Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA (SC)

Pendidikan Profesi Ners Stase Maternitas

Laporan Pendahuluan Kasus di Poli Kandungan

RSUD Dr. R. Soedjono Selong 2023

oleh

Nama : Lindawati., S. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAMZAR

LOMBOK TIMUR - NTB

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA (SC)

A. Konsep Dasar Nifas

1. Pengertian Nifas

Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang

berasal dari bahasa latin yaitu dari kata puer yang berarti bayi dan

parous yang berarti melahirkan. Masa nifas dimulai sejak plasenta lahir

dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil (Dewi, 2020). Masa nifas atau post partum adalah masa

setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa

nifas, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan

seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian

lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas.

Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita

meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita

postpartum (Yanti, 2020). Periode nifas disebut juga trimester ke empat

kehamilan.

2. Tahapan Masa Nifas

Masa nifas dibagi menjadi tiga tahapan yaitu:

a) Puerperium Dini : Masa kepulihan waktu 0-24 jam post partum,

yakni saat ibu diperbolehkan berdiri dan berjalanjalan.

b) Puerperium Intermedial : waktu 1-7 hari, masa kepulihan


menyeluruh dari organ-organ genetal kira-kira 6-8 minggu.

c) Remot Puerperium : Waktu 1-6 minggu post partum yang

diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu

selama hamil (persalinan mempunyai komplikasi)

3. Adaptasi Fisiologi Masa Nifas

1) Involusio Uterus

Secara berangsur–angsur menjadi kecil (involusi) sehingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus

merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-

ototnya. Fundus uteri  3 jari dibawah pusat. Selama 2 hari

berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari

ini uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak

teraba dari luar. Setelah 6 minggu tercapainya lagi ukurannya yang

normal. Epitelerasi siap dalam 10 hari, kecuali pada tempat plasenta

dimana epitelisasi memakan waktu tiga minggu.

2) Serviks

Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu

seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya

lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil

setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim,

setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari

hanya dapat dilalui 1 jari.


3) Payudara

Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan

payudara selama wanita hamil (estrogen, progesterone, HCG,

prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah

bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-hormon ini

untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan

oleh apakah ibu menyusui atau tidak. Keadaan payudara pada

dua hari pertama nifas sama dengan keadaan dalam masa

kehamilan yang belum mengandung susu melainkan

colostrum. Colostrum adalah cairan kuning yang mengandung

banyak protein dan garam.

4) Sistem Urinary

Aluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu,

tergantung pada (1) Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya

partus kala II dilalui (3) besarnya tekanan kepala yang menekan

pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil pemeriksaan

sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya

edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering

terjadi exstravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah dari

pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni,

2019).

5) Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan

pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang


berperan dalam proses tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari

kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan,

hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan

mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan

bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal

tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.

Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap

tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium

yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat

sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan,

sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol

ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron

yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.

Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun

mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Di samping itu,

progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi

perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat

mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar

panggul, perineum dan vulva, serta vagina.

6) Sistem Gastrointestinal

Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini

umumnya karena makan padat dan kurangnya berserat selama

persalinan. Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap

makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat penting


untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini

terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya

kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang

dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu dalam masa

laktasi (Saleha, 2019).

7) Sistem Musculoskeletal

Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada

masa pasca partum antara lain:

a) Nyeri punggung bawah

Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka

panjang yang sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya

ketegangan postural pada sistem muskuloskeletal akibat posisi

saat persalinan.

Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri

punggung sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk

mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi

istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan.

Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan selama

kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan

rasa nyaman pada pasien.

b) Sakit kepala dan nyeri leher

Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit

kepala dan migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi


aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit

kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat

setelah pemberian anestasi umum.

c) Nyeri pelvis posterior

Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan

disfungsi area sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum

nyeri punggung bawah dan disfungsi simfisis pubis yang

ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot

penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh

di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha

posterior.

Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong

dapat membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur

posisi yang nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta

mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.

d) Disfungsi simfisis pubis

Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi

sendi simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area

sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan

cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui

pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi

semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang

abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis,


yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut

pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan

disertai rasa nyeri yang hebat.

Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda

nyeri; perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli

fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat; latihan

meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian

bantuan yang sesuai.

e) Diastasis rekti

Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih

dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilicus, sebagai akibat

pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat

perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering

terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion,

kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu,

juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah

keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis(Noble,

2020).

Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji

lebar celah antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip

(berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di

bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering

mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut;

memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up;


mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti

pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.

f) Osteoporosis akibat kehamilan

Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca

natal. Gejala ini ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang

dan panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat berjalan),

ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal,

berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk.

g) Lochea

Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum

uteri dan vagina dalam masa nifas. Pada hari pertama dan

kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri atas darah segar

bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa

verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.

a) Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa

selaput ketuban, sel-sel dari desidua, verniks kaseosa,

lanugo dan mekonium.

b) Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi

darah dan lendir hari ke 3-7 pasca persalinan

c) Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak

berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.

d) Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.

e) Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan


seperti nanah berbau busuk.

f) Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.

h) Pembuluh Darah Rahim

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-

pembuluh darah yang besar, karena setelah persalinan tidak

diperlukan lagi peredaran darah yang banyak. Bila pembuluh

darah yang besar, tersunbat karena perubahan pada dindingnya

dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.

i) Vagina Dan Perineum

Setelah persalinan dinding perut longgar karena

disebabkan lama, tetapi biasanya akan pulih kembali dalam 6

minggu. Pada wanita yang asthenis menjadi diastasis dari otot-

otot rectus abnominis sehingga sebagian dari dinding perut di

garis tengah

terdiri dari perineum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang

lemah dan menonjol kalau berdiri atau mengejan.

Perubahan vagina, vagina mengecil dan timbul rugae

(lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan

perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan

lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi

kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah

penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).


8) Sistem Kardiovaskuler

a) Volume Darah

Perubahan volume darah tergantung pada

beberapa factor misalnya kehilangan darah selama

melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan

ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat

penurunan volume darah total yang cepat tetapi

terbatas. Pada minggu ketiga dan keempat setelah

bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai

mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemia yang

diakibatkan kehamilan menyebabkan kebanyakan ibu

bisa mentoleransi kehilangan darah saat melahirkan.

Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba.

Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini

akan menimbulkan dekompensasi kordis pada

penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan

mekanisme kompensasi dengan timbulnya

hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali

seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada

hari ketiga sampai kelima post patum.

Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang

melindungi wanita:

 Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang


mengurangi ukuran pembuluh darah maternal

10%-15%.

 Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang

menghilangkan stimulus vasodilatasi.

 Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang

disimpan selama wanita hamil.

b) Curah Jantung

Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah

jantung meningkat selama masa hamil. Segera setelah

wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat

bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah

yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba

kembali ke sirkulasi umum.

9) Tanda-tanda Vital

Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat

menjadi 38ºC, sebagai akibat meningkatnya kerja otot,

dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan

suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan,

maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis

puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran

kemih, endometritis (peradangan endometrium),

pembengkakan payudara, dan lain-lain.

Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan,

sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit


(normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat berlangsung

sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang

sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan

peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan yang

lama.

Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat

mengalami hipotensi orthostatik (penurunan 20 mmHg)

yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri,

yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil

pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah

melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan

penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan

sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan

ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih

lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti

saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah

melahirkan (Maryunani, 2019).

10) Endometrium

Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat

implantasi plasenta. Pada hari-hari pertama, endometrium

setebal 12,5 mm akibat pelepasan desidua dan selaput

janin.

4. Adaptasi Psikologis Ibu

Berdasarkan Yanti (2020) banyak wanita merasa tertekan pada


saat setelah melahirkan. Perubahan peran seorang ibu memerlukan

adaptasi yang harus dijalani. Tanggung jawab menjadi seorang ibu

semakin besar dengan lahirnya bayi yang baru lahir. Dalam menjalani

adaptasi setelah melahirkan ibu mengalami fase-fase sebagai berikut:

a. Fase Taking in (0 – 2 hari)

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang

berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah

melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian pada diri sendiri.

Gangguan fisiologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase

ini:

1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang

diinginkan tentang bayinya

2) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik,

misalnya rasa mulas dan payudara bengkak

3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya

4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara

merawat bayinya dan cenderung melihat saja tanpa

membantu.

b. Taking hold (hari 3 – minggu ke 5)

Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara

3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa kawatir

atas ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam

merawat bayi. Ibu memiliki perasaan yang sangat sensitif


sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Tugas

sebagai tenaga kesehatan adalah mengajarkan cara merawat

bayi, cara menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan,

mengajarkan senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan

yang diperlukan ibu.

c. Letting go (minggu ke 5 – 8)

Fase letting go merupakan fase menerima tanggung

jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari

setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri,

merawat diri dan bayinya, serta kepercayaan dirinya sudah

meningkat.

Pendidikan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan

bermanfaat bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi

kebutuhan diri dan bayinya. Dukungan dari suami dan

keluarga masih sangat diperlukan ibu. Suami dan keluarga

dapat membantu dalam merawat bayi, mengerjakan urusan

rumah tangga sehingga tidak terlalu terbebani.

5. Komplikasi

a. Perdarahan post partum (apabila kehilangan darah lebih dari 500

mL selama 24 jam pertama setelah kelahiran bayi)

b. Infeksi

1) Endometritis (radang edometrium)

2) Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)


3) Perimetritis (rad ang peritoneum disekitar uterus)

4) Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi,

menjadi keras dan berbenjol-benjol)

5) Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat,

kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan.

Jika tidak ada pengobatanbisa terjadi abses)

6) Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam

vena varicose superficial yang menyebabkan stasis dan

hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas, yang ditandai

dengan kemerahan atau nyeri.)

7) Infeksi Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria,

temperatur naik 38,3 °C, nadi < 100x/ menit, edema,

peradangan dan kemerahan pada tepi, pus atau nanah warna

kehijauan, luka kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)

c. Gangguan psikologis

 Depresi post partum

 Post partum Blues

 Post partum Psikosa

d. Gangguan involusi uterus

6. Penatalaksanaan

a. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi

perdarahan)
b. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan

miring kanan kiri

c. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui

yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang

terjadi pada masa nifas,

d. Asupan gizi Bukan hanya selama kehamilan, ibu juga perlu

memperhatikan asupan makanan yang tepat untuk masa nifas.

Kecukupan gizi yang baik tidak hanya membantu ibu pulih lebih

cepat, tapi juga meningkatkan produksi ASI yang terkadang masih

sulit keluar setelah melahirkan.

e. Iatirahat dalam masa nifas sangat diperlukan untuk pemulihan

f. Hari ke- 2 : mulai latihan miring kiri kanan dan latihan duduk

g. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan

B. Post Op Sectio Caesaria (BSC)

1. Definisi

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin

dengan membuka dinding perut dan dinding uterus untuk

mengeluarkan janin dalam rahim (ayuningtyas,2019).

Sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding

abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dari 1000 gr

atau umur kehamilan > 28 minggu (Manuaba, 2017).

Sectio caesarea merupakan tindakan melahirkan bayi melalui insisi


(membuat sayatan) didepan uterus. Sectio caesarea merupakan metode

yang paling umum untuk melahirkan bayi, tetapi masih merupakan

prosedur operasi besar, dilakukan pada ibu dalam keadaan sadar kecuali

dalam keadaan darurat menurut Hartono (2020).

2. Etiologi

a) Indikasi SC :

Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section

caesarea adalah :

1) Prolog labour sampai neglected labour.

2) Ruptura uteri imminen

3) Fetal distress

4) Janin besar melebihi 4000 gr

5) Perdarahan antepartum (Manuaba, I.B, 2001)

b) Indikasi Ibu :

1) Panggul sempit

2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

3) Stenosis serviks uteri atau vagina

4) Plassenta praevia

5) Disproporsi janin panggul

6) Rupture uteri membakat

7) Partus tak maju

8) Incordinate uterine action

c) Indikasi Janin
1) Letak :

 Letak lintang

 Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)

 Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang

 Presentasi ganda

 Kelainan letak pada gemelli anak pertama

2) Gawat Janin

3) Indikasi Kontra(relative)

 Infeksi intrauterine

 Janin Mati

 Syok/anemia berat yang belum diatasi

 Kelainan kongenital berat

3. Tujuan Sectio Caesarea

Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk

membantu persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal karena

adanya masalah pada kesehatan iby dan janin. Selain dapat

mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio

caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio

caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah

mati.

4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (Sc)


a. Abdomen (SC Abdominalis)

1) Sectio Caesarea Transperitonealis

a) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi

memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan

membuat sayatan memanjang pada korpus uteri

kira-kira 10cm.

Kelebihan :

a) Mengeluarkan janin lebih memanjang

b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung

kemih tertarik

c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau

distal

Kekurangan :

a) Infeksi mudah menyebar secara

intraabdominal karena tidak ada reperitonial

yang baik.

b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering

terjadi rupture uteri spontan.

c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik

lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka

SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas

SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir

kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC

profunda biasanya baru terjadi dalam


persalinan.

d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri,

dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC

jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -

kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun.

Rasionalnya adalah memberikan kesempatan

luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini

maka dipasang akor sebelum menutup luka

rahim.

b) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan

insisi pada segmen bawah uterus.Dilakukan dengan

membuat sayatan melintang konkaf pada segmen

bawah rahim kira-kira 10cm.

Kelebihan :

a) Penjahitan luka lebih mudah

b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang

baik

c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik

sekali untuk menahan isi uterus ke rongga

perineum

d) Perdarahan kurang

e) Dibandingkan dengan cara klasik


kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil

Kekurangan :

a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan

bawah sehingga dapat menyebabkan arteri

uteri putus yang akan menyebabkan

perdarahan yang banyak.

b) Keluhan utama pada kandung kemih post

operatif tinggi.

2) Sectio caesarea ekstraperitonealis Merupakan sectio

caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan

dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat

dilakukan apabila :

a. Sayatan memanjang (longitudinal)

b. Sayatan melintang (tranversal)

c. Sayatan huruf T (T Insisian)

5. Manifestasi Klinis Post Section Caesaria

Persalinan dengan sectio caesaria, memerlukan perawatan

lebih koprehenshif yaitu :


perawatan post operatif dan perawatan post partum.

Perawatan post sectio caesaria menurut Doenges (2013), antara

lain :

a. Nyeri akibat ada luka pembedahan

b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen

c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

d. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira

600-800 ml

e. Pengaruh anestasi dapat menimbulkan mual dan muntah

6. Phatway

7. Penatalaksanaan Medis Post SC

a. Keperawatan
1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.

2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.

3) Umur kehamilan kurang 37 minggu.

4) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada

tanda-tanda persalinan.

5) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda

infeksi atau gawat janin.

6) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak

ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap.

Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan

terminasi kehamilan.

b. Medis

a) Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca

operasi, maka pemberian cairan perintavena harus

cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak

terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada

organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan

biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL

secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung

kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan


transfusi darah sesuai kebutuhan.

b) Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan

setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian

minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan

pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan

air teh.

c) Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam

setelah operasi

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil

tidur telentang sedini mungkin setelah sadar

3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan

selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi

posisi setengah duduk (semifowler)

5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari,

pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar


berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3

sampai hari ke5 pasca operasi.

d) Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan

tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan

menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 -

48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan

keadaan penderita.

e) Pemberian obat-obatan

a) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic

sangat berbeda-beda setiap institusi

b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran

pencernaan

 Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

 Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

 Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap

6 jam bila perlu

c) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum

penderita dapat diberikan caboransia seperti

neurobian I vit. C
f) Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi,

bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.

g) Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah

suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

8. Pemeriksaan Penunjang

a) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji

perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek

kehilangan darah pada pembedahan.

b) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

c) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan

darah

d) Urinalisis / kultur urine

e) Pemeriksaan elektrolit.

9. Komplikasi

a) Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu

selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga

bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.


Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan

sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada

faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap

kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban

pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi

dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak

dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam

hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis

profunda.

Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu

pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau

karena atonia uteri.


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat

ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan

persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan

plasenta previa.

1. Identitas atau biodata klien.

Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,

status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah

sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan.

2. Keluhan utama

3. Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan dahulu:

Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,

hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau

abortus.

b) Riwayat kesehatan sekarang :

Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban

yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di

ikuti tanda-tanda persalinan.


c) Riwayat kesehatan keluarga:

Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung,

DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin

penyakit tersebut diturunkan kepada klien.

4. Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat

karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah

dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta

kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan

masalah dalam perawatan dirinya

b) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan

karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.

c) Pola aktifitas

Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas

seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak

membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas

didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami

kelemahan dan nyeri.

d) Pola eleminasi

Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan


sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan

karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan

inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena

penderita takut untuk melakukan BAB.

e) Istirahat dan tidur

Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan

tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis

setelah persalinan

f) Pola hubungan dan peran

Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan

keluarga dan orang lain.

g) Pola penagulangan sters

Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas

h) Pola sensori dan kognitif

Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka

janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola

kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan

merawat bayinya

i) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,

lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien


terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan

ideal diri

j) Pola reproduksi dan sosial

Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan

seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena

adanya proses persalinan dan nifas.

5. Pemeriksaan fisik

a) Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang

terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada

benjolan

b) Leher

Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar

tioroid, karena adanya proses menerang yang salah

c) Mata

Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,

konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat

(anemia) karena proses persalinan yang mengalami

perdarahan, sklera kunuing

d) Telinga
e) Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana

kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.

f) Hidung

Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum

kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung

g) Dada

Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper

pigmentasi areola mamae dan papila mamae

h) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih

terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.

i) Genitaliua

Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban,

bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang

dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya

kelainan letak anak.

j) Anus

Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena

rupture

Ekstermitas

k) Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena


membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena

penyakit jantung atau ginjal.

l) Tanda-tanda vital

Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah

turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. Diagnosa Keperawatan Dengan SC

Diagnosa yang mungkin muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir/Agen

pencedera fisiologis

2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi/Efek prosedur

invasif

3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan

suplai ASI, Hambatan pada neonates, anomaly payudara ibu,

payudara bengkak, kelahiran kembar dan riwayat operasi payudara.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis

bersalin

5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau

familiar dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.


C. Rencana Keperawatan

No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi

Nyeri akut berhubungan


1 Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen nyeri I. 08238
dengan injury fisik jalan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan
nyeri pasien berkurang atau menurun. Observasi :
lahir/Agen pencedera a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
Kriteria hasil : Tingkat nyeri L. 08066 :
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fisiologis a. Keluhan nyeri menurun
b. Identifikasi skala nyeri
b.Meringis menurun
c. Identifikasi respons nyeri non verbal
c. Sikap protektektif menurun
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
d.Gelisah menurun memperingan nyeri

e. Kesulitan tidur menurun e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan


tentang nyeri
f. Frekuensi nadi membaik
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
g.Pola nafas membaik respon nyeri
h.Tekanan darah membaik g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
i. Fungsi berkemih membaik
h. Monitor keberhasilan terapi
j. Nafsu makan membaik komplementer yang sudah diberikan

k.Pola tidur membaik i. Monitor efek samping penggunaan


analgetik

Terapeutik :

a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)

b. kontrol lingkungan yang memperberat


rasa nyeri

c. fasilitasi istirahat dan tidur

d. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri


dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi :

a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu


nyeri

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri


c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

d. Anjurkan menggunakan analgetik secara


tepat

e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Resiko infeksi berhubungan


2 Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan infeksi l.14539
dengan luka operasi/Efek
keperawatan selama …x 24 jam diharapkan Observasi :
prosedur invasif resiko infeksi menurun.
a. Monitor tanda dan gejala local dan
Kriteria hasil : Tingkat infeksi L. 14137 : sistemik

Terapeutik :
1. Kebersihan tangan meningkat
a. Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan meningkat
b. Berikan perawatan kulit pada area
edema
3. Demam menurun
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
4. Kemerahan menurun kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
5. Nyeri menurun d. Pertahankan thenik aseptik pada
pasienberisiko tinggi
6. Bengkak menurun
Edukasi :

7. Cairan berbau busuk menurun a. Jelaskan tanda dan gejalainfeksi

b. Ajarkan cara mencuci tangan


8. Kadar sel darah putih meningkat dengan benar

c. Ajarkan etika batuk

d. Ajarkan caramemeriksa kondisi luka


atau luka operasi

e. Anjurkan meningkatkan asupan


nutrisui

f. Anjurkan meningkatkan cairan

Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian imunisasi,


jika perlu
Menyusui tidak efektif
3 Setelah dilakukan tindakan asuhan Konseling laktasi l.03093
berhubungan dengan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan
ketidakadekuatan suplai
status menyusui membaik. L. 030229 Observasi :
ASI, Hambatan pada
Kriteria hasil : a. Identifikasi keadaan emosional ibu
neonates, anomaly saat akan dilakukan konseling
1. Perlekatan bayi pada payudara ibu
meningkat menyusui
payudara ibu, payudara

2. Kemampuan ibu memposisikan bayi b.Identifikasi keinginan dan tujuan


bengkak, kelahiran kembar
dengan benar meningkat menyusui
dan riwayat operasi
3. Miksi bayi lebih 8 kali/24 jam c. Identifikasi permasalahan yang ibu
payudara. alami selama proses menyusui
4. Berat badan bayi meningkat
Terapeutik :
5. Tetesan / pancaran asi meningkat
a. Gunakan teknik mendengarkan aktif
6. Lecet pada putting menurun

7. Frekeunsi miksi bayi membaik b.Berikan pujian terhadap prilaku iu


yang benar

Edukasi :

a. Ajarkan teknik menyusui yang tepat


sesuai kebutuhan ibu
DAFTAR FUSTAKA

Bullechek, G. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th Edition.


Missouri: Elseiver Mosby.
Herdmand, T & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification 2015-2017 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell.
Moorhead, S. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement of
Health Outcomes 5th Edition. Missouri: Elsevier Saunder.
Nuratif, A.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Meidcation Jogja.
Nugroho, Taufan. 2011. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Rukiyah, Ai Yeyeh dkk. 2012. Asuhan Kebidanan II Persalinan Edisi Revisi.
Jakarta: Buku Kesehatan
Bluechek, G.M.,Butcher,H.M.,Dochterman,J.M.&Wagner,C.M.,2013.Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. 6
ed.Yogyakarta:Mocomedia.
Dewi, R. S., Apriyanti, F., & Harmia, E. 2020. Hubungan Paritas Dan
AnemiaDenganKejadianKetubanPecahDiniDiRsudBangkinangTahun2018
. JurnalKesehatanTambusai,1(2),76-84.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi
&Klasifikasi 2015-2017.10penyunt. Jakarta:EGC.
Sarwono. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Tim pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. DPP PPNI.

Tim pokja SLKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. DPP PPNI.

Tim pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai