Anda di halaman 1dari 26

Konsep

Primal -
Dual
Teori Dualitas
Persoalan Primal dan Dual
 Persoalan Primal (asli)
 Persoalan Dual (kebalikan dari primal)

PRIMAL DUAL
A. Fungsi Tujuan A. Fungsi Tujuan
1. Maksimisasi Laba 1. Minimisasi Biaya
PL gunakan Metode PL gunakan Metode
Simpleks (variabel Simpleks Big-M (var.
Slack atau +S) buatan atau +A)
Model program linier memiliki 2
bentuk, yaitu:
 Model primal
adalah bentuk asli dari suatu model program
linier
 Model dual

adalah bentuk alternatif yang dikembangkan


dari model primal
Latar Belakang
 Setiap permasalahan programa linier
mempunyai problem yang kedua
yang berhubungan dengannya.
 Satu problem disebut sebagai ‘primal’
dan yang lainnya disebut ‘dual’.
 Kedua problem sangat dekat
berhubungan, sehingga solusi optimal
disatu problem menghasilkan
informasi yang lengkap untuk solusi
optimal yang lainnya.
Kegunaan bagi pengambil keputusan
adalah:
 Model Primal akan menghasilkan solusi dalam
bentuk jumlah laba yang diperoleh dari
memproduksi barang ataupun biaya yang
dibutuhkan untuk memproduksi barang.
 Model Dual akan menghasilkan informasi
mengenai nilai (harga) dari sumber-sumber
yang membatasi tercapainya laba tersebut.
Hubungan khusus antara primal
dan dual adalah :
 Variabel dual Y1 , Y2 , Y3 berhubungan dengan batasan
model primal. Dimana untuk setia batasan dalam
primal terdapat satu variabel dual. Misal, dalam kasus
di atas model primal mempunyai 3 batasan, maka
dualnya akan mempunyai 3 variabel keputusan.
 Nilai kuantitas pada sisi kanan pertidaksamaan pada
model primal merupakan koefisien fungsi tujuan dual.
 Koefisien batasan model primal merupakan koefisien
variabel keputusan dual.
 Koefisien fungsi tujuan primal, merupakan nilai
kuantitas pada sisi kanan pertidaksamaan pada
model dual.
 Pada bentuk standar, model maksimisasi primal
memiliki batasan-batasan <, sedangkan model
minimisasi dual memiliki batasan-batasan >.
Tabel Primal-Dual PL
PRIMAL
Koefisien
X1 X2 . . . . . . Xn NK
DUAL

Y1 a11 a12 . . . . . . a1n ≤ b1


Y2 a21 a22 . . . . . . a2n ≤ b2 KOEFISIEN
a31 a32 . . . . . . a3n ≤ b3 FUNGSI
Y3
TUJUAN
. …. …. . . . . . . ….. …… MINIMISASI
Yn am1 am2 . . . . . . amn ≤ bm

NK ≥ C1 ≥ C2 . . . . . . ≥ Cn
KOEFISIEN FUNGSI TUJUAN
MAKSIMISASI
PRIMAL DUAL

F/t Max : Z = 2X1 + 3X2


F/k : 5X1 + 7X2 < 35 F/t Min : Z* = 35X1 +
8X1 + 4X2 < 40 40X2
F/s : X 1 ; X2 > 0 F/k : 5X1 + 8X2 > 2
7X1 + 4X2 > 3
F/s : X 1 ; X2 > 0
F/t Max :
Z = 2X1 + 3X2 + 0S1 + 0S2
F/k : 5X1 + 7X2 + S1 < 35
8X1 + 4X2 + S2 < 40
F/s : X1 ; X2 ; S 1 ; S 2 > 0
PRIMAL DUAL
2. Minimisasi Biaya : 2. Maksimisasi Laba :
PL gunakan Simpleks PL gunakan Simpleks
Big-M (var.surplus –S (variabel slek +S)
dan var. buatan +A)

F/t Min : Z = 2X1 + 5X2


F/k : 3X1 + 4X2 > 24 F/t Max : Z = 24X1 +
30X2
5X1 + 6X2 > 30
F/k : 3X1 + 5X2 < 2
F/s : X 1 ; X2 > 0
4X1 + 6X2 < 5
F/s : X1 ; X2 > 0
Keterkaitan Konsep Primal -
Dual Pada Analisa Sensitivitas

 Analisa Sensitivitas mencakup


investigasi pengaruh solusi optimal
dalam melakukan perubahan nilai pada
parameter model.
 Perubahan nilai parameter pada problem
primal juga berhubungan dengan nilai
pada problem dual nya.
 Dalam banyak hal akan lebih baik
menganalisa problem dual secara
langsung untuk menentukan pengaruh
komplemennya pada problem primal.
Definisi Dari Dual Problem
n
Maksimasi : X 0  c j x j
j 1

Pembatas : a x
j 1
ij j bi
i = 1, 2, … , m
x j 0 j = 1, 2, … , n
Dual Problem Dalam Bentuk
Kanonik
Jika permasalahan mengacu sebagai ‘Primal’, hubungan
dalam dualnya adalah sebagai berikut :
m
Minimasi : y0  bi yi
i 1

Pembatas : a
i 1
x c j
ij i
i = 1, 2, … , m
y j 0 j = 1, 2, … , n

y1, y2, … , ym : merupakan variabel dual


Problem Dual Bila Primal Dalam
Bentuk Standard
n
Maksimasi x0  c j x j
j 1
n Primal
Pembatas
a
j 1
ij x j bi i = 1, 2, … , m Problem
j = 1, 2, … , n
x j 0
n
Maksimasi y0  bi yi
i 1
m
Pembatas Dual
a
i 1
ij yi c j j = 1, 2, … , n
Problem
yi tidak dibatasi tanda untuk semua i
Problem Dual Bila Primal Dalam
Bentuk Standard
n
Maksimasi x0  c j x j
j 1
n
Primal
Pembatas
a j 1
ij x j bi i = 1, 2, … , m Problem

xi tidak dibatasi tanda untuk semua i


n
Maksimasi y0  bi yi
i 1
m
Pembatas Dual
 aij yi c j j = 1, 2, … , n
i 1 Problem
yi 0 i = 1, 2, … , m
Membentuk
Dual Problem dari Primal
Problem atau Sebaliknya

Langkahnya sebagai berikut :


1. Tiap batasan di suatu problem berhubungan dengan
variabel pada variabel lainnya.
2. Elemen pada RHS pembatas pada suatu problem sama
dengan koefisien fungsi obyektif yang sesuai pada
problem lainnya.
3. Satu problem empunyai tujuan maksimasi lainnya
minimasi.
4. Problem maksimasi mempunyai pembatas (  ) dan
minimasi mempunyai pembatas (  ).
5. Variabel untuk kedua problem adalah non-negatif.
Contoh :
Maksimasi : X0 = 5 X1 + 6 X2
Pembatas : X1 + 9 X2  60  y1
Primal
2X1 + 3 X2  45  y2 Problem
5X1 - 2 X2  20  y3
X2  30  y4
X1, X2  0
Minimasi : y0 = 60y1 + 45y2 + 20y3 + 30y4
Pembatas : y1 + 2 y2 + 5y3 5
Dual
9y1 + 3 y2 – 2y3 + y4  6 Problem
y1 ,y2 ,y3 ,y4  0
Penyelesaian Dual
Simplex
Maksimasi : X0 = 2 X1 + X2 Minimasi : X0 = 2 X1 + X2
Pembatas : 3 X1 + X2  3 Pembatas : -3 X1 - X2  3
4 X1 + 3 X2  6 - 4 X1 - 3 X2  6
X1 +2 X2  3 X1 +2 X2  3
X1, X2  0 X1, X2  0

Dengan mengubah fungsi obyektif Maksimasi menjadi


Minimasi dan fungsi pembatasnya menjadi bertanda ,
kemudian dibentuk tabel simpleksnya adalah sbb :
Penyelesaian Dual Simplex
 Metoda Simpleks yang biasa, memberikan
hasil didasarkan pada kondisi optimalitas
dan layak (feasibility), sebagai berikut :
 Kondisi Layak : ‘Leaving Variabel’ adalah
variabel basis yang mempunyai nilai paling
negatif.
 Kondisi Optimalitas : ‘Entering Variabel’ dipilih
diantara non-variabel basis dengan cara
 Rasio dari koefisien fungsi obyektif dengan koefisien
pembatas yang terpilih sebagai ‘leaving var’.
 ‘Entering Var. adalah salah satu yang mempunyai rasio
terkecil untuk problem minimasi, atau nilai terkecil
absolut untuk problem maksimasi.
Penyelesaian Dual Simplex

Merubah fungsi pembatas dari Ketidaksamaan kedalam bentuk


Persamaan

Minimasi : X0 = 2 X1 + X2
Pembatas : -3 X1 - X2 + S1 =-3
- 4 X1 - 3 X2 + S2 =-6
X1 +2 X2 + S3 = 3
X1, X2  0
Penyelesaian Dual Simplex

Var Koefisien dari RHS


X0 X1 X2 S1 S2 S3
Basis bj Ratio
2 1 0 0 0
S1 0 -3 -3 -1 1 0 0
S2 0 -6 -4 -3 0 1 0
S3 Leaving
0 3 1 2 0 0 0
Variabel
0 -2 -1 0 0 0

Menentukan
Rasio
Untuk Mendapatkan Entering Variabel
Dengan Memilih Nilai Rasio

Variabel X1 X2 S1 S2 S3

X0 – equation -2 -1 0 0 0
S2 – equation -4 -3 0 1 0 (leaving var)

Rasio 1/2 1/3

X2 terpilih sebagai entering variabel karena merupakan nilai


terkecil (minimasi problem)
Penyelesaian Dual Simplex
Var Koefisien dari RHS
X0 X1 X2 S1 S2 S3
Basis bj Ratio
2 1 0 0 0
S1 0 -1 -5/3 0 1 -1/3 0
X2 Leaving
1 2 4/3 1 0 -1/3 0
S3 0 -1 -5/3 0 0 2/3 1 Variabel

2 -2/3 0 0 -1/3 0

Hasil optimal tapi belum feasibel maka dengan cara yang sama
seperti iterasi sebelumnya dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan hasil yang optimal dan feasibel.
Penyelesaian Dual Simplex
Var Koefisien dari RHS
X0 X1 X2 S1 S2 S3
Basis bj Ratio
-2 -1 0 0 0
X1 2 3/5 1 0 -3/5 1/5 0
X2 1 6/5 0 1 4/5 -3/5 0
S3 0 0 0 0 -1 1 1
12/5 0 0 -2/5 -1/5 0

Nilai Optimal dan Feasible untuk permasalahan ini adalah :


Maks X0 = Min X0 = 12/5, X2 = 3/5, X2 = 6/5
Buatlah model dual dari model primal berikut
1. Model primal
Minimum Z = -2x1 – 4x2 – 6x3
Subject to :
X1 + x2 + x3 ≥ 8
4x1 + x2 + 3x3 ≥ 10
X1, x2, x3 ≥ 0
 
2. Model primal
Maximum Z = 20x1 + 30x2
Subject to :
2x1 + x2 ≤ 10
X1 + 2x2 ≤ 14
X1 + 4x2 ≤ 12
X1 – 8x2 ≤ 5
X1 ≤ 8
X1, x2 ≥ 0
Buatlah model dual dari model primal berikut
1. Model primal
Minimum Z = -2x1 – 4x2 – 6x3
Subject to :
X1 + x2 + x3 ≥ 8
4x1 + x2 + 3x3 ≥ 10
X1, x2, x3 ≥ 0
 
Bentuk dual
Maximum Z = 8y1 + 10y2
subject to :
y1 + 4y2 ≤ -2
y1 + y2 ≤ -4
y1 + 3y2 ≤ -6

y1, y2 ≥ 0
Buatlah model dual dari model primal berikut
 
2. Model primal
Maximum 20x1 + 30x2
Subject to :
2x1 + x2 ≤ 10
X1 + 2x2 ≤ 14
X1 + 4x2 ≤ 12
X1 – 8x2 ≤ 5
X1 ≤ 8
X1, x2 ≥ 0

model Dual
Minimum Z = 10y1 + 14y2 + 12y3 + 5y4 + 8y5
subject to :
2y1 + y2 + y3 + y4 + y5 ≥ 20
y1 + 2y2 + 4y3 – 8y4 ≥ 30
y1, y2, y3, y4, y5 ≥ 0

Anda mungkin juga menyukai