Tugas Akhir S1 Teknik Sipil - Oliviea Almas Rusadi (NIM. 1810811120007)
Tugas Akhir S1 Teknik Sipil - Oliviea Almas Rusadi (NIM. 1810811120007)
Oleh:
Oliviea Almas Rusadi
1810811120007
Pembimbing
Dr. Ir. Rustam Effendi, M.A.Sc.
NIP. 19620426 199003 1 001
E-mail: olivieaalmarusadi@gmail.com
ABSTRAK
Kota Banjarmasin atau yang sering disebut dengan Kota Seribu Sungai ini
memiliki luas daerah 98,46 km2 dengan data penduduk sebanyak 671,690 jiwa pada
tahun 2020. Selain Banjarmasin sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan,
Banjarmasin juga dilirik oleh perusahaan dan industri nasional sebagai wilayah
ekspansi penting dalam rangka pemerataan distribusi produknya. Namun, lahan
yang tersedia tidak seimbang dengan tingginya kebutuhan lahan dan ruang, serta
semakin meningkatnya harga lahan menjadi sebuah permasalahan sehingga
kebanyakan dari ruang kerja maupun hunian dibangun secara vertikal atau
bertingkat. Rumah Kantor PT Goautama Sinarbatuah merupakan hasil modifikasi
dari perhitungan fondasi untuk bangunan dengan ketinggian 33,180 meter menjadi
bangunan 10 lantai dengan ketinggian 47,5 meter.
Bangunan ini dirancang berdasarkan perhitungan struktur atas dan struktur
bawah. Perhitungan struktur atas yang terdiri dari perancangan desain struktur dan
pembebanan struktur atas mengacu pada SNI 03-1727-1989, SNI 2847-2019, SNI
1727-2020 dan SNI 1726-2019. Sedangkan, perhitungan geoteknik mengacu pada
SNI 8460-2017. Struktur menggunakan sistem beton bertulang dengan fc’ 25 MPa
dan fy 400 MPa. Analisa struktur untuk bangunan ini dibantu dengan program
komputer SAP2000 v20.0.0 dan perhitungan manual.
Berdasarkan hasil preliminary design dan kontrol sistem ganda pada
bangunan, digunakan balok dengan dimensi 500 x 600 mm, kolom dengan dimensi
600 x 600 mm, serta dinding geser setebal 300 mm. Daya dukung dihitung
menggunakan tiang pancang berukuran 400 x 400 mm dengan kedalaman fondasi
34 m. Perhitungan daya dukung ijin tiang tunggal menghasilkan Qall sebesar
1379,012 kN yang selanjutnya dihitung ke dalam efisiensi kelompok tiang,
sehingga diperoleh 6 jenis pile cap. Analisa stabilitas bangunan terhadap geser dan
guling sudah memenuhi persyaratan sehingga dinyatakan sangat aman. Adapun
penurunan segera maksimum pada titik – titik fondasi terjadi sekitar 9,916 cm.
Kemudian penulangan pile cap digunakan D19-200 untuk tulangan lentur arah x
dan y, sedangkan digunakan D16-160 untuk tulangan susut arah x dan y.
Kata kunci: bangunan tingkat tinggi, beton bertulang, daya dukung, stabilitas
fondasi, penurunan, penulangan pile cap
i
THE FOUNDATION SYSTEM DESIGN OF TEN STORIES
OFFICE HOUSE OF PT GOAUTAMA SINARBATUAH IN
BANJARMASIN
E-mail: olivieaalmarusadi@gmail.com
ABSTRACT
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
iii
2.4.2 Daya Dukung Fondasi ............................................................. 53
iv
4.3.2 Beban Hidup .......................................................................... 121
v
5.2 Saran .......................................................................................... 204
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Jenis bangunan berdasarkan ketinggian dan jumlah lantai (Idham,
2012) ....................................................................................................................... 2
Gambar 2.1 Lokasi Proyek Rumah Kantor PT. Goautama Sinarbatuah
(Google Maps, 2022) .............................................................................................. 5
Gambar 2.2 Lokasi Proyek Rumah Kantor PT. Goautama Sinarbatuah di Kota
Banjarmasin (PT. GIS Nusantara, 2016) ................................................................ 6
Gambar 2.3 Gambar Portal Struktur Sebelum Dimodifikasi (CV. Adihanman
Tata Rancang, 2020) ............................................................................................... 7
Gambar 2.4 Hasil Pengujian N-SPT dan Boring Log (PT. Kalimantan Soil
Engineering, 2015) .................................................................................................. 8
Gambar 2.5 Hasil Pengujian Sondir (PT. Kalimantan Soil Engineering, 2015)
............................................................................................................................... 10
Gambar 2.6 Peta percepatan spektrum respons 0.2 detik dengan nisbah
redaman 5% di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
(Ss) (Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Lampiran-D9, 2017) ............... 34
Gambar 2.7 Peta percepatan spektrum respons 1 detik dengan nisbah redaman
5% di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun (S1)
(Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Lampiran-D10, 2017) .................... 34
Gambar 2.8 Peta percepatan spektrum respons 0.2 detik dengan nisbah
redaman 5% di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun
(Ss) (Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Lampiran-D11, 2017) ............. 35
Gambar 2.9 Peta percepatan spektrum respons 1 detik dengan nisbah redaman
5% di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (S1)
(Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Lampiran-D12, 2017) .................... 35
Gambar 2.10 Spektrum respon desain (SNI 1726:2019 Gambar 3) ............ 39
Gambar 2.11 Peta transisi periode panjang, TL, wilayah Indonesia (SNI
1726:2019 Gambar 20) ......................................................................................... 39
Gambar 2.12 Struktur Portal Statis Tertentu (Murfihenni, 2014) ............... 45
Gambar 2.13 Reaksi perletakan dan gaya dalam freebody pada portal ....... 46
Gambar 2.14 Fondasi Telapak (Hardiyatmo, 1996: 63) .............................. 48
vii
Gambar 2.15 Fondasi Memanjang (Hardiyatmo, 1996: 63) ........................ 48
Gambar 2.16 Fondasi Rakit (Hardiyatmo, 1996: 63) .................................. 49
Gambar 2.17 Fondasi Sumuran (Hardiyatmo, 1996: 63) ............................ 49
Gambar 2.18 Tiang Kayu (Hardiyatmo, 2008: 63)...................................... 51
Gambar 2.19 Tiang Beton Pracetak (Hardiyatmo, 2008: 63) ...................... 51
Gambar 2.20 Tiang Standar Raimond (Hardiyatmo, 2008: 64) .................. 52
Gambar 2.21 Tiang Franki (Hardiyatmo, 2008: 65) ................................... 52
Gambar 2.22 Tiang Bor (Hardiyatmo, 2008: 67) ........................................ 53
Gambar 2.23 Tampang melintang tiang baja profil (Hardiyatmo, 1996: 68)
............................................................................................................................... 53
Gambar 2.24 Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser setempat (Braja M.
Das, 1998:122) ...................................................................................................... 55
Gambar 2.25 Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser menyeluruh (Braja
M. Das, 1998:123) ................................................................................................ 56
Gambar 2.26 Perhitungan daya dukung ujung (Rahardjo, 2005) ................ 61
Gambar 2.27 Faktor koreksi gesekan selimut tiang pada sondir mekanis dan
listrik (Rahardjo, 2005) ......................................................................................... 62
Gambar 2.28 Faktor Adhesi untuk Tiang Pancang (McClelland, 1974)
(Hardiyatmo, Teknik Fondasi 2, 2008) ................................................................. 65
Gambar 2.29 Hubungan antara Koefisien Gesek Dinding (l) dengan
Kedalaman Penetrasi Tiang (Vijayvergiya dan Focht, 1972) (Hardiyatmo, Teknik
Fondasi 2, 2008) .................................................................................................... 66
Gambar 2.30 Perbandingan zona tertekan antara (a) Tiang Tunggal dan (b)
Kelompok Tiang (Hardiyatmo, 2008: 139) ........................................................... 67
Gambar 2.31 (a) Tekanan pada lapisan tanah lunak tidak begitu besar saat
pengujian tiang tunggal. (b) Tekanan pada lapisan tanah lunak sangat besar
dikarenakan beban struktur telah bekerja pada kelompok tiang. (Hardiyatmo,
Teknik Fondasi 2, 2008) ....................................................................................... 67
Gambar 2.32 Jarak Tiang (Pamungkas dan Harianti, 2013: 88).................. 68
Gambar 2.33 Jarak s dalam hitungan efisiensi tiang (Hardiyatmo, 2008: 144)
............................................................................................................................... 69
viii
Gambar 2.34 Kelompok tiang dibebani dengan beban vertikal dan momen di
kedua arah sumbunya (Hardiyatmo, Teknik Fondasi 2, 2008) ............................. 71
Gambar 2.35 Defleksi dan mekanisme keruntuhan untuk pondasi tiang
pendek dengan kondisi ujung tiang bebas akibat beban lateral pada tanah kohesif
(Broms, 1964) ....................................................................................................... 72
Gambar 2.36 Defleksi akibat beban lateral untuk pondasi tiang pendek ujung
terjepit pada tanah kohesif (Broms, 1964) ............................................................ 73
Gambar 2.37 Defleksi dan mekanisme keruntuhan untuk pondasi tiang
panjang ujung bebas akibat beban lateral pada tanah kohesif (Broms, 1964) ...... 73
Gambar 2.38 Kapasitas beban lateral untuk tiang panjang pada tanah kohesif
(Broms, 1964) ....................................................................................................... 74
Gambar 2.39 Defleksi akibat beban lateral pada tiang panjang ujung terjepit
pada tanah kohesif (Broms, 1964) ........................................................................ 75
Gambar 2.40 Muka air berada di atas dasar fondasi (Das, 1988:124) ......... 75
Gambar 2.41 Muka air berada dibawah Fondasi (Das, 1988: 124) ............. 76
Gambar 2.42 Muka air berada dibawah Fondasi (Das, 1988: 124) ............. 76
Gambar 2.43 Faktor A1 dan A2 untuk penurunan pada tanah lempung jenuh
(Hakam, 2008: 120) .............................................................................................. 82
Gambar 2.44 Faktor Iz (Hakam, 2008: 123) ................................................ 83
Gambar 2.45 Nilai batas rasio distorsi (Hakam, 2008: 112) ....................... 84
Gambar 2.46 Metode Cassagrande untuk menentukan jenis konsolidasi
(Hardiyatmo, Mekanika Tanah II, 2003) .............................................................. 86
Gambar 2.47 Pemasangan tulangan memanjang (Pramana, 2010) ............. 90
Gambar 2.48 Pemasangan tulangan geser (digambar setengah bentang)
(Pramana, 2010) .................................................................................................... 90
Gambar 3.1 Bagan alir perencanaan ............................................................ 92
Gambar 3.2 Portal Tampak Depan .............................................................. 94
Gambar 3.3 Portal Tampak Belakang .......................................................... 95
Gambar 3.4 Portal Tampak Samping Kanan ............................................... 96
Gambar 3.5 Portal Tampak Samping Kiri ................................................... 97
Gambar 3.6 Denah Lantai Dasar ................................................................. 98
Gambar 3.7 Denah Lantai 1 ......................................................................... 98
ix
Gambar 3.8 Denah Lantai 2 ......................................................................... 98
Gambar 3.9 Denah Lantai 3 s.d. 6 ............................................................... 99
Gambar 3.10 Denah Lantai 7 s.d. 10 ........................................................... 99
Gambar 3.11 Denah Lantai Atap ................................................................. 99
Gambar 3.12 Denah Dak ........................................................................... 100
Gambar 3.13 Sketsa Tributary Area .......................................................... 103
Gambar 3.14 Kurva penetrometer design untuk tahanan gesek tiang pada
lapisan tanah lempung ......................................................................................... 105
Gambar 4.1 Denah Balok dan Kolom........................................................ 112
Gambar 4.2 Pelat Satu Arah Pada Bangunan ............................................ 114
Gambar 4.3 Pelat Dua Arah ....................................................................... 115
Gambar 4.4 Desain Respons Spektrum Elastik Desain ............................. 132
Gambar 4.5 Permodelan 3D Struktur Gedung ........................................... 134
Gambar 4.6 Diagram momen .................................................................... 139
Gambar 4.7 Diagram lintang ..................................................................... 140
Gambar 4.8 Diagram normal ..................................................................... 140
Gambar 4.9 Gaya vertikal (arah z) dan gaya horisontal (arah x dan y) ..... 147
Gambar 4.10 Momen – momen arah x, y dan z......................................... 148
Gambar 4.11 Denah titik perletakan pada bangunan ................................. 148
Gambar 4.12 Sketsa tributary area pada perletakan titik 9 dan titik 11.... 150
Gambar 4.13 Grafik sondir Jl. Veteran, Pasir Kuripan.............................. 158
Gambar 4.14 Fz, Mx, My untuk kolom 17 dan 18 .................................... 163
Gambar 4.15 Letak kolom 17 dan 18 terhadap eksentrisitas ..................... 164
Gambar 4.16 Pile cap tipe P3 .................................................................... 167
Gambar 4.17 Pile cap tipe P4 .................................................................... 167
Gambar 4.18 Pile cap tipe P5 .................................................................... 168
Gambar 4.19 Pile cap tipe P6 .................................................................... 168
Gambar 4.20 Pile cap tipe P7 .................................................................... 169
Gambar 4.21 Pile cap tipe P8 .................................................................... 169
Gambar 4.22 Denah pile cap ..................................................................... 170
Gambar 4.23 Brosur tiang pancang Wika Beton ....................................... 174
x
Gambar 4.24 Hubungan antara kohesi dan nilai N-SPT untuk tanah kohesif
(Irsyam, 2012) ..................................................................................................... 175
Gambar 4.25 Tahanan lateral ultimit tiang dalam tanah kohesif (Hardiyatmo,
Teknik Fondasi 2, 2008) ..................................................................................... 176
Gambar 4.26 Diagram tekanan angin datang dan angin pergi sumbu x .... 182
Gambar 4.27 Diagram tekanan angin datang dan angin pergi sumbu y .... 182
Gambar 4.28 Penampang pile cap tipe P4 ................................................. 191
Gambar 4.29 Detail penulangan pile cap ................................................... 196
Gambar 4.30 Tampak atas detail penulangan P3....................................... 197
Gambar 4.31 Tampak atas detail penulangan P4....................................... 197
Gambar 4.32 Tampak atas detail penulangan P5....................................... 198
Gambar 4.33 Tampak atas detail penulangan P6....................................... 198
Gambar 4.34 Tampak atas detail penulangan P7....................................... 199
Gambar 4.35 Tampak atas detail penulangan P8....................................... 199
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan (PPPURG 1989 Tabel 1) ........... 16
Tabel 2.2 Berat Satuan Komponen Gedung (PPPURG 1989 Tabel 1) ....... 17
Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Gedung (SNI 1727:2020 Pasal 4.3.1 Tabel 4.3-
1) ........................................................................................................................... 19
Tabel 2.4 Beban hidup minimum terdistribusi merata (SNI 1727:2020 Pasal
C4.3.1 Tabel C4.3-1)............................................................................................. 22
Tabel 2.5 Kategori risiko bangunan dan struktur lainnya untuk beban banjir,
angin, salju, gempa, dan es (SNI 1721-2020 Pasal 1 Tabel 1.5-1). ...................... 23
Tabel 2.6 Faktor arah angin (Kd) (SNI 1727:2020 Pasal 26 Tabel 26.6-1) 25
Tabel 2.7 Kategori topografi (Kzt) (SNI 1727:2020 Pasal 26.8.1) .............. 27
Tabel 2.8 Klasifikasi ketertutupan dan koefisien tekanan internal (SNI 1727-
2020 Tabel 26.13-1) .............................................................................................. 28
Tabel 2.9 Koefisien eksposur (SNI 1727:2020 Pasal 26 Tabel 26.10-1) .... 28
Tabel 2.10 Koefisien tekanan eksternal untuk bangunan (SNI 1727:2020
Gambar 27.3-1) ..................................................................................................... 30
Tabel 2.11 Kategori risiko bangunan gedung dan nongedung untuk beban
gempa (SNI 1726:2019 Tabel 3) ........................................................................... 32
Tabel 2.12 Faktor keutamaan gempa (SNI 1726:2019 Pasal 4.1.2 Tabel 4) 32
Tabel 2.13 Klasifikasi situs (SNI 1726:2019 Pasal 5.3 Tabel 5) ................. 36
Tabel 2.14 Koefisien Situs, Fa (SNI 1726:2019 Pasal 6.2 Tabel 6) ............ 37
Tabel 2.15 Koefisien situs, Fv (SNI 1726:2019 Pasal 6.2 Tabel 7) ............. 37
Tabel 2.16 Kategori desain seismic berdasarkan parameter respons
percepatan pada periode pendek (SNI 1726:2019 Tabel 8) .................................. 39
Tabel 2.17 Kategori desain seismic berdasarkan parameter respons
percepatan pada periode 1 detik (SNI 1726:2019 Tabel 9)................................... 40
Tabel 2.18 Faktor R, Cd, Ω0 untuk sistem pemikul gaya seismik (SNI
1726:2019 Pasal 7.2.1 Tabel 12) ........................................................................... 40
Tabel 2.19 Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x (SNI 1726:2019
Pasal 7.8.2.1 Tabel 18) .......................................................................................... 41
Tabel 2.20 Faktor Daya Dukung Menurut Terzhagi (Hakam, 2008) .......... 56
xii
Tabel 2.21 Faktor Bentuk, Kedalaman dan Sudut Beban untuk Rumus Daya
Dukung Meyerhof (Hakam, 2008) ........................................................................ 58
Tabel 2.22 Faktor daya dukung Meyerhof (Hakam, 2008) ......................... 59
Tabel 2.23 Nilai Interpolasi Nq menurut Meyerhof .................................... 64
Tabel 2.24 Faktor pengaruh (Ip) untuk fondasi fleksibel (Craig, 2004) ...... 80
Tabel 2.25 Perkiraan Rasio Poisson (Hakam, 2008;114) ............................ 81
Tabel 2.26 Perkiraan Modulus Elastis E (Hakam, 2008: 114) .................... 81
Tabel 2.27 Faktor Iz dan kedalaman z untuk nilai L tertentu (Hakam, 2008:
123) ....................................................................................................................... 84
Tabel 2.28 Batas penurunan ijin (Hakam, 2008: 112) ................................. 85
Tabel 3.1 Beban angin desain minimum (SPGAU, Pasal 27.1.5) ............. 102
Tabel 3.2 Faktor koreksi panjang tiang bor ............................................... 106
Tabel 3.3 Faktor koreksi diameter lubang bor ........................................... 106
Tabel 4.1 Tinggi Minimum Balok Nonprategang (SNI 2847:2019, Pasal
9.3.1.1) ................................................................................................................ 112
Tabel 4.2 Ukuran Dimensi Balok .............................................................. 113
Tabel 4.3 Ketebalan minimum pelat solid satu arah nonprategang (SNI
2847:2019 Pasal 7.3.1.1) ..................................................................................... 115
Tabel 4.4 Ketebalan minimum pelat dua arah nonprategang tanpa balok
interior (mm) (SNI 2847:2019, Tabel 8.3.1.1) .................................................... 116
Tabel 4.5 Ketebalan minimum pelat dua arah nonprategang dengan balok di
antara tumpuan pada semua sisinya (SNI 2847:2019, Tabel 8.3.1.2) ................. 118
Tabel 4.6 Tebal Pelat Rencana .................................................................. 119
Tabel 4.7 Ketebalan minimum dinding geser (SNI 2847:2019 Pasal 11.3.1.1)
............................................................................................................................. 119
Tabel 4.8 Beban Mati Rencana Pada Bangunan (PPPURG 1989) ............ 121
Tabel 4.9 Spesifikasi Lift Hyundai R9 Elevator (Hyundai Planning Guide
2020) ................................................................................................................... 121
Tabel 4.10 Beban Hidup Rencana Pada Bangunan (SNI 1727:2020 Pasal
4.3.1) ................................................................................................................... 122
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Tekanan Velositas (qz atau qh) ................... 125
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Tekanan Angin Datang .............................. 126
xiii
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Beban Angin Datang Sumbu X ................. 127
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Beban Angin Datang Sumbu Y ................. 128
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Beban Angin Pergi Sumbu X .................... 128
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Beban Angin Pergi Sumbu Y .................... 129
Tabel 4.17 Tahanan penetrasi rerata (N) ................................................... 130
Tabel 4.18 Respons Spektrum Percepatan Desain .................................... 131
Tabel 4.19 Dimensi Rencana Komponen Struktural ................................. 134
Tabel 4.20 Rekapitulasi Beban Mati ......................................................... 135
Tabel 4.21 Rekapitulasi Beban Hidup ....................................................... 135
Tabel 4.22 Beban Angin Datang (Windward Wall) Sumbu X .................. 136
Tabel 4.23 Beban Angin Datang (Windward Wall) Sumbu Y .................. 136
Tabel 4.24 Beban Angin Pergi (Leeward Wall) Sumbu X ........................ 136
Tabel 4.25 Beban Angin Pergi (Leeward Wall) Sumbu Y ........................ 137
Tabel 4.26 Respons Spektrum Desain ....................................................... 137
Tabel 4.27 Parameter Faktor Skala Beban Gempa .................................... 137
Tabel 4.28 Kombinasi Pembebanan Untuk Metode Ultimit ..................... 138
Tabel 4.29 Kombinasi Pembebanan Untuk Metode Tegangan Izin .......... 138
Tabel 4.30 Gaya geser dari analisa respons spektrum ............................... 141
Tabel 4.31 Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x (SNI 1726:2019,
Pasal 7.8.2.1, Tabel 18) ....................................................................................... 142
Tabel 4.32 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung (SNI
1726:2019 Pasal 7.8.2 Tabel 17) ......................................................................... 142
Tabel 4.33 Berat seismik efektif ................................................................ 144
Tabel 4.34 Gaya geser dasar analisa respons spektrum terkoreksi ............ 145
Tabel 4.35 Simpangan antar tingkat izin (∆a) (SNI 1726:2019 Pasal 7.12.1
Tabel 20) ............................................................................................................. 145
Tabel 4.36 Kontrol simpangan antar lantai................................................ 146
Tabel 4.37 Kontrol sistem ganda ............................................................... 146
Tabel 4.38 Kontrol gaya geser dasar setelah modifikasi ........................... 147
Tabel 4.39 Kontrol sistem ganda setelah modifikasi ................................. 147
Tabel 4.40 Reaksi pada fondasi ................................................................. 148
xiv
Tabel 4.41 Rekapitulasi kontrol pembebanan SAP2000 dan perhitungan
manual ................................................................................................................. 157
Tabel 4.42 Hasil perhitungan daya dukung gesek tiang berdasarkan data CPT
............................................................................................................................. 159
Tabel 4.43 Hasil perhitungan nilai SPT terkoreksi .................................... 160
Tabel 4.44 Hasil perhitungan daya dukung gesek tiang berdasarkan data SPT
............................................................................................................................. 161
Tabel 4.45 Hasil perhitungan combined footing ........................................ 165
Tabel 4.46 Hasil perhitungan jumlah tiang pada titik-titik fondasi ........... 166
Tabel 4.47 Hasil perhitungan daya dukung kelompok tiang ..................... 171
Tabel 4.48 Hasil perhitungan beban maksimum tiang pada kelompok tiang
............................................................................................................................. 173
Tabel 4.49 Hasil perhitungan beban lateral per tiang ................................ 178
Tabel 4.50 Hubungan modulus subgrade (k1) dengan kuat geser undrained
untuk lempung kaku terkonsolidasi berlebihan (overconsolidated) menurut
Terzaghi (1955) (Hardiyatmo, Teknik Fondasi 2, 2008) .................................... 179
Tabel 4.51 Hasil perhitungan beban angin pada setiap tampak bangunan 180
Tabel 4.52 Titik berat bangunan untuk tampak depan, belakang, samping
kanan dan samping kiri ....................................................................................... 181
Tabel 4.53 Nilai momen akibat beban angin ............................................. 181
Tabel 4.54 Titik berat bangunan tampak atas ............................................ 183
Tabel 4.55 Kontrol analisa stabilitas guling .............................................. 183
Tabel 4.56 Berat sendiri pile cap ............................................................... 184
Tabel 4.57 Luasan total pile cap pada bangunan ....................................... 184
Tabel 4.58 Hasil perhitungan penurunan ................................................... 186
Tabel 4.59 Hasil perhitungan kontrol tegangan geser satu arah ................ 189
Tabel 4.60 Hasil perhitungan kontrol tegangan geser dua arah................. 190
Tabel 4.61 Hasil perhitungan penulangan lentur arah x ............................ 200
Tabel 4.62 Hasil perhitungan penulangan lentur y .................................... 201
Tabel 4.63 Hasil perhitungan penulangan susut arah x dan arah y ........... 202
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Gambar 1.1 Jenis bangunan berdasarkan ketinggian dan jumlah lantai (Idham,
2012)
Salah satu aspek penting dalam konstruksi bangunan bertingkat tinggi adalah
sistem fondasi yang berguna mendukung bangunan yang berada di atasnya. Pada
bangunan bertingkat tinggi, beban – beban yang disalurkan oleh struktur atas
bangunan terhadap fondasi akan sangat besar dibandingkan bangunan bertingkat
rendah, sehingga fondasi harus mampu menahan kestabilan bangunan terhadap
beban vertikal maupun horisontal, serta tidak boleh ada penurunan fondasi merata
lebih dari batas yang ditentukan. Suatu hal yang sangat penting dalam perancangan
fondasi yaitu harus mempertimbangkan kondisi tanah. Banjarmasin didominasi
oleh tanah lunak. Tanah lunak memiliki karakteristik kekuatan geser yang kecil dan
kemampumampatan (compressibility) yang besar. Daya dukung fondasi merupakan
fungsi dari kekuatan geser tanah, dimana semakin kecil kekuatan geser tanah, akan
semakin kecil pula daya dukung fondasi pada lapisan tanah tersebut. Parameter
kemampumampatan yang dimiliki oleh suatu lapisan tanah berbanding lurus
dengan penurunan yang akan terjadi ketika lapisan tanah tersebut menerima beban
di atasnya. Sehingga lapisan tanah yang memiliki kemampumampatan yang tinggi
akan mengalami penurunan yang besar ketika dibebani. Kondisi inilah yang
2
menjadi pembahasan menarik pada perancangan ini, karena faktor kondisi tanah ini
yang akan menentukan sistem fondasi yang digunakan agar tidak terjadi kegagalan
struktur.
Berdasarkan kondisi lapangan di Banjarmasin dan menimbang permasalahan
tersebut, maka penulis memutuskan mengambil mata kuliah Tugas Akhir dengan
pembahasan perancangan sistem fondasi bangunan bertingkat sepuluh di kota
Banjarmasin. Bangunan yang akan dirancang adalah bangunan hasil modifikasi
Rumah Kantor PT. Goautama Sinar Batuah Banjarmasin yang direncanakan ada
penambahan jumlah lantai yang awalnya delapan lantai menjadi sepuluh lantai.
3
7. Merancang pile cap.
8. Menggambar detail rancangan.
1.5 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diterima dari perancangan ini adalah
sebagai berikut.
1. Menambah pengetahuan tentang penerapan teori yang diterima saat
perkuliahan.
2. Mendapatkan desain sistem fondasi dari Rumah Kantor PT. Goautama Sinar
Batuah Kota Banjarmasin dengan adanya penambahan jumlah lantainya
menjadi sepuluh lantai.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Lokasi Proyek Rumah Kantor PT. Goautama Sinarbatuah (Google
Maps, 2022)
5
Gambar 2.2 Lokasi Proyek Rumah Kantor PT. Goautama Sinarbatuah di Kota
Banjarmasin (PT. GIS Nusantara, 2016)
6
Gambar 2.3 Gambar Portal Struktur Sebelum Dimodifikasi (CV. Adihanman Tata
Rancang, 2020)
7
kedalaman 40 meter. Penyelidikan tanah pada lokasi bangunan ini sudah diuji
sondir (lihat Gambar 2.5) dan N-SPT oleh Somif Borneo Perkasa pada tahun 2021.
Gambar 2.4 Hasil Pengujian N-SPT dan Boring Log (Somif Borneo Perkasa,
2021)
8
Lanjutan Gambar 2.4 Hasil Pengujian N-SPT dan Boring Log (Somif Borneo
Perkasa, 2021)
9
Gambar 2.5 Hasil Pengujian Sondir (Somif Borneo Perkasa, 2021)
10
Lanjutan Gambar 2.5 Hasil Pengujian Sondir (Somif Borneo Perkasa, 2021)
11
Lanjutan Gambar 2.5 Hasil Pengujian Sondir (Somif Borneo Perkasa, 2021)
12
Lanjutan Gambar 2.5 Hasil Pengujian Sondir (Somif Borneo Perkasa, 2021)
13
Lanjutan Gambar 2.5 Hasil Pengujian Sondir (Somif Borneo Perkasa, 2021)
14
Lanjutan Gambar 2.5 Hasil Pengujian Sondir (Somif Borneo Perkasa, 2021)
15
struktur. Kemudian dilakukan analisis struktur untuk mengetahui kapasitas
penampang dan tulangan yang dibutuhkan oleh struktur pada fondasi.
16
Tanah, lempung dan lanau (basah) 2000
Timah hitam (timbel) 11400
17
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso, per m2
50
bidang atap
Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang
40
atap
Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng 10
Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton,
24
tanpa adukan per cm tebal
Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 11
18
Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Gedung (SNI 1727:2020 Pasal 4.3.1 Tabel 4.3-1)
19
Lanjutan Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Gedung(SNI 1727:2020 Pasal 4.3.1 Tabel
4.3-1)
20
Lanjutan Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Gedung (SNI 1727:2020 Pasal 4.3.1 Tabel
4.3-1)
21
Lanjutan Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Gedung (SNI 1727:2020 Pasal 4.3.1 Tabel
4.3-1)
Tabel 2.4 Beban hidup minimum terdistribusi merata (SNI 1727:2020 Pasal
C4.3.1 Tabel C4.3-1)
22
2.3.3 Beban Angin
Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan
negatif (isapan) yang bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau. Pada SNI
1727:2020 Pasal 27 untuk menentukan beban angin SPGAU terhadap bangunan
gedung tertutup, tertutup sebagian, dan terbuka dari semua ketinggian adalah
sebagai berikut.
1. Tentukan kategori risiko bangunan gedung.
Tabel 2.5 Kategori risiko bangunan dan struktur lainnya untuk beban banjir, angin,
salju, gempa, dan es (SNI 1721-2020 Pasal 1 Tabel 1.5-1).
Penggunaan atau pemanfaatan fungsi Kategori
bangunan gedung dan struktur risiko
Bangunan gedung dan struktur lain yang merupakan risiko
rendah untuk kehidupan manusia dalam kehadiran I
kegagalan.
Semua bangunan gedung dan struktur lain kecuali mereka
II
terdaftar dalam kategori risiko I, III, dan IV.
Bangunan gedung dan struktur lain, kegagalan yang dapat
menimbulkan risiko besar bagi kehidupan manusia.
23
pihak yang berwenang dan cukup untuk menimbulkan suatu
ancaman kepada publik jika dirilis*
Bangunan gedung dan struktur lain yang dianggap sebagai
fasilitas penting.
24
a. Faktor arah angin (Kd) lihat Tabel 2.6. Faktor ini hanya akan
dimasukkan dalam menentukan beban angin bila kombinasi beban yang
disyaratkan digunakan.
Tabel 2.6 Faktor arah angin (Kd) (SNI 1727:2020 Pasal 26 Tabel 26.6-1)
Faktor arah angin
Tipe struktur
(Kd)
Bangunan gedung
Sistem Penahan Gaya Angin Utama (SPGAU) 0,85
Komponan dan Klading (K&K) 0,85
Atap lengkung 0,85
Kubah berbentuk bundar 1,0*
Cerobong, tangki, dan struktur serupa
Persegi 0,90
Segi enam 0,95
Segi delapan 1,0*
Bundar 1,0*
Dinding solid yang berdiri bebas, peralatan
bagian atap, dan panel petunjuk solid yang 0,85
berdiri bebas serta panel petunjuk terikat
Panel petunjuk terbuka dan rangka terbuka
0,85
bidang tunggal
Rangka batas menara
Segitiga, persegi, atau persegi panjang 0,85
Semua penampang lainnya
*Faktor arah angin Kd = 0,95 diizinkan untuk struktur bundar atau struktur segi
delapan dengan sistem struktur non-asimetris.
25
yang banyak memiliki ukuran dari tempa tinggal keluarga tunggal
atau lebih besar.
− Kekasaran permukaan C: Dataran terbuka dengan penghalang
tersebar yang memiliki tinggi umumnya kurang dari 30 ft (9.1 m).
Kategori ini mencakup daerah terbuka datar dan padang rumput.
− Kekasaran permukaan D: Area datar, area tidak terhalang dan
permukaan air. Kategori ini berisi lumpur halus, padang garam, dan
es tak terputus.
Kategori Eksposur dikategorikan sebagai berikut.
− Eksposur B: Untuk bangunan gedung dengan tinggi atap rata-
rata kurang dari atau sama dengan 30 ft (9.1 m), eksposur B berlaku
bilamana kekasaraan permukaan tanah, sebagaimana ditentukan
oleh kekasaran permukaan B, berlaku di arah lawan angin untuk
jarak yang lebih besar dari 1500 ft (457 m). Untuk bangunan dengan
tinggi atap rata-rata lebih besar dari 30 ft (9.1 m), eksposur B berlaku
bilamana kekasaran permukaan B berada dalam arah lawan angin
untuk jarak lebih besar dari 2600 ft (792 m) atau 20 kali tinggi
bangunan, pilih yang terbesar.
− Eksposur C: Eksposur C berlaku untuk semua kasus di mana
eksposur B atau D tidak berlaku.
− Eksopur D: Eksposur D berlaku bilamana kekasaran permukaan
tanah, sebagaimana ditentukan oleh kekasaran permukaan D,
berlaku di arah lawan angin untuk jarak yang lebih besar dari 5000
ft (1524 m) atau 20 kali tinggi bangunan, pilih yang terbesar.
Eksposur D juga berlaku bilamana kekasaran permukaan tanah
segera lawan angin dari situs B atau C, dan situs yang berada dalam
jarak 600 ft (183 m) atau 20 kali tinggi bangunan, mana yang
terbesar, dari kondisi eksposur D sebagaimana ditentukan dalam
kalimat sebelumnya.
26
c. Kategori topografi (Kzt), harus dimasukkan dalam perhitungan beban
angin bila kondisi bangunan gedung dan kondisi lokasi struktur
memenuhi kondisi pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Kategori topografi (Kzt) (SNI 1727:2020 Pasal 26.8.1)
Parameter untuk peningkatan kecepatan di atas bukit dan tebing
K1/(H/LH)
Eksposur Sisi angin
Bentuk bukit Sisi angin pergi
datang dari
B C D dari puncak
puncak
Bukit memanjang
2-dimensi (atau
lembah dengan 1,3 1,5 1,55 3 1,5 1,5
negatif H dalam
K1/(H/LH)
Tebing 2-dimensi 0,75 0,85 0,95 2,5 1,5 4
Bukit simetris 3-
0,95 1,05 1,15 4 1,5 1,5
dimensi
27
Tabel 2.8 Klasifikasi ketertutupan dan koefisien tekanan internal (SNI 1727- 2020
Tabel 26.13-1)
Koefisien tekanan
Klasifikasi ketertutupan Tekanan internal
internal (GCpi)
-0,18
Bangunan tertutup Sedang
-0,18
Bangunan tertutup -0,55
Tinggi
sebagian -0,55
Bangunan terbuka -0,18
Sedang
sebagian -0,18
Bangunan terbuka Diabaikan 0,00
Tanda positif dan negatif pada tebel menandakan tekanan yang bekerja
menuju dan menjauhi dari permukaan internal. Nilai GCpi harus digunakan dengan
qz atau qh. Dua kasus harus dipertimbangkan untuk menentukan persyaratan beban
kritis untuk kondisi yang sesuai nilai positif dan negatif dari GCpi dan diterapkan
untuk seluruh permukaan internal.
4. Tentukan koefisien eksposur tekanan velositas (Kh dan Kz), lihat Tabel
2.9.
Tabel 2.9 Koefisien eksposur (SNI 1727:2020 Pasal 26 Tabel 26.10-1)
Ketinggian di atas permukaan
Eksposur
tanah
ft m B C D
0-15 0-4,6 0,57 (0,70)a 0,85 1,03
20 6,1 0,62 (0,70)a 0,95 1,08
25 7,6 0,66 (0,70)a 0,94 1,12
30 9,1 0,70 0,98 1,16
40 12,2 0,76 1,04 1,12
50 15,2 0,81 1,09 1,27
60 18,0 0,85 1,13 1,31
70 21,3 0,89 1,17 1,34
80 24,4 0,93 1,21 1,38
28
90 27,4 0,96 1,24 1,40
100 30,5 0,99 1,26 1,43
120 36,6 1,04 1,31 1,48
140 42,7 1,09 1,36 1,52
160 48,8 1,13 1,39 1,55
180 54,9 1,17 1,43 1,58
200 61,0 1,20 1,46 1,61
250 76,2 1,28 1,53 1,68
300 91,4 1,35 1,59 1,73
350 106,7 1,41 1,64 1,78
400 121,9 1,47 1,69 1,82
450 137,2 1,52 1,73 1,86
500 152,4 1,56 1,77 1,89
29
6. Tentukan Koefisien Tekanan Eksternal (Cp/Cn)
Tabel 2.10 Koefisien tekanan eksternal untuk bangunan (SNI 1727:2020 Gambar
27.3-1)
Koefisien tekanan dinding, Cp
Permukaan L/B Cp D
Seluruh nilai 0,8 qz
Dinding di sisi angin datang
0–1 - 0,5 qh
2 - 0,3 qh
Dinding di sisi angin pergi
≥4 - 0,2 qh
Dinding tepi Seluruh nilai - 0,7 qh
30
tekanan internal positif, qi secara konservatif boleh dihitung pada
ketinggian h (qi = qh).
G = faktor efek-hembusan angin, lihat Pasal 26.11. Untuk bangunan
gedung fleksibel, Gf yang ditentukan menurut Pasal 26.11.5 harus
menggantikan G.
Cp = koefisien tekanan eksternal dari Gambar 27.3-1, 27.3-2 dan 27.3-
3
(GCpi) = koefisien tekanan internal dari Tabel 26.13-1
31
1. Kategori risiko struktur bangunan (I-IV)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 1 Tabel 3 berkaitan dengan tingkat
risiko yang diperbolehkan pada bangunan yang direncanakan sesuai dengan
peruntukannya. Penentuannya kategori risiko dapat dilihat pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Kategori risiko bangunan gedung dan nongedung untuk beban gempa
(SNI 1726:2019 Tabel 3)
32
IV 1,5
3. Menentukan parameter percepatan gempa terpetakan (Ss, S1)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 6.2, penentuan respons spektral
pecepatan gempa MCER di permukaan tanah ditentukan dengan parameter Ss
(percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1 (percepatan batuan dasar
pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spektral
percepatan 0.2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik dengan
kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 % dalam 50 tahun),
dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi. Faktor
amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran
periode pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili
getaran perode 1 detik (Fv). Parameter respons spektral percepatan pada peroide
pendek (SMS) dan periode 2 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh
klasifikasi situs, harus ditentukan dengan persamaan berikut.
SMS = FaSs (2.6)
SM1 = FvS1 (2.7)
dengan
Ss = parameter respons spectral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
periode pendek.
S1 = parameter respons spectral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
periode 1.0 detik.
33
Gambar 2.6 Peta percepatan spektrum respons 0.2 detik dengan nisbah redaman
5% di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun (Ss)
(Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Lampiran-D9, 2017)
Gambar 2.7 Peta percepatan spektrum respons 1 detik dengan nisbah redaman 5%
di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun (S1) (Peta
Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Lampiran-D10, 2017)
34
Gambar 2.8 Peta percepatan spektrum respons 0.2 detik dengan nisbah redaman
5% di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (Ss)
(Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Lampiran-D11, 2017)
Gambar 2.9 Peta percepatan spektrum respons 1 detik dengan nisbah redaman 5%
di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (S1) (Peta
Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Lampiran-D12, 2017)
35
4. Menentukan klasifikasi situs (SA – SF)
Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai dengan Tabel 2.13,
berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas.
Tabel 2.13 Klasifikasi situs (SNI 1726:2019 Pasal 5.3 Tabel 5)
Kelas situs ̅̅̅
𝒗𝒔 (m/detik) ̅ atau ̅̅̅̅̅
𝑵 𝑵𝒄𝒉 ̅̅̅
𝒗𝒔 (kPa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 - 1500 N/A N/A
SC (tanah keras,
sangat padat, dan 350 - 750 >50 ≥100
batuan lunak)
SD (tanah sedang) 175 - 350 15 - 50 50 – 100
<175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3
m tanah dengan karakteristik sebagai berikut.
SE (tanah lunak)
1. Indeks plastisitas, PI > 20
2. Kadar air, w ≥ 40%
3. Kuat geser 𝑠̅𝑢 < 25 kPa
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau
lebih dari karakteristik berikut.
SF (tanah khusus − Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban
yang membutuhkan gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat
investifasi geoteknik sensitif, tanah tersementasi lemah
spesifik dan analisis − Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan
respons spesifik- H > 3 m)
situs yang mengikuti − Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >
6.10.1) 7,5 m dengan indeks plasitisitas PI > 75)
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan
ketebalan H > 35 m dengan 𝑠̅𝑢 < 25 kPa
36
5. Menentukan koefisien-koefisien situs dan parameter-parameter
respons spektral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan
risiko-tertarget (MCER)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 6.2, untuk penentuan respons spektral
percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi
seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Berdasarkan SNI 1726:2019
Pasal 6.3, menghitung parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek
(SDS) dan pada perioda 1 detik (SD1) harus ditentukan melalui persamaan:
SDS = 2/3SMS (2.8)
SD1 = 2/3SM1 (2.9)
Tabel 2.14 Koefisien Situs, Fa (SNI 1726:2019 Pasal 6.2 Tabel 6)
Parameter respons spektral percepatan gempa maksimum yang
Kelas
dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER) terpetakan pada
situs
periode pendek, T=0,2 detik Ss
Ss ≤ 0,25 Ss = 0,50 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss = 1,25 Ss ≥ 1,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
SC 1,3 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 1,0
SE 2,4 1,7 1,3 1,1 0,9 0,8
SF SS(a)
37
SF SS(a)
b. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari
atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama
dengan SDS.
c. Untuk perioda lebih besar dari Ts spektrum respons percepatan desain,
Sa, diambil berdasarkan persamaan:
𝑆𝐷1
𝑆𝑎 = (2.11)
𝑇
d. Untuk periode ebih besar dari TL, respons spektral percepatan desain Sa,
diambil berdasarkan persamaan:
𝑆𝐷1 𝑇𝐿
𝑆𝑎 = (2.12)
𝑇2
dengan
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek
SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1 detik
T = periode getar fundamental struktur
𝑆
𝑇0 = 0,2 𝑆𝐷1 (2.13)
𝐷𝑆
𝑆𝐷1
𝑇𝑆 = (2.14)
𝑆𝐷𝑆
TL = Peta transisi periode panjang yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 yang
nilainya diambil dari Gambar 2.11
38
Gambar 2.10 Spektrum respon desain (SNI 1726:2019 Gambar 3)
Gambar 2.11 Peta transisi periode panjang, TL, wilayah Indonesia (SNI
1726:2019 Gambar 20)
7. Menentukan Kategori desain seismik (A-D)
Berdasarkan SNI 1726:2019 kategori desain seismic dapat dilihat pada
berikut, terlepas dari nilai perioda fundamental getaran struktur, T.
Tabel 2.16 Kategori desain seismic berdasarkan parameter respons percepatan
pada periode pendek (SNI 1726:2019 Tabel 8)
Kategori risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 < SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
39
0,50 ≤ SDS D D
Tabel 2.17 Kategori desain seismic berdasarkan parameter respons percepatan pada
periode 1 detik (SNI 1726:2019 Tabel 9)
Kategori risiko
Nilai SD1
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 < SD1 < 0,133 B C
0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
40
9. Menghitung periode fundamental pendekatan
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.8.2.1, karena periode fundamental
struktur belum dapat ditentukan perlu ditentukan periode fundamental pendekatan
(Ta).
Tabel 2.19 Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x (SNI 1726:2019 Pasal
7.8.2.1 Tabel 18)
Tipe struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka
memikul 100% gaya seismik yang disaratkan dan
tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan
komponen yang lebih kaku dan akan mencegah
rangka dari defleksi jika dikenai gaya seismik:
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap
0,0731 0,75
tekuk
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75
41
12. Menghitung gaya geser dasar (V)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.8.1, gaya geser dasar seismik (V), dalam
arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan:
V = CsW
42
S = beban pendamping
E = beban gempa
43
Karena pokok persoalan dari sebuah analisis dan desain struktur adalah besarnya
gaya luar yang bekerja pada model struktur, sementara gaya luar yang bekerja pada
model struktur tergantung dari model yang direncanakan, maka bisa dibilang
permodelan struktur adalah bagian terpenting dari proses analisis dan desain
struktur.
44
Gambar 2.12 Struktur Portal Statis Tertentu (Murfihenni, 2014)
Pada perancangan ini, struktur dianggap sebagai struktur statis tertentu
dimana struktur yang stabil terhadap beban – beban yang bekerja, dimana reaksi –
reaksi perletakannya dapat ditentukan hanya dengan menggunakan persamaan
kesetimbangan (∑H = 0, ∑V = 0 dan ∑M = 0).
Setelah dianalisa, akan didapatkan gaya – gaya dalam di seluruh bagian
anggotanya. Gaya dalam adalah gaya rambat yang diimbangi oleh gaya yang
berasal dari kontruksi, berupa gaya lawan dari konstruksi. Analisa hitungan gaya
dalam menurut (Murfihenni, 2014) dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut.
a. Menetapkan dan menyederhanakan konstruksi menjadi suatu sistem yang
memenuhi syarat yang diminta.
b. Menetapkan muatan yang bekerja pada konstruksi.
c. Menghitung keseimbangan luar.
d. Menghitung keseimbangan dalam.
e. Memeriksa kembali semua hitungan.
Apabila struktur dalam keadaan seimbang, maka tiap – tiap bagian dalam
struktur harus dalam keadaan seimbang pula. Maka dari itu menurut penjelasan di
atas, gaya – gaya dalam dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Gaya Normal (N), yaitu gaya dalam yang bekerja searah sumbu balok. Gaya
Normal diberi tanda positif (+) apabila gaya tersebut menimbulkan gaya tarik
45
pada batang (balok) dan diberi tanda negatif (-) apabila gaya tersebut
menimbukan gaya tekan.
b. Gaya Lintang (L), yaitu gaya dalam yang bekerja tegak lurus sumbu balok.
Gaya Lintang diberi tanda positif (+) apabila potongan melintang bagian kiri
bergeser keatas dan bagian kanan bergeser kebawah, serta diberi tanda negatif
(-) apabila potongan melintang bagian kiri bergeser kebawah dan bagian
kanan bergeser keatas.
c. Gaya Momen Lentur (M), yaitu gaya dalam yang menahan lentur sumbu
balok. Gaya Momen Lentur diberi tanda positif (+) apabila gaya itu
menyebabkan sumbu batang (balok) cekung ke atas dan diberi tanda negatif
(-) apabila gaya itu menyebab sumbu batang (balok) cekung ke bawah.
Gambar 2.13 Reaksi perletakan dan gaya dalam freebody pada portal
46
mengakibatkan terjadinya keruntuhan geser tanah serta penurunan (sattlement)
tanah atau fondasi yang berlebihan.
Kunci dalam merancang fondasi untuk bangunan tinggi adalah harus
dipastikan bahwa sistem fondasi memiliki kapasitas dan stabilitas yang memenuhi
syarat untuk menahan semua beban dan kombinasi beban. Sistem fondasi harus
memiliki kapasitas yang memadai untuk menahan beban vertikal dan lateral, dan
ketahanan terhadap rotasi yang memadai untuk menahan momen dan torsi. Beban
vertikal merupakan beban dari arah atas ke bawah, dapat berupa beban mati
maupun beban hidup. Sedangkan beban lateral merupakan beban horizontal
dengan arah dari kiri ke kanan atau sebaliknya berasal dari luar struktur bangunan,
dapat berupa beban angin atau beban gempa. (Asroni, 2010; Poulos, 2017).
Berdasarkan SNI 8460-2017 Pasal 9.2.1, fondasi dari suatu struktur
bangunan harus direncanakan dan dibangun agar aman dalam memikul beban-
beban yang bekerja padanya tanpa mengurangi kestabilan ataupun menyebabkan
deformasi yang besar pada bangunan tersebut, atau bangunan lain di sekitarnya.
Untuk mengatasi kedua hal tersebut, maka perancangan fondasi harus:
• Memenuhi persyaratan kekuatan, baik untuk struktur fondasinya maupun
untuk lapisan tanah pendukung fondasi tersebut (strength requirement).
• Memenuhi persyaratan penurunan yang ditentukan (serviceability
requirement).
47
a. Fondasi Telapak (square foundation)
Fondasi yang langsung menahan beban dan menopang kolom langsung
pada tanah dengan lapisan tanah keras yang tebal dan berkualitas bagus, baik
itu terletak diatas permukaan tanah atau sedikit dari permukaan tanah.
48
dalam segala arah sehingga jika menggunakan pondais telapak sisi-sisinya
akan saling berhimpitan (lihat Gambar 2.14).
49
e. Fondasi Tiang (pile foundation)
Fondasi tiang digunakan bila tanah fondasi pada kedalaman yang
normal tidak mampu mendukung bebannya, dan tanah keras terletak pada
kedalaman yang sangat dalam. Demikian pula, bila fondasi bangunan terletak
pada tanah timbunan yang cukup tinggi, sehingga bila bangunan diletakkan
pada timbunan akan dipengaruhi oleh penurunan yang besar. Bedanya dengan
fondasi sumuran fondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih
panjang. Fondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain:
• Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah
lunak, ke tanah pendukung yang kuat.
• Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman
tertentu sehingga fondasi bangunan mampu memberikan dukungan
yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding
tiang dengan tanah di sekitarnya.
• Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke
atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.
• Untuk menahan gaya – gaya horisontal dan gaya yang arahnya miring.
• Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah
tersebut bertambah.
• Untuk mendukung fondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah
tergerus air.
Contoh fondasi tiang di antaranya sebagai berikut.
1. Tiang Kayu
Tiang kayu adalah tiang yang dibuat dari kayu, umumnya memiliki
diameter antara 10 – 25 cm. Namun tiang yang banyak digunakan di
Indonesia adalah tiang kayu cerucuk dengan diameter 8 – 10 cm dan panjang
4 m sebagai perkuatan daya dukung tanah lunak.
50
Gambar 2.18 Tiang Kayu (Hardiyatmo, 2008: 63)
2. Tiang Beton Pracetak
Tiang beton pracetak adalah tiang yang pembuatan nya tidak langsung
dilokasi konstruksi namun dikerjakan di suatu tempat kemudian diangkut
menuju lokasi proyek konstruksi. Tiang beton umumnya berbentuk persegi
atau bulat.
51
Gambar 2.20 Tiang Standar Raimond (Hardiyatmo, 2008: 64)
Pada tiang yang tidak berselubung pipa, pipa baja yang berlubang
dipancang lebih dulu ke dalam tanah. Kemudian ke dalam lubangnya
dimasukkan adukan beton dan pipa ditarik keluar ketika atau sesudah
pengecoran. Termasuk jenis tiang ini adalah tiang Franki.
52
Gambar 2.22 Tiang Bor (Hardiyatmo, 2008: 67)
5. Tiang Baja Profil
Tiang baja profil termasuk tiang pancang, dengan bahan yang terbuat
dari baja profil. Tiang ini mudah penanganannya dan dapat mendukung beban
pukulan yang besar waktu dipancang pada lapisan yang keras. Bentuk baja
profil berbentuk profil H, empat persegi panjang, segi enam dan lainnya.
Gambar 2.23 Tampang melintang tiang baja profil (Hardiyatmo, 1996: 68)
6. Tiang Komposit
Beberapa kombinasi bahan tiang pancang atau tiang bor dengan tiang
pancang dapat digunakan untuk mengatasi masalah – masalah pada kondisi
tanah tertentu. Masalah pembusukan tiang kayu di atas muka air tanah
misalnya, dapat diatasi dengan memancang tiang komposit yang terdiri tiang
beton di bagian atas dan tiang kayu di bagian bawah zona muka air tanah.
53
dikaitkan dengan sifat – sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat
keruntuhan. Analisisnya dilakukan dengan mengangggap bahwa tanah berkelakuan
sebagai bahan bersifat plastis. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Prandtl
(1921), yang kemudian dikembangkan oleh Tergazhi (1943), Meyerhod (1955), De
Beer dan Vesic (1958).
1. Daya Dukung Fondasi Dangkal
Terdapat beberapa metode yang sering digunakan dalam perhitungan daya
dukung fondasi dangkal ini. Berikut merupakan metode-metode yang digunakan
dalam menganalisis daya dukung pondasi:
a. Menurut Terzaghi
Persamaan umum yang sering digunakan menurut Terzaghi (1943)
berdasarkan bentuk geometri fondasi tersebut adalah sebagai berikut.
• Kapasitas daya dukung fondasi menerus
qu = c Nc + q Nq + ½ γ B Nγ (2.19)
• Kapasitas daya dukung fondasi lingkaran
qu = 1,3 c Nc + q Nq + 0,3 γ B Nγ (2.20)
• Kapasitas daya dukung fondasi bujur sangkar
qu = 1,3 c Nc + q Nq + 0,4 γ B Nγ (2.21)
dengan
qu = daya dukung ultimit
c = nilai kohesi tanah
q = γ x D (bobot satuan isi tanah x kedalaman)
B = lebar fondasi
= nilai sudut geser dalam
Nc, Nq dan Nγ adalah faktor daya dukung yang bergantung pada nilai sudut
geser dalam (Ø) berdasarkan Gambar 2.22 dan Gambar 2.23.
54
Gambar 2.24 Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser setempat (Braja M.
Das, 1998:122)
55
Gambar 2.25 Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser menyeluruh (Braja M.
Das, 1998:123)
Faktor daya dukung tanah menurut terzaghi berdasarkan kondisi
keruntuhan geser umum (general shear failure) dan keruntuhan geser lokal (local
shear failure) juga dapat dilihat pada Tabel 2.20.
Tabel 2.20 Faktor Daya Dukung Menurut Terzhagi (Hakam, 2008)
Keruntuhan Geser Umum Keruntuhan Geser Lokal
Nc Nq N Nc’ Nq’ N’
0 5,7 1,0 0,0 5,7 1,0 0,0
5 7,3 1,6 0,5 6,7 1,4 0,2
56
10 9,6 2,7 1,2 8,0 1,9 0,5
15 12,9 4,4 2,5 9,7 2,7 0,9
20 17,7 7,4 5,0 11,8 3,9 1,7
25 25,1 12,7 9,7 14,8 5,6 3,2
30 37,2 22,5 19,7 19,0 8,3 5,7
34 52,6 36,5 35,0 23,7 11,7 9,0
35 57,8 41,4 42,4 25,2 12,6 10,1
40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18,8
45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7
48 258,3 287,9 780,1 66,8 50,5 60,4
50 347,6 415,1 1153,2 81,3 65,6 87,1
b. Menurut Meyerhof
Kapasitas daya dukung untuk fondasi dangkal menurut Meyerhof (1965)
dapat ditulis sebagai berikut.
qu = cNc(sc dc Ic) + q’ Nq (sq dq Iq) + ½ B Nγ (sγ dγ Iγ) (2.22)
dengan
dc,dq,d = faktor kedalaman
ic,iq,i = faktor kemiringan beban
sc,sq,s = faktor bentuk
q = tegangan efektif akibat berat sendiri tanah pada
kedalaman 1 m = . 1 m = 1,8 . 1 = 1,8 ton/m2
57
Tabel 2.21 Faktor Bentuk, Kedalaman dan Sudut Beban untuk Rumus Daya
Dukung Meyerhof (Hakam, 2008)
Nilai kapasitas daya dukung Nc, Nq, Nγ menurut Meyerhoff dapat dilihat
pada Tabel 2.22.
58
Tabel 2.22 Faktor daya dukung Meyerhof (Hakam, 2008)
59
a. Daya Dukung Tiang Tunggal
Daya dukung tiang dapat dilakukan dengan cara pendekatan statis dan
dinamis. Hitungan daya dukung tiang secara statis dilakukan menurut teori
Mekanika Tanah, yaitu dengan mempelajari sifat-sifat teknis tanah. Daya dukung
ultimate tiang (Qu) tunggal adalah jumlah dari daya dukung ujung tiang (Qs) dan
daya dukung gesek tiang (Qs) antara dinding dan tanah sekitarnya, sedangkan daya
dukung netto tiang (Qnetto) tunggal adalah daya dukung ultimate tiang (Qu)
tunggal dikurangi dengan berat sendiri tiang (Wp). Bila dinyatakan dalam
persamaan, maka:
Qnetto = Qu – Wp = (Qp + Qs) – Wp (2.24)
dengan
Qnetto = daya dukung netto tiang (kN)
Qu = daya dukung ultimate tiang (kN)
Qp = daya dukung ujung tiang (kN)
Qs = daya dukung gesek tiang (kN)
Wp = berat sendiri tiang (kN)
1. Daya Dukung Tiang Tunggal Berdasarkan Data Uji CPT (Cone
Penetration Test) atau Uji Sondir
Cone penetration test (CPT) atau yang sering disebut dengan sondir
merupakan salah satu jenis pengujian lapangan untuk mendapatkan data
parameter kuat dukung tanah. Parameter yang didapatkan dari hasil uji sondir
adalah tahanan ujung sondir (qc) dan tahanan gesek tanah (qs). Nilai qc
menunjukkan nilai tahanan ujung sondir dan ini analog dengan tahanan ujung
pondasi tiang. Sedangkan nilai qs yang merupakan tahanan gesek sondir
menggambarkan tahanan gesek antara tanah dan tiang.
Perhitungan daya dukung tiang menggunakan data CPT atau Uji sondir
dapat dilakukan dengan menggunakan metode Schmertmann – Nottingham
(1975). Metode yang diberikan oleh Schmertmann & Nottingham ini hanya
berlaku untuk pondasi tiang pancang, mereka juga menganjurkan perhitungan
data dukung ujung pondasi tiang menurut cara Begemann, yaitu diambil dari
nilai rata – rata perlawanan ujung sondir 8B di atas ujung tiang dan 0,7B –
4B di bawah ujung tiang dengan B adalah diameter tiang. (Rahardjo, 2005)
60
Persamaan daya dukung ujung tiang untuk kondisi tanah lempung dan
pasir dapat dilihat pada Persamaan 2.25 berikut.
Qb = ½ (qc1 + qc2) Ab (2.25)
dengan,
Qb = daya dukung ujung tiang
qc1 = nilai qc rata – rata di 0,7B – 4B di bawah ujung tiang
qc2 = nilai qc rata – rata dari ujung tiang hingga 8B di atas ujung tiang (lihat
Gambar 2.26)
dengan,
Qs = daya dukung selimut tiang
Kc,s = faktor koreksi gesekan selimut tiang pada sondir (tergantung jenis alat
Sondir dan jenis tanah) (lihat Gambar 2.27)
B = dimensi tiang
D = panjang tiang tertanam
61
fs = tahanan gesek tiang per satuan luas
Gambar 2.27 Faktor koreksi gesekan selimut tiang pada sondir mekanis dan listrik
(Rahardjo, 2005)
Sehingga daya dukung ijin dinyatakan dalam persamaan 2.28 berikut.
Qa = Qb + Qs (2.28)
2. Daya Dukung Tiang Tunggal Berdasarkan Data Uji SPT (Standard
Penetration Test)
Standart Penetration test (SPT) merupakan pengujian lapangan dengan
menggunakan tabung standart diameter 5 cm dan panjang 56 cm. Pengujian
ini dilakukan dalam lubang bor pada kedalaman yang diinginkan. Tabung
standart di tumbuk dengan massa 64 kg dan tinggi jatuh 76,2. Nilai SPT
didefinisikan sebagai jumlah pukulan yang menghasilkan penurunan sedalam
30 cm. Semakin besar nilai SPT tentunya tanahnya semakin keras.
Meyerhof (1956) dalam buku Advanced Foundation Engineering karya
V.N.S. Murthy menyatakan perhitungan daya dukung izin tiang pada
persamaan 2.29.
Qa = Qb + Qs (2.29)
Dengan,
Qa = daya dukung izin
Qb = daya dukung ujung tiang
Qs = daya dukung selimut tiang
62
Persamaan daya dukung ujung tiang dinyatakan pada persamaan 2.30
berikut ini.
Qb = 40 Ncor (L/d) Ab (2.30)
Dengan,
Ncor = nilai SPT rata – rata terkoreksi di dasar tiang
L = panjang tiang pancang
d = diameter tiang pancang
Ab = luas penampang dasar tiang
Persamaan daya dukung selimut tiang dinyatakan pada persamaan 2.31
berikut ini.
Qf = fs As (2.31)
Dengan,
fs = tahanan gesek satuan rata – rata
̅ cor (tanah pasir)
= 2𝑁
̅ cor (tanah lempung)
= 5𝑁
̅ cor = nilai SPT rata – rata terkoreksi di sepanjang tiang
𝑁
As = luas selimut tiang
3. Daya Dukung Tiang Tunggal Berdasarkan Data Laboratorium
Daya dukung tiang yang dipancang dalam tanah adalah jumlah daya
dukung gesek sisi tiang dan daya dukung ujungnya. Besar daya dukung gesek
tiang tergantung dari bahan dan bentuk tiang. Jika tanah homogen maka daya
dukung gesek tiang pada dinding berupa adhesi antara sisi tiang dan tanah
akan berpengaruh besar pada daya dukung ultimitnya.
a) Daya dukung ujung tiang (Qp)
Qp = q x Nq’ x Ap < (0,5 x Pa x Nq’ x tan Ø) x Ap (2.32)
dengan
Qp = daya dukung ujung tiang (kN)
Ap = luas penampang ujung tiang (m2)
q = tekanan vertikal efektif tanah pada dasar tiang
Pa = tekanan atmosfir = 100 kN/m2
Nq’ = faktor daya dukung (lihat Tabel 2.23)
63
Tabel 2.23 Nilai Interpolasi Nq menurut Meyerhof
64
Gambar 2.28 Faktor Adhesi untuk Tiang Pancang (McClelland, 1974)
(Hardiyatmo, Teknik Fondasi 2, 2008)
• Metode
Untuk menentukan tahanan gesek tiang yang dipancang di dalam
tanah lempung, digunakan cara dengan menggunakan koefisien tak
berdimensi 1 yang disarankan oleh Vijayvergiya dan Focht (1972).
Daya dukung gesek tiang (Qs) menggunakan metode λ dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut.
Qs = As . fs (2.35)
fs = (v’ + 2.cu) (2.36)
dengan
= koefisien tak berdimensi (lihat Gambar 2.25)
v’ = tekanan overburden efektif rata – rata yang diambil dari ujung
tiang bawah sampai ke permukaan tanah
65
Gambar 2.29 Hubungan antara Koefisien Gesek Dinding (l) dengan
Kedalaman Penetrasi Tiang (Vijayvergiya dan Focht, 1972)
(Hardiyatmo, Teknik Fondasi 2, 2008)
b. Daya Dukung Tiang Kelompok
Daya dukung pada kelompok tiang tidak selalu sama dengan daya dukung
tiang tunggal di dalamnya. Hal ini dapat terjadi jika tiang dipancang pada lapisan
pendukung yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah yang tidak
mudah mampat, namun memiliki lapisan lunak di bawahnya. Stabilitas kelompok
tiang tergantung dari hal – hal berikut.
• Kemampuan tanah di sekitar dan di bawah kelompok tiang untuk mendukung
beban total struktur.
• Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok tiang.
Perbedaan jumlah daya dukung pada tiang tunggal dan kelompok tiang
bergantung pada jenis lapisan yang berada di bawah tiang tunggal ataupun
kelompok tiang tersebut. Daya dukung akan bernilai sama apabila di bawahnya
terdapat lapisan keras, namun daya dukung kelompok tiang mungkin akan lebih
rendah daripada daya dukung tiang tunggal apabila tiang – tiang dipancang pada
lapisan tanah yang dapat mampat (lempung kaku), ataupun lapisan yang tidak
mudah mampat (pasir padat) namun berada di atas lapisan tanah lunak. Begitu pula
66
pada kasus penurunan tiang, kelompok tiang mungkin akan lebih besar nilai
penurunannya dibandingkan dengan tiang tunggal. Hal ini dikarenakan luas zona
tertekan pada bagian bawah tiang tunggal sangat lebih kecil dibandingkan luas zona
tertekan pada bagian bawah kelompok tiang. (lihat Gambar 2.26 dan Gambar 2.27)
Gambar 2.30 Perbandingan zona tertekan antara (a) Tiang Tunggal dan (b)
Kelompok Tiang (Hardiyatmo, 2008: 139)
Gambar 2.31 (a) Tekanan pada lapisan tanah lunak tidak begitu besar saat
pengujian tiang tunggal. (b) Tekanan pada lapisan tanah lunak sangat besar
dikarenakan beban struktur telah bekerja pada kelompok tiang. (Hardiyatmo,
Teknik Fondasi 2, 2008)
Sehingga besarnya daya dukung total menjadi tereduksi dengan nilai reduksi
yang bergantung pada ukuran, bentuk kelompok, serta panjang tiang yang
digunakan.
1. Jumlah Tiang
67
Untuk menentukan jumlah tiang, didasari oleh perbandingan antara
beban yang bekerja pada pondasi dan daya dukung ijin tiang, maka digunakan
rumus berikut.
𝑃
n=𝑄 (2.37)
𝑖𝑗𝑖𝑛
dengan
P = beban yang bekerja
Qijin = daya dukung ijin tiang tunggal
2. Jarak Tiang
Jarak tiang pada kelompok tiang biasanya diambil 2,5D – 3D, dimana
D merupakan diameter tiang. (Pamungkas dan Harianti, 2013: 87)
dengan
m = jumlah tiang pada deretan baris
n = jumlah tiang pada deretan kolom
3. Efisiensi Kelompok Tiang
Menurut Coduto (1983), efisiensi tiang bergantung pada beberapa
faktor, yaitu:
• Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang.
• Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung).
• Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.
68
• Urutan pemasangan tiang.
• Macam tanah.
• Waktu setelah pemasangan tiang.
• Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah.
• Arah dari beban yang bekerja.
Converse-Labarre Formula menyarankan salah satu persamaan untuk
menghitung efisiensi kelompok tiang, yakni sebagai berikut.
(𝑛′ −1)𝑚+(𝑚−1)𝑛′
Eg = 1 – (2.39)
90𝑚𝑛′
dengan,
Eg = efisiensi kelompok tiang
m = jumlah baris tiang
n’ = jumlah tiang dalam satu baris
q = arc tg d/s, dalam derajat
s = jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.30)
d = diameter tiang
Gambar 2.33 Jarak s dalam hitungan efisiensi tiang (Hardiyatmo, 2008: 144)
4. Daya Dukung Kelompok Tiang (Qpg)
Daya dukung ultimit kelompok tiang dihitung dengan memperhatikan
faktor efisiensi tiang, sehingga didapatkan persamaan berikut (untuk jarak
tiang – tiang kira – kira 2,25D atau lebih).
Qg = Eg x n x Qa (2.40)
dengan,
Qg = daya dukung kelompok tiang
69
Eg = efisiensi kelompok tiang
n = jumlah tiang
Qa = daya dukung ijin tiang tunggal
5. Beban Maksimum Tiang pada Kelompok Tiang
Tiang – tiang akan mengalami gaya tekan atau tarik diakibatkan oleh
adanya pengaruh dari beban – beban di atasnya maupun formasi tiang dalam
satu kelompok tiang. Maka dari itu tiang – tiang haru dikontrol mengenai
ketahanan dari masing – masing tiang terhadap beban struktur atas sesuai
dengan daya dukungnya.
𝑃𝑢 𝑀𝑦 ×𝑋𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑀𝑥 ×𝑌𝑚𝑎𝑥
Pmaks = ± ± (2.41)
𝑛 𝑛𝑦 ∑ 𝑋 2 𝑛𝑥 ∑ 𝑌 2
dengan,
Pmaks = beban maksimum tiang
Pu = gaya aksial yang terjadi (terfaktor)
My = momen yang bekerja tegak lurus sumbu y
Mx = momen yang bekerja tegak lurus sumbu x
Xmax = jarak tiang arah sumbu x terjauh
Ymax = jarak tiang arah sumbu y terjauh
∑X2 = jumlah kuadrat X
∑Y2 = jumlah kuadrat Y
nx = banyak tiang dalam satu baris arah sumbu x
ny = banyak tiang dalam satu baris arah sumbu y
n = jumlah tiang dalam satu kelompok (pile cap)
Pile akan mendapatkan gaya tekan apabila Pmaks bernilai positif, dan
sebaliknya pile akan mendapatkan gaya tarik apabila Pmaks bernilai negatif.
Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat apakah masing – masing tiang
memenuhi daya dukung ijin tekan maupun tarik.
70
Gambar 2.34 Kelompok tiang dibebani dengan beban vertikal dan momen di
kedua arah sumbunya (Hardiyatmo, Teknik Fondasi 2, 2008)
c. Daya Dukung Lateral
Dalam analisis daya horizontal, tiang perlu dibedakan berdasarkan model
ikatannya dengan pile cap.
• Tiang ujung jepit (fixed end pile)
• Tiang ujung bebas (free end pile)
McNulty (1956) mendefinisikan tiang ujung jepit sebagai tiang yang ujung
atasnya terjepit (tertanam) pada pile cap paling sedikit sedalam 60 cm. Dengan
demikian untuk tiang yang bagian atasnya tidak terjepit kurang dari 60 cm termasuk
tiang ujung bebas (free end pile).
Metode perhitungan yang digunakan adalah Metode Brom’s dengan
menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang reaksi atau tahanan tanah mencapai
nilai ultimit. Brom’s membedakan perilaku antara tiang pendek (kaku) dan panjang
tiang panjang (elastis).
Pada tiang dalam tanah kohesif, pengaitan tipe tiang dan jepitan tiang
berdasarkan faktor tak berdimensi L menurut Brom’s yakni sebagai berikut.
71
𝐾1
Kh = 1,5 (2.42)
1
𝐾ℎ.𝑑
= (4.𝐸𝑝.𝑙𝑝)
4
(2.43)
− Tiang ujung bebas dianggap sebagai tiang panjang (tiang kaku), L > 2,5
− Tiang ujung jepit berkelakuan seperti tiang pendek, L < 0,5
1. Tiang Pendek Ujung Bebas
Pola keruntuhan untuk tiang pendek (L/T ≤ 2 atau R/T ≤ 2) dengan
ujung tiang bebas serta kondisi saat tahanan tanah mencapai ultimit di seluruh
kedalaman tiang ditunjukan pada Gambar 2.32 berikut.
72
Gambar 2.36 Defleksi akibat beban lateral untuk pondasi tiang pendek
ujung terjepit pada tanah kohesif (Broms, 1964)
3. Tiang Panjang Ujung Bebas
Mekanisme keruntuhan tanah, distribusi tahanan tanah serta momen
lentur untuk tiang panjang ujung bebas dapat dilihat pada Gambar 2.34
berikut.
73
Pada Gambar 2.34 dapat dilihat bahwa defleksi tiang terutama berada
di dekat permukaan tanah sehingga respon tanah di bagian bawah tiang
semakin mengecil, begitu pula besarnya momen dan distribusinya sepanjang
tiang. Maka, untuk tanah kohesif, pada tiang panjang dengan ujung bebas
berlaku persamaan berikut.
𝐼𝑝
Tahanan momen, W = 𝑑/2 (2.44)
My = lt . w (2.45)
Mmax = Hu . (e + 1,5 . B + 0,5 . f) (2.46)
𝐻𝑢
f = 9 .𝐶𝑢 .𝐵 (2.47)
Gambar 2.38 Kapasitas beban lateral untuk tiang panjang pada tanah kohesif
(Broms, 1964)
4. Tiang Panjang Ujung Terjepit
Mekanisme keruntuhan tanah, distribusi tahanan tanah serta momen
lentur untuk tiang panjang ujung terjepit dapat dilihat pada Gambar 2.36
berikut.
74
Gambar 2.39 Defleksi akibat beban lateral pada tiang panjang ujung terjepit
pada tanah kohesif (Broms, 1964)
Gambar 2.40 Muka air berada di atas dasar fondasi (Das, 1988:124)
75
Gambar 2.41 Muka air berada dibawah Fondasi (Das, 1988: 124)
Gambar 2.42 Muka air berada dibawah Fondasi (Das, 1988: 124)
Muka air tanah erat kaitan nya dengan berat volume dari tanah. Pada
Gambar 2.37 letak muka air tanah berada diatas dasar Fondasi atau tidak jauh dari
permukaan tanah, maka persamaan daya dukung untuk parameter q harus dihitung
sebagai berikut.
q = γ (Df – D) + γ’D (2.49)
Dimana:
γ’ = (γsat – γwet) = berat volume efektif dari tanah
Sehingga berat volume tanah pada persamaan daya dukung harus diganti
dengan γ'. Kemudian pada Gambar 2.38 letak muka air tanah berada tepat di
dasar Fondasi maka harga q akan sama dengan γDf, tetapi untuk berat volume tanah
γ untuk persamaan daya dukung harus diganti dengan γ’. Sedangkan pada Gambar
2.39 memperlihatkan bahwa letak muka air tanah dibawah dasar fondasi, maka
harga q = γDf namun berat volume tanah yang digunakan adalah γrata-rata.
Dimana:
1
γrata-rata = 𝐵[γD + γ’(B-D)] (untuk D ≤ B) (2.50)
76
2.4.4 Analisa Stabilitas Fondasi
Pada pasal 9.3.3 SNI 8460-2017 perancangan suatu fondasi harus memenuhi
persyaratan terhadap ketahanan akibat guling, ketahanan terhadap geser (sliding
resistance), dan ketahanan terhadap pengangkatan.
1. Analisa Stabilitas Guling
Ketahanan akibat guling (overturning resistance) harus minimum 2 kali lebih
besar dari momen guling. Momen guling besarnya sama dengan jumlah dari momen
stabilizing akibat beban mati minimum ditambah dengan akibat tahanan
pengangkuran yang diizinkan. Stabilitas guling akan diperoleh bila syarat
keamanan terpenuhi, yaitu apabila:
𝑀𝑅
>2 (2.52)
𝑀𝐷
dengan,
MD = momen penyebab guling
MR = momen penahan guling
Wg x dx,y
dx,y = jarak dari titik berat beban bangunan ke titik guling
Wg = Berat sendiri fondasi, berat tanah dan berat air permukaan (jika ada)
2. Analisa Stabilitas Geser
Ketahanan terhadap geser (sliding resistance) harus minimum 1,5 kali lebih
besar (statik) dan 1,1 (seismik) akibat gaya geser yang disebabkan oleh beban
rencana. Tahanan geser yang diperhitungkan adalah base shear dan tahanan pasif.
Namun, tahanan pasif harus diabaikan kecuali dapat dipastikan bahwa tekanan pasif
dapat dipastikan tetap ada selama umur rencana. Stabilitas geser didapatkan apabila
persyaratan keamanan terpenuhi, yaitu:
𝑅
SF = ∑ 𝐻 ≥ 1,5 (2.53)
𝑚𝑎𝑘𝑠
2 2
R = (3 𝑐 + 𝜎𝑁 3 𝑡𝑎𝑛𝜑) × 𝐴 (2.54)
dengan,
R = gaya penahan geser
∑Hmaks = gaya penyebab geser
c = kohesi pada permukaan geser
77
A = luas area permukaan geser
= sudut gesek tanah
N = sudut gesek tanah
3. Ketahanan Terhadap Gaya Angkat (Uplift)
Ketahanan terhadap pengangkatan (uplift resistance) harus minimum 1,5 kali
lebih besar dari gaya angkat akibat beban. Ketahanan ini sedapat mungkin diatasi
dengan beban mati.
a. Ketahanan terhadap gaya angkat (uplift) pada fondasi rakit
qu (tarik) = Wp + Wt + Fr (2.55)
dengan,
qu (tarik) = tahanan ultimit fondasi terhadap gaya tarik vertikal
Wp = berat fondasi
Wt = berat prisma tanah
Fr = tahanan gesek di sepanjang tanah yang tergesek
= 0,5.Df.γ.A.Ko.tg (untuk tanah granuler)
= c.A (untuk tanah kohesif)
A = luas selimut prisma tanah yang tertarik ke atas
Df = kedalaman fondasi
γ = berat volume tanah
Ko = koefisien tekanan tanah lateral saat diam
= sudut gesek dalam tanah (derajat)
c = kohesi tanah
b. Ketahanan terhadap gaya angkat (uplift) pada kelompok tiang
Untuk tanah kohesif tahanan kelompok tiang yang menahan gaya tarik
ke atas (uplift) dinyatakan dalam persamaan:
qu (tarik) = 2.D.Cu.(L+B)+Wp (2.56)
dengan,
L = panjang kelompok tiang
B = lebar kelompok tiang
D = kedalaman blok
Cu = kohesi tanah
78
Wp = berat total dari tanah dalam area kelompok tiang + berat
tiang + berat pelat penutup tiang (pile cap)
Tahanan gaya angkat ijin fondasi tiang didapat dengan dibagi dengan
faktor keamanan (FK) yaitu:
qa = qu (tarik) / SF (2.57)
dengan,
qa = kapasitas dukung ijin tarik netto
SF = faktor keamanan (diambil nilainya 3)
79
tidak jenuh termasuk tipe penurunan segera, karena terjadi segera setelah
penerapan beban.
Besarnya penurunan segera fondasi dengan pemberian beban merata
sangat berpengaruh terhadap jenis tanah yang dinyatakan oleh parameter
elastis tanah dan tebalnya lapisan tanah tersebut.Berdasarkan jenis tanah dan
ketebalan tanah tersebut, ada beberapa metode analisis yang dapat digunakan
dalam perhitungan yaitu:
− Tanah Homogen
Untuk jenis tanah homogen atau tanah lapisan tunggal penurunan
dengan berpengaruh terhadap sifat elasitisas tanah, besarnya beban yang
bekerja pada fondasi tersebut dan dimensi dari fondasi. Persamaan penurunan
tanah berjenis homogen ini dapat dituliskan sebagai:
𝐵.𝑞
Si = (1-2) Ip (2.58)
𝐸
2 2
1 √1+𝐵2 +𝐵 𝐵 √1+𝐵2 +1
𝐿 𝐿 𝐿
Ip = 𝜋 [𝑙𝑛 ( 2
) + 𝑙𝑛 ( 2
)] (2.59)
𝐿
√1+𝐵2 −𝐵 √1+𝐵2 −1
𝐿 𝐿 𝐿
dengan,
B = lebar
L = panjang
= Poisson’s ratio
E = modulus elastisitas tanah
q = beban merata
Ip = faktor pengaruh (Tabel 2.24)
Tabel 2.24 Faktor pengaruh (Ip) untuk fondasi fleksibel (Craig, 2004)
Fleksibel
Bentuk
Pusat Sudut Rata – rata
Lingkaran 1,00 0,64 0,85
Bujur sangkar 1,12 0,56 0,95
Empat persegi panjang:
L/B = 2 1,52 0,76 1,30
5 2,10 1,05 1,83
80
Untuk nilai poisson’s ratio dan modulus elastisitas dapat dilihat pada
Tabel 2.25 dan Tabel 2.26 yang dikemukakan oleh Bowles, 1988 dan Das,
1994.
Tabel 2.25 Perkiraan Rasio Poisson (Hakam, 2008;114)
Macam Tanah (Angka Poisson Tanah)
Lempung Jenuh 0,40 – 0,50
Lempung Tidak Jenuh 0,10 – 0,30
Lempung Berpasir 0,20 – 0,30
Lanau 0,30 – 0,35
Pasir 0,10 – 1,00
Batuan 0,10 – 0,40
Umum dipakai untuk tanah 0,30 – 0,40
81
− Tanah Lempung Jenuh
Untuk penurunan pada tanah berjenis lempung jenuh (saturated clay)
dengan lapisan tunggal (homogen), tergantung kepada parameter elastisitas
tanah, E, Lebar B, dan panjang L, kedalaman fondasi D dan tebalnya lapisan
lempung H. Poisson’s ratio untuk tanah lempung jenuh diambil bernilai μ =
0.50. Persamaan penurunan pada tanah lempung jenuh akibat tambahan
beban merata yang dikemukakan oleh Janbu, dkk, 1956 dapat ditulis sebagai
berikut.
𝐵.𝑞
Si = A1.A2 (2.60)
𝐸
dengan,
A1 dan A2 = faktor pengaruh dari bentuk fondasi, kedalaman dan
ketebalan lapisan tanah (lihat Gambar 2.40)
B = lebar fondasi
q = beban merata
E = modulus elastisitas
Gambar 2.43 Faktor A1 dan A2 untuk penurunan pada tanah lempung jenuh
(Hakam, 2008: 120)
82
− Tanah Pasir (atau dominan pasir)
Penurunan fondasi dangkal yang berada diatas tanah pasir atau
kepasiran dapat diperhitungkan menggunakan rumus semi empiris yang
dinyatakan oleh Schmertmann dan Hartman (1978). Formula yang diusulkan
ini telah mempertimbangkan ketidak homogenan dari lapisan tanah dibawah
fondasi dan dinyatakan sebagai berikut.
I
Si = C1 C2 q ∑ni=1 Ez,i ∆zi (2.61)
i
𝑞′
C1 = 1 - 2𝑞 (2.62)
q’ = D (2.63)
C2 = 1 + 0,2 log(10t) (2.64)
dengan,
C1 = faktor pengaruh tambahan tegangan dalam tanah
C2 = faktor pengaruh waktu
∆zi = ketebalan lapisan tanah ke-i
Ei = modulus elastisitas pada lapisan ke-i
Iz,i = faktor pengaruh kedalam pada lapisan kedalam ke-I (lihat
Gambar 2.41 dan Tabel 2.27)
t = waktu dalam tahun
83
Tabel 2.27 Faktor Iz dan kedalaman z untuk nilai L tertentu (Hakam, 2008:
123)
L = B dan
L = 2.5 B L=5B L = 7.5 B L = 10 B
lingkaran
z Iz z Iz z Iz z Iz z Iz
0 0.1 0 0.117 0 0.144 0 0.172 0 0.2
0.5 B 0.5 0.58 B 0.5 0.72 B 0.5 0.86 B 0.5 B 0.5
2B 0 0 0 2.89 B 0 3.44 B 0 4B 0
84
Tabel 2.28 Batas penurunan ijin (Hakam, 2008: 112)
b. Penurunan Konsolidasi
Penurunan konsolidasi adalah penurunan yang berlangsung lebih
lama pada saat pembebanan terjadi yang menyebabkan keluarnya air dan
udara dari dalam pori tanah. Umumnya terjadi pada lapisan tanah lempung
atau tanah jenuh dengan nilai kadar air 90 – 100 %.
− Penurunan Konsolidasi Primer
Penurunan konsolidasi primer terjadi ketika gradien tekanan pori
berlebihan akibat perubahan tegangan didalam stratum yang ditinjau.
Pada akhir konsolidasi primer kelebihan tekanan pori mendekati nol dan
perubahan tegangan telah beralih dari keadaan total ke keadaan efektif.
Penurunan tambahan ini disebut penurunan sekunder yang terus
berlanjut untuk suatu waktu tertentu. Penurunan konsolidasi primer
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
85
1. Tanah normal konsolidasi
Over consolidation
Po + ∆P < Pc (2.66)
Po < Pc < Po + ∆P (2.67)
Po = ∑’.z (2.68)
dengan,
86
eo = angka pori awal yang didapat dari indeks test
Cc = indeks kompresi, didapat dari percobaan konsolidasi
Pc = tegangan prakonsolidasi, didapat dari percobaan konsolidasi
Po = tekanan efektif awal (tekanan overburdent awal) sebelum
ditambahkan ∆P, untuk tanah normal yang belum pernah
tertekan
∆P = tegangan akibat beban luar dihitung melalui metode
boussinesq
− Penurunan Konsolidasi Sekunder
Penurunan sekunder didefinisikan sebagai tekanan yang terjadi
pada saat terdapatnya tekanan pori yang berlebih pada lapisan yang
ditinjau (atau pada contoh di laboratorium). Pada tanah yang jenuh tidak
akan mungkin terdapat pengurangan angka pori tanpa terbentuknya
sejumlah tekanan pori yang berlebih. Tingkat penurunan sekunder biasanya
sedemikian sangat rendah sehingga tekanan pori yang berlebih tidak dapat
diukur. Tekanan sekunder merupakan penyesuaian kerangka tanah yang
berlangsung untuk beberapa saat lamanya sesudah tekanan pori yang
berlebih menghilang. Karena itu, penurunan sekunder tergantung pada
waktu dan dapat berlangsung untuk waktu yang lama bahkan sampai ratusan
tahun.
Konsolidasi Sekunder
𝐶 𝑡𝑝 +∆𝑡
Ss = 1+𝑒𝑎 Hc.log (2.69)
𝑝 𝑡𝑝
dengan,
ep = angka pori pada saat konsolidasi primer selesai
tp = waktu ketika konsolidasi primer selesai
∆t = pertambahan waktu
t2 = tp + ∆t
Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen penurunan, dinyatakan
dengan persamaan:
S = Si + Sc + Ss (2.70)
dengan,
87
Si = penurunan segera
Sc = penurunan konsolidasi primer
Ss = penurunan konsolidasi sekunder
Beberapa penyebab terjadinya penurunan akibat pembebanan yang bekerja
diatas tanah karena kegagalan atau keruntuhan geser akibat terlampauinya
kapasitas dukung tanah, kerusakan atau terjadi defleksi yang besar pada pondasi,
distorsi geser, (shear distorsion) dari tanah pendukungnya, turunnya tanah akibat
perubahan angka pori.
Penurunan konsolidasi pondasi kelompok tiang dihitung berdasarkan
penelitian Terzaghi dan Peck yang menganggap tanah bagian 2/3 panjang tiang
tidak mudah mampat dan penyebaran beban pondasi dianggap berawal dari 2/3
panjang tiang kearah bawah.
𝑄𝑔
∆ = (𝐵𝑔+𝑧)(𝐿𝑔+𝑧) (2.71)
dengan,
∆ = tambahan tegangan vertikal ditengah-tengah lapisan yang ditinjau
Lg = panjang tiang
Bg = lebar tiang kelompok
z = jarak dari z = 0 ke tengah lapisan tanah
Rumus penurunan konsolidasi dari setiap lapisan yang disebabkan oleh
tegangan yang meningkat adalah:
𝐻 𝜎𝑜 +∆𝜎
Sc = 1+𝑒 Cc.log (2.72)
𝑜 𝜎𝑜
dengan,
H = tebal lapisan tanah
eo = void ratio
Cc = compression index
= tegangan efektif sebelum penerapan beban ditengah lapisan
∆ = tambahan tegangan vertikal ditengah-tengah lapisan yang ditinjau
2. Penurunan Izin
Menurut Pasal 9.2.4.3 SNI 8460-2017 besarnya penurunan total dan beda
penurunan yang diizinkan ditentukan berdasarkan toleransi struktur atas dan
bangunan sekitar yang harus ditinjau berdasarkan masing-masing kasus tersendiri
88
dengan mengacu pada integritas, stabilitas dan fungsi dari struktur di atasnya.
Penurunan izin < 15 cm + b/600 (b dalam satuan cm) untuk bangunan tinggi dan
bisa dibuktikan struktur atas masih aman. Beda penurunan (differential settlement)
yang diperkirakan akan terjadi harus ditentukan secara saksama dan konservatif,
serta pengaruhnya terhadap bangunan gedung tinggi di atasnya harus dicek untuk
menjamin bahwa beda penurunan tersebut masih memenuhi kriteria kekuatan dan
kemampulayanan sebesar 1/300.
89
Gambar 2.47 Pemasangan tulangan memanjang (Pramana, 2010)
Sedangkan untuk tulangan geser, diperuntukkan agar balok dapat menahan
geser sehingga diperlukan tulangan geser atau sengkang atau begel. Apabila untuk
menahan gaya geser saja, maka pada daerah yang memiliki gaya geser besar perlu
dipasang begel dengan jarak yang cukup rapat, tetapi jika untuk daerah yang
memiliki gaya geser kecil dapat dipasang begel dengan jarak yang lebih besar /
renggang. Contoh pemasangan tulangan geser dapat dilihat pada Gambar 2.45.
90
1. Penulangan pile cap dan tie beam
2. Bekisting pile cap dan tie beam
3. Pengecoran pile cap dan tie beam
4. Pembongkaran bekisting pile cap dan tie beam
Penulangan adalah pekerjaan yang bertujuan untuk membentuk dan
memasang besi tulangan beton sebagai kerangka struktur pada konstruksi beton
agar sesuai dengan gambar rencana. Fungsi tulangan pada beton adalah untuk
menahan gaya tekan, gaya geser dan momen torsi yang timbul akibat beban yang
bekerja pada konstruksi beton tersebut. Sesuai dengan sifat beton yang kuat
terhadap tekan, tetapi lemah terhadap tarik. Oleh karena itu perencanaan dan
pelaksanaan pembesian harus dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis dan
gambar yang telah direncanakan oleh perencana struktur yaitu dalam hal:
1. Ukuran diameter baja tulangan
2. Kualitas baja tulangan yang digunakan
3. Penempatan / pemasangan baja tulangan
Pemodelan pile cap dan tiang pancang dibuat seperti sebuah balok yang
diletakkan pada dua tumpuan dengan bantuan pegas-pegas dibawah pile cap dimana
tiang pancang sebagai kedua tumpuan. Karena pile cap dianggap sebuah balok
dengan dua peletakan maka pile cap dianggap sebuah balok tinggi yang mengalami
geser satu arah dan geser puncing atau geser dua arah serta mengalami lentur. Sudut
geser yang terjadi pada pile cap dianggap sebesar 60 derajat, sehingga kita dapat
menggambarkan daerah geser kritis yang terjadi pada pile cap (Mashour dan
Mihilmy, 2008). Perencanaan pile cap mengacu pada SNI 2847-2019 (Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung) dan beberapa literatur buku.
91
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
92
struktur atas. Dari hasil perhitungan struktur atas yang sudah dikerjakan maka dapat
menentukan dimensi fondasi yang akan digunakan. Lalu dari dimensi yang sudah
ditentukan tersebut dilakukan pengecekan dan perhitungan beban fondasi,
kemudian dilakukan analisa terhadap daya dukung. Kemudian tahapan selanjutnya
menghitung perancangan pile cap dan menggambar detail sistem fondasi tersebut.
93
3.2 Gambar Rencana
Struktur atas bangunan Rumah Kantor PT. Goautama Sinarbatuah (Gambar
2.3 Gambar Portal Struktur Sebelum Dimodifikasi [BAB II]) 7 tingkat dengan dak,
dimodifikasi menjadi bangunan 10 tingkat dengan lantai atap. Tampak depan,
belakang, samping kanan dan samping kiri dapat dilihat pada Gambar 3.2 sampai
dengan Gambar 3.5. Denah lantai 1 sampai dengan lantai atap dapat dilihat pada
Gambar 3.6 sampai dengan Gambar 3.11.
94
Gambar 3.3 Portal Tampak Belakang
95
Gambar 3.4 Portal Tampak Samping Kanan
96
Gambar 3.5 Portal Tampak Samping Kiri
97
Gambar 3.6 Denah Lantai Dasar
98
Gambar 3.9 Denah Lantai 3 s.d. 6
99
Gambar 3.12 Denah Dak
100
− Front Store = 4,79 kN/m2
− Lobi dan koridor lantai pertama = 4,79 kN/m2
− Toilet / Kamar Mandi = 2,87 kN/m2
− Balkon = 4,79 kN/m2
− Meeting Room = 4,79 kN/m2
− Kantor = 2,40 kN/m2
− Tangga = 4,79 kN/m2
− Multifunction Hall = 7,18 kN/m2
− Multifunction Room = 4,79 kN/m2
− Tempat Tinggal = 4,79 kN/m2
− Koridor = 3,83 kN/m2
− Air conditioning (machine space) = 9,58 kN/m2
− Atap datar = 0,96 kN/m2
− Elevator Machine Room = 7,18 kN/m2
− R9 Elevator (lihat di Lampiran C: Hyundai Elevator Planning Guide)
Kapasitas = 13 orang (1000 kg)
Kecepatan l = 2,5 m/s
Opening Type = 2S-SO
M/C Room Reaction = R1 = 73,6 kN
R2 = 51,2 kN
Hoistway Insize = X = 1800 mm
= Y = 2550 mm
c. Beban Angin
Berdasarkan SNI 1727:2020 Pasal 27, beban angin pada bangunan
gedung: SPGAU (Sistem Penahan Gaya Angin Utama) dengan tipe bangunan
bagian 1 (Pasal 27.1.1).
101
Tabel 3.1 Beban angin desain minimum (SPGAU, Pasal 27.1.5)
Berat
Jenis Beban Angin Faktor Pengali
(kN/m2)
Luas Dinding
Dinding 0,77
Bangunan Gedung
Luas Atap Bangunan
Atap 0,38
Gedung
102
Perencanaan bangunan gedung bertingkat sepuluh ini mengacu pada
SNI 2847-2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan
Gedung terhadap dimensi balok, kolom dan pelat.
f. Perhitungan Pembebanan dengan Software SAP2000
SAP2000 (Structural Analysis Program 2000) merupakan salah satu
program analisis struktur yang berfungsi untuk menghitung kekuatan struktur
khususnya bangunan bertingkat tinggi dan jembatan. Maka dari itu,
perhitungan pembebanan pada perancangan bangunan bertingkat tinggi ini
menggunakan software SAP2000.
g. Validasi Pembebanan dengan Tributary Area
Tributary Area dilakukan untuk memastikan hasil perhitungan beban
struktur menggunakan program SAP2000 dengan mengambil 2 kolom
sebagai tinjauan perhitungan pembebanannya (lihat Gambar 3.14).
103
3.4.1 Perhitungan Daya Dukung Ultimit Tiang Tunggal
Daya dukung ultimit tiang tunggal dihitung berdasarkan 2 data uji, yaitu
berdasarkan data CPT dan data SPT, perhitungan dilakukan berdasarkan rumus –
rumus berikut.
1. Berdasarkan Data Uji CPT (Metode Schmertmann-Nottingham (1975))
Qu = Qb + Qf
Qb = ½ (qc1 + qc2) Ab
Qf = Ks fs As ≤ 1,20 kg/cm2 (tanah pasir)
𝑧
Qf = Ks (∑8𝐵 𝐷
𝑧=0 8𝐵 𝑓𝑠 𝐴𝑠 + ∑𝑧=8𝐵 𝑓𝑠 𝐴𝑠 (tanah pasir)
Qf = fs As (tanah lempung)
dengan,
Qu = daya dukung ultimit tiang tunggal
Qb = daya dukung ujung tiang
qc1 = nilai qc rata – rata di 0,7B – 4B di bawah ujung tiang
qc2 = nilai qc rata – rata dari ujung tiang hingga 8B di atas ujung
tiang
Qf = daya dukung selimut tiang
Kc,s = faktor koreksi gesekan selimut tiang pada sondir (tergantung
jenis alat Sondir dan jenis tanah)
B = dimensi tiang
D = panjang tiang tertanam
fs = tahanan gesek tiang per satuan luas
= penetrometer to pile friction ratio (Gambar 3.15)
104
Gambar 3.14 Kurva penetrometer design untuk tahanan gesek tiang pada lapisan
tanah lempung
2. Berdasarkan Data Uji SPT (Metode Meyerhof (1956))
Qu = Qb + Qf
Qb = 10 Ncor (L/d) Ab
Ncor = CN N Eh Cd Cs Cb
Qf = fs As
dengan,
Ncor = nilai SPT rata – rata terkoreksi di dasar tiang
CN = faktor koreksi untuk tekanan overburden
95,76 1/2
= untuk tanah pasir = [ ]
𝑝′𝑜
105
Cb = Faktor koreksi diameter lubang bor (Tabel 3.3)
L = panjang tiang pancang
d = diameter tiang pancang
Ab = luas penampang dasar tiang
fs = tahanan gesek satuan rata – rata
̅ cor (tanah pasir)
= 2𝑁
̅ cor (tanah lempung)
= 5𝑁
̅ cor = nilai SPT rata – rata terkoreksi di sepanjang tiang
𝑁
As = luas selimut tiang
Tabel 3.2 Faktor koreksi panjang tiang bor
Panjang (m) Faktor Koreksi (Cd)
> 10 1,0
4 – 10 0,85 – 0,95
< 4,0 0,75
106
(𝑛−1)𝑚+(𝑚−1)𝑛
Eg = 1 – 90𝑚𝑛
P
n=Q
a
1,57.𝐷.𝑚.𝑛
s= 𝑚+𝑛−2
dengan,
P = beban yang bekerja
Qa = daya dukung ijin tiang tunggal
Eg = efisiensi kelompok tiang
m = jumlah baris tiang
n = jumlah tiang dalam satu baris
= arc tg d/s, dalam derajat
s = jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.30)
d = diameter tiang
C2 = 1 + 0,2 log(10t)
𝐶𝑐 𝑃𝑜 +∆𝑝
Sc = 1+𝑒 𝐻𝑐 . 𝑙𝑜𝑔 (metode Terzaghi)
𝑜 𝑃𝑜
𝐶𝑎 𝑡𝑝 +∆𝑡
Ss = 1+𝑒 𝐻𝑐 . 𝑙𝑜𝑔 (metode Terzaghi)
𝑝 𝑡𝑝
dengan,
Si = penurunan segera
Sc = penurunan konsolidasi primer
Ss = penurunan konsolidasi sekunder
C1 = faktor koreksi kedalaman fondasi
q’ = tekanan efektif akibat tanah di atasnya pada elevasi fondasi
t = waktu dalam tahun, yang dibutuhkan untuk proses penurunan
107
C2 = faktor koreksi rangkak
q = beban netto pada dasar fondasi
E = modulus Young
2 qc
Iz = faktor pengaruh regangan
∆z = tebal lapisan
ep = angka pori pada saat konsolidasi primer selesai
tp = waktu ketika konsolidasi primer selesai
∆t = pertambahan waktu
t2 = tp + ∆t
eo = angka pori awal yang didapat dari indeks test
Cc = indeks kompresi, didapat dari percobaan konsolidasi
Pc = tegangan prakonsolidasi, didapat dari percobaan konsolidasi
Po = tekanan efektif awal (tekanan overburdent awal) sebelum
ditambahkan ∆P, untuk tanah normal yang belum pernah
tertekan
∆P = tegangan akibat beban luar dihitung melalui metode
boussinesq
Menurut SNI 8460:2017 Pasal 9.2.4.3, penurunan izin < 15 cm + b/600 (b
dalam satuan cm) untuk bangunan tinggi dan bisa dibuktikan struktur atas masih
aman.
dengan,
MD = momen penyebab guling
MR = momen penahan guling
Wg x dx,y
108
dx,y = jarak dari titik berat beban bangunan ke titik guling
2. Ketahanan terhadap geser (sliding resistance)
𝑅
SF = ∑ 𝐻 > 1,5
𝑚𝑎𝑘𝑠
2 2
R = (3 𝑐 + 𝜎𝑁 3 𝑡𝑎𝑛𝜑) × 𝐴
dengan,
R = gaya penahan geser
∑Hmaks = gaya penyebab geser
c = kohesi pada permukaan geser
A = luas area permukaan geser
= sudut gesek tanah
N = sudut gesek tanah
109
8. Rasio tulangan maksimum
max ≤ 0,025
9. Menentukan nilai faktor penahan lentur
𝑀
Rn = 𝜑𝑏𝑑𝑛 2
110
BAB IV
PEMBAHASAN
111
4.2 Perancangan Awal (Preliminary Design)
Perancangan awal komponen struktural bangunan dihitung berdasarkan
peraturan SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan
Gedung.
4.2.1 Balok
Perancangan dimensi balok non-prategang harus memenuhi ketentuan pada
SNI 2847:2019 Pasal 9.3.1.1, dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Tinggi Minimum Balok Nonprategang (SNI 2847:2019, Pasal 9.3.1.1)
Kondisi Perletakan Tinggi Minimum
Perletakan sederhana l/16
Kantilever l/8
= 218,243 mm
2
B = x 218,243
3
= 145,495 mm
112
• Balok Menerus Dua Sisi
L = 5500 mm
𝐿
H = 21
5500
= 21
= 261,905 mm
2
B = x 261,905
3
= 174,603 mm
Kemudian perhitungan ukuran minimum sebelumnya dilakukan pembulatan
nilai ukuran ke atas untuk masing-masing balok sehingga didapatkan hasil
perhitungan perancangan awal seperti yang terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Ukuran Dimensi Balok
Menerus Satu Menerus Dua
Direncanakan
Panjang Sisi Sisi
Kode Dimensi
(mm) H H B
H (mm) B (mm) B (mm)
(mm) (mm) (mm)
4037,5 218,243 145,495 - -
4325 233,784 155,856 - -
5500 - - 261,905 174,603
4125 222,973 148,649 196,429 130,952
6350 - - 302,381 201,587
B1 500 300 300/500
4025 - - 191,667 127,778
4050 - - 192,857 128,571
1575 85,135 56,757 - -
4275 231,081 154,054 - -
2887,5 156,081 104,054 - -
4.2.2 Kolom
Syarat dalam perencanaan ukuran komponen struktural kolom adalah lebar
kolom harus lebih besar atau sama dengan lebar balok. Nilai lebar kolom minimum
adalah lebih besar dari lebar balok (b) terbesar. Nilai lebar balok terbesar adalah
300 mm sehingga ukuran kolom yang digunakan pada perancangan ini adalah
kolom K1 500 x 500 mm2.
113
4.2.3 Pelat
a. Pelat Satu Arah
114
Tabel 4.3 Ketebalan minimum pelat solid satu arah nonprategang (SNI 2847:2019
Pasal 7.3.1.1)
Kondisi tumpuan h minimum
Tumpuan sederhana l/20
Kantilever l/10
hpakai = 25 cm
b. Pelat Dua Arah
115
Ln
• β = Sn
5200
= 4025
Tabel 4.4 Ketebalan minimum pelat dua arah nonprategang tanpa balok interior
(mm) (SNI 2847:2019, Tabel 8.3.1.1)
Tanpa drop panel Dengan drop panel
Panel Panel
Panel eksterior Panel eksterior
interior interior
fy, MPa
Tanpa Tanpa Dengan
Dengan
balok balok balok
balok tepi
tepi tepi tepi
= 155,700 mm
= 15,570 cm
Kemudian, di cek kembali menggunakan SNI 2847:2019 Pasal 8.3.1.2
untuk menentukan ketebalan minimum pelat dua arah demi mencegah
terjadinya lendutan berlebih. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk
116
menentukan tebal minimum pelat dua arah jika terdapat balok di semua sisi
pelat (lihat Tabel 4.5).
• Penampang Balok Sisi Atas (B1)
b = 300 mm
h = 500 mm
tpm = 155,700 mm (diambil dari perhitungan sebelumnya)
L = 5500 mm
S = 4325 mm
Es = 200.000 MPa
Eb = 4700√𝑓𝑐′ = 4700√25 = 23500 MPa
Sehingga, be yang diperoleh menurut SNI 2847:2019 Pasal
8.4.1.8, yaitu:
be = b + 2h ≤ b + (8tpm)
be = 300 + 2(500) ≤ 300 + (8(155,700))
be = 1300 mm ≤ 1545,599 mm
be = 1300 mm
𝑡𝑝𝑚 𝑡𝑝𝑚 𝑡𝑝𝑚 2 𝑡𝑝𝑚 3
𝑏 𝑏
1+( 𝑒 −1)( )[4−6( )+4( ) +( 𝑒 −1)( ) ]
𝑏 ℎ ℎ ℎ 𝑏 ℎ
k = 𝑏 𝑡𝑝𝑚
1+( 𝑒 −1)( )
𝑏 ℎ
k = 1,825
Momen inersia balok dan juga pelat dapat ditentukan sebagai berikut.
1
Ib = 12 × k × b × h3
1
Ib = 12 × 1,825 × 300 × (500)3
Ib = 5703661328 mm4
Ib = 570366,133 cm4
Jarak balok sejajar yang bersebalahan diketahui sebagai berikut.
Arah x (L) = 5500 mm
Arah y (S) = 4325 mm
1 1
Is = 12 × 2 × (L + S) × tpm3
117
1 1
Is = 12 × 2 × (5500 + 4325) × (155,700)3
Is = 1545204441 mm4
Is = 154520,444 cm4
Maka, dapat ditentukan rasio kekakuan lentur penampang balok
terhadap kekakuan lentur pelat yang dibatasi secara lateral oleh garis –
garis sumbu tengah dari pelat – pelat yang bersebelahan pada tiap sisi
balok.
𝐸𝑏 𝐼𝑏 (23500)(570366,133)
αatas = = (200000)(154520,444)
𝐸𝑠 𝐼𝑠
αatas = 0,434
• Penampang Balok Sisi Bawah, Kanan, Kiri (B1)
Dikarenakan balok atas, kanan, kiri, dan bawah menggunakan
B1, maka dapat diambil nilai rasio yang sama sehingga menghasilkan
nilai rata – rata (𝛼𝑓𝑚 ) sebagai berikut.
𝜶𝒇𝒎 = 0,434 > 0,2
Maka, tebal minimum pelat dua arah dapat ditentukan
menggunakan 𝛼𝑓𝑚 yang diatur pada SNI 2847:2019 Tabel 8.3.1.2 (lihat
pada Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Ketebalan minimum pelat dua arah nonprategang dengan balok di
antara tumpuan pada semua sisinya (SNI 2847:2019, Tabel 8.3.1.2)
• Karena 0,2 < 𝛼𝑓𝑚 < 2,0, maka untuk perhitungan tebal minimum pelat
digunakan nilai terbesar dari (b) atau (c).
118
𝑓𝑦 400
𝑙𝑛 (0,8+ ) 5200(0,8+ )
1400 1400
(b) = 36+5(1,292)(0,434−0,2) = 150,513 mm
36+5𝛽(𝛼𝑓𝑚 −0,2)
(c) 125 mm
Berdasarkan hasil perhitungan, diambil tebal pelat minimum sebesar 15,051
cm, sehingga tebal pelat yang direncanakan untuk setiap lantai pada perancangan
ini (htp) adalah sebesar 25 cm (lihat Tabel 4.6).
Tabel 4.6 Tebal Pelat Rencana
Lantai hrencana (cm)
Dasar 25
1 s.d. 10 25
Dak 25
4.2.4 Dinding Geser (Shear Wall)
Pada perancangan ini direncanakan menggunakan dinding geser pada dinding
lift. Ketebalan minimum dinding geser tersebut dihitung berdasarkan pada SNI
2847:2019 Pasal 11.3.1.1 (lihat Tabel 4.7).
Tabel 4.7 Ketebalan minimum dinding geser (SNI 2847:2019 Pasal 11.3.1.1)
Tipe dinding Ketebalan minimum, h
100 mm (a)
1/25 nilai terkecil
Tumpu Terbesar dari dari panjang dan
(b)
tinggi tak
tertumpu
Bukan tumpu Terbesar dari 100 mm (c)
1/30 nilai terkecil
dari panjang dan
(d)
tinggi tidak
tertumpu
Basemen dan
190 mm (e)
fondasi eksterior
Data perhitungan:
• Panjang Dinding
L = 2550 mm
119
• Tinggi Dinding
S = 4000 mm
(a) 100 mm
1 1 1 1
(b) L = 25 (2550) = 102 mm atau 25 L = 25 (4000) = 160 mm
25
Nilai sesuai yang didapatkan berdasarkan perhitungan di atas adalah 160 mm.
Syarat kedua untuk tebal minimum elemen dinding geser dihitung
berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 18.8.5.1. Untuk tulangan D10 hingga D36 yang
ujungnya diberi kait standar, panjang penyaluran harus dihitung berdasarkan Pers.
(18.8.5.1) pada SNI 2847:2019 Pasal 18.8.5.1. Kemudian, untuk beton normal ldh
yang diperoleh tidak boleh kurang dari nilai terbesar antara 8db dan 150 mm, maka
diperoleh perhitungan sebagai berikut.
ldh >
(400)(22)
(5,4)(1,0)√25
4.3 Pembebanan
Pembebanan yang digunakan pada perancangan ini disesuaikan dengan jenis
beban yang bekerja pada struktur yang direncanakan dengan didasarkan pada
peraturan yang berlaku untuk masing – masing beban. Pada bangunan, beban yang
digunakan adalah beban mati, beban hidup, beban gempa, dan beban angin.
120
4.3.1 Beban Mati
Beban mati adalah beban yang memiliki berat tetap dan berada di tempat yang
sama setiap waktu. Beban mati terdiri dari berat sendiri struktur dan beban lain yang
terdapat pada struktur tersebut secara permanen. Pada perancangan ini digunakan
peraturan SNI 1727:2020 yang pembebanan matinya mengacu pada Pedoman
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPPURG) 1989.
Rekapitulasi beban mati rencana pada bangunan dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Beban Mati Rencana Pada Bangunan (PPPURG 1989)
Jenis Bahan Berat (kN/m3)
Beton Bertulang 24
Jenis Bahan Berat (kN/m2)
Dinding pasangan bata ½ batu 2,5
Dinding kaca 0,38
Berat penggantung + plafond 0,24
Penutup lantai/ubin per cm tebal 0,21
Adukan/spesi lantai per cm tebal 0,21
Air 10
M/E 0,4
121
M/C Room
Kapasitas Kecepatan Lebar Pintu
Reaction (kN)
(m/s) (mm)
Penumpang kN R1 R2
13 10 2,5 900 73,6 51,2
Tabel 4.10 Beban Hidup Rencana Pada Bangunan (SNI 1727:2020 Pasal 4.3.1)
Berat
Jenis Beban Merata Terpusat
(kN/m2) (kN)
Parking Area 1,92
Front Store 4,79
Lobi Dan Koridor Lantai Pertama 4,79
Toilet/Kamar Mandi 2,87
Balkon 4,79
Kantor 2,40
Meeting Room 4,79
Tangga 4,79
Multifunction Hall 7,18
Multifunction Room 4,79
Tempat Tinggal 4,79
Koridor Di Atas Lantai Pertama 3,83
Air Conditioning (Machine Space) 9,58
Dapur 4,79
Gudang 11,97
Atap Datar 0,96
Elevator Machine Room 7,18
M/C Room Reaction (R1) 73,6
M/C Room Reaction (R2) 51,2
122
bangunan gedung tertutup, tertutup sebagian, dan terbuka dari semua ketinggian
adalah sebagai berikut.
1. Kategori Risiko Bangunan Gedung.
Berdasarkan SNI 1721-2020 Pasal 1 Tabel 1.5-1, nilai kategori untuk
bangunan gedung dan struktur lain kecuali mereka terdaftar dalam kategori risiko
I, III, dan IV (Rumah Kantor) adalah II.
2. Kecepatan Dasar Angin (V).
Kecepatan angin yang direncanakan adalah kondisi badai sebesar 100 km/jam
(28 m/s) berdasarkan skala Beaufort pada standar kecepatan angin internasional
oleh World Metereologycal Organization (WMO) berkisar 88 – 102 km/jam.
3. Parameter Beban Angin
Nilai parameter beban angin rencana harus sesuai dengan yang di syaratkan
pada SNI 1727:2020 Pasal 26.6 hingga Pasal 26.13.
a. Faktor Arah Angin (Kd)
Tipe struktur bangunan adalah SPGAU sehingga nilai faktor arah angin
(Kd) yang diambil adalah sebesar 0,85.
b. Kategori eksposur
Kondisi lokasi perancangan berada di daerah perkotaan sehingga
termasuk ke kategori eksposur B.
c. Kategori Topografi (Kzt)
Lokasi bangunan yang akan dirancang tidak berada di semua kondisi
yang tertera pada Tabel 2.7, maka faktor topografi (Kzt) diambil sebesar 1,0
berdasarkan SNI 1727:2020 Pasal 26.8.2.
d. Faktor Elevasi Permukaan Tanah
Berdasarkan SNI 1727:2020 Pasal 26.9, untuk semua elevasi
permukaan tanah boleh diambil nilai Ke = 1,0.
e. Faktor Efek Hembusan Angin
Faktor efek hembusan angin untuk suatu bangunan gedung dan struktur
lain yang kaku boleh diambil sebesar 0,85 berdasarkan SNI 1727:2020 Pasal
26.11.1.
123
f. Klasifikasi Ketertutupan
Bangunan gedung berbentuk tertutup secara menyeluruh sehingga
bangunan termasuk ke dalam kategori bangunan tertutup berdasarkan SNI
1727:2020 Pasal 26.12.3.2.
g. Koefisien Tekanan Internal
Berdasarkan SNI 1727:2020 Tabel 26.13-1, nilai koefisien tekanan
internal (GCpi) dapat dilihat pada Tabel 2.8 dengan nilai ±0,18.
4. Koefisien Eksposur Tekanan Velositas (Kh dan Kz)
Nilai koefisien eksposur tekanan velositas (Kz dan Kh) dihitung berdasarkan
SNI 1727:2020 Pasal 26 Tabel 26.10-1. Hasil perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.10.
a. Nilai Kz
Contoh perhitungan Kz pada lantai 3 dengan z = 12,5. Dikarenakan
tinggi tersebut tidak terdapat dalam SNI 1727:2020 Pasal 26 Tabel
26.10-1, maka nilai Kz didapatkan berdasarkan interpolasi sebagai
berikut.
(12,5−9,1)
Kz = 0,700 + (12,2−9,1)
(0,760 − 0,700)
Kz = 0,766
b. Nilai Kh
Contoh perhitungan Kh yang dilakukan berdasarkan h (tinggi) rata –
rata bangunan, yaitu h = 47,5 m. Dikarenakan tinggi tersebut tidak
terdapat dalam SNI 1727:2020 Pasal 26 Tabel 26.10-1, maka nilai Kh
didapatkan berdasarkan interpolasi sebagai berikut.
(47,5−42,7)
Kh = 1,090 + (48,8−42,7)
(1,130 − 1,090)
Kh = 1,121
6. Tekanan velositas (qz atau qh)
Berdasarkan Persamaan 26.10-1 SNI 1727: 2020 nilai tekanan velositas
dievaluasi pada ketinggian z. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 4.11.Contoh perhitungan untuk qz atau qh dapat dilihat sebagai berikut.
a. Nilai qz
Contoh perhitungan qz untuk z = 12,5 m dapat dilihat sebagai berikut.
124
qz = 0,613KzKztKdKeV2
qz = 0,613(0,700)(1,0)(0,85)(1,0)(28)2
qz = 312,834 N/m2
b. Nilai qh
Contoh perhitungan qh untuk h = 47,5 m dapat dilihat sebagai berikut.
qh = 0,613KzKztKdKeV2
qh = 0,613(1,121)(1,0)(0,85)(1,0)(28)2
qh = 458,126 N/m2
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Tekanan Velositas (qz atau qh)
Tinggi V qz atau qh
Lantai Kz atau Kh Kzt Kd
(m) (m/detik) (N/m2)
Dasar 0,0 0,700 1,0 0,85 28 285,952
1 4,5 0,700 1,0 0,85 28 285,952
2 8,5 0,700 1,0 0,85 28 285,952
3 12,5 0,766 1,0 0,85 28 312,834
4 16,5 0,829 1,0 0,85 28 338,474
5 20,5 0,880 1,0 0,85 28 359,607
6 24,5 0,931 1,0 0,85 28 380,435
7 28,5 0,971 1,0 0,85 28 396,512
8 32,5 1,006 1,0 0,85 28 411,115
9 36,5 1,038 1,0 0,85 28 423,839
10 40,5 1,072 1,0 0,85 28 437,902
Atap 44,5 1,102 1,0 0,85 28 450,090
Dak 47,5 1,121 1,0 0,85 28 458,126
7. Koefisien Tekanan Eksternal (CP/CN)
Nilai CP atau CN untuk bangunan gedung tertutup didapat berdasarkan SNI
1727:2020 Gambar 27.3-1 yang menggunakan nilai rasio perbandingan panjang
bangunan terhadap lebar bangun keseluruhan.
Panjang bangunan (L) = 29,95 meter
Lebar bangunan (B) = 11,25 meter
Rasio L/B = 2,66
125
Berdasarkan nilai rasio perbandingan tersebut, didapatkan nilai CP sebagai
berikut.
a. Dinding di sisi angin datang = 0,8
b. Dinding di sisi angin pergi
Dilakukan perhitungan interpolasi untuk mendapatkan nilai CP pada
dinding di sisi angin pergi yang dapat dilihat sebagai berikut.
(−0,200−(−0,300))
CP = −0,300 + (4−2)
(2,66 − 2) = -0,267
126
Pada Tabel 4.12 ditunjukkan bahwa nilai tekanan angin pada dinding
di sisi angin datang adalah sebesar 770 N/m2 atau 0,77 kN/m2 untuk semua
ketinggian.
b. Dinding di sisi angin pergi
CP = -0,021 (untuk semua lantai)
qh = 458,126 N/m2
P1 = qGCp + qi(GCpi) = -21,466 N/m2
P2 = qGCp - qi(GCpi) = -186,391 N/m2
Pada perhitungan di atas, didapatkan nilai maksimum untuk tekanan
angin pada dinding di sisi angin pergi adalah sebesar -186,391 N/m2 atau
-0,186 kN/m2.
9. Beban angin pada portal
Besaran tekanan angin (P) yang telah didapatkan dari perhitungan
sebelumnya kemudian dikalikan dengan luas tributary area dinding yang akan
dimasukkan sebagai beban horisontal terhadap kolom portal bangunan.
Perhitungan beban angin selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.13 sampai
Tabel 4.16.
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Beban Angin Datang Sumbu X
127
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Beban Angin Datang Sumbu Y
128
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Beban Angin Pergi Sumbu Y
129
Tabel 4.17 Tahanan penetrasi rerata (N)
Lapisan (i) Ni Di Di/Ni
1 4 8 2,000
2 14 8 0,571
3 18 8 0,444
4 28 6 0,214
5 54 10 0,185
Total 40 3,415
̅ sebagai
Dari data tahanan penetrasi rerata pada Tabel 4.16, diperoleh nilai 𝑁
berikut.
∑𝑛
𝑖=1 𝑑𝑖 40
̅=
𝑁 𝑑𝑖 = = 11,712 < 15 SNI 1726:2019 Pasal 5.4.2 Persamaan 2
∑𝑛
𝑖=1𝑁𝑖
3,415
130
8. Spektrum Respons Desain
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 6.4, penentuan spectrum respons desain
mengacu dengan ketentuan:
a. Untuk T < T0
𝑇
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0,4 + 0,6 𝑇 )
0
b. Untuk T0 ≤ T ≤ Ts
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆
c. Untuk T ≥ Ts
𝑆𝐷1
𝑆𝑎 = 𝑇
131
0,120
Sa (g) 0,080
0,060
0,040
0,020
0,000
0 2 4 6 8 10 12
Periode, T (detik)
b. Gempa Arah Y
𝑔 ×𝐼𝑒 9,8147 × 1
U1 = 30% x = 30% x = 0,589
𝑅 5
𝑔 ×𝐼𝑒 9,8147 × 1
U2 = 100% x = 100% x = 1,963
𝑅 5
132
4.4 Analisa Struktur
Perencanaan struktur gedung Rumah Kantor PT. Goautama Sinarbatuah
Sepuluh Lantai Di Kota Banjarmasin dimodelkan menggunakan software SAP2000
v20.0.0. Setelah mendapatkan rekapitulasi data pembebanan, data tersebut
dimasukkan ke dalam SAP2000 untuk mendapatkan reaksi perletakan. Langkah –
langkah untuk melakukan analisa struktur melalui software SAP2000 adalah
sebagai berikut.
1. Merencanakan dan menggambar model struktur.
2. Menentukan dimensi penampang rencana (dimensi ini menentukan kekakuan
system struktur dan juga sangat tergantung dari model yang kita rencanakan).
3. Menentukan beban yang bekerja sesuai dengan model rencana (jumlah beban
dan nilai beban yang timbul tergantung dari model yang kita rencanakan).
4. Mendefinisikan kombinasi pembebanan.
5. Run Analysis
6. Kontrol permodelan akibat spektrum respons terhadap:
• Partisipasi massa ragam (Participating mass ratio)
• Gaya geser dasar (Base shear)
• Simpangan antar lantai (Story drift)
• Syarat sistem ganda
7. Jika telah memenuhi syarat yang telah ditentukan pada poin 6, maka output
berupa reaksi perletakan dapat digunakan.
4.4.1 Permodelan Struktur
Langkah pertama dalam melakukan analisa struktur dengan software
SAP2000 adalah membuat permodelan struktur tersebut. Gambar permodelan
struktur dapat dilihat pada Gambar 4.5.
133
Gambar 4.5 Permodelan 3D Struktur Gedung
4.4.2 Properti Material, Penampang Komponen dan Tumpuan
Material struktural yang digunakan adalah struktur beton bertulang dengan
data perancangan yang dapat dilihat pada Subbab 4.1 Data Perancangan.
Permodelan perletakan yang digunakan adalah perletakan jepit untuk kolom dan
dinding geser. Dimensi komponen struktural gedung yang digunakan adalah
berdasarkan perhitungan perancangan awal pada Subbab 4.2 Perancangan Awal
(Preliminary Design). Rekapitulasi perhitungan perancangan awal tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Dimensi Rencana Komponen Struktural
Dimensi
Komponen Struktural Kode
(mm)
Balok B1 300/500
Kolom K1 500/500
Pelat P1 250
Dinding Geser S1 350
134
4.4.3 Pembebanan Struktur
Beban yang dimasukkan pada struktur adalah beban mati, beban hidup, beban
angin dan beban gempa. Nilai beban yang akan dimasukkan ke dalam software
SAP2000 adalah nilai yang didapatkan pada Subbab 4.3 Pembebanan. Rekapitulasi
hasil nilai pembebanan dapat dilihat pada Tabel 4.19 sampai .
Tabel 4.20 Rekapitulasi Beban Mati
Jenis Bahan Berat (kN/m3)
Beton Bertulang 24
Jenis Bahan Berat (kN/m2)
Dinding pasangan bata ½ batu 2,5
Dinding kaca 0,38
Berat penggantung + plafond 0,24
Penutup lantai/ubin per cm tebal 0,21
Adukan/spesi lantai per cm tebal 0,21
Air 10
M/E 0,4
Tabel 4.21 Rekapitulasi Beban Hidup
Berat
Jenis Beban Merata Terpusat
(kN/m2) (kN)
Parking Area 1,92
Front Store 4,79
Lobi Dan Koridor Lantai Pertama 4,79
Toilet/Kamar Mandi 2,87
Balkon 4,79
Kantor 2,40
Meeting Room 4,79
Tangga 4,79
Multifunction Hall 7,18
Multifunction Room 4,79
Tempat Tinggal 4,79
135
Koridor Di Atas Lantai Pertama 3,83
Air Conditioning (Machine Space) 9,58
Dapur 4,79
Gudang 11,97
Atap Datar 0,96
Elevator Machine Room 7,18
M/C Room Reaction (R1) 73,6
M/C Room Reaction (R2) 51,2
136
F1 -0,021 2,138 -0,046
F2 Lantai Atap -0,021 5,025 -0,108
F3 -0,021 2,888 -0,062
Tabel 4.25 Beban Angin Pergi (Leeward Wall) Sumbu Y
Beban Angin Pergi (Leeward Wall) Sumbu Y
P L WY
Kolom Keterangan
(kN/m2) (m) (kN/m)
A4 -0,021 2,163 -0,046
B4 -0,021 4,913 -0,105
C4 -0,021 4,813 -0,103
D4 -0,021 2,063 -0,044
Keseluruhan
E3 -0,021 5,188 -0,111
F3 -0,021 4,038 -0,087
G3 -0,021 2,813 -0,060
H3 -0,021 0,788 -0,017
Tabel 4.26 Respons Spektrum Desain
T Sa(T)
(detik) (g)
0 0,043
0,155 0,107
0,776 0,107
1 0,107
2 0,042
3 0,028
4 0,021
5 0,017
6 0,014
7 0,012
8 0,010
9 0,009
10 0,008
11 0,008
12 0,007
137
Faktor Skala
Arah Gempa
U1 U2
Sumbu X 1,963 0,589
Sumbu Y 0,589 1,963
138
SERV-14 1.0D + 0.75L + 0.45Wy SERV-28 Envelope Servis
4.4.5 Run Analysis
Setelah semua komponen dimasukkan ke dalam software SAP2000,
kemudian jalankan analisa. Diagram penampang hasil analisis dapat dilihat pada
Gambar 4.6 Sampai Gambar 4.8.
139
Gambar 4.7 Diagram lintang
140
1. Partisipasi massa ragam (Participating mass ratio)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.9.1.1, analisis diizinkan untuk
memasukkan jumlah ragam minimum untuk mencapai massa ragam terkombinasi
paling sedikit 90% dari massa aktual dalam masing – masing arah horizontal
ortogonal dari respons yang ditinjau oleh model. Dari hasil analisis spektrum
respons ragam dengan software SAP2000, partisipasi massa ragam relah memenuhi
ketentuan dengan SumUX sebesar 91,654% dan SumUY sebesar 90,198% pada
mode ke-10.
2. Gaya Geser Dasar (Base Shear)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.9.1.4.1, apabila kombinasi repons untuk
gaya geser dasar hasil analisis respons spektrum (Vt) kurang dari 100% dari gaya
geser (V) yang dihitung melalui metode statik ekivalen, maka gaya tersebut harus
dikalikan dengan V/Vt.
a. Gaya geser dasar hasil analisia respons spektrum (Vt)
Gaya geser dasar hasil dari analisa respons spektrum dengan software
SAP2000 dapat dilihat pada Tabel 4.29.
Tabel 4.30 Gaya geser dari analisa respons spektrum
Base Reaction
Vtx Vty
(kN) (kN)
363,583 370,581
b. Periode alami struktur (T)
Apabila periode alami struktur diperoleh dari hasil analisis menggunakan
software (Tc), maka periode alami struktur yang diambil (T) harus
ditentukan dengan ketentuan berikut.
• Jika Tc > CuTa maka T = CuTa
• Jika Ta < Tc < CuTa maka T = Tc
• Jika Tc < Ta maka T = Ta
Berdasarkan hasil analisis respons spektrum melalui software SAP2000,
didapatkan periode alami struktur sebesar Tc = 3,384 detik. Selain itu,
berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.8.2.1, perioda fundamental
pendekatan (Ta) ditentukan berdasarkan persamaan:
141
Ta = Cthnx (koefisien Ct dan x didapatkan berdasarkan Tabel 4.31)
Ta = 0,0488(47,5)0,75
Ta = 2,318 detik
Tabel 4.31 Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x (SNI 1726:2019,
Pasal 7.8.2.1, Tabel 18)
Tipe struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka
memikul 100% gaya seismik yang diisyaratkan dan
tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan
komponen yang lebih kaku dan akan mencegah
rangka dari defleksi jika dikenai gaya seismik:
• Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
• Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap 0,0731 0,75
tekuk
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75
142
Maka, didapat kesimpulan bahwa dari ketiga hasil tersebut memenuhi
persyaratan Ta < Tc < CuTa, sehingga nilai periode alami struktur (T) yang
dipakai adalah Tc.
T = 3,384 detik
c. Koefisien respon seismik (Cs)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.8.1.1, koefisien repons seismik (Cs)
harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut.
𝑆𝐷𝑆
Cs = 𝑅
( )
𝐼𝑒
0,107
Cs = 5
( )
1
Cs = 0,02143
Nilai Cs yang didapat dari persamaan di atas, tidak perlu melebihi nilai Cs
berikut ini.
𝑆𝐷1
Cs = 𝑅
𝑇( )
𝐼𝑒
0,083
Cs = 5
3,384( )
1
Cs = 0,00491
Lalu, nilai Cs harus tidak kurang dari persamaan berikut.
Cs = 0,044SDSIe ≥ 0,01
Cs = 0,044(0,107)(1)
Cs = 0,00471
Sehingga berdasarkan beberapa nilai Cs yang didapatkan, nilai Cs yang
digunakan adalah sebagai berikut.
Cs = 0,00491
d. Berat seismik efektif (W)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.7.2, berat seismik efektif struktur (W)
harus menyertakan seluruh beban mati dan minimum sebesar 25% beban
hidup lantai. Pada perhitungan ini, diambil berat seismik efektif struktur
berdasarkan hasil analisis SAP2000 yang dapat dilihat pada Tabel 4.33.
143
Tabel 4.33 Berat seismik efektif
Fz
Beban
(kN)
D 82477,622
L 13186,941
Sehingga dapat dihitung nilai berat seismik efektif struktur (W) sebagai
berikut.
W = D + 25% L
W = 82477,622 + 25%(13186,941)
W = 85774,357 kN
e. Gaya geser dasar statik ekivalen (V)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.8.1, gaya geser dasar statik ekivalen
(V) ditentukan dengan persamaan berikut.
V = CsW
V = (0,00491)(85774,357)
V = 421,3212 kN
f. Kontrol terhadap Vt > V
Berdasarkan hasil gaya geser dasar statik ekivalen (V) yang didapatkan
pada poin e, kemudian dibandingkan dengan gaya geser dasar hasil analisa
respons spektrum yang didapatkan pada software SAP2000.
Vtx = 363,583 kN < V = 421,321 kN TIDAK OK
Vty = 370,581 kN < V = 421,321 kN TIDAK OK
Dikarenakan gaya geser dasar arah sumbu x dan sumbu y tidak memenuhi
ketentuan Vt > V, maka faktor skala spektrum respons perlu dikalikan
dengan V/Vt.
a. Arah Sumbu X
421,321
U1 = 1,963 × = 2,2747
363,583
421,321
U2 = 0,589 × = 0,6824
363,583
b. Arah Sumbu Y
421,321
U1 = 0,589× = 0,66935
370,581
421,321
U2 = 1,963 × = 2,2317
370,581
144
Sehingga, didapatkan gaya geser dasar analisa respons spektrum terkoreksi
yang dapat dilihat pada Tabel 4.34.
Tabel 4.34 Gaya geser dasar analisa respons spektrum terkoreksi
Base Reaction
Vtx Vty
(kN) (kN)
421,430 421,419
Vtx = 421,430 kN > V = 421,321 kN OK
Vty = 421,419 kN > V = 421,321 kN OK
3. Simpangan antar lantai (Story Drift)
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.12.1, simpangan antar tingkat desain (∆)
tidak boleh melebihi simpangan antar tingkat izin (∆a) yang disyaratkan pada Tabel
4.35.
Tabel 4.35 Simpangan antar tingkat izin (∆a) (SNI 1726:2019 Pasal 7.12.1 Tabel
20)
Struktur Kategori risiko
I atau II III IV
Struktur, selain dari struktur dinding geser
batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan
dinding interior, partisi, langit – langit dan
0,025hsx 0,020hsx 0,015hsx
sistem dinding eksterior yang telah didesain
untuk mengakomodasi simpangan antar
tingkat.
Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010hsx 0,010hsx 0,010hsx
Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007hsx 0,007hsx 0,007hsx
Semua struktur lainnya 0,020hsx 0,015hsx 0,010hsx
Untuk semua sistem struktur sistem dinding geser beton bertulang simpangan
antar lantai tingkat izin (∆a) dengan kategori risiko II semua struktur lainnya adalah
0,020hsx. Hasil perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.36.
145
Tabel 4.36 Kontrol simpangan antar lantai
Simpangan
Simpangan antar
antar Lantai
hsx Lantai Tingkat Keterangan
Story Tingkat Izin
(m) Desain (∆)
(∆i)
Arah X Arah Y ∆i = 0,02hsx ∆ ≤ ∆i
1 4 0,000769 0,000576 0,08 OK
2 4 0,002322 0,001754 0,08 OK
3 4 0,004127 0,003240 0,08 OK
4 4 0,006015 0,004906 0,08 OK
5 4 0,007866 0,006659 0,08 OK
6 4 0,009637 0,008440 0,08 OK
7 4 0,011298 0,010218 0,08 OK
8 4 0,012839 0,011973 0,08 OK
9 4 0,014244 0,013693 0,08 OK
10 4 0,015511 0,015363 0,08 OK
Atap 3 0,016635 0,016990 0,06 OK
4. Kontrol Sistem Ganda
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.2.5.1, rangka pemikul momen harus
mampu memikul paling sedikit 25% gaya seismik desain arah x dan arah y. Dengan
kata lain, dinding geser hanya mampu memikul 75% dari gaya gempa yang ada.
Tabel 4.37 Kontrol sistem ganda
Reaksi dalam menahan gempa (kN) Persentase (%) Kontrol
FX FY
Base Shear Base Shear FX FY FX FY
Shear Wall Shear Wall
TIDAK TIDAK
424,493 644,519 431,381 400,555 151,833 92,854
OK OK
Kontrol yang didapatkan tidak memenuhi persyaratan, maka perlu dilakukan
beberapa perbaikan antara lain:
a. Memperbesar dimensi balok dan kolom. Dimensi balok diubah menjadi
600/500 dan dimensi kolom diubah menjadi 600/600.
b. Memperkecil tebal dinding geser. Tebal dinding geser (shear wall) diubah
menjadi 30 cm.
146
c. Mengubah faktor skala gempa (U1 dan U2). Faktor skala gempa diubah
menjadi faktor skala gempa sebelum dilakukan kontrol gaya geser dasar (base
shear).
Hasil setelah perbaikan dapat dilihat pada Tabel 4.38 sampai Tabel 4.39.
Tabel 4.38 Kontrol gaya geser dasar setelah modifikasi
FX FY
FX FY FX FY
RSPM Shear Wall RSPM Shear Wall
Gambar 4.9 Gaya vertikal (arah z) dan gaya horisontal (arah x dan y)
147
Gambar 4.10 Momen – momen arah x, y dan z
148
6 68 21,169 17,469 2384,733 45,8762 31,6135 -1,422
7 79 -10,248 -12,877 3787,354 -54,8366 -37,7429 -1,8302
8 80 -18,305 -33,569 4857,558 -170,8602 45,4912 -1,8303
9 81 14,525 -47,695 5193,178 -250,7924 41,9477 -1,8303
10 82 11,158 35,64 6186,688 215,6766 89,591 -1,8302
11 83 -18,328 25,909 5556,832 178,6925 63,6179 -1,8302
12 84 -109,584 31,396 3194,941 62,1275 50,848 -1,1526
13 114 42,7 54,113 2734,277 314,2217 331,195 -2,6674
14 115 49,756 91,515 4063,3 675,4364 155,4064 -2,0937
15 116 27,363 69,335 3993,125 799,572 35,4814 -2,7171
16 117 13,894 33,94 3369,304 242,7709 88,3826 -2,6377
17 119 12,26 -38,874 3782,492 -235,7421 53,7468 -1,7613
18 120 18,17 -62,417 4488,289 -701,4225 -114,9444 1,772
19 121 33,531 -61,599 5149,309 -553,4206 -75,4036 -2,0746
20 122 -57,184 -36,1 5116,981 -386,4026 218,5173 -2,0866
21 132 167,102 24,061 5313,788 201,7671 -2637,39 1,654
22 135 -1031,012 -837,076 8213,64 522,9704 -931,9182 2,6165
23 136 933,605 -871,14 7943,043 308,4485 186,8196 -3,5111
24 137 741,22 927,511 6647,686 153,3757 -119,8244 -2,3989
25 139 -819,598 794,347 6989,982 628,4923 336,2455 3,2622
26 795 117,809 -79,607 4368,113 -123,1039 47,3761 1,4379
149
Gambar 4.12 Sketsa tributary area pada perletakan titik 9 dan titik 11
a. Perletakan Titik 9
Luas Tributary Area = (0,25)(4,325)(6,925)+(0,25)(5,5)(6,925) = 17,0095 m2
• Beban Mati
Lantai Dasar
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(17,010) = 102,0572 kN
Penutup lantai/ubin per cm tebal
= (0,21)(17,010) = 3,5720 kN
Adukan/spesi lantai per cm tebal
= (0,21)(17,010) = 3,5720 kN
Dinding pasangan bata ½ batu
= (2,5)((4,325/2)+(5,5/2)-0,6)(10,625)
= 45,8203 kN
Total = 155,0215 kN
Lantai 1 s.d. 6
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(17,010) = 102,0572 kN
Penutup lantai/ubin per cm tebal
= (0,21)(17,010) = 3,5720 kN
Adukan/spesi lantai per cm tebal
= (0,21)(17,010) = 3,5720 kN
Dinding pasangan bata ½ batu
150
= (2,5)(4,325/2)+(5,5/2)-0,6)(10)
= 43,1250 kN
Berat penggantung + plafond
= (0,24)(17,010) = 4,0823 kN
M/E
= (0,4)(17,010) = 6,8038 kN
Total = 163,2123 kN x 6
= 979,2737 kN
Lantai 7 s.d. 9
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(17,010) = 102,0572 kN
Penutup lantai/ubin per cm tebal
= (0,21)(17,010) = 3,5720 kN
Adukan/spesi lantai per cm tebal
= (0,21)(17,010) = 3,5720 kN
Dinding pasangan bata ½ batu
= (2,5)(4,325/2)+(5,5/2)+(6,925/2)-0,6-0,3)(10)
= 74,7500 kN
Berat penggantung + plafond
= (0,24)(17,010) = 4,0823 kN
M/E
= (0,4)(17,010) = 6,8038 kN
Total = 194,8373 kN x 6
= 584,5119 kN
Lantai 10
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(17,010) = 102,0572 kN
Penutup lantai/ubin per cm tebal
= (0,21)(17,010) = 3,5720 kN
Adukan/spesi lantai per cm tebal
= (0,21)(17,010) = 3,5720 kN
Dinding pasangan bata ½ batu
151
= (2,5)(4,325/2)+(5,5/2)+(6,925/2)-0,6-0,3)(5)
= 37,3750 kN
Berat penggantung + plafond
= (0,24)(17,010) = 4,0823 kN
M/E
= (0,4)(17,010) = 6,8038 kN
Total = 157,4623 kN
Lantai Atap
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(17,010) = 102,0572 kN
Air
= (10)(17,010) = 170,0953 kN
Berat penggantung + plafond
= (0,24)(17,010) = 4,0823 kN
M/E
= (0,4)(17,010) = 6,8038 kN
Total = 283,0386 kN
Balok dan Kolom
Balok (600/500)
= (0,6)(0,5)(8,375)(17,010)(11) = 1224,686 kN
Kolom (600/600)
= (0,6)(0,6)(24)(44,5) = 384,480 kN
Total = 1047,7800 kN
Total Beban Mati = 3207,0880 kN
• Beban Hidup
Lantai Dasar
Parking Area = (1,92)(17,010-0,6469) = 31,4163 kN
Lantai 1
Multifunction Hall = (7,18)(17,010-0,6469) = 117,4839 kN
Lantai 2
Meeting Room = (4,79)(17,010-0,6469) = 78,3771 kN
Lantai 3 s.d. 6
152
Kantor = (2,4)(17,010-0,6469)(4) = 157,0815 kN
Lantai 7 s.d. 10
Tempat tinggal = (4,79)17,010-1,1213)(4) = 304,4195 kN
Lantai Atap
Atap datar = (0,96)(17,010-0,6469) = 15,7082 kN
Total = 704,4864 kN
Total Beban Hidup = 741, 7857 kN
Kombinasi Beban (1,2D + 1,6L)
= (1,2)(3207,0880)+(1,6)(704,4864) = 4975,684 kN
b. Perletakan Titik 11
Luas Tributary Area = (0,25)(5,5)(6,925)+(0,25)(4,125)(6,925)+
(0,25)(4,125)(4,325)+(0,25)(5,5)(4,325)
= 27,0703 m2
• Beban Mati
Lantai Dasar
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(27,0703) = 162,4219 kN
Penutup lantai/ubin per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Adukan/spesi lantai per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Total = 173,7914 kN
Lantai 1 s.d. 2
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(27,0703) = 162,4219 kN
Penutup lantai/ubin per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Adukan/spesi lantai per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Berat penggantung + plafond
= (0,24)(17,010) = 6,4969 kN
153
Dinding pasangan bata ½ batu
= (2,5)(4,325/2)+(4,125/2)+(6,925/2)-0,6-0,3)(10)
= 67,875 kN
M/E
= (0,4)(17,010) = 10,8281 kN
Total = 258,9914 kN x 2
= 517,9828 kN
Lantai 3 s.d. 6
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(27,0703) = 162,4219 kN
Penutup lantai/ubin per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Adukan/spesi lantai per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Berat penggantung + plafond
= (0,24)(17,010) = 6,4969 kN
Dinding pasangan bata ½ batu
= (2,5)(4,325/2)+(4,125/2)+(6,925/2)+(5,5/2)-0,6-0,3)(10)
= 92,375 kN
M/E
= (0,4)(17,010) = 10,8281 kN
Total = 283,4914 kN x 4
= 1133,9656 kN
Lantai 7 s.d. 9
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(27,0703) = 162,4219 kN
Penutup lantai/ubin per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Adukan/spesi lantai per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Berat penggantung + plafond
= (0,24)(17,010) = 6,4969 kN
154
Dinding pasangan bata ½ batu
= (2,5)(4,325/2)+(4,125/2)-0,3-0,3)(10)
= 36,25 kN
M/E
= (0,4)(17,010) = 10,8281 kN
Total = 227,3664 kN x 3
= 682,0992 kN
Lantai 10
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(27,0703) = 162,4219 kN
Penutup lantai/ubin per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Adukan/spesi lantai per cm tebal
= (0,21)(27,0703) = 5,6848 kN
Berat penggantung + plafond
= (0,24)(17,010) = 6,4969 kN
Dinding pasangan bata ½ batu
= (2,5)(4,325/2)+(4,125/2)-0,3)(5)
= 18,125 kN
M/E
= (0,4)(17,010) = 10,8281 kN
Total = 209,2414 kN
Lantai Atap
Beban sendiri pelat lantai (t = 0,25 m)
= (24)(0,25)(27,0703) = 162,4219 kN
Air
= (10)(27,0703) = 270,7031 kN
Berat penggantung + plafond
= (0,24)(27,0703) = 6,4969 kN
M/E
= (0,4)(27,0703) = 10,8281 kN
Total = 450,4500 kN
155
Balok dan Kolom
Balok (600/500)
= (0,6)(0,5)(24)(10,4375)(11) = 826,6500 kN
Kolom (600/600)
= (0,6)(0,6)(24)(44,5) = 384,4800 kN
Total = 2333,5425 kN
Total Beban Mati = 4868,9480 kN
• Beban Hidup
Lantai Dasar
Parking Area = (1,92)(27,0703) = 51,9750 kN
Lantai 1
Multifunction Hall = (0,5)(7,18)(27,0703-1,0181)
= 93,5274 kN
Toilet/kamar mandi = (0,25)(2,87)(27,0703-1,0181)
= 37,3849 kN
Koridor = (0,25)(3,83)(27,0703-1,0181)
= 49,8899 kN
Lantai 2
Meeting Room = (0,5)(4,79)(27,0703-1,0181)
= 62,3950 kN
Toilet/kamar mandi = (0,25)(2,87)(27,0703-1,0181)
= 37,3849 kN
Koridor = (0,25)(3,83)(27,0703-1,0181)
= 49,8899 kN
Lantai 3 s.d. 6
Kantor = (0,5)(2,4)(27,0703-1,3856)(4)
= 32,4844 kN
Toilet/kamar mandi = (0,25)(2,87)(27,0703-1,3856)(4)
= 38,8459 kN
Koridor = (0,25)(3,83)(27,0703-1,3856)(4)
= 51,8396 kN
Lantai 7 s.d. 10
156
Toilet/kamar mandi = (0,25)(2,87)(27,0703-4,1688)(4)
= 32,8637 kN
Koridor = (3/4)(3,83)(27,0703-4,1688)(4)
= 43,8565 kN
Lantai Atap
Atap datar = (0,96)(27,0703) = 25,9875 kN
Total = 608,3247 kN
Total Beban Hidup = 608,3247 kN
Kombinasi Beban (1,2D + 1,6L)
= (1,2)(608,3247)+(1,6)(4378,6605) = 6227,7120 kN
157
di lapisan pasir padat. Berdasarkan data uji CPT yang tersedia, diasumsikan bahwa
tanah yang berada di bawah 31 meter juga memiliki qc sebesar 250 kg/cm2 karena
terlihat pada data SPT bahwa nilai N semakin tinggi seiring kedalaman hingga 40
meter.
Data tiang dan sondir yang akan dipakai pada perencanaan ini dapat dilihat
sebagai berikut.
• Diameter tiang (D) = 40 x 40 cm
• Panjang tiang (L) = 34 m
• Luas penampang dasar tiang (Ab) = 0,16 m2
• Keliling penampang dasar tiang (K) = 1,6 m
Lapisan 1
Lapisan 2
Lapisan 3
Lapisan 4
34 m
158
Qb = ½ (qc1 + qc2) Ab
= ½ (24516,625 + 24170,508) 0,16
Qb = 3894,971 kN
b. Daya dukung gesek tiang (Qf)
Contoh perhitungan untuk Lapisan 1 (Tanah Lempung)
fs = 11,94 kN/m2
= (Gambar 3.15)
L lapisan 1 = 7,6 m
As = keliling x L lapisan 1
= 1,6 m x 7,6 m
= 12,16 m2
Qf-1 = fs As
= (1,1)(11,94)(12,16)
= 159,75 kN
Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.42.
Tabel 4.42 Hasil perhitungan daya dukung gesek tiang berdasarkan data CPT
Lapisan ke- fs (kN/m2) L/D K L lapisan (m) As (m2) Qf (kN)
1 11,94 1,1 7,6 12,16 159,75
2 19,81 1,025 5,4 8,64 175,44
3 35,75 0,92 6,8 10,88 357,88
4 111,07 85 0,44 14,2 22,72 1.110,34
∑ 34 1803,40
Qf = 1803,405 kN
c. Daya dukung ultimit tiang tunggal (Qu)
Qu = Qb + Qf
Qu = 3894,971 kN + 1803,405 kN
Qu = 5698,375 kN
2. Berdasarkan data uji Standard Penetration Test (SPT)
Perhitungan daya dukung ultimit tiang tunggal berdasarkan data uji SPT
menggunakan metode Meyerhof (1956). Berdasarkan hasil pengujian N-SPT yang
dapat dilihat pada Gambar 2.4, dapat ditentukan terlebih dahulu untuk nilai SPT
terkoreksi sebagai berikut.
Contoh perhitungan nilai SPT terkoreksi untuk kedalaman 4 meter.
159
p’o = D
= (14,416)(4)
= 57,663 kN/m2
CN = 1,0 (tanah lempung)
N = 2,0
Eh = 0,7 (rope-pulley / cathead)
Cd = 1,0 (drill rod length > 10 m)
Cs = 1,0 (without liner)
Cb = 1,0 (diameter lubang bor = 73 mm)
Ncor = CN N Eh Cd Cs Cb
= (1,0)(2,0)(0,7)(1,0)(1,0)(1,0)
= 1,400
Hasil perhitungan nilai SPT terkoreksi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
4.42.
Tabel 4.43 Hasil perhitungan nilai SPT terkoreksi
D N Klasifikasi
p'o CN Eh Cd Cs Cb Ncor
(m) SPT (t/m3) (kN/m3) Tanah
0 0 0 0,000 Lempung 0 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 0,000
2 0 0 0,000 Lempung 0 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 0,000
4 2 1,47 14,416 Lempung 57,663 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 1,400
6 8 1,47 14,416 Lempung 86,495 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 5,600
8 7 1,48 14,514 Lempung 116,111 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 4,900
10 14 1,47 14,416 Lempung 144,158 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 9,800
12 11 1,46 14,318 Lempung 171,813 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 7,700
14 15 1,47 14,416 Lempung 201,821 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 10,500
16 15 1,51 14,808 Lempung 236,929 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 10,500
18 20 1,52 14,906 Lempung 268,310 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 14,000
20 16 1,6 15,691 Lempung 313,813 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 11,200
22 22 1,67 16,377 Lempung 360,296 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 15,400
24 13 1,64 16,083 Lempung 385,990 1,000 0,700 1,000 1,000 1,000 9,100
26 24 1,76 17,260 Pasir 448,752 0,462 0,700 1,000 1,000 1,000 7,761
28 27 1,78 17,456 Pasir 488,763 0,443 0,700 1,000 1,000 1,000 8,366
30 31 1,77 17,358 Pasir 520,733 0,429 0,700 1,000 1,000 1,000 9,306
32 40 1,79 17,554 Pasir 561,725 0,413 0,700 1,000 1,000 1,000 11,561
34 49 1,77 17,358 Pasir 590,164 0,403 0,700 1,000 1,000 1,000 13,817
36 59 1,75 17,162 Pasir 617,819 0,394 0,700 1,000 1,000 1,000 16,260
38 60 1,76 17,260 Pasir 655,869 0,382 0,700 1,000 1,000 1,000 16,048
40 60 1,77 17,358 Pasir 694,311 0,371 0,700 1,000 1,000 1,000 15,598
160
a. Daya dukung ujung tiang (Qb)
Ncor = 15,969
L = 34 m
d = 0,4 m
Ab = 0,16 m2
Qb = 10 Ncor (L/d) Ab
= (10)(15,969)(34/0,4)(0,16)
Qb = 2171,736 kN
b. Daya dukung gesek tiang (Qf)
Contoh perhitungan daya dukung gesek tiang pada Lapisan 1 (Tanah
Lempung).
fs ̅ cor
= 2𝑁
= (2)(3,617)
= 7,233 kN/m2
As = keliling x kedalaman
= (1,6)(10)
= 16 m2
Qf = fs As
= (7,233)(16)
= 115,733 kN
Hasil perhitungan daya dukung gesek tiang berdasarkan data SPT
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.43.
Tabel 4.44 Hasil perhitungan daya dukung gesek tiang berdasarkan data SPT
Kedalaman fs As Qf
Lapisan ke- Klasifikasi Tanah N'cor
(m) (kN/m2) (m2) (kN)
1 Lempung 10 3,617 7,233 16 115,733
2 Lempung 14 10,662 21,325 22,4 477,671
3 Pasir 10 10,162 50,809 16 812,950
∑ 34 1406,354
Qf = 1406,357 kN
c. Daya dukung ultimit tiang tunggal (Qu)
Qu = Qb + Qf
Qu = 2171,736 kN + 1406,354 kN
Qu = 3578,090 kN
161
4.5.2 Daya Dukung Izin Tiang Tunggal
Daya dukung ultimit (Qu) yang digunakan dalam perhitungan daya dukung
izin tiang tunggal adalah Qu nilai yang paling kecil. Maka, Qu pakai merupakan
hasil perhitungan daya dukung ultimit berdasarkan SPT, yaitu 3578,090 kN.
Berdasarkan SNI 8460:2017 Pasal 9.2.3.1, faktor keamanan yang dipakai
untuk perencanaan fondasi dalam adalah sebesar 2,5.
Qu pakai = 3578,09 kN
Wtiang = D2 L beton
= (0,4)2 (34) (24)
= 130,56 kN
SF = 2,5
Qall = (Qu – Wtiang) / SF
Qall = (3578,09 – 130,56) / 2,5
Qall = 1379,012 kN
162
Gambar 4.14 Fz, Mx, My untuk kolom 17 dan 18
Fz-17 = 3782,492 kN
Mx-17 = - 235,742 kNm
My-17 = 53,747 kNm
Fz-18 = 4488,289 kN
Mx-18 = - 701,422 kNm
My-18 = - 114,940 kNm
FR = 3782,492 + 4488,289
= 8270,781 kN
Menghitung eksentrisitas untuk masing – masing kolom.
Mx-17 = Fz-17 . ey-17
Mx−17
ey-17 = Fz−17
− 235,742
= 3782,492
= - 0,062 m
My-17 = Fz-17 . ex-17
My−17
ex-17 = Fz−17
53,747
= 3782,492
= 0,014 m
Mx-18 = Fz-18 . ey-18
163
Mx−18
ey-18 = Fz−18
− 701,422
= 4488,289
= - 0,156 m
My-18 = Fz-18 . ex-18
My−18
ex-18 = Fz−18
− 114,940
= 4488,289
= - 0,026 m
Sehingga didapatkan letak kolom terhadap eksentrisitasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.15.
= 0,739 m
∑Mx = (3782,492)(0,094)
= 355,380 kNm
∑Mx = FR . y
∑ 𝑀𝑥
y = 𝐹𝑅
355,554
= 8270,781
164
= 0,043 m
Setelah didapatkan letak x dan y untuk resultan Fz, kemudian dihitung
eksentrisitas untuk resultan Fz sehingga dapat diketahui Mx dan My.
ex = | 0,738 – 1,615/2 | = 0,0689 m
Mx = FR . ex
= 8270,781 . 0,0694
= 496,669 kNm
ey = | 0,043 – 0,094/2 | = 0,004 m
My = FR . ey
= 8270,781 . 0,004
= 39,982 kNm
Hasil perhitungan combined footing selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.45.
Tabel 4.45 Hasil perhitungan combined footing
Fz Mx-c My-c ∑My ∑Mx Mx My
Titik
(kN) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm) (kNm)
15 3993,125 799,572 35,4814
5365,098 431,889 496,669 39,982
16 3369,304 242,7709 88,3826
17 3782,492 -235,7421 53,7468
6108,041 355,380 569,867 33,156
18 4488,289 -701,4225 -114,9444
7 3787,354 -54,8366 -37,7429
90,907 59,859 6,043 3,979
26 4368,113 -123,1039 47,3761
22 8213,64 522,9704 -931,9182
23 7943,043 308,4485 186,8196
32696,152 -47865,881 317,909 76,360
24 6647,686 153,3757 -119,8244
25 6989,982 628,4923 336,2455
2. Jumlah Tiang
Contoh perhitungan untuk Titik Fondasi 1.
Efisiensi awal diambil 75%
P
n = Qall ×𝐸𝑓𝑓
4165,401
= 1379,012 ×0,75
= 4,027
npakai = 4 buah tiang (Tipe P4)
Selanjutnya dihitung efisiensi untuk P4.
m = 2
165
n = 2
d = 0,4
s = 3d = 3(0,4)
= 1,2 m
= arctan(d/s)
= arctan(0,4/1,2)
= 18,435
(2−1)2+(2−1)2
Eff = 1 – 90.2.2
=
Hitung kembali jumlah tiang dengan efisiensi yang telah diperoleh.
P
n = Qall ×𝐸𝑓𝑓
4165,401
= 1379,012 ×0,892
= 3,386
npakai = 4 buah tiang (Tipe P4)
Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.46 dan konfigurasi
serta denah pile cap dapat dilihat pada Gambar 4.16 sampai dengan Gambar 4.22.
Tabel 4.46 Hasil perhitungan jumlah tiang pada titik-titik fondasi
Titik Pu (kN) npakai Simbol
3 3038,127 3 P3
4 3755,158 3 P3
5 3347,618 3 P3
14 4063,3 4 P4
1 4165,401 4 P4
2 5059,939 5 P5
8 4857,558 5 P5
19 5149,309 5 P5
20 5116,981 5 P5
9 5193,178 5 P5
10 6186,688 6 P6
11 5556,832 5 P5
7 & 26 8155,467 7 P7
15 & 16 7362,429 7 P7
17 & 18 8270,781 7 P7
6 s.d. 25 43422,09 36 P8
166
Gambar 4.16 Pile cap tipe P3
167
Gambar 4.18 Pile cap tipe P5
168
Gambar 4.20 Pile cap tipe P7
169
Gambar 4.22 Denah pile cap
170
3. Daya Dukung Kelompok Tiang
Berdasarkan hasil perhitungan jumlah tiang pada Tabel 4.46, diambil gaya
vertikal maksimum dari masing – masing tipe kelompok tiang sebagai kontrol daya
dukung kelompok tiang.
• Tipe P3
Qall = 3038,127 kN (Titik 3)
m = 3
n = 2
N = 3
d = 0,4 m
s = 4d
= (4)(0,4)
= 1,6 m
= arctan(d/s)
= arctan(0,4/1,6)
= 14,036
(2−1)3+(3−1)2
Eff = 1 –
90.3.2
= 0,915
Qag = Eff N Qall
= (0,915)(3)(1379,012)
Qag = 3783,789 kN > 3038,127 kN ………OK
Hasil perhitungan daya dukung kelompok tiang dapat dilihat pada Tabel 4.47
berikut.
Tabel 4.47 Hasil perhitungan daya dukung kelompok tiang
Tipe Pile Jumlah
Titik s Eff Qag (kN) Pu (kN) Kontrol
Cap Tiang
3 P3 3 1,6 0,915 3783,789 3038,127 OK
4 P3 3 1,6 0,915 3783,789 3755,158 OK
5 P3 3 1,6 0,915 3783,789 3347,618 OK
14 P4 4 1,2 0,892 4920,469 4063,300 OK
1 P4 4 1,2 0,892 4920,469 4165,401 OK
2 P5 5 1 0,831 5730,489 5059,939 OK
8 P5 5 1 0,831 5730,489 4857,558 OK
19 P5 5 1 0,831 5730,489 5149,309 OK
171
20 P5 5 1 0,831 5730,489 5116,981 OK
9 P5 5 1 0,831 5730,489 5193,178 OK
10 P6 6 0,8 0,845 6991,665 6186,688 OK
11 P5 5 1 0,831 5730,489 5556,832 OK
7 & 26 P7 7 1,4 0,873 8427,113 8155,467 OK
15 & 16 P7 7 1,4 0,873 8427,113 7362,429 OK
17 & 18 P7 7 1,4 0,873 8427,113 8270,781 OK
6 s.d. 25 P8 36 1,8 0,875 43425,633 43422,09 OK
= 925,102 kN
𝑃𝑢 𝑀𝑦 ×𝑋𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑀𝑥 ×𝑌𝑚𝑎𝑥
P+ = + +
𝑁 𝑛𝑦 ∑ 𝑋 2 𝑛𝑥 ∑ 𝑌 2
3038,127 (46,473) (1,6) (70,423)(1,386)
= + +
3 (1)(1,28) (2)(1,653)
= 1100,316 kN
Ppakai = 1100,316 kN > Qall = 1379,012 kN ………OK
Hasil perhitungan beban maksimum tiang tunggal pada kelompok tiang
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.48.
172
Tabel 4.48 Hasil perhitungan beban maksimum tiang pada kelompok tiang
Pu P- P+ Ppakai Qall
Titik Tipe Pile Cap Kontrol
(kN) (kN) (kN) (kN) (kN)
3 3038,127 P3 925,102 1100,316 1100,316 1379,012 OK
4 3755,158 P3 1193,099 1310,340 1310,340 1379,012 OK
5 3347,618 P3 1043,263 1188,482 1188,482 1379,012 OK
14 4063,3 P4 861,965 1169,685 1169,685 1379,012 OK
1 4165,401 P4 1008,229 1074,472 1074,472 1379,012 OK
2 5059,939 P5 980,347 1043,628 1043,628 1379,012 OK
8 4857,558 P5 936,740 1006,283 1006,283 1379,012 OK
19 5149,309 P5 933,224 1126,500 1126,500 1379,012 OK
20 5116,981 P5 919,063 1127,730 1127,730 1379,012 OK
9 5193,178 P5 993,114 1084,157 1084,157 1379,012 OK
10 6186,688 P6 1012,637 1049,592 1049,592 1379,012 OK
11 5556,832 P5 1071,436 1151,297 1151,297 1379,012 OK
7 & 26 8155,467 P7 1164,441 1165,692 1165,692 1379,012 OK
15 & 16 7362,429 P7 1015,539 1088,012 1088,012 1379,012 OK
17 & 18 8270,781 P7 1140,636 1222,444 1222,444 1379,012 OK
6 s.d. 25 43422,09 P8 1205,984 1206,355 1206,355 1379,012 OK
173
4.5.4 Daya Dukung Lateral
Perhitungan daya dukung horisontal (lateral) tiap tiang dilakukan berdasarkan
metode Broms (1964a) dengan jenis tiang ujung terjepit (fixed end pile). Daya
dukung lateral dihitung untuk upper pile dengan data tiang dan tanah sebagai
berikut.
Data Tiang
42 0,5
= 15200 (0,1)
174
= 31150,730 MPa
= 31150730,33 kN/m2
Tegangan referensi (r) = 14 lb/in2
= 0,10 MPa
Data Tanah
̅ cor (0 m s.d. 10 m)
𝑁 = 3,617
Cu = 2/3 . 3,617
= 2,411 t/m2
= 23,64 kN/m2
Gambar 4.24 Hubungan antara kohesi dan nilai N-SPT untuk tanah kohesif
(Irsyam, 2012)
Perhitungan Daya Dukung Lateral
Tiang diasumsikan sebagai tiang pendek terlebih dahulu.
Hu = 9 Cu D (L – 3D/2)
= (9)(23,64)(0,4)(10 – (3)(0,4)/2)
= 800,144 kN
Mmaks = Hu (L/2 + 3D/4)
= (800,144)(10/2 + (3)(0,4)/4)
Mmaks = 4240,764 kN.m > Mcrack = 77,374 kN.m
Berdasarkan hasil Mmaks > Mcrack, maka tiang termasuk tiang panjang dan
mengalami kondisi tiang lebih dulu patah.
Kemudian tiang dihitung lagi menggunakan persamaan untuk tiang panjang sebagai
berikut.
175
f = Hu / (9CuD)
f = Hu / ((9)(23,64)(0,4))
f = Hu / 85,122
f = 0,0117 Hu
2My
Hu = 3d f
+
2 2
(2)(77,374)
= (3)(0,4) 0,0117Hu
+
2 2
Gambar 4.25 Tahanan lateral ultimit tiang dalam tanah kohesif (Hardiyatmo,
Teknik Fondasi 2, 2008)
176
My/Cud3 = 77,374 / (23,64)(0,43)
= 51,130
Dari Gambar 4.19 didapatkan nilai Hu/Cud2 sebesar 30, yang selanjutnya dapat
dihitung sebagai berikut.
Hu/Cud2 = 30
Hu = 30 (Cud2)
= (30)(23,64)(0,42)
= 113,496 kN
Hasil perhitungan dan hasil plot grafik tidak jauh berbeda. Kemudian, dengan
memberikan faktor aman SF = 2,5, maka diperoleh daya dukung lateral ijin (Hall)
untuk setiap tiang sebagai berikut.
H = Hu / 2,5
= 119,084 / 2,5
= 47,634 kN
Kontrol Daya Dukung Lateral
Sebagai contoh perhitungan, dilakukan kontrol daya dukung lateral untuk fondasi
titik 3 yang menggunakan tipe fondasi P3 berjumlah 3 tiang.
Fx = 10,521 kN
Fy = 21,126 kN (lihat Tabel 4.39)
Fx – 1 tiang = 10,521 / 3
= 3,507 kN < Hall = 47,634 kN ……OK
Fy – 1 tiang = 21,126 / 3
= 7,042 kN < Hall = 47,634 kN ……OK
Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.49.
177
Tabel 4.49 Hasil perhitungan beban lateral per tiang
Tipe Jumlah Fy-1 Kontrol Kontrol
Titik Fx Fy Fx-1 tiang Ha
Pile Cap Tiang tiang Fx Fy
3 P3 3 10,521 21,126 3,507 7,042 47,634 OK OK
4 P3 3 12,090 27,283 4,030 9,094 47,634 OK OK
5 P3 3 20,194 23,953 6,731 7,984 47,634 OK OK
14 P4 4 49,756 91,515 12,439 22,879 47,634 OK OK
1 P4 4 15,282 34,736 3,821 8,684 47,634 OK OK
2 P5 5 18,842 29,334 3,768 5,867 47,634 OK OK
8 P5 5 18,305 33,569 3,661 6,714 47,634 OK OK
19 P5 5 33,531 61,599 6,706 12,320 47,634 OK OK
20 P5 5 57,184 36,100 11,437 7,220 47,634 OK OK
9 P5 5 14,525 47,695 2,905 9,539 47,634 OK OK
10 P6 6 11,158 35,640 1,860 5,940 47,634 OK OK
11 P5 5 18,328 25,909 3,666 5,182 47,634 OK OK
7 & 26 P7 7 107,561 92,484 15,366 13,212 47,634 OK OK
15 & 16 P7 7 19,933 103,275 2,848 14,754 47,634 OK OK
17 & 18 P7 7 10,847 101,291 1,550 14,470 47,634 OK OK
6 s.d. 25 P8 36 54,398 140,681 1,511 3,908 47,634 OK OK
178
4.5.5 Kontrol Defleksi Tiang
Perhitungan defleksi tiang dilakukan berdasarkan metode Broms (1964)
sebagai berikut.
k1 = 27 MN/m3 (lihat Tabel 4.50)
Tabel 4.50 Hubungan modulus subgrade (k1) dengan kuat geser undrained untuk
lempung kaku terkonsolidasi berlebihan (overconsolidated) menurut Terzaghi
(1955) (Hardiyatmo, Teknik Fondasi 2, 2008)
Konsistensi Kaku Sangat Kaku Keras
Kohesi undrained (Cu)
kN/m2 100 – 200 200 – 400 > 400
kg/cm2 1-2 2–4 >4
k1
MN/m3 18 – 36 36 – 72 > 72
kg/m3 1,8 – 3,6 3,6 – 7,2 > 7,2
k1 direkomendasikan
MN/m3 27 54 > 108
kg/m3 2,7 5,4 > 10,8
k1 = 27 MN/m3
= 27000 kN/m3
kh d = k1 / 1,5
= 18000 kN/m3
1
kh d 4
= ( )
4Ep Ip
1
18000
= (
4
(4)(31150730,33)(0,0021333)
)
=
L = (0,510)(10)
= 5,101
Nilai L diperoleh sebesar 5,101, maka tiang ujung jepit dianggap sebagai tiang
panjang (tidak kaku). Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan untuk defleksi
lateral tiang di permukaan tanah kohesif sebagai berikut.
179
Hβ
yo =
kh d
(47,634)(0,510)
=
18000
= 0,00135 m
yo = 1,350 mm < 12 mm …….OK
Berdasarkan SNI 8460:2017 Pasal 9.8.1, defleksi tiang tidak boleh melewati
12 mm, sehingga kontrol defleksi tiang dinyatakan aman.
180
Tabel 4.52 Titik berat bangunan untuk tampak depan, belakang, samping kanan dan samping kiri
Tampak Kolom Segmen X (m) Y (m) X' (m) Y' (m) A (m2) x (m) y (m)
Kolom A1-A2- I 6,925 47,5 3,4625 23,75 328,938
Depan 5,625 23,750
A4 II 4,325 47,5 9,0875 23,75 205,438
Kolom H1-H3- I 10,05 47 5,025 23,5 472,350
Belakang 5,567 23,355
D4-F1-F2-F3 II 1,15 44 10,625 22 50,600
Kolom A1-B1- I 13,95 44,5 6,975 22,25 620,775
Kanan C1-D1-E1-F1- II 10,375 47 19,1375 23,5 487,625 10,589 22,654
G1-H1 III 5,625 44 2,8125 22 247,500
Kolom A1-A2- I 5,625 44 8,4375 22 247,500
Kiri 6,282 22,995
A7 II 10,375 47 5,1875 23,5 487,625
181
Gambar 4.26 Diagram tekanan angin datang dan angin pergi sumbu x
Gambar 4.27 Diagram tekanan angin datang dan angin pergi sumbu y
182
b. Beban Akibat Berat Sendiri
Wg = 61146,887 kN (diperoleh dari SAP2000)
Sama halnya seperti beban angin, beban akibat berat sendiri bangunan
akan dikalikan dengan setiap titik berat bangunan (tampak atas) (lihat Tabel
4.54) untuk mendapatkan momen akibat berat sendiri bangunan (lihat Tabel
4.55).
Tabel 4.54 Titik berat bangunan tampak atas
Segmen X (m) Y (m) X/2 (m) Y/2 (m) A (m2) x (m) y (m)
I 13,95 11,25 6,975 5,625 156,938
14,554 5,321
II 16 10,05 21,95 5,025 160,800
Sehingga didapatkan momen akibat berat sendiri bangunan sebagai
berikut.
MRx = (61146,887)(14,554)
= 889902,443 kNm
MRy = (61146,887)(5,321)
= 325384,178 kNm
Setelah didapatkan hasil momen akibat beban angin dan momen akibat berat
sendiri bangunan, selanjutnya dapat dihitung untuk kontrol stabilitas guling
menggunakan persamaan (2.52) yang hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
4.55.
𝑀𝑅𝑥 889902,4433
FKx = = = 460,843 > 2 … (Sangat Aman)
𝑀𝐷 𝑥 1931,032
𝑀𝑅𝑦 325384,178
FKy = = = 30,751 > 2 … (Sangat Aman)
𝑀𝐷𝑦 1931,032
183
= 187,895 kN/m2
• Sudut gesek tanah, = 0˚
• Fx = 751,784 kN (lihat Lampiran H)
beton bertulang
Tipe Tiang B (m) L (m) A (m2) ht (m) Wp (kN)
(kN/m3)
P2 1,40 3,00 4,20 1,00 24 100,80
P3 2,80 3,00 8,40 1,00 24 201,60
P4 2,20 2,20 4,84 0,80 24 92,93
P5 2,00 2,73 5,47 1,00 24 131,18
P6 1,80 2,60 4,68 1,00 24 112,32
P7 3,80 3,43 13,02 1,00 24 312,36
P8 10,00 10,00 100,00 3,00 24 7200,00
184
= 26480,852 kN
𝑅 26480,852
FKy = ∑ 𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠
= = 35,22 ≥ 1,5 ……(Sangat Aman)
751,784
= 14,13 m
1
L’ = 3 + (4)(22,667)(2)
= 14,33 m
3038,127
qp = (14,13)(14,33)
= 14,997 kN/m2
E = n.qc
= (3,5)(6359,172)
= 22257,101 kN/m2
L’/B’ = 1,014
Ip = 1,195 (diperoleh dari interpolasi nilai Ip pada Tabel 2.24
berdasarkan Nilai L’/B’)
= 0,3 (pasir)
Penurunan segera dihitung dengan persamaan 2.58 sebagai berikut.
𝐵′.𝑞
Si = (1-2) Ip
𝐸
(14,13)(14,997)
= (1-0,32 22257,101
) (1,195)
185
= 0,010 m
Si = 1,036 cm < Sijin = 15 + (280/600) = 15,467 cm ……… OK
Hasil selengkapnya mengenai perhitungan penurunan dapat dilihat pada
Tabel 4.58.
Tabel 4.58 Hasil perhitungan penurunan
Tipe Pile Sijin
Titik Pu (kN) Si (cm) KONTROL
Cap (cm)
3 P3 3038,127 1,036 15,467 OK
4 P3 3755,158 1,280 15,467 OK
5 P3 3347,618 1,141 15,467 OK
14 P4 4063,3 1,463 15,367 OK
1 P4 4165,401 1,500 15,367 OK
2 P5 5059,939 1,771 15,333 OK
8 P5 4857,558 1,701 15,333 OK
19 P5 5149,309 1,803 15,333 OK
20 P5 5116,981 1,791 15,333 OK
9 P5 5193,178 1,818 15,333 OK
10 P6 6186,688 2,189 15,300 OK
11 P5 5556,832 1,945 15,333 OK
7 & 26 P7 8155,467 2,679 15,633 OK
15 & 16 P7 7362,429 2,419 15,633 OK
17 & 18 P7 8270,781 2,717 15,633 OK
6 s.d. 25 P8 43422,09 9,916 16,667 OK
186
• Tebal fondasi (ht) = 1,5 m
• Tebal selimut beton (ds) = 75 mm
= 0,075 m
• Tulangan utama (Øt) = 19 mm
= 0,019 m
• Tebal efektif fondasi (d) = ht – Øt – ds
= 1,416 m
• Panjang dan lebar kolom (bk = hk) = 0,6 m
• Mutu beton (fc’) = 25 MPa
• Beban maksimum per tiang titik 3 = 1100,316 kN (lihat Tabel 4.46)
1) Kontrol Tegangan Geser Satu Arah
Vu = n . Pmaks
= (2)(1100,316)
= 2200,632 kN
Kuat geser nominal beton, Vc
√𝑓𝑐′
Vc = ( ).L.d
6
√25
= ( ).3.(1,416)
6
= 3538750 N
= 3538,750 kN
Vc = 0,75(3538,750)
= 2654,063 kN
Kontrol tegangan geser satu arah:
Vu = 2200,632 kN < Vc = 2654,063 kN …… OK
2) Kontrol Tegangan Geser Dua Arah
B’ = bk + d
= 0,6 + 1,42
= 2,02 m
L’ = B’
= 2,02 m
c = bk/hk
= 1
187
bo = 2.(B’+L’)
= 2.(2,02+2,02)
= 8,062 m
s = 20 (kolom sudut) (SNI 2847:2019 Pasal 22.6.5.3)
Vu = 2200,632 kN
Tegangan geser diambil nilai terkecil yang diperoleh dari:
2
a. Vc = 0,17.(1+𝛽 ).√𝑓𝑐′.bo.d
𝑐
2
= 0,17.(1+1)(√25)(8,062)(1,416)(103)
= 28529,40 kN
1 𝛼 𝑑
b. Vc = .(2+ 𝑏𝑠 ).√𝑓𝑐′.bo.d
12 𝑜
1 (20)(1,416)
= .(2+ )(√25)(8,062)(1,416)
12 8,062
= 52413,61 kN
1
c. Vc = .√𝑓𝑐′.bo.d
3
1
= .√25(8,062)(1,416)(103)
3
= 19019,60 kN
Dipakai yang terkecil, Vc = 19019,60 kN
Vc = 0,75(19019,60)
= 14264,70 kN
Kontrol tegangan geser satu arah:
Vu = 2200,632 kN < Vc = 14264,70 kN …… OK
Berdasarkan perhitungan, didapat nilai Vu < Vc baik untuk analisa kuat geser
satu arah maupun dua arah sehingga beton dinyatakan mampu menahan geser yang
terjadi dan tidak diperlukan tulangan geser. Hasil perhitungan untuk tegangan geser
satu arah dan dua arah selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.59 dan 4.60.
188
Tabel 4.59 Hasil perhitungan kontrol tegangan geser satu arah
Tipe Pmaks
Titik nx Vc (kN) Vc (kN) Vu (kN) Kontrol
Tiang (kN)
3 P3 1100,316 2 3538,750 2654,063 2200,632 OK
4 P3 1310,340 2 3538,750 2654,063 2620,680 OK
5 P3 1188,482 2 3538,750 2654,063 2376,964 OK
14 P4 1169,685 2 3511,750 2633,813 2339,370 OK
1 P4 1074,472 2 3511,750 2633,813 2148,943 OK
2 P5 1043,628 2 3223,801 2417,851 2087,257 OK
8 P5 1006,283 2 3223,801 2417,851 2012,566 OK
19 P5 1126,500 2 3223,801 2417,851 2253,000 OK
20 P5 1127,730 2 3223,801 2417,851 2255,459 OK
9 P5 1084,157 2 3223,801 2417,851 2168,314 OK
10 P6 1049,592 3 5233,583 3925,188 3148,776 OK
11 P5 1151,297 2 3223,801 2417,851 2302,593 OK
7 & 26 P7 1165,692 3 5467,156 4100,367 3497,077 OK
15 & 16 P7 1088,012 3 5467,156 4100,367 3264,037 OK
17 & 18 P7 1222,444 3 5467,156 4100,367 3667,333 OK
6 s.d. 25 P8 1206,355 6 24295,833 18221,875 7238,128 OK
189
Tabel 4.60 Hasil perhitungan kontrol tegangan geser dua arah
Titik Tipe Tiang s Vu (kN) Vc-1 (kN) Vc-2 (kN) Vc-3 (kN) Vc pakai (kN) Vc (kN) Kontrol
3 P3 20 2200,63 28529,40 52413,61 19019,60 19019,60 14264,70 OK
4 P3 30 2620,68 28529,40 69110,61 19019,60 19019,60 14264,70 OK
5 P3 30 2376,96 28529,40 69110,61 19019,60 19019,60 14264,70 OK
14 P4 30 2339,37 48184,40 123851,44 32122,94 32122,94 24092,20 OK
1 P4 20 2148,94 48184,40 93275,27 32122,94 32122,94 24092,20 OK
2 P5 30 2087,26 28529,40 69110,61 19019,60 19019,60 14264,70 OK
8 P5 30 2012,57 28529,40 69110,61 19019,60 19019,60 14264,70 OK
19 P5 30 2253,00 28529,40 69110,61 19019,60 19019,60 14264,70 OK
20 P5 30 2255,46 28529,40 69110,61 19019,60 19019,60 14264,70 OK
9 P5 30 2168,31 28529,40 69110,61 19019,60 19019,60 14264,70 OK
10 P6 40 3148,78 72839,40 243047,61 48559,60 48559,60 36419,70 OK
11 P5 40 2302,59 28529,40 85807,61 19019,60 19019,60 14264,70 OK
7 & 26 P7 20 3497,08 48184,40 93275,27 32122,94 32122,94 24092,20 OK
15 & 16 P7 20 3264,04 48184,40 93275,27 32122,94 32122,94 24092,20 OK
17 & 18 P7 20 3667,33 48184,40 93275,27 32122,94 32122,94 24092,20 OK
6 s.d. 25 P8 40 7238,13 102494,40 351667,61 68329,60 68329,60 51247,20 OK
190
4.6.2 Penulangan Lentur
Penulangan lentur dihitung berdasarkan SNI 2847:2019. Hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.61 dan 4.62. Sebagai contoh, dilakukan
perencanaan tulangan lentur untuk titik fondasi 14 tipe P4 dengan data – data
sebagai berikut.
• Diameter tulangan rencana (Øt) = 19 mm
= 0,019 m
• Jarak tiang ke tepi (su) = 0,3 m
• Tebal fondasi (ht) = 2m
• Dimensi pile cap (Lx) = 2,2 m
(Ly) = 2,2 m
• Tebal selimut beton (ds) = 75 mm
= 0,075 m
• Tulangan utama (Øt) = 19 mm
= 0,019 m
• Jarak kepala tiang terhadap sisi bawah pile cap (dembed)
= 0,1 m
• Panjang dan lebar kolom (bk = hk) = 0,6 m
• Mutu beton (fc’) = 25 MPa
• Berat jenis beton bertulang (c) = 24 kN/m3
•
• Beban maksimum per tiang (Pmaks) = 1169,685 kN (lihat Tabel 4.46)
191
1) Desain Penulangan Lentur Arah X
cx = (Lx – bk)/2
= (2,2 – 0,6)/2
= 0,80 m
ex = cx - su
= 0,80 – 0,30
= 0,50 m
Wc = cx.Ly.ht.1,4
= (0,80)(2,2)(2)(1,4)
= 118,272 kN
Momen yang terjadi pada pile cap akibat reaksi tiang, Mux
Mux = 2.Pmaks.ex – Wc.cx/2
= 2(1169,685)(0,50) – (118,272)(0,80)/2
= 1122,376 kNm
Tinggi efektif pelat, dx
dx = ht – dembed – ds – Øt – Øt/2
= 2,00 – 0,10 – 0,075 – 0,019 – 0,019/2
= 1,797 m
Nilai faktor penahan lentur, Rn
𝑀𝑢𝑥
Rn = 𝜑.𝐿𝑦.𝑑2
1122,376
= (0,90)(2,20)(1,7972 )
= 0,000176
Rasio tulangan minimum, min
min = 0,002 (SNI 2847:2019 Tabel 8.6.1.1)
Rasio tulangan perlu, perlu
0,85(𝑓𝑐′) 2(𝑅𝑛)
perlu = . (1 − √1 − 0,85(𝑓𝑐′))
(𝑓𝑦)
0,85(25) 2(0,000176)
= . (1 − √1 − )
(400) 0,85(25)
= 0,000216
Rasio tulangan maksimum, maks
192
0,85𝑓𝑐′ 600
b = .1.(600+𝑓𝑦)
𝑓𝑦
0,85(25) 600
= ..(600+400)
(400)
= 0,0271
maks = 0,75(0,0271)
= 0,0203
Nilai perlu = 0,000216 < min = 0,002, maka perlu dikoreksi untuk nilai perlu
perlu* = 4/3 perlu
= 4/3 (0,000216)
= 0,000288
Sehingga digunakan perlu = 0,002
Luas tulangan perlu, Asperlu
Asperlu = perlu . Ly . d
= (0,002)(2,2)(1,797)(106)
= 7904,600 mm2
Luas 1 buah tulangan, Astul-1
Astul-1 = ¼ 𝜋 Øt 2
= ¼ 𝜋 192
= 283,529 mm2
Jarak atau spasi tulangan, S
ds’ = ds + Øt/2
= 75 + 19/2
= 84,5 mm
𝐴𝑠𝑡𝑢𝑙−1 (𝐿𝑦−2𝑑𝑠′ )
S = 𝐴𝑠𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢
283,529(2,20−(2)(84,5))
=
7904,600
= 72,850 mm ≈ 200 mm
S = 200 mm < 3.h = 3(800) = 2400 mm
S = 200 mm < 450 mm … OK
Jarak tulangan dipakai 200 mm.
Jumlah tulangan, n
𝐿𝑦−2𝑑𝑠′
nx = 𝑆
193
2,2−(2)(84,5)
= 200
= 10,155 buah
Jumlah tulangan dipakai 28 buah.
Kontrol luas tulangan
Astul-pakai = nx ¼ 𝜋 Øt 2
= (28)(¼)(𝜋)(192)
= 7939 mm2
Asperlu = 7904,600 mm2 < Astul-pakai = 7939 mm2 … OK
Maka dipakai tulangan D19 – 200 mm.
2) Desain Penulangan Lentur Arah Y
Dimensi pile cap pada arah Y sama dengan dimensi pile cap pada arah X,
sehingga dapat dinyatakan bahwa tulangan lentur yang dipakai pada arah Y sama
dengan tulangan yang dipakai pada arah X. Maka, dipakai tulangan D19 – 200
mm.
194
= 51,53 mm ≈ 150 mm
S = 150 mm < 3.h = 3(800) = 2400 mm
S = 150 mm < 450 mm … OK
Jarak tulangan dipakai 150 mm.
Jumlah tulangan susut, nx
𝐿𝑦−2𝑑𝑠′
nx = 𝑆
2,2−(2)(1,801)
= 150
195
Gambar 4.29 Detail penulangan pile cap
196
Gambar 4.30 Tampak atas detail penulangan P3
197
Gambar 4.32 Tampak atas detail penulangan P5
198
Gambar 4.34 Tampak atas detail penulangan P7
199
Tabel 4.61 Hasil perhitungan penulangan lentur arah x
Pmaks per tiang Mux Asperlu Spakai npakai Astulangan
Titik Tipe Tiang Rn Kontrol
(kN) (kNm) (mm2) (mm) (buah) (mm2)
3 P3 1100,316 1438,836 0,000340 7260,400 200 29 8222 OK
4 P3 1310,340 1732,869 0,000409 7260,400 200 29 8222 OK
5 P3 1188,482 1562,268 0,000369 7260,400 200 29 8222 OK
14 P4 1169,685 1122,376 0,000176 7904,600 200 28 7939 OK
1 P4 1074,472 1027,163 0,000161 7904,600 200 28 7939 OK
2 P5 1043,628 511,815 0,000123 7103,978 200 28 7939 OK
8 P5 1006,283 493,142 0,000119 7103,978 200 28 7939 OK
19 P5 1126,500 553,251 0,000133 7103,978 200 28 7939 OK
20 P5 1127,730 553,866 0,000133 7103,978 200 28 7939 OK
9 P5 1084,157 532,079 0,000128 7103,978 200 28 7939 OK
10 P6 1049,592 1393,829 0,000163 8267,400 200 30 8506 OK
11 P5 1151,297 565,649 0,000136 7103,978 200 28 7939 OK
7 & 26 P7 1165,692 2593,802 0,000260 12327,717 200 44 12475 OK
15 & 16 P7 1088,012 2415,138 0,000242 12327,717 200 44 12475 OK
17 & 18 P7 1222,444 2724,332 0,000273 12327,717 200 44 12475 OK
6 s.d. 25 P8 1206,355 13748,548 0,000130 84085,000 200 297 84208 OK
∑ 770
200
Tabel 4.62 Hasil perhitungan penulangan lentur y
Pmaks per tiang Muy Asperlu Spakai npakai Astulangan
Titik Tipe Tiang Rn Kontrol
(kN) (kNm) (mm2) (mm) (buah) (mm2)
3 P3 1100,316 1235,001 0,000272 7779,000 200 28 7939 OK
4 P3 1310,340 1487,030 0,000328 7779,000 200 28 7939 OK
5 P3 1188,482 1340,801 0,000295 7779,000 200 28 7939 OK
14 P4 1169,685 1122,376 0,000176 7904,600 200 28 7939 OK
1 P4 1074,472 1027,163 0,000161 7904,600 200 28 7939 OK
2 P5 1043,628 1521,546 0,000503 5186,000 200 23 6521 OK
8 P5 1006,283 1464,296 0,000484 5186,000 200 23 6521 OK
19 P5 1126,500 1648,588 0,000545 5186,000 200 23 6521 OK
20 P5 1127,730 1650,473 0,000545 5186,000 200 23 6521 OK
9 P5 1084,157 1583,677 0,000523 5186,000 200 23 6521 OK
10 P6 1049,592 306,814 0,000025 11958,267 200 43 12192 OK
11 P5 1151,297 1686,601 0,000557 5186,000 200 23 6521 OK
7 & 26 P7 1165,692 2175,928 0,000196 13677,467 200 49 13893 OK
15 & 16 P7 1088,012 2026,393 0,000183 13677,467 200 49 13893 OK
17 & 18 P7 1222,444 2285,175 0,000206 13677,467 200 49 13893 OK
6 s.d. 25 P8 1206,355 13748,548 0,000130 84085,000 200 297 84208 OK
∑ 765
201
Tabel 4.63 Hasil perhitungan penulangan susut arah x dan arah y
Tipe Asx Asy Sxpakai Sypakai nxpakai nypakai Astulangan-x Astulangan-y Kontrol Kontrol
Titik
Tiang (mm2) (mm2) (mm) (mm) (buah) (buah) (mm2) (mm2) tul. x tul. y
3 P3 7285,60 7806,00 160 160 37 39 7439 7841 OK OK
4 P3 7285,60 7806,00 160 160 37 39 7439 7841 OK OK
5 P3 7285,60 7806,00 160 160 37 39 7439 7841 OK OK
14 P4 7924,40 7924,40 160 160 40 40 8042 8042 OK OK
1 P4 7924,40 7924,40 160 160 40 40 8042 8042 OK OK
2 P5 7125,84 5214,67 160 160 37 32 7439 6434 OK OK
8 P5 7125,84 5214,67 160 160 37 32 7439 6434 OK OK
19 P5 7125,84 5214,67 160 160 37 32 7439 6434 OK OK
20 P5 7125,84 5214,67 160 160 37 32 7439 6434 OK OK
9 P5 7125,84 5214,67 160 160 37 32 7439 6434 OK OK
10 P6 8283,60 11965,20 160 160 42 60 8445 12064 OK OK
11 P5 7125,84 5214,67 160 160 37 32 7439 6434 OK OK
7 & 26 P7 12355,12 13707,87 160 160 62 69 12466 13873 OK OK
15 & 16 P7 12355,12 13707,87 160 160 62 69 12466 13873 OK OK
17 & 18 P7 12355,12 13707,87 160 160 62 69 12466 13873 OK OK
6 s.d. 25 P8 84190,00 84190,00 160 160 419 419 84245 84245 OK OK
∑ 1060 1075
202
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah didapatkan, dapat disimpulkan
bahwa pada perancangan gedung bertingkat tinggi ini terdiri dari dua tahap, yaitu
tahap perhitungan struktur atas dan tahap perhitungan struktur bawah. Perhitungan
struktur atas terdiri dari preliminary design, perhitungan pembebanan, analisa
struktur. Perhitungan struktur bawah terdiri dari perhitungan daya dukung tanah,
perencanaan dimensi pile cap fondasi dan penulangan fondasi. Berdasarkan hasil
perhitungan, didapatkan kesimpulan:
1. Bangunan yang dirancang merupakan bangunan hasil modifikasi dari Rumah
Kantor P.T. Goautama Sinarbatuah dengan panjang bangunan 29,95 meter,
lebar bangunan 11,25 meter dan tinggi bangunan 33,180 meter menjadi
Rumah Kantor Sepuluh Lantai dengan panjang bangunan 29,95 meter, lebar
bangunan 11,25 meter dan tinggi bangunan 47,5 meter.
2. Dari hasil preliminary design digunakan balok dengan dimensi 350 x 500
mm, kolom dengan dimensi 500 x 500 mm, pelat lantai dan dak dengan
ketebalan 250 mm, serta dinding geser setebal 330 mm. Namun, terjadi
perubahan dimensi untuk balok, kolom dan dinding geser pada kontrol sistem
ganda menjadi balok dengan dimensi 500 x 600 mm, kolom dengan dimensi
600 x 600 mm, serta dinding geser setebal 300 mm.
3. Hasil dari kontrol permodelan struktur atas seperti kontrol terhadap
partisipasi massa ragam, kontrol gaya geser dasar, simpangan yang terjadi di
tiap lantai dan kontrol sistem ganda telah memenuhi persyaratan yang
disyaratkan.
4. Data parameter yang digunakan yaitu dari hasil uji penetrasi standar (SPT)
dan uji sondir (CPT).
5. Jenis fondasi yang digunakan untuk bangunan ini yaitu fondasi dalam berupa
tiang pancang prestressed square piles dengan diameter 40 x 40 cm dan
ketebalan pile cap berkisar 0,8 meter sampai dengan 1 meter.
203
6. Berdasarkan perhitungan analisa daya dukung fondasi tiang tunggal telah
terpenuhi untuk setiap titik fondasi dengan Qall sebesar 1379,012 kN.
7. Analisa ketahanan stabilitas bangunan gedung terhadap guling arah x dan
arah y berturut – berturut menghasilkan FKX sebesar 460,843 dan FKY
sebesar 30,751 sehingga dapat dikatakan sangat aman karena nilai faktor
keamanan yang diperoleh cukup besar dari persyaratan minimum (FK = 2).
Analisa ketahanan stabilitas bangunan gedung terhadap geser menghasilkan
FK sebesar 17,13 sehingga dapat dikatakan aman karena nilai yang diperoleh
lebih besar dari persayaratan minimum (FK = 1,5).
8. Perhitungan penurunan diperhitungkan secara keseluruhan berupa penurunan
segera. Dari hasil perhitungan seluruh titik fondasi, diperoleh penurunan
terbesar terjadi pada pile cap tipe P8 sebesar 9,916 cm. Nilai ini masih berada
dalam rentang nilai penurunan yang diijinkan untuk batas ijin penurunan ≤ 15
cm + b/600 (16,667 cm) sehingga dapat dinyatakan aman.
9. Sistem fondasi dilakukan analisa kuat geser satu arah dan dua arah. Pada
perhitungan tersebut didapatkan hasil bahwa fondasi mampu menahan geser
yang terjadi sehingga tidak diperlukan tulangan geser pada pile cap.
10. Penulangan pada sistem fondasi dihitung untuk penulangan lentur dan
penulangan susut. Berdasarkan hasil perhitungan penulangan pile cap,
digunakan D19-200 untuk tulangan lentur arah x dan y, sedangkan digunakan
D16-160 untuk tulangan susut arah x dan y.
5.2 Saran
Sebelum melakukan perhitungan dari hasil perancangan yang dilakukan,
terdapat saran – saran sebagai berikut.
1. Diperlukan data – data penyelidikan tanah hasil laboratorium yang lebih
lengkap.
2. Perlu pemahaman yang lebih mendalam terhadap peraturan dan ketentuan
yang berlaku dalam merancang fondasi tiang pancang untuk bangunan tingkat
tinggi.
204
DAFTAR PUSTAKA
205
HYUNDAI ELEVATOR CO., LTD. (2020). Hyundai Elevator Planning Guide
China Factory Production. Seoul: HYUNDAI ELEVATOR CO., LTD.
Idham, N. C. (2012). Merancang Bangunan Gedung Bertingkat Rendah.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Irsyam, M. (2012). Rekayasa Pondasi. Bandung: ITB PRESS.
Murfihenni, W. (2014). Mekanika Teknik Semester 1. Jakarta: KEMENDIKBUD
RI.
Murthy, V. (2007). Advanced Foundation Engineering. New Delhi: Satish Kumar
Jain for CBS Publishers & Distributors.
Pamungkas, A., & Harianti, E. (2013). Desain Pondasi Tahan Gempa. Yogyakarta:
ANDI OFFSET.
Pramana, S. (2010, Juli 31). Mengenal Ilmu Teknik Sipil. Retrieved Maret 7, 2022,
from Pemasangan tulangan pada balok (untuk pemula):
https://sanggapramana.wordpress.com/2010/07/31/pemasangan-tulangan-
pada-balok/
PT. GIS Nusantara. (2016, Oktober 19). Peta Atlas Provinsi Kalimantan Selatan.
Retrieved Maret 7, 2022, from sentrapeta: https://sentrapeta.com/peta-atlas-
provinsi-kalimantan-selatan/
Pusat Studi Gempa Nasional. (2017). Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia
Tahun 2017. Bandung.
Rahardjo, P. P. (2005). Manual Pondasi Tiang. Bandung: Program Pascasarjana
Teknik Sipil UNPAR.
Somif Borneo Perkasa. (2021). Penyelidikan Tanah untuk Pengendalian Banjir.
Banjarbaru.
Sosrodarsono, S., & Nakazawa, K. (2000). Mekanika Tanah & Teknik Pondasi.
Jakarta: Pradnya Paramita.
206
LAMPIRAN
207
LAMPIRAN A
(Lembar Asistensi Tugas Akhir)
LAMPIRAN B
(Berita Acara Seminar Proposal)
LAMPIRAN C
(Spesifikasi Lift: Hyundai Elevator Planning Guide)
LAMPIRAN D
(Daya Dukung Kelompok Tiang)
Titik Tipe Pile Cap Jumlah Tiang m (kolom) n (baris) d s Eff Qall (kN) Qag (kN) Pu (kN) Kontrol
3 P3 3 3 2 0,4 1,6 14,036 0,915 1379,012 3783,789 3038,127 OK
4 P3 3 3 2 0,4 1,6 14,036 0,915 1379,012 3783,789 3755,158 OK
5 P3 3 3 2 0,4 1,6 14,036 0,915 1379,012 3783,789 3347,618 OK
14 P4 4 2 2 0,4 1,2 18,435 0,892 1379,012 4920,469 4063,300 OK
1 P4 4 2 2 0,4 1,2 18,435 0,892 1379,012 4920,469 4165,401 OK
2 P5 5 3 3 0,4 1 21,801 0,831 1379,012 5730,489 5059,939 OK
8 P5 5 3 3 0,4 1 21,801 0,831 1379,012 5730,489 4857,558 OK
19 P5 5 3 3 0,4 1 21,801 0,831 1379,012 5730,489 5149,309 OK
20 P5 5 3 3 0,4 1 21,801 0,831 1379,012 5730,489 5116,981 OK
9 P5 5 3 3 0,4 1 21,801 0,831 1379,012 5730,489 5193,178 OK
10 P6 6 3 2 0,4 0,8 26,565 0,845 1379,012 6991,665 6186,688 OK
11 P5 5 3 3 0,4 1 21,801 0,831 1379,012 5730,489 5556,832 OK
7 & 26 P7 7 5 3 0,4 1,4 15,945 0,873 1379,012 8427,113 8155,467 OK
15 & 16 P7 7 5 3 0,4 1,4 15,945 0,873 1379,012 8427,113 7362,429 OK
17 & 18 P7 7 5 3 0,4 1,4 15,945 0,873 1379,012 8427,113 8270,781 OK
6 s.d. 25 P8 36 6 6 0,4 1,8 12,529 0,875 1379,012 43425,633 43422,09 OK
LAMPIRAN E
(Beban Maksimum Tiap Tiang pada Kelompok Tiang)
Titik Pu Tipe Pile Cap N Mx My Xmaks Ymaks nx ny ∑x 2 ∑y2 P- P+ Ppakai Qall Kontrol
3 3038,127 P3 3 70,423 46,473 1,600 1,386 2,000 1,000 1,280 1,653 925,102 1100,316 1100,316 1379,012 OK
4 3755,158 P3 3 91,248 46,896 1,600 1,386 2,000 1,000 1,280 1,653 1193,099 1310,340 1310,340 1379,012 OK
5 3347,618 P3 3 82,944 30,277 1,600 1,386 2,000 1,000 1,280 1,653 1043,263 1188,482 1188,482 1379,012 OK
14 4063,3 P4 4 675,436 155,406 1,200 1,200 2,000 2,000 3,240 3,240 861,965 1169,685 1169,685 1379,012 OK
1 4165,401 P4 4 152,550 26,305 1,200 1,200 2,000 2,000 3,240 3,240 1008,229 1074,472 1074,472 1379,012 OK
2 5059,939 P5 5 127,920 59,294 1,000 0,866 2,000 2,000 2,250 3,000 980,347 1043,628 1043,628 1379,012 OK
8 4857,558 P5 5 170,860 45,491 1,000 0,866 2,000 2,000 2,250 3,000 936,740 1006,283 1006,283 1379,012 OK
19 5149,309 P5 5 553,421 75,404 1,000 0,866 2,000 2,000 2,250 3,000 933,224 1126,500 1126,500 1379,012 OK
20 5116,981 P5 5 386,403 218,517 1,000 0,866 2,000 2,000 2,250 3,000 919,063 1127,730 1127,730 1379,012 OK
9 5193,178 P5 5 250,792 41,948 1,000 0,866 2,000 2,000 2,250 3,000 993,114 1084,157 1084,157 1379,012 OK
10 6186,688 P6 6 215,677 89,591 0,800 0,800 3,000 2,000 10,240 3,840 1012,637 1049,592 1049,592 1379,012 OK
11 5556,832 P5 5 178,693 63,618 1,000 0,866 2,000 2,000 2,250 3,000 1071,436 1151,297 1151,297 1379,012 OK
7 & 26 8155,467 P7 7 6,043 3,979 1,400 1,213 3,000 2,000 13,230 5,885 1164,441 1165,692 1165,692 1379,012 OK
15 & 16 7362,429 P7 7 496,669 39,982 1,400 1,213 3,000 2,000 13,230 5,885 1015,539 1088,012 1088,012 1379,012 OK
17 & 18 8270,781 P7 7 569,867 33,156 1,400 1,213 3,000 2,000 13,230 5,885 1140,636 1222,444 1222,444 1379,012 OK
6 s.d. 25 43422,09 P8 36 317,909 76,360 1,800 1,800 6,000 6,000 637,875 637,875 1205,984 1206,355 1206,355 1379,012 OK
LAMPIRAN F
(Penurunan Segera Sistem Fondasi)
Titik Tipe Pile Cap Pu (kN) B (m) L (m) B' (m) L' (m) qp (kN/m2) E (kN/m2) L'/B' Is n Si (m) Si (cm) Sijin (cm) KONTROL
3 P3 3038,127 2,80 3,00 14,13 14,33 14,997 22257,101 1,014 1,195 0,3 0,010 1,036 15,467 OK
4 P3 3755,158 2,80 3,00 14,13 14,33 18,537 22257,101 1,014 1,195 0,3 0,013 1,280 15,467 OK
5 P3 3347,618 2,80 3,00 14,13 14,33 16,525 22257,101 1,014 1,195 0,3 0,011 1,141 15,467 OK
14 P4 4063,3 2,20 2,20 13,53 13,53 22,186 22257,101 1,000 1,192 0,3 0,015 1,463 15,367 OK
1 P4 4165,401 2,20 2,20 13,53 13,53 22,743 22257,101 1,000 1,192 0,3 0,015 1,500 15,367 OK
2 P5 5059,939 2,00 2,73 13,33 14,07 26,979 22257,101 1,055 1,204 0,3 0,018 1,771 15,333 OK
8 P5 4857,558 2,00 2,73 13,33 14,07 25,900 22257,101 1,055 1,204 0,3 0,017 1,701 15,333 OK
19 P5 5149,309 2,00 2,73 13,33 14,07 27,455 22257,101 1,055 1,204 0,3 0,018 1,803 15,333 OK
20 P5 5116,981 2,00 2,73 13,33 14,07 27,283 22257,101 1,055 1,204 0,3 0,018 1,791 15,333 OK
9 P5 5193,178 2,00 2,73 13,33 14,07 27,689 22257,101 1,055 1,204 0,3 0,018 1,818 15,333 OK
10 P6 6186,688 1,80 2,60 13,13 13,93 33,809 22257,101 1,061 1,206 0,3 0,022 2,189 15,300 OK
11 P5 5556,832 2,00 2,73 13,33 14,07 29,628 22257,101 1,055 1,204 0,3 0,019 1,945 15,333 OK
7 & 26 P7 8155,467 3,80 3,83 15,13 15,16 35,552 22257,101 1,002 1,192 0,3 0,026 2,622 15,633 OK
15 & 16 P7 7362,429 3,80 3,83 15,13 15,16 32,095 22257,101 1,002 1,192 0,3 0,024 2,367 15,633 OK
17 & 18 P7 8270,781 3,80 3,83 15,13 15,16 36,055 22257,101 1,002 1,192 0,3 0,027 2,659 15,633 OK
6 s.d. 25 P8 43422,09 10,00 10,00 21,33 21,33 95,410 22257,101 1,000 1,192 0,3 0,099 9,916 16,667 OK
LAMPIRAN G
(Perhitungan Beban Angin untuk Stabilitas Guling)
Beban angin sumbu x
1,665 2,25 4,25 36 2
Kolom A-1 74,098
(kN/m) 3,747 7,077 59,945 3,330
4,331 2,25 4,25 36 2
Kolom A-2 192,741
(kN/m) 9,745 18,408 155,925 8,663
2,666 2,25 4,25 36 2
Kolom A-4 118,643
(kN/m) 5,999 11,331 95,981 5,332
Depan 397,089 kN
1,646 1,5
Kolom D-1 2,469
(kN/m) 2,469
3,869 1,5
Kolom D-2 5,804
(kN/m) 5,804
2,223 1,5
Kolom D-3 3,335
(kN/m) 3,335
-0,937 2 40 2
Kolom H-1 -41,211
(kN/m) -1,873 -37,465 -1,873
-0,937 2 40 2
Kolom H-3 -5,620
-1,873 -1,873 -1,873
-0,107 2 40 2
Kolom D-4 -4,716
-0,214 -4,287 -0,214
Belakang -54,356 kN
-0,398 1,5
Kolom F-1 -0,598
-0,598
-0,937 1,5
Kolom F-2 -1,405
-1,405
-0,538 1,5
Kolom F-3 -0,807
-0,807
Beban angin sumbu y
1,665 2,250 4,250 40,000 2,000
Kolom A-1 80,759
3,747 7,077 66,605 3,330
3,783 2,250 4,250 40,000 2,000
Kolom B-1 183,457
8,511 16,076 151,305 7,565
3,706 2,250 4,250 40,000 2,000
Kolom C-1 179,723
8,338 15,749 148,225 7,411
4,033 2,000 4,250 40,000 2,000 1,500
Kolom D-1 200,636
8,066 17,140 161,315 8,066 6,049
Kanan 1131,710 kN
3,994 2,000 4,250 40,000 2,000 1,500
Kolom E-1 198,720
7,989 16,976 159,775 7,989 5,992
3,109 2,000 4,250 40,000 2,000 1,500
Kolom F-1 154,667
6,218 13,213 124,355 6,218 4,663
2,166 2,000 4,250 40,000 2,000
Kolom G-1 104,491
4,331 9,204 86,625 4,331
0,606 2,000 4,250 40,000 2,000
Kolom H-1 29,258
1,213 2,577 24,255 1,213
-0,403 2 40 2
Kolom A-4 -17,735
-0,806 -16,123 -0,806
-0,916 2 40 2
Kolom B-4 -40,288
-1,831 -36,626 -1,831
-0,897 2 40 2 1,5
Kolom C-4 -40,814
-1,794 -35,880 -1,794 -1,346
-0,384 2 40 2 1,5
Kolom D-4 -17,492
-0,769 -15,377 -0,769 -0,577
Kiri -223,316 kN
-0,967 2 40 2 1,5
Kolom E-3 -43,994
-1,934 -38,676 -1,934 -1,450
-0,753 2,25 40 2
Kolom F-3 -33,301
-1,693 -30,102 -1,505
-0,524 2,25 40 2
Kolom G-3 -23,197
-1,180 -20,969 -1,048
-0,147 2,25 40 2
Kolom H-3 -6,495
-0,330 -5,871 -0,294
LAMPIRAN H
(Perhitungan Beban Angin dan Gempa untuk Stabilitas Geser)
Titik Beban Fx (kN) Fy (kN)
1 Wy -9,194
1 Wx -10,689
1 Ex 8,041
1 Ey 9,697
2 Wy -13,665
2 Wx -12,636
2 Ex 7,159
2 Ey 13,978
3 Wy -14,652
3 Wx -5,624
3 Ex 8,269
3 Ey 11,133
4 Wy -19,761
4 Wx -2,619
4 Ex 11,728
4 Ey 10,649
5 Wy -16,232
5 Wx -2,658
5 Ex 11,968
5 Ey 7,005
6 Wy 7,967
6 Wx 4,031
6 Ex 14,280
6 Ey 7,941
7 Wy -5,636
7 Wx -4,348
7 Ex 7,494
7 Ey 4,353
8 Wy -6,676
8 Wx -6,084
8 Ex 10,985
8 Ey 6,481
9 Wy -9,161
9 Wx -5,746
9 Ex 10,609
9 Ey 9,450
10 Wy -13,513
10 Wx -4,051
10 Ex 10,877
10 Ey 13,301
11 Wy -11,292
11 Wx -3,685
11 Ex 10,045
11 Ey 10,030
12 Wy 2,908
12 Wx 4,296
12 Ex 14,559
12 Ey 3,977
13 Wy -14,314
13 Wx -4,500
13 Ex 19,762
13 Ey 5,914
14 Wy -9,317
14 Wx -4,263
14 Ex 17,694
14 Ey 8,228
15 Wy -4,959
15 Wx -3,740
15 Ex 14,873
15 Ey 7,710
16 Wy 0,665
16 Wx -2,282
16 Ex 9,994
16 Ey 7,061
17 Wy 1,485
17 Wx -5,054
17 Ex 9,210
17 Ey 6,581
18 Wy -0,506
18 Wx -7,278
18 Ex 13,192
18 Ey 7,002
19 Wy -4,157
19 Wx -9,003
19 Ex 16,578
19 Ey 7,293
20 Wy -7,849
20 Wx -12,771
20 Ex 22,767
20 Ey 7,415
21 Wy -3,724
21 Wx -8,650
21 Ex 20,436
21 Ey 5,129
22 Wy -167,073
22 Wx -87,312
22 Ex 195,417
22 Ey 130,756
23 Wy -267,236
23 Wx -98,308
23 Ex 214,545
23 Ey 198,711
24 Wy -273,141
24 Wx -56,078
24 Ex 241,968
24 Ey 203,506
25 Wy -176,171
25 Wx -53,621
25 Ex 218,288
25 Ey 135,419
26 Wy 6,631
26 Wx 4,685
26 Ex 9,034
26 Ey 5,550
∑ 751,784 -184,303
LAMPIRAN I
(Perhitungan Penulangan Lentur)
Arah Sumbu X
Pmaks per
Titik Tipe Tiang su (m) cx (m) ex (m) Wc (kN) ny Mux (kNm) ht (m) d (m) Lx (m) Ly (m) Rn min perlu maks pakai As perlu (mm2) S (mm) Spakai (mm) n (buah) npakai (buah) As tulangan (mm2) Kontrol
tiang (kN)
3 P3 1100,316 0,5 1,20 0,70 169,344 2 1438,836 1,50 1,297 3,00 2,80 0,000340 0,002 0,000300 0,0203 0,002 7260,400 102,744 200 13,155 29 8222 OK
4 P3 1310,340 0,5 1,20 0,70 169,344 2 1732,869 1,50 1,297 3,00 2,80 0,000409 0,002 0,000330 0,0203 0,002 7260,400 102,744 200 13,155 29 8222 OK
5 P3 1188,482 0,5 1,20 0,70 169,344 2 1562,268 1,50 1,297 3,00 2,80 0,000369 0,002 0,000313 0,0203 0,002 7260,400 102,744 200 13,155 29 8222 OK
14 P4 1169,685 0,3 0,80 0,50 118,272 2 1122,376 2,00 1,797 2,20 2,20 0,000176 0,002 0,000216 0,0203 0,002 7904,600 72,850 200 10,155 28 7939 OK
1 P4 1074,472 0,3 0,80 0,50 118,272 2 1027,163 2,00 1,797 2,20 2,20 0,000161 0,002 0,000207 0,0203 0,002 7904,600 72,850 200 10,155 28 7939 OK
2 P5 1043,628 0,3 0,47 0,17 64,280 3 511,815 1,50 1,300 2,00 2,73 0,000123 0,002 0,000181 0,0203 0,002 7103,978 102,332 200 12,820 28 7939 OK
8 P5 1006,283 0,3 0,47 0,17 64,280 3 493,142 1,50 1,300 2,00 2,73 0,000119 0,002 0,000178 0,0203 0,002 7103,978 102,332 200 12,820 28 7939 OK
19 P5 1126,500 0,3 0,47 0,17 64,280 3 553,251 1,50 1,300 2,00 2,73 0,000133 0,002 0,000188 0,0203 0,002 7103,978 102,332 200 12,820 28 7939 OK
20 P5 1127,730 0,3 0,47 0,17 64,280 3 553,866 1,50 1,300 2,00 2,73 0,000133 0,002 0,000188 0,0203 0,002 7103,978 102,332 200 12,820 28 7939 OK
9 P5 1084,157 0,3 0,47 0,17 64,280 3 532,079 1,50 1,300 2,00 2,73 0,000128 0,002 0,000184 0,0203 0,002 7103,978 102,332 200 12,820 28 7939 OK
10 P6 1049,592 0,3 1,00 0,70 151,200 2 1393,829 2,50 2,297 2,60 1,80 0,000163 0,002 0,000208 0,0203 0,002 8267,400 55,935 200 8,155 30 8506 OK
11 P5 1151,297 0,3 0,47 0,17 64,280 3 565,649 1,50 1,300 2,00 2,73 0,000136 0,002 0,000190 0,0203 0,002 7103,978 102,332 200 12,820 28 7939 OK
7 & 26 P7 1165,692 0,3 1,07 0,77 245,504 3 2593,802 2,00 1,800 3,80 3,43 0,000260 0,002 0,000263 0,0203 0,002 12327,717 74,886 200 16,280 44 12475 OK
15 & 16 P7 1088,012 0,3 1,07 0,77 245,504 3 2415,138 2,00 1,800 3,80 3,43 0,000242 0,002 0,000253 0,0203 0,002 12327,717 74,886 200 16,280 44 12475 OK
17 & 18 P7 1222,444 0,3 1,07 0,77 245,504 3 2724,332 2,00 1,800 3,80 3,43 0,000273 0,002 0,000269 0,0203 0,002 12327,717 74,886 200 16,280 44 12475 OK
6 s.d. 25 P8 1206,355 0,3 2,40 2,10 3628,800 6 13748,548 3,00 2,803 15,00 15,00 0,000130 0,002 0,000186 0,0203 0,002 84085,000 50,009 200 74,155 297 84208 OK
∑ 770
Arah Sumbu Y
Pmaks per
Titik Tipe Tiang su (m) cy (m) ey (m) Wc (kN) nx Muy (kNm) ht (m) d (m) Lx (m) Ly (m) Rn r min r perlu r maks r pakai As perlu(mm2) s (mm) s pakai (mm) n (buah) npakai (buah) As tulangan (mm2) Kontrol
tiang (kN)
3 P3 1100,316 0,5 1,10 0,60 155,232 2 1235,001 1,50 1,297 3,00 2,80 0,000272 0,002 0,000269 0,0203 0,002 7779,000 103,184 200 14,155 28 7939 OK
4 P3 1310,340 0,5 1,10 0,60 155,232 2 1487,030 1,50 1,297 3,00 2,80 0,000328 0,002 0,000295 0,0203 0,002 7779,000 103,184 200 14,155 28 7939 OK
5 P3 1188,482 0,5 1,10 0,60 155,232 2 1340,801 1,50 1,297 3,00 2,80 0,000295 0,002 0,000280 0,0203 0,002 7779,000 103,184 200 14,155 28 7939 OK
14 P4 1169,685 0,3 0,80 0,50 118,272 2 1122,376 2,00 1,797 2,20 2,20 0,000176 0,002 0,000216 0,0203 0,002 7904,600 72,850 200 10,155 28 7939 OK
1 P4 1074,472 0,3 0,80 0,50 118,272 2 1027,163 2,00 1,797 2,20 2,20 0,000161 0,002 0,000207 0,0203 0,002 7904,600 72,850 200 10,155 28 7939 OK
2 P5 1043,628 0,3 1,07 0,77 146,903 2 1521,546 1,50 1,297 2,00 2,73 0,000503 0,002 0,000365 0,0203 0,002 5186,000 100,104 200 9,155 23 6521 OK
8 P5 1006,283 0,3 1,07 0,77 146,903 2 1464,296 1,50 1,297 2,00 2,73 0,000484 0,002 0,000359 0,0203 0,002 5186,000 100,104 200 9,155 23 6521 OK
19 P5 1126,500 0,3 1,07 0,77 146,903 2 1648,588 1,50 1,297 2,00 2,73 0,000545 0,002 0,000380 0,0203 0,002 5186,000 100,104 200 9,155 23 6521 OK
20 P5 1127,730 0,3 1,07 0,77 146,903 2 1650,473 1,50 1,297 2,00 2,73 0,000545 0,002 0,000381 0,0203 0,002 5186,000 100,104 200 9,155 23 6521 OK
9 P5 1084,157 0,3 1,07 0,77 146,903 2 1583,677 1,50 1,297 2,00 2,73 0,000523 0,002 0,000373 0,0203 0,002 5186,000 100,104 200 9,155 23 6521 OK
10 P6 1049,592 0,3 0,40 0,10 60,480 3 306,814 2,50 2,300 2,60 1,80 0,000025 0,002 0,000081 0,0203 0,002 11958,267 57,639 200 12,155 43 12192 OK
11 P5 1151,297 0,3 1,07 0,77 146,903 2 1686,601 1,50 1,297 2,00 2,73 0,000557 0,002 0,000385 0,0203 0,002 5186,000 100,104 200 9,155 23 6521 OK
7 & 26 P7 1165,692 0,3 0,94 0,64 216,734 3 2175,928 2,00 1,800 3,80 3,43 0,000196 0,002 0,000228 0,0203 0,002 13677,467 75,269 200 18,155 49 13893 OK
15 & 16 P7 1088,012 0,3 0,94 0,64 216,734 3 2026,393 2,00 1,800 3,80 3,43 0,000183 0,002 0,000220 0,0203 0,002 13677,467 75,269 200 18,155 49 13893 OK
17 & 18 P7 1222,444 0,3 0,94 0,64 216,734 3 2285,175 2,00 1,800 3,80 3,43 0,000206 0,002 0,000234 0,0203 0,002 13677,467 75,269 200 18,155 49 13893 OK
6 s.d. 25 P8 1206,355 0,3 2,40 2,10 3628,800 6 13748,548 3,00 2,803 15,00 15,00 0,000130 0,002 0,000186 0,0203 0,002 84085,000 50,009 200 74,155 297 84208 OK
∑ 765
LAMPIRAN J
(Perhitungan Penulangan Susut)
Arah Sumbu X dan Sumbu Y
2 2
Titik Tipe Tiang dx (m) dy (m) Lx (m) Ly (m) As x (mm ) As y (mm ) Sx (mm) Sy (mm) Sx pakai (mm) Sypakai (mm) nx (buah) ny (buah) nx pakai (buah) nypakai (buah) As tulangan-x (mm2)As tulangan-y (mm2) Kontrol tul. x Kontrol tul. y
3 P3 1,301 1,301 3,00 2,80 7285,60 7806,00 72,61 72,92 160 160 16,444 17,694 37 39 7439 7841 OK OK
4 P3 1,301 1,301 3,00 2,80 7285,60 7806,00 72,61 72,92 160 160 16,444 17,694 37 39 7439 7841 OK OK
5 P3 1,301 1,301 3,00 2,80 7285,60 7806,00 72,61 72,92 160 160 16,444 17,694 37 39 7439 7841 OK OK
14 P4 1,801 1,801 2,20 2,20 7924,40 7924,40 51,53 51,53 160 160 12,694 12,694 40 40 8042 8042 OK OK
1 P4 1,801 1,801 2,20 2,20 7924,40 7924,40 51,53 51,53 160 160 12,694 12,694 40 40 8042 8042 OK OK
2 P5 1,304 1,304 2,00 2,73 7125,84 5214,67 72,35 70,60 160 160 16,025 11,444 37 32 7439 6434 OK OK
8 P5 1,304 1,304 2,00 2,73 7125,84 5214,67 72,35 70,60 160 160 16,025 11,444 37 32 7439 6434 OK OK
19 P5 1,304 1,304 2,00 2,73 7125,84 5214,67 72,35 70,60 160 160 16,025 11,444 37 32 7439 6434 OK OK
20 P5 1,304 1,304 2,00 2,73 7125,84 5214,67 72,35 70,60 160 160 16,025 11,444 37 32 7439 6434 OK OK
9 P5 1,304 1,304 2,00 2,73 7125,84 5214,67 72,35 70,60 160 160 16,025 11,444 37 32 7439 6434 OK OK
10 P6 2,301 2,301 2,60 1,80 8283,60 11965,20 39,59 40,85 160 160 10,194 15,194 42 60 8445 12064 OK OK
11 P5 1,304 1,304 2,00 2,73 7125,84 5214,67 72,35 70,60 160 160 16,025 11,444 37 32 7439 6434 OK OK
7 & 26 P7 1,804 1,804 3,80 3,43 12355,12 13707,87 52,99 53,26 160 160 20,350 22,694 62 69 12466 13873 OK OK
15 & 16 P7 1,804 1,804 3,80 3,43 12355,12 13707,87 52,99 53,26 160 160 20,350 22,694 62 69 12466 13873 OK OK
17 & 18 P7 1,804 1,804 3,80 3,43 12355,12 13707,87 52,99 53,26 160 160 20,350 22,694 62 69 12466 13873 OK OK
6 s.d. 25 P8 2,806 2,806 15,00 15,00 84190,00 84190,00 35,42 35,42 160 160 92,694 92,694 419 419 84245 84245 OK OK
∑ 1060 1075
LAMPIRAN K
(Perhitungan Kontrol Tegangan Geser Satu Arah)
Kontrol tegangan geser satu arah
Tipe Tiang B (m) L (m) A (m2) ht (m) d (m) Vc (N) Vc (kN) Vc (kN)
P3 2,8 3 8,40 1,50 1,42 3538750,00 3538,75 2654,06
P4 2,2 2,2 4,84 2,00 1,92 3511750,00 3511,75 2633,81
P5 2 2,733 5,47 1,50 1,42 3223801,25 3223,80 2417,85
P6 1,8 2,6 4,68 2,50 2,42 5233583,33 5233,58 3925,19
P7 3,8 3,425 13,02 2,00 1,92 5467156,25 5467,16 4100,37
P8 10 10 100,00 3,00 2,92 24295833,33 24295,83 18221,88