Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Oleh : Lusi Melian


Staf Pengajar Program Studi Sistem Informasi
Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer
Universitas Komputer Indonesia

Abstrak
Suatu program linear dengan bentuk asli disebut sebagai primal, sedangkan bentuk kedua yang
berhubungan disebut dual yang merupakan sebuah bentuk alternatif suatu program linear yang
berisi informasi mengenai nilai-nilai sumber yang biasanya merupakan pembatas dari suatu model.
Dual merupakan bentuk alternatif model sebagai pengembangan bentuk primal. Bentuk dual
dirumuskan dan diinterpretasikan untuk mendapatkan informasi tambahan setelah menentukan solusi
optimal suatu masalah program linear. Tabel simpleks yang diperoleh dari pemecahan masalah
program linear primal mengandung informasi ekonomi tambahan yang tidak kalah penting daripada
solusi optimum masalah tersebut, sehingga suatu solusi terhadap primal juga memberikan solusi pada
bentuk dualnya. Analisis pada bentuk primal akan menghasilkan solusi-solusi dalam bentuk jumlah
laba yang diperoleh, sedangkan analisis pada bentuk dual akan memberikan informasi mengenai
harga dari sumber daya yang menjadi kendala tercapainya laba tersebut. .

I. HUBUNGAN PRIMAL & DUAL Bila masalah primal dibandingkan dengan masalah
a. Masalah Primal-Dual Simetrik dual, terlihat beberapa hubungan sebagai berikut:
Suatu program linear dikatakan berbentuk 1. Koefisien fungsi tujuan masalah primal (c)
simetrik jika semua konstanta ruas kanan pembatas menjadi konstanta ruas kanan pembatas dual.
bernilai non negatif dan semua pembatas berupa Sebaliknya, konstanta ruas kanan pembatas dual
pertidaksamaan, dimana pertidaksamaan dalam menjadi koefisien fungsi tujuan dual.
masalah maksimasi berbentuk  , dan pertidaksamaan 2. Tanda pertidaksamaan pembatas dibalik (pada
dalam minimasi berbentuk  . primal  , pada dual  )
Dalam notasi matriks masalah primal-dual 3. Tujuan berubah dari min (maks) pada primal
simetrik adalah: menjadi maks (min) pada dual.
Primal : Maksimasi Z = cX 4. Setiap kolom pada primal berhubungan dengan
dengan pembatas AX ≤ b suatu baris (kendala) dalam dual. Sehingga
X ≥0 banyaknya pembatas dual akan sama banyaknya
Dual : Minimasi W = Yb dengan variabel keputusan primal.
dengan pembatas YA ≥ c 5. Setiap baris (pembatas) pada primal berhubungan
Y ≥0 dengan suatu kolom dalam dual. Sehingga setiap
dimana c adalah vektor baris 1xn, X adalah vektor pembatas primal ada satu variabel keputusan dual.
kolom nx1, A adalah suatu matriks mxn, b adalah 6. Bentuk dual dari dual adalah primal.
vektor kolom mx1, dan Y adalah vektor baris 1xm.
Atau lebih jelasnya: Contoh dari bentuk primal-dual simetrik
Primal : adalah sebagai berikut:
Maksimasi Z = c1X1 + c2X2 + …+ cnXn Primal:
a11X1 + a12X2 +…+ a1nXn ≤ b1 Maks Z = 40000x1+ 50000x2 + 40000x3
a21X1 + a22X2 +…+ a2nXn ≤ b2 4x1+ 4x2 + 6x3 ≤ 600
. 8x1+ 4x2 + 6x3 ≤ 800
. x1 , x2 ,x3 ≥ 0
am1X1 + am2X2 +…+ amnXn ≤ bn
X1, X2 , … , Xn ≥ 0 Dual:
Dual : Min W = 600y1 + 800y2
Minimum W = b1Y1 + b2Y2 + … + bmYm 4y1 + 8y2 ≥ 40000
a11Y1 + a21Y2 + … + am1Ym ≥ c1 4y1 + 4y2 ≥ 50000
a12Y1 + a22Y2 + … + am2Ym ≥ c2 6y1 + 6y2 ≥ 40000
. y1 , y2 ≥ 0
.
a1nY1 + a2nY2 + … + amnYm ≥ cn Apabila persoalan primal tersebut diselesaikan
Y1 ,Y2 , … , Ym ≥ 0 dengan metode simpleks maka diperoleh tabel
simpleks optimum sebagai berikut:
40000 50000 40000 0 0 Variabel basis awal Primal S1 S2
VB RK
x1 x2 x3 S1 S2
Koef. Pers. Zj-Cj pada optimum primal 12500 0
50000x2 1 1 3/2 1/4 0 150
Variabel keputusan dual yang
y1 y2
0S2 4 0 0 -1 1 200 berhubungan

Zj-Cj 10000 0 35000 12500 0


7500000 Kemudian perhatikan:
Z 50000 50000 75000 12500 0
Variabel basis awal dual R1 R2 R3
Koef. Pers. Zj-Cj pada optimal
Berdasarkan tabel tersebut kita peroleh solusi 0 150 0
dual (dengan menghilangkan M)
optimum x1=0, x2=150 dan x3=0. Adapun nilai-nilai Variabel keputusan primal yang
variabel slack adalah S1=0 dan S2=200, sedangkan nilai x1 x2 x3
berhubungan
Z optimal adalah 7500000. Adapun tabel simpleks
optimum untuk persoalan dual adalah sebagai berikut: Kedua tabel tersebut memberikan kesimpulan
yang sama, yaitu bahwa solusi optimum primal
600 800 0 0 0 M M M memperlihatkan solusi optimum dual, begiru juga
VB RK
y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
sebaliknya.
Hal lain yang dapat kita lihat dari tabel solusi
0S3 0 0 0 -3/2 1 0 3/2 -1 35000 optimum primal dan dual adalah nilai optimum fungsi
0S1 0 -4 1 -1 0 -1 1 0 10000 tujuannya yang bernilai sama yaitu Z = W = 7500000.
Hal tersebut sesuai dengan Main Duality Theorem
600y1 1 1 0 -1/4 0 0 1/4 0 12500
yang menyatakan bahwa “ Jika baik masalah primal
Zj-Cj 0 -200 0 -150 0 -M 150-M -M
7500000 maupun dual adalah layak, maka keduanya memiliki
Z 600 600 0 -150 0 0 150 0 solusi demikian hingga nilai optimum fungsi tujuannya
adalah sama “.
Berdasarkan tabel diatas kita peroleh solusi Selain itu solusi optimum primal dan dual
optimum y1 = 12500 dan y2 = 0 adapun nilai-nilai dapat diperoleh melaui penerapan metode Revised
variabel slack adalah S1 = 10000, S2 = 0 dan S3= 35000, simpleks :
sedangkan nilai Z optimal adalah 7500000.
Apabila kita menelaah solusi optimum primal Z = W = CB.B-1.b
dan solusi optimum dual terdapat hasil yang menarik Dimana:
yaitu: CB = matrik koefisien fungsi tujuan dari variabel
basis (VB) pada iterasi yang bersangkutan
Variabel Slack Primal S1 S2 B-1 = matriks dibawah variabel basis awal pada
Koef. Pers. Zj-Cj pada optimum iterasi yang bersangkutan
12500 0
primal CB.B-1 = optimum simpleks multiplier.
Variabel keputusan dual yang b = vektor baris koefisien fungsi tujuan
y1 y2
berhubungan
Penerapan rumus diatas pada masalah primal-
Kemudian perhatikan : dual yang sedang dibahas adalah sebagai berikut ; pada
Variabel Slack Dual S1 S2 S3 tabel simpleks optimum primal diperoleh variabel basis
optimum adalah x2 dan S2 , sedangkan variabel basis
Koef. Pers. Zj-Cj pada optimal
0 150 0 awalnya adalah S1 dan S2 sehingga optimum simpleks
dual (dikalikan -1)
Variabel keputusan primal yang multipliernya adalah:
x1 x2 x3
berhubungan
x2 S2 S1 S2 y1 y2
 4 0
cB.B-1 = 50000 0   = 12500 0
1
Terlihat bahwa solusi optimum primal
1 1 
memberikan solusi terhadap permasalahan dual yang
berhubungan, begitu juga sebaliknya solusi optimum
dual akan memberikan solusi terhadap permasalahan
optimalnya. Sehingga dengan memecahkan salah satu Terlihat bahwa y1 = 12500 dan y2 = 0 sesuai
persoalan baik primal maupun dual, kita dapat dengan solusi optimum dual dan nilai fungsi tujuan
menentukan solusi optimum dari permasalahan dual adalah W = 600(12500) + 800(0) = 7500000.
kawannya. Sedangkan apabila ditinjau dari tabel optimum
Selain itu keterkaitan antara solusi optimum dual diperoleh variabel basis optimum adalah S3, S1,
primal dan solusi optimum dual pun dapat ditunjukan dan y1, adapun variabel basis awalnya adalah R1, R2,
oleh kedua tabel berikut: dan R3, sehingga optimum simpleks multiplier-nya:
S3 S1 y1 R1 R2 R3 dibutuhkan juga artificial variabel R pada kendala
 0 3 / 2  1 kedua , variabel R merupakan variabel buatan dimana

CB.B-1 = 0 0 600   1 1 0 
nilainya selalu nol, maka diperoleh tabel simpleks
 optimum primal sebagai berikut:
 0 1 / 4 0 
2 4 3 0 0 -M
VB RK
x1 x2 x3 S1 S2 R1
= 0 150 0 0S2 0 4 3 3 1 -1 60
x1 x2 x3 2x1 1 3 2 1 0 0 60
Zj-Cj 0 2 1 2 0 M
120
Terlihat bahwa x1 = 0 , x2 = 150 , dan x3 = 0 Zj 2 6 4 2 0 0
memenuhi kendala primal dan nilai fungsi tujuan
primal adalah Z = 40000 (0) + 50000 (150) + 40000 Berdasarkan tabel optimum tersebut kita
(0) = 7500000. peroleh solusi optimum x 1 = 60 , x2 = 0 , dan x3 = 0,
adapun nilai-nilai variabel slack S1 dan S2 berturut-
b. Masalah primal-dual asimetrik turut adalah 0 dan 60 dengan nilai optimal 120.
Misalkan masalah primal yang tidak simetrik Untuk memperlihatkan keterkaitan antara
adalah sebagai berikut: solusi optimum primal dan solusi optimum dual pada
Maks Z = 2x1 + 4x2 + 3x3 hubungan primal-dual asimetrik, sebelumnya masalah
x1 + 3x2 + 2x3 ≤ 60 primal yang asimetrik perlu ditransformasikan kedalam
3x1 + 5x2 + 3x3 ≥ 120 bentuk simetrik, dalam hal ini karena bentuk primal
x1 ,x2 ,x3 ≥ 0 adalah maksimasi maka semua pembatas harus
Tabel di bawah ini menyajikan hubungan bertanda ≤ , maka pembatas kedua 3x1 + 5x2 + 3x3 ≥
primal-dual untuk semua masalah program linear. 120 dikalikan dengan bilangan -1 agar pembatas
Sehingga bentuk dual dari primal tersebut adalah: bertanda ≤.
Min W = 60y1 + 120y2 3x1 + 5x2 + 3x3 ≥ 120 (-1)
y1 + 3y2 ≥ 2 -3x1 - 5x2 - 3x3 ≤ -120
3y1 + 5y2 ≥ 4 Sehingga bentuk primal persoalan tersebut menjadi:
2y1 + 3y2 ≥ 3 Maks Z = 2x1 + 4x2 + 3x3
y1 ≥ 0 x1 + 3x2 + 2x3 ≤ 60
y2 ≤ 0 -3x1 - 5x2 - 3x3 ≤ -120
Apabila persoalan bentuk primal diselesaikan x1 ,x2 ,x3 ≥ 0
dengan metode simpleks maka selain variabel slack

Tabel Hubungan Primal-Dual


Primal Dual
A elemen matriks kendala Transpose elemen matriks
b vektor sisi kanan Koefisien fungsi tujuan
c koefisien fungsi tujuan Vektor sisi kanan
Kendala ke-i berupa persamaan Variabel dual Yi tak terbatas
Xj tak terbatas Kendala ke-j berupa persamaan
I. Maksimasi Minimasi
Kendala ke-i jenis ≤ Variabel dual Yi ≥ 0
Kendala ke-i jenis ≥ Variabel dual Yi ≤ 0
Xj ≥ 0 Kendala ke-j jenis ≤
Xj ≤ 0 Kendala ke-j jenis ≥
II. Minimasi Maksimasi
Kendala ke-i jenis ≤ Variabel dual Yi ≤ 0
Kendala ke-i jenis ≥ Variabel dual Yi ≥ 0
Xj ≥ 0 Kendala ke-j jenis ≤
Xj ≤ 0 Kendala ke-j jenis ≥

Sumber : Mulyono, Sri, Operations Research,


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1999
Bentuk primal yang baru ini tampaknya tidak Contoh berikut merupakan contoh lain
sesuai dengan persyaratan simpleks karena terdapat masalah primal-dual asimetrik, dimana pada contoh
nilai konstanta ruas kanan pembatas bernilai negative , berikut akan diperlihatkan suatu bentuk primal dengan
padahal dalam suatu program linear simetrik semua pembatas bertanda =.
konstanta ruas kanan pembatas bernilai non negative. Maks Z = 5x1 + 2x2 + 3x3
Akan tetapi, nilai konstanta ruas kanan pembatas x1 + 5x2 + 2x3 = 30
negative tersebut tidak perlu dipermasalahkan karena x1 - 5x2 - 6x3 ≤ 40
perubahan bentuk tersebut bukan untuk maksud x1 , x2 , x3 ≥ 0
diselesaikan melainkan untuk maksud perubahan Apabila bentuk primal ini dianalogikan
kedalam bentuk dual. Nilai konstanta ruas kanan dengan persoalan sebelumnya , maka apabila bentuk
pembatas primal membentuk koefisien-koefisien fungsi primal ini akan diubah kedalam bentuk dual untuk
tujuan dual yang nilainya boleh negative. Maka bentuk kemudian diselesaikan dengan metode simpleks, maka
dual dari model ini diformulasikan sebagai : langkah pertama yang perlu dilakukan adalah
Min W = 60y1 - 120y2 mengubah bentuk primal asimetrik menjadi bentuk
y1 - 3y2 ≥ 2 primal simetrik. Pembatas kedua dalam contoh tersebut
3y1 - 5y2 ≥ 4 merupakan suatu persamaan x1 + 5x2 + 2x3 = 30 dan
2y1 - 3y2 ≥ 3 harus diubah kedalam bentuk ≤.
y1, y2 ≥ 0 Persamaan ini ekuivalen dengan dua pembatas
berikut ini:
Maka tabel simpleks optimum dari dual x1 + 5x2 + 2x3 ≤ 30
tersebut adalah: x1 + 5x2 + 2x3 ≥ 30
60 -120 0 0 0 M M M
VB RK
y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
0S3 0 -3 -2 0 1 2 0 -1 1 Artinya jika nilai pembatas lebih besar atau
60 y1 1 -3 -1 0 0 1 0 0 2 sama dengan 30 dan kurang dari atau sama dengan 30,
0 S2 0 -4 -3 1 0 3 -1 0 2 maka kuantitas yang memenuhi kedua pembatas
W 0 -60 -60 0 0 60-M -M -M 120
tersebut adalah 30. Tetapi pada pembatas tersebut
tanda ≥ masih tetap ada, dan pembatas ini dapat diubah
Dari tabel tersebut solusi optimal dual y1 = 2 , y2 = 0 ,
dengan cara mengalikannya dengan (-1).
nilai variabel slack S1= 0 , S2 = 2 , dan S3= 1 dan nilai
x1 + 5x2 + 2x3 ≥ 30 x(-1)
W optimal 120.
-x1 - 5x2 - 2x3 ≤ -30
Dengan cara yang sama seperti telah
Sehingga model primal dalam bentuk normal adalah:
ditunjukan pada contoh hubungan primal-dual simetrik,
Maks Z = 5x1 + 2x2 + 3x3
hasilnya adalah:
x1 + 5x2 + 2x3 ≤ 30
- x1 - 5x2 - 2x3 ≤ -30
Variabel basis awal primal S1 R1 x1 - 5x2 - 6x3 ≤ 40
Koef. Pers. Zj-Cj pada optimum
2 M x1 ,x2 ,x3 ≥ 0
primal Bentuk dual dari model ini diformulasikan
Var. kep dual yang bersangkutan y1 y2 sebagai:
Min W = 30y1 – 30 y2 + 40y3
Jika M diabaikan , koefisien persamaan Zj-Cj y1 – y2 + y 3 ≥ 5
adalah 2 dan 0 yang menunjukan solusi optimum pada 5y1 – 5y2 – 5y3 ≥ 2
masalah dual, yaitu nilai y1 =2 dan y2 = 0. 2y1 – 2y2 – 6y3 ≥ 3
Pengamatan yang sama terhadap solusi y 1 , y2 , y3 ≥ 0
optimum dual memberikan informasi sebagai berikut:
Tetapi bentuk dual ini pun tidak sesuai dengan
Variabel basis awal dual R1 R2 R3 ketentuan hubungan primal-dual yang telah
Koef. Pers. Zj-Cj optimal dual dikemukakan pada awal bagian ini. Ketidaksesuaian
60 0 0 tersebut terletak pada jumlah pembatas primal
(dengan mengabaikan M)
Var. keputusan primal yang asimetrik yang tidak sesuai dengan jumlah koefisien
x1 x2 x3
berhubungan fungsi tujuan dual, padahal pada hubungan primal-dual
setiap pembatas pada primal berhubungan dengan satu
Hasil dari koefisien persamaan Zj-Cj memberikan kolom dalam dual, sehingga setiap pembatas primal
solusi optimum primal x1 = 60 , x2 = 0 dan x3 = 0. terdapat satu variabel keputusan dual. Sedangkan
Melalui penerapan revised simpleks method dalam contoh ini pada bentuk primal asimetrik terdapat
pada contoh ini dengan cara mencari optimum simpleks 2 pembatas tetapi setelah bentuk primal asimetrik ini
multiplier seperti telah dicontohkan sebelumnya, akan ditransformasikan menjadi primal normal lalu
memberikan kesimpulan yang sama bahwa suatu solusi kemudian dibuat bentuk dualnya, ternyata pada bentuk
optimum primal (dual) juga merupakan solusi optimum dual tersebut terdapat 3 variabel keputusan.
masalah dual (primal).
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka Variabel basis awal primal R1 S1
bentuk dual dapat dibentuk dari primal asimetrik tanpa Koef. Pers. Zj-Cj pada optimum primal
harus mentrasnsformasikannya terlebih dahulu menjadi 5 0
(abaikan M)
primal normal. Maka dengan mengikuti aturan tabel Var. keputusan dual yang berhubungan y1 y2
hubungan primal dual bentuk dual dari primal
asimetrik itu adalah: Lalu perhatikan koefisien Wj-Cj pada tabel optimum
Min W = 30y1 + 40 y2 dual:
y1 + y2 ≥ 5
5y1 – 5y2 ≥ 2
Variabel basis awal dual R1 R2 R3
2y1 – 6y2 ≥ 3
y1 tidak terbatas tanda Koef. pers.Wj-Cj pada optimum dual
30 0 0
y2 ≥ 0 (abaikan M)
Karena y1 tidak terbatas tanda, maka y1 digantikan Var. keputusan primal yang
x1 x2 x3
dengan y1’–y1” (y1 = y1’–y1”) dimana y1’ dan y1” ≥ 0, berhubungan
sehingga bentuk dualnya menjadi:
Min W = 30(y1’–y1”) – 40 y2 Contoh-contoh tersebut telah menunjukan
(y1’–y1”) + y2 ≥ 5 bahwa setiap masalah program linear dapat
5(y1’–y1”) – 5y2 ≥ 2 diselesaikan dengan merumuskan baik bentuk primal
2(y1’–y1”) – 6y2 ≥ 3 maupun dual. Sehingga tidak perlu menyelesaikan
(y1’–y1”) = y1 kedua bentuk, cukup salah satunya saja karena solusi
y2 ≥ 0 primal dapat menunjukan solusi dual begitu juga
atau sebaliknya.
Min W = 30y1’–30y1” – 40 y2 Pada umumnya suatu program linear dengan
y1’ – y1” + y2 ≥ 5 jumlah pembatas yang lebih sedikit daripada jumlah
5y1’ – 5y1” – 5y2 ≥ 2 variabel keputusan lebih mudah diselesaikan
2y1’ – 2y1” – 6y2 ≥ 3 dibandingkan masalah dengan jumlah pembatas yang
y1’ ≥ 0 lebih banyak daripada variabel keputusan. Untuk itu
y1” ≥ 0 jika akan menyelesaikan salah satu dari masalah primal
y2 ≥ 0 atau dual, lebih mudah jika memilih dari kedua bentuk
tersebut yang jumlah pembatasnya lebih sedikit dari
Apabila diamati bentuk dual dari primal variabel keputusan.
simetrik dengan bentuk dual dari primal asimetrik
memiliki bentuk yang hampir sama. Tabel solusi
primal asimetrik adalah: II. SIFAT-SIFAT PRIMAL-DUAL
Untuk lebih memahami sifat-sifat primal-dual,
5 2 3 0 -M pehatikanlah contoh primal-dual berikut ini:
VB RK Primal : Maks Z = 2x1 + 4x2 + 3x3
x1 x2 x3 S1 R1
5 x1 1 5 2 0 1 30 x1 + 3x2 + 2x3 ≤ 60
0S1 0 -10 -8 1 -1 10 3x1 + 5x2 + 3x3 ≥ 120
x1 , x 2 , x3 ≥ 0
Zj-Cj 0 23 7 0 5+M 150
Bentuk standar persoalan tersebut adalah :
Sedangkan tabel solusi optimum dualnya adalah:
Maks Z = 2x1 + 4x2 + 3x3 + 0S1 - 0 S2 - MR1
30 -30 40 0 0 0 M M M x1 + 3x2 + 2x3 + S1 = 60
VB
y 1’ y1” y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
RK
3x1 + 5x2 + 3x3 –S2 + R1 = 120
0S3 0 0 8 -2 0 1 2 0 -1 7 x1 , x2 , x3 ≥ 0
30 y1’ 1 -1 1 -1 0 0 1 0 0 5
0 S2 0 0 10 -5 1 0 5 -1 0 23 Cat : Vmb = Variabel masuk basis
Wj -
0 0 -10 -30 0 0 30-M -M -M 150
Vkb = Variabel keluar basis
Cj

Iterasi 0
2 4 3 0 0 -M
Dari tabel solusi optimum dual tersebut VB RK
didapat y1’ = 5 , y1” = 0 ( y1 = y1’- y1” = 5 – 0 = 5) dan x1 x2 x3 S1 S2 R1
y2 = 0 dengan nilai-nilai variabel slack berturut-turut 0S1 1 3 2 1 0 0 60
S1= 0 , S2 = 23 , S3 = 7 dan nilai W = Z = 150.
Hasil-hasil yang menarik terungkap dengan -MR1 3 5 3 0 -1 1 120
mengamati tabel optimum pimal dan dual. Sekarang Zj-Cj -3M-2 -5M-4 -3M-3 0 M 0
-120M
perhatikan koefisien persamaan Zj-Cj pada tabel Z -3M -5M -3M 0 M -M
optimum primal, hasilnya adalah: Vmb Vkb
Iterasi 1 Iterasi 0
2 4 3 0 0 -M 60 -120 0 0 0 M M M
VB
VB RK RK
x1 x2 x3 S1 S2 R1 y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3

4x2 1/3 1 2/3 1/3 0 0 20 MR1 1 -3 -1 0 0 1 0 0 2

-MR1 4/3 0 -1/3 -5/3 -1 1 20 MR2 3 -5 0 -1 0 0 1 0 4

Zj-Cj -4/3M-2/3 0 1/3M-1/3 5/3M+4/3 M 0 MR3 2 -3 0 0 -1 0 0 1 3


-20M+80
Z -4/3M+4/3 4 1/3M+8/3 5/3M+4/3 M -M Wj-Cj 6M-60 -11M+120 -M -M -M 0 0 0
9M
Vmb Vkb W 6M -11M -M -M -M M M M
Vmb Vkb
Iterasi 2
2 4 3 0 0 -M Iterasi 1
VB RK
60 -120 0 0 0 M M M
x1 x2 x3 S1 S2 R1
VB RK
y1 Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
4x2 0 1 3/4 3/4 1/4 -1/4 15
MR1 0 -4/3 -1 1/3 0 1 -1/3 0 2/3
2x1 1 0 -1/4 -5/4 -3/4 3/4 15
Zj-Cj 0 0 -1/2 1/2 -1/2 ½+M 60Y1 1 -5/3 0 -1/3 0 0 1/3 0 4/3
90
Z 2 4 5/2 1/2 -1/2 1/2 MR3 0 1/3 0 2/3 -1 0 -2/3 1 1/3

Vkb Vmb Wj-Cj 0 -M+20 -M M-20 -M 0 -2M+20 0


M+80
W 60 -M -M M -M M -M+20 M
Iterasi 3 (solusi optimal primal) Vmb Vkb
2 4 3 0 0 -M
VB RK
x1 x2 x3 S1 S2 R1 Iterasi 2
60 -120 0 0 0 M M M
0S2 0 4 3 3 1 -1 60 VB RK
y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
2x1 1 3 2 1 0 0 60
MR1 0 -3/2 -1 0 1/2 1 0 -1/2 ½
Zj-Cj 0 2 1 2 0 M
120 60Y1 1 -3/2 0 0 -1/2 0 0 1/2 3/2
Z 2 6 4 2 0 0
0S2 0 1/2 0 1 -3/2 0 -1 3/2 1/2

Solusi optimal persoalan primal adalah Wj-Cj 0 30-3/2M -M 0 -30+1/2M 0 -M 30-3/2M


90+1/2M
x1 = 60 W 60 -90-3/2M -M 0 -30+1/2M M 0 30-1/2M
x2 = x3 = 0
Vmb Vkb
S1 = 0
S2 = 60
Iterasi 3 (solusi optimal dual)
Z = 120.
60 -120 0 0 0 M M M
VB RK
Setelah bentuk primal ditransformasikan ke y1 Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
dalam bentuk normalnya, maka dual dari persoalan 0S3 0 -3 -2 0 1 2 0 -1 1
diatas adalah:
Dual : Min W = 60y1 – 120 y2 60Y1 1 -3 -1 0 0 1 0 0 2
y1 – 3y2 ≥ 2 0S2 0 -4 -3 1 0 3 -1 0 2
3y1 – 5y2 ≥ 4 Wj-Cj 0 -60 -60 0 0 60-M -M -M
2y1 – 3y2 ≥ 3 120
W 60 -180 -60 0 0 60 0 0
y1 , y2 ≥ 0

Bentuk standar persoalan dual tersebut adalah : Solusi optimal persoalan dual tersebut adalah :
Min W = 60y1 – 120 y2 – 0S1 – 0S2 – 0S3 + MR1 + y1 = 2
MR2 + MR3 y2 = S1 = 0
y1 – 3y2 – S1 + R1 =2 S2 = 2
3y1 – 5y2 – S2 + R2 =4 S3 = 1
2y1 – 3y2 – S3 + R3 = 3 W = 120
y1 , y 2 ≥ 0 Contoh primal-dual diatas selanjutnya akan
digunakan sebagai contoh penerapan sifat-sifat primal-
dual yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Sifat 1: Menentukan koefisien persamaan Zj-Cj Sifat 2: Menentukan koefisien persamaan Zj-Cj
pada variabel-variabel basis awal pada pada variabel-variabel non basis awal
suatu iterasi. suatu iterasi.
Pada setiap iterasi baik primal maupun dual, Pada setiap iterasi baik primal maupun dual,
koefisien persamaan Zj-Cj variabel-variabel basis awal koefisien Zj-Cj pada variabel-variabel non basis awal
dapat dicari dengan cara: dapat dicari dengan cara:

WB = CB.B-1 - CW WB = SM . an- Cn

dimana: dimana:
WB = matriks koefisien persamaan Zj-Cj dibawah WB = matriks koefisien persamaan Zj-Cjj dibawah
variabel-variabel basis awal pada iterasi variabel-variabel non basis awal pada iterasi
yang bersangkutan. yang bersangkutan.
CB = matriks koefisien fungsi tujuan dari variabel- SM = CB.B-1 = simpleks multiplier pada itersi yang
variabel basis pada iterasi yang bersangkutan.
bersangkutan an = matriks dibawah variabel-variabel non basis
B-1 = matriks dibawah variabel-variabel basis awal pada iterasi awal
pada iterasi yang bersangkutan. Cn = matriks koefisien fungsi tujuan variabel-variabel
CB.B-1 = simpleks multiplier non basis awal.
CW = matriks koefisien fungsi tujuan variabel-
variabel basis awal
Sebagai contoh, lihat optimum primal. Dalam
persoalan tersebut variabel non basis awalnya adalah
Sebagai contoh lihat tabel primal. Dalam
x1, x2, x3 dan S2 dengan koefisien fungsi tujuan
persoalan tersebut variabel basis awalnya adalah S1
masing-masing 2 , 4 , 3 dan 0 atau Cn = [ 2 4 3 0 ]
dan R1 dengan koefisien fungsi tujuan variabel basis
awal 0 dan –M atau CW = [0 -M]
Untuk iterasi 0 : SM pada iterasi 0 adalah [ 0 –M ]
Untuk iterasi 0 : Variabel basis pada iterasi nol atau WB = SM . a n – Cn
awal adalah S1 dan R1 1 3 2 0 
WB = CB.B-1 - CW = 0  M    2 4 3 0
3 5 3  1
1 0 
= 0  M    0  M 
x1 x2 x3 S2
0 1  =  3M  2  5M  4  3M  3 M 
S1 R1 S1 R1 x1 x2 x3 S2
= 0  M   0  M  = 0 0
Sekarang lihat tabel optimum dual, misalkan
S1 R1
untuk iterasi 3, variabel non basis awal bentuk dual
adalah y1, y2, S1 , S2 , dan S3 dengan koefisien fungsi
Sekarang lihat tabel optimum dual, misalnya
untuk iterasi 3, variabel basis awal bentuk dual adalah tujuan variabel non basis awal masing-masing adalah
R1, R2, dan R3 dengan koefisien fungsi tujuanvariabel 60, -120, 0, 0, 0 atau Cn = [ 60 -120 0 0 0 ]
sedangkan SM pada iterasi 3 adalah [ 60 0 0 ]
basis awal masing-masing adalah M atau
sehingga koefisien persamaan Wj-Cj pada variabel non
Cw = [ M M M ] sedangkan variabel basis pada iterasi
basis awal iterasi 3 adalah :
3 adalah S3, y1 dan S2 dengan koefisien fungsi tujuan
WB = SM . an- Cn
variabel basis iterasi 3 masing-masing 0, 60, dan 0
atau CB= [ 0 60 0 ] sehingga koefisien persamaan 1  3  1 0 0 
Wj – Cj pada variabel basis awal iterasi 3 adalah: 
= 60 0 0 3  5 0  1 0 

WB = CB.B-1 – CW  
2 0  1 2  3 0 0  1

= 0 60 0 1 0 0  – M M M y1 y2 S1 S2 S3

3  1 0 
60  120 0 0 0
= 0  60  60 0 0
S3 y1 S2 R1 R2 R3 y1 y2 S1 S2 S3
= 60 0 0  M M M 
= 60  M  M  M 
R1 R2 R3
Sifat 3: Menentukan ruas kanan (RK) dari x2  Y2 = B-1.a2
variabel-variabel basis suatu iterasi 3  1 3 4
Pada setiap iterasi baik primal maupun dual, = 1 0  5 = 3 
nilai ruas kanan dari variabel-variabel basis suatu     
iterasi dapat diperoleh dengan rumus :
hal yang sama dapat dilakukan pada variabel-variabel
RK = B-1.b non basis awal yang lain baik pada iterasi ke-3 maupun
iterasi sebelumnya.
Dimana: Untuk contoh dual, perhatikan iterasi ke-2
RK = matriks ruas kanan dari variabel-variabel basis solusi persoalan dual
suatu iterasi. Untuk y1  Y1 = B-1.a1
b = matriks ruas kanan pada iterasi awal.
1 0  1 / 2 1  0
Sebagai contoh, lihat iterasi ke-3 solusi 
= 0 0 1 / 2  3  = 1 
primal. Diketahui sebelumnya bahwa matriks ruas     
0  1 3 / 2  2 0
60 
kanan pada iterasi awal primal adalah 120  maka y2  Y2 = B-1.a2
 
ruas kanan pada iterasi ke-3 :
1 0  1 / 2  3 3 2 
RK = B-1.b

= 0 0 1 / 2   5  3 2 

3  1  60  60  0  1 3 / 2   3  1 2 
= 1 0  120   60 
    
Dengan mempelajari keempat sifat ini kita
Untuk contoh pada dual, pandang iterasi ke-1 dapat menentukan nilai variabel-variabel tertentu
tabel solusi dual, diketahui bahwa matriks ruas kanan dengan cara yang lebih mudah.
2 III. CONTOH KASUS
 
pada iterasi awal dual adalah 4 maka ruas kanan Untuk menjelaskan konsep dualitas, cara yang
  paling mudah adalah dengan memberikan contoh
3  setelah teori-teori diberikan. Berikut ini merupakan
pada iterasi ke-1 adalah : contoh yang memperlihatkan bagaimana bentuk dual
RK = B-1.RK dari bentuk suatu model primal dikembangkan.
Sebuah garment PT. Bintang memproduksi
1 1
3 0 2  2 3  dua jenis pakaian yaitu pakaian wanita dan pakaian

= 0 1 0 4 =  4  pria. Tiap produksi 1 unit pakaian wanita memberikan
 3
   3 keuntungan sebesar Rp 100.000,- dan tiap produksi 1
0 2
3 1  3   1 3  unit pakian pria memberikan keuntungan sebesar Rp.
80.000,-. Produksi pakaian pria dan wanita dihitung
atas dasar harian. Tabel berikut memperlihatkan
Sifat 4: Menentukan koefisien pembatas variabel sumber-sumber daya yang terbatas beserta kebutuhan
non basis suatu iterasi sumber-sumber berupa jumlah bahan kain, jumlah
Pada setiap iterasi baik primal maupun dual, tenaga kerja dan luas gudang penyimpanan untuk
koefisien pembatas variabel non basis suatu iterasi memproduksi setiap unit pakaian wanita dan pria:
ditentukan menggunakan rumus:
Kebutuhan sumber daya Jumlah
Yi = B-1.ai Sumber Daya
Wanita Pria
yang
tersedia/hari
Dimana: Kain 3m 3m 72m
Yi = matriks koefisien pembatas variabel non basis Tenaga Kerja 4orang 2orang 40 orang
Gudang 12m2 18m2 240m2
awal pada iterasi yang bersangkutan.
Penyimpanan
ai = matriks koefisien pembatas variabel non basis Keuntungan Rp 100.000,- Rp 80.000,-
awal pada iterasi awal.
Untuk mengetahui berapa banyak pakaian
Sebagai contoh, lihat iterasi ke-3 persoalan
wanita dan pria yang harus diproduksi untuk
primal
memaksimalkan keuntungan, maka diformulasikan
Untuk x1  Y1 = B-1.a1 suatu model matematika sebagai berikut :
3  1 1  0 
= 1 0  3 = 1 
     
Maks Z = 100.000x1 + 80.000x2 keuntungan sehingga tidak ada kelebihan (slack) tenaga kerja
3x1 + 3x2  72m bahan kain maupun gudang penyimpanan yang tersisa.
4x1 + 2x2  40orang tenaga kerja Analisis lebih lanjut pada tabel optimal ini
12x1 +18x2  240m2 gudang pun memuat informasi mengenai dual, nilai baris Zj-Cj
penyimpanan sebesar 17.500 dan 2500 dibawah kolom S2 dan S3
secara berurutan merupakan nilai marginal (marginal
Diketahui value) dari tenaga kerja (S2) dan gudang penyimpanan
x1 = Jumlah pakaian wanita yang diproduksi (S3).
x2 = Jumlah pakaian pria yang diproduksi Dalam solusi tersebut S2 dan S3 bukan
merupakan variabel basis sehingga keduanya sama
Model matematika tersebut merupakan model dengan nol. Jika kita memasukkan S2 atau S3 ke dalam
primal. Adapun model dual dari primal ini adalah: variabel basis maka S2 atau S3 tidak akan bernilai nol
Min W =72y1 + 40y2 + 240y3 lagi. Sebagai contoh, jika satu orang tenaga kerja
3y1 + 4y2 + 12y3  100.000 dimasukkan kedalam solusi (S2=1) maka satu orang
3y1 + 2y2 + 18y3  80.000 tenaga kerja yang sebelumnya digunakan menjadi tidak
y1, y2, y3  0 digunakan atau tidak bekerja (menganggur). Hal ini
akan menyebabkan penurunan keuntungan sebesar Rp
Setelah model dual dikembangkan dari model 17.500,- tetapi jika tenaga kerja ini bekerja kembali
primal, langkah selanjutnya adalah menentukan arti (S2=0) yang berarti mengeluarkan lagi S2 dari variabel
dual model tersebut. basis maka keuntungan PT.Bintang akan naik sebesar
Arti model dual dapat diinterpretasikan Rp 17.500,- Dengan demikian, jika kita dapat
dengan cara mengamati solusi optimal dari bentuk membayar 1 orang tenaga kerja, kita hanya bersedia
primal model yang bersangkutan. Model primal diatas membayar sampai setinggi Rp 17.500,- per orang
apabila dipecahkan dengan metode simpleks, maka karena sebesar itulah jumlah yang dapat meningkatkan
solusi optimal ditunjukkan pada tabel berikut ini : keuntungan.
Selain itu, pada tabel solusi optimal primal
memperlihatkan bahwa nilai Zj-Cj pada kolom S1
100.000 80.000 0 0 0
VB RK adalah nol. Hal tersebut berarti bahwa bahan baku kain
x1 x2 S1 S2 S3 memiliki nilai marginal nol yaitu kita tidak akan
0S1 0 0 1 -3/8 -1/8 27
bersedia membayar apapun untuk setiap unit kelebihan
bahan baku kain. Pada tabel yang sama
100.000x1 1 0 0 3/8 -1/24 5 memperlihatkan solusi bahwa S1=27m yang berarti
80.000x2 0 1 0 -1/4 1/12 10 masih tersisa kain sebanyak 27 m setelah memproduksi
Zj-Cj 0 0 0 17500 2500 5 pakaian wanita dan 10 pakaian pria. Hal tersebut
1.300.000 menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat
Z 100.000 80.000 0 17500 2500
menggunakan seluruh kain yang saat ini tersedia,
alasan mengapa penambahan kain tidak memiliki nilai
Berdasarkan solusi optimal simpleks untuk
marginal karena kain bukan merupakan kendala dalam
model primal kita mendapatkan:
memproduksi pakaian wanita dan pria.
x1 = 5 pakaian wanita S2 = 0 keuntungan
Nilai-nilai marginal sering dianggap sebagai
x2 = 10 pakaian pria S 3 = 0 gudang
shadow prices (harga bayangan) karena mencerminkan
S1 = 27m kain
ongkos maksimum yang bersedia dibayar oleh
Z = Rp 1.300.000,- keuntungan
perusahaan untuk menambah satu unit sumber-sumber
Keuntungan setiap satu buah pakaian wanita
daya.
adalah Rp 100.000,-, karena diproduksi sebanyak 5
Pada tabel ini pun memperlihatkan bahwa
buah pakaian wanita (x1=5) maka keuntungan total dari
keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah sebesar
produksi pakaian wanita adalah 5 x Rp 100.000,- = Rp
Rp 1.300.000,-. Hal ini dapat dihubungkan dengan
500.000,- , sedangan keuntungan setiap satu buah
kontribusi sumber-sumber daya terhadap keuntungan
pakaian pria adalah Rp 80.000,- , karena diproduksi
sebesar Rp 1.300.000,-. Biaya yang dikeluarkan
sebanyak 10 pakaian pria (x2=10) maka keuntungan
perusahaan tidak dapat melebihi keuntungan yang
total dari produksi pakaian pria adalah 10 x Rp
dihasilkan oleh sumber-sumber daya tersebut. Apabila
80.000,- = Rp 800.000,- sehingga keuntungan total
ongkos yang dikeluarkan perusahaan untuk
yang diperoleh PT. Bintang sebesar Rp 500.000,- + Rp
mendapatkan sumber-sumber daya melebihi Rp
800.000,- = Rp 1.300.000,-
1.300.000,- maka perusahaan akan mengalami
Tabel optimal ini memuat informasi mengenai
kerugian. Nilai dari sumber-sumber daya sama dengan
primal, sedangkan S1=27 m kain merupakan jumlah
laba optimal.
kain yang tersisa dalam memproduksi pakaian-pakaian
Analisis lebih lanjut dapat dilihat sebagai
tersebut, adapun S2=0 mencerminkan tenaga kerja yang
berikut pandanglah pembatas tenaga kerja 4x1 + 2x2 
tidak terpakai dan S3=0 mencerminkan gudang
40 orang, dari tabel primal didapat solusi optimal x 1=5
penyimpanan yang dimiliki PT.Bintang telah habis
digunakan dalam produksi pakaian wanita dan pria
pakaian wanita, x2=10 pakaian pria dan nilai satu orang Model dual tersebut apabila dipecahkan
tenaga kerja adalah Rp 17.500,- dengan metode simpleks, maka solusi optimal dual
Karena satu pakaian wanita memerlukan 4 ditunjukkan oleh tabel berikut :
tenaga kerja dan setiap tenaga kerja bernilai Rp
17.500,- maka jika memproduksi 5 pakaian wanita, 72 40 240 0 0
biaya yang akan dikeluarkan adalah Rp 17.500,- x 5 x VB RK
y1 y2 y3 S1 S2
4 orang = Rp 350.000,- sedangkan satu pakaian pria
memerlukan 2 orang tenaga kerja dan setiap tenaga 40y2 3/8 1 0 -3/8 1/4 17.500
kerja bernilai Rp 17.500,- maka jika memproduksi 10 240y3 1/8 0 1 1/24 -1/12 2.500
pakaian pria, biaya yang akan dikeluarkan adalah Rp
Wj-Cj -27 0 0 -5 -10
17.500,- x 10 x 2 = Rp 350.000,- 1.300.000
Dengan menjumlahkan biaya tenaga kerja W 45 40 240 -5 -10
yang digunakan untuk memproduksi pakaian wanita
dan pria akan menghasilkan biaya total tenaga kerja Rp Pembahasan mengenai batasan-batasan dual
350.000,- + Rp 350.000,- = Rp 700.000,- adalah sebagai berikut; pandanglah batasan dual yang
Analisis yang sama dapat digunakan untuk pertama
menentukan biaya total gudang penyimpanan dalam 3y1 + 4y2 + 12y3  100.000
memproduksi pakaian wanita dan pria. Pandanglah Dengan mensubstitusikan nilai-nilai variabel kedalam
pembatas gudang penyimpanan 12x1 + 18x2  240m2 pembatas diatas akan menghasilkan
dan biaya setiap m2 gudang penyimpanan adalah Rp 3(0) + 4(17.500) + 12(2.500) ≥ 100.000
2500,- 100.000 ≥ 100.000
Maka biaya gudang penyimpanan untuk pakaian Pembatas ini menunjukkan bahwa nilai dari ketiga
wanita adalah : sumber daya yang digunakan dalam memproduksi
Rp 2500,- x 5 x 12 = Rp 150.000,- pakaian wanita paling sedikit harus sebesar atau sama
dan biaya gudang penyimpanan untuk pakaian pria dengan laba yang diperoleh pakaian wanita.
adalah : Dengan cara yang sama, apabila dibahas mengenai
Rp 2500,- x 10 x 18 = Rp 450.000,- pembatas kedua:
Dengan menjumlahkan biaya gudang 3y1 + 2y2 + 18y3  80.000
penyimpanan untuk pakaian wanita dan pria 3(0) + 2(17.500) +18(2.500) ≥ 80.000
menghasilkan biaya total gudang penyimpanan: 80.000 ≥ 80.000
Rp 150.000,- + Rp 450.000,- = Rp 600.000,- Dengan kata lain, Rp 80.000-, yaitu nilai sumber-
Maka dengan menjumlahkan biaya total sumber yang digunakan untuk memproduksi sebuah
tenaga kerja dan gudang penyimpanan menghasilkan pakaian pria, sedikitnya adalah sebesar atau sama
Rp 700.000,- (tenaga kerja) + Rp 600.000,- (gudang dengan Rp 80.000,- yaitu laba dari pakaian pria.
penyimpanan) = Rp 1.300.000,- yang sama dengan Adapun penjelasan untuk fungsi tujuan dual
keuntungan total yang diperoleh PT. Bintang. adalah sebagai berikut:
Adapun disini tidak diperhitungkan mengenai Min W =72y1 + 40y2 + 240y3
biaya bahan kain karena telah dibahas sebelumnya dimana koefisien-koefisien fungsi tujuan dual
bahwa masih tersisa bahan kain sebanyak 27 m, maka mencerminkan total kuantitas sumber yang tersedia.
bahan kain memiliki nilai marginal nol; yaitu PT. jadi jika nilai-nilai marginal dari satu unit sumber daya
Bintang tidak akan bersedia membayar apapun untuk dikalikan dengan masing koefisien-koefisien tersebut,
satu meter ekstra dari bahan kain. Karena perusahaan kita akan mendapatkan nilai total sumber:
masih mempunyai 27 m bahan kain yang tersisa, dalam W = 72(0) + 40(Rp 17.500,-) + 240(Rp 2.500,-)
hal ini satu meter ekstra bahan kain tidak mempunyai = Rp 1.300.000,-
nilai tambahan; perusahaan bahkan tidak dapat Jika kita lihat ternyata nilai total sumber ini sama
menggunakan seluruh bahan kain yang saat ini dengan keuntungan yang didapat dari nilai optimal Z
tersedia. dalam primal. Z= Rp 1.300.000,- = W
Untuk itu nilai dari sumber-sumber tidak dapat
Bentuk dual dari model ini adalah : melebihi keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
Min W =72y1 + 40y2 + 240y3 sumber-sumber tersebut.
3y1 + 4y2 + 12y3  100.000
3y1 + 2y2 + 18y3  80.000 IV. KESIMPULAN
y1, y2, y3  0 Setelah model dual didefinisikan secara
Variabel-variabel keputusan dual mewakili lengkap, dapat dikatakan bahwa model dual
nilai marginal sumber-sumber daya: dikembangkan dari model primal sepenuhnya. Hal
y1 = nilai marginal 1 m kain = 0 tersebut dapat berarti bahwa operasi simpleks tidak
y2 = nilai marginal 1 orang tenaga kerja = Rp 17.500,- perlu dilakukan untuk mengetahui informasi tentang
y3 = nilai marginal 1 m2 gudang = Rp 2.500,- dual karena solusi dual dapat ditentukan dari solusi
primal.
Solusi optimum primal memberikan informasi
mengenai banyaknya jumlah laba yang diperoleh,
sedangakan solusi optimum dual yang juga didapat dari
solusi terhadap suatu masalah primal memberikan
informasi yang tidak kalah penting dalam pengambilan
keputusan. Bentuk dual akan memberikan informasi
mengenai nilai-nilai sumber yang biasanya merupakan
pembatas dari suatu model sehingga dapat membantu
pengambilan keputusan dalam menentukan harga dari
sumber daya yang menjadi pembatas bagi tercapainya
laba tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Hiliier, & Lieberman,. (1990). Pengantar Riset


Operasi. Jakarta : Erlangga
Mulyono, Sri. (1999). Operations Research. Jakarta :
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Siagian, P. (1987). Penelitian Operasional. Jakarta :
UI-Press
Tarliah, Tjutju. (2003). Operations Research. Bandung
: Sinar Baru Algensindo
Taylor, Bernard. W. (2001). Sains Manajemen. Jakarta
: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai