(2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi
internet yang standar,
(3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma
pembelajaran tradisional.
KHAIRUNNISA NILAMSARI 1
SMA PLUS PGRI CIBINONG
Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK
seperti:
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad
20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar
terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet
merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini
menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal
batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat
mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada
gilirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun
waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di
berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan
internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam
menghadapi berbagai tantangan perkembangan global.
Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola
kehidupan umat manusia secara keseluruhan. TKI telah mengubah wajah pembelajaran
yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi
tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas. Di masa-masa
mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat
KHAIRUNNISA NILAMSARI 2
SMA PLUS PGRI CIBINONG
global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan
itu kalau tidak mau ketinggalan jaman.
Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin
Paul Ajjelo dengan judul "Rebooting: The Mind Starts at School". Dalam tulisan tersebut
dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda
dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium
komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di
depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai "cyber classroom"
atau "ruang kelas maya" sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran
secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut "interactive
learning" atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet.
Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai
dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas. Dalam tulisan itu, secara ilustratif
KHAIRUNNISA NILAMSARI 3
SMA PLUS PGRI CIBINONG
disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku
dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa:
(1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-
materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan
dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara,
(2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti
untuk masuk rumah, kalkulator, dsb.
(3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan
TV,
(4) Alat-alat musik,
(5) Alat olah raga, dan
(6) bingkisan untuk makan siang.
Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti
berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar. Meskipun
teknologi komunikasi dan informasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti
banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun
di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Kadang-kadang anak-anak lebih
bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari.
Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga
mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial.
Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari
internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap
informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang
proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti
menulis tangan, menggambar, berhitung, dan lainnya. Dalam hubungan ini guru perlu
memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan
demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-
anak belajar di rumah masing-masing.
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal
yang harus diwujudkan yaitu:
KHAIRUNNISA NILAMSARI 4
SMA PLUS PGRI CIBINONG
(1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam
kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru.
(2) Harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi
siswa dan guru, dan
(3) Guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan alat-alat
dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar
akademik.
Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain:
KHAIRUNNISA NILAMSARI 5
SMA PLUS PGRI CIBINONG
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa.
Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam
melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang
peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi
adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai
pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah
peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan
hanya salah satu sumber informasi.
Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk
(1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami
perluasan yaitu guru sebagai:
1. Pelatih
2. Konselor
3. Manajer Pembelajaran
4. Partisipan
5. Pemimpin
6. Pembelajar, dan
7. Pengarang
KHAIRUNNISA NILAMSARI 6
SMA PLUS PGRI CIBINONG
Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya
memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri
para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi
yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-
mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis
yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan
mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan
optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang
seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan
mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan,
guru tidak hanya mengajar akan tetapi juga belajar dari interaksinya dengan siswa.
Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi
anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin,
diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk
mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus
mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab
dalam berbagai kegiatan lain di luar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara
terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan
kualitas profesionalnya.
Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya
yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri
yaitu guru yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam
bidangnya. Hal itu harus didukung oleh komitmen dan rasa percaya diri yang tinggi
sebagai basis kualitas profesionalisme seorang guru.
KHAIRUNNISA NILAMSARI 7
SMA PLUS PGRI CIBINONG
Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku
petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan
berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan
komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya.
KHAIRUNNISA NILAMSARI 8
SMA PLUS PGRI CIBINONG
Terlebih dari 10 guru yang mengikuti Lomba Inovasi Media Pembelajaran pad ajenjang
SMA misalnya, ternyata masih terlihat aspek keragu-raguan dari para guru pilihan ini
untuk mampu memaksimalkan karya-karyanya. Penulis bangga dengan LPMP yang telah
berusaha memfasilitasi dan memberikan jalur bagaimana guru-guru pilihan ini mampu
menunjukkan dna mengaktualisasikan tingkat kreativitasnya. Dari kegiatan tersebut
penulis lihat banyak potensi lokal yang mampu mencapai target Nasional bahkan
Internasional. Namun semuanya itu tidak akan terlepas dari faktor dukungan manajemen
dan tata kelola pendidikan oleh para stakeholder dan penggerak sistem pendidikan di
Negara ini. Sebagaimana jika penulis telaah dalam bidnag Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Dari 10 orang guru SMA yang mengikuti perlombaan ini hanya 3-4 orang
yang sudah memberaikan diri masuk dan menguasai bidang Teknologi Informasi dan
Komunikasi ini. Namun demikian kondisi dan tingkat kualitasnya maish bisa dikalahkan
oleh karya-kraya inovasi yang murni berangkat dari kejauhan dan sentuhan dunia
Teknologi Informasi ini. Dengan demikian guru-guru pilihan yang mencoba menunjukkan
kreativitasnya dalam bidang TIK harus puas dengan peringkat di bawah juara ke-3.
Dari pengalaman tersebut maka dapat ditarik sebuah lesson learnt, bahwa ternyata
selama ini kita hanya gembar-gembor akan semaraknya inovasi dan adopsi Teknologi
Informasi dan Komunikasi dalma dunia pendidikan dan pembelajaran. Tapi ternyata kita
tidak bisa kompak seirama dan saling mendukung siapa dan pihak mana yang harus
mendukung siapa dan melakukan inovasi apa dalam dunia TIK. Inilah persoalan yang
harus segera dicairkan, artinya semua pihak harus kembali duduk bersama dan
membahas kembali serta menanamkan kerangka pikiran yang jelas bagi semua pihak
mengenai apa, bagaimana TIK serta seperti apakah TIK yang cocok untuk mendukung
peningkatan kualitas pendidikan bagi bangsa ini. Padahal jika penulis amati yang waktu
itu bertindak sebagai evaluator, maka sangat banyak potensi yang dimiliki guru-guru
pilihan ini terhadap upaya menguasai TIK dalam melakukan inovasi pembelajarannya.
Kenyataan ini harus menjadi pekerjaan rumah bersama.
KHAIRUNNISA NILAMSARI 9
SMA PLUS PGRI CIBINONG
Jika seorang guru kita tanya mengenai Teknologi, maka seakan hal itu menjadi
suatu hal yang antik dan tidak familier dengan keseharaiannya sebagai seorang pendidik
sejati. Maka disinilah letak locus masalah titik temu antara dunia pendidikan dengan
dunia TIK jika dilihat dari kacamata pendidik. Setidaknya jika penulis amati ternyata ada
suatu bentuk jurang pemisah antar zaman. Maksudnya antar zaman adalah masa
kejayaan wwaktu berpikir dan belajar guru-guru kita dengan masa munculnya abad
teknologi informasi dan komunikasi ini. Padahal jika kita coba uraikan dan sederhanakan
strategi pemahaman dan pemaknaannya tentang teknologi ini ternyata hasilnya cukup
banyak guru-guru kita dengan usia 50 tahunan yang tersenyum bangga dan yakin akan
kemampuan untuk menguasai abad teknologi informasi dan komunikasi ini. Penulis yakin
jika semua guru pada semua jenjang telah tersentuh oleh pendekatan dalam memahami
TIK yang dimaksud maka inovasi pendidikan yang berbasis kreativitas guru-guru
berteknologi ini akan menjadi lebih bisa diwujudkan secara merata dan ringan.
Teknologi
Untuk memahami dan memaknai sebuah TIK dengan mudah ini, penulis
ilustrasikan dalam pernyataan bahwa Teknologi bisa dipandang dari 3 sudut pandang,
yaitu sudut pandang Teknologi sebagai Ide, Teknologi sebagai Proses-rancangan bangun
ide dan aktivitas, serta Teknologi sebagai Produk atau hasil. Kecepatan berpikir kita yang
selama ini selalu langsung memahami dan memikirkan kata-kata teknologi yaitu dengan
cara langsung melihat produk atau langsung memandang teknologi sebagai hasil rancang
bangun (enginering). Dan ini biasanya bagi pihak tertentu cuku menyesakkkan, atau
seseorang mungkin mengucapkan guyonannya " canggih" = 'can kapanggih ' ( belum
ketemu cara dan pemahamannya). Fenomena seperti inilah yang banyak dijumpai dan
dirasakan oleh siapa saja jika melihat dan memandang serta memahami "Teknologi"
hanya sebagia produk.
Terlebih di kalangan guru yang tinggal dan bertugas serta berasal dari daerah yang
jauh dari perkotaan, maka tentunya pandangan terhadap teknologi sebagai produk seolah
akan terlalu tinggi. Padahal sudut pandang terhadap Teknologi ini diharapkan mulai dari
KHAIRUNNISA NILAMSARI 10
SMA PLUS PGRI CIBINONG
sudut pandang Teknologi sebagai Ide, artinya semua guru pasti sudah berteknologi atau
melakukan proses kegiatan tertentu yang akna menghasilkan sebuah teknologi, atau
menggunakan produk hasil teknologi. Sebagai ilustrasi misalnya ketika seorang guru akan
mengajarkan pokok bahasan Bangun Datar dan guru tersebut harus mendemonstrasikan
bagaimana membuat sebuah lingkaran dengan menggunakan sebuah jangka , tiba-tiba
jangkanya tidak ada di kelas, dan skeolah tidak memilikinya.
Kemudian guru tersebut berpikir dan mulai mewujudkan ide pikirnya tersebut
untuk membuat sebuah jangka. Selanjutnya sang guru pergi mencari sebuah ranting atau
dahan pohon jambu yang bercabang (cagak), dan dipotonglah dahan bercabang ini,
kemudian ia mengikatkan cabang dahan pertama dengan sebuah paku dan cabang dahan
yang satunya ia ikatkan dengan sepotong kapur, kemudian ia gunakan dan praktekan
untuk membuat sebuah lingkaran. Akhirnya hasil gambar yang dibuat dengan jangka dari
ranting tersebut hasilnya sama bulat jika dibuat dengan menggunakan jangka yang
banyak dijual di pasaran.
Jika ditelaah dari ilustrasi ini, maka guru tesebut telah menunjukkan dan
memanfaatan hasil pemahaman terhadap apa itu "Teknologi". Pemahaman guru tersebut
bukan hanya sekedar aspek kognitifnya, tetapi juga sudah pada tataran psikomotor atau
prakteknya. Jadi secera utuh "Teknologi" yang dimaksud telah dikuasai oleh guru mulai
dari Teknologi sebagai ide, teknologi sebagai proses dan akhirnys Teknologi sebagai hasil
rancang bangun dari ide pikiran dan proses guru tersebut membuat jangka dari ranting
bambu tersebut.
Informasi
KHAIRUNNISA NILAMSARI 11
SMA PLUS PGRI CIBINONG
informasi yang diolah guru maka informasi tersebut akan semakin mudah ditata dan
dimengerti oleh para siswanya.
Komunikasi
Apakah guru masih asing dengan kata "Komunikasi" ini?, tentunya jika melihat
penjelasan di atas maka sebenarnya guru adalah pihak yang paling aktif dalam melakukan
proses komunikasi dengan tujuan dan target yang ketat. Di mana setiap jam, setiap hari,
setiap minggu selalu ada target proses komunikasi (mengajar) seperti apa yang paling
efektif sehingga siswanya bisa mengerti mengenai apa yang ia komunikasikan.
KHAIRUNNISA NILAMSARI 12
SMA PLUS PGRI CIBINONG
dianalisis maka fenomena seorang guru yang setiap hari mengajar pada dasarnya ia telah
menjadi seorang Maestri dalam dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang),
proses pembelajaran dipandang sebagai:
(1) sesuatu yang sulit dan berat,
(2) upaya mengisi kekurangan siswa,
(3) satu proses transfer dan penerimaan informasi,
(4) proses individual atau soliter,
(5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan
kecil dan terisolasi,
(6) suatu proses linear.
a. Proses alami
b. Proses aktif dan pasif
c. Proses linear dan atau tidak linear
d. Proses yang berlangsung integratif dan kontekstual
e. Aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa
KHAIRUNNISA NILAMSARI 13
SMA PLUS PGRI CIBINONG
Landasan Filisofis
Teknologi merupakan penerapan ilmu, dengan demikian bahwa dalam penerapan
teknologi komunikasi dalam pendidikan diharapkan membuka cakrawala keilmuan yang
dilandasi oleh semangat mencari dan berinovasi dengan segala fasilitas yang diberikan.
Oleh karena itu paham progresivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan, menolak
absolutisme dan otoritarianisme dalam segala bentuknya.
Landasan Yuridis
Berdasarkan UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen telah diputuskan bahwa
“setiap Guru harus dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik”.
Landasan Teoritis
Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain:
Siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam
kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru
Harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi
siswa dan guru
KHAIRUNNISA NILAMSARI 14
SMA PLUS PGRI CIBINONG
Manfaat TIK
Dari penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber
segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator,
navigator pengetahuan, dan mitra belajar;
Dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses
pembelajaran
KHAIRUNNISA NILAMSARI 15