Anda di halaman 1dari 5

A.

Latar Belakang
Taksonomi adalah cabang ilmu yang mempelajari pengelompokan dan
susunan organisme ke dalam kelompok-kelompok yang disebut taksa. Tindakan
ini dilakukan atas dasar kriteria tertentu yang menjadi faktor pemisah dalam
proses pengklasifikasian organisme. Dalam bidang taksonomi, organisme dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tata nama, identifikasi, dan klasifikasi.
Nomenklatur yaitu tindakan penamaan, identifikasi mengacu pada penentuan
identitas suatu organisme menggunakan kriteria yang ditetapkan selama
taksonomi. Klasifikasi sendiri merupakan proses pengelompokan bakteri
berdasarkan perbedaan sifatnya. Sistematika mikroba memiliki metode khusus
untuk mencatat variabilitas spesies organisme mikroba dalam konteks taksonomi
(Irhananto 2017).
Metode klasifikasi numerik (atau fenomenologis) sebagian besar
dikembangkan dan dikenalkan oleh Sneath dan Sokal pada tahun 1973 sebagai
respons terhadap permintaan untuk pendekatan klasifikasi yang lebih objektif.
Pendekatan ini melibatkan penggunaan berbagai prosedur matematis pada data
karakteristik yang telah dikodekan secara digital untuk organisme yang sedang
diteliti. Hasil dari proses ini sering dianggap sebagai indeks kesamaan atau
perbedaan yang bersifat "netral" antara taksa, yang kemudian digunakan untuk
mengatur taksa tersebut ke dalam suatu hierarki (seperti yang dijelaskan dalam
Quicke, 1993). Kata "karakter" memiliki berbagai makna yang berbeda dalam
konteks taksonomi, namun konsep umumnya mengacu pada sifat atau ciri yang
memiliki kecukupan untuk digunakan dalam membedakan, mengklasifikasikan,
atau mengidentifikasi taksa. Rentang dari keadaan kualitatif yang mungkin atau
nilai kuantitatif yang mungkin disebut sebagai "keadaan karakter" atau "nilai
karakter." Dengan kata lain, karakter dalam taksonomi adalah atribut atau sifat
yang dapat digunakan untuk menggambarkan organisme dan membantu dalam
pengelompokkan atau identifikasi mereka(Diederich et al., 1997)
Data yang sudah didapat dari bakteri yang sudah di karakterisasi kemudian
dianalisis dengan indeks similaritas yang berbeda yaitu dengan Ssm (Simple
Matching Coefficient) dan Sj ( Jaccard Coefficient) dari data tersebut dapat
dihasilkan suatu pengelompokan dengan kemiripan bakteri yang berbeda, dari
hasil tersebut ditampilkan dalam bentuk dendogram.
PEMBAHASAN
Jamur endofit adalah jenis jamur yang hidup di dalam tanaman tanpa
menimbulkan gejala infeksi pada tanaman yang sehat, membentuk hubungan
mutualisme dengan tanaman. Mereka tumbuh dan berkembang di dalam jaringan
tanaman, menginfeksi tumbuhan yang sehat pada area tertentu, dan memiliki
kemampuan untuk menghasilkan mikotoksin, enzim, dan antibiotik (Worang,
2003). Jamur endofit adalah jenis jamur yang berkoloni dalam jaringan tumbuhan
tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tumbuhan inangnya. Hubungan antara
jamur endofit dan tumbuhan inangnya adalah bentuk simbiosis mutualisme di
mana keduanya saling menguntungkan satu sama lain ( Gandjar Iet al., 2006)
Praktikum acara 9 dilakukan dengan cara mengisolasi fungi endofit dari 4
jenus daun, yaitu daun jambu biji, daun jambu daun jeruk purut, dan daun dan
daun salam, media yang digunakan yaitu PDAC. Mengklasifikasikan menggunakan
similaritas Simple Matching Coeficient (Ssm) dan Jaccard Coeficient (Ssj). Simple
Matching Coefficient (Ssm) adalah ukuran similaritas yang menghitung
perbandingan karakter yang sama dengan jumlah karakter keseluruhan yang ada.
Similaritas ini memberikan bobot yang sama baik pada karakter yang cocok
maupun yang tidak cocok. Sementara itu, Jaccard Coefficient (Sj) adalah ukuran
similaritas di mana nilai "0-0" tidak diikutsertakan dalam perhitungan (Quinn,
dkk., 2011). Perbedaan antara koefisien Ssm dan Sj terletak pada karakter yang
digunakan dalam perhitungannya. Ssm mengukur rasio karakter yang ada
(positif) dan tidak ada (negatif), sementara Sj adalah koefisien kesamaan yang
tidak mempertimbangkan karakter yang tidak dimiliki pada kedua isolat.
(Rarassanti, 2007).
Berdasarkan hasil dari data Matriks Similaritas diperoleh sebagai berikut.
Data matriks similaritas untuk simpel matching coefficient menunjukkan JA2 dan
JP2 memiliki nilai kesamaan yang tinggi (0,882), yang menunjukkan bahwa
mereka mirip dalam hal karakteristik yang diukur, namun untuk (JA2 dan JB1)
dan (JB1 dan JP1) memiliki nilai kesamaan yang lebih rendah (0,647),
menunjukkan bahwa mereka memiliki kesamaan yang lebih rendah dalam
karakteristik tersebut. Data jaccard coefficient menunjukkan JA2 dan JP2
menunjukkan nilai kesamaan yang tertinggi (0,25) yang menunjukkan bahwa
mereka mirip dalam hal karakteristik yang diukur.
Hasil dari analisis klaster menggunakan metode Simple Matching
Coefficient (SMC) menunjukkan sejumlah informasi yang menarik. Pada ruas atau
node pertama, yaitu node 1, isolat JA2 dan isolat JP2 (masing-masing dalam Group
1 dan Group 2) menunjukkan nilai kesamaan yang sama, yaitu 0,882, sehingga
dikelompokkan dalam satu kelompok yang sama pada grub 2. Node kedua, di
mana Node 1 dan JP1 (masing-masing dalam Group 1 dan Group 2) juga memiliki
nilai kesamaan yang sama, yaitu 0,765, sehingga dikelompokkan bersama dalam
kelompok yang sama pada grub 3. Pada node ketiga, Node 2 dan JB 1, (masing-
masing dalam Group 1 dan Group 2) juga memiliki nilai kesamaan yang sama, yaitu
0,647, sehingga dikelompokkan bersama dalam kelompok yang sama pada grub 4.
Ini menggambarkan bagaimana pengelompokan atau Claster terbentuk
berdasarkan tingkat kesamaan antara berbagai entitas dalam analisis tersebut.
Hasil dari analisis klaster menggunakan metode Jaccard Coefficient (JC)
menunjukkan. Pada ruas atau node pertama, yaitu JA2, dan JP2 (masing-masing
dalam Group 1 dan Group 2) menunjukkan nilai kesamaan yang sama, yaitu 0,667
sehingga dikelompokkan dalam satu kelompok yang sama yaitu grub 2. Hal serupa
terjadi pada node kedua, di mana Node 1 dan JP1 (masing-masing dalam Group 1
dan Group 2) juga memiliki nilai kesamaan yang sama, yaitu 0,429, sehingga
dikelompokkan bersama dalam kelompok yang sama yaitu grub 3. Pada node
ketiga, Group 1 dan Group 2, mewakili node 2 dan node 1, menunjukkan nilai
kesamaan yang sama, yaitu 0,25, sehingga dikelompokkan dalam kelompok yang
sama, yaitu grub 4.

Dendrogram hasil dari analisis Simple Matching Coefficient


mengungkapkan pola hubungan antara isolat-isolat yang diuji, dalam dendrogram
ini, terlihat bahwa isolat JB 1 dan isolat JP 1 berada dalam node (titik temu) 1 yang
sama, dengan nilai similaritas tertinggi sebesar 0,882. Sementara itu, Node 1 ( JA2
dan JP2) dan JP 1 berkumpul dalam node (titik temu) 2, dengan nilai similaritas
sebesar 0,765. Kemudian, Node 2, dan isolat JB 1, bertemu dalam titik temu (node)
3, membentuk sebuah ruas dengan nilai similaritas sebesar 0,647. Dengan
demikian, dendrogram ini memberikan gambaran visual tentang hubungan
hierarkis antara isolat-isolat berdasarkan tingkat kesamaan karakteristik yang
diukur. Dendrogram hasil dari analisis Jaccard Coefficient (SJ) mengungkapkan
pola hubungan antara isolat-isolat yang diuji. Dalam dendrogram ini, terlihat
bahwa isolat JA2 dan isolat JP2 berada dalam node (titik temu) 1 yang sama,
dengan nilai similaritas tertinggi sebesar 0, 667. Sementara itu, Node 1 ( JA2 dan
JP2) dan JP 1 berkumpul dalam node (titik temu) 2, dengan nilai similaritas
sebesar 0,429. Kemudian, Node 2, dan isolat JB 1, bertemu dalam titik temu (node)
3, membentuk sebuah ruas dengan nilai similaritas sebesar 0,25. Dengan
demikian, dendrogram ini memberikan gambaran visual tentang hubungan
hierarkis antara isolat-isolat berdasarkan tingkat kesamaan karakteristik yang
diukur. Perbandingan antara hasil SSM dan JC menunjukkan beberapa perbedaan
dalam pengelompokan isolat, terutama dalam nilai similaritas antara isolat-isolat.

Indeks kesamaan SSM lebih mudah dalam perhitungannya karena


menggunakan pembagi yang sama dengan jumlah karakter yang digunakan,
menjadi lebih praktis dalam perhitungan. Namun, SSM memiliki kelemahan dalam
akurasi yang lebih rendah karena melibatkan sifat negatif ganda, sifat-sifat ini
mewakili sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh kedua strain yang dibandingkan,
sehingga tidak jelas bagaimana hubungannya. Di sisi lain, indeks kesamaan SJ
menghadapi tantangan dalam menentukan pembaginya karena melibatkan
perhitungan berdasarkan sifat karakter ganda seperti positif, positif-negatif, dan
negatif-positif, menghasilkan nilai pembagi yang berbeda, selain itu nilai
perhitungannya lebih rumit dibandingkan dengan SSM, SJ memiliki keunggulan
dalam akurasi yang lebih tinggi, dengan menghindari penggunaan sifat negatif
ganda, SJ memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang hubungan antara ruas
yang dibandingkan.

B. SIMPULAN
Hasil analisis klaster menggunakan metode Simple Matching Coefficient (SMC)
mengungkapkan informasi menarik. Dalam analisis ini, isolat JA2 dan JP2
dikelompokkan dalam kelompok yang sama pada grup 2 dengan nilai kesamaan
0,882, sedangkan Node 1 dan JP1 dikelompokkan bersama dalam kelompok 3
dengan nilai kesamaan 0,765. Isolat JB1 dan Node 2 dikelompokkan dalam
kelompok 4 dengan nilai kesamaan 0,647. Dendrogram SMC menggambarkan
hubungan hierarkis antara isolat-isolat berdasarkan tingkat kesamaan
karakteristik yang diukur. Hasil analisis klaster menggunakan metode Jaccard
Coefficient (JC) juga menghasilkan informasi penting. Pada analisis JC, JA2 dan JP2
dikelompokkan dalam kelompok 2 dengan nilai kesamaan 0,667, sedangkan Node
1 dan JP1 dikelompokkan bersama dalam kelompok 3 dengan nilai kesamaan
0,429. Isolat JB1 dan Node 2 dikelompokkan dalam kelompok 4 dengan nilai
kesamaan 0,25. Dendrogram JC juga menggambarkan hubungan hierarkis antara
isolat-isolat berdasarkan tingkat kesamaan karakteristik yang diukur.
Dendrogram juga menggambarkan hubungan hierarkis antara isolat-isolat
berdasarkan karakteristik yang diukur. Perbandingan antara hasil SMC dan JC
menunjukkan beberapa perbedaan dalam pengelompokan isolat, terutama dalam
nilai similaritas antara isolat-isolat.

Anda mungkin juga menyukai