PEMBELAJARAN ABAD 21
A. Pembelajaran abad 21
Bob Gordon dari Universitas Northwestern, seperti dikutip Paul Krugman (2013),
mencatat, sebelumnya telah terjadi tiga revolusi industri.
1. Revolusi pertama saat ditemukannya mesin uap dan kereta api (1750-1830).
2. Revolusi Kedua, penemuan listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak (1870- 1900).
Konsep masyarakat informasi tidak lagi mengarah seperti era media yang telah
muncul pada era industrial atau sering disebut the first media age dimana
Akan tetapi masyarakat informasi yang berada pada the second media age yang memiliki
Pada pembelajaran abad 21, sangat diharapkan perubahan untuk menuju masyarakat
berpengetahuan (knowlwdge society), mampu memahami dan memanfaatkan Information
andCommunication Technologies (ICT). Pendidikan memegang peranan sangat penting
dan strategisdalam membangun masyarakat berpengetahuan yang memiliki keterampilan:
Peran penting TIK dalam menunjang tiga pilarkebijakan pendidikan nasional, yaitu:(1)
perluasan dan pemerataan akses; (2)peningkatan mutu, relevansi dan daya saing . Hasil
penelitian Kurniawati et,al (2005) menunjukan bahwa pada umumnya pendapat guru dan
siswa tentang manfaat ICT khususnya edukasi net antara lain : (1) Memudahkan guru dan
siswa dalam mencari sumber belajar alternative; (2 ) Bagi siswa dapat memperjelas materi
yang telah disampaikan oleh guru, karena disamping disertai gambar juga ada animasi
menarik; (3) Cara belajar lebih efisien; (4) Wawasan bertambah; (5) Mengetahui dan
mengikuti perkembangan materi dan info-info lain yang berhubungan dengan bidang
studi; dan (6) Membantu siswa melek ICT (Pujiriyanto, 2012).
Terdapat ungkapan bahwa, buku bisa digantikan dengan teknologi, tetapi peran guru
tidak bisa digantikan, bahkan harus diperkuat. Pada era sekarang, abad 21, guru harus
mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mendesain pembelajaran yang kreatif.
Kemampuan para guru untuk mendidik pada era pembelajaran digital perlu dipersiapkan
dengan memperkuat pedagogi siber pada diri guru. Guru yang lebih banyak berperan
sebagai fasilitator harus mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada untuk
mendesain pembelajaran kreatif yang memampukan siswa aktif dan berpikir kritis Oleh
karena itu karakteristik guru dalam abad 21 antara lain:
Pertama, guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan
inspirator Kemampuan guru dalam posisi sebagai fasilitator, ini berarti harus mengubah
cara berpikir bahwa guru adalah pusat (teacher center) menjadi siswa adalah pusat (student
Kedua, salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri
dan harus terus meningkatkan minat baca dengan menambah koleksi buku. Setiap kali
terdapat masalah pembelajaran, maka guru perlu menambah pengetahuan melalui bacaan
buku, baik
cetak maupun digital yang bisa diakses melalui internet.
Ketiga, guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis. Mempunyai
minat baca tinggi saja belum cukup bagi guru, tetapi harus memiliki keterampilan untuk
menulis. Guru juga dituntut untuk bisa menuangkan gagasangagasan inovatifnya dalam
bentuk buku atau karya ilmiah.
Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode
belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas
pembelajaran berbasis TIK.
1. Membentuk karakter siswa yang religius dengan memulai kegiatan belajar dengan
berdo’a
2. Menyampaikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tentang
keanekaragaman makhluk hidup (melalui tampilan slide di papan)
3. Menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa (melalui boneka yang dibawa oleh
siswa)
Dengan teknologi yang dikuasai oleh guru misalkan mencari sumber-sumber belajar
(video, artikel, dan praktisi lingkungan) akan menambah dapat wawasan siswa dan
menjadikan pembelajaran sesuai dengan kondisi lingkungan yang sebenarnya. Dengan
demikian, karakter guru yang positif (minat baca yang tinggi, rasa ingin tahu, mampu
berkomunikasi yang baik, mampu berinovasi, mengasosiasi pengetahuan baru menjadi
sebuah karya) akan dapat membentuk karakter peserta didiknya dalam menggunakan
media sebagai sumber belajarnya.
Sementara itu, abad 21 menuntut karakteristik siswa antara lain: (1) Keterampilan
belajar dan inovasi: berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi dan
kreativitas kolaboratif dan inovatif; (2) Keahlian literasi digital: literasi media baru dan
literasi ICT; dan (3) Kecakapan hidup dan karir: memiliki kemamuan inisiatif yang fleksibel
dan inisiatif adaptif, dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antarbudaya,
kecakapan kepemimpinan produktif dan akuntabel, serta bertanggungjawab. Tuntutan di
era global ini siswa harus menguasai beberapa aspek kemampuan yaitu Knowledge
economy (pengetahuan tentang ekonomi yang membutuhkan daya nalar yang kritis),
networking (pengetahuan tentang jaringan), global team (kemampuan untuk bekerja
sama dalam tim) dan innnovation driven ( dorongan untuk selalu mengembangkan
kreativitasnya). Dengan demikian di era 21 ini, siswa membutuhkan 4Cs yaitu critical
thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), collaboration (bekerja dalam tim),
dan creativity (kreatif).
Smaldino, S. E., dkk (2015: 23-24) menjelaskan bahwa ada 8 prinsip pembelajaran yang efektif
yaitu : 1. Mengkaji pengetahuan sebelumnya,
2. Mempertimbangkan perbedaan individual,
Pembelajaran akan bisa efektif jika guru sebelum memulai pembelajaran dengan
mengingatkan kembali kepada siswa pada pengetahuan (materi ajar) yang didapat sebelum
inti materi yang akan disajikan. Keberhasilan pembelajaran dikatakan berhasil apabila materi
ajar dapat dipahami dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Keaktifan siswa dapat dicapai apabila guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan
dinamisator selama proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat memanfaatkan
tenologi digital dan media online sebagai sumber pembelajaran dalam upaya mengaktifkan
siswa. Selain itu perlu menghubungkan materi ajar disesuaikan dengan kehidupan nyata
sehari-hari dimana lingkungan sosial siswa berada.
Prensky mendeskripsikan guru sebagai variabel proses hasil adopsi dan adaptasi teknologi
yang bergerak, baik secara cepat atau lambat. Ada empat fase proses adopsi dan adaptasi
guru dalam pemebelajaran abad 21 diantaranya: (1) berkecimpung (dabbling),(2) melakukan
hal-hal lama dengan cara lama (old things in old ways), (3) melakukan hal-hal lama dengan
cara-cara baru (old things in new ways) dan (4) melakukan hal-hal baru dengan cara-cara
baru (doing new things in new ways)
Smaldino, S. E., dkk (2015: 64-76) mengemukakan bahwa ada 10 tipe dari strategi
instruksional pembelajaran yang biasa digunakan di kelas diantaranya:
2. Demontrastion (Demonstrasi)
3. Drill and Practice (Latihan terus menerus dan Praktik)
4. Tutorial
5. Discussion (Diskusi)
6. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)
8. Games (Permainan)
9. Simulations (Simulasi)
menurut Saripudin (2015: 4-6) desain pembelajaran yang bisa dikembangkan pada
pembelajaran abad 21 diantaranya:
a. Project Base Learning
d. Cooperative Learning
2. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio digunakan untuk menilai produk yang berwujud seperti prestasi dalam
3. Penilaian Tradisional
Ketika guru membutuhkan informasi terkait pengetahuan dan keterampilan. Penilaian
tradisional menggunakan standar tes yang sudah ditentukan sebelumnya untuk mengetahui
progres belajar siswa. khusus yang dimiliki siswa, maka penilaian tradisional digunakan untuk
mendemonstrasikan tingkat pengetahuan siswa tersebut
KOMPETENSI GURU
1. Kompetensi guru
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru
dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran. Menurut peraturan menteri Pendidikan Nasional No 16 tahun 2007 tentang
kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berbunyi bahwa setiap guru wajib memenuhi
kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional
B. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi Kepribadian menjadikan kita sebagai figur yang Mantap, Berakhlak mulia, Arif
dan bijaksana, Berwibawa, Stabil, Dewasa, Jujur, Menjadi teladan bagi peserta didik dan
masyarakat, Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, Mengembangkan diri secara
mandiri dan berkelanjutan.
C. Kompetensi Sosial
D. Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional meliputi penguasan 1). Materi pelajaran secara luas dan mendalam
sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran
yang diampu 2). Konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang
relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan,
mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 20 disebutkan
bahwa Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial
ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
Persoalan kualitas guru dan pengelolaan layanan tenaga ahli kependidikan di Indonesia
masih menjadi persoalan besar. Program sertifikasi yang dilaksanakan dengan beragam
bentuk tetap menyisakan banyak persoalan. Dapat diuraikan masalah tersebut antara lain :
2. kebijakan sertifikasi belum memberikan dampak yang positif, terbukti adanya keluhan
macetnya tunjangan, harapan pembelajaran berkualitas yang absen, dan kinerja guru
tidak menunjukkan peningkatan.
4. Fenomena keengganan guru untuk mengikuti sertifikasi model PPG karena harus
dibiayai oleh guru yang bersangkutan.
6. Pembelajaran sebagai interaksi budaya unik (ideosyncratic respons) antara guru dan siswa
seolah menjadi kotak masif sangat rahasia (black box) yang tidak menjadi fokus diagnosa
untuk tindak lanjut peningkatan profesionalisme guru
8. Empat dimensi kompetensi guru cenderung terfragmentasi dari konteks dan basis
pengalaman holistik sehingga masih berkutat pada istilah “pengembangan” yang
dipersempit pada aktifitas pengembangan kemampuan mengajar (professional teaching)
2. Apresiasi memadai diberikan baik kepada para guru, pengawas maupun Dinas
Pendidikan
Kabupaten/Kota yang berhasil melakukan transformasi kultur akademik
5. Pelayanan tenaga ahli kependidikan sebaiknya diberikan rujukan yang jelas sebagai
pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan profesi guru
6. Revitalisasi Sistem perekrutan yang ketat dan dilakukan oleh LPTK yang benar-benar
mendapat mandatoris untuk mencetak guru profesional
LPTK melakukan Pendekatan baru dalam proses pembelajaran yang lebih berpusat pada
mahasiswa calon guru sehingga wawasan tentang prinsip-prinsip belajar berpusat pada
mahasiswa menjadi salah satu wawasan profesionalisme dalam pendidikan dan latihan
pengembangan profesionalisme guru (in service training) meliputi; (1) Paradigma baru
tentang metode pembelajaran menyangkut filosofi dan keyakinan epistimologis yang
mendasar tentang pengetahuan dan bagaimana proses belajar. (2). Pembelajaran
memerlukan lingkungan pembelajaran yang lebih kondusif, dan Metode pembelajaran bagi
calon guru harus bersifat transformati untuk membentuk kultur continuous professional
learning sejak awal. (3). Dosen LPTK bukankan satu-satunya sumber belajar dan lebih harus
berperan sebagai fasilitator dengan ide-ide baru dalam konteks nasional dan internasional.
(4). Dosen LPTK perlu mendorong dan merencanakan dengan baik terjadinya kerja
kelompok. (5). Dosen sebaiknya memberikan pengalaman belajar terpadu dan
menggunakan team teaching (6). dosen perlu dilatih menyusun rencana pembelajaran
otentik, terpadu, dan mahasiswa belajar aktif.
d. Sistem penghargaan dan insentif bagi guru melalui kepangkatan, promosi jabatan, gaji
guru, beasiswa pendidikan, jaminan kesejahteraan guru, insentif dalam masa jabatan dan
insentif berbasis kerja
e. Integrasi EMIS (Sistem Informasi Manajemen Pendidikan) melalui perbaikan data base
guru, layanan pengelolaan pengembangan profesionalisme guru yang terdesentralisasi
seperti laporan dan rencana tindak lanjut
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Hal yang terpenting adalah masukan atau input
yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Apa yang terjadi di
antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja
yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur.
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behaviotistik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu
juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan.
Misalnya, ketika siswa diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan
semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif
(positive reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru
meningkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif
(negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus
yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respons.
Menurut Thorndike, Perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat
berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat
diamati.
Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang
dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain
yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang
dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan.
Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus
dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel)
dan dapat diukur.pemikiran watson adalah sebagai berikut ini:
Teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
Teori Guthrie mengatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung
hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih
tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan
menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon
tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan
penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang
1. Tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau
hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon,
3. Pandangan behavioristik tidak sempurna karena kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama,
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Ketidaksamaannya
terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan
muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang
siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan
siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan
pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang
disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive
reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah
bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar
memperkuat respons.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada
teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang
Menurut Thorndike peran yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Membentuk kebiasaan siswa. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dengan
sendirinya
2. Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah. Karena
mengubah kebiasaan yang telah terbentuk adalah hal yang sangat sulit.
3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan, jika satu kebiasaan saja sudah cukup
4. Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan
digunakan.
Pada jaman modern ini, aplikasi teori behavioristik berkembang pada pembelajaran dengan
powerpoint dan multimedia. Dalam pembelajaran dengan powerpoint, pembelajaran
cenderung terjadi satu arah. Materi disampaikan dalam bentuk powerpoint yang telah
disusun secara rinci. Sementara itu pada pembelajaran dengan multimedia, siswa diharapkan
memiliki pemahaman yang sama dengan pengembang, materi disusun dengan perencanaan
yang rinci dan ketat dengan urutan yang jelas, latihan yang diberikan pun cenderung
memiliki satu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dengan multimedia cenderung
diberikan sebagai penguatan dalam setiap soal, hal ini serupa dengan program pembelajaran
yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012), dimana Skinner mengembangkan model
pembelajaran yang disebut “teaching machine” yang memberikan feedback kepada siswa
bila memberikan jawaban benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar
feedback pada akhir test.
Dasar munculnya teori kognitif adalah setiap makhluk hidup mempunyai sel-sel syaraf
yang berkembang seiring dengan usianya. Manusia memiliki 4 bagian : Otak naluriah,
penyeimbang, emosional, korteks yang mengagumkan. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran perlu memperhatikan kemampuan kognitif setiap pebelajar
Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon namun tingkah
laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling
berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau
Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan
menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam
pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Pemikiran piaget adalah sebagai berikut :
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Piaget membagi tahaptahap perkembangan
kognitif ini menjadi empat yaitu;
1. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun) Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari
kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Pada tahap sensorimotor, anak
belajar tentang dunia melalui sentuhan dan indera lainnya.
2. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun). Pada tahap ini anak mulai mengatur objek
secara logis. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol
atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi
menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak
telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun
masih sangat sederhana. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat
memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks.
3. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur
dan semakin abstrak cara berpikirnya. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak
sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.
Beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi
pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif, dikemukakan secara
singkat sebagai berikut (Degeng, 1989):
a. Hirarhki belajar. Gagne menekankan Keterkaitan di antara bagian-bagian bidang studi
yang dituangkan dalam bentuk prasyarat belajar
b. Analisis tugas. Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi
adalah information-processing approach to task analysis. Hubungan prosedural menunjukkan
bahwa seseorang dapat saja mempelajari langkah terahkir dari suatu prosedur pertama kali,
tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat mulai dari langkah yang terahkir.
e. Teori Skema. Hasil belajar sebagai hasil pengorganisasian struktur kognitif yang baru,
merupakan integrasi antara pengetahuan yang lama dengan yang baru. Struktur kognitif
yang baru ini nantinya akan menjadi assimilative schema pada proses belajar berikutnya.
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang
berkaian dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak
lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan
dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar
lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip
sebagai berikut:
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama
jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman
dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman
atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal. Agar bermakna,
informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatiakan, karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara umum memililiki pandangan yang sama yaitu
mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut Piaget, hanya dengan
mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sementara itu, Bruner lebih banyak memberikan
kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery). Cara
demikian akan mengarahkan siswa pada bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak
dilakukan pengulangan. Hal ini tercermin dari model kurikulum spiral yang dikemukakannya.
Berbeda dengan Bruner, Ausubel lebih mementingkan strutur disiplin ilmu. Dalam proses
belajar lebih banyak menekankan pada cara berfikir deduktif. Hal ini tampak dari konsepsinya
mengenai Advance Organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan
dipelajari siswa. Penerapan teori kognitif ini contohnya pada pembelajaran mandiri, model
diskusi dengan memfokuskan pada perkembangan siswa dan guru sebagai fasilitator. Selain
itu, untuk memberikan pembelajaran yang bermakna dapat digunakan metode :
a. Mnemonic Device. Mnemonic Device adalah suatu teknik untuk memudahkan mengingat
sesuatu yang dilakukan dengan membuat rumusan atau ungkapan, atau menghubungkan
kata, ide, dan khayalan.
b. Visual Aid. Selain Mnemonic Device, untuk membuat siswa tersebut dapat memanfaatkan
kedua bagian otaknya, kiri dan kanan, maka menggunakan Visual Aid sebagai rangsangan
terhadap reaksi otak kanannya. Visual AID merupakan alat yang dapat membantu
memperjelas suatu uraian atau penjelasan yang berbentuk tabel, grafik, gambar, diagram /
bagan, peta, dan foto. Hal ini membuat pesan atau kronologis dari materi akan mudah
diterima oleh siswa.
DALAM PEMBELAJARAN
Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan
masyarakat masa depan yang dikehendaki.
Langkah strategis bagi perwujudan tujuan di atas adalah adanya layanan ahli
kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active learning atau
pendekatan cara belajar siswa aktif adalah landasan yang kokoh bagi terbentuknya
manusia-manusia masa depan yang diharapkan. Penerapan ajaran tut wuri handayani
merupakan wujud nyata yang bermakna bagi manusia masa kini dalam rangka
menjemput masa depan. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik dalam kegiatan
belajar dan pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut.
3) Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan metode evaluasi goal-free.
digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman
kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik dapat
diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan
proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi Merrill, atau
“strategi kognitif” dari Gagne, serta “sintesis” pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi
pengalaman siswa, dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai
perspektif.
Secara garis besarnya Ciri-ciri pembelajaran konstruktivistik adalah :
7) Isi belajar bias mmiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang
dipelajari
8) Mind berfungsi sbagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik
9) Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu, kita yang member
makna terhadap realitas
Teori belajar kokonstruktivistik merupakan teori belajar yang di pelopori oleh Lev Vygotsky.
Teori belajar ko-kontruktinvistik atau yang sering disebut sebagai teori belajar sosiokultur
merupakan teori belajar yang titik tekan utamanya adalah pada bagaimana seseorang
belajar dengan bantuan orang lain dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona
Proksimal Developmen (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi. Di mana
anak dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatu dan
memecahkan masalah yang dihadapinya. Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat
berfikir akan menyebabkan terjadinya perkembangan kognitif dalam diri seseorang.
Perkembangan menurut Vygotsky tidak bisa hanya dilihat dari fakta-fakta atau
keterampilan-keterampilan, namun lebih dari itu, perkembangan seseorang melewati dua
tataran. Tataran sosial (interpsikologis dan intermental) dan tataran psikologis
(intrapsikologis). Teori kokonstruktivistik menenpatkan intermental atau lingkungan sosial
sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta
perkembangan kognitif seseorang.
Vygotsky mengemukakan ada empat tahapan ZPD yang terjadi dalam perkembangan dan
pembelajaran, yaitu :
1. Tahap 1 : Tindakan anak masih dipengaruhi atau dibantu orang lain.
4. Tahap 4 : Tindakan anak spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk
berfikir abstrak.
C. Mediasi
Kunci utama untuk memahami proses sosial psikologis adalah tanda-tanda atau
lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator yang merupakan produk dari
lingkungan sosiokultural di mana seseorang berada. Untuk memahami alat-alat mediasi ini,
anak-anak dibantu oleh guru, orang dewasa maupun teman sebaya yang lebih faham.
Berdasarkan teori Vygotsky Yuliani (2005: 46) menyimpulkan beberapa hal yang perlu
untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran, yaitu :
5. Proses Belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan
ko-konstruksi
Dengan demikian, Penekanan peran guru dalam konstruktivistik adalah menentukan Strategi
yang dapat mempengaruhi proses, menentukan Strategi yang mempengaruhi hasil,
menumbuhkan Motivasi dan usaha yang dapat mempengaruhi belajar dan hasil unjuk kerja,
Kegiatan pembelajaran dengan teori behavioristik selama ini berlangsung banyak didominasi
oleh guru. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks. Diharapkan siswa
memiliki pandangan yang sama dengan guru, atau sama dengan buku teks tersebut.
Alternatif-alternatif perbedaan interpretasi di antara siswa terhadap fenomena sosial yang
kompleks tidak dipertimbangkan. Siswa belajar dalam isolasi, yang mempelajari kemampuan
tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya setiap hari. Pengajaran didasarkan
pada gagasan atau konsep-konsep yang sudah dianggap pasti atau baku, dan siswa harus
memahaminya. Pengkonstruksian pengetahuan baru oleh siswa tidak dihargai sebagai
kemampuan penguasaan pengetahuan.
Kurikulum disajikan dari bagian - bagian Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan
menuju ke seluruhan dengan menuju ke bagian - bagian, dan lebih
menekankan pada ketrampilan - mendekatkan pada konsep-konsep yang
ketrampilan dasar. lebih luas.
Siswa dalam pembelajaran konstruktivistik di abad 21 (ISTE dalam smaldino, dkk, 2010)
dituntut untuk:
1. memiliki kreativitas dan inovasi,
2. dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain,
3. menggunakan kemampuannya untuk mencari informasi dan menganalisis informasi
yang dia dapatkan,
4. berpikir kritis dalam memecahkan masalah ataupun dalam membuat keputusan,
5. memahami konsep-konsep dalam perkembangan teknologi dan mampu
mengoperasikannya.
Pada sistem pembelajaran abad 21 dan kurikulum 2013 teori konstruktivisme ini sangat
cocok diterapkan karena berorientasi pada kegiatan siswa (student center). Model-model
pembelajarannya menekankan agar bagaimana siswa lebih aktif untuk menggali informasi
dan mndapatkan pengalaman nyata di lapangan diantaranya melalui Tujuan yang
diharapkan adalah bagaimana siswa mampu memberikan solusi terhadap permasalahan
( Problem Solving ), bagaimana berfikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif
yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher-Order Thinking Skill) dan
bagaimana bekerja sama dengan teman dalam kelompok , perusahaan,Expert ataupun
masyarakat (Collaborative Work ).
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari
dari pada proses belajar itu sendiri untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta
a. Tahap pengalaman konkrit dimana seseorang mampu atau dapat mengalami suatu
peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya dan belum memiliki kesadaran
tentang hakekat dari peristiwa tersebut.
b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif dimana seseorang makin lama akan semakin
mampu melakukan observasi secara aktif dan melakukan refleksi dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa
hal itu mesti terjadi.
c. Tahap konseptualisasi dimana seseorang sudah berfikir induktif untuk membuat abstraksi,
mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang
menjadi obyek perhatiannya.
d. Tahap eksperimentasi aktif dimana seseorang sudah mampu Berfikir deduktif untuk
mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata.
Honey dan Mumford menggolonggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam
atau golongan, yaitu
a. Kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif
dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman baru.
Pemikirannya terbuka, mudah bergaul, menghargai pendapat orang lain namun cepat
bosan dan kurang pertimbangan. Orang-orang demikian senang pada hal-hal yang
sifatnya penemuan-penemuan baru, sehingga metode yang cocok adalah problem
solving, brainstorming.
b. Kelompok reflektor adalah mereka yang melakukan suatu tindakan sangat berhati-hati
dan penuh pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu
memperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Mereka tidak mudah
dipengaruhi dan cenderung konservatif.
d. Kelompok pragmatis adalah mereka yang mementingkan sifat-sifat yang praktis, tidak
suka berpanjang lebar dengan teori-teori. Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna
jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya baik
lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu;
Bloom dan Krathwohl (1956) menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh
individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar yang dirangkum
dalam “Taksonomi Bloom”. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom adalah
2) Pemahaman (menginterpretasikan)
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis.
Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari
pada bidang pendidikan, sehingga sukar meterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang
lebih konkrit dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia,
maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran
untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut. Teori humanistik akan sangat membantu
para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya
pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan
untuk mencapai tujuannya. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan
komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan
strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia
yang dicita-citakan tersebut.
5. Belajar ekperiensial
Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses belajar maka hal yang perlu dilakukan guru adalah
2. Berdiskusi peralatan apa yang dapat digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran mereka.
4. Menciptakan kualitas dari personal relationship diantara guru dan murid dengan menjadi
role model yang mereka butuhkan dalam hidupnya
5. Melepaskan topeng kekuasaan dan meluangkan waktu untuk mengetahui karakter siswa,
Proses pembelajaran akan dapat berlangsung secara efektif atau tidak, sangat ditentukan
oleh seberapa tinggi tingkat pemahaman pendidik tentang karakteristik yang dimiliki peserta
didiknya. Pemahaman karakteristik peserta didik sangat menentukan hasil belajar yang akan
dicapai, aktivitas yang perlu dilakukan, dan assesmen yang tepat bagi peserta didik. Atas
dasar ini sebenarnya karakteristik peserta didik harus menjadi perhatian dan pijakan pendidik
dalam melakukan seluruh aktivitas pembelajaran. Karakteristik peserta didik menurut
Smaldino (2015: 40) secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
karakteristik umum, kemampuan awal dan gaya belajar. Karakteristik umum peserta
didik (Smaldino 2015: 40; Muhammad Yaumi (2013: 118) yang meliputi: gender, etnik,
usia, kultural, status sosial, dan minat.
Perbedaan karakter laki laki dan perempuan perbedaannya pada fisiologis dan biologis,
peran, perilaku, kegiatan dan atribut di masyarakat. Sedangkan kesamaan peran dalam hak
dan kewajiban sesuai dengan adat istiadat, budaya masyarakat. Seperti kesetaraan dalam
memperoleh pekerjaan, peningkatan ilmu dan takwa, mencapai cita-cita menjadi guru,
dokter, dan lain-lain. Atas dasar karakteristik yang demikian tentunya akan berimplikasi
terhadap pengelolaan kelas, pengelompokan peserta didik, dan pemberian tugas yang
dilakukan pendidik.
Negara Indonesia merupakan Negara yang luas wilayahnya dan kaya akan etniknya.
sehingga dalam sekolah dan kelas tertentu terdapat multi etnik/suku bangsa, seperti dalam
satu kelas kadang terdiri dari peserta didik etnik Jawa, Sunda, Madura, Minang, dan Bali,
maupun etnik lainnya. Seorang pendidik tentunya dalam melakukan proses pembelajaran
perlu memperhatikan kondisi etnik dalam kelasnya. proses pembelajaran dengan peserta
didik yang multi etnik maka dalam melakukan interaksi dengan peserta didik di kelas
tersebut perlu menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua peserta didiknya.
Usia yang dimiliki peserta didik akan berkonsekuensi terhadap pendekatan pembelajaran,
motode, media, dan jenis evaluasi yang digunakan pendidik. Untuk itu kita berpedoman usia
perkembangan intelektual menurut piaget yaitu: 1. Tahap sensori motor (0,0 – 2,0 tahun) 2.
Tahap pra operasional (2,0 – 7,0 tahun) 3. Tahap operasional konkrit (7,0 – 11 tahun) 4. Tahap
operasional formal (11,0- 14,0 ke atas)
Berdasarkan teori perkembangan dari Piaget tersebut, selanjutnya dapat diketahui tiga
dalil pokok Piaget :
1. Bahwa perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi
dengan urutan yang sama.
2. Bahwa tahaptahap perkembangan didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental
(pengurutan, pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotesis dan penarikan
kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual.
Budaya yang ada di masyarakat kita sangatlah beragam, seperti kesenian, kepercayaan,
norma, kebiasaan, dan adat istiadat. Dengan demikian, kita mungkin akan menghadapi
peserta didik multikultural dalam kelas. Pendidikan multikultural menurut Choirul Mahfud
(2016: 187) memiliki ciri-ciri: 1) Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan
manusia berbudaya (berperadaban). 2). Materinya mangajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan,
nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural). 3) metodenya demokratis, yang
menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis
(multikulturalisme). 4). Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak
didik yang meliputi aspek persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya. Oleh
karenanya, dalam menghadapi peserta didik yang multikultural, perlu
mempertimbangkan keberagaman budaya tersebut, sehingga apa yang disampaikan
dapat diterima oleh semua peserta didik, atau tidak hanya berlaku untuk budaya
tertentu saja
Peserta didik pada suatu kelas biasanya berasal dari berbagai status sosial-ekonomi
masyarakat, baik dilihat dari latar belakang pekerjaan, jabatan ataupun kondisi ekonomi
orang tua. Oleh karena itu pendidik dituntut untuk mampu mengakomodasi hal-hal seperti
ini. Misal dalam proses pembelajaran pendidik jangan sampai membeda-bedakan atau
diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada peserta didiknya. Dan juga dalam
memberikan tugas-tugas juga yang sekiranya mampu diselesaikan oleh semua peserta didik
dengan latar belakang ekonomi sosial yang sangat beragam.
Minat dapat diartikan suatu rasa lebih suka, rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktivitas. Oleh karena itu apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan
minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingan orang
tersebut. Hendaknya pembelajaran terus ditumbuh kembangkan minat siswa agar selalu
tinggi. Indikator yang dimaksud meliputi: perasaan senang, ketertarikan peserta didik,
perhatian dalam belajar, keterlibatan belajar siswa, manfaat dan fungsi mata pelajaran. Minat
belajar merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran, dan perlu untuk selalu
ditingkatkan. Berbagai upaya perlu dilakukan pendidik untuk menumbuhkan minat belajar
peserta didiknya diantaranya pendidik menyampaikan tujuan/manfaat mempelajari suatu
tema/mata pelajaran, menggunakan media pembelajaran, dan menggunakan model
pembelajaran inovatif.
Setelah mempelajari materi tentang kemampuan awal peserta didik di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa:
Beberapa teknik mendeteksi kemampuan awal peserta didik dapat dilakukan diantaranya
dengan: menggunakan catatan atau dokumen yang tersedia, menggunakan tes prasyarat
(prerequisite test) dan tes awal (pre-test), mengadakan konsultasi individual, dan
menggunakan angket atau kuesioner kepada peserta didik untuk memperoleh informasi
terkait bagaimana karakteristik peserta didik khususnya kemampuan awal ataupun
pengalaman yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
Klasifikasi pembelajaran menurut Gagne (1977) meliputi lima jenis kemampuan atau ranah
belajar, yakni: keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan
psikomotor.
Peserta didik memiliki gerbang sensorik (visual, auditori, jasmani, dan kinestetik) yang
mereka lebih suka gunakan dan mana yang mahir penggunaannya. Bobi de porter (2000)
mengemukakan bahwa gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. Dalam kenyatannya, kita
semua memiliki ketiga gaya belajar itu; hanya saja biasanya satu gaya mendominasi (Rose
dan Nicholl, 1997). Tes berikut akan membantu setiap peserta didik mengidentifikasi gayanya
belajarnya.
Pelajar Visual
Dorong pelajar visual mempunyai banyak simbol dan gambar dalam catatan mereka. Dalam
matematika dan ilmu pengetahuan, tabel dan grafik akan memperdalam pemahaman
mereka. Peta pikiran dapat menjadi alat yang bagus bagi para pelajar visual belajar terbaik
saat mulai dengan “gambaran keseluruhan,” melakukan tinjauan umum mengenai bahan
pelajaran akan sangat membantu. Membaca bahan secara sekilas misalnya, memberikan
gambaran umum mengenai bahan bacaan sebelum mereka terjun kedalam perinciannya.
Pelajar Auditorial
Para pelajar Auditorial mungkin lebih suka merekam pada kaset dari pada mencatat, karena
mereka suka mendengarkan informasi berulang-ulang. Jika mereka kesulitan dengan satu
konsep bantulah mereka berbicara dengan diri mereka sendiri untuk memahaminya. Anda
dapat membuat fakta panjang yang mudah diingat oleh siwa auditorial dengan
mengubahnya menjadi lagu, dengan melodi yang sudah dikenal dengan baik.
Pelajar Kinestetik
Pelajar-pelajar ini menyukai terapan. Lakon pendek dan lucu terbukti dapat membantu.
Pelajar kinestetik suka belajar melalui gerakan dan paling baik menghafal informasi dengan
mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta. Banyak pelajar kinestetik menjauhkan diri dari
bangku, mereka lebih suka duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekeliling mereka.
Gaya berfikir seperti yang diungkapkan Anthony Gregorc (1982) yang mengembangkan
teori gaya berfikir berdasarkan dua variable, yaitu bagaimana cara kita melihat dunia
(bagaimana kita melihat dunia secara abstrak dan konkrit). Dan juga cara kita memahami
dunia (dalam pemahaman sistemasis dan acak). Menggunakan dua variable tersebut,
Gregorc mengkombinasikannya sehingga membentuk empat gaya berfikir:
a. Concrete Random Thinkers. pemikir ini, adalah pemikir yang menikmati eksperimen, juga
dikenal sebagai pemikir yang berbeda. Mereka ingin mengambil lompatan intuitif untuk
menciptakan. peserta didik menikmati menciptakan model baru dan hal-hal praktis yang
dihasilkan dari pengembangan pembelajaran dan konsep baru mereka. Pebelajar dengan
tipe ini mudah belajar melalui permainan,simulasi, proyek mandiri, dan discovery learning
b. Concrete Sequential Thinkers. pemikir ini berbasis pada aktifitas fisik yang dimaknai
dengan rasa. Mereka adalah detail oriented, dan mengingat merupakan hal mudah bagi
mereka. Mereka membutuhkan struktur, kerangka, jadwal, dan organisasi pembelajaran.
Pebelajar dengan tipe ini akan mudah belajar melalui workbook, pembelajaran berbasis
komputer, demonstrasi, dan praktik laboratorium yang terstruktur.
d. Abstract Random Thinkers. pemikir ini mengatur informasi melalui berbagi dan
berdiskusi. Mereka hidup di dunia perasaan dan emosi dan belajar dengan mempersonalisasi
informasi. Pebelajar dengan tipe ini akan mudah belajar melalui diskusi grup, ceramah, tanya
jawab, dan penggunaan.
STRATEGI
Pembelajaran logika, Problem solving dan strategi pertanyaan, Proses berpikir secara
sistematis, membuat pola, grafik, kode, Bekerja dengan angka, pengukuran, peluang,
geometri
3. Membuat diagram venn untuk mempolakan masalah agar mudah membangun pengertian
sehingga mudah dipecahkan.
4. Membuat analogi untuk menjelaskan sesuatu sehingga mudah dipahami, misalnya
menjelaskan tentang peristiwa erosi diwujudkan dengan analogi menumpahkan air pada
kepala yang tidak berambut, air akan cepat mengalir ke badan.
5. Menggunakan ketrampilan berpikir dari tingkat rendah hingga berpikir tingkat tinggi
untuk menyelesaikan masalah.
6. Mengkategorikan fakta – fakta yang dipelajari sesuai sifat dan jenisnya untuk
memudahkan mengingat.
7. Merancang suatu pola atau kode, atau simbol untuk mengetahui obyek yang ingin
dipelajari.
Mendengar dan merespon setiap suara, ritme, warna dan berbagai ungkapan kata
KECERDASAN MUSIKAL
Mengenali berbagai gaya musik, aliran,dan variasi budaya, Mengoleksi dan memainkan
instrumen musik, Mengembangkan kemampuan menyanyi dan atau memainkan instrumen,
Tertarik pada karir penyanyi, pemain instrumen, produser, pencipta lagu , Dapat menciptakan
komposisi atau instrumen musik
STRATEGI
STRATEGI
3. Metafora gambar
Metafora gambar adalah pengekspresian gagasan melalui pencitraan visual.
4. Sketsa gagasan
Strategi sketsa gagasan ini meminta peserta didik menggambarkan poin kunci, gagasan
utama, tema sentral, atau konsep yang diajarkan, agar cepat dan mudah sketsa tidak harus
rapi menyerupai kenyataan.
KECERDASAN KINESTETIK
STRATEGI
Melakukan drama, Gerakan kreatif, Tari , Memainkan alat-alat, Permainan kelas, Pendidikan
fisik, Perjalanan ke alam bebas,
KECERDASAN INTERPERSONAL
Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain, Membentuk dan menjaga
hubungan sosial, Mengetahui dan menggunakan cara yang beragam dalam berhubungan
dengan orang lain, Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain, Tertarik pada karir
pengajar, pekerja sosial, konseling
1. Berbagi rasa dengan teman sekelas, Mengajari teman sebaya kepada teman lain, berbagi
pengalaman, dengan teman yang berbeda-beda.
2. Kerja kelompok
Kelompok akan efektif jika terdiri atas tiga sampai delapan orang, untuk mengerjakan tugas
dengan cara yang berbeda-beda dengan diskusi, menganalisis video, menyusun laporan dan
lain sebagainya.
3. Simulasi
Simulasi melibatkan sekelompok orang yang bias bersifat spontan atau improvisasi
memainkan skenario yang dibuat guru.
KECERDASAN INTRAPERSONAL
Sadar akan wilayah emosinya, Bekerja mandiri, Membangun dan hidup sesuai dengan sistem
norma dan agama, Merencanakan tujuan dan pengembangan hidup, Berusaha untuk
mengaktualisasi diri, Memberdayakan orang lain
STRATEGI
Penulisan jurnal
KECERDASAN NATURALIS
Kecerdasan Naturalis adalah kombinasi sifat-sifat manusia yang mencakup kecakapan dalam
mengenal, mengklasifikasi flora fauna dan benda-benda alam lainnya serta memiliki
kepekaan terhadap kondisi lingkungan.
suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan, sangat menikmati berjalan-jalan di alam
terbuka, suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang,
menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, suka membawa pulang
serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, berprestasi dalam mata pelajaran IPA,
Biologi, dan lingkungan hidup.
STRATEGI
Salah satu pedekatan yang membantu memahami motivasi peserta didik adalah model ARCS
dari Keller. Empat aspek mendasar dari motivasi yang bisa dipertimbangkan para guru ketika
merancang mata pelajaran:
a. Perhatian (attention). b. Relevansi (relevance). c. Percaya diri (confidence). d. Kepuasan
(satisfaction).
faktor – faktor yang terkait dengan perbedaan gender, kesehatan, dan kondisi lingkungan
juga mempengaruhi pembelajaran. Berikut ini adalah teknik untuk menciptakan lingkungan
pembelajaran;
a. Lingkungan sekeliling
Lingkungan kelas berpengaruh pada kemampuan peserta didik untuk berfokus dan
menyerap informasi. Peningkatan seperti poster ikon dapat menampilkan isi pelajaran secara
visual. Sementara poster afirmasi menguatkan dialog internal peserta didik karena isi dari
poster afirmasi mengandung suatu motivasi dalam belajar. Penggunaan warna dapat
membatu dalam penguatan pembelajaran, karena otak berpikir dalam warna.
b. Alat bantu
Alat bantu merupakan benda yang dapat mewakili suatu gagasan misalnya:
c. Pengaturan Bangku
Disebagian besar ruangan kelas, bangku peserta didik dapat disusun untuk mendukung
tujuan belajar bagi pelajaran apapun. Adapun beberapa pilihan dalam mengatur bangku
kelas :
1) Setengah lingkaran : untuk diskusi kelompok besar yang dipimpin seorang fasilitator, yang
menulis gagasan pada media yang disediakan.
2) Merapatkan bangku ke dinding jika member tugas individu dan mengosongkan pusat
ruangan untuk member petunjuk kepada kelompok kecil ataumengadakan diskusi kelompok
besar sambil duduk dilantai.
3) Menggunakan kursi lipat agar lebih fleksibel.
1) subjek,
2) aktivitas atau proses interaksi, dan
3) Lingkungan belajar.
Model pembelajaran memiliki lima unsur dasar sebagaimana dikemukakan oleh Joyce &
Weil (1996) dan Winataputra (2001), yaitu: a) sintakmatik, b) sistem sosial, c) prinsip reaksi, d)
sistem pendukung, dan dampak instruksional dan pengiring.
Beberapa elemen yang menjadi karakteristik atau ciri pembelajaran kooperatif menurut
Slavin (1995) adalah:
1) saling ketergantungan positif (positive interdependence),
Langkah Kerja Kelompok, nerupakan tahap inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok
dapat berbentuk kegiatan memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu
konsep yang dipelajari dengan berbagai cara seperti berdiskusi, eksplorasi, observasi,
percobaan, hingga browsing melalui internet, dan sebagainya. Guru perlu membuat panduan
untuk mengarahkan kegiatan kelompok. Panduan memuat tujuan, materi, waktu, cara kerja
kelompok dan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, serta hasil akhir yang
diharapkan dapat dicapai.
Langkah Tes/Kuis, yaitu langkah di mana semua siswa diharapkan telah mampu memahami
konsep/topik/masalah yang sudah dikaji bersama dan mampu menjawab tes atau kuis untuk
mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/ masalah yang dikaji. Penilaian
individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif dan ketrampilan sosial.
Evaluasi belajar dilakukan pada awal pelajaran sebagai pra tes, selama pembelajaran, serta
hasil akhir belajar siswa baik individu maupun kelompok. Selama proses pembelajaran,
evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap, keterampilan dan kemampuan berpikir serta
berkomunikasi siswa. Kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan
berpikir kritis dan logis dalam memberikan pkitangan atau argumentasi, kemauan untuk
bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama, tanggungjawab, keterbukaan, empati,
menghormati orang lain, persatuan, dan lain-lain, merupakan contoh aspek-aspek yang
dapat dinilai selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian dilakukan dalam bentuk
penilaian individu dan kelompok. Penilaian individu adalah evaluasi terhadap tingkat
pemahaman siswa terhadap materi yang dikaji, meliputi ranah kognitif, afektif, dan
keterampilan. Sedangkan, penilaian kelompok meliputi berbagai indikator keberhasilan
kelompok meliputi kekohesifan, dinamika kelompok, kepemimpinan, kerjasama, dan
sebagainya.
Langkah atau sintak inti pembelajaran pada kooperatif tipe STAD secara lengkap, jika kita
ingin menerapkan pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: 1) Orientasi
(apersepsi, penyampaian tujuan, dan memotivasi), 2) guru mempresentasikan materi, 3) siswa
belajar atau berdiskusi dalam kelompok, 4) siswa mengerjakan kuis individual, 5) pemberian
skor peningkatan individual, 6) penghargaan kelompok, dan 7) Penutup (penyampaian
review dan tindak lanjut)
2) Guru memberikan pengarahan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa di
masing-masing kelompok;
3) siswa dihadapkan pada suatu situasi yang memerlukan pemecahan atau suatu keputusan
yang harus ditentukan;
5) siswa merumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam menghadapi situasi tersebut,
antara lain merumuskan masalah, mennetukan peran anggota kelompok, dan merumuskan
alternatif cara yang akan digunakan;
6) dalam melaksanakan tiga langkah di atas, siswa dapat dibimbing oleh guru (guru
bertindak sebagai mentor);
9) siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik yang telah dikerjakan berdasarkan
tugas masing-masing kelompok, selanjutnya siswa bersama guru mengevaluasi
pembelajaran.
Model project based cooperative learning dikembangkan sintak dengan prinsip pemerataan
kelompok heterogen dan kerja sama dalam penyelesaian projek maupun diskusi. Hal utama
dalam model ini adalah efektivitas projek yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
Berikut sintak model PjBCL yang dapat Anda diterapkan:
1. Guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan inspirator.
2. Guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital dengan
tingginya minat baca.
4. Guru harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari
pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran
berbasis TIK.
5. Guru harus menguasai e-learning
6. Guru memperhatikan karakteristik umum siswa serta menerapkan teori humanistik dan
teori konstruktivistik agar pembelajaran lebih bermakna
Dengan adanya transformasi peran guru dalam pembelajaran 21 sebagaimana di atas, akan
menciptakan karakteristik siswa antara lain:
1. Keterampilan belajar dan inovasi: berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi
dan kreativitas kolaboratif dan inovatif;
2. Keahlian literasi digital: literasi media baru dan literasi ICT;
3. Kecakapan hidup dan karir: memiliki kemamuan inisiatif yang fleksibel dan inisiatif adaptif,
dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antarbudaya, kecakapan kepemimpinan
produktif dan akuntabel, serta bertanggungjawab
2. Kegiatan Inti, setelah guru membagi siswa dalam kelompok dengan tugas – tugas
kelompok yang jelas. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengkontruksi
pengetahuannya sendiri melalui kegiatan diskusi kelompok. Kemudian
mengarahkan siswa melakukan pembelajaran dengan langkah :
Menanya: siswa melakukan kegiatan menanya kepada guru, kepada teman sendiri
tentang materi ajar pada lembar kerja siswa
Mengasosiasi: siswa mengolah data dan menalar data – data yang sudah terkumpul
dalam diskusi kelompok yang aktif dan dinamis. Di tengah diskusi kelompok yang
sedang berlangsung, guru berkeliling untuk memfasilitasi kesulitan belajar siswa
dalam menyelesaikan tugas-tugas, melakukan penilaian secara autentik dan
memotivasi siswa untuk membuat kesimpulan dari diskusi kelompok yang akan
dipresentasikan di muka kelas.
Mencipta: sebagai penerapan dari pengetahuan tentang materi yang telah diberikan,
maka siswa diarahkan untuk mencipta/ membuat kreasi pengetahuan bersama
dengan kelompoknya.
MEDIA PEMBELAJARAN
Persepsi
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seorang peserta didik, antara lain: 1.
Pengamatan 2. Motif 3.Sikap atau 4. Pengalaman, pengetahuan, ataupun kejadian sebagai
pengalaman yang sudah pernah dialami seseorang peserta didik, 5.Ketertarikan atau
interest 6.Harapan atau ekspektasi. Persepsi merupakan suatu proses yang bersifat
kompleks yang menyebabkan peserta didik dapat menerima dan/atau meringkas informasi
yang diperolehnya dari lingkungan dan pengalaman belajar (Fleming & Levie, 1981). Persepsi
bersifat:
1. relatif, tidak absolut, tergantung pada pengalaman sebelumnya yang relevan,
2. selektif, tergantung pada pengalaman sebelumnya, minat, kebutuhan dan kemampuan
peserta didik untuk mengadakan persepsi, dan
3. sesuatu yang tidak teratur akan sukar dipersepsikan.
Untuk membentuk persepsi yang akurat serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan,
perlu adanya strategi pembelajaran yang bervariasi (tidak monoton). Pengembangan strategi
pembelajaran, sangat ditentukan kemampuan guru dalam memilih dan menentukan metode
dan media pembelajaran.
Media adalah kata jamak dari medium, yang artinya perantara. Dalam proses komunikasi
pembelajaran, media hanyalah satu dari empat komponen yang harus ada. Komponen
tersebut, yaitu : sumber pesan, media pembelajaran, metode pembelajaran, dan penerima
pesan. Pembelajaran abad 21, guru lebih dominan berperan sebagai fasilitator belajar
peserta didik. Guru memfasilitasi peserta didik untuk berkomunikasi dengan banyak sumber
belajar dalam lingkungan belajar yang terencana. Media pembelajaran harus
diimplementasikan secara simultan bersama metode pembelajaran oleh sumber pesan (guru),
sehingga sumber pesan (materi ajar) dapat diterima oleh penerima pesan (peserta didik)
secara efisien dan efektif. Dengan mentransformasi konsep Lasswell (1972) menekankan
bahwa komunikasi pembelajaran meliputi lima unsur , meliputi:
1. Komunikator (communicator, source, sender).
2. Pesan (message).
3. Media (channel, media).
4. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient).
5. Efek (effect, impact, influence).
Media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan (atau informasi) yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Schramm,1977). Briggs (1977) mendifinisikan
media pembelajaran sebagai sarana fisik untuk menyampaikan isi / materi pembelajaran.
Gagne (1990) mengartikan media pembelajaran sebagai jenis komponen dalam lingkungan
peserta didik yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Arief S. Sadiman (1986)
Untuk mengenali beberapa alasan mengapa media pembelajaran digunakan, Gerlach dan Ely
(1971) mengemukakan tiga ciri media pembelajaran sebagai berikut:
2. Ciri manipulatif (manipulatif property). Suatu kejadian yang memerlukan waktu panjang
(produksi berhari-hari) dapat disajikan kepada peserta didik dalam waktu dua atau tiga
menit dengan teknik pengambilan gambar atau time-lapse recording.
3. Ciri distributif (distributive property).Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek
atau kejadian ditrasnspormasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut
disajikan kepada peserta didik dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai
kejadian ini.
2. Fungsi Media Pembelajaran
1). sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Sebagai alat bantu, media pembelajaran
mempunyai fungsi untuk memperlancar tercapainya tujuan pembelajaran antara lain
berupa peta, grafik, gambar, model, simulator, dan sebagainya.
2). sebagai sumber belajar. Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi enam kategori,
yaitu pesan, manusia, mesin, alat, strategi dan lingkungan.
Manfaat media pembelajaran dikemukakan oleh Kemp dan Dayton (1985), yaitu :
1. Penyampaian materi ajar dapat diseragamkan
2. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
4. Waktu belajar mengajar lebih efisien
5. Kualitas belajar peserta didik dapat ditingkatkan
6. Proses pembelajaran dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
7. Sikap positif peserta didik terhadap proses belajar dapat ditingkatkan
8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan, melalui saluran atau perantara tertentu, ke penerima
pesan. Fungsi media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah untuk : (1)
memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan
ruang, waktu, dan daya indera, (3) menghilangkan sikap pasif pada subjek belajar, (4)
membengkitkan motivasi pada subjek belajar
Heinich, Molenda, & Russel, mengemukakan klasifikasi dan jenis media yang dapat
digunakan dalam kegiatan pembelajaran yaitu :
1. Media yang tidak diproyeksikan, berupa a. Realita (Benda nyata) b. Model c. Grafis d.
Display
2. Media yang diproyeksikan (projected media), slide presentasi dengan LCD (liqiud Cristal
Diaplay),
3. Media audio, program audio, audio vission, aktive audio vission
4. Media video dan film,
5. Multimedia berbasis computer, Computer Assisted Instructional (CAI), program multimedia
pembelajaran,
6. Multimedia Kit, perangkat praktikum (program simulator)
Smaldino dkk (2015) menjelaskan enam klasifikasi utama dari media pembelajaran, yaitu:
1. Media teks: buku cetak, modul pembelajaran, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), ebook,
webpages,
2. Media audio: compact disk, presenter live, podcast
3. Media visual: poster, wallchart, photo, gambar yang interactive whiteboard,
4. Media video: program video pembelajaran, DVD (Digital Versatile Disc), streaming video,
5. Media Manipulatif: mockup, trainning kit, berbagai bangun matematik, simulator.
6. Orang: Peserta didik di sekolah belajar dari guru dan teman lainnya, di masyarakat peserta
didik belajar dari orang dewasa lainnya
Dalam menentukan media pembelajaran yang akan dimanfaatkan dalam proses belajar
mengajar, pertama-tama seorang guru harus mempertimbangkan:
Media pembelajaran awalnya berupa alat bantu visual untuk memberikan pengalaman
konkrit dan motivasi belajar. Contoh alat bantu visual: gambar, model, objek dan lain-lain.
pada awalnya media pembelajaran hanya berpusat pada alat bantu visual tanpa
memperhatikan aspek desain, pengembangan dan evaluasi. Untuk menghindari verbalisme
Strategi yang akan dijelaskan pada kegiatan belajar ini antara lain:
(a) presentasi,
(b) demonstrasi
(c) latihan (drill and practice),
(d) tutorial,
(e) diskusi,
Saat ini istilah multimedia diartikan bentuk transmisi teks, audio dan grafik dalam periode
bersamaan (Simonson dan Thompson, 1994). Sementara itu, Gayestik memberi pengertian
istilah “multimedia” dimaknai sebagai suatu sistem komunikasi interaktif berbasis komputer
yang mampu menciptakan, menyimpan, menyajikan dan mengakses kembali informasi
berupa teks, grafik, suara, video atau animasi (Gayestik,1992). Hackbart (1996)
mendefinisikan Multimedia pembelajaran sebagai suatu program Pembelajaran yang
mencakup berbagai sumber yang terintegrasi berbagai unsur-unsur media dalam suatu
program (software) komputer. Johnston (1990) mendefinisikan multimedia pembelajaran
sebagai kemampuan untuk memproses berbagai jenis “media'” yaitu, teks, data grafis,
gambar diam, animasi, video, audio, dan efek khusus pada komputer pada waktu yang sama.
Program multimedia dapat disajikan pada satu layar, dua layar, monitor digital, Liquid Cristal
Display, atau projector . Dengan demikian, pengertian multimedia pembelajaran adalah
program instruksional yang mencakup berbagai unsur media (teks, gambar diam,
suara, video, dan animasi) yang terintegrasi dalam instruksi program sistem komputer.
Program multimedia pembelajaran dapat dirancang dan dikembangkan secara linear
maupun secara interaktif.
BAHAN AJAR
Menurut Pannen (1995), bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun
secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut
Heman D. Surjono (2013) bahan ajar adalah segala bentuk bahan (informasi, alat, dan teks)
yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Definisi
dari bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis,
tertulis atau tidak tertulis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran atau
kegiatan belajar-mengajar dalam upaya memfasilitasi belajar siswa mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran. Ada dua hal penting dalam definisi bahan ajar tersebut yaitu bahwa bahan
ajar itu adalah “bahan atau materi pelajaran” dan bahawa bahan ajar itu “disusun secara
sistematis”.
Karakteristik bahan ajar, terutama untuk bahan ajar mandiri, mengacu pada pendapat Dewi
Padmo, dkk, 2004) antara lain adalah: 1) bahan ajar itu dapat dipelajari sendiri oleh peserta
didik, bahkan tanpa bantuan guru (selfinstructional), 2) bahan ajar itu mampu menjelaskan
sendiri karena disusun mengunakan bahasa sederhana dan isinya runtut, sistematis
(self-explanatory power, (3) bahan ajar itu lengkap dengan sendirinya sehingga siswa tidak
perlu tergantung bahan lain (self-contained), 4) bahan ajar itu didesain sesuai dengan
kemampuan dan karakteristik peserta didik yang belajar. Selain itu, bahan ajar yang baik itu
juga adaptif, disampaikan dengan bahasa yang komunikatif, dan mudah atau fleksibel
dipelajari atau dioperasikan (user friendly).
Purwanto dan Sadjati (dalam Dewi Padmo, 2004) menjelaskan lebih khusus tentang
karakteristik bahan ajar yang baik meliputi kriteria tentang isi, kriteria penyajian, kriteria
tentang ilustrasi, kriteria unsur pelengkap, kriteria tentang kualitas fisik . Heinich, dkk.
(1996) mengelompokkan jenis bahan ajar berdasarkan cara kerjanya, di antaranya adalah: (1)
Bahan ajar yang tidak diproyeksikan, seperti foto, diagram, display,model; (2) Bahan ajar yang
diproyeksikan, seperti slide, filmstrips, overhead transparencies, proyeksi komputer; (3) Bahan
ajar audio, seperti kaset dan compact disc; (4) Bahan ajar video, misalnya video dan film; serta
(5) Bahan ajar (media) komputer, misalnya Computer Mediated Instruction (CMI), Computer
Based Multimedia atau Hypermedia.
menurut Sadjati (2012:1.7), bahan ajar dapat dikategorikan kedalam 2 (dua) kelompok besar,
yaitu bahan ajar cetak dan bahan ajar non cetak. Jenis bahan ajar cetak yang dimaksud
Sadjati tersebut adalah modul, handout, dan lembar kerja siswa (LKS). Selanjutnya Sadjati
mengelompokkan bahan ajar noncetak di antarnya adalah realia, bahan ajar yang
dikembangkan dari barang sederhana, bahan ajar diam dan display, video, audio dan
overhead transparencies (OHT).
Kemp dan Dayton (dalam Sadjati, 2012:1.8) mendefinisikan bahan ajar cetak sebagai
sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas yang dapat berfungsi untuk keperluan
pembelajaran atau penyampaian informasi. Mengacu pendapat Rowntree, Sadjati (dalam
Modul merupakan bahan ajar yang khas, memiliki struktur yang sistematis, dan bersifat utuh
(Degeng, 2004). Modul, sering disebut modul instruksional, atau modul pembelajaran, adalah
satu set bahan pembelajaran dalam kemasan terkecil dilihat dari lingkup isi, namun
mengandung semua unsur dalam sistem instruksional, sehingga dapat dipelajari secara
terpisah dari modul yang lain (Atwi Suparman, 2014: 312). Modul yang baik untuk
memotivasi kemandirian belajar siswa memiliki karakteristik , yaitu: self-instructional,
self-explanatory power, selfpace learning, self-contained, individualized learning materials,
flexible and mobile learning materials, dan communicative and interactive. stand-alone,
adaptive, dan user friendly.
3) menulis materi secara lengkap berdasarkan garis-garis besar materi dengan gaya bahasa
yang komunikatif (semi formal) dan
Format modul yang lengkap memuat Cover, Daftar Isi, Pendahuluan Kegiatan Belajar 1
Kegiatan Belajar 2 Kegiatan Belajar 3 Tugas Akhir, Tes Akhir, Daftar Pustaka, Kunci Jawaban
Tes Formatif.
handout juga memiliki ciri-ciri atau karakteristik, di antaranya adalah: a) merupakan jenis
bahan ajar cetak yang dapat memberikan informasi kepada siswa b) berhubungan dengan
materi yang diajarkan pendidik, dan c) terdiri atas catatan (baik lengkap atau kerangkanya
Djauhar Siddiq, dkk. (2008) mengartikan LKS merupakan bahan pembelajaran cetak yang
sederhana, komponennya didominasi oleh soal-soal dan latihan. Berikut ini
komponen-komponen LKS menurut Djauhar Siddiq, dkk. (2008) yang dapat Anda susun,
yaitu: a) Kata Pengantar, b) Daftar Isi, c) Pendahuluan (berisi tujuan pembelajaran dan
indikator hasil belajar), d) Bab 1 (ringkasan materi 1), e) Lembar Kerja, f) Bab 2
(ringkasan materi 2), dst..., dan g) Daftar Pustaka. Dalam mengembangkan bahan ajar
cetak jenis LKS, pada analisis kompetensi sampai dengan indikator ketercapaiannya harus
benar-benar mewakili standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirumuskan.
Menurut Weggen dalam Herman D.Surjono, 2013: 3) e-learning adalah bagian dari
pembelajaran jarak jauh, sedangkan pembelajaran online adalah bagian dari e-learning.
Istilah e-learning meliputi berbagai aplikasi dan proses seperti computer-based learning, web
based learning, dan virtual classroom, sementara itu pembelajaran on-line merupakan
pembelajaran berbasis teknologi yang memanfaatkan sumber daya internet, intranet dan
extranet.
Dalam konsep e-learning materi pelajaran disediakan secara online dan dapat mengatur dan
memonitor interaksi antara guru dan siswa, baik secara langsung (synchronoius) atau tidak
langsung (asynchronoius). Dalam LMS (Learning Management System) terdapat
komponen-komponen pembelajaran, salah satunya adalah bahan ajar noncetak yang
di-upload ke dalamnya. Beberapa jenis bahan pembelajaran digital yang lazim digunakan
dalam pembelajaran secara online yaitu bahan ajar Audio, Video, PowerPoint Presentation
(PPT), Modul Elektronik/Buku Sekolah Elektronik (BSE), dan Multimedia Pembelajaran
Interaktif (MPI).
Media audio dalam bentuk suara, musik, dan kata-kata dapat digunakan untuk pembelajaran
langsung, namun juga bisa digunakan untuk pembelajaran tidak langsung yaitu dengan cara
merekamnya kemudian disebarluaskan secara online dalam bentuk digital atau dalam format
MP3. Langkah-langkah Pengembangan bahan ajar audio adalah
4. pemberian sound efek dan penggabungan setiap bagian dari rekaman menjadi sebuah
program audio utuh.
5. Evaluasi program audio pembelajaran oleh judgement expert. Apabila masih ditemukan
noisy, suara yang tidak seharusnya ada, volume intonasi dan pelafalan yang salah, maka
dilakukan perbaikan berulangkali hingga audio siap digunakan.
Pembelajaran tidak langsung (asynchronus) menggunakan bahan ajar video yang dapat
diakses kapan saja tidak harus di waktu yang sama dengan perekaman video.
Pengembangan bahan ajar video jenis ini dapat dirancang dengan menggunakan storyboard
dan interface.
Software PowerPoint Presentation merupakan salah satu bahan ajar untuk dapat
menampilkan sebuah presentasi dengan berbagai ilustrasi, gambar, teks, audio, dan video.
Pengembangan PowerPoint dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu:
5) menambahkan multimedia seperti clip art, picture, image, background dan kebutuhan
materi lainnya, serta
6) evaluasi kembali PowerPoint sehingga menjadi bahan ajar yang sesuai tujuan
pembelajaran
Modul Elektronik merupakan bahan ajar noncetak yang bertujuan agar siswa mampu belajar
mandiri dan bersifat lengkap yang menyajikan per-unit terkecil dari materi berbentuk
elektronik atau digital. Dalam suatu modul digital terdapat tiga komponen, yaitu: bahan
belajar, panduan belajar, dan petunjuk belajar. Selain itu, karaketeristik modul elektronik ini
juga sama dengan modul cetak seperti yang sudah kita bahas pada pembahasan sebelumnya.
Hanya saja, pada penggunaannya atau penyajiannya, modul elektronik memerlukan bantuan
perangkat elektronik dalam pemanfaatannya. Tahapan pengembangan modul elektronik
sama dengan modul cetak. Tahapan tersebut yaitu: 1) mengidentifikasi tujuan pembelajaran,
2) memformulasikan garis besar materi, 3) menulis materi, 4) menentukan format dan tata
letak (Tian Belawati, 2003) modul elektronik biasanya menggunakan software Flip Book Maker
dalam penyusunan materinya, seperti: text, gambar, audio, dan video. Bahan ajar modul
Definisi multimedia secara terminologis adalah kombinasi berbagai media seperti teks,
gambar, suara, animasi, video dan lainnya secara terpadu dan sinergis melalui komputer atau
peralatan elektronik lain untuk mencapai tujuan tertentu. Multimedia Interaktif memiliki
karakteristik sebagai proses pembelajaran yang komunikasinya terjadi dua arah antara siswa
dan bahan ajar. MPI sebagai bahan ajar memiliki beberapa komponen di antaranya: 1)
Pendahuluan yang berisi title page, menu, tujuan pembelajaran, dan petunjuk penggunaan; 2)
Isi Materi meliputi kontrol, interaksi, navigasi, teks, suara, gambar, video, dan simulasi; serta 3)
Penutup, yang berisi ringkasan, latihan, dan evaluasi. Navigasi dalam MPI atau Graphichal
User Interface (GUI) biasanya berupa icon, button, scroll bar, menu yang dapat dioperasikan
oleh pengguna untuk menonton, memutar maupun membuka jendela informasi lain dengan
bantuan sarana Hyperlink.
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Hakikat RPP
Dalam UU 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, memberikan penekanan bahwa guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, berkewajiban merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran. Permendikbud No 22 tahun 2016 secara tegas dijelaskan bahwa setiap
pendidik (guru) pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
2. Pengertian RPP
Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah
menjelaskan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP disusun berdasarkan KD
atau subtema yang dilaksanakan satu kali pertemuan atau lebih. Dalam Permendikbud No 22
tahun 2016, secara tegas menjelaskan komponen minimal RPP terdiri atas:
a. Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan; g. Model/Metode pembelajaran
b. Identitas mata pelajaran atau tema/subtema h. Media Pembelajaran
c. Kompetensi Dasar i. Sumber belajar
d. Indikator pencapaian kompetensi j. Langkah kegiatan pembelajaran
e. Tujuan Pembelajaran k. Penilaian
f. Materi pembelajaran
Pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompok melalui
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di dalam satu sekolah difasilitasi dan disupervisi
kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah.
Dalam UU 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, memberikan penekananbahwa guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, berkewajiban merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran. Permendikbud No 22 tahun 2016 secara tegas dijelaskan bahwa setiap
pendidik (guru) pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Permendikbud No 22 tahun 2016
tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah menjelaskan bahwa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk
satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Adapun
komponen-komponen RPP adalah sebagai berikut:
1) kelas/semester,
c. Kompetensi Dasar, adalah sejumlah kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik
dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator pencapaian
d. Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi
untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu. Indikator pencapaian
kompetensi menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
e. Tujuan Pembelajaran dirumuskan lebih spesifik atau detail dengan merujuk indikator
pencapaian kompetensi. Jika cakupan dan kedalaman materi pembelajaran sudah tidak
dapat dijabarkan lebih detail dan spesifik lagi, maka tujuan pembelajaran disusun sama
persis dengan indikator pencapaian kompetensi.
f. Materi pembelajaran memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan, dan ditulis
dalam bentuk butir-butir pokok bahasan/sub pokok bahasan sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi. Materi pembelajaran secara lengkap dalam bentuk
Lembar Kerja Peserta Didik dapat dilampirkan.
i. Sumber belajar dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, ataupun alam Sumber
belajar dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, ataupun alam sekitar atau
sumber lain yang relevan.
1) Kegiatan pendahuluan, guru wajib menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pmbelajaran, memberikan motivasi belajar peserta didik secara
kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajat dalam kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional serta
disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang peserta didik, mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari, menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai,
a. Sikap. Alternatif karakteristik sikap yang dapat dipilih adalah proses afeksi mulai dari
menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh
aktivitas pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta
didik untuk melakukan aktivitas tersebut).
3) Kegiatan Penutup. Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara
individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi.
c. Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual
maupun kelompok
d. Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya
b. Evaluasi hasil pembelajaran saat proses pembelajaran dan di akhir satuan pelajaran
dengan menggunakan metode dan alat : tes lisan/perbuatan, dan tes tulis
B. Evaluasi pembelajaran
1. Pengukuran
a. Batasan Pengukuran
Pengukuran pada dasarnya adalah proses memberi bentuk kuantitatif pada atribut
seseorang, kelompok atau objek-objek lainnya berdasarkan aturan-aturan atau
formulasi yang jelas. Artinya, dalam memberi angka atau skor pada subjek, objek atau
kejadian harus menggunakan aturan-aturan atau formula yang jelas dan sudah
disepakati bersama. Hal ini dimaksudkan agar angka atau sekor yang diberikan
b. Skala Pengukuran
Karakteristik utama dalam proses pengukuran adalah adanya penggunaan angka (sekor) atau
skala tertentu dan dalam menentukan angka tersebut didasarkan atas aturan atau formula
tertentu. Skala atau angka dalam pengukuran dapat diklasifikasikan kedalam 4 (empat)
kategori, yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio.
1) Skala nominal bersifat kategorikal dan jenis datanya hanya menunjukkan perbedaan
antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. misalnya, jenis kelamin, golongan,
organisasi, dan sebagainya.
2) Skala ordinal menunjukkan adanya urutan atau jenjang tanpa mempersoalkan jarak
antar urutan tersebut.
3) Skala interval menunjukkan adanya jarak yang sama dari angka yang berurutan dari
yang terendah ke tertinggi dan tidak memiliki harga nol mutlak, artinya harga 0 yang
dikenakan terhadap sesuatu obyek menunjukkan bahwa nilai atau harga 0 tersebut ada
(dapat diamati keberadaannya).
4) Skala rasio pada dasarnya sama dengan skala interval, bedanya skala rasio memiliki
harga nol mutlak, artinya harga 0 tidak menunjukkan ukuran sesuatu (tidak ada)
c. Kesalahan Pengukuran
Dalam proses pengukuran hasil belajar selalu melibatkan empat faktor yakni si pembuat alat
ukur, individu/obyek yang diukur, alat ukur, dan lingkungan. Untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang memiliki kesalahan pengukuran sekecil mungkin perlu memperhatikan
keempat faktor di atas. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1) Si pembuat alat ukur harus memiliki kompetensi dalam mengembangkan dan menyusun
alat ukur, mengoreksi hasil pengukuran, dan menginterpretasi hasil pengukuran.
2) Alat ukur harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas yang baik. Alat ukur
berbentuk tes juga harus memenuhi persyaratan tingkat kesukaran, daya beda, dan
keberfungsian pengecoh.
3) Individu yang diukur yang harus dalam kondisi yang baik, baik dari segi pisik maupun
mental.
2. Penilaian
a. Batasan Penilaian
Secara garis besar, penilaian dapat dibagi menjadi dua, yaitu penilaian formatif dan
penilaian sumatif. Penilaian yang bersifat formatif dilakukan dengan maksud untuk
mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran berlangsung sudah sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah direncanakan. Penilaian formatif dapat
dilakukan pada setiap tatap muka atau beberapa kali tatap muka pada penyampaian
materi pokok bahasan atau sub pokok bahasan. Penilaian yang bersifat sumatif dilakukan
untuk mengetahui sejauhmanakah peserta didik telah menguasai materi ajar dalam
b. Acuan Penilaian
Dalam kegiatan penilaian pembelajaran dapat merujuk pada dua macam acuan yakni
penilaian acuan norma (norm reference test) dan penilaian acuan kriteria/patokan (criterion
reference test).
1) Penilaian acuan norma memiliki asumsi bahwa kemampuan belajar peserta didik adalah
berbeda dengan peserta didik lain yang diukur dalam waktu yang sama.
2) Penilaian acuan kriteria/patokan berasumsi bahwa kemampuan belajar semua peserta
didik adalah sama untuk periode waktu yang berbeda. Salah satu program pembelajaran
yang digunakan untuk membawa peserta didik memiliki kompetensi memenuhi kriteria
minimal adalah program remidial.
c. Prinsip-Prinsip Penilaian
Dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik perlu
diperhatikan kaidah-kaidah penilaian yang baik dan tepat.Untuk itu, penilaian hasil belajar
harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip adalah Obyektip, Terpadu , Sistematis ,
Terbuka , Akuntabel , Menyeluruh dan berkenambungan, Adil, Valid , Andal , Manfaat.
d. Bentuk Penilaian
Beberapa bentuk penilaian yang bisa digunakan antara lain: tes kinerja sering juga
disebut tes unjuk kerja (performance test), observasi, tes tertulis, tes lisan, penugasan,
portofolio, wawancara, tes inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar teman.
3. Tes
a. Batasan Tes
b. Macam-Macam Tes
Secara umum tes dapat dipilahkan kedalam bentuk tes penampilan atau unjuk kerja
(performance test), tes lisan, dantes tulis.
1) Tes penampilan adalah tes dalam bentuk tindakan atau unjuk kerja untuk mengukur
seberapajauh seseorang dapat melakukan sesuatu tugas atau pekerjaan sesuai dengan
standar atau kriteria yang ditetapkan.
2) Tes lisan (oral test) yang dilaksanakan secara lisan, soal atau pertanyaan diberikan
secara lisan dan jawaban yang diberikan juga dinyatakan secara lisan
6) Memudahkan dalam melacak proses berpikir peserta tes berdasarkan jawaban yang
diberikan.
1) Lingkup materi yang diujikan luas sehingga dapat mewakili materi yang sudah diajarkan
(representatif)
4) Tidak memungkinkan peserta tes untuk mengemukakan hal-hal yang tidak berkaitan
dengan pertanyaan
5) Membutuhkan waktu untuk membaca soal dan jawabannya sehinnga mengurangi waktu
ujian.
Dalam pendidikan dan pembelajaran tes memiliki banyak fungsi di antaranya fungsi untuk
pengelolaan kelas, fungsi untuk program bimbingan, dan fungsi untuk administrasi.
fungsi untuk pengelolaan kelas, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat digunakan
untuk hal-hal berikut seperti: diagnosis kesulitan belajar, evaluasi jarak antara bakat dan
pencapaian, peningkatan pencapaian prestasi belajar,
fungsi untuk program bimbingan, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat digunakan
untuk hal-hal seperti berikut: fokus pembicaraan dengan orang tua tentang anak mereka,
pengarahan dalam menentukan pilihan, membimbing peserta didik dalam pencapaian
tujuan pendidikan dan program studi, membantu pembimbing, pendidik, dan orang tua
dalam memahami kesulitan dan hambatan peserta didik.
fungsi administrasi, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat dimanfaatkan untuk
hal-hal sebagai berikut: membuat petunjuk pengelompokkan peserta didik, penempatan
peserta didik baru, penilaian kurikulum, membina dan memperluas kerjasama dengan
masyarakat, menyediakan data atau informasi untuk pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengan peserta didik dan sekolah.
4. Evaluasi
a. Batasan Evaluasi
Salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilansuatu
program, baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro, adalah evaluasi. Secara
umum, evaluasi program pendidikan dapat dikelompokkan menjadi evaluasi yang bersifat
makro dan bersifat mikro. Evaluasi yang bersifat makro dikenakan pada pelaksanaan
progam pendidikan yang dilaksanakan sekolah dalam rangka peningkatan kaulitas
pembelajaran. Evaluasi yang bersifat mikro dikenakan pada pembelajaran di kelas,
utamanya yang berkaitan dengan keberhasilanbelajar peserta didiK.
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan
informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang
tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam
upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi pada hakekatnya adalah untuk memperoleh informasi yang tepat, terkini
dan objektif terkait dengan penyelenggaraan suatu program yang dengan informasi
tersebut dapat diambil suatu keputusan.
c. Model Evaluasi
1) Model Tyler.
Esensi dari model evaluasi ini adalah suatu proses dan kegiatan yang dilakukan oleh
evaluator untuk menentukan pada kondisi seperti apa tujuan program dapat dicapai.
Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dilaksanakan untuk periode waktu
tertentu. Dalam evaluasi sumatif biasanya digunakan acuan penilaian, yaitu acuan norma
atau acuan patokan. Evaluasi formatif dilakukan pada setiap pada akhir satu unit kegiatan
untuk setiap tatap muka.
Model yang dikembangkan oleh Stake, secara garis besarnya, model ini difokuskan pada
evaluasi bagian awal (antecedent), tahap transaksi (transaction), dan pada hasil
(outcomes).
Model ini dikembangkan oleh Scrieven yang intinya bahwa evaluasi program dapat
dilakukan tanpa mengetahui tujuan program itu sendiri.
5) Model evaluasi context input process product (CIPP)
Model evaluasi ini merupakan model evaluasi yang menekankan pada evaluasi untuk
aspek konteks (context), masukan (input), proses (process), dan hasil (product).
Model evaluasi ini memiliki dua ciri khas yaitu a) manusia dijadikan sebagai instrumen
untuk pengambillan keputusan dan b) menggunakan kritikan untuk menghasilkan
konsep-konsep dasar evaluasi.
d. Langkah-Langkah Evaluasi
Untuk mendapatkan hasil yang benar dan tepat dalam kegiatan evaluasi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Peserta didik diminta untuk menunjukkan kemampuan melakukan tugas yang lebih
kompleks yang mewakili aplikasi yang lebih bermakna dalam dunia nyata.
b. Peserta didik diminta untuk menganalisis, mensintesis, dan menerapkan apa yang telah
mereka pelajari.
Dilihat dari sifat dan proses pelaksanaannya, penilaian otentik sering disamakan artinya
dengan beberapa istilah dalam penilaian, yaitu
a. penilaian berbasis kinerja karena peserta didik diminta untuk melakukan tugas-tugas
belajar yang bermakna.
b. penilaian langsung karena mampu memberikan bukti secara langsung dan aplikasi
bermakna dari pengetahuan dan keterampilan
c. penilaian alternatif karena penilaian otentik merupakan suatu alternatif bagi penilaian
tradisional.
Jadi dapat dikatakan bahwa penilaian otentik merupakan penilaian yang menyeluruh berkaitan
dengan kompetensi dalam belajar, baik dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan maupun
psikomotor. Prinsip dasar penilaian otentik dalam pembelajaran adalah peserta didik harus
dapat mendemonstrasikan atau melakukan apa yang mereka ketahui. Penilaian otentik perlu
dilakukan karena beberapa hal, yaitu
c. Sasaran penilaian pada aspek keterampilan yaitu Persepsi (perception), Kesiapan (set),
Gerakan terbimbing (guided response), Gerakan terbiasa (mechanical response), Gerakan
kompleks (complex response), Penyesuaian pola gerakan (adjusment),
Kreativitas(creativity)
a. Penilaian otentik dapat digunakan untuk keperluan penilaian yang bersifat formatif atau
sumatif.
b. Penilaian otentik tidak digunakan semata untuk pengetahuan saja tetapi juga menyangkut
aspek sikap dan kinerja.
d. Penilaian otentik dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk pengembangan kompetensi
pesertadidik secara komprehensif.
b. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) adalah bentuk penilaian yang diwujudkan dalam
bentuk pemberian tugas kepada peserta didik secara berkelompok. Dengan menggunakan
penilaian proyek pendidik dapat memperoleh informasi berkaitan dengan kemampuan
peserta didik dalam hal pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sintesis informasi atau data,
sampai dengan pemaknaan atau penyimpulan
Penilaian portofolio dikenakan pada sekumpulan karya peserta didik yang diambil selama
proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan
fakta-fakta peserta didik dan proses bagaimana fakta-fakta tersebut diperoleh sebagai
salah satu bukti bahwa peserta didik telah memiliki kompetensi dasar dan indikator hasil
belajar sesuai dengan yang telah ditetapkan.
d. Jurnal
Jurnal belajar merupakan rekaman tertulis tentang apa yang dilakukan peserta didik
berkaitan dengan apa-apa yang telah dipelajari. Jurnal dapat juga diartikan sebagai catatan
pribadi siswa tentang materi yang disampaikan oleh guru.
e. Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis yang termasuk dalam model penilaian otentik adalah penilaian yang
berbentuk uraian atau esai yang menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami,
mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan sebagainya
atas materi yang telah dipelajari.
f. Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan proses dan tingkat pencapaian
kompetensi yang diperolehnya dalam pelajaran tertentu.
Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk saling menilai temannya terkait dengan pencapain kompetensi, sikap, dan
perilaku keseharian peserta didik.
h. Pertanyaan Terbuka
Penilaian ini lebih difokuskan terhadap bagaimana peserta didik mengaplikasikan informasi
daripada seberapa banyak peserta didik memanggil kembali apa yang telah diajarkan.
i. Menceritakan Kembali Teks atau Cerita
Menceritakan kembali teks atau cerita merupakan model penilaian otentik yang meminta
peserta didik membaca atau mendengarkan suatu teks kemudian menceritakan kembali
ide pokok atau bagian yang dipilihnya.
Menulis sampel teks adalah bentuk penilaian yang meminta peserta didik untuk menulis
teks narasi, ekspositori, persuasi, atau kombinasi berbeda dari teks-teks tersebut. rubrik
yang dapat menilai secara analitis dan menyeluruh dalam ranah penulisan, seperti kosakata,
komposisi, gaya bahasa, konstruksi kalimat, dan proses penulisan.
a. Melihat seberapa jauh tingkat kemampuan dan keterampilan peserta didik melaksanakan
tugas-tugas tertentu.
Secara umum, langkah-langkah kegiatan penilaian hasil belajar yang dilakukan Guru
meliputi: (1) Perencanaan penilaian dan pengembangan perangkat, (2) Pelaksanaan
penilaian atau pengujian, (3) Penyekoran, (4) Pelaporan, dan (5) Pemanfaatan hasil
penilaian. Salah satu kegiatan yang dilakukan Guru dalam perencanaan penilaian dan
pengembangan perangkat adalah penulisan soal tes.
1. Penulisan Tes
Penulisan tes hendaknya dilakukan secara sistematis sesuai kaidah penulisan tes yang baik,
yaitu melalui langkah-langkah penulisan tes antara lain :
Perumusan tujuan tes harus dilakukan dengan memperhatikan untuk apa tes tersebut
disusun. Tes hasil belajar disusun umumnya digunakan untuk penempatan, diagnostik,
perkembangan hasil belajar, dan tujuan lainnya. Dalam konteks pembelajaran yang
dilakukan Guru di kelas atau laboratorium, perumusan tujuan tes mengacu pada Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun
b. Menentukan Bentuk Pelaksanaan Tes
c. Menyusun Kisi-Kisi
Kisi-kisi adalah suatu format berbentuk matriks berisi informasi yang dapat dijadikan
pedoman dalam menulis atau merakit soal. Kisi-kisi tes hendaknya memenuhi persyaratan
berikut:
(b) memilih materi esensial yang representatif berdasarkan KD yang akan diukur yaitu
materi yang telah dipelajari, penting dan harus dikuasai peserta didik, sering diperlukan
untuk materi lainnya, berkesinambungan, memiliki nilai terapan tinggi.
Tes bentuk uraian dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu soal uraian bebas
(memberi kebebasan kepada peserta tes untuk memberikan jawaban selengkap
mungkin), dan soal uraian terbatas (terstruktur) (jawaban dibatasi berdasarkan
aspek-aspek khusus dari mata pelajaran yang diujikan). Selain itu, bentuk soal uraian
dapat dibedakan menjadi soal uraian objektif dan uraian non objektif. Pada tahap
menulis butir soal tes, kita menulis soal berdasarkan indikator-indikator yang ada pada
kisi-kisi soal. Setiap indikator soal dapat dituangkan menjadi satu atau lebih butir soal
sesuai dengan tuntutan indikator.
Kaidah-kaidah penyusunan soal tes uraian antara lain:
Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas
Isi materi sesuai dengan petunjuk pengukuran
Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas;
Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata tanya atau perintah
yang menuntut jawaban terurai
Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta
didik atau kelompok tertentu
Soal tes uraian harus dilengkapi dengan pedoman penskoran. Pedoman penskoran
merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan tentang batasan atau katakata kunci
atau konsep untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif dan
kemungkinan-kemungkinan jawaban yang diharapkan atau kriteria-kriteria jawaban yang
digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. Pedoman
penskoran untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah penulisan soal.
Butir soal ini memiliki alternative jawaban lebih dari dua. Umumnya alternative jawabannya 4
(empat) atau 5 (lima). Soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan jawaban
(option). Pokok soal memuat masalah atau materi atau kemampuan yang akan diukur atau
ditanyakan kepada peserta tes. Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh
(distractor) yang berhubungan dengan materi yang diukur atau ditanyakan.
(b) Bentuk Soal Benar Salah
Bentuk soal ini menuntut peserta didik (peserta tes) untuk memilih dua ke- mungkinan
jawaban
(c) Bentuk Soal Menjodohkan
Bentuk soal menjodohkan terdiri dari dua kelompok pernyataan yaitu lajur sebelah kiri
merupakan pernyataan soal atau pernyataan stimulus dan pada lajur sebelah kanan, biasanya
merupakan pernyataan jawaban atau pernyataan respon.
Butir-butir soal yang sudah ditulis harus ditelaah terlebih dulu sebelum digunakan. Hal ini
perlu dilakukan untuk melihat sejauhmana kualitas soal ditinjau dari substansi materi,
konstruksi, dan bahasa yang digunakan. Telaah aspek materi berkaitan dengan kesesuaian
materi soal dengan indikator kompetensi. Telaah aspek konstruksi berkaitan dengan
kesesuaian format penulisan soal dengan kaidah-kaidah penulisan soal yang baik. Telaah
aspek bahasa berkaitan dengan ketepatan penggunaan bahasa sehingga mudah dimengerti.
Secara teoritis, kualitas soal tes bentuk objektif dapat ditelaah dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Materi berkaitan dengan substansi keilmuan yang ditanyakan serta tingkat berpikir yang
terlibat.
Analisis karakteristik butir soal mencakup analisis parameter kuantitatif dan kualitatif butir soal.
Parameter kuantitatif berkaitan dengan analisis butir soal berdasarkan atas tingkat kesukaran, daya
beda, dan keberfungsian alternative pilihan jawaban. Parameter kualitatif berkaitan dengan analisis
butir soal berdasarkan atas pertimbangan ahli (expert judgement).
1) Tingkat Kesukaran. Rentang tingkat kesukaran yang dapat digunakan sebagai kriteria adalah:
lebih 3 kecil dari 3,00 masuk kategori sukar, antara 0,30 – 0,80 termasuk cukup/sedang, dan
lebih besar dari 0,80 termasuk mudah
2) Daya Beda. Interpretasi daya beda selalu dikaitkan dengan kelompok peserta tes. Artinya,
suatu daya beda butir soal yang dianalisis berdasarkan data kelompok tertentu belum tentu
dapat berlaku pada kelompok yang lain
3) Keberfungsian Alternatif Pilihan Jawaban. Alternatif pilihan jawaban dalam suatu butir soal
dikatakan berfungsi jika semua pilihan jawaban tersebut dipilih oleh peserta tes dengan kondisi
dimana jawaban yang benar lebih dipilih dari pada alternatip pilihan jawaban yang lain.
Pengecoh berfungsi jika paling sedikit 5% dari peserta tes memilih jawaban tersebut
4) Omit. Butir soal yang baik jika omit paling banyak 10% dari peserta tes
5) Validitas. Soal tes bentuk objektif dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan
maksud dikenakannya pengukuran tersebut.
3. Menentukan langkah atau upaya yang harus dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dalam
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
Hasil penilaian berupa informasi tentang peserta didik yang telah mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM) dan peserta didik yang belum mencapai KKM, perlu ditindaklanjuti dengan program
pembelajaran remedial dan pengayaan bagi peserta didik yang telah melampaui KKM. Penilaian
yang dilakukan oleh pendidik juga digunakan untuk mengetahui capaian akhir penguasaan
kompetensi peserta didik yang dituangkan dalam rapor. Hasil penilaian merupakan cerminan
prestasi dan tingkah laku peserta didik selama melakukan kegiatan belajar. Dengan melihat hasil
akhir beserta keterangan yang ada peserta didik dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan
dirinya sehingga dia dapat memperbaiki sikap dalam pembelajaran selanjutnya. Bagi pendidik, hasil
belajar yang dicapai peserta didik merupakan cerminan prestasi dan kondisi yang dapat dicapainya
dalam mengimplementasikan program pembelajaran yang sudah dirancang di dalam Silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Oleh karena itu, hasil penilaian yang diperoleh peserta
didik menjadi bahan untuk memperbaiki program pembelajaran yang disusunnya sekaligus
mencari upaya untuk meningkatkan keprofesionalannya. Selain itu, pendidik bertanggung jawab
pula untuk memperbaiki prestasi peserta didik yang belum berhasil melalui program
perbaikan/remediasi. Bagi peserta didik yang sudah mencapai batas maksimum, pendidik dapat
memberi program pengayaan dengan tujuan mengembangkan prestasinya. Hal yang tidak boleh
dilupakan dalam pemanfaatan hasil penilaian peserta didik adalah untuk menyusun laporan hasil
penilaian sebagai fungsí administrasi.
1. pada teori pembelajaran behavioristik, terdapat beberapa jenis aliran behavioristik yang di
dalam modul belum dijelaskan namun pada soal sumatif dikeluarkan.
2. Pada teori belajar Kognitif, pemikiran tentang David Ausubel tentang subsumptive
sequence, Advance organizers dan skemata belum diperinci sehingga peserta daring sulit
untuk membedakan hal tersebut.
4. Pada bagian pengembangan kompetensi guru, belum dijelaskan adanya cara bentuk
evaluasi diri Guru berkelanjutan. Beberapa sumber belum dapat menjadi acuan dalam
metode evaluasi diri. Sehingga hal ini perlu dimasukkan ke dalam materi modul karena
dapat digunakan sebagai bahan evaluasi diri bagi pendidik profesional yang mengikuti
Pendidikan Profesi Guru.
5. Format RPP yang sesuai dengan permendikbud no 22 th. 2016 perlu dicantumkan
sehingga dalam penyusunan RPP dapat dijadikan acuan saat penyusunan perencanaan
pembelajaran
6. Format dalam RPP abad 21 ada hal yang menjelaskan tentang fakta, konsep, prosedural
dan meta kognitif. Pada bagian strategi pembelajaran perlu disampaikan cara untuk
mencapai kemampuan tersebut.
7. Pada modul perlu ditambahkan materi tentang HOTS, penggambaran level kognitifnya,
contoh soal HOTS dan kriteria penilaian HOTS sehingga ada gambaran awal tentang
teknik pembuatan soal evaluasi dan pedoman penskoran menggunakan HOTS.
Pada modul ini ada beberapa materi yang tidak esensial namun ada dalam sumber belajar
yaitu :
1. Beberapa literatur video dalam bahasa Inggris perlu diadaptasi kembali sehingga isi materi
yang ada dalam video sesuai dengan isi modul. Karena ada beberapa video yang isinya
masih belum match dengan isi modul.
D. Materi sulit
Pada materi ini yang sulit adalah
1. materi tentang teori pada teori pembelajaran behavioristik, terdapat beberapa jenis aliran
behavioristik yang di dalam modul belum dijelaskan namun pada soal sumatif
dikeluarkan.
2. Pada teori belajar Kognitif, pemikiran tentang David Ausubel tentang subsumptive
sequence, Advance organizers dan skemata belum diperinci sehingga peserta daring sulit
untuk membedakan hal tersebut.
3. Penjelasan tentang syntax problem based learning dan project based learning perlu
ditambah dan contoh konkritnya sehingga dapat terlihat perbedaan antara kedua model
pembelajaran tersebut
4. Literatur bacaan materi HOTS yang minim menyebabkan pembuatan materi tentang
metode penyusunan evaluasi HOTS menjadi salah satu materi yang sulit