Anda di halaman 1dari 9

Hak dan kewajiban asasi manusia dalam perspektif Pancasila

(1) Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia dan atau ahli warisnya berhak mendapatkan
ganti kerugian. (2) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan mengajukan gugatan ke pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.

ANGGOTA KELOMPOK
I. Khomarun Nisa
II. Ardelia Haniifah Salsabiila
III. Imelda Aisyabrina
IV. Muhamad Ray Albani
V. Reynaldi Aditya Furi
VI. Yazid M Rasikh
Bab 1 PELANGGARAN HAM DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

A. Kaitan Pancasila dengan HAM………………………………………..9

1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)……………………………………………..5


 Konsep Kewajiban Asasi Manusia

2. Mengenai kaitan atau hubungan antara Hak Asasi Manusia Pancasila………10


 Sila Ketuhanan
 Sila Kemanusiaan
 Sila Persatuan
 Sila Kerakyatan
 Sila Keadilan Sosial

3. Kedudukan HAM dalam konstitusi RI…………………………………………………………………….…12


 UUD NRI Tahun 19466 terutama Pasal 28 A – 28 J
 Ketetapan MPR NOMOR XVII/MPR/1998 Tentang HAM
 Ketentuan Dalam UU organic
 Ketentuan dalam peraturan pemerintah pengganti UU (Perpu) NO.1 Tahun
1999
 Ketentuan dalam peraturan pemerintah berikut
 Ketentuan dalam keputusan Presiden

4. Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)…………………………………………………15

A. Kaitan Pancasila dengan HAM

Pancasila merupakan ideologi yang mengedepankan nilai nilai kemanusiaan, pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan dasar negara republik Indonesia. Pancasila sangat menghormati hak asasi
setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia. Pancasila menjamin hak asasi
manusia dengan cara melalui nilai nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai nilai Pancasila dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.

1. Pengertian hak asasi manusia

Hak asasi manusia merupakan hak yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap
individu di bumi. Setiap orang wajib menjaga, melindungi serta menghormati haknya setiap orang.

Sumber : https://umsu.ac.id/hak-asasi-manusia/

- Konsep kewajiban asasi manusia


Hak dan kewajiban asasi manusia dalam perspektif Pancasila

Kewajiban Asasi Manusia merujuk pada tanggung jawab moral, hukum, dan etika yang melekat
pada setiap individu sebagai manusia. Ini mencakup hakikat hak asasi manusia yang dianggap
inheren dan tidak dapat diganggu gugat.

Sumber : https://fahum.umsu.ac.id/kewajiban-asasi-manusia-dan-contohnya/#:~:text=Apa%20Itu
%20Kewajiban%20Asasi%20Manusia,dan%20tidak%20dapat%20diganggu%20gugat.

- sejarah hak asasi manusia

Pada masa yang lalu, manusia belum mengakui akan adanya persamaan derajat antara manusia
satu dengan manusia yang lain, sehingga mengakibatkan terjadinya penindasan antara manusia
yang satu dengan yang lainnya. Contoh yang paling kongkret dapat dilihat pada penjajahan oleh
satu bangsa
terhadap bangsa yang lain, seperti Indonesia yang dijajah tanpa perikemanusiaan oleh kaum

kolonialisme yang menindas dan menyengsarakan bangsa ini. Puncak kesadaran atas HAM yang telah

dirampas, maka bangsa Indonesia pun melakukan perjuangan untuk mendapatkan serta

mempertahankan hak asasi manusia yang dimilikinya, yaitu kemerdekaan, yang telah dirampas oleh

kaum kolonialis. (bp)

Dalam konteks Negara Republik Indonesia, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak

Asasi Manusia merumuskan pengertian HAM sebagai berikut: “Hak asasi manusia adalah hak dasar

yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang

Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia

dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh siapa pun”. Dengan

demikian, maka setiap manusia memiliki hak asasi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi

tersebut tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu oleh siapa pun karena hak asasi tersebut

berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup manusia, kemerdekaan manusia, perkembangan

manusia dan masyarakat. Apabila ada perlakuan yang mengabaikan, merampas atau mengganggu hak

asasi seseorang, berarti ia telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi seseorang. Sedangkan

berdasarkan rumusan Pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, HAM diartikan

sebagai berikut: “Seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk

Tuhan Yang Maha Esa dan merupakaan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia.” Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) ini secara tegas juga di atur

dalam Undang UndangNo. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan : “Negara

Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia

sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus

dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, Kebahagian,
dan kecerdasan serta keadilan
Bab 1 PELANGGARAN HAM DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

2. Mengenai kaitan atau hubungan antara hak asasi manusia dengan Pancasila.
- Sila ketuhanan yang maha esa

Sila ini menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah, dan
menghormati perbedaan agama.

- Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila ini menempatkan setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum
serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan
perlindungan hukum.

- Sila Persatuan Indonesia

Sila ini mengamanatkan adanya unsur pemersatu di antara warga negara dengan
semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini sesuai dengan prinsip hak asasi manusia,
bahwa hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam
semangat persaudaraan.

- Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
Sila ini dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat
yang demokratis Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat
yang dilakukan tanpa adanya tekana paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu
hak partisipasi masyarakat.

- Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila ini mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta
memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.

3. Kedudukan HAM dalam konstitusi RI


Hak asasi manusia juga dijamin oleh nilai-nilai instrumental Pancasila. Adapun,
peraturan perundang- undangan yang menjamin hak asasi manusia di antaranya
sebagai berikut.

Sumber = https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/40/halaman_list_lainnya/indonesia-
dan-hak-asasi-manusia#:~:text=%E2%80%8BHAM%20di%20Indonesia,dipertegas
%20dalam%20amandemen%20UUD%201945.
HAM di Indonesia
HAM sebagai nilai universal telah dimuat dalam Konstitusi RI, baik dalam
pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 maupun dalam batang tubuh UUD 1945 dan
dipertegas dalam amandemen UUD 1945.
Hak dan kewajiban asasi manusia dalam perspektif Pancasila

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama


Pasal 28A-28J
Pasal 28 A
(1) Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya

Pasal 28 J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan dan melindungi hak asasi dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketetiban umum.

Sumber: http://respublikan.blogspot.com/2019/11/isi-pasal-28a-28j-uud-1945-
tentang-ham.html?m=1#:~:text=(1)%20Hak%20untuk%20membentuk
%20keluarga,keturunan%20melalui%20perkawinan%20yang
%20sah.&text=(2)%20Hak%20kebebasan%20untuk%20meyakini,dan
%20sikap%20sesuai%20hati%20nuraninya.

b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Di


dalam Tap MPR tersebut terdapat Piagam HAM Indonesia.
1. Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945, Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, Ketetapan MPR-RI
Nomor XVII/ MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus dilaksanakan
dengan penuh rasa tanggung jawab sesuai dengan falsafah yang
terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan asas-
asas hukum internasional.
Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat serta
segera meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hak Asasi Manusia sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Pemberian perlindungan terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan melalui
pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Pengadilan HAM serta
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Untuk melaksanakan amanat Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia tersebut, telah dibentuk Undang-undang Nomor 39
Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pembentukan Undang-undang tersebut
merupakan perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai anggota
Bab 1 PELANGGARAN HAM DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di samping hal tersebut, pembentukan Undang-


undang tentang Hak Asasi Manusia juga mengandung suatu misi mengemban
tanggung jawab moral dan hukum dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, serta yang terdapat dalam berbagai instrumen hukum lainnya
yang mengatur hak asasi manusia yang telah disahkan dan atau diterima oleh
negara Republik Indonesia.
Bertitik tolak dari perkembangan hukum, baik ditinjau dari kepentingan
nasional maupun dari kepentingan internasional, maka untuk menyelesaikan
masalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan mengembalikan
keamanan dan perdamaian di Indonesia perlu dibentuk Pengadilan Hak Asasi
Manusia yang merupakan pengadilan khusus bagi pelanggaran hak asasi
manusia yang berat. Untuk merealisasikan terwujudnya Pengadilan Hak Asasi
Manusia tersebut, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.
Dasar pembentukan Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
adalah sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-
undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia diharapkan dapat
melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat, dan
menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan, dan perasaan
aman baik bagi perseorangan maupun masyarakat, terhadap pelanggaran hak
asasi manusia yang berat.
Sumber : peraturan pemerintah pengganti undang-undang
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/43449/perppuu1999_001.pdf

Pembentukan Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia


didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
1. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan "extra ordinary
crimes" dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan
bukan merupakan tindak pidana yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana serta menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil yang mengakibatkan
perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu
segera dipulihkan dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian,
ketertiban, ketenteraman, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat
Indonesia.
2. Terhadap perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperlukan
langkah-langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan yang bersifat
khusus.

3.Kekhususan dalam penanganan pelanggaran hak asasi manusia yang berat


adalah:
a. diperlukan penyelidik dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad
hoc, penuntut umum ad hoc, dan hakim ad hoc;
b. diperlukan penegasan bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sedangkan penyidik tidak berwenang
Hak dan kewajiban asasi manusia dalam perspektif Pancasila

menerima laporan atau pengaduan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-


undang Hukum Acara Pidana;
c. diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk
melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan;
d. diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi;
e. diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluarsa bagi
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan yang berdasarkan hukum internasional
dapat digunakan asas retroaktif, diberlakukan pasal mengenai kewajiban untuk
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 J ayat(2) Undang-Undang Dasar
1945 yang berbunyi:

"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis". Dengan
ungkapan lain asas retroaktif dapat diberlakukan dalam rangka melindungi hak asasi
manusia itu sendiri berdasarkan Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
tersebut. Oleh karena itu Undang-undang ini mengatur pula tentang Pengadilan HAM ad
hoc untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini. Pengadilan HAM ad hoc
dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peristiwa tertentu dengan
Keputusan Presiden dan berada di lingkungan Peradilan Umum.

Di samping adanya Pengadilan HAM ad hoc, Undang-undang ini menyebutkan juga


keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam
Ketetapan MPR-RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Nasional. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang akan dibentuk dengan undang-
undang dimaksudkan sebagai lembaga ekstra-yudicial yang ditetapkan dengan undang-
undang yang bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan
penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau,
sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang- undangan yang berlaku dan
melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.

b. Ketentuan dalam undang-undang organik berikut.


Bab 1 PELANGGARAN HAM DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi


Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam. Tidak
Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak


Asasi Manusia.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang


Pengadilan Hak Asasi Manusia.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang


Kovenan International tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang


Kovenan Internasional Hak-

Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,

c. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)


Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

1) Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia dan atau ahli warisnya
berhak mendapatkan ganti kerugian.

2) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan


dengan mengajukan gugatan ke pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

d. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah berikut.

1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan


terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
Berat.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi.


Rehabilitasi terbadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.

e. Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Ke-pres).


1) Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia.
2) Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi
Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan untuk
Berorganisasi.
3) Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001
tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
4) Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Keppres
Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia
Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hak dan kewajiban asasi manusia dalam perspektif Pancasila

5) Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional


Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009.

Anda mungkin juga menyukai