Anda di halaman 1dari 12

Hak dan kewajiban asasi manusia dalam perspektif Pancasila

(1) Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia dan atau ahli warisnya berhak
mendapatkan ganti kerugian.
(2) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
mengajukan gugatan ke pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.

ANGGOTA KELOMPOK
I. Khomarun Nisa
II. Ardelia Haniifah Salsabiila
III. Imelda Aisyabrina
IV. Muhamad Ray Albani
V. Reynaldi Aditya Furi
VI. Yazid M Rasik
Bab 1 PELANGGARAN HAM DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

A. Kaitan Pancasila dengan HAM………………………………………..9

1. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)……………………………………………..5


 Konsep Kewajiban Asasi Manusia

2. Mengenai kaitan atau hubungan antara Hak Asasi Manusia Pancasila………10


 Sila Ketuhanan
 Sila Kemanusiaan
 Sila Persatuan
 Sila Kerakyatan
 Sila Keadilan Sosial

3. Kedudukan HAM dalam konstitusi RI…………………………………………………………………….…12


 UUD NRI Tahun 19466 terutama Pasal 28 A – 28 J
 Ketetapan MPR NOMOR XVII/MPR/1998 Tentang HAM
 Ketentuan Dalam UU organic
 Ketentuan dalam peraturan pemerintah pengganti UU (Perpu) NO.1 Tahun
1999
 Ketentuan dalam peraturan pemerintah berikut
 Ketentuan dalam keputusan Presiden

4. Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)…………………………………………………15

A. Kaitan Pancasila dengan HAM

Pancasila merupakan ideologi yang mengedepankan nilai nilai kemanusiaan, pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan dasar negara republik Indonesia. Pancasila sangat menghormati hak asasi
setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia. Pancasila menjamin hak asasi
manusia dengan cara melalui nilai nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai nilai Pancasila dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.

1. Pengertian hak asasi manusia

Hak asasi manusia merupakan hak yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap
individu di bumi. Setiap orang wajib menjaga, melindungi serta menghormati haknya setiap orang.

Sumber : https://umsu.ac.id/hak-asasi-manusia/
- Konsep kewajiban asasi manusia
Kewajiban Asasi Manusia merujuk pada tanggung jawab moral, hukum, dan etika yang melekat
pada setiap individu sebagai manusia. Ini mencakup hakikat hak asasi manusia yang dianggap
inheren dan tidak dapat diganggu gugat.

Sumber : https://fahum.umsu.ac.id/kewajiban-asasi-manusia-dan-contohnya/#:~:text=Apa%20Itu
%20Kewajiban%20Asasi%20Manusia,dan%20tidak%20dapat%20diganggu%20gugat.

- sejarah hak asasi manusia

Pada masa yang lalu, manusia belum mengakui akan adanya persamaan derajat antara manusia
satu dengan manusia yang lain, sehingga mengakibatkan terjadinya penindasan antara manusia
yang satu dengan yang lainnya. Contoh yang paling kongkret dapat dilihat pada penjajahan oleh
satu bangsa

terhadap bangsa yang lain, seperti Indonesia yang dijajah tanpa perikemanusiaan oleh kaum

kolonialisme yang menindas dan menyengsarakan bangsa ini. Puncak kesadaran atas HAM yang
telah

dirampas, maka bangsa Indonesia pun melakukan perjuangan untuk mendapatkan serta

mempertahankan hak asasi manusia yang dimilikinya, yaitu kemerdekaan, yang telah dirampas
oleh

kaum kolonialis. (bp)

Dalam konteks Negara Republik Indonesia, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak

Asasi Manusia merumuskan pengertian HAM sebagai berikut: “Hak asasi manusia adalah hak
dasar

yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang

Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan
manusia

dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh siapa pun”. Dengan

demikian, maka setiap manusia memiliki hak asasi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Hak
asasi

tersebut tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu oleh siapa pun karena hak asasi tersebut

berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup manusia, kemerdekaan manusia, perkembangan

manusia dan masyarakat. Apabila ada perlakuan yang mengabaikan, merampas atau
mengganggu hak

asasi seseorang, berarti ia telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi seseorang.
Sedangkan

berdasarkan rumusan Pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, HAM diartikan

sebagai berikut: “Seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai
makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakaan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia.” Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) ini secara tegas juga di atur

dalam Undang UndangNo. 39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan :
“Negara

Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia

sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus
dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan,
Kebahagian, dan kecerdasan serta keadilan.

2. Mengenai kaitan atau hubungan antara hak asasi manusia dengan Pancasila.

- Sila ketuhanan yang maha esa

Sila ini menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah, dan
menghormati perbedaan agama.

- Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila ini menempatkan setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum
serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan
perlindungan hukum.

- Sila Persatuan Indonesia

Sila ini mengamanatkan adanya unsur pemersatu di antara warga negara dengan
semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini sesuai dengan prinsip hak asasi manusia,
bahwa hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam
semangat persaudaraan.

- Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
Sila ini dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat
yang demokratis Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat
yang dilakukan tanpa adanya tekana paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu
hak partisipasi masyarakat.

- Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila ini mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta
memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.
3. Kedudukan HAM dalam konstitusi RI

Hak asasi manusia juga dijamin oleh nilai-nilai instrumental Pancasila. Adapun,
peraturan perundang- undangan yang menjamin hak asasi manusia di antaranya
sebagai berikut.

HAM di Indonesia
HAM sebagai nilai universal telah dimuat dalam Konstitusi RI, baik dalam
pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 maupun dalam batang tubuh UUD 1945 dan
dipertegas dalam amandemen UUD 1945.

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama


Pasal 28A-28J

Pasal 28 A
(1) Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya

Sumber =
https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/40/halaman_list_lainnya/indonesia-
dan-hak-asasi-manusia#:~:text=%E2%80%8BHAM%20di
%20Indonesia,dipertegas%20dalam%20amandemen%20UUD%201945.

Pasal 28 J
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Dalam menjalankan dan melindungi hak asasi dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketetiban umum.

Sumber: http://respublikan.blogspot.com/2019/11/isi-pasal-28a-28j-uud-1945-
tentang-ham.html?m=1#:~:text=(1)%20Hak%20untuk%20membentuk
%20keluarga,keturunan%20melalui%20perkawinan%20yang
%20sah.&text=(2)%20Hak%20kebebasan%20untuk%20meyakini,dan
%20sikap%20sesuai%20hati%20nuraninya.

b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Di


dalam Tap MPR tersebut terdapat Piagam HAM Indonesia.
1. Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945, Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, Ketetapan MPR-RI
Nomor XVII/ MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus dilaksanakan
dengan penuh rasa tanggung jawab sesuai dengan falsafah yang
terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan asas-
asas hukum internasional.
2. Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan
pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat
serta segera meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hak Asasi Manusia sepanjang tidak bertentangan dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Pemberian perlindungan terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan
melalui pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Pengadilan
HAM serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
4. Untuk melaksanakan amanat Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia tersebut, telah dibentuk Undang-undang
Nomor 39 Tahun
5. 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pembentukan Undang-undang tersebut
merupakan perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di samping hal tersebut,
pembentukan Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia juga
mengandung suatu misi mengemban tanggung jawab moral dan hukum
dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta yang
terdapat dalam berbagai instrumen hukum lainnya yang mengatur hak
asasi manusia yang telah disahkan dan atau diterima oleh negara Republik
Indonesia.
6. Bertitik tolak dari perkembangan hukum, baik ditinjau dari kepentingan
nasional maupun dari kepentingan internasional, maka untuk
menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan
mengembalikan keamanan dan perdamaian di Indonesia perlu dibentuk
Pengadilan Hak Asasi Manusia yang merupakan pengadilan khusus bagi
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Untuk merealisasikan
terwujudnya Pengadilan Hak Asasi Manusia tersebut, perlu dibentuk
Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
7. Dasar pembentukan Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia adalah sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 104 ayat
(1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
8. Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia diharapkan dapat
melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat,
dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan, dan
perasaan aman baik bagi perseorangan maupun masyarakat, terhadap
pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Sumber : peraturan pemerintah pengganti undang-undang
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/43449/perppuu1999_001.pdf

- Pembentukan Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia


didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
1. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat merupakan "extra
ordinary crimes" dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional
maupun internasional dan bukan merupakan tindak pidana yang diatur di
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta menimbulkan kerugian baik
materiil maupun immateriil yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik
terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan
dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban,
ketenteraman, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat
Indonesia.
2. Terhadap perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
diperlukan langkah-langkah penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan yang bersifat khusus.

3.Kekhususan dalam penanganan pelanggaran hak asasi manusia yang berat


adalah:
a. diperlukan penyelidik dengan membentuk tim ad hoc, penyidik ad hoc, penuntut
umum ad hoc, dan hakim ad hoc;
b. diperlukan penegasan bahwa penyelidikan hanya dilakukan oleh Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia sedangkan penyidik tidak berwenang menerima laporan atau
pengaduan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
c. diperlukan ketentuan mengenai tenggang waktu tertentu untuk melakukan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan;
d. diperlukan ketentuan mengenai perlindungan korban dan saksi;
e. diperlukan ketentuan yang menegaskan tidak ada kadaluarsa bagi pelanggaran hak
asasi manusia yang berat.

Mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan yang berdasarkan hukum internasional
dapat digunakan asas retroaktif, diberlakukan pasal mengenai kewajiban untuk
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 J ayat(2) Undang-Undang Dasar
1945 yang berbunyi:

"Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis". Dengan
ungkapan lain asas retroaktif dapat diberlakukan dalam rangka melindungi hak asasi
manusia itu sendiri berdasarkan Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
tersebut. Oleh karena itu Undang-undang ini mengatur pula tentang Pengadilan HAM ad
hoc untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini. Pengadilan HAM ad hoc
dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peristiwa tertentu dengan
Keputusan Presiden dan berada di lingkungan Peradilan Umum.
Di samping adanya Pengadilan HAM ad hoc, Undang-undang ini menyebutkan juga
keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam
Ketetapan MPR-RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Nasional. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang akan dibentuk dengan undang-
undang dimaksudkan sebagai lembaga ekstra-yudicial yang ditetapkan dengan undang-
undang yang bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan
penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau,
sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang- undangan yang berlaku dan
melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.

b. Ketentuan dalam undang-undang organik berikut.

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi


Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam. Tidak
Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak


Asasi Manusia.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang


Pengadilan Hak Asasi Manusia.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang


Kovenan International tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang


Kovenan Internasional Hak-

Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,

c. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang


(Perppu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

1) Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia dan atau ahli warisnya
berhak mendapatkan ganti kerugian.
2) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan mengajukan gugatan ke pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

d. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah berikut.

1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan


terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
Berat.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi.


Rehabilitasi terbadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.
e. Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Ke-pres).
1) Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia.
2) Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi
Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan untuk
Berorganisasi.
3) Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001
tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
4) Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Keppres
Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia
Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

5) Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional


Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009.

OPTIONAL FUN FACT :


Contoh kejahatan HAM yang pernah di lakukan oleh manusia
Source : Wehrmacht.

Sejarah singkat tentang Holocaust


Holocaust adalah penganiayaan dan pembantaian agresif. Selama Perang Dunia II (1939–1945), Nazi

sistematis yang disokong negara terhadap 6 juta orang Jerman semakin memperluas kekuasaannya atas Eropa

Yahudi Eropa oleh rezim Nazi Jerman dan sekutu serta dengan menaklukkan negara-negara lain, membentuk

para kaki tangannya. United States Holocaust Memorial aliansi dengan pemerintah lain, dan menciptakan

Museum menetapkan periode 1933–1945 sebagai negara-negara boneka. Pada 1942, Nazi Jerman

rentang tahun kejadian Holocaust, yang dimulai pada menguasai sebagian besar wilayah benua Eropa dan

tahun 1933 ketika Adolf Hitler dan Partai Nazi naik ke sebagian wilayah Afrika Utara.

tampuk kekuasaan di Jerman. Holocaust berakhir pada


Selama Perang Dunia II, perlakuan para pemimpin Nazi
1945 ketika Kubu Sekutu mengalahkan Nazi Jerman
terhadap 9 juta orang Yahudi Eropa kian radikal, dan
dalam Perang Dunia II.
penganiayaan pun berubah menjadi pembantaian

Partai Nazi merupakan gerakan politik antisemitisme. massal. Selama dan setelah invasi Jerman ke

Ketika Nazi naik ke tampuk kekuasaan di Jerman pada Polandia pada September 1939, otoritas Jerman

1933, mereka menggunakan pemerintah untuk memperlakukan penduduk sipil dengan brutal.

menyasar dan menyingkirkan orang Yahudi dari Kebrutalan ini mencakup kekerasan terhadap populasi

masyarakat Jerman. Di antara tindakan antisemitisme Yahudi yang besar. Otoritas Jerman

lainnya, rezim Nazi Jerman memberlakukan undang- mendirikan ghetto untuk mengisolasi dan memiskinkan

undang diskriminatif dan kekerasan terorganisasi yang warga Yahudi di pendudukan Polandia. Ghetto adalah

menyasar kaum Yahudi Jerman. Rezim tersebut bagian dari kota atau kota kecil di mana penjajah

menggunakan cara-cara ini dan tindakan lainnya untuk Jerman memaksa orang Yahudi untuk hidup dalam

menekan orang Yahudi Jerman agar beremigrasi. kondisi yang penuh sesak dan tidak sehat. Kehidupan di

ghetto diwarnai oleh kelaparan, penyakit yang


Pada akhir 1930-an, Nazi menyebarkan kebijakan
merajalela, dan kekerasan yang sewenang-wenang.
antisemitismenya keluar wilayah Jerman melalui
Akhirnya, otoritas Jerman juga mendirikan ghetto di
kebijakan luar negeri dan perluasan wilayahnya yang
wilayah pendudukan lainnya di Eropa timur dan
Hungaria. Ratusan ribu orang Yahudi tewas di ghetto langsung mengoordinasikan, merencanakan, dan

antara 1939 dan 1945. melaksanakan Holocaust. Mereka menyerukan kepada

banyak institusi, organisasi, dan orang-orang Jerman


Pada 1941, para pemimpin Nazi memutuskan untuk
untuk menganiaya orang Yahudi, berperang, dan
melaksanakan pembantaian massal terhadap kaum
melakukan pembantaian massal. Nazi Jerman juga
Yahudi Eropa. Mereka secara halus menyebut tindakan
mengandalkan bantuan sekutunya di negara-negara
ini sebagai “Final Solution to the Jewish Question”
Poros, serta para kaki tangan di wilayah pendudukan.
(Solusi Akhir untuk Persoalan Yahudi). Keputusan
Tanpa keterlibatan jutaan orang Eropa (baik orang
untuk melakukan genosida ini terjadi dalam konteks
Jerman maupun lainnya), Holocaust tidak akan
serangan Jerman ke Uni Soviet pada Juni 1941. Di kota
mungkin terjadi.
besar dan kecil serta di desa-desa di wilayah

pendudukan di Eropa timur, unit-unit pasukan Jerman Holocaust secara khusus mengacu kepada

melakukan penembakan massal terhadap orang-orang penganiayaan dan pembantaian sistematis yang

Yahudi setempat dalam skala yang belum pernah disokong oleh negara terhadap 6 juta orang Yahudi.

terjadi sebelumnya. Mereka membantai seluruh Namun, ada jutaan korban penganiayaan dan

komunitas Yahudi. Selain penembakan, unit-unit pembantaian Nazi lainnya selama periode yang sama.

pasukan Jerman terkadang menggunakan mobil van gas Selain kaum Yahudi, Nazi menganiaya kelompok lain

yang dirancang khusus untuk membantai orang-orang yang dipandang sebagai ancaman terhadap rakyat

Yahudi. Sebanyak 2 juta laki-laki, perempuan, Jerman. Kelompok-kelompok ini meliputi: lawan

dan anak-anak Yahudi tewas dalam pembantaian ini. politik; Saksi-Saksi Yehuwa; laki-laki yang dituduh

Pada 1941 dan 1942, Nazi Jerman membangun homoseksual; orang-orang antisosial; orang-orang yang

lima pusat pembantaian di wilayah pendudukan Jerman dituduh sebagai penjahat profesional atau residivis;

di Polandia: Chelmno, Belzec, Sobibor, Treblinka, Afro-Jerman; penyandang disabilitas; dan orang Roma

dan Auschwitz-Birkenau. Otoritas Jerman, berkat (Gipsi). Selama Perang Dunia II, rezim Nazi

bantuan sekutu dan kaki tangannya, mengangkut orang- melakukan pembantaian massal terhadap orang-orang

orang Yahudi dari seluruh Eropa ke pusat-pusat yang mereka anggap sebagai musuh rasial, politik,

pembantaian ini. Sebagian kecil dari orang-orang ini atau ideologis. Kelompok tersebut mencakup

dipilih untuk kerja paksa, dan sebagian besar dibunuh penyandang disabilitas, orang

seketika di kamar gas atau van. Hampir 2,7 juta laki- Roma, Polandia (terutama kaum intelektual dan elite

laki, perempuan, dan anak-anak Yahudi tewas di lima Polandia), pejabat Soviet, dan tawanan perang Soviet.

pusat pembantaian.
Perang Dunia II dan Holocaust berakhir di Eropa pada

Banyak orang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Mei 1945 ketika Pasukan Sekutu mengalahkan Nazi

Holocaust dan “Final Solution” (Solusi Akhir) ini. Pada Jerman.

tingkat tertinggi, Adolf Hitler mengilhami,


Terlepas dari upaya rezim Nazi Jerman untuk
memerintahkan, menyetujui, dan mendukung genosida
membantai semua orang Yahudi Eropa, sejumlah orang
terhadap kaum Yahudi Eropa. Namun, Hitler tidak
Yahudi selamat dari Holocaust. Saat pasukan Sekutu
bertindak sendiri. Para pemimpin Nazi lainnya secara
bergerak melintasi Eropa dalam serangkaian serangan,
mereka membebaskan orang-orang Yahudi dari kendali

Nazi. Kelangsungan hidup mereka hanya mungkin

terjadi karena keadaan luar biasa, pilihan individu,

bantuan dari orang lain (baik Yahudi dan non-Yahudi),

dan keberuntungan belaka.

Setelah perang, banyak penyintas Holocaust yang

masih terus menghadapi ancaman antisemitisme dan

pengungsian dengan kekerasan saat mereka berusaha

membangun kehidupan baru. Mereka yang tidak dapat

atau tidak mau kembali ke rumah pra-perang mereka

terpaksa tinggal di kamp-kamp pengungsi. Di sana,

banyak yang harus menunggu bertahun-tahun sebelum

mereka dapat berimigrasi dan mulai membangun

kehidupan mereka kembali.

Source :

https://encyclopedia.ushmm.org/content/
id/article/holocaust-abridged-article

Anda mungkin juga menyukai