Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ADAB BERPAKAIAN, BERHIAS, DALAM


PERJALANAN, BERTAMU DAN MENERIMA TAMU

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :


1. NURUL AENI
2. SANY BIODANI
3. RISKI
4. RISKI PUTRA
5. M. FAUZAN AZWANDI
6. M. RASYID RIDHO

KELAS : XI IPS 2

MA NWDI LEPAK
TA. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Adab Berpakaian, Berhias, dalam Perjalanan,
Bertamu dan Menerima Tamu.”
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk teman teman
sekalian dan dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Lepak, 19 November 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Didalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam segi kehidupan yang
harus kita taati. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan yang tak bisa lepas dari hidup
kita sebagai manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, berpakaian sudah menjadi
salah satu pusat perhatian dalam kemajuan globalisasi. Berbagai macam jenis pakaian
telah muncul didalam kehidupan kita, sehingga kita harus memilih–milih yang mana
yang pantas untuk kita pakai serta tidak melanggar ajaran agama islam. Begitu juga
berhias, pengaruh dunia barat sangat besar bagi dunia kita indonesia. Alat-alat semakin
canggih, utntuk berhiaspun tak jadi hal yang sulit bagi kita.
Ajaran agam islam tak hanya membahas hal besar bagi manusia, hal yang kecil
seperti berjalan, bertamu dan menerima tamu dianggap hal yang kecil bagi sebagian
besar ummat manusia untuk dipelajari. Kesadaran akan pentingnya aturan yang telah
ada didalam Al-Qur’an terkadang terlupakan bagi kita. Mengabaikan hal-hal kecil yang
akan berakibat bagi kehidupan sehari-hari. Melewatkan hal-hal kecil secara terus
menerus membuat kita membentuk sebuah ebiasaan yang buruk sepanjang kita lupa
akan aturan.
Untuk itu, sebagian besar manusia melupakan aturan-aturan yang telah
ditetapkan. Berpakaian tidak sesuai dengan ajaran islam, berhias berlebihan, menempuh
perjalaan tanpa ingat waktu, bertamu tanpa mengenal siapa tuan rumah, dan menerima
tamu tanpa meperhatikan apa yang harus kita lakukan.
Makalah ini dibuat agar menjadi ulasan kembali ingatan kita dan menambah
pengetahuan kita, bahwa berpakaian, bertamu dan menerima tamu, berhias, perjalanan,
mempunyai aturan tersendiri dan telah ditetapkan dalam ajaran islam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan pengertian dan pentingnya akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu
dan menerima tamu?
2. Sebutkan serta jelaskan bentuk akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu?
3. Apa saja nilai positif dari akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu?
4. Bagaimana cara membiasakan akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akhlak berpakaian
Pakaian adalah salah satu alat pelindung tubuh manusia. Tentunya pakaian tak
lepas dari kehidupan manusia. Dan semua kehidupan manusia haruslah sesuai syariat
islam, yang mana telah diatur oleh Al-Qur’an. Maka dari itu, manusia haruslah
berpakaian sesuai dengan yag telah diatur oleh Allah SWT. Berpakaian sesuai dengan
syariat islam, akan membuat kita merasa itu adalah sebuah untuk kewajiban untuk
menjaganya agar tetap dengan aturan yang ada.
2.1.1 Pengertian Akhlak Berpakaian
Pakaian adalah kebutuhan pokok bagi seluruh manusia sesuai dengan
situasi dan kondisi dimana seorang beradapakaian termasuk salah satu
kebutuhan yang tak bisa lepas dari siklus kehidupan manusia. Karena pakaian
mempunyai manfaat manfaat yang sangat besar bagi keidupan kita. Melindungi
tubuh kita agar tidak mengalami dan mendapatkan bahaya dari luar. Dalam
bahasa arab pakaian disebut dengan kata “Libaasun atau tsiyaabun”. Dan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pakaian diartikan sebagai barang yang
biasa dipakai oleh seseorang baik berupa jaket, celana, sarung, selendang,
kerudung, jubah, surban, DLL.
Secara istilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseorang
dalam berbagai ukuran dan modelnya berupa (baju, celana, sarung, jubah,
ataupun yang lain), yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu
tujuan yang bersifat khusus artinya pakaian yang digunakan lebih berorientasi
pada nilai keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pemakaian.
Pakaian mempunyai tujuan umum untuk melindungi ataupun melindungi
tubuh manusia agar terhindar dari bahaya yang dapat merusak tubuh kita secara
langsung melalui kontak fisik, sedangkan menurut agama lebih mengarah
kepada menutup aurat tubuh manusia, agar tidak melanggar ketentuan syariat.[1]
2.1.2 Bentuk Akhlak Berpakaian
Didalam pandangan islam, pakaian terbagi menjadi dua bentuk yang
pertama pakaian untuk menutupi aurat tubuh sebagai reliasi dari perintah allah
bagi wanita selurh tubuhnya kecuali telapak tangan dan wajah, dan bagi pria
menutup aurat dibawah lutut dan diatas pusar. Batasan pakaian yang telah
ditetapkan oleh allah ini melahirkan kebudayaan yang sopan dan enak dilihat
oleh kita dan kita pun merasa aman dan tenang karena pakaian kita yang
memenuhi kewajaran pikiran manusia.
Sedangkan yang kedua, pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan
identitas diri sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia. Apabila
berpakaian dalam tujuan menutup aurat dalam islam, memiliki ketentuan-
ketentuan yang jelas, baik dalam hal ukuran pakaian maupun jenis pakaian yang
akan dipakai. Maka dari itu, sebagai muslim kita harus mengikuti aturan yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT.[2]
Pakaian yang berfungsi sebagai perhiasan menyatakan identitas diri,
sesuai dengan adat dan tradisi dalam berpakaian, yang menjadi kebutuhan untuk
menjaga dan mengaktualisasi dirinya dalam perkembangan zaman. Setiap
manusia berhak mengekspresikan dirinya lewat pakaian yang dipakainya, tetapi
tidaklah sembarangan. Tetap harus mengikuti syariat islam.
Didalam islam, kita mengenal salah satu jenis pakaian yang dapat
menutup aurat wanita yaitu jilbab. Jilbab mempunyai berbagai macam jenisnya,
tetapi walaupun banyak ragamnya jilbab boleh dibilang jilbab apabila dapat
menutup aurat, dari atas kepala kaum hawa sampai dengan dada kaum hawa,
menutupi bagian-bagian yang harus ditutupi kecuali wajah atau muka.
Bagi wanita, aurat adalah seluruh bagian tubuh kecuali muka dan telapak
tangan, yang lain haram untuk diperlihatkankepada masyarakat umum. Kecuali
bagi mahram atau maharimnya. Bagi suaminya, wanita atau istrinya tidak
mempunyai batasan aurat.[3]
Busana muslimah haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut :[4]
1. Tidak jarang atau ketat
2. Tidak menyerupai laki-laki
3. Tidak menyerupai busana khusus non muslimah
4. Pantas dan sederhana
2.1.3 Nilai Positif Akhlak Berpakaian
Pakaian sangat berfungsi bagi tubuh kita, salah satunya untuk
melindungi kulit kita. Apabila kulit kita tidak terlindungi oleh pakaian atau
langsung terkena pancaran sinar ultra vilet maka kulit kita akan terbakar dan kita
bisa mengalami kangker kulit.
Pakaian juga menjaga suhu tubuh manusia agar tetap stabil, dengan
menggunakan jenis bahan pakaian tertentu, kita bisa menjaga suhu tubuh kita.
Pakaian juga bisa menjadi identitas diri kita, ‘apabila kita menggunakan pakaian
yang bagus dn kelihatan nyaman, berarti kita sudah memenuhi kriteria berpakain
yang sopan, dan kita pun bisa melakukan ibadah tanpa harus khawatir, apakah
baju kita suci dan pantas untuk dipakai.
2.1.4 Membiasakan Akhlak Berpakaian
Agama islam memrintahkan pemeluknya agar berpakaian yang baik dan
bagus, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa
pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutup aurat
dan keindahan.
Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT
didalam Al-Qur’an dan hadist. Didalam islam, kita sebagai ummat allah tidak
diperbolehkan memakai pakaian yang melanggar aturan islam, kita tetap harus
mengikuti aturan tersebut sampai kita meninggal. Jika kita melanggar, dan tidak
mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka sama saja kita
orang munafiq.
Zaman semakin berkembang bukan berarti kita harus mengikuti
perkembangan yang ada secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang
besar bagi perkembangan zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang
datangnya dari dunia barat, sangat mempengaruhi mode pakaian kita sebagai
ummat muslim. Maka dari itu biasakannlah berpakaian sesuai syariat islam, agar
tidak terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan
Allah serta aturannya.
2.2 Akhlak Berhias
2.2.1 Pengertian Akhlak Berhias
Berhias adalah naluri yang dimiliki oleh manusia. Berhias sudah menjadi
kebutuhan bagi sebagian besar manusia, agar dapat memperindah diri baik
dilingkungan sekitar maupun diluar lingkungan. Berhias adalah salah satu alat
alat untuk mengekspresikan diri, yang menunjukkan jat diri seseorang.
Menurut kamus besar bahasa indonesia, berhias diartikan “usaha
memperelok diri denan pakaian ataupun yang lainnya yang indah, berdandan
dengan dandanan yang idah dan menarik”. Berhias dapat memberikan kesan
indah tersendiri bagi orng lain yang melihatnya, baik dari segi pakaian, maupun
make up wajah mereka. Maka dari itu berhias dikategorikan sebagai akhlak
terpuji. Tetapi berhias juga terhadap aturannya agar tidak melanggar syariat
islam. Dalam sebuah hadist nabi SAW bersabda yang artinya : sesungguhnya
Allah itu indah dan menyukai keindahan (HR. Muslim)
2.2.2 Bentuk Akhlak Berhias
Berhias bukanlah dipandang dari segi dandanan muka, tetapi pakaian
juga termasuk sesuatu yang bisa dikatan alat untuk berhias. Pakaian kita yang
sederhana bisa menjadi pakaian yang mempunyai nilai keindahan yang tinggi
apabila kita beri hiasan agar kita terlihat cantik memakainya. Jilbab juga dapat
menjadi hiasan. Sekarang sudah banyak bentuk jilbab yang berbagai macam, dan
dapat menghias diri kita agar terlihat indah dan nyaman dipakai.
Perhiasan kita juga termasuk salah satu alat untuk berhias. Arloji, kalung,
gelang, cincin dsb. Parfum juga termasuk, tapi kita tidak boleh lupa. Jika kita
ingi berhias terhadap rambut-rambut, agar tidak melanggar syariat yang sudah
ditetapkan oleh Allah :[7]
1. Niat yang lurus, berhias hanya untuk beribadah yang diorientasikan sebagai
rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
2. Dalam berhias tidak diperbolehkan menggunakan hiasan yang
menggunakan bahan-bahan yang dilarang agama
3. Tidak boleh menggunakan hiasan yang menggunakan simbol non muslim
4. Tidak berlebih-lebihan
5. Tidak boleh berhias seperti orang jahiliyah
6. Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis
kelamin
7. Berhias bukan untuk berfoya-foya
Ketika berhias terkadang kita lupa akan aturan, melewati batas kewajaran
yang telah ditetapkan. Seringkali naluri manusia berubah menjadi hawa nafsu
yang liar. Yang akan menyebabkan manusia terjerumus kedalam hal yang
menyesatkan. Agama islam memberi batasan dalam atika berhias
2.2.3 Nilai Positif Akhlak Berhias
Berhias dapat menunjukkan kepribadian kita. Apabila kita menggunakan
hiasan yang cocok dengan diri kita, maka orang akan menilai diri kita dengan
pandangan yang berbeda ketika kita berhias. Jika kita menggunakan arloji, jas,
kerudung, maka orang lain akan memandang kita dengan penuh pemikiran.
Bahwa kita sebenarnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Kita bisa
berorientasi dengan waktu, tanpa meninggalkan syariat islam.
Berhias memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan,
karena berhias diniatkan untuk beribadah, maka setiap langkah kita akan
menjadi langkah menggapai barokah dan pahala dari Allah SWT. Namun
sebaliknya apabila berhias hanya untuk menarik perhatian orang lain untuk
tergoda dan memuji-muji kita agar kita senang sendiri, maka itu menjadi alat
yang sesat. Lupa akan Allah, dan hanya ingin dijadikan alat pemuas diri kita.
Maka yang demikian itu adalah haram.
2.2.4 Membiasakan Akhlak Berhias
Berhias merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan
mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman. Nilai
keindahan dan kekhasan dalam berhias menjadi tuntutan yang terus
dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan
kegiatan berhias atau berdandan, maka setiap manusia memiliki kebebasan
untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai mode menurut
fungsi dan momentumnya, sehingga berhias dapat menyatakan identitas dari
seseorang.
Dalam islam diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan indah
sesuai dengan kemampuan masing-masing.[9] Terutama apabila kita akan
melakukan ibadah shalat maka seyogyanya perhiasan yang kita pakai itu
haruslah baik, bersih, dan indah (bukan berarti mewah), karena mewah itu sudah
memasuki wilayah berlebihan. Hal ini sesuai firman Allah : “Hai anak adam,
pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan, minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” (Qs. Al-A’raf : 31)
2.3 Akhlak perjalanan (safar)
2.3.1 Pengertian Akhlak Perjalanan
Perjalanan dalam bahasa arab disebut dengan kata “rihlah atau – safar”
dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) perjalanan diartikan ; “perihal”
(cara, gerakan, dsb) berjalan atau bepergian dari suatu tempat menuju tempat
untuk suatu tujuan”. Secara istilah, perjalanan sebagai aktifitas seseorang untuk
keluar ataupun meninggalkan rumah dengan berjalan kaki ataupun
menggunakan berbagai sarana transportasi yang mengantarkan sampai pada
tempat tujuan dengan maksud ataupun tujuan tertentu.
Pada zaman Rasulullah, melakukan perjalanan telah mejadi tradisi
masyarakat arab. Dalam Al-Qur’an surah Al-Quraisy yang disebut diatas, Allah
mengabadikan tradisi masyarakat arab yang suka melakukan perjalanan pada
musim tertentu untuk berbagai keperluan. Karena itu tidak heran jika islam
sebagai satu-satunya agama yang megatur kegiatan manusia dalam melakukan
perjalanan, mulai dari masa persiapan perjalanan, ketika masih berada dirumah,
selanjutnya pada saat dalam perjalanan dan ketika sudah kembali pulang dari
suatu perjalanan.
2.3.2 Bentuk Akhlak Perjalanan
Islam mengajarkan agar setiap perjalanan yang dilakukan bertujuan
untuk mencari ridho Allah. Diantara jens perjalanan (safar) yang dianjurkan
dalam islam yaitu pergi haji, umroh, menyambungkan silaturahmi, menuntut
ilmu, berdakwah, berperan di jalan Allah, mencari karunia Allah, mencari
karunia Allah dll. Perjalanan (safar) juga berfungsi untuk menyehatkan dan
merefresikan kondisi jasmani dan rohani dari kelelahan dan kepenatan dalam
menjalani suatu aktifitas.
Sebagai pedoman islam mengajarkan adab dalam melakukan perjalanan
yaitu :[10]
1. Bermusyawarahkan dan shalat istikharah
2. Mengembalikan hak dan amanat kepada pemiliknya
3. Membawa 6 benda : gunting, siwak, tempat celak, tempat air minum,
cebok dan wudhu. Hal tersebut disunnahkan rasulullah
4. Menyertakan istri ataupun anggota keluarga
5. Wanita menyertakan teman atau muhrimnya
6. Memiliki kawan pendamping yang shalih dan shalihah
7. Mengangkat pemimpin atau ketua rombongan
8. Mohon pamitan pada keluarga dan memohon do’a
2.3.3 Nilai Positif Akhlak Perjalanan
Keuntungan melakukan perjalanan diantaranya yaitu :
1. Safar dapat menghibur diri dari kesedihan
2. Safar menjadi sarana seseorang untuk memperoleh pengalaman dari ilmu
pengetahuan
3. Safar dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh pengalaman dan
ilmu pengetahuan
4. Dengan safar maka seseorang akan lebih banyak mengenal adap
kesopanan yang berkembang pada suatu komunitas masyarakat
5. Perjalanan akan dapat menambah wawasan dan bahkan kawan yang baik
dan mulia
2.3.4 Membiasakan Akhlak Perjalanan
Sebaiknya setiap orang memikirkan terlebih dahulu secara matang
terhadap sebuah perjalanan. Niat kita haruslah baik, ingin beribadah kepada
Allah SWT. Apabila melakukan safar atau rihlah denan perhitungan jadwal yang
matang, akurat, rinci dan jelas agendanya.
Sebaiknya jika suatu perjalanan tanpa adanya agenda yang jelas, maka
akan cenderung menyia-nyiakan waktu, biaya ataupun energi, dan bahkan akan
membuka celah bagi syaitan untuk menyesatan dan akhrnya tujuan safar tak
tercapai. Dan kita harusnya bersyukur jika kita sudah berhasil melakukan
perjalanan.
2.4 Akhlak bertamu
Islam memberikan aturan yang jelas agar setiap muslim memuliakan etika tamu
yang datang, karena memuliakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada Allah dan
hari akhir.
2.4.1 Pengertian Akhlak Bertamu
Bertamu merupakan tradisi masyarakat yag selalu dilestarikan. Dengan
bertamu seseorang bisa menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja
sama untuk meringankan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
Adakalanya seorang bertamu karena adanya urusan yang serius, misalnya untuk
mencari solusi terhadap problema masyarakat actual, sekedar bertandang karena
lama tidak bertemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan
bertandang kerumah kerabat atau sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat
ataupun sahabat dapat tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi
kokoh.
Bertamu dalam bahasa arab disebut dengan kata “ataa liziyaroti
atau ‫” استضاف – يستضيف‬. Menurut kamus bahas indonesia, bertamu diartikan :
“datang berkunjung kerumah seorang teman, atapun kerabat untuk suatu tujuan
atau maksud (melawat dan sebagainya)”. Secara istilah bertamu merupakan
kegiatan mengunjungi rumah sahabat, kerabat ataupun orang lain, dalam rangka
menciptakan kebersamaan dan kemaslahatan bersama.
Tujuan bertamu sudah jelas dengan tujuan untuk menjalin tali
silaturahmi, persaudaraan ataupun persahabatan. Sedangkan bertamu kepada
orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri
ataupun bermaksud lain ang belum diketahui kedua belah pihak.
Bertamu merupakan kebiasaan positif dalam kehidupan bermasyarakat
dari zaman tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan kegiatan
kunjung mengunjungi, maka segala persoaalan mudah dilestarikan, segala
urusan mudah diselesaikan dan segala masalah mudah diatasi.
2.4.2 Bentuk Akhlak Bertamu
Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu
terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah.
Allah berfirman yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar
kamu (selalu) ingat.” (Qs. An-nur : 27).
Berdasarkan isyarat al-Qur’an diatas, maka yang pertama dilakukan
adalah meminta izin, baru kemudia mengucapkan salam. Sedangka menurut
mayoritas ahli fiqih berpendapat sebaliknya. Menurut rasulullah SAW, meminta
izin maksimal boleh dilakukan tiga kali.
Disampig meminta izin dan mengucapkan salam, hal lain yang perlu
diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:
1. Jangan bertamu sembarang waktu
2. Kalau diterima bertamu jangan terlalu lama. Setelah urusan selesai
segeralah pulang.
3. Jangan melakukan kegiatan yang membuat tuan rumah terganggu
4. Jikalau disuguhi makanan atau minuman hormatilah jamuan itu. Bahkan
rasulullah SAW. Menganjurkan kepada orang yang berpuasa sunnah
sebaiknya berbuka atau membatalkan puasanya untuk menghormati
jamuannya
5. Hendaklah pamit pada waktu mau pulang
2.4.3 Nilai Positif Akhlak Bertamu
Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran erhadap orang
lain dan menjauhkan dari sikap paksaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak
mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam meyakinkan orang lain
terhadap tujuan dan maksud baik kedatangan, tetapi juga dalam tingkah laku dan
pergaulan dengan sesama manusia harus terhindar dari cara-cara paksaan dan
kekerasan.
Dengan bertamu atau bertandang, seorang akan mempertemukan
persamaan ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan
kerjasama dalam menjalin kehidupan. Dengan bertamu, seseorang akan
melakukan diskusi yang baik , sikap yang sportif, dan elegan terhadap
sesamanya. Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan
menciptakan kehidupan masyarakat yang bermartabat.
2.4.4. Membiasakan Akhlak Bertamu
Sesungguhnya bertamu itu merupakan suatu kegiatan yang sangat
mengasyikkan. Dengan tujun bertamu seseorang dapat menemukan manfaat,
baik berupa wawasan, pengalaman berharga ataupun menikmati segala bentuk
penyambutan tuan rumah. Menurut ungkapan Al-Qur’an, sebaiknya orang
bertamu tidak memaksa untuk pada saat tidak ada orang yang dirumah. Allah
SWT berfirman yang artinya : jika kamu tidak menemui seorangpun
didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendpat izin. Dan jika
dikatakan kepadamu: “kembali (saja) lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu
bersih bagimu dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Qs. An-
Nur: 28).
Al-Qur’an memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya setiap
orang yang bertamu dapat menjaga diri agar tetap menghormati tuan rumah.
Setiap tamu harus berusaha menahan segala keinginandan kehendak baiknya
sekalipun, demikian pula apabila kegiatan bertamu telah usai, maka seorang
yang bertamu harus meninggalkan kesan yang baik dan menyenangkan bagi tuan
rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan
kekecewaan ataupun kesusahn bagi tuan rumah.
2.5 Akhlak menerima tamu
Islam memberikan aturan yang jelas agas setiap muslim memulyakan setiap
tamu yang datang, karena memulyakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada
Allah dan hari Akhir. Penjabaran lebih lanjut akan dijelaskan di bawah ini
2.5.1. Pengertian Akhlak Menerima Tamu
Menurut kamus bahasa Indonesia, menerima tamu(ketamuan) diartikan:
“kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Secara istilah
menerima tamu dima’nai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan
yang lazim(wajar) dilakukan menurut adat atau agama dengan maksut yang
menyenangkan atau memulyakan tamu, atas dasar keyakinan untuk
mendapatkan rahmad dan ridho dari Allah.
2.5.2 Bentuk Akhlak Menerima Tamu
Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian
orang yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertamu telah dijamit
hak haknya dalam Islam. Karena itu menghormati tamu merupakan perhatian
yang mendatangkan kemulyaan di dunia dan akhirat. Setiap muslim wajib
memulyakan tamu, tanpa membeda bedakan status sosial ataupun maksud dan
tujuan bertamu.
Memulyakan tamu dilakukan antar lain dengan menyambut
kedatangannya dengan muka manis dan tuturkata yang lemah lembut,
mempersilahkan duduk di tempat yang baik. Kalau perlu, disediakan ruangan
kusus yang selalu dijaga kerapian dan kelestariannya. Kalau tamu daang dari
tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan
menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada
tuan rumah untuk tetap menjamunya atau tidak. Menurut Rasulullah SAW,
menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban.
2.5.3 Nilai Positif Akhlak Menerima Tamu
Setia orang Islam telah diikat oleh suatu ikatan aturan supaya hidup
bertetangga dan bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama atau
suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar undang-
undang atau perjanjian yang mengikat diantara sesama manusia.
Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat
iman seseorang, maka semakin ramah dan santun dalam menyambut tamunya
karena orang yang beriman meyakini bahwa menyabut tamu bagian dari perintah
Allah SWT.
Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan
kepribadian dan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan
kemaslakhatan dunia maupun akhirat.
2.5.4 Membiasakan Akhlak Menerima Tamu
Menerima tamu merupakan bagian dari aspek sosial dalam ajaran Islam
yang harus terus dijaga. Menerima tamu dengan penyambutan yang baik
merupakan cermin diri dan menunjukkan kualitas kepribadian seorang muslim.
Setiap muslim harus membiasakan diri untuk menyambut setia tamu yang
datang dengan penyambutan yang penuh suka cita.
Agar dapat menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah harus
menghadirkan pikiran yang positif(khusnudzon) terhadap tamunya, janga
sampai kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran negatif dari tuan
rumah(suudzon). Apabila suatu saat tuan rumah merasakan berat untuk
menerima kehadira tamunya, maka tuan rumah harus tetap menunjukkan sikap
yang arif dan bijak, jangan sampai menyinggung perasaan tamu.
Seharusnya setiapmuslim harus menunjukkan sikap yang baik terhadap
tamunya, menyediakan sarana dan prasarana penyambutan yang memadahi,
serta memberikan jamuan makan ataupun minum yang memenuhi tamu.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Agama Islam adalah agama yang sempurna, mengatur manusia dalam segala
aspeknya. Berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu serta menerima tamu tetap ada
aturannya dalam Islam. Semua akhlak tersebut adalah akhlak terpuji. Apabila kita
melakukannya hanya karena Allah SWT, tanpa ada niat yang berlebihan dan lain
daripada niat kita kepada Allah SWT.
Maka dari itu, kita tidak boleh menyalah gunakan arti pakaian. Yang sebetulnya
untuk melindungi tubuh dari bahaya serta menutup aurat, tetapi saat ini fungsinya telah
berubah untuk memamerkan bentuk lekuk tubuh. Berhias juga tidak boleh kita salah
gunakan. Haruslah sesuai kadarnya, agar tidak menimbulkan pandangan buruk terhadap
kita. Dan jangan gunakan berhias menjadi suatu hal yang maksiat dari kita. Perjalanan
adalah suatu hal yang mulia. Hal yang suka dilakukan oleh Rasulullah SAW, dengan
mempersiapkan segala aspek, baik waktu, tujuan, makanan(bekal), serta yang lainnya.
Bertamu dapat menyambung tali silaturahmi, baik kepada siapapun kita
bertamu, juga harus ingat aturan. Karena kita bukan berada dalam rumah sendiri.
Menerima tamu juga hal yang mulia. Menerima tamu hukumnya wajib, kita wajib
menerima tamu apabila ia berada didalam rumah kita selama tiga hari. Apabila tamu
menginap di rumah kita lebih dari tiga hari, maka menerima ia dirumah kita bukanlah
wajib lagi. Kita berhak mengusir dia apabila mengganggu ketentraman dalam rumah.
Dan menjadi sedekah apabila kita tetap melayani ia dalam rumah kita.
DAFTAR PUSTAKA

An-nawawi, imam. 2011. Riyadhush Sholihin (diterjemahkan oleh Arif Rahman Hakim,
Lc, dkk). Solo: Insah Kamil.
Ayyub, Hasan. 1994. Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki. Bandung: Trigenda
Karya.
Fatimah, Khair Muhammad. 2002. Etika Muslim Sehari-hari. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.
Kathur suhardi. 2003. Inul lebih dari segelas arak cermin masyarakat jahiliyah, Jakarta:
darul falah
Madjid Hasyim, Husaini A. 1993. Syarah: Riyadhush Shalihin 3. Surabaya: Bina Ilmu.
Rahnavard Zahra. 2003. pesan pemberontak hijab, bogor: cahaya
Salim, A. Abdul Mun’im. 2009. Kupas Tuntas Etika Berhias Wanita
Muslimah (diterjemahkan oleh Abu Ihsan Al-Atsari). Solo: At-tibyan.
Shihab, M. Quraish. 2009. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama’ Masa
Lali dan Cendikiawan Kontemporer. Tangerang: Lentera Hati.
Syarif, Isham M. 2010. Saat Jilbab Terasa Berat. Semanggi: Wacana Ilmiah Press.
Talhah, Abu. 2008. Tata Busana Para Salaf. Solo: Zam-zam Mata Air Ilmu.
Uwaidah, Muhammad Kamil. 2008. Fiqih Wanita Edisi Lengkap. Jakarta: pustaka Al-
Kautsar.
Zakaria, Abu Maryam. 2003. 40 Kebiasaan Buruk Wanita. Jakarta: pustaka Al-Kautsar.

Anda mungkin juga menyukai