Anda di halaman 1dari 2

A.

Latar Belakang

Di negara Indonesia banyaknya praktik korupsi yang sudah sedemikian parah dan akut. Telah
Banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Dinegara indonesia kasus
korupsi sudah seperti sebuah penyakit ganas yang menjalar ke sel-sel Organ publik, menjangkit ke
lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif Dan yudikatif hingga ke BUMN.

Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu
bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan

yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada
penguasa setempat.

Terekposnya kasus korupsi dinegara indonesia perlu diantur oleh perundang-undangan, perundang-
undangan itu disebut dengan tindak pidana korupsi, undang-undang tentang tindak pidana korupsi
sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan.

Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni

1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,


2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi.

Undang-undang di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi Adalah UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi .

Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti Istilah korupsi dalam
berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang Berhubungan dengan manipulasi
di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang Kepentingan umum.2Hartanti, Evi, S.H., 2005.
Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika : Jakarta, hal 9.

Dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, yang termasuk Dalam Tindak Pidana Korupsi pada pasal 2 dan pasal 3 sebagai berikut:

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
(Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999).

2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UU No. 31
tahun 1999).

Dapat dilihat dari kedua pasal tersebut dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang tipikor, kedua pasal
tersebut mempunyai unsur-unsur yang berbeda, dijelaskan Pasal 2 UU Tipikor mempunyai unsur
Memperkaya diri sendiri, orang lain atau Korporasi, yang kedua unsur melawan hukum Dan dapat
merugikan negara atau perekonomian Negara. Sedangkan Pasal 3 UU Tipikor memiliki 3 unsur yakni
dengan tujuan menguntungkan Diri sendiri, menyalahgunakan kewenangan, Kesempatan atau
sarana yang ada padanya Karena jabatan atau kedudukan, dan unsur yang Ketiga adalah dapat
merugikan keuangan negara.

Dalam hal ini tentu memunculkan berbagai Macam pertanyaan-pertanyaan terkait dengan Subjek
dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, karena seperti diketahui bahwa secara Historis
ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor berasal dari norma hukum yang terdapat Dalam
Pasal 1 ayat 1 huruf a dan b UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang lama yang kemudian Diadopsi ke dalam UU Tipikor dengan Melakukan sedikit perubahan pada
beberapa Frase.

Dalam ketentuan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor tidak tergambar soal unsur mens rea atau Niat jahat atau
sikap batin pelaku perbuatan Pidana dalam unsur melawan hukum, apakah Sengaja, apakah lalai, hal
ini tidak terlihat dan Tidak secara tegas dijelaskan. Sehingga hal ini tentu menimbulkan celah-celah
hukum yang dapat menetapkan seseorang telah melakukan tindak pidana korupsi, padahal
kenyataanya bukan termasuk tindak pidana korupsi. Sehingga prosedur administratif diabaikan atau
adanya unsur-unsur lain di luar mens rea atau niat jahat yang dianggap sebagai unsur dalam Pasal 2
dan 3 UU Tipikor tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Jika dalam Pasal 2 dan 3 dalam undang-undang tindak pidana korupsi memiliki unsur
yang berbeda sehingga menimbulkan banyak sekali pertanyaan terkait dengan unsur
dari kedua pasal yang berarti pasal-pasal tersebut memiliki kelemahan, bagaimana
jika kelemahan dari kedua pasal tersebut dikaitkan dengan Asas Lex Certa, Lex
Scripta dan Lex Stricta yamg merupakan 4 prinsip dari asas legalitas ?
2. Bagaimana pengaturan pasal 2 dan pasal 3 UU tipikor Nomor 31 tahun 1999
terhadap petinggj BUMN.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana jika kelemahan dari kedua pasal tersebut dikaitkan
dengan Asas Lex Certa, Lex Scripta dan Lex Stricta yamg merupakan 4 prinsip dari
asas legalitas.
2. Untuk mengetahui pengaturan pasal 2 dan pasal 3 UU tipikor Nomor 31 tahun 1999
terhadap petinggj BUMN.

Anda mungkin juga menyukai