap dengan pembelajaran, masyarakat telah memberikan dukungan, tetapi jika
sarana pendidikan tidak tersedia, maka hal yang mustahil untuk mengadakan sebuah inovasi dalam
pembelajaran. Dengan demikian, sarana prasana juga sangat mendukung adanya program inovasi
pendidikan.

C.    FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN INOVASI PENDIDIKAN DI INDONESI.


Sebuah keberhasilan pasti memerlukan sebuah kerja sama antara berbagai lini. Dengan kerja
sama yang solid maka akan terbentuklah sebuah kekuatan ( power ) untuk melakukan perubahan –
perubahan yang bermakna.
Demikian halnya dengan dunia pendidikan yang mempunyai segudang permasalahan baik
permasalahan yang datang dari dalam instituti pendidikan ( internal )  maupun yang datang dari luar
lembaga ( eksternal ).
Motivasi yang mendorong perlunya diadakannya sebuah inovasi pendidikan jika dilacak
biasanya bersumber dari dua hal, yaitu 1.) kemamuan sekolah untuk mengadakan respon terhadap
tantangan kebutuhan masyarakat, dan 2.) adanya usaha untuk menggunakan sekolah ( lembaga
pendidikan ) untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. ( Suherli Kusmana: 2010: 33 ).
Kemauan dari pihak sekolah untuk mengadakan respons terhadap kebutuhan masyarakat
akan lebih bermakna dan akan lebih mengena jika lembaga pendidikan tersebut telah mengadakan
program pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Adanya hubungan yang saling sinergis antara
instituti pendidikan dengan sistem sosial, maka akan menimbulkan sebuah perubahan yang selalu
bersifat dinamis.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan program inovasi pendidikan adalah:
1.      Faktor Tenaga Pendidik
Guru yang berdedikasi tinggi terhadap tugas sangat dibutuhkan dalam sebuah inovasi
pendidikan. Dalam dunia pendidikan , memang keberhasilannya sangat bergantung banyak pada
figur guru. Peranan penting ini dimulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan, evaluasi, dan
tindak lanjut.
Sebaliknya jika seorang guru tidak memiliki dedikasi yang tinggi maka ini akan menjadikan
ganjalan bagi pelaksanaan program pembaharuan pendidikan. Sebuah pembaharuan akan
memerlukan kesiapan serta kesigapan dari seorang guru. Jika hal ini tidak dapat diatasi maka akan
terasa berat perncapaian pembaharuan pendidikan.
Berdasarkan kelemahan – kelemahan tersebut, maka guru juga menjadi nomor wahid pada
proses perubahan inovasi ini. Artinya bahwa guru harus mengadakan perubahan dalam dirinya
sendiri dalam pelaksanaan tugasnya.
2.      Unsur Internal dan Eksternal lembaga pendidikan
Faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan sistem inovasi pendidikan adalah siswa.
Siswa sangat besar pengaruhnya terhadap pencapaian inovasi pendidikan. Hal ini menjadi sangat
penting karena tujuan pendidikan adalah pencapaian perubahan tingkah laku siswa.
Faktor eksternal yang dimaksud adalah orang tua siswa. Orang tua siswa mempunyai
peranan yang penting dalam menunjang keberhasilan proses inovasi pendidikan, karena ia telah
menjadi pejuang moral yang memberi dukungan kepada peserta didik yang dalam hal ini adalah
anaknya sendiri.
Sedang faktor yang termasuk internal dan sekaligus eksternal adalah para ahli pendidikan,
yaitu: guru, tenaga administrasi, pengawas, inpsektur, penilik sekolah, konsultan, dan pengusaha.
c.       Sistem Manajemen pendidikan

Sistem manajemen yang dimaksud disini adalah sebuah aturan – aturan yang dibuat oleh
pemerintah yang diimplementasikan oleh lembaga pendidikan dengan dipimpin leh seorang leader.

d.      Fasilitas Penunjang.

Fasilitas seperti sarana dan prasarana sekolah tidak dapat dipandang sebelah mata dalam proses
pelaksanaan inovasi pendidikan. Fasilitas terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang
paling esensial  dalam mengadakan sebuah pembaharuan pendidikan. Fasilitas yang dimaksud
antara lain: alat peraga pendidikan, laboratrium, gedung, perpustakaan, buku – buku pelajaran.

e.       Lingkungan Sosial Masyarakat

Hal yang secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan pembaharuan pendidikan adalah
lingkungan sosial masyarakat sekita sekolah. Keterlibatan masyarakat akan membantu para inovator
dalam pelaksanaan tugasnya.

D.    HAMBATAN – HAMBATAN YANG MEMPENGARUHI INOVASI PENDIDIKAN

Lembaga pendidikan formal atau sekolah sebagai suatu subsistem dari sistem sosial saling
mempengaruhi dengan sistem sosial tersebut. Jika terjadi perubahan dalam sistem sosial maka
terjadi pula perubahan dalam lembaga pendidikan. Sebagai contoh bila dalam masyarakat
dibutuhkan seorang ahli atau orang yang mempunyai keterampilan dalam bidang komputer, maka
lembaga pendidikan akan mengadakan program pendidikan dalam bidang komputer. Jadi jelaslah
bahwa hubungan antara lembaga pendidikan sangat erat dengan sistem sosial.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam lembaga pendidikan formal seperti
sekolah dapat diciptakan inovasi-inovasi baru dalam setiap komponennya. Inovasi ini harus
disebarkan agar terjadi perubahan sosial. Usaha penyebaran inovasi ini bukan hal yang mudah untuk
dilaksanakan. Ada kalanya inovasi cepat diterima oleh masyarakat, terkadang sulit untuk diterima.
Oleh karena itu keberhasilan suatu inovasi ditentukan oleh banyak faktor. Di bawah ini merupakan
enam faktor utama penghambat inovasi yang dikemukakan oleh Ibrahim, antara lain:

a.       Estimasi tidak tepat terhadap inovasi


Hambatan yang disebabkan oleh tidak tepatnya perencanaan atau estimasi dalam proses
difusi inovasi antara lain, tidak tepat dalam mempertimbangkan implementasi inovasi, kurang
adanya kerja sama antarpelaksana inovasi, tidak adanya persamaan pendapat tentang tujuan yang
akan dicapai, tidak jelas struktur pengambilan keputusan, komunikasi yang tidak lancar, adanya
tekanan dari pemerintah untuk mempercepat hasil inovasi dalam waktu yang sangat singkat.

Oleh karena itu para pelaksana inovasi agar benar-benar merencanakan dan
mempertimbangkan segala kemungkinan yang akan terjadi pada tempat yang menjadi sasaran
inovasi.
b.      Konflik dan motivasi
Hambatan ini diakibatkan karena adanya masalah-masalah pribadi, seperti  adanya
pertentangan antaranggota tim, adanya rasa iri antara anggota yang satu dengan yang lain, ada
anggota tim yang tidak semangat kerja, pimpinan yang terlalu kaku dan berpandangan sempit,
kurang adanya penguatan atau hadiah terhadap anggota yang melaksanakan tugas dengan baik.

c.            Inovasi tidak berkembang


Inovasi tidak berkembang karena hal-hal seperti, lambatnya material yang diterima, alokasi
dana yang tidak tepat, terjadi inflasi, pergantian pengurus  yang terlalu cepat sehingga mengganggu
kontinuitas tugas.

d.      Masalah keuangan


Yang termasuk dalam hambatan keuangan yaitu tidak memadainya dana dari pemerintah
daerah atau pemerintah pusat, kondisi perekonomian secara nasional dan penundaan penyampaian
dana. Oleh karena itu dituntut kemampuan untuk mencari sumber-sumber dana lain yang akan
digunakan untuk pembiayaan pelaksanaan inovasi.

e.          Penolakan inovasi dari kelompok tertentu


Penolakan inovasi yang dimaksud bukan penolakan karena kurang dana atau masalah
personalia, tetapi penolakan masuknya inovasi karena beberapa faktor berikut, yaitu  adanya
pertentangan dalam memandang inovasi, adanya kecurigaan masyarakat akan masuknya inovasi
tersebut.

f.          Kurang adanya hubungan sosial


Faktor terakhir ini terdiri dari dua hal, yaitu hubungan antaranggota kelompok pelaksana
inovasi dan hubungan dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya ketidakharmonisan
antaranggota proyek inovasi.     

      Selain hambatan-hambatan yang telah dijelaskan di atas, dari penelitian dari beberapa  ahli
ditemukan beberapa hambatan dalam penyebaran inovasi antara lain:

a.       Hambatan geografi


Indonesia sebagai negara kepulauan tentu saja merupakan tantangan dalam penyebaran
inovasi. Hambatan geografis mencakup jarak yang jauh, transportasi yang kurang lancar, daerah
yang terisolir, keadaan iklim yang tidak mendukung. Oleh karena itu dalam perencanaan inovasi
perlu dipertimbangkan kondisi geografis dan sarana transportasi.
b.      Hambatan sejarah
      Hambatan sejarah, meliputi hal-hal  peraturan-peraturan yang diwariskan oleh kolonial, tradisi yang
bertentangan dengan inovasi.

c.       Hambatan ekonom


Hambatan ekonomi meliputi ketersediaannya dana dari pemerintah dan pengaruh adanya
inflasi. Dari data hasil penelitian, pelaksanaan inovasi kurang memperhitungkan perencanaan
penggunaan dana dan kurang memperhitungkan adanya inflasi.
d.      Hambatan prosedur
      Termasuk dalam hambatan prosedur ialah kurang terampilnya tenaga pelaksana inovasi, kurang
koordinasi antarbagian pelaksana inovasi, tidak cukup persediaan material yang digunakan.
e.         Hambatan personal
      Hal-hal yang menjadi hambatan personal yaitu kurang adanya penguatan (hadiah) bagi penerima
dan pemakai inovasi, orang yang memegang peranan penting dalam penyebaran inovasi tidak
terbuka, sikap kaku dan pengetahuan yang sempit dari orang-orang yang melaksanakan inovasi serta
adanya pertentangan pribadi antarpelaksana proyek inovasi.

f.       Hambatan sosial budaya


      Hambatan sosial budaya yang dianggap penting adalah adanya pertentangan ideologi tentang
proyek inovasi. Hal lain yang termasuk dalam hambatan sosial budaya yaitu kurang adanya tukar
pikiran, perbedaan budaya dan kurang harmonisnya hubungan antara pelaksana proyek inovasi
dengan penerima inovasi.

g.      Hambatan Politik


      Hambatan politik merupakan peringkat terendah dari berbagai aspek penghambat inovasi. Adapun
yang termasuk dalam hambatan politik ialah kurangnya hubungan baik dengan pimpinan politik,
adanya pergantian pemerintah sehingga berpengaruh pada kontinuitas inovasi, adanya keberatan
dari pemerintah terhadap pelaksanaan inovasi dan kurangnya pengertian dan perhatian dari
pemerintah akan pelaksanaan inovasi.

Fullan (1996) mengkategorikan 3 faktor kunci yang mempengaruhi proses penerapan


inovasi  dalam bidang pendidikan yakni, karakteristik perubahan, karakteristik lokal dan faktor
eksternal.

a.     Karakteristik Perubahan:

      •   Kebutuhan

      •   Kejelasan

      •   Kompleksitas

      •   Kualitas

b.     Karakteristik Lokal:  

      •   Wilayah       

      •  Komunitas   

      •   Kepala Sekolah

      •   Guru

c.      Faktor Eksternal:

      •  Pemerintah dan Agen Lain

Banyak inovasi di sekolah diterapkan tanpa memperhatikan kebutuhan. Kebutuhan yang


dimaksud di sini adalah, kebutuhan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh
seorang guru tidak merasa perlu adanya inovasi berupa penggunaan komputer dalam pembelajaran
karena menurutnya siswa-siswinya belum dapat mengoperasikan komputer. Bila inovasi ini
diteruskan maka dana untuk pengadaan komputer akan terbuang dengan sia-sia.

Masalah lain yang dialami dalam proses penerapan inovasi adalah kejelasan. Masalah
kejelasan ini selalu ditemukan dalam setiap penelitian tentang inovasi. Banyak guru sebagai
pengadopsi inovasi tidak dapat mengidentifikasi apa esensi dari inovasi yang sedang diterapkan. Hal
ini tentu saja membuat proses adopsi inovasi tidak berjalan dengan baik.

Kompleksitas juga dapat mempengaruhi proses adopsi inovasi. Kompleksitas yang dimaksud
di sini adalah, kompleksitas yang berkaitan dengan tingkat tanggung jawab individu yang terlibat
dalam proses implementasi. Jumlah individu yang besar pada satu sisi dapat menguntungkan karena
dapat mempercepat pekerjaan, tapi pada sisi yang lain dapat juga menyebabkan kegagalan karena
kompleksnya masalah tanggung jawab individu yang terlibat dalam inovasi ini.

Kualitas dari bahan-bahan atau sumber-sumber yang digunakan dalam penerapan inovasi
juga mempengaruhi proses penerimaan inovasi. Dengan bahan-bahan yang berkualitas tentu saja
membuat inovasi cepat diterima oleh masyarakat. Kualitas ini juga terkait dengan masalah
kebutuhan, kejelasan dan kompleksitas.

Wilayah yang dimaksudkan di sini adalah, penguasa atau penentu kebijakan. Inovasi dalam
bidang pendidikan yang tidak akan berhasil dengan baik bila tidak ada dukungan dan sikap
menerima dari penentu kebijakan baik secara lokal maupun wilayah. Dengan contoh sikap dan
dukungan ini maka guru akan selalu berusaha mengembangkan inovasi dan tidak  akan bersikap
apatis terhadap inovasi.

Dalam menerapkan inovasi, terkadang karakteristik komunitas diabaikan. Kestabilan politik


yang terjadi di suatu komunitas masyarakat merupakan syarat utama dalam penerapan inovasi. Pada
komunitas yang sedang mengalami konflik, yang terpikirkan oleh masyarakatnya adalah bagaimana
menyelamatkan nasib mereka bukan memikirkan menerima inovasi.

Sekolah adalah, unit atau pusat dari adanya perubahan yang ditandai oleh adanya inovasi.
Oleh karena itu kepala sekolah memegang peranan penting dalam hal ini, karena kepala sekolah
merupakan orang yang dapat membentuk kondisi organisasi seperti mengembangkan tujuan,
mengkolaborasikan struktur dan iklim organisasi dan merumuskan prosedur pengawasan.

Karakteristik guru juga memegang peranan penting dalam penerapan inovasi. Kepribadian,
jenjang karir membuat guru merasa lebih teraktualisasi diri sehingga berdampak pada sukses
tidaknya penerapan inovasi. Kerja sama yang baik antarsesama guru membuat inovasi dapat
diterapkan dengan baik.

Prioritas pendidikan bagi provinsi dan nasional ditentukan oleh birokrasi pemerintahan. Hal
ini membuat proses penerapan inovasi dalam bidang pendidikan sulit tercapai karena kurang
koordinasi antarbirokrasi pemerintahan.

Selain hal-hal tersebut di atas, faktor yang mempengaruhi inovasi dalam bidang pendidikan
adalah kecepatan adopsi suatu inovasi. Kecepatan adopsi adalah tingkat kecepatan penerimaan
inovasi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerima yang
mengadopsi suatu ide baru dalam suatu periode waktu tertentu.
Di bawah ini akan diuraikan tentang variabel yang mempengaruhi kecepatan adopsi yang
lainnya yaitu:

1.      Tipe keputusan inovasi


Tipe keputusan inovasi mempengaruhi kecepatan adopsi. Tipe keputusan inovasi dibagi
menjadi tiga yaitu, keputusan opsional, keputusan kolektif dan keputusan otoritas. Keputusan
opsional biasanya lebih cepat daripada keputusan kolektif, tetapi lebih lambat daripada keputusan
otoritas. Kecepatan adopsi yang paling lambat adalah tipe keputusan kontingen karena harus
melibatkan dua urutan atau lebih. Jadi semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pembuatan
keputusan inovasi, semakin lambat tempo adopsinya. Hal ini tentu saja ini sangat tidak
menguntungkan dalam penyebaran inovasi. Untuk itu dalam rangka mempercepat kecepatan adopsi
maka perlu dipilih unit pembuatan keputusan yang sedikit melibatkan orang.
2.      Sifat saluran komunikasi yang digunakan
      Saluran komunikasi adalah alat yang digunakan untuk menyebarkan suatu inovasi.
Saluran komunikasi dibagi menjadi saluran komunikasi massa dan interpersonal, serta saluran lokal
dan saluran kosmopolit. Saluran interpersonal adalah saluran yang melibatkan pertemuan tatap
muka antara dua orang atau lebih, misalnya percakapan langsung, dan pertemuan kelompok.
Sedangkan saluran media massa adalah alat-alat penyampai pesan yang memungkinkan sumber
mencapai suatu audiens dalam jumlah besar yang dapat menembus ruang dan waktu contohnya
radio, televisi, film, surat kabar, buku dan sebagainya. Saluran antarpribadi disebutlokalit jika
kontak-kontak langsung itu sebatas daerah atau sistem sosial itu saja, sebaliknya saluran media
massa dapat dipastikan bersifat kosmopolit karena tidak terbatas pada satu daerah dan sistem sosial
saja. Saluran komunikasi mempengaruhi kecepatan adopsi, misalnya jika saluran komunikasi
interpersonal yang dipergunakan untuk menciptakan kesadaran pengetahuan (menunjukkan adanya
inovasi) seperti yang terjadi pada masyarakat pedesaan yang belum ada media massa, kecepatan
adopsi akan lambat karena penyebaran pengetahuan tidak berjalan cepat.
3.        Ciri-ciri sistem sosial
      Dalam suatu sistem yang modern tempo adopsi mungkin lebih cepat, karena di sini
kurang ada rintangan sikap di antara penerima (anggota sistem sosial), sedangkan dalam sistem
sosial yang tradisional, mungkin tempo adopsi lebih lambat.
4.      Agen pembaharu
      Agen pembaharu adalah pekerja profesional yang berusaha mempengaruhi atau
mengarahkan keputusan inovasi orang lain selaras dengan yang diinginkan oleh lembaga
pembaharuan di mana ia bekerja. Para guru, penyuluh lapangan, pekerja sosial, juru dakwah dan
misionaris adalah agen pembaharu. Agen pembaharu juga mempengaruhi kecepatan adopsi dengan
jalan melakukan promosi-promosi. Hubungan antara kecepatan adopsi dengan usaha agen
pembaharu tidak langsung dan linier. Pada tahap-tahap tertentu usaha keras agen pembaharu
mendatangkan hasil yang besar, pada saat yang lain terkadang usaha agen pembaharu tidak
mendatangkan hasil yang baik karena kurang berhasilnya agen pembaharu dalam mempengaruhi
pemuka masyarakat untuk memulai mengadopsi inovasi.

E.     Gambaran-gambaran dalam Inovasi pendidikan.

Gambaran dalam Inovasi pendidikan maksudnya suatu rancangan atau gagasan yang ingin
dicapai dalam inovasi pendidikan, yang mana perubahan tersebut telah disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman. Rancangan atau gagasan ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dan menyongsong system pendidikan yang lebih baik.

Contoh inovasi pendidikan

1.      Sekolah Unggulan


Untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia, pemerintah
mempunyai gagasan dengan diadakannya sekolah berstandar Internasonal yang bertujuan agar
mampu menghasilkan kader bangsa yang intelektual dan ,mampu bersaing dengan dunia
Internasional.

Dalam sekolah Unggulan (Sekolah Berstandar Internasional) biasanya ada penekanan khusus
misalnya dalam bahasa pengantar menggunakan bahasa inggris yang notabene sebagai bahasa
Internasional, penggunaan IT yang sesuai dengan standar Internasional, penyeleksian yang ketat bagi
siswa yang ingin masuk di kelas unggulan tersebut, dan disiplin dalam proses pembelajaran agar
sesuai dengan tujuan yang diharapkan serta menghasilkan output yang berkualitas Internasioanal.

2.      Televisi Pendidikan


Dengan berkembangnya IPTEK, pendidikan juga selalu mengikuti tuntutan tersebut, dalam
pelaksanaan pendidikan nonformal televisi-televisi swasta mencangkan program pembelajaran
seperti pendidikan bahasa Inggris yang bertujuan agar masyarakat tidak ketinggalan meskipun tidak
duduk dibangku pendidikan, serta mensukseskan program pemerintah untuk tercapainya tujuan
pendidikan nasional.

Tujuan Inovasi

Menurut Santoso (1974), tujuan utama inovasi yaitu meningkatkan sumber-sumber tenaga,
uang dann sarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi.

Jadi dalam hal ini yang perlu ditingkatkan adalah guru (pengajar), uang dan alat-alat
penunjang pembelajaran serta gedung dan tata cara (proses) pembelajaran tersebut.

Tujuan inovasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas dan efektifitas
sarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyak, dengan hasil pendidikan sebesar-besarnya
(menurut kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat dan pembangunan), dengan menggunakan
sumber, tenaga,, uang, alat dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya.

Yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana caranya untuk menggunakan modal
(sumber, tenaga, uang, alat dan waktu) yang ada dengan seminimal mungkin tetapi bisa
menghasilkan hasil yang baik.

Jika dikaji, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu :
a. Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan
teknologi sehinggga semakin lama pendidikan di Indonesia semakin berjalan sejajar dengan
kemajua-kemajuan tersebut.
b. Mengusahakan terselenggarakannya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap
warga Negara. Misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SLTP, SLTA dan PT.

Tujuan pendidikan Indonesia JIka disimpulkan bahwa saat ini Indonesia sedang mengejar
ketertinggalan iptek secara global yang berjalan sangat cepat dan berusaha agar pendidikan bisa
dirasakan dan didapatkan oleh semua warga Indonesia.
Disamping itu, akan diusahakan peningkatan mutu yang dirasakan makin menurun dewasa ini.
Dengan sistem penyampaian yang baru, diharapkan peserta didik menjadi manusia yang aktif, kreatif
dan terampil memecahkan masalahnya sendiri.

Tujuan jangka panjang yang hendak dicapai adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.

Proses pembaharuan pendidikan dan pengajaran

1. Invetion (penemuan)

Invetion meliputi penemuan-penemuan/penciptaan tentang suatu hal yang baru. Invetion


biasanya merupakan adaptasi dari apa yang telah ada. Akan tetapi pembaharuan yang terjadi dalam
pendidikan terkadang menggambarkan suatu hasil yang sangat berbeda dengan yang terjadi
sebelumnya. Contohnya dalam abjad pelajaran yang ditemukan oleh seorang inventor James
Pitman.

2. Development (pengembangan)

Pembaharuan biasanya harus mengalami pengembangan sebelum ia masuk dalam dimensi


skala yang besar. Development seringkali bergandengan dengan riset. Sehingga prosedur-prosedur
“research and development” (R & D) adalah yang biasanya digunakan dalam pendidikan.

3. Diffusion (penyebaran)

Adalah persebaran suatu ide baru dari sumber inventationnya kepada pemakai/penyerap
yang terakhir.

4. Adaption (penyerapan)

Beberapa tahap yang penting dalam penerapan pembaharuan pendidikan.


Pendekatan system dalam usaha pembaharuan pendidikan dipandang sebagai tanggapan
terhadap masalah pendidikan yang baru dan komprehensif. Pendekatan dalam pemecahan masalah
dan perencanaan pendidikan pada periode sebelumnya biasanya bersifat tidak menyeluruh dan
terikat pada salah satu prinsip tertentu.
Pendekatan sosial budaya didasarkan atas tuntutan/kebutuhan sosial akan pendidikan yang
berkembang popular dalam masyarakat. Sehingga mengabaikan alokasi sumber-sumber dalam skala
nasional. Kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan dan turunnya mutu serta efektifitas pendidikan.
Pendekatan tenaga kerja didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan untuk
pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga kurang mementingkan pendidikan dasar. Pendekatan
untung rugi mengutamakan prinsip keuntungan. Besarnya biaya pendidikan yang dikeluarkan tidak
boleh lebih besar dari pengembalian yang akan diperoleh sesudah pendidikan dilakukan.

Dengan memperhatikan pengalaman beberapa pendekatan itu, pembaharuan pendidikan


dengan pendekatan sistem untuk pemecahan masalah pendidikan yang mengutamakan kepentingan
subjek pendidikan lebih bersifat tanggap (responsif) terhadap masalah-asalah yang baru.

Pembaharuan pendidikan sebagai upaya untuk memperkembangkan pendekatan yang lebih


efektif dan ekonomis.

Kapan dan dimana saja kita harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kemampuan
manusia bukan saja untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan mengubah dirinya
(autoplastic), tetapi juga mampu mengubah lingkungannya demi kepentingan dirinya (autoplastic).
Manusia mampu menciptakan sesuatu yang baru, yang sebelumnya belum dikenal. Manusia juga
selalu berusaha dan mampu melakukan sesuatu dengan cara yang baru, yang sebelumnya belum
dikenal. Dengan kratifitas dan usaha yang tidak henti-hentinya, manusia menemukan sesuatu yang
baru yang mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik.

Empat masalah pokok yang harus diperbaharui :

1)      Masalah kuantitas dan pemerataan kesempatan belajar

Masalah ini yang mendapat prioritas utama yang perlu ditangani, yaitu dengan menciptakan sistem
pendidikan yang mampu menampung anak didik sebanyak mungkin di berbagai daerah.

2)      Masalah kualitas

Kurangnya dana, kurangnya jumlah guru, dan kurangnya fasilitas pendidikan, mempengaruhi
merosotnya mutu pendidikan.

3)      Masalah relevansi

Kurang sesuainya materi pendidikan dengan menyusun kurikulum baru.

4)      Masalah efisiensi dan keefektifan

Pendidikan harus diusahakan agar memperoleh hasil yang baik dengan dana dan waktu yang sedikit.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa Inovasi pendidikan di sini mengandung
makna suatu perubahan yang bersifat pembaharu dan kualitatif yang berbeda dari hal yang ada
sebelumnya serta sengaja diselenggarakan untuk menibngkatkan kemampuan dalam rangka
pencapaian tujuan Pendidikan Nasional. Dengan kata lain, suatu perubahan yang baru yang
menunjukkan ke arah perbaikan atau berbeda dari yang telah ada sebelumnya.kemudian adanya
pembaharuan ini merupakan galakan dari lembaga pendidikan di mana hal ini di lakukan untuk
mengeikuti perkembangan zaman yang semakin maju .

Proses pembaharuan pendidikan dan pengajaran yakni Invetion (penemuan), Development


(pengembangan), Diffusion (penyebaran), Adaption (penyerapan). Tujuan inovasi pendidikan adalah
meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas dan efektifitas sarana serta jumlah peserta didik
sebanyak-banyak, dengan hasil pendidikan sebesar-besarnya (menurut kriteria kebutuhan peserta
didik, masyarakat dan pembangunan), dengan menggunakan sumber, tenaga,, uang, alat dan waktu
dalam jumlah yang sekecil-kecilnya. Hambatan – hambatan dalam inovasi yakni antara lain adalah
Estimasi tidak tepat terhadap inovasi, Hambatan sosial budaya , hambatan politik , hambatan
sejarah , hambatan geografi dan lain – lainnya .
Dari kesimpulan juga dapat di katakann bahwa adanya perkembangan zaman ini maka lembaga
pendidikan yang di dalamnnya terdiri dari guru , kepala sekolah , kemudian setiap staf di sekolah
haruslah kerja sama dalam melakukan inovasi – inovasi untuk mengikuuti zaman ini agar dunia
pendidikan kita umumnya tidak ketinggalan dengan negara lain.

DAFTAR PUSTAKA

Sallis Edward. ( 2010 ). Total Quality Management In Education :

Manajemen Mutu Pendidikan. Jogjakarta :IRCiSoD.

Suherli Kusmana ( 2010 ). Manajemen Inovasi Pendidikan. Pascasarjana

Unigal Press

Wijaya, Cece, dkk. 1992. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Ihsan, Fuad. 2001. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya

Hasbullah. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Pusat bahasa departemen pendidikan nasional, kamus besar bahasa Indonesia. Balai Pustaka:
Jakarta, 2003,

Partanto, A, Pius, Al Barry M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, penerbit Arkola surabaya.
Zahara Idrist ,Lisma Jamal, 1992. Pengantar Pendidikan, PT Gramedia Widasarana, Jakarta,

Suryobroto, 1990.,Beberapa Aspek Dasar-Dasar Kependidikan, PT Aneka Cipta, Jakarta,.

Diposkan oleh sickle lotuez di 21.34

Kirimkan Ini lewat Email

Dalam bidang pendidikan, banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya
pembaruan atau inovasi pendidikan. Inovasi yang terjadi dalam bidang pendidikan tersebut,
antara lain: dalam hal manajemen pendidikan, metode pengajaran, media, sumber belajar,
pelatihan guru, implementasi kurikulum, dan sebagainya
Model dan Contoh Kegiatan Inovasi Pendidikan
Ada dua model inovasi pendidikan, yaitu model “top down innovation” dan model “bottom
up innovation”. Model pertama adalah suatu inovasi yang datang dari atas atau yang
diciptakan oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
yang disponsori oleh lembaga-lembaga asing.
Kedua, adalah inovasi model “bottom up innovation”, yaitu model inovasi yang diciptakan
berdasarkan ide, kreasi, dan inisiatif sendiri oleh suatu lembaga pendidikan seperti sekolah,
universitas, guru, dosen, dan sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa contoh inovasi pendidikan yang telah dilakukan oleh Depdiknas
selama beberapa dekade terakhir ini, yaitu: Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP),
Sistem Pengajaran Modul, Guru Pamong, Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), dan sebagainya.
Contoh kegiatan inovasi pendidikan tersebut dapat disampaikan sebagai berikut:
1.    Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)
Proyek ini bertujuan untuk mencoba bentuk sistem persekolahan komprehensif dengan nama
“Sekolah Pembangunan”.
2.    Pengajaran dengan Sistem Modul
Sistem pengajaran ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas belajar mengajar
di sekolah, terutama yang berkaitan dengan penggunaan waktu, dana, fasilitas, dan tenaga
secara tepat guna dalam mencapai tujuan secara optimal.
3.    Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap
bahan yang dipelajari. CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan
harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi,
sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif
dan psikomolorik. Melalui proses kognitif, pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan
prinsip.

Inovasi dalam bidang Kurikulum


Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada
peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata
pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari
sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan
pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara
menyeluruh.
Berbagai kurikulum yang mewarnai dunia pendidikan di Indonesia :
1.    Rencana Pelajaran 1947
kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan ( dalam
bahasa belanda) artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa
inggris). asas pendidikan ditetapkan pancasila. rencana pelajaran 1947 baru dilaksanakan
sekolah-sekolah pada 1950.
2.    Rencana Pelajaran Terurai 1952
kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut rencana pelajaran terurai
1952.
3.    Kurikulum 1968
kelahiran kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti rencana pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk orde lama. tujuannya pada pembentukan manusia pancasila sejati.
kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. jumlah pelajarannya 9.
4.    Kurikulum 1975
kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management
by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, AK, M.Si, Direktur Pembinaan TK
dan SD Depdiknas.
5.    Kurikulum 1984
kurikulum 1984 mengusung process skill approach. meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. kurikulum ini juga sering disebut “kurikulum 1975 yang
disempurnakan”. posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. model ini disebut cara belajar siswa
aktif (CBSA) atau student active leaming (SAL).
6.    Kurikulum 1994 dan suplemen kurikulum 1999
kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“jiwanya ingin mengkombinasikan antara kurikulum 1975 dan kurikulum 1984, antara
pendekatan proses,” kata mudjito menjelaskan.
7.    Kurikulum 2004
bahasa kerennya kurikulum berbasis kompetensi (KBK). setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa.
8.    KTSP 2006
awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. muncullah kurikulum tingkat satuan pendidikan.
pelajaran ktsp masih tersendat. tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan kurikulum
2004. perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi
sekolah berada. hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh departemen pendidikan nasional.

Bidang metode
1.  Interaksi langsung tanpa media
2.  Interaksi tidak langsung melalui perantara : barang cetakan, rekaman suara,
visual.
3. Quantum learning
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat
mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang
menyenangkan dan bermanfaat.
4. Contextual Teaching and Learning /CTL
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
5. cooperative learning
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang
mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat
didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur.
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara
sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang
atau lebih. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan
faham konstruktivis.
6. Active learning
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua
potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil
belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping
itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian
siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
7. PAKEM
adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif
dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana demikian
rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar
memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun
pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang
pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif
dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu
menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga
memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-
mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu
curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup
jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai
siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah
tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan
tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya sepertibermain biasa.
8.  Sekolah satu atap merupakan model pendidikan berbeda jenjang TK dan SD, SD dan SMP
yang pelaksanaan kegiatan belajar mengajarnya berlangsung pada satu tempat. Model ini di
desain untuk mendekatkan lembaga pendidikan ke tempat yang paling mudah dijangkau oleh
masyarakat. Harapannya tidak lagi ada anak usia sekolah yang tidak bersekolah hanya karena
jarak tempuh ke sekolah yang jauh.

Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Hamalik, O. (1999). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasbullah. (2005). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hendra, A. (2009). “Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)”, tersedia di
http://nyongandikahendra.blogspot.com/2009/04/cara-belajar-siswa-aktif- cbsa.html
Idris, Z. (1991). Dasar-Dasar Kependidikan. Bandung: Angkasa.
Suryosubroto, B. (1990). Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Yamin, M. (2007). Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada Press.
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan: Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia
http://www

Anda mungkin juga menyukai