Anda di halaman 1dari 8

TUGAS TUTORIAL ONLINE III

PEREKONOMIAN INDONESIA
ESPA4314

OLEH:
AJENG KARTINI
049772793

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
2023.1
TUGAS TUTORIAL KE-3
PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Nama Mata Kuliah : Perekonomian Indonesia


Kode Mata Kuliah : ESPA4314
Jumlah sks : 3 SKS

Skor Sumber Tugas


No Tugas Tutorial
Maksimal Tutorial
1 Jelaskan kebijakan pemerintah untuk menanggulangi
kemiskinan melalui program Inpres desa tertinggal Modul 7 Kb 1
20
(IDT)? ESPA4314

2 Modul 7 Kb 2
Jelaskan permasalahan Pengangguran di Indonesia? 20 ESPA4314

3 20 Modul 8 Kb 1
Jelaskan fungsi utama desentralisasi fiskal dalam
ESPA 4314
pembangunan daerah?

4 Rendahnya anggaran dana yang dipergunakan untuk 20 Modul 8 Kb 2


meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan ESPA4314
mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas sumber
daya manusia. Pendidikan yang buruk mengakibatkan
masalah pengangguran. Tentukanlah perihal kebijakan
anggaran pemerintah yang pro pembangunan manusia
menurut anda?

5 20 Modul 9 Kb 1
Jelaskan resistensi terhadap globalisasi ekonomi yang
ESPA 4314
merugikan ekonomi rakyat Indonesia?

* coret yang tidak sesuai


Jawaban:
1. Kemiskinan yang terjadi saat ini disebabkan kesenjangan pendapatan dalam masyarakat
sehingga ada perbedaan akses untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi. Berbagai kebijakan
dan sistem ekonomi yang telah diterapkan nyatanya belum mampu sepenuhnya menjawab
persoalan tersebut yang tercemin dari makin besarnya angka kemiskinan. Hal ini terjadi
karena masalah kebijakan ekonomi yang tidak berkomitmen terhadap penanggulangan
kemiskinan, dan semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi yang tidak bisa serta merta
menyelesaikan persoalan kemiskinan. Pada Repelita VI (PJP II) pemerintah Indonesia
meluncurkan program khusus yaitu program IDT (Inpres Desa Tertinggal). Program ini
khusus ditujukan untuk meningkatkan penanganan masalah kemiskinan secara
berkelanjutan di desa-desa miskin. Program IDT meliputi:
a. Komponen bantuan langsung sebesar Rp. 20 juta/des tertinggal sebagai dana bergulir
3 tahun berturut-turut.
b. Bantuan pendampingan pokmas IDT oleh tenaga pendamping Sarjana Pendamping
Purna Waktu (SP2W)
c. Bantuan pembangunan sarana dan prasarana.

2. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian, karena dengan adanya


pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang, sehingga dapat
menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Dengan jumlah
penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhannya relatif tinggi ini tentu saja menuntut
tersedianya dan tambahan kebutuhan pokok yang cukup besar pula. Jumlah penduduk
Indonesia yang pada tahun 1993 mencapai 188,9 juta jiwa, sementara pada akhir Repelita
VI, angka ini meningkat menjadi 204,2 juta jiwa, dan hingga tahun 2002 jumlah penduduk
Indonesia mencapai 220 juta jiwa. Dalam hal ini, laju pertumbuhan penduduk ini harus
diimbangi dengan laju pertumbuhan penyediaan kebutuhannya, seperti pangan, sandang,
permukiman, pendidikan, pelayanan, Kesehatan, maupun kebutuhan sekunder dan tersier
lainnya. Dalam mendapatkan semua kebutuhan tersebut, maka penduduk harus
mempunyai pekerjaan dengan penghasian yang memadai.
Tabel 2.1
Tingkat Pengganguran Terbuka Menurut Provinsi 2022 & 2023
Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi (Persen)
Provinsi 2022 2023
Februari Agustus Tahunan Februari Agustus Tahunan
ACEH 5.97 6.17 - 5.75 6.03 -
SUMATERA UTARA 5.47 6.16 - 5.24 5.89 -
SUMATERA BARAT 6.17 6.28 - 5.90 5.94 -
RIAU 4.40 4.37 - 4.25 4.23 -
JAMBI 4.70 4.59 - 4.50 4.53 -
SUMATERA SELATAN 4.74 4.63 - 4.53 4.11 -
BENGKULU 3.39 3.59 - 3.21 3.42 -
LAMPUNG 4.31 4.52 - 4.18 4.23 -
KEP. BANGKA
BELITUNG 4.18 4.77 - 3.89 4.56 -
KEP. RIAU 8.02 8.23 - 7.61 6.80 -
DKI JAKARTA 8.00 7.18 - 7.57 6.53 -
JAWA BARAT 8.35 8.31 - 7.89 7.44 -
JAWA TENGAH 5.75 5.57 - 5.24 5.13 -
DI YOGYAKARTA 3.73 4.06 - 3.58 3.69 -
JAWA TIMUR 4.81 5.49 - 4.33 4.88 -
BANTEN 8.53 8.09 - 7.97 7.52 -
BALI 4.84 4.80 - 3.73 2.69 -
NUSA TENGGARA
BARAT 3.92 2.89 - 3.73 2.80 -
NUSA TENGGARA
TIMUR 3.30 3.54 - 3.10 3.14 -
KALIMANTAN BARAT 4.86 5.11 - 4.52 5.05 -
KALIMANTAN TENGAH 4.20 4.26 - 3.84 4.10 -
KALIMANTAN SELATAN 4.20 4.74 - 3.95 4.31 -
KALIMANTAN TIMUR 6.77 5.71 - 6.37 5.31 -
KALIMANTAN UTARA 4.62 4.33 - 4.10 4.01 -
SULAWESI UTARA 6.51 6.61 - 6.19 6.10 -
SULAWESI TENGAH 3.67 3.00 - 3.49 2.95 -
SULAWESI SELATAN 5.75 4.51 - 5.26 4.33 -
SULAWESI TENGGARA 3.86 3.36 - 3.66 3.15 -
GORONTALO 3.25 2.58 - 3.07 3.06 -
SULAWESI BARAT 3.11 2.34 - 3.04 2.27 -
MALUKU 6.44 6.88 - 6.08 6.31 -
MALUKU UTARA 4.98 3.98 - 4.60 4.31 -
PAPUA BARAT 5.78 5.37 - 5.53 5.38 -
PAPUA 3.60 2.83 - 3.49 2.67 -
INDONESIA 5.83 5.86 - 5.45 5.32 -

Sumber: Badan Pusat Statistik (2023)

Isu yang berkaitan dengan masalah kemiskinan dan ketenagakerjaan, khususnya


pengangguran seharusnya mendapatkan perhatian besar di saat krisis ini. Namun, pada
kenyataannya hal ini terpinggirkan oleh isu-isu politik yang justru kontraproduktif.
Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk
terhadap penganggur dan keluarganya. Pada umumnya pengangguran disebabkan karena
jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu
menyerapnya. Dan pada akhirnya, semakin jauh upaya kita dalam mewujudkan negara
yang rakyatnya sejahtera, yang bebas dari pengangguran dan kemiskinan.

3. Desentralisasi fiskal merupakan proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang
lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah dengan tujuan untuk mendukung
fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya
kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Desentralisasi fiskal dinilai dapat
memberikan sumbangan dalam penyediaan prasarana pbulik di daerah melalui pencocokan
(matching) yang lebih baik dari pengeluaran daerah dengan prioritas dan preferensi daerah
tersebut. Fungsi utama dilakukannya desentralisasi fiskal adalah untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal
imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance). Dan dalam konteks otonomi dan
desentralisasi fiskal, Mardiasmo (2001:1) secara spesifik mengemukakan tiga misi utama
dari kebijakan tersebut, yaitu:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan pbulik dan kesejahteraan rakyat
b. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah
c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
proses pembangunan.

4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia disebabkan oleh anggaran negara yang rendah
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk Indonesia yang sangat besar. Pendidikan yang buruk merupakan salah satu
akibat yang dapat dihasilkan dari rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang pada
akhirnya dapat menimbulkan permasalahan pengangguran. Sebagai solusi, pemerintah
harus menerapkan kebijakan anggaran yang pro terhadap pembangunan manusia,
diantaranya:
a. Meningkatkan anggaran pemerintah di bidang pendidikan dengan memenuhi porsi
20% APBN/APBD, seperti yang telah ditetapkan dalam UU Sisdiknas Tahun 2003.
b. Meningkatkan anggaran pemerintah di bidang kesehatan dengan porsi minimal 5% dari
APBN, sehingga dapat memudahkan keluarga miskin mempunyai akses di bidang
kesehatan.
Pencapaian target alokasi ini harus dilakukan secara efektif dan efisien. Artinya, anggaran
yang dialokasikan tidak hanya besar, tetapi juga harus dikelola dan dimanfaatkan dengan
baik. Dengannya, kualitas pendidikan dan kesehatan di Indonesia dapat terus ditingkatkan,
dan kemiskinan dan pengangguran dapat ditanggulangi. Namun aturan dan regulasi semata
tidak cukup jika tidak ditunjang dengan implementasi yang baik di lapangan. Oleh karena
itu, sangat penting bagi pemerintah untuk menjadikan alokasi ini sebagai prioritas dan
memastikan bahwa anggaran yang ditetapkan benar-benar digunakan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan. Commented [AK1]:

5. Globalisasi ekonomi yang dianggap merugikan negara miskin dan berkembang memicu
berbagai gerakan untuk menentangnya. Awal 2004 gugatan sudah muncul dalam tiga
forum internasional. Gugatan terhadap globalisasi dan perangkatnya tidak hanya datang
dari negara berkembang, melainkan juga oleh negara yang berpendapatan menengah atas
seperti negara-negara Amerika Latin. Secara teoritik memang perdagangan bebas dunia
akan dapat mendorong terjadinya peningkatan efisiensi melalui spesialisasi produk. Dalam
perdagangan bebas dunia asumsi yang selalu didengungkan adalah bahwa semua negara
dan pelaku ekonomi akan diuntungkan dari adanya keterbukaan ekonomi tersebut. Oleh
karena itu berbagai hambatan perdagangan, baik itu yang berupa tarif yang tinggi (tarif
barrier) maupun yang bukan tarif (non-tarif barrier) seperti quota, larangan impor, lisensi
dan sebagainya harus diminimalkan atau dihilangkan. Melalui WTO dan berbagai lembaga
internasional hal itu selalu dijadikan tekanan untuk dilaksanakan. Dalam realitas, pasar
tidak bekerja seperti yang dinyatakan teori konvensional di atas. Menurut Shipman
(2002:61-98) tidak ada satu negarapun yang menjadi kaya melalui terjadinya spesialisasi.
Kekuatan-kekuatan besar yang dimiliki perusahaan raksasa dunia yang mengendalikan
pasar yang akan memberikan keuntungan pada mereka. Globalisasi juga dikecam Shipman
sebagai ‘Amerikanisasi’. Hal ini ditunjukkan dari menyebarnya perusahaan pengecer
Amerika seperti bank-bank dan restauran di seluruh dunia. Dalam bukunya ‘The No-
nonsens Guide to Globalization’ (2001) Wayne Ellwood, mengecam globalisasi karena
telah meningkatkan ketidakmerataan dan kemiskinan di seluruh dunia. Hal ini terjadi
karena pemerintah sudah kehilangan kemampuannya untuk mengontrol strategi dan
kebijakan pembangunannya. Oleh karena itu disarankan beberapa langkah konkret untuk
mengatasi hal tersebut. Langkah-langkah tersebut antara lain adalah:
a. Meningkatkan partisipasi warga negara melalui perombakan IMF.
b. Mendirikan lembaga keuangan global yang baru
c. Menghargai alam (honor the earth).
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, E. S. (2022). Perekonomian Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
HM, Muhdar. 2016. Keadilan Ekonomi di Tinjauan Kesempatan Kerja dan Pengangguran. Al
Buhuts-Jurnal Ekonomi. Vol 12:1 Juni 2016.
Hastuti, Proborini. 2018. DESENTRALISASI FISKAL DAN STABILITAS POLITIK DALAM
KERANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA. Jawa Timur:
SNKN 2018 Simposium Nasional Keuangan Negara.
Badan Pusat Statistik. 2023. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi (Persen), 2022
2023. Diakses pada https://www.bps.go.id/indicator/6/543/1/tingkat-pengangguran
terbuka-menurut-provinsi.html [20 November 2023].
Kemenkeu Learning Center. 2022. Desentralisasi Fiskal dalam Keuangan Publik.

Anda mungkin juga menyukai