Anda di halaman 1dari 76

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I

PEMBELAJARAN ABAD 21

A. Pembelajaran abad 21

Masyarakat berkembang dari masyarakat primitif, masyarakat agraris, masyarakat


industri, dan kemudian pada perkembangan lanjut menjadi masyarakat informasi ditandai
oleh munculnya fenomena masyarakat digital. Meneruskan perkembangan masyarakat
industri generasi pertama, sekarang ini, abad 21 dan masa mendatang, muncul apa yang
disebut sebagai revolusi industri 4.0. Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat
global, juga berkembang sebagaimana alur linieristik tersebut, namun faktanya
berlangsung tidak secara linier, tetapi lebih berlangsung secara pararel. Artinya, ada
masyarakat yang hingga fase perkembangannya sekarang masih menunjukkan masyarakat
primitif, ada yang masih agraris, ada yang sudah menunjukkan karakter sebagai masyarakat
industrial, dan bahkan ada yang memang sudah masuk dalam era digital.

Menurut Manuel Castell kemunculan masyarakat informasional itu ditandai dengan


lima karateristik dasar:

1. ada teknologi-teknologi yang bertindak berdasarkan informasi


2. teknologi-teknologi itu mempunyai efek yang meresap

3. semua sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh ‘logika


jaringan’ yang memungkinkan mereka memengaruhi suatu varietas luas
proses-proses dan organisasi-organisasi.

4. teknologi-teknologi baru sangat fleksibel, memungkinkan mereka beradaptasi dan


berubah secara terus-menerus.

5. teknologi-teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan informasi sedang


bergabung menjadi suatu sistem yang sangat terintegrasi.

Bob Gordon dari Universitas Northwestern, seperti dikutip Paul Krugman (2013),
mencatat, sebelumnya telah terjadi tiga revolusi industri.
1. Revolusi pertama saat ditemukannya mesin uap dan kereta api (1750-1830).

2. Revolusi Kedua, penemuan listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak (1870- 1900).

3. Revolusi Ketiga, penemuan komputer, internet, dan telepon genggam (1960-sampai


sekarang). Versi lain menyatakan, revolusi ketiga dimulai pada 1969 melalui
kemunculan teknologi informasi dan komunikasi, serta mesin otomasi (dikutip dari A.
Tony Prasentiantono, Kompas 10 April 2018, hal. 1).

Menurut Lash, Masyarakat informasi sering dipahami dalam istilah produksi


pengetahuan-intensif dan postindustrial di mana barang dan layanan diproduksi. Kunci
untuk memahami ini adalah apa yang diproduksi dalam produksi informasi bukanlah
barang-barang dan layanan kekayaan informasi, tetapi lebih kurang adalah potongan
informasi di luar kontrol. Produksi informasi meliputi terutama adalah pentingnya
kemampatan. Lash mengingatkan bahwa infomasi itu sendiri bersifat statis, komunikasilah
yang membuat informasi menjadi dinamik, kuat, dan sumber energi. Ketika ICT itu sendiri
sering diposisikan sebagai entitas tersendiri yang berbeda dengan karakterkarakter
masyarakat sebelumnya dengan titik berat pada produksi industrial, maka Lash
menjelaskan bahwa dalam kategori era ICT itu sendiri telah berkembang dengan karakter

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


yang berbeda. Generasi pertama perkembangan ICT secara fundamental adalah
informasional, dengan sektor kuncinya adalah semikonduktor, sofware (sistem operasi dan
aplikasi), dan komputer. Akan tetapi generasi kedua, ekonomi baru adalah komunikasional,
karena itu sentralitasnya adalah internet dan sektor jaringan

Masyarakat Informasional di Indonesia

Masyarakat Indonesia mengalami transisi dari masyarakat offline menuju masyarakat


online. informasi tidak lagi mewujud dalam bentuk pengetahuan yang terdokumentasi
secara padat seperti barang-barang cetakan, tetapi telah berubah menjadi serba digital.

Konsep masyarakat informasi tidak lagi mengarah seperti era media yang telah
muncul pada era industrial atau sering disebut the first media age dimana

(1) informasi diproduksi terpusat (satu untuk banyak khalayak),

(2) arah komunikasi satu arah;


(3) Negara mengontrol terhadap semua informasi yang beredar;

(4) reproduksi stratifikasi sosial dan ketidakadilan melalui media;

(5) khalayak informasi yang terfragmentasi.

Akan tetapi masyarakat informasi yang berada pada the second media age yang memiliki

(1) karakter informasi desentralistik;


(2) komunikasi dua arah;

(3) kontrol Negara yang distributif;

(4) demokratisasi informasi;


(5) kesadaran individual yang menguat; dan

(6) adanya orientasi individual.

Ketika pemerintah bercita-cita membangun negara yang berpengetahuan dengan


membangun infrastruktur ICT secara signifikan, hal ini tidak linear dengan sebagian besar
warga masyarakat. Sebagian besar kurang mampu memanfaatkan ICT untuk kepentingan
yang produktif, karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya
pengetahuan

Implikasi terhadap pendidikan

Pada pembelajaran abad 21, sangat diharapkan perubahan untuk menuju masyarakat
berpengetahuan (knowlwdge society), mampu memahami dan memanfaatkan Information
andCommunication Technologies (ICT). Pendidikan memegang peranan sangat penting
dan strategisdalam membangun masyarakat berpengetahuan yang memiliki keterampilan:

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


(1) melek teknologidan media; (2) melakukan komunikasi efektif; (3) berpikir kritis; (4)
memecahkan masalah; dan (5) berkolaborasi.

Penggunaan ICT dapat membangun kemampuan jaringan informasi dapat


meningkatkan akses melalui belajar jarak jauh, membuka jaringan pengetahuan bagi
murid, melatih guru-guru, menyebarluaskan materi pendidikan dengan kualitas
standar, dan mendorong penguatan upaya efisiensi dan efektivitas kebijakan
administrasi pendidikan. Pada penerapan Kurikulum 2013 saat ini juga mendorong
proses pembelajaran berbasis ICT, sehingga penetrasi media baru (new media) dalam
dunia pendidikan semakin intensif dan ekstensif.

Terdapat kesepakatan umum bahwa Information and Communication Technologies


(ICT) adalah baik untuk pengembangan dunia pendidikan. Teknologi ini, khususnya
internet yang mampu membangun kemampuan jaringan informasi dapat
1. meningkatkan akses melalui belajar jarak jauh,

2. membuka jaringan pengetahuan bagi murid, melatih guru-guru,

3. menyebarluaskan materi pendidikandengan kualitas standar, dan

4. mendorong penguatan upaya efisiensi dan efektivitas kebijakan administrasi


pendidikan. Sistem pendidikan jarak jauh yang dimulai dengan generasi pertama
korespondensi (cetak), generasi kedua multimedia (Audio, VCD, DVD), generasi ketiga
pembelajaran jarak jauh(telekonferensi/TVe), generasi keempat pembelajaran fleksibel
(multimedia interaktif) dan generasi kelima e-Learning (web based course), akhirnya
generasi keenam pembelajaran mobile (koneksinirkabel/world web wide).

Peran penting TIK dalam menunjang tiga pilarkebijakan pendidikan nasional, yaitu:(1)
perluasan dan pemerataan akses; (2)peningkatan mutu, relevansi dan daya saing . Hasil
penelitian Kurniawati et,al (2005) menunjukan bahwa pada umumnya pendapat guru dan
siswa tentang manfaat ICT khususnya edukasi net antara lain : (1) Memudahkan guru dan
siswa dalam mencari sumber belajar alternative; (2 ) Bagi siswa dapat memperjelas materi
yang telah disampaikan oleh guru, karena disamping disertai gambar juga ada animasi
menarik; (3) Cara belajar lebih efisien; (4) Wawasan bertambah; (5) Mengetahui dan
mengikuti perkembangan materi dan info-info lain yang berhubungan dengan bidang
studi; dan (6) Membantu siswa melek ICT (Pujiriyanto, 2012).

B. Karakteristik Guru Abad 21

Terdapat ungkapan bahwa, buku bisa digantikan dengan teknologi, tetapi peran guru
tidak bisa digantikan, bahkan harus diperkuat. Pada era sekarang, abad 21, guru harus
mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mendesain pembelajaran yang kreatif.
Kemampuan para guru untuk mendidik pada era pembelajaran digital perlu dipersiapkan
dengan memperkuat pedagogi siber pada diri guru. Guru yang lebih banyak berperan
sebagai fasilitator harus mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada untuk
mendesain pembelajaran kreatif yang memampukan siswa aktif dan berpikir kritis Oleh
karena itu karakteristik guru dalam abad 21 antara lain:

Pertama, guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan
inspirator Kemampuan guru dalam posisi sebagai fasilitator, ini berarti harus mengubah
cara berpikir bahwa guru adalah pusat (teacher center) menjadi siswa adalah pusat (student

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


center). Ini berarti guru perlu memposisikan diri sebagai mitra belajar bagi siswa, sehingga
guru bukan serba tahu karena sumber belajar dalam era digital sudah banyak dan tersebar,
serta mudah diakses oleh siswa melalui jaringan internet yang terkoneksi pada gawai

Kedua, salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri
dan harus terus meningkatkan minat baca dengan menambah koleksi buku. Setiap kali
terdapat masalah pembelajaran, maka guru perlu menambah pengetahuan melalui bacaan
buku, baik
cetak maupun digital yang bisa diakses melalui internet.

Ketiga, guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis. Mempunyai
minat baca tinggi saja belum cukup bagi guru, tetapi harus memiliki keterampilan untuk
menulis. Guru juga dituntut untuk bisa menuangkan gagasangagasan inovatifnya dalam
bentuk buku atau karya ilmiah.

Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode
belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas
pembelajaran berbasis TIK.

Kelima, karakteristik guru abad 21 di tengah pesatnya perkembangan era teknologi


digital, bagaimanapun harus mampu melakukan transformasi kultural. Karena itu
transformasi mengandaikan terjadi proses pergantian dan perubahan dari sesuai yang
dianggap lama menjadi sesuatu yang baru. Konkretnya, sikap minimalis, formalistik, cepas
puas, reaktif, dan ceroboh, dalam abad 21 perlu diubah menjadi sikap yang menghargai
substantif, rasa ingin tahu tinggi, proaktif, akurat, presisi, detail, dan tekun.

Dalam pembelajaran guru perlu melakukan kegiatan pembelajaran dengan


langkah-langkah yang sistematis yaitu

1. Membentuk karakter siswa yang religius dengan memulai kegiatan belajar dengan
berdo’a

2. Menyampaikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tentang
keanekaragaman makhluk hidup (melalui tampilan slide di papan)

3. Menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa (melalui boneka yang dibawa oleh
siswa)

4. Memberikan stimulus pengetahuan dan menggali masalah yang akan dipelajari


(melalui pertanyaan yang diberikan kepada siswa tentang hewan di sekitarnya)

5. Menggunakan media yang beragam (melalui penggunaan boneka, gambar,


potongan-potongan artikel, slide, tayangan video) untuk mengakomodir kesulitan
belajar siswa sehingga siswa dapat mencapai kompetensi yang diberikan

6. memberikan kesempatan siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan melalui tugas


yang diberikan, (dengan pembentukan kelompok siswa dan kesempatan berdiskusi
menemukan jawaban)
7. Membantu siswa dalam mencari petunjuk menemukan jawaban permasalahan

8. Menyusun dan menyampaikan hasil diskusi terhadap permasalahan yang diberikan


dan

9. memberikan kesimpulan/penekanan jawaban terhadap permasalahan yang diberikan.


Tahapan-tahapan kegiatan belajar sebagaimana di atas akan dapat membentuk
karakter siswa yang religius, ingin tahu, disiplin, berani, mau dan mampu bekerja dalam tim,

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


aktif, kreatif, mandiri, cinta lingkungan dan tanah air ( memahami hewan langka yang perlu
diselamatkan), demokratis, Toleransi, komukatif , tanggung jawab dan pembelajaran akan
terasa menyenangkan dengan penggunaan teknologi sebagai media pembelajaran.

Dengan teknologi yang dikuasai oleh guru misalkan mencari sumber-sumber belajar
(video, artikel, dan praktisi lingkungan) akan menambah dapat wawasan siswa dan
menjadikan pembelajaran sesuai dengan kondisi lingkungan yang sebenarnya. Dengan
demikian, karakter guru yang positif (minat baca yang tinggi, rasa ingin tahu, mampu
berkomunikasi yang baik, mampu berinovasi, mengasosiasi pengetahuan baru menjadi
sebuah karya) akan dapat membentuk karakter peserta didiknya dalam menggunakan
media sebagai sumber belajarnya.

Karakteristik Siswa Abad 21

Sementara itu, abad 21 menuntut karakteristik siswa antara lain: (1) Keterampilan
belajar dan inovasi: berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi dan
kreativitas kolaboratif dan inovatif; (2) Keahlian literasi digital: literasi media baru dan
literasi ICT; dan (3) Kecakapan hidup dan karir: memiliki kemamuan inisiatif yang fleksibel
dan inisiatif adaptif, dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antarbudaya,
kecakapan kepemimpinan produktif dan akuntabel, serta bertanggungjawab. Tuntutan di
era global ini siswa harus menguasai beberapa aspek kemampuan yaitu Knowledge
economy (pengetahuan tentang ekonomi yang membutuhkan daya nalar yang kritis),
networking (pengetahuan tentang jaringan), global team (kemampuan untuk bekerja
sama dalam tim) dan innnovation driven ( dorongan untuk selalu mengembangkan
kreativitasnya). Dengan demikian di era 21 ini, siswa membutuhkan 4Cs yaitu critical
thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), collaboration (bekerja dalam tim),
dan creativity (kreatif).

1. Pola berpikir kritis misalnya membuat keputusan, memecahkan masalah, menganalisis


dan mensintesis, merefleksikan kekritisannya, dan membuat hubungan antar
permasalahan. Di dalam kelas berpikir kritis dapat dilatih kepada siswa melalui guided
inquiry, coding challenges, project based learning dan problem based learning.

2. Komunikasi misalnya dengan mengajak, memotivasi, menginformasi, mendengar


dengan efektif, memerintahkan. Di dalam kelas, ketrampilan berkomunikasi dilatih
dengan accountable talk, video production, social media use, skype call,blogs, wiki,
podcast

3. Kolaborasi membutuhkan penghargaan yang saling menguntungkan, pembangunan


kesepakatan, kesepahaman, berbagi tanggung jawab. Di kelas keterampilan
berkolaborasi misalnya dengan inquiry circles, desaign thinking teams/ tim pemikir
desain, iEarn global collaborations, problem based learning

4. Creativitas adalah ide, elaborasi, pengambilan resiko, pengambilan intisari, perputaran


sistem. di kelas misalnya kelas jenius, makerspaces, design thinking, STEM/ STEAM
challenges

Keterampilan di atas sangatlah diperlukan bagi siswa dalam menghadapi tantangan


global yang menuntut kecepatan berpikir, pemanfaatan sosial media, kemampuan bekerja
dalam tim dan mengembangkan kreatifitas pribadi. Kita sebagai guru harus pandai
mencari strategi pembelajaran yang dapat melatih ketrampilan tersebut. Student center
dan teamwork challenges harus diolah sedemikian hingga potensi siswa dapat digali dan
menemukan cara-cara mengoptimalkan kemampuan pribadinya. Selain itu, pemanfaatan

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


media TIK sangat penting sebagai cara untuk menyelaraskan pendidikan dengan
pengalaman siswa dalam memanfaatkan ICT dalam kehidupan sehari-hari.

PERAN MEDIA PEMBELAJARAN

A. Integrasi Teknologi dan Media ke dalam pembelajaran Abad ke 21


Ada dua bentuk kegiatan belajar yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan media
digital berbasis komputer diantaranya interactive tools dan interacting with others.
1. Interactive tools atau media peralatan interaktif. Peserta didik di era digital menggunakan
perangkat nirkabel bergerak (internet) dengan berbagai cara di dalam dan di luar aturan
sekolah yaitu dengan memanfaatkan teknologi dan media informasi internet kapanpun dan
dimanapun saat diperlukan.
2. Interacting with others (berinteraksi dengan orang lain). Penggunaan media komputer
berbasis internet memudahkan siswa untuk mencari sumber belajar dengan mudah dan
cepat dimanapun dan kapanpun. Ponsel pintar (android), tablet, dan laptop yang terhubung
dengan saluran internet dapat digunakan untuk mengirim pesan berupa video, pesan suara,
dan animasi.
Contoh pemanfaatan teknologi dan media informasi digital dalam kehidupan
sehari-hari oleh peserta didik atau guru adalah terjalinnya komunitas belajar berbasis web
terhadap semua peserta didik di seluruh penjuru dunia diantaranya pembuatan blog (jurnal
pribadi yang dapat diakses publik), pemanfaatan media wiki (informasi web yang dapat
diedit oleh pengguna yang terdaftar), dan podcast (file multimedia berbasis internet
yang diformat untuk dapat diunduh langsung ke perangkat seluler).

B. Pemanfaatan Teknologi dan Media Informasi ke dalam Pembelajaran Abad ke 21


Ada empat kemampuan yang harus dimiliki guru dalam pengembangan
pembelajaran di era digital yaitu Interactive Instruction (Pembelajaran Interaktif), Personal
Response System (PRS), Mobile Assessment Tools, dan Community of Practice (Komunitas
Praktik).
1. Interactive Instruction (Pembelajaran Interaktif)
Pembelajaran ini menunjukkan bahwa kegiatan seorang guru di era digital berisi
presentasi yang kaya akan media interaktif.
2. Personal Response System (PRS)
Guru dalam pembelajaran berbasis digital menggunakan perangkat digital handlehand,
seperti personal response system (PRS) atau biasa disebut sebagai “Clicker.”
3. Mobile Assessment Tools
Weinstein mengemukakan sumber komputasi seluler (mobile computing resources)
memungkinkan guru untuk merekam data assessmen siswa secara langsung dalam
perangkat seluler (mobile Device) yang mentransfer data ke komputer untuk membuat
laporan.
4. Community of Practice (Komunitas Praktik)
Guru di era digital juga berpartisipasi dalam kegiatan community of practice (COP),
dimana kelompok guru atau pendidik yang mempunyai tujuan sama dari seluruh penjuru
dunia saling berbagi ide dan sumber daya.
Terdapat Standar Teknologi Pendidikan Nasional untuk Guru (National Educational
Technology Standards for Teacher/NETS-T) yang memberikan lima pedoman dasar untuk
menjadi guru digital. Seperti yang terlihat pada Tabel NETS-T di bawah ini menjelaskan
praktik kelas, pengembangan pelajaran, dan harapan professional.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


MERANCANG DAN MENILAI PEMBELAJARAN ABAD KE 21

A. Prinsip-prinsip Pembelajaran Efektif abad ke 21

Smaldino, S. E., dkk (2015: 23-24) menjelaskan bahwa ada 8 prinsip pembelajaran yang efektif
yaitu : 1. Mengkaji pengetahuan sebelumnya,
2. Mempertimbangkan perbedaan individual,

3. Sesuai dengan tujuan negara (state objectives),

4. Mengembangkan ketrampilan metakognisi,


5. Memberikan interaksi sosial,

6. Menggabungkan konteks yang realistik


7. Melibatkan siswa dalam konteks yang relevan

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


8. Pemberian umpan balik yang sering, tepat waktu, dan konstruktif.

Pembelajaran akan bisa efektif jika guru sebelum memulai pembelajaran dengan
mengingatkan kembali kepada siswa pada pengetahuan (materi ajar) yang didapat sebelum
inti materi yang akan disajikan. Keberhasilan pembelajaran dikatakan berhasil apabila materi
ajar dapat dipahami dengan baik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Keaktifan siswa dapat dicapai apabila guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan
dinamisator selama proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat memanfaatkan
tenologi digital dan media online sebagai sumber pembelajaran dalam upaya mengaktifkan
siswa. Selain itu perlu menghubungkan materi ajar disesuaikan dengan kehidupan nyata
sehari-hari dimana lingkungan sosial siswa berada.

B. Strategi Pembelajaran Abad ke 21


1. Strategi pembelajaran abad ke 21

Prensky mendeskripsikan guru sebagai variabel proses hasil adopsi dan adaptasi teknologi
yang bergerak, baik secara cepat atau lambat. Ada empat fase proses adopsi dan adaptasi
guru dalam pemebelajaran abad 21 diantaranya: (1) berkecimpung (dabbling),(2) melakukan
hal-hal lama dengan cara lama (old things in old ways), (3) melakukan hal-hal lama dengan
cara-cara baru (old things in new ways) dan (4) melakukan hal-hal baru dengan cara-cara
baru (doing new things in new ways)

Strategi pembelajaran di abad 21 adalah sebagai berikut :


a. Fokus pembelajaran pada praktik belajar lebih dalam (deeper learning) dan belajar
kemitraan baru.

b. Strategi pembelajaran mengaplikasikan strategi pedagogi yang mendukung praktik deeper


learning dan kemitraan baru.
c. Pembelajaran langsung ke arah model pembelajaran penemuan (inquiry based model).

d. Pemanfaatan teknologi diarahkan pada upaya membantu siswa dalam mengembangkan


keterampilan teknologis sebagai bagian dari kompetensi abad 21.

e. Pendidikan informal dan belajar pengalaman berperan penting dalam mengembangkan


kompetensi peserta didik.

f. Assesmen dilakukan dengan pendekatan pedagogik transformatif. Assesmen autentik


memungkinkan guru untuk mengukur capaian pembelajaran secara komprehensif, mulai dari
dimensi kognisi, keterampilan, hingga sikap dan
sistem nilai, sehingga tidak hanya beorientasi pada produk (capaian hasil)
semata, tetapi juga dilihat dari dimensi proses pencapaiannya.
g. Dukungan infrastruktur pembelajaran / Ruang fisik (physical space) yang mencakup aspek
desain yang fleksibel, memfasilitasi keterhubungan yang konstruktif, konfigurasi
perpustakaan yang menjadi pusat belajar, dan desain yang memudahkan berhubungan
dengan dunia luar yaitu dengan komunitas yang lebih luas.

Smaldino, S. E., dkk (2015: 64-76) mengemukakan bahwa ada 10 tipe dari strategi
instruksional pembelajaran yang biasa digunakan di kelas diantaranya:

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


1. Presentation (Presentasi)

2. Demontrastion (Demonstrasi)
3. Drill and Practice (Latihan terus menerus dan Praktik)

4. Tutorial

5. Discussion (Diskusi)
6. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)

7. Problem-Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah)

8. Games (Permainan)
9. Simulations (Simulasi)

10. Discovery (Penemuan)

menurut Saripudin (2015: 4-6) desain pembelajaran yang bisa dikembangkan pada
pembelajaran abad 21 diantaranya:
a. Project Base Learning

Buck Institute for Education mendefinisikan bahwa karakteristik pembelajaran


project base learning sebagai berikut:
1) Pembelajar membuat keputusan, dan membuat kerangka kerja
2) Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya
3) Pembelajar merancang proses untuk mencapai hasil

b. Pembelajar bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang


dikumpulkan
5) Melakukan evaluasi secara kontinyu
6) Pembelajar secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan
7) Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya
8) Kelas memiliki atmosfer yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.

b. Project Oriented Learning

Project-oriented learning melibatkan pembelajar dalam suatu proyek misalnya proyek


tersebut berupa sebuah produk.Tujuan utamanya bukan hasil dari produk itu sendiri akan
tetapi lebih mengutamakan pada proses dan dampak dari pembelajaran tersebut. Karakter
utama dari project-oriented learning adalah bahwa proyek merupakan bagian dari tugas riset
dan pengembangan dimana prosesnya dibatasi oleh waktu, pembelajar secara individu
maupun kelompok diperkenalkan pada subyek, isi dan metodologi, untuk bekerja secara
bebas

c. Problem Based Learning

Pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (problembased learning)


mirip pendekatan belajar berbasis proyek (project-based learning) yang awalnya berakar pada
pendidikan medis dan diterapkan pada pendidikan bidang kedokteran. Kedua model
tersebut pada prakteknya menekankan lingkungan belajar siswa aktif, kerja kelompok
(kolaboratif), dan teknik evaluasi otentik (authentic assessment). Perbedaannya terletak pada

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


perbedaan objek. Jika dalam problem-based learning, pembelajar lebih didorong dalam
kegiatan yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data
(berhubungan dengan proses diagnosis pasien). Sedangkan dalam project-based learning
pembelajar lebih didorong pada kegiatan mendesain merumuskan pekerjaan, merancang
(designing), mengkalkulasi, melaksanakan pekerjaan, dan mengevaluasi hasil yang
diharapkan.

d. Cooperative Learning

Adapun Tipe-tipe Cooperative Learning antara lain sebagai berikut:


1) Jigsaw
2) NHT (Number Heads Together)
3) STAD (Student Teams Achievement Divisions)
4) TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)
5) Think-Pair-Share
6) Picture and Picture
7) Problem Posing
8) Problem Solving
9) Team Games Tournament (TGT)
10) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
11) Learning Cycle (Daur Belajar)
12) Cooperative Script (CS)

2. Menyusun rancangan pembelajaran di abad ke 21.

Pembelajaran abad ke 21 memiliki karakteristik yang khas yaitu komunikatif digital,


informasi bersifat sangat dinamis, informasi tersedia di mana saja, dan informasi tidak selalu
valid (Dispora DIY, 2017:2). Standar Teknologi Pendidikan Nasional untuk Siswa (National
Educational Technology Standards for Students/NETS-S) mengemukakan terdapat enam
keterampilan penting yang harus dimiliki dan ditanamkan guru kepada siswa yaitu 1).
Kreativitas dan inovasi 2). Komunikasi dan kolaborasi 3). Penelitian dan kelancaran informasi
4). Berpikir Kritis, Pemecahan Masalah, dan Pembuatan Keputusan 5). Kewarganegaraan
Digital (Digital Citizenship) 6). Operasi Teknologi dan Konsep

C. Prinsip-prinsip Penilaian Efektif pada Pembelajaran Abad ke 21

Smaldino (2015: 29-35) mengemukakan bahwa penilaian yang digunakan pada


pembelajaran abad 21 hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip penilaian efektif seperti
pada jenis penilaian berikut.
1. Penilaian Autentik
Penilaian autentik meminta siswa untuk menggunakan proses yang sesuai dengan isi materi
dan keterampilan yang sedang dipelajari dan digunakan siswa pada dunia nyata. Bentuk
penilaian yang paling sering digunakan adalah penilain autentik dengan menggunakan
daftar ceklist, skala sikap, daftar periksa peringkat produk, dan rubrik.

2. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio digunakan untuk menilai produk yang berwujud seperti prestasi dalam

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


hal analisis, sintaksis, dan evaluasi. Portofolio tradisional berwujud koleksi fisik dari hasil karya
siswa, sedangkan portofolio elektronik berisi pekerjaan menggunakan karya digital

3. Penilaian Tradisional
Ketika guru membutuhkan informasi terkait pengetahuan dan keterampilan. Penilaian
tradisional menggunakan standar tes yang sudah ditentukan sebelumnya untuk mengetahui
progres belajar siswa. khusus yang dimiliki siswa, maka penilaian tradisional digunakan untuk
mendemonstrasikan tingkat pengetahuan siswa tersebut

KOMPETENSI GURU

A. Pengembangan profesi guru

1. Kompetensi guru

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru
dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran. Menurut peraturan menteri Pendidikan Nasional No 16 tahun 2007 tentang
kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berbunyi bahwa setiap guru wajib memenuhi
kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional

Guru wajib memiliki:

1. Kualifikasi akademik (S1/D4 dari perguruan tinggi yang terakreditasi)

2. Kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional)


3. Sertifikat pendidik (melalui Pendidikan Profesi Guru)

4. Sehat jasmani & rohani

5. Kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (merupakan cita-cita nasional


untuk memajukan bangsa melalui dunia pendidikan)

2. Kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


A. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi Pedagogik meliputi : Pemahaman wawasana atau landasan kependidikan


Pemahaman terhadap peserta didik, Pengembangan kurikulum/silabus, Perancangan
pembelajaran, Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, Pemanfaatan
teknologi pembelajaran, Evaluasi hasil belajar, Pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya

B. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi Kepribadian menjadikan kita sebagai figur yang Mantap, Berakhlak mulia, Arif
dan bijaksana, Berwibawa, Stabil, Dewasa, Jujur, Menjadi teladan bagi peserta didik dan
masyarakat, Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, Mengembangkan diri secara
mandiri dan berkelanjutan.

C. Kompetensi Sosial

Kompetensi Sosial meliputi 1). Berkomunikasi lisan, tulisan, isyarat 2).Menggunakan


teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional 3). Bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang
tua/wali peserta didik 4).Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan
mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku 5).Menerapkan prinsip-prinsip
persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan

D. Kompetensi Profesional

Kompetensi Profesional meliputi penguasan 1). Materi pelajaran secara luas dan mendalam
sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran
yang diampu 2). Konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang
relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan,
mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu

3. Kompetensi pedagogik guru abad 21

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 20 disebutkan
bahwa Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta


menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara


berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial
ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
nilai-nilai agama dan etika; dan

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Persoalan kualitas guru dan pengelolaan layanan tenaga ahli kependidikan di Indonesia
masih menjadi persoalan besar. Program sertifikasi yang dilaksanakan dengan beragam
bentuk tetap menyisakan banyak persoalan. Dapat diuraikan masalah tersebut antara lain :

1. Kelulusan sertifikasi dari tahun 2011 mengalami penurunan dibanding tahun-tahun


sebelumnya yang disebabkan beberapa faktor seperti pendataan kurang akurat, kesulitan
memenuhi persyaratan dan kuota tidak terpenuhi.

2. kebijakan sertifikasi belum memberikan dampak yang positif, terbukti adanya keluhan
macetnya tunjangan, harapan pembelajaran berkualitas yang absen, dan kinerja guru
tidak menunjukkan peningkatan.

3. Hasil evaluasi pemerintah sekedar menghasilkan metamorfosis program yang nuasanya


sama juga belum mentransformasi mental dan kinerja guru.

4. Fenomena keengganan guru untuk mengikuti sertifikasi model PPG karena harus
dibiayai oleh guru yang bersangkutan.

5. Dukungan dan kemampuan pemerintah untuk melayani tenaga kependidikan yang


berpopulasi besar dan heterogen dalam tekanan eskalasi politik kuat cenderung
menjebak kebijakan program pengembangan profesionalisme guru menjadi pragmatis
dan tidak transformatif

6. Pembelajaran sebagai interaksi budaya unik (ideosyncratic respons) antara guru dan siswa
seolah menjadi kotak masif sangat rahasia (black box) yang tidak menjadi fokus diagnosa
untuk tindak lanjut peningkatan profesionalisme guru

7. Pertemuan-pertemuan pada tingkat gugus atau MGMP masih didominasi sebagai


penerusan informasi kebijakan dari atas bukan sebagai aktifitas profesional akademik

8. Empat dimensi kompetensi guru cenderung terfragmentasi dari konteks dan basis
pengalaman holistik sehingga masih berkutat pada istilah “pengembangan” yang
dipersempit pada aktifitas pengembangan kemampuan mengajar (professional teaching)

9. Guru dianggap kontainer pengetahuan yang dipatok menggunakan standar tertentu


untuk dipenuhi dengan pengetahuan dan ketrampilan baru. Pengembangan
profesionalisme lepas konteks dan tidak bekelanjutan secara mandiri (CAPL).

Konsep belajar seorang profesional

Paradigma pengembangan profesionalisme masih mengacu dengan pendekatan proyek dan


program-program pragmatis yang kurang menghargai pengalaman empiris guru sebagai
tacit knowledge. Diperlukan reorientasi paradigma dengan memahami konsep belajar
seorang profesional dan merevitalisasi pengembangan profesionalisme guru professional
development (PD) ke arah pengembangan professional learning (PL) dan akhirnya mencapai
continuous authentic professional learning (CAPL). pun demikian dengan LPTK sebagai
lembaga penyelenggara, harus merubah paradigma “pengembangan” digeser ke dalam
konsep “belajar” yang memberikan praktek pembelajaran secara nyata (bukan sekedar PPL)
pandangan “atomistik” digeser kedalam pandangan “holistik” yang dapat

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


mentransformasikan diri seorang guru menjadi berkelanjutan (continuous professional
learning) dan diletakkan dalam konsep belajar dalam bekerja (workplace learning). Model
pengembangan profesionalisme guru yang lebih transformatif, harus dipastikan berjalan
pro-aktif yang menghargai tacit knowledge dan pengalaman para guru dan tidak lepas
konteks (theoritical driven), namun (participants empirical driven). selain dari itu, Perlu
difahami juga bahwa seorang profesional konsep belajarnya adalah; (1) seorang profesional
belajar dari pengalaman terjadi secara siklikal atau disebut microgenetic development
moment by moment (experiential learning cycle), (2) belajar dari tindakan reflektif untuk
mentransformasi pengalaman menjadi aktifitas belajar, (3) belajar dimediasi oleh konteks
baik secara fisik maupun interaksi sosial

Revitalisasi Program Peningkatan Profesionalisme Guru

1. Satuan-satuan birokrasi diberikan otoritas untuk mengembangkan programprogram


peningkatan profesionalisme guru transformatif

2. Apresiasi memadai diberikan baik kepada para guru, pengawas maupun Dinas
Pendidikan
Kabupaten/Kota yang berhasil melakukan transformasi kultur akademik

3. Fungsi-fungsi pengawasan berbasis instrumentatif yang memandulkan kreatifitas guru


dan tidak lagi relevan bagi pengembangan profesionalisme guru sebaiknya dikurangi

4. Guru-guru secara otonom diberikan kebebasan untuk mengembangkan aktifitas


akademik dan forum-forum ilmiah, serta adanya dukungan revitalisasi minat baca para
guru

5. Pelayanan tenaga ahli kependidikan sebaiknya diberikan rujukan yang jelas sebagai
pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan profesi guru

6. Revitalisasi Sistem perekrutan yang ketat dan dilakukan oleh LPTK yang benar-benar
mendapat mandatoris untuk mencetak guru profesional

Revitalisasi untuk LPTK

LPTK melakukan Pendekatan baru dalam proses pembelajaran yang lebih berpusat pada
mahasiswa calon guru sehingga wawasan tentang prinsip-prinsip belajar berpusat pada
mahasiswa menjadi salah satu wawasan profesionalisme dalam pendidikan dan latihan
pengembangan profesionalisme guru (in service training) meliputi; (1) Paradigma baru
tentang metode pembelajaran menyangkut filosofi dan keyakinan epistimologis yang
mendasar tentang pengetahuan dan bagaimana proses belajar. (2). Pembelajaran
memerlukan lingkungan pembelajaran yang lebih kondusif, dan Metode pembelajaran bagi
calon guru harus bersifat transformati untuk membentuk kultur continuous professional
learning sejak awal. (3). Dosen LPTK bukankan satu-satunya sumber belajar dan lebih harus
berperan sebagai fasilitator dengan ide-ide baru dalam konteks nasional dan internasional.
(4). Dosen LPTK perlu mendorong dan merencanakan dengan baik terjadinya kerja
kelompok. (5). Dosen sebaiknya memberikan pengalaman belajar terpadu dan
menggunakan team teaching (6). dosen perlu dilatih menyusun rencana pembelajaran
otentik, terpadu, dan mahasiswa belajar aktif.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Tawaran solusi kepada pemerintah; perlu kerangka kerja nasional pengembangan
profesionalisme guru

Kerangka dasar pengembangan profesionalisme guru yang ditawarkan:

a. Pendidikan guru pra jabatan (pre-service teachertraining) dengan adanya pendidikan


lanjutan pasca lulus S-1

b. Perbaikan pendidikan guru dalam jabatan (inservice teacher training) melalui


pengembangan program latihan yang membantu guru mengadopsi pembelajaran
berpusat pada siswa dan pendekatan baru lainnya serta mempertimbangkan pendekatan
inovatif dalam implementasi program

c. Kompetensi guru yang perlu dikembangkan sesuai tuntutan era 21

d. Sistem penghargaan dan insentif bagi guru melalui kepangkatan, promosi jabatan, gaji
guru, beasiswa pendidikan, jaminan kesejahteraan guru, insentif dalam masa jabatan dan
insentif berbasis kerja

e. Integrasi EMIS (Sistem Informasi Manajemen Pendidikan) melalui perbaikan data base
guru, layanan pengelolaan pengembangan profesionalisme guru yang terdesentralisasi
seperti laporan dan rencana tindak lanjut

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

A. TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Hal yang terpenting adalah masukan atau input
yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Apa yang terjadi di
antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja
yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur.

Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behaviotistik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu
juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan.
Misalnya, ketika siswa diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan
semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif
(positive reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru
meningkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif
(negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus
yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan
terjadinya respons.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


1. Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike (1874-1949)

Menurut Thorndike, Perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat
berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat
diamati.

Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang
dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain
yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang
dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan.

2. Teori Belajar Menurut Watson (1878-1958)

Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus
dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel)
dan dapat diukur.pemikiran watson adalah sebagai berikut ini:

3. Teori Belajar Menurut Clark Leaonard Hull (1884-1952)

Teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

4. Teori Belajar Menurut Edwin Ray Guthrie (1886-1959)

Teori Guthrie mengatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung
hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih
tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan
menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon
tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan
penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan
mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang

5. Teori Belajar Menurut Burrhusm Frederic Skinner (1904-1990)

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dalam lingkungannya akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Pada dasarnya
stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi
antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan
diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan
mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Contoh Program
program pembelajaran menurut skinner seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus–respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),

Kelemahan Teori behavioristik antara lain

1. Tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau
hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon,

2. Tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara


stimulus yang diberikan dengan responnya,

3. Pandangan behavioristik tidak sempurna karena kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama,

4. Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier,konvergen,


tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses
pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan siswa untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

Perbedaan penggunaan hukuman antara Guthrie dan Skinner

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Ketidaksamaannya
terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan
muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang
siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan
siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan
pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang
disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive
reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah
bahwa penguat positif itu ditambah, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar
memperkuat respons.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada
teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu
yang ada di dunia nyata telah tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang
belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara
ketat. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis,
atau tes.

Menurut Thorndike peran yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Membentuk kebiasaan siswa. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dengan
sendirinya
2. Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah. Karena
mengubah kebiasaan yang telah terbentuk adalah hal yang sangat sulit.
3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan, jika satu kebiasaan saja sudah cukup
4. Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan
digunakan.

Pada jaman modern ini, aplikasi teori behavioristik berkembang pada pembelajaran dengan
powerpoint dan multimedia. Dalam pembelajaran dengan powerpoint, pembelajaran
cenderung terjadi satu arah. Materi disampaikan dalam bentuk powerpoint yang telah
disusun secara rinci. Sementara itu pada pembelajaran dengan multimedia, siswa diharapkan
memiliki pemahaman yang sama dengan pengembang, materi disusun dengan perencanaan
yang rinci dan ketat dengan urutan yang jelas, latihan yang diberikan pun cenderung
memiliki satu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dengan multimedia cenderung
diberikan sebagai penguatan dalam setiap soal, hal ini serupa dengan program pembelajaran
yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012), dimana Skinner mengembangkan model
pembelajaran yang disebut “teaching machine” yang memberikan feedback kepada siswa
bila memberikan jawaban benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar
feedback pada akhir test.

TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

1. Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif

 Dasar munculnya teori kognitif adalah setiap makhluk hidup mempunyai sel-sel syaraf
yang berkembang seiring dengan usianya. Manusia memiliki 4 bagian : Otak naluriah,
penyeimbang, emosional, korteks yang mengagumkan. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran perlu memperhatikan kemampuan kognitif setiap pebelajar

 Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon namun tingkah
laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya.

 Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling
berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil
dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.

 Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan
informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

2. Teori Perkembangan Jean Piaget (1896-1980)

Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan
menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam
pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Pemikiran piaget adalah sebagai berikut :

Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Piaget membagi tahaptahap perkembangan
kognitif ini menjadi empat yaitu;

1. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun) Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari
kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Pada tahap sensorimotor, anak
belajar tentang dunia melalui sentuhan dan indera lainnya.

2. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun). Pada tahap ini anak mulai mengatur objek
secara logis. Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol
atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi
menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak
telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun
masih sangat sederhana. Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat
memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks.
3. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.

4. Tahap Operasional formal (umur 11/12-18 tahun)


Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan
logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


tipe hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan
menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa

Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur
dan semakin abstrak cara berpikirnya. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak
sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.

3. Teori Belajar Menurut Jerome Bruner (1915-2016)

Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan


terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia
mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut
Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh
caranya melihat lingkungan, yaitu; enactive, iconic, dan symbolic. Gagasannya mengenai
kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi
pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari
mengajarkan materi secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi
yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. Cara yang baik untuk belajar adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai
kepada suatu kesimpulan (discovery learning). Menurut Bruner, kegiatan mengkategori
memiliki dua komponen yaitu; 1) tindakan pembentukan konsep, dan 2) tindakan
pemahaman konsep. Secara garis besarnya, pemikiran Jerome Bruner adalah sebagai
berikut ini :

4. Teori Belajar Bermakna David Ausubel (1918-2008)

Dikatakan bahwa pengetahuan diorganisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur


hirarkhis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan abstrak
membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit. Demikian juga pengetahuan
yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh seseorang, akan dapat
memudahkan perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci. Gagasannya mengenai
cara mengurutkan materi pelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci
yang sering disebut sebagai subsumptive sequence menjadikan belajar lebih
bermakna bagi siswa. Advance organizers yang juga dikembangkan oleh Ausubel
merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang
pembelajaran. Berdasarkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang dikemukakan

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


oleh Ausubel tersebut, dikembangkanlah oleh para pakar teori kognitif suatu model yang
lebih eksplisit yang disebut dengan skemata. Sebagai struktur organisasional, skemata
berfungsi untuk mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisahpisah,
atau sebagai tempat untuk mengkaitkan pengetahuan baru.

Beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi
pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif, dikemukakan secara
singkat sebagai berikut (Degeng, 1989):
a. Hirarhki belajar. Gagne menekankan Keterkaitan di antara bagian-bagian bidang studi
yang dituangkan dalam bentuk prasyarat belajar

b. Analisis tugas. Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi
adalah information-processing approach to task analysis. Hubungan prosedural menunjukkan
bahwa seseorang dapat saja mempelajari langkah terahkir dari suatu prosedur pertama kali,
tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat mulai dari langkah yang terahkir.

c. Subsumptive sequence. Ausubel menggunakan urutan umum ke rinci atau subsumptive


sequence sebagai strategi utama untuk mengorganisasi pengajaran. Perolehan belajar dan
retensi akan dapat ditingkatkan bila pengetahuan baru diasimilasikan dengan pengetahuan
yang sudah ada.

d. Kurikulum spiral. Gagasan Bruner dilakukan dengan cara mengurutkan pengajaran


dimulai dengan mengajarkan isi pengajaran secara umum, kemudian secara berkala kembali
mengajarkan isi yang sama dengan cakupan yang lebih rinci.

e. Teori Skema. Hasil belajar sebagai hasil pengorganisasian struktur kognitif yang baru,
merupakan integrasi antara pengetahuan yang lama dengan yang baru. Struktur kognitif
yang baru ini nantinya akan menjadi assimilative schema pada proses belajar berikutnya.

f. Webteaching. Webteaching yang dikemukakan Norman, merupakan suatu prosedur


menata urutan isi bidang studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya
peranan struktur pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang, dan struktur isi bidang
studi yang akan dipelajari. Pengetahuan baru yang akan dipelajari secara bertahap harus
diintegrasikan dengan struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.

g. Teori Elaborasi. Teori elaborasi mengintegrasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi


penataan isi pelajaran yang sudah ada, untuk menciptakan model yang komprehensif
tentang cara mengorganisasi pengajaran pada tingkat makro. Teori ini mempreskripsikan
cara pengorganisasian isi bidang studi dengan mengikuti urutan umum ke rinci, dimulai
dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari), kemudian
mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.

Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran

Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang
berkaian dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak
lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan
dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar
lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip
sebagai berikut:

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.

2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama
jika menggunakan benda-benda kongkrit.

3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman
dapat terjadi dengan baik.

4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman
atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.

5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.

6. Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal. Agar bermakna,
informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa.

7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatiakan, karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara umum memililiki pandangan yang sama yaitu
mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut Piaget, hanya dengan
mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sementara itu, Bruner lebih banyak memberikan
kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery). Cara
demikian akan mengarahkan siswa pada bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak
dilakukan pengulangan. Hal ini tercermin dari model kurikulum spiral yang dikemukakannya.
Berbeda dengan Bruner, Ausubel lebih mementingkan strutur disiplin ilmu. Dalam proses
belajar lebih banyak menekankan pada cara berfikir deduktif. Hal ini tampak dari konsepsinya
mengenai Advance Organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan
dipelajari siswa. Penerapan teori kognitif ini contohnya pada pembelajaran mandiri, model
diskusi dengan memfokuskan pada perkembangan siswa dan guru sebagai fasilitator. Selain
itu, untuk memberikan pembelajaran yang bermakna dapat digunakan metode :

a. Mnemonic Device. Mnemonic Device adalah suatu teknik untuk memudahkan mengingat
sesuatu yang dilakukan dengan membuat rumusan atau ungkapan, atau menghubungkan
kata, ide, dan khayalan.

b. Visual Aid. Selain Mnemonic Device, untuk membuat siswa tersebut dapat memanfaatkan
kedua bagian otaknya, kiri dan kanan, maka menggunakan Visual Aid sebagai rangsangan
terhadap reaksi otak kanannya. Visual AID merupakan alat yang dapat membantu
memperjelas suatu uraian atau penjelasan yang berbentuk tabel, grafik, gambar, diagram /
bagan, peta, dan foto. Hal ini membuat pesan atau kronologis dari materi akan mudah
diterima oleh siswa.

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN PENERAPANNYA

DALAM PEMBELAJARAN

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif

 Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan
masyarakat masa depan yang dikehendaki.

 Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki adalah menusia-manusia yang


memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil
keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus
menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses … (to)
learn to be. Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan
kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.

 Langkah strategis bagi perwujudan tujuan di atas adalah adanya layanan ahli
kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active learning atau
pendekatan cara belajar siswa aktif adalah landasan yang kokoh bagi terbentuknya
manusia-manusia masa depan yang diharapkan. Penerapan ajaran tut wuri handayani
merupakan wujud nyata yang bermakna bagi manusia masa kini dalam rangka
menjemput masa depan. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik dalam kegiatan
belajar dan pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut.

 Belajar adalah pemaknaan pengetahuan baru yang mendorong munculnya : Diskusi


pengetahuan yang dipelajari, Berfikir divergen, bukan hanya 1 jawaban yang benar,
Berbagai jenis luapan pikiran atau aktivitas, Ketrampilan berpikir kritis, Menggunakan
informasi pada situasi baru

1. Kajian terhadap teori belajar

Dalam pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu


kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang
terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah suatu
barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai
pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut. Bila
guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu
kepada siswa, pentransferan itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa
sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri. Semakin banyak seseorang
berinteraksi dengan obyek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan
obyek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci. Von Galserfeld (dalam Paul,
S., 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses
mengkonstruksi pengetahuan, yaitu;

1) Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,

2) Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan


perbedaan, dan

3) Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.

Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah


konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan
struktur kognitif yang dimilikinya.

2. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Secara konseptual, proses belajar sebagai pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada
pemutahkiran struktur kognitifnya. Pemberian makna terhadap obyek dan pengalaman
oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui
interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun
di luar kelas.

Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki


kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi
dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru.
Peranan kunci guru dalam interaksi pedidikan adalah pengendalian yang meliputi;

1. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil


keputusan dan bertindak.

2. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan


meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.

3. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa


mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar


adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu
seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk
membantu pembentukan tersebut.

Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan metode evaluasi goal-free.
digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman
kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik dapat
diarahkan pada tugas-tugas autentik, mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan
proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi Merrill, atau
“strategi kognitif” dari Gagne, serta “sintesis” pada taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksi
pengalaman siswa, dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai
perspektif.
Secara garis besarnya Ciri-ciri pembelajaran konstruktivistik adalah :

1) Pengetahuan-pengetahuan bentukan siswa yang sedang belajar

2) Lewat interaksi dengan bahan atau pengalaman baru


3) Terjadi secara personal atau sosial, tidak dapat ditransfer dari guru ke siswa

4) Isi ditentukan bersama siswa

5) Pengetahuan : non obyektif, temporer dan selalu berubah


6) Belajar : pemaknaan pengetahuan mengajar : menggali makna

7) Isi belajar bias mmiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang
dipelajari

8) Mind berfungsi sbagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik

9) Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu, kita yang member
makna terhadap realitas

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


10) Si belajar dihadapkan pada lingkungan belajar yang bebas

11) Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai


interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai
12) Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan

13) Kontrol belajar dipegang oleh si belajar

14) Tujuan pembelajaran menekankan pada penciptaan , pemahaman yang menuntut


aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata

15) Strategi pembelajaran : penggunaan pengetahuan scara bermakna mengikuti


pandangan
siswa, aktivitas belajar dalam konteks nyata, mnekankan pada proses.

3. Konstruksi Pengetahuan Menurut Lev Vygotsky (1896-1934)

Teori belajar kokonstruktivistik merupakan teori belajar yang di pelopori oleh Lev Vygotsky.
Teori belajar ko-kontruktinvistik atau yang sering disebut sebagai teori belajar sosiokultur
merupakan teori belajar yang titik tekan utamanya adalah pada bagaimana seseorang
belajar dengan bantuan orang lain dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona
Proksimal Developmen (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi. Di mana
anak dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatu dan
memecahkan masalah yang dihadapinya. Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat
berfikir akan menyebabkan terjadinya perkembangan kognitif dalam diri seseorang.

Teori belajar kokonstruktivistik meliputi tiga konsep utama, yaitu :

A. Hukum Genetik tentang Perkembangan

Perkembangan menurut Vygotsky tidak bisa hanya dilihat dari fakta-fakta atau
keterampilan-keterampilan, namun lebih dari itu, perkembangan seseorang melewati dua
tataran. Tataran sosial (interpsikologis dan intermental) dan tataran psikologis
(intrapsikologis). Teori kokonstruktivistik menenpatkan intermental atau lingkungan sosial
sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta
perkembangan kognitif seseorang.

B. Zona Perkembangan Proksimal

Vygotsky mendefinisikan Zona Perkembangan Proksimal sebagai jarak antara level


perkembangan aktual seperti yang ditentukan untuk memecahkan masalah secara individu
dan level perkembangan potensial seperti yang ditentukan lewat pemecahan masalah di
bawah bimbingan orang dewasa atau dalam kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih
mampu. Zona Perkembangan Proksimal terdekat adalah ide bahwa siswa belajar konsep
paling baik apabila konsep itu berada pada zona perkembangan terdekat mereka
(Guruvalah).

Vygotsky mengemukakan ada empat tahapan ZPD yang terjadi dalam perkembangan dan
pembelajaran, yaitu :
1. Tahap 1 : Tindakan anak masih dipengaruhi atau dibantu orang lain.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


2. Tahap 2 : Tindakan anak yang didasarkan atas inisiatif sendiri.

3. Tahap 3 : Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi.

4. Tahap 4 : Tindakan anak spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk
berfikir abstrak.

C. Mediasi

Mediasi merupakan tanda-tanda atau lambang-lambang yang digunakan seseorang untuk


memahami sesuatu di luar pemahamannya. Ada dua jenis mediasi yang dapat
mempengaruhi pembelajaran yaitu, (1) tema mediasi semiotik didapat dari hal yang belum
ada di lingkungan sekitar) ,(2) scoffalding (didapat dari hal yang memang sudah ada di
suatu lingkungan).

Kunci utama untuk memahami proses sosial psikologis adalah tanda-tanda atau
lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator yang merupakan produk dari
lingkungan sosiokultural di mana seseorang berada. Untuk memahami alat-alat mediasi ini,
anak-anak dibantu oleh guru, orang dewasa maupun teman sebaya yang lebih faham.

Berdasarkan teori Vygotsky Yuliani (2005: 46) menyimpulkan beberapa hal yang perlu
untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran, yaitu :

1. Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas


untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui
belajar dan berkembang.

2. Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dari pada


perkembangan aktualnya.

3. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan


kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramentalnya.

4. Anak diberikan kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif


yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural untuk melakukan tugas-tugas
dan memecahkan masalah

5. Proses Belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan
ko-konstruksi

Prinsip-prinsip utama teori belajar kokonstruktivistik yang banyak digunakan dalam


pendidikan menurut Guruvalah :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif
2. Tekanan proses belajar mengajar terletak pada Siswa
3. Mengajar adalah membantu siswa belajar
4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses dan bukan pada hasil belajar
5. Kurikulum menekankan pada partisipasi siswa
6. Guru adalah fasilitator

Dengan demikian, Penekanan peran guru dalam konstruktivistik adalah menentukan Strategi
yang dapat mempengaruhi proses, menentukan Strategi yang mempengaruhi hasil,
menumbuhkan Motivasi dan usaha yang dapat mempengaruhi belajar dan hasil unjuk kerja,

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


memandang bahwa Belajar memiliki aspek sosial, menggunakan Kerja kelompok sebagai
bagian dari proses belajar yang sangat berharga

4. Perbandingan Pembelajaran Tradisional (Behavioristik) dan Pembelajaran


Konstruktivistik

Kegiatan pembelajaran dengan teori behavioristik selama ini berlangsung banyak didominasi
oleh guru. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks. Diharapkan siswa
memiliki pandangan yang sama dengan guru, atau sama dengan buku teks tersebut.
Alternatif-alternatif perbedaan interpretasi di antara siswa terhadap fenomena sosial yang
kompleks tidak dipertimbangkan. Siswa belajar dalam isolasi, yang mempelajari kemampuan
tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya setiap hari. Pengajaran didasarkan
pada gagasan atau konsep-konsep yang sudah dianggap pasti atau baku, dan siswa harus
memahaminya. Pengkonstruksian pengetahuan baru oleh siswa tidak dihargai sebagai
kemampuan penguasaan pengetahuan.

Berbeda dengan pembelajaran konstruktivistik yang membantu siswa menginternalisasi dan


mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan
baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru. Pendekatan konstruktivistik
lebih luas dan sukar untuk dipahami. Pandangan ini tidak melihat pada apa yang dapat
diungkapkan kembali atau apa yang dapat diulang oleh siswa terhadap pelajaran yang telah
diajarkan dengan cara menjawab soal-soal tes (sebagai perilaku imitasi), melainkan pada apa
yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan, dan ditunjukkannya. Pada pembelajaran
konstruktivistik, siswa yang diharapkan memiliki peran optimal. Selain itu siswa juga
diharapkan untuk dapat berkolaborasi dengan orang lain untuk mencapai kemampuan yang
optimal.

Adapun perbedaannya sebagai berikut ini :

Pembelajaran Tradisional Pembelajaran konstruktivistik

Kurikulum disajikan dari bagian - bagian Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan
menuju ke seluruhan dengan menuju ke bagian - bagian, dan lebih
menekankan pada ketrampilan - mendekatkan pada konsep-konsep yang
ketrampilan dasar. lebih luas.

Pembelajaran sangat taat pada Pembelajaran lebih menghargai pada


kurikulum yang telah ditetapkan pemunculan pertanyaan dan ide-ide
siswa.

Kegiatan kurikuler lebih banyak Kegiatan kurikuler lebih banyak


mengandalkan pada buku teks mengandalkan pada sumber-sumber
dan buku kerja. data primer dan manipulasi bahan.

Siswa-siswa dipandang sebagai “kertas Siswa dipandang sebagai pemikir pemikir


kosong” yang dapat digoresi infor-masi yang dapat memunculkan teori-teori tentang
oleh guru, dan guru-guru pada dirinya.
umumnya menggunakan cara didak-tik
dalam menyampaikan informasi kepada
siswa

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Penilaian hasil belajar atau pengetahuan Pengukuran proses dan hasil belajar siswa
siswa dipandang terjalin di dalam kesatuan
sebagai bagian dari pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru
biasanya dilakukan pada akhir pelajaran mengamati hal-hal yang sedang dilakukan
dengan cara testing. siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan

Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri- Siswa-siswa banyak belajar dan bekerja di


sendiri, tanpa ada group process dalam dalam group process.
belajar.

5. Penerapan Teori Konstruktivistik dalam pembelajaran

Siswa dalam pembelajaran konstruktivistik di abad 21 (ISTE dalam smaldino, dkk, 2010)
dituntut untuk:
1. memiliki kreativitas dan inovasi,
2. dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain,
3. menggunakan kemampuannya untuk mencari informasi dan menganalisis informasi
yang dia dapatkan,
4. berpikir kritis dalam memecahkan masalah ataupun dalam membuat keputusan,
5. memahami konsep-konsep dalam perkembangan teknologi dan mampu
mengoperasikannya.

Penerapan teori konstruktivistik dalam pembelajaran antara lain :

a. model pembelajaran colaboratif


b. pembelajaran melalui social media (social media learning)

c. pembelajaran kelompok dengan menggunakan fasilitas internet seperti google share.

d. model discovery learning ataupun problem solving.

Pada sistem pembelajaran abad 21 dan kurikulum 2013 teori konstruktivisme ini sangat
cocok diterapkan karena berorientasi pada kegiatan siswa (student center). Model-model
pembelajarannya menekankan agar bagaimana siswa lebih aktif untuk menggali informasi
dan mndapatkan pengalaman nyata di lapangan diantaranya melalui Tujuan yang
diharapkan adalah bagaimana siswa mampu memberikan solusi terhadap permasalahan
( Problem Solving ), bagaimana berfikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif
yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher-Order Thinking Skill) dan
bagaimana bekerja sama dengan teman dalam kelompok , perusahaan,Expert ataupun
masyarakat (Collaborative Work ).

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA


DALAM PEMBELAJARAN

Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik

Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari
dari pada proses belajar itu sendiri untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Teori humanistik berpendapat
bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan
manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang
belajar, secara optimal. Pemahaman terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori
humanistik dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan
manusia. Hal ini menjadikan teori humanistik bersifat sangat eklektik.

Pandangan David A. Kolb terhadap Belajar

Kolb (1939-sekarang) membagi tahap-tahap belajar Menjadi 4, yaitu:

a. Tahap pengalaman konkrit dimana seseorang mampu atau dapat mengalami suatu
peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya dan belum memiliki kesadaran
tentang hakekat dari peristiwa tersebut.

b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif dimana seseorang makin lama akan semakin
mampu melakukan observasi secara aktif dan melakukan refleksi dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa
hal itu mesti terjadi.

c. Tahap konseptualisasi dimana seseorang sudah berfikir induktif untuk membuat abstraksi,
mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang
menjadi obyek perhatiannya.

d. Tahap eksperimentasi aktif dimana seseorang sudah mampu Berfikir deduktif untuk
mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata.

Pandangan Peter Honey dan Alan Mumford terhadap Belajar

Honey dan Mumford menggolonggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam
atau golongan, yaitu

a. Kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif
dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman baru.
Pemikirannya terbuka, mudah bergaul, menghargai pendapat orang lain namun cepat
bosan dan kurang pertimbangan. Orang-orang demikian senang pada hal-hal yang
sifatnya penemuan-penemuan baru, sehingga metode yang cocok adalah problem
solving, brainstorming.

b. Kelompok reflektor adalah mereka yang melakukan suatu tindakan sangat berhati-hati
dan penuh pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu
memperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Mereka tidak mudah
dipengaruhi dan cenderung konservatif.

c. Kelompok teoritis adalah mereka yang memiliki kecenderungan yang banyak


menggunakan penalaran, sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional, kembali
ke teori, konsep hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya
subyektif dan tidak menyukai tindakan spekulatif.

d. Kelompok pragmatis adalah mereka yang mementingkan sifat-sifat yang praktis, tidak
suka berpanjang lebar dengan teori-teori. Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna
jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Pandangan Jurgen Habermas terhadap belajar

Belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya baik
lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat dipisahkan.
ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu;

1) Belajar Teknis ( technical learning) dengan mempelajari Pengetahuan dan


keterampilan agar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan
alamnya secara benar.

2) Belajar Praktis ( practical learning) dengan mempelajari bagaimana seseorang


dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di
sekelilingnya dengan baik.

3) Belajar Emansipatoris (emancipatory learning) dengan mempelajari upaya agar


seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya
perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya

Pandangan Benjamin Samuel Bloom (1913-1999) dan David Krathwohl (1921-2016)


terhadap Belajar

Bloom dan Krathwohl (1956) menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh
individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar yang dirangkum
dalam “Taksonomi Bloom”. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom adalah

a. Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu:


1) Pengetahuan (mengingat, menghafal)

2) Pemahaman (menginterpretasikan)

3) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)


4) Analisis (menjabarkan suatu konsep)

5) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian kosep menjadi suatu konsep utuh)

6) Evaluasi (membandingkan nilai-nilai, ide. metode, dsb.)


b. Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:

1) Peniruan (menirukan gerak)

2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)


3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)

4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar).

5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)


c. Domain afektif terdiri atas 5 tingkatan, yaitu:

1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)

2) Merespon (aktif berpartisipasi)


3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu)
4) Pengorganisasian (menghubunghubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)

Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran

Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis.
Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari
pada bidang pendidikan, sehingga sukar meterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang
lebih konkrit dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia,
maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran
untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut. Teori humanistik akan sangat membantu
para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya
pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan
untuk mencapai tujuannya. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan
komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan
strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia
yang dicita-citakan tersebut.

Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa maka

1. Pengalaman emosional perlu diperhatikan

2. Perbedaan antara siswa satu dengan yang lain perlu dihargai


3. Adanya kebebasan berpendapat saat belajar

4. Keterlibatan aktif siswa dalam seting belajar

5. Belajar ekperiensial
Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses belajar maka hal yang perlu dilakukan guru adalah

1. Menggunakan metode pembelajaran cooperative learning melalui small group learning


meliputi kompetisi ataupun large group learning untuk memotivasi belajar mandiri,
merefleksi diri dan berpikir kritis.

2. Berdiskusi peralatan apa yang dapat digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran mereka.

3. Mengintegrasikan teknologi ke dalam pelajaran sehingga siswa dapat membangun sendiri


materi pembelajaran yang telah dipelajarinya, membuat format presentasi dan
menerapkan penelitiannya.

4. Menciptakan kualitas dari personal relationship diantara guru dan murid dengan menjadi
role model yang mereka butuhkan dalam hidupnya

5. Melepaskan topeng kekuasaan dan meluangkan waktu untuk mengetahui karakter siswa,

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Perkembangan peserta didik

Proses pembelajaran akan dapat berlangsung secara efektif atau tidak, sangat ditentukan
oleh seberapa tinggi tingkat pemahaman pendidik tentang karakteristik yang dimiliki peserta
didiknya. Pemahaman karakteristik peserta didik sangat menentukan hasil belajar yang akan
dicapai, aktivitas yang perlu dilakukan, dan assesmen yang tepat bagi peserta didik. Atas
dasar ini sebenarnya karakteristik peserta didik harus menjadi perhatian dan pijakan pendidik
dalam melakukan seluruh aktivitas pembelajaran. Karakteristik peserta didik menurut
Smaldino (2015: 40) secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
karakteristik umum, kemampuan awal dan gaya belajar. Karakteristik umum peserta
didik (Smaldino 2015: 40; Muhammad Yaumi (2013: 118) yang meliputi: gender, etnik,
usia, kultural, status sosial, dan minat.

A. Gender dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

Perbedaan karakter laki laki dan perempuan perbedaannya pada fisiologis dan biologis,
peran, perilaku, kegiatan dan atribut di masyarakat. Sedangkan kesamaan peran dalam hak
dan kewajiban sesuai dengan adat istiadat, budaya masyarakat. Seperti kesetaraan dalam
memperoleh pekerjaan, peningkatan ilmu dan takwa, mencapai cita-cita menjadi guru,
dokter, dan lain-lain. Atas dasar karakteristik yang demikian tentunya akan berimplikasi
terhadap pengelolaan kelas, pengelompokan peserta didik, dan pemberian tugas yang
dilakukan pendidik.

B. Etnik dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

Negara Indonesia merupakan Negara yang luas wilayahnya dan kaya akan etniknya.
sehingga dalam sekolah dan kelas tertentu terdapat multi etnik/suku bangsa, seperti dalam
satu kelas kadang terdiri dari peserta didik etnik Jawa, Sunda, Madura, Minang, dan Bali,
maupun etnik lainnya. Seorang pendidik tentunya dalam melakukan proses pembelajaran
perlu memperhatikan kondisi etnik dalam kelasnya. proses pembelajaran dengan peserta
didik yang multi etnik maka dalam melakukan interaksi dengan peserta didik di kelas
tersebut perlu menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua peserta didiknya.

C. Usia dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

Usia yang dimiliki peserta didik akan berkonsekuensi terhadap pendekatan pembelajaran,
motode, media, dan jenis evaluasi yang digunakan pendidik. Untuk itu kita berpedoman usia
perkembangan intelektual menurut piaget yaitu: 1. Tahap sensori motor (0,0 – 2,0 tahun) 2.
Tahap pra operasional (2,0 – 7,0 tahun) 3. Tahap operasional konkrit (7,0 – 11 tahun) 4. Tahap
operasional formal (11,0- 14,0 ke atas)

Berdasarkan teori perkembangan dari Piaget tersebut, selanjutnya dapat diketahui tiga
dalil pokok Piaget :

1. Bahwa perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi
dengan urutan yang sama.

2. Bahwa tahaptahap perkembangan didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental
(pengurutan, pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotesis dan penarikan
kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


3. Bahwa gerak melalui melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan
(equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara
pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi)

D. Kultural dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

Budaya yang ada di masyarakat kita sangatlah beragam, seperti kesenian, kepercayaan,
norma, kebiasaan, dan adat istiadat. Dengan demikian, kita mungkin akan menghadapi
peserta didik multikultural dalam kelas. Pendidikan multikultural menurut Choirul Mahfud
(2016: 187) memiliki ciri-ciri: 1) Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan
manusia berbudaya (berperadaban). 2). Materinya mangajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan,
nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural). 3) metodenya demokratis, yang
menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis
(multikulturalisme). 4). Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak
didik yang meliputi aspek persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya. Oleh
karenanya, dalam menghadapi peserta didik yang multikultural, perlu
mempertimbangkan keberagaman budaya tersebut, sehingga apa yang disampaikan
dapat diterima oleh semua peserta didik, atau tidak hanya berlaku untuk budaya
tertentu saja

E. Status sosial dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

Peserta didik pada suatu kelas biasanya berasal dari berbagai status sosial-ekonomi
masyarakat, baik dilihat dari latar belakang pekerjaan, jabatan ataupun kondisi ekonomi
orang tua. Oleh karena itu pendidik dituntut untuk mampu mengakomodasi hal-hal seperti
ini. Misal dalam proses pembelajaran pendidik jangan sampai membeda-bedakan atau
diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada peserta didiknya. Dan juga dalam
memberikan tugas-tugas juga yang sekiranya mampu diselesaikan oleh semua peserta didik
dengan latar belakang ekonomi sosial yang sangat beragam.

F. Minat dan Aplikasinya dalam Pembelajaran

Minat dapat diartikan suatu rasa lebih suka, rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktivitas. Oleh karena itu apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan
minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingan orang
tersebut. Hendaknya pembelajaran terus ditumbuh kembangkan minat siswa agar selalu
tinggi. Indikator yang dimaksud meliputi: perasaan senang, ketertarikan peserta didik,
perhatian dalam belajar, keterlibatan belajar siswa, manfaat dan fungsi mata pelajaran. Minat
belajar merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran, dan perlu untuk selalu
ditingkatkan. Berbagai upaya perlu dilakukan pendidik untuk menumbuhkan minat belajar
peserta didiknya diantaranya pendidik menyampaikan tujuan/manfaat mempelajari suatu
tema/mata pelajaran, menggunakan media pembelajaran, dan menggunakan model
pembelajaran inovatif.

KARAKTERISTIK UMUM PESERTA DIDIK

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Pengertian Kemampuan Awal Peserta Didik

Perbedaan cara peserta didik di dalam memproses dan mengintegrasikan informasi


baru dapat berakibat pada berbeda-bedanya pula mereka dalam mengingat (memorizing),
berpikir, menerapkan, dan menciptakan pengetahuan baru. Pengetahuan pada dasarnya
bukan sekedar komoditas yang dapat ditransfer dari satu pikiran ke pikiran yang lain tanpa
adanya transformasi. Pengetahuan ini terdiri dari gabungan fakta, konsep, model, persepsi,
keyakinan, nilai, dan sikap, yang beberapa di antaranya akurat, lengkap, dan sesuai dengan
konteks yang akan dipelajari, namun beberapa di antaranya bisa jadi merupakan
pengetahuan awal yang tidak akurat, dan tidak mencukupi sebagai pra-syarat untuk
mempelajari mata pelajaran tertentu.

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kemampuan awal peserta didik terhadap


sebuah subyek tertentu akan mempengaruhi bagaimana dan apa yang akan mereka pelajari
(Dick,Carey, & Carey, 2009). Oleh karena itu, salah satu komponen penting yang diperlukan
dalam mendesain suatu mata pelajaran adalah mengidentifikasi kemampuan awal peserta
didik anda. Guru dan peserta didik sudah seharusnya menjadikan karakteristik peserta didik
yang terkait dengan kemampuan awal sebagai pijakan dalam mendesain, mengembangkan
dan melaksanakan program-program pembelajaran. Kemampuan awal adalah pemahaman,
pengalaman, pengetahuan prasyarat, dan segala sesuatu yang dimiliki oleh peserta didik
sebagai pegetahuan awal (prior knowledge) dan disusun secara hirarkis sebagai basis data
pengalaman (experiential data base) di dalam diri peserta didik

Setelah mempelajari materi tentang kemampuan awal peserta didik di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa:

Kemampuan awal adalah pemahaman, pengalaman, pengetahuan prasyarat, dan


segala sesuatu yang dimiliki oleh peserta didik sebagai pengetahuan awal (prior
knowledge) dan disusun secara hirarkis sebagai basis data pengalaman (experiential
data base) di dalam diri peserta didik.

Identifikasi pengetahuan tentang kemampuan awal peserta didik sangat penting


karena berguna untuk memberikan dosis pelajaran yang tepat kepada peserta didik,
mengambil langkah-langkah yang diperlukan oleh guru, mengukur apakah peserta
didik memiliki prasyarat yang dibutuhkan, dan memilih pola-pola pembelajaran yang
lebih baik

Beberapa teknik mendeteksi kemampuan awal peserta didik dapat dilakukan diantaranya
dengan: menggunakan catatan atau dokumen yang tersedia, menggunakan tes prasyarat
(prerequisite test) dan tes awal (pre-test), mengadakan konsultasi individual, dan
menggunakan angket atau kuesioner kepada peserta didik untuk memperoleh informasi
terkait bagaimana karakteristik peserta didik khususnya kemampuan awal ataupun
pengalaman yang sudah dimiliki oleh peserta didik.

Klasifikasi pembelajaran menurut Gagne (1977) meliputi lima jenis kemampuan atau ranah
belajar, yakni: keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan
psikomotor.

KECERDASAN MAJEMUK PESERTA DIDIK

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Kecerdasan adalah sikap intelektual mencakup kecepatan memberikan jawaban,
penyelesaian dan kemampuan memecahkan masalah. Kekuatan dan preferensi perseptual
dan mengaplikasinya dalam pembelajaran.

A. Kekuatan dan preferensi perseptual dan mengaplikasinya dalam pembelajaran

Peserta didik memiliki gerbang sensorik (visual, auditori, jasmani, dan kinestetik) yang
mereka lebih suka gunakan dan mana yang mahir penggunaannya. Bobi de porter (2000)
mengemukakan bahwa gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. Dalam kenyatannya, kita
semua memiliki ketiga gaya belajar itu; hanya saja biasanya satu gaya mendominasi (Rose
dan Nicholl, 1997). Tes berikut akan membantu setiap peserta didik mengidentifikasi gayanya
belajarnya.

Pelajar Visual
Dorong pelajar visual mempunyai banyak simbol dan gambar dalam catatan mereka. Dalam
matematika dan ilmu pengetahuan, tabel dan grafik akan memperdalam pemahaman
mereka. Peta pikiran dapat menjadi alat yang bagus bagi para pelajar visual belajar terbaik
saat mulai dengan “gambaran keseluruhan,” melakukan tinjauan umum mengenai bahan
pelajaran akan sangat membantu. Membaca bahan secara sekilas misalnya, memberikan
gambaran umum mengenai bahan bacaan sebelum mereka terjun kedalam perinciannya.
Pelajar Auditorial
Para pelajar Auditorial mungkin lebih suka merekam pada kaset dari pada mencatat, karena
mereka suka mendengarkan informasi berulang-ulang. Jika mereka kesulitan dengan satu
konsep bantulah mereka berbicara dengan diri mereka sendiri untuk memahaminya. Anda
dapat membuat fakta panjang yang mudah diingat oleh siwa auditorial dengan
mengubahnya menjadi lagu, dengan melodi yang sudah dikenal dengan baik.
Pelajar Kinestetik
Pelajar-pelajar ini menyukai terapan. Lakon pendek dan lucu terbukti dapat membantu.
Pelajar kinestetik suka belajar melalui gerakan dan paling baik menghafal informasi dengan
mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta. Banyak pelajar kinestetik menjauhkan diri dari
bangku, mereka lebih suka duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekeliling mereka.

B. Kebiasaan memproses informasi dan aplikasinya dalam pembelajaran.

Gaya berfikir seperti yang diungkapkan Anthony Gregorc (1982) yang mengembangkan
teori gaya berfikir berdasarkan dua variable, yaitu bagaimana cara kita melihat dunia
(bagaimana kita melihat dunia secara abstrak dan konkrit). Dan juga cara kita memahami
dunia (dalam pemahaman sistemasis dan acak). Menggunakan dua variable tersebut,
Gregorc mengkombinasikannya sehingga membentuk empat gaya berfikir:

a. Concrete Random Thinkers. pemikir ini, adalah pemikir yang menikmati eksperimen, juga
dikenal sebagai pemikir yang berbeda. Mereka ingin mengambil lompatan intuitif untuk
menciptakan. peserta didik menikmati menciptakan model baru dan hal-hal praktis yang
dihasilkan dari pengembangan pembelajaran dan konsep baru mereka. Pebelajar dengan
tipe ini mudah belajar melalui permainan,simulasi, proyek mandiri, dan discovery learning

b. Concrete Sequential Thinkers. pemikir ini berbasis pada aktifitas fisik yang dimaknai
dengan rasa. Mereka adalah detail oriented, dan mengingat merupakan hal mudah bagi
mereka. Mereka membutuhkan struktur, kerangka, jadwal, dan organisasi pembelajaran.
Pebelajar dengan tipe ini akan mudah belajar melalui workbook, pembelajaran berbasis
komputer, demonstrasi, dan praktik laboratorium yang terstruktur.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


c. Abstract Sequential Thinkers. Pemikir ini senang dalam dunia teori dan pemikiran
abstrak. proses berpikir mereka adalah rasional, logis, dan intelektual. Pebelajar dengan tipe
ini mudah belajar melalui membaca dan mendengarkan presentasi.

d. Abstract Random Thinkers. pemikir ini mengatur informasi melalui berbagi dan
berdiskusi. Mereka hidup di dunia perasaan dan emosi dan belajar dengan mempersonalisasi
informasi. Pebelajar dengan tipe ini akan mudah belajar melalui diskusi grup, ceramah, tanya
jawab, dan penggunaan.

C. Kecerdasan majemuk dan strategi mengembangkannya.

KECERDASAN LOGIS MATEMATIS

Mengenal konsep hubungan sebab akibat, Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah


secara logis, Menyukai operasi yang kompleks seperti kalkulus, fisika,pemograman, atau
metode penelitian, Tertarik pada karir seperti akuntansi, teknologi komputer, hukum,mesin,
dan ilmu kimia

STRATEGI

Pembelajaran logika, Problem solving dan strategi pertanyaan, Proses berpikir secara
sistematis, membuat pola, grafik, kode, Bekerja dengan angka, pengukuran, peluang,
geometri

Pembelajaran logis matematis di sekolah dapat dikembangkan melalui beberapa strategi


seperti berikut ini:
1. Menceritakan masalah yang dihadapi sehari-hari, kemudian dipecahkan dengan bantuan
pemikiran matematis dengan mengatur waktu penyelesaian dengan tepat dan efektif.
2. Merencanakan suatu eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah yang diawali
dengan mengungkapkan masalah, membuat hipotesis, melakukan percobaan, menafsirkan
data, dan menarik kesimpulan.

3. Membuat diagram venn untuk mempolakan masalah agar mudah membangun pengertian
sehingga mudah dipecahkan.
4. Membuat analogi untuk menjelaskan sesuatu sehingga mudah dipahami, misalnya
menjelaskan tentang peristiwa erosi diwujudkan dengan analogi menumpahkan air pada
kepala yang tidak berambut, air akan cepat mengalir ke badan.
5. Menggunakan ketrampilan berpikir dari tingkat rendah hingga berpikir tingkat tinggi
untuk menyelesaikan masalah.
6. Mengkategorikan fakta – fakta yang dipelajari sesuai sifat dan jenisnya untuk
memudahkan mengingat.
7. Merancang suatu pola atau kode, atau simbol untuk mengetahui obyek yang ingin
dipelajari.

KECERDASAN VERBAL LINGUISTIK

Mendengar dan merespon setiap suara, ritme, warna dan berbagai ungkapan kata

Menirukan suara, bahasa,membaca, menulis, dan diskusi dari orang lain


Belajar melalui menyimak,membaca,menulis, dan diskusi

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Menyimak,membaca, menulis secara efektif

Kemampuan untuk mempelajari berbagai bahasa

Menggunakan ketrampilan berbicara, menulis, dan membaca untuk berdiskusi,


mempengaruhi, dan menciptakan pengetahuan.

Menunjukkan minat dalam jurnalisme,puisi, bercerita,berdebat, berbicara, menulis, dan


menyunting.

STRATEGI BELAJAR VERBAL LINGUISTIK

Mendengar untuk belajar, Berbicara , Diskusi, membaca cerita, wawancara, laporan,


Membaca, Mencari bahan, kata-kata dalam kelas, Menulis karya tulis, menulis kelompok,
Merekam dengan tape recorder, Publikasi

KECERDASAN MUSIKAL

Mengenali berbagai gaya musik, aliran,dan variasi budaya, Mengoleksi dan memainkan
instrumen musik, Mengembangkan kemampuan menyanyi dan atau memainkan instrumen,
Tertarik pada karir penyanyi, pemain instrumen, produser, pencipta lagu , Dapat menciptakan
komposisi atau instrumen musik

STRATEGI

Mendengarkan musik, Memperkenalkan konsep notasi musikal, Menciptakan lagu-lagu


untuk pembelajaran, Cara membaca seperti paduan suara, Diskografi Menambahkan
referensi pembelajaran dengan daftar lagu yang cukup popular , Musik supermemori Peserta
didik dapat mengingat informasi ketika mendengar penjelasan guru sambil mendengarkan
musik dalam keadaan rileks, Konsep musikal Nada dan music dapat digunakan sebagai alat
kreatif untuk mengekspresikan konsep pola atau skema pembelajaran dengan bersenandung
sampai mengggunakan nada rendah atau tinggi, Music suasana Menggunakan rekaman
musik yang membangun suasana hati misalnya suara alam, music klasik yang bisa
membangun kondisi emosional tertentu

KECERDASAN VISUAL SPASIAL

Belajar dengan melihat mengamati, mengamati bentuk,warna,detail, Membaca grafik,


diagram,peta, atau media visual, Melihat benda dengan cara yang berbeda, Cakap
mendesain secara abstrak atau representasional, Tertarik pada keahlian fotografer, arsitek,
perancang, pengamat seni, pilot,

STRATEGI

Mengembangkan lingkungan belajar visual, Presentasi bergambar, Peta konsep, Permainan


papan dan kartu, Arsitektur,

Pembelajaran yang dirancang untuk mengaktifkan kecerdasan visual spasial adalah


1. Visualisasi
Penerapan metode ini dengan menciptakan “layar lebar” di benak peserta didik, guru dapat

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


membimbing dengan memejamkan mata dan membayangkan apa yang baru saja mereka
pelajari dan diminta untuk menceritakan kembali.
2. Penggunaan warna
Penggunaan warna untuk memberi penekanan pada pola peraturan atau klasifikasi selama
proses pembelajaran,

3. Metafora gambar
Metafora gambar adalah pengekspresian gagasan melalui pencitraan visual.

4. Sketsa gagasan
Strategi sketsa gagasan ini meminta peserta didik menggambarkan poin kunci, gagasan
utama, tema sentral, atau konsep yang diajarkan, agar cepat dan mudah sketsa tidak harus
rapi menyerupai kenyataan.

KECERDASAN KINESTETIK

Mendemonstrasikan keseimbangan,keanggunan, ketrampilan, dan ketelitian dalam tugas


fisik, Mempunyai kemampuan untuk memperbaiki sesuatu, Menyukai karir atlet, penari, ahli
bedah, atau pembuat gedung, Menciptakan bentuk-bentuk baru dalam menari, berolahraga,
atau bentuk fisik lainya,

STRATEGI

Melakukan drama, Gerakan kreatif, Tari , Memainkan alat-alat, Permainan kelas, Pendidikan
fisik, Perjalanan ke alam bebas,

Pembelajaran dikelas yang dapat mengaktifkan kecerdasan kinestetik adalah;


1. Respon tubuh Mintalah peserta didik menanggapi pelajaran menggunakan tubuh
sebagai media respon misalnya mengangkat tangan, mengangguk, atau tersenyum jika
memahami penjelasan guru.
2. Teater kelas
Meminta peserta didik memerankan teks, soal, atau materi lain yang harus dipelajari dengan
mendramakan isinya.
3. Konsep kinestetis
Permainan tebak – tebakan yang dilakukan dengan gerakan yang menantang kemampuan
peserta didik untuk mengungkapkan pengetahuan dengan cara tidak konvensional.
4. Hands on thinking
Memberi kesempatan peserta didik untuk memanipulasi obyek atau menciptakan sesuatu
dari tangan mereka dengan membuat patung, kolase, atau bentuk kerajinan lain.
5. Peta tubuh
Tubuh manusia dapat digunakan sebagai alat pedagogis yang berguna, missal jari untuk
menghitung, dengan menggunakan gerakan fisik akan menginternalisasikan gagasan.

KECERDASAN INTERPERSONAL

Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain, Membentuk dan menjaga
hubungan sosial, Mengetahui dan menggunakan cara yang beragam dalam berhubungan
dengan orang lain, Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain, Tertarik pada karir
pengajar, pekerja sosial, konseling

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


STRATEGI

Membangun lingkungan interpersonal yang positif(peraturan dan norma kelas),


Pembelajaran kolaboratif, Penanganan konflik, Belajar melalui tugas sosial/jasa, Menghargai
perbedaan

Pembelajaran dikelas yang mengaktifkan kecerdasan interpersonal


adalah;

1. Berbagi rasa dengan teman sekelas, Mengajari teman sebaya kepada teman lain, berbagi
pengalaman, dengan teman yang berbeda-beda.
2. Kerja kelompok
Kelompok akan efektif jika terdiri atas tiga sampai delapan orang, untuk mengerjakan tugas
dengan cara yang berbeda-beda dengan diskusi, menganalisis video, menyusun laporan dan
lain sebagainya.
3. Simulasi
Simulasi melibatkan sekelompok orang yang bias bersifat spontan atau improvisasi
memainkan skenario yang dibuat guru.

KECERDASAN INTRAPERSONAL

Sadar akan wilayah emosinya, Bekerja mandiri, Membangun dan hidup sesuai dengan sistem
norma dan agama, Merencanakan tujuan dan pengembangan hidup, Berusaha untuk
mengaktualisasi diri, Memberdayakan orang lain

STRATEGI
Penulisan jurnal

Mengetahui diri sendirimelalui orang lain, Mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, Tantangan


untuk belajar, Lembar tujuan siswa secara individual,

Pembelajaran dikelas yang dapat mengembangkan kecerdasan


intrapersonal adalah:
1. Sesi refleksi satu menit
Sesi ini memberikan waktu pada peserta didik untuk mencerna informasi yang mereka terima,
atau menghubungkan informasi dengan peristiwa dalam kehidupan mereka.
2. Moment mengekspresikan perasaan
Selama proses pembelajarn peserta didik harus bias menciptakan momen dimana peserta
didik untuk tertwa, merasa marah, mengungkapkan pendapat dengan membuat peserta
didik merasa nyaman mengekspresikan emosi di kelas.
3. Sesi perumusan tujuan Sesi perumusan tujuan yang realistis pada peserta didik baik tujuan
jangka pendek atau panjang dengan bimbingan guru

KECERDASAN NATURALIS

Kecerdasan Naturalis adalah kombinasi sifat-sifat manusia yang mencakup kecakapan dalam
mengenal, mengklasifikasi flora fauna dan benda-benda alam lainnya serta memiliki
kepekaan terhadap kondisi lingkungan.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


KARAKTERISTIK

suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan, sangat menikmati berjalan-jalan di alam
terbuka, suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang,
menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, suka membawa pulang
serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, berprestasi dalam mata pelajaran IPA,
Biologi, dan lingkungan hidup.

STRATEGI

Memelihara hewan, Menanam tumbuhan, Menjaga lingkungan : tidak mencoret, memetik


bunga, meginjak rumput, Mengoleksi herbarium, Pengamatan langsung ataupun tidak
langsung terhadap flora&fauna

Pembelajaran di kelas yang mengembangkan kecerdasan naturalis adalah;


1. Jalan – jalan di alam terbuka
Cara ini untuk menguatkan materi yang akan dipelajari untuk semua mata pelajaran,
misalnya untuk napak tilas perjuangan pahlawan, mempelajari pertumbuhan dan cuaca.
2. Melihat keluar jendela
Untuk mengurangi kebosanan peserta didik di kelas, metode ini dapat dilakukan oleh guru
dengan observasi diluar kelas, melakukan pengamatan, dan mencatatat hasilnya.
3. Ekostudi
Strategi ini mengintegrasikan kepedulian peserta didik pada kelangsungan bumi untuk
semua mata pelajaran.

D. Motivasi dan penerapannya dalam pembelajaran.

Salah satu pedekatan yang membantu memahami motivasi peserta didik adalah model ARCS
dari Keller. Empat aspek mendasar dari motivasi yang bisa dipertimbangkan para guru ketika
merancang mata pelajaran:
a. Perhatian (attention). b. Relevansi (relevance). c. Percaya diri (confidence). d. Kepuasan
(satisfaction).

E. Faktor – faktor fisiologis dan aplikasinya dalam pembelajaran.

faktor – faktor yang terkait dengan perbedaan gender, kesehatan, dan kondisi lingkungan
juga mempengaruhi pembelajaran. Berikut ini adalah teknik untuk menciptakan lingkungan
pembelajaran;
a. Lingkungan sekeliling
Lingkungan kelas berpengaruh pada kemampuan peserta didik untuk berfokus dan
menyerap informasi. Peningkatan seperti poster ikon dapat menampilkan isi pelajaran secara
visual. Sementara poster afirmasi menguatkan dialog internal peserta didik karena isi dari
poster afirmasi mengandung suatu motivasi dalam belajar. Penggunaan warna dapat
membatu dalam penguatan pembelajaran, karena otak berpikir dalam warna.
b. Alat bantu
Alat bantu merupakan benda yang dapat mewakili suatu gagasan misalnya:

1) Boneka: mewakili tokoh dalam karya sastra.


2) Bola lampu: menandakan dimulainya brainstorming , atau menyoroti ide cemerlang
3) Panah : secara visual menunjukan “poin” yang dimaksud.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


4) Kacamata besar : menunjukan pengambilan perspektif yang berbeda.
5) Topi Sherlock Holmes : menandakan pemikiran deduktif.

c. Pengaturan Bangku
Disebagian besar ruangan kelas, bangku peserta didik dapat disusun untuk mendukung
tujuan belajar bagi pelajaran apapun. Adapun beberapa pilihan dalam mengatur bangku
kelas :
1) Setengah lingkaran : untuk diskusi kelompok besar yang dipimpin seorang fasilitator, yang
menulis gagasan pada media yang disediakan.

2) Merapatkan bangku ke dinding jika member tugas individu dan mengosongkan pusat
ruangan untuk member petunjuk kepada kelompok kecil ataumengadakan diskusi kelompok
besar sambil duduk dilantai.
3) Menggunakan kursi lipat agar lebih fleksibel.

d. Tumbuhan, Aroma, Hewan Peliharaan, Dan Unsur Organik Lainnya


1) Tumbuhan
Dalam biologi dan Botani mengajarkan tumbuhan menyediakan oksigen dalam udara kita,
dan otak kita berkembang karena adanya oksigen. Semakin banyak oksigen yang didapatnya
akan baik pula otak akan berfungsi.
2) Aroma
Manusia dapat meningkatkan kemampuan berpikir sacara kreatif sebanyak 30% saat diberi
wangi bunga tertentu (Hirch 1993). Didalam kelas dengan sedikit penyemprotan aroma
berikut akan meningkatakan kewaspadaan mental : lavender, mint, kemangi, jeruk, kayu
manis,dan rosemary. Lavender, mawar dan jeruk memberikan ketenangan dan relaksasi.
3) Hewan Peliharaan
Binatang peliharaan di kelas dapat menciptakan kesempatan melatih tanggung jawab, gizi,
kesehatan dan perawatan.

KURIKULUM DAN STRATEGI PEMBELAJARAN

A. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Pembelajaran pada kurikulum 2013 dilaksanakan dengan pendekatan saintifik (scientific


approach) sebagaimana disebutkan pada Permendikbud No. 103 tahun 2014. Pendekatan
saintifik merupakan bagian dari pendekatan pedagogis dalam kegiatan pembelajaran yang
melandasi penerapan metode ilmiah. Secara umum, pembelajaran dilaksanakan melalui
kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Pada pendekatan saintifik, kegiatan pendahuluan
dilakukan untuk memantapkan pemahaman peserta didik tentang pengetahuan awal yang
telah dikuasai dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran sehingga menimbulkan
rasa ingin tahu yang tinggi. Pada kegiatan inti peserta didik melakukan kegiatan belajar
dengan metode ilmiah. Sementara pada kegiatan penutup siswa diarahkan untuk melakukan
validasi temuan serta pengayaan materi yang telah dipelajari. Tahapan dalam pembelajaran
dengan pendekatan saintifik, meliputi a) mengamati; b) menanya; c) mencoba/
mengumpulkan informasi; d) menalar/ mengasosiasi; dan e) melakukan komunikasi.

B. Beberapa Model Pembelajaran Berpusat pada Peserta Didik (SCL)

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Dalam pembelajaran ada tiga unsur penting yaitu:

1) subjek,
2) aktivitas atau proses interaksi, dan

3) Lingkungan belajar.

Model pembelajaran memiliki lima unsur dasar sebagaimana dikemukakan oleh Joyce &
Weil (1996) dan Winataputra (2001), yaitu: a) sintakmatik, b) sistem sosial, c) prinsip reaksi, d)
sistem pendukung, dan dampak instruksional dan pengiring.

Sintakmatik (syntax) ialah tahap-tahap atau langkah-langkah operasional kegiatan


pembelajaran dari model itu, sedangkan Sistem Sosial (social system) adalah suasana atau
situasi dan norma yang berlaku dalam model pembelajaran tersebut. Prinsip Reaksi
(principles of reaction), adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya
guru melihat dan memperlakukan para siswa, termasuk merespon siswa, dan mengunakan
aturan main yang berlaku dalam setiap model. Sistem pendukung (support system), yaitu
segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran.
Sedangkan yang dimaksud dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring
atau efek ikutan (nurturant effect) adalah hasil belajar kurikuler langsung sesuai tujuan
kurikulum, dan hasil belajar pengiring yaitu hasil belajar ikutan yang diperoleh di samping
hasil pembelajaran yang disasar secara kurikuler.

1. Beberapa Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Suatu pembelajaran dikatakan merupakan pembelajaran kooperatif jika


pembelajaran tersebut mencerminkan karakteristik sebagai berikut: a) siswa-siswa belajar
dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai enam anggota dengan level dan
latar belakang yang bervariasi, b) siswa-siswa melakukan interaksi sosial satu sama lain
dalam bentuk diskusi, curah pendapat, dan sejenisnya, c) tiap-tiap individu memiliki
tanggungjawab dan sumbangannya bagi pencapaian tujuan belajar baik tujuan individu
maupun kelompok, d) dan guru lebih berperan sebagai fasilitator dan coacher dalam
proses pembelajaran.

Beberapa elemen yang menjadi karakteristik atau ciri pembelajaran kooperatif menurut
Slavin (1995) adalah:
1) saling ketergantungan positif (positive interdependence),

2) interaksi tatap muka (face-to-face promotive interaction),

3) tanggungjawab individual (individual accountability,


4) keterampilan-keterampilan kooperatif (cooperative skills),

5) proses kelompok (group proces),

6) pengelompokan siswa secara heterogen, dan


7) kesempatan yang sama untuk sukses (equal opportunities for success).

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Secara umum Tim PKP Dikti (2007) menyebutkan ada empat tahap pembelajaran kooperatif
yaitu:
Langkah Orientasi, guru menyampaikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah serta hasil
akhir yang diharapkan dikuasai oleh siswa, serta sistem penilaiannya.

Langkah Kerja Kelompok, nerupakan tahap inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok
dapat berbentuk kegiatan memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu
konsep yang dipelajari dengan berbagai cara seperti berdiskusi, eksplorasi, observasi,
percobaan, hingga browsing melalui internet, dan sebagainya. Guru perlu membuat panduan
untuk mengarahkan kegiatan kelompok. Panduan memuat tujuan, materi, waktu, cara kerja
kelompok dan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, serta hasil akhir yang
diharapkan dapat dicapai.
Langkah Tes/Kuis, yaitu langkah di mana semua siswa diharapkan telah mampu memahami
konsep/topik/masalah yang sudah dikaji bersama dan mampu menjawab tes atau kuis untuk
mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/ masalah yang dikaji. Penilaian
individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif dan ketrampilan sosial.

Langkah Penghargaan Kelompok, yaitu langkah untuk memberikan penghargaan kepada


kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu.

Evaluasi belajar dilakukan pada awal pelajaran sebagai pra tes, selama pembelajaran, serta
hasil akhir belajar siswa baik individu maupun kelompok. Selama proses pembelajaran,
evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap, keterampilan dan kemampuan berpikir serta
berkomunikasi siswa. Kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan
berpikir kritis dan logis dalam memberikan pkitangan atau argumentasi, kemauan untuk
bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama, tanggungjawab, keterbukaan, empati,
menghormati orang lain, persatuan, dan lain-lain, merupakan contoh aspek-aspek yang
dapat dinilai selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian dilakukan dalam bentuk
penilaian individu dan kelompok. Penilaian individu adalah evaluasi terhadap tingkat
pemahaman siswa terhadap materi yang dikaji, meliputi ranah kognitif, afektif, dan
keterampilan. Sedangkan, penilaian kelompok meliputi berbagai indikator keberhasilan
kelompok meliputi kekohesifan, dinamika kelompok, kepemimpinan, kerjasama, dan
sebagainya.

Langkah atau sintak inti pembelajaran pada kooperatif tipe STAD secara lengkap, jika kita
ingin menerapkan pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: 1) Orientasi
(apersepsi, penyampaian tujuan, dan memotivasi), 2) guru mempresentasikan materi, 3) siswa
belajar atau berdiskusi dalam kelompok, 4) siswa mengerjakan kuis individual, 5) pemberian
skor peningkatan individual, 6) penghargaan kelompok, dan 7) Penutup (penyampaian
review dan tindak lanjut)

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, sebagaimana dikemukakan oleh penemunya (Sharan&


Sharan, dalam Slavin, 1995), prosedur pembelajaran tipe Jigsaw adalah: 1) pemberiaan materi
yang sudah dipecah berikut lembar kerja ahli (expert sheet) kepada kelompok asal (home
team), 2) diskusi kelompok ahli (expert team) yang terdiri dari gabungan anggota-anggota
kelompok asli dengan materi yang sama mendalami materi tersebut, 3) diskusi kelompok asli
(home team) di mana setiap anggota menjelaskan materi masing-masing kepada anggota
lain dalam kelompoknya, 4) mengerjakan kuis dengan bahan semua materi yang dipelajari, 5)
pemberian penghargaan kelompok

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


pembelajaran dengan model GI menurut Depdiknas tersebut mencakup enam tahap, yaitu:
1) memilih topik, 2) perencanaan kooperatif, 3) implementasi, 4) analisis dan sintesis,

5) presentasi hasil final, dan 6) evaluasi.

Kegiatan pembelajaran dengan model GI secara rinci mencakup:

1) siswa dibagi kedalam kelompok (4-5 orang);

2) Guru memberikan pengarahan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa di
masing-masing kelompok;

3) siswa dihadapkan pada suatu situasi yang memerlukan pemecahan atau suatu keputusan
yang harus ditentukan;

4) siswa mengeksplorasi situasi tersebut;

5) siswa merumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam menghadapi situasi tersebut,
antara lain merumuskan masalah, mennetukan peran anggota kelompok, dan merumuskan
alternatif cara yang akan digunakan;

6) dalam melaksanakan tiga langkah di atas, siswa dapat dibimbing oleh guru (guru
bertindak sebagai mentor);

7) masing-masing kelompok melaksanakan kerja mandiri;

8) siswa melakukan pengecekan terhadap kemajuan dalam menyelesaikan tugasnya,


kemudian hasil tugas kelompoknya dipresentasikan di depan kelas agar siswa lain memiliki
perspektif lebih luas tentang topik yang dipelajari; dan

9) siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik yang telah dikerjakan berdasarkan
tugas masing-masing kelompok, selanjutnya siswa bersama guru mengevaluasi
pembelajaran.

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Model pembelajaran ini dilandasi oleh teori konstruktivistik yang mengakomodasi


keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Pada model ini dalam
pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar
bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi
masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi
argumentasi mengenai pemecahan masalah, dan bekerja secara individual atau kolaborasi
dalam pemecahan masalah.
Ciri-ciri model PBL:
a) terdapat kegiatan mengajukan pertanyaan atau masalah,
b) pembelajaran terfokus pada keterkaitan antar disiplin,
c) penyelidikan autentik,
d) siswa menghasilkan produk berupa karya nyata seperti laporan,
e) kerjasama, siswa bekerjasama kelompok

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


3. Model Pembelajaran Project Based Cooperative Learning
Model project based cooperative learning atau PjBCL merupakan model yang dikembangkan
berdasarkan penerapan projek dengan melibatkan siswa menyelidiki masalah dunia nyata
melalui kelompok kooperatif (Yam & Rosini, 2010: 1). Tahapan model ini meliputi: a)
menyampaikan pembelajaran mendasar, b) menentukan topik penelitian, c) membentuk
kelompok kooperatif, d) mendesain Perencanaan Proyek, e) menyusun Jadwal dan
perencanaan, f) penelitian kooperatif, g) menguji, bertukar dan merangkum hasil proyek, dan
h) mengevaluasi hasil pembelajaran

Model project based cooperative learning dikembangkan sintak dengan prinsip pemerataan
kelompok heterogen dan kerja sama dalam penyelesaian projek maupun diskusi. Hal utama
dalam model ini adalah efektivitas projek yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
Berikut sintak model PjBCL yang dapat Anda diterapkan:

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


4. Model Pembelajaran Simulasi (role playing)
Model pembelajaran simulasi merupakan model yang digunakan untuk mengembangkan
pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa yang lebih banyak mengarah
kepada psikomotor agar kegiatan lebih bermakna bagi siswa. Tahapan pada model simulasi
meliputi: Orientasi, Latihan Partisipasi, Pelaksanaan Simulasi, dan Wawancara Partisipan
Penerapan model simulasi menurut Trianto (2010: 140-141) terdapat beberapa jenis,
diantaranya
1) sosiodrama,
2) psikodrama,
3) role playing atau bermain peran,
4) peer teaching dan
5) simulasi game.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 440) merumuskan empat hal yang perlu dilakukan guru
(pendidik) dalam model simulasi, yaitu:
1) Menjelaskan kepada siswa tentang aturan-aturan kegiatan simulasi, agar siswa memahami
aturan-aturan yang cukup memadai untuk bisa melaksanakan aktivitasaktivitas simulasi.
2) Mewasiti dan melihat apakah peraturan benar-benar diikuti dan ditaati, namun guru
seharusnya tidak terlalu ikut campur dalam kegiatan simulasi.
3) Melatih dan menjadi penasehat yang sportif bukan seorang pendakwah atau seorang ahli
suatu disiplin ilmu.
4) Melakukan diskusi bersama siswa tentang bagaimana kaitan simulasi dengan dunia nyata,
kesulitan dan pandangan yang dimiliki siswa dan hubungan yang ditemukan antara simulasi
dengan materi yang dipelajari.

Penerapan pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran

Peranan Guru abad 21 menuntut karakteristik guru antara lain:

1. Guru disamping sebagai fasilitator, juga harus menjadi motivator dan inspirator.

2. Guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital dengan
tingginya minat baca.

3. Guru harus memiliki kemampuan untuk menulis.

4. Guru harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari
pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran
berbasis TIK.
5. Guru harus menguasai e-learning

6. Guru memperhatikan karakteristik umum siswa serta menerapkan teori humanistik dan
teori konstruktivistik agar pembelajaran lebih bermakna

7. Guru menggunakan pembelajaran era 21 dengan mengaplikasikan pendekatan saintifik


dan model pembelajaran kolaboratif untuk melatih kemandirian siswa

Dengan adanya transformasi peran guru dalam pembelajaran 21 sebagaimana di atas, akan
menciptakan karakteristik siswa antara lain:

1. Keterampilan belajar dan inovasi: berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam komunikasi
dan kreativitas kolaboratif dan inovatif;
2. Keahlian literasi digital: literasi media baru dan literasi ICT;

3. Kecakapan hidup dan karir: memiliki kemamuan inisiatif yang fleksibel dan inisiatif adaptif,
dan kecakapan diri secara sosial dalam interaksi antarbudaya, kecakapan kepemimpinan
produktif dan akuntabel, serta bertanggungjawab

Adapun penerapan pendekatan saintifik dengan model pembelajaran PBL yaitu :

Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, guru melakukan persiapan meliputi:

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


 Mencari bahan literatur di perpustakaan, melakukan pengamatan objek di sekitar
sekolah yang dapat digunakan sebagai sumber belajar

 Mereview RPP, Menyusun RPP dengan yang menggunakan pendekatan saintifik


{mengkonstruksi pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa}

 Menyiapkan media pembelajaran (benda di sekitar sekolah berupa bunga matahari,


daun pakis, sarang lebah) maupun Power point

 Menyiapkan lembar kerja siswa

Kegiatan Pembelajaran di Kelas

1. Pendahuluan, hal yang dilakukan oleh guru adalah menumbuhkan karakter


kedisiplinan, sikap spiritual, sikap kesetiakawanan sosial, melakukan Apersepsi
dengan bertanya pada siswa objek yang berkaitan dengan materi pembelajaran,
mendiskusikan dengan siswa materi belajar di sekitar mereka dan menyampaikan
tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan Inti, setelah guru membagi siswa dalam kelompok dengan tugas – tugas
kelompok yang jelas. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengkontruksi
pengetahuannya sendiri melalui kegiatan diskusi kelompok. Kemudian
mengarahkan siswa melakukan pembelajaran dengan langkah :

 Mengamati: siswa diarahkan mengamati objek-objek di lingkungan sekitar melalui


media belajar yang disajikan oleh guru.

 Menanya: siswa melakukan kegiatan menanya kepada guru, kepada teman sendiri
tentang materi ajar pada lembar kerja siswa

 Mengumpulkan data: siswa mengumpulkan data-data atau informasi-informasi


dari teman satu kelompok, dari sumber belajar, atau dari guru sebagai bahan untuk
dianalisis

 Mengasosiasi: siswa mengolah data dan menalar data – data yang sudah terkumpul
dalam diskusi kelompok yang aktif dan dinamis. Di tengah diskusi kelompok yang
sedang berlangsung, guru berkeliling untuk memfasilitasi kesulitan belajar siswa
dalam menyelesaikan tugas-tugas, melakukan penilaian secara autentik dan
memotivasi siswa untuk membuat kesimpulan dari diskusi kelompok yang akan
dipresentasikan di muka kelas.

 Mengkomunikasikan: masing-masing kelompok diminta untuk menempelkan hasil


diskusinya di muka kelas kemudian perwakilan masing-masing kelompok diminta untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan mengkomunikasikan bersama dengan
siswa yang lain,

 Mencipta: sebagai penerapan dari pengetahuan tentang materi yang telah diberikan,
maka siswa diarahkan untuk mencipta/ membuat kreasi pengetahuan bersama
dengan kelompoknya.

3. Kegiatan Penutup: guru membantu siswa untuk membuat kesimpulan, Melakukan


refleksi dari kegiatan yang telah dipelajari, dan Memberikan tindak lanjut / tugas
tambahan (PR)

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Setelah berakhirnya kegiatan pembelajaran, kegiatan yang dilakukan guru berikutnya dalam
merekapitulasi penilaian autentik belajar siswa dan mendokumentasikan hasil karya siswa.
Dengan demikian, perkembangan tiap siswa dapat diamati dan portofolio merupakan bagian
dari penghargaan terhadap karya siswa.

MEDIA PEMBELAJARAN

Persepsi

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seorang peserta didik, antara lain: 1.
Pengamatan 2. Motif 3.Sikap atau 4. Pengalaman, pengetahuan, ataupun kejadian sebagai
pengalaman yang sudah pernah dialami seseorang peserta didik, 5.Ketertarikan atau
interest 6.Harapan atau ekspektasi. Persepsi merupakan suatu proses yang bersifat
kompleks yang menyebabkan peserta didik dapat menerima dan/atau meringkas informasi
yang diperolehnya dari lingkungan dan pengalaman belajar (Fleming & Levie, 1981). Persepsi
bersifat:
1. relatif, tidak absolut, tergantung pada pengalaman sebelumnya yang relevan,
2. selektif, tergantung pada pengalaman sebelumnya, minat, kebutuhan dan kemampuan
peserta didik untuk mengadakan persepsi, dan
3. sesuatu yang tidak teratur akan sukar dipersepsikan.
Untuk membentuk persepsi yang akurat serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan,
perlu adanya strategi pembelajaran yang bervariasi (tidak monoton). Pengembangan strategi
pembelajaran, sangat ditentukan kemampuan guru dalam memilih dan menentukan metode
dan media pembelajaran.

Peran Media Dalam Komunikasi Pembelajaran

Media adalah kata jamak dari medium, yang artinya perantara. Dalam proses komunikasi
pembelajaran, media hanyalah satu dari empat komponen yang harus ada. Komponen
tersebut, yaitu : sumber pesan, media pembelajaran, metode pembelajaran, dan penerima
pesan. Pembelajaran abad 21, guru lebih dominan berperan sebagai fasilitator belajar
peserta didik. Guru memfasilitasi peserta didik untuk berkomunikasi dengan banyak sumber
belajar dalam lingkungan belajar yang terencana. Media pembelajaran harus
diimplementasikan secara simultan bersama metode pembelajaran oleh sumber pesan (guru),
sehingga sumber pesan (materi ajar) dapat diterima oleh penerima pesan (peserta didik)
secara efisien dan efektif. Dengan mentransformasi konsep Lasswell (1972) menekankan
bahwa komunikasi pembelajaran meliputi lima unsur , meliputi:
1. Komunikator (communicator, source, sender).
2. Pesan (message).
3. Media (channel, media).
4. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient).
5. Efek (effect, impact, influence).

Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan (atau informasi) yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Schramm,1977). Briggs (1977) mendifinisikan
media pembelajaran sebagai sarana fisik untuk menyampaikan isi / materi pembelajaran.
Gagne (1990) mengartikan media pembelajaran sebagai jenis komponen dalam lingkungan
peserta didik yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Arief S. Sadiman (1986)

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


menyampaikan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima, sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan minat peserta didik agar terjadi proses belajar. Dari keempat definisi
di atas, terdapat perbedaan konsep media pembelajaran yang sangat prinsip. Banyak faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran yang tepat.

1. Ciri-ciri Media Pembelajaran

Untuk mengenali beberapa alasan mengapa media pembelajaran digunakan, Gerlach dan Ely
(1971) mengemukakan tiga ciri media pembelajaran sebagai berikut:

1. Ciri fiksatif (fixative property). menggambarkan kemampuan media pembelajaran untuk


merekam, menyimpan, menampilkan, dan mengkonstruksi suatu peristiwa atau obyek.

2. Ciri manipulatif (manipulatif property). Suatu kejadian yang memerlukan waktu panjang
(produksi berhari-hari) dapat disajikan kepada peserta didik dalam waktu dua atau tiga
menit dengan teknik pengambilan gambar atau time-lapse recording.

3. Ciri distributif (distributive property).Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek
atau kejadian ditrasnspormasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut
disajikan kepada peserta didik dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai
kejadian ini.
2. Fungsi Media Pembelajaran

Fungsi utama media pembelajaran yaitu:

1). sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Sebagai alat bantu, media pembelajaran
mempunyai fungsi untuk memperlancar tercapainya tujuan pembelajaran antara lain
berupa peta, grafik, gambar, model, simulator, dan sebagainya.

2). sebagai sumber belajar. Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi enam kategori,
yaitu pesan, manusia, mesin, alat, strategi dan lingkungan.

3. Manfaat Media Pembelajaran

Manfaat media pembelajaran dikemukakan oleh Kemp dan Dayton (1985), yaitu :
1. Penyampaian materi ajar dapat diseragamkan
2. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
4. Waktu belajar mengajar lebih efisien
5. Kualitas belajar peserta didik dapat ditingkatkan
6. Proses pembelajaran dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
7. Sikap positif peserta didik terhadap proses belajar dapat ditingkatkan
8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif

4. Klasifikasi Media Pembelajaran

Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan, melalui saluran atau perantara tertentu, ke penerima
pesan. Fungsi media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah untuk : (1)
memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan
ruang, waktu, dan daya indera, (3) menghilangkan sikap pasif pada subjek belajar, (4)
membengkitkan motivasi pada subjek belajar

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Klasifikasi media menurut Brezt, yaitu:
(1) media audio visual gerak,
(2) media audio visual diam,
(3) media visual gerak,
(4) media visual diam,
(5) media semi gerak,
(6) media audio, dan
(7) media cetak.

Heinich, Molenda, & Russel, mengemukakan klasifikasi dan jenis media yang dapat
digunakan dalam kegiatan pembelajaran yaitu :
1. Media yang tidak diproyeksikan, berupa a. Realita (Benda nyata) b. Model c. Grafis d.
Display
2. Media yang diproyeksikan (projected media), slide presentasi dengan LCD (liqiud Cristal
Diaplay),
3. Media audio, program audio, audio vission, aktive audio vission
4. Media video dan film,
5. Multimedia berbasis computer, Computer Assisted Instructional (CAI), program multimedia
pembelajaran,
6. Multimedia Kit, perangkat praktikum (program simulator)

Smaldino dkk (2015) menjelaskan enam klasifikasi utama dari media pembelajaran, yaitu:
1. Media teks: buku cetak, modul pembelajaran, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), ebook,
webpages,
2. Media audio: compact disk, presenter live, podcast
3. Media visual: poster, wallchart, photo, gambar yang interactive whiteboard,
4. Media video: program video pembelajaran, DVD (Digital Versatile Disc), streaming video,
5. Media Manipulatif: mockup, trainning kit, berbagai bangun matematik, simulator.
6. Orang: Peserta didik di sekolah belajar dari guru dan teman lainnya, di masyarakat peserta
didik belajar dari orang dewasa lainnya

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan media pembelajaran

Dalam menentukan media pembelajaran yang akan dimanfaatkan dalam proses belajar
mengajar, pertama-tama seorang guru harus mempertimbangkan:

1. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,


2. Karakteristik peserta didik,
3. Karakteristik media yang akan dimanfaatkan,
4. Jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio atau visual),
5. Ketersediaan sumber setempat,
6. Efektifitas biaya dalam jangka waktu panjang.

6. Perkembangan Pemanfaatan Media Pembelajaran sebagai Sumber Belajar

Media pembelajaran awalnya berupa alat bantu visual untuk memberikan pengalaman
konkrit dan motivasi belajar. Contoh alat bantu visual: gambar, model, objek dan lain-lain.
pada awalnya media pembelajaran hanya berpusat pada alat bantu visual tanpa
memperhatikan aspek desain, pengembangan dan evaluasi. Untuk menghindari verbalisme

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


karena alat bantu visual maka media pembelajaran di lengkapi dengan alat audio, sehingga
media yang digunakan menjadi audio visual. Kemudian muncul, Media instruksional terkenal
yang dihasilkan dari teori behavioristik adalah teaching machine dan programmed instruction.
Media pendidikanpun mengalami perkembangan dari media pembelajaran sederhana
seperti gambar, bagan, poster, rekaman suara menjadi multimedia pembelajaran 11 berupa
video pembelajaran. Di masa sekarang ini perkembangan Bentuk multimedia
pembelajaranpun bervariatif. Video pembelajaran dikembangkan bukan hanya siaran televisi
namun dibuat dalam bentuk DVD agar setiap sekolah dapat mempergunakan multimedia
tersebut setiap saat. Media pendidikan yang dapat dihasilkan akibat pengaruh komputer,
seperti: presentasi power point, buku/materi pembelajaran berupa soft file, video
pembelajaran, media pendidikan berupa software dan lain-lain. kemudian media
pembelajaran terus berkembang dengan adanya internet. Perkembangan media pada masa
sekarang, sampai pada pemanfaatan media pembelajaran menggunakan smart phone
(ponsel pintar). Smart phone merupakan teknologi terkini dalam bidang komunikasi. Dengan
smart phone semua orang tidak hanya dimudahkan dalam komunikasi saja, tapi dapat
berbagi informasi dengan mudah dan gambang terlebih karena ukuran smart phone yang
kecil dan dapat dibawa kemana saja. Teknologi ini juga dilengkapi dengan fitur dan aplikasi
yang dapat dikembangkan untuk dunia pendidikan.

Strategi yang akan dijelaskan pada kegiatan belajar ini antara lain:
(a) presentasi,
(b) demonstrasi
(c) latihan (drill and practice),

(d) tutorial,
(e) diskusi,

Saat ini istilah multimedia diartikan bentuk transmisi teks, audio dan grafik dalam periode
bersamaan (Simonson dan Thompson, 1994). Sementara itu, Gayestik memberi pengertian
istilah “multimedia” dimaknai sebagai suatu sistem komunikasi interaktif berbasis komputer
yang mampu menciptakan, menyimpan, menyajikan dan mengakses kembali informasi
berupa teks, grafik, suara, video atau animasi (Gayestik,1992). Hackbart (1996)
mendefinisikan Multimedia pembelajaran sebagai suatu program Pembelajaran yang
mencakup berbagai sumber yang terintegrasi berbagai unsur-unsur media dalam suatu
program (software) komputer. Johnston (1990) mendefinisikan multimedia pembelajaran
sebagai kemampuan untuk memproses berbagai jenis “media'” yaitu, teks, data grafis,
gambar diam, animasi, video, audio, dan efek khusus pada komputer pada waktu yang sama.
Program multimedia dapat disajikan pada satu layar, dua layar, monitor digital, Liquid Cristal
Display, atau projector . Dengan demikian, pengertian multimedia pembelajaran adalah
program instruksional yang mencakup berbagai unsur media (teks, gambar diam,
suara, video, dan animasi) yang terintegrasi dalam instruksi program sistem komputer.
Program multimedia pembelajaran dapat dirancang dan dikembangkan secara linear
maupun secara interaktif.

G. Prinsip-prinsip Multimedia Pembelajaran


Mayer mengklarifikasikan prinsip multimedia menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Prinsip kedekatan ruang
b. Prinsip kedekatan waktu
c. Prinsip koherensi

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


d. Prinsip modalitas
e. Prinsip redundansi
f. Prinsip perbedaan individual

BAHAN AJAR

A. Pengertian dan Karakteristik Bahan Ajar

Menurut Pannen (1995), bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun
secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut
Heman D. Surjono (2013) bahan ajar adalah segala bentuk bahan (informasi, alat, dan teks)
yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Definisi
dari bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis,
tertulis atau tidak tertulis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran atau
kegiatan belajar-mengajar dalam upaya memfasilitasi belajar siswa mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran. Ada dua hal penting dalam definisi bahan ajar tersebut yaitu bahwa bahan
ajar itu adalah “bahan atau materi pelajaran” dan bahawa bahan ajar itu “disusun secara
sistematis”.

Karakteristik bahan ajar, terutama untuk bahan ajar mandiri, mengacu pada pendapat Dewi
Padmo, dkk, 2004) antara lain adalah: 1) bahan ajar itu dapat dipelajari sendiri oleh peserta
didik, bahkan tanpa bantuan guru (selfinstructional), 2) bahan ajar itu mampu menjelaskan
sendiri karena disusun mengunakan bahasa sederhana dan isinya runtut, sistematis
(self-explanatory power, (3) bahan ajar itu lengkap dengan sendirinya sehingga siswa tidak
perlu tergantung bahan lain (self-contained), 4) bahan ajar itu didesain sesuai dengan
kemampuan dan karakteristik peserta didik yang belajar. Selain itu, bahan ajar yang baik itu
juga adaptif, disampaikan dengan bahasa yang komunikatif, dan mudah atau fleksibel
dipelajari atau dioperasikan (user friendly).

Purwanto dan Sadjati (dalam Dewi Padmo, 2004) menjelaskan lebih khusus tentang
karakteristik bahan ajar yang baik meliputi kriteria tentang isi, kriteria penyajian, kriteria
tentang ilustrasi, kriteria unsur pelengkap, kriteria tentang kualitas fisik . Heinich, dkk.
(1996) mengelompokkan jenis bahan ajar berdasarkan cara kerjanya, di antaranya adalah: (1)
Bahan ajar yang tidak diproyeksikan, seperti foto, diagram, display,model; (2) Bahan ajar yang
diproyeksikan, seperti slide, filmstrips, overhead transparencies, proyeksi komputer; (3) Bahan
ajar audio, seperti kaset dan compact disc; (4) Bahan ajar video, misalnya video dan film; serta
(5) Bahan ajar (media) komputer, misalnya Computer Mediated Instruction (CMI), Computer
Based Multimedia atau Hypermedia.

menurut Sadjati (2012:1.7), bahan ajar dapat dikategorikan kedalam 2 (dua) kelompok besar,
yaitu bahan ajar cetak dan bahan ajar non cetak. Jenis bahan ajar cetak yang dimaksud
Sadjati tersebut adalah modul, handout, dan lembar kerja siswa (LKS). Selanjutnya Sadjati
mengelompokkan bahan ajar noncetak di antarnya adalah realia, bahan ajar yang
dikembangkan dari barang sederhana, bahan ajar diam dan display, video, audio dan
overhead transparencies (OHT).

B. Aspek-aspek Pengembangan Bahan Ajar Cetak

Kemp dan Dayton (dalam Sadjati, 2012:1.8) mendefinisikan bahan ajar cetak sebagai
sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas yang dapat berfungsi untuk keperluan
pembelajaran atau penyampaian informasi. Mengacu pendapat Rowntree, Sadjati (dalam

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Tian Belawati, 2003:15) menyebutkan bahwa selain modul, handout (HO), dan lembar kerja
siswa (LKS), yang termasuk bahan ajar cetak juga berupa: 1) buku dan pamflet, dan lain-lain
bahan cetak yang dipublikasikan atau khusus ditulis dan dikembangkan untuk keperluan
tertentu; 2) panduan belajar siswa yang sengaja dikembangkan untuk melengkapi buku baku
atau buku utama; 3) bahan belajar mandiri tercetak, yang sengaja dikembangkan untuk
program pendidikan jarak jauh, contohnya modul UT; 4) buku kerja guru maupun siswa yang
sengaja dikembangkan untuk melengkapi program-program audio, program video, program
komputer, dan lainnya; serta 5) panduan praktikum, dan lain-lain.

1. Bahan Ajar Modul

Modul merupakan bahan ajar yang khas, memiliki struktur yang sistematis, dan bersifat utuh
(Degeng, 2004). Modul, sering disebut modul instruksional, atau modul pembelajaran, adalah
satu set bahan pembelajaran dalam kemasan terkecil dilihat dari lingkup isi, namun
mengandung semua unsur dalam sistem instruksional, sehingga dapat dipelajari secara
terpisah dari modul yang lain (Atwi Suparman, 2014: 312). Modul yang baik untuk
memotivasi kemandirian belajar siswa memiliki karakteristik , yaitu: self-instructional,
self-explanatory power, selfpace learning, self-contained, individualized learning materials,
flexible and mobile learning materials, dan communicative and interactive. stand-alone,
adaptive, dan user friendly.

tahap-tahap menghasilkan modul menurut Rowntree (1999) adalah:

1) mengidentifikasi tujuan pembelajaran


2) menjabarkan materi dalam garis-garis besar materi sesuai rumusan tujuan pembelajaran

3) menulis materi secara lengkap berdasarkan garis-garis besar materi dengan gaya bahasa
yang komunikatif (semi formal) dan

4) menentukan format dan tata letak (layout).

Format modul yang lengkap memuat Cover, Daftar Isi, Pendahuluan Kegiatan Belajar 1
Kegiatan Belajar 2 Kegiatan Belajar 3 Tugas Akhir, Tes Akhir, Daftar Pustaka, Kunci Jawaban
Tes Formatif.

2. Bahan Ajar Hand-out

Hand-out memiliki beberapa fungsi, yaitu:


a) membantu siswa agar tidak perlu mencatat

b) sebagai pendamping penjelasan

c) Sebagai bahan rujukan siswa


d) memotivasi siswa agar lebih giat belajar

e) pengingat pokok-pokok materi yang diajarkan

f) memberi umpan balik, dan


g) memberi umpan balik.

handout juga memiliki ciri-ciri atau karakteristik, di antaranya adalah: a) merupakan jenis
bahan ajar cetak yang dapat memberikan informasi kepada siswa b) berhubungan dengan
materi yang diajarkan pendidik, dan c) terdiri atas catatan (baik lengkap atau kerangkanya

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


saja) tabel, diagram, peta dan materi tambahan. Dalam proses pembelajaran handout dapat
digunakan untuk bahan rujukan, pemberi motivasi, pengingat, memberi umpan balik, dan
menilai hasil belajar.

3. Lembar Kerja Siswa

Djauhar Siddiq, dkk. (2008) mengartikan LKS merupakan bahan pembelajaran cetak yang
sederhana, komponennya didominasi oleh soal-soal dan latihan. Berikut ini
komponen-komponen LKS menurut Djauhar Siddiq, dkk. (2008) yang dapat Anda susun,
yaitu: a) Kata Pengantar, b) Daftar Isi, c) Pendahuluan (berisi tujuan pembelajaran dan
indikator hasil belajar), d) Bab 1 (ringkasan materi 1), e) Lembar Kerja, f) Bab 2
(ringkasan materi 2), dst..., dan g) Daftar Pustaka. Dalam mengembangkan bahan ajar
cetak jenis LKS, pada analisis kompetensi sampai dengan indikator ketercapaiannya harus
benar-benar mewakili standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirumuskan.

C. Aspek-aspek Pengembangan Bahan Ajar Noncetak

Menurut Weggen dalam Herman D.Surjono, 2013: 3) e-learning adalah bagian dari
pembelajaran jarak jauh, sedangkan pembelajaran online adalah bagian dari e-learning.
Istilah e-learning meliputi berbagai aplikasi dan proses seperti computer-based learning, web
based learning, dan virtual classroom, sementara itu pembelajaran on-line merupakan
pembelajaran berbasis teknologi yang memanfaatkan sumber daya internet, intranet dan
extranet.

Dalam konsep e-learning materi pelajaran disediakan secara online dan dapat mengatur dan
memonitor interaksi antara guru dan siswa, baik secara langsung (synchronoius) atau tidak
langsung (asynchronoius). Dalam LMS (Learning Management System) terdapat
komponen-komponen pembelajaran, salah satunya adalah bahan ajar noncetak yang
di-upload ke dalamnya. Beberapa jenis bahan pembelajaran digital yang lazim digunakan
dalam pembelajaran secara online yaitu bahan ajar Audio, Video, PowerPoint Presentation
(PPT), Modul Elektronik/Buku Sekolah Elektronik (BSE), dan Multimedia Pembelajaran
Interaktif (MPI).

1. Bahan Ajar Audio

Media audio dalam bentuk suara, musik, dan kata-kata dapat digunakan untuk pembelajaran
langsung, namun juga bisa digunakan untuk pembelajaran tidak langsung yaitu dengan cara
merekamnya kemudian disebarluaskan secara online dalam bentuk digital atau dalam format
MP3. Langkah-langkah Pengembangan bahan ajar audio adalah

1. Penyusunan Garis Besar Isi Program Media (GBIPM),

2. perancangan naskah bahan ajar audio,

3. produksi bahan pembelajaran audio dengan melakukan rekaman dalam sebuah


studio,

4. pemberian sound efek dan penggabungan setiap bagian dari rekaman menjadi sebuah
program audio utuh.

5. Evaluasi program audio pembelajaran oleh judgement expert. Apabila masih ditemukan
noisy, suara yang tidak seharusnya ada, volume intonasi dan pelafalan yang salah, maka
dilakukan perbaikan berulangkali hingga audio siap digunakan.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


2. Bahan Ajar Video
Video pembelajaran merupakan bahan ajar yang diperoleh dari kamera berisi pesan-pesan
pembelajaran dan dikemas dalam tampilan visual digital berbentuk video melalui dua cara,
yaitu synchronus (langsung) dan asynchronus (tidak langsung).

Pembelajaran langsung menggunakan video merupakan pembelajaran yang terjadi melalui


sarana elektronik dengan akses kecepatan internet tinggi yang bersifat realtime (dijadwal
dalam satu waktu yang sama), kolektif, atau kolaboratif dengan ada siswa, fasilitator, dan
instruktur. Misalnya Video Conference dan Web Casting .

Pembelajaran tidak langsung (asynchronus) menggunakan bahan ajar video yang dapat
diakses kapan saja tidak harus di waktu yang sama dengan perekaman video.
Pengembangan bahan ajar video jenis ini dapat dirancang dengan menggunakan storyboard
dan interface.

3. PowerPoint Presentation (PPT)

Software PowerPoint Presentation merupakan salah satu bahan ajar untuk dapat
menampilkan sebuah presentasi dengan berbagai ilustrasi, gambar, teks, audio, dan video.
Pengembangan PowerPoint dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu:

1) identifikasi tujuan pembelajaran,

2) analisis kebutuhan dan karakteristik pengguna


3) membuat desain outline PowerPoint,

4) menuangkan desain kedalam Powerpoint,

5) menambahkan multimedia seperti clip art, picture, image, background dan kebutuhan
materi lainnya, serta

6) evaluasi kembali PowerPoint sehingga menjadi bahan ajar yang sesuai tujuan
pembelajaran

7) Setelah PowerPoint selesai dikembangkan, pemanfaatannya dapat melalui


dua cara, yaitu secara offline dipresentasikan di kelas atau secara online, dengan
meng-upload-nya sebagai bahan ajar dalam sebuah e-learning

4. Modul Elektronik/Buku Sekolah Elektronik (BSE)

Modul Elektronik merupakan bahan ajar noncetak yang bertujuan agar siswa mampu belajar
mandiri dan bersifat lengkap yang menyajikan per-unit terkecil dari materi berbentuk
elektronik atau digital. Dalam suatu modul digital terdapat tiga komponen, yaitu: bahan
belajar, panduan belajar, dan petunjuk belajar. Selain itu, karaketeristik modul elektronik ini
juga sama dengan modul cetak seperti yang sudah kita bahas pada pembahasan sebelumnya.
Hanya saja, pada penggunaannya atau penyajiannya, modul elektronik memerlukan bantuan
perangkat elektronik dalam pemanfaatannya. Tahapan pengembangan modul elektronik
sama dengan modul cetak. Tahapan tersebut yaitu: 1) mengidentifikasi tujuan pembelajaran,
2) memformulasikan garis besar materi, 3) menulis materi, 4) menentukan format dan tata
letak (Tian Belawati, 2003) modul elektronik biasanya menggunakan software Flip Book Maker
dalam penyusunan materinya, seperti: text, gambar, audio, dan video. Bahan ajar modul

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


elektronik dapat disebarluaskan (di-upload) pada sebuah Blog, website, atau e-learning
dengan cara meng-insert-kan file Modul tersebut pada sebuah LMS.

5. Multimedia Pembelajaran Interaktif (MPI)

Definisi multimedia secara terminologis adalah kombinasi berbagai media seperti teks,
gambar, suara, animasi, video dan lainnya secara terpadu dan sinergis melalui komputer atau
peralatan elektronik lain untuk mencapai tujuan tertentu. Multimedia Interaktif memiliki
karakteristik sebagai proses pembelajaran yang komunikasinya terjadi dua arah antara siswa
dan bahan ajar. MPI sebagai bahan ajar memiliki beberapa komponen di antaranya: 1)
Pendahuluan yang berisi title page, menu, tujuan pembelajaran, dan petunjuk penggunaan; 2)
Isi Materi meliputi kontrol, interaksi, navigasi, teks, suara, gambar, video, dan simulasi; serta 3)
Penutup, yang berisi ringkasan, latihan, dan evaluasi. Navigasi dalam MPI atau Graphichal
User Interface (GUI) biasanya berupa icon, button, scroll bar, menu yang dapat dioperasikan
oleh pengguna untuk menonton, memutar maupun membuka jendela informasi lain dengan
bantuan sarana Hyperlink.

Dalam analisis kebutuhan awal, pengembang menetapkan tujuan pembelajaran untuk


disesuaikan dengan karakteristik siswa, tugas dan sebagainya. Selanjutnya kita melakukan
perancangan pembelajaran dimulai dengan pembuatan GBIM, flowchart, screendesign dan
storyboard. Apabila rancangan sudah selesai, kita dapat mulai memproduksinya dengan
membuat dan menyatukan Video, audio, teks, dan animasi menggunakan authoring tools
seperti Ms. Powerpoint, Adobe Flash, Lectora dan sejenisnya mengacu pada prinsipprinsip
pengembangan MPI

PERENCANAAN PEMBELAJARAN

Perencanaan kegiatan belajar mengajar dikenal dengan konsep Rencana Pelaksanaan


Pembelajaran (RPP). RPP merupakan rencana yang menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi yang telah ditetapkan
dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
masih banyak guru tidak menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Faktor
penyebab guru tidak menyusun RPP antara lain tidak memahami dengan benar apa
sesungguhnya hakikat RPP, bagaimana prinsip-prinsip penyusunan RPP serta apa pentingnya
RPP disusun.

A. Hakikat RPP

1. Mengapa Guru perlu menyusun RPP?

Dalam UU 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, memberikan penekanan bahwa guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, berkewajiban merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran. Permendikbud No 22 tahun 2016 secara tegas dijelaskan bahwa setiap
pendidik (guru) pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

2. Pengertian RPP
Permendikbud No 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah
menjelaskan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP disusun berdasarkan KD
atau subtema yang dilaksanakan satu kali pertemuan atau lebih. Dalam Permendikbud No 22
tahun 2016, secara tegas menjelaskan komponen minimal RPP terdiri atas:
a. Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan; g. Model/Metode pembelajaran
b. Identitas mata pelajaran atau tema/subtema h. Media Pembelajaran
c. Kompetensi Dasar i. Sumber belajar
d. Indikator pencapaian kompetensi j. Langkah kegiatan pembelajaran
e. Tujuan Pembelajaran k. Penilaian
f. Materi pembelajaran
Pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompok melalui
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di dalam satu sekolah difasilitasi dan disupervisi
kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah.

VIDEO PEMBELAJARAN MATERI 2

Dalam UU 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, memberikan penekananbahwa guru
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, berkewajiban merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran. Permendikbud No 22 tahun 2016 secara tegas dijelaskan bahwa setiap
pendidik (guru) pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Permendikbud No 22 tahun 2016
tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah menjelaskan bahwa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk
satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Adapun
komponen-komponen RPP adalah sebagai berikut:

a. Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;


b. Identitas mata pelajaran atau tema/subtema, mencakup:

1) kelas/semester,

2) materi pokok, dan

3) alokasi waktu ditentukan berdasarkan keperluan untuk pencapaian tujuan KD dan


beban belajar, dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
dalam silabus dan KD yang harus dicapai; Alokasi waktu untuk SD/MI: 35 menit,
SMP/MTs : 40 Menit SMA/MA/SMK/MAK : 45 menit.

c. Kompetensi Dasar, adalah sejumlah kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik
dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator pencapaian

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


kompetensi. Kompetensi dasar dalam RPP, merujuk kompetensi dasar yang tercantum
dalam silabus;

d. Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi
untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu. Indikator pencapaian
kompetensi menjadi acuan penilaian mata pelajaran.

e. Tujuan Pembelajaran dirumuskan lebih spesifik atau detail dengan merujuk indikator
pencapaian kompetensi. Jika cakupan dan kedalaman materi pembelajaran sudah tidak
dapat dijabarkan lebih detail dan spesifik lagi, maka tujuan pembelajaran disusun sama
persis dengan indikator pencapaian kompetensi.

f. Materi pembelajaran memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan, dan ditulis
dalam bentuk butir-butir pokok bahasan/sub pokok bahasan sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi. Materi pembelajaran secara lengkap dalam bentuk
Lembar Kerja Peserta Didik dapat dilampirkan.

g. Metode pembelajaran, digunakan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran dan


suasana belajar yang mengaktifkan peserta didik untuk mencapai kompetensi dasar.

h. Media pembelajaran merupakan alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan


materi pelajaran. Media pembelajaran yang digunakan hendaknya mendukung
pencapaian kompetensi dan sesuai dengan karakteristik peserta didik.

i. Sumber belajar dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, ataupun alam Sumber
belajar dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, ataupun alam sekitar atau
sumber lain yang relevan.

j. Langkah-langkah pembelajaran melalui tahapan pembukaan, inti, dan penutup yang


terintegrasi dengan kemampuan 4C. pembelajaran hendaknya interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang dan memotivasi peserta didik

1) Kegiatan pendahuluan, guru wajib menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pmbelajaran, memberikan motivasi belajar peserta didik secara
kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajat dalam kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional serta
disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang peserta didik, mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari, menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai,

2) Kegiatan Inti, kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajran,


media pembelajaran dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/atau tematik terpadu dan/
atau saintifik dan/atau inkuiri dan penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan
dengan karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan yang meliputi :

a. Sikap. Alternatif karakteristik sikap yang dapat dipilih adalah proses afeksi mulai dari
menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh
aktivitas pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta
didik untuk melakukan aktivitas tersebut).

b. Pengetahuan. Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami,


menerapkan, menganalisis, mengevaluasi hingga mencipta. Untuk memperkuat
pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat disarankan untuk menerapkan

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiri learning). Untuk mendorong
peserta didik menghasilkan karya kreatif dan kontekstual baik individual maupun
kelompok, disarankan yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (problem
based learning).

c. Keterampilan. Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya,


mencoba, menalar, menyaji dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan sub topik) mata
pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong peserta didik untuk
melakukan proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan keterampilan
tersebut perlu melakukan pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery/inquiri learning) dan pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).

3) Kegiatan Penutup. Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara
individual maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi.

a. Seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh untuk


sealnjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun tidak langsung dari
hasil pembelajaran yang telah berlangsung

b. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran

c. Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual
maupun kelompok
d. Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya

k. Penilaian hasil belajar, Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian


otentik (authentic assessment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses dan hasil
belajar secara utuh. Hasil penilaian otentik digunakan guru untuk merencanakan
program perbaikan (remedial) pembelajaran, pengayaan (enrichment), atau pelayanan
konseling. Selain itu hasil penilaian otentik digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki
proses pembelajaran sesuai dengan standar penilaian pendidikan.

a. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan


menggunakan alat : lembar pengamatan, angket sebaya, rekaman, catatan anekdot
dan refleksi.

b. Evaluasi hasil pembelajaran saat proses pembelajaran dan di akhir satuan pelajaran
dengan menggunakan metode dan alat : tes lisan/perbuatan, dan tes tulis

c. Hasil evaluasi akhir diperoleh dari gabungan evaluasi hasil pembelajaran

B. Evaluasi pembelajaran

PENGERTIAN PENGUKURAN, PENILAIAN, TES, DAN EVALUASI

1. Pengukuran
a. Batasan Pengukuran
Pengukuran pada dasarnya adalah proses memberi bentuk kuantitatif pada atribut
seseorang, kelompok atau objek-objek lainnya berdasarkan aturan-aturan atau
formulasi yang jelas. Artinya, dalam memberi angka atau skor pada subjek, objek atau
kejadian harus menggunakan aturan-aturan atau formula yang jelas dan sudah
disepakati bersama. Hal ini dimaksudkan agar angka atau sekor yang diberikan

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


betul-betul dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya dari orang, obyek,
kejadian yang diukur. Semakin jauh seseorang meninggalkan aturan-aturan
pengukuran maka semakin besar kesalahan pengukuran yang terjadi.

b. Skala Pengukuran
Karakteristik utama dalam proses pengukuran adalah adanya penggunaan angka (sekor) atau
skala tertentu dan dalam menentukan angka tersebut didasarkan atas aturan atau formula
tertentu. Skala atau angka dalam pengukuran dapat diklasifikasikan kedalam 4 (empat)
kategori, yaitu: skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio.

1) Skala nominal bersifat kategorikal dan jenis datanya hanya menunjukkan perbedaan
antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. misalnya, jenis kelamin, golongan,
organisasi, dan sebagainya.
2) Skala ordinal menunjukkan adanya urutan atau jenjang tanpa mempersoalkan jarak
antar urutan tersebut.
3) Skala interval menunjukkan adanya jarak yang sama dari angka yang berurutan dari
yang terendah ke tertinggi dan tidak memiliki harga nol mutlak, artinya harga 0 yang
dikenakan terhadap sesuatu obyek menunjukkan bahwa nilai atau harga 0 tersebut ada
(dapat diamati keberadaannya).
4) Skala rasio pada dasarnya sama dengan skala interval, bedanya skala rasio memiliki
harga nol mutlak, artinya harga 0 tidak menunjukkan ukuran sesuatu (tidak ada)

c. Kesalahan Pengukuran

Dalam proses pengukuran hasil belajar selalu melibatkan empat faktor yakni si pembuat alat
ukur, individu/obyek yang diukur, alat ukur, dan lingkungan. Untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang memiliki kesalahan pengukuran sekecil mungkin perlu memperhatikan
keempat faktor di atas. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1) Si pembuat alat ukur harus memiliki kompetensi dalam mengembangkan dan menyusun
alat ukur, mengoreksi hasil pengukuran, dan menginterpretasi hasil pengukuran.

2) Alat ukur harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas yang baik. Alat ukur
berbentuk tes juga harus memenuhi persyaratan tingkat kesukaran, daya beda, dan
keberfungsian pengecoh.

3) Individu yang diukur yang harus dalam kondisi yang baik, baik dari segi pisik maupun
mental.

4) Lingkungan sekitar tempat dilakukan pengukuran harus kondusip sehingga tidak


mengganggu kenyamanan proses pengukuran.

2. Penilaian
a. Batasan Penilaian

Secara garis besar, penilaian dapat dibagi menjadi dua, yaitu penilaian formatif dan
penilaian sumatif. Penilaian yang bersifat formatif dilakukan dengan maksud untuk
mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran berlangsung sudah sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah direncanakan. Penilaian formatif dapat
dilakukan pada setiap tatap muka atau beberapa kali tatap muka pada penyampaian
materi pokok bahasan atau sub pokok bahasan. Penilaian yang bersifat sumatif dilakukan
untuk mengetahui sejauhmanakah peserta didik telah menguasai materi ajar dalam

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


periode waktu tertentu sehingga peserta didik dapat melanjutkan atau pindah ke unit
pembelajaran berikutnya.

b. Acuan Penilaian

Dalam kegiatan penilaian pembelajaran dapat merujuk pada dua macam acuan yakni
penilaian acuan norma (norm reference test) dan penilaian acuan kriteria/patokan (criterion
reference test).
1) Penilaian acuan norma memiliki asumsi bahwa kemampuan belajar peserta didik adalah
berbeda dengan peserta didik lain yang diukur dalam waktu yang sama.
2) Penilaian acuan kriteria/patokan berasumsi bahwa kemampuan belajar semua peserta
didik adalah sama untuk periode waktu yang berbeda. Salah satu program pembelajaran
yang digunakan untuk membawa peserta didik memiliki kompetensi memenuhi kriteria
minimal adalah program remidial.

c. Prinsip-Prinsip Penilaian

Dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik perlu
diperhatikan kaidah-kaidah penilaian yang baik dan tepat.Untuk itu, penilaian hasil belajar
harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip adalah Obyektip, Terpadu , Sistematis ,
Terbuka , Akuntabel , Menyeluruh dan berkenambungan, Adil, Valid , Andal , Manfaat.

d. Bentuk Penilaian

Beberapa bentuk penilaian yang bisa digunakan antara lain: tes kinerja sering juga
disebut tes unjuk kerja (performance test), observasi, tes tertulis, tes lisan, penugasan,
portofolio, wawancara, tes inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antar teman.

3. Tes
a. Batasan Tes

Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan bentuk kualitatif kepada


atribut atau karakteristik seseorang, kelompok, atau objek tertentu berdasarkan suatu
kriteria tertentu. Penilaian merupakan kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil
pengukuran. Penilaian adalah proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan
instrumen tes maupun non tes.

b. Macam-Macam Tes

Secara umum tes dapat dipilahkan kedalam bentuk tes penampilan atau unjuk kerja
(performance test), tes lisan, dantes tulis.

1) Tes penampilan adalah tes dalam bentuk tindakan atau unjuk kerja untuk mengukur
seberapajauh seseorang dapat melakukan sesuatu tugas atau pekerjaan sesuai dengan
standar atau kriteria yang ditetapkan.

2) Tes lisan (oral test) yang dilaksanakan secara lisan, soal atau pertanyaan diberikan
secara lisan dan jawaban yang diberikan juga dinyatakan secara lisan

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


3) Tes tulis (written test) adalah tes yang dilaksanakan secara tertulis, pertanyaan atau
soal dinyatakan secara tertulis dan jawaban yang diberikan oleh peserta tes juga
dinyatakan secara tertulis. Tes tulis dapat dikelompokkan menjadi dua yakni tes bentuk
uraian (essay test) dan tes bentuk obyektif (objective test)

c. Kelebihan dan Kelemahan antara Tes Uraian dan Tes Obyektip

Kelebihan tes bentuk uraian :

1) Mengembangkan kemampuan dalam menyusun kalimat yang baik.


2) Menjawab soal dengan ekspresi pikiran tanpa menebak.

3) Mengukur kemampuan yang lebih kompleks.

4) Mengembangkan daya nalar peserta tes.

5) Mengembangkan dan menyusun soal relatif mudah.

6) Memudahkan dalam melacak proses berpikir peserta tes berdasarkan jawaban yang
diberikan.

Kelemahan tes bentuk uraian:


1) Materi terbatas sehingga validitas isi rendah.

2) Proses koreksi relatif lama dan cenderung bersifat subyektip.

3) Jawaban yang diberikan peserta tes tidak terkait dengan pertanyaan.


4) Proses koreksi hanya bisa dilakukan oleh si pembuat soal.

5) Tingkat reliabilitas relatif rendah.

6) Kemampuan peserta tes menyusun kalimat mempengaruhi kualitas jawaban.


7) Sifat soal cenderung hanya mengungkap pengetahuan yang dangkal.

Kelebihan tes bentuk obyektip :

1) Lingkup materi yang diujikan luas sehingga dapat mewakili materi yang sudah diajarkan
(representatif)

2) Tingkat validitas isi relatif tinggi

3) Proses koreksi dan penyekoran mudah dan obyektif;

4) Tidak memungkinkan peserta tes untuk mengemukakan hal-hal yang tidak berkaitan
dengan pertanyaan

5) Informasi hasil tes dapat lebih cepat

6) Tingkat reliabilitas tinggi


7) Memungkinkan penyelenggaraan tes bersama pada wilayah yang luas.

Kelemahan tes obyektif :


1) Tidak mengembangkan daya nalar peserta tes.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


2) Peserta tes cenderung menjawab dengan jalan menerka.

3) Memungkinkan terjadinya kecurangan, saling menyontek.


4) Mengembangkan dan menyusun soal relatif sulit dan waktu lama.

5) Membutuhkan waktu untuk membaca soal dan jawabannya sehinnga mengurangi waktu
ujian.

d. Fungsi Penilaian, Pengukuran, dan Tes

Dalam pendidikan dan pembelajaran tes memiliki banyak fungsi di antaranya fungsi untuk
pengelolaan kelas, fungsi untuk program bimbingan, dan fungsi untuk administrasi.

fungsi untuk pengelolaan kelas, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat digunakan
untuk hal-hal berikut seperti: diagnosis kesulitan belajar, evaluasi jarak antara bakat dan
pencapaian, peningkatan pencapaian prestasi belajar,

fungsi untuk program bimbingan, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat digunakan
untuk hal-hal seperti berikut: fokus pembicaraan dengan orang tua tentang anak mereka,
pengarahan dalam menentukan pilihan, membimbing peserta didik dalam pencapaian
tujuan pendidikan dan program studi, membantu pembimbing, pendidik, dan orang tua
dalam memahami kesulitan dan hambatan peserta didik.

fungsi administrasi, hasil penilaian, pengukuran, dan tes dapat dimanfaatkan untuk
hal-hal sebagai berikut: membuat petunjuk pengelompokkan peserta didik, penempatan
peserta didik baru, penilaian kurikulum, membina dan memperluas kerjasama dengan
masyarakat, menyediakan data atau informasi untuk pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengan peserta didik dan sekolah.

4. Evaluasi
a. Batasan Evaluasi

Salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilansuatu
program, baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro, adalah evaluasi. Secara
umum, evaluasi program pendidikan dapat dikelompokkan menjadi evaluasi yang bersifat
makro dan bersifat mikro. Evaluasi yang bersifat makro dikenakan pada pelaksanaan
progam pendidikan yang dilaksanakan sekolah dalam rangka peningkatan kaulitas
pembelajaran. Evaluasi yang bersifat mikro dikenakan pada pembelajaran di kelas,
utamanya yang berkaitan dengan keberhasilanbelajar peserta didiK.
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan
informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang
tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam
upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

b. Tujuan Evaluasi

Tujuan evaluasi pada hakekatnya adalah untuk memperoleh informasi yang tepat, terkini
dan objektif terkait dengan penyelenggaraan suatu program yang dengan informasi
tersebut dapat diambil suatu keputusan.
c. Model Evaluasi

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Untuk dapat mengevaluasi suatu program perlu memperhatikan model evaluasi yang
digunakan agar hasil evaluasi tepat sasaran.

1) Model Tyler.

Esensi dari model evaluasi ini adalah suatu proses dan kegiatan yang dilakukan oleh
evaluator untuk menentukan pada kondisi seperti apa tujuan program dapat dicapai.

2) Model evaluasi Sumatif-Formatif

Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dilaksanakan untuk periode waktu
tertentu. Dalam evaluasi sumatif biasanya digunakan acuan penilaian, yaitu acuan norma
atau acuan patokan. Evaluasi formatif dilakukan pada setiap pada akhir satu unit kegiatan
untuk setiap tatap muka.

3) Model evaluasi Countenance

Model yang dikembangkan oleh Stake, secara garis besarnya, model ini difokuskan pada
evaluasi bagian awal (antecedent), tahap transaksi (transaction), dan pada hasil
(outcomes).

4) Model evaluasi bebas

Model ini dikembangkan oleh Scrieven yang intinya bahwa evaluasi program dapat
dilakukan tanpa mengetahui tujuan program itu sendiri.
5) Model evaluasi context input process product (CIPP)

Model evaluasi ini merupakan model evaluasi yang menekankan pada evaluasi untuk
aspek konteks (context), masukan (input), proses (process), dan hasil (product).

6) Model evaluasi ahli

Model evaluasi ini memiliki dua ciri khas yaitu a) manusia dijadikan sebagai instrumen
untuk pengambillan keputusan dan b) menggunakan kritikan untuk menghasilkan
konsep-konsep dasar evaluasi.

d. Langkah-Langkah Evaluasi
Untuk mendapatkan hasil yang benar dan tepat dalam kegiatan evaluasi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Tujuan Evaluasi (alasan evaluasi dilakukan).


2) Desain Evaluasi (model evaluasi, evaluator, jadwal, instrumen, dan biaya).
3) Instrumen Evaluasi (kualitas, uji coba).

4) Pengumpulan Data (sifat data, ketersediaan data, responden, dan waktu).


5) Analisis/Interpretasi Data (proses data: manual/ computer, pembaca/penafsir).

6) Tindak Lanjut (hasil untuk apa, obyektivitas hasil)

PENILAIAN OTENTIK (Authentic Asessment)

1. Hakikat Penilaian Otentik

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Penilaian otentik adalah merupakan salah satu bentuk penilaian hasil belajar peserta
didik yang didasarkan atas kemampuannya menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki
dalam kehidupan yang nyata di sekitarnya. Makna otentik adalah kondisi yang
sesungguhnya berkaitan dengan kemampuan peserta didik. Penilaian otentik lebih
ditekankan pada proses belajar yang disesuaikan dengan situasi dan keadaan sebenarnya,
baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas. Pada penilaian otentik, peserta didik diarahkan
untuk melakukan sesuatu dan bukan sekedar hanya mengetahui sesuatu, disesuaikan
dengan kompetensi mata pelajaran yang diajarkan. Di samping itu, pada penilaian otentik,
penilaian hasil belajar peserta didik tidak hanya difokuskan pada aspek kognitif, tetapi juga
pada aspek afektif dan psikomotorik. Penilaian otentik lebih dapat menunjukkan hasil
belajar yang komprehensip. Beberapa kelebihan penilaian otentik antara lain:

a. Peserta didik diminta untuk menunjukkan kemampuan melakukan tugas yang lebih
kompleks yang mewakili aplikasi yang lebih bermakna dalam dunia nyata.

b. Peserta didik diminta untuk menganalisis, mensintesis, dan menerapkan apa yang telah
mereka pelajari.

c. Peserta didik untuk memilih dan mengonstruksi jawaban yang menunjukkan


kemampuannya.

d. Peserta didik diminta untuk membuktikan kemampuannya secara langsung melalui


aplikasi dan konstruksi pengetahuan yang dimilikinya.

Dilihat dari sifat dan proses pelaksanaannya, penilaian otentik sering disamakan artinya
dengan beberapa istilah dalam penilaian, yaitu

a. penilaian berbasis kinerja karena peserta didik diminta untuk melakukan tugas-tugas
belajar yang bermakna.

b. penilaian langsung karena mampu memberikan bukti secara langsung dan aplikasi
bermakna dari pengetahuan dan keterampilan

c. penilaian alternatif karena penilaian otentik merupakan suatu alternatif bagi penilaian
tradisional.

Jadi dapat dikatakan bahwa penilaian otentik merupakan penilaian yang menyeluruh berkaitan
dengan kompetensi dalam belajar, baik dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan maupun
psikomotor. Prinsip dasar penilaian otentik dalam pembelajaran adalah peserta didik harus
dapat mendemonstrasikan atau melakukan apa yang mereka ketahui. Penilaian otentik perlu
dilakukan karena beberapa hal, yaitu

a. Penilaian otentik merupakan penilaian secara langsung terhadap kemampuan dan


kompetensi peserta didik.

b. Penilaian otentik memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengkonstruksikan


hasil pembelajaran.

c. Penilaian otentik mengintegrasikan kegiatan belajar, mengajar, dan penilaian.

d. Penilaian otentik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk


mendemonstrasikan kemampuannya yang beragam.

2. Ruang Lingkup Penilaian Otentik

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Penilaian otentik adalah penilaian yang dilakukan secara menyeluruh berimbang antara
kompetensi pengetahuan, sikap,dan keterampilan.

a. Sasaran penilaian pada aspek pengetahuan yaitu Pengetahuan/hafalan/ingatan


(knowledge), Pemahaman (comprehension), Penerapan (application), Analisis (analysis),
Evaluasi/penghargaan (evaluation), Kreatif

b. Sasaran penilaian pada aspek sikap yaitu Menerima (receiving), Menanggapi


(responding), Menilai (valuing), Mengelola/mengatur (organization), Menghayati
(characterization)

c. Sasaran penilaian pada aspek keterampilan yaitu Persepsi (perception), Kesiapan (set),
Gerakan terbimbing (guided response), Gerakan terbiasa (mechanical response), Gerakan
kompleks (complex response), Penyesuaian pola gerakan (adjusment),
Kreativitas(creativity)

3. Karakteristik Penilaian Otentik


Beberapa karakteristik penilaian otentik adalah:

a. Penilaian otentik dapat digunakan untuk keperluan penilaian yang bersifat formatif atau
sumatif.

b. Penilaian otentik tidak digunakan semata untuk pengetahuan saja tetapi juga menyangkut
aspek sikap dan kinerja.

c. Penilaian otentik dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga dapat mengukur


perkembangan kemampuan peserta didik.

d. Penilaian otentik dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk pengembangan kompetensi
pesertadidik secara komprehensif.

Pada pelaksanaan penilaian otentik dalam pembelajaran peserta didik diminta


mendemonstrasikan atau melakukan apa yang mereka ketahui. Oleh karena itu, penilaian
otentik menjadi penting untuk dilakukan oleh pendidik karena beberapa hal, yaitu a.
merupakan penilaian secara langsung terhadap kemampuan dan kompetensi peserta didik b.
memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengkonstruksikan hasil pembelajaran. c.
mengintegrasikan kegiatan belajar, mengajar, dan penilaian. d. memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mendemonstrasikan kemampuannya yang beragam.

4. Model Penilaian Otentik


a. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja disebut sebagai penilaian unjuk kerja (performance assessment).


digunakan untuk mengukur status kemampuan belajar peserta didik berdasarkan hasil
kerja dari suatu tugas . Instrumen yang dapat digunakan antara lain: daftar cek (check list),
catatan anekdot/narasi, skala penilaian ( rating scale).

b. Penilaian Proyek

Penilaian proyek (project assessment) adalah bentuk penilaian yang diwujudkan dalam
bentuk pemberian tugas kepada peserta didik secara berkelompok. Dengan menggunakan
penilaian proyek pendidik dapat memperoleh informasi berkaitan dengan kemampuan
peserta didik dalam hal pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sintesis informasi atau data,
sampai dengan pemaknaan atau penyimpulan

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


c. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio dikenakan pada sekumpulan karya peserta didik yang diambil selama
proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan
fakta-fakta peserta didik dan proses bagaimana fakta-fakta tersebut diperoleh sebagai
salah satu bukti bahwa peserta didik telah memiliki kompetensi dasar dan indikator hasil
belajar sesuai dengan yang telah ditetapkan.
d. Jurnal

Jurnal belajar merupakan rekaman tertulis tentang apa yang dilakukan peserta didik
berkaitan dengan apa-apa yang telah dipelajari. Jurnal dapat juga diartikan sebagai catatan
pribadi siswa tentang materi yang disampaikan oleh guru.

e. Penilaian Tertulis

Penilaian tertulis yang termasuk dalam model penilaian otentik adalah penilaian yang
berbentuk uraian atau esai yang menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami,
mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan sebagainya
atas materi yang telah dipelajari.
f. Penilaian Diri

Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik
diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan proses dan tingkat pencapaian
kompetensi yang diperolehnya dalam pelajaran tertentu.

g. Penilaian Antar teman

Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk saling menilai temannya terkait dengan pencapain kompetensi, sikap, dan
perilaku keseharian peserta didik.

h. Pertanyaan Terbuka

Penilaian ini lebih difokuskan terhadap bagaimana peserta didik mengaplikasikan informasi
daripada seberapa banyak peserta didik memanggil kembali apa yang telah diajarkan.
i. Menceritakan Kembali Teks atau Cerita

Menceritakan kembali teks atau cerita merupakan model penilaian otentik yang meminta
peserta didik membaca atau mendengarkan suatu teks kemudian menceritakan kembali
ide pokok atau bagian yang dipilihnya.

j. Menulis Sampel Teks

Menulis sampel teks adalah bentuk penilaian yang meminta peserta didik untuk menulis
teks narasi, ekspositori, persuasi, atau kombinasi berbeda dari teks-teks tersebut. rubrik
yang dapat menilai secara analitis dan menyeluruh dalam ranah penulisan, seperti kosakata,
komposisi, gaya bahasa, konstruksi kalimat, dan proses penulisan.

k. Ekperimen atau Demonstrasi

Peserta didik diminta melakukan eksperimen dengan bahan sebenarnya atau


mengilustrasikan bagaimana sesuatu bekerja.
l. Pengamatan

Pendidik mengamati perhatian peserta didik dalam mengerjakan tugas, responnya


terhadap berbagai jenis tugas, atau interaksi dengan peserta didik lain ketika sedang

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


bekerja kelompok.

5. Langkah-Langkah Penyusunan Penilaian Otentik

a. Identifikasi dan Penentuan Standar yang akan dicapai.


b. Penentuan Tugas Otentik
c. Pembuatan Kriteria Tugas Otentik.
d. Pembuatan Rubrik.
e. Pengolahan Skor Penilaian Otentik.

6. Tujuan Penilaian Otentik


Dalam rangka menciptakan situasi dan kondisi lingkungan belajar yang kondusif untuk
menumbuhkan keaktifan dan kreativitas peserta didik maka penilaian otentik adalah sangat
tepat oleh pendidik. Adapun tujuan Penilaian Otentik adalah

a. Melihat seberapa jauh tingkat kemampuan dan keterampilan peserta didik melaksanakan
tugas-tugas tertentu.

b. Menentukan berbagai macam kebutuhan yang diperlukan dalam pembelajaran.

c. Menciptakan situasi belajar yang kondusif untuk menumbuhkan dan mendorong


semangat belajar peserta didik.

d. Membantu pendidik untuk membawa peserta didik dapat lebih baik.

e. Membantu pendidik untuk menentukan strategi pembelajaran.


f. Menunjang prinsip akuntabilitas sekolah sebagai lembaga pendidikan.

g. Mendorong peningkatan kualitas pendidikan.

MENULIS TES HASIL BELAJAR

Secara umum, langkah-langkah kegiatan penilaian hasil belajar yang dilakukan Guru
meliputi: (1) Perencanaan penilaian dan pengembangan perangkat, (2) Pelaksanaan
penilaian atau pengujian, (3) Penyekoran, (4) Pelaporan, dan (5) Pemanfaatan hasil
penilaian. Salah satu kegiatan yang dilakukan Guru dalam perencanaan penilaian dan
pengembangan perangkat adalah penulisan soal tes.
1. Penulisan Tes

Penulisan tes hendaknya dilakukan secara sistematis sesuai kaidah penulisan tes yang baik,
yaitu melalui langkah-langkah penulisan tes antara lain :

a. Merumuskan Tujuan Tes

Perumusan tujuan tes harus dilakukan dengan memperhatikan untuk apa tes tersebut
disusun. Tes hasil belajar disusun umumnya digunakan untuk penempatan, diagnostik,
perkembangan hasil belajar, dan tujuan lainnya. Dalam konteks pembelajaran yang
dilakukan Guru di kelas atau laboratorium, perumusan tujuan tes mengacu pada Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun
b. Menentukan Bentuk Pelaksanaan Tes

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


Secara umum tes dapat diklasifikasikan kedalam bentuk tes penampilan atau tes
unjuk kerja, tes lisan, dan tes tertulis. Tes tertulis dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu tes bentuk uraian, dan tes bentuk objektif. Untuk menentukan bentuk tes, harus
mempertimbangkan tujuan tes, kesesuaian dengan KD atau karakteristik materi yang
diujikan, peserta didik, fasilitas pendukung, dan berbagai hak terkait lainnya.

c. Menyusun Kisi-Kisi

Kisi-kisi adalah suatu format berbentuk matriks berisi informasi yang dapat dijadikan
pedoman dalam menulis atau merakit soal. Kisi-kisi tes hendaknya memenuhi persyaratan
berikut:

1. mewakili isi kurikulum yang akan diujikan,


2. komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami, dan
3. indikator soal harus jelas dan dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah
ditetapkan.

Langkah-langkah utama dalam menyusun kisi-kisi adalah sebagai berikut:


(a) menentukan Kompetensi (KD) yang harus dikuasai peserta didik dan diukur;

(b) memilih materi esensial yang representatif berdasarkan KD yang akan diukur yaitu
materi yang telah dipelajari, penting dan harus dikuasai peserta didik, sering diperlukan
untuk materi lainnya, berkesinambungan, memiliki nilai terapan tinggi.

(c) merumuskan indikator yang mengacu pada KD dengan memperhatikan materi.


Rumusan indikator untuk dijadikan acuan dalam membuat soal harus memenuhi
kriteria: memuat ciri-ciri KD yang akan diukur, memuat kata kerja operasional yang
dapat diukur, berkaitan dengan materi/konsep yang dipilih, dapat dibuat soalnya
sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan.

d. Menulis Butir Soal Tes

1). Soal Tes Uraian

Tes bentuk uraian dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu soal uraian bebas
(memberi kebebasan kepada peserta tes untuk memberikan jawaban selengkap
mungkin), dan soal uraian terbatas (terstruktur) (jawaban dibatasi berdasarkan
aspek-aspek khusus dari mata pelajaran yang diujikan). Selain itu, bentuk soal uraian
dapat dibedakan menjadi soal uraian objektif dan uraian non objektif. Pada tahap
menulis butir soal tes, kita menulis soal berdasarkan indikator-indikator yang ada pada
kisi-kisi soal. Setiap indikator soal dapat dituangkan menjadi satu atau lebih butir soal
sesuai dengan tuntutan indikator.
Kaidah-kaidah penyusunan soal tes uraian antara lain:

 Soal harus sesuai dengan indikator;

 Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas
 Isi materi sesuai dengan petunjuk pengukuran

 Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas;

 Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata tanya atau perintah
yang menuntut jawaban terurai

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


 Tabel, gambar, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas dan terbaca, sehingga
tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna

 Rumusan butir soal menggunakan bahasa sederhana dan komunikatif;

 Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta
didik atau kelompok tertentu

 Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Soal tes uraian harus dilengkapi dengan pedoman penskoran. Pedoman penskoran
merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan tentang batasan atau katakata kunci
atau konsep untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif dan
kemungkinan-kemungkinan jawaban yang diharapkan atau kriteria-kriteria jawaban yang
digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. Pedoman
penskoran untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah penulisan soal.

2). Soal Tes Objektif


(a) Bentuk Soal Pilihan Ganda

Butir soal ini memiliki alternative jawaban lebih dari dua. Umumnya alternative jawabannya 4
(empat) atau 5 (lima). Soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan jawaban
(option). Pokok soal memuat masalah atau materi atau kemampuan yang akan diukur atau
ditanyakan kepada peserta tes. Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh
(distractor) yang berhubungan dengan materi yang diukur atau ditanyakan.
(b) Bentuk Soal Benar Salah

Bentuk soal ini menuntut peserta didik (peserta tes) untuk memilih dua ke- mungkinan
jawaban
(c) Bentuk Soal Menjodohkan

Bentuk soal menjodohkan terdiri dari dua kelompok pernyataan yaitu lajur sebelah kiri
merupakan pernyataan soal atau pernyataan stimulus dan pada lajur sebelah kanan, biasanya
merupakan pernyataan jawaban atau pernyataan respon.

e. Menelaah Butir Soal

Butir-butir soal yang sudah ditulis harus ditelaah terlebih dulu sebelum digunakan. Hal ini
perlu dilakukan untuk melihat sejauhmana kualitas soal ditinjau dari substansi materi,
konstruksi, dan bahasa yang digunakan. Telaah aspek materi berkaitan dengan kesesuaian
materi soal dengan indikator kompetensi. Telaah aspek konstruksi berkaitan dengan
kesesuaian format penulisan soal dengan kaidah-kaidah penulisan soal yang baik. Telaah
aspek bahasa berkaitan dengan ketepatan penggunaan bahasa sehingga mudah dimengerti.

f. Uji coba dan analisis


Perangkat soal yang sudah ditelaah secara teoritis perlu juga ditelaah secara empiris. Oleh
karena itu, perangkat soal yang sudah ditelaah secara teoritis perlu dilakukan uji coba untuk
mendapatkan data dari lapangan. Berdasarkan analisis data lapangan dapat dilakukan 1).

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


koreksi dan revisi butir-butir soal yang tidak memenuhi persyaratan 2). dapat diketahui
seberapa jauh tingkat kualitas soal terutama menyangkut masalah tingkat kesukaran, daya
beda, keberfungsian pengecoh, validitas, dan reliabilitas.

g. Merakit Perangkat Tes


Butir-butir soal yang sudah memenuhi persyaratn selanjutnya dirakit menjadi satu perangkat
tes. Dalam perakitan perangkat tes perlu memperhatikan identitas soal, petunjuk pengerjaan,
urutan nomor soal, pengelompokan bentuk-bentuk soal, dan tata letak penulisan.

MENULIS TES HASIL BELAJAR

1. Menelaah Kualitas Soal Tes Bentuk Objektif


Analisis kualitas perangkat soal tes hasil belajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: analisis secara
teoritik (kualitatif) dan analisis secara empiris (kuantitatif). Analisis secara teoritis adalah telaah soal
yang difokuskan pada aspek materi, konstruksi, dan bahasa. Analisis empiris adalah telaah soal
berdasarkan data lapangan (uji coba).
a. Analisis Kualitas Soal Secara Teoritis

Secara teoritis, kualitas soal tes bentuk objektif dapat ditelaah dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

1) Materi berkaitan dengan substansi keilmuan yang ditanyakan serta tingkat berpikir yang
terlibat.

2) Konstruksi berkaitan dengan teknik penulisan soal.

3) Bahasa berkaitan dengan kejelasan hal yang ditanyakan.

b. Analisis Kualitas Tes Bentuk Objektif Secara Empiris

Analisis karakteristik butir soal mencakup analisis parameter kuantitatif dan kualitatif butir soal.
Parameter kuantitatif berkaitan dengan analisis butir soal berdasarkan atas tingkat kesukaran, daya
beda, dan keberfungsian alternative pilihan jawaban. Parameter kualitatif berkaitan dengan analisis
butir soal berdasarkan atas pertimbangan ahli (expert judgement).

1) Tingkat Kesukaran. Rentang tingkat kesukaran yang dapat digunakan sebagai kriteria adalah:
lebih 3 kecil dari 3,00 masuk kategori sukar, antara 0,30 – 0,80 termasuk cukup/sedang, dan
lebih besar dari 0,80 termasuk mudah

2) Daya Beda. Interpretasi daya beda selalu dikaitkan dengan kelompok peserta tes. Artinya,
suatu daya beda butir soal yang dianalisis berdasarkan data kelompok tertentu belum tentu
dapat berlaku pada kelompok yang lain

3) Keberfungsian Alternatif Pilihan Jawaban. Alternatif pilihan jawaban dalam suatu butir soal
dikatakan berfungsi jika semua pilihan jawaban tersebut dipilih oleh peserta tes dengan kondisi
dimana jawaban yang benar lebih dipilih dari pada alternatip pilihan jawaban yang lain.
Pengecoh berfungsi jika paling sedikit 5% dari peserta tes memilih jawaban tersebut

4) Omit. Butir soal yang baik jika omit paling banyak 10% dari peserta tes

5) Validitas. Soal tes bentuk objektif dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan
maksud dikenakannya pengukuran tersebut.

6) Reliabilitas. Analisis reliabilitas selalu dikaitkan dengan konsistensi pengukuran, yaitu


bagaimana hasil pengukuran tetap (konstan) dari satu pengukuran kepengukuran yang lain

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


dengan memperhatikan tiga aspek yaitu: kemantapan, ketepatan, dan homogenitas.

2. Mengolah Dan Memanfaatkan Hasil Penilaian

a. Mengolah Hasil Tes

Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut:

1. Melakukan Pensekoran. Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan kunci


jawaban, kunci pensekoran dan pedoman pengangkaan

2. Mengkonversi skor mentah menjadi skor standar

3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai

b. Memanfaatkan Hasil Tes

Hasil tes atau hasil penilaian dapat digunakan untuk :

1. Mengetahui kemampuan dan perkembangan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan


dalam tugas tertentu

2. Memberi gambaran tingkat keberhasilan pendidikan pada satuan pendidikan

3. Menentukan langkah atau upaya yang harus dilakukan oleh pendidik dan peserta didik dalam
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar

Hasil penilaian berupa informasi tentang peserta didik yang telah mencapai kriteria ketuntasan
minimal (KKM) dan peserta didik yang belum mencapai KKM, perlu ditindaklanjuti dengan program
pembelajaran remedial dan pengayaan bagi peserta didik yang telah melampaui KKM. Penilaian
yang dilakukan oleh pendidik juga digunakan untuk mengetahui capaian akhir penguasaan
kompetensi peserta didik yang dituangkan dalam rapor. Hasil penilaian merupakan cerminan
prestasi dan tingkah laku peserta didik selama melakukan kegiatan belajar. Dengan melihat hasil
akhir beserta keterangan yang ada peserta didik dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan
dirinya sehingga dia dapat memperbaiki sikap dalam pembelajaran selanjutnya. Bagi pendidik, hasil
belajar yang dicapai peserta didik merupakan cerminan prestasi dan kondisi yang dapat dicapainya
dalam mengimplementasikan program pembelajaran yang sudah dirancang di dalam Silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Oleh karena itu, hasil penilaian yang diperoleh peserta
didik menjadi bahan untuk memperbaiki program pembelajaran yang disusunnya sekaligus
mencari upaya untuk meningkatkan keprofesionalannya. Selain itu, pendidik bertanggung jawab
pula untuk memperbaiki prestasi peserta didik yang belum berhasil melalui program
perbaikan/remediasi. Bagi peserta didik yang sudah mencapai batas maksimum, pendidik dapat
memberi program pengayaan dengan tujuan mengembangkan prestasinya. Hal yang tidak boleh
dilupakan dalam pemanfaatan hasil penilaian peserta didik adalah untuk menyusun laporan hasil
penilaian sebagai fungsí administrasi.

B. Materi esensial (penting) yang tidak ada dalam modul

Pada modul ini ada hal yang belum dijelaskan adalah

1. pada teori pembelajaran behavioristik, terdapat beberapa jenis aliran behavioristik yang di
dalam modul belum dijelaskan namun pada soal sumatif dikeluarkan.

2. Pada teori belajar Kognitif, pemikiran tentang David Ausubel tentang subsumptive
sequence, Advance organizers dan skemata belum diperinci sehingga peserta daring sulit
untuk membedakan hal tersebut.

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


3. Penjelasan tentang syntax problem based learning dan project based learning perlu
ditambah dan contoh konkritnya sehingga dapat terlihat perbedaan antara kedua model
pembelajaran tersebut

4. Pada bagian pengembangan kompetensi guru, belum dijelaskan adanya cara bentuk
evaluasi diri Guru berkelanjutan. Beberapa sumber belum dapat menjadi acuan dalam
metode evaluasi diri. Sehingga hal ini perlu dimasukkan ke dalam materi modul karena
dapat digunakan sebagai bahan evaluasi diri bagi pendidik profesional yang mengikuti
Pendidikan Profesi Guru.

5. Format RPP yang sesuai dengan permendikbud no 22 th. 2016 perlu dicantumkan
sehingga dalam penyusunan RPP dapat dijadikan acuan saat penyusunan perencanaan
pembelajaran

6. Format dalam RPP abad 21 ada hal yang menjelaskan tentang fakta, konsep, prosedural
dan meta kognitif. Pada bagian strategi pembelajaran perlu disampaikan cara untuk
mencapai kemampuan tersebut.

7. Pada modul perlu ditambahkan materi tentang HOTS, penggambaran level kognitifnya,
contoh soal HOTS dan kriteria penilaian HOTS sehingga ada gambaran awal tentang
teknik pembuatan soal evaluasi dan pedoman penskoran menggunakan HOTS.

C. Materi yang tidak esensial namun ada dalam sumber belajar

Pada modul ini ada beberapa materi yang tidak esensial namun ada dalam sumber belajar
yaitu :

1. Beberapa literatur video dalam bahasa Inggris perlu diadaptasi kembali sehingga isi materi
yang ada dalam video sesuai dengan isi modul. Karena ada beberapa video yang isinya
masih belum match dengan isi modul.

2. Pada artikel materi M2 KB2 tentang “reorientasi-paradigma-dasar pengembangan” perlu


dicarikan referensi pembanding lainnya sehingga “istilah-istilah yang sulit dipahami”
dapat tersampaikan dengan baik kepada peserta daring

D. Materi sulit
Pada materi ini yang sulit adalah

1. materi tentang teori pada teori pembelajaran behavioristik, terdapat beberapa jenis aliran
behavioristik yang di dalam modul belum dijelaskan namun pada soal sumatif
dikeluarkan.

2. Pada teori belajar Kognitif, pemikiran tentang David Ausubel tentang subsumptive
sequence, Advance organizers dan skemata belum diperinci sehingga peserta daring sulit
untuk membedakan hal tersebut.

3. Penjelasan tentang syntax problem based learning dan project based learning perlu
ditambah dan contoh konkritnya sehingga dapat terlihat perbedaan antara kedua model
pembelajaran tersebut

4. Literatur bacaan materi HOTS yang minim menyebabkan pembuatan materi tentang
metode penyusunan evaluasi HOTS menjadi salah satu materi yang sulit

GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I


GURU KELAS MI_KELAS I_SYUKUR G I

Anda mungkin juga menyukai