Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN BPJ DI RUANG ANAK RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG


LOMBOK TIMUR

Disusun oleh:

Elma Nurul Wulan, S.Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN (STIKes) HAMZAR
LOMBOK TIMUR
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah kelainan anatomi
jantung yang sudah terdapat sejak dalam kandungan (Susilaningrum, 2013). Penyakit
jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang terjadi akibat kelainan dalam
perkembangan jantung dan pembuluh darah, sehingga dapat mengganggu dalam
fungsi jantung dan sirkulasi darah jantung atau yang dapat mengakibatkan sianosis dan
asianosis (Hidayat, 2012).
Susilaningrum, dkk (2013) mengatakan bahwa PJB digolongkan menjadi dua, yaitu :

a. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik

PJB asianotik adalah penyakit jantung bawaan yang tidak disertai dengan warna
kebiruan pada mukosa tubuh. PJB asianotik dibagi menjadi 5 diantaranya :
1) Ventrikel Septal Defect (VSD), yaitu adanya defect atau celahantara ventrikel
kiri dan kanan. Pirau kiri ke kanan disebabkan olehpengaliran darah dari
ventrikel kiri yang bertekanan tinggi ke ventrikel kanan yang bertekanan rendah,
karena tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar 5 kali lebih tinggi daripada
tekanan ventrikel kanan, maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan
melalui celah tersebut dan akibatnya jumlah aliran darah dari ventrikel kiri
melalui katup aorta kedalam aorta akan berkurang dan jumlah darah ke ventrikel
kanan akan bertambah (Aspiani, 2015).
2) Atrial Septal Defect (ASD) disebabkan adanya defect atau celah antara atrium
kiri dan kanan, sehingga terjadi pengaliran darah dariatrium kiri yang bertekanan
tinggi ke dalam atrium yang bertekanan rendah.
3) Patent Ductus Arteriosus (PDA), yaitu adanya defect atau celah pada ductus
arteriosus yang seharusnya telah menutup pada usia 3 hari setelah lahir.
Kegagalan menutupnya duktus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta
dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya
darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah
(Aspiani, 2015).
4) Stenosis Aorta (SA), yaitu adanya penyempitan pada katup aorta yang dapat
diakibatkan oleh penebalan katup.
5) Stenosis Pulmonal (SP), yaitu adanya penyempitan pada katup pulmonal.
Adanya defect atau celah dapat menyebabkan adanya pirau (kebocoran)darah dari
jantung sebelah kiri ke kanan, karena jantung sebelah kiri mempunyai tekanan yang
lebih besar. Besarnya pirau bergantung pada besarnya celah atau defect.
b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik

PJB sianotik adalah penyakit jantung bawaan yang disertai dengan warna kebiruan
pada mukosa tubuh. Sianosis adalah warna kebiruan yang timbul pada kulit karena
Hb tak jenuh dalam darah adalah rendah dan sering sukar untuk ditentukan
kuantitasnya secara klinis. Warna sianotik pada mukosa tubuh tersebut hendaknya
dibedakan dengan warna kepucatan pada tubuh anak yang mungkin disebabkan
karena beberapa faktor, seperti pigmentasi dan sumber cahaya.
PJB sianotik terdapat beberapa macam diantaranya :

1) Tetralogi Of Fallot (TF) yaitu kelainan jantung yang timbul sejak bayi dengan
gejala sianosis karena terdapat kelainan, yaitu VSD, stenosis pulmonal,
hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta.
2) Transposisi Aorta Besar (TAB) atau Transposition of the Great Arteries (TGA),
yaitu kelainan yang terjadi karena pemindahan letak aorta dan arteri pulmonalis,
sehingga aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri keluar ventrikel kanan
dan arteripulmonalis dari ventrikel kiri.
Penyakit jantung bawaan pada anak terutama sianotik, jika tidak ditangani secara
benar dapat mengakibatkan kegawatan apabila tidak ditangani secara benar seperti
gagal jantung dan serangan sianosis(sianotic spell).
2. Etiologi

Kelainan jantung bawaan merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan


sistem kardiovaskuler pada embrio yang di duga karena adanya faktor endogen dan
eksogen. Pada masa kehamilan 2 bulan pertama ibu menderita penyakit rubella atau
penyakit virus lainnya, atau makan obat- obatan tertentu seperti talimoid, atau terkena
sinar radiasi, dapat terjadi penyakit jantung bawaan. Hipokisa janin juga dapat menjadi
penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan yaitu duktus arteriosus persisten
(Ngastiyah, 2014).
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum diketahui secara pasti, tetapi
terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan, yaitu faktor prenatal dan faktor genetik. Faktor prenatal,
meliputi ibu yang menderita penyakit infeksi rubella, ibu yang mengkonsumsi alkohol
selama kehamilan, usia ibu yang lebih dari 40 tahun, ibu yang menderita DM
bergantung pada insulin, dan ibu yang mengkonsumsi obat-obat tertentu selama
kehamilan seperti asam retinoat untuk menghilangkan jerawat. Faktor genetik,
meliputi anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan, ayah atau
ibu yang menderita penyakit jantung bawaan, kelainan kromosom misalnya sindrom
down dan anak yang lahir dengan kelainan bawaan lainnya (Aspiani, 2015).
3. Anatomi
4. Patofisiologi dan Pathway

Kasron (2016) menjelaskan patofisiologi penyakit jantung bawaan:

a. Ventrikel septal defek (VSD)

Adanya lubang pada septum intervaskuler memungkinakn terjadinya aliran dari


ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yangke paru bertambah,
presentasi klinis tergantung besarnya aliran darah melewati lubang VSD serta
besarnya tahapan pembuluh darah paru. Bila aliran pirau kecil, umumnya tidak
menimbulkan keluhan. Dalam perjalanannya, beberapa tipe VSD dapat menutup
spontan (tipe parimentum dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi
infundibulum bahkan regurgitasi katup aorta.
Setelah kelahiran (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap lebih tinggi melebihi
normal dan ukuran pirau kiri ke kanan lambat. Setelah resistensi pulmonal turun
pada minggu-minggu pertama kelahiran, maka akan terjadi peningkatan pirau kiri
ke kanan. Ketika terjadi pirau yang besar maka gejala dapat terlihat dengan jelas.
Pada kebanyakan kasus, resistensi pulmonal sedikit meningkat dan penyebab utama
hipertensi pulmonal adalah aliran darah pulmonal yang besar. Pada sebagian pasien
dengan VSD besar, arteriol pulmonal menebal, sehingga dapat menyebabkan
penyakit vaskuler paru obstruktif.
Terjadinya overload pada atrium dan ventrikel kiri dapat menyebebkanpeningkatan
tekanan vena pulmonal akibat aliran darah dari kiri masukke kanan dan ke paru dan
kembali lagi ke kiri. Peningkatan tekanan dibagian kanan (normal ventrikel kanan
20 mmHg dan ventrikel kiri 120 mmHg) juga dapat menyebabkan hipertrofi
ventrikel kanan, peningkatan aliran pulmonal dan hipertensi arteri pulmonal.
Trunkus pulmonalis, atrium kiri dan ventrikel kiri membesar karena aliran
pulmonal yang juga besar. Selain itu karena darah yang keluar dari ventrikel kiri
harus terbagi ke ventrikel kanan, maka jumlah darahyang, mengalir ke sistemik
pun berkurang.
b. Atrial septal defek (ASD)

Aliran darah kiri ke kanan melewati defect septum atrium mengakibatkan kelebihan
beban volume pada atrium kanan ventrikel kanan dan sirkulasi pulmonal. Volume
darah dapat dihitung dari curah jantung dan jumlah peningkatan saturasi O2 pada
atrium kanan pada stadium awal tekanan dalam sisi kanan jantung tidak
meningkatkan dengan berlalunya waktu dapat terjadi perubahan vascular pulmonal.
Arahaliran yang melewati pirau dapat terjadi pada hipertensi pulmonal berat.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini,
aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak
begitu besar (ukuran pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg).
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, ateri
pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah
yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis, maka tekanan naik. Dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahapan
arteri pulmonal naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15-25 mmHg.
Akibat adanya perbedaantekanan ini, timbul suatu bising sistolik (jadi bising
sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal).
Juga pada vulva triskupidalis ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi
stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik. Adanya
penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama
kelamaan akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi
kejadian ini pada ASD terjadi sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II.
Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspid, sehingga darah dari
ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium
kanan pada waktu sistole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
c. Paten duktus arteriosus (PDA)
Patofisiologi yang terjadi
adalah:
1) Darah dari kiri ke kanan, mengakibatkan peningkatan aliran
darahke arteri pulmonalis
2) Dilatasi atrium kiri, peningkatan tekanan atrium kiri

3) Peningkatan volume (volume overload) ventrikel kiri.

Derajat beratnya pirau kiri-kanan ditentukan oleh besarnya defek, kecuali pada
yang non restriktif, pirau ditentukan oleh perbedaan relative tahanan antara
sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Peningkatan tekanan di atrium kiri sebagai
akibat dari pirau kiri ke kanan dapat memicu terjadinya pirau kiri ke kanan
tambahan dari

foramen ovale yang teregang / terbuka (Bila volume di atrium kiri bertambah,
tekanan bertambah, septum inter atrium akan terdorong ke arah atrium kanan,
foramen ovale teregang dan terbuka disebut stretched foramen ovale).
Didalam rahim yang kaya akan oksigen dan nutrisi berasal dari plasenta masuk
kedalam tubuh janin melalui vena umbilikalis,sebagian besar masuk ke vena kava
inferior melalui duktus venosus arantii. Darah dari vena cava inferior masuk ke
atrium kanan dan bercampur dengan darah dari vena cava superior. Darah dari
atrium kanan sebagian melalui foramen ovale masuk ke atrium kiri
bercampurdengan darah yang berasal dari vena pulmonalis. Darah dari atrium
kiriselanjutnya mengalir ke ventrikel kiri yang kemudian dipompakan ke aorta,
selanjutnya melalui arteri koronaria darah mengalir ke bagian kepala, ekstremitas
kanan dan ekstremitas kiri. Sebagian kecil darah yang berasal dari atrium kanan
mengalir ke ventrikel kanan bersama- sama dengan darah yang berasal dari vena
kava superior, karena tekanan dari paru-paru yang belum berkembang maka
sebagian besar darah dari ventrikel kanan yang seharusnya mengalir melalui arteri
pulmonalis ke paru-paru akan mengalir melalui duktus arteriosus botalike aorta
desenden dan mengalir ke seluruh tubuh, sebagian kecil mengalir ke paru-parudan
selanjutnya ke atrium kiri melalui vena pulmonalis.
Darah dari sel-sel tubuh yang miskin oksigen serta penuh dengan sisa- sisa
pembakaran dan sebagainya akan dialirkan ke plasenta melalui arteri umbilikaslis,
demikian seterusnya. Ketika janin dilahirkan segera bayi menghirup udara dan
menagis kuat. Dengan demikian paru-paru akan berkembang, tekanan paru-paru
mengecil dan darah mengalir ke paru paru, dengan demikian duktus botali tidak
berfungsi lagi, foramenovale akan tertutup. Penutupan foramen ovale terjadi karena
adanya pemotongan dan pengikatan tali pusat dengan proses yaitu saat sirkulasi
plasenta terhenti, aliran darah ke atrium kanan menurun, sehingga tekanan jantung
menurun sedangkan tekanan jantung kirimeningkat karena tekanan rendah di aorta
hilang dan resistensi pada paru-paru dan aliran darah ke paru-paru meningkat, hal
ini menyebabkan tekanan ventrikel kiri meningkat. Penutupan duktus arteriosus
terjadi karen adanya penurunan resistensi paru-paru sehingga aliran dari ventrikel
kanan ke paru-paru meningkat yang menyebabkan aliran darah melalui duktus
menurun.
Penutupan tidak terjadi segera setelah lahir, pada jam-jam pertama aliran masih ada
sedikit namun aliran tetap dari kiri ke kanan karena tekanan ventrikel kiri lebih besar
dari tekanan jantung kanan. Penutupan duktus arteriosus menutup tiga minggu setelah
lahir. Penutupan duktus venosus terjadi dalam tiga sampai tujuh hari, mekanisme
penutupan tidak diketahui (Ilyas, 2012).
d. Teralogi of fallot (TOF)

Proses pembentukan jantung janin mulai terjadi pada hari ke-18 usia kehamilan.
Minggu ke-3 jantung hanya berbentuk tabung yang disebut fasing tubing. Mulai akhir
minggu ke-3 sampai minggu ke-4 usia kehamilan, terjadi proses pembentukan dan
penyekatan ruang-ruang jantung serta pemisahan antara aorta arteri pulmonalis.
Minggu ke-5 sampai minggu ke-8 pembagian dan penyekatan dan perkembangan
jantung dapat terganggu jika selama kehamilan terdapat faktor-faktor resiko.
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal
(overriding), timbulnya penyempitan pada arteri pulmonalis, serta terdapat
penyempitan pada arteri pulmonalis dan terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan
demikian, bayi akan lahir dengan kelainan jantung, empat kelainan jantung yaitu
septum ventrikel yang besar, stenosis pulmonal infundibule atau valvular, dekstro
posisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan.
Keadaan tertentu (dehidrasi, spasme influndibilum berat, menangis lama, peningkatan
suhu tubuh, mengedan), pasien dengan TOF mengalami hipoksia sel yang ditandai
dengan sianosis (pasien menjadi biru), mengalami kesulitan bernafas, pasien menjadi
sangat lelah dan pucat, kadang pasien menjadi kejang bahkan pingsan.
e. Transposisi arteri besar (TAB)
Darah dari vena pulmonalis yang kaya akan oksigen kembali ke atriumdan ventrikel kiri
kembali ke sirkulasi pulmonal. Sementara itu darah yang miskin akan oksigen juga akan
kembali ke atrium dan ventrikel kanan. Hal inilah yang menyebabkan suplai darah ke
jaringan berkurang dan overload ventrikel kiri. Persentase darah yang kaya dan miskin akan
oksigen yang tidak seimbang dalam waktu yang lama akan berpengaruh pada anak
5. Manifestasi klinik

a. Respon tubuh
1) Sistem Kardiovaskular

Terdengarnya bunyi jantung tambahan (murmur) pada garis sternal kiriatas sejak
lahir, dapat mengakibat terjadinya stenosis pulmonal atau aorta dengan gejala
edema, sianosis, sesak nafas saat melakukan aktifitas (Hidayat, 2012).
2) Sistem Pernafasan

Anak yang menderita PJB sianotik terdapat defek septum ventrikel(VSD) dan
overriding aorta maka darah yang beredar keseluruh tubuh dalam keadaan
campuran, oleh karena itu anak selalu terlihat sianosisdan akan berat jika anak
menangis, minum dan stres. Keadaan tersebut menyebabkan anak menderita
anoksia. Serangan hipersianotik selamamasa bayi, dikenal dengan “Tet spells” yaitu
terjadi peningkatanfrekuensi dan kedalaman pernapasan, dispnea awitan mendadak.
VSD dapat menimbulkan resiko terjadinya infeksi saluran pernapasan, karea darah
yang tercampur didalam paru-paru lebih banyak sehingga pertukaran oksigen /tidak
adekuat. Gejala infeksi yang biasanya timbulialah demam, batuk dan napas pendek-
pendek, bayi sukar jika diberi minum (Kasron, 2016).
3) Sistem Persyarafan

Perubahan kesadaran dan iritabilitas sistem saraf pusat yang dapatberkembang


sampai letargi dan sinkop, pada bayi dengan sianosis berat menyebabkan
hipoksemia otak serta akhirnya menimbulkan kejang, stroke dan kematian. Trombus
yang terinfeksi terjadi di otak maka akan menimbulkan keluhan neurologis berat
sampai pada terjadinya abses otak (Hidayat, 2012).
4) Sistem Hematologi

Polisitemia (peningkatan jumlah sel darah merah dalam darah) terjadi apabila
sianosisnya berat sehingga mempermudah timbulnya embolus atau tombus.
Terjadinya polisetimia berat dan terdapat hipoksia maka anak akan mengalami
anemia (Hidayat, 2012).
5) Sistem Intagumen Bibir, lidah dan selaput lendir mulut serta ujung-ujung jari terlihat
sianosis sebagai akibat adanya sianosis sentral (sianosis yang terjadi sejak darah
keluar dari ventrikel kiri), jika sianosis terus menerus selama 6 bulan akan terjadi
jari-jari tabuh/ clubbing finger (Aspiani, 2015).
6) Sistem Muskuloskeletal

Anak yang menderita penyakit jantung bawaan sianotik mengalami gangguan


tumbuh kembang, karena kelemahan tubuh dan penurunan toleransi latihan yang
ditandai dengan kesukaran dalam makan/minum.Selain itu, anak juga mengalami
kelainan ortopedri berupa skoliosis. Anak yang sudah dapat berjalan sering tiba- tiba
jongkok (squatting), hal tersebut merupakan usaha tubuh untuk mengatasi
kekurangan darah yang mengalir ke otak yaitu berkurangnya alir balik vena-vena
ekstremitas bawah yang saturasinya sangat rendah dan meningkatnya resistensi
sistemik yang mengurangi pirau kanan ke kiri serta bertambahnya aliran darah ke
otak (Ngastyah, 2012).
b. Tanda dan Gejala

Aspiani (2015) menyebutkan bahwa tanda dan gejala PJB yaitu anak mengalami
sianosis, dispnea jika melakukan aktivitas fisik, hipertrofi dan pembesaran jantung,
tekanan nadi besar, takikardi, retraksi dada, dan hipoksemia. Selain tanda dan gelaja
tersebut, terdapat beberapa tanda dan gejala pertumbuhan dan perkembangan seperti
keterlambatan berbicara, berjalan, mengalami kesulitan makan, meningkatnya
resistensi vascular paru, adanya tanda gagal jantung kongesti seperti gagal jantung,
mur-mur persisten, dan ujung jari hiperemik.
Menurut Rahmawati (2011) gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang sering
dialami anak dengan PJB antara lain:
1) Gangguan bicara dan Bahasa

Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.


Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan gangguan bicara dan berbahasa
bahkan gangguan ini dapat menetap.
2) Cerebral palsy

Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang
disebabkan oleh karena suatu kerusakan atau gangguanpada sel-sel motorik pada
susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya.
3) Perawakan Pendek.

Perawakan pendek merupakan suatu istilah mengenai tinggi badan yang berada di
bawah persentil anak kelas 3 atau 2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku
pada populasi tersebut. Penyebabnya dapat karena gangguan gizi, kelainan
kromosom, penyakit sistemik atau karena kelainan endokrin.
6. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Terdapat nilai hemoglobin menurun dan peningkatan nilai hematrokit, pada


umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65%.
Nilai gas darah arteri menunjukkanpeningkatan tekanan persial karbondioksida
(PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2).
b. Pemeriksaan rontgen

Pemeriksaan sinar X pada toraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal,


atrium dan ventrikel kiri tampak membesar secara signifikan (kardiomegali),
gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
c. Pemeriksaan elektrokardiogram Pemeriksaan EKG pad TOF didapatkan hasil
sumbu QRS hampr selalu berdevisiasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel
kanan (Aspiani, 2015).

7. Penatalaksanaan

a. Medis

1) Ventrikel septal defek (VSD)

Pasien dengan VSD perlu ditolong dengan obat-obatan untuk mengatasi gagal
jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretic, misalnya lasix. Bila obat
dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan membaiknya pernapasan dan
pertambahan berat badan, maka operasi dapat ditundai sampai usia 2-3 tahun.
Tindakan bedah sangat menolong , karena tanpa tindakan tersebut harapan
hidup berkurang. Operasi bila perlu dilakukan pada umur muda jika
pengobatan medis untuk mengatasi gagal jantung tidak berhasil (Ngastiyah,
2014).
2) Atrial septal defek (ASD)

ASD kecil tidak perlu dioperasi karena tidak menyebabkan gangguan


hemodinamik atau bahaya endokarditis infektif. ASD besar perlu tindakan
bedah yang dianjurkan dilakukan dibawah umur 6 tahun (prasekolah).
Komplikasi yang dapat terjadi ialah hipertensi pulmonal (walaupun lambat)
(Ngastiyah, 2014).
3) Paten duktus arteriosus (PDA)

Pengobatan defenitif untuk PDA yaitu pembedahan. Paten duktus arteriosus


kecil dapat dioperasi kapan saja dikehendaki. Pada paten duktus arteriosus
besar dapat diberikan digoksin dan diuretic untuk mengurangi gagal jantung,
meski sering tidak menolong. Operasi dilakukan pada masa bayi bila gejala
yang terjadi berat. Pada bayi premature PDA dapat ditutup dengan obat
antiprostaglandin, misalnya indometasin, yang harus diberikan sedini mungkin
(usia kurang 1 minggu). Akhir-akhir ini ada teknik baru penutupan PDA
dengan alat serupa gayung, yang dimasukkan dengan kateter. Keuntungan
teknik ini adalah pasien tidak perlu menjalani operasi. Namun harga alatnya
mahal dan efek jangka panjangnya belum diketahui karena relatif masih baru
(Ngastiyah, 2014).
4) Tetralogi of fallot (TOF)

Operasi reparasi biasanya dilakukan pada masa anak-anak. Operasi yang


dilakukan berupa penutupan VSD dan menghilangkan obstruksi pulmonal.
Upaya menghilangkan obstruksi tersebut dapat dilakukan melalui valvulotomi
pulmonal, reseksi otot infundibulum pada muara pulmonal, implantasi katup
pulmonal baik homografi atau bioprotese katup atau operasi ekstra kardiak
antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dan dapat pula dilakukan
angioplasty pada arteri pulmonalis.
Pada penderita yang mengalami serangan stenosis maka dapatditujukan untuk
memutuskan patofisiogi serangan tersebiut dengan cara:
a) Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah karena
peningkatan afterload aorta serta untuk mengurangi aliran darah balik ke
jantung.
b) Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg BB SC,IM atau IV dapat pula diberikan
Diazepam per rectal untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi
takipneu.
c) Pemberian oksigen, diharapkan anak tidak takipneu, sianosis berkurang
dan anak menjadi tenang. Bila tidak teratasi dapat diberikan propanolol
0,01- 0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung
sehingga serangan dapat diatasi. Dosistotal dilarutkan dengan 10 ml cairan
dalam spuit, dosis awal diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi
sisanya diberi secara perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
d) Penambahan cairan tubuh dengan infuse cairan dapat efektif dalam
penanganan serangan siastolik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung.

Tindakan operasi yang dianjurkan untuk pasien TOF yaitu:

a) Balock-Toussig Shunt (BT-Shunt), yaitu prosedur shunt yang


dianastomosis sisi sama sisi dari arteri subklaviake arteri pulmonal.
b) Waterson Shunt, yaitu membuat anatomis intraperikardial dari aorta
asending ke arteri pulmonal kanan, hal ini biasanya dilakukanpada bayi.
c) Potts Shunt, yaitu anastomosis antara aorta desenden dengan arteri
pulmonal yang kiri.
d) Total Korektif, terdiri atas penutupan VSD, valvotomi pulmonal dan
reseksi infundibulum yang mengalami hipertrofi (Kasron, 2016).

5) Transposisi arteri besar (TAB)

Kasus ini merupakan gawat darurat. Karena sebelum diagnosis dipastikan


dengan ekokardiografi dianjurkan untuk memberikan prostaglandin untuk
menjamin duktus arteriosus terbuka. Setelah diagnosis dipastikan secara rutin
dilakukan septostomi atrium dengan balon atau prosedur Rashkind.

Untuk memperbaiki transposisi arteri besar biasanya dilakukan pembedahan.


Sebelum pembedahan dilakukan, mungkin perlu diberikan prostaglandin agar
duktus arteriosus tetap terbuka. Pada beberapa bayi perlu dilakukan pelebaran
foramen ovale dengan selang yang pada ujungnya terpasang balon, agar darah
yang kaya oksigen lebih banyak yang masuk ke aorta. Terdapat 2 jenis
pembedahan utamayang bisa dilakukan untuk memperbaiki transposisi arteri
besar:

a) Membuat sebuah trowongan diantara atrium. Dengan cara ini, daerah yang
kaya oksigen akan mengalir ke ventrikel kanan lalu masuk ke aorta,
sedangkan darah yang kekurangan oksigen akan mengalir ke ventrikel kiri
dan masuk ke dalam arteri pulmonalis. Pembedahan ini disebut atrial
switch atau venous switch, atau prosedur Mustad maupun prosedur
Senning.

b) Pembedahan arterial switch. Aorta dan arteri pulmonal dikembalikan ke


posisinya yang normal. Aorta dihubungkan dengan ventrikel kiri dan arteri
pulmonalis dihubungkan dengan ventrikel kanan.

c) Arteri koroner yang membawa darah kaya oksigen sebagai sumber energy
bagi otot jantung, juga kembali disambungkan dengan aorta yang baru
(Kasron, 2016).

8. Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat penyakit jantung bawaan, antara
lain (Merry, 2020) :
a. Aritmia atau detak jantung tidak teratur.

b. Gagal jantung

c. Infeksi pada jantung (endokarditis).

d. Hipertensi pulmonal

e. Infeksi saluran pernapasan, seperti pneumonia.

f. Penggumpalan darah dan stroke

g. Mengalami gangguan belajar

1) Keperawatan (SIKI, 2018)


a) Penurunan curah jantung

b) Manajemen syok septik

c) Pemantauan cairan elektrolit

2) Pola napas tidak efektif

a) Manajemen jalan napas

b) Pemantauan respirasi

3) Defisit Nutrisi

a) Manajemen nutrisi

b) Pemberian makan an parenteral

4) Resiko infeksi

a) Pencegahan infeksi

b) Pemberian obat intravena


B. ASUHANKEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Riwayat

1) Kaji identitas pasien : nama, TTL, usia, alamat, agama, nama ayah dan ibu,
pekerjaan ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu
2) Kaji keluhan utama pasien : apakah pasien mengalami nyeri atau adanya
penurunan kesadaran
3) Riwayat penyakit sekarang : Orang tua biasanya mengeluhkan nafas anaknya
sesak bilamelakukan aktivitas, tidak mau makan, keringat berlebihan
4) Riwayat penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkietaksis,abses paru, empyema),
jantung, organ pelvis dan kulit. Riwayat kesehatan dahulu apakah pasien lahir
premature, ibu menderita infeksi saat kehamilan dan riwayat gerakan jongkok
bila anak telah berjalan beberapa menit.
5) Riwayat nutrisi ASI/PASI

Mengkaji jenis menyusui, ada atau tidaknya makanan tambahan, mengkaji


kebiasaan makan
b. Pemeriksaan fisik

1) Kaji berat badan (BB) satuan gr dan TB

2) Kepala

a) Ubun-ubun (kondisi, cekung/tidak)

b) Rambut (warna, penyebaran, lingkar kepala, ubun-ubun, sutura dll)


c) Mata (konjungtiva, sklera, bulu mata, alis, kornea, pupil dll)

d) Telinga (aurikula, lubang, telinga, pendengaran dll)

e) Hidung (bentuk, lubang hidung dll)

f) Mulut (bibir (labio schizis), sianosis, lidah, palatum (palato schizis), mukosa
dll)
g) Faring (tonsil dll)

3) Leher

a) Vena jugularis : ada atau tidak nya pembesaran dari pengukuran vena jugularis

b) Struma : ada atau tidaknya pembesaran kelenjar tiroid

c) Lain-lain

4) Dada

a) Bentuk dada : simetris/asimetris, ada atau tidaknya jejas, pengembangan


dada, ada atau tidaknya retraksi dinding dada
b) Pola napas : frekuensi pernapasa, irama, kekuatan (dyspnea, bradipnea,
takipnea, hiperpnea
c) Jenis pernapasan : pernapasan normal/kussmaul/paroxysmal nocturnal
dyspnea/air hunger/ hiperventilasi/hipoventilasi/apnea tidur obstruktif
d) Bunyi pernapasan : vesikuler, gurgling, wheezing, ronkhi, stridor

e) Perkusi thorak : paru-paru (sonor/hipersonor), jantung (batas jantung)

f) Alat bantu : ada atau tidaknya penggunaan alat bantu seperti nasal kanul,

CPAP, monitor

g) Bunyi jantung : lup dup, murmur, gallop, heart click

h) Putting susu : ada atau tidaknya kemerahan, pembengkakan atau iritasi pada
aerola
5) Abdomen

a) Bentuk : ada atau tidaknya pembesaraan, skopoid/tidak


b) Tali pusat

c) Distensi abdomen

d) Lain-lain

6) Genetalia /anus

a) Jenis kelamin (laki-laki : skrotum, tetis, penis, preputium); perempuan (labia


mayora, labia minora, chlitoris)

b) Hernia : ada/tidaknya hernia

c) BAB : frekuensi, jumlah, warna, ada atau tidaknya darah dalam feses

d) BAK : frekuensi, bau, jumlah, ada tidaknya pemasangan catheter

e) Lain-lain

7) Ekstremitas atas/bawah

a) Normal/lengkap

b) Akral

c) Lain-lain

8) Tulang, syaraf dan kulit

a) Tulang belakang (normal, lordosis, kifosis, skeliosis, spina bifida)

b) Reflex (moro, rooting, graps, babinzsky)

c) Kulit (warna, turgor)

d) Lain-lain
2. Diagnosis Keperawatan (SDKI, 2016)

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload (D.0008)

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (D.0005)

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menalan makanan (D.0019)

d. Resiko infeksi dibuktikan dengan peningkatan paparan organisme pathogen


lingkungan (D.0142
3. Danalisa Data

No Etiologi Masalah
DS: Stenosis Aorta Pola nafas tidak epektif
Klien megeluh sesak napas
DO:
Volume ventrikel kiri
Klien Nampak gelisah
meningkat

Kerja ventrikel kiri


meningkat

Hipertrofi ventrikel kiri

Penurunan daya
kontraklitas ventrikel

Tekanan atrium kiri


meningkat

Penurunan daya kontraklitas


ventrikal kiri

Peningkatan Cairan di paru

Sesak napas/takipnea

Pola Napas tidak efektif

2 DS: Gagal jantung kongestif Resiko penurunan perfusi


DO: jaringan
Kilen Nampak pucat, sianosis
Penurunan daya pompa
jantung

Suplai O2 dan nutrisi

Resiko penurunan perfusi


jaringan

3 DS Gagal jantung kanan Perubahan nutrisi kurang dari


Klien mengeluh malas makan kebutuhan
DO: Tidak mampu mengosokan
Mual/muntah volume darah

Tek vena jugularis

Pembesaran vena dirongga


abdomen

Mual/muntah

Anoreksia

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan
4. Perencanaan Keperawatan (SDKI, 2016 ; SLKI, 2018 ; SIKI, 2018)

No Diagnosa
Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi Keperawatan Rasional
keperawatan

1 Penurunan curah Setelah dilakukan intervensi Manajemen syok septik 1. Bina hubungan saling percaya dapat
jantung keperawatan selama 3x24 jam (I.02054) menciptakan suasana yang kondusif dan
berhubungan maka Curah Jantung (L.02008) bersahabat.
dengan meningkat dengan kriteria hasil : a. Berikaan salam, panggil
perubahan a. Dyspnea sedang klien dengan nama dan
afterload b. Pucat/sianosis sedang tanggung jawab perawat,
(D.0008) c. Bradikardia cukup menurun menayakan kedaan klien
Takikardia cukup menurun (perasaan kilen/tidur klien
nyenyak atau tidak),
jelaskan tujuan, prosedur,
dan lamanya Tindakan pada
klien dan keluarga 2. pucat menunjukan adanya penurunana
perfusi sekunder terhadap ketidakadekuat
b. Observasi keadan kulit
curah jantung, vasokonstriksi dan anemi
terhadap pucat dan
sianosis

3. permulaan terjadinya gangguan pada jantung


c. Observasi tanda- tanda aka nada perubahan tanda- tanda vital seperti
vital tiap 4 jam pernafasan menjadi cepat, peningkatan suhu,
nadi meningkat, peningkatan tekanan darah,
semuanya dapat cepat dideteksi untuk
pennganan lebih lanjut
4. untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kegawatan dari anak serta diperlakukan
d. Monitor tanda- tanda PJB dalam mendeteksi untuk penangana lebih
seperti gelisah, takikardi, lanjut
sesak, mudah lelah,
periorbital edema,
oliguria, dan
hepatomegaly

e. Berikan oksigen
5. meningkatkan sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard dan untuk melawan efek
tambahan dengan
hipokasia/iskemia
kanula nasal/masker
sesuai indikasi

a. Kolaborasi dengan team 6. mepengaruhi reabsorbsi natrium dan air , dan


medis dalam pemberian digoksinmeninggkatkan kekuatan kontraksi
Tindakan farmakologis mikokard dan memperlambat frekuensi
berupa jantung dengan menurunkan konduksi dan
memperlambat periode refraktori pada
hubungan AV untuk meningkatkan efisiensi
curah jantung
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
efektif keperawatan selama 3x24 jam (I.01011)
berhubungan maka Pola Napas (L.01004) Observasi
dengan membaik dengan kriteria hasil : a. Monitor pola napas 1. Untuk mengetahui
hambatan upaya a. Dispnea cukup menurun (frekuensi, kedalaman, frekuensi, irama,
napas (D.0005) b. Frekuensi napas cukup usaha napas) kedalaman, dan uapaya
membaik Kedalaman napas
napas cukup membaik b. Monitor bunyi napas 2. Untuk mengetahui pola
c. Membaik Kedalaman tambahan napas (seperti
napas cukup membaik bradipnea, takipnea,
Teraupeutik dan biot atksik
a. Atur interval waktu
pemantuan respirasi 3. Agar interval waktu
sesuai kondisi pasien pemantuan respirasi
b. Informasikan hasil sesuai dgn kondisi
pemantuan, jika perlu pasien
4. Untuk memantau hasil
pemantuan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan 5. Membantu pasien
Informasikan hasil pemantauan, mengetahui tujuan dan
jika perlu prosedur pemantuan
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi a. Identifikasi kebutuhan 1. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
berhubungan keperawatan kalori dan jenis nutrient
dengan selama 3 x 24 jam maka Status
ketidakmampuan Nutris (L.03030)
membaik dengan kriteria
hasil : b. Observasi selama 2. Selama makan atau menyususi mungkin
a. Berat badan cukup membaik pemberian makan atau dapat terjadi anak sesak atau tersendak
b. Frekuensi makan cukup menyususi
membaik Bising usus
cukup membaik c. Anjurkan ibu 3. Air susu akan mempertahankan kebutuhan
untuk terus nutrisi anak
memberikan
anak susu,
walaupun
sedikit tetapi
sering
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan 4. Menyeimbangkan atau memenuhi kebutuhan
jumlah kalori dan jenis nutrisi pada anak
nutrient yang
dibutuhkan jika perlu
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk

mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi

ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan

tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan. Tujuan dan

kriteria hasil pada masalah encephalitis viral yakni:

a. Dyspnea sedang

b. Pucat/sianosis sedang

c. Bradikardia cukup menurun

d. Takikardia cukup menurun

e. Dispnea cukup menurun

f. Frekuensi napas cukup membaik

g. Kedalaman napas cukup membaik

h. Berat badan cukup membaik

i. Frekuensi makan cukup membaik

j. Bising usus cukup membaik

k. Nyeri sedang

l. Kadar sel darah putih sedang

m. Nafsu makan sedang


DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny Yuli. 2015. Buku ajar keperawatan klien gangguan kardiovaskular.Jakarta:
EGC

Hidayat, Aziz Alimul A. 2012. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Selemba Medika
Ilyas, J, Mulyati, S, Nurlina, S. 2012. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta : EGC Kasron.
2016. Buku ajar keperawatan sistem kardivaskuler. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Ngastiyah. 2014. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC

Rahmawati, Alfyanan Nadya. 2011. Hubungan penyakit jantung bawaan dengan


perkembangan anak usia 0-5 tahun di unit perawatan jantung Rs dr. Kariadi
semarang. Jurnal kesmadaska vol. 2 no.1 th. 2011. Diakses tanggal 29 juli 2017.
http://jurnal.stikeskusumahusada.ac.id/index. php/JK/article/view/12.
Susilaningrum, R, Nursalam, Utami, S. 2013. Asuhan keperawatan bayi dan
anak. Jakarta: Selemba Medika

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
(Edisi 1 (ed.)). DPD PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan
(Edisi 1). DPD PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan
(Edisi 1). DPD PPNI.

Anda mungkin juga menyukai