Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

CORAK PEMIKIRAN ULAMA-ULAMA DAN KARYA-KARYANYA


DI KAWASAAN MELAYUU ABAD XVI-XX

DI SUSUN OLEH:
ABIN SYABINA (2230402052)
DIASNO GILANG (2230402050)

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebudayaan merupakan
suatu sistem yang
membentuk tatanan
kehidupan dalam
sekelompok masyarakat.
Masyarakat terbentuk oleh
individu dengan individu
lainnya atau
antara kelompok satu
dengan kelompok lainnya,
hasilnya membentuk jaringan
pergaulan
yang bisa membedakan dan
menghubungkan yang satu
dengan yang lainnya.
Kebudayan
yang mengakar dan
mempengaruhi bentuk- bentuk
kebudayaan yang ada di
wilayah pesisir
Melayu adalah kebudayaan
Islam. Kebudayaan Islam
adalah kebudayaan besar di
dunia yang
berasal dari sebuah
peradaban manusia yang
mengakar dan menyebar di
seluruh benua.
Kebudayaan Islam terus
menyebar dari mulai abad ke-
13 sampai sekarang ini.
Kebudayaan merupakan suatu sistem yang membentuk tatanan kehidupan
dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh individu dengan individu lainnya
atauantara kelompok satu dengan kelompok lainnya, hasilnya membentuk jaringan
pergaulanyang bisa membedakan dan menghubungkan yang satu dengan yang lainnya.
Kebudayanyang mengakar dan mempengaruhi bentuk- bentuk kebudayaan yang ada di
wilayah pesisirMelayu adalah kebudayaan Islam. Kebudayaan Islam adalah kebudayaan
besar di dunia yangberasal dari sebuah peradaban manusia yang mengakar dan
menyebar di seluruh benua.Kebudayaan Islam terus menyebar dari mulai abad ke-13
sampai sekarang ini. Eksistensinyamenunjukkan kepada dunia bahwa kebudayaan Islam
mampu memperlihatkan keragamannyasekaligus mampu mengikuti perkembangan
zaman dan waktu. Kebudayaan islam meskibermula dari semenanjung Arab kini
menyebar merata keseluruh dunia dengan berbagaiadaptasi dan aplikasi yang
diterjemahkan oleh masyarakat pendukungnya. Masing-masingmasyarakat Islam dunia
memiliki karakternya sendiri dalam melahirkan kebudayaan yangmencerminkan dinamika
kehidupannya. Dalam satu kebudayaan, seni tari tumbuh danberkembang karena
masyarakat pendukungnya memerlukan aktivitas untuk meningkatkankapasitas dan
kwalitas hidupnya, yang sekaligus menguatkan identitas jati dirinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana para ulama menyebarkan islam di kawasan Melayu abad XVI- XX
2. Apa saja karya para ulama di kawasan Melayu yang digunakan untuk menyebarkan
islam abad XVI- XX
3. Bagaimana corak pemikiran para ulama pada abad XVI-XX di kawasan Melayu pada
saat itu?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana strategi yang digunakan para ulama untuk
menyebarkan islam pada abad XVI-XX di kawasan Melayu
2. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi apa saja karya para ulama yang digunakan
sebagai media berdakwah pada abad XVI-XX
3. Untuk mengetahui perbedaan corak pemikiran para ulama pada abad XVI-XX di
kawasan Melayu
BAB II
PEMBAHASAAN

1. Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri adalah seorang tokoh intelektual dan kerohanian terkemuka pada
zamannya. Dia dilahirkan di tanah Fansur atau Barus yang sekarang terletak daerah Singgil,
dan diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-16 M dan 17 M sejak akhir abad ke-16 M
tanah kelahirannya masuk ke dalam wilayah kerajaan Aceh Darussalam. Menurut A. Hasjmy
(1984), bersama saudaranya Ali Fansuri, dia mendirikan sebuah dayah (pesantren) besar di
Singgil, tidak jauh dari tempat kelahirannya. 1 Hamzah Fansuri sebagai pemula pencipta
syair-syair dalam sastra Melayu Islam, juga menjadi tonggak sejarah penyebaran Islam di
Indonesia. Kehidupan Hamzah Fansuri tidak terlepas dari penyebaran Islam di Indonesia.
Kehidupannya mempunyai alur historis secara langsung atau tidak langsung terkait dengan
kondisi perjalanan Islam di nusantara, alur historis yang terjadi dalam hubungannya dengan
kehidupan sufi, sastrawan dan cendekiawan sejak masa penyebaran agama Islam di Aceh di
mana terjadinya interaksi antara muslim nusantara dan muslim Timur Tengah, Persia dan
India khusus berkaitan dengan pesatnya perdagangan, menurut H. T. Husein, salah satu pusat
perdagangan yang ramai dikunjungi saudagar dan musafir dari mancanegara pada abad ke 16
adalah kota pelabuhan Barus.2
Adapun karya Hamzah Fansuri mungkin lebih banyak lagi dari apa yang masih dapat
dilacak selama ini. Sebagian lagi mungkin sudah musnah ketika terjadi aksi politik dan aksi
anti wujudiah berkembang di Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani (1637-
1641). Berikut adalah karya Hamzah Fansuri:
a. Al-Muntahi
b. Asrar al-Arifin fi Bay-n ‘ilm al-suluk wa al-tawhid
c. Syair Dagang
d. Syair Jawi Fasal fi Bayan Ilm akhlak wa al-Tawhid
e. Syair Perahu
f. Syarab al-‘Asyiqin
Karya tulis Hamzah Fansuri tersebut dapat dikatan sebagai peletak dasar bagi
peranan bahasa Melayu sebagai bahasa keempat di dunia Islam setelah bahas Arab, Persia
dan Turki Usmani. Karya-karya Hamzah tersebar berkat jasa Sultan Iskandar Muda yang
mengirikan kitab-kitab karya Hamzah Fansuri antara lain ke Malaka, Kedah, Sumatra Barat,
Kalimantan, Banten, Gresik, Kudus, Makasar dan Ternate.3

1
Abdul Hadi WM, Jejak Sang Sufi Hamzah Fansuri dan Syair-syair Tasaufnya, (Pemda Singkil, Singkil, 2002) hal. 2
2
HT. Husein Alamsyah, Kilas Balik Hamzah Fansuri Dalam Menapak Pembangunan Aceh Singkil ke Depan,
(Pemda Singkil, Singkil, 2002) hal. 1
3
A. Hafiz Dasuki dkk, Ensiklopedi Islam, Cet III, Jilid 2 (Ichtiar Baru Van Hoeven, Jakarta, 1994) hal. 79.
Karya syairnya antara lain Syair Burung Pingai, Syair Burung Pungguk, Syair
Perahu dan Syair Dagang. Adapun yang berbentuk prosa diantaranya Asrar al-Arifin fi
Bayan Ilm as-Suluk wa al-Tauhid (Keterangan Mengenai Perjalanan Ilmu Suluk dan Keesaan
Allah) dan Syarab al-Asyiqin (Minuman orang-orang yang cinta kepada Tuhan). Karya
puisinya tergabung dalam kitab Ruba’i. Karya puisinya di syarah (diulas) oleh As- Sumatrani.
Kecuali Syair Dagang, syair-syair Hamzah Fansuri bersifat mistis dan melambangkan
hubungan Tuhan dengan manusia, syair dagang bercerita tentang kesengsaraan seorang anak
dagang yang hidup di rantau. Syair ini menjadi contoh syair- syair dagang yang lahir
kemudian.
Syair Burung Pingai bercerita tentang burung pingai yang melambangkan jiwa
manusia dan juga Tuhan. Dalam syair ini, Hamzah Fansuri mengangkat satu maslah yang
banyak di bahas dalam tasawuf, yaitu hubungan satu dan banyak. Yang Esa adalah tuhan
yang alamnya yang beraneka raga. Adapun puisinya Syair Perahu melambangkan tubuh
manusia sebagai perahu layang yang berlayar di laut. Pelayaran itu penuh marabah4
Di dalam karya-karya inilah sebenarnya Hamzah Fansuri menunjukkan
kepiawaiannya sebagai orang loka yang telah sanggup melampaui yang lain sezamannya
dalam bidang-bidang tersebut di atas, khususnya tasawuf. Kitab-kitab itulah sekarang yang
telah menjadi objek kajian yang luas dan menarik. Sebahagian dari karya tersebut ditulis
dalam bahasa Melayu, yang lain dalam bahasa Arab, dan bahkan ada diselip dengan bahasa
Farsi. Selanjutnya mari kita lihat Hamzah Fansuri dalam kapasitasnya sebagai ‘alim dan sufi,
atau sufi yang ‘alim.
2. Syekh Bakri Syatha
Said Abu Bakr Ibnu Arifbillah Said Muhammad Syatha Ad Dimyati atau masyhur
pula dengan nama Said Bakri merupakan salah satu ulama bermazhab syafii yang hidup di
abad 18 masehi. Nasab beliau sampai kepada Rasulullah SAW yang secara lengkap dapat
dilihat di kitab Mukhtashar Nasyrun Nuwar Waz Zuhar (143). Ia lahir di Mekkah al
mukarramah pada tahun sekitar 1266 hijriyah atau 1849 Masehi. Gelar Asy Syatha yang
beliau dapatkan adalah karena itu merupakan salah satu desa di kota Dimyath tempat
kelahiran leluhur beliau. Dimana desa Syatha ini merupakan sebuah distrik yang dikenal
memunculkan banyak ulama pada masanya.
Abu bakar Syatha sudah menjadi yatim saat ia berusia 3 bulan. Pasca wafat ayahnya,
ia diasuh oleh saudaranya yang bernama sayyid umar syatha. Saat berusia tujuh tahun, abu
bakr syataha telah menyelesaikan hafalan Qurannya kemudian ia belajar kepada ulama besar
Tanah haram ssaat itu yakni Sayyid Zaini Dahlan hingga beliau besar sebagai seorang yang
dikenal alim dan mampu menghasilkan tulisan yang berkualitas. Akan tetapi umurnya yang
kurang dari usia wafat Nabi SAW tersebut benar benar dimanfaat unutk agama sehingga
kontribusi keilmuannya benar benar dirasakan oleh khususnya umat Islam di nusantara. Dari
segi nasab, beliau merupakan ulama keturunan Rasululllah SAW sehingga ia dimasyhurkan
dengan nama sayyid Bakr Ibnu Arifbillah as Sayyid Muhammad Syataha. 5
Semasa hidupnya sayyid abu bakr syatha pernah mengajar di mesjidil haram mekkah
al mukarramah sekitar permulaaan abad 14 hijriah. salah satu kitab karangan beliau yang
4
Hasan Muarrif Ambary, Hamzah Fansuri Ulama Besar..., hal. 3
5
Sirajudin Abbas, Sejarah Keagungan Mazhab Syafii (Jakarta: Pustaka Tarbiah Baru), hlm. 246.
begitu monumental di tanah nusantara khususnya di lembaga pengajian pasantren adalah
kitab Ianatuthalibin yang selesai pasca abad 13H. Kitab ini merupakan sebuah kitab fiqih
yang bermazhab syafii, merupakan sebuah syarahan dari kitab fathul mu'in karangan syeh
zainuddin al malibari.
Beliau wafat di tahun 1310 hijriah pada tanggal 13 dzulhijjah setelah melaksanakan
ibadah haji. Beliau hidup kurang lebih selama 44 tahun menurut hitungan hijriah atau 43
tahun menurut penggalan masehi.40 Ia meninggal pada hari senin setelah shalat Zhuhur.
Jenazah beliau kemudian dishalatkan setelah shalat ashar di dekat ka’bah, lalu dimakamkan
di pekuburan Ma’la. Adapun karya Syekh bakri syatha mungkin lebih banyak lagi dari apa
yang masih dapat dilacak selama ini. Berikut adalah karya syekh bakri syatha:
1. Kifayatul Atqiya
2. Minhajul Asyfiya
3. I’annatu thalibin
4. Ad-Durarul Bahiyyah fi Ma Yalzimul Mukallaf Min ‘Ulum Asy-Syari’ah
3. Syekh Burhanuddin
Syekh Burhanuddin adalah salah seorang bangsa Arab yang datang kc Nusantara
untuk menyebarkan agama Islam yang diwahyukan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad
Saw untuk keselamatan manusia di dunia dan di akhirat. Beliau lahir dikota suci Mekkah
tahun 530 H ( 1111 M) dan meninggal di Kuntu pada tahun 610 H/1191 M (Ma’ruf, 1956, h.
4) Beliau berdomisili di daerah Kuntu Kampar selama 20 tahun yang dimulai dari tahun 590
H /1171 M hingga 610 H/1191 M guna menyebarkan agama Islam kepada masyarakat
Riau .Strategi yang digunakan Syekh Burhanuddin dalam melaksanakan tugasnya dalam
mengembangkan dakwah Islam di daerah Kuntu dilakukan dengan pendekatan yang
berbagaimacam antara lain, pendekatan kepada kepala sukudengan maksud untuk mengajak
mereka (kepala suku) memeluk agama Islam. Setelah kepala suku ini masuk Islam, Syekh
Burhanuddin berharap agar para kepala suku ini nantinya akan menyampaikan dan mengajak
anggota sukunya untuk memeluk agama Islam. Cara seperti inilah yang dilakukan Syekh
Burhanuddin ketika memasuki desa Kuntu.
Karya Syekh Burhanuddin Dalam usaha beliau mengembangkan ajaran agama Islam
dikalangan masyarakat Kuntu, tampaknya beliau lebih banyak menggunakan metode
ceramah. Sebab sampai akhir hayatnya, beliau tidak banyak meninggalkan tulisan yang dapat
dljadikan sebagai dokumen atau sebagai warisan peninggalan bagi masyarakat Kuntu. Hal
inimungkin dikarenakan kondisi masyarakati yang tidak mengenal tulis baca, baik Arab
maupunLatin atau ArabMelayu. Artinya masyarakat ketika itu masihbuta huruf dalam
membacadan menulis.. Syeh Burhanuddin dalam mensyiarkan agama Islam berlandaskan
kepada Al-qur’andan Sunnah.Berdasarkan observasi di Kuntu, maka dijumpai sebuah teks
Khutbah Jumat yang langsung ditulis oleh beliau demikian kata sang penyimpan. Teks
tersebut disimpan olehsalah seorang dari keluarga isterinya. Selain itu juga dijumpai sebuah
kitab dalam bentuk buku yang ditulis tangan.Kitab tersebut juga disimpan oleh keluarga
Syekh Burhanuddin di Kuntu.Berdasarkan keterangan dari yang menyimpan bahwa kitab ini
ditulis oleh Syekh Burhanuddin semasa hidupnya guna pengembangan dakwah Islam.Hasil
salinan ini masih tersimpan sampai sekarang oleh keluarganya.
4. Syaikh Abdus Shamad al-Palimbani
Ulama asal Palembang ini diyakini bernama lengkap Abdus Shamad bin Abdul Jalil
Al-Jawi Al-Palimbani. Tetapi sumber- sumber Arab menyebutnya dengan Sayyid Abdus
Shamad bin Abdurrahman Al-Jawi. Menurut Tarikh Salasilah Negeri Kedah , Syaikh Abdus
Shamad dilahirkan sekitar 1116 H / 1704 M. Dalam kajian yang populer ditemukan tentang
silsilah beliau, dikatakan bahwa ayahnya adalah Abdul Jalil bin Abdul Wahab bin Ahmad Al-
Madani, seorang ulama Sufi di San‟a (Yaman) dan pernah menjabat sebagai mufti besar di
Kerajaan Kedah, tetapi kemudian menikah dengan wanita Palembang, Raden Ranti. 6 Sebelum
itu, Ayah Abdus Shamad pernah melakukan perjalanan ke India dan Jawa, kemudian menetap
di Palembang lalu menikahi saudari perempuan Sultan Mahmud Badaruddin I tersebut. 7
Ayahnya sempat menjabat sebagai kepala penjaga Istana Kuto Cerancangan pada masa Sultan
Mahmud Badaruddin I. 8 Selain tanggal lahir yang tidak bisa ditentukan secara pasti,
didapatkan juga beberapa perbedaan nama kunyah (ayah) dari Al-Palimbani, keterangan dari
Tarikh Salasilah Negeri Kedahmasih terlalu sering diambil sebagai sumber utama dalam
menjelaskan silsilah Syaikh Abdus Shamad. Perbedaan nama kunyah ini merupakan hal yang
cukup krusial dalam pengkajian riwayat Syaikh Abdus Shamad.
Kepeduliannya terhadap daerah asalnya juga ditunjukkan dengan menyebarkan ilmu
yang diperoleh saat pulang ke Nusantara, bahkan namanya turut tercantum dalam dalam
silsilah ajaran Sammaniyah di Palembang. Ilmu pengetahuan di bidang keislaman yang
diperoleh Syaikh Abdus Shamad turut ia abadikan dalam sejumlah karya, dua di antaranya
adalah Kitab Siyarus Shalikin dan Hidayatus Shalikin yang berbahasa Melayu, di samping
sejumlah karya-karya lainnya yang seluruhnya berjumlah delapan buah. Kontribusi keilmuan
tersebut tidak hanya berkaitan dalam aspek keilmuan murni, ia juga memberikan perhatian
besar terhadap kondisi umat Islam di Nusantara yang tengah menghadapi ancaman
penjajahan Barat dengan menuliskan sebuah karya bertema Jihad. Sekalipun Syaikh Abdus
Shamad banyak berkiprah dalam bidang intelektual Islam, ia tidak melupakan pentingnya
bertindak secara „amaliyah, demikian itu ia tunjukkan dengan ikut membantu bangsa Pattani
melawan pasukan Siam, hingga lalu turut gugur dalam pertempuran pada tahun 1832 M.
Syaikh Abdus Shamad Al-Palimbani dikenal sebagai ulama yang memiliki hasil- hasil
karya pemikiran berupa kitab-kitab dalam jumlah yang begitu banyak.Subjek kajiannya
terutama ialah bidang Tasawuf. Di samping itu, Syaikh Abdus Shamad juga mengkaji
mengenai persoalan Tauhid dan pentingnya membela negara. Ia memiliki kemampuan yang
baik dalam bahasa Arab, namun tidak melupakan tanah kelahirannya, hal ini ditunjukkan
dengan penulisan karyanya yang juga menggunakan bahasa Melayu. Sejarawan seperti
Drewes mengungkapkan bahwa Syaikh Abdus Shamad memiliki tujuh buah kitab yang
terkenal, karya tersebut antara lain:
1. Hidayatus Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqiin ditulis pada 1778 M berbahasa
Melayu

6
Azyumardi Azra, “Jaringan Ulama”, dalam Abdullah, Taufik (Ed.).,Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid V,
( Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002), hal. 245
7
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012) hal. 231
8
Syaikh Abdus Shamad Al-Palimbani, Kms. H. Andi Syarifuddin (Ed.), Hidayatus Shalikin, (Surabaya : Pustaka
Hikmah Persada, 2013) hal. 9
2. Siyarus Salikin ila Ibadat rabb al-alamin yang ditulis pada 1779 M berbahasa Melayu.
3. Thufah Al-Raghibin fi Bayan Haqiqat Iman Al- Mu‟minin , kitab ini berbahasa Arab
dan ditulis pada 1774 M.

5. Raja Ali Haji


Lahir di Selangor, 1808. Raja Ali Haji atau RAH adalah putra dari Raja Ahmad dan
Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor. Bakat menulis atau mengarang diperoleh
Raja Ali Haji dari ayahanda beliau yaitu Raja Ahmad ibni Raja Haji Fi Sabilillah. Raja
Ahmad bersama Bilal Abu memang menjadi pelopor kepengarangan dan tradisi intelektual
dalam Kesultanan Riau-Lingga, yang berpusat di Pulau Penyengat Inderasakti semenjak
1805. Daripada kedua orang penulis itulah tradisi mengarang terus mengalir di lingkungan
Kesultanan Riau-Lingga pada masa itu.
Raja Ali Haji telah menulis dua buah buku dalam bidang bahasa Melayu yang juga
bercampur dengan bidang pendidikan iaitu Bustan al-Katibin (1850) dan Kitab Pengetahuan
Bahasa (1858). Buah karya beliau yang lain dalam bidang hukum, politik antara lain:
Muqaddima Fi Intizam (1887) dan Tsamarat Al-Muhimmah (1888). Sedangkan karya beliau
dalam sejarah yakni: Tuhfat Al-Nafis (1865), Silsilah Melayu dan Bugis (1866), Tawarikh al-
Sughra, Tawarikh al-Wusta, Tawarikh al-Kubra, dan diperkirakan beliau juga menulis naskah
Peringatan Sejarah Negeri Johor dan Sejarah Riau-Lingga dan Daerah Takluknya. Beliau juga
memiliki karya dalam bidang sastra yang juga bercampur dengan agama antara lain:
1. Syair Abdul Muluk (1846)
2. Syair Suluh Pegawai (1866)
3. Syair Siti Shianah (1866)
4. Syair Awai
5. Syair Sinar Gemala Mestika Alam (1895)
6. Syair Taman Permata
7. Syair Warnasarie.
8. Ikat-Ikatan Dua Belas Puji (1858)
Kerana jasanya dalam membina dan mengembangkan bahasa Melayu, Raja Ali Haji
mendapatkan anugerah dari Pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Republik
Indonesia dan memperoleh gelar Bapak Bahasa pada 6 November 2004. Anugerah itu
dihubungkaitkan dengan bahasa Melayu baku Kepulauan Riau (Riau-Lingga) dan diangkat
menjadi bahasa kebangsaan Indonesia, yang kemudian dikenal juga dengan nama bahasa
Indonesia.
6. Syaikh Abdurrahman Siddik Al- Banjari
Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Afif adalah seorang ulama besar yang
menyebarkan agama Islam di beberapa tempat di nusantara. Bahkan nama Syekh
Abdurrahman Siddiq begitu dikenal di Riau maupun di Martapura Kalimantan Selatan tempat
kelahirannya. Syekh Abdurrahman Siddiq juga dikenal senbnagai salah satu pengajar di
Masjidil Haram, Arab Saudi. Abdurrahman demikian nama kecil ulama ini yang dilahirkan
pada 1857 di Kampung Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan. Nama Siddiq beliau
dapat dari seorang gurunya saat belajar di Mekkah. Beliau merupakan cicit dari ulama
ternama asal Banjar, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Saat baru berusia tiga bulan, ibunda Abdurrahman Siddiq meninggal dunia. Beliau kemudian
di rawat kake dan neneknya. Namun baru diusia setahun sang kakek meninggal. Maka
Abdurrahman Siddiq pun tumbuh dewasahanya Bersama neneknya, Ummu Salamah. Dalam
usia delapan tahun beliau sudah Khatam membaca Alquran.
Beranjak dewasa, sang nenek mengirimnya pada guru-guru agama baik di kampung
halamannya hingga ke Padang, Sumatera Barat. Setelah menyelesaikan Pendidikan di Padang
pada 1882, beliau menuntut ilmu ke Mekkah pada tahun 1887 selama tujuh tahun. Ditanah
suci, Abdurrahman Siddiq banyak belajar dari para ulama ternama seperti Syekh Mufti Said
Zaini Dahlan, Syekh Nawawi Al-Banjari, Syekh Bahri Shatho dan Syekh M Said Babasil.
Setelah tujuh tahun Abdurrahman belajar di Mekkah dua tahun sesudahnya beliau diberi
kepercayaan menjadi pengajar di Masjidil Haram. Kemudian beliau diberi gelar oleh gurunya
Siddiqyang artinya benar ilmunya benar amalnya.
Adapun karya beliau yang digunakan sebagai media berdakwah antara lain adalah:
1. Risalah Amar Ma’rifat (1329 M)
2. Risalah fi Aqidil Iman (1339 M)
3. Asraris Sholah min ‘iddatul qutubul muktabarat..

7. Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi


Nama lengkapnya adalah Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdurrahman bin
Abdullah bin Abdul Aziz Al Khathib Al Jawi Al Makki Asy Syafi’i al- Minangkabawi. Lahir
pada hari Senin tanggal 6 Dzulhijjah 1276 H/1860M di Koto Tuo Balai Gurah Kecamatan IV
Angkek Candung Bukit tinggi pada tahun 1276H / 1860M. Beliau wafat di Makkah hari
Senin 8 Jumadil Awal 1334 H/1916 M) setelah berkiprah selama kurang lebih 56 tahun.
Ayahnya adalah Buya Abdul Latif yang merupakan seorang ulama mumpuni di
zamannya. Sementara ibunya bernama Limbak Urai asal Koto Tuo Balai Gurah. Ahmad
Khatib Memiliki 5 saudara yaitu H. Mahmud, H. Aisyah, H. Hafsah, H. Safiah. Dari pihak
bapak, beliau memiliki hubungan dengan H. Agus Salim, sedangkan dari pihak ibu beliau
bersaudara ibu dengan H. Thaher Jalaluddin seorang ulama falak yang menentap dan
meninggal di Malaysia. Melihat silsilahnya, Sheikh Ahmad Khatib memiliki hubungan
dengan Tuanku Nan Tuo seorang guru dari para pejuang dan ulama-ulama Paderi.
Ahmad Khatib al- Minangkabawi adalah ulama besar yang pernah dilahirkan dari
“rahim” Minangkabau. Benih yang bagus dan baik itu begitu mudahnya berkem-bang di
tanah yang sangat dicintai oleh Utusan Allah yaitu tanah Makkah. Kebesaran Ahmad Khatib
terlihat dalam skala ruang lingkup yang demikian luas.
Pengaruh luas Ahmad Khatib ditandai dengan posisinya yang prestisius dan penting
sebagai syekh (guru besar) sekaligus khatib dan imam besar mazhab Syafii di Masjidil
Haram. Jabatan tersebut mencakup kawasan wilayah Hijaz, sebuah kepercayaan yang sangat
langka untuk orang non- Arab. Semua literatur tentang Ahmad Khatib mencatat bahwa
kedudukan ini beliau capai terkait dengan ketinggian dan kedalaman ilmunya di berbagai
bidang, khususnya Ilmu Fiqh dan Hukum Islam, di samping ilmu-ilmu lain seperti Ilmu
Falak, Ilmu Hisab, dan Tasawuf. Pengangkatan itu dilatarbelakangi kredibilitas dan
kapabilitas keilmuannya. Karya-karya Syeikh Ahmad Khatib ditulis dalam bahasa Arab dan
bahasa Melayu. Berbagai sumber menyebutkan karya beliau dalam bahasa arab antara lain
adalah: Hasyiyah An Nafahat ‘ala Syarhil Waraqat lil Mahalli, Al Jawahirun Naqiyyah fil
A’malil Jaibiyyah, Ad Da’il Masmu’ ‘ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Ma’a
Wujudil Ushul wal Furu, Raudhatul Hussab, Mu’inul Jaiz fi Tahqiq Ma’nal Jaiz, As Suyuf
wal Khanajir ‘ala Riqab Man Yad’u lil Kafir, Al Qaulul Mufid ‘ala Mathla’is Sa’id, An
Natijah Al Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy Syamsiyyah wal Qamariyyah, Ad Durratul
Bahiyyah fi Kaifiyah Zakati Azd Dzurratil Habasyiyyah, Fathul Khabir fi Basmalatit Tafsir,
Al ‘Umad fi Man’il Qashr fi Masafah Jiddah, Kasyfur Ran fi Hukmi Wadh’il Yad Ma’a
Tathawuliz Zaman Hallul ‘Uqdah fi Tashhihil ‘Umdah, Izhhar Zaghalil Kadzibin fi
Tasyabbuhihim bish Shadiqin, Kasyful ‘Ain fi Istiqlal Kulli Man Qawal Jabhah wal ‘Ain, As
Saifu Al Battar fi Mahq Kalimati Ba’dhil Aghrar, Al Mawa’izh Al Hasanah Liman Yarghab
minal ‘Amal Ahsanah, Raf’ul Ilbas ‘an Hukmil Anwat Al Muta’amil Biha Bainan Nas,
Iqna’un Nufus bi Ilhaqil Anwat bi ‘Amalatil Fulus, Tanbihul Ghafil bi Suluk Thariqatil Awail
fima Yata’allaq bi Thariqah An Naqsyabandiyyah, Al Qaulul Mushaddaq bi Ilhaqil Walad bil
Muthlaq, Tanbihul Anam fir Radd ‘ala Risalah Kaffil ‘Awwam, sebuah kitab bantahan untuk
risalah Kafful ‘Awwam fi Khaudh fi Syirkatil Islam karya Ustadz Muhammad Hasyim bin
Asy’ari yang melarang kaum muslimin untuk nimbrung di Sarekat Islam (SI), Hasyiyah
Fathul, Fatawa Al Khathib ‘ala Ma Warada Alaih minal Asilah, Al Qaulul Hashif fi
Tarjamah Ahmad Khathib bin ‘Abdil Lathif.
Syekh Abdurrahman Siddik Al- Banjari juga memiliki karya dalam bahasa melayu,
antara lain adalah: Mu’allimul Hussab fi ‘Ilmil Hisab, Ar Riyadh Al Wardiyyah fi Ushulit
Tauhid wa Al Fiqh Asy Syafi’i, Al Manhajul Masyru’ fil Mawarits, Dhaus Siraj Pada
Menyatakan Cerita Isra’ dan Mi’raj, Shulhul Jama’atain fi Jawaz Ta’addudil Jumu’atain, Al
Jawahir Al Faridah fil Ajwibah Al Mufidah Fathul Mubin Liman Salaka Thariqil Washilin, Al
Aqwal Al Wadhihat fi Hukm Man ‘Alaih Qadhaish Shalawat, Husnud Difa’ fin Nahy ‘anil
Ibtida’ - Ash Sharim Al Mufri li Wasawis Kulli Kadzib Muftari, Maslakur Raghibin fi
Thariqah Sayyidil Mursalin, Izhhar Zughalil Kadzibin, Al Ayat Al Bayyinat fi Raf’il
Khurafat, Al Jawi fin Nahw, Sulamun Nahw, Al Khuthathul Mardhiyyah fi Hukm Talaffuzh
bin Niyyah, Asy Syumus Al Lami’ah fir Rad ala Ahlil Maratib As Sab’ah, Sallul Hussam li
Qath’i Thuruf Tanbihil Anam, Al Bahjah fil A’malil Jaibiyyah, Irsyadul Hayara fi Izalah
Syubahin Nashara, Fatawa Al Khathib dalam versi bahasa Melayu
BAB III
KESIMPULAN
Ulama merupakan figur yang memiliki peranan khusus dalam kehidupan masyarakat.
Sejak masa lalu ulama selalu terlibat dalam berbagai kegiatan baik yang berkaitan dengan
peribadatan yang mahdhah1 maupun dalam upacara yang berkaitan dengan siklus hidup,
seperti, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Ulama mempunyai posisi tersendiri dalam
masyarakat Islam, meskipun telah terjadi beberapa perubahan dalam bidang penekanan dan
bidang garapannya, mereka tetap memiliki posisi penting sampai sekarang. Hal ini
dikarenakan pengetahuan agamanya yang benar-benar paham dan menguasai, ini
juga didukung oleh beberapa ayat Alqur’an dan hadits Nabi yang menunjukkan posisi
pentingseorang ulama. Ulama dalam ajaran Islam berkedudukan sebagai waratsah al-
anbiya’(pewaris para Nabi) yang secara historis sosiologis memiliki otoritas dalam
keagamaan karena itu ulama sangat dihormati dan disegani baik gagasan maupun
pemikirannya. Dalam berbagai dimensi gagasan dan pemikirannya tersebut
dipandang sebagai kebenaran, dipegang dan diakui secara ketat dan mengikat,
dengan kata lain ulama merupakan kelompok elit keagamaan yang sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Syahid. “Pemikiran Politik dan Tendensi- tendensi Kuasa: Studi Pemikiran Raja Ali
Haji pada Muqaddimah fi Intizam dan Samarah al-Muhimmah”. UIN Syarif Hidayatullah,
2006.
Abdullah, Mal An, Syaikh Abdus Samad Al- Palimbani : Biografi dan Warisan Keilmuan,
Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2015.
Mugeni Hasyar. (2003). “Dakwah Syekh Abdurrahman Siddiq al-Banjari: Mufti Kerajaan
Indragiri Riau”. Jurnal Alhadharah, Volume 2, Nomor 4, JuliDesember 2003, Fakultas
Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin.
Nuraini H. A. Mannan: Karya Sastra Ulama Aceh Syeikh Hamzah Fansuri, 2016.
Rizem Aizid “Biografi Ulama Nusantara” Yogyakarta : DIVA Press, 2016

Anda mungkin juga menyukai