Anda di halaman 1dari 2

GIFTIA JASMINE SHOFIYYA

XII IPS 4/18


KRITIK KARYA SASTRA
Judul : Negeri 5 Menara
Novel ini mengisahkan tentang seorang anak MTSN yang dipaksa masuk ke pondok
pesantren oleh orang tuanya, kemudian diwajibkan mengikuti aturan-aturan pondok, dimana
bila melanggar maka hukumannya adalah malah dia sendiri yang disuruh mencari kesalahan
orang kemudian dicatat dalam kartu khusus Nama anak itu Alif Fikri, dia adalah salah satu
penghuni Pondok Madani yang mengalami kejadian itu, menjadi jasus atau mata-mata di
dalam pondok karena tanpa sengaja terlambat 5 menit datang ke masjid bersama 5 temannya
Raja, Said, Dulmajid, Atang dan Baso.

Masuk pondok pesantren bukanlah sepenuhnya kemauan Alif, setelah lulus dari
Madrasah Tsanawiyah Alif bercita-cita melanjutkan sekolah SMA, tapi karena orangtuanya
ingin agar anaknya menjadi seperti Buya Hamka, walau Alif sendiri ingin menjadi seperti
Habibie mau tidak mau, dengan setengah hati Alif mengikuti kemauan orang tua. Kisah Alif
Fikri yang tinggal di Pondok, membuat pembaca mengetahui bahwa bersekolah di pondok itu
tidak monoton belajar tentang agama saja, membaca dan menghafal Al Qur’an saja, tetapi
lebih kepada penerapan kehidupan sehari-hari seperti sekolah umum lainnya dengan tetap
mengedepankan dasar / syariat agama Islam.

Di novel ini dilukiskan Tinggal di pondok selain bisa tetap menyalurkan hobbi, Alif dan
kelima kawannya bersama-sama dengan segala kemampuannya bersusah payah mengejar
impian mereka masing-masing. Seperti halnya Baso yang datang ke Pondok dengan niat
menghafal Al-Quran, maka selain mengikuti kegiatan pelajaran umum, kemana-mana dia
juga membawa buku favoritnya yakni Al Quran butut! Juga bagaimana gembiranya Alif,
meski memiliki ukuran tubuh tidak terlalu tinggi seperti kebanyakan pemain sepak bola, Alif
masih bisa menyalurkan bakat bermain sepak bolanya walau setiap bertanding hanya pasrah
sebagai pemain cadangan.

Novel Negeri 5 Menara ini dibungkus dengan bahasa yang mudah dicerna. Bahasanya
tidak membungungkan pembaca. Bila pembaca bingung membayangkan pada bab ke 4 yang
berjudul ‘Kampung di Atas Kabut’ yang menceritakan seluk beluk dalamnya Pondok
Madani, maka dibuku itu telah dilengkapi sketsa peta atau tata letak gedung di dalam Pondok.
Sayangnya peta itu tidak dibuatkan halaman tersendiri tetapi ditaruh di bagian belakang
cover. Maka bila buku itu tidak disampul rapi, maka siap-siap saja peta itu akan kabur dari
penglihatan.

Novel ini memperkenalkan matra rahasia 'man jadda wajada'. Sebuah pepatah Arab yang
berarti, “siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses”. Pesan itu disampaikan lewat
pelajaran yang diperoleh para tokoh dalam novel. Pelajaran bahwa apa pun mungkin diraih
selama didukung usaha dan doa. Jangan pernah remehkan mimpi, setinggi apa pun. Sungguh
Tuhan Maha mendengar.

Anda mungkin juga menyukai