Anda di halaman 1dari 407

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur, penulis panjatkan kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir kegiatan Penyusunan Studi
Kelayakan Pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Magetan
ini dengan baik dan lancar.
Untuk mewujudkan pengelolaan kegiatan pariwisata yang lebih maju
dan profesional dalam rangka agar dapat mengangkat kinerja sektor
Pariwisata Daerah Kabupaten Magetan mengingat potensi wisata Magetan
yang sangat besar. Selain itu, pelaksanaan optimalisasi pendayagunaan aset
yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Magetan. Maka disusunlah Studi
Kelayakan Pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Magetan
dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017
tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dokumen studi kelayakan ini
bertujuan untuk menjadi acuan bagi Pemerintah Kabupaten Magetan untuk
melangkah lebih lanjut dalam penyusunan naskah akademik Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Magetan tentang Pendirian Perusahaan Umum
Daerah Pariwisata Magetan.
Maka atas selesainya penyusunan Laporan Pendahuluan Penyusunan
Penyusunan Studi Kelayakan Pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Pariwisata Magetan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyiapan
sampai selesainya laporan ini. Laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu kami menerima kritik dan saran guna perbaikannya. Akhirnya kami
berharap semoga hasil kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-
pihak yang memerlukannya.

Magetan, Juli 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN i
JUDUL ....................................................................... ii
KATA iii
PENGANTAR .....................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................
BAB I. : PENDAHULUAN ..................................................... 1
.
A. Latar Belakang .................................................. 1
B. Perumusan 22
Masalah ............................................ 26
C. Tujuan dan
Manfaat ............................................
BAB II. : KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN BADAN
USAHA MILIK DAERAH 29
(BUMD) ................................
A. Konsep Pengembangan Pariwisata 29
….......................
B. Konsep dan Pengembangan Pengelolaan Barang 86
Milik Daerah oleh BUMD
……………………………………………………. 108
C. Konsep dan Pengembangan Badan Usaha Milik 123
Daerah …….………………………………………………………………..
D. Kerangka Pemikiran ………………………………………….…….

BAB III. : METODOLOGI PENYUSUNAN STUDI KELAYAKAN …....... 126

A. Metodologi Penyusunan ....................................... 126


1. Metode Pendekatan ........................................ 126
2. Jenis dan Sumber Data 130
.................................... 131
3. Metode Pengumpulan Data .............................. 131
4. Metode Analisis Data
.......................................

iii
B. Organisasi Kegiatan ........................................... 135
C. Waktu dan Laporan Pelaksanaan 136
Kegiatan .............. 137
D. Sistematika Laporan Akhir
....................................

BAB IV : ANALISIS KEBUTUHAN DAERAH PENDIRIAN BADAN


USAHA MILIK DAERAH (BUMD) PARIWISATA
KABUPATEN MAGETAN ……………………………………………. 141
……. 149
A. Analisis Pelayanan Umum ………………………………………… 231
B. Kebutuhan Masyarakat ……………………………….……………
BAB V : ANALISIS KELAYAKAN BIDANG USAHA PENDIRIAN
BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) PARIWISATA
KABUPATEN MAGETAN ………………………………………….. 257
……… 257
A. Aspek Pasar dan Pemasaran ………………………….………… 277
B. Analisis Ekonomi …….………………………………………….……. 288
C. Analisa Keuangan …………………………………….………………. 333
D. Analisa Peraturan Perundang-Undangan ………. 366
………… 367
E. Analisa Ketersediaan Teknologi ………………………. 383
……….
F. Analisa Ketersediaan Sumber Daya Manusia ….
……….
G. Analisis Lainnya ………………………………………………………..
BAB VI : PENUTUP ……………………………………………………………………….. 392
A. Kesimpulan …….. 392
……………………………………………………….. 397
B. Saran …………………………………………………………………………

LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Tujuan pembangunan nasional sebagaimana termaktub
dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah untuk mewujudkan
kesejahteraan umum. Oleh karena itu, untuk mewujudkan
tujuan Negara tersebut Pemerintah maupun Pemerintah Daerah
sebagai regulator, menetapkan peraturan perundang-undangan
dan berbagai kebijakan.

Asas kebijakan untuk mewujudkannya dirumuskan


terutama dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara
normatif harus menjadi acuan dalam menjalankan
pemerintahan. Sebagai implementasi dari amanat tersebut
dilaksanakan pembangunan nasional yang bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera yang senantiasa
memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan bagi
setiap warga negaranya dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pembangunan nasional bertujuan
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik
1
secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan
bangsa yang aman, tertib, dan dinamis dalam lingkungan yang
merdeka, bersahabat, dan damai. Pembangunan nasional yang
mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan
bersama oleh masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah.
Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan. Pemerintah
dan pemerintah daerah berkewajiban mengarahkan,
membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana dan
iklim yang menunjang.

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014


tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, pengertian Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam penjelasan umum Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 dijelaskan bahwa Pemberian
otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam
lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan
2
serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemberian otonomi yang seluas-
luasnya kepada Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip negara
kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada
pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada
kedaulatan pada Daerah.

Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan penyerahan


otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah, tanggung jawab
akhir penyelenggaraan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat sebagai
konsepsi negara kesatuan. Kebijakan yang dibuat dan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah merupakan bagian integral
dari kebijakan nasional. Pembedanya adalah terletak pada
bagaimana memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi, daya saing,
dan kreativitas Daerah untuk mencapai tujuan nasional tersebut
di tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung
pencapaian tujuan nasional secara keseluruhan.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan


pembangunan dan pelayanan umum serta pemanfaatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan Undang-Undang. Untuk melaksanakan hal
ini, ditetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian telah diganti dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 berikut perubahan-
perubahannya serta Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah yang kemudian telah diganti dengan

3
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang tentang pemerintahan daerah yang baru


secara lebih tegas mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah
sebaik-baiknya agar dapat mencapai tujuan otonomi daerah.
Adapun tujuan diselenggarakannya otonomi daerah adalah
untuk: (i) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (ii)
mengembangkan pelayanan umum; dan (iii) meningkatkan daya
saing daerah sesuai dengan kondisi dan potensi serta
karakteristik yang dimiliki masing-masing daerah tersebut.

Dalam rangka mencapai tujuan otonomi daerah itulah


maka daerah diberi keleluasaan untuk mengembangkan sumber-
sumber pembiayaan pembangunan baik yang berasal dari
pendapatan daerah maupun penerimaan pembiayaan daerah
yang lain seperti pinjaman daerah, kegiatan investasi/
penanaman modal. Seiring dengan hal itu, terbitnya peraturan
perundang-undangan di bidang otonomi daerah yang baru itu
memiliki misi utama yang penting dan strategis yaitu
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya
daerah. Dengan kata lain misi utama yang penting dan strategis
itu bukan sekedar terletak pada keinginan untuk melimpahkan
kewenangan dan pembiayaan dari Pemerintah Pusat ke
Pemerintah Daerah, tetapi lebih jauh dalam rangka optimalisasi
pengelolaan sumberdaya alam di daerah dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat seluas-luasnya.

Atas dasar misi di atas, maka salah satu argumen


pelaksanaan otonomi daerah adalah bahwa Pemerintah Daerah

4
(Pemda) harus mempunyai sumber-sumber keuangan daerah
yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
dengan kebijakan otonomi daerahnya, menyelenggarakan
kegiatan pembangunan, dan meningkatkan pelayanan publik.
Kapasitas keuangan Pemerintah Daerah akan sangat
menentukan kemampuan Pemerintah Daerah dalam menjalankan
fungsi-fungsinya, yang meliputi: fungsi pelayanan masyarakat
(public service function); fungsi pelaksanaan pembangunan
(development function); dan fungsi perlindungan kepada
masyarakat (protective function).

Berdasar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah berikut perubahan-perubahannya
menjelaskan dalam Pasal 285 bahwa sumber Pendapatan Daerah
terdiri atas (1) Pendapatan Asli Daerah (2) Pendapatan transfer
meliputi transfer Pemerintah Pusat dan transfer antar Daerah;
(3) Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah. Adapun mengenai
pembiayaan tertuang dalam Pasal 305 ayat (4) Penerimaan
Pembiayaan Daerah bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran tahun sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil
penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan, pinjaman daerah,
dan penerimaan pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan peraturan


perundang-undangan yang berlaku terdiri dari komponen-
komponen: (i) Pajak Daerah; (ii) Retribusi Daerah; (iii) Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan; dan (iv) Lain-
lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Komponen Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan terutama berasal

5
dari hasil Penyertaan Modal Pemerintah Daerah kepada Badan
Usaha, baik yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat (BUMN),
Pemerintah Daerah (BUMD), maupun swasta.

Fakta data di Pemerintah Kabupaten Magetan nampak


bahwa kontribusi sumber pendapatan daerah yang berasal dari
PAD relatif paling kecil jika dibandingkan sumber-sumber
pendapatan daerah yang lain, seperti Pendapatan Transfer dan
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Pada sisi yang lain
komponen PAD yang berasal dari Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan nampak memberikan sumbangan atau
kontribusi pembentukan PAD paling kecil, dibandingkan
komponen-komponen PAD yang lain seperti Pajak Daerah,
Retribusi Daerah maupun Lain-lain PAD yang Sah.

Tabel 1.1

Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Magetan

Tahun Anggaran 2018 – 2022

Uraian R_2018 R_2019 R_2020 R_2021 A_2022 R_2022 CLR

196.826 237.360 203.465 243.732 206.838 238.172 115,15


PAD .063.99 .160.99 .853.55 .143.56 .319.48 .331.19
0 8 9 0 6 0,57

1.579.4 1.646.1 1.542.9 1.582.6 1.577.6 1.586.0 100,53


Pendapa
89.488. 13.968. 88.152. 69.529. 56.598. 48.920.
tan Tf
474 956 795 621 023 041

Lain2 23.913. 21.191. 88,61


52.476. 53.067. 55.358. 69.715.
PD yg 836.000 182.644
920.000 360.000 700.000 864.850
sah

1.828.7 1.936.5 1.801.8 1.896.1 1.808.4 1.845.4 102,05


Jumlah
92.472. 41.489. 12.706. 17.538. 08.753. 12.433.
PD
464 954 354 031 509 875,57

Sumber : Laporan Keuangan Daerah Kab. Magetan TA 2018-2022,


diolah.

6
Tingkat pencapaian atau rasio pengumpulan (collection
ratio) Pendapatan Daerah pada tahun 2022 mencapai 102,05
persen yang berarti target Pendapatan Daerah pada tahun 2022
sudah dapat tercapai dengan baik. Sumber pendapatan daerah
yang memiliki tingkat pencapaian paling tinggi adalah PAD yaitu
mencapai 115,15 persen, hal itu berarti target PAD sudah dapat
direalisasikan dengan sangat baik. Sementara itu Pendapatan
Transfer memiliki tingkat pencapaian sebesar 100,53 persen, hal
itu berarti target yang ditetapkan pada tahun 2022 ini juga dapat
dicapai dengan baik. Kemudian sumber Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah memiliki tingkat pencapaian hanya sebesar
88,61 persen, yang berarti target yang ditetapkan belum dapat
direalisasikan dengan baik.

Pada tahun anggaran 2022 sumber pendapatan PAD


tumbuh negatif sebesar -2,28 persen. Pertumbuhan Pendapatan
Transfer pada tahun 2022 adalah sebesar 0,21 persen.
Pendapatan Transfer merupakan salah satu komponen PAD yang
tumbuh secara positif di tahun 2022. Sementara pertumbuhan
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah adalah sebesar -69,60
persen. Sementara pertumbuhan Pendapatan Daerah total pada
tahun 2022 menurun sebesar -2,67 persen. Demikian pula
dengan rata-rata pertumbuhan Pendapatan Daerah selama tahun
2018 – 2022, nampak bahwa rata-rata pertumbuhan paling
tinggi dari sumber-sumber Pendapatan Daerah adalah
Pendapatan Asli Daerah dengan pertumbuhan rata-rata sebesar
5,96 persen per tahun. Pendapatan Transfer dengan
pertumbuhan rata–rata sebesar 0,18 persen per tahun. Dan

7
pertumbuhan paling kecil pada sumber-sumber Pendapatan
Daerah adalah Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah dengan
pertumbuhan rata -rata mencapai -9,56 persen per tahun.

Pada sisi yang lain, kontribusi atau sumbangan PAD


terhadap total Pendapatan Daerah ternyata terbesar kedua
setelah Pendapatan Transfer, yaitu sebesar 12,91 persen pada
tahun 2022. Sumber pendapatan daerah yang memiliki
kontribusi terbesar atau dominan adalah Pendapatan Transfer
dengan kontribusi sebesar 85,95 persen pada tahun 2022.
Selebihnya kontribusi Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
relatif kecil hanya sebesar 1,15 persen. Jadi meskipun pada
tahun 2022 PAD memiliki tingkat pencapaian paling tinggi,
pertumbuhan yang negatif (menurun) akan tetapi secara rata-
rata pertumbuhan tahun 2018 – 2022 per tahun paling tinggi.
Oleh karenanya, kontribusi PAD tersebut terhadap total
Pendapatan Daerah terbesar kedua setelah Pendapatan Transfer.

8
Gambar 1.1
Kontribusi Sumber-Sumber Pendapatan Daerah
Kabupaten Magetan Tahun 2021 dan 2022 (%)

Penelusuran lebih lanjut terhadap komponen-komponen


PAD menunjukkan bahwa komponen PAD yang memiliki tingkat
pencapaian atau rasio pengumpulan (collection ratio = CLR)
paling tinggi pada tahun 2022 adalah Lain-Lain PAD yg Sah yaitu
sebesar 20,89 persen. Kemudian diikuti komponen Pajak Daerah
dengan rasio pengumpulan sebesar 108,77 persen, dan Retribusi
Daerah sebesar 108,65 persen serta Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan dengan rasio pengumpulan paling
rendah yaitu mencapai 100,00 persen.

Tabel 1.2

Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Magetan

Tahun Anggaran 2018 – 2022

Uraian R_2018 R_2019 R_2020 R_2021 A_2022 R_2022 CLR

47.290. 56.944. 54.292. 59.113. 61.145. 66.510. 108,77


Pajak 835.287 046.718 389.850 359.807 300.00, 181.067
Daerah ,57 ,93 ,40 ,70 00 ,00

25.384. 29.937. 23.219. 20.789. 29.579. 32.138. 108,65


Retribus 452.540 450.804 722.042 526.831 580.000 419.545
i Daerah ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00

Hsl 2.568.0 4.450.4 4.699.0 3.723.8 4.042.1 4.042.1 100,00


Pengelol 34.180, 13.560, 07.350, 12.406, 70.286, 70.286,
aan 20 12 96 75 00 20
Kekada

Lain2 121.582 146.045 121.254 160.105 112.071 135.481 120,89


PAD yg .741.92 .794.95 .734.31 .444.51 .269.20 .560.29
Sah 8,19 8,55 5,89 4,05 0,00 2,37

196.826 237.377 203.465 243.732 206.838 238.172 115,15


.063.93 .706.04 .853.55 .143.55 .319.48 .331.19
PAD 5,96 1,60 9,25 9,50 6,00 0,57

9
Sumber : Laporan Keuangan Daerah Kab. Magetan TA 2018-2022,
diolah.

Pertumbuhan komponen PAD yang paling tinggi pada


tahun 2022 adalah Retribusi Daerah yaitu sebesar 54,59 persen.
Sementara pertumbuhan Pajak Daerah sebesar 12,51 persen,
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar
8,55 persen, dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
sebesar -15,38 persen. Demikian pula pada pertumbuhan rata-
rata selama tahun 2018 – 2022, komponen Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang memiliki pertumbuhan rata-rata paling
tinggi yaitu mencapai 16,67 persen per tahun. Pertumbuhan
rata-rata tertinggi berikutnya adalah komponen Pajak Daerah
dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 9,29 persen per tahun.
Pertumbuhan rata-rata Retribusi Daerah adalah mencapai
sebesar 9,91 persen per tahun. Kemudian komponen Lain-Lain
Pendapatan Asli Daerah yang Sah memiliki pertumbuhan rata-
rata terendah sebesar 4,95 persen.

Komponen Lain-Lain PAD yang Sah memiliki kinerja


tingkat pencapaian dan pertumbuhan pada tahun 2022 paling
tinggi serta rata-rata pertumbuhan paling rendah selama tahun
2018 – 2022 itu ternyata memiliki kontribusi atau sumbangan
paling besar pada total PAD. Pada tahun 2021 kontribusi Lain-
Lain PAD yang Sah pada PAD sebesar 65,69 persen dan pada
tahun 2022 menurun menjadi sebesar 56,88 persen.

10
Gambar 1.2
Kontribusi Komponen Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Magetan Tahun 2021 dan 2022 (Persen)

Komponen yang mendominasi pembentukan PAD pada


tahun 2021 dan 2022 adalah Lain-lain PAD yang Sah yaitu
masing-masing sebesar 65,69 persen dan 56,88 persen. Pajak
Daerah memberikan kontribusi sebesar 24,25 persen pada tahun
2021 dan pada tahun 2022 meningkat menjadi sebesar 27,93
persen. Sementara Retribusi Daerah pada tahun 2021 memiliki
kontribusi sebesar 8,53 persen dan meningkat juga pada tahun
2022 menjadi sebesar 13,49 persen. Kemudian, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan pada tahun 2021
sebesar 1,53 persen meningkat di tahun 2022 menjadi 1,70
persen.

Komponen Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan


sebagian besar berasal dari hasil penyertaan modal Pemerintah

11
Kabupaten Magetan kepada Badan Usaha. Rendahnya kontribusi
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan pada
pembentukan PAD ini dikarenakan masih relatif terbatasnya
penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Magetan kepada badan
usaha. Ada kecenderungan hubungan positif antara Penyertaan
Modal Pemerintah Daerah dengan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan, artinya jika penyertaan modal rendah
maka kecenderungan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan juga rendah, sebaliknya apabila penyertaan modal
Pemerintah Daerah ditingkatkan maka ada kecenderungan
meningkatnya Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan.

Penyertaan modal Pemerintah Daerah yang masih relatif


rendah itu, selain disebabkan karena kelemahan budget policy
terhadap alokasi anggaran untuk penyertaan modal Pemerintah
Daerah, kondisi saat ini juga didukung masih relatif sedikitnya
badan usaha yang menjadi sasaran/ target penyertaan modal
Pemerintah Daerah. Keterbatasan jumlah badan usaha yang
menjadi sasaran penyertaan modal itu dapat disebabkan karena
keterbatasan wawasan cakupan penyertaan modal Daerah dan
juga keterbatasan kepemilikan BUMD Pemerintah Daerah.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut diatas maka perlu


upaya peningkatan PAD Kabupaten Magetan yang berasal dari
komponen Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan,
yaitu dari sumber Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten
Magetan pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Agar hasil
penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Magetan pada BUMD

12
ini memberikan keuntungan yang proporsional sehingga mampu
meningkatkan kinerja PAD, maka kondisi dan kinerja Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) tempat penyertaan modal harus
memiliki manajemen yang baik, sehat dan maju.

Dalam rangka peningkatan alokasi anggaran penyertaan


modal Pemerintah Daerah kepada BUMD, selain meningkatkan
alokasi penyertaan modal kepada BUMD yang sudah ada juga
diperlukan pemikiran untuk pembentukan BUMD baru dari
potensi sumber daya yang dimiliki oleh Daerah. Potensi dan
perkembangan pembangunan pariwisata daerah sejak lama
memegang peran penting dalam menggerakkan ekonomi rakyat
di daerah khususnya dan negara pada umumnya, utamanya
dalam mendorong perkembangan ekonomi kreatif.
Perkembangan bidang pariwisata daerah mendorong tumbuhnya
secara sinergis berbagai sektor kegiatan usaha dengan fungsi-
fungsi yang berbeda satu dengan yang lain, seperti obyek wisata
sebagai destinasi wisata, seni dan budaya serta teknologi
menjadi atraksi wisata, kuliner dan tempat tinggal seperti hotel,
wisma, guest house, bungalow sebagai akomodasi wisata,
transportasi dan tempat parkir sebagai penunjang akses wisata,
industri kreatif cinderamata melengkapi pariwisata dengan
produk khas setempat dengan daya tarik istimewa.

Dalam era reformasi, terjadi perubahan sistem


pemerintahan menjadi otonomi daerah dengan semua keputusan
mengenai perizinan hampir 100% merupakan otoritas pimpinan
daerah. Perhatian terhadap perkembangan dunia pariwisata
sempat terhenti sementara pada masa Pandemi Covid-19,
namun kemudian dengan tetap menjaga protokol kesehatan,

13
kembali dibuka obyek-obyek wisata yang mendapatkan
sambutan dari masyarakat yang luar biasa.
Kabupaten Magetan merupakan kota wisata yang
memiliki beberapa destinasi dan daya Tarik pariwisata yang
sudah dikenal baik di tingkat regional maupun nasional dan
sebagian kawasannya berada di dataran tinggi membuat daerah
ini diuntungkan dengan sumber daya alam yang melimpah.
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Provinsi Jawa Timur
bagian barat, Kabupaten Magetan mempunyai ikon wisata alam
Telaga Sarangan. Destinasi wisata dengan kekuatan keunggulan
nuansa pemandangan alam pegunungan yang indah, udara yang
sejuk, dan ketersediaan sarana akomodasi yang memadai,
tempat ini akan mampu dikembangkan menjadi daya tarik
wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Pada tahun
2022, sarana akomodasi yang tersedia di Kabupaten Magetan
antara lain ada sekitar 143 buah hotel dan pondok wisata dengan
jumlah kamar sebanyak 1.898 kamar dengan 2.869 tempat
tidur.
Lokasi Wisata Telaga Sarangan yang berada di Lereng
Gunung Lawu dikelilingi pula obyek-obyek wisata di sekitarnya
seperti air terjun, bumi perkemahan, puncak Lawu dan camping
ground. Jumlah pengunjung Telaga Sarangan selama tahun 2014
– 2017 meningkat terus menerus dari sebanyak 627 ribu
pengunjung meningkat dari tahun ke tahun sampai menjadi
sebanyak 921 ribu pengunjung pada tahun 2017. Pada tahun
2018 memang sempat menurun menjadi sebanyak 850 ribu
pengunjung. Puncak wisatawan biasanya terjadi pada bulan Juni
sampai mencapai 150 ribu pengunjung dan pada bulan
Desember sampai mencapai 122 ribu pengunjung. Jumlah
14
pengunjung Telaga Sarangan tahun 2019 meningkat kembali
hingga mencapai 917 ribu pengunjung yang kemudian menurun
di tahun 2020 menjadi sebanyak 629 ribu pengunjung. Pada
tahun 2021, jumlah pengunjung Telaga Sarangan menurun
kembali hingga 547 ribu pengunjung. Puncak wisatawan tahun
2019 juga terjadi pada bulan Juni sampai mencapai 171 ribu
pengunjung dan pada bulan Desember sampai mencapai 107
ribu pengunjung sedangkan puncak wisatawan tahun 2021
terjadi pada Bulan Juni sebanyak 93 ribu pengunjung dan Bulan
Desember 108 ribu pengunjung. Adapun jumlah pengunjung
Telaga Sarangan pada tahun 2022 mengalami peningkatan
hingga menjadi 920.574 pengunjung dengan puncak wisatawan
pada bulan Januari dan Mei. Selain Telaga Sarangan, destinasi
pariwisata lainnya yakni Telaga Wahyu, Kampung Susu Lawu,
dan Kebun Refugia Magetan.
Sesuai apa yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten
Magetan Tahun 2018-2023, rendahnya kontribusi sektor
pariwisata terhadap PAD disebabkan antara lain karena (1)
masih rendahnya daya saing pariwisata, (2) masih kurangnya
kuantitas dan kualitas destinasi pariwisata, (3) masih kurangnya
daya dukung pariwisata, (4) belum terintegrasinya perencanaan
pembangunan pariwisata, dan (5) belum optimalnya pemasaran.
Wujud permasalahan terkait pengelolaan yang berbeda-beda
mengakibatkan pengelolaanya kurang terpadu dan terintegrasi
sehingga hasil yang diperoleh pun kurang optimal. Maka dalam
rangka pencapaian Misi Kedua pada RPJMD Kabupaten Magetan
Tahun 2018-2023 yaitu meningkatkan perekonomian daerah
melalui keberpihakan dan pemberdayaan koperasi dan usaha
mikro sebagai pilar ekonomi kerakyatan serta pemberdayaan
15
masyarakat desa sebagai basis sekaligus ujung tombak
pembangunan daerah. Oleh karenanya, pengelolaan kegiatan
pariwisata yang lebih maju serta profesional dalam rangka agar
dapat mengangkat tinggi kinerja sektor Pariwisata Daerah secara
optimal sangat perlu dan mendesak. Kelembagaan yang
dipandang dapat mewakili pola pengelolaan yang dinamis,
professional, efektif dan efisien adalah Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), maka pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Pariwisata Daerah yang mengelola kegiatan pariwisata Daerah
secara produktif perlu segera diwujudkan. Hal tersebut sesuai
dengan aspek potensi dimana BUMD Pariwisata rencananya akan
bergerak pada beberapa unit usaha berdasarkan potensi
pengembangannya unit usaha pariwisata yaitu pengelolaan
potensi pariwisata Daerah yang maju dan professional
diharapkan mampu memaksimalkan pengelolaan pariwisata
secara efektif utamanya agar pariwisata dapat meningkatkan
PAD dan mewujudkan prinsip penyelenggaraan perusahaan yang
baik (good corporate governance).
Rencana pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan
dalam bentuk Perusahaan Umum Daerah dimana Perumda
Pariwisata Kabupaten Magetan rencana bergerak pada unit usaha
pengelolaan destinasi wisata. Hal ini diharapkan akan
memberikan pemasukan bagi daerah dan merupakan peluang
usaha yang cukup potensial untuk meningkatkan kontribusi laba
perusahaan terhadap PAD di Kabupaten Magetan diantaranya
dengan pengelolaan destinasi wisata di sektor pariwisata. Dalam
keberlangsungan usahanya akan melibatkan Pemerintah, Pihak
Swasta dan Perhutani. Keberadaan sektor pariwisata dalam
BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan dipandang memiliki
16
peranan strategis dalam pembangunan sarana dan prasarana
guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Mengingat cukup
strategisnya peran perusahaan daerah sebagai institusi public
service sekaligus salah satu sumber PAD, maka perusahaan
daerah ini dituntut lebih profesional dan lebih efisien dalam
melaksanakan usahanya.
Merujuk pada ketentuan Pasal 331 UU Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa
daerah dapat mendirikan BUMD, pendirian BUMD ditetapkan
dengan peraturan daerah. BUMD terdiri atas perusahaan umum
daerah dan perusahaan perseroan daerah. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah berikut
perubahan-perubahannya dan kemudian juga Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) berikut peraturan-peraturan turunannya,
memberikan peluang pendirian BUMD baru dalam mengelola dan
menggerakkan potensi daerah yang melimpah sehingga dapat
lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mewujudkan tujuan
otonomi daerah yaitu peningkatan pelayanan publik, peningkatan
daya saing daerah dan pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Sebagaimana
pada UU Nomor 23 Tahun 204 juga dijelaskan bahwa, pendirian
BUMD didasarkan pada kebutuhan Daerah dan kelayakan bidang
usaha BUMD yang akan dibentuk. Guna mengetahui Kebutuhan
Daerah perlu mengkaji aspek pelayanan umum dan kebutuhan
masyarakat. Atas dasar ketentuan tersebut, Kabupaten Magetan
melalui Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Sekretariat
Daerah melakukan survei guna mengetahui persepsi masyarakat
terhadap rencana pendirian BUMD Pariwisata dimana rencana
17
BUMD ini baru dan belum ada sebelumnya.
Berdasarkan hasil kuesioner, tercatat jumlah responden
survei persepsi dan kebutuhan masyarakat atas Pendirian BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan guna Pengembangan Objek
Wisata dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Pariwisata di
Kabupaten Magetan ini mencapai 676 responden. Responden
pengunjung objek wisata Telaga Sarangan sebanyak 256
responden terbagi atas 43,75% berjenis kelamin laki-laki dan
56,25% berjenis kelamin perempuan, objek wisata Telaga Wahyu
sebanyak 145 responden terbagi atas 57,24% berjenis kelamin
laki-laki dan 42,76% berjenis kelamin perempuan, objek wisata
Kebun Refugia Magetan sebanyak 143 responden yang terbagi
atas 54,56% berjenis kelamin laki-laki dan 45,45% berjenis
kelamin perempuan, objek wisata Kampung Susu Lawu sebanyak
124 responden terbagi atas 59,68% berjenis kelamin laki-laki
dan 40,32% berjenis kelamin perempuan serta pengelola objek
wisata sebanyak 8 responden terbagi atas 62,6% berjenis
kelamin laki-laki dan 37,5% berjenis kelamin perempuan. Total
responden sejumlah 676 responden terbagi atas 352 responden
berjenis kelamin laki-laki (52,07 persen) dan 324 responden
berjenis kelamin perempuan (47,93 persen).
Adapun untuk hasil penilaian masyarakat terhadap
pelayanan umum yang belum memadai adalah pengelolaan
fasilitas objek wisata/pariwisata yang dianggap masih banyak
masalah seiring kurangnya kuantitas dan kualitas destinasi
pariwisata. Berdasar kebutuhan masyarakat Pendirian BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan adalah masyarakat dan
pengusaha pariwisata membutuhkan pelayanan bidang
pariwisata. Selain itu, masyarakat dan pengusaha pariwisata
18
butuh sarana prasarana serta fasilitas destinasi wisata secara
nyaman, aman, bersih, rapi dan pengelolaan yang lebih baik juga
meningkat. Diyakini bahwa pengelolaan destinasi wisata dan
pendayagunaan aset pada BUMD akan meningkatkan
pendapatan. Seiring ditingkatkannya pengelolaan pariwisata di
Kabupaten Magetan agar lebih optimal fungsinya, lebih berdaya
guna dan berhasil guna dengan meningkatkan pelayanan publik.
Masyarakat Kabupaten Magetan mengharapkan dengan adanya
BUMD Pariwisata ini diharapkan mampu meningkatkan akselerasi
di sektor pariwisata, hal ini dimaksudkan agar pendayagunaan
aset dan potensi daerah agar lebih optimal.
Dalam rangka mewujudkan harapan, kebutuhan
masyarakat dan tujuan itu, kegiatan pendirian atau
pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak
dalam bidang Pariwisata di Kabupaten Magetan sangat mendesak
untuk dilakukan sebagai sarana peningkatan perekonomian,
pelayanan publik, penciptaan lapangan kerja serta Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Atas rencana pendirian BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan mayoritas responden menyetujui atas
rencana pendirian tersebut. Jenis usaha yang nantinya perlu
dijalankan dengan melihat beberapa permasalahan yang terjadi
di lapangan, maka responden memberikan saran bidang usaha
pariwisata dimana eksistensi pariwisata akan mampu
mendongkrak pada usaha lainnya seperti pertanian,
perdagangan dan pendayagunaan aset daerah lainnya.
Dalam rangka melaksanakan aktivitas usahanya, suatu
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dapat melakukan kerja sama,
baik dengan BUMD lain, BUMD, Pemerintah maupun pihak swasta
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 94 ayat (1) Peraturan
19
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik
Daerah. Diharapkan dengan didirikannya Perumda Pariwisata
Kabupaten Magetan dapat menjadi jalan keluar yang tepat untuk
mengakomodasi semua kebutuhan dasar Pemerintah Kabupaten
Magetan dalam rangka mengatasi permasalahan kepariwisataan
daerah serta meningkatkan fungsi pengelolaan destinasi wisata
untuk memberikan pelayanan masyarakat di bidang
kepariwisataan sekaligus meningkatkan fungsi pengelolaan
destinasi wisata untuk memberikan pelayanan masyarakat di
bidang kepariwisataan, PAD dan pertumbuhan serta
perkembangan ekonomi daerah. Mengingat angka pengangguran
di Kabupaten Magetan mencapai 4,33 persen dengan melihat
angka pengangguran yang terjadi, tentu apabila dikaitkan
dengan pendirian BUMD Pariwisata akan berakibat kepada
proses penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Magetan. Adanya
pengembangan usaha di suatu wilayah mempengaruhi mobilitas
kegiatan masyarakat terutama dalam hal peningkatan lapangan
kerja yang berujung pada penurunan pengangguran dengan
menyerap tenaga kerja baik sejak tahap awal pendirian atau
tahap persiapan hingga tahap pelaksanaan atau operasional
perusahaan. Dalam hal ini, tidak hanya pekerja lokal saja yang
terserap tenaga kerjanya melainkan kemungkinan besar tenaga
kerja dari wilayah lain pun turut terserap dalam kegiatan sektor
ini. Hal ini secara tidak langsung berdampak positif terhadap
pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah.
Berdasar hasil perhitungan kelayakan investasi, maka
dapat dikatakan bahwa keberadaan BUMD Perumda Pariwisata
merupakan investasi yang menjanjikan suatu keuntungan dan
layak untuk dipertimbangkan. Perhitungan Net Present Value
20
(NPV) pada kondisi optimis, moderat dan pesimis menunjukkan
hasil yang positif artinya investasi tersebut layak dilaksanakan
sebab rule of thumb nilai NPV > 0 memiliki arti kegiatan
pendirian BUMD Perumda Pariwisata Kabupaten Magetan ini
dinyatakan layak untuk dilaksanakan (GO). Sedangkan
perhitungan Internal Rate of Return (IRR) diperoleh hasil untuk
perhitungan kondisis optimis, moderat dan pesimis lebih besar
dari tingkat return yang diharapkan yakni IRR> DF (15 persen)
artinya bahwa kegiatan pendirian BUMD Perumda Pariwisata
Kabupaten Magetan ini dinyatakan layak untuk dilaksanakan
(GO). Selanjutnya, perhitungan Profitability Index (PI) pada
kondisi optimis, moderat dan pesimis juga menunjukkan hasil PI
>1 artinya kegiatan pendirian BUMD Perumda Pariwisata
Kabupaten Magetan ini dinyatakan layak untuk dilaksanakan
(GO). Adapun perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR) diperoleh
nilai B/C Ratio >1 memiliki arti kegiatan pendirian BUMD
Perumda Pariwisata Kabupaten Magetan ini dinyatakan layak
untuk dilaksanakan (GO). Jangka waktu yang dibutuhkan agar
investasi dapat kembali (Payback Period) baik undiscounted
maupun discounted lebih rendah dari umur ekonomisnya (10
tahun) sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan pendirian
BUMD Perumda Pariwisata Kabupaten Magetan ini dinyatakan
layak untuk dilaksanakan (GO).
Sebagai langkah awal kegiatan pendirian BUMD Pariwisata
di Kabupaten Magetan ini, lebih dahulu dilakukan penyusunan
kajian Studi Kelayakan Pendirian Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Pariwisata Kabupaten Magetan. Studi Kelayakan
Pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan itu dilakukan
dalam rangka mendapatkan dokumen yang menjadi acuan bagi
21
Pemerintah Kabupaten Magetan untuk melangkah lebih lanjut
dalam penyusunan naskah akademik Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Magetan tentang Pendirian Perusahaan
Perseroan Daerah Pariwisata Magetan.

B. Perumusan Masalah
Potensi pariwisata di Kabupaten Magetan yang kaya
dengan keindahan Sumber Daya Alam dan dukungan sarana
prasarana jalan akses menuju objek-objek wisata yang sudah
semakin baik itu ternyata belum memberikan dampak signifikan
terhadap perekonomian Daerah secara optimal. Jumlah
wisatawan pengunjung objek-objek wisata di Kabupaten Magetan
meskipun meningkat sepanjang tahun 2014 – 2017, namun pada
tahun 2018 sempat mengalami penurunan sebelum kembali
meningkat di tahun 2019 dan menurun kembali di tahun 2020-
2021. Kemudian, peningkatan pengunjung kembali terjadi di
tahun 2022.

Sektor yang berhubungan dengan pariwisata pada Produk


Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku
seperti sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum hanya
memiliki kontribusi tidak lebih dari 5 persen. Pada tahun 2016
kontribusi Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum itu
hanya sebesar 4,37 persen dan terus menerus meningkat dari
tahun ke tahun sampai menjadi sebesar 4,80 persen di tahun
2019. Kemudian, kontribusi PDRB Sektor Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum mengalami penurunan akibat Pandemi Covid-
19 yang memperburuk perekonomian menjadi sebesar 4,25
22
persen pada tahun 2020 dan meningkat kembali di tahun 2021
menjadi sebesar 4,37 persen. Pada tahun 2022, kontribusi PDRB
Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum meningkat
kembali menjadi sebesar 4,65 persen. Hal itu semua
memberikan indikasi bahwa potensi pariwisata yang melimpah
itu belum dikelola secara optimal sehingga belum dapat berdaya
guna maupun berhasil guna secara maksimal. Pengelolaan sektor
pariwisata di Kabupaten Magetan agar dapat dilakukan secara
optimal maka sangat dibutuhkan pengelolaan yang dilakukan
oleh BUMD sehingga mendorong penerimaan pajak dari
pengelolaan usaha pariwisata dapat berpengaruh pada PAD di
Kabupaten Magetan.

Secara regulasi dalam hubungannya dengan pendirian


Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Magetan sudah
tersedia antara lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah berikut perubahan-perubahannya
dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan
Usaha Milik Daerah berikut peraturan-peraturan rinci antara lain
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2018 dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 118 Tahun 2018.
Serangkaian peraturan perundang-undangan di atas
menegaskan bahwa untuk mendirikan BUMD perlu mendasarkan
pada ketentuan sebagai berikut:

(1) Pendirian BUMD didasarkan pada:


a. Kebutuhan Daerah; dan
b. Kelayakan bidang usaha BUMD yang akan dibentuk.
(2) Kebutuhan Daerah dikaji melalui studi yang mencakup
aspek:

23
a. Pelayanan umum; dan
b. Kebutuhan masyarakat.

Dokumen Analisa Kebutuhan Daerah menggambarkan


informasi dan penjelasan mengenai:
a. model bisnis (business model);
b. survei kebutuhan masyarakat yang ditunjukkan melalui
kuesioner;
c. proses bisnis (business process) yang menggambarkan
nilai tambah (added value) dibandingkan dengan
pengelolaan yang ada saat ini; dan
d. manfaat bagi masyarakat, konsumen, dan Pemerintah
Kabupaten Magetan; serta
e. pemberdayaan masyarakat pada sektor pariwisata.

(3) Kelayakan bidang usaha BUMD dikaji melalui analisis


terhadap kelayakan ekonomi, analisis pasar dan pemasaran,
analisis kelayakan keuangan, dan analisis aspek lainnya.
Analisis keuangan termasuk meliputi perkiraan tentang:
a. Besaran modal dasar;
b. Besaran penyertaan modal Pemerintah Daerah;
c. Besaran pendapatan BUMD; dan
d. Besaran Biaya Operasional.

Dokumen Analisa Kelayakan Usaha dilakukan analisis secara


analisa secara komprehensif berdasarkan data kuantitatif
dan kualitatif, antara lain terhadap:
a. kondisi sosial ekonomi masyarakat, pertumbuhan
ekonomi daerah, dan dampak sektor usaha yang
24
dijalankan BUMD (sektor pariwisata) terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magetan dan
masyarakat secara spesifik;
b. pelaku usaha, potensi usaha, kondisi persaingan usaha,
dan potensi monopoli;
c. market share; dan
d. analisa kelayakan keuangan pada kondisi optimis,
moderat, dan pesimis untuk melihat kesinambungan
usaha BUMD.

(4) Analisis aspek lainnya berisi aspek:


a. Peraturan perundang-undangan;
b. Ketersediaan teknologi; dan
c. Ketersediaan sumber daya manusia.

Kebutuhan Daerah berdasarkan hasil kajian kebutuhan


dan hasil kajian kelayakan bidang usaha BUMD merupakan
bagian dari kebijakan RPJMD.

Sementara itu pelayanan publik menuntut tanggung


jawab pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pelayanan
publik bagi warga masyarakat, sehingga pemerintah daerah
berkewajiban untuk menyusun standar pelayanan publik. Dalam
bidang pengelolaan potensi pariwisata Daerah yang merupakan
bagian dari pelayanan publik harus dibuat norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang jelas, sehingga pengelolaan dan
pengembangan potensi pariwisata Daerah serta upaya
optimalisasi pendayagunaan potensi pariwisata Daerah itu lebih
dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya.
Berdasarkan kondisi di atas, maka diperlukan segera
kajian terkait kelayakan pendirian Badan Usaha Milik Daerah

25
(BUMD) Pariwisata di Kabupaten Magetan. Sehubungan dengan
hal itu maka permasalahan yang urgen dikemukakan dalam studi
kelayakan ini adalah:

1. Bagaimana gambaran kebutuhan pelayanan umum yang


dilaksanakan pemerintah daerah dan kebutuhan masyarakat
di bidang pariwisata sehingga pelayanan masyarakat di
bidang pengelolaan destinasi wisata dapat dikembangkan
secara optimal?

2. Bagaimana gambaran kelayakan bidang pariwisata dengan


model pengelolaan dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dari aspek-aspek ekonomi, pasar dan pemasaran,
keuangan, teknologi, kelembagaan, sumber daya manusia
dan kerangka hukum yang melandasinya?

C. Tujuan dan Manfaat


Kegiatan penyusunan studi kelayakan Pendirian Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Magetan ini dimaksudkan
untuk:

a. Memberikan gambaran tentang layak atau tidaknya didirikan


sebuah BUMD yang akan diberi tugas mengelola destinasi
pariwisata yang menjadi kewenangan Pemerintah
Kabupaten Magetan.

b. Memperoleh gambaran besaran biaya yang harus disediakan


agar BUMD ini dapat beroperasi dan berkondisi sehat.

c. Memperoleh gambaran besaran Pendapatan Asli Daerah


yang diperoleh dari laba perusahaan atas pengelolaan
destinasi pariwisata yang diserahkan kepada BUMD
26
Pariwisata.

d. Memperoleh gambaran keuntungan lain terutama bagi


masyarakat khususnya yang bergerak di bidang pariwisata
maupun masyarakat Magetan pada umumnya, sebagai
dampak dari perubahan pengelolaan destinasi pariwisata
oleh Perangkat Daerah menjadi pengelolaan oleh BUMD
Pariwisata.

Dengan demikian tujuan dan kegunaan penyusunan studi


kelayakan Pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Pariwisata Magetan adalah sebagai berikut :

1. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari kegiatan Penyusunan
Studi Kelayakan Pendirian BUMD Pariwisata di Kabupaten
Magetan ini adalah untuk mendapatkan dokumen feasibility
study (studi kelayakan) sebagai landasan pengambilan
keputusan bagi Pemerintah Daerah untuk mendirikan BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan. Kajian studi kelayakan
tersebut meliputi aspek-aspek ekonomi, pasar dan
pemasaran, keuangan, teknologi, sumber daya manusia,
dan aspek hukum dan peraturan perundang- undangan
yang melandasinya. Selain itu, sebagai bahan Pemerintah
Daerah dalam mensosialisasikan perubahan pengelolaan
destinasi pariwisata oleh BUMD dengan tetap menjalin
kemitraan dengan masyarakat yang selama ini
berkecimpung di bidang pariwisata.
Secara khusus tujuan kajian studi kelayakan
pendirian BUMD Pariwisata di Kabupaten Magetan ini
27
adalah:

a. Untuk mengkaji secara akademik gambaran kebutuhan


pelayanan umum yang dilaksanakan pemerintah
daerah dan kebutuhan masyarakat di bidang pariwisata
sehingga pelayanan masyarakat di bidang pengelolaan
pariwisata dapat dikembangkan secara optimal.

b. Untuk mengkaji secara akademik sejauh mana


kelayakan pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Pariwisata di Kabupaten Magetan ditinjau dari aspek-
aspek antara lain ekonomi, pasar dan pemasaran,
keuangan, teknologi, kelembagaan, sumber daya
manusia dan kerangka hukum yang melandasinya.

2. Manfaat
Kegunaan dari penyusunan studi kelayakan Pendirian
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Kabupaten
Magetan ini adalah tersusunnya dokumen feasibility study
(studi kelayakan) Pendirian Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Pariwisata Kabupaten Magetan. Selanjutnya
dokumen feasibility study tersebut akan digunakan sebagai
landasan pengambilan keputusan Pemerintah Kabupaten
Magetan dengan melibatkan perangkat daerah terkait di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Magetan dan DPRD
Kabupaten Magetan dalam rangka pendirian BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan.

28
BAB II
KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN BADAN USAHA
MILIK DAERAH (BUMD)

A. Konsep Pengembangan Pariwisata

1. Pengertian Pariwisata
Pariwisata berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana undang-undang
tersebut telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang), adalah
berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata
juga merupakan keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha
dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan melayani
kebutuhan wisatawan. (Karyono, 1997:15).
Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun
kelompok di dalam wilayah negara lain. Kegiatan tersebut
menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya
yang diadakan oleh pemerintah dan atau masyarakat, agar
dapat mewujudkan keinginan wisatawan.
Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 12 menjelaskan
bahwa pariwisata adalah kegiatan perjalanan seseorang atau

29
serombongan orang dari tempat tinggal asalnya ke suatu
tempat di kota lain atau di negara lain dalam jangka waktu
tertentu. Tujuan perjalanan dapat bersifat pelancongan, bisnis,
keperluan ilmiah, bagian kegiatan agama, muhibah atau juga
silaturahmi.
Pariwisata adalah suatu fenomena kebudayaan global
yang dapat dipandang sebagai suatu sistem. Dalam model yang
dikemukakan oleh Leiper, pariwisata terdiri atas tiga komponen
yaitu wisatawan (tourist), elemen geografi (geographical
elements) dan industri pariwisata (tourism industry).
Definisi pariwisata menurut Yoeti (1996:108) adalah
suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, dengan
maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat
yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati
perjalanan hidup guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi
keinginan yang beraneka ragam. Robert Mc. Intosh bersama
Shashikant Gupta mengungkapkan bahwa pariwisata adalah
gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi
wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat
tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-
wisatawan ini serta para pengunjung lainnya (Pendit, 1999:31).
The Ecotourism Society (1990) mendefinisikan
pariwisata sebagai berikut: “Pariwisata adalah suatu bentuk
perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan
kesejahteraan penduduk setempat”. Pariwisata merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia
terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pariwisata
30
diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh
segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20,
kini telah menjadi bagian dari hak asasi manusia.
Hal itu terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai
dirasakan pula di negara berkembang. Indonesia sebagai
negara yang sedang berkembang dalam tahap
pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata
sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan
luar negeri yang berimbang. Melalui industri ini diharapkan
pemasukan devisa dapat bertambah (Pendit, 2002).
Sebagaimana diketahui bahwa sektor pariwisata di
Indonesia masih menduduki peranan yang sangat penting
dalam menunjang pembangunan nasional sekaligus merupakan
salah satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat dan devisa negara Pariwisata lebih
populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan
terjemahan yang seharusnya dari istilah tourism, yaitu turisme.
Terjemahan yang seharusnya dari tourism adalah wisata.
Yayasan Alam Initra Indonesia (1995) membuat terjemahan
tourism dengan turisme. Di dalam tulisan ini dipergunakan
istilah pariwisata yang banyak digunakan oleh para rimbawan,
mempergunakan istilah pariwisata untuk menggambarkan
adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan
puluhan.
Pengertian tentang pariwisata mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu. Namun, pada hakikatnya, pengertian
pariwisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab
terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area),
memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan
31
keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Atas dasar
pengertian ini, bentuk pariwisata pada dasarnya merupakan
bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk
dunia. Eco-traveler ini pada hakikatnya konservasionis.
Pada mulanya pariwisata dilakukan oleh wisatawan
pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap
utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan
masyarakatnya tetap terjaga. Namun dalam perkembangannya
ternyata bentuk pariwisata ini berkembang karena banyak
digemari oleh wisatawan. Pada tahun 1995 The Tourism Society
kemudian mendefinisikan pariwisata sebagai bentuk baru dari
kegiatan perjalanan wisata bertanggungjawab di daerah yang
masih alami atau daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah
alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya
juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan
terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan
pendapatan masyarakat setempat sekitar daerah tujuan
pariwisata.
Di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru
yang berkait dengan pengertian pariwisata. Fenomena
pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini seperti
yang didefinisikan oleh Australian Department of Tourism yang
mendefinisikan pariwisata adalah wisata berbasis pada alam
dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi
terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan
pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi
penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti
halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan
pariwisata minat khusus, alternatife tourism atau special
32
interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka terdapat lima
hal penting yang mendasari kegiatan pariwisata:
a. Perjalanan wisata yang bertanggung jawab, artinya bahwa
semua pelaku kegiatan pariwisata harus bertanggung
jawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan
pariwisata terhadap lingkungan alam dan budaya.
b. Kegiatan pariwisata dilakukan ke/di daerah-daerah yang
masih alami (nature made) atau di/ke daerah-daerah yang
dikelola berdasarkan kaidah alam.
c. Tujuannya selain untuk menikmati pesona alam, juga
untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan
pemahaman mengenai berbagai fenomena alam dan
budaya.
d. Memberikan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi
alam.
e. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Menurut Pendit (1994), ada beberapa jenis pariwisata


yang sudah dikenal, antara lain:
a. Wisata budaya, yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar
keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang
dengan cara mengadakan kunjungan ke tempat lain atau
ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan
adat istiadat mereka, cara hidup mereka, kebudayaan dan
seni meraka.
b. Wisata kesehatan, yaitu perjalanan seorang wisatawan
dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan
tempat sehari-hari di mana ia tinggal demi kepentingan

33
beristirahat baginya dalam arti jasmani dan rohani. Wisata
olahraga, yaitu wisatawan-wisatawan yang melakukan
perjalanan dengan tujuan berolahraga atau memang
sengaja bermaksud mengambil bagian aktif dalam pesta
olahraga di suatu tempat atau Negara.
c. Wisata komersial, yaitu termasuk perjalanan untuk
mengunjungi pameran pameran dan pekan raya yang
bersifat komersial, seperti pameran industri, pameran
dagang dan sebagainya.
d. Wisata industri, yaitu perjalanan yang dilakukan oleh
rombongan pelajar atau mahasiswa, atau orang-orang
awam ke suatu kompleks atau daerah perindustrian,
dengan maksud dan tujuan untuk mengadakan peninjauan
atau penelitian.
e. Wisata Bahari, yaitu wisata yang banyak dikaitkan dengan
danau, pantai atau laut.
f. Wisata Cagar Alam, yaitu jenis wisata yang biasanya
diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang
mengkhususkan usaha-usaha dengan mengatur wisata ke
tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan
daerah pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya
dilindungi oleh undang-undang.
g. Wisata bulan madu, yaitu suatu penyelenggaraan
perjalanan bagi pasangan-pasangan pengantin baru yang
sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus
dan tersendiri demi kenikmatan perjalan.

Definisi wisatawan menurut Norval (Yoeti, 1995) adalah


setiap orang yang datang dari suatu Negara yang alasannya

34
bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan
yang di Negara dimana ia tinggal untuk sementara itu
membelanjakan uang yang didapatkannya di lain tempat,
sedangkan menurut Soekadijo (2000), wisatawan adalah
pengunjung di Negara yang dikunjunginya setidak-tidaknya
tinggal 24 jam dan yang datang berdasarkan motivasi:
a. Mengisi waktu senggang atau untuk bersenang-senang,
berlibur, untuk alasan kesehatan, studi, keluarga, dan
sebagainya.
b. Melakukan perjalanan untuk keperluan bisnis.
c. Melakukan perjalanan untuk mengunjungi pertemuan-
pertemuan atau sebagai utusan (ilmiah, administratif,
diplomatik, keagamaan, olahraga dan sebagainya).
d. Dalam rangka pelayaran pesiar, jika kalau tinggal kurang
dari 24 jam.

Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi di mana perjalanan


dilakukan wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Karyono, 1997).
a. Foreign Tourist (Wisatawan asing)
Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang
datang memasuki suatu negara lain yang bukan
merupakan Negara di mana ia biasanya tinggal. Wisatawan
asing disebut juga wisatawan mancanegara atau disingkat
wisman.
b. Domestic Foreign Tourist
Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu
negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di
wilayah negara di mana ia tinggal. Misalnya, staf kedutaan

35
Belanda yang mendapat cuti tahunan, tetapi ia tidak
pulang ke Belanda, tetapi melakukan perjalanan wisata di
Indonesia (tempat ia bertugas).
c. Domestic Tourist (Wisatawan Nusantara)
Seorang warga negara suatu negara yang melakukan
perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri
tanpa melewati perbatasan negaranya. Misalnya warga
negara Indonesia yang melakukan perjalanan ke Bali atau
ke Danau Toba. Wisatawan ini disingkat wisnus.
a. Indigenous Foreign Tourist
Warga negara suatu negara tertentu, yang karena
tugasnya atau jabatannya berada di luar negeri, pulang ke
negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di
wilayah negaranya sendiri. Misalnya, warga negara
Perancis yang bertugas sebagai konsultan di perusahaan
asing di Indonesia, ketika liburan ia kembali ke Perancis
dan melakukan perjalanan wisata di sana. Jenis wisatawan
ini merupakan kebalikan dari Domestic Foreign Tourist.
b. Transit Tourist
Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu
Negara tertentu yang terpaksa singgah pada suatu
pelabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri.
c. Business Tourist
Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis
bukan wisata tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya
setelah tujuannya yang utama selesai. Jadi perjalanan
wisata merupakan tujuan sekunder, setelah tujuan primer
yaitu bisnis selesai dilakukan.

36
2. Daerah Tujuan Wisata
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja dimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja telah dicabut dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja, menjelaskan beberapa pengertian istilah
kepariwisataan, antara lain.
a. Wisata adalah suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan
oleh individu atau kelompok mengunjungi suatu tempat
dan bertujuan untuk rekreasi, pengembangan pribadi, atau
untuk mempelajari keunikan daya tarik suatu tempat
wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara.
b. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang
didukung oleh berbagai layanan fasilitas yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah
daerah.
c. Daerah tujuan wisata dapat disebut juga dengan destinasi
pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam
satu atau lebih wilayah administrasi yang di dalamnya
terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas
pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling
terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Leiper (dalam Gde Pitana, 2005: 99) mengemukakan
bahwa suatu daerah tujuan wisata (destinasi wisata) adalah
37
sebuah susunan sistematis dari tiga elemen. Seorang dengan
kebutuhan wisata adalah inti/ pangkal (keistimewaan apa saja
atau karakteristik suatu tempat yang akan mereka kunjungi)
dan sedikitnya satu penanda (inti informasi). Seseorang
melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang menjadi daya tarik yang membuat seseorang rela
melakukan perjalanan yang jauh dan menghabiskan dana
cukup besar. Suatu daerah harus memiliki potensi daya tarik
yang besar agar para wisatawan mau menjadikan tempat
tersebut sebagai destinasi wisata.
Menurut Jackson (dalam Gde Pitana, 2005: 101) suatu
daerah yang berkembang menjadi sebuah destinasi wisata
dipengaruhi oleh beberapa hal yang penting, seperti:
a. Menarik untuk klien.
b. Fasilitas-fasilitas dan atraksi.
c. Lokasi geografis.
d. Jalur transportasi.
e. Stabilitas politik.
f. Lingkungan yang sehat.
g. Tidak ada larangan/batasan pemerintah.
Suatu destinasi harus memiliki berbagai fasilitas
kebutuhan yang diperlukan oleh wisatawan agar kunjungan
seorang wisatawan dapat terpenuhi dan merasa nyaman.
Berbagai kebutuhan wisatawan tersebut antara lain, fasilitas
transportasi, akomodasi, biro perjalanan, atraksi (kebudayaan,
rekreasi, dan hiburan), pelayanan makanan, dan barang-
barang cinderamata (Gde Pitana, 2005: 101). Tersedianya
berbagai fasilitas kebutuhan yang diperlukan akan membuat
wisatawan merasa nyaman, sehingga semakin banyak
38
wisatawan yang berkunjung.
Salah satu yang menjadi suatu daya tarik terbesar pada
suatu destinasi wisata adalah sebuah atraksi, baik itu berupa
pertunjukan kesenian, rekreasi, atau penyajian suatu paket
kebudayaan lokal yang khas dan dilestarikan. Atraksi dapat
berupa keseluruhan aktivitas keseharian penduduk setempat
beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan
berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti
belajar tari, bahasa, membatik seperti yang ada di Desa Wisata
Krebet, memainkan alat musik tradisional, membajak sawah,
menanam padi, melihat kegiatan budaya masyarakat setempat,
dan lain-lain (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011:
13).
Atraksi merupakan komponen yang sangat vital, oleh
karena itu suatu tempat wisata tersebut harus memiliki
keunikan yang bisa menarik wisatawan. Fasilitas-fasilitas
pendukungnya juga harus lengkap agar kebutuhan wisatawan
terpenuhi, serta keramahan masyarakat tempat wisata juga
sangat berperan dalam menarik minat wisatawan. Faktor-faktor
tersebut harus dikelola dengan baik, sehingga menjadikan
tempat tersebut sebagai destinasi wisata dan wisatawan rela
melakukan perjalanan ke tempat tersebut. Berdasarkan uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa destinasi wisata merupakan
interaksi antar berbagai elemen. Ada komponen yang harus
dikelola dengan baik oleh suatu destinasi wisata adalah
wisatawan, wilayah, dan informasi mengenai wilayah. Atraksi
juga merupakan komponen vital yang dapat menarik minat
wisatawan begitu juga dengan fasilitas-fasilitas yang
mendukung.
39
3. Daya Tarik Wisata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan (sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja) dimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala
sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan
manusia yang menjadi sarana atau tujuan kunjungan
wisatawan.
Daya tarik wisata juga disebut objek wisata merupakan
potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu
daerah tujuan wisata. Menurut Suwantoro dalam bukunya
Dasar-Dasar Pariwisata (1997:19) mengatakan bahwa objek
dan daya tarik wisata dikelompokkan atas: (i) pengusahaan
objek dan daya tarik wisata alam, (ii) pengusahaan objek dan
daya tarik wisata budaya, (iii) pengusahaan objek dan daya
tarik wisata minat khusus.
Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasar pada:
a. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa
senang, indah, nyaman dan bersih.
b. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat
mengunjunginya.
40
c. Adanya ciri khusus/ spesifikasi yang bersifat langka.
d. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani
para wisatawan yang hadir.
e. Objek wisata alam mempunyai daya tarik karena
keindahan alam, pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan
dan sebagainya.
f. Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena
memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian,
upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam
suatu objek buah karya manusia pada masa lampau.
Pembangunan suatu objek wisata harus dirancang
dengan bersumber pada potensi daya tarik yang memiliki objek
tersebut dengan mengacu pada kriteria keberhasilan
pengembangan yang meliputi berbagai kelayakan, yaitu:
a. Kelayakan Finansial
Studi kelayakan ini menyangkut perhitungan secara
komersial dari pembangunan objek wisata tersebut.
b. Kelayakan Sosial Ekonomi Regional
Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat apakah
investasi yang ditanamkan untuk membangun suatu objek
wisata juga akan memiliki dampak sosial ekonomi secara
regional, dapat menciptakan lapangan pekerjaan, dapat
meningkatkan devisa dan sebagainya.
c. Kelayakan Teknis
Pembangunan objek wisata harus dapat
dipertanggungjawabkan secara teknis dengan melihat daya
dukung yang ada. Tidaklah perlu memaksakan diri untuk
membangun suatu objek wisata apabila daya dukung oleh
wisata tersebut rendah. Daya tarik suatu objek wisata
41
akan berkurang atau bahkan hilang bila objek wisata
tersebut membahayakan keselamatan para wisatawan.
d. Kelayakan Lingkungan
Analisis dampak lingkungan dapat dipergunakan sebagai
acuan kegiatan pembangunan suatu objek wisata.
Pembangunan objek wisata yang mengakibatkan rusaknya
lingkungan harus dihentikan pembangunannya.
Pembangunan objek wisata bukanlah untuk merusak
lingkungan tetapi sekedar memanfaatkan sumber daya
alam untuk kebaikan manusia dan untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia sehingga menjadi keseimbangan,
keselarasan dan keserasian (Suwantoro, 1997:20).

4. Prasarana Pariwisata
Prasarana wisata adalah sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh
wisatawan perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan,
listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan dan lain
sebagainya. Untuk kesiapan objek-objek wisata yang akan
dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata, prasarana
wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan lokasi dan
kondisi objek wisata yang bersangkutan (Suwantoro, 1997:
21).
Pembangunan prasarana wisata yang
mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan
aksesibilitas suatu objek wisata yang pada gilirannya akan
dapat meningkatkan daya tarik objek wisata itu sendiri. Di
samping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan di atas,
kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah
42
tujuan wisata seperti bank, apotek, rumah sakit, pom bensin,
pusat-pusat perbelanjaan dan sebagainya.
Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata
diperlakukan koordinasi yang mantang antara instansi terkait
bersama dengan instalasi pariwisata di berbagai tingkatan.
Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata
sangat diperlukan bagi pengembangan pariwisata di daerah.
Koordinasi di tingkat perencanaan yang dilanjutkan dengan
koordinasi di tingkat pelaksanaan merupakan modal utama
suksesnya pembangunan pariwisata.
Dalam pembangunan prasarana pariwisata pemerintah
lebih dominan karena pemerintah dapat mengambil manfaat
ganda dari pembangunan tersebut, seperti untuk meningkatkan
arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas manusia
antara daerah dan sebagainya yang tentu saja dapat
meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja.
Prasarana adalah semua fasilitas yang memungkinkan
proses perekonomian, dalam hal ini adalah sektor pariwisata
dapat berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat
memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi
fungsinya adalah melengkapi sarana kepariwisataan sehingga
dapat memberikan pelayanan sebagaimana mestinya.
Prasarana pariwisata adalah semua fasilitas utama atau
dasar yang memungkinkan sarana kepariwisataan dapat hidup
dan berkembang dalam rangka memberikan pelayanan kepada
para wisatawan. Prasarana wisata adalah sumber daya alam
dan sumberdaya manusia yang mutlak dibutuhkan oleh
wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata,
seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan,
43
dan lain sebagainya (Suwantoro, 2004:21).
Prasarana khusus bagi pariwisata dapat dikatakan tidak
ada. Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan
kondisi dan lokasi akan meningkatkan daya tarik obyek wisata
itu sendiri. Disamping berbagai kebutuhan yang telah
disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu
disediakan di daerah tujuan wisata, seperti bank, apotik. Untuk
lebih jelasnya Prasarana dibagi atas tiga komponen:

a. Prasarana Umum
Prasarana umum adalah prasarana yang menyangkut
kebutuhan umum bagi kelancaran perekonomian. Adapun
yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya ialah:
1) Jaringan Air bersih,
2) Jaringan Listrik,
3) Jaringan Jalan,
4) Drainase : Sanitasi dan Penyaluran Limbah,
5) Sistem Persampahan, dan
6) Jaringan Telekomunikasi dan Internet
b. Prasarana Penunjang (RS, Apotek, Pusat Perdagangan,
Kantor Pemerintah, Perbankan).
c. Prasarana Wisata (Kantor Informasi, Tempat Promosi dan
Tempat Rekreasi, pengawas pantai).

Ada beberapa kategori yang termasuk dalam prasarana


(infrastructures), masing-masing adalah:
a. Prasarana Umum (General Infrastructures) meliputi
prasarana umum, mencakup hal-hal sebagai berikut sistem

44
penyedian air bersih, tenaga listrik, jalan dan jembatan,
pelabuhan, airport, terminal atau stasiun kereta api.
b. Kebutuhan Masyarakat Banyak (Basic Needs of Civilized
Life) merupakan kebutuhan pokok manusia modern,
seperti: kantor pusat dan telepon, rumah sakit, apotik
bank, pusat-pusat perbelanjaan, bar dan restoran, salon
kecantikan, barbershop, kantor polisi, toko obat, penjualan
rokok, toko kacamata, took-toko penjual Koran dan
majalah, pompa bensin bengkel mobil, wartel, warnet dan
lainnya.
c. Prasarana Kepariwisataan (Residential tourist plants)
merupakan Semua fasilitas yang dapat menampung
kedatangan para wisatawan untuk menginap dan tinggal
untuk sementara waktu di daerah tujuan wisata. Termasuk
ke dalam kelompok ini adalah semua bentuk akomodasi
yang diperuntukan bagi wisatawan dan juga segala bentuk
rumah makan dan restoran yang ada. Misalnya hotel,
motor hotel (motel), wisma, homestay, cottages, camping,
youth hostel, serta rumah makan, restoran, self-services,
cafetaria, coffee shop, grill room, bar, tavern, dan lain-lain.
d. Receptive tourist plan adalah segala bentuk badan usaha
atau organisasi yang kegiatannya khusus untuk
mempersiapkan kedatangan wisatawan pada suatu daerah
tujuan wisata, yaitu :
1) Perusahaan yang kegiatannya adalah merencanakan
dan menyelenggarakan perjalanan bagi orang yang
akan melakukan perjalanan wisata (tour operator and
travel agent).

45
2) Badan atau organisasi yang memberikan penerangan,
penjelasan, promosi dan propaganda tentang suatu
daerah tujuan wisata (Tourist Information Center yang
terdapat di airport, terminal, pelabuhan, atau suatu
resort).
3) Recreative and sportive plants
Termasuk dalam kelompok ini adalah semua Fasilitas
yang dapat digunakan untuk tujuan rekreasi dan
olahraga. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah
fasilitas untuk bermain golf, kolam renang, boating,
surfing, fishing, tennis court, dan fasilitas lainnya.
5. Sarana Pariwisata
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan
wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan
dalam menikmati perjalanan wisatanya. Pembangunan sarana
wisata di daerah tujuan wisata maupun objek wisata tertentu
harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu selera pasar pun
dapat menentukan tuntutan sarana yang dimaksud. Berbagai
sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata
adalah hotel, biro perjalanan, alat transportasi, restoran dan
rumah makan serta sarana pendukung lainnya. Tidak semua
objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap.
Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuaikan dengan
kebutuhan wisatawan.
Sarana wisata secara kuantitatif menunjukan pada
jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara
kuantitatif yang menunjukkan pada mutu pelayanan yang
diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang
46
memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan
mutu pelayanan sarana wisata di daerah tujuan wisata telah
disusun suatu standar wisata yang baku, baik secara nasional
dan secara internasional, sehingga penyedia sarana wisata
tinggal memilih atau menentukan jenis dan kualitas yang akan
disediakannya (Suwantoro, 1997: 23).
Sarana pariwisata adalah hal-hal yang keberadaannya
adalah berhubungan dengan usaha untuk membuat wisatawan
lebih banyak datang, lebih banyak mengeluarkan uang di
tempat yang dikunjunginya. Dalam kepariwisataan dikenal ada
tiga macam sarana, yakni:
a. Sarana Pokok Kepariwisataan (main tourism
superstructure)
Sarana Pokok Kepariwisataan adalah perusahaan-
perusahaan yang fungsinya adalah menyediakan fasilitas
pokok kepariwisataan. Sarana ini juga dibagi ke dalam tiga
bagian, antara lain:
1) Receptive Tourist Plan
Receptive Tourist Plan adalah perusahaan yang
mempersiapkan perjalanan dan penyelenggaraan tour,
sightseeing bagi wisatawan.
Contoh: travel agent, tour operator, tourist
transportation, dan lain-lain.
2) Residential Tourist Plan
Residential Tourist Plan adalah perusahaan yang
memberikan pelayanan untuk menginap,
Contoh: hotel, motel, dan jenis akomodasi lainnya.
3) Perusahaan angkutan (transportasi wisata baik darat,
laut maupun udara), dan Restoran/Tempat makan.
47
b. Sarana Pelengkap Kepariwisataan (supplementing
tourism superstructure)
Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan
atau tempat yg menyediakan fasilitas yang fungsinya
melengkapi sarana pokok dan membuat wisatawan dapat
lebih lama tinggal di suatu DTW. (Suwantoro, 1997).
1) Sarana Ketangkasan
2) Perlengkapan wisata atau fasilitas rekreasi dan olah
raga air.

c. Sarana Penunjang Kepariwisataan (supporting


tourism superstructure)
Sarana Penunjang Kepariwisataan adalah perusahaan
yg menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok.
Berfungsi tidak hanya membuat wisatawan tertahan lebih
lama tetapi berfungsi agar wisatawan lebih banyak
mengeluarkan uang di daerah yang dikunjunginya seperti:
1) Karaoke/ Entertain
2) Ruang Atraksi Wisata
Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata
maupun objek wisata tertentu harus disesuaikan dengan
kebutuhan wisatawan baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Sarana wisata secara kuantitatif merujuk pada
jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara
kuantitatif yang menunjukan pada mutu pelayanan yang
diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan
yang memperoleh pelayanan.
48
6. Tata Laksana / Infrastruktur
Suwantoro berpendapat dalam bukunya Dasar-dasar
Pariwisata (1997: 23) bahwa infrastruktur adalah situasi yang
mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata, baik yang
berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas
permukaan tanah dan di bawah tanah seperti:
a. Sistem pengairan, distribusi air bersih, sistem pembuangan
air limbah yang membantu sarana perhotelan/restoran.
b. Sumber listrik dan energi serta jaringan distribusinya yang
merupakan bagian vital bagi terselenggaranya penyediaan
sarana wisata yang memadai.
c. Sistem jalur angkutan dan terminal yang memadai dan
lancar akan memudahkan wisatawan untuk mengunjungi
objek-objek wisata.
d. Sistem komunikasi yang memudahkan para wisatawan
untuk mendapatkan informasi maupun mengirimkan
informasi secara tepat dan tepat.
e. Sistem keamanan atau pengawasan yang memberikan
kemudahan di berbagai sektor bagi para wisatawan.
Keamanan di terminal, diperjalanan dan di objek-objek
wisata, di pusat-pusat perbelanjaan akan meningkatkan
daya tarik suatu objek wisata maupun daerah tujuan
wisata. Infrastruktur yang memadai dan terlaksana dengan
baik di daerah tujuan wisata akan membantu
meningkatkan fungsi sarana wisata, sekaligus membantu
masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

7. Masyarakat dan Lingkungan


49
Daerah dan tujuan wisata yang memiliki berbagai Objek
dan Daya Tarik Wisata akan mengundang kehadiran wisatawan
yang berkunjung. Adapun yang ikut berperan dalam
pengembangan suatu objek dan daya tarik wisata adalah
sebagai berikut menurut Suwantoro dalam bukunya Dasar-
Dasar Pariwisata (1997: 23-24):
a. Masyarakat
Masyarakat di sekitar objek wisata lah yang akan
menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan sekaligus
akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para
wisatawan. Untuk ini masyarakat di sekitar objek wisata
perlu mengetahui berbagai jenis dan kualitas layanan yang
dibutuhkan oleh para wisatawan. Dalam hal ini pemerintah
melalui instansi-instansi terkait telah menyelenggarakan
berbagai penyuluhan kepada masyarakat.
Salah satunya adalah dalam bentuk bina
masyarakat sadar wisata. Dengan terbinanya masyarakat
yang sadar wisata akan berdampak positif karena mereka
akan memperoleh keuntungan dari wisatawan yang
membelanjakan uangnya. Para wisatawan akan untung
karena mendapat pelayanan yang memadai dan juga
mendapatkan berbagai kemudahan dalam memenuhi
kebutuhannya.

b. Lingkungan
Di samping masyarakat di sekitar objek wisata,
lingkungan sekitar objek wisata pun perlu diperhatikan
dengan seksama agar tak rusak dan tercemar. Lalu lalang
manusia yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat
50
mengakibatkan rusaknya ekosistem dari fauna dan flora di
sekitar objek wisata. Oleh sebab itu perlu ada upaya
menjaga kelestarian lingkungan melalui penegakan
berbagai aturan dan persyaratan dalam pengelolaan suatu
objek wisata.

c. Budaya
Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alam di
suatu objek wisata merupakan lingkungan budaya yang
menjadi pilar penyangga kelangsungan hidup suatu
masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya ini
kelestariannya tidak boleh tercemar oleh budaya asing,
tetapi harus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat
memberikan kenangan yang mengesankan bagi setiap
wisatawan yang berkunjung. Masyarakat yang memahami,
menghayati dan mengamalkan Sapta Pesona Wisata di
daerah tujuan wisata menjadi harapan semua pihak untuk
mendorong pengembangan pariwisata yang pada akhirnya
akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.

8. Pengembangan Pariwisata
Perencanaan dan pengembangan pariwisata merupakan
suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan menuju ke
tataran nilai yang lebih tinggi dengan cara melakukan
penyesuaian dan koreksi berdasar pada hasil monitoring dan
evaluasi serta umpan balik implementasi rencana sebelumnya
yang merupakan dasar kebijaksanaan dan merupakan misi
yang harus dikembangkan. Perencanaan dan pengembangan
51
pariwisata bukanlah system yang berdiri sendiri, melainkan
terkait erat dengan sistem perencanaan pembangunan yang
lain secara inter sektoral dan inter regional.
Perencanaan pariwisata haruslah didasarkan pada
kondisi dan daya dukung dengan maksud menciptakan interaksi
jangka panjang yang saling menguntungkan antara pencapaian
tujuan pembangunan pariwisata, peningkatan kesejahteraan
masyarakat setempat, dan berkelanjutan daya dukung
lingkungan di masa mendatang (Fandeli, 1995). Indonesia
sebagai negara yang sedang berkembang dalam tahap
pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata
sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan
luar negeri yang berimbang. Pengembangan kepariwisataan
saat ini tidak hanya untuk menambah devisa negara maupun
pendapatan pemerintah daerah. Akan tetapi juga diharapkan
dapat memperluas kesempatan berusaha di samping
memberikan lapangan pekerjaan baru untuk mengurangi
pengangguran. Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup
masyarakat yang tinggal di kawasan tujuan wisata tersebut
melalui keuntungan secara ekonomi, dengan cara
mengembangkan fasilitas yang mendukung dan menyediakan
fasilitas rekreasi, wisatawan dan penduduk setempat saling
diuntungkan. Pengembangan daerah wisata hendaknya
memperlihatkan tingkatnya budaya, sejarah dan ekonomi dari
tujuan wisata.
Pariwisata bukan saja sebagai sumber devisa, tetapi
juga merupakan faktor dalam menentukan lokasi industri dalam
perkembangan daerah-daerah yang miskin sumber-sumber
alam sehingga perkembangan pariwisata adalah salah satu cara
52
untuk memajukan ekonomi di daerah-daerah yang kurang
berkembang tersebut sebagai akibat kurangnya sumber-
sumber alam (Yoeti, 1997). Gunn (1988), mendefinisikan
pariwisata sebagai aktivitas ekonomi yang harus dilihat dari dua
sisi yakni sisi permintaan (demand side) dan sisi pasokan
(supply side). Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa
keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah
sangat tergantung kepada kemampuan perencana dalam
mengintegrasikan kedua sisi tersebut secara berimbang ke
dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata.
Robert (Toety, 1990) berpendapat bahwa kelincahan
dalam berusaha harus dilakukan agar pendapatan selama
musim kedatangan wisatawan bisa menjadi penyeimbang bagi
musim sepi wisatawan. Pengaruh yang ditimbulkan oleh
pariwisata terhadap ekonomi ada dua ciri, pertama produk
pariwisata tidak dapat disimpan, kedua permintaanya sangat
tergantung pada musim, berarti pada bulan tertentu ada
aktivitas yang tinggi, sementara pada bulan-bulan yang lain
hanya ada sedikit kegiatan.

53
Gambar 2.1
Model Pengembangan Pariwisata

9. Sistem Kepariwisataan
Dalam konsep kepariwisataan terdapat beberapa
terminologi yang perlu diketahui sebagai dasar pemahaman
mengenai kepariwisataan. Beberapa terminologi tersebut
diantaranya adalah wisata, pariwisata, dan kepariwisataan.
Padanan kata pariwisata diartikan sebagai perjalanan
sementara yang dilakukan seseorang di luar tempat di mana ia
biasa tinggal dan bekerja, untuk maksud di luar mencari nafkah
tetap. Pengertian tersebut juga meliputi kegiatan yang
dilakukan oleh wisatawan tersebut dan berbagai fasilitas yang

54
digunakan untuk mengakomodasikan kebutuhannya.
Sedangkan menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah
ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, pariwisata
diartikan sebagai berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan
Pemerintah Daerah.
Kepariwisataan juga digunakan sebagai padanan kata
tourism dalam konteks kesisteman yang luas, mencakup
keterkaitan antara pasar wisatawan, daerah tujuan wisata, dan
upaya-upaya untuk menghubungkan antara wisatawan dengan
destinasi, misalnya transportasi dan peran pemasaran dan
promosi. Mc. Intosh, Goeldner dan Richie (1995) menyatakan
bahwa kepariwisataan adalah: “Akumulasi dari fenomena dan
hubungan yang tumbuh dari interaksi wisatawan, pelaku bisnis,
penyedia barang dan jasa, pemerintah dan masyarakat
setempat dalam proses menarik dan menjadi tuan rumah bagi
sejumlah wisatawan dan pengunjung lainnya”. Hal tersebut
juga sejalan dengan apa yang tertera pada UU Nomor 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja dimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
55
Cipta Kerja telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja, di mana kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan
yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi dan
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah,
pemerintah daerah, dan pengusaha.
Pariwisata dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri
dari empat komponen (Mill and Morrison, 1992) di mana
masing-masing komponen tersebut saling mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh yang lain. Komponen- komponen tersebut
adalah:
a. Market (pasar)
Keputusan untuk berwisata dan menjadi wisatawan dapat
dipahami melalui analisis terhadap segmen pasar.
Keputusan berwisata dilakukan jika seseorang telah
memahami bahwa berwisata akan memuaskan
kebutuhannya. Model perilaku konsumen merupakan salah
satu cara untuk memahami proses tersebut.
b. Destination (daerah tujuan wisata)
Terdiri dari atraksi dan jasa yang dikonsumsi oleh
wisatawan; masing-masing memiliki ketergantungan yang
tinggi untuk mencapai kesuksesan suatu destinasi.
c. Travel (perjalanan)
Pemilihan ke mana, kapan, dan bagaimana perjalanan
56
tersebut akan dilakukan diperlukan untuk mengetahui pola
perjalanan wisatawan eksisting, regional, nasional,
internasional, dan memperkirakan pola perjalanan di masa
yang akan datang.
d. Marketing (pemasaran)
Pengembangan rencana pemasaran, pemilihan marketing
mix yang sesuai, serta pemilihan jalur distribusi akan
menentukan sukses tidaknya usaha destinasi mendorong
wisatawan untuk datang.
Di dalam sistem kepariwisataan yang paling mendasar,
ada tiga elemen dasar yang di dalamnya dapat menjadi isu
strategis sebagai fokus pertimbangan dalam kajian
kepariwisataan itu sendiri yang terkait dengan kegiatan yang
dilakukan wisatawan, yang mencakup sektor industri pariwisata
serta elemen geografi dalam seluruh perjalanannya. Cooper et.
al (1993) menyebutkan tiga elemen dasar tersebut, yaitu:
a. Wisatawan; yang memegang peranan utama dalam sistem.
Bagaimanapun pariwisata adalah pengalaman manusia yang
dinikmati, diantisipasi dan dikenang sebagai sesuatu yang
menyenangkan.

b. Elemen Geografi, yang terdiri dari:


1) Daerah asal pengunjung (pasar) di mana terdapat
faktor-faktor pendorong yang memotivasi perjalanan,
2) Daerah tujuan wisata, yang merupakan tujuan akhir,
tempat tumbuhnya faktor-faktor penarik, dan
3) Daerah transit, yang dilintasi dalam perjalanan, dapat
juga menjadi daerah tujuan antara.

57
c. Industri pariwisata, berbagai bisnis dan organisasi yang
terlibat dalam pengadaan produk wisata. Industri pariwisata
sangat tergantung pada berbagai sektor lain dalam
mencapai keberhasilan.

Gambar 2.2
Sistem Kepariwisataan
Elemen-elemen tersebut di atas yang telah dijelaskan
sebelumnya berasal dari sebuah model yang disebut sebagai
Leiper’s model, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

58
Gambar 2.3
Leiper’s Model Sistem Dasar Kepariwisataan

Dari gambar tersebut, dapat disimpulkan juga, bahwa


pariwisata sebagai suatu sistem sangat dipengaruhi oleh faktor
eksternal, seperti politik, sosial, ekonomi, budaya, teknologi,
tren global, cuaca dan iklim, manusia, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor eksternal tersebut seringkali menjadi faktor di
luar kendali pariwisata.

10. Pemahaman Mengenai Kegiatan Kepariwisataan


Pariwisata sebagai salah satu industri yang tumbuh,
berkembang dan memiliki prospek cukup menjanjikan, baik
secara regional maupun internasional, dapat dianggap sebagai
peluang baru bagi tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor
usaha terkait Pariwisata sendiri sebenarnya merupakan industri
yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor lainnya, seperti
pendidikan, kebudayaan, teknologi, perdagangan dan
perindustrian, perbankan, dan keamanan. Keterkaitan tersebut
dapat berbentuk penyediaan produk-produk dan jasa layanan
yang dibutuhkan dalam kegiatan pariwisata (tourist products)
atau bisa disebut keterkaitan langsung, maupun dalam bentuk
keterkaitan tak langsung seperti, pembinaan pengrajin yang
dilakukan oleh instansi di luar pariwisata, atau perluasan dan
perbaikan jalan yang dilakukan oleh DPU dan bentuk lainnya.
Sementara untuk melihat peluang diciptakannya suatu
program kemitraan usaha pariwisata, dapat digali dengan
melihat pada mata rantai kegiatan pariwisata yang terjadi di
suatu daerah. Dalam hal ini pembatasan pengamatan
59
berdasarkan geografis (daerah) menjadi penting mengingat,
mata rantai yang terjadi dipengaruhi oleh tingkat intensitas
kegiatan wisata, tingkat pertumbuhan kepariwisataan, dan
potensi lokal yang dimiliki berlainan antara satu daerah dengan
daerah lain.

Gambar 2.4
Diagram Keterkaitan Industri Pariwisata dengan Bidang dan
Sektor Lain

Rantai kegiatan pariwisata dapat pula dicermati dengan


melihat pada siklus kegiatan pariwisata secara umum. Mata
rantai dibawah sebenarnya memuat berbagai kegiatan yang
terkait secara langsung dan memberikan peluang tumbuhnya
kerjasama usaha. Sebagai gambaran misalnya dapat dilihat
pada usaha akomodasi yang memiliki keterkaitan langsung
dengan berbagai kegiatan seperti pertanian/peternakan dan
kerajinan yang bertindak selaku pemasok bahan baku penolong
(makanan dan interior pendukung/souvenir).
Masih banyak sebenarnya yang dapat digali dari berbagai
kemungkinan kerjasama usaha, salah satunya adalah bentuk

60
Usaha Kemitraan Pariwisata. Namun sebagai langkah awal,
perlu adanya penekanan kegiatan pada usaha menemukenali
pola yang akan diterapkan dalam kemitraan tersebut, serta
usaha mempertemukan antara para pengelola usaha pariwisata
dengan usaha kecil potensial di sekitar daerah wisata yang
menjadi sasaran kegiatan.

Gambar 2.5
Diagram Mata Rantai Kegiatan Wisata Secara Umum

11. Dimensi Interaksi dalam Pengembangan Kegiatan


Pariwisata
Dari sudut pandang sosiologi, kegiatan pariwisata
sekurang-kurangnya mencakup tiga dimensi interaksi, yaitu:
kultural, politik, dan bisnis. Dalam dimensi interaksi kultural,
kegiatan pariwisata memberi ajang kulturasi budaya berbagai
macam etnis dan bangsa. Melalui pariwisata, kebudayaan
masyarakat tradisional agraris sedemikian rupa bertemu dan
berpadu dengan kebudayaan masyarakat modern industrial.
Kebudayaan-kebudayaan itu saling menyapa, saling
61
bersentuhan, saling beradaptasi dan tidak jarang kemudian
menciptakan produk-produk budaya baru.
Dalam dimensi interaksi politik, kegiatan pariwisata
dapat menciptakan dua kemungkinan ekstrim, yaitu: (1)
persahabatan antar etnis dan antarbangsa, dan (2) bentuk-
bentuk penindasan, eksploitasi dan neokolonialisme. Di satu
pihak, melalui pariwisata, masing-masing etnis dan bangsa
dapat mengetahui atau mengenal tabiat, kemauan dan
kepentingan etnis dan bangsa lain.
Pengetahuan demikian dapat memudahkan pembinaan
persahabatan atau memupuk rasa satu sepenanggungan.
Tetapi di lain pihak, melalui pariwisata pula, dapat tercipta
bentuk ketergantungan suatu etnis atau bangsa kepada etnis
atau bangsa lain. Misalnya, meningkatnya ketergantungan
pendapatan negara sedang berkembang kepada wisatawan dari
negara maju.
Sedangkan dalam dimensi interaksi bisnis, kegiatan
pariwisata terlihat menawarkan bertemunya unit-unit usaha
yang menyajikan bermacam-macam keperluan wisatawan.
Bentuk yang disajikan oleh unit-unit usaha ini dapat berupa
barang, ataupun jasa. Adapun rentangannya dapat berupa
berskala lokal, nasional, atau internasional.

12. Konsep-Konsep Pengembangan Pariwisata


Pengembangan pariwisata harus merupakan pengem-
bangan yang berencana secara menyeluruh, sehingga dapat
diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat, baik dari segi
ekonomi, sosial dan kultural. Perencanaan itu harus
mengintegrasikan pengembangan pariwisata ke dalam suatu
62
program pembangunan ekonomi, fisik, dan sosial dari suatu
negara. Di samping itu, rencana tersebut harus mampu
memberikan kerangka kerja kebijaksanaan pemerintah, untuk
mendorong dan mengendalikan pengembangan pariwisata.
Konsep pengembangan kegiatan pariwisata harus
diintegrasikan ke dalam pola dan program pembangunan
semesta ekonomi, fisik dan sosial suatu negara, karena
pengembangan pariwisata saling berkait dengan sektor lain.
Pengembangan pariwisata diarahkan sedemikian rupa, sehingga
dapat membawa kesejahteraan ekonomi yang tersebar luas
dalam masyarakat.
Pengembangan pariwisata harus sadar lingkungan,
sehingga pengembangannya mencerminkan ciri-ciri khas
budaya dan lingkungan alam suatu negara, bukan merusak
lingkungan alam dan budaya yang khas. Konsep
pengembangan pariwisata akan mempertimbangkan beberapa
hal, antara lain:
a. Posisi daya tarik (Positioning);
b. Sinergi daya tarik wisata;
c. Keselarasan antar sektor; dan
d. Keselarasan lingkungan.
Pertimbangan utama yang harus mendayagunakan
pariwisata sebagai sarana untuk memelihara kekayaan
budaya, lingkungan alam dan peninggalan sejarah, sehingga
masyarakat sendiri menikmatinya dan merasa bangga akan
kekayaannya itu. Pengembangan pariwisata harus diarahkan
sedemikian rupa, sehingga pertentangan sosial dapat dicegah
seminimal mungkin, sedapat mungkin harus menampakkan
perubahan-perubahan sosial yang positif. Keseimbangan
63
antara ekonomi, kehidupan dan alam diperlukan untuk:
a. Meningkatkan pendapatan (standar hidup);
b. Penggunaan sumberdaya yang efektif (energy saving,
recycling, dll);
c. Menjaga dan memperkaya lingkungan; dan
d. Pengarahan amenity (leisure, comfort, contact with nature,
dll).
Berdasarkan hal tersebut, beberapa pertimbangan yang
perlu diperhatikan dalam perumusan konsep pengembangan
Kawasan wisata di Kabupaten, adalah sebagai berikut:
● Perlunya pemisahan zoning antara Kawasan wisata dengan
kegiatan lainnya. Tujuannya, adalah untuk menghindari
kesalahan penafsiran dalam pelaksanaan rencana tata ruang
di masa datang.
● Lahan yang saat ini mempunyai ikatan dengan kehidupan
dan adat istiadat masyarakat setempat harus dipertahankan
keberadaannya. Tujuannya, adalah untuk menghindari
timbulnya benturan kepentingan antara pihak pelaksana
pembangunan dengan masyarakat.
● Lahan yang ekologinya diperkirakan tidak stabil dan
menimbulkan dampak bagi daerah sekitarnya atau lahan
yang memerlukan kelestarian lingkungan dibebaskan dari
peruntukan kegiatan pembangunan dan diusulkan sebagai
Kawasan konservasi dan preservasi. Tujuannya, adalah
untuk mencegah timbulnya ketidakseimbangan
(mempertahankan keseimbangan) ekologi di seluruh
kawasan perencanaan.
● Dalam pengembangan Kawasan wisata sebaiknya digunakan
teknik konservasi budaya, artinya melalui pengembangan
64
pariwisata secara langsung dapat membantu pelestarian
atau bahkan menghidupkan kembali musik dan tarian
misalnya kerajinan tangan, pakaian daerah, upacara adat
dan gaya arsitektur daerah yang hampir punah.
● Pengembangan Kawasan wisata dilakukan secara bertahap
sesuai perkembangan pasar dan keseimbangan
masyarakatnya.
Untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan ruang sesuai
dengan peranan dan fungsi yang diharapkan, batasan serta
potensi yang terdapat di kawasan perencanaan, maka konsepsi
pengembangannya sebagai kawasan wisata didasarkan pada
kriteria-kriteria berikut:
● Kesesuaian lahan dan kemampuan lahan dalam mendukung
pengembangan kawasan wisata;
● Kebutuhan ruang dan komponen dalam menampung
perkembangan kegiatan pariwisata;
● Tingkat kemudahan hubungan intensitas kegiatan dan
kecenderungan perkembangan.
Konsep pengembangan kepariwisataan Kabupaten ini
terkait dengan potensi dan permasalahan pengembangan
kepariwisataan dan isu-isu strategis pengembangan
kepariwisataan yang dihadapi.
a. Konsep Zonasi
Konsep zonasi ini memiliki tujuan untuk menjaga
kelestarian sumberdaya yang ada di dalamnya dan turut
serta memelihara lingkungan agar berkelanjutan.
Berkaitan dengan konsep di atas, fasilitas yang
merupakan faktor pendukung utama suatu atraksi
memerlukan penempatan yang baik. Dengan
65
menggunakan konsep zonasi yang sesuai dapat
menciptakan suatu pengembangan atraksi wisata yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Menurut Inskeep (1991:432), zonasi diciptakan/
dibuat dengan maksud untuk membatasi daerah-daerah
dengan jenis penggunaan lahan yang berbeda-beda
sehingga kepentingan masing-masing penggunaan lahan
tidak bertabrakan dan lebih dapat dikendalikan serta
diawasi. Selain itu juga zonasi diperlukan sebagai suatu
usaha peminimalan dampak kerusakan yang mungkin
ditimbulkan sebagai akibat adanya kunjungan. Zonasi ini
berguna dalam membagi konsentrasi pengunjung,
sehingga tidak terjadi konsentrasi di satu tempat yang
dapat mengakibatkan kenyamanan pengunjung menjadi
berkurang
1. Zona Inti, merupakan main attraction suatu ODTW
ditempatkan dan aktivitas utama harus dilengkapi
pula dengan fasilitas utama.
2. Zona Penyangga (Buffer Zone), berfungsi
memisahkan main attraction dengan aktivitas dan
fasilitas pendukung.
3. Zona Pelayanan, suatu area dimana seluruh
aktivitas dan fasilitas pendukung dikelompokkan
seperti jaringan infrastruktur dasar, akses fasilitas,
pelayanan pengunjung dan sebagainya.

66
Gambar 2.6
Konsep Zonasi

b. Konsep Aktivitas Wisata


Aktivitas wisata didefinisikan sebagai kegiatan-
kegiatan wisata, baik berupa atraksi atau event yang
ditawarkan atau tersedia di suatu Objek wisata maupun
berupa kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan
yang berkunjung. Jenis aktivitas dapat ditentukan
berdasarkan bentuk daya tarik dan potensi yang dimiliki
oleh Objek wisata tersebut (Inskeep, 1991).
Salah satu dari beberapa aktivitas standar wisata
yang berbasiskan air yang dikemukakan oleh Baud-bovy
dan Lawson (1977), bukan hanya aktivitas berenang saja
yang dapat diterapkan. Selain itu ada juga aktivitas-
aktivitas lain (Standards for Land- Based Outdoor
Recreational Activities) seperti: Picnicking parks, playing
fields, open space, commonstrail activities such as:
hiking, walking, bicycling, and horse riding. Miscellaneous

67
recreational activities such as; outdoor sports (individual
or team games), climbing, hunting, shooting ranges and
sport centres combined with multiple indoor sport.

c. Konsep Fasilitas Wisata


Secara definitif, menurut Witt-Moutinho (1994:338)
fasilitas ODTW yang kadang juga diterminologikan
sebagai amenities, adalah "segala unsur-unsur yang
terdapat di suatu daerah tujuan wisata, atau yang
berhubungan dengannya, yang dimungkinkan digunakan
bagi para pengunjung yang tidak hanya untuk sekedar
tinggal dan menikmati saja, tapi juga ikut berpartisipasi
dalam ODTW atau atraksi tersebut.”
Karakteristik ODTW yang mass tourism dengan
area kepadatan medium dan tinggi, menurut Baud-Bovy
(101:1977) harus dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas,
sebagai berikut:
a. Fully equipped picnic sites with car parking;
b. Grassed area for rest, sunbathing, family groups;
c. Limited campsites (day and weekend use and for
organized youth dubs, etc);
d. Catering, recreational and cultural facilities,
zoological gardens, natural history and local culture
museum, etc;
e. Where possible rivers or reservoir for fishing,
swimming and other permitted wate based activities;
f. At a later phase the park may include open or
enclosed swimming pools and sport fields for shows
and competitions.
68
Atraksi wisata yang berkualitas harus didukung pula
dengan adanya berbagai fasilitas. Fasilitas wisata yang
tersedia di suatu Kawasan wisata merupakan faktor
pendukung terhadap daya tarik wisata yang dimiliki,
sehingga keberadaan fasilitas wisata yang fungsional dan
berkualitas merupakan kondisi mutlak dalam pengelolaan
suatu usaha atraksi wisata. Kemudian dalam diktat MAW
(2000:13) standar yang terdapat dalam fasilitas wisata
sangat berkaitan dengan fasilitas fisik yang tersedia di
kawasan wisata seperti: jumlah, jenis, kondisi atau
kualitas dan daya tampung/ kapasitas dari fasilitas wisata
tersebut.
Penyediaan jenis dan jumlah fasilitas wisata di
suatu atraksi wisata harus mempertimbangkan beberapa
faktor, sebagai berikut:
● Karakteristik atraksi wisata;
● Profil pengunjung/ wisatawan;
● Referensi dan permintaan pasar wisata;
● Aktivitas wisata yang akan dilaksanakan oleh para
pengunjung/wisatawan;
● Tingkat pengembangan pariwisata yang direncanakan;
● Dana pengembangan yang tersedia.
Menurut Inskeep bahwa konservasi ini
diterminologikan sebagai "Management Plan”, dimana hal
tersebut memiliki konsep manajemen yang selalu
berkesinambungan sehingga pariwisata yang ada di
dalamnya dapat mendukung fungsi konservasi dan
diantara keduanya bisa saling terlaksana seiring sejalan
69
(1991:272). Mengacu pada prinsip-prinsip perencanaan,
khususnya dalam perencanaan zonasi, maka perlu
dilakukan suatu penetapan perencanaan dan desain
berbagai fasilitas yang dibutuhkan atau sesuai dengan
natural attraction resources. Fasilitas yang disediakan di
dalam suatu Kawasan wisata sangat dibutuhkan
wisatawan/ pengunjung untuk mendukung aktivitas
pengunjung selama pengunjung menikmati atraksi wisata
yang ada.

d. Konsep Pengembangan Daya Tarik Utama


Pengembangan daya Tarik utama bagi para
wisatawan diarahkan dengan menjadikan pantai sebagai
daya Tarik utama (focus of interest) dengan didorong oleh
jenis-jenis produk lainnya seperti unsur penunjang
(enrichment factor). Faktor yang dapat dijadikan unsur
penunjang, adalah sebagai berikut:

Gambar 2.7
Klasifikasi Wisata Berdasarkan UU Nomor 9 / 2010

70
e. Konsep Diversifikasi Daya Tarik
Di samping penetapan ciri daya tarik utama tersebut,
dapat juga dikembangkan suatu ciri daya Tarik berbeda
yang dimaksudkan sebagai diversifikasi produk.
Pengembangan ini dilakukan secara terbatas karena bukan
merupakan bagian dari konsentrasi pengembangan yang
akan dijalankan. Melihat kondisi alam yang banyak
diantaranya masih asli, dapat diperkenalkan jenis wisata
ekowisata.
Jenis wisata ini pada umumnya diminati oleh jumlah
wisatawan yang terbatas jumlahnya. Ekowisata adalah
jenis kegiatan wisata yang lebih banyak mengandalkan
kepada daya tarik alam yang ada dan hanya sesedikit
mungkin menampilkan segala sesuatu yang sifatnya
buatan manusia, baik untuk daya tariknya maupun
fasilitas- fasilitas wisata. Ekowisata dikembangkan menjadi
daya tarik minor atau yang jumlahnya hanya sedikit, dan
di sisi lain tidak perlu dilakukan banyak upaya untuk
mengembangkan kegiatan ini.

f. Konsep Struktur Tata Ruang


Sesuai dengan kaidah perencanaan yang baik,
penataan suatu wilayah harus mempertimbangkan unsur-
unsur keterpaduan dan menyeluruh (holistik).
Berdasarkan hal itu, upaya pengembangan kegiatan
pariwisata harus dilakukan dengan memandang Kabupaten
sebagai suatu satuan wilayah pengembangan. Implikasinya
adalah semua komponen penunjang ditata sebagai satu
71
kesatuan yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Penetapan struktur ruang merupakan penjabaran
spasial dari strategi pengembangan yang diambil dan
dimaksudkan untuk:
1. Memaksimalkan peluang kedatangan wisatawan
melalui penciptaan kemudahan kunjungan;
2. Mengefektifkan upaya pengembangan kegiatan
pariwisata melalui aglomerasi- aglomerasi kegiatan
dan alokasi fasilitas penunjang secara efisien;
3. Meningkatkan citra daya Tarik wisata Kabupaten
melalui sediaan produk yang menarik, serta pelayanan
yang berkualitas;
4. Memberi kejelasan kepada berbagai pihak terkait
dengan industri pariwisata dan
5. menyelaraskan dengan rencana pengembangan
sektor-sektor kegiatan lainnya.
Ada 3 unsur strategis yang ditetapkan untuk
membentuk struktur ruang kegiatan, yaitu:

1. Simpul-Simpul Pengembangan, yang merupakan


cluster-cluster daya tarik wisata, berfungsi sebagai
suatu kesatuan wilayah pengembangan kegiatan
wisata dimana di dalamnya:
● Terdapat kumpulan berbagai objek/ daya tarik
wisata
● Sebagai pusat pelayanan kepada wisatawan
● Sebagai tempat pengembangan usaha-usaha
pariwisata
72
Sebagai pusat pelayanan kepada wisatawan,
pada tiap Simpul Pengembangan harus memiliki
fasilitas pelayanan yang bersifat menunjang aktivitas
wisata, yaitu:
● Akomodasi
● Logistik
● Transportasi
● Informasi dan komunikasi
● Rekreasi
Simpul pengembangan dengan demikian
merupakan suatu kutub pertumbuhan kegiatan
pariwisata dan suatu wilayah. Sebagai kutub
pertumbuhan, tidak diberikan suatu Batasan wilayah
yang tegas, sebaliknya diharapkan kutub tersebut
akan terus membesar sejauh hal itu memberi
keuntungan kepada wilayah secara keseluruhan.
Simpul pengembangan juga bukan merupakan suatu
alokasi wilayah yang secara eksklusif hanya
diperuntukan bagi pengembangan kegiatan tertentu.

2. Pintu Gerbang Wilayah, sesuai dengan Namanya,


akan menjadi tempat keluar-masuknya wisatawan
dari dan ke suatu wilayah. Penetapan suatu titik
sebagai pintu gerbang adalah bersangkut-paut
dengan ketersediaan prasarana perhubungan antar
wilayah serta posisi wilayah-wilayah luar yang akan
dipandang menjadi sumber wisatawan.
Pintu gerbang wilayah juga menjadi titik
lokasi yang memberi kesadaran kepada wisatawan
73
mengenai identitas dari suatu wilayah yang akan
dimasuki. Dengan demikian pintu gerbang dapat
juga berfungsi memberikan citra/ impresi mengenai
suatu wilayah kepada wisatawan yang datang,
sebagai kesan pertama yang akan membantu
wisatawan dalam mengapresiasi berbagai daya tarik
yang ada di dalam wilayah tersebut.

3. Koridor Penghubung, berfungsi menjadi jalur


pergerakan wisatawan sejak kedatangan dan
pergerakan antar simpul pengembangan. Jika pada
masing-masing simpul pengembangan pergerakan
wisatawan merupakan perjalanan jarak pendek,
yaitu dari tempat akomodasi ke berbagai lokasi objek
wisata dan daya tarik lainnya, maka pergerakan
wisatawan di Koridor Penghubung merupakan suatu
perjalanan jarak jauh. Perbedaan sifat perjalanan ini
memerlukan jenis pelayanan yang berbeda.

g. Konsep Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan


Konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan
yang akan diterapkan sebagai pendekatan fundamental
merupakan konsep dasar yang digunakan sebagai
pedoman dalam perumusan program pembangunan
pariwisata.
Untuk lebih optimalnya operasionalisasi konsep ini
dan juga disesuaikan dengan karakteristik dan lingkup
perencanaan, maka didukung pula oleh, konsep pariwisata
berkelanjutan, konsep community livelihoods, konsep
74
manajemen strategis, konsep perwilayahan dan klaster
pengembangan, serta konsep sinergi stakeholders.
Sebagaimana dipahami bahwa pariwisata adalah sebuah
aktivitas dimana dalam operasionalisasi maupun
pengembangannya perlu adanya keseimbangan dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karenanya,
pelaksanaan pembangunan harus berdasar pada daya
dukung lingkungan; dapat meningkatkan keselarasan dan
keseimbangan dan meningkatkan ketahanan sistem serta
tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup
Pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah isu dan
telah menjadi visi pengembangan pariwisata di dunia saat
ini dan masa datang. Hal ini secara tegas telah
disampaikan oleh UNWTO dengan merekomen-dasikan
pedoman dan manual penerapan pembangunan pariwisata
secara berkelanjutan. Setiap negara dan daerah perlu
secara bertahap untuk menerapkan pendekatan ini dalam
pembangunan kepariwisataannya. Pembangunan yang
berkelanjutan merupakan pedoman dasar bagi pengelola
pariwisata yang berkaitan dengan lingkungan alam,
lingkungan binaan, dan lingkungan sosial budaya agar
dapat dimanfaatkan dalam pembangunan.
Konsep ini merupakan sebuah konsep ideal bagi
pengembangan pariwisata dimana dalam pengem-
bangannya, pariwisata harus mampu melakukan
pengembangan secara seimbang antara aspek ekonomi-
lingkungan-sosial budaya, sehingga pemanfaatan
sumberdaya pariwisata dapat dilakukan secara lestari dan
bertanggung jawab tanpa merusak atau mengurangi nilai
75
sumber daya yang dimiliki. Hal ini dimaksudkan agar
upaya komersialisasi (ekonomi) selaras dengan upaya
konservasi sumber daya agar tetap dapat dimanfaatkan
oleh generasi mendatang.
Disamping itu, perlunya pelaksanaan pembangunan
pariwisata berkelanjutan juga terkait dengan semakin
meningkatnya apresiasi konsumen yang semakin tinggi
dan menuntut suatu destinasi wisata untuk memperhatikan
keseimbangan kualitas lingkungan dan sosial budaya
dengan pengembangan ekonomi. Prinsip-prinsip dan
sasaran-sasaran dari Piagam Pariwisata Berkelanjutan
yang direkomen-dasikan UNWTO tahun 2004 adalah
bahwa:
a. Pembangunan pariwisata haru berdasarkan kriteria
keberlanjutan dapat didukung secara ekologis dalam
waktu yang lama, layak secara ekonomi, adil secara
etika dan sosial bagi masyarakat setempat.
b. Pariwisata harus berkontribusi kepada pembangunan
berkelanjutan dan diintegrasikan dengan lingkungan
alam, budaya dan manusia.
c. Pemerintah dan otoritas yang kompeten, dengan
partisipasi lembaga swadaya masyarakat dan
masyarakat setempat harus mengambil tindakan
untuk mengintegrasikan perencanaan pariwisata
sebagai kontribusi kepada pembangunan
berkelanjutan.
d. Pemerintah dan organisasi multilateral harus
memprioritaskan dan memperkuat bantuan, langsung
atau tidak langsung, kepada proyek-proyek pariwisata
76
yang berkontribusi kepada perbaikan kualitas
lingkungan.
e. Ruang-ruang dengan lingkungan dan budaya yang
rentan saat ini maupun di masa depan harus diberi
prioritas khusus dalam hal kerja sama teknis dan
bantuan keuangan untuk pembangunan pariwisata
berkelanjutan.
f. Promosi/ dukungan terhadap berbagai bentuk
alternatif pariwisata yang sesuai dengan prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan.
g. Pemerintah harus mendukung dan berpartisipasi
dalam penciptaan jaringan untuk penelitian,
diseminasi informasi dan transfer pengetahuan
tentang pariwisata dan teknologi pariwisata
berkelanjutan.
h. Penetapan kebijakan pariwisata berkelanjutan
memerlukan dukungan dan sistem pengelolaan
pariwisata yang ramah lingkungan, studi kelayakan
untuk transformasi sektor, dan pelaksanaan berbagai
proyek percontohan dan pengembangan program
kerjasama internasional.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, dikembangkan
indikator-indikator yang dapat dipakai untuk mengukur
tingkat keberlanjutan suatu destinasi pariwisata, sebagai
arah kemana program pembangunan pariwisata harus
dilakukan atau ukuran keberhasilan yang harus dicapai,
jadi bukan semata jumlah kunjungan wisatawan.
Indikator-indikator, yang saat ini berjumlah lebih dari 500
indikator, dikelompokkan dalam aspek sebagai berikut:
77
a. Kesejahteraan (well being) masyarakat tuan rumah;
b. Terlindunginya aset-aset budaya;
c. Partisipasi masyarakat;
d. Kepuasan wisatawan;
e. Jaminan kesehatan dan keselamatan;
f. Manfaat ekonomi;
g. Perlindungan terhadap aset alami;
h. Pengelolaan sumber daya alam yang langka;
i. Pembatasan dampak; dan
j. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
Dalam penerapan pembangunan pariwisata
berkelanjutan, di samping mempertimbangkan
kemampuan daya saing sebagai destinasi pariwisata,
pengembangan pariwisata perlu senantiasa
memperhatikan:
a. Sistem nilai dan identitas ODTW dan destinasi;
b. Standarisasi pelayanan dan fasilitas pariwisata;
c. Tingkat pemanfaatan (intensitas) dan perilaku
pemanfaatan;
d. Pengaturan kewilayahan, waktu, dan tingkat
pengembangan;
e. Daya dukung lingkungan dan sosial;
f. Tingkat keterlibatan masyarakat.

Sejalan dengan hal tersebut, Rachel Dodds and


Marion Joppe (2001) di Toronto mengembangkan “Green
Tourism” dengan 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
a. Environmental Responsibility
Elemen ini menyatakan bahwa perlu adanya
78
perlindungan lingkungan dalam upaya untuk
menjamin kelangsungan ekosistem wilayah.
b. Local Economic
Pengembangan pariwisata harus mendukung
kelangsungan ekonomi komunitas.
c. Cultural Diversity
Dalam pengembangan pariwisata harus mengangkat
kekayaan budaya dari masyarakat.
d. Experiential Richness
Perlu dikembangkan aktivitas-aktivitas yang bersifat
partisipatif terhadap lingkungan, masyarakat, serta
budaya wilayah tersebut.
Pada tingkat implementasi, penerapan
pembangunan pariwisata berkelanjutan dihadapkan pada
sederetan tantangan, antara lain:
a. Pengembangan kebijakan dan implementasi kebijakan
terhadap pengembangan pariwisata.
b. Kemampuan pengembangan dan pengemasan produk
wisata yang tertuang dalam rencana pengembangan,
untuk meningkatkan kreativitas pengembangan
produk wisata yang selaras dengan profil wilayah
dan kecenderungan permintaan wisatawan (faktor
penentu dan kompetisi).
c. Peran serta aktif stakeholders pariwisata dalam setiap
proses pengembangan pariwisata.
d. Konsistensi dalam melaksanakan dan
mengembangkan standar dan kualitas dalam setiap
unsur atribut dan produk wisata.
Dari uraian di atas, pengembangan pariwisata
79
secara berkelanjutan dikembangkan dengan berorientasi
pada:
a. Pengembangan kebijakan dan implementasi kebijakan
Kabupaten terhadap pengembangan pariwisata.
Pengembangan kepariwisataan memiliki tingkat
integrasi yang tinggi dengan sektor-sektor lain
(multisektor), dalam hal ini pariwisata di harus
memiliki peran sebagai pemikat and keterkaitan
bisnis. Dalam keterkaitan bisnis Kabupaten sebagai
destinasi pariwisata berupaya mengembangkan
perannya yang mampu menciptakan sinergitas antar
sektor dalam pelaksanaan pembangunannya. Lalu
sebagai pemikat, Kabupaten memiliki fungsi untuk
mengemas sumber daya menjadi aktivitas maupun
produk yang mampu menarik wisatawan. Dalam hal
ini pengembangan kebijakan pengembangan
pariwisata harus selaras dengan kebijakan dan
pembangunan wilayah.
b. Penggalian dan penerapan nilai-nilai yang dimiliki
masyarakat menjadi unsur dan atribut produk wisata.
c. Sebagai satu kesatuan wilayah yang utuh, dengan
kekhasan dan keragaman ciri khas masing-masing,
diharapkan mampu mengakomodir ciri religius dalam
mengembangkan sektor pariwisata.
d. Komunikasi dan kerjasama antar stakeholders dalam
menumbuhkembangkan identitas, standar, dan
kualitas dalam mengelola kegiatan pariwisata.
e. Dengan semakin tingginya tingkat persaingan dalam
pengembangan pariwisata, perlu adanya kesiapan dan
80
komitmen bersama antar stakeholders dalam upaya
menciptakan situasi wilayah yang sangat kondusif bagi
kegiatan pariwisata. Kondisi ini dapat dimungkinkan
dengan adanya komunikasi dan kerjasama yang
intensif dan komprehensif dalam penetapan kebijakan
maupun arah pengembangan Provinsi.
f. Pengembangan dan sekitarnya diwujudkan dalam
rangka pelestarian fungsi-fungsi sosiologis dan
ekologis secara konsisten dan bertanggung jawab.
g. Dalam pelaksanaannya, kebijakan pengembangan
pariwisata di dan sekitarnya dilakukan dengan
diarahkan kepada pelestarian sumber daya serta
identitas masyarakat. Ini dapat dilakukan secara
bertahap, disesuaikan dengan proyeksi pertumbuhan
pasar, serta kesiapan masyarakat dalam mendukung
pengembangan kegiatan pariwisata.
h. Pembangunan pariwisata yang memberikan ruang dan
peran serta yang nyata pada masyarakat.
i. Penetapan atribut produk pariwisata dilakukan dengan
mengkonversi aktivitas pariwisata yang dapat
melibatkan masyarakat, dengan
mengkombinasikannya aktivitas masyarakat yang
secara langsung maupun tidak langsung yang dapat
mendukung aktivitas pariwisata. Hal ini dimaksudkan
agar masyarakat mendapatkan manfaat dari kegiatan
pariwisata sehingga timbulnya kesadaran akan
pentingnya kegiatan pariwisata. Dengan kondisi
tersebut diharapkan akan mampu memberikan kondisi

81
yang kondusif dalam kepariwisataan di dan
sekitarnya.
Untuk menumbuhkan daya saing pada penerapan
konsep pariwisata berkelanjutan dalam pengembangan
pariwisata dan sekitarnya, secara operasional dilakukan
dengan menggunakan kombinasi Pendekatan Berbasis
Sumber Daya dan Pendekatan Berbasis Pasar, dengan
pemahaman bahwa secara umum Pendekatan Berbasis
Sumber Daya dikembangkan dengan mengadopsi
pemahaman akan kecenderungan pasar dan lingkungan
strategis.
Implementasi konsep Pariwisata Berkelanjutan di
dan sekitarnya dikembangkan dengan kesadaran bahwa
pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan
yang memiliki ciri pengembangan melalui ketersediaan dan
kemampuan sumberdaya pariwisata, kemampuan wilayah,
pengorganisasian, dan masyarakat. Secara operasional,
penerapan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan
dan sekitarnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.8
Usulan Paradigma Konsep Pariwisata Berkelanjutan

82
Pembangunan pariwisata melalui pendekatan ini
diyakini akan lebih dapat diterima oleh masyarakat dan
memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab,
dengan tetap memiliki manfaat ekonomi serta menciptakan
Efek Berganda yang tinggi. Oleh sebab itu, pengembangan
pariwisata di sekitarnya perlu mempertimbangkan secara
cermat faktor-faktor yang saling terkait dan yang
diperkirakan akan menjadi faktor pengganggu. Dalam
mengembangkan Kabupaten sebagai destinasi pariwisata,
tidak hanya aspek daya tarik sebuah hal yang paling
esensial namun aspek-aspek lain perlu diperhatikan.
Dengan demikian, maka diharapkan bahwa
pembangunan pariwisata di dan sekitarnya dapat tumbuh
berkembang secara dinamis dan produktif dalam rangka
mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

h. Konsep Hirarki dan Penjenjangan Pariwisata


Kapasitas masyarakat untuk berpariwisata berbeda-
beda karena adanya perbedaan kemauan dan kemampuan
(fisik, ekonomi), dan heterogenitas masyarakat Indonesia
pada umumnya. Dengan pertimbangan tersebut maka
diperlukan konsep stratifikasi atau penjenjangan, yang
membagi pengembangan kawasan wisata menurut
jangkauan atau skala jangkauan, baik fisik maupun
ekonomi.
Konsep penjenjangan dalam pengembangan
83
pariwisata dilakukan dengan:
1. Membagi skala pengembangan Kawasan wisata
menjadi skala lokal yang melayani pengunjung local
(recreationist), skala kabupaten yang melayani
wisatawan luar kota weekenders dan/ atau liburan
pendek, dan skala provinsi serta skala nasional dan
skala internasional untuk melayani wisatawan
regional.
2. Membedakan bentuk pengembangan pariwisata suatu
wilayah tergantung pada karakteristik potensial untuk
setiap skala yang dimiliki.
Dengan konsep penjenjangan ini maka
pengembangan Kawasan wisata akan memiliki perbedaan
skala dan prioritas pengembangan.

i. Konsep Pendekatan Honey Pot (Klaster


Pengembangan)
Kawasan Wisata adalah sebuah lokasi dari
sekumpulan daya tarik wisata dan fasilitas serta pelayanan
wisata dimana wisatawan memilih untuk mengunjungi
lokasi tersebut. Konsep dari kawasan wisata sebagai
destinasi (masyarakat, daya tarik, dan akses menuju
objek) digunakan untuk beberapa alasan. Hal ini
memperlihatkan peranan yang signifikan dalam arus
wisatawan, penyediaan pelayanan bagi wisatawan. Konsep
pengembangan kawasan ini harus memperhatikan
prinsip-prinsip penyebaran agar tidak terjadi penumpukan
di suatu area tertentu.
Perencanaan pariwisata di Provinsi disamping
84
mengadopsi konsep perwilayahan, juga menerapkan
pendekatan yang didasarkan kepada pengelompokan-
pengelompokan sumber daya yang dimiliki oleh wilayah-
wilayah dan sekitarnya. Honey Pot adalah sebuah konsep
yang dikembangkan dalam suatu wilayah yang memiliki
karakteristik pengelompokan fasilitas dan aktivitas, dimana
pengelompokan tersebut didasarkan kepada kemampuan
daya dukung sumberdaya.
Pengembangan konsep honey pot merupakan tingkat
perencanaan yang meliputi suatu kawasan (Development
Area), umumnya tidak memperhatikan batas-batas
administratif, dan memiliki sejumlah site/atraksi wisata
yang potensial. Perencanaan pengembangan klaster (local
area) merupakan aplikasi regional tourism plan atau
rencana pariwisata regional secara lebih rinci untuk suatu
daerah perencanaan pengembangan destinasi wisata.
Penerapan konsep Honey Pot pada pengembangan
kepariwisataan di sekitarnya adalah sebagai berikut:
a. Jenis dan Karakter Daya Tarik Wisata
Kesamaan jenis dan karakter DTW pada suatu lokasi
akan efektif dalam pengembangan dan pemasarannya
apabila dirangkai dalam suatu jaringan keterkaitan
membentuk area pengembangan pariwisata (kawasan
wisata) dengan karakter spesifik.
b. Kesamaan Arah dan Cara Pencapaian/Persiapan
Perjalanan
Kesamaan arah dan cara pencapaian ke lokasi pada
beberapa DTW akan menguntungkan untuk
dikembangkan apabila dirangkai dalam suatu jaringan
85
keterkaitan membentuk satu kawasan pengembangan
pariwisata.
c. Efisiensi Waktu Pencapaian
Sebaran sejumlah DTW yang secara waktu tempuh
pencapaian dimungkinkan dijangkau dalam waktu
yang efisien akan efektif apabila dirangkai dalam
suatu jaringan keterkaitan membentuk satu kawasan
pengembangan pariwisata.
d. Kedudukan Sebaran Daya Tarik Wisata Secara
Geografis
Sebaran DTW pada suatu lokasi yang secara fisik
berdekatan akan efektif apabila dirangkai dalam suatu
jaringan keterkaitan yang membentuk satu zona
pengembangan pariwisata.
Penerapan konsep honey pot pada pengembangan
kepariwisataan di dan sekitarnya memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. Memperkuat identitas kawasan/klaster.
b. Menumbuhkembangkan kapasitas kawasan dan
hubungan intra kawasan.
c. Menumbuhkembangkan nilai beda antara kawasan
dan hubungan antar kawasan.
d. Menghindari konflik pemanfaatan yang tidak sesuai
(fasilitas, aktivitas).
e. Meningkatkan daya dukung tapak (pertimbangan
lingkungan).

B. Konsep dan Pengembangan Pengelolaan Barang Milik Daerah


oleh BUMD
86
1. Barang Milik Daerah
Barang Milik Daerah atau kepanjangan dari BMD adalah
bagian aset Pemerintah Daerah yakni berupa barang berwujud.
Definisi aset menurut Kerangka Konseptual Akuntansi
Pemerintahan bahwa aset merupakan sumber daya ekonomi
yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah dengan
harapan kedepan akan memberikan manfaat ekonomi ataupun
manfaat social kepada pemerintah maupun masyarakat serta
diukur dalam satuan uang.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Disebutkan
dalam Pasal 1 angka 2 bahwa “Barang Milik Daerah adalah
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah.”
Secara umum, aset daerah dapat diklasifikasikan menjadi
2 (dua) bentuk yakni aset keuangan dan aset non keuangan.
Aset keuangan berupa kas dan setara kas, piutang serta surat
berharga baik berupa investasi jangka pendek maupun
investasi jangka panjang. Sedangkan aset non keuangan
berupa aset tetap, aset lainnya dan persediaan.
Di Indonesia, ruang lingkup kekayaan daerah terbagi
menjadi 2 (dua) hal yakni pertama, kekayaan yang “dikuasai”
daerah atau domain publik dan kekayaan alam yang
terkandung di dalam wilayah suatu daerah. Kedua, kekayaan
yang “dimiliki” daerah terbagi menjadi kekayaan daerah yang
87
tidak dipisahkan pada OPD dan kekayaan daerah yang
dipisahkan pada BUMD. Salah satu wujud jenis kekayaan
daerah yang tidak dipisahkan pada OPD adalah Barang Milik
Daerah (BMD). Dapat disimpulkan bahwasanya kekayaan
daerah meliputi berbagai aspek tak hanya aset berupa tanah,
bangunan, jalan dsb akan tetapi potensi Sumber Daya Alam
yang ada di bumi dan perairan di wilayahnya.
a. Jenis-Jenis Aset Daerah
Aset daerah bila dilihat dari penggunaannya dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yakni :
1) Aset daerah yang digunakan untuk operasi Pemerintah
Daerah (local government used assets);
2) Aset daerah yang digunakan masyarakat dalam rangka
pelayanan publik (social used assets); dan
3) Aset daerah yang tidak digunakan untuk pemerintah
maupun publik (surplus property).
Ketiga aset diatas merupakan jenis aset yang
menganggur sehingga perlu optimalisasi pemanfaatannya
dengan menggandeng atau memberi kesempatan kepada
pihak ketiga atau investor masuk.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, aset
menurut masa manfaatnya terbagi menjadi dua yaitu aset
lancar dan aset tetap. Suatu aset diklasifikasikan sebagai
aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat
direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam
waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, Aset
yang tidak dimasukkan dalam kriteria tersebut
diklasifikasikan sebagai aset non lancar. BMD yang berupa
88
aset lancar merupakan barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional
pemerintah dan barang yang dimaksudkan untuk dijual atau
diserahkan dalam rangka pelayanan pada masyarakat yang
akan dicatat kedalam neraca daerah sebagai persediaan.
Sedangkan aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin,
Gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan aset tetap
lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan.
Adapun jenis aset daerah bila dilihat dari sifat mobilitas
barangnya juga diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yakni:
a. Benda tidak bergerak atau real property, meliputi:
1) Tanah;
2) Bangunan Gedung;
3) Bangunan air;
4) Jalan dan jembatan;
5) Instalasi;
6) Jaringan; dan
7) Monumen/bangunan bersejarah (heritage).
b. Benda bergerak atau personal property, meliputi:
1) Mesin;
2) Kendaraan;
3) Peralatan
4) Buku/perpustakaan;
5) Barang bercorak kesenian dan kebudayaan;
6) Hewan/ternak dan tanaman;
7) Persediaan; dan
8) Surat-surat berharga.

b. Pengelolaan Aset Daerah


89
Perlunya upaya pengembangan sistem informasi
manajemen yang komprehensif oleh Pemerintah Daerah
yang dilakukan secara handal guna menghasilkan laporan
pertanggungjawaban. Hal tersebut dilakukan dalam rangka
pengelolaan aset daerah agar dilakukan secara efektif dan
efisien serta terciptanya transparansi kebijakan pengelolaan
aset daerah. Tak hanya itu, sistem informasi manajemen
juga bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan
terkait kebutuhan barang dan estimasi kebutuhan belanja
modal dalam penyusunan APBD. Dasar pengelolaan
kekayaan daerah ini menjadi dasar untuk mendapatkan
sistem informasi manajemen aset daerah yang memadai.
Menurut Mardiasmo (2002), ada tiga prinsip dasar dalam
pengelolaan kekayaan aset daerah yaitu :

a. Ketepatan dalam perencanaan.


Perlunya perencanaan kebutuhan aset yang dimiliki
guna melaksanakan apa yang menjadi kewenangan dan
kewajibannya dalam Pemerintah Daerah maka
diperlukan barang atau kekayaan untuk menunjang
pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
Pemerintah Daerah perlu melakukan perencanaan
yang tepat terhadap kekayaan yang sudah ada sejak
adanya daerah tersebut dan kekayaan yang akan dimiliki
baik yang berasal; dari aktivitas pemerintah daerah
yang didanai APBD maupun kegiatan perekonomian
daerah lainnya. Tak hanya itu, aset yang belum
dimanfaatkan atau aset potensial pun perlu dilakukan
perencanaan. Terdapat tiga hal yang harus dilakukan
90
dalam merencanakan yakni (1) melihat kondisi aset
daerah di masa lalu, (2) aset yang dibutuhkan di masa
sekarang; dan (3) perencanaan kebutuhan aset di masa
mendatang.
Dalam rangka pengelolaan aset daerah perlu disusun
perencanaan yang strategis baik bersifat jangka
Panjang, jangka menengah dan jangka pendek ini. Yang
menjadi perhatian oleh Pemda dalam merencanakan
seperti halnya biaya operasional maupun biaya
pemeliharaan pada setiap kekayaan yang akan dibeli
atau diadakan.

b. Efisiensi dan efektivitas dalam


pelaksanaan/pemanfaatan.
Pengelolaan kekayaan Barang Milik Daerah dilakukan
secara optimal dengan memperhatikan beberapa prinsip
seperti efisiensi, efektivitas, transparansi dan
akuntabilitas publik. Pemanfaatan aset daerah perlu
dilakukan pengawasan agar terhindar dari
penyalahgunaan kekayaan milik Daerah / BMD. Dalam
memenuhi prinsip akuntabilitas publik beberapa hal yang
harus dilakukan antara lain:
1) Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum;
2) Akuntabilitas proses; dan
3) Akuntabilitas kebijakan.

c. Pengawasan atau monitoring


Semenjak perencanaan kekayaan milik daerah
hingga penghapusan aset telah dilakukan pengawasan
91
dengan melibatkan auditor internal. Keterlibatan ini
dilakukan untuk melakukan penilaian konsistensi antara
praktik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan
standar yang berlaku, Selain itu, dilakukan juga
penilaian kebijakan akuntansi terkait recognition,
measurement dan valuation guna meminimalisir
penyimpangan dalam pengelolaan aset milik daerah.

Secara umum, dalam upaya mewujudkan efektivitas


dan efisiensi manajemen aset daerah juga dipengaruhi
struktur kelembagaan pengelolaan aset Pemerintah Daerah
mulai dari perencanaan, pengendalian, pengawasan dan
koordinasi yang baik antarbagian.

Pengertian barang milik daerah adalah semua kekayaan


daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari
perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan
satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau
ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang
dan surat-surat berharga lainnya.
Barang milik daerah sebagaimana tersebut di atas, terdiri
dari:
1) barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang
penggunaannya/ pemakaiannya berada pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD)/Instansi/lembaga Pemerintah
Daerah lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang--
undangan;
92
2) barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan
Usaha Milik Daerah lainnya yang status barangnya
dipisahkan.
Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang telah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara
Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah, Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
maka keberadaan barang milik daerah tersebut perlu dikelola.
Pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian dari
pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan secara
terpisah dari pengelolaan barang milik Negara.
Barang milik daerah sebagai salah satu unsur penting
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pelayanan masyarakat harus dikelola dengan baik dan benar,
yang pada gilirannya dapat mewujudkan pengelolaan barang
milik daerah dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut:
a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah dibidang pengelolaan barang milik
daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang,
pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah
sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing-
masing;
b. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik
daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan
peraturan perundang-undangan;
93
c. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan
barang milik daerah harus transparan terhadap hak
masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;
d. Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah
diarahkan agar barang milik daerah digunakan sesuai
batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam
rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pemerintahan secara optimal;
e. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang
milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
rakyat;
f. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah
harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai
barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan
pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan
neraca Pemerintah Daerah.
Barang milik daerah yang dipisahkan adalah barang daerah
yang pengelolaannya berada pada Perusahaan Daerah atau
Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang anggarannya
dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau Badan
Usaha Milik Daerah lainnya.
Pada dasarnya pengadaan Barang Milik Negara/Daerah
dimaksudkan untuk digunakan dalam penyelenggaraan tugas
dan fungsi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
sehingga apabila terdapat Barang Milik Negara/Daerah yang
tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi
Pengguna Barang wajib diserahkan kepada Pengelola Barang.
94
Ruang lingkup pengelolaan barang Milik Daerah meliputi
Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, pengadaan,
Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan,
Penilaian, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan,
Penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan dan
pengendalian. Uraian dari masing-masing lingkup tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Perencanaan Kebutuhan, Penganggaran, dan Pengadaan
Barang Milik Daerah.
Perencanaan Barang Milik Daerah merupakan kegiatan
yang dilaksanakan untuk menghubungkan antara
ketersediaan Barang Milik Daerah sebagai hasil pengadaan
yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan
dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan
negara. Perencanaan Barang Milik Daerah harus dapat
mencerminkan kebutuhan riil Barang Milik Daerah pada
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sehingga dapat
dijadikan dasar dalam penyusunan rencana kebutuhan
Barang Milik Daerah pada rencana kerja dan anggaran
(RKA) SKPD.
Perencanaan Barang Milik Daerah selanjutnya akan
menjadi dasar dalam Perencanaan Kebutuhan,
penganggaran, dan pengadaan Barang Milik Daerah.
Rencana kebutuhan Barang Milik Daerah disusun dengan
mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan dengan
mekanisme pembelian (solusi aset), Pinjam Pakai, Sewa,
sewa beli (solusi non aset) atau mekanisme lainnya yang
dianggap lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan Daerah.
95
b. Penggunaan Barang Milik Daerah
Barang Milik Daerah yang sedang digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat
dipindahtangankan. Barang Milik Daerah harus ditetapkan
status penggunaannya pada Pengguna Barang. Barang Milik
Daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada
Pengguna Barang dapat dialihkan status penggunaannya
kepada Pengguna Barang lainnya atau digunakan
sementara oleh Pengguna Barang lainnya.

c. Penatausahaan Barang Milik Daerah


Penatausahaan Barang Milik Daerah meliputi kegiatan
pembukuan, Inventarisasi, dan pelaporan. Tertibnya
Penatausahaan Barang Milik Daerah dapat sekaligus
mewujudkan pengelolaan Barang Milik Daerah yang tertib,
efektif, dan optimal. Penatausahaan Barang Milik Daerah
dilaksanakan dengan berpedoman pada kebijakan umum
Penatausahaan Barang Milik Daerah yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
Hasil Penatausahaan Barang Milik Daerah digunakan
dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah,
Perencanaan Kebutuhan, pengadaan dan pemeliharaan
Barang Milik Daerah yang secara langsung akan menjadi
bahan dalam penyusunan RKA SKPD dan perencanaan
Barang Milik Daerah. Pelaporan Barang Milik Daerah disusun
menurut perkiraan neraca yang terdiri dari aset lancar, aset
tetap dan aset lainnya. Aset lancar berupa persediaan, aset
tetap berupa tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
96
bangunan, jalan irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya dan
konstruksi dalam pengerjaan. Aset lainnya terdiri dari aset
tak berwujud, aset kemitraan dengan pihak ketiga dan aset
tetap yang dihentikan dari penggunaan operasional
pemerintahan.

d. Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik Daerah


Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik Daerah
dilaksanakan secara bersama-sama oleh Pengelola
Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang sesuai
dengan kewenangan masing-masing. Pengamanan Barang
Milik Daerah dilaksanakan untuk terciptanya tertib
administrasi, tertib fisik dan tertib hukum dalam
pengelolaan Barang Milik Daerah.

e. Penilaian Barang Milik Daerah


Penilaian Barang Milik Daerah dilaksanakan dalam
rangka mendapatkan nilai wajar. Penilaian Barang Milik
Daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca
pemerintah, Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang
Milik Daerah. Dalam kondisi tertentu, Barang Milik Daerah
yang telah ditetapkan nilainya dalam neraca Pemerintah
Daerah, dapat dilakukan Penilaian kembali.

f. Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah


Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan
yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan tidak sedang dimanfaatkan wajib diserahkan kepada
Pengelola Barang. Pemanfaatan dan Pemindahtanganan
Barang Milik Daerah dilakukan dalam rangka optimalisasi

97
pendayagunaan Barang Milik Daerah dan untuk mendukung
pengelolaan keuangan Daerah.

g. Pemusnahan Barang Milik Daerah


Pemusnahan Barang Milik Daerah dilakukan dalam hal
Barang Milik Daerah sudah tidak dapat digunakan, tidak
dapat dimanfaatkan, atau alasan lainnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pemusnahan Barang Milik
Daerah harus mempertimbangkan tidak adanya unsur
kerugian bagi Daerah dan kesejahteraan masyarakat.

h. Penghapusan Barang Milik Daerah


Penghapusan Barang Milik Daerah merupakan kegiatan
akhir dari pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Daerah,
sebagai upaya untuk membersihkan pembukuan dan
laporan Barang Milik Daerah dari catatan atas Barang Milik
Daerah yang sudah tidak berada dalam penguasaan
Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang dengan selalu memperhatikan asas-asas dalam
pengelolaan Barang Milik Daerah.

2. Gambaran Perubahan Kebijakan Pengelolaan Barang


Milik Daerah
Pengelolaan Barang Milik Daerah merupakan hal yang
penting untuk terus ditingkatkan efektivitas dan
akuntabilitasnya. Pengelolaan Barang Milik Daerah secara lebih
spesifik sudah dimulai dengan terbitnya PP Nomor 6 Tahun

98
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (yang
diubah dengan PP Nomor 38 Tahun 2008), di mana telah diatur
berbagai hal yang berkaitan dengan perencanaan,
penganggaran, pengadaan, pemeliharaan, pengendalian, dan
pertanggungjawaban terhadap Barang Milik Negara/Daerah.
Saat ini terkait dengan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
telah terjadi penyempurnaan regulasinya yaitu dengan
diundangkannya PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Barang Milik
Negara/Daerah yang menggantikan PP Nomor 6 Tahun 2006.
Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
menandai perhatian pemerintah pada kerangka pengelolaan
Barang Milik Negara Daerah yang komprehensif. Dengan
adanya perubahan aturan ini diharapkan dapat meningkatkan
sinergi antara Pengelola Barang dan Pengguna Barang dalam
mengelola barang yang lebih baik, tertib, transparan, dan
akuntabel.
Banyak hal yang menjadi latar belakang perubahan
kebijakan pengelolaan barang milik daerah sebagaimana diatur
dalam PP Nomor 6 Tahun 2006. Salah satunya yaitu masih
banyaknya hasil audit temuan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) di Daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan PP Nomor
6 Tahun 2006 yang berdampak pada opini audit yang
diterbitkan. Temuan-temuan itu khususnya yang berkaitan
dengan sertifikasi Barang Milik Daerah, Barang Milik Daerah
dalam sengketa, Barang Milik Daerah hilang atau rusak berat,
Barang Milik Daerah yang dimanfaatkan oleh pihak lain, dan
penyusutan Barang Milik Daerah.
Dinamika dari pengelolaan Barang Milik Daerah baik yang
bersifat administratif maupun utilisasinya tidak cukup
99
tertampung dalam PP Nomor 6 Tahun 2006. Saat ini,
pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur
melalui kerja sama pemerintah dan swasta, dan DJKN sudah
mencoba untuk menampung kebutuhan dari pengelola
infrastruktur di dalam PP Nomor 27 Tahun 2014, sehingga
Pengguna Barang yang bergerak di bidang infrastruktur dapat
lebih dinamis dan agresif memanfaatkan Barang Milik Daerah
dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur.
Sebagai contoh, jangka waktu sewa dan jangka waktu
Kerjasama Pemanfaatan (KSP) yang lebih panjang dapat
menjadi appetite (daya pikat) bagi investor untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur dengan
memanfaatkan Barang Milik Daerah.
Prinsip tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik
(3T) selalu menjadi tugas besar Kementerian/Lembaga untuk
memastikan agar dapat dijalankan dengan baik. Peningkatan
kapasitas SDM dan infrastruktur agar mampu menopang
pengelolaan Barang Milik Daerah yang lebih modern dan IT-
based adalah salah satu hal yang diharapkan dari perubahan
ini. Optimalisasi berdasarkan prinsip The Highest and Best Use
dari aset-aset idle juga masih perlu menjadi perhatian. Aset
idle harus diserahkanke Pengelola Barang untuk meningkatkan
optimalisasi dari Barang Milik Daerah sebagaimana diatur dalam
PP Nomor 27 Tahun 2014.
Perubahan PP Nomor 6 Tahun 2006 menjadi PP Nomor 27
Tahun 2014 antara lain menyangkut penyederhanaan birokrasi
pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Dengan PP Nomor 27
Tahun 2014, Pengelola Barang dapat mendelegasikan
kewenangannya ke Pengguna Barang dan Pengguna Barang
100
dapat mendelegasikan kewenangannya ke Kuasa Pengguna
Barang sehingga birokrasi akan menjadi semakin singkat dan
arus pengelolaan Barang Milik Daerah menjadi semakin cepat.
Yang dapat didelegasikan adalah penetapan status,
pemindahtanganan, dan penghapusan, sedangkan pemanfaatan
tidak dapat didelegasikan kepada SKPD. Penyederhanaan
birokrasi ini tentu harus diikuti dengan akuntabilitas yang
terjaga dengan baik pada SKPD. Hal ini sangat penting untuk
mempercepat proses pengambilan keputusan dalam
pengelolaan Barang Milik Daerah yang pada akhirnya akan
membuat rekonsiliasi lebih tertib dan lebih cepat.
Latar belakang lain dari penyempurnaan peraturan
pemerintah ini antara lain karena adanya dinamika pengelolaan
Barang Milik Daerah terkait dengan sewa dan KSP yang harus
diperlakukan secara khusus; adanya multitafsir terhadap
aturan-aturan dalam PP Nomor 6 Tahun 2006 mengenai Badan
Layanan Umum (BLU) Daerah; kasus-kasus yang muncul dalam
pengelolaan Barang Milik Daerah; dan adanya temuan
pemeriksaan BPK. Dengan adanya penyempurnaan PP ini
diharapkan dapat mengakomodasi dinamika pengelolaan
Barang Milik Daerah; meminimalisasi multitafsir atas
pengelolaan Barang Milik Daerah; mempertegas hak,
kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan Pengguna Barang
dan Pengelola Barang; serta menciptakan harmonisasi dengan
peraturan-peraturan terkait.
Salah satu pokok penyempurnaan PP Nomor 6 Tahun 2006
dengan PP Nomor 27 Tahun 2014 adalah penyempurnaan siklus
pengelolaan BMN. Selama ini yang terjadi adalah
pemindahtanganan dan penghapusan selalu dicampuradukkan.
101
Siklus ini harus diperbaiki, yaitu dimulai dengan perencanaan,
pengadaan, dan pengelolaan, di mana pengelolaan dibagi dua,
yaitu dikelola untuk keperluan tugas dan fungsi (tusi) atau
dikelola untuk dimanfaatkan. Jika tidak keduanya, maka Barang
Milik Daerah dapat dipindahtangankan. Dan jika Barang Milik
Daerah tidak dikelola untuk kepentingan tugas dan fungsi, tidak
dimanfaatkan, dan tidak dipindahtangankan, maka Barang Milik
Daerah harus dihapuskan. Pemusnahan dan pemindahtanganan
merupakan kegiatan sebelum proses penghapusan. Dengan
demikian, penghapusan merupakan ending point dari semua
siklus pengelolaan Barang Milik Daerah yang membebaskan
Pengguna Barang dan Pengelola Barang dari kewajiban untuk
mengadministrasikan dan mengelola Barang Milik Daerah.
Terkait dengan penguatan dasar hukum pengaturan
sebagai salah satu pokok penyempurnaan, dalam penjelasan
pada PP Nomor 6 Tahun 2006, aset tak berwujud berada di luar
lingkup peraturan pemerintah tersebut. Sementara itu, dalam
salah satu pasal PP Nomor 6 Tahun 2006 tidak dibatasi apakah
itu aset berwujud atau tidak berwujud. Agar tidak terjadi
perbedaan interpretasi di dalam pengelolaannya, maka di PP
Nomor 27 Tahun 2014 juga mengatur tentang aset tak
berwujud sebagai bentuk kepastian hukum dalam pengelolaan
Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah.
Maka berdasarkan paparan tersebut di atas, terdapat
empat poin utama yang melatarbelakangi perubahan PP Nomor
27 Tahun 2014, sebagai berikut.
a. Dinamika pengelolaan BMN/D yang terjadi seiring
perkembangan waktu, terutama dalam bentuk:
1) Sewa periodik
102
2) KSP
3) BMN luar negeri
yang harus diperlakukan secara khusus.

b. Multi Interpretasi yang seringkali terjadi terhadap aturan


pengelolaan BMN/D yang lama (PP Nomor 6 Tahun 2006 jo.
PP Nomor 38 Tahun 2008), terutama dalam hal:
1) BLU
2) PNBP
c. Kasus-kasus pengelolaan BMN/D yang marak terjadi.
Temuan pemeriksaan BPK yang berujung pada
penerbitan opini non-WTP untuk Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat/Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

3. Urgensi Pengelolaan Barang Milik Daerah oleh BUMD


Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, Pemerintah
Daerah memerlukan langkah dan upaya untuk menambah
sumber pendapatan daerah guna meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan kegiatan pembangunan dalam bidang
perekonomian. Untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian daerah dan pelayanan kepada masyarakat, perlu
diciptakan suatu iklim usaha dalam rangka pelaksanaan
otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab,
dengan upaya-upaya dan usaha untuk menambah dan
mengembangkan sumber pendapatan asli daerah. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan pertumbuhan perekonomian daerah dan
memupuk sumber pendapatan daerah adalah dengan
103
melakukan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). BUMD memiliki kedudukan sangat penting dan
strategis dalam menunjang pelaksanaan otonomi. Oleh karena
itu, BUMD perlu dioptimalkan pengelolaannya agar benar-benar
menjadi kekuatan ekonomi yang handal sehingga dapat
berperan aktif, baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
maupun sebagai kekuatan perekonomian daerah. Tujuan
dilakukannya manajemen aset guna terciptanya manajemen
pemerintahan yang dapat bekerja secara efisien, efektif dan
ekonomis dalam rangka pelaksanaan tertib administrasi
pengelolaan BMD.
Pengelolaan Aset Daerah menjadi sebagai salah satu
Urusan Pemerintahan, yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah beberapa diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah
ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ditinjau dari
aspek kelembagaannya, menurut Peraturan Pemerintah Nomor
18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, terdapat 5 (lima)
lembaga yang berwenang melaksanakan pengelolaan aset
daerah, meliputi:
a. SKPD Bidang Ekonomi;
b. BLUD-SKPD atau BLUD-UKER;
c. Yayasan;
104
d. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); dan
e. Pihak Ketiga.
BUMD dalam melaksanakan pengelolaan aset, bersumber
dari penyertaan modal oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan
Pasal 304 ayat (1) UU 23/2014 dinyatakan bahwa Daerah
dapat melakukan penyertaan modal pada badan usaha milik
negara dan/atau BUMD, penyertaan modal Daerah dapat
dilakukan untuk pembentukan BUMD dan penambahan modal
BUMD, dan penyertaan modal Daerah dapat berupa uang dan
barang milik Daerah. Berdasarkan peraturan perundang-
undangan dinyatakan bahwa setiap penyertaan modal atau
penambahan penyertaan modal kepada perusahaan daerah
harus diatur dalam perda tersendiri tentang penyertaan atau
penambahan modal. Penyertaan modal Pemerintah Daerah
dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam
tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Peraturan
Daerah tentang penyertaan modal daerah. Penyertaan modal
oleh Pemerintah Daerah bersumber dari APBD tahun anggaran
berjalan pada saat penyertaan atau penambahan penyertaan
modal tersebut dilakukan.
Penyertaan modal Pemerintah Daerah dapat berasal dari
APBD dengan syarat APBD diperkirakan surplus, dan barang
milik daerah. Konsekuensi dari penyertaan modal Pemerintah
Daerah yang dilakukan dalam bentuk uang dan barang milik
daerah merupakan bentuk investasi Pemerintah Daerah pada
badan usaha BUMD dengan mendapatkan hak kepemilikan,
sehingga terjadi pengalihan kepemilikan uang dan barang milik
daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak
dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
105
diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada BUMD.
Terdapat berbagai pengaturan yang perlu diperhatikan
mengenai penyertaan modal Pemerintah Daerah ini, seluruh
peraturan tersebut perlu diperhatikan agar penyertaan modal
memenuhi asas-asas fungsional, kepastian hukum, efisiensi,
akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Selain itu, dalam UU BUMD sendiri yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017, juga menjabarkan
mengenai penyertaan modal daerah pada Bab IV Modal
Daerah, Bagian Kedua: Penyertaan Modal Daerah. Adapun
kekayaan Daerah yang dijadikan penyertaan modal Daerah
pada BUMD merupakan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik
Daerah, bahwa Kepala Daerah mewakili Pemerintah Daerah
dalam kepemilikan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan pada:
a. Perusahaan umum Daerah, berkedudukan sebagai pemilik
modal; dan
b. Perusahaan perseroan Daerah, berkedudukan sebagai
pemegang saham.
Maksud Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah
upaya meningkatkan produktivitas pemanfaatan tanah
dan/atau bangunan serta kekayaan lainnya milik Pemerintah
Daerah dengan membentuk usaha bersama dan saling
menguntungkan. Tujuan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
adalah untuk meningkatkan: a. sumber Pendapatan Asli
Daerah; b. pertumbuhan ekonomi; c. pendapatan
masyarakat; dan d. penyerapan tenaga kerja. Untuk
mencapai tujuan tersebut, penyertaan modal Pemerintah
106
Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi
perusahaan yang transparan dan akuntabel.
Penyertaan modal oleh Pemerintah Daerah dapat
dilakukan kepada Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik
swasta dengan cara penambahan, pengurangan, penjualan
kepada pihak lain, dan pengalihan kepada BUMD sesuai
peraturan perundang-undangan. Investasi Pemerintah Daerah
cenderung diberikan kepada BUMD yang memiliki misi sebagai
agent of development. Negara terlibat dalam perekonomian
masyarakat dengan mengelola sumber daya untuk
kemakmuran rakyat yang bertanggung jawab sebagai penyedia
pelayanan publik dan biasanya dibebankan kepada perusahaan
publik. Berdasarkan hal tersebut, BUMD memiliki peran
multifungsi, yaitu sebagai perintis pelayanan publik, membuka
lapangan kerja, dan mencari laba untuk mengisi kas daerah.
BUMD harus dikelola sesuai prinsip swasta, namun dengan
memperhatikan pula kepentingan masyarakat. Penyertaan
modal Pemerintah Daerah kepada BUMD dapat dilaksanakan
apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran
berkenaan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang
penyertaan modal daerah berkenaan dalam tahun anggaran
berkenaan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang
penyertaan modal daerah berkenaan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014


tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2020 juga disebutkan mengenai penyertaan modal Pemerintah
Daerah pada BUMD. Pasal 1 angka 21 memberikan pengertian
107
mengenai penyertaan modal Pemerintah Daerah, yaitu
pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang
semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi
kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai
modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya
yang dimiliki negara.
Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang
Milik Negara/Daerah dilakukan dalam rangka pendirian,
memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan
kapasitas usaha Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan
hukum lainnya yang dimiliki negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penyertaan Modal Pemerintah
Pusat/Daerah dapat dilakukan dengan pertimbangan:
a. Barang Milik Negara/Daerah yang dari awal pengadaannya
sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi Badan
Usaha Milik Negara/ Daerah atau badan hukum lainnya
yang dimiliki negara dalam rangka penugasan pemerintah;
atau
b. Barang Milik Negara/Daerah lebih optimal apabila dikelola
oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum
lainnya yang dimiliki negara, baik yang sudah ada maupun
yang akan dibentuk.
Permendagri Nomor 52 Tahun 2012 mengatur bahwa
penyertaan modal Pemerintah Daerah termasuk kedalam
investasi langsung 34 Pemerintah Daerah, Permendagri Nomor
52 Tahun 2012 membagi penyertaan modal Pemerintah Daerah
menjadi dua sesuai dengan bentuk penyertaan, yaitu:

108
a. Penyertaan modal daerah dalam bentuk uang adalah bentuk
investasi Pemerintah Daerah pada Badan Usaha dengan
mendapat hak kepemilikan.
b. Penyertaan modal Pemerintah Daerah atas barang milik
daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah
yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan
menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan
sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum
lainnya yang dimiliki negara.
Permendagri 52/2012 mensyaratkan dalam penyertaan
modal oleh Pemerintah Daerah harus dilaksanakan berdasarkan
pada analisis kelayakan, analisis portofolio dan analisis risiko.

C. Konsep dan Pengembangan Badan Usaha Milik Daerah


(BUMD)
1. Pengertian BUMD
Pengertian BUMD berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja dimana Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dicabut dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja dikatakan bahwa BUMD adalah: “Badan
Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
109
dimiliki oleh Daerah”.
Berkaitan dengan karakteristik BUMD, sesuai dengan
ketentuan Pasal 331 ayat (4) tentang tujuan didirikanya BUMD
adalah:
a. Memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian
daerah pada umumnya. Pada dasarnya tujuan didirikannya
BUMD adalah memberikan manfaat atau keuntungan bagi
daerah yang bersangkutan. Manfaat utama dengan di
dirikannya BUMD adalah manfaat secara ekonom. Manfaat
ekonomi bagi daerah dapat dimaknai secara luas, yaitu
memberikan keuntungan secara finansial bagi peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD) dan peningkatan
perekonomian secara luas bagi masyarakat di mana BUMD
tersebut berada.
b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan
barang dan/ atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan
hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan
potensi Daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola
perusahaan yang baik; dan Ketentuan Pasal 334 diatas
menjelaskan bahwa tujuan utama BUMD adalah untuk
menyelenggarakan kemanfaatan umum penyediaan barang
dan/ atau jasa yang baik dan bermutu bagi pemenuhan
hajat hidup masyarakat luas sesuai kondisi, karakteristik
dan potensi daerah yang bersangkutan berdasarkan tata
kelola perusahaan yang baik. Kondisi ini mencerminkan
fungsi BUMD sebagai fungsi publik.
c. Memperoleh laba dan/ atau keuntungan.

Tujuan didirikannya BUMD sesuai dengan Ketentuan Pasal


110
331 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Rustian
Kamaludin yang menyatakan bahwa salah satu tujuan
didirikannya BUMD oleh pemerintah daerah adalah sebagai
pusat laba, artinya BUMD merupakan unit organisasi dalam
tubuh pemerintah daerah yang didirikan untuk menghasilkan
pendapatan bagi pemerintah daerah yang mendirikan, dan
prestasi BUMD tersebut diukur berdasarkan perbandingan yang
dihasilkan dengan menilai investasi yang sudah dilakukan oleh
pemerintah daerah sebagai investor (Rustian Kamaludin, 2000:
67).
Otonomi daerah memberikan peranan yang besar bagi
BUMD dalam menopang pendapatan asli daerah (PAD).
Otonomi daerah mengharuskan adanya otonomi di sektor
ekonomi, tidak hanya sektor politik. Maka diperlukan landasan
hukum yang tangguh yang dapat menjadi pijakan atau
pedoman agar BUMD berperan sebagai lembaga bisnis yang
profesional, mandiri dan dapat berkiprah serta memenuhi
tuntutan bisnis domestik dan global (Anwar, M. Arsyad, 1992:
50).
Ketentuan Pasal 331 ayat (5) yang menyatakan bahwa
pendirian BUMD didasarkan atas kebutuhan daerah dan
kelayakan usaha. Berkaitan dengan aspek kebutuhan daerah
dalam penjelasan Pasal 331 ayat (5) huruf a dikatakan:
“Kebutuhan Daerah dikaji melalui studi yang mencakup aspek
pelayanan umum dan kebutuhan masyarakat diantaranya air
minum, pasar, transportasi”.
Penjelasan Pasal 331 ayat (5) huruf a berkaitan dengan
aspek kebutuhan daerah dan aspek pelayanan umum dalam
111
pendirian BUMD merupakan representasi usaha di bidang
penyediaan air minum, pasar, pariwisata, dan transportasi.
Pengelompokan bidang usaha, idealnya didasarkan pada
kebutuhan, karakteristik, dan potensi yang ada di daerah.
Penjelasan pasal 331 ayat (5) berkaitan dengan aspek
kebutuhan daerah dan aspek pelayanan umum dalam pendirian
BUMD merupakan representasi usaha di bidang penyediaan air
minum, pasar, pariwisata, dan transportasi. Menurut peneliti
penentuan prioritas bidang usaha yang akan dikelola oleh
BUMD didasarkan pada skala prioritas, urgent, strategis, dan
potensial yang menguasai hajat hidup orang banyak. Hal ini
harus dilakukan oleh pemerintah daerah setempat yang akan
mengelola BUMD. Kondisi ini diberlakukan mengingat bahwa
bidang usaha yang dijalankan oleh pemerintah daerah tidak
sama skala prioritasnya dengan daerah lain.

2. Problematika Pengelolaan BUMD


Berdasarkan jenis dan karakteristik BUMD, sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah berikut perubahan-perubahannya, BUMD
dibagi menjadi dua bentuk yaitu perusahaan umum daerah
(perumda) dan perusahaan perseroan daerah (perseroda).
Sebelum berlakunya UU tentang pemerintahan daerah yang
baru tersebut, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3
Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah
(sebagaimana telah dicabut dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pencabutan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Bidang Keuangan Daerah dan
Pembangunan Daerah Tahap II) juga membagi BUMD menjadi
112
dua bentuk yaitu bentuk perumda dan bentuk perseroan.
Dengan konstruksi dan bentuk BUMD seperti ini tentunya
memerlukan pengelolaan dan penangan yang berbeda pula.
Seperti diketahui bahwa untuk BUMD yang berbentuk
perseroan dapat mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
dimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang
telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Permasalahan dalam rangka pengelolaan BUMD
khususnya non persero sebagian besar terletak pada persoalan
Sumber Daya Manusia (SDM) dan manajerial dari pengelolaan
BUMD. Kunarjo, dalam Rustian Kamaludin berpendapat relatif
masih kecilnya penerimaan Bagian laba perusahaan daerah
sebagai salah satu sumber PAD daerah, adalah dikarenakan
bahwa kebanyakan usahanya relatif berskala menengah dan
kecil, di samping banyak pula diantaranya yang belum
diselenggarakan berdasarkan asas ekonomi perusahaan,
namun relatif lebih banyak didasarkan atas pertimbangan
pelayanan publik.
Beberapa permasalahan pokok yang berkaitan dengan
pengelolaan BUMD antara lain:
a. Permasalahan payung hukum pengaturan BUMD.
Berkaitan dengan payung hukum pengelolaan BUMD,
terjadi tumpang tindih pengaturan sektoral tentang BUMD
113
antara satu peraturan dengan peraturan yang lainya.
Tumpang tindih antar peraturan yang mengatur BUMD
dapat dilihat pada :
1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara terkait konsep “Kekayaan Negara
yang dipisahkan”. Berkaitan dengan pemahaman
tentang keuangan negara yang dipisahkan pada
pengelolaan entitas bisnis milik pemerintah baik yang
berbentuk BUMN dan BUMD sampai saat ini. Walaupun
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 48 dan
62/PUU-XI/2013 yang dibacakan pada tanggal 18
September 2014 terkait uji materiil terhadap Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara masih menganggap penyertaan modal yang
ada pada BUMN maupun BUMD masih menjadi domain
keuangan negara. Permasalahan ini berdampak pada
proses dan tata cara pemeriksaaan keuangan yang
ada pada BUMD.
2) Terkait dengan undang-undang penanaman modal dan
investasi. Dengan diberlakukannya otonomi daerah
dan maka daerah mempunyai kewenangan untuk
membuka pintu masuknya investasi baik yang
berskala nasional (lokal) maupun internasional
(asing). Berkaitan dengan penyertaan modal dengan
pihak lokal, baik swasta atau pemerintah daerah
maupun luar negeri, diperlukan konstruksi BUMD yang
mampu menjamin hak-hak dan kepentingan pemodal
yang terlibat kerjasama investasi tersebut. Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
114
Modal sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,
yaitu dalam Pasal 5 ayat (2) dinyatakan bahwa
penanaman modal asing wajib berbentuk perseroan
terbatas berdasarkan ketentuan peraturan
perundangan Republik Indonesia. Konstruksi BUMD
yang tidak semuanya berbentuk perseroan terbatas
menjadi kendala dalam menerapkan mekanisme
penanaman modal khususnya investor asing.

b. Permasalahan manajemen pengelolaan.


Dalam pengelolaan BUMD permasalahan utama yang
dihadapi oleh pengelola BUMD adalah belum semua BUMD
menerapkan sistem dan pengelolaan BUMD berdasarkan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik ataupun
berdasarkan prinsip Good Corporate Governance. Kendala
ini dikarenakan struktur dan karakteristik BUMD di tiap-
tiap daerah berbeda. Perbedaan sistem pengelolaan BUMD
dikarenakan perbedaan karakteristik dari BUMD. Pada
prinsipnya BUMD dibagi menjadi dua yaitu yang berbentuk
perumda dan perseroda. Visi dan misi masing-masing
BUMD tersebut berbeda-beda disesuaikan dengan
115
karakteristiknya.

c. Permasalahan SDM
Dalam pengelolaan BUMD permasalahan yang sering
muncul adalah mengenai sumber daya manusia yang
mengelola BUMD sendiri. Problem utama dalam
pengelolaan BUMD ada pada ketidakmampuan SDM yang
mengelola dan kompeten di bidangnya. Hal ini dikarenakan
dalam proses pembentukan dan penentuan pihak yang
mengelola BUMD.
Penentuan jajaran dan personil yang akan
menduduki BUMD baik yang berbentuk perumda maupun
persero banyak bersinggungan dengan kepentingan para
pihak baik di tingkatan eksekutif maupun legislatif. Kedua
unsur kepentingan tersebut rawan akan terjadinya
penyimpangan, mengingat konsep dari BUMD yang
merupakan badan usaha milik pemerintah daerah tidak
bisa lepas dari kepentingan antara pemerintah daerah
(eksekutif) dengan kepentingan pihak legislatif, maka
diperlukan Good Will dari masing-masing pihak.

d. Permasalahan Pengawasan dan pembinaan BUMD


Dalam hal pembinaan dan pengawasan kinerja BUMD
dilakukan berdasarkan jenis BUMD itu sendiri. BUMD yang
berbentuk perseroan pengawasan dilakukan sesuai dengan
mekanisme yang ada dalam UU Nomor 40 Tahun 2007
yang dilakukan oleh dewan komisaris dan untuk perumda
dilakukan oleh dewan pengawas. Dalam rangka pembinaan
dilakukan sesuai dengan struktur dan organisasi tata
116
pemerintahan di masing-masing pemerintah daerah.

e. Permasalahan restrukturisasi BUMD


Dalam rangka meningkatkan kinerja dan optimalisasi
peran BUMD diperlukan restrukturisasi dalam pengelolaan
BUMD. Restrukturisasi BUMD dapat dilakukan dengan
melakukan inventarisasi terkait dengan pengelompokan
bentuk, jenis, dan karakteristik BUMD. Banyaknya jumlah
dan karakteristik BUMD di setiap daerah menyebabkan
pengelolaan BUMD tidak fokus. Dalam rangka menuju
Good Corporate Governance maka diperlukan beberapa
penyesuaian-penyesuaian antara lain konstruksi bentuk
dan status hukum dari BUMD itu sendiri, SDM, dan
Manajemen.

3. Strategi pengelolaan perusahaan perseroan daerah


(perseroda)
Karakteristik perusahaan daerah (BUMD) yang berbentuk
perseroan atau diistilahkan (perseroda) menurut ketentuan
pasal 339 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah adalah:
(1) Perusahaan Perseroan Daerah adalah BUMD yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi
dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51%
(lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh satu
Daerah.
(2) Perusahaan perseroan Daerah setelah ditetapkan dengan
Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 331 ayat (2),
117
pembentukan badan hukumnya dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
perseroan terbatas.
(3) Dalam hal pemegang saham perusahaan perseroan Daerah
terdiri atas beberapa Daerah dan bukan Daerah, salah satu
Daerah merupakan pemegang saham mayoritas.
Berdasarkan ciri dan karakteristik perseroda diatas
menurut hemat peneliti, model pengelolaannya lebih cocok
menggunakan konsep yang diterapkan dalam konsep
pengelolaan perusahaan yang ada di Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dengan dibentuknya perusahaan pengendali atau
membentuk perusahaan kelompok/ grup atau dinamakan
holding company. Beberapa alasan diberlakukannya konsep
pengelolaan perseroan daerah (perseroda) dengan konsep di
atas antara lain :
1) Berdasarkan pengelompokan bidang usaha yang ada di
BUMD selain PDAM maka hanya ada dua bidang usaha
kegiatan yaitu bidang perbankan dan aneka usaha.
2) Tiap pemerintah daerah memiliki BUMD yang jumlahnya
lebih dari satu baik bidang usaha yang sama (Hulu dan
hilir) maupun di bidang usaha yang berbeda (aneka
usaha).
3) Konsep pengelolaan perseroda dengan menggunakan
perusahaan pengendali (holding company) merupakan
upaya untuk mendongkrak kinerja perusahaan agar BUMD
terutama yang berbentuk perseroan tidak memiliki
ketergantungan pada pendanaan pemerintah daerah.
4) Dengan diberlakukannya konsep (holding company) pada
perseroan daerah 1 Pasal 339 ayat (1), (2), dan (3) UU
118
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(perseroda) diharapkan mampu menjadi perusahaan yang
secara legal entity dan business entity mandiri tetapi masih
menjadi bagian dan dikendalikan oleh pemerintah daerah
selaku pemilik perusahaan.

4. Potensi keuntungan dan persoalan holding company


Berkaitan dengan implementasi pembentukan perusahaan
pengendali dalam pengelolaan perseroda, menurut hemat
peneliti ada beberapa potensi keuntungan dan persoalan terkait
pemberlakuan konsep holding company BUMD perseroan milik
pemerintah daerah. Munir Fuady menjelasan ada beberapa
keuntungan dan kerugian terkait penerapan holding company
pada perusahaan antara lain (Munir Fuady, 2005: 133):

a. Kemandirian risiko
Secara legal entity masing-masing anak perusahaan
merupakan badan hukum yang berdiri sendiri yang secara
legal terpisah atau satu sama lain, maka pada prinsipnya
setiap kewajiban, resiko dan klaim dari pihak ketiga
terhadap suatu anak perusahaan tidak dapat dibebankan
kepada anak perusahaan yang lain, ataupun dibebankan
pada induk perusahaan atau perusahaan pengendali
walaupun masing-masing anak perusahaan tersebut masih
dalam suatu grup usaha atau dimiliki oleh pihak yang
sama. Kondisi demikian sangat menguntungkan
pemerintah daerah selaku pemilik saham terbesar atau
mayoritas perusahaan induk.

119
b. Hak pengawasan yang lebih besar
Konsep holding company memberikan peluang
pengendalian dan kontrol yang besar pada pemerintah
daerah terhadap perusahaan induk tanpa harus secara
langsung melakukan kontrol terhadap anak perusahaan
yang menjadi bagian dari perusahaan induk terkait dengan
kebijakan dan keputusan yang diambil. Artinya beban
pemerintah akan berkurang terhadap pengawasan dan
kontrol terhadap banyaknya jumlah perusahaan yang
menjadi anak perusahaan dari perusahaan induk. Seperti
kita ketahui dalam proses pengambilan keputusan dan
kebijakan terkait dengan BUMD memerlukan proses dan
tahapan administrasi dan proses pengambilan kebijakan
yang rumit, panjang, serta birokrasi yang tidak mudah.

c. Operasional yang lebih efisien


Pengelolaan perusahaan perseroan (perseroda)
yang menggunakan holding company menyebabkan
operasional perusahaan lebih efisien. Kondisi ini
dimungkinan karena masing-masing anak perusahaan
dapat saling bekerja sama, saling membantu satu sama
lain. Misalnya promosi bersama, pelatihan bersama, saling
meminjam sumber daya manusia dan sebagainya.
Disamping itu, kegiatan masing-masing anak perusahaan
tidak overlapping, sehingga dapat meningkatkan efisien
perusahaan.

d. Kemudahan sumber modal


Berkaitan dengan konsep holding company dalam
120
hal pendanaan atau permodalan dari pihak ketiga lebih
mudah. Hal ini dikarenakan konstruksi holding company
secara yuridis merupakan entitas yang berdiri sendiri.
Disamping itu, perusahaan holding maupun anak
perusahaan lain dalam grup yang bersangkutan dapat
memberikan berbagai jaminan hutang terhadap hutangnya
anak perusahaan yang lain dalam grup yang bersangkutan.

e. Keakuratan keputusan yang diambil


Holding company dapat menjadi sarana pemerintah
daerah dalam mengambil keputusan serta menjalankan
visi dan misi dalam pengelolaan BUMD khususnya
perseroda melalui perusahaan pengendalinya (induk
perusahaan) yang secara langsung berhubungan dengan
pemerintah daerah. Keputusan yang diambil secara sentral
oleh perusahaan holding, maka tingkat akurasi keputusan
yang diambil dapat lebih terjamin dan lebih prospektif.

5. Persoalan penerapan strategi holding company pada


BUMD Perseroda.
Berkaitan dengan implementasi strategi pengelolaan
BUMD persero yang menggunakan holding company, disamping
terdapat keuntungan penerapan konsep tersebut juga
berpotensi menimbulkan beberapa persoalan. Persoalan
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Disparitas permodalan dan kondisi keuangan antar BUMD.
Salah satu faktor kendala dalam penerapan konsep
holding company terhadap BUMD perseroan adalah terletak
pada masalah permodalan. Secara yuridis normatif
121
ketentuan batas minimal permodalan untuk sebuah
perseroan sudah ditetapkan dalam ketentuan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Pada saat awal berdirinya BUMD dan modal
penyertaan pemerintah daerah pada perseroda antara satu
BUMD berbeda-beda.

b. SDM pengelola BUMD perseroan yang belum memadai.


Berkaitan dengan SDM dan personalia yang ada di
BUMD baik dalam hal rekrutmen karyawan, pengisian
jabatan direksi dan komisaris belum sepenuhnya
memenuhi aspek good corporate governance (GCG).
Image dan paradigma bahwa BUMD merupakan bagian
dari pemerintah daerah masih melekat kuat. Perlakuan
terhadap personalia BUMD yang disamakan dengan unsur
pemerintah daerah (PNS) menjadikan pengelolaan SDM
BUMD masih menggunakan pola lama.

c. Orientasi usaha yang belum jelas.


Berkaitan dengan bidang usaha yang dijalankan
oleh BUMD menurut peneliti belum didasarkan pada
peluang pasar dan kebutuhan daerah. Bidang usaha yang
dijalankan oleh BUMD selama ini masih berdasarkan
kemauan dan aspek politik dalam pembentukanya, belum
didasarkan pada studi kelayakan dan karakter dan potensi
keunggulan daerah yang bersangkutan. Banyak bidang
usaha BUMD yang secara aspek manajemen bisnis tidak
produktif namun masih dipertahankan.

122
d. Struktur tata kelola perusahaan yang belum memadai.
BUMD milik pemerintah daerah dalam menjalankan
kegiatan usahanya belum sepenuhnya mendasarkan pada
prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Pemberlakukan
prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) hanya
berlaku pada bidang usaha perbankan dan berlaku pada
perusahaan yang berbentuk terbuka (tbk). Perusahaan
diluar kedua jenis tersebut tidak diwajibkan menerapkan
prinsip GCG, kondisi ini yang menyebabkan tata kelola
BUMD masih belum berorientasi pada tata Kelola
perusahaan yang baik.

6. Bentuk holding company perseroda.


Berkaitan dengan model pengelolaan BUMD perseroan
(perseroda) dengan konsep holding company, pengelompokan
atau penggolongan didasarkan atas bidang usaha atau jenis
usaha BUMD. Pengelompokan bidang usaha atau variasi usaha
BUMD perseroan disesuaikan dengan bidang usaha yang ada di
BUMD yaitu bidang PDAM, perbankan dan aneka usaha. Khusus
untuk BUMD perseroan (perseroda) yang peneliti kaji terdapat
dua jenis bidang usaha yaitu perbankan dan aneka usaha.
Munir Fuady mengelompokan perusahaan holding berdasarkan
variasi usahanya dalam beberapa kategori antara lain (2005:
82):
a. Grup usaha vertikal.
Dalam grup usaha seperti ini, jenis-jenis usaha dari
masing-masing perusahaan satu sama lain masih tergolong
serupa. Hanya mata rantainya saja yang berbeda. Grup
usaha vertikal dapat diterapkan pada bidang usaha BUMD
123
yang memiliki jenis dan karakteristik yang sama sepert di
bidang perbankan, atau bidang usaha energi,
pertambangan baik minyak dan gas bumi maupun di
bidang mineral dan batubara. Grup usaha vertikal
diibaratkan suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis
produksi tertentu dari hulu ke hilir.

b. Grup usaha Horizontal


Dalam grup usaha horizontal, bisnis dari masing-
masing anak perusahaan tidak ada kaitannya satu sama
lain atau berbeda bidang usahanya. Skema grup usaha
horisontal ini cocok untuk jenis usaha BUMD yang bergerak
di berbagai bidang usaha (aneka usaha). Penunjukan
perusahaan induk (pengendali) didasarkan besar kecilnya
perusahaan BUMD di masing-masing daerah baik dari
aspek modal, SDM, aset, dan lain sebagainya.
c. Group usaha kombinasi
Ada juga grup usaha, di mana jika dilihat dari segi
bisnis anak perusahaannya, ternyata ada yang terkait
dalam suatu mata rantai produksi (hulu ke hilir) atau
memiliki jenis dan karakteristik bidang usaha yang sama.
Grup usaha kombinasi juga dapat diberlakukan pada anak
perusahaan yang bidang bisnisnya lepas atau berbeda
dengan yang lainya. Grup usaha kombinasi tersebut
terdapat kombinasi antara grup vertikal dengan grup
horisontal. Model grup usaha kombinasi cocok diberlakukan
bagi BUMD persero dadi pemerintah daerah yang memiliki
bidang usaha lebih dari satu bidang usaha yang bersifat
konglomerasi (hulu dan hilir).
124
D. Kerangka Pemikiran
Bentuk badan hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
dalam bidang pariwisata yang akan didirikan dapat dipilih dari dua
pilihan sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan, yaitu:
1. Perusahaan Umum Daerah atau Perumda; dan
2. Perusahaan Perseroan Daerah atau Perseroda.
Pemilihan bentuk hukum BUMD ini juga didasarkan pada
analisis kebutuhan dan analisis kelayakan bidang usaha.
Berdasarkan serangkaian ketentuan peraturan perundang-
undangan terkait Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu menegaskan
bahwa dasar pendirian BUMD dapat dijelaskan dengan skema
sebagai berikut:

Gambar 2.9

125
Skema Dasar Pendirian BUMD Menurut
PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD

Analisis Kebutuhan dijabarkan dalam tinjauan terhadap


pelayanan umum dan kebutuhan masyarakat dalam bidang
pariwisata, sementara analisis kelayakan bidang usaha dijabarkan
kelayakan pengelolaan pariwisata dalam model Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) ditinjau dari aspek-aspek : (i) ekonomi, (ii) pasar
dan pemasaran, (iii) keuangan, (iv) teknologi, (v) sumber daya
manusia (SDM), dan (vi) aspek hukum dan peraturan perundang-
undangan yang melandasinya.
Kegiatan Penyusunan Studi Kelayakan Pendirian Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Kabupaten Magetan ini dapat
digambarkan secara skematis sebagai berikut:

126
Gambar 2.10
Skema Kerangka Pemikiran

127
BAB III

METODOLOGI PENYUSUNAN
STUDI KELAYAKAN

A. Metodologi Penyusunan

1. Metode Pendekatan
Pendekatan studi yang digunakan dalam penyusunan
studi kelayakan ini adalah menggunakan pendekatan
penilaian kelayakan investasi. Kelayakan investasi
dimaksudkan melihat sejauh mana kegiatan investasi
Pemerintah Daerah yang diwujudkan dalam pendirian
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Daerah oleh
Pemerintah Kabupaten Magetan.

Studi Kelayakan Pendirian BUMD Pariwisata


Kabupaten Magetan ini sebelum menilai kelayakan investasi
Pemerintah Kabupaten Magetan dalam pendirian BUMD
Pariwisata ini juga didahului dengan analisis kebutuhan dan
analisis kelayakan bidang pariwisata sebagai potensi yang
akan dikembangkan dalam model BUMD. Analisis
kebutuhan dan kelayakan bidang usaha Pariwisata itu
didasarkan dari data dan informasi yang dikumpulkan baik
secara primer maupun sekunder melalui pertemuan diskusi
dan konsultasi, Focus Group Discussion (FGD), dan lain
sebagainya.

Kemudian untuk selanjutnya digunakan pendekatan


penilaian kelayakan investasi dari aspek ekonomi, pasar

128
dan pemasaran, keuangan, teknologi, kelembagaan,
sumber daya manusia, dan aspek legalitas pembentukan
BUMD Pariwisata Daerah.

Tahapan yang dilakukan dalam penyusunan studi


kelayakan pendirian BUMD Pariwisata di Kabupaten
Magetan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1
Skema Tahap Kegiatan Penyusunan Studi Kelayakan
Pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan

Ada tiga tahap yang dilakukan dalam penyusunan


studi kelayakan pendirian BUMD Pariwisata di Kabupaten
Magetan ini yaitu tahap survey dan pemetaan, tahap
analisis data dan informasi, serta tahap perumusan strategi
kebijakan. Pada tahap survey dan pemetaan dilakukan
survey data dan informasi terkait dengan pendirian BUMD

129
Pariwisata di Kabupaten Magetan, sekaligus
mengidentifikasi kondisi internal maupun eksternal yang
berpengaruh terhadap pendirian BUMD Pariwisata tersebut.

Tahap survey dan pemetaan secara lebih rinci dapat


digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2
Tahap Survey dan Pemetaan Terkait Kelayakan
Pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan

Data dan informasi (Datinfo) terkait Pendirian BUMD


Pariwisata Kabupaten Magetan meliputi data-data
pendukung analisis kelayakan yang meliputi data dan
informasi aspek ekonomi, aspek pasar dan pemasaran,
aspek keuangan, aspek teknologi, aspek Sumber Daya
Manusia, dan aspek hukum. Identifikasi internal dan
eksternal faktor pendukung dan penghambat pendirian
130
BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan meliputi faktor-faktor
internal yang menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan
(weakness) yang dapat mendorong/ menghambat strategi
pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan. Sedangkan
identifikasi faktor-faktor eksternal meliputi kesempatan
(opportunity) dan ancaman (threat) yang kemungkinan
mendorong atau menghambat pendirian BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan. Tahap Analisis ini dapat digambarkan
sebagai berikut:

Gambar 3.3
Tahap Analisis Terkait Kelayakan Pendirian BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan

Data dan informasi yang dikumpulkan dan ditabulasi serta


diolah, kemudian dianalisis untuk kepentingan pengambilan
keputusan kelayakan pendirian BUMD Pariwisata yang

131
meliputi analisis aspek ekonomi, pasar dan pemasaran,
keuangan, teknologi, SDM, dan hukum serta perumusan
strategi kebijakan pengembangan BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan. Analisis keuangan termasuk meliputi
perkiraan tentang:
a. Besaran modal dasar;
b. Besaran penyertaan modal Pemerintah Daerah;
c. Besaran pendapatan BUMD; dan
d. Besaran Biaya Operasional.

2. Jenis dan Sumber Data


Data yang dipergunakan dalam penyusunan
dokumen feasibility study (studi kelayakan) ini
dikelompokkan menjadi dua jenis :
a. Data Primer
Sumber data primer ini berupa hasil pengamatan
(observasi) langsung di lapangan, wawancara dengan
kuesioner, FGD dan lain sebagainya.

b. Data Sekunder
Sumber data sekunder ini meliputi data dan informasi
terkait pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan,
yang meliputi: Kabupaten Magetan Dalam Angka,
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten
Magetan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Kabupaten Magetan, Rencana
Strategis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Magetan, Laporan Kinerja Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Magetan, Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPADA) Kabupaten
132
Magetan, data terkait aset yang dimiliki oleh Dinas
Pariwisata Kabupaten Magetan dan berbagai peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan kebijakan
pendirian BUMD Pariwisata Daerah.

3. Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data primer dilakukan
wawancara secara mendalam (indepth interview) dengan
pihak-pihak terkait, penyebaran kuesioner, survey
lapangan, dan serta diskusi intensif dengan narasumber
terkait dan kalangan terbatas melalui Focus Group
Discussion (FGD). Sedang untuk memperoleh data dari
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta
bahan hukum tersier, dilakukan dengan usaha studi
dokumen atau studi pustaka dan mempelajari bahan
pustaka yang mempunyai kaitan erat dengan pokok
permasalahan. Fokus kajian studi kelayakan ini adalah
dalam rangka Pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Pariwisata Kabupaten Magetan.

4. Metode Analisis Data

a. Analisis Kelayakan Investasi Pendirian BUMD


Aspek-aspek studi kelayakan investasi pendirian BUMD
yang ditinjau meliputi:
1) Aspek Ekonomi;
2) Aspek Pasar dan Pemasaran;
3) Aspek Keuangan;
4) Aspek Teknologi;
5) Aspek Kelembagaan;

133
6) Aspek Sumber Daya Manusia; dan
7) Aspek Hukum dan Peraturan Perundang-undangan

b. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah analisis untuk
menghasilkan rumusan strategi pengembangan bidang/
wilayah yang didasarkan pada kondisi internal maupun
eksternal yang dapat mendorong maupun menghambat
perkembangan bidang/ wilayah. Faktor internal yang
dipertimbangan itu terdiri dari Strength (kekuatan),
Weakness (kelemahan), sedangkan faktor eksternal itu
meliputi Opportunity (kesempatan) dan Threat
(ancaman).
Faktor-faktor yang menjadi pendorong atau
penghambat pengembangan bidang/ wilayah itu dapat
dijabarkan sebagai berikut:

▪ Potensi (Strength) : Kekuatan apa yang dapat

dikembangkan agar lebih tangguh, sehingga dapat


bertahan di pasaran, yang berasal dari dalam
wilayah itu sendiri;

▪ Masalah (Weakness) : Segala faktor yang

merupakan masalah atau kendala yang datang


dari dalam wilayah atau objek itu sendiri;

▪ Peluang (opportunitis) : kesempatan yang berasal

dari luar wilayah studi kesempatan tersebut


diberikan sebagai akibat dari pemerintah,
peraturan atau kondisi ekonomi secara global; dan
134
▪ Ancaman (Threaten) : Merupakan hal yang dapat

mendatangkan kerugian yang berasal dari luar


wilayah atau objek.
Keempat faktor tersebut masing-masing dianalisis yang
ditinjau dari beberapa variabel yaitu dari sumber daya
alam, sumber daya buatan, sosial dan budaya
masyarakat serta faktor lain promosi, yang akan
mempengaruhi pengembangan. Kemudian dilakukan
penilaian untuk mengetahui posisi objek pada kuadran
SWOT. Dari penilaian tersebut diketahui koordinat pada
sumbu X dan sumbu Y, sehingga diketahui posisinya
sebagai berikut :

▪ Kuadran I (Growth), adalah kuadran pertumbuhan

dimana pada kuadran ini terdiri dari dua ruang


yaitu:
- Ruang A dengan Rapid Growth Strategy yaitu
strategi pertumbuhan aliran cepat untuk
diperlihatkan pengembangan secara maksimal
untuk target tertentu dan dalam waktu singkat
- Ruang B dengan Stable Growth Strategy yaitu
strategi pertumbuhan stabil dimana
pengembangan dilakukan secara bertahap dan
target disesuaikan dengan kondisi

▪ Kuadran II (Stability), adalah kuadran

pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri dari


dua ruang yaitu :
- Ruang C dengan Aggressive Maintenance
Strategy dimana pengelola obyek
135
melaksanakan pengembangan secara aktif dan
agresif
- Ruang D dengan Selective Maintenance
Strategy dimana pengelolaan objek adalah
dengan pemilihan hal-hal yang dianggap
penting

▪ Kuadran III (Survival), adalah kuadran

pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri dari


dua ruang yaitu :

- Ruang E dengan Turn Around Strategy yaitu


strategi bertahan dengan cara tambal sulam
untuk operasional obyek
- Ruang F dengan Guerrilla Strategy yaitu
strategi gerilya, sambil operasional dilakukan,
diadakan pembangunan atau usaha
pemecahan masalah dan ancaman

▪ Kuadran IV (Diversification), adalah kuadran

pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri dari


dua ruang yaitu :
- Ruang G dengan Concentric Strategy yaitu
strategi pengembangan obyek dilakukan
secara bersamaan dalam satu naungan atau
koordinator oleh satu pihak
- Ruang H dengan Conglomerate Strategy yaitu
strategi pengembangan setiap kelompok
dengan cara koordinasi tiap sektor itu sendiri.

136
Gambar 3.4
Kuadran Analisis SWOT

B. Organisasi Kegiatan
Kegiatan Penyusunan Studi Kelayakan Pendirian Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Kabupaten Magetan ini
merupakan kerjasama antara Bagian Perekonomian dan SDA
Sekretariat Daerah Kabupaten Magetan dengan Pusat Unggulan
Iptek PT Fintech and Banking Universitas Sebelas Maret.

Dalam pelaksanaan kegiatan ini, konsultan mengusulkan


komposisi tim ahli sebagai berikut.

1. Ketua Tim / Ahli Ekonomi


2. Ahli Manajemen Keuangan Daerah
3. Ahli Perencanaan Pembangunan
4. Ahli Hukum
5. Ahli Pariwisata

Selain konsultan tenaga ahli dengan bidang keahlian


137
sebagaimana disebutkan di atas, diperlukan staf pendukung
dalam bidang administrasi dan komputerisasi.
Untuk masing-masing tenaga ahli akan bertugas selama
2 bulan atau 60 hari kalender dengan rincian sebagai berikut:
Bulan Bulan Jml
No Posisi Jml
ke-1 ke-2 Org bln
Staf Profesional
1 Ketua Tim/Ahli Ekonomi 1 2
2 Ahli Keuangan Daerah 1 2
3 Ahli Perencanaan 1 2
Pembangunan
4 Ahli Hukum 1 2
5 Ahli Pariwisata 1 2
JUMLAH 5 10

C. Waktu dan Laporan Pelaksanaan Kegiatan

1. Waktu Kegiatan
Kegiatan Penyusunan Studi Kelayakan Pendirian BUMD
Pariwisata ini dilaksanakan kurang lebih selama 2 (dua) bulan
atau 60 (enam puluh) hari kalender.

2. Laporan Pelaksanaan Kegiatan


Untuk memberikan laporan tahapan kegiatan
Penyusunan Studi Kelayakan Pendirian BUMD Pariwisata ini
dilakukan dua tahap laporan yaitu :

a. Laporan Pendahuluan
Laporan ini berisi latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat kegiatan, konsep pengembangan
pariwisata dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),

138
metodologi pelaksanaan kegiatan, organisasi, waktu dan
jadwal serta laporan pelaksanaan serta sistematika laporan
dan rincian tentang instrumen pengkajian dan tata cara
analisis kebutuhan, kajian kelayakan bidang usaha, analisis
pendirian BUMD Pariwisata Magetan.

b. Laporan Akhir
Laporan ini memuat keseluruhan hasil penyusunan
studi kelayakan pendirian BUMD Pariwisata yang mencakup
hasil observasi dan analisis kebutuhan meliputi pelayanan
umum dan kebutuhan masyarakat serta kebutuhan data
dan informasi untuk analisis kelayakan bidang usaha,
tabulasi dan analisis data, serta berbagai informasi
masukan berkenaan dengan kondisi dan kinerja serta
permasalahan pengelolaan dan pengembangan potensi
pariwisata Daerah menuju pendirian BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan, penilaian kelayakan investasi
pendirian BUMD Pariwisata dari aspek ekonomi, pasar dan
pemasaran, keuangan, teknologi, kelembagaan, SDM, dan
hukum, serta teknis analisis Menyusun strategi pendirian
dan pengembangan BUMD Pariwisata tersebut, yang
semuanya disusun dengan sistematika yang baik.

D. Sistematika Laporan Akhir

Laporan akhir kegiatan Penyusunan Studi Kelayakan


Pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata
Kabupaten Magetan ini dirinci dalam sistematika sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

139
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat, serta
metodologi penyusunan Studi Kelayakan Pendirian
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata
Kabupaten Magetan.

BAB II : Konsep dan Kebijakan Pengembangan Pariwisata


dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Dalam bab ini akan diuraikan konsep/ teori dan


kebijakan pengembangan Kepariwisataan di Daerah,
konsep dan pengembangan kelembagaan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), kebijakan dan mekanisme
pendirian BUMD, urgensi optimalisasi pengelolaan dan
pengembangan bidang pariwisata melalui pendirian
BUMD, konsep penilaian kelayakan investasi pendirian
BUMD dan teknik penyusunan strategi pengembangan
BUMD Pariwisata Daerah.

BAB III : Gambaran Umum Pariwisata Kabupaten


Magetan

Dalam bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum


Kabupaten Magetan dan secara spesifik gambaran
umum pembangunan pariwisata di Kabupaten Magetan.
Gambaran umum daerah setidaknya meliputi aspek
geografis, demografis dan ekonomi. Sedangkan
gambaran umum pariwisata daerah meliputi kinerja
pendapatan bidang pariwisata, karakteristik objek
wisata, karakteristik pengunjung objek wisata, sarana

140
dan prasarana wisata, peta pengembangan pariwisata
Kabupaten Magetan dan lain sebagainya.

BAB IV : Analisis Kebutuhan Daerah Pendirian Badan


Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Kabupaten Magetan

Dalam bab ini akan diuraikan tentang analisis


pelayanan umum dan kebutuhan daerah. Analisis
pelayanan umum memuat gambaran umum Kabupaten
Magetan, alasan mendirikan BUMD dengan bidang
usaha, analisis potensi ekonomi dan prioritas
kebutuhan daerah, perbandingan kondisi saat ini
dengan kondisi jika BUMD didirikan, nilai tambah
dengan adanya BUMD, model usaha dan pasar
monopolistik. Adapun kebutuhan masyarakat
mendeskripsikan tentang fungsi dan manfaat BUMD,
gambaran pekerjaan masyarakat, jumlah masyarakat
usia produktif, penyerapan tenaga kerja. dan tingkat
pendidikan masyarakat.

BAB V : Analisis Kelayakan Bidang Usaha Pendirian Badan


Usaha Milik Daerah (BUMD) Pariwisata Kabupaten Magetan

Dalam bab ini akan diuraikan tentang aspek pasar dan


pemasaran, analisa aspek ekonomi, aspek keuangan
(skenario pesimis, moderat dan optimis), aspek
peraturan perundang-undangan, aspek ketersediaan
teknologi, aspek ketersediaan sumber daya manusia
serta aspek lainnya.

141
BAB VI : Penutup

Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan hasil


studi kelayakan Pendirian Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Pariwisata Kabupaten Magetan berikut saran-
saran dalam rangka implementasi dan tindak lanjut
studi kelayakan pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten
Magetan tersebut.

142
BAB IV
ANALISIS KEBUTUHAN DAERAH PENDIRIAN BADAN USAHA
MILIK DAERAH (BUMD) PARIWISATA KABUPATEN MAGETAN

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang berupa Perusahaan


Daerah (PD) didirikan atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1962 tentang Perusahaan Daerah. Namun dengan terbitnya Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dicabut dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang
Perusahaan Daerah itu telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dengan demikian bentuk hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
berupa Perusahaan Daerah tidak memungkinkan lagi dipertahankan.

Pengaturan BUMD melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun


1962 tentang Perusahaan Daerah memang belum bisa secara optimal
menjawab tuntutan pengelolaan dan pengembangan BUMD. Selain
permasalahan payung hukum itu, pengelompokan BUMD yang masih
belum jelas menyebabkan distorsi terkait pengelolaan BUMD.

Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri sebagai


pembina Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah Kabupaten/ Kota
pernah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun
1998 tentang Bentuk Badan Usaha Milik Daerah. Dalam Pasal 3
143
Permendagri Nomor 3 Tahun 1998 tersebut ditegaskan bahwa BUMD
dapat berbentuk Perusahaan Daerah dan berbentuk Perseroan. Kedua
bentuk BUMD tersebut memerlukan sebuah konsep atau model
pengelolaan BUMD sesuai dengan karakteristik dan jenis BUMD itu
sendiri.

Sebagai pengganti pengaturan BUMD dengan adanya


pencabutan UU Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah itu,
dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
berikut perubahan-perubahannya telah diletakkan paradigma baru
pengaturan Badan Usaha Milik Daerah, yaitu dalam Bab X tentang
BUMD. Pengaturan BUMD dalam bab itu dirinci menjadi empat bagian,
yaitu:
1. Bagian Kesatu : Umum, terdiri dari 3 Pasal yaitu Pasal 331
sampai dengan Pasal 333;
2. Bagian Kedua : Perusahaan Umum Daerah, terdiri dari 5 Pasal,
yaitu Pasal 334 sampai dengan Pasal 338;
3. Bagian Ketiga : Perusahaan Perseroan Daerah, terdiri dari 4
Pasal, yaitu Pasal 339 sampai dengan Pasal 342; dan
4. Bagian Keempat : Pengelolaan BUMD, terdiri dari satu Pasal,
yaitu Pasal 343.

Jadi pengaturan BUMD dalam UU Nomor 23 Tahun 2014


tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja dimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah
ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2

144
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini terdapat dalam 13 pasal, yaitu
dari Pasal 331 sampai dengan Pasal 343.

Intisari pengaturan baru BUMD secara umum dalam UU Nomor


23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ini meliputi:
1. Daerah dapat mendirikan BUMD;

2. Pendirian BUMD ditetapkan dengan Perda;


3. BUMD terdiri atas perusahaan umum Daerah (Perumda) dan
perusahaan perseroan Daerah (Perseroda);
4. Pendirian BUMD bertujuan untuk:
a. Memberikan manfaat bagi perkembangan
perekonomian Daerah pada umumnya;
b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/ atau jasa yang bermutu bagi
pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi,
karakteristik dan potensi Daerah yang bersangkutan
berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik; dan
c. Memperoleh laba dan/ atau keuntungan.
5. Pendirian BUMD didasarkan pada:
a. Kebutuhan Daerah; dan
b. Kelayakan bidang usaha BUMD yang akan dibentuk.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian BUMD diatur dalam
Peraturan Pemerintah;
7. Sumber Modal BUMD terdiri atas:
a. Penyertaan modal Daerah;
b. Pinjaman;
c. Hibah; dan
d. Sumber modal lainnya.
8. Sumber modal lainnya adalah :

145
a. Kapitalisasi cadangan;
b. Keuntungan revaluasi aset; dan
c. Agio saham.
9. Penyertaan modal Daerah ditetapkan dengan Perda;
10. Penyertaan Modal Daerah dapat dilakukan untuk pembentukan
BUMD dan penambahan modal BUMD;
11. Penyertaan Modal Daerah dapat berupa uang dan barang milik
daerah;
12. Barang milik Daerah yang akan disertakan sebagai modal Daerah
dinilai sesuai nilai riil pada saat barang milik Daerah akan
dijadikan penyertaan modal;
13. Nilai riil diperoleh dengan melakukan penafsiran harga barang
milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Berkenaan dengan penyertaan modal, dalam Pasal 304 UU


Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dicabut dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,
ditegaskan bahwa :
(1) Daerah dapat melakukan penyertaan modal pada badan usaha
milik negara dan/ atau BUMD.
(2) Penyertaan modal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/ atau
dapat dialihkan kepada badan usaha milik negara dan/ atau
146
BUMD.
(3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Jadi dalam rangka pembiayaan daerah, budget policy


(kebijakan pembiayaan) pemerintah daerah dapat diarahkan untuk
melakukan penyertaan modal. Penyertaan modal ini terbuka bagi
Pemerintah Daerah baik kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dan/ atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Strategi dan kebijakan pembiayaan daerah itu juga ditegaskan


dalam Pasal 305 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah
dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja ini, yaitu dalam ayat (2) dengan
penegasan: “Pengeluaran pembiayaan dapat digunakan untuk
pembiayaan: (a) pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo;
(b) penyertaan modal Daerah; (c) pembentukan dana cadangan;
dan/ atau (d) pengeluaran pembiayaan lainnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan”. Jadi kebijakan pembiayaan daerah
dapat diarahkan antara lain untuk melakukan “Penyertaan Modal
Daerah”.

Keseriusan Pemerintah untuk mengatur dan mengembangkan


BUMD antara lain dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor
147
54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah. Sebagaimana
diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dicabut
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja, BUMD yang dapat didirikan Pemerintah Daerah meliputi
Perusahaan Umum Daerah; dan Perusahaan Perseroan Daerah. Hal
ini juga ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (3) PP Nomor 54 Tahun 2017
tentang Badan Usaha Milik Daerah. Bahkan lebih rinci PP ini
menjelaskan perbedaan keduanya dalam memperoleh kedudukan
sebagai badan hukum. Perusahaan Umum Daerah (Perumda)
memperoleh kedudukan sebagai badan hukum pada saat Peraturan
Daerah (Perda) yang mengatur mengenai pendirian perusahaan
umum daerah mulai berlaku, tetapi Perusahaan Perseroan Daerah
(Perseroda) memperoleh kedudukan sebagai badan hukum sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang yang mengatur mengenai
perseroan terbatas.

Selain perbedaan dalam memperoleh kedudukan sebagai


badan hukum, dalam Pasal 5 PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang
Badan Usaha Milik Daerah itu juga dijelaskan perbedaan keduanya
dari sisi permodalan, yaitu:
(1) Perusahaan umum Daerah merupakan BUMD yang seluruh
modalnya dimiliki satu daerah dan tidak terbagi atas saham;
(2) Perusahaan perseroan Daerah merupakan BUMD yang berbentuk
perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
148
seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh 1
Daerah.

Meskipun pemerintah daerah dapat memilih kedua jenis BUMD


itu, namun dalam Pasal 8 PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan
Usaha Milik Daerah ini ditegaskan prioritasnya, yaitu: “Pendirian
perusahaan umum Daerah diprioritaskan dalam rangka
menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/ atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup
masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan potensi Daerah yang
bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik”.

Secara skematik dasar pendirian BUMD dapat digambarkan


sebagai berikut:

Gambar 4. 1

Skema Dasar Pendirian BUMD Menurut PP Nomor 54 Tahun 2017


tentang BUMD
149
Dasar pendirian BUMD yang digambarkan dalam skema
tersebut diatur secara rinci dalam Pasal 9 dengan uraian sebagai
berikut:
(1) Pendirian BUMD didasarkan pada:

a. Kebutuhan Daerah; dan


b. Kelayakan bidang usaha BUMD yang akan dibentuk.
(2) Kebutuhan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dikaji melalui studi yang mencakup aspek:
a. Pelayanan umum; dan
b. Kebutuhan masyarakat.
(3) Kelayakan bidang usaha BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dikaji melalui analisis terhadap kelayakan ekonomi,
analisis pasar dan pemasaran, analisis kelayakan keuangan, dan
analisis aspek lainnya.
(4) Analisis aspek lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berisi aspek:
a. Peraturan perundang-undangan;
b. Ketersediaan teknologi; dan
c. Ketersediaan sumber daya manusia.
(5) Kebutuhan Daerah berdasarkan hasil kajian kebutuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan hasil kajian kelayakan
bidang usaha BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan bagian dari kebijakan RPJMD.
(6) Pendanaan untuk kajian kebutuhan Daerah dan kajian bidang
usaha BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersumber
dari APBD.

150
Berdasarkan aspek kebijakan Pemerintah Daerah,
pembentukan BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan dalam rangka
mendukung Misi kedua pada RPJMD Kabupaten Magetan Tahun 2018-
2023 yaitu meningkatkan perekonomian daerah melalui keberpihakan
dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro sebagai pilar ekonomi
kerakyatan serta pemberdayaan masyarakat desa sebagai basis
sekaligus ujung tombak pembangunan daerah. Sesuai skema
sebelumnya analisis kebutuhan daerah setidaknya melakukan analisis
pelayanan umum dan analisis kebutuhan masyarakat. Secara umum
analisis kebutuhan daerah dari aspek yuridis ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
A. Analisis Pelayanan Umum
1. Gambaran Umum Kabupaten Magetan

Kabupaten Magetan merupakan salah satu kabupaten


di Provinsi Jawa Timur yang terletak di ujung Barat wilayah
Provinsi Jawa Timur tersebut, dengan posisi berada pada 70 38’
30” Lintang Selatan dan 1110 20’ 30” Bujur Timur. Wilayah
Kabupaten Magetan berdasarkan kondisi perwilayahan
termasuk dalam Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)
Madiun dan sekitarnya, dengan cakupan kewilayahan yang
bersifat dinamis, selalu berubah seiring dengan perkembangan
wilayah yang bersangkutan.
Kabupaten Magetan dalam tatanan konstelasi wilayah
diperkirakan akan mengalami perubahan yang cukup
signifikan. Hal ini dikarenakan adanya pembukaan akses jalur
lintas ke Tawangmangu - Solo dengan cara perbaikan
alignment jalan, diiringi dengan semakin canggihnya teknologi
perangkat perjalanan. Dengan adanya jalur ini maka posisi

151
Magetan dalam konstelasi regional akan semakin terbuka.
Apalagi adanya jalan lingkar utara yang sudah selesai dan
mulai dijadikan jalur alternatif bagi masyarakat. Sekalipun
demikian, Magetan tidak akan bisa sepenuhnya menjadi
berada di baris depan, karena jalur transportasi regional
utama Pulau Jawa bagian tengah tetap saja akan berada pada
jalur lama Solo – Mantingan - Ngawi, atau bahkan jalan toll
yang saat ini sedang dalam proses pembuatan.
Transportasi yang melintas di wilayah Magetan dapat
ditempuh melalui jalur barat Kabupaten Karanganyar Provinsi
Jawa Tengah melalui Kawasan wisata Tawangmangu, dimana
sudah terdapat jalur baru yang lebih mudah dan relatif lebih
ringan dibandingkan jalur lama. Jalur transportasi dari timur
dapat ditempuh melalui Kabupaten Ngawi dan juga Kabupaten
Madiun yang jalurnya relatif datar dan nyaman.
Batas-batas administrasi Kabupaten Magetan adalah
sebagai berikut :
⮚ Sebelah Utara adalah berbatasan dengan Kabupaten
Ngawi;
⮚ Sebelah Timur adalah berbatasan dengan Kabupaten
Madiun;
⮚ Sebelah Selatan adalah berbatasan dengan Kabupaten
Ponorogo dan Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa
Tengah); dan
⮚ Sebelah Barat adalah berbatasan dengan Kabupaten
Karanganyar (Provinsi Jawa Tengah).
Magetan merupakan Kabupaten terkecil ke-dua se-
Jawa Timur, setelah Kabupaten Sidoarjo, dengan luas seluruh
Kabupaten Magetan adalah 688,85 Km 2. Kecamatan Parang
152
merupakan kecamatan terluas dengan luas mencapai 71,64
Km2 sedangkan Kecamatan Karangrejo dengan luas 15,15
Km2 merupakan wilayah kecamatan dengan luas wilayah
paling sempit.
Kabupaten Magetan awalnya terdiri dari 17 wilayah
kecamatan dan kemudian mengalami pemekaran menjadi 18
wilayah kecamatan, yaitu dengan penambahan Kecamatan
Sidorejo dari pemekaran wilayah Kecamatan Panekan,
Kecamatan Plaosan dan Kecamatan Magetan. Pemekaran
wilayah di Kabupaten Magetan sebelumnya juga terjadi untuk
Kecamatan Ngariboyo sebagai pemekaran dari Kecamatan
Magetan, Kawedanan dan Poncol, serta Kecamatan
Nguntoronadi sebagai pemekaran dari Kecamatan Takeran dan
Kawedanan. Sampai saat ini, Kabupaten Magetan terdiri dari
235 desa/kelurahan, 1.084 RW dan 4.710 RT.

Tabel 4. 1

Luas Wilayah Kabupaten Magetan


Luas Jumlah Rukun Rukun
No Kecamatan
(Km2) Desa Warga Tetangga
1. Poncol 51,31 8 36 231
2. Parang 71,64 13 106 297
3. Lembeyan 54,85 10 71 333
4. Takeran 25,46 12 39 197
5. Nguntoronadi 16,72 9 29 135
6. Kawedanan 39,45 20 69 319
7. Magetan 21,41 14 64 328
8. Ngariboyo 39,13 12 43 211
9. Plaosan 66,09 15 67 389
10. Sidorejo 39,15 10 41 215

153
11. Panekan 64,23 17 69 362
12. Sukomoro 33,06 14 46 216
13. Bendo 42,90 16 108 357
14. Maospati 25,26 15 78 333
15. Karangrejo 15,15 13 37 173
16. Karas 35,29 11 39 203
17. Barat 22,72 14 46 207
18. Kartoharjo 25,03 12 52 204
Jumlah 688,84 235 1.048 4.710

Sumber: BPS Kabupaten Magetan Dalam Angka, 2023.

Kondisi topografi Kabupaten Magetan bervariasi,


dengan kedudukan terletak pada ketinggian antara 25 sekitar
100 meter di atas permukaan air laut sekitar 14.334,19 Ha
atau (20,28%); ketinggian antara 100 sampai 500 meter di
atas permukaan air laut sekitar 34.078,17 Ha (49,47% dari
luas wilayah); sedangkan ketinggian 500 – 1.000 meter di
atas permukaan air laut luasnya sekitar 11.206,60 Ha atau
(16,27%); ketinggian di atas 1.000 meter dpl luasnya
9.255,78 Ha atau (13,44%). Keadaan tanah Kabupaten
Magetan dari segi kedalaman, dominasi efektif tanah kurang
dari 30 cm yang tercatat seluas 28.171,46 Ha atau sekitar
30,90 persen dari luar wilayah Kabupaten Magetan, dimana
wilayah itu terletak pada Kecamatan Poncol, Parang,
Lembeyan, Kawedanan, Magetan, Bendo, Plaosan, Panekan,
dan Sukomoro. Sedangkan efektif tanah lebih dari 90 cm
luasnya sekitar 5.017 Ha atau 7,30 persen dari luas kabupaten
dan berada di Kecamatan Takeran, Sukomoro, Maospati,
Kartoharjo, dan Karangrejo.

154
Sebagian besar wilayah Kabupaten Magetan terbentuk
dari hasil gunung api kwarter muda yang terdiri dari lereccia,
tuff, dan lakiri yang mempunyai lapisan miring dan sejajar
dengan lereng. Sebagian lagi terdiri dari vulkanik, yang
merupakan hasil perombakan dari mineral yang lebih tua,
yang terdiri dari lereccia, tuff, pairi, dan lava andesit, yang
tersebar di permukaan dengan komposisi mineral endapan
vulkanik berbutir kasar. Jenis tanah yang ada di Kabupaten
Magetan terdiri dari :
❖ Wilayah Utara terdiri dari tanah grumosol, alluvium dan
hidrosol;
❖ Wilayah Timur terdiri dari tanah grumosol, latosol,
mediteran, dan alluvium;
❖ Wilayah Selatan terdiri dari tanah mediteran, grumosol,
dan andosol
❖ Wilayah Barat terdiri dari tanah andosol dan latosol; serta
❖ Wilayah Tengah terdiri dari tanah mediteran dan grumosol.

Jenis-jenis tanah berdasarkan kondisi kesuburannya


dapat dibedakan menjadi:
⮚ Tipe wilayah pegunungan dengan kondisi tanah subur yaitu
Kecamatan Plaosan;
⮚ Tipe wilayah pegunungan dengan tanah sedang yaitu
Kecamatan Panekan, Kecamatan Poncol bagian barat dan
Kecamatan dan Kecamatan Sidorejo;
⮚ Tipe wilayah pegunungan dengan tanah kurang subur
(kritis) yaitu Kecamatan Parang, Kecamatan Lembeyan,
Kecamatan Poncol bagian timur, dan Kecamatan
Kawedanan bagian selatan;

155
⮚ Tipe wilayah dataran rendah dengan tanah pertanian yaitu
Kecamatan Barat, Kecamatan Karangrejo, Kecamatan
Karas, Kecamatan Kertoharjo, Kecamatan Takeran, dan
Kecamatan Nguntoronadi;
⮚ Tipe wilayah dataran rendah dengan tanah pertanian
sedang yaitu Kecamatan Maospati, Kecamatan Magetan,
Kecamatan Ngariboyo, sebagian Kecamatan Bendo,
sebagian Kecamatan Kawedanan, dan sebagian Kecamatan
Sukomoro;
⮚ Tipe wilayah dataran rendah dengan tanah pertanian
kurang subur yaitu Sebagian Kecamatan Bendo dan
Sebagian Kecamatan Sukomoro.
Kemampuan tanah merupakan daya dukung tanah
pada suatu wilayah apabila dilakukan pembudidayaan pada
wilayah tersebut, ada lima indikator kemampuan tanah, yaitu:
kemiringan tanah, kedalaman tanah, tekstur, drainase, dan
erosi. Dilihat dari kemiringan tanah, wilayah Kabupaten
Magetan terbagi atas:
❖ Kemiringan 0 – 2 % merupakan wilayah datar dengan luas
37.732,01 Ha atau 54,77% dari luas wilayah Kabupaten;
❖ Kemiringan 2 – 15 % merupakan wilayah landai dengan
luas 10.199,40 Ha atau 14,81 % dari luas wilayah
Kabupaten;
❖ Kemiringan 15 – 40 % merupakan wilayah bergelombang
dengan luas 8.442,58 Ha atau 12,26% dari luas wilayah
Kabupaten;
❖ Kemiringan 40 % merupakan wilayah bergelombang
dengan luas wilayah 12.509,47 Ha atau 18,16 % dari luas
wilayah Kabupaten.
156
Wilayah Kabupaten Magetan dipandang dari sisi
kedalaman tanah, maka dominasi efektif tanah kurang dari 30
cm yang tercatat seluas 28.171,46 Ha atau sekitar 40,90 %
dari luas wilayah Kabupaten Magetan dan terletak pada
Kecamatan Poncol, Parang, Lembeyan, Kawedanan, Magetan,
Bendo, Plaosan, Panekan, Sukomoro. Sedangkan efektif tanah
lebih dari 90 cm luasnya sekitar 5.027 Ha atau 7,30 % dari
luas kabupaten dan terdapat di Kecamatan Takeran,
Sukomoro, Maospati, Kartoharjo, dan Karangrejo.
Kabupaten Magetan secara umum terbagi dalam 2
musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau, dengan
iklim basah tipe B dan suhu 160– 200C untuk dataran tinggi
serta 220–260C untuk dataran rendah. Kabupaten Magetan
memiliki iklim tropis dengan suhu antara 18,25 0C sampai
dengan 31,450C. Curah hujan yang turun mencapai 1.481 –
2.345 mm per tahun di dataran tinggi dan 876 – 1.551 mm
per tahun di dataran rendah. Berdasarkan data tahun 2007,
dapat dilihat jumlah hari hujan dan curah hujan terbanyak
jatuh pada bulan Desember dengan rata-rata curah hujan
adalah 278 mm/bulan.
Kabupaten Magetan merupakan salah satu kabupaten
di Provinsi Jawa Timur yang terletak di kaki Gunung Lawu.
Selain itu pendapatan batuan volkanik Kwarter juga ditempati
oleh gunung-gunung lain yang berada di Kabupaten Magetan,
seperti Gunung Lumpang, Gunung Bulusungsang, Gunung
Banyuurip, Gunung Puntukpelok, Gunung Sidoramping,
Gunung Jobolarangan, Gunung Cemoro Penganten, sedangkan
Gunung Blego dan Gunung Butak di daerah perbatasan
Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Wonogiri, tepatnya di
157
Kecamatan Poncol. Keberadaan gunung berapi Gunung Bancak
dan Gunung Bungkuk di Kecamatan Parang mewakili batuan
gunung api pada zaman Tersier. Gunung berapi Gunung Lawu
merupakan jenis gunung api Kwarter dalam fase istirahat.
Kawasan rawan bencana gunung berapi Gunung Lawu berupa
aliran lahar. Aliran lahar gunung berapi Gunung Lawu mengalir
melewati Kali Gonggang, Kali Ginuk; Kali Trinil; dan Kali Catur.
Tabel 4. 2

Kondisi Geologi Kabupaten Magetan

Lokasi
Jalan menuju Sarangan Rock fall

Jalan menuju Air Terjun Tirtosari, a. Sliding (translation/ rational)


Desa Ngluweng, Kecamatan Plaosan

Jalan menuju Air Terjun Tirtosari, Debris flow


Dewa Ngluweng, Kecamatan
Plaosan

Jalan menuju Desa Wonomulyo, Rotational sliding


Kecamatan Poncol

Desa Wonomulyo, Kecamatan Rock fall


Poncol

Jalan menuju Desa Genilangit, Rotational Sliding


Kecamatan Poncol

Desa Trosono, Kecamatan Parang Rotational Sliding

Lereng tegak di Kawasan Gunung Rock fall


Blego

Tepi jalan Telaga Wahyu Rotational Sliding

Tepi jalan Cemoro Sewu Rock fall

Tepi jalan Tawangmangu - Sarangan Rock fall

Tikungan jalan Sarangan Rotational Sliding

RPH Campurejo, Desa Jabung Rotational Sliding, rock fall

158
Sumber: BPS Kabupaten Magetan Dalam Angka, 2020.

Kabupaten Magetan banyak sekali memiliki sumber air


tanah yang masih aktif, sehingga pada catchment dari
beberapa sumber mata air tersebut banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk pertanian. Adapun sungai-sungai yang
terdapat di Kabupaten Magetan ada 8 sungai, seperti disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 4. 3

Nama dan Panjang Sungai di Kabupaten Magetan


Kecamatan Nama Sungai Panjang (Km)

Plaosan, Poncol, Gandong 138,10


Magetan, Sukomoro,
Benso, Jiwan,
Mangunrejo

Poncol, Plaosan, Bringin 56,30


Magetan, Kawedanan,
Takeran

Sukomoro, Bendo, Semawur 47,10


Maospati, Jiwan,
Mangunrejo

Jiwan, Barat, Kwadungan Ngelang 43,10

Maospati, Jiwan, Barat, Ulo 35,00


Kwadungan

Sukomoro, Karangrejo, Purwodadi 124,60


Barat, Geneng,
Kwadungan

Karangrejo, Barat, Jungke 27,50


Geneng

Panekan, Sukomoro, Tinil 71,90


Karangrejo, Paron, Ngawi

Sumber: BPS Kabupaten Magetan Dalam Angka, 2020.

159
Jumlah penduduk Kabupaten Magetan pada akhir tahun
2022 berdasarkan data dari BPS Kabupaten Magetan adalah
sebanyak 678.343 jiwa yang terdiri dari 333.605 jiwa
penduduk laki-laki dan 344.738 jiwa penduduk perempuan.
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Magetan tahun 2022
adalah sebesar 0,56 persen. Maka dengan luas 688,85 Km2,
kepadatan penduduk Kabupaten Magetan mencapai 984,76
jiwa/ Km2.
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk
Kabupaten Magetan pada akhir tahun 2022 dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 4. 4

Jumlah Penduduk Kabupaten Magetan Tahun 2022


Penduduk Growth Kepadatan
Kecamatan Luas (km2) Sex Ratio
(Jiwa) (Persen) (Jiwa/Km2)
Poncol 51,31 31.397 0,54 611,91 105
Parang 71,64 44.048 0,89 614,85 97
Lembeyan 54,85 42.171 0,96 768,84 96
Takeran 25,46 38.886 0,52 1.527,34 97
Nguntoron
16,72 21.157 0,61 1.265,37 96
adi
Kawedanan 39,45 41.158 0,27 1.043,30 94
Magetan 21,41 45.494 0,29 2,124,89 95
Ngariboyo 39,13 39.053 0,88 998,03 98
Plaosan 66,09 51.106 0,36 773,28 100
Sidorejo 39,15 27.553 0,61 703,78 99
Panekan 64,23 57.939 1,18 902,06 98
Sukomoro 33,05 32.163 0,70 973,16 93
Bendo 42,9 40.743 0,41 949,72 94
Maospati 25,26 45.428 0,03 1.798,42 94
Karangrejo 15,15 24.256 0,35 1.601,06 96
Karas 35,29 40.272 0,51 1.141,17 96
Barat 22,72 30.258 0,29 1.331,78 98
Kartoharjo 25,03 25.261 0,41 1.009,23 97
Kab 97
688,84 678.343 0,56 984,76
Magetan

Sumber: BPS Kabupaten Magetan Dalam Angka, 2023.

160
Penduduk merupakan potensi sumber daya manusia
(SDM) yang dibutuhkan dalam proses pembangunan, di
samping juga sebagai konsumen dalam pembangunan. Dalam
konteks penduduk sebagai potensi SDM, mengandung arti
bahwa penduduk/manusia memiliki peranan dalam
pengelolaan sumber daya alam (SDA). Salah satu indikator
keberhasilan pembangunan di bidang kependudukan terlihat
pada perubahan komposisi penduduk menurut umur, yang
tercermin dengan semakin rendahnya proporsi penduduk usia
tidak produktif. Penduduk usia tidak produktif (usia 0–14
tahun dan usia 65 tahun ke atas) merupakan beban atau
tanggungan dalam pembangunan, sedangkan usia produktif
(14–64 tahun) merupakan modal dalam pelaksanaan
pembangunan di segala bidang, dengan harapan produktivitas
dan efektivitas yang terjadi ditunjang pula dengan sarana dan
prasarana pembangunan, di mana manusia merupakan tujuan
dan pelaksana pembangunan.

Tabel 4. 5

Jumlah Penduduk Kabupaten Magetan Menurut Kelompok


Umur Tahun 2022
Jenis Kelamin
Kelompok Umur Jumlah
Laki-Laki Perempuan
0–4 22.331 21.112 43.443
5–9 21.970 21.406 43.376
10–14 22.440 21.309 43.749
15–19 22.397 21.120 43.517
20–24 22.642 21.662 44.304
25–29 22.589 21.386 43.975
30–34 22.775 22.664 45.439
35–39 24.110 24.692 48.802
40–44 25.115 24.901 50.016
45–49 23.022 24.264 47.286
50–54 22.410 23.489 45.899
55–59 20.737 23.104 43.841

161
60–64 20.107 22.345 42.452
65–69 17.075 19.032 36.107
70–74 12.192 13.722 25.914
75 + 11.693 18.530 30.223
Kabupaten Magetan 333.605 344.738 678.343
Sumber: BPS Kabupaten Magetan Dalam Angka Tahun 2023.

Kelompok umur produktif (15 – 64 tahun) cukup


banyak yaitu mencapai 67,2 persen, sedangkan komposisi
penduduk usia muda (0 - 14 tahun) adalah sebesar 19,2
persen dan kelompok usia tua atau lanjut usia (65 tahun
keatas) adalah sebesar 13,6 persen. Angka dependency ratio
berdasarkan data tersebut adalah 48,91 yang berarti setiap
100 penduduk usia produktif akan menanggung secara
ekonomi sebanyak 48 sampai 49 penduduk usia tidak
produktif.
Pada kelompok umur 0 – 4 tahun menunjukkan
angkanya sedikit lebih tinggi dibanding kelompok umur di
atasnya yaitu usia 5 – 9 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam lima tahun terakhir terjadi sedikit kenaikan angka
kelahiran di Kabupaten Magetan.

2. Alasan Mendirikan BUMD dengan Bidang Usaha

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan


yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan
orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan
pelanggan. Tujuan pelayanan pada dasarnya adalah untuk
memuaskan masyarakat. Dalam rangka mencapai kepuasan
itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:
a. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka,
mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
162
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti;
b. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi
dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektivitas;
d. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi; kebutuhan, dan
harapan masyarakat;
e. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan
diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku,
ras, agama, golongan, social;
f. Keseimbangan hal dan kewajiban, yaitu pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan
penerima layanan.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik menyatakan bahwa pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/ atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Ruang
lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan
jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam

163
peraturan perundang-undangan (Pasal 5, UU Nomor 25 Tahun
2009).
Dalam perspektif penyelenggaraan pemerintahan
daerah, pelayanan publik itu dilaksanakan berkaitan dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
dimana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,
menegaskan bahwa urusan pemerintahan adalah kekuasaan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan
penyelenggara pemerintahan daerah untuk melindungi,
melayani, memberdayakan, dan mensejahterakan
masyarakat.
Urusan pemerintahan dibedakan menjadi urusan
pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan terdiri atas
urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren,
dan urusan pemerintahan umum. Pemerintah Daerah
menyelenggarakan urusan konkuren Bersama Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah Provinsi, sesuai kewenangan
masing-masing. (Pasal 9 UUPD)
Urusan Pemerintahan konkuren yang menjadi
kewenangan Daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib
164
dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib
terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak
berkaitan dengan pelayanan dasar (Pasal 11, UUPD).
Sedangkan pelayanan dasar adalah pelayanan publik untuk
memenuhi kebutuhan dasar warga negara.
Bidang Pariwisata merupakan salah satu urusan
pemerintahan pilihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah sesuai kewenangan yang dimiliki. Kewenangan yang
dimiliki Pemerintah Kabupaten dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan bidang pariwisata meliputi:
a. Sub Bidang Destinasi Wisata, dengan kewenangan
mencakup:
1) Pengelolaan daya tarik wisata kabupaten;
2) Pengelolaan Kawasan strategis pariwisata kabupaten;
3) Pengelolaan destinasi pariwisata kabupaten;
4) Penetapan tanda daftar usaha pariwisata kabupaten.
b. Sub Bidang Pemasaran Pariwisata dengan kewenangan
Pemasaran pariwisata dalam dan luar negeri, daya Tarik,
destinasi, dan Kawasan strategis kabupaten;
c. Sub Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif melalui
Pemanfaatan dan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
dengan kewenangan penyediaan prasarana (zona
kreatif/ ruang kreatif/ kota kreatif) sebagai ruang
berekspresi, berpromosi dan berinteraksi bagi insan
kreatif di Daerah Kabupaten;
d. Sub Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif dengan kewenangan pelaksanaan
peningkatan kapasitas SDM pariwisata, dan ekonomi

165
kreatif tingkat dasar.
Pengelolaan objek wisata merupakan bagian dari
pelaksanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan pilihan
bidang pariwisata, sub bidang destinasi pariwisata. Untuk
melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan pilihan
bidang pariwisata ini di daerah dibentuk Perangkat Daerah
spesifik yang melaksanakan urusan pemerintahan tersebut.
Pelaksanaan penyelenggaraan urusan pemerintah
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
tentang Perangkat Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
tentang Perangkat Daerah, ditegaskan bahwa perlu dibentuk
Organisasi Perangkat Daerah yang berupa Dinas. Pemerintah
Daerah Kabupaten Magetan Nomor 15 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten
Magetan, salah satu Dinas yang dibentuk Pemerintah
Kabupaten Magetan untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan pilihan bidang pariwisata adalah Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Tipe A. Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan sesuai dengan namanya menyelenggarakan
urusan pemerintahan bidang pariwisata dan urusan
pemerintahan bidang kebudayaan.
Sektor pariwisata sebagaimana tertuang dalam RPJMD
Kabupaten Magetan memiliki kontribusi yang rendah terhadap
PAD disebabkan karena masih rendahnya daya saing
pariwisata, masih kurangnya kuantitas dan kualitas destinasi
pariwisata, masih kurangnya daya dukung pariwisata, belum

166
terintegrasinya perencanaan pembangunan pariwisata dan
belum optimalnya pemasaran pariwisata.
Pengelolaan tempat wisata oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Magetan dinilai belum optimal sehingga tidak bisa
seefektif dan seefisien mungkin. Kurang optimalnya tata letak
dan pengembangan destinasi wisata serta kurang terawat,
kurang menarik dan kurangnya pengembangan sarana dan
prasarana tempat wisata.
Peran Perangkat Daerah dalam mengembangkan
potensi wisata akan tetapi masih muncul beberapa masalah
seperti keindahan dan kesejukan tempat wisata yang dulu
begitu indah dan mempesona, serta menjadi kebanggaan
warga masyarakat Magetan belum/tidak dilakukan penataan
dan pengelolaan dengan baik, masih minimnya kualitas dan
kuantitas sarana dan prasarana kepariwisataan di lokasi
wisata seperti kebersihan, kenyamanan, pelayanan pada
fasilitas pariwisata, belum begitu meningkatnya atraksi wisata
baru baik potensi yang sudah ada maupun hasil ciptaan
manusia guna meningkatkan jumlah wisatawan, masyarakat
belum sepenuhnya fokus pengembangan potensi wisata yang
masih kurang. Disisi lain, usaha non pariwisata belum
sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal melihat potensi
aset yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Daerah. Oleh
sebab itu dirasa perlu untuk memberikan peran kepada BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan dalam mengelolanya.
Adanya pengelolaan yang terpisah-pisah dan adanya
dinas belum optimal sinergi antar stakeholders mengakibatkan
pengelolaan yang kurang terpadu dan terintegrasi serta
hasilnya kurang optimal. Masing-masing Perangkat Daerah
167
pasti memiliki visi dan misi dalam menyelenggarakan urusan
Pemerintahan Daerah. Seiring terbatasnya ruang gerak
Perangkat Daerah dalam menjalankan semua misi baik yang
berkaitan dengan pariwisata. Oleh karenanya, dalam
melakukan akselerasi pembangunan ekonomi lokal melalui
pengembangan pariwisata.
Seiring berkembangnya teknologi membuat
masyarakat menginginkan adanya perubahan dalam
pariwisata. Publik menuntut tanggung jawab pemerintah untuk
pembaruan dalam menyelenggarakan pelayanan publik bagi
warga masyarakat, sehingga pemerintah daerah berkewajiban
untuk menyusun standar pelayanan publik. Dalam pelayanan
publik harus dibuat norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang jelas, sehingga dalam pengelolaan dan pengembangan
potensi pariwisata Daerah dapat dilakukan secara lebih terarah
pengoptimalisasiannya dan dapat dipertanggungjawabkan
pelaksanaannya.
Dengan berbagai rangkaian analisis yuridis terkait
dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan pilihan bidang
Pariwisata itu, dapat ditarik benang merah bahwa dibutuhkan
adanya peningkatan dan pengembangan pengelolaan objek
wisata daerah di Kabupaten Magetan agar lebih optimal
fungsinya, lebih berdaya guna dan berhasil guna. Peningkatan
dan pengembangan pengelolaan destinasi wisata itu dalam
rangka mengatasi berbagai permasalahan penyelenggaraan
urusan pemerintahan pilihan bidang pariwisata, sekaligus
dalam rangka meningkatkan perolehan Pendapatan Asli
Daerah yang berupa Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah
Raga, termasuk memberikan peningkatan pelayanan
168
masyarakat dalam bidang kepariwisataan khususnya
penyediaan sarana prasarana dan fasilitasi destinasi wisata
yang lebih baik.
Rencana pendirian BUMD Pariwisata oleh Pemerintah
Kabupaten Magetan bahwasannya Pemerintah Kabupaten
Magetan belum pernah memiliki Peraturan Daerah tentang
pembentukan atau pendirian BUMD Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan maupun peraturan daerah
tentang penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Magetan
kepada Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan. Pendirian dan pembentukan Perusahaan Umum
Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan diharapkan dapat
menjadi jalan keluar yang tepat untuk mengakomodasi semua
kebutuhan dasar Pemerintah Kabupaten Magetan dalam
rangka mengatasi permasalahan kepariwisataan daerah dan
bertujuan untuk a) memberikan manfaat bagi perkembangan
perekonomian Daerah pada umumnya / peningkatan PAD; b)
menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan
pelayanan pariwisata yang bermutu bagi pemenuhan hajat
hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik, dan potensi
Daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola
perusahaan yang baik; c) meningkatkan fungsi pengelolaan
destinasi wisata untuk memberikan pelayanan masyarakat di
bidang kepariwisataan; dan d) mendorong peningkatan
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Daerah.
Kegiatan pembentukan BUMD Kabupaten Magetan
merupakan inisiatif Pemerintah Daerah selaku mitra
penyelenggara pemerintahan daerah bersama DPRD dalam
rangka meningkatkan dan mengoptimalkan fungsi serta
169
manfaat aset-aset daerah yang dimiliki seperti objek-objek
wisata Daerah sehingga bisa menjadi roda penggerak bagi
kegiatan perekonomian di wilayah sekitarnya.
Pembentukan BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan
merupakan salah satu bentuk kepedulian Pemerintah Daerah
dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Magetan sekaligus dalam rangka meningkatkan pelayanan
publik kepada masyarakat baik masyarakat pengusaha
pariwisata maupun masyarakat pelanggan atau pengunjung /
wisatawan dengan melakukan revitalisasi dan pemberdayaan
aset pemerintah yang berupa objek-objek Pariwisata itu agar
menjadi mesin penggerak bagi kegiatan perekonomian
daerah.
Selain itu secara rinci maksud dan tujuan pembentukan
BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan ini adalah :
a. memberdayakan dan mendayagunakan aset daerah
(Barang Milik Daerah) Pemerintah Kabupaten Magetan,
agar dapat meningkatkan dan mengoptimalkan fungsi dan
manfaatnya;
b. peningkatan kegiatan perdagangan barang dan jasa serta
pelayanan penyediaan barang dan jasa bagi masyarakat
luas;
c. penyediaan fasilitas tempat bertransaksi sekaligus
memungkinkan untuk melakukan rekreasi belanja bagi
masyarakat Kabupaten Magetan dan sekitarnya;
d. mengembangkan potensi objek-objek wisata sebagai
destinasi wisata Kabupaten Magetan dan sekitarnya;
e. meningkatkan Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten
Magetan terutama dari unsur Pendapatan Asli Daerah

170
melalui peningkatan penerimaan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan komponen-
komponen PAD lainnya.
Keberadaan BUMD sebagai lembaga bisnis yang dimiliki
dan dikelola Pemerintah Daerah memiliki peran strategis
dalam pembangunan ekonomi daerah. Berdirinya BUMD di
suatu daerah diharapkan dapat memberikan multiplier effect
yang besar bagi perekonomian masyarakat. BUMD diharapkan
mampu beroperasi dengan efektif, efisien dan akuntabel
sehingga dapat menyediakan destinasi wisata yang memiliki
daya tarik wisata lebih akibat pengelolaan yang lebih baik
sehingga optimal fungsinya, lebih berdaya guna dan berhasil
guna. Selain itu, BUMD juga harus berupaya memperbaiki
profitabilitas, sehingga mampu menjadi andalan sumber
pendapatan Pemerintah Daerah.
Magetan merupakan daerah potensial pertanian dan
pariwisata. Sektor pariwisata merupakan sektor unggulan
Kabupaten Magetan bersama dengan sektor pertanian dan
industri rumah tangga. Dalam konteks pembentukan BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan di bidang/sektor pariwisata
yang belum pernah ada BUMD sebelumnya yang menjalankan
bidang usaha yaitu dengan mengembangkan dan mengelola
destinasi wisata. Kajian peluang pasar bertujuan untuk
mengetahui pangsa pasar dengan melihat pasar pengguna
jasa pariwisata yang ada di Kabupaten Magetan baik jumlah
wisatawan domestik maupun wisatawan luar negeri.
Hal ini juga sesuai dengan aspek potensi dimana BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan rencananya akan bergerak
pada beberapa unit usaha berdasarkan potensi
171
pengembangannya, yaitu pengelolaan dan pengembangan
destinasi pariwisata unggulan Daerah dengan meningkatkan
kualitas dan kuantitas destinasi wisata serta mengembangkan
wisata edukasi. Hal ini dilihat dari sisi pengembangan
pariwisata lokal sesuai dengan potensi yang ada.
Berdasarkan aspek kebijakan Pemerintah Daerah,
pembentukan BUMD Pariwisata dalam rangka mendukung
pencapaian Misi kedua pada RPJMD Kabupaten Magetan Tahun
2018-2023 yaitu “Meningkatkan perekonomian daerah melalui
keberpihakan dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro
sebagai pilar ekonomi kerakyatan serta pemberdayaan
masyarakat desa sebagai basis sekaligus ujung tombak
pembangunan daerah”.
Pemerintah Kabupaten Magetan bersama-sama dengan
seluruh elemen masyarakat di daerah memiliki keyakinan
bahwa berbagai potensi kekayaan daerah yang ada dapat
dikelola melalui pembentukan BUMD Pariwisata yang
berorientasi pada kaidah-kaidah bisnis yang profesional dan
akuntabel. Banyak sumber potensial yang benar-benar mampu
memberikan pemasukan bagi daerah dan peluang usaha yang
cukup potensial guna meningkatkan kontribusi laba
perusahaan daerah terhadap PAD di Kabupaten Magetan
adalah pengelolaan dan pengembangan sektor pariwisata.
Keberadaan sektor-sektor tersebut terangkum dalam
BUMD Pariwisata yang berperan strategi dalam
pengembangan sarana dan prasarana pariwisata untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi. Mengingat cukup
strategisnya peran perusahaan daerah sebagai institusi public
service sekaligus sebagai salah satu sumber PAD, maka tentu
172
saja perusahaan daerah dituntut lebih profesional dan lebih
efisien dalam melaksanakan usahanya.
Sektor Pariwisata, Kabupaten Magetan merupakan
kabupaten yang potensial pariwisata dimana Kabupaten
Magetan terletak di kaki Gunung Lawu dan perbatasan antara
Jawa Timur dengan Jawa Tengah sehingga menawarkan objek
wisata bernuansa alam. Beberapa objek wisata Kabupaten
Magetan diantaranya Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Kebun
Bunga Refugia Magetan, dan Kampung Susu Lawu. Sebagai
salah satu urusan pemerintah daerah kabupaten, maka
pariwisata dalam rangka pemenuhan pelayanan publik perlu
ditingkatkan pengelolaan dan pengembangan objek wisata
agar maju, optimal, berdaya guna dan berdaya hasil. Seiring
banyaknya destinasi wisata yang awalnya dikelola oleh Dinas
Pariwisata dinilai belum optimal pengelolaan dan
pengembangannya serta masih muncul banyak permasalahan
kepariwisataan daerah maka rencana pengelolaan dan
pengembangan objek wisata dikelola dengan pola BUMD akan
dipandang lebih leluasa untuk berkembang secara profesional,
maju dengan menerapkan tata pengelolaan perusahaan yang
baik sehingga diharapkan mampu memaksimalkan
pengelolaan pariwisata secara efektif utamanya agar
pariwisata dapat meningkatkan PAD. Pengelolaan yang
dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah akan lebih berfokus
pada pengelolaan dan pengembangan destinasi wisata Telaga
Sarangan, Telaga Wahyu, Kebun Bunga Refugia, dan Kampung
Susu Lawu. Pengembangan potensi pariwisata seperti
penyediaan sarana dan prasarana dan fasilitasi destinasi
wisata yang lebih baik. Dengan tersedianya destinasi wisata
173
yang lebih menarik dan pengelolaan yang lebih baik oleh
BUMD maka diyakini bahwa ke depan usaha pariwisata akan
menjadi bidang usaha yang cukup menjanjikan dan bidang
usaha yang belum pernah ada sebelumnya.
Berdasarkan aspek pendukung lainnya, letak
Kabupaten Magetan di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa
Timur memiliki akses jaringan pemasaran produk, sehingga
memungkinkan distribusi, promosi dan pemasaran produk-
produk yang dihasilkan BUMD melalui e-commerce dan
berbagi informasi teknologi dalam pengelolaan semua area
bisnis. Dari segi sumber daya manusia, Kabupaten Magetan
juga memiliki beberapa sumber daya manusia yang baik.
Dengan berdirinya BUMD Pariwisata, diharapkan mampu
menyerap tenaga kerja dengan berbagai jenis pekerjaan yang
dibutuhkan. Selain itu, pembentukan BUMD Pariwisata juga
merupakan bagian dari optimalisasi PAD dalam hal
penerimaan deviden, potensi pajak dan peningkatan
pemanfaatan aset daerah.

3. Pendekatan/Metode Analisa Potensi Ekonomi dan Prioritas


Kebutuhan Daerah

a. Analisa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Potensi ekonomi suatu daerah seringkali dikaitkan


dengan kondisi dan perkembangan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) daerah dimaksud. PDRB sebagai
ukuran produktivitas mencerminkan seluruh nilai barang
dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah dalam satu
tahun. Berikut pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magetan

174
sepanjang tahun 2018 – 2022 dapat digambarkan sebagai
berikut:

Gambar 4. 2

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Magetan Tahun 2018 –


2022 (Persen)

Nampak bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten


Magetan sepanjang tahun 2018 – 2022 berkembang
secara fluktuatif. Walaupun nilai PDRB terus mengalami
peningkatan, seiring laju peningkatannya berkembang
fluktuatif dengan kecenderungan meningkat.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magetan sepanjang
tahun 2018 – 2022 belum dapat menyentuh angka 5,50
persen, dimana pertumbuhan dengan angka antara 5,00 –
6,00 persen tersebut menunjukkan bahwa pemerintah
daerah belum memberikan campur tangan berupa
dorongan yang kondusif. Hal itu berarti perekonomian
sudah berjalan sendiri secara alami.

175
Tabel 4. 6

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga


Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Magetan
(juta rupiah), 2018-2022

Lapangan Usaha 2018 2019 2020 2021 2022

A Pertanian, 5.414.13 5.534.86 5.744.38 5.820.79 6.172.98


Kehutanan, 0,6 2,5 9,3 2,1 9,3
dan Perikanan

B Pertambangan 273.589, 283.940, 268.272, 289.323, 296.238,


dan 9 0 6 1 7
Penggalian

C Industri 1.862.94 2.043.18 2.023.18 2.189.51 2.490.89


Pengolahan 1,2 0,0 1,3 8,9 6,5

D Pengadaan 9.979,3 10.720,5 10.572,7 10.842,7 11.842,2


Listrik dan
Gas

E Pengadaan 31.117,1 32.921,5 34.476,8 36.373,1 39.953,7


Air;
Pengelolaan
Sampah,
Limbah, dan
Daur Ulang

F Konstruksi 1.421.71 1.540.28 1.438.15 1.518.07 1.672.70


1,1 7,8 6,4 0,1 4,0

G Perdagangan 2.760.55 3.015.65 2.904.51 3.116.12 3.443.69


Besar dan 0,3 4,7 8,5 0,9 3,5
Eceran;
Reparasi Mobil
dan Sepeda
Motor

H Transportasi 267.113, 299.151. 282.380, 313,074, 388.116,


dan 4 3 6 0 6
Pergudangan/

I Penyediaan 814.647, 903.991, 798.493, 856.400, 986.547,


Akomodasi 6 9 3 4 6
dan Makan
Minum

J Informasi dan 1.143.68 1.248.62 1.354.15 1.433.27 1.498.05

176
Komunikasi 7,5 6,2 6,7 7,9 5,0

K Jasa 474.024, 497.481, 491.992, 505.144, 542.020,


Keuangan dan 6 2 8 5 1
Asuransi

L Real Estat 241.897, 260.775, 270.878, 278.372, 293.663,


5 0 1 7 6

M,N Jasa 61.991,6 67.426,6 64.264,6 65.966,4 68.946,4


Perusahaan

O Administrasi 1.397.04 1539779, 1.553.00 1.534.65 1.547.52


Pemerintahan, 8,0 6 1,3 8,2 5,1
Pertahanan,
dan Jaminan
Sosial Wajib

P Jasa 708.888, 765.852, 795.676, 826.593, 833.603,


Pendidikan 5 2 7 8 9

Q Jasa 155.973, 171.989, 189.615, 203.666, 217.006,


Kesehatan 4 8 6 8 8
dan Kegiatan
Sosial

R,S, Jasa Lainnya 584.732, 633.591, 547.735, 589.676, 690.938,


T,U 8 6 4 9 1

PDRB 17.623.9 18.850.2 18.771.7 19.587.8 21.194.7


24,5 32,7 62,6 72,4 41,1

Sumber : Kabupaten Magetan Dalam Angka 2023, diolah.

Angka PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB)


Kabupaten Magetan tahun 2022 senilai 21.194,7 miliar
rupiah. Lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan masih memberi sumbangan terbesar pada
PDRB Kabupaten Magetan. Sumbangan sektor tersebut
pada PDRB Kabupaten Magetan tahun 2022 mencapai
29,13 persen. Pada peringkat kedua adalah Sektor
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 16,25 persen. Sektor Industri Pengolahan
menempati urutan ketiga dan menyumbangkan andil
177
sebesar 11,75 persen. Dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magetan
mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat
setiap tahunnya. Pada tahun 2018 hingga 2019
pertumbuhan ekonomi berkisar di angka 5 persen yakni
masing-masing 5,21 persen dan 5,04 persen. Kemudian
di tahun 2020 merupakan tahun awal terjadinya Covid-19
yang menyebabkan penurunan tajam menjadi -1,64
persen. Selanjutnya, pada tahun 2021 telah terjadi
pemulihan ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi
kembali bangkita hingga mencapai 3,04 persen serta di
tahun 2022 tumbuh kembali sebesar 3,89 persen.

Dengan jumlah penduduk 678.343 jiwa, PDRB per


kapita Kabupaten Magetan mencapai 31,24 juta rupiah.
Dalam 5 tahun terakhir, PDRB per kapita cukup fluktuatif.
Pada tiga tahun pertama yaitu tahun 2018 hingga 2019
cenderung selalu mengalami peningkatan, kemudian di
tahun 2020 menurun akibat adanya Pandemi Covid-19
yang memporak porandakan perekonomian, selanjutnya
meningkat terus hingga di tahun 2022. Perlu kehati-
hatian dalam membaca angka PDRB per kapita. Angka
PDRB per kapita bukan pendapatan yang diterima per
individu. PDRB ini mengindikasikan geliat ekonomi
semakin dinamis, dan kesempatan kerja semakin terbuka
dan mendorong penambahan pendapatan masyarakat.

178
Gambar 4. 3

PDRB Perkapita Kabupaten Magetan Tahun 2018 – 2022


(Juta Rupiah)

Adapun perkembangan kinerja pembangunan


bidang pariwisata di Kabupaten Magetan digambarkan
sebagai berikut.

Tabel 4. 7
Perkembangan Indikator Pembangunan Pariwisata
Kabupaten Magetan Tahun 2018 – 2022
Uraian 2018 2019 2020 2021 2022

Jml Kunj
762.865 929.078 761.046 771.003 1.522.930
Wisatawan
179
(orang)

PAD
Pariwisata 13.223.957 15.934.042 10.874.247 9.860.767 17.129.417
(Ribu Rp)

PDRB
Sektor
572.625,5 623.580,3 546.703,7 562.975,4 625.906,9
Pariwisata
(Juta Rp)

Sumber: Kab Magetan Dalam Angka Tahun 2023.

Indikator perkembangan pembangunan bidang


pariwisata dapat dijelaskan dengan perkembangan: (a)
jumlah kunjungan wisatawan; (b) nilai Pendapatan Asli
Daerah (PAD) bidang pariwisata; dan (c) PDRB Sektor
Pariwisata. Ketiga indikator pembangunan bidang
pariwisata di Kabupaten Magetan tersebut menunjukkan
adanya perkembangan yang cukup signifikan terkait
ketiga indikator tersebut.

Besarnya jumlah pengunjung kawasan wisata atau


wisatawan yang datang ke suatu wilayah dapat
mengindikasikan banyaknya perputaran utang maupun
pertambahan uang yang masuk di suatu wilayah. Hal ini
berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkan wisatawan
untuk masuk ke lokasi wisata, penggunaan fasilitas, dan
jasa pelayanan lainnya. Seiring terus bertambahnya
wisatawan pada suatu daerah maka perputaran dan
jumlah uang pada daerah tersebut juga terus bertambah.

Jumlah pengunjung daerah tujuan wisata atau


wisatawan sepanjang tahun 2018–2022 cukup
berfluktuatif. Pada tahun 2018 jumlah wisatawan ke

180
Kabupaten Magetan mencapai 762.865 orang, kemudian
di tahun 2019 meningkat menjadi 929.078 orang. Di
tahun 2020 mengalami penurunan akibat pandemi Covid-
19 menjadi 761.046 orang dan di tahun 2021 mengalami
peningkatan menjadi 771.003 orang. Adapun tahun 2022
kembali meningkat tajam menjadi 1.522.930 orang.

Gambar 4. 4

Jumlah Wisatawan ke Kabupaten Magetan Tahun 2018 –


2022 (Orang)

Indikator pembangunan pariwisata berikutnya


adalah nilai Pendapatan Asli Daerah bidang Pariwisata
dimana gambaran perkembangannya sepanjang tahun
2018–2022 menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif
dari tahun ke tahun.

181
Gambar 4. 5

Nilai PAD Bidang Pariwisata Kabupaten Magetan Tahun


2018 – 2022 (Ribu Rupiah)
Nampak bahwa sepanjang tahun 2018 – 2022
pendapatan bidang pariwisata yang disetorkan dalam
pembentukan PAD Kabupaten Magetan secara nominal
terus berfluktuatif dari tahun ke tahun. Peningkatan yang
cenderung tinggi terjadi pada tahun 2019 seiring dengan
peningkatan tiket masuk ke objek wisata di Kabupaten
Magetan. Pendapatan Asli Daerah sektor pariwisata tahun
2022 bila dibandingkan tahun 2021 mengalami
peningkatan. Penurunan Pendapatan Asli Daerah sektor
pariwisata tahun 2020 dan 2021 mengalami penurunan
akibat adanya Pandemi Covid-19 menyebabkan destinasi
pariwisata ditutup mulai Bulan Juli 2021 dan baru dibuka
kembali awal November 2021 dengan tetap menerapkan
protokol kesehatan.

Selanjutnya, indikator ketiga pembangunan


pariwisata adalah PDRB Bidang Pariwisata, dimana dari 17
sektor dalam PDRB Kabupaten Magetan terdapat 2 sektor
182
yang mencerminkan sumbangan dari sektor Pariwisata
yaitu Sektor Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum.
Perkembangan PDRB sektor Pariwisata sepanjang tahun
2018 – 2022 menunjukkan kontribusi Pariwisata yang
meningkat dalam perkembangan perekonomian daerah.
Tercatat pada tahun 2018 nilai PDRB sektor pariwisata di
Kabupaten Magetan sebesar Rp 572.625,5 juta dan
meningkat pada tahun 2019 menjadi sebesar Rp
623.580,30 juta. Namun, pada tahun 2020 nilai PDRB
sektor pariwisata juga mengalami dampak akibat adanya
pandemi Covid-19 yang menyebabkan nilai PDRB sektor
pariwisata menurun secara signifikan menjadi Rp
546.703,70 juta yang kemudian meningkat kembali
secara terus menerus hingga tahun 2022 menjadi sebesar
Rp 625.906,9 juta.

Gambar 4. 6

Nilai PDRB Sektor Pariwisata Kabupaten Magetan Tahun


2018 – 2022 (Juta Rupiah)

183
b. Keuangan Daerah Kabupaten Magetan

Gambaran keuangan daerah Kabupaten Magetan


sebagai kebijakan fiskal daerah merupakan sinkronisasi
dari optimalisasi sumber-sumber pendapatan dan
penerimaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
anggaran belanja dan pengeluaran prioritas
pembangunan. Keuangan daerah dalam pelaksanaannya
harus dikelola secara efektif, efisien, tertib, transparan,
dan akuntabel sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Selama kurun waktu 2018-2022,
kinerja urusan keuangan Kabupaten Magetan cenderung
mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari realisasi
Pendapatan Daerah yang meningkat dimana tahun 2018
sebesar Rp 1.828.792.472.409,96 tahun 2019 menjadi
sebesar Rp 1.936.559.034.997,60. Namun, pada tahun
2020 akibat adanya pandemi covid-19 yang berpengaruh
pada perekonomian daerah menyebabkan penurunan
pendapatan daerah hanya sebesar Rp
1.801.812.706.354,25. Selanjutnya, pada tahun 2021
telah terjadi pemulihan ekonomi sehingga pendapatan
daerah Kabupaten Magetan tahun 2021 meningkat
menjadi sebesar Rp 1.896.117.538.030,50. Sementara,
pada tahun 2022 justru Pendapatan Daerah mengalami
penurunan menjadi sebesar Rp 1.845.412.433.875,57.

Seiring terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 12


Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang
mengatur mengenai perencanaan dan penganggaran,
pelaksanaan dan penatausahaan, dan

184
pertanggungjawaban keuangan dengan yang bertujuan
untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang
efektif, efisien, dan transparan. Keuangan daerah
merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan
yang dapat dijadikan milik daerah berhubung dengan hak
dan kewajiban daerah tersebut. Peraturan Pemerintah
tersebut memberikan amanat perubahan nomenklatur
pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah.

Perencanaan Keuangan Daerah di Kabupaten


Magetan selama ini didasarkan atas pertimbangan
beberapa faktor sebagai berikut:

1. Perkembangan asumsi perekonomian yang global dan


nasional yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Magetan.
2. Kebijakan fiskal pemerintah pusat yang
mempengaruhi kondisi keuangan daerah Kabupaten
Magetan.
3. Proyeksi Pendapatan Asli Daerah yang dicapai dalam
tahun penganggaran berkenaan yang berpengaruh
pada kemampuan belanja daerah.

Analisis kinerja keuangan 5 (lima) tahun terakhir


kurun waktu 2018-2022 dimaksudkan untuk mengetahui
kinerja kondisi keuangan di masa lalu. Berdasar analisis
kinerja tahun sebelumnya maka akan diperoleh dan
diketahui rata-rata pertumbuhan. Berikut ini dijelaskan
kinerja keuangan daerah Kabupaten Magetan.
185
Kinerja keuangan merupakan tingkat pencapaian
target kegiatan keuangan pemerintah daerah yang diukur
melalui indikator-indikator keuangan yang dapat dinilai
dari hasil pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Pengukuran kinerja
keuangan pemerintah daerah dilakukan untuk memenuhi
3 (tiga) tujuan yakni memperbaiki kinerja pemerintah,
membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan
keputusan, serta mewujudkan pertanggungjawaban publik
dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

1. Kinerja Pertumbuhan

Rasio atau kinerja pertumbuhan adalah rasio yang


digunakan untuk mengukur besaran kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilannya yang dicapai dari
periode waktu ke waktu. Jika rasio pertumbuhan
mengalami pertumbuhan positif atau meningkat maka
pertumbuhan tersebut dikatakan baik.

Gambar 4. 7

186
Kinerja Pertumbuhan Keuangan Kabupaten Magetan
Tahun 2018-2022

Sumber : LKPD 2018-2022, diolah.

Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa


rasio pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berfluktuasi setiap tahun dengan kecenderungan
meningkat. Jika dilihat pertumbuhan Pendapatan Asli
Daerah tahun 2019 mengalami pertumbuhan yang
positif yakni sebesar 20,60 persen. Ini berarti terjadi
peningkatan PAD sebesar 20,61 persen. Namun, pada
tahun 2020 akibat adanya Pandemi Covid-19
mengakibatkan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
menurun hingga menjadi sebesar -14,29 persen.
Seiring adanya Pemulihan Ekonomi Nasional,
berdampak pada pertumbuhan positif di daerah
sehingga pertumbuhan PAD Kabupaten Magetan
Tahun 2021 tumbuh secara positif sebesar 19,79
persen. Namun, penurunan atau pertumbuhan negatif
terjadi kembali di tahun 2022 sebesar -2,28 persen.
Sehingga secara rata-rata dalam kurun waktu tahun
2018-2022 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Magetan tumbuh sebesar 5,96 persen setiap
tahunnya.

2. Kinerja Kontribusi (Share)

Kinerja kontribusi/sumbangan (share) dari


Pendapatan Asli Daerah dibagi total Pendapatan
Daerah dikali seratus persen.

187
Gambar 4. 8

Kinerja Kontribusi PAD Kabupaten Magetan Tahun


2018-2022

Sumber : LKPD 2018-2022, diolah

Berdasarkan gambar diatas bahwa kontribusi


Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Daerah
tertinggi kedua sepanjang tahun 2018-2022.
Kontribusi Pendapatan Asli Daerah selama tahun
2018-2022 berfluktuatif kecenderungan meningkat
dimana tahun 2018 kontribusi PAD sebesar 10,76
persen kemudian meningkat di tahun 2019 menjadi
12,26 persen selanjutnya tahun 2020 menurun hanya
sebesar 11,29 persen. Akan tetapi kontribusi kembali
meningkat di tahun 2021 dan tahun 2022 secara
berturut-turut meningkat menjadi sebesar 12,85
persen dan 12,91 persen. Adapun kontribusi
Pendapatan Transfer terhadap Pendapatan Daerah
berkontribusi tertinggi selama kurun waktu yang sama
dengan perkembangan yang cenderung menurun

188
persentasenya. Sedangkan kontribusi Lain-Lain
Pendapatan Daerah yang Sah memiliki kontribusi
paling kecil dalam kurun waktu tahun 2018-2022.

3. Kinerja Efektivitas

Kinerja atau rasio efektivitas adalah kemampuan


Pemerintah Daerah khususnya dalam pencapaian
Pendapatan Asli Daerah yang diperbandingkan dengan
target. Semakin tinggi efektivitas, maka kinerja
pemerintah daerah dikatakan semakin baik.
Tabel 4. 8

Kinerja Efektivitas Keuangan Kabupaten Magetan


Tahun 2017-2021

Uraian R_2018 R_2019 R_2020 R_2021 R_2022

PAD 114,89 111,54 98,92 117,47 115,15

Pend. 103,77 99,83 102,66 105,15 100,53


Transfer

Lain2 PD 99,70 106,01 91,57 85,26 88,61


yg Sah

PD 104,74 101,30 101,84 105,67 102,05

Sumber :LKPD 2018-2022, diolah

Tabel 4. 9

Kategori Kinerja Efektivitas Keuangan Kabupaten


Magetan Tahun 2017-2021

Uraian R_2018 R_2019 R_2020 R_2021 R_2022

PAD Sangat Sangat Cukup Sangat Sangat

189
efektif efektif Efektif efektif efektif

Pend. Sangat Efektif Sangat Sangat Sangat


Transfer efektif efektif efektif efektif

Lain2 PD Efektif Sangat Cukup Kurang Kurang


yg Sah efektif Efektif Efektif Efektif

PD Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat


efektif efektif efektif efektif efektif

Berdasarkan tabel diatas, rasio efektivitas PAD


Pemerintah Kabupaten Magetan kurun waktu 2018-
2022 menunjukkan bahwa keefektifan keuangan
Pemerintah Kabupaten Magetan kurun waktu 2018-
2022 rata-rata mencapai 111,59 persen. Angka
tersebut menunjukkan bahwa kemampuan Pemerintah
Kabupaten Magetan untuk merealisasikan PAD dari
target yang telah ditetapkan mendapatkan hasil yang
memuaskan. Selama lima tahun tersebut, rasio
efektivitas menunjukkan sebesar 111,59 persen
dimana angka tersebut telah melebihi 100 persen. Jika
rata-rata tingkat efektivitas lebih dari 100 persen
maka kinerja Pemerintah Kabupaten Magetan
dikatakan sangat efektif meski di tahun 2020
tergolong pada kategori cukup efektif. Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Magetan nampak satu-satunya
sumber Pendapatan Daerah yang capaian target
terbesar sepanjang 2018-2022 kecuali tahun 2020.
Adapun Pendapatan Transfer cenderung memiliki rasio
efektivitas lebih rendah dibanding PAD. Secara
keseluruhan, efektivitas Pendapatan Daerah

190
Kabupaten Magetan tahun 2018-2022 sudah sangat
efektif.

4. Derajat Desentralisasi Fiskal

Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) adalah


kemampuan Pemerintah daerah dalam melaksanakan
otonomi daerah, khususnya pada aspek keuangan
daerah. Semakin tinggi angka realisasi PAD
dibandingkan dengan total APBD, maka suatu daerah
dikategorikan sebagai daerah yang mandiri. Daerah
mandiri berarti daerah yang mampu mengelola
sumber-sumber Pendapatan Asli Daerahnya.

Gambar 4. 9

Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Magetan


Tahun 2018-2022 (%)

Sumber : LKPD 2018-2022, diolah

Berdasarkan gambar diatas DDF mengalami


fluktuasi dengan kecenderungan meningkat kurun
191
waktu 2018-2022. Rata-rata Derajat Desentralisasi
fiskal Pemerintah Kabupaten Magetan berada dalam
kategori “kurang”. Artinya Pemerintah Kabupaten
Magetan kurang optimal dalam menyelenggarakan
desentralisasi fiskal dengan mengoptimalkan potensi
PAD dan pelayanan umum yang lebih baik. Hal ini
dilakukan dengan cara mengurangi alokasi belanja
proporsional seperti belanja operasional dan
meningkatkan belanja modal. DDF Kabupaten Magetan
tahun 2018 sebesar 10,76 persen dengan kategori
“kurang” dan tetap pada tahun 2022 sebesar 12,91
persen dengan kategori “kurang”.

5. Derajat Otonomi Fiskal (DOF)

Derajat Otonomi Fiskal (DOF) menunjukkan


tingkat kemandirian satu daerah. Indikator DOF juga
diistilahkan dengan Rasio Kemandirian. Rasio
Kemandirian daerah adalah jumlah Pendapatan Asli
Daerah dibagi Total Pendapatan dikali 100 dan
dinyatakan dalam persen. Semakin rendah derajat
otonomi fiskal suatu daerah semakin kecil pula porsi
PAD dalam keseluruhan pendapatan suatu daerah. Hal
ini berimplikasi pada semakin tingginya
ketergantungan suatu daerah terhadap transfer dari
pusat.

Besaran rasio kemandirian dalam keuangan


daerah di suatu Pemerintahan Daerah berpengaruh
pada bagaimana pola hubungan yang dilakukan antara
192
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam
pelaksanaan dan pengelolaan keuangan. Berikut
adalah tabel tentang rasio kemandirian dengan pola
hubungan keuangan Pemerintah.

Kemampuan Rasio Pola Hubungan


Keuangan Kemandirian

Rendah Sekali 0 - 25% Instruktif

Rendah > 25 - 50% Konsultatif

Sedang > 50 - 75% Partisipatif

Tinggi > 75 100% Delegatif

Sumber : Halim, 2007.

Gambar 4. 10

Rasio Kemandirian Kabupaten Magetan Tahun 2018-


2022 (%)

Sumber : LKPD 2018-2022, diolah

Berdasarkan perhitungan DOF atau rasio


kemandirian keuangan daerah periode tahun 2018-
2022 rata-rata menunjukkan angka 13,67 persen yang
193
dapat diartikan bahwa kondisi keuangan bersifat
instruktif. Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Magetan
tahun 2018 sebesar 12,06 persen dengan kategori
instruktif dan di tahun 2022 sebesar 14,82 persen
dengan kategori tetap yakni instruktif.

c. Analisis Location Quotient

Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk


mengetahui basis ekonomi suatu wilayah terutama dari
kriteria kontribusi. Aspek dari analisis LQ adalah sebagai
salah satu indikator untuk menentukan sektor unggulan.
Analisis ini dapat dihitung menggunakan formulasi
sebagai berikut:

Dimana:

LQ : besarnya Location Quotient

Si : PDRB sektor i di Kabupaten Magetan

S : PDRB Kabupaten Magetan

Ni : PDRB sektor i di Provinsi Jawa Timur

N : PDRB Provinsi Jawa Timur

Apabila nilai LQ > 1 menunjukkan bahwa sektor i di


Kabupaten Magetan memiliki spesialisasi lebih besar
dibandingkan sektor serupa di Provinsi Jawa Timur (sektor
194
basis), sedangkan nilai LQ < 1 menunjukkan bahwa
sektor i di Kabupaten Magetan memiliki spesialisasi lebih
kecil daripada sektor serupa di Provinsi Jawa Timur
(sektor non basis) serta LQ=1 menunjukkan bahwa sektor
i di Kabupaten Magetan memiliki spesialisasi sama dengan
sektor serupa di Provinsi Jawa Timur.

Tabel 4. 10

Location Quotient Kabupaten Magetan Tahun 2022

Ktg Uraian Kab. Jawa LQ Ket


Magetan Timur

A Pertanian 3.581.05 173.638. 2,60 Basic


, 0,8 400,00
Kehutana
n, dan
Perikanan

B Pertamba 185.212, 71.833.6 0,33 Non Basic


ngan dan 3 30,00
Penggalia
n

C Industri 1.643.90 536.542. 0,39 Non Basic


Pengolah 9,5 740,00
an

D Pengadaa 9.372,5 5.065.18 0,23 Non Basic


n Listrik 0,00
dan Gas

E Pengadaa 35.428,9 1.800.78 2,48 Basic


n Air, 0,00
Pengelola
an
Sampah,
Limbah
dan Daur
Ulang

F Konstruk 1.164.20 162.018. 0,91 Non Basic


si 1,6 820,00

G Perdagan 2.318.35 333.594. 0,88 Non Basic

195
gan 0,4 780,00
Besar
dan
Eceran;
Reparasi
Mobil dan
Sepeda
Motor

H Transport 263.656, 53.222.6 0,62 Non Basic


asi dan 7 60,00
Pergudan
gan

I Penyedia 625.906, 94.152.2 0,84 Non Basic


an 9 10,00
Akomoda
si dan
Makan
Minum

J Informasi 1.322.69 119.114. 1,40 Basic


dan 7,7 060,00
Komunika
si

K Jasa 345.697, 43.096.1 1,01 Basic


Keuanga 7 50,00
n dan
Asuransi

L Real 215.254, 31.618.6 0,86 Non Basic


Estate 0 50,00

M,N Jasa 44.935,5 13.112.6 0,43 Non Basic


Perusaha 50,00
an

O Administr 955.824, 35.038.5 3,44 Basic


asi 8 80,00
Pemerint
ahan,
Pertahan
an dan
Jaminan
Sosial
Wajib

P Jasa 611.183, 46.578.6 1,65 Basic


Pendidika 9 20,00
n

196
Q Jasa 144.537, 13.143.4 1,39 Basic
Kesehata 9 10,00
n dan
Kegiatan
Sosial

RSTU Jasa 471.926, 24.250.1 2,45 Basic


Lainnya 3 10,00

PDRB 13.939.1 1.757.82


47,5 1.430,00

Sumber : BPS, diolah.

Ditinjau dari Analisis Location Quotient (LQ) industri


di Kabupaten Magetan yang termasuk dalam sektor basis
adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, sektor
pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur
ulang, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa
keuangan dan asuransi, sektor administrasi pemerintahan
, pertahanan dan jaminan sosial wajib, sektor jasa
pendidikan, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial
serta sektor jasa lainnya. Sedangkan sektor non basis
meliputi sektor pertambangan dan penggalian, sektor
industri pengolahan, sektor pengadaan listrik dan gas,
sektor konstruksi, sektor Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Transportasi dan
Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum, sektor Real Estate, dan sektor Jasa Perusahaan.

d. Analisis Shift Share

Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis


pergeseran struktur ekonomi, dimana melalui analisis ini
dapat menggambarkan performance (kinerja) sektor-

197
sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan kinerja
perekonomian wilayah di atasnya. Hasil analisis shift
share ini menunjukkan pergeseran struktur ekonomi yang
dinyatakan dalam hasil jumlah dari pengaruh 3 (tiga)
komponen shift share yaitu pengaruh perekonomian
provinsi (Nij); pengaruh bauran industri (Mij); dan
pengaruh daya saing (Cij). Setelah diketahui hasil
pergeseran struktur ekonomi daerah, sektor-sektor
tersebut akan dikelompokkan ke dalam 4 (empat)
kuadran, yaitu: kuadran 1 tumbuh cepat; kuadran 2
cenderung berpotensi; kuadran 3 berkembang; dan
kuadran 4 terbelakang.

Gambar 4. 11

Klasifikasi Kuadran Shift Share

Analisis Shift Share Kabupaten Magetan terdiri dari:

1) Analisis Berdasarkan Pengaruh Perekonomian Provinsi


(Nij)

Pertumbuhan Nasional (national growth effect) adalah

198
indikator yang menunjukkan terkait pengaruh
pertumbuhan ekonomi provinsi terhadap
perekonomian daerah. Sebagai komponen pertama
dalam pencapaian hasil shift share menilai kinerja
suatu daerah dipengaruhi oleh perekonomian provinsi.

Formula perhitungan pengaruh pertumbuhan ekonomi


provinsi :

Nij = Yij x rn

2) Analisis Berdasarkan Pengaruh Bauran Industri (Mij)

Pengaruh bauran industri (industrial mix share) adalah


sebuah indikator yang menunjukkan perubahan relatif
kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap
sektor yang sama di provinsi. Sebagai komponen
kedua dalam capaian hasil shift share guna melakukan
penilaian pergeseran nilai suatu daerah yang
dipengaruhi oleh bauran industri.

Formula perhitungan pengaruh bauran industri :

Mij = Yij (rin- rn)

3) Analisis Berdasarkan Pengaruh Daya Saing (Cij)

Pengaruh daya saing menunjukkan tingkat daya saing


tiap-tiap sektor ekonomi di tingkat bawah terhadap
sektor ekonomi di tingkat atas. Apabila Cij > 0 atau
bertanda positif (+) maka sektor ekonomi tersebut
memiliki daya saing sangat kuat terhadap daerah
diatasnya, dan sebaliknya jika bertanda negatif (-)
199
atau Cij < 0 berarti sektor tersebut tidak memiliki
daya saing terhadap daerah diatasnya.

4) Hasil analisis shift share (Dij) adalah hasil yang


diperoleh atas penjumlahan pengaruh perekonomian
provinsi, pengaruh bauran industri dan pengaruh daya
saing. Hasil dari analisis ini akan memberikan hasil
yakni besarnya pergeseran atau pertumbuhan
perekonomian Kabupaten Magetan.

Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan hasil


analisis shift share:

Tabel 4. 11

Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Magetan

Tahun 2022

Ktg Uraian Nij Mij Cij Dij Kuadr Keterangan


an

A Pertanian, 192.10 - - - 4 Terbelakang


Kehutanan, dan 0,87 127.84 82.184 17.928 (Depressed)
Perikanan 4,93 ,03 ,10

B Pertambangan 9.844, - 13.761 785,70 2 Cenderung


dan Penggalian 04 22.819 ,22 Berpotensi
,56 (Highly Potential)

C Industri 79.911 14.056 52.815 146.78 1 Pertumbuhan


Pengolahan ,31 ,90 ,69 3,90 Pesat (Fast
Growing)

D Pengadaan 466,65 190,43 -27,18 629,90 3 Berkembang


Listrik dan Gas (Developing)

E Pengadaan Air, 1.789, - 1.139, 1.896, 2 Cenderung


Pengelolaan 84 1.032, 02 50 Berpotensi
Sampah, Limbah 36 (Highly Potential)

200
dan Daur Ulang

F Konstruksi 58.823 10.595 - 62.159 3 Berkembang


,17 ,34 7.259, ,00 (Developing)
51

G Perdagangan 117.30 33.641 - 120.69 3 Berkembang


Besar dan 3,34 ,09 30.253 1,10 (Developing)
Eceran; Reparasi ,33
Mobil dan
Sepeda Motor

H Transportasi dan 12.033 31.867 - 38.208 3 Berkembang


Pergudangan ,66 ,88 5.693, ,00 (Developing)
54

I Penyediaan 30.049 22.540 10.340 31,50 1 Pertumbuhan


Akomodasi dan ,65 ,94 ,91 Pesat (Fast
Makan Minum Growing)

J Informasi dan 67.907 - - 50.463 4 Terbelakang


Komunikasi ,42 10.332 7.112, ,00 (Depressed)
,34 08

K Jasa Keuangan 18.285 - - 3.116, 4 Terbelakang


dan Asuransi ,80 10.330 4.839, 10 (Depressed)
,01 69

L Real Estate 10.961 - 548,13 9.901, 2 Cenderung


,02 1.608, 00 Berpotensi
15 (Highly Potential)

M,N Jasa Perusahaan 2.356, -67,85 - 795,80 4 Terbelakang


02 1.492, (Depressed)
37

P Administrasi 51.982 - - - 4 Terbelakang


Pemerintahan, ,19 49.473 20.562 18.053 (Depressed)
Pertahanan dan ,13 ,26 ,20
Jaminan Sosial
Wajib

Q Jasa Pendidikan 32.560 - - 1.161, 4 Terbelakang


,84 27.363 4.036, 70 (Depressed)
,02 13

Q Jasa Kesehatan 7.481, - 1.148, 4.378, 2 Cenderung


dan Kegiatan 22 4.250, 16 50 Berpotensi
Sosial 88 (Highly Potential)

RSTU Jasa Lainnya 22.297 29.670 2.228, 54.195 1 Pertumbuhan

201
,02 ,16 02 ,20 Pesat (Fast
Growing)

Sumber: BPS, diolah.

Tabel diatas memberikan hasil analisis shift share


atas sektor-sektor pada Kabupaten Magetan yang
dijelaskan sebagai berikut:

a) Sektor Kuadran 1 : Pertumbuhan Pesat (Fast


Growing)

Dari 17 (tujuh belas) sektor yang ada, terdapat


sejumlah 3 (tiga) sektor yang termasuk ke dalam
kuadran 1 Pertumbuhan Pesat (Fast Growing).
Keseluruhan perubahan pendapatan (Dij) dari
ketiga sektor tersebut menghasilkan nilai positif
yaitu: Sektor Industri Pengolahan sebesar
146.783,90 juta rupiah; Sektor Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum sebesar 31,50 juta
rupiah; dan Sektor Jasa Lainnya sebesar 54.195,20
juta rupiah. Hasil ini mengartikan bahwa
pertumbuhan sektor Industri Pengolahan, sektor
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, serta
Sektor Jasa Lainnya di Kabupaten Magetan relatif
lebih cepat dibandingkan pertumbuhan sektor
sejenis di tingkat Provinsi Jawa Timur.

b) Sektor Kuadran 2 : Cenderung Berpotensi (Highly


Potential)

Terdapat 4 (empat) sektor yang termasuk dalam


kuadran 2 Cenderung Berpotensi (Highly

202
Potential), dengan capaian nilai Dij positif pada
masing-masing sektor, yaitu: Sektor
Pertambangan dan Penggalian sebesar 785,70 juta
rupiah; Sektor Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 1.896,50
juta rupiah; Sektor Real Estate sebesar 9.901,00
juta rupiah; dan Sektor Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial sebesar 4.378,50 juta rupiah.
Dengan hasil yang cenderung positif menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor Pertambangan dan
Penggalian, sektor Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Real
Estate, serta sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial di Kabupaten Magetan relatif lebih cepat
dibandingkan pertumbuhan sektor sejenis di
tingkat Provinsi Jawa Timur.

c) Sektor Kuadran 3 : Berkembang (Developing)

Jumlah sektor yang termasuk dalam kuadran ini


sebanyak 4 (empat) sektor dengan nilai Dij yang
positif pada masing-masing sektor, diantaranya:
Sektor Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 629,90
juta rupiah; Sektor Konstruksi 62.159,00 juta
rupiah; Sektor Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar
120.691,10 juta rupiah; dan Sektor Transportasi
dan Pergudangan sebesar 38.208,00 juta rupiah.
Hasil Dij yang cenderung positif ini menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor Pengadaan Listrik dan

203
Gas, sektor Konstruksi, sektor Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor,
serta sektor Transportasi dan Pergudangan di
Kabupaten Magetan relatif lebih cepat
dibandingkan pertumbuhan sektor sejenis di
tingkat Provinsi Jawa Timur.

d) Sektor Kuadran 4 : Terbelakang (Depressed)

Sebagian besar sektor yang ada di Kabupaten


Magetan tergolong dalam kuadran ini, yaitu
sejumlah 6 (enam) sektor. Tergolongnya sektor-
sektor tersebut ke dalam kuadran 4 Terbelakang
(Depressed) dikarenakan nilai Mij, Cij, ataupun Dij
yang dihasilkan cenderung bernilai negatif yaitu:

- Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan


dengan Dij sebesar -17.928,10 juta rupiah,
artinya pertumbuhan sektor Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan relatif lebih lambat
dibandingkan sektor yang sama di tingkat
Provinsi Jawa Timur.
- Sektor Informasi dan Komunikasi dengan Mij
sebesar -10.332,34 juta rupiah dan Cij sebesar
-7.112,08 juta rupiah, artinya sektor Informasi
dan Komunikasi di Kabupaten Magetan memiliki
pertumbuhan dan daya saing yang relatif lebih
rendah dibandingkan pada sektor yang sama di
tingkat Provinsi Jawa Timur.
- Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi dengan Mij
sebesar -10.330,01 juta rupiah dan Cij sebesar
204
-7.112,08 juta rupiah, artinya sektor Jasa
Keuangan dan Asuransi di Kabupaten Magetan
memiliki pertumbuhan dan daya saing yang
relatif lebih rendah dibandingkan pada sektor
yang sama di tingkat Provinsi Jawa Timur.
- Sektor Jasa Perusahaan dengan Mij sebesar -
67,85 juta rupiah dan Cij sebesar -1.492,37
juta rupiah, artinya sektor asa Perusahaan di
Kabupaten Magetan memiliki pertumbuhan dan
daya saing yang relatif lebih rendah
dibandingkan pada sektor yang sama di tingkat
Provinsi Jawa Timur.
- Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib dengan Dij -
18.053,20 juta rupiah, artinya pertumbuhan
sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib relatif lebih lambat
dibandingkan sektor yang sama di tingkat
Provinsi Jawa Timur.
- Sektor Jasa Pendidikan dengan Mij sebesar -
27.363,02 juta rupiah dan Cij sebesar -
4.036,13 juta rupiah, artinya sektor Jasa
Pendidikan di Kabupaten Magetan memiliki
pertumbuhan dan daya saing yang relatif lebih
rendah dibandingkan pada sektor yang sama di
tingkat Provinsi Jawa Timur.

4. Perbandingan Kondisi Saat Ini dengan Kondisi Jika BUMD


Didirikan
205
Saat ini, destinasi wisata yang akan dikelola oleh
BUMD meliputi Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Kampung
Susu Lawu dan Kebun Refugia Magetan (KRM). Destinasi
wisata yang dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Magetan saat ini adalah Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu.
Sementara, Kampung Susu Lawu dikelola oleh KTT Sumber
Rejeki dan Kelompok Olahan Omah Susu Lawu dengan
pengawasan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Magetan. Adapun Kebun Refugia Magetan dikelola oleh Dinas
Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Ketahanan
Pangan (TPHPKP).

Sesuai Peraturan Daerah Magetan Nomor 15 Tahun


2016 tentang Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang pariwisata dan urusan pemerintahan bidang
kebudayaan. Peraturan Bupati Magetan Nomor 92 Tahun
2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas
dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
tugas membantu Bupati melaksanakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah di bidang
Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan serta Tugas
Pembantuan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Dinas
menyelenggarakan fungsi (a) perumusan kebijakan di bidang
pariwisata, ekonomi kreatif dan kebudayaan; (b) pelaksanaan
kebijakan di bidang pariwisata, ekonomi dan kebudayaan; (c)
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pariwisata,
ekonomi kreatif dan kebudayan; (d) pelaksanaan administrasi
dinas di bidang pariwisata ekonomi kreatif dan kebudayaan;
dan (e) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Bupati
206
terkait dengan tugas dan fungsinya. Sebagai arah
pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten
Magetan Tahun 2005-2025 yakni (a) mengembangkan
pariwisata melalui pendekatan terpadu dan berkelanjutan
pada DTW; (b) meningkatkan ragam dan kualitas produk
pariwisata serta pemasaran dengan memanfaatkan
kerjasama kepariwisataan antar wilayah secara optimal; (c)
meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di
bidang kepariwisataan; dan (d) mengembangkan sistem
kepariwisataan daerah yang memiliki jati diri dan berorientasi
pada pertumbuhan perekonomian daerah.

Pengelolaan destinasi wisata yang dilakukan oleh


Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magetan
dipandang belum optimal sehingga belum dapat berdaya
guna dan berhasil guna secara maksimal. Permasalahan-
permasalahan terkait kinerja masing-masing objek dan
destinasi wisata masih dihadapi Pemerintah Daerah. Masalah
penataan dan pengembangan objek wisata/ destinasi wisata
yang belum rapi dan indah, masih banyak pengunjung atau
wisatawan belum mematuhi ketertiban yang berlaku di
Kawasan Objek wisata.

Penataan dan pengembangan objek wisata yang


belum optimal bahkan cenderung kurang rapi dan indah
menjadikan kesan membosankan bagi para pengunjung atau
wisatawan. Selain itu kondisi objek wisata masih terkesan
apa adanya, kurang menarik, miskin atraksi wisata dengan

207
penataan layout objek wisata yang masih kurang rapi.
Pembangunan sarana dan prasarana serta fasilitas objek
wisata dapat menjadi daya Tarik yang berujung pada
meningkatnya jumlah kunjungan wisata dan lama kunjungan
(long of stay = LOS).

Selama ini, terkait objek wisata Daerah di Kabupaten


Magetan, Pemerintah Daerah melakukan pengelolaan
Retribusi Daerah berdasarkan pada Peraturan Daerah
Kabupaten Magetan Nomor 2 Tahun 2012 tentang Retribusi
Jasa Usaha sebagaimana diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 1
Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah
Kabupaten Magetan Nomor 2 Tahun 2012 tentang Retribusi
Jasa Usaha. Pasal 2 Perda tersebut menyebutkan bahwa
salah satu jenis Retribusi Jasa Usaha adalah Retribusi Tempat
Rekreasi dan Olahraga.

Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga dipungut


sebagai pembayaran atas pelayanan tempat rekreasi,
pariwisata, dan olah raga yang disediakan, dimiliki, dan/ atau
dikelola oleh Pemerintah Daerah. Adapun objek Retribusi
Tempat Rekreasi dan Olahraga berdasarkan Pasal 40 ayat (2)
Perda Kabupaten Magetan Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kabupaten Magetan
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha, yaitu:
1. Telaga Sarangan;
2. Telaga Wahyu;
3. Usaha Jasa Wisata;
4. GOR Ki Mageti;

208
5. Lapangan Tenis;
6. Stadion Yosonegoro;
7. Gedung Tripandita
8. GOR Bulutangkis;
9. Kebun Refugia Plaosan/Magetan; dan
10. Kebun Buah Srogo.
Dalam rangka peningkatan PAD melalui pendapatan
dari Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga ini, Pemerintah
Daerah melakukan antara lain penyesuaian atau perubahan
tarif retribusi pelayanan tempat rekreasi dan olahraga.
Perubahan tarif itu dapat dilakukan dengan menerbitkan
Peraturan Bupati tentang Perubahan Tarif Retribusi.
Perubahan tarif retribusi tempat rekreasi dan Olah Raga saat
ini berdasarkan Peraturan Bupati Magetan Nomor 55 Tahun
2017 tentang Perubahan Tarif Retribusi Tempat Rekreasi dan
Olah Raga.

Berkaitan dengan proses bisnis telah banyak usaha


yang digarap oleh swasta akan tetapi bisnis dilakukan dengan
tetap bersinergi dengan daerah setempat dan juga bersinergi
dengan Pemerintah Daerah. (1) Destinasi wisata yang
dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Magetan saat ini adalah Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu.
Proses bisnis yang direncanakan oleh BUMD Pariwisata
nantinya adalah pengelolaan destinasi wisata dengan prinsip
pariwisata berkelanjutan yang tujuannya adalah memberikan
kontribusi terhadap peningkatan perekonomian daerah dalam
hal ini khususnya kesejahteraan masyarakat dan pemberian
pelayanan yang prima kepada wisatawan. (2) Agrowisata
Kebun Refugia Magetan bukan hanya merupakan usaha atau
209
bisnis di bidang jasa yang menjual jasa bagi pemenuhan
konsumen akan pemandangan yang indah dan udara yang
segar, namun juga dapat berperan sebagai media promosi
produk pertanian, menjadi media pendidikan masyarakat,
memberikan kemungkinan besar peluang pengembangan
berbagai macam produk agribisnis dan bisa menjadi kawasan
pertumbuhan wilayah baru. (3) Pengelolaan wisata yang
dikelola oleh KTT Sumber Rejeki dan Kelompok Olahan Omah
Susu Lawu dengan pengawasan Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Magetan. Dengan adanya BUMD
nantinya direncanakan akan diserahkan kepada pihak ketiga
yaitu KTT Sumber Rejeki dan Kelompok Olahan Omah Susu
Lawu dengan sistem sewa fasilitas berupa aset gedung
beserta sarana dan prasarananya.

Dihimpun data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan


Kabupaten Magetan, sektor pariwisata berkontribusi pada
penerimaan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi masuk
Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu. Atas penjualan tiket
masuk tempat wisata diberlakukannya retribusi sebagai salah
satu penerimaan PAD. Berikut ini tabel data penjualan tiket
dan pendapatan atas retribusi Telaga Sarangan dan Telaga
Wahyu Tahun 2018-2022.

Tabel 4. 12

Pendapatan atas Retribusi Tempat Rekreasi Dihasilkan Oleh


Disparbud Kabupaten Magetan Tahun 2018-2022 (Ribuan Rp)

Tahun Total Total Target Realisasi


Retribusi Retribusi
Telaga Telaga

210
Sarangan Wahyu

2018 13.156.107 67.750 13.000.000 13.223.857

2019 15.878.604 55.438 15.700.000 15.934.042

2020 10.587.090 22.032 7.000.000 10.609.122

2021 9.543.154. 21.678 12.500.000 9.564.832

2022 17.129.417 31.241 15.345.000 17.129.428

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui


bahwasannya realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah
dari Retribusi Tempat Rekreasi oleh Disparbud Kabupaten
Magetan yang selama tahun 2018-2021 diperoleh atas
Retribusi Telaga Sarangan dan Retribusi Telaga Wahyu.
Dalam kurun waktu 4 (empat) tahun, realisasi penerimaan
PAD yang kurang mencapai target terjadi pada tahun 2021
hanya mencapai 76,52 persen. Adapun tahun 2018 hingga
2020 realisasi penerimaan PAD dari sektor wisata tersebut
mampu melebihi target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Adapun Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten


Magetan memiliki tugas pokok membantu Bupati dalam
melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Kabupaten di bidang Peternakan dan
Perikanan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Dinas
menyelenggarakan fungsi (1) perumusan kebijakan di bidang
Produksi Peternakan; (2) pelaksanaan kebijakan di bidang
kesehatan hewan; (3) pelaksanaan kebijakan di bidang usaha
tani peternakan; (4) pelaksanaan kebijakan di bidang
pengembangan perikanan; (5) pelaksanaan evaluasi dan

211
pelaporan di bidang administrasi peternakan dan perikanan;
pelaksanaan administrasi dinas di bidang peternakan dan
perikanan dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh
Bupati terkait dengan tugas dan fungsinya.

Sedangkan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura,


Perkebunan dan Ketahanan Pangan (TPHPKP) sebagai
pengelola Kebun Refugia Magetan (RGM), Dinas yang
mempunyai tugas membantu Bupati melaksanakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
yang diberikan kepada Daerah di bidang pertanian, pangan,
perikanan dan tugas pembantuan. Dalam melaksanakan
tugasnya, Dinas tersebut menyelenggarakan fungsi (a)
perumusan kebijakan urusan pertanian, pangan dan
perikanan; (b) pelaksanaan kebijakan urusan pertanian,
pangan dan perikanan; (c) pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan urusan pertanian, pangan dan perikanan; (d)
pelaksanaan administrasi dinas di bidang pertanian, pangan
dan perikanan dan (e) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan
oleh bupati terkait dengan tugas dan fungsinya.

Tabel 4. 13

Pendapatan atas Retribusi Tempat Rekreasi Dihasilkan Oleh


DTPHPKP Kabupaten Magetan Tahun 2018-2022 (Ribuan Rp)

Tahun Target Realisasi

2020 120.000 265.125

2021 450.000 257.290

2022 750.000 600.779

212
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui


bahwasannya realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah
dari Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga oleh DTPHPKP
Kabupaten Magetan selama tahun 2020-2022 diperoleh atas
Retribusi Kebun Refugia Magetan mengingat agrowisata
Kebun Refugia Magetan ini resmi dibuka oleh Bupati Magetan
tanggal 26 Oktober 2019. Dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun,
realisasi penerimaan Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
oleh DTPHPKP dalam dua tahun terakhir kurang mencapai
target yakni pada tahun 2021 hanya mencapai 57,18 persen
sementara tahun 2022 mencapai 80,10 persen. Hanya pada
tahun 2020 realisasi Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
oleh DTPHPKP melampaui target mencapai 220,94 persen.

Adanya pengelolaan yang terpisah-pisah dan adanya


dinas belum optimal sinergi antar stakeholders
mengakibatkan pengelolaan yang kurang terpadu dan
terintegrasi serta hasilnya kurang optimal. Masing-masing
Perangkat Daerah pasti memiliki visi dan misi dalam
menyelenggarakan urusan Pemerintahan Daerah. Seiring
terbatasnya ruang gerak Perangkat Daerah dalam
menjalankan semua misi baik yang berkaitan dengan
pariwisata dan non pariwisata. Oleh karenanya, dalam
melakukan akselerasi pembangunan ekonomi lokal melalui
pengembangan pariwisata dan non wisata lainnya.

Pengelolaan dengan model OPD sebagaimana yang


dilakukan untuk pengelolaan Pariwisata Daerah saat ini di
Kabupaten Magetan. Pengelolaan aset daerah dengan model
213
ini memiliki kelemahan antara lain:

1. Perangkat Daerah memiliki tugas pokok dan fungsi


(tupoksi) untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang dijabarkan dalam program dan kegiatan yang cukup
komplek, sehingga untuk mengurus terfokus pada objek
Pariwisata Daerah saja tentu menjadi kurang;
2. Pola penatausahaan pengelolaan keuangan daerah jikalau
pengelolaan model Perangkat Daerah ini hanya dapat
berupa usulan “belanja langsung kegiatan” yang tentu
jumlahnya relatif terbatas mengingat yang dianggarkan
Perangkat Daerah itu banyak hal tidak hanya untuk obyek
Pariwisata Daerah saja;
3. Kemampuan sumber daya manusia Perangkat Daerah
relatif terbatas jika dikaitkan dengan kompetensi dan
profesionalitas dalam pengelolaan Pariwisata Daerah;
4. Kemandirian pengelolaan menjadi sangat tergantung
dengan kebijakan Perangkat Daerah pengelola dan
Pemerintah Daerah secara umum, serta memiliki rentang
kendali yang cukup panjang sehingga menyulitkan
penyelesaian suatu masalah yang membutuhkan
pengambilan keputusan cepat;
5. Mekanisme Pengelolaan, Penganggaran dan
Penatausahaan pendapatan daerah maupun belanja
daerah bagi Perangkat Daerah harus tunduk dengan
mekanisme APBD, misalnya pendapatan yang dihasilkan
harus disetor bruto dengan batas waktu 1 x 24 jam, tidak
boleh melampaui rencana belanja, dan lain sebagainya.

Selain kelemahan-kelemahan itu, pengelolaan aset/

214
kekayaan daerah (misalnya Destinasi Wisata) memiliki
kelebihan dapat lebih fokus dan perhatian terhadap
permasalahan yang terjadi di aset/ kekayaan daerah itu,
sehingga dapat segera diselesaikan tidak berlarut-larut.
Pengelolaan aset/ kekayaan daerah dengan model itu
memungkinkan mendapatkan kucuran dana dari APBD untuk
menopang pembiayaan operasionalisasi dan pemeliharaan
aset/ kekayaan daerah. Pembiayaan untuk pengelolaan aset
daerah model OPD ini langsung berupa alokasi belanja
langsung (kegiatan).

Rencana pembentukan BUMD Perusahaan Umum


Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan, secara yuridis
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017
tentang Badan Usaha Milik Daerah berikut peraturan
perundang-undangan turunannya, yaitu Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2018 tentang Pengangkatan
dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota
Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 118 Tahun 2018
tentang Rencana Bisnis, Rencana Kerja dan Anggaran, Kerja
Sama, Pelaporan dan Evaluasi Badan Usaha Milik Daerah.
Pembentukan Perumda Pariwisata Kabupaten Magetan ini
juga merubah pola pengelolaan destinasi wisata yang selama
ini dilakukan oleh Perangkat Daerah terkait yaitu Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Tanaman Pangan,
Hortikultura, Perkebunan dan Ketahanan Pangan (TPHPKP),
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan,
berubah dengan pola pengelolaan BUMD yang dipandang
lebih leluasa untuk berkembang secara profesional, maju
215
dengan menerapkan tata pengelolaan perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance).

Pengelolaan BUMD yang profesional, maju dan sesuai


dengan prinsip-prinsip good corporate governance dalam
rangka memenuhi kepentingan shareholders (pemilik BUMD)
dan stakeholders (masyarakat luas). Dengan penerapan GCG
pada pengelolaan BUMD akan didapatkan keuntungan antara
lain:
a. proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara
lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang
optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya
budaya kerja yang lebih sehat;
b. memungkinkan dihindarinya atau sekurang-kurangnya
dapat diminimalkannya tindakan penyalahgunaan
wewenang oleh pihak Direksi dalam pengelolaan BUMD;
c. nilai perusahaan dimata investor akan meningkat sebagai
akibat dari meningkatnya kepercayaan mereka kepada
pengelolaan BUMD tempat mereka berinvestasi;
d. bagi para pemegang saham, dengan peningkatan kinerja
perseroan, juga akan menaikkan nilai saham mereka dan
juga nilai dividen yang akan mereka terima;
e. karena dalam praktik GCG, karyawan ditempatkan
sebagai salah satu stakeholder yang seharusnya dikelola
dengan baik oleh BUMD, maka inovasi dan kepuasan kerja
karyawan juga diperkirakan akan meningkat;
f. dengan baiknya pelaksanaan GCG, maka tingkat
kepercayaan para stakeholders kepada BUMD akan
meningkat sehingga citra positif BUMD akan naik;
g. penerapan GCG yang konsisten juga akan meningkatkan
216
kualitas laporan keuangan perusahaan. Manajemen akan
cenderung untuk tidak melakukan rekayasa terhadap
laporan keuangan, karena adanya kewajiban untuk
mematuhi berbagai aturan dan prinsip akuntansi yang
berlaku dan penyajian informasi secara transparan.

Pembentukan BUMD yang bertujuan sebagai agent of


development. Pentingnya Badan Usaha Milik Daerah untuk
mendorong peningkatan ekonomi nasional/daerah serta
percepatan juga pemerataan dalam pembangunan ekonomi
daerah. BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan ini dapat
menjadi pemain dalam berbagai peluang dan menjawab
tantangan bisnis di bidang pariwisata dan non wisata di
Kabupaten Magetan. BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan
dijadikan sebagai salah satu perusahaan Daerah yang
dibangun dan dikelola secara profesional dengan mengelola
bisnis wisata dan non wisata yang terkemuka dengan
harapan berkontribusi besar pada Pendapatan Asli Daerah.
Sehingga, dengan dibentuknya Badan Usaha Milik Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan akan lebih fokus dalam
pengembangan, pengelolaan dan peningkatan potensi, aset
unit usaha yang dijalankan dan berkaitan baik wisata untuk
meningkatkan bagaimana jumlah wisatawan meningkat yang
berujung pada peningkatan kesejahteraan, kemakmuran
rakyat dan Pendapatan Asli Daerah bila dibanding
pengelolaan destinasi wisata dan aset oleh Perangkat Daerah
yang kurang optimal. Dalam perkembangan
pembangunannya dengan mengelola aset yang dimiliki secara
memadai untuk selanjutnya diberdayakan dalam kegiatan
217
bisnis pariwisata. Prinsip utama pelayanan publik yang
dibawa oleh BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan juga
diperlukan sinergitas dan peningkatan koordinasi antara OPD
dan BUMD untuk mewujudkan keintegrasian pengembangan
pariwisata dengan potensi ekonomi yang ada. Seperti saat ini
telah dilakukan kerjasama dengan PK5 berupa penyewaan
aset BUMD.

Melalui model pengelolaan BUMD dapat menjalin kerja


sama dengan wujud sebagai berikut:
a. Kerja sama berupa pendayagunaan aset tetap

Dalam hal ini, kerja sama harus dilakukan melalui


kerjasama operasi (join operation). Apabila aset tetap
berupa tanah dan/atau bangunan yang berasal dari
penyertaan modal Daerah pada BUMD dan jangka waktu
kerja sama lebih dari 10 tahun, maka harus disetujui oleh
KPM dan memiliki bidang usaha yang menunjang bisnis
utama.

b. Kerja sama berupa pendayagunaan ekuitas

Ketentuan kerja sama ini adalah disetujui oleh


KPM, laporan keuangan BUMD 3 (tiga) tahun terakhir
dalam keadaan sehat, tidak boleh melakukan penyertaan
modal berupa tanah dari BUMD yang berasal dari
penyertaan modal daerah dan memiliki bidang usaha yang
menunjang bisnis utama.

c. Kerja sama berupa bentuk lainnya sesuai dengan


peraturan perundang-undangan.
218
Keleluasaan dalam menjalin hubungan kerjasama
dan keuangan dengan model pengelolaan BUMD maka
rencana BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan melakukan
kerjasama dengan Pihak Swasta secara induk dibawah
naungan BUMD. Mengingat, masih adanya keterbatasan
anggaran dalam pendanaan dan pengadaan infrastruktur,
terbatasnya penguasaan teknologi, pengalaman dan
pengetahuan maka dilaksanakan kerjasama ini dengan
pihak swasta.

Pendirian BUMD Pariwisata ditujukan untuk


membantu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta Dinas
Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan
Ketahanan Pangan (TPHPKP) dalam melaksanakan
pengelolaan wisata yang ada di Kabupaten Magetan.
Berkaitan dengan peran, Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan merupakan Perangkat Daerah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
pariwisata dan urusan pemerintahan bidang kebudayaan
sesuai pembagian urusan pemerintahan bidang pariwisata
meski fokus pengelolaan dilakukan oleh BUMD namun
Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan memiliki peran dalam mengembangkan
potensi pariwisata Daerahnya sebagai motivator dengan
sasaran kepada investor, masyarakat dan pengusaha.
Selain itu, Pemerintah sebagai dinamisator untuk
mewujudkan pembangunan yang ideal melalui sinergi
yang baik antara pemerintah, swasta dan masyarakat
sehingga terjalin simbiosis mutualisme. Mengingat
Pemerintah Daerah sebagai salah satu stakeholder dalam
219
pembangunan pariwisata.

Wujud kewenangan dalam keterlibatan koordinasi


dalam penyusunan strategi pengembangan dan
perencanaan pemasaran pariwisata di daerah.
Kewenangan lainnya adalah keterlibatan Pemerintah
dalam pemberian kebijakan yang berhubungan dengan
pariwisata. Mengingat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
adalah pembantu Bupati dalam melaksanakan sebagian
urusan bidang pariwisata dan urusan pemerintahan
bidang kebudayaan ini melakukan penilaian dan
pengawasan atas pelaksanaan BUMD. Untuk
meningkatkan kualitas BUMD Pariwisata pihak Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magetan
memberikan pengawasan agar kegiatan yang dilakukan
oleh BUMD tidak merugikan masyarakat umum serta
melakukan aktivitas yang tidak menyimpang dari
ketentuan perundang-undangan.

Dalam rangka menggali sumber potensi dan


mengoptimalkan pendayagunaan aset daerah serta
peningkatan Pendapatan Asli Daerah maka Pemerintah
Daerah dapat melakukan penyertaan modal kepada
BUMD. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah,
penyertaan modal Daerah dapat berupa uang dan Barang
Milik Daerah. Dalam rangka pendirian BUMD maka
penyertaan modal Daerah ini akan ditujukan untuk
memenuhi modal dasar dan modal disetor. Dijelaskan
dalam Pasal 22 PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD,

220
penyertaan modal Daerah untuk memenuhi modal dasar
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai
pengelolaan keuangan daerah. Adapun modal disetor
pada Perusahaan Umum Daerah dipenuhi paling lambat 2
tahun sejak berdiri. Pemerintah Daerah Kabupaten
Magetan mengusulkan kepada Bupati Kabupaten Magetan
untuk melakukan penyetoran modal daerah ke BUMD.
Dalam pengelolaan dari segi keuangan BUMD, terdapat
hubungan kerja antara Pemerintah Daerah dengan BUMD
yaitu meminta pertanggungjawaban laporan tahunan
terhadap investasi di BUMD.

Dalam konteks pendirian ini, keberadaan BUMD


Pariwisata bekerja sama dengan beberapa pihak yang
berkaitan dengan pemberdayaan tempat wisata dan
usaha lainnya, diantaranya:

a. Kerja sama dengan Perusahaan Umum Kehutanan Negara


(Perhutani)
Perhutani memiliki visi “Menjadi Perusahaan Pengelola
Hutan Berkelanjutan dan Bermanfaat Bagi Masyarakat”,
dimana visi ini berkaitan dengan tujuan BUMD Pariwisata.
Perhutani mempunyai aset wisata alam yang berpotensi
menjadi tempat wisata, yaitu mulai dari gunung, hutan,
dan pantai. Dengan dilaksanakannya kerja sama dalam
pengelolaan aset wisata alam dapat bermanfaat untuk
masyarakat sekitarnya. Tak terkecuali, Pemerintah
Kabupaten Magetan berkolaborasi dengan Perum Perhutani

221
dalam memanfaatkan potensi alam dan ekologi seperti
kawasan hutan sebagai bentuk pengembangan wisata
dengan dibuatnya wahana outbound berbasis hutan.
Dengan terjalinnya hubungan kerjasama ini diharapkan
mampu meningkatkan pembangunan infrastruktur dan
mendongkrak perekonomian masyarakat di sekitar.
Terjalinnya hubungan dengan Perum Perhutani dapat
diupayakan untuk melakukan pengembangan
pembangunan di kawasan wisata di Kabupaten Magetan.

b. Kerja sama dengan Pihak Swasta / Investor


Kerja sama BUMD Pariwisata dengan pihak swasta dapat
dilakukan dalam hal kerja sama permodalan maupun
pendirian infrastruktur. Akibat pengembangan pariwisata
yang belum optimal, keterbatasan sarana prasarana
pendukung pariwisata dan animo masyarakat terhadap
wisata minat khusus di Kabupaten Magetan maka menjalin
keterlibatan pihak swasta. Melalui penambahan modal
maupun infrastruktur tersebut dapat dimanfaatkan BUMD
Pariwisata untuk meningkatkan daya tarik tempat wisata.
Semakin tinggi jumlah pengunjung maka semakin banyak
pendapatan daerah yang diterima.

5. Nilai Tambah (Added Value) Dengan Adanya BUMD

Sebagai lembaga bisnis yang nantinya dimiliki dan


dikelola Pemerintah Daerah, didirikannya BUMD Pariwisata
Magetan ini diharapkan dapat memberikan pengaruh
(multiplier effect) yang besar bagi perekonomian masyarakat.
Pengelolaan yang baik diperlukan guna memastikan BUMD
222
dapat beroperasional dengan efektif, efisien dan akuntabel,
sehingga diharapkan BUMD dapat diandalkan sebagai sumber
pendanaan utama bagi pemerintah daerah.

Pendirian BUMD Pariwisata Magetan ini diharapkan


dapat memberikan nilai tambah (added value) melalui
beberapa aspek, diantaranya:

a. Tren permintaan, penawaran, dan ketersediaan


barang/jasa

Kondisi topografi Kabupaten Magetan yang cukup


menarik diharapkan mampu menarik investor nantinya.
Tren permintaan atau penawaran, ketika ada lahan
strategis dan investor dapat masuk maka menjadi
kekuatan bahwa secara kontinuitas akan menambah
Pendapatan Asli Daerah. Dalam jangka panjang, bisnis
yang dijalankan saat ini mampu memberikan kontribusi
Pendapatan Asli Daerah secara kontinu. Pendirian BUMD
Pariwisata Magetan ditujukan untuk mewujudkan efisiensi
pengelolaan sehingga dari beberapa destinasi wisata yang
akan dikelola ini terbentuk satu pengorganisasian yang
lebih baik. Salah satu inovasi yang akan diwujudkan
dengan pendirian BUMD Pariwisata Magetan yaitu
pemberlakuan tarif tiket terusan ke destinasi pariwisata
yang ada di Kabupaten Magetan. Dasar pembentukan tarif
tiket terusan ini sehubungan dengan terkoneksinya jalan
antara satu wisata ke wisata lain yang jaraknya cukup
berdekatan. Dengan diberlakukannya tiket terusan
diharapkan dapat menyebarkan kunjungan wisatawan ke
beberapa destinasi wisata sekaligus memperkenalkan
223
destinasi wisata yang selama ini belum familiar atau
belum diketahui oleh wisatawan utamanya wisatawan dari
luar Kabupaten Magetan. Seperti yang diketahui bahwa
destinasi wisata Kabupaten Magetan yang paling populer
hanyalah Telaga Sarangan, yang ditunjukkan dengan
tingginya jumlah kunjungan wisatawan ke Telaga
Sarangan dibandingkan destinasi wisata lainnya.

Tabel 4. 14

Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata di


Kabupaten Magetan (2018-2022)

Tahun Telaga Telaga Air Terjun Mojosemi


Sarangan Wahyu Ngadiloyo Forest
(Tirtosari Park
)

2018 850.324 24.741 3.034 100.621

2019 917.308 11.872 32.511 53.503

2020 629.038 4.954 16.284 42.730

2021 547.102 5.026 14.684 164.770

2022 920.574 7.349 255.567

Sumber: BPS Kabupaten Magetan, 2023.

Ketimpangan jumlah kunjungan wisata antara Telaga


Sarangan dengan destinasi wisata lainnya sangat jauh.
Hal inilah yang akan coba diuraikan melalui pemberlakuan
tiket terusan yang diinisiasi dengan pendirian BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan. Melalui pemberlakukan
tiket terusan diharapkan mampu mengangkat wisata lain
di sekitar Telaga Sarangan serta meningkatkan jumlah
kunjungannya agar wisatawan mengetahui bahwa di
224
sekitar wilayah tersebut terdapat destinasi wisata lainnya
yang menyuguhkan pemandangan, atraksi, serta
pengalaman yang berbeda namun tidak kalah indahnya
dengan Telaga Sarangan.

b. Pendapatan dan laba

Pemberlakuan tiket terusan akan dipatok dengan


harga tiket yang tentunya lebih murah jika dibandingkan
dengan harga tiket masuk normal karena ada
pengurangan tarif. Meskipun demikian, benefitnya ialah
meningkatkan jumlah kunjungan destinasi wisata lainnya
yang termasuk dalam paket tiket terusan. Hal inilah yang
akan mendorong peningkatan pendapatan serta
peningkatan laba.

Ilustrasi penghitungan jumlah pendapatan dan laba


penjualan tiket masuk normal dengan penjualan tiket
terusan ditampilkan sebagai berikut.

Tabel 4. 15

Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Kabupaten Magetan

No. Tahun Jumlah Pendapatan


Pengunjung Asli Daerah
(PAD)

1 2016 528.046 2.552.845.000

2 2017 577.373 4.099.829.500

3 2018 725.677 4.902.613.000

4 2019 866.978 5.157.379.000

225
5 2020 526.932 6.425.779.500

Sumber : Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan


Olahraga Kabupaten Magetan
Tabel 4. 16

Kondisi saat ini (Tahun 2022)

No Destinasi Harga Jumlah Total


Wisata Tiket Pengunjung Pendapatan
Masuk
Normal

1. Telaga
Sarangan

Dewasa 19.000 919.975 17.129.417.0


00
Anak-Anak 9.000

2. Telaga
Wahyu

Dewasa 5.000 7.349 31.241.000

Anak-Anak 3.000

3. Kebun
Refugia
Magetan

Dewasa 10.000 71.524 600.779.000

Anak-Anak 5.000

4. Kampung
Susu
Lawu

Dewasa Belum 36.817 0


ditentuk
Anak-Anak an

Sumber: Dinas Pariwisata Kebudayaan, Pemuda dan

226
Olahraga Kabupaten Magetan.

Tabel 4. 17

Proyeksi Pendapatan dan Laba BUMD Pariwisata


Kabupaten Magetan 5 (Lima) Tahun Terakhir Pada Kondisi
Moderat (dalam Ribuan Rupiah)

No Uraian Tahun

1 2 3 4 5

1. Pendapatan Usaha

Pendapa 2.790.433 2.732.365 2.815.303 2.806.282 3.226.916


tan Tiket
Masuk
Reguler

Pendapa 5.986 56.410 1.110.772 1.224.097 1.460.292


tan Tiket
Wahana
Terusan

Pendapa 2.909.785 2.911.201 2.916.659 3.064.455 3.537.301


tan Tiket
Terusan
ke
Wisata
Lain

Jumlah 5.706.20 6.199.97 6.842.73 7.094.83 8.224.50


Pendap 5 6 4 3 9
atan
Usaha

2. Laba 4.271.37 4.717.65 5.301.48 5.509.45 6.349.53


1 5 6 6 4

227
Tabel di atas menampilkan hasil proyeksi pendapatan
dan laba BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan yang
diasumsikan beroperasi selama 5 tahun. Adapun sumber
penerimaan atau pendapatan usaha atas penjualan tiket
dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:

1) Pendapatan Tiket Masuk Reguler, merupakan


pendapatan yang bersumber dari hasil penjualan tiket
dengan harga riil untuk 1 (satu) objek wisata (hanya
tiket masuk saja).
2) Pendapatan Tiket Wahana Terusan, merupakan
pendapatan yang bersumber dari hasil penjualan tiket
masuk 1 (satu) objek wisata yang bundling dengan 1
(satu) jenis wahana/atraksi yang disediakan.
3) Pendapatan Tiket Terusan ke Wisata Lain, merupakan
hasil penjualan tiket bundling antara objek wisata
yang 1 dan lainnya (maksimal 2 objek wisata) yang
juga sudah termasuk tiket wahana di dalamnya.

c. Pelayanan publik

Dari sisi pelayanan publik, dengan pengelolaan


pariwisata berada pada BUMD Pariwisata Magetan, maka
akan memberikan nilai tambah berupa:

1) pemberlakuan tarif dipastikan sesuai dengan


peraturan mengenai pajak dan retribusi yang berlaku;
2) mencegah praktek pungli (pungutan liar);

228
3) wisatawan memperoleh fasilitas yang memadai karena
pemeliharaan fasilitas-fasilitas umum yang ada di
tempat wisata akan diperiksa secara berkala oleh
pihak BUMD Pariwisata Magetan; serta
4) perbaikan dan pemeliharaan terhadap akses
transportasi menuju lokasi wisata.

Sebagai fungsi pelayanan publik bagi kewajiban


pelayanan publik Daerah dapat terwujud.

d. Perekonomian masyarakat

Perkembangan industri pariwisata secara tidak


langsung memberikan dampak atau manfaat multi ganda
(multiplier effect) bagi Negara, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat. Diharapkan mampu menarik investor untuk
masuk. Selain mendatangkan devisa bagi Negara dan
menambah pendapatan daerah, pengembangan industri
pariwisata juga dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi masyarakat seperti pendapatan, peluang usaha,
kesempatan kerja dan mengurangi angka pengangguran
atau mengikis angka kemiskinan, terutama bagi
masyarakat yang berada di sekitar daerah tujuan wisata.

Pariwisata dapat dipandang sebagai komoditi


sehingga merupakan gejala ekonomi. Sebagai komoditi,
pariwisata mencakup mata rantai kegiatan yang sangat
panjang dan mampu menggerakkan sektor-sektor
ekonomi lainnya, disamping menyerap tenaga kerja.
Perkembangan aktivitas pariwisata di suatu daerah dapat
229
meningkatkan sektor kehidupan yang lainnya, khususnya
kegiatan usaha, baik di tingkat masyarakat lokal maupun
pemerintah daerah. Usaha-usaha yang dapat
dikembangkan dalam mendukung kegiatan perekonomian
baik dalam skala lokal maupun daerah antara lain:
penyediaan travel, sarana akomodasi, penginapan,
catering, rumah makan, layanan wisata, biro wisata,
sampai kepada usaha souvenir, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

6. Model Usaha

Dari hasil keputusan disepakati bahwa bentuk usaha


adalah Perusahaan Umum Daerah (Perumda). Pertimbangan
menggunakan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) adalah
dengan alasan sebagai berikut:
a. berfokus pada fungsi pelayanan umum;
b. mendorong pelaksanaan pembangunan;
c. proses pendirian dan perolehan status badan hukum lebih
mudah dibanding PT;
d. pengambilan keputusan tertinggi berada pada Kepala
Daerah;
e. tidak dapat dipailitkan karena aset Perumda tidak dapat
disita.

Model usaha yang akan dijalankan BUMD Pariwisata

230
Magetan yaitu usaha Pariwisata. Sesuai dengan namanya,
BUMD Pariwisata Magetan ditujukan untuk melaksanakan
pengelolaan pada bidang usaha pariwisata, khususnya yang
ada di Kabupaten Magetan. Sehubungan dengan hal tersebut,
usaha pariwisata ini sekaligus menjadi fokus usaha (core
business) dari BUMD Pariwisata Magetan. Adapun destinasi
wisata Kabupaten Magetan yang rencananya akan dikelola
oleh BUMD Pariwisata Magetan meliputi:

1) Telaga Sarangan
Telaga Sarangan yang terletak di Desa Sarangan,
Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Telaga Sarangan adalah telaga alami yang berada di
ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut dan
terletak di lereng Gunung Lawu, Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Telaga ini berjarak
sekitar 16 kilometer arah barat kota Magetan. Telaga ini
luasnya sekitar 30 hektar dan berkedalaman 28 meter.
Dengan suhu udara antara 15 hingga 20 derajat celcius.
Salah satu wisata utama di Kabupaten Magetan yang
memiliki pemandangan yang cukup menarik perhatian
banyak wisatawan sehingga menjadi daya tarik wisatawan
dalam dan luar negeri. Wisata ini menjadi produk yang
unggul menjadi ikonnya Magetan.

2) Telaga Wahyu
Telaga Wahyu memiliki luas sekitar 10 hektar dengan
kedalaman ± 16 meter. Lokasi Telaga Wahyu ini terletak
di Desa Ngerong, Kecamatan Plaosan, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur. Kawasan Wisata Telaga Wahyu ini
231
dikelilingi oleh kawasan lereng Gunung Lawu dengan
pemandangan persawahan, tebing, dan jalan berkelok.
Selain itu, kawasan wisata Telaga Wahyu memiliki akses
yang juga menjadi jalur utama dari Kabupaten Magetan,
Ponorogo, dan Karanganyar, yaitu Jalan Raya Sarangan.
Telaga ini dulunya dijuluki “Telaga Wurung”. Telaga ini
juga lebih dikenal sebagai tempat memancing. Danau
yang letaknya di bawah Telaga Sarangan merupakan
danau yang lebih didominasi oleh para pemancing.
Destinasi wisata ini memiliki kelemahan berupa objek
wisata yang belum secara optimal dikembangkal, atraksi
wisata yang belum dikembangkan, fasilitas penunjang
objek belum lengkap dan belum adanya penyuguhan
atraksi budaya di Telaga Wahyu guna menarik minat
wisatawan yang akan berkunjung.

3) Kebun Bunga Refugia Magetan


Kebun Bunga Refugia Magetan terletak di Jalan Sarangan
Nomor 387, Plaosan II, Plaosan, Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan. Objek ini dikelola oleh Dinas
Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan dan Ketahanan
Pangan/TPHPKP Kabupaten Magetan. Kebun Refugia
Magetan merupakan tempat wisata alam yang
memanfaatkan lahan pertanian sebagai objek wisatanya.
Kebun Refugia menempati areal tanah 3 hektar yang
dibagi 1 hektar lahan parkir dan 2 hektar untuk lahan
perkebunan bunga atau wisata. Kebun Refugia Magetan
menyuguhkan pemandangan yang menarik bagi para
wisatawan untuk berkunjung karena kondisi udara yang
232
sejuk, pemandangan yang asri serta aneka ragam bunga
dan sayuran yang menghiasi tempat ini, sehingga sangat
cocok untuk digunakan sebagai tempat berlibur bersama
sanak saudara maupun teman sebaya. Kebun Refugia
Magetan juga memiliki keunggulan daya tarik yaitu
adanya hamparan bunga yang luas berlatar belakang
Gunung Lawu, serta dilengkapi dengan aneka spot-spot
foto yang menarik. yang digemari oleh semua kalangan
pengunjung wisata mulai dari anak-anak, remaja hingga
orang dewasa.

4) Kampung Susu Lawu (KSL)


Kampung Susu Lawu merupakan Agrowisata yang
bergerak dalam sektor pariwisata, pertanian dan
peternakan. KSL memiliki ciri khas destinasi yaitu edukasi
peternakan sekaligus pengolahan dan hasil olahan susu
siap saji. Agrowisata ini mengintegrasikan peternakan
sapi perah, paket pendakian gunung lawu dan pertanian.
Kampung Susu Lawu juga memberikan fasilitas ramah
keluarga, seperti memerah susu sapi, memberi makan
sapi dan merawat sapi perah.

Atas dasar model usaha tersebut, membutuhkan


kerjasama baik investor maupun penyertaan modal usaha
oleh Pemerintah Daerah untuk kontinuitas core
business/model usaha yang akan dijalankan.

7. Pasar Monopolistik

Pendirian BUMD oleh Pemerintah Daerah dalam rangka


233
menjalankan urusan pemerintahan di Daerah dan
mewujudkan kesejahteraan rakyat yang bertujuan
memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian
Daerah, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi
pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi,
karakteristik dan potensi daerah yang bersangkutan
berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik serta
memperoleh laba dan/atau keuntungan. Oleh karenanya,
BUMD tidak memonopoli pasar melainkan penyeimbang dan
peningkatan ekonomi daerah agar ekonomi daerah
mengalami pertumbuhan. Diharapkan jangan sampai
keberadaan BUMD menjadi monopoli atau keberadaan BUMD
mematikan usaha yang saat ini berjalan. BUMD akan
bersinergi usaha sejenis yang ada di wilayah setempat.
Dengan bersinerginya BUMD dengan Pemerintah Daerah atas
kepemilikan BUMD maka pengelolaan BUMD yang profesional,
maju dan sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate
governance dalam rangka memenuhi kepentingan
shareholders (pemilik BUMD) dan stakeholders (masyarakat
luas). Pembentukan Perusahaan Umum Daerah Pariwisata
Kabupaten Magetan diharapkan dapat menjadi jalan keluar
yang tepat untuk mengakomodasi semua kebutuhan dasar
Pemerintah Kabupaten Magetan dalam rangka mengatasi
permasalahan kepariwisataan daerah dan sekaligus
meningkatkan fungsi pengelolaan destinasi wisata untuk
memberikan pelayanan masyarakat di bidang kepariwisataan,
peningkatan PAD, dan juga ikut mendorong peningkatan
pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Daerah.
234
B. Kebutuhan Masyarakat

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang


Kepariwisataan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dicabut
dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja, menegaskan bahwa kebebasan
melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam
wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia.
Kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu,
berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap
memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya
yang hidup dalam masyarakat, kelestarian, dan mutu lingkungan
hidup, serta kepentingan nasional. Kebutuhan masyarakat
terhadap pelayanan publik dalam bidang pariwisata
mendapatkan peluang untuk dikembangkan secara profesional.
Pasal 30 UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun
2020 tentang Cipta Kerja dimana Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dicabut dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan

235
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja itu menyebutkan bahwa Pemerintah
Kabupaten berwenang untuk:
1. menyusun dan menetapkan rencana induk
pembangunan kepariwisataan kabupaten;
2. menetapkan destinasi pariwisata kabupaten;
3. menetapkan daya Tarik wisata kabupaten;
4. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan
Pendaftaran Usaha Pariwisata;
5. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan
kepariwisataan kabupaten;
6. memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata
dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
7. memfasilitasi pengembangan daya Tarik wisata baru;
8. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian
kepariwisataan dalam lingkup kabupaten;
9. memelihara dan melestarikan daya tarif wisata yang
berada di wilayahnya;
10. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar
wisata; dan
11. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Terhadap kebutuhan masyarakat, Kepariwisataan
merupakan bagian integral dari pembangunan yang dilakukan
secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan dan
bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan
terhadap nilai agama, budaya masyarakat, kelestarian, mutu
lingkungan hidup dan kepentingan nasional. Masyarakat secara
umum dan para pengusaha pariwisata secara khusus
membutuhkan pelayanan bidang pariwisata atau secara spesifik
236
pelayanan destinasi wisata daerah. Masyarakat pengunjung
terhadap pengelolaan Destinasi Wisata dapat lebih menarik, rapi
dan indah, nyaman dan aman sehingga dapat memenuhi
kebutuhan pariwisata para pengunjung maupun kebutuhan
wisata belanja bagi masyarakat secara lebih luas. Masyarakat
konsumen atau pengunjung membutuhkan keberadaan objek-
objek pariwisata yang maju dan profesional dalam memberikan
pelayanan, sehingga kebutuhan barang dan jasa sehari-hari
dapat terpenuhi dengan baik.

Masyarakat pengusaha pariwisata membutuhkan sarana


prasarana dan fasilitas destinasi wisata untuk berkunjung secara
nyaman dan aman, bersih dan rapi, sehingga memudahkan
pemerintah daerah memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada para wisatawan. Semakin meningkatnya wisatawan
diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sektor
pariwisata, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan para pengusaha pariwisata. Dengan demikian
masyarakat secara umum sangat membutuhkan pengelolaan
destinasi wisata yang lebih profesional untuk meningkatkan
transaksi jasa pariwisata pada umumnya.

Beberapa pertimbangan Pemerintah Kabupaten Magetan


yang menguatkan adanya pendirian Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan di Kabupaten Magetan antara lain:
1. Pemerintah Kabupaten Magetan memiliki niat kuat untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui
pengelolaan destinasi wisata;
2. Pemerintah Kabupaten Magetan mendapatkan pengalaman

237
dari daerah-daerah lain sehingga menguatkan keyakinan
bahwa pendapatan pengelolaan destinasi wisata dapat
meningkat berlipat ganda jika dikelola dengan model
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
3. Pemerintah Kabupaten Magetan bertekad untuk
mengoptimalkan pemberdayaan dan pendayagunaan aset-
aset daerah yang ada di Kabupaten Magetan;
4. Pemerintah Kabupaten Magetan berkeyakinan bahwa
Pemerintah Kabupaten Magetan dapat membentuk BUMD
Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan
dimulai dari komitmen dan political will Pemerintah Daerah
serta dilakukan mulai sekarang, meskipun terbentuknya
BUMD beberapa tahun yang akan datang.

Analisis kebutuhan dasar dalam rangka pendirian BUMD


Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan
berdasarkan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha
Milik Daerah dalam Pasal 10 dijelaskan bahwa:
(1) Kepala Daerah menyampaikan usulan rencana pendirian
BUMD kepada Menteri;
(2) Usulan rencana pendirian BUMD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilampiri:
a. Kebutuhan Daerah;
b. Analisa kelayakan usaha;
c. Ringkasan laporan keuangan Pemerintah Daerah 3
(tiga) tahun terakhir;
d. Dokumen Perda tentang APBD 3 (tiga) tahun
terakhir, dan
e. Dokumen RPJMD.
(3) Menteri melakukan penilaian atas usulan rencana pendirian
238
BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Hasil penilaian Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/ Walikota
paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak usulan
rencana pendirian BUMD diterima.
(5) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Daerah dapat menyusun rancangan Perda yang
mengatur mengenai pendirian BUMD.

Peraturan Daerah pendirian BUMD dalam Pasal 11,


dijelaskan secara rinci bahwa :

(1) Perda pendirian perusahaan umum Daerah paling


sedikit memuat:
a. Nama dan tempat kedudukan;
b. Maksud dan tujuan;
c. Kegiatan usaha;
d. Jangka waktu berdiri;
e. Besarnya modal dasar dan modal disetor;
f. Tugas dan wewenang Dewan Pengawas dan
Direksi, dan
g. Penggunaan laba.
(2) Perda pendirian perusahaan perseroan Daerah
memuat:
a. Nama dan tempat kedudukan;
b. Maksud dan tujuan;
c. Kegiatan usaha;
d. Jangka waktu berdiri; dan
e. Besarnya modal dasar.

239
(3) Dalam hal pendirian perusahaan umum Daerah dilakukan
dengan mengalihkan tugas dan fungsi perangkat Daerah
atau unit kerja maka Perda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat juga ketentuan mengenai:
a. Pengalihan seluruh atau sebagian kekayaan Daerah
menjadi kekayaan Daerah yang Dipisahkan; dan/ atau
b. Pengalihan seluruh atau sebagian hak dan kewajiban
perangkat Daerah atau unit kerja menjadi hak dan
kewajiban perusahaan umum Daerah yang didirikan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengalihan kekayaan
Daerah serta hak dan kewajiban perangkat Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan kajian aspek yuridis pendirian BUMD


Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan ini
dapat diidentifikasi fakta-fakta sebagai berikut:
1. Pemerintah Kabupaten Magetan belum pernah memiliki
Peraturan Daerah tentang pembentukan atau pendirian
BUMD Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan maupun peraturan daerah tentang penyertaan
modal Pemerintah Kabupaten Magetan kepada Perusahaan
Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan.
2. Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 1 Tahun 2019
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Magetan Tahun 2018 – 2023 belum secara
eksplisit merumuskan bahwa BUMD dapat menjadi strategi
dan kebijakan pencapaian tujuan RPJMD.
3. Niat membentuk BUMD Perusahaan Umum Daerah
240
Pariwisata Kabupaten Magetan dalam rangka meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pengelolaan
Pariwisata Daerah sudah sesuai dengan regulasi maksud
pendirian BUMD dan pengalaman praktis berbagai daerah.

Selain analisis kebutuhan tersebut di atas, terkait dengan


perumusan BUMD pada RPJMD, pada penjelasan atas Pasal 9
ayat (5) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Bagian dari
kebijakan RPJMD” adalah bahwa BUMD tersebut merupakan cara
atau strategi untuk mencapai tujuan RPJMD.” Dengan demikian
daerah-daerah yang akan mendirikan BUMD, dalam dokumen
RPJMD-nya harus tersurat bahwa pendirian dan pengembangan
BUMD akan dijadikan secara strategi untuk mencapai tujuan
RPJMD. Persyaratan ini ditegaskan agar ide untuk pendirian
BUMD tidak datang tiba-tiba atau hanya didasarkan pada
pemikiran sesaat, namun pendirian BUMD itu harus dilandasi dari
studi-studi kebutuhan dan kelayakan sehingga BUMD ini digagas
dapat menjadi instrumen dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan daerah yang dirumuskan dalam dokumen RPJMD.
Maka dalam rangka meningkatkan komitmen dan political will
Pemerintah Kabupaten Magetan untuk mendirikan BUMD
Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan,
langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1. Pemerintah Kabupaten Magetan melakukan kegiatan
Analisis Kebutuhan Daerah yang dibiayai dari APBD
Kabupaten Magetan;
2. Pemerintah Kabupaten Magetan melakukan kegiatan
Analisis Kelayakan Bidang Usaha BUMD (dalam hal ini
Pariwisata Daerah) yang dibiayai dari APBD Kabupaten
241
Magetan;
3. Pemerintah Kabupaten Magetan melakukan perubahan
terhadap dokumen RPJMD Kabupaten Magetan Tahun 2018–
2023 untuk memasukkan BUMD sebagai strategi pencapaian
tujuan RPJMD berdasarkan hasil analisis kebutuhan daerah
dan analisis kelayakan bidang usaha BUMD;
4. Pemerintah Kabupaten Magetan mengajukan usulan
pendirian BUMD Perusahaan Umum Daerah Pariwisata
Kabupaten Magetan yang dilampiri dengan:
a. Kebutuhan Daerah;
b. Analisa kelayakan usaha;
c. Ringkasan laporan keuangan Pemerintah Daerah 3
(tiga) tahun terakhir;
d. Dokumen Perda tentang APBD 3 (tiga) tahun terakhir,
dan
e. Dokumen RPJMD.
f. Pemerintah Kabupaten Magetan menyiapkan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan
tentang Pendirian Perusahaan Umum Daerah Pariwisata
Kabupaten Magetan dan sekaligus Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan tentang
Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Magetan kepada
Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan;
g. Pemerintah Kabupaten Magetan menyiapkan Analisis
Investasi atas Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten
Magetan kepada Perusahaan Umum Daerah Pariwisata
Kabupaten Magetan;
h. Pemerintah Kabupaten Magetan menyiapkan dokumen
appraisal atas Aset Pemerintah Daerah yang akan
242
disertakan sebagai modal bagi Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan.

Seiring direncanakannya pembentukan BUMD Pariwisata


memiliki fungsi:
a. sebagai pemberdaya dan pendayaguna aset daerah
Pemerintah Kabupaten Magetan;
b. sebagai penyedia barang dan jasa bagi masyarakat luas;
c. sebagai penyedia fasilitas tempat tempat bertransaksi dan
rekreasi bagi masyarakat;
d. sebagai pengembang potensi objek-objek wisata sebagai
destinasi wisata Kabupaten Magetan;
e. sebagai pembuka lapangan pekerjaan; dan
f. membantu meningkatkan Pendapatan Daerah Kabupaten
Magetan.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan


pendirian dan pembentukan BUMD Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan itu dapat ditinjau dari beberapa
sisi/aspek yaitu:
a. Sisi Rencana Pembangunan Daerah dan Pembangunan
Nasional, dimaksudkan agar kegiatan ini dapat:
1) menambah dan menguatkan posisi pemerintah daerah
dalam konstelasi tri-pelaku ekonomi daerah maupun
nasional (BUMN/BUMD, Koperasi dan Badan Usaha
Swasta Nasional/ Daerah);
2) memberikan penambahan peluang kesempatan kerja

243
bagi masyarakat;
3) meningkatkan keterkaitan sumber daya daerah baik
pengusaha pariwisata, barang dan jasa maupun sumber
dana;
4) memacu peningkatan dan perkembangan sektor-sektor
lain seperti perindustrian, perhubungan, transportasi,
Lembaga keuangan, koperasi dan usaha mikro kecil dan
menengah serta jasa-jasa lainnya;
5) meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
khususnya dan Pendapatan Daerah umumnya di
Kabupaten Magetan.

b. Sisi Distribusi Nilai Tambah


Kegiatan pendirian atau pembentukan BUMD Perusahaan
Umum Daerah Pariwisata Kabupaten magetan ini memiliki
nilai tambah yang dapat dihitung secara kuantitatif.
Perhitungan dapat dilakukan dengan menghitung selisih
pendapatan pariwisata daerah dan aset lainnya setelah
dikelola dengan model BUMD dengan pendapatan tatkala
objek-objek wisata dan aset lain masih dikelola dengan pola
Perangkat Daerah.

c. Sisi Tenaga Kerja


Dalam hal ini diharapkan bahwa pembentukan BUMD
Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan
ini mampu meningkatkan kesempatan kerja. Salah satu cara
mengukur proyek padat modal atau padat karya adalah
dengan membagi jumlah investasi (modal tetap ditambah
modal kerja) dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat
244
sehingga didapat nilai investasi per tenaga kerja.

d. Sisi Keuntungan Ekonomi Regional


Dari sisi ini kegiatan pembentukan BUMD Perusahaan Umum
Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan dapat
menguntungkan perekonomian secara regional dengan
menganalisis pada perlakuan unsur bunga dan pajak yang
dikenakan terhadap proyek menggunakan metode Economic
Rate of Return (ERR). Dalam metode ini bunga pinjaman
dan pajak tidak merupakan pengeluaran karena bunga
merupakan bagian dari penerimaan keseluruhan yang
diterima oleh masyarakat ekonomi.

e. Sisi Pengaruh Sosial


Pendirian sebuah proyek hendaknya memberi manfaat-
manfaat sosial kepada masyarakat, misalnya dalam wujud:
1) menjadi sarana pengembangan kegiatan pariwisata;

2) membuka lapangan kerja baru;


3) mendorong pengembangan sektor-sektor lain seperti
perdagangan, perindustrian, perhubungan, transportasi
dan lembaga keuangan, serta kegiatan ekonomi
ikutannya;
4) melaksanakan alih teknologi;

5) merupakan usaha untuk memanfaatkan aset


Pemerintah Kabupaten Magetan, sehingga bisa
menghindari timbulnya konflik di masa yang akan
datang; dan

6) memberi pengaruh positif pada lingkungan masyarakat

245
sekitar.

Sedangkan keuntungan adanya kegiatan pembentukan


BUMD Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan
ini bisa berupa keuntungan yang langsung dapat dinikmati pihak-
pihak tertentu maupun keuntungan tidak langsung yang dapat
diperoleh/ terjadi pada berbagai pihak atau sektor yang terkait.
Uraian masing-masing jenis keuntungan itu antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Keuntungan Langsung

1) Tenaga Kerja
Permasalahan tenaga kerja selain menyangkut
aspek sosial, juga terkait erat dengan aspek ekonomi.
Apabila masyarakat usia produktif dapat disalurkan ke
dalam lapangan kerja sesuai dengan kemampuan
mereka, akan berdampak pada menurunnya tingkat
kriminalitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Hal ini terjadi dikarenakan oleh berkurangnya tingkat
pengangguran yang terjadi di masyarakat.
Dengan adanya kegiatan pembentukan BUMD
Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan, penduduk Kabupaten Magetan umumnya dan
masyarakat pengusaha pariwisata maupun masyarakat
konsumen atau pelanggan jasa pariwisata pada
umumnya dapat memanfaatkan kesempatan untuk
melakukan transaksi dengan lebih baik pada BUMD
Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan tersebut. Partisipasi stakeholder Pariwisata
Daerah itu dibutuhkan baik pada saat pelaksanaan

246
pembentukan maupun pada saat BUMD Perusahaan
Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan itu sudah
dioperasikan.
Semakin banyak tenaga kerja yang berasal dari
penduduk sekitar di lingkungan Kabupaten Magetan
yang dapat diserap dan dilibatkan, akan semakin besar
pula dukungan masyarakat setempat terhadap
keberadaan BUMD Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan itu. Oleh karena itu
perlu dilibatkan seberapa jauh masyarakat setempat
(baik dari jenis keahliannya maupun jumlahnya) dapat
menyumbangkan tenaga kerja mereka.
Lapangan kerja yang tersedia selama
pelaksanaan kegiatan pembentukan dan operasional
BUMD Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan ini antara lain: pegawai/ karyawan pengelola
objek wisata, operator atraksi wisata, pedagang
cinderamata, kuliner, pengusaha jasa akomodasi
pariwisata, pedagang kaki lima/ keliling, penjaga
malam, petugas parkir, dan jasa-jasa lainnya.

2) Penerimaan Pendapatan Asli Daerah


Implikasi yang dapat diperoleh dari
pembentukan BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan ini
adalah peningkatan penerimaan Pendapatan Asli
Daerah yang semula berasal dari komponen Retribusi
Tempat Rekreasi dan Olah Raga berubah menjadi
komponen Hasil Pengelolaan kekayaan Daerah yang
247
Dipisahkan. Beberapa sumber Pendapatan Asli Daerah
yang lain seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak parkir, retribusi parkir,
retribusi kebersihan dan persampahan, dan
kemungkinan retribusi pertokoan/ grosir.

b. Keuntungan Tidak Langsung

Dengan adanya kegiatan pembentukan BUMD


Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan
ini diharapkan dapat menciptakan efek pengganda
(multiplier effect) terhadap aktivitas maupun pembangunan
investasi publik lainnya baik yang bersifat non-teknis
maupun teknis yang antara lain meliputi :

1) Apabila intensitas transaksi jasa pariwisata meningkat,


maka akan terjadi kecenderungan meningkatnya
transaksi jasa-jasa lain terkait bidang pariwisata,
kemungkinan adanya kegiatan perdagangan, industri,
dan jasa-jasa. Hal itu tidak menutup kemungkinan
untuk semakin bertambahnya jalur-jalur transportasi
dan perhubungan antar daerah dalam provinsi maupun
antar daerah luar provinsi dari dan ke Kabupaten
Magetan pada khususnya, meningkatnya kegiatan jasa
akomodasi dan kuliner seperti hotel dan restoran/
rumah makan dan sebagainya yang pada akhirnya
meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah dan
memajukan perekonomian daerah.

2) Kegiatan pembentukan BUMD Pariwisata Kabupaten


Magetan yang memiliki pola pelayanan lebih modern
dengan memanfaatkan teknologi (e-ticketing, penjualan
248
tiket secara non tunai melalui e-commerce, dan lain-
lain) diharapkan dapat menjadi daya tarik masyarakat
luas, dengan tetap mempertahankan pola-pola
pelayanan obyek-obyek pariwisata yang sudah berjalan
selama ini.

3) Apabila Pemerintah Kabupaten Magetan memiliki


investasi publik yang lengkap di bidang pariwisata dan
mempunyai daya dukung terhadap dunia usaha atau
bisnis, maka sumber-sumber pendapatan daerah akan
tercipta. Sumber-sumber pendapatan daerah ini dapat
berupa semakin banyaknya investor baik domestik
maupun asing yang masuk untuk menanamkan
modalnya di Kabupaten Magetan.

Untuk memastikan kebutuhan masyarakat terhadap


bidang usaha yang akan dikelola telah dilakukan survei pada
sejumlah responden masyarakat dengan hasil sebagai berikut:

a. Penilaian masyarakat terhadap pengelolaan objek wisata


yang ada di Kabupaten Magetan belum optimal dan masih
banyak masalah, hal ini disebabkan penataan dan
pengembangan destinasi wisata yang belum rapi, indah,
kurang menarik, miskin atraksi wisata / kurangnya sarana
prasarana fasilitas objek wisata yang dianggap kurang
memadai, berdaya guna dan berdaya hasil.
b. Berdasar penilaian masyarakat terhadap pelayanan publik
adalah layanan pengelolaan aset daerah yang belum
memadai baik pengelolaan objek wisata maupun
pemanfaatan aset daerah lainnya yang belum dioptimalkan

249
secara memadai. Untuk jenis pelayanan publik dan
kebutuhan masyarakat “yang belum tersedia”, menurut
responden yaitu BUMD yang mengelola pariwisata
Kabupaten Magetan belum tersedia di Kabupaten Magetan.
c. Menurut responden apa yang menjadi kebutuhan daerah
Kabupaten Magetan sehingga Pemerintah Kabupaten
Magetan dipandang perlu mendirikan BUMD baru sebab
perlunya optimalisasi sektor-sektor unggulan atau potensial
di daerah. Selain itu, perlunya peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sehingga pendirian BUMD baru ini diharapkan
mampu meningkatkan akselerasi di sektor pariwisata.
Melalui BUMD Pariwisata diharapkan mampu meningkatkan
optimalisasi sektor-sektor unggulan atau potensial di daerah
yang akhirnya terjadi peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Masyarakat Kabupaten Magetan mengharapkan
dengan adanya BUMD baru diharapkan dapat meningkatkan
akselerasi di sektor pariwisata. Hal ini dimaksudkan agar
pendayagunaan aset daerah mampu dilakukan secara
optimal.
d. Guna memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat,
Pemerintah Kabupaten Magetan berencana mendirikan
BUMD Pariwisata sebagai sarana peningkatan
perekonomian, pelayanan publik, penciptaan lapangan kerja
serta Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sejalan dengan
rencana itu, mayoritas responden menyetujui pendirian
BUMD Pariwisata. Adapun jenis usaha yang perlu dijalankan
nantinya, responden memberikan saran terkait bidang
usaha pariwisata.
e. Masyarakat berkontribusi dalam pengembangan BUMD
250
dengan cara menjadi pengguna jasa/layanan dari BUMD
tersebut. Masyarakat berpartisipasi dalam pengembangan
usaha dengan mempromosikan usaha kepada masyarakat
sekitar. Sejalan dengan tujuan pendirian BUMD salah
satunya adalah membuka lapangan kerja maka diharapkan
masyarakat lokal Kabupaten Magetan dapat menjadi
pegawai di BUMD tersebut. Adapun tujuan utama pendirian
BUMD ini adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah maka
sejalan dengan harapan masyarakat pada BUMD untuk
dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di
Kabupaten Magetan.
Bahwasannya masyarakat Kabupaten Magetan mayoritas
bekerja di sektor informal. Melalui identifikasi status pekerjaan
utama baik kegiatan formal maupun informal, terdapat enam
kategori status pekerjaan meliputi (1) berusaha sendiri, (2)
berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, (3)
berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, (4)
buruh/karyawan/pegawai, (5) pekerja bebas, dan (6) pekerja
keluarga/tak dibayar. Berikut ini tabel yang menjelaskan
Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama di
Kabupaten Magetan Tahun 2022.
Tabel 4. 18

Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama


Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama di
Kabupaten Magetan Tahun 2022

Status Laki-Laki Perempuan Jumlah


Pekerjaan
Utama

251
Berusaha 28.895 34.854 63.749
sendiri

Berusaha 66.835 33.622 100.457


dibantu buruh
tidak
tetap/buruh
tidak dibayar

Berusaha 6.762 3.765 10.527


dibantu buruh
tetap/buruh
dibayar

Buruh/ 54.182 36.158 90.340


Karyawan/
Pegawai

Pekerja Bebas 39.456 11.751 51.207

Pekerja 12.949 43.267 56.216


Keluarga/tak
dibayar

Total 209.079 163.417 372.496


Sumber : Kabupaten Magetan Dalam Angka 2023, diolah.

Status pekerjaan utama dari kegiatan formal meliputi


berusaha dibantu buruh tetap/dibayar dan
buruh/karyawan/pegawai. Jumlah pekerja formal di Kabupaten
Magetan pada tahun 2022 sebesar 27,08 persen atau sejumlah
100.867 penduduk yang bekerja. Sementara itu, kegiatan
bekerja informal meliputi sensus pekerjaan utama berusaha
sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/ tidak dibayar,
pekerja bebas, dan pekerja keluarga/ tidak dibayar. Adapun
jumlah pekerja informal di Kabupaten Magetan sebesar 72,92
persen dari total penduduk bekerja.
Jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten Magetan dari
252
tahun 2019-2022 terus mengalami kenaikan. Sebagaimana
tercantum dalam tabel dibawah, jumlah penduduk usia 15 tahun
ke atas (usia kerja) Kabupaten Magetan tahun 2022 sebanyak
525.960 orang. Penduduk usia kerja dibedakan menjadi dua
bagian. Pertama, adalah penduduk yang termasuk angkatan
kerja. Dari penduduk usia kerja tersebut yang merupakan
angkatan kerja sebanyak 389.348 orang pada tahun 2022,
sebanyak 383.941 orang pada tahun 2021, sebanyak 381.763
orang pada tahun 2020 dan sebanyak 367.061 pada tahun 2019.
Tabel 4. 19

Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Magetan


Tahun 2019-2022

Indikator 2019 2020 2021 2022

Penduduk 508.437 521.328 523.709 525.960


Berumur 15
Tahun ke Atas

Angkatan 367.061 381.763 383.941 389.348


Kerja

- Bekerja 355.762 367.480 369.129 372.496

- Penganggur 11.299 14.283 14.812 16.852


Terbuka

Bukan 141.376 139.565 139.768 136.612


Angkatan
Kerja

TPAK (%) 72,34 73,23 73,31 74,03

TPT (%) 2,98 3,74 3,86 4,33


Sumber : BPS Kabupaten Magetan, diolah.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten

253
Magetan juga menunjukkan angka yang terus meningkat. Pada
tahun 2019 TPAK sebesar 72,34 persen menjadi 74,03 persen
pada tahun 2022. Kenaikan TPAK menjadi indikasi yang baik
bagi perekonomian, akan tetapi hal ini tidak dibarengi dengan
penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT Kabupaten
Magetan pada tahun 2019 adalah 2,98 persen meningkat
menjadi 4,33 persen pada tahun 2022. Tingkat Pengangguran
Terbuka dapat menjadi tolok ukur kondisi dan gambaran
ketenagakerjaan. Dalam satu tahun terakhir yakni tahun 2022
jumlah pengangguran sebanyak 16.852 orang meningkat
dibanding tahun sebelumnya yang hanya 14.812 orang. Dilihat
dari jenis kelamin, dari 16.852 orang penganggur di Kabupaten
Magetan lebih banyak penganggur laki-laki dibanding
perempuan. Jumlah pengangguran terbuka laki-laki sebanyak
8.651 orang sedangkan perempuan sebanyak 8.201 orang.
Angka pengangguran di Kabupaten Magetan mencapai
4,33 persen dengan melihat angka pengangguran yang terjadi,
tentu apabila dikaitkan dengan pendirian BUMD Pariwisata akan
berakibat kepada proses penyerapan tenaga kerja di Kabupaten
Magetan. Adanya pengembangan usaha di suatu wilayah
mempengaruhi mobilitas kegiatan masyarakat terutama dalam
hal peningkatan lapangan kerja yang berujung pada penurunan
pengangguran dengan menyerap tenaga kerja baik sejak tahap
awal pendirian atau tahap persiapan hingga tahap pelaksanaan
atau operasional perusahaan. Dalam hal ini, tidak hanya pekerja
lokal saja yang terserap tenaga kerjanya melainkan
kemungkinan besar tenaga kerja dari wilayah lain pun turut
terserap dalam kegiatan sektor ini. Hal ini secara tidak langsung
berdampak positif terhadap pertumbuhan Pendapatan Asli
254
Daerah.
Kedua adalah penduduk yang termasuk bukan angkatan
kerja. Tahun 2019 banyaknya penduduk yang bukan angkatan
kerja sebanyak 141.376 orang turun menjadi 136.612 orang
pada tahun 2022.
Banyaknya angkatan kerja di Kabupaten Magetan dari
tahun 2019 sampai 2022 terus mengalami peningkatan, Jika
dilihat menurut jenis kelaminnya, laki-laki lebih banyak
menyumbang angkatan kerja daripada perempuan. Angkatan
kerja laki-laki dari tahun 2019 sampai 2022 terus mengalami
peningkatan sedangkan angkatan kerja perempuan mengalami
kenaikan dari tahun 2019 ke tahun 2020 dan mengalami
penurunan di tahun 2021 dan 2022.

Gambar 4. 12

Banyaknya Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin


di Kabupaten Magetan Tahun 2019-2022

255
Sumber : BPS Kabupaten Magetan, diolah.

Pada tahun 2019 angkatan kerja laki-laki sebanyak


205.161 orang dan perempuan sebanyak 161.900 orang dari
total 367.061 orang, bertambah menjadi 381.763 orang pada
tahun 2020 yang terbagi menjadi angkatan kerja laki-laki
sebanyak 209.291 orang dan perempuan sebanyak 172.472
orang. Pada tahun 2021, angkatan kerja laki-laki bertambah lagi
menjadi 211.941 orang sedangkan angkatan kerja perempuan
berkurang menjadi 172.000 orang. Kemudian, pada tahun 2022
jumlah angkatan kerja bertambah lagi menjadi 389.348 orang
yang terbagi menjadi angkatan kerja laki-laki sebanyak 217.730
dan angkatan kerja perempuan sebanyak 171.618 orang.
Perbandingan penduduk yang bekerja pada tahun 2019
sebesar 355.762 orang, bertambah menjadi 367.480 orang pada
tahun 2020, bertambah lagi menjadi 369.129 orang pada tahun
2021 selanjutnya kembali bertambah menjadi 372.496 orang
pada tahun 2022. Penambahan penduduk yang bekerja ini lebih
sedikit dibandingkan penambahan penduduk angkatan kerja.
Pada tahun 2020 penduduk angkatan kerja bertambah 14.702
orang sedangkan penduduk yang bekerja bertambah 11.718
orang. Pada tahun 2021, penduduk angkatan kerja bertambah
2.178 orang sedangkan penduduk yang bekerja bertambah
1.649 orang. Pada tahun 2022, penduduk angkatan kerja
bertambah 5.407 orang sedangkan penduduk yang bekerja
bertambah 3.367 orang.
Menurut jenis kelamin, pada tahun 2020 penambahan
penduduk yang bekerja terjadi pada jenis kelamin perempuan
sedangkan pada laki-laki mengalami penurunan. Pada tahun
256
2021 dan 2022 terjadi hal sebaliknya, penduduk laki-laki yang
bekerja mengalami kenaikan sedangkan pada perempuan
mengalami penurunan.

Gambar 4. 13

Banyaknya Penduduk Bekerja Menurut Jenis Kelamin di


Kabupaten Magetan Tahun 2019-2022
Sumber : BPS Kabupaten Magetan, diolah.

Menurut lapangan pekerjaan, pada tahun 2022 penduduk


bekerja paling banyak di sektor pertanian. Mulai tahun 2020
hingga 2022 ini penduduk bekerja paling banyak di sektor jasa.
Selama empat tahun terakhir ini terlihat mulai terjadi pergeseran
lapangan pekerjaan yang diminati penduduk bekerja. Pada tahun
2020 pekerja di sektor pertanian berkurang dan pekerja di
sektor manufaktur dan jasa mengalami penambahan. Pada
tahun 2021 pekerja di sektor pertanian mengalami kenaikan
akan tetapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah pekerja

257
di sektor jasa, sedangkan di sektor manufaktur mengalami
penurunan jumlah pekerja. Pada tahun 2022 pekerja di sektor
pertanian mengalami penurunan tajam sedangkan jumlah
pekerja di sektor jasa meningkat signifikan.

Gambar 4. 14

Banyaknya Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan


Utama di Kabupaten Magetan Tahun 2019-2022
Sumber : BPS Kabupaten Magetan, diolah.

Menurut pendidikan, pekerja di Kabupaten Magetan masih


didominasi pekerja berpendidikan rendah, yaitu tamatan SD ke
bawah. Walaupun jumlahnya mendominasi akan tetapi
jumlahnya semakin lama semakin menurun kecuali tahun 2022.
Selain itu pekerja tamatan SMP mendominasi urutan ketiga.
Jumlahnya setiap tahun mengalami peningkatan kecuali tahun
2022. Begitu juga, pekerja tamatan SMA mendominasi urutan
kedua yang menunjukkan penambahan tiap tahunnya kecuali

258
tahun 2021. Serta tamatan Perguruan Tinggi mendominasi
urutan paling kecil di Kabupaten Magetan.

Gambar 4. 15
Banyaknya Penduduk yang Bekerja Menurut Pendidikan di
Kabupaten Magetan Tahun 2019-2022
Sumber : BPS Kabupaten Magetan, diolah.

Sementara, jumlah angkatan kerja yang menganggur


menurut pendidikan di Kabupaten Magetan didominasi oleh
tamatan SMA.

259
Gambar 4. 16
Banyaknya Angkatan Kerja yang Menganggur Menurut
Pendidikan di Kabupaten Magetan Tahun 2019-2022
Sumber : BPS Kabupaten Magetan, diolah.

260
BAB V
ANALISIS KELAYAKAN BIDANG USAHA
PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD)
PARIWISATA KABUPATEN MAGETAN

A. Aspek Pasar dan Pemasaran

1. Potensi Pasar
Pengelolaan dan pengembangan yang dilakukan oleh
Badan Usaha Milik Daerah akan lebih berfokus pada
pengelolaan dan pengembangan objek wisata Telaga
Sarangan, Telaga Wahyu, Kebun Bunga Refugia, dan
Kampung Susu Lawu. Potensi pasar pengguna jasa pariwisata
yang ada di wilayah Kabupaten Magetan berasal dari pasar
dalam negeri atau wisatawan domestik. Jumlah pengunjung
daerah tujuan wisata atau wisatawan yang berkunjung ke
objek-objek wisata di Kabupaten Magetan sepanjang tahun
2018–2022 cenderung meningkat terus menerus, kecuali
pada tahun 2020.

261
Gambar 5.1
Jumlah Wisatawan ke Kabupaten Magetan
Tahun 2018 – 2022 (Orang)
Adapun jumlah pengunjung wisata untuk objek wisata
yang fokus dikelola oleh BUMD adalah sebagai berikut.

Gambar 5.2
Jumlah Pengunjung Wisata Telaga Sarangan, Telaga Wahyu,
dan Kebun Bunga Refugia Tahun 2022
Sumber : Kabupaten Magetan Dalam Angka, 2022.

Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah,


akan tetapi angka kunjungan wisata masih rendah sehingga
pariwisata di Magetan sangat perlu didorong melalui
intervensi BUMD Pariwisata. Produk wisata ditargetkan untuk
wisatawan lokal Magetan maupun wisatawan luar Magetan.
Menurut Kotler (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial
didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang

262
bernilai dengan pihak lain. Maka untuk memiliki produk yang
bernilai jual tinggi ada strategi yang dilakukan. Dalam konsep
pariwisata ini, pemasaran akan terus dilakukan dan
ditingkatkan melalui pemasaran online dimana sebuah
pemasaran yang dilakukan melalui system computer online
interaktif yang terhubung secara elektronik (Kotler, 2009).
Pemasaran ini dapat dilakukan melalui akun website maupun
media sosial seperti Instagram, Tik Tok, Facebook,
WhatsApp, Email dan sebagainya guna menarik perhatian
pengunjung wisatawan. Pemasaran juga dilakukan secara
langsung melalui kepada wisatawan akan produk wisata yang
ditawarkan dapat berupa paket wisata baik paket wisata
reguler maupun paket wisata terusan dengan harga paket
dibagi menjadi 2 tipe yaitu harga paket wisata reguler dan
paket wisata terusan serta orang-orang yang benar-benar
minat dan menyukai produk yang dijual seperti halnya
Kampung Susu Lawu yang menjual produk olahan susu.
Lokasi penjualan dapat dilakukan secara offline dan
online dengan memanfaatkan e-ticketing yang praktis dan
efisien. Penjualan tiket secara non tunai melalui e-commerce
bekerjasama dengan penyedia layanan jasa seperti
tiket.com, traveloka dan lain-lain serta pembelian tiket dapat
dilakukan dengan menggunakan kartu bekerjasama dengan
bank umum atau layanan pembayaran secara online, toko
berjaringan dan lain-lain.
Dalam pemasaran pariwisata diperlukan koordinasi
dan kerja sama yang baik antara pemerintah, swasta dan
masyarakat sekitar, agar pemasaran dapat berjalan maksimal
dan dapat mendatangkan banyak pengunjung. Selain
263
pemasaran dengan iklan-iklan dan publikasi lainnya Dinas
Pariwisata Kabupaten Magetan juga telah melakukan
pemasaran produk wisata melalui CFD, duta wisata,
penyelenggaraan event dengan menggandeng organisasi dan
komunitas guna menarik minat wisatawan serta pameran-
pameran yang ada di luar negeri maupun dalam negeri.
Adapun macam-macam event yakni event memperingati
Ledhug Suro, event Labuh Sesaji, event pemilihan duta
wisata Kabupaten Magetan.
Selain itu, pemasaran wisata Magetan juga telah
dilakukan melalui penyusunan agenda 100 lebih kegiatan
budaya dan pariwisata dalam Calendar of Event (CoE).
Adapun, CoE yang disusun setiap tahun ini merupakan salah
satu program strategis Pemerintah Kabupaten Magetan dalam
mempromosikan pariwisata Magetan yaitu dengan
penyusunan agenda kegiatan budaya dan pariwisata yang
disusun dan dipublikasikan melalui Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Magetan. Sejumlah agenda tersebut diantaranya
Kirab Pusaka, Onthel Budaya, Labuhan Sarangan, Nasional
Paralayang XC, Ledhug Suro, Kirab Nayakapraja, dan masih
banyak lagi.

2. Hasil Analisa Peluang, Ancaman, Tantangan, Kekuatan


dan Strateginya
Selain menganalisis dari aspek pasar dan pemasaran,
diperlukan juga dukungan dari hasil analisis SWOT. Analisis
SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan
untuk mengevaluasi kekuatan (strength), kelemahan
(weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats)
264
dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini
melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi
bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang mendukung dan tidak dalam mencapai tujuan
tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara
menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi
keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar
matriks SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana
kekuatan (strength) mampu mengambil keuntungan
(advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,
bagaimana cara mengatasi kelemahan (weakness) yang
mencegah keuntungan (advantage) dari peluang
(opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan
(strength) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada,
dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weakness) yang mampu membuat ancaman (threats)
menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.
Melihat keterhubungan antara keempat faktor
tersebut, maka membuat analisis SWOT ini memberikan
kemudahan untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan
yang didalam analisanya mengandung langkah-langkah untuk
mengembangkan kekuatan, meminimalkan kelemahan,
menangkap kesempatan, dan menghilangkan ancaman.
Analisis SWOT dimaksudkan untuk menganalisis
faktor- faktor internal dan faktor eksternal dipandang dari
Pemerintah Kabupaten Magetan yang dapat mendorong atau
menghambat pembentukan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan. Analisis faktor internal terdiri dari faktor kekuatan
265
(Strength) yang kemungkinan mampu memberikan daya
dorong terbentuknya BUMD Pariwisata serta faktor
kelemahan (Weakness) yang kemungkinan dapat
menghambat terjadinya pembentukan BUMD Perusahaan
Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan. Analisis faktor
eksternal terdiri dari faktor peluang (Opportunity) yang
kemungkinan mampu menjadi peluang untuk mendorong
terselenggaranya pembentukan BUMD Pariwisata Kabupaten
Magetan serta faktor ancaman (Threat) yang kemungkinan
akan menjadi penghambat bagi pembentukan BUMD
Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan.
Identifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman bagi terselenggaranya pembentukan BUMD
Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan
antara lain adalah:

a) Kekuatan (Strength)
1) Komitmen kuat dari Pemerintah Kabupaten Magetan
untuk membentuk BUMD Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan dengan langkah nyata
pembentukan penyusunan dokumen studi kelayakan
Pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan dan
studi banding kepada daerah yang sudah berhasil
mengelola pariwisata melalui model Badan Usaha Milik
Daerah.
2) Dukungan positif Perangkat Daerah yang terkait
membidangi pengelolaan destinasi wisata Daerah di
Kabupaten Magetan dalam pembentukan BUMD
Perumda Pariwisata Kabupaten Magetan.
3) Potensi Pariwisata Daerah di Kabupaten Magetan yang
266
tersebar di wilayah Kabupaten Magetan dengan sarana
prasarana dan fasilitas destinasi wisata, akses
perhubungan dan transportasi menuju destinasi wisata
dengan jumlah yang cukup memadai.
4) Budget policy ke arah penyertaan modal kepada BUMD
di Kabupaten Magetan cukup kondusif, hal itu dilihat
dari perkembangan rasio penyertaan modal dengan
belanja daerah yang cenderung meningkat.
5) Struktur perekonomian Kabupaten Magetan
merupakan perekonomian tersier (jasa) dengan
dominasi sektoral pada Sektor Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, hal ini
sangat kondusif bagi perkembangan jasa pariwisata di
Kabupaten Magetan.
6) Kemampuan keuangan daerah dan kemandirian
keuangan daerah yang diukur dengan Derajat
Desentralisasi Fiskal dan Derajat Otonomi Fiskal
Kabupaten Magetan cenderung mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini menunjukkan
bahwa posisi keuangan daerah Kabupaten Magetan
cukup kondusif untuk pembentukan BUMD.

b) Kelemahan (Weakness)
1) Dokumen RPJMD Kabupaten Magetan belum
memasukkan pendirian dan pengembangan BUMD
sebagai strategi untuk mencapai tujuan RPJMD secara
eksplisit.
2) Belum pernah ada Peraturan Daerah Kabupaten
Magetan terkait penyelenggaraan pariwisata, kecuali

267
terfokus pada pengelolaan retribusi tempat rekreasi
dan olah raga sebagai bagian dari retribusi jasa usaha.
3) Sementara itu sumbangan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan sebagai representasi hasil
laba BUMD paling kecil dibandingkan komponen PAD
yang lain.
4) Kontribusi retribusi tempat rekreasi dan pariwisata
terhadap retribusi daerah dan kontribusi retribusi
daerah terhadap PAD berkembang dari tahun ke tahun
secara fluktuatif.
5) Pengelolaan destinasi wisata belum menjadi fokus
perhatian yang utama bagi Perangkat Daerah yang
membidangi yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,
sehingga pengelolaan destinasi wisata yang ada belum
berkembang maksimal.
6) Rasio hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan terhadap penyertaan modal daerah
cenderung menurun, yang berarti hasil penyertaan
modal daerah pada BUMD yang dimiliki Pemerintah
Kabupaten Magetan selama ini belum optimal.
7) Alokasi pembiayaan untuk pembangunan bidang
pariwisata ini juga relatif terbatas karena ada objek-
objek pembangunan lain yang membutuhkan prioritas
pembiayaan daerah.
8) Perilaku Pedagang yang sudah bertahun-tahun
terbiasa melakukan aktivitas dan transaksi dalam
bidang pariwisata Daerah di Kabupaten Magetan
dengan pola pengelolaan oleh Perangkat Daerah,
kemungkinan tidak mudah untuk menerima perubahan
268
model pengelolaan menjadi BUMD.

c) Kesempatan atau Peluang (Opportunity)


1) Terbitnya regulasi yang mengatur pendirian BUMD
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017
tentang BUMD, hal ini memberikan kepastian
mekanisme pendirian BUMD baru.
2) Kebijakan Pemerintah memberikan keleluasaan
memilih model pengelolaan dan optimalisasi Aset
Daerah (Barang Milik Daerah) dalam bentuk Perangkat
Daerah, BLUD ataupun BUMD.
3) Kebijakan Otonomi Daerah yang memberi kesempatan
kepada Pemerintah Kabupaten Magetan untuk
mengoptimalkan pengelolaan dan pengolahan potensi
sumberdaya bagi kesejahteraan masyarakat, terutama
potensi keindahan alam untuk pengembangan
pariwisata.
4) Pembangunan sarana dan prasarana perhubungan
serta transportasi, seperti jalan tol, memberikan
peluang yang seluas-luasnya untuk pembentukan dan
pengembangan BUMD Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan yang terintegrasi
dengan potensi sumberdaya yang sudah dikelola.
5) Era globalisasi dan pasar bebas membuka peluang
pengembangan bidang pariwisata khususnya dan
perekonomian daerah pada umumnya yang
berorientasi pemenuhan pasar dalam negeri, dan
269
memasuki pasar global.
6) Terdapat peluang yang sangat terbuka kerjasama
BUMD dengan Pihak Ketiga dalam rangka
mengoptimalkan pengelolaan BUMD Perusahaan
Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan.
7) Kebijakan-kebijakan pro investasi seperti Peraturan
Presiden tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha
dan Peraturan Pemerintah tentang Perizinan yang
terintegrasi dengan Elektronik memberi peluang
investasi pada bidang pariwisata dan usaha-usaha lain
yang terkait dengan dunia pariwisata.
8) Pangsa pasar yang luas. Memanfaatkan peluang ini
dengan selalu membaca pasar mulai dari trend dimasa
kini dan tempat yang disukai semua kalangan
masyarakat mengingat banyaknya masyarakat yang
ingin berwisata di daerah pegunungan dan mencari
suasana udara yang sejuk.

d) Ancaman (Threat)
1) Keberadaan dan perkembangan kegiatan pariwisata
modern di berbagai daerah sekitar Kabupaten Magetan
dapat menjadi ancaman bagi eksistensi dan
perkembangan bidang pariwisata yang sedang
berkembang di Kabupaten Magetan.
2) Adanya tempat wisata lain yang ada di sekitar
Kabupaten Magetan sehingga adanya persaingan yang
lebih kompetitif.
3) Mekanisme pendirian BUMD Perusahaan Umum
Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan berdasarkan PP
270
Nomor 54 Tahun 2017 relatif memakan waktu relatif
lebih lama dan birokrasi persetujuan ke pemerintah
pusat (melalui Kementerian Dalam Negeri) yang akan
cenderung lebih panjang.
4) Isu nasional maupun internasional tentang
pembangunan berwawasan lingkungan (pembangunan
berkelanjutan= sustainable development)
kemungkinan akan menghambat pemberdayaan dan
optimalisasi BUMD Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan.
5) Isu internasional tentang pemanasan global
menimbulkan ancaman kebebasan untuk melakukan
optimalisasi pemberdayaan sumber daya daerah.
6) Kesadaran masyarakat yang kurang terhadap
pengelolaan sarana prasarana dan fasilitas pariwisata
menjadi ancaman yang serius bagi keberlangsungan
sektor pariwisata, dan sektor-sektor terkait lainnya
serta perekonomian daerah pada umumnya.
7) Kurangnya kemampuan antisipatif dan profesionalisme
pengelolaan sarana prasarana dan fasilitas Pariwisata
Daerah terhadap pengembangan zaman serta
kemungkinan timbulnya kerusakan fasilitas sarana
prasarana serta fasilitas umum yang berdampak pada
keseimbangan ekosistem dan kegiatan kepariwisataan.
Berdasarkan identifikasi faktor-faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan
ancaman), dapat disimpulkan bahwa dalam rangka
optimalisasi hasil pengelolaan Pariwisata Daerah di
Kabupaten Magetan sangat memungkinkan dan layak untuk
271
didirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berupa
Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan.

3. Kompetitor
Apabila dibandingkan dengan wisata di wilayah sekitar
Kabupaten Magetan seperti halnya wisata alam di
Tawangmangu. Gunung Lawu terdapat di bagian barat
Kabupaten Magetan yakni perbatasan dengan Jawa Tengah.
Meski Kabupaten Magetan dan Tawangmangu sama-sama
berada di lereng gunung lawu, akan tetapi Kabupaten
Magetan ini juga menyimpan beragam wisata yang eksotis
dan indah. Pemandangan hijau, suasana nyaman dan hawa
sejuk tidak kalah dengan Tawangmangu. Magetan yang
memiliki julukan “The Nice of Java” sebab Kabupaten
Magetan terkenal dengan wisata gunung yang indah,
berhawa sejuk, dengan panorama alam yang memukau.
Magetan memiliki wisata andalan yakni Telaga Sarangan dan
Telaga Wahyu yang terleka di lereng Gunung Lawu
sementara di Tawangmangu telah ada Telaga Madirda.
Dengan adanya persaingan yang semakin ketat, maka
untuk membangun kualitas layanan yang berkelanjutan serta
mampu mendeteksi berbagai faktor yang mempengaruhi
konsumen untuk melakukan pembelian ulang/kunjungan
ulang. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kembali tingkat
kunjungan wisatawan memberikan perilaku pelayanan yang
berkualitas atau kepuasan atas berbagai layanan yang
disediakan serta memamerkan produk pariwisata berbasis
pemahaman atas perilaku pelanggan pasca transaksi. Dengan
272
memperhatikan pelanggan/wisatawan saat ini untuk menarik
pelanggan/wisatawan potensial dengan cara memuaskan
kebutuhan dan keinginan wisatawan. Sebagai positioning
Kabupaten Magetan adalah memberikan pemandangan
wisata alam yang indah dan udara yang sejuk serta upacara
adat Gebyar Labuhan juga dapat menarik wisatawan untuk
berkunjung sebab tradisinya yang sangat unik dan berbeda
dari tempat wisata lainnya yang ada di Jawa Timur.
Rencana pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten
Magetan telah memiliki kompetitor di wilayah lain yang sama-
sama bergerak di usaha wisata alam seperti wisata alam
Tawangmangu. Sementara itu, beberapa wilayah di luar
Kabupaten Magetan telah mendirikan BUMD Pariwisata
sehingga mampu dijadikan role model atas rencana pendirian
BUMD Pariwisata Magetan yakni PT Jasa dan Kepariwisataan
Jabar (Perseroda) atau Jaswita Jabar; PT Sayaga Wisata
Bogor; PT Jakarta Tourisindo; dan PT Wisata Lampung Indah.
PT Jaswita Jabar hadir untuk melayani masyarakat
Jawa Barat dengan menghadirkan pelayanan pada 4 (empat)
bidang bisnis, diantaranya Bisnis Perhotelan dan Mall, Bisnis
Properti, Bisnis Otomotif dan Perbengkelan, serta Bisnis Jasa.
Untuk PT Sayaga Wisata Bogor, yang telah didirikan sejak
tahun 2014, memiliki 4 (empat) unit bisnis yang dikelola,
yaitu Tour & Travel, Oleh-oleh Khas Bogor (OKB), Sayaga
Hotel dan Tirta Sayaga.
Berkaitan dengan kompetitor, di provinsi Jawa Timur
belum terdapat BUMD yang mengelola pariwisata. Didukung
juga dengan kondisi wilayah dan daya tarik Kabupaten
Magetan yang cukup unggul di provinsi Jawa Timur,
273
memberikan kesempatan dan peluang yang besar bagi
keberlangsungan BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan dalam
upaya mewujudkan pariwisata berkelanjutan sehingga turut
berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian daerah
khususnya kesejahteraan masyarakat serta pelayanan prima
kepada wisatawan.

4. Jenis dan Kualitas Produk


Pariwisata sebagai produk layanan atau service
encounter memerlukan strategi untuk mempertahankan dan
meningkatkan kunjungan ulang atau pembelian ulang.
Jenis produk yang dihasilkan adalah produk yang
intangible, berupa pengalaman. Sebagaimana produk wisata
lainnya, karakteristik utamanya yaitu produk jasa atau
pelayanan. Menurut Burkat dan Medlik (!976), produk industri
wisata adalah susunan produk yang terdiri dari campuran
atraksi wisata, transportasi, akomodasi dan hiburan. Lebih
lanjut, Kotler (2003) mendeskripsikan ciri produk wisata
yaitu:

a) Tidak berwujud (intangible)

Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, didengar, atau dicium


sebelum jasa itu dibeli.

b) Tidak terpisahkan (inseparability)

Proses produksinya yang tidak dapat dipisahkan antara


produsen dan konsumen.

c) Keragaman yang tinggi (variability)

Pelayanan wisata diproduksi dan dikonsumsi secara


274
simultan dan bersamaan, pada waktu yang sama
sehingga kualitas produk wisata sangat menentukan
kepuasan pelanggan dan hal ini membuat produk wisata
sangat beragam kualitasnya.

d) Tidak tahan lama dan mudah kadaluarsa (perishable)

Masa jual wisata terbatas yaitu mulai dari produk itu


ditawarkan sampai dengan dilaksanakan, tidak dapat
disimpan sehingga sisa produk tidak terjual dan tidak
bernilai kembali.
Lebih lanjut, Kotler (2003) menjelaskan bahwa produk
wisata memiliki 4 (empat) tingkatan, yaitu:

a) Produk Inti (Core Product) merupakan produk utama yang


ingin dibeli konsumen. Produk utama dianggap sebagai
paket layanan terpadu karena sulit memisahkan antara
produk fisik dan pelayanannya. Yang termasuk produk inti
yaitu destinasi/atraksi wisata.
b) Produk Penunjang (Facilitating Product) merupakan
keseluruhan produk yang menunjang keberlangsungan
produk inti diantaranya aksesibilitas yang tersedia 24 jam,
mushola, restoran, toilet. Contoh lain produk penunjang di
hotel diantaranya pelayanan check in-out, telepon, valet
service, dll.
c) Produk Pendukung (Supporting Product) merupakan
produk yang memiliki fungsi untuk meningkatkan nilai
produk inti sehingga membedakan dengan produk
pesaing. Contoh produk pendukung di hotel adalah
pelayanan room service, sedangkan pada destinasi
contohnya atraksi berkuda, jetski, atv, souvenir, dll.
275
d) Produk Tambahan (Augmented Product) merupakan
keseluruhan produk yang dirasakan oleh wisatawan,
seperti suasana, hospitality, interaksi antara konsumen
dengan konsumen lainnya.
Meskipun ada bagian dari produk yang tangible
(seperti cinderamata, oleh-oleh, kuliner), tetapi preparasinya
cukup kecil dari nilai penjualan. Komponen produk wisata
meliputi:
a) Jasa layanan transportasi, yaitu mobilisasi wisatawan
meliputi transportasi darat, laut, udara;
b) Jasa layanan akomodasi, yaitu fasilitas relaksasi mulai
dari home stay, losmen, motel, youth hostel, hotel melati
hingga hotel berbintang;
c) Jasa layanan makan dan minum, yaitu restoran;
d) Destinasi/ Atraksi Wisata, baik alam, buatan, budidaya
maupun religi;
e) Jasa layanan travel agent, yaitu melayani pembelian tiket
baik offline maupun online;
f) Sarana hiburan (entertainment & amusement), yang
dapat berupa upacara adat, pagelaran;
g) Toko cinderamata (souvenir shop), yang menjual oleh-
oleh atau kenang-kenangan dalam bentuk barang tertentu
yang memiliki ciri khusus sesuatu dengan kondisi daerah
tempat wisata;
h) Pramuwisata dan pengatur wisata (guide and tour
manager).
Untuk dapat menikmati atau memperoleh pengalaman
tersebut maka pengelola BUMD mewujudkannya dalam
bentuk sebuah tiket wisata, yang didalamnya sudah termasuk
276
akses untuk menikmati atraksi wisata berikut fasilitas
pendukung lainnya.

5. Metode Promosi
Promosi merupakan salah satu variabel di dalam
bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh
perusahaan dalam memasarkan produk atau jasanya.
Sebagai aktivitas untuk mengkomunikasikan berbagai
keunggulan yang dimiliki suatu produk, dan mempengaruhi
target market untuk membeli produk tersebut. Promosi
dilakukan baik secara online maupun offline. Metode promosi
yang digunakan yaitu melalui advertising dan public relation.
Pemasaran dan promosi produk wisata ini dapat dilakukan
melalui pembuatan poster wisata yang dapat disebarluaskan
baik secara online melalui akun website maupun media sosial
seperti Instagram, Tik Tok, Facebook, maupun secara offline
dengan memasang billboard guna menarik perhatian
pengunjung wisatawan.
Promosi juga dapat dapat dilakukan dengan
pembuatan video pendek untuk menunjukkan keindahan
alam, atraksi wisata maupun fasilitas yang ditawarkan. Video
promosi pendek tersebut kemudian dapat diupload pada
laman resmi pemerintah, website resmi pengelola wisata
maupun pada media sosial lainnya seperti Youtube, Tiktok,
Instagram maupun Facebook. Diharapkan dengan promosi
tersebut mampu menarik pengunjung dan maupun investor.
Tak hanya itu, promosi destinasi wisata Kabupaten
Magetan khususnya Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Kebun
Refugia Magetan dan Kampung Susu Lawu untuk
277
memperkenalkan dilakukan melalui duta wisata, event-event
seperti event pemilihan duta wisata Kabupaten Magetan dan
pameran-pameran yang ada baik di luar negeri maupun
dalam negeri.

6. Market Share
Market share atau pangsa pasar usaha wisata di
Kabupaten Magetan khususnya Telaga Sarangan, Telaga
Wahyu, Kabun Refugia Magetan, dan Kampung Susu Lawu
dihitung dengan cara membagi jumlah wisatawan yang
berkunjung pada objek wisata dengan jumlah total wisatawan
di Kabupaten Magetan. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik, per tahun 2022 terdapat 1.522.930 wisatawan yang
berkunjung di Kabupaten Magetan. Sedangkan jumlah
wisatawan yang berkunjung ke usaha yang akan dikelola oleh
BUMD meliputi Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Kebun
Bunga Refugia dan Kampung Susu Lawu per tahun 2022
sebanyak 920.574 wisatawan ke Telaga Sarangan, 7.349
wisatawan ke Telaga Wahyu dan 71.524 wisatawan ke Kebun
Bunga Refugia. Telaga Sarangan merupakan destinasi wisata
paling banyak dikunjungi pada tahun 2022 yakni pangsa
pasar sebesar 60,45 persen, pangsa pasar Telaga Wahyu
sebesar 0,48 persen dan pangsa pasar Kebun Bunga Refugia
sebesar 4,70 persen.

7. Rencana Pengembangan BUMD ke depan


Pengembangan pariwisata dilakukan dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui
usaha yang disusun secara berencana dan terstruktur. Dalam
278
rangka pengembangan wisata di Kabupaten Magetan
utamanya Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Kebun Bunga
Refugia, dan Kampung Susu Lawu dilakukan untuk
menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat serta
meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan
yang akhirnya dapat meningkatkan kemakmuran
masyarakat. Pengelolaan pariwisata berprinsip pada
pariwisata yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat.
Keterlibatan serta integrasi semua kepentingan stakeholders
seperti pemerintah, masyarakat lokal, pelaku bisnis,
wisatawan maupun LSM. Usaha pariwisata ini akan
dikembangkan secara berkelanjutan dengan penerapan
pembangunan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan
aspek-aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan,
terutama terkait kepentingan masyarakat lokal.
Dalam konteks pengembangan BUMD Pariwisata di
bidang sektor pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas
produk wisata dengan menambah sarana prasarana destinasi
wisata, kajian peluang pasar bahwasannya kualitas produk
wisata akan berpengaruh pada kepuasan wisatawan sehingga
dengan meningkatnya kualitas produk wisata seperti
penambahan beberapa atraksi wisata sebagai daya tarik
wisatawan diharapkan akan meningkatkan jumlah wisatawan
yang berkunjung. Jika sektor pariwisata tumbuh lebih maju
juga akan menumbuhkan usaha-usaha ekonomi yang saling
merangkai dan menunjang kegiatannya sehingga dapat
meningkatkan pendapatan daerah dan juga pendapatan
masyarakat. Arah kebijakan pembangunan pariwisata
mengacu pada pendekatan market based theory atau pasar
279
yang menjadi acuan kebijakan, sehingga ketersediaan produk
wisata dapat menarik minat para wisatawan untuk datang
menjadi core competency dalam strategic routing yang akan
dilaksanakan. Untuk itu, perlu pengelolaan pariwisata dengan
sumberdaya yang lebih baik sehingga menghasilkan dan
mencetak destinasi wisata yang dapat dikenal di kancah
nasional dan internasional. Sehubungan dengan hal tersebut,
langkah pengelolaan dan kualitas produk wisata yang
dipasarkan harus memiliki image, branding, keunggulan yang
menarik sehingga mampu menarik minat para wisatawan.
Pengembangan Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu
yang dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan rencana
pengembangan ke depan yakni pembuatan wahana baru
seperti kereta gantung keliling Telaga Sarangan, pembuatan
wahana outbound berbasis hutan bekerjasama dengan Perum
Perhutani, pembuatan wahana air mancur menari untuk
menarik wisatawan. Selain itu dilakukan pembangunan
sarana prasarana MICE di sekitar destinasi wisata guna
meningkatkan pendapatan juga penjualan tiket masuk
destinasi wisata Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu secara
non tunai melalui e-commerce bekerjasama dengan penyedia
layanan jasa seperti tiket.com, traveloka dan lain-lain serta
pembelian tiket yang dapat dilakukan menggunakan kartu
bekerjasama dengan bank umum atau layanan pembayaran
secara online, toko berjaringan dan lain-lain. Tak hanya itu,
rencana pengembangan Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu
adalah penjualan tiket masuk bundling destinasi wisata
dengan usaha jasa wisata yang ada seperti jasa kuda,
perahu, dan lain-lain serta penyediaan hiburan malam
280
(karaoke keluarga, dll) dan juga sarana spa atau pijat
tradisional.
Sementara, pengembangan agrowisata Kebun Refugia
Magetan (KRM) yang dikelola oleh Dinas TPHPKP yang semula
diusahakan tanaman sayuran diubah menjadi destinasi
agrowisata dengan ditanami tanaman bunga dan sayuran
serta sebagai wisata edukasi. Selanjutnya, Kampung Susu
Lalu yang dikelola oleh KTT Sumber Rejeki dan Kelompok
Olahan Omah Susu Lawu dengan pengawasan Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan ini akan
dikembangkan menjadi wisata edukasi dan penjualan olahan
hasil peternakan.
B. Analisa Ekonomi

Pertimbangan aspek ekonomi meliputi kegiatan


menganalisis apakah suatu kegiatan pendirian atau pembentukan
BUMD Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan
yang akan dilakukan dapat memberikan kontribusi yang nyata
terhadap pertumbuhan dan perkembangan perekonomian daerah
secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup lebih besar
dibandingkan beban penggunaan sumber-sumber daya yang
digunakan menghasilkan tambahan manfaat tersebut. Manfaat
ekonomi daerah yang diinginkan dalam analisis ekonomi ini
adalah manfaat yang bukan sekedar sampai kepada Pemerintah
Kabupaten Magetan, tetapi manfaat dimaksud juga sampai pada
masyarakat luas.

Besar atau kecilnya suatu kegiatan investasi pemerintah


daerah termasuk pembentukan BUMD Pariwisata Daerah bisa
menimbulkan dampak tidak hanya secara ekonomi, tetapi

281
mungkin juga sosial maupun budaya suatu masyarakat yang
berada di wilayah kegiatan investasi tersebut. Dampak yang
diberikan dapat positif maupun negatif. Dampak positif dapat
berupa ikut terciptanya lapangan kerja dan pendapatan
pengusaha pariwisata yang ikut bertransaksi dalam jasa
pariwisata baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan dampak negatifnya dapat berupa pencemaran
lingkungan karena limbah sampah, gangguan suara bising,
getaran dan sebagainya, serta pencemaran budaya dan perilaku
karena dengan adanya pengelolaan objek-objek wisata. Apabila
dampak negatif tidak mampu diatasi, besar kemungkinan
masyarakat di sekitar lokasi pariwisata akan memberikan reaksi
berkenaan dengan itu. Oleh karena itu dampak pembangunan
dan pengoperasian pembentukan BUMD Pariwisata Kabupaten
Magetan yang dapat merugikan masyarakat sekitar harus dapat
ditanggulangi, dengan kata lain tanggung jawab sosial kegiatan
harus mendapat prioritas utama baik dari perencana maupun
pelaksana kegiatan.

Analisis kelayakan ekonomi akan memberi informasi


kepada Pemerintah Daerah dan/ atau investor/ swasta yang
memiliki minat kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten
Magetan untuk mengetahui sampai sejauh mana pembentukan
BUMD Perumda Pariwisata Kabupaten Magetan itu benar-benar
merupakan bentuk model pengelolaan pariwisata dan bentuk
investasi yang akan mendatangkan manfaat kepada Pemerintah
Kabupaten Magetan, masyarakat umum dan berbagai pihak yang
terlibat, antara lain meliputi:
1. Pemerintah Kabupaten Magetan, berupa perolehan
Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari komponen Hasil
282
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan
komponen PAD lainnya (pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak parkir, retribusi parkir,
retribusi pelayanan kebersihan dan persampahan, dan lain
sebagainya), serta hasil sewa lahan dan bangunan bagi para
pelaku usaha pengguna jasa pariwisata,
2. Masyarakat Kabupaten Magetan yang memperoleh manfaat
dengan dikembangkannya objek-objek Pariwisata oleh
BUMD sehingga menjadi kegiatan pariwisata dengan
pelayanan lebih modern. Manfaat dimaksud dapat berupa
manfaat tangible (berwujud) yaitu tersedianya sarana,
prasarana dan fasilitas pusat belanja dengan segala fasilitas
pendukungnya yang berfungsi mewadahi kegiatan ekonomi,
pariwisata/ rekreasi, seni budaya dan hiburan serta menjadi
pusat perdagangan/ pembelanjaan daerah. Manfaat lain
yaitu bersifat intangible (tidak berwujud) berupa semakin
indah dan modern wajah Kabupaten Magetan tanpa harus
mengesampingkan fungsi utama sebagai pusat perdagangan
maupun tempat-tempat indah dan modern yang sudah ada,
namun justru menjadi satu kesatuan yang saling bersinergi,
terpadu yang berkesinambungan.
3. Manfaat kepada Daerah berupa terciptanya kemandirian dan
ketahanan ekonomi. Manfaat ekonomi atas pengembangan
potensi pariwisata salah satunya yaitu meningkatkan
kesejahteraan yang berujung pada perbaikan perekonomian
masyarakat. Semakin baik kesejahteraan dan perekonomian
masyarakat maka akan mendorong terciptanya kemandirian
dan ketahanan ekonomi Daerah.

Dengan demikian berdasarkan tinjauan aspek ekonomi


283
kegiatan pendirian atau pembentukan BUMD Perusahaan Umum
Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan ini layak untuk dilakukan
karena sangat bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten Magetan
khususnya dan bermanfaat pula bagi masyarakat seluruh
Kabupaten Magetan, baik manfaat yang dapat terukur maupun
manfaat yang hanya dapat dirasakan.

a. Tingkat Pendapatan Masyarakat

PDRB per kapita atas dasar harga berlaku


menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang
penduduk. Indikator ini menunjukkan bahwa secara ekonomi
setiap penduduk Kabupaten Magetan rata-rata mampu
menciptakan PDRB atau (nilai tambah) sebesar nilai per
kapita di masing-masing tahun tersebut. Dalam kurun waktu
5 (lima) tahun terakhir, tercatat PDRB per kapita Kabupaten
Magetan cukup berfluktuatif.

Tabel 5.3
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku
Kabupaten Magetan (2018-2022)

Tahun PDRB Per Kapita Harga


Berlaku (juta rupiah)

2018 28,02

2019 29,98

2020 27,98

2021 29,06

2022 31,24

Sumber: BPS, Kabupaten Magetan Dalam Angka.

Dari data yang ditampilkan pada tabel diatas dapat


284
dilihat bahwa PDRB per kapita Kabupaten Magetan sedikit
berfluktuasi dengan capaian tertinggi di tahun 2022 sebesar
Rp 31,24 juta rupiah, sementara angka terendah terdapat
pada tahun 2020 sebesar Rp 27,98 juta rupiah karena efek
terjadinya pandemi Covid-19 yang sempat melemahkan
perekonomian di seluruh daerah. Perlu kehati-hatian dalam
membaca angka PDRB per kapita. Angka PDRB per kapita
bukan pendapatan yang diterima per individu. PDRB ini
mengindikasikan geliat ekonomi semakin dinamis, dan
kesempatan kerja semakin terbuka dan mendorong
penambahan pendapatan masyarakat.

Gambar 5.3
Grafik Perkembangan PDRB per kapita Kabupaten Magetan
(2018-2022)

b. Pertumbuhan PDRB

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)


285
merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang
tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara
yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu
periode tertentu tanpa memperhatikan apakah faktor
produksi yang dimiliki residen atau non-residen. BPS (2004)
mendefinisikan PDRB sebagai nilai tambah yang dihasilkan
untuk seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau
merupakan seluruh nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Penyusunan
PDRB disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) atau dikenal
dengan PDRB nominal disusun berdasarkan harga yang
berlaku pada periode penghitungan dan bertujuan untuk
melihat struktur perekonomian. Adapun agregat pendapatan
yang disajikan dalam PDRB ADHB dinilai atas dasar harga
yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat
menilai produksi dan biaya antara maupun saat penilaian
PDRB. PDRB ADHB dapat menunjukkan kemampuan sumber
daya ekonomi yang dihasilkan suatu daerah. Semakin besar
nilai PDRB, maka semakin besar pula kemampuan sumber
daya ekonomi, begitu juga sebaliknya.
Sementara itu, PDRB Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) disusun berdasarkan harga pada tahun dasar. PDRB
ADHK bertujuan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dan
melihat perkembangan pendapatan agregat dari tahun ke
tahun. Adapun semua agregat pendapatan yang dimaksud
dinilai atas dasar harga tetap sehingga perkembangan
agregat pendapatan dari tahun ke tahun hanya dipengaruhi
oleh perkembangan produksi riil, bukan karena kenaikan
286
harga atau inflasi. Pertumbuhan PDRB ADHK menunjukkan
laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap
sektor dari tahun ke tahun.
PDRB Kabupaten Magetan baik PDRB ADHB maupun
PDRB ADHK selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir
terus mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Hanya saja
sempat terjadi satu kali penurunan di tahun 2020 akibat
pandemi Covid-19.

Tabel 5.4
PDRB ADHB dan PDRB ADHK Kabupaten Magetan
(2018-2022)

Tahun PDRB ADHB PDRB ADHK


(miliar rupiah) (juta rupiah)

2018 17.625,12 12.602.600,2

2019 18.850,23 13.237.472,8

2020 18.771,76 13.020.890,7

2021 19.587,87 13.417.031,8

2022 21.194,7 13.939.147,5

Sumber: BPS, Kabupaten Magetan Dalam Angka.

Jika dilihat dari persentase pertumbuhannya, baik


PDRB ADHB maupun PDRB ADHK Kabupaten Magetan
menunjukkan progres yang baik, kecuali tahun 2020 yang
tumbuh negatif akibat pandemi Covid-19.

287
Gambar 5.4
Grafik Pertumbuhan PDRB ADHB dan PDRB ADHK Kabupaten
Magetan (2019-2022)

c. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Dalam kurun lima tahun terakhir, pertumbuhan


ekonomi Kabupaten Magetan cukup berfluktuasi yang
merupakan dampak dari adanya pandemic Covid-19. Pada
tahun 2017 hingga 2019 pertumbuhan ekonomi berkisar di
angka 5 persen yaitu masing-masing 5,09 persen; 5,21
persen; dan 5,04 persen. Kemudian di tahun 2020 yang
merupakan tahun awal adanya Covid-19 menyebabkan
penurunan cukup drastis mencapai minus 1,64 persen (-
1,64%). Selanjutnya di tahun 2021 mulai mengalami
pemulihan sehingga pertumbuhan ekonomi mulai bangkit
yaitu sebesar 3,04 persen. Di tahun 2022 pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Magetan kembali mengalami
peningkatan menjadi 3,89 persen.
288
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magetan sepanjang
tahun 2017 – 2021 dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5.5
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Magetan
Tahun 2018 – 2022 (Persen)
Sumber: BPS, Kabupaten Magetan Dalam Angka.

Nampak bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten


Magetan sepanjang tahun 2017 – 2022 berkembang secara
fluktuatif. Setelah terjadinya pandemi Covid-19,
pertumbuhan ekonomi yang diciptakan Kabupaten Magetan
belum sepenuhnya pulih sehingga belum berhasil menyentuh
angka 5,50 persen, dimana pertumbuhan dengan angka
antara 5,00 – 6,00 persen tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah daerah belum memberikan campur tangan
berupa dorongan yang kondusif. Hal itu berarti perekonomian
sudah berjalan sendiri secara alami.

d. Inflasi Daerah
289
Inflasi Kabupaten Magetan mengikuti penilaian inflasi
Kota Madiun. Pada rentang waktu tahun 2018 hingga 2020,
inflasi Kota Madiun terus mengalami penurunan, yaitu dimulai
dari 2,71 di tahun 2018, kemudian turun menjadi 2,20
persen, dan dengan adanya pandemi Covid-19 di tahun 2020
capaian inflasi kembali mengalami penurunan menjadi 1,86
persen. Seiring masa pemulihan akibat pandemi Covid-19,
inflasi mengalami peningkatan di tahun 2021 menjadi sebesar
2,00 persen year on year (YoY). Kemudian pada tahun 2022
melonjak tinggi hingga mencapai 5,80 persen year on year
(YoY).

Gambar 5.6
Inflasi Kabupaten Magetan Tahun 2018-2022 (mengikuti
penilaian inflasi Kota Madiun)

e. Analisa Sektor Usaha yang akan dilaksanakan BUMD

Sektor usaha yang akan menjadi bisnis utama (core


business) dari BUMD Pariwisata Magetan yaitu sektor usaha
290
pariwisata. Dengan kekayaan alam dan sumberdaya manusia
yang ada, sektor pariwisata Kabupaten Magetan sangatlah
potensial untuk dikembangkan. Meskipun luas wilayahnya
tidak terlalu luas, Kabupaten Magetan memiliki segudang
potensi kekayaan alami dimana mayoritas wilayahnya berupa
pegunungan, dengan kondisi udara masih sejuk, tanah yang
subur, dan pemandangan alam yang indah. Kekayaan alam
ini yang menjadi daya tarik wisatawan untuk memilih
Kabupaten Magetan sebagai daerah tujuan wisata.

Hingga saat ini sektor pariwisata masih menjadi


penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar di
Kabupaten Magetan. Besarnya potensi sektor pariwisata di
Kabupaten Magetan dibuktikan dengan kontribusi PAD
Pariwisata yang hampir selalu melebih target yang
ditetapkan. Berikut ini merupakan target dan realisasi PAD
Pariwisata Kabupaten Magetan dalam 5 (lima) tahun terakhir.

Tabel 5.5
Target dan Realisasi PAD Sektor Pariwisata Kabupaten
Magetan Tahun 2018-2022 (dalam ribuan rupiah)

Tahun Target Realisasi

2018 13.000.000,00 13.223.957,00

2019 15.700.000,00 15.934.042,00

2020 7.120.000,00 10.874.247,00

2021 12.950.000,00 9.822.122,00

2022 16.095.000,00 17.730.207,06

Sumber : LKPD Kabupaten Magetan, diolah.

291
Dari data yang ditampilkan pada tabel diatas dapat
diketahui bahwa seiring melandainya pandemi Covid-19,
sektor pariwisata berhasil pulih dengan sangat cepat. Hal
tersebut ditunjukkan dengan meningkatkan PAD sektor
pariwisata dalam 2 (dua) tahun berturut-turut setelah
pandemi Covid-19. Bahkan di tahun 2022, dengan target PAD
sebesar Rp 116.095.000.000,00 sektor pariwisata Kabupaten
Magetan berhasil melampaui target PAD menjadi sebesar Rp
17.730.207.060,00 pada tahun 2022.

Dengan terus meningkatnya jumlah kunjungan serta


kontribusi PAD yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa
sektor pariwisata di Kabupaten Magetan sangat potensial dan
diperkirakan dapat menjadi kontributor PAD terbesar setiap
tahunnya. Dengan terus bertambahnya inovasi yang
dicanangkan Pemerintah Kabupaten Magetan, sektor
pariwisata memiliki masa depan yang sangat cerah.
Diharapkan juga dengan pendirian BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan ini dapat membentuk suatu pengelolaan
yang lebih baik dan membawa sektor pariwisata Kabupaten
Magetan lebih maju lagi dan bersaing seiring perkembangan
teknologi.

C. Analisa Keuangan (skenario pesimis, moderat, dan


optimis)

Aspek keuangan ini menilai kelayakan investasi pendirian


BUMD Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan
pada kondisi moderat. Asumsi-asumsi yang dibangun dalam
pendirian Perumda Pariwisata Kabupaten Magetan ini antara lain:
1. Nilai investasi awal (initial cost) pendirian Perumda
292
Pariwisata Kabupaten Magetan diasumsikan sebesar
Rp30.000.000.000,00.
2. Discount Rate yang digunakan untuk menghitung nilai
sekarang (present value) adalah 15 persen.
3. BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan didirikan untuk waktu
yang tidak terbatas dengan prinsip going concern namun
untuk kepentingan perhitungan diasumsikan umur ekonomis
project adalah 10 tahun, yaitu tahun 2023 – 2033.
4. Kriteria Kelayakan Investasi yang digunakan dalam studi
kelayakan ini meliputi : Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI), Benefit Cost
Ratio (B/C Ratio) dan Payback Period.
5. Sensitivity Analysis, dengan melakukan penilaian kelayakan
utamanya Net Present Value (NPV) dan Internal Rate Of
Return (IRR) apabila terjadi perubahan kenaikan biaya-biaya
atau penurunan pendapatan. Skenario yang digunakan untuk
analisis sensitivitas itu adalah:
a. Skenario 1 : Biaya-biaya diasumsikan mengalami
peningkatan sebesar 5 persen;
b. Skenario 2 : Biaya-biaya diasumsikan mengalami
peningkatan sebesar 10 persen;
c. Skenario 3 : Penerimaan/ Pendapatan diasumsikan
mengalami penurunan sebesar 5 persen; dan
d. Skenario 4 : Penerimaan/ Pendapatan diasumsikan
mengalami penurunan sebesar 10 persen.

Hasil perhitungan analisis investasi pada kondisi optimis,


moderat dan pesimis dengan beberapa asumsi di atas adalah
sebagai berikut:

293
Tabel 5.6
Hasil Analisis Kelayakan Pada Kondisi Optimis, Moderat dan
Pesimis

Optimis Moderat Pesimis

Net Present 46.413.205 20.448.016 4.335.566


Value (NPV)
(ribuan
Rupiah)

Internal Rate 41,13% 26,79% 17,45%


of Return
(IRR)

Benefit Cost 2,11 1,53 1,07


Ratio (B/C
Ratio)

Profitability 10,27 7,12 5,16


Index (PI)

Payback 2 Tahun 8 4 Tahun 2 5 Tahun 5


Period (PBP) Bulan Bulan Bulan
(Undiscounted
)

Payback 3 Tahun 9 6 Tahun 6 8 Tahun 11


Period (PBP) Bulan Bulan Bulan
(Discounted)

Rule of Thumb Optimis Moderat

Net Present >0 Layak Layak


Value (NPV)

Internal Rate > DF 15 Layak Layak


of Return persen
(IRR)

Benefit Cost >1 Layak Layak


Ratio (B/C

294
Ratio)

Profitability >1 Layak Layak


Index (PI)

Payback < 10 tahun Layak Layak


Period (PBP) (umur
(Undiscounted ekonomis
) proyek)

Payback < 10 tahun Layak Layak


Period (PBP) (umur
(Discounted) ekonomis
proyek)

Tabel 5.7
Hasil Analisis Sensitivitas Dengan 4 (Empat) Skenario

NPV (Rp) IRR (%)

Optim Modera Pesimis Optimis Modera Pesimis


is t t

Skenario 46.00 20.035 3.923. 40,98 26,94 17,66


I 0.881 .692 242

Skenario 45.58 19.623 3.510. 40,76 26,71 17,39


II 8.557 .367 918

Skenario 42.18 17.513 2.206. 39,10 25,58 16,52


III 0.220 .291 464

Skenario 37.94 14.478 77.361 36,98 23,94 15,05


IV 7.236 .566

NPV (Rp) IRR (%)

295
>0 > DF 15 persen

Optimis Modera Pesimis Optimis Modera Pesimis


t t

Skenari Layak Layak Layak Layak Layak Layak


oI

Skenari Layak Layak Layak Layak Layak Layak


o II

Skenari Layak Layak Layak Layak Layak Layak


o III

Skenari Layak Layak Layak Layak Layak Layak


o IV

Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan investasi, maka


dapat dikatakan keberadaan BUMD Perumda Pariwisata
Kabupaten Magetan merupakan investasi yang menjanjikan
suatu keuntungan dan layak untuk dipertimbangkan.
1. Forecast Kebutuhan Modal, Pendapatan, Pengeluaran
(Laporan Keuangan), dan Sumber Permodalan Pada
Kondisi Moderat

a. Proyeksi Keuangan

Proyeksi keuangan merupakan gambaran posisi


keuangan masa mendatang dari sebuah usaha. Dalam
memproyeksi keuangan, langkah pertama yang harus
dipertimbangkan adalah asumsi-asumsi yang
dipergunakan dalam memproyeksikan keuangan tersebut.
Proyeksi Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan disusun dengan menggunakan asumsi-asumsi
yang diupayakan sedekat mungkin dengan kenyataan di
lapangan.
296
1) Pendapatan dan Biaya
a) Pendapatan

Pendapatan yang diterima Perumda Pariwisata


Kabupaten Magetan ini merupakan pendapatan
usaha yang digolongkan menjadi 6 (enam) sumber
pendapatan, yaitu:

1) Pendapatan Tiket Masuk Reguler, yaitu jumlah


perolehan hasil atas penjualan tiket reguler
kepada pengunjung. Reguler disini
dimaksudkan bahwa tiket hanya berlaku
sebagai akses masuk saja atau tiket masuk ke
wisata tersebut. Total pendapatan tiket masuk
reguler diperoleh dari hasil perkalian jumlah
pengunjung dengan harga tiket, termasuk
dengan klasifikasi harga tiket untuk dewasa
dan anak-anak.
2) Pendapatan Tiket Wahana Terusan, yaitu
jumlah perolehan hasil atas penjualan tiket
wahana terusan, dimana pengunjung yang
membeli tiket tidak hanya mendapatkan akses
masuk ke lokasi wisata saja namun juga berhak
untuk menikmati beberapa atraksi sesuai
ketentuan yang ditetapkan. Dapat dikatakan
bahwa tiket terusan ini merupakan bundle yang
terdiri dari tiket masuk dan tiket
atraksi/wahana sesuai ketentuan). Tiket ini
menawarkan paket hemat bagi pengunjung,
dimana harga yang ditetapkan telah termasuk

297
diskon atas tarif yang seharusnya apabila dibeli
secara terpisah.
3) Pendapatan Tiket Terusan ke Wisata Lain, yaitu
jumlah perolehan hasil atas penjualan tiket
terusan ke wisata lain, dimana tiket ini
merupakan penggabungan atas tiket wahana
terusan dari wisata ke-1 ke tiket wahana
terusan wisata ke-2. Benefit yang diperoleh
pengunjung atas pembelian tiket ini berupa
tiket masuk dan tiket atraksi/wahana di tempat
wisata ke-1 ditambah tiket masuk dan tiket
atraksi/wahana di tempat kedua. Bundle ini
memberikan penawaran kepada pengunjung
untuk menikmati 2 (dua) tempat wisata yang
masih berada pada satu wilayah/ jaraknya
berdekatan.
4) Pendapatan Sarana Komersial, yaitu jumlah
perolehan hasil atas penjualan sarana
komersial di lokasi wisata. Fasilitas komersial
merupakan sarana prasarana untuk melakukan
kegiatan perniagaan, pembelian, penjualan
barang-barang, atau penyediaan jasa. Tempat
wisata sangat potensial dan memiliki nilai
komersial yang tinggi karena tempat ini ramai
dikunjungi dan menjadi pusat perkumpulan
orang-orang. Adapun sistem penjualan sarana
komersial di tempat wisata umumnya berupa
persewaan, dimana orang yang hendak
menawarkan/ menjual barang dagangannya/
298
menempati lokasi di kawasan wisata tersebut
harus membayar uang sewa. Sarana komersial
di lokasi wisata dapat berupa kios-kios/shelter,
warung, gazebo/payung, reklame, karamba,
camping area, gedung aula pertemuan,
reklame, dll.
5) Pendapatan Parkir Kendaraan, yaitu jumlah
perolehan hasil atas penjualan jasa parkir di
lokasi wisata. Penghitungan pendapatan ini
didapatkan dari hasil perkalian antara jumlah
kendaraan dengan tarif parkir, yang
diklasifikasikan menurut jenis kendaraan
(motor, mobil, bus/truk).
6) Pendapatan Atraksi, yaitu jumlah perolehan
hasil atas penjualan atraksi/wahana yang ada
di lokasi wisata. Jumlah pendapatan dari
sumber ini diperoleh dengan penghitungan
antara jumlah pengunjung yang membeli tiket
atraksi/penyewa atraksi dengan tarif atraksi.
Atraksi yang ditawarkan oleh objek wisata satu
dengan lainnya cenderung berbeda-beda
disesuaikan dengan keadaan serta kapasitas
masing-masing tempat wisata.

Asumsi yang digunakan dalam penghitungan


pendapatan:

1) Bagi hasil pendapatan yang diterima oleh BUMD


atas usaha pariwisata ini dibedakan menjadi 3
299
(tiga) yakni optimis, moderat dan pesimis.
Dikatakan optimis apabila pembagian
pendapatan yang diterima oleh BUMD adalah
sebesar 30% (tiga puluh persen). Adapun
moderat jika pendapatan yang diterima oleh
BUMD adalah sebesar 20% (dua puluh persen)
sedangkan pesima jika pendapatan yang
diterima oleh BUMD adalah sebesar 15% (lima
belas persen).
2) Pada tahun pertama telah beroperasi beberapa
unit usaha sehingga telah ada penerimaan atau
pendapatan yang diperoleh oleh BUMD
Pariwisata Magetan.

Tabel 5.8
Perkembangan Pendapatan BUMD Pariwisata Magetan
Pada Kondisi Moderat (dalam ribu rupiah)

Sumber Tahun Ke-n


Pendapatan
1 2 3 4 5

Pendapatan
Tiket Masuk 2.790.433 2.732.365 2.815.303 2.806.282 3.226.916
Reguler

Pendapatan
Tiket 5.986 556.410 1.110.772 1.224.097 1.460.292
Wahana
Terusan

300
Pendapatan
Tiket 2.909.785 2.911.201 2.916.659 3.064.455 3.537.301
Terusan ke
Wisata Lain

Jumlah
Pendapatan 71.604 71.951 78.874 116.697 127.640
Sarana
Komersial

Jumlah
Pendapatan 17.494 18.291 19.199 20.085 21.178
Parkir
Kendaraan

Jumlah
Pendapatan 1.576.256 1.798.858 2.111.455 2.238.461 2.399.154
Atraksi

Total 7.371. 8.089.0 9.052. 9.470. 10.772.


Pendapatan 559 76 262 077 481
BUMD

Sumber Tahun
Pendapatan
6 7 8 9 10

Pendapatan
Tiket Masuk 3.727.654 4.497.436 5.427.682 6.568.851 8.315.498
Reguler

Pendapatan
Tiket 1.687.437 2.035.119 2.455.950 2.964.270 3.772.301
Wahana
Terusan

Pendapatan
Tiket 4.085.582 4.938.106 5.936.102 7.228.233 9.224.575
Terusan ke
Wisata Lain

Jumlah
Pendapatan 144.424 158.635 171.462 190.238 251.650
Sarana
Komersial

Jumlah
Pendapatan 22.334 23.648 25.166 26.804 114.246
Parkir
Kendaraan

Jumlah
Pendapatan 2.904.378 3.260.739 3.573.781 4.307.722 5.033.419
Atraksi

301
Total 12.571 14.91 17.59 21.286 26.71
Pendapatan .810 3.684 0.144 .119 1.690
BUMD

Sumber: Data yang diolah, 2022.

b) Biaya

Biaya merupakan pengeluaran dari sebuah BUMD


Pariwisata Kabupaten Magetan untuk
melaksanakan kegiatan operasi perusahaan. Biaya
dan/atau beban BUMD Pariwisata meliputi:

1) Biaya Operasional

Biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan


aktivitas kegiatan sehari-hari perusahaan yang
terdiri dari:

a) Gaji dan Upah Karyawan

Jumlah Sumber Daya Manusia pada BUMD


Pariwisata Kabupaten Magetan diasumsikan
terdiri dari 12 pegawai. Sehingga
pengeluaran untuk gaji SDM yang
dikeluarkan oleh BUMD Pariwisata dengan
rincian :
1. 1 (satu) pegawai dengan gaji sebesar Rp
12.500.000/bulan;
2. 1 (satu) pegawai dengan gaji sebesar Rp
10.000.000/bulan;
3. 2 (dua) pegawai dengan gaji sebesar Rp
4.500.000/bulan;

302
4. 3 (tiga) pegawai dengan gaji sebesar Rp
2.500.000/bulan;
5. 5 (lima) pegawai dengan gaji sebesar Rp
2.000.000/ bulan

Besaran gaji yang diberikan dimulai pada


tahun pertama dan tahun-tahun berikutnya
diasumsikan biaya mengalami kenaikan
sebesar 8 persen dari gaji pokok pegawai.
Diasumsikan bagi Dewan Pengawas
diberikan insentif sebesar Rp 12.500.000
sebanyak 3 (tiga) kali dalam setahun.
Seorang direktur dan manajer juga
memperoleh insentif/bonus. Besaran
insentif untuk seorang Direktur Utama
sebesar Rp 10.000.000 yang diberikan
sebanyak 3 (tiga) kali dalam setahun
sedangkan Direktur Umum dan Direktur
Bisnis memperoleh insentif sebesar sebesar
Rp 4.500.000 yang diberikan 3 (tiga) kali
dalam setahun. Adapun manajer
memperoleh insentif sebesar Rp 1.500.000
yang diberikan 3 (tiga) kali dalam setahun.

b) Listrik

Biaya yang dikeluarkan setiap bulan/tahun.


Dalam waktu satu tahun diasumsikan
pengeluaran perusahaan untuk membayar
listrik diasumsikan sebesar Rp 2.500.000
per bulan pada tahun pertama dan pada
303
tahun-tahun berikutnya mengalami
kenaikan sebesar 8 persen.

c) Air

Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk


membayar PDAM atau air. Dianggarkan
dengan perhitungan sebesar Rp 2.000.000
per bulan pada tahun ketiga dan tahun-
tahun berikutnya mengalami kenaikan
sebesar 8 persen.

d) Telepon/telekomunikasi

Biaya telekomunikasi adalah biaya yang


dikeluarkan oleh BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan dalam melakukan
aktivitas komunikasi, yang dianggarkan
sebesar Rp 1.000.000 per bulan sehingga
dalam waktu tahun pertama ini dianggarkan
sebesar Rp 12.000.000. Sementara tahun-
tahun berikutnya diasumsikan mengalami
kenaikan sebesar 8 persen.

e) Bahan Bakar Minyak

Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan


untuk membeli Bahan Bakar Minyak dalam
rangka kegiatan operasional perusahaan,
yang diasumsikan sebesar Rp 3.000.000/
bulan pada tahun pertama atau Rp
36.000.000/tahun dan pada tahun-tahun
berikutnya diasumsikan mengalami
304
kenaikan sebesar 8%.

f) Obat-Obatan, sabun dan desinfektan

Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian


obat-obatan, sabun dan desinfektan
keperluan kantor BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan, yang diasumsikan
sebesar Rp 2.000.000/bulan pada tahun
pertama serta tahun-tahun berikutnya
diasumsikan meningkat sebesar 8%.

2) Biaya TKTL (Tenaga Kerja Tidak Langsung)

Biaya upah yang diberikan kepada tenaga


kerja tidak langsung terdiri dari cleaning service
dan admin kantor. Jumlah pegawai cleaning
service sebanyak 2 (dua) orang sedangkan
admin kantor sebanyak 1 (satu) orang. Asumsi
gaji pegawai untuk cleaning service sebesar Rp
1.500.000/bulan dan admin kantor sebesar Rp
1.800.000/bulan pada tahun pertama.
Sementara tahun-tahun berikutnya biaya
meningkat sebesar 8% setiap tahunnya.

3) Biaya Administrasi

Biaya yang timbul secara keseluruhan


dalam BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan
terkait administrasi dan pembukuan lainnya.
Diasumsikan biaya administrasi sebesar Rp
1.000.000/bulan pada tahun pertama dan
tahun-tahun berikutnya meningkat 8%.
305
4) Biaya Penyusutan atau Depresiasi

Pada tahun pertama telah dilakukan


pembangunan gedung BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan diasumsikan dengan biaya
sebesar Rp 500.000.000 dengan depresiasi
sebesar 5 persen setahun selama umur
ekonomi 20 tahun yakni sebesar Rp 25.000.000
tiap tahunnya, pembelian mobil seharga Rp
160.000.000 dengan depresiasi sebesar 5
persen setahun selama umur ekonomi 10 tahun
yakni sebesar Rp 8.000.000, pembelian
peralatan kantor seharga Rp 120.000.000
dengan depresiasi sebesar 5 persen per tahun
selama umur ekonomi 10 tahun senilai Rp
12.000.000, serta pembangunan sarana
prasarana MICE yakni sebesar Rp 4,5 miliar
dengan depresiasi sebesar 5 persen per tahun
selama umur ekonomi 20 tahun atau Rp
225.000.000 per tahun.

Pada tahun ketiga, diasumsikan pembelian


peralatan KSL senilai Rp 24.775.000 dengan
depresiasi 5% atau Rp 24.775.000. Hingga
tahun keempat, terjadi penambahan aset
kembali berupa kendaraan dengan depresiasi
sebesar Rp 18.500.000 per tahun dan
pembelian peralatan dengan depresiasi sebesar
Rp 7.500.000.

306
5) Biaya Pemeliharaan

Beban atau biaya yang dialokasikan


perusahaan dalam melakukan kegiatan
perawatan seperti perawatan gedung,
kendaraan, peralatan dan lain-lain selama masa
beroperasinya suatu kegiatan. Pada tahun
pertama, biaya pemeliharaan gedung dan
bangunan kantor BUMD sebesar Rp
50.000.000/tahun, mobil sebesar
16.000.000/tahun dan peralatan sebesar Rp
12.000.000/tahun. Dimana beban
pemeliharaan gedung dan bangunan serta
mobil dianggarkan setiap 3 (tiga) bulan sekali
sedangkan peralatan 4 (empat) bulan sekali.
Selanjutnya, pada tahun ketiga diasumsikan
telah dilakukan pembangunan air mancur
menari sehingga membutuhkan
perawatan/pemeliharaan sebesar Rp
9.000.000/tahun. Adapun tahun-tahun
berikutnya diasumsikan ada kenaikan sebesar 8
persen setiap tahunnya.

Berikut ini merupakan tabel biaya pada


BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan Tahun
Pertama Hingga Tahun Kesepuluh.

Tabel 5.9
Perkembangan Biaya pada BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan Pada Kondisi Moderat
(Dalam ribu rupiah)
307
Biaya Tahun

1 2 3 4 5

Biaya
Operasi 852.000 920.160 993.773 1.073.27 1.159.13
onal 5 7

Biaya
TKTL 57.600 62.208 67.185 72.559 78.364

Biaya
Adminis 12.000 12.960 13.997 15.117 16.326
trasi

Biaya
Penyusut 270.000 270.000 294.775 320.775 320.775
an

Beban
Pemeliha 78.000 84.240 108.981 117.699 127.115
raan

JUMLAH 1.26 1.349 1.47 1.599 1.70


BIAYA 9.600 .568 8.710 .425 1.717

Biaya Tahun

6 7 8 9 10

Biaya
Operasi 1.251.86 1.352.01 1.460.17 1.576.99 1.703.15
onal 8 7 8 3 2

Biaya
TKTL 84.633 91.404 98.716 106.614 115.143

Biaya
Adminis 17.632 19.042 20.566 22.211 23.988
trasi

Biaya
Penyusut 320.775 320.775 320.775 320.775 320.775
an

Beban
Pemeliha 137.285 148.267 160.129 172.939 186.774
raan

JUMLAH 1.81 1.9 2.06 2.19 2.34


BIAYA 2.192 31.506 0.364 9.531 9.832

Sumber : Data diolah, 2023.

2) Proyeksi Arus Kas


308
Proyeksi arus kas adalah gambaran perputaran
arus kas pada periode tertentu. Berdasarkan asumsi-
asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya, maka
proyeksi arus kas pada tahun ke 1 (satu) telah
ditentukan saldo kas sebesar Rp 650.000.000,- (enam
ratus lima puluh juta rupiah). Besaran kas awal ini
merupakan penyisihan dana yang bersumber dari
initial cost perusahaan. Mengingat asumsi bahwa dari
wisata-wisata yang dikelola oleh BUMD telah
beroperasi sebelum adanya BUMD maka sejak tahun
pertama pendirian BUMD sudah memiliki pendapatan.
Oleh karena itu mulai dari tahun pertama pada
proyeksi arus kas sudah terdapat arus kas masuk
yaitu pendapatan yang bersumber dari laba/rugi.

Pendapatan yang diterima pada tahun pertama ini


merupakan pendapatan yang bersumber dari
pengelolaan 4 (empat) objek wisata (yaitu Telaga
Sarangan, Telaga Wahyu, Kebun Bunga Refugia
Magetan, dan Kampung Susu Lawu).

Dari hasil pendapatan yang diperoleh dari


pendapatan usaha baik pendapatan tiket masuk
reguler, tiket wahana terusan, tiket terusan ke wisata
lain, sarana komersial, parkir dan atraksi wisata,
sangat mempengaruhi arus kas pada periode tahun
tertentu. Hal ini dapat dilihat pada pendapatan usaha
seperti yang telah disebutkan sebelumnya mulai
masuk pada bulan pertama tahun pertama dan
seterusnya. Dari hasil proyeksi arus kas diketahui

309
bahwa BUMD Pariwisata Magetan dapat terus menjaga
kestabilan posisi kas hingga tahun kesepuluh. Hasil
proyeksi tersebut juga menunjukkan bahwa BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan tumbuh dengan baik
dimana terjadi kenaikan trend arus kas setiap
tahunnya mulai tahun pertama hingga tahun
kesepuluh serta terus terjaga kenaikannya.
Berdasarkan proyeksi arus kas, dapat disimpulkan
bahwa rencana pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten
Magetan layak untuk dipertimbangkan.

Hasil proyeksi arus kas pada kondisi moderat


dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 1.

3) Permodalan

Rencana pembentukan BUMD Pariwisata


Kabupaten Magetan dibentuk dengan badan hukum
Perusahaan Umum Daerah (Perumda). Maka
permodalan BUMD ini seluruhnya dimiliki oleh daerah
(dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Magetan)
dan tidak terbagi atas saham. Dalam pendirian
Perumda Pariwisata Kabupaten Magetan modal dasar
yang ditetapkan sebesar Rp 30.000.000.000,- (tiga
puluh milyar rupiah). Dalam upaya pemenuhan modal
dasar pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan
diasumsikan modal yang akan disetor oleh Pemerintah
Kabupaten Magetan pada tahun pertama sebesar Rp
6.000.000.000,- (enam milyar rupiah). Kemudian,
pada tahun kedua diasumsikan ada penambahan

310
modal disetor sebesar Rp 6.000.000.000,- (enam
milyar rupiah) sehingga pada tahun kedua modal
disetor menjadi sebesar Rp 12.000.000.000,- (dua
belas milyar rupiah). Selanjutnya, asumsi modal
disetor tahun ketiga oleh Pemerintah Daerah kepada
BUMD Pariwisata dilakukan hingga tahun kelima.
Alokasi besaran yang sama yakni sebesar Rp
6.000.000.000,- (enam milyar rupiah). Maka dari itu,
jumlah modal disetor Pemerintah Kabupaten Magetan
hingga tahun kelima sebesar Rp 30.000.000.000,-
(tiga puluh milyar rupiah). Angka tersebut telah
memenuhi modal dasar pendirian BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan yang sebelumnya telah ditetapkan
dengan modal dasar sebesar Rp 30.0000.000.000,-
(tiga puluh milyar rupiah).

4) Proyeksi Neraca

Dalam memproyeksikan neraca selama 10


(sepuluh) tahun ke depan maka digunakan beberapa
asumsi pada kondisi moderat sebagai berikut:

a. Kas ada tahun pertama ditetapkan sebesar Rp


650.000.000,- (enam ratus lima puluh juta)
kemudian pada tahun kedua dilaksanakan
penambahan kas sebesar Rp 472.243.000,- (empat
ratus tujuh puluh dua juta dua ratus empat puluh
tiga ribu rupiah), sehingga saldo kas pada awal
tahun kedua adalah sebesar Rp. 1.122.243.000,-
(satu milyar seratus dua puluh dua juta dua ratus

311
empat puluh tiga ribu rupiah).
b. Perumda Pariwisata Magetan telah beroperasi
secara efektif pada tahun pertama sehingga
Perumda telah mampu menghasilkan pendapatan
pada tahun pertama. Dengan hal tersebut maka
diasumsikan bahwa saldo kas tahun pertama
merupakan alokasi atau penyisihan dana atas
penyertaan modal dari Pemerintah Daerah
ditambah penambahan kas yang berasal dari
laba/rugi perusahaan.
c. Aktiva tetap Perumda Pariwisata Magetan terbagi
menjadi 4 (empat), yaitu:
1) Aktiva Gedung dan Bangunan kantor BUMD,
yaitu gedung dan bangunan yang dijadikan
sebagai kantor untuk pelaksanaan kegiatan
operasional Perumda. Diasumsikan dibeli oleh
Perumda pada tahun pertama dengan harga
perolehan sebesar Rp 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) menggunakan dana
penyertaan modal Pemerintah Daerah. Gedung
dan Bangunan BUMD ini diasumsikan memiliki
umur ekonomis 20 (dua puluh tahun) dengan
penyusutan sebesar 5% (lima) persen per
tahun dengan metode penyusutan garis lurus.
2) Aktiva Gedung dan Bangunan Wisata disini
dimaksudkan sebagai akun pencatatan atas
pembangunan dan/atau pengembangan wisata
oleh Perumda Pariwisata Magetan meliputi
pembangunan sarana prasarana MICE. Aktiva
312
sarana prasarana MICE diasumsikan sebesar Rp
4.500.000.000,- (empat milyar lima ratus juta
rupiah) dengan umur ekonomis 20 (dua puluh
tahun) dan penyusutan sebesar 5% (lima)
persen per tahun dengan metode penyusutan
garis lurus. Pada tahun kedua terdapat
penambahan aktiva pembangunan wahana
outbound di Telaga Sarangan diasumsikan
sebesar Rp 1.100.000.000,- (satu milyar
seratus juta rupiah). Serta pada tahun ketiga
terdapat penambahan aktiva air mancur menari
yang diasumsikan sebesar Rp 700.000.000,-.
3) Aktiva Tetap BUMD, yaitu penambahan aktiva
berupa aktiva tetap yang berwujud barang
maupun peralatan. Aktiva tetap berwujud
barang dapat berupa kendaraan, meubelair,
alat mesin, komputer, peralatan lainnya. Aktiva
Tetap dan Inventaris BUMD pada tahun
pertama diasumsikan sebesar Rp
160.000.000,- (seratus enam puluh juta
rupiah) untuk membeli inventaris mobil dengan
umur ekonomis 10 (sepuluh tahun) dan
penyusutan sebesar 5% (lima) persen per
tahun. Selanjutnya, pada tahun yang sama
yaitu tahun pertama diasumsikan ada
penambahan aktiva selain mobil sebesar Rp
120.000.000 (seratus dua puluh juta ribu
rupiah) dengan umur ekonomis 10 (sepuluh
tahun) dan depresiasi sebesar 5 persen per
313
tahun. Asumsi tahun keempat terdapat
penambahan pembelian kendaraan seharga Rp
370.000.000 (tiga ratus tujuh puluh juta
rupiah) dengan depresiasi sebesar 5% dan
pembelian peralatan BUMD seharga Rp
150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah)
dengan depresiasi sebesar 5%.
4) Aktiva Tetap Pengembangan Wisata yaitu
penambahan aktiva berupa aktiva tetap
berwujud barang maupun peralatan. Aktiva
tetap berwujud barang dapat berupa pembelian
dan penambahan peralatan yang mendukung
atraksi wisata dan peralatan lainnya. Aktiva
tetap Pengembangan Wisata ini diasumsikan
pada tahun ketiga terdapat penambahan aktiva
tetap berupa pembelian peralatan KSL sebesar
Rp 252.000.000.
d. Modal disetor ditetapkan sebesar Rp
6.000.000.000,- (enam milyar rupiah) pada saat
pendirian. Tahun kedua dilakukan kembali
penyertaan modal daerah kepada BUMD sebesar
Rp 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah). Hingga
tahun kelima terus dilakukan penyertaan modal
daerah kepada BUMD dengan nominal yang sama
yakni sebesar Rp 6.000.000.000,- (enam milyar
rupiah). Berdasar proyeksi neraca tahunan terlihat
adanya kenaikan aktiva dan ekuitas. Kenaikan total
aktiva pada tahun pertama menunjukkan angka
sebesar Rp 102.253.428.000,- (seratus dua milyar
314
dua ratus lima puluh tiga juta empat ratus dua
puluh delapan ribu rupiah) hingga tahun terakhir
yakni tahun kesepuluh menjadi sebesar Rp
1.280.768.433.000,- (satu triliun dua ratus
delapan puluh milyar tujuh ratus enam puluh
delapan juta empat ratus tiga puluh tiga ribu
rupiah). Berikut ini tabel proyeksi perkembangan
aktiva dan ekuitas BUMD Pariwisata Kabupaten
Magetan.
Tabel 5.10
Perkembangan Aktiva dan Modal Pada Kondisi Moderat
(dalam ribu rupiah)

Tahun

1 2 3 4 5

Modal 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000


Dasar

Modal 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000


Disetor

Aktiva 102.253.428 227.105.132 361.214.812 498.067.654 642.160.302

Tahun

6 7 8 9 10

Modal 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000


Dasar

Modal - - - - -
Disetor

Aktiva 726.339.688 827.238.195 948.380.218 1.095.600.7 1.280.768.4


96 33

Sumber : Data diolah, 2023.

Pada neraca tahunan dari tahun pertama sampai


dengan tahun kesepuluh pada kondisi moderat seperti

315
terlihat pada lampiran 2 menunjukkan adanya
kenaikan aktiva yang cukup signifikan namun ekuitas
modal dasar diasumsikan tetap setiap tahun dan
modal disetor hanya dari tahun pertama hingga
berhenti di tahun kelima. Kondisi tersebut dapat dilihat
pada grafik berikut ini.

Gambar 5.7
Perkembangan Aktiva dan Ekuitas Pada Kondisi
Moderat

5) Laba (Rugi) Ditahan merupakan laba (rugi) yang


dihasilkan dari proyeksi Laporan Laba Rugi bagian
Laba Sebelum Pajak. Selanjutnya Laba (Rugi) Tahun
Lalu diisi akumulasi atas laba (rugi) tahun-tahun
sebelumnya atau saldo laba (rugi) tahun terakhir.
Penjumlahan atas kedua akun tersebut menghasilkan
Saldo Laba (Rugi) tahun yang bersangkutan. Karena
pada tahun pertama BUMD Pariwisata Magetan
316
diasumsikan sudah memperoleh pendapatan maka
dari tahun sudah bisa diperoleh perhitungan besaran
laba/rugi yang dihasilkan. Tabel berikut ini menyajikan
perkembangan Laba Rugi BUMD Pariwisata Magetan
selama 10 tahun.

Tabel 5.11
Perkembangan Laba Rugi BUMD Pariwisata Magetan
Pada Kondisi Moderat (dalam ribu rupiah)

Keteranga Tahun Ke-


n
1 2 3 4 5

Laba 6.106.61 6.739.50 7.573.55 7.870.65 9.070.76


Sebelum 9 8 2 2 4
Pajak

Pajak PPh 1.830.58 2.021.85 2.272.06 2.361.19 2.721.22


Badan 8 2 6 5 9
30%

Laba 4.271.37 4.717.65 5.301.48 5.509.45 6.349.53


Setelah 1 5 6 6 4
Pajak

Laba 4.271.37 4.717.65 5.301.48 5.509.45 6.349.53


Tahun 1 5 6 6 4
Berjalan

Laba 4.271.37 8.989.02 14.290.5 19.799.9 26.149.5


Ditahan 1 7 13 69 04

Keteranga Tahun Ke-


n
6 7 8 9 10

Laba 10.759.6 12.982.1 15.529.7 19.1086. 24.361.8


Sebelum 18 78 80 587 58
Pajak

Pajak PPh 3.227.88 3.894.65 4.658.93 5.725.97 7.308.55


Badan 57 3 4 6 7
30%

Laba 7.531.73 9.087.52 10.870.8 13.360.6 17.053.3

317
Setelah 3 5 46 11 01
Pajak

Laba 7.531.73 9.087.52 10.870.8 13.360.6 17.053.3


Tahun 3 5 46 11 01
Berjalan

Laba 33.681.2 42.768.7 53.639.6 67.000.2 84.053.5


Ditahan 36 61 06 18 18

Sumber: Data diolah, 2023.

Dari hasil proyeksi laba rugi yang ditampilkan dalam


tabel diatas dapat diketahui bahwa BUMD Pariwisata
Magetan telah menghasilkan laba mulai dari tahun
pertama dan konsisten menghasilkan laba hingga
tahun kesepuluh. Persentase besaran peningkatan
laba per tahunnya adalah berkisar antara 4% hingga
28% dari laba tahun sebelumnya. Untuk lebih
lengkapnya hasil proyeksi laba rugi dapat dilihat lebih
jelas pada Lampiran 3.

Gambar 5.8
Perkembangan Laba Rugi BUMD Pariwisata Magetan
Pada Kondisi Moderat (dalam ribu rupiah)
318
2. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah (jumlah dan
waktu disertakannya)

Pemerintah Daerah sebagai pemilik perusahaan dapat


memberikan bantuan finansial, salah satunya melalui
penyertaan modal. Penyertaan modal berperan penting pada
tahap awal pembentukan perusahaan karena dapat
digunakan untuk pembangunan dasar yang menunjang
operasional bisnis perusahaan, misalnya untuk pembangunan
infrastruktur yang terkait dengan operasional perusahaan.
Pemberian dana penyertaan modal ini sebagai upaya bantuan
keuangan bagi perusahaan daerah yang bersumber dari uang
publik yang dikelola Pemerintah Daerah dalam keuangan
daerah. Pengeluaran Pemerintah Daerah yang dicatat sebagai
penyertaan modal dicantumkan dalam APBD dan dibuatkan
perda tersendiri untuk mengaturnya. Dalam memberikan
penyertaan modal, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan daerah itu sendiri sehingga
harus didasarkan pada kajian nominal dana penyertaan
modal.

Penyertaan modal merupakan suatu usaha untuk


memiliki perusahaan yang baru atau yang telah berjalan
dengan cara melakukan setoran modal ke perusahaan
tersebut. Sebagai pengalihan kepemilikan kekayaan daerah
yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan
menjadi kekayaan yang dipisahkan guna memperhitungkan
modal/saham daerah maka penyertaan modal Pemda ini
bermaksud sebagai upaya meningkatkan produktivitas

319
pemanfaatan tanah dan/atau bangunan serta kekayaan
lainnya milik Pemda dengan membentuk usaha bersama dan
saling menguntungkan. Tujuan penyertaan modal Pemda
adalah untuk meningkatkan sumber PAD, pertumbuhan
ekonomi, pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga
kerja.1 Dalam pelaksanaan penyertaan modal Pemerintah
Daerah didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi perusahaan
yang transparan dan akuntabel guna mencapai tujuan
tersebut.2

Dalam ketentuan Pasal 304 ayat (1) Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
bahwasannya Daerah dapat melakukan penyertaan modal
pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Penyertaan modal
Daerah tersebut dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada
pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada Badan Usaha
Milik Daerah sesuai peraturan perundang-undangan 3 dan
penyertaan modal Daerah dapat berupa uang dan barang
Milik Daerah.4 Investasi Pemerintah Daerah cenderung
diberikan kepada BUMD yang memiliki misi sebagai agent of
development. Negara terlibat dalam ekonomi masyarakat
dengan mengelola sumber daya untuk memajukan
kesejahteraan orang-orang yang bertanggung jawab sebagai
penyedia layanan publik dan biasanya dibebankan kepada
perusahaan publik. Atas dasar itu, BUMD memiliki peran
multifungsi yaitu sebagai pelopor pelayanan publik, sebagai
pencipta lapangan kerja dan sebagai pencari keuntungan

1 Op.Cit., Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik, hal. 4


2 Ibid, hal 4.
3 Pasal 304 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
4 Pasal 333 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daera
320
untuk mengisi kas daerah. BUMD harus dikelola dengan
prinsip privat, tetapi juga memperhatikan kepentingan
masyarakat.

5
Berdasarkan peraturan perundang-undangan
dinyatakan bahwa setiap penyertaan modal atau
penambahan penyertaan modal kepada perusahaan daerah
harus diatur dalam perda tersendiri tentang penyertaan atau
penambahan modal. Penyertaan modal Pemerintah Daerah
dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan
dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang penyertaan modal daerah.
Penyertaan modal oleh Pemerintah Daerah bersumber dari
APBD tahun anggaran berjalan pada saat penyertaan atau
penambahan penyertaan modal tersebut dilakukan.6

Pengaturan mengenai pelaksanaan penyertaan modal


Pemerintah Daerah diatur dalam perundang-undangan terkait
seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Undang-undang tersebut menegaskan di
bidang pengelolaan keuangan bahwa kekuasaan pengelolaan
keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara
dari Presiden sebagian diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala Pemerintah Daerah
untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili Pemerintah
Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pemerintah Daerah dalam membentuk BUMD, dengan modal
dari surplus APBD dan penyertaan modal Pemerintah Daerah
5 Op. Cit., Fitri Erna Muslikah, hal. 4.
6 Op, Cit., Wahyu Maizal, hal 4.
321
dikategorikan sebagai kekayaan daerah yang dipisahkan.
Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (7) dan ayat (8) bahwa
penyertaan modal pada Perusahaan Negara/Daerah berasal
dari surplus anggaran, surplus penerimaan Negara/Daerah
dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
Negara/Daerah tahun anggaran berikutnya, penggunaan
surplus penerimaan Negara/Daerah harus memperoleh
persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.7

Ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun


2004 tentang Perbendaharaan Negara menjelaskan bahwa
pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk
memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat
lainnya, investasi tersebut dilakukan dalam bentuk saham,
surat utang, dan investasi langsung. Penyertaan modal
pemerintah pusat pada perusahaan negara/daerah/swasta
ditetapkan dengan peraturan pemerintah, sedangkan
penyertaan modal Pemerintah Daerah pada perusahaan
negara/daerah/swasta ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Ketentuan Pasal 305 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014


tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa dalam kondisi
APBD surplus maka dapat digunakan untuk pengeluaran
pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam perda.
Pengeluaran pembiayaan ini digunakan untuk pembiayaan:

1) Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo;


2) Penyertaan modal daerah;
3) Pembentukan dana cadangan; serta
4) Pengeluaran pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan

7 Pasal 3 ayat (7) dan ayat (8) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
322
peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun


2019 tentang Investasi Pemerintah, mendefinisikan bahwa
investasi pemerintah adalah penempatan sejumlah dana
dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk
investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau
investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi,
sosial, dan/atau manfaat lainnya. Investasi pemerintah
bertujuan untuk untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial,
dan/atau manfaat lainnya. Dalam melaksanakan investasi
pemerintah dengan memperhatikan prinsip transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan
kesetaraan, profesionalisme, dan kehati-hatian. Sumber
investasi pemerintah ini berasal dari APBD, imbal hasil,
pendapatan dari layanan/usaha, hibah dan/atau sumber lain
yang sah. Hasil investasi pemerintah yang berasal dari
sumber tersebut dapat digunakan sebagai penambah
pokok/modal investasi dan dicatat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam ketentuan Pasal 6,
investasi pemerintah dilakukan dalam bentuk saham, surat
utang dan/atau investasi langsung.

Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang


Badan Usaha Milik Daerah pada Pasal 21 ayat (1) mengatur
bahwa Penyertaan modal Daerah dilakukan untuk : 1)
Pendirian BUMD; 2) Penambahan modal BUMD; dan 3)
Pembelian saham pada perusahaan perseroan Daerah lain.
Penyertaan modal tersebut dapat berupa uang dan barang
milik Daerah, untuk barang milik Daerah yang dijadikan

323
penyertaan modal harus dilakukan penafsiran harga barang
milik Daerah, untuk mendapatkan nilai riil pada saat barang
milik Daerah tersebut dijadikan penyertaan modal Daerah. 8
Penyertaan modal Daerah dalam rangka pendirian BUMD
ditujukan untuk memenuhi modal dasar dan modal disetor. 9
Sedangkan Penyertaan Modal Daerah dalam rangka
penambahan modal BUMD dilakukan untuk:10
a. Pengembangan usaha;
b. Penguatan struktur permodalan; dan
c. Penugasan Pemerintah Daerah.

Penyertaan modal Daerah untuk penambahan modal BUMD


dilaksanakan setelah dilakukan analisis investasi oleh
Pemerintah Daerah dan tersedianya rencana bisnis BUMD. 11

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012


tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah
mengatur bahwa penyertaan modal Pemerintah Daerah
termasuk kedalam investasi langsung Pemerintah Daerah.
Dalam peraturan tersebut, penyertaan modal Pemerintah
Daerah terbagi menjadi dua sesuai dengan bentuk
penyertaan, yaitu:
a. Penyertaan modal daerah dalam bentuk uang adalah
bentuk investasi Pemerintah Daerah pada Badan Usaha
dengan mendapat kepemilikan.
b. Penyertaan modal Pemerintah Daerah atas barang milik
daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik
daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak
8 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah Pasal 21 ayat (2) s.d (4).
9 Ibid, Pasal 22 ayat (1).
10 Ibid Pasal 23 ayat (1).
11 ibid, ayat (2)
324
dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau
badan hukum lainnya yang dimiliki negara.

Dalam permendagri ini mensyaratkan dalam


penyertaan modal oleh Pemerintah Daerah harus
dilaksanakan berdasarkan pada analisis kelayakan, analisis
portofolio dan analisis risiko.

Adapun Penyertaan Modal dari Pemerintah Kabupaten


Magetan kepada BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan
direncanakan sebagai berikut:

Tabel 5.12
Rencana Penyertaan Modal Pemerintah Daerah

No Waktu Jumlah

1 Tahun 1 6.000.000.000,00

2 Tahun 2 6.000.000.000,00

3 Tahun 3 6.000.000.000,00

4 Tahun 4 6.000.000.000,00

5 Tahun 5 6.000.000.000,00

Total 30.000.000.000,00

3. Intangible Asset

Pariwisata merupakan gabungan dari produk barang


dan jasa. Pada dasarnya, wisata memiliki sifat dari pariwisata
sebagai sebuah kegiatan yang unik, yaitu perpaduan sifat
tidak berwujud (intangible) dengan sifat berwujud (tangible).

325
Apa yang ditawarkan di industri pariwisata adalah sesuatu
yang tidak berbentuk dan tidak dapat dibawa untuk
ditunjukkan kepada orang lain. Sarana dan prasarana yang
digunakan untuk memberikan kenyamanan yang ditawarkan
dapat dikatakan sebagai sesuatu yang berwujud. Kombinasi
keduanya menjadi unik dan menjadi tidak mudah diukur
meskipun standarisasi pelayanan telah ditetapkan.

Karakteristik produk/jasa pariwisata sebagian besar


bersifat tidak berwujud (intangible), dan ditandai oleh ciri-ciri
khas penawaran jasa. Oleh karenanya sektor usaha
pariwisata dikelola berdasarkan prinsip-prinsip “services
oriented”. Sehingga experience service consumer menjadi
kunci membangun keunggulan bersaing. Bagi konsumen,
perusahaan harus dapat menawarkan jasa tidak cukup hanya
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen bahkan
sampai bisa melebihi harapan dari konsumen. Intinya adalah
bagaimana perusahaan dapat memberikan kepuasan pada
konsumen sampai membuat konsumen kagum, selalu
mengingat dan ingin kembali.

Keberhasilan pengembangan pariwisata di Indonesia


tidak terlepas dari keberhasilan memasarkan produk industri
pariwisata. Prof. Dr. Otto R. Payangan melalui buku yang
ditulisnya “Pemasaran Jasa Pariwisata” Tahun 2014
mensarikan batasan definisi produk industri pariwisata “…the
product may be defined as a bundle or package of tangible
and intangible components, based on activity at a
destination”. There are 5 components in the total product
which are discussed below: a) destination attractions, b)

326
destination facilities and services; c) accessibilities of the
destinations; d) image of the destinations; and e) price to the
consumers..”.12 Artinya produk merupakan suatu paket yang
berisi komponen yang terlihat dan tidak terlihat, berdasarkan
aktivitas dan destinasi. Produk terdiri dari 5 komponen yaitu:
atraksi destinasi, fasilitas dan layanan; aksesibilitas, image
dan harga.

4. Return on Investment (ROI)

Return on Investment (ROI) digunakan untuk mengukur


efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan
dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Return on
Investment (ROI) merupakan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan (Sartono
2008 : 123). Return on Investment (ROI) adalah salah satu
bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan dapat
mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana
yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk
operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
Rumus Return on Investment (ROI) yakni:

ROI Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5

Laba
(Rugi)
Sebelum 6.101.9 6.739.5 7.573.5 7.870.6 9.070.7
Pajak 59 08 52 52 64
(dalam

12 Otto, R. (2014). Pemasaran jasa pariwisata. Jakarta.


327
ribuan
rupiah)

Total 102.259 227.105 361.214 498.067 642.160


Aset .428 .132 .812 .654 .302
(dalam
ribuan
rupiah)

ROI (%) 5,97 2,97 2,10 1,58 1,41

ROI Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun


10

Laba
(Rugi)
Sebelum 10.759. 12.982. 15.529. 19.086. 24.361.
Pajak 618 178 780 587 858
(dalam
ribuan
rupiah)

Total 726.339 827.238 948.380 1.095.6 1.280.7


Aset .688 .195 .218 00.796 68.433
(dalam
ribuan
rupiah)

ROI (%) 1,48 1,57 1,64 1,74 1,90

5. Return on Asset (ROA)

Return on Assets (ROA) merupakan rasio yang


digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba karena rasio tersebut mewakili
pengembalian atas aktivitas perusahaan. Menurut Hery
(2014:193) semakin tinggi hasil pengembalian atas aset
berarti semakin tinggi pula jumlah laba bersih yang dihasilkan
setiap rupiah dana yang tertanam dalam total aset.
328
Sebaliknya, semakin rendah hasil pengembalian atas aset
berarti semakin rendah pula jumlah laba bersih yang
dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total
aset tersebut.
Adapun ROA yang dihasilkan BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan dalam 10 (sepuluh) tahun kedepan
adalah sebagai berikut.

ROA Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5

Laba
(Rugi)
Setelah 4.271.3 4.717.6 5.301.4 5.509.4 6.349.5
Pajak 71 55 86 56 34
(dalam
ribuan
rupiah)

Rata- 102.259 227.105 361.214 498.067 642.160


Rata .428 .132 .812 .654 .302
Total
Aset
(dalam
ribuan
rupiah)

ROA 4,18 2,08 1,47 1,11 0,99


(%)

ROA Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun


10

Laba
(Rugi)
Setelah 7.531.7 9.087.5 10.870. 13.360. 17.053.
Pajak 33 25 846 611 301
(dalam
ribuan
rupiah)
329
Rata- 726.339 827.238 948.380 1.095.6 1.280.7
Rata .688 .195 .218 00.796 68.433
Total
Aset
(dalam
ribuan
rupiah)

ROA 1,04 1,10 1,15 1,22 1,33


(%)
Berdasar tabel diatas, hasil perhitungan ROA selama 10
(sepuluh) tahun kedepan mengalami fluktuasi. Dari total aset
yang digunakan BUMD secara rata-rata mampu menghasilkan
laba bersih sebesar 1,56%. Pada tahun pertama yang dicapai
sebesar 4,18% dari total aset yang dioperasikan sebesar Rp
102.259.428.000,00. BUMD mampu menghasilkan laba
bersih sebesar Rp 4.271.371.000,00. Artinya setiap Rp 1 total
aset turut berkontribusi menciptakan Rp 0,042 laba bersih.
Rata-rata nilai ROA 10 (sepuluh) tahun kedepan lebih besar
dari standar rata-rata industri yang ditetapkan diatas sebesar
1,5% maka rasio rata-rata yang dicapai BUMD Pariwisata
dikategorikan dalam kelompok sehat.

6. Return on Equity (ROE)

Rumus Return on Equity (ROE) dengan membandingkan


laba bersih dengan ekuitas, apabila persentase rasio ini
semakin tinggi maka semakin baik pula tingkat efektivitas
pengelolaan modalnya untuk menghasilkan keuntungan.
Rumus perhitungan Return on Equity (ROE) yaitu:

330
Adapun penentuan peringkat serta predikat rasio Return
on Equity (ROE) ditentukan sebagai berikut:

Rating Ratio Predicate

1 ROE > 15% Sangat Baik

2 12,5% < ROE 15% Baik

3 5% < ROE 12,5% Cukup Baik

4 0% < ROE 5% Kurang Baik

5 ROE 0% Tidak Baik

Adapun ROE yang dihasilkan BUMD Pariwisata Kabupaten


Magetan dalam 10 (sepuluh) tahun kedepan adalah sebagai
berikut.

ROE Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5

Laba
(Rugi)

331
Setelah 4.271.3 4.717.6 5.301.4 5.509.4 6.349.5
Pajak 71 55 86 56 34
(dalam
ribuan
rupiah)

Ekuitas 102.259 227.105 361.214 498.067 642.160


(dalam .428 .132 .812 .654 .302
ribuan
rupiah)

ROE (%) 4,18 2,08 1,47 1,11 0,99

ROE Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun


10

Laba
(Rugi)
Setelah 7.531.7 9.087.5 10.870. 13.360. 17.053.
Pajak 33 25 846 611 301
(dalam
ribuan
rupiah)

Ekuitas 726.339 827.238 948.380 1.095.6 1.280.7


(dalam .688 .195 .218 00.796 68.433
ribuan
rupiah)

ROE (%) 1,04 1,10 1,15 1,22 1,33

Hasil analisis ROE persentase rata-rata sebesar 1,56%


sehingga memperoleh predikat “kurang baik”.

332
7. Kemampuan Keuangan Daerah berdasarkan APBD dan
LRA 3 (tiga) tahun terakhir

a. Penyertaan Modal

Pemerintah Kabupaten Magetan dapat melakukan


penyertaan modal pada Badan Usaha mIlik Daerah
dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah,
pertumbuhan perkembangan perekonomian daerah dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyertaan
modal daerah dilakukan untuk memperoleh manfaat
ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. Manfaat
ekonomi, sosial dan.atau manfaat lainnya ini meliputi:

a) bunga dan pertumbuhan nilai bagi badan usaha yang


mendapatkan penyertaan modal daerah;
b) keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu
tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai
bagi badan usaha yang mendapatkan penyertaan
modal daerah;
c) peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil
penyertaan modal sejumlah tertentu dalam jangka
waktu tertentu;
d) peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu
tertentu sebagai akibat langsung dari penyertaan
modal daerah;
e) keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu
tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai
bagi badan usaha yang mendapatkan penyertaan
modal daerah;
f) peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah

333
tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat
langsung dari penyertaan modal daerah;
g) peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat
dari penyertaan modal daerah.

Bentuk penyertaan modal daerah meliputi


penyertaan modal berupa investasi surat berharga
dan/atau penyertaan modal berupa investasi langsung.
Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, jumlah
penyertaan modal Pemerintah Daerah Kabupaten Magetan
adalah sebagai berikut.

Tabel 5.13

Realisasi Penyertaan Modal Pemerintah Daerah

Tahun 2018-2022

Tahun Realisasi Penyertaan Modal/Investasi


Pemerintah Daerah

2018 Rp 7.377.000.000,00

2019 Rp 5.591.000.000,00

2020 Rp 0,00

2021 Rp 0,00

2022 Rp 5.000.000.000,00
Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, 2018-
2022 diolah.

Penyertaan modal Pemerintah Daerah Kabupaten


Magetan Tahun Anggaran 2018 realisasi sebesar Rp
7.377.000.000,00 dari anggaran yang telah ditetapkan
sebesar Rp 7.500.000.000,000 atau 98,36% terdiri dari
penyertaan modal pada PDAM Lawu Tirta, BPR Syariah
334
Magetan, dan BPR Jatim. Pada tahun anggaran 2019,
realisasi penyertaan modal sebesar Rp 5.591.000.000,00
dari anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp
15.903.958.000,00 atau 98,36% terdiri dari penyertaan
modal kepada PDAM Lawu Tirta dan BPR Syariah
Magetan. Pada tahun anggaran 2020 Pemerintah Daerah
dalam neraca pengeluaran pembiayaan tidak melakukan
penyertaan modal pada BUMD, ini disebabkan
pengeluaran pembiayaan digunakan untuk pembentukan
Dana Cadangan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Magetan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pembentukan
Dana Cadangan. Adapun pada tahun anggaran 2021,
Pengeluaran Pembiayaan yang dianggarkan untuk
Penyertaan Modal pada BUMD sebesar
Rp5.700.000.000,00 untuk PDAM Lawu Tirta tidak
terealisasi karena Pendapatan Hibah dari Pemerintah
Pusat tidak terealisasi penyalurannya pada Tahun 2021.
Selanjutnya, tahun 2022 Pengeluaran Pembiayaan yang
dianggarkan untuk Penyertaan Modal pada BUMD sebesar
Rp 11.000.000.000,00 kepada PDAM Lawu Tirta direalisasi
melalui SP2D nomor 01792/LS/2022 tanggal 29 Juli 2022
sebesar Rp 5.000.000.000,00 dan SP2D nomor
02017/LS/2022 tanggal 12 Agustus 2022 sebesar
Rp6.000.000.000,00.

b. Surplus/Defisit

Surplus APBD merupakan selisih lebih antara


Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah pada tahun
anggaran yang sama. Surplus terjadi bila jumlah
335
pendapatan lebih besar daripada jumlah belanja. Apabila
APBD mengalami surplus tidak selalu berarti daerah
tersebut memiliki kelebihan kas, namun hal tersebut
terjadi karena anggaran pendapatan daerah lebih besar
dari anggaran belanja daerah. Surplus anggaran
pendapatan tersebut dapat dianggarkan oleh daerah
untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal
(investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada
pemerintah pusat/daerah lain, dan pembentukan dana
cadangan (misalnya : untuk dana Pilkada, untuk
pembangunan infrastruktur).

Sebaliknya, Defisit APBD adalah selisih kurang


antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah pada
tahun anggaran yang sama. Defisit terjadi bila jumlah
pendapatan lebih kecil daripada jumlah belanja. Apabila
APBD mengalami defisit, defisit tersebut dapat dibiayai
dengan penerimaan pembiayaan, termasuk dalam
penerimaan pembiayaan tersebut misalnya Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya,
penggunaan cadangan, penerimaan pinjaman, hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
penerimaan kembali pemberian pinjaman atau
penerimaan piutang. SiLPA merupakan dana milik daerah
yang bersangkutan, sehingga tidak menimbulkan risiko
fiskal seperti halnya pinjaman. Dalam hal APBD
mengalami defisit, tidak ada pendanaan khusus yang
disalurkan dari APBN kepada daerah untuk menutup
defisit tersebut.

336
Dalam rentang waktu 5 (lima) tahun terakhir, APBD
Kabupaten Magetan lebih cenderung mengalami surplus
dibandingkan defisit.

Tabel 5.14
Surplus/(Defisit) APBD Kabupaten Magetan
(2018-2022)

Tahun Realisasi Surplus/(Defisit) APBD

2018 Rp 112.666.112.163,11

2019 Rp (48.084.423.390,18)

2020 Rp 11.441.010.766,04

2021 Rp 123.059.231.938,50

2022 Rp (125.813.611.322,28)

Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, 2018-


2022 diolah

c. SiLPA

Berdasarkan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020


tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah,
definisi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya
disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan
dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.
Dalam UU HKPD Pasal 149 disebutkan bahwa, dalam hal
SiLPA daerah tinggi dan kinerja layanan tinggi, SiLPA
dapat diinvestasikan dan/atau digunakan untuk
pembentukan dana abadi daerah dengan memperhatikan
kebutuhan yang menjadi prioritas daerah yang harus
dipenuhi. Sementara itu, dalam hal SiLPA daerah tinggi
337
dan kinerja layanan rendah, pemerintah daerah dapat
mengarahkan penggunaan SiLPA dimaksud untuk belanja
infrastruktur pelayanan publik daerah yang berorientasi
pada pembangunan ekonomi daerah.

Dalam rentang waktu 5 (lima) tahun terakhir, SiLPA


APBD Kabupaten Magetan telah mengalami penurunan
meskipun masih terbilang tinggi.

Tabel 5.15

SiLPA APBD Kabupaten Magetan (2018-2022)

Tahun Realisasi SiLPA APBD

2018 Rp 292.007.313.253,11

2019 Rp 238.705.288.862,93

2020 Rp 244.958.986.527,76

2021 Rp 363.065.328.466,26

2022 Rp 221.342.414.643,98

Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah,


2018-2022 diolah.

D. Analisa Peraturan Perundang-Undangan

1. Regulasi Pemerintah Daerah yang Mendukung BUMD


yang Akan Dijalankan

Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 1 Tahun


2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Kabupaten Magetan Tahun 2018 - 2023 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan
Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan

338
Daerah Kabupaten Magetan Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Magetan Tahun 2018 - 2023 meski secara eksplisit belum
merumuskan bahwa BUMD dapat menjadi strategi dan
kebijakan pencapaian tujuan RPJMD. Namun tertuang dalam
misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang
tertuang dalam dokumen RPJMD Kabupaten Magetan 2018-
2023 yakni misi kedua dirumuskan sebagai berikut:
Misi Kedua “Meningkatkan perekonomian daerah
melalui keberpihakan dan pemberdayaan koperasi dan
usaha mikro sebagai pilar ekonomi kerakyatan serta
pemberdayaan masyarakat desa sebagai basis sekaligus
ujung tombak pembangunan daerah”.
Misi yang bertujuan salah satunya adalah untuk
memperkuat perekonomian daerah yang berkualitas dengan
indikator tujuan pertumbuhan ekonomi dan indeks gini dengan
sasaran meningkatnya kegiatan investasi, meningkatnya
kegiatan industri pariwisata dan meningkatnya kegiatan
sektor pertanian. Sasaran meningkatnya kegiatan industri
pariwisata dengan indikator nilai PDRB sektor pariwisata (nilai
PDRB sektor penyediaan akomodasi makan minum)
dilakukanlah strategi (1) untuk mengembangkan destinasi
pariwisata unggulan daerah yang didukung oleh tripel agro
(agrowisata, agroindustri dan agrobisnis). Arah kebijakan
untuk mendukung strategi tersebut adalah (a) meningkatkan
kualitas dan kuantitas destinasi wisata serta mengembangkan
wisata religi, (b) mengembangkan agrowisata buah, sayur dan
bunga, (c) mengembangkan agrowisata peternakan dan
perikanan, (d) mengembangkan agroindustri pengolahan
339
makanan produk lokal. Sasaran meningkatnya kegiatan sektor
pertanian dengan menggunakan indikator nilai PDRB sektor
pertanian dilakukan strategi untuk meningkatkan produksi
pertanian melalui beberapa arah kebijakan seperti (a)
peningkatan kualitas dan kuantitas sarana produksi pertanian,
(b) peningkatan keberdayaan petani melalui peningkatan SDM
dan mendorong terbentuknya korporasi petani, (c)
peningkatan penanganan pasca panen untuk meningkatkan
nilai tambah produksi pertanian; dan (d) penetapan kawasan
LP2B untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian yang subur
menjadi lahan non pertanian serta menjamin ketersediaan
lahan pertanian.
Selama ini sektor pariwisata berkontribusi pada
penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Magetan atas
dasar penetapan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor
2 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Magetan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 2
Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha. Objek retribusi
tempat rekreasi dan olah raga diantaranya adalah Telaga
Sarangan, Telaga Wahyu, dan Kebun Refugia
Plaosan/Magetan.
Regulasi Pemerintah Daerah Kabupaten Magetan yang
mengatur terkait pariwisata adalah Peraturan Daerah
Kabupaten Magetan Nomor 7 Tahun 2013 tentang
Kepariwisataan. Bidang kepariwisataan di Kabupaten Magetan
mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan
daerah sebagai upaya memajukan kesejahteraan masyarakat
340
dan penyelenggaraan pemerintahan untuk memantapkan
otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Dalam rangka kepariwisataan di Kabupaten Magetan harus
dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan
pembangunan, pemberdayaan, dan pengembangan ekonomi
dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
kemandirian daerah, pemerataan, keadilan dan peran serta
masyarakat dengan memperhatikan potensi yang ada.
Penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan asas a)
manfaat, b) kekeluargaan, c) adil dan merata, d)
keseimbangan, e) kemandirian, f) kelestarian, g) partisipatif,
h) berkelanjutan, i) demokratis, j) kesetaraan, dan k)
kesatuan. Pasal 3 dijelaskan bahwa Kepariwisataan berfungsi
memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap
wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta
meningkatkan pendapatan asli daerah untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Tujuannya adalah a) meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, b) meningkatkan kesejahteraan
rakyat, c) menghapus kemiskinan, d) mengatasi
pengangguran, e) melestarikan alam, lingkungan dan sumber
daya, f) memajukan kebudayaan, g) mengangkat citra
bangsa, h) memupuk rasa cinta tanah air, i) memperkukuh
jati diri dan kesatuan bangsa, dan j) mempererat
persahabatan antarbangsa.
Dalam pembangunan daya tarik wisata baik daya tarik
wisata alam, budaya dan buatan dilaksanakan berdasarkan
prinsip menjunjung tinggi nilai agama dan budaya, serta
keseimbangan antara upaya pengembangan manajemen
atraksi untuk menciptakan daya tarik wisata yang berkualitas,
341
berdaya saing, serta mengembangkan upaya konservasi untuk
menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber dayanya.
Objek wisata dengan daya tarik wisata alam terdiri dari Telaga
Sarangan, Telaga Wahyu, Air Terjun Tirtasari, Air Terjun
Pundak Kiwo, Waduk Gonggang Poncol, Cemoro Sewu, Puncak
Lawu/Argo Dumilah, Sumber Clelek Driyorejo dan Perkebunan
Jeruk Pamelo. Dalam ketentuan Pasal 9, pembangunan
kepariwisataan daerah meliputi industri pariwisata, destinasi
pariwisata, pemasaran dan kelembagaan kepariwisataan.
Pasal 10 - Pasal 13, Pembangunan industri pariwisata antara
lain meliputi pembangunan struktur industri pariwisata, daya
saing produk pariwisata, kemitraan usaha pariwisata,
kredibilitas bisnis, serta tanggung jawab terhadap lingkungan
alam dan sosial budaya. Pembangunan destinasi pariwisata
meliputi pemberdayaan masyarakat, pembangunan daya tarik
wisata, pembangunan prasarana, penyediaan fasilitas umum,
serta pembangunan fasilitas pariwisata secara terpadu dan
berkesinambungan. Pembangunan pemasaran meliputi
pemasaran pariwisata bersama, terpadu, dan
berkesinambungan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan serta pemasaran yang bertanggung jawab dalam
membangun citra Daerah sebagai destinasi pariwisata yang
berdaya saing. Pembangunan kelembagaan kepariwisataan
meliputi, pengembangan organisasi Pemerintah Daerah,
swasta, dan masyarakat, pengembangan sumber daya
manusia, regulasi, serta mekanisme operasional di bidang
kepariwisataan.
Tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) bahwa
usaha daya tarik wisata merupakan usaha perseorangan atau
342
berbentuk badan usaha. Badan usaha dapat berbentuk badan
usaha Indonesia berbadan hukum atau tidak berbadan hukum
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19
ayat (3), Usaha kawasan pariwisata dapat diselenggarakan
oleh badan usaha Indonesia berbadan hukum.
Selain itu, rencana pembentukan/pendirian BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan yang bertujuan untuk
pengembangan dan pengelolaan pariwisata didukung
Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 8 Tahun 2016
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Kabupaten Magetan Tahun 2015-2025, bahwasannya
dijelaskan dalam Pasal 4 misi pembangunan kepariwisataan
daerah meliputi (a) meningkatkan kuantitas dan kualitas
pemasaran yang sinergis untuk meningkatkan
kunjungan wisata, (b) meningkatkan daya saing industri
kepariwisataan, (c) meningkatkan kualitas dan peran
serta sumber daya manusia dalam pengelolaan
kepariwisataan dengan penguatan kelembagaan
pariwisata, dan (d) memperkuat regulasi kepariwisataan
yang berorientasi pada kelestarian lingkungan, nilai budaya,
dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan pembangunan
kepariwisataan daerah adalah mewujudkan kepariwisataan
daerah yang memiliki daya saing melalui peningkatan kualitas
destinasi, industri, pemasaran, lingkungan, kelembagaan, dan
sumberdaya manusia. Pembangunan kepariwisataan daerah
yang memiliki sasaran sebagai berikut:
a. meningkatnya kualitas produk pariwisata;
b. meningkatnya kualitas sarana prasarana di destinasi
pariwisata;
343
c. meningkatnya jumlah wisatawan;
d. meningkatnya jumlah investasi pada destinasi pariwisata;
e. meningkatnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
dan kelembagaan di bidang kepariwisataan; dan
f. meningkatnya kualitas lingkungan pariwisata.
Atas dasar peraturan di atas, untuk mendukung dan
mengoptimalkan sektor pariwisata di Kabupaten Magetan
utamanya Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Kebun Refugia,
Kampung Susu Lawu dan rencana Smart Farm diperlukan
lembaga pengelola yang fokus untuk mengelola dan
mengoptimalkan potensi pariwisata yang ada di Kabupaten
Magetan guna meningkatnya kualitas produk, sarana
prasarana, meningkatnya jumlah wisatawan dengan harapan
sektor pariwisata ini memberikan dampak pada sektor usaha
lain seperti pertanian dan/atau perkebunan, peternakan dan
aset daerah lain yang berada di kawasan wisata sehingga
harapan untuk meningkatnya Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Magetan dapat tercapai selanjutnya akan
mempengaruhi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
secara luas.

2. Regulasi yang mengatur usaha yang akan dijalankan


BUMD
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja sebagaimana ditetapkan dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
344
2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang
Sebagaimana diatur dalam Pasal 304 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bahwa daerah
dapat melakukan penyertaan modal pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dan/atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).

b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang


Kepariwisataan
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan, Pasal 1 angka 3 Pariwisata adalah
berbagai macam kegiatan wisata dan didukung dengan
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah
Daerah. Berpangkal tolak dari pengertian tersebut di atas,
maka Pariwisata merupakan suatu fenomena yang
bermuara pada hubungan antara perjalanan dengan
hunian yang tidak bersifat permanen, dengan demikian
pariwisata sesungguhnya bukan merupakan tujuan bersifat
menetap, akan tetapi terkait dengan pengeluaran sejumlah
biaya. Jadi pariwisata pada dasarnya adalah suatu bentuk
kegiatan manusia yang berpangkal tolak pada perjalanan
atau dengan kata lain pariwisata tersebut merupakan
“manusia” dalam “perjalanan”.
Secara eksplisit, keberadaan usaha pariwisata diatur
dalam Pasal 14, 15, 16 dan 17 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Menurut Pasal 14,
usaha pariwisata meliputi, antara lain:
1. daya tarik wisata;
345
2. kawasan pariwisata;
3. jasa transportasi wisata;
4. jasa perjalanan wisata;
5. jasa makanan dan minuman;
6. penyediaan akomodasi;
7. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
8. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran;
9. jasa informasi pariwisata;
10. jasa konsultan pariwisata;
11. jasa pramuwisata;
12. wisata tirta; dan
13. spa.
Selanjutnya dijelaskan pada Pasal 15 bahwa untuk
dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata wajib
mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada
Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Adapun ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran diatur dengan
Peraturan Menteri.
Atas usaha pariwisata yang melakukan pendaftaran
tersebut, Pemerintah atau Pemerintah Daerah berhak
untuk menunda atau meninjau kembali pendaftaran usaha
pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan tata cara.
Di sisi lain, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 17,
Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang
usaha pariwisata dengan:
a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata
346
untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi;
dan
b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar.

c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah
Dalam regulasi ini, urusan pemerintahan dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan
umum. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat. Urusan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah berada pada pemerintahan konkuren.
Kewenangan pemerintahan konkuren ini meliputi
kewenangan Daerah atas Urusan Pemerintahan Wajib
(terdiri dari Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib
yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar) dan Urusan
Pemerintahan Pilihan. Sementara itu, urusan pemerintahan
umum adalah yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan
urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar.
Sektor pariwisata menjadi salah satu kewenangan
pemerintah daerah sebagai urusan pemerintahan wajib
yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.
Dalam kaitannya dengan badan hukum BUMD,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
347
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa badan hukum
BUMD terdiri dari Perusahaan Umum Daerah (Perumda)
dan Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda). Dari kedua
bentuk badan hukum BUMD tersebut tidak banyak
perbedaan, hanya terdapat perbedaan yang mendasar
seperti pada modal BUMD antara keduanya. Dimana diatur
dalam undang-undang tersebut bahwa Perumda
merupakan bentuk BUMD yang seluruh modalnya (seratus
persen) dimiliki satu daerah dan tidak terbagi atas saham,
sedangkan Perseroda modalnya terbagi dalam saham yang
seluruhnya atau paling sedikit 51% (lima puluh satu
persen) sahamnya dimiliki oleh daerah.
Berkaitan dengan tujuan pendirian BUMD
sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 331 ayat (4)
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dijelaskan pendirian BUMD bertujuan untuk:
1. memberikan manfaat bagi perkembangan
perekonomian Daerah pada umumnya;
2. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi
pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi,
karakteristik dan potensi Daerah yang bersangkutan
berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik; dan
3. memperoleh laba dan/atau keuntungan.
Pada UU Nomor 23 Tahun 2014 dijelaskan bahwa
bentuk hukum BUMD terdiri dari Perumda dan Perseroda.
Ciri-ciri Perumda sebagaimana diatur pada Pasal 334-338
adalah sebagai berikut:
1. Permodalan Perumda adalah BUMD yang seluruh
348
modalnya dimiliki oleh satu Daerah dan tidak terbagi
atas saham. Dalam hal perusahaan umum Daerah akan
dimiliki oleh lebih dari satu Daerah, perusahaan umum
Daerah tersebut harus merubah bentuk hukum menjadi
perusahaan perseroan Daerah. Perusahaan umum
Daerah dapat membentuk anak perusahaan dan/atau
memiliki saham pada perusahaan lain.
2. Organ Perumda terdiri atas a) kepala daerah selaku
wakil Daerah sebagai pemilik modal, b) direksi dan c)
Dewan Pengawas.
3. Laba Perumda ditetapkan oleh kepala daerah selaku
wakil daerah sebagai pemilik modal. laba yang menjadi
hak daerah disetor ke kas daerah setelah disahlah oleh
kepala daerah selaku wakil daerah sebagai pemilik
modal. Laba tersebut dapat ditahan atas persetujuan
kepala daerah selaku wakil Daerah, dengan tujuan
untuk keperluan investasi kembali (reinvestment)
berupa penambahan, peningkatan dan perluasan
prasarana dan sarana pelayanan fisik dan nonfisik serta
untuk peningkatan kuantitas, kualitas dan kontinuitas
pelayanan umum, pelayanan dasar dan usaha
perintisan.
4. Restrukturisasi Perumda dapat melakukan
restrukturisasi untuk menyehatkan perusahaan umum
Daerah agar dapat beroperasi secara efisien, akuntabel,
transparan, dan profesional.

d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja


sebagaimana telah dicabut dengan Perpu Nomor 2 Tahun
349
2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang

e. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang


Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010-2025
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Dalam ketentuan
Pasal 2 dijelaskan bahwa Pembangunan kepariwisataan
nasional meliputi a) destinasi pariwisata, b) pemasaran
pariwisata, c) industri pariwisata, dan d) kelembagaan
kepariwisataan. Pembangunan kepariwisataan nasional
bertujuan untuk:
1. meningkatkan kualitas dan kuantitas Destinasi
Pariwisata;
2. mengkomunikasikan destinasi pariwisata Indonesia
dengan menggunakan media pemasaran secara efektif,
efisien dan bertanggung jawab;
3. mewujudkan industri pariwisata yang mampu
menggerakkan perekonomian nasional; da
4. mengembangkan Kelembagaan kepariwisataan dan tata
kelola pariwisata yang mampu mensinergikan
350
pembangunan destinasi pariwisata, pemasaran
pariwisata, dan industri pariwisata secara profesional,
efektif dan efisien.
Dalam pembangunan kepariwisataan nasional memiliki
sasaran untuk meningkatkan a) jumlah kunjungan
wisatawan mancanegara, b) jumlah pergerakan wisatawan
nusantara, c) jumlah penerimaan devisa dari wisatawan
mancanegara, d) jumlah pengeluaran wisatawan
nusantara, dan e) produk domestik bruto di bidang
kepariwisataan. Pasal 2 ayat (8) menjelaskan bahwa arah
pembangunan kepariwisataan nasional meliputi
pembangunan kepariwisataan nasional dilaksanakan a)
dengan berdasarkan prinsip pembangunan kepariwisataan
yang berkelanjutan, b) dengan orientasi pada upaya
peningkatan pertumbuhan, peningkatan kesempatan kerja,
pengurangan kemiskinan, serta pelestarian lingkungan, c)
dengan tata kelola yang baik; d. secara terpadu secara
lintas sektor, lintas daerah, dan lintas pelaku, dan e)
dengan mendorong kemitraan sektor publik dan privat.
Dalam peraturan ini dijelaskan arah pembangunan
kepariwisataan nasional menjadi dasar arah kebijakan,
strategi, dan indikasi program pembangunan
kepariwisataan nasional dalam kurun waktu tahun 2010-
2025 meliputi pembangunan destinasi pariwisata,
pemasaran pariwisata, industri pariwisata dan
kelembagaan kepariwisataan nasional.

f. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang


Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang
351
Pariwisata
Sertifikasi Usaha Pariwisata bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepariwisataan; dan
produktivitas usaha pariwisata. Sertifikasi Usaha Pariwisata
berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh Sertifikat
Usaha Pariwisata. Pengembangan Sertifikasi Usaha
Pariwisata meliputi standarisasi; kelembagaan; penunjukan
dan penetapan LSU Bidang Pariwisata; tata cara Sertifikasi
Usaha Pariwisata; dan Sertifikat Usaha Pariwisata.
Dalam Pasal 17 dijelaskan bahwa setiap pengusaha
pariwisata berkewajiban menerapkan Standar Usaha
Pariwisata dalam menjalankan usaha pariwisata.
Penyusunan Standar Usaha Pariwisata untuk setiap bidang
usaha, jenis usaha dan subjenis usaha mencakup aspek
produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha. Selanjutnya
dalam Pasal 19 dijelaskan bahwa Sertifikasi Usaha
Pariwisata dilaksanakan oleh LSU Bidang Pariwisata, yaitu
lembaga mandiri yang berkedudukan di wilayah Republik
Indonesia.
Pengusaha Pariwisata wajib memiliki Sertifikat Usaha
Pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sertifikat Usaha Pariwisata berlaku selama 3
(tiga) tahun sejak tanggal diterbitkan; Sertifikat Usaha
Pariwisata yang masa berlakunya telah berakhir wajib
diperbarui oleh Pengusaha Pariwisata; dan Pembaruan
Sertifikat Usaha Pariwisata sebagaimana dilakukan sesuai
dengan tata cara Sertifikasi Usaha Pariwisata. Pengawasan
penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata dilakukan
oleh Menteri; pengawasan penyelenggaraan Sertifikasi
352
Usaha Pariwisata mencakup pelaksanaan Sertifikasi
Usaha Pariwisata; penggunaan Sertifikat Usaha Pariwisata;
dan kinerja LSU Bidang Pariwisata. Pengusaha Pariwisata
yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 24
dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis;
pembatasan kegiatan usaha; dan pembekuan sementara
kegiatan usaha. Teguran tertulis dikenakan kepada
Pengusaha Pariwisata paling banyak 3 (tiga) kali; Sanksi
pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada Pengusaha
Pariwisata yang tidak mematuhi teguran; dan sanksi
pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan
kepada Pengusaha Pariwisata yang tidak memenuhi
teguran tertulis dan sanksi pembatasan kegiatan usaha.

g. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang


Badan Usaha Milik Daerah
Sebagai dasar pengaturan mengenai tata kelola BUMD
mulai dari pendirian, penyelenggaraan, hingga pembinaan
dan pengawasan. Dalam Pasal 5 ayat (1) PP Nomor 54
Tahun 2017, Perumda adalah BUMD yang seluruh
modalnya dimiliki oleh satu daerah dan tidak terbagi atas
saham. Dengan demikian, mengacu pada karakteristik
BUMD yang terdapat dalam Pasal 6 PP Nomor 54 Tahun
2017, Perumda hanya dapat dimiliki oleh satu daerah.
Tujuan pendirian BUMD adalah a) memberikan manfaat
bagi perkembangan perekonomian Daerah; b)
menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat
353
hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan potensi
Daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola
perusahaan yang baik; dan c) memperoleh laba dan/atau
keuntungan. Pendirian perusahaan umum Daerah
diprioritaskan dalam rangka menyelenggarakan
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup
masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan potensi
Daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola
perusahaan yang baik. Dalam Pasal 21 ayat (1) mengatur
bahwa Penyertaan modal Daerah dilakukan untuk : 1)
Pendirian BUMD; 2) Penambahan modal BUMD; dan 3)
Pembelian saham pada perseroan Daerah lain. Penyertaan
modal tersebut dapat berupa uang dan barang milik
Daerah, untuk barang milik Daerah yang dijadikan
penyertaan modal harus dilakukan penafsiran harga
barang milik Daerah, untuk mendapatkan nilai riil pada
saat barang milik Daerah tersebut dijadikan penyertaan
modal Daerah.

h. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2019 tentang


Investasi Pemerintah
Investasi pemerintah adalah penempatan sejumlah
dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk
investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau
investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi,
sosial, dan/atau manfaat lainnya. Investasi Pemerintah
dilaksanakan berdasarkan prinsip transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan
354
kesetaraan, profesionalisme dan kehati-hatian. Dalam
ketentuan Pasal 5 menjelaskan bahwa sumber investasi
pemerintah berasal dari APBN, imbal hasil, pendapatan
dari layanan/usaha, hibah dan/atau sumber lain yang sah.
Hasil investasi pemerintah yang berasal dari sumber
tersebut dapat digunakan sebagai penambah pokok/modal
investasi. Investasi pemerintah dilakukan dalam bentuk
saham, surat utang dan/atau investasi langsung.

i. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 dalam Peraturan
Pemerintah ini disebutkan bahwa “Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko adalah Perizinan Berusaha berdasarkan
tingkat Risiko kegiatan usaha”. Dimana risiko merupakan
potensi terjadinya cedera atau kerugian dari suatu bahaya
atau kombinasi kemungkinan dan akibat bahaya.
Penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko ini
merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka
peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha,
yang dilakukan melalui:
1. pelaksanaan penerbitan perizinan berusaha secara lebih
efektif dan sederhana; dan
2. pengawasan kegiatan usaha yang transparan,
terstruktur, dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Atas dasar hal tersebut, maka diwajibkan bagi setiap
pelaku usaha yang hendak memulai dan melakukan
kegiatan usaha untuk memenuhi persyaratan dasar
355
perizinan berusaha, yang meliputi kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan
bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi dan/atau
perizinan berusaha berbasis risiko.
Dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3) menyebutkan
bahwa Perizinan Berusaha Berbasis Risiko pada masing-
masing sektor meliputi pengaturan:
1. kode KBLI/KBLI terkait, judul KBLI, ruang lingkup
kegiatan, parameter Risiko, tingkat Risiko, Perizinan
Berusaha, jangka waktu, masa berlaku, dan
kewenangan Perizinan Berusaha;
2. persyaratan dan/atau kewajiban Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko.
Persyaratan dan/atau kewajiban Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko pada masing-masing sektor tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah tersebut. Adapun
persyaratan dan/atau kewajiban perizinan berusaha
berbasis risiko sektor pariwisata terdapat pada Lampiran
II.12.A.1.
Pembagian risiko izin masing-masing sektor
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2),
dibedakan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
1. Risiko Rendah
2. Risiko Menengah Rendah
3. Risiko Menengah Tinggi
4. Risiko Tinggi

j. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2014 tentang


356
Pengawasan dan Pengendalian Kepariwisataan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63
Tahun 2014 Tentang Pengawasan dan Pengendalian
Kepariwisataan merupakan kebijakan yang dibuat sebagai
tindak lanjut dari amanah yang ditetapkan dalam Pasal 23
ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
Dalam Perpres ini secara tegas menyebutkan di Pasal
2, bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban
melakukan tindakan pengawasan dan pengendalian atas
kegiatan kepariwisataan, dalam rangka mencegah dan
menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat
luas; Pengawasan dan pengendalian atas kegiatan
kepariwisataan yang dilakukan oleh Pemerintah
dilaksanakan oleh Menteri; dan Pengawasan dan
pengendalian atas kegiatan kepariwisataan yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh gubernur, dan
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Lebih lanjut dalam Pasal 3, menjelaskan bahwa
Menteri, gubernur, dan bupati/ walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan pengawasan atas kegiatan
kepariwisataan yang dilakukan oleh Setiap Orang,
Wisatawan, dan Pengusaha Pariwisata yang mempunyai
potensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat
luas.

k. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 18 Tahun 2016


tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata
Sesuai dengan amanat Pasal 15 ayat (2) Undang-
357
Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
Kementerian Pariwisata telah menerbitkan Peraturan
Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2016 tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata.
Mengacu pada Pasal 2, disebutkan bahwa tujuan
pendaftaran usaha pariwisata adalah :
1. menjamin kepastian hukum bagi Pengusaha Pariwisata
dalam menyelenggarakan usaha pariwisata;
2. menyediakan sumber informasi bagi semua pihak yang
berkepentingan mengenai pendaftaran usaha
pariwisata; dan
3. memberikan persyaratan dalam melaksanakan
sertifikasi usaha pariwisata.
Pada sisi lain, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 3,
pendaftaran pariwisata harus memenuhi prinsip dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang transparan.
Adapun pelayanan publik yang transparan tersebut
meliputi:
1. prosedur pelayanan yang sederhana;
2. persyaratan teknis dan administratif yang mudah;
3. waktu penyelesaian yang cepat;
4. lokasi pelayanan yang mudah dijangkau;
5. standar pelayanan yang jelas; dan
6. informasi pelayanan yang terbuka.
Dalam Peraturan Menteri ini juga secara jelas dan
tegas disebutkan pada Pasal 4, bahwa setiap Pengusaha
Pariwisata dalam menyelenggarakan usaha pariwisata
wajib melakukan pendaftaran usaha pariwisata. Hal ini
memberikan instruksi bahwa apapun jenis usaha
358
pariwisata diwajibkan untuk melakukan pendaftaran usaha
pariwisata.
Masih dalam pasal yang sama, dijelaskan lebih lanjut
mengenai bentuk dan keberadaan pengusaha pariwisata.
Bahwa Pengusaha Pariwisata dapat berbentuk
perseorangan, badan usaha, dan badan usaha berbadan
hukum. Perseorangan dimaksud merupakan warga negara
Indonesia. Sementara itu badan usaha dan badan usaha
berbadan hukum yang dimaksud merupakan badan usaha
yang berkedudukan di Indonesia.
Terkait badan usaha dan badan usaha berbadan
hukum digolongkan ke dalam 3 (tiga) golongan usaha
pariwisata (Pasal 5), yaitu :
1. usaha mikro dan kecil, dapat berbentuk perseorangan,
badan usaha, atau badan usaha berbadan hukum;
2. usaha menengah dapat berbentuk perseorangan, badan
usaha, atau badan usaha berbadan hukum; dan
3. usaha besar berbentuk badan usaha berbadan hukum.

Adapun detail dari kriteria masing-masing golongan


tersebut dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
1) Usaha mikro dan kecil memiliki kriteria :
a) kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b) hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta
rupiah).
2) Usaha menengah memiliki kriteria :
a) kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,- (lima
359
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b) hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
3) Usaha besar memiliki kriteria :
a) kekayaan bersih lebih dari Rp10.000.000.000,-
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b) hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).

l. Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor 4


Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Pada
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Sektor Pariwisata
Disusun sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan Pasal
6 ayat (7) dan Pasal 142 ayat (4) Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko, penetapan Peraturan Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini mengatur ketentuan
mengenai Standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata.
Dalam Peraturan Menteri ini diatur tentang Perizinan
berusaha berbasis risiko sektor pariwisata dilaksanakan
melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
360
Elektronik mulai dilaksanakan sejak proses perizinan
berusaha dilakukan secara keseluruhan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko. Standar kegiatan usaha pada penyelenggaraan
perizinan berusaha berbasis risiko sektor pariwisata
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

m. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Kepala


Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 18 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata
Sertifikasi Usaha Pariwisata adalah proses pemberian
sertifikat kepada Usaha Pariwisata untuk mendukung
peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan
pengelolaan Usaha Pariwisata melalui audit. Dalam Pasal 5
Peraturan Menteri ini dijelaskan mengenai tata cara
sertifikasi usaha pariwisata, yang meliputi:
1. Sertifikasi Usaha Pariwisata dilakukan oleh LSU Bidang
Pariwisata secara transparan, obyektif, kredibel, dan
akuntabel.
2. Pelaku Usaha Pariwisata berisiko menengah rendah
dapat mengajukan permohonan Sertifikasi Usaha
Pariwisata kepada LSU Bidang Pariwisata secara
sukarela melalui daring atau luring dengan mengacu
pada Standar Usaha Pariwisata berisiko menengah
rendah.
3. Pelaku Usaha Pariwisata berisiko menengah tinggi dan
berisiko tinggi mengajukan permohonan Sertifikasi
361
Usaha Pariwisata secara daring atau luring mengacu
pada Standar Usaha Pariwisata berisiko menengah
tinggi dan berisiko tinggi.
4. Sertifikasi Usaha Pariwisata berisiko menengah rendah
secara secara daring atau luring dilakukan berdasarkan
skema Sertifikasi Usaha Pariwisata.
5. Sertifikasi Usaha Pariwisata berisiko menengah tinggi
dan berisiko tinggi dilakukan secara daring atau luring
termasuk audit jarak jauh (remote audit) atas
kesepakatan Pelaku Usaha yang bersangkutan dengan
LSU Bidang Pariwisata, dan berdasarkan analisis risiko
yang dilakukan oleh LSU Bidang Pariwisata termasuk
ketersediaan jaringan telekomunikasi yang memadai.
6. Sertifikasi Usaha Mikro Kecil berisiko menengah tinggi
dan berisiko tinggi dilakukan secara daring termasuk
audit jarak jauh (remote audit) atas permintaan Pelaku
Usaha yang bersangkutan dan berdasarkan analisis
risiko yang dilakukan oleh LSU Bidang Pariwisata
termasuk ketersedian jaringan telekomunikasi yang
memadai.
Atas tata cara Sertifikasi Usaha Pariwisata
sebagaimana disebutkan di atas, dijelaskan dalam Pasal 6
ayat (1) mengenai tahapan pelaksanaannya, meliputi:
1. Pelaku Usaha Pariwisata mengajukan permohonan
Sertifikasi Usaha Pariwisata kepada LSU Bidang
Pariwisata sesuai dengan ruang lingkup usahanya
dengan melampirkan NIB atau izin yang masih berlaku
untuk usaha perseorangan dan non perseorangan;
2. LSU Bidang Pariwisata melaksanakan Evaluasi untuk
362
Usaha Pariwisata yang berisiko menengah tinggi dan
berisiko tinggi berdasarkan Standar Usaha Pariwisata
berisiko menengah tinggi dan berisiko tinggi;
3. LSU Bidang Pariwisata melaksanakan Evaluasi untuk
Usaha Pariwisata yang berisiko menengah rendah
berdasarkan Standar Usaha Pariwisata berisiko
menengah rendah;
4. LSU Bidang Pariwisata menetapkan keputusan
Sertifikasi berdasarkan hasil Evaluasi terhadap
pemenuhan Standar Usaha Pariwisata berbasis risiko;
dan
5. LSU Bidang Pariwisata menerbitkan Sertifikat Usaha
Pariwisata.

n. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun


2017 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi Jawa Timur Tahun 2017-2032
Pasal 5 Peraturan Daerah ini menjelaskan bahwa arah
pembangunan kepariwisataan Provinsi dilaksanakan:
1. dengan mendasarkan pada prinsip pariwisata
berkelanjutan;
2. dengan berorientasi pada upaya-upaya pelestarian
sumber daya kebudayaan dan lingkungan alam,
pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja,
serta pengurangan kemiskinan;
3. dengan mengelola kepariwisataan yang baik;
4. secara terpadu secara lintas sektor, lintas daerah, dan
lintas pemangku kepentingan; dan
5. dengan mendorong kerjasama Pemerintah Provinsi dan
363
swasta.
Dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2017-2032, Telaga Sarangan
termasuk sebagai salah satu Daya Tarik Wisata Provinsi
(DTWP) yang berada pada Kawasan Strategis Pariwisata
Provinsi (KSPP) Sarangan - Lawu dan sekitarnya. Daya
Tarik Wisata Provinsi (DTWP) adalah segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan di Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, Kawasan
Strategis Pariwisata Provinsi (KSPP) adalah kawasan
pariwisata yang memiliki fungsi utama pariwisata atau
memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata Provinsi
Jawa Timur yang mempunyai pengaruh penting dalam satu
atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan
budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung
lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

o. Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 7 Tahun


2013 tentang Kepariwisataan
Pengembangan di bidang pariwisata menjadi salah
satu sasaran pembangunan nyata di Kabupaten Magetan.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 7
Tahun 2013 tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa
kepariwisataan di Kabupaten Magetan harus dikembangkan
potensi dan peranannya untuk mewujudkan pembangunan,
pemberdayaan, dan pengembangan ekonomi dalam rangka
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, kemandirian
364
daerah, pemerataan, keadilan, dan peran serta masyarakat
dengan memperhatikan potensi yang ada.
Ruang lingkup peraturan daerah ini meliputi: a) asas,
fungsi, dan tujuan; b) prinsip penyelenggaraan
kepariwisataan; c) obyek dan daya tarik wisata; d)
pembangunan kepariwisataan; e) usaha pariwisata; f) hak
dan kewajiban; g) larangan; h) badan promosi pariwisata
daerah; i) pendaftaran usaha pariwisata; j) pembinaan,
pengawasan dan penghargaan; k) kerjasama pengelolaan
dan pengembangan pariwisata; dan l) sanksi.
Dalam Peraturan Daerah ini, Telaga Sarangan dan
Telaga Wahyu tergolong ke dalam objek wisata dengan
daya tarik alam. Dimana Pasal 7 ayat (1), daya tarik
wisata dibedakan menjadi 3 (tiga), meliputi:
1. daya tarik wisata alam;
2. daya tarik wisata budaya; dan
3. daya tarik wisata buatan.

p. Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 2 Tahun


2012 tentang Retribusi Jasa Umum sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Magetan Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten
Magetan Nomor 2 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa
Usaha
Dalam rangka untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah diperlukan optimalisasi pengelolaan kekayaan
daerah dan penggalian berbagai potensi obyek retribusi
khususnya retribusi jasa usaha. Dalam ketentuan Pasal 40
365
Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 1 Tahun
2020 menyebutkan bahwa objek retribusi tempat rekreasi
dan olah raga adalah pelayanan tempat rekreasi,
pariwisata dan olah raga yang disediakan, dimiliki dan/atau
dikelola oleh Pemerintah Daerah. Objek tersebut meliputi:
1. Telaga Sarangan;
2. Telaga Wahyu;
3. Usaha jasa wisata;
4. GOR Ki Mageti;
5. Lapangan tenis;
6. Stadion Yosonegoro;
7. Gedung Tripandita;
8. GOR Bulutangkis;
9. Kebun Refugia Plaosan/Magetan;dan
10.Kebun Buah Srogo
Pengecualian objek retribusi adalah pelayanan
tempat rekreasi, pariwisata dan olah raga yang disediakan,
dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

q. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang


Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
Pengelolaan Barang Milik Daerah yang semakin
berkembang dan kompleks perlu dikelola secara optimal.
Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
366
Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Dalam ketentuan Pasal 3, Pengelolaan Barang Milik Daerah
dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian
hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian
nilai. Lingkup pengelolaan Barang Milik Daerah meliputi a)
perencanaan kebutuhan dan penganggaran, b) pengadaan,
c) penggunaan, d) pemanfaatan, e) pengamanan dan
pemeliharaan, f) penilaian, g) pemindahtanganan, h)
pemusnahan, i) penghapusan, j) penatausahaan, dan k)
pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Dalam
peraturan tersebut dijelaskan detail mulai perencanaan
hingga pembinaan, pengawasan dan pengendalian BMD.
Dalam rangka pemanfaatan BMD, bentuk pemanfaatan
BMD berupa sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan,
Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna atau Kerja
Sama Penyediaan Infrastruktur.

r. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016


tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah
Dalam Pasal 1 angka 8 mendefinisikan Pengelola
Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengelola
Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung
jawab melakukan koordinasi pengelolaan barang milik
daerah. Sementara itu, Barang milik daerah adalah semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau
berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Ruang lingkup Peraturan Menteri meliputi: a) pejabat
pengelola barang milik daerah; b) perencanaan kebutuhan
dan penganggaran; c) pengadaan; d) penggunaan; e)
367
pemanfaatan; f) pengamanan dan pemeliharaan; g)
penilaian; h) pemindahtanganan; i) pemusnahan; j)
penghapusan; k) penatausahaan; l) pembinaan,
pengawasan dan pengendalian; m) pengelolaan barang
milik daerah pada SKPD yang menggunakan pola
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah; n)
barang milik daerah berupa rumah negara; dan o) ganti
rugi dan sanksi.
Pasal 3 Peraturan Menteri ini menyebutkan bahwa
yang termasuk sebagai barang milik daerah meliputi:
1. barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas
beban APBD; atau
2. barang milik daerah yang berasal dari perolehan
lainnya yang sah.
Barang milik daerah dilarang digadaikan/dijaminkan
untuk mendapatkan pinjaman atau diserahkan kepada
pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada
pemerintah daerah. Selain itu, barang milik daerah tidak
dapat disita sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

s. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2021


tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi,
dan Pelaporan Barang Milik Daerah
Diterbitkannya permendagri ini ditujukan agar
pengelolaan Barang Milik Daerah dalam tiga aspek utama
yaitu pembukuan, inventarisasi dan pelaporan aset daerah
dapat dilaksanakan dengan baik dan tertib. Permendagri
ini memberikan template dokumen penatausahaan Barang
368
Milik Daerah secara menyeluruh sehingga diharapkan
transaksi atau langkah-langkah penatausahaan aset
daerah menjadi lebih teratur didukung dengan dokumen
persyaratan sesuai peraturan ini.
Pasal 2 dalam permendagri ini menjelaskan mengenai
objek Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan BMD:
(1) Objek Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan BMD
meliputi: a) semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban APBD; dan b)semua barang yang berasal
dari perolehan lainnya yang sah, meliputi: 1) barang
yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang
sejenisnya; 2) barang yang diperoleh sebagai
pelaksanaan perjanjian/kontrak; 3) barang yang
diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; 4) barang yang diperoleh
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap; atau 5) barang
yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas
penyertaan modal Pemerintah Daerah.
(2) Objek Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan BMD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan
menjadi:
a) Aset Lancar berupa persediaan;
b) Aset Tetap, meliputi: 1) tanah; 2) peralatan dan
mesin; 3) gedung dan bangunan; 4) jalan, irigasi,
dan jaringan; 5) Aset Tetap lainnya; dan 6)
konstruksi dalam pengerjaan.
c) Aset Lainnya, meliputi: 1) kemitraan dengan pihak
ketiga; 2) Aset tidak berwujud; dan 3) Aset lain-
369
lain.
Berikutnya dalam Pasal 3 menjelaskan mengenai
pelaksana Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan BMD:
(1) Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan BMD
dilakukan pada: a. Kuasa Pengguna Barang; b.
Pengguna Barang; dan c. Pengelola Barang.
(2) Pelaksana Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan
BMD pada Kuasa Pengguna Barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh
Pengurus Barang Pembantu.
(3) Pelaksana Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan
BMD pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh Pengurus Barang
Pengguna.
(4) Pelaksana Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan
BMD pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dilakukan oleh Pengurus Barang
Pengelola melalui Pejabat Penatausahaan Barang.
(5) Pelaksana Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan
BMD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) dapat dibantu oleh pembantu pengurus
barang.

t. Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 1 Tahun


2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 105 PP Nomor
27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan Pasal 511 ayat (1) Permendagri Nomor
19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik
370
Daerah, mendefinisikan Barang Milik Daerah, yang
selanjutnya disingkat BMD, adalah semua barang yang
dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang
sah. Lingkup pengaturan ini memuat a) pejabat pengelola
BMD, b) perencanaan kebutuhan dan penganggaran, c)
pengadaan, d) penggunaan, e) pemanfaatan, f)
pengamanan dan pemeliharaan, g) penilaina, h)
pemindahtanganan, i) pemusnahan, j) penghapusan, k)
penatausahaan, l) pembinaan, pengawasan dan
pengendalian, m) pengelolaan BMD pada perangkat
Daerah yang menggunakan pola pengelolaan keuangan
Badan Layanan Umum Daerah; dan n) ganti rugi dan
sanksi.
Dalam ketentuan Pasal 3, tujuan pengaturan
pengelolaan BMD adalah untuk menjadi pedoman dalam
pengelolaan BMD yang sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan Daerah, sehingga terwujud pengelolaan BMD
yang efektif dan efisien dalam mendukung
penyelenggaraan urusan pemerintahan di Daerah. Dalam
peraturan tersebut, dalam rangka pemanfaatan BMD
sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Pasal 49 bahwa
bentuk pemanfaatan BMD berupa sewa, pinjam pakai, KSP,
BGS atau BSG atau KSPI.

E. Analisa Ketersediaan Teknologi

1. Ketersediaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Beberapa unit usaha dalam pengelolaan BUMD Pariwisata

371
Kabupaten Magetan dengan bisnis utama sektor pariwisata
adalah divisi yang menjalankan usaha sebagai pengelola dan
pengembang objek wisata seperti Telaga Sarangan, Telaga
Wahyu, Kebun Bunga Refugia, dan Kampung Susu Lawu.
Rencana pengelolaan dan pengembangan usaha ini
menggunakan pola layanan dengan memanfaatkan teknologi
yang lebih modern seperti penjualan e-ticketing. Selain itu,
dalam rangka pengembangan promosi dan pemasaran melalui
system computer online yang terhubung secara elektronik
melalui akun website atau media sosial yang gencar di era 4.0
seperti Tik Tok, Instagram, Facebook, dsb. Pemanfaatan
platform e-commerce untuk penjualan tiket dilakukan secara
non tunai seperti tiket.com, traveloka dan lain-lain serta
pemanfaatan kartu untuk pembelian tiket menggunakan kartu
bekerjasama dengan bank umum. Hal ini dilakukan untuk
menambah daya tarik masyarakat baik lokal maupun
masyarakat luar dengan tetap mempertahankan pola-pola
pelayanan objek-objek wisata yang sudah berjalan selama ini.
Untuk melihat destinasi wisata yang ada di Kabupaten
Magetan dapat pula diakses wisatawan melalui digital
tourism/aplikasi smart city sehingga melalui teknologi
informasi digital saat ini lebih mudah diakses beberapa
destinasi wisata di Kabupaten Magetan.

2. Ketersediaan Teknologi Terkait Operasional Industri

Pada masa operasional perusahaan dengan beberapa unit


usaha yang dikelola oleh BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan
menggunakan beberapa teknologi diantara adalah dalam
melakukan operasional usaha dunia kepariwisataan ini telah
372
digunakan beberapa alat menggunakan teknologi canggih
sebagai sarana dan prasarana yang ditawarkan pada masing-
masing objek wisata. Ketersediaan atraksi atau wahana wisata
seperti speedboat, flying fox, bebek air, kereta gantung, dsb.
Pemanfaatan teknologi seperti itu diharapkan mampu
menambah ketertarikan para wisatawan untuk berkunjung ke
objek wisata di Kabupaten Magetan.

F. Analisa Ketersediaan Sumber Daya Manusia

1. Data Angkatan Kerja (Usia, Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin)


Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah
penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja atau
punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan
pengangguran. Banyaknya angkatan kerja di Kabupaten
Magetan tahun 2022 sebesar 389.348 orang. Jika dilihat
menurut jenis kelaminnya, laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan. Angkatan kerja laki-laki tahun 2022 sebanyak
217.730 orang sedangkan angkatan kerja perempuan tahun
2022 sebanyak 171.618 orang.
Tabel 5.16
Jumlah Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin
di Kabupaten Magetan Tahun 2022

Kegiatan Utama Jenis Kelamin Total

Laki-Laki Perempuan

Angkatan Kerja 217.730 171.618 389.348

1. Bekerja 209.079 163.417 372.496

2. Bekerja 209.079 163.417 372.496

373
3. Pengangguran 8.651 8.201 16.852
Terbuka
Sumber : Kabupaten Magetan Dalam Angka 2023, diolah.

Menurut usia, jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas


menurut kelompok umur di Kabupaten Magetan tahun 2022
dibedakan menjadi bekerja dan pengangguran dijelaskan
detail dalam tabel berikut ini.
Tabel 5.17
Banyaknya Angkatan Kerja Menurut Kelompok Umur
di Kabupaten Magetan Tahun 2022

Kelompok Umur Bekerja Pengangguran

15-19 8.297 2.793

20-24 23.107 2.387

25-29 27.027 1.084

30-34 31.610 641

35-39 31.366 773

40-44 36.835 747

45-49 42.105 796

50-54 45.684 1.287

55-59 39.568 2.195

60+ 86.897 4.149

Total 372.496 16.852

Sementara jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas


menurut pendidikan masih didominasi pekerja berpendidikan
rendah, yaitu tamatan SD ke bawah. Selain itu, pekerja
374
tamatan SMA mendominasi urutan kedua. Sedangkan pekerja
tamatan SMP mendominasi urutan ketiga. Pekerja tamatan PT
paling rendah.

Gambar 5.9
Banyaknya Angkatan Kerja Pekerja dan Pengangguran
Menurut Pendidikan di Kabupaten Magetan Tahun 2022

Penduduk dikatakan penganggur apabila penduduk usia


15 tahun keatas tidak mempunyai pekerjaan dan sedang
mencari pekerjaan, atau mereka tidak punya pekerjaan dan
sedang mempersiapkan usaha, atau mereka yang tidak punya
pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan, atau mereka yang sudah
punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Pada tahun
2022, pengangguran di Kabupaten Magetan sebesar 16.852
orang yang didominasi penduduk tamatan SD kebawah.
Sedangkan penduduk tamatan SMA menduduki urutan kedua,
urutan ketiga adalah SMP dan Perguruan Tinggi dominasi
terkecil pengangguran di Kabupaten Magetan tahun 2022.
375
2. Rencana Pemenuhan SDM (Pengurus dan Karyawan)
a. Struktur Organisasi
Peran penting adanya manajemen adalah kepastian
keberlangsungan usaha sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku serta pencapaian target yang telah
ditetapkan. Manajemen yang baik adalah tersusunnya
struktur organisasi yang baik pula. Berikut ini adalah
struktur organisasi Perusahaan Umum Daerah Pariwisata
Kabupaten Magetan.

Gambar 5.10
Struktur Organisasi BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan

b. Kebutuhan Karyawan
Jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk pendirian
BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan adalah sebanyak 12
(dua belas) orang dengan klasifikasi pendidikan sebagai
376
berikut:
a) Dewan Pengawas;
b) Direksi yang terdiri dari Direktur Utama, Direktur
Umum dan Direktur Bisnis dengan pendidikan minimal
S1, telah bersertifikasi dan berpengalaman di
bidangnya sekurang-kurangnya 3 tahun;
c) Manajer Administrasi dan keuangan dengan pendidikan
S1 atau D3 berpengalaman di bidang administrasi dan
keuangan minimal 2 tahun;
d) Kepala Departemen Umum dan kepegawaian dengan
pendidikan minimal S1 atau D3 dengan syarat
berpengalaman sesuai bidangnya;
e) Kepala Departemen perencanaan dan keuangan dengan
pendidikan minimal S1 atau D3;
f) Manajer Pengembangan usaha dengan pendidikan
minimal S1 atau D3 dengan syarat telah
berpengalaman di bidangnya;
g) Divisi pengembangan usaha dengan pendidikan
minimal S1 atau D3;
h) Manajer Pariwisata dengan pendidikan minimal S1 atau
D3 dengan syarat telah berpengalaman di bidangnya;
i) Divisi Pengembangan fasilitas daya tarik wisata dengan
pendidikan minimal S1 atau D3; dan
j) Divisi pemasaran wisata dengan pendidikan minimal S1
atau D3.

c. Rencana Gaji Karyawan

Rencana gaji karyawan BUMD Pariwisata Kabupaten


Magetan pada tahun pertama diasumsikan sebagai berikut:
377
a) Dewan Pengawas 12.500.000/bulan
b) Direktur Utama 10.000.000/bulan
c) Direktur Umum 4.500.000/bulan
d) Direktur Bisnis 4.500.000/bulan
e) Manajer Adm & Keu 2.500.000/bulan
f) Manajer Pengembangan Usaha 2.500.000/bulan
g) Manajer Pariwisata 2.500.000/bulan
h) Divisi Umum dan Kepegawaian 2.000.000/bulan
i) Divisi Perencanaan dan Keuangan 2.000.000/bulan
j) Divisi Pengembangan Usaha 2.000.000/bulan
k) Divisi Pengembangan Daya Tarik 2.000.000/bulan
Wisata
l) Divisi Pemasaran Wisata 2.000.000/bulan

d. Deskripsi Pekerjaan

1) Dewan Pengawas

Fungsi Jabatan:
Melaksanakan fungsi pengawasan yang dilakukan
dalam bentuk kegiatan pengawasan, meliputi:
pemantauan, evaluasi, reviu dan audit.

Tugas Pokok:
a) Melakukan pengawasan terhadap BUMD Pariwisata
Kabupaten Magetan; dan
b) Mengawasi dan memberikan nasihat kepada Direksi
dalam menjalankan pengurusan BUMD.

2) Direktur Utama:

Fungsi Jabatan:
378
Memimpin kegiatan usaha perusahaan dalam melayani
masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat
terkait bidang usaha BUMD yang telah ditetapkan
dengan mendayagunakan seluruh potensi yang ada di
internal dan eksternal perusahaan.

Tugas Pokok:
a) Memimpin seluruh kegiatan Perusahaan;
b) Menandatangani anggaran perusahaan, perubahan-
perubahan anggaran dan program pelaksanaan
untuk diajukan kepada Bupati dan Walikota melalui
Dewan Pengawas 3 (tiga) bulan sebelum tahun
buku mulai berlaku.

3) Direktur Umum:

Fungsi Jabatan:
Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan-
kegiatan di Bagian Sumber Daya Manusia & Umum,
Keuangan dan Pelayanan Masyarakat untuk mencapai
tujuan perusahaan.

Tugas Pokok:
a) Memimpin kegiatan perencanaan dan operasional
Sumber Daya Manusia dan Umum, Keuangan, dan
Pelayanan Masyarakat sehingga berjalan dengan
lancar.
b) Mengadakan kerja sama yang erat dengan Direktur
Bisnis dalam menyusun perencanaan, menetapkan
serta mengawasi pelaksanaan rencana strategis
untuk pengembangan bisnis yang dikelola BUMD.

379
4) Direktur Bisnis:

Fungsi Jabatan:
Mengkoordinasikan dan memimpin penyusunan
perencanaan atau strategis bisnis untuk mengarahkan
bisnis BUMD lebih maju dan berkembang.

Tugas Pokok:
a) Memimpin kegiatan perencanaan serta
melaksanakan pengawasan dalam pelaksanaan
rencana bisnis agar berjalan dengan lancar.
b) Mengadakan kerja sama yang erat dengan Direktur
Umum dalam menyusun perencanaan, menetapkan
serta mengawasi pelaksanaan rencana strategis
untuk pengembangan bisnis yang dikelola BUMD.

5) Manajer Administrasi dan Keuangan:

Fungsi Jabatan:
a) Penyiapan bahan penyusunan rencana, program,
kegiatan dan anggaran, evaluasi, dan pelaporan.
b) Pengelolaan keuangan dan perbendaharaan.
c) Pelaksanaan verifikasi, akuntansi, dan pelaporan
keuangan serta aset perusahaan.
d) Mendistribusikan dan memberi petunjuk
pelaksanaan tugas kepada bawahan (staff) untuk
memastikan pelaksanaan tugas dapat berjalan
lancar.
e) Memantau, mengawasi serta mengevaluasi
pelaksanaan tugas dan kegiatan bawahan (staff).

380
Tugas Pokok:
Melaksanakan penyiapan koordinasi dan penyusunan
rencana, program, kegiatan dan anggaran, keuangan,
perbendaharaan, verifikasi, akuntansi, evaluasi serta
pelaporan.

6) Manajer Pengembangan Usaha:

Fungsi Jabatan:
a) Menyusun rencana pengembangan usaha di bidang-
bidang usaha sesuai unit usaha yang dikelola
BUMD.
b) Menyusun konsep pengembangan usaha termasuk
analisis keberhasilan atau potensi pengembangan
usaha tersebut.
c) Mendistribusikan dan memberi petunjuk
pelaksanaan tugas kepada bawahan (staff) untuk
memastikan pelaksanaan tugas dapat berjalan
lancar.
d) Memantau, mengawasi serta mengevaluasi
pelaksanaan tugas dan kegiatan bawahan (staf).

Tugas Pokok:
Melaksanakan penyiapan koordinasi dan penyusunan
rencana, program, kegiatan dan anggaran, keuangan,
perbendaharaan, verifikasi, akuntansi, evaluasi serta
pelaporan.

7) Manajer Pariwisata:

Fungsi Jabatan:

381
a) Memimpin dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan
bidang pariwisata yang menjadi ranah BUMD.
b) Merancang dan merencanakan pengembangan
potensi pariwisata yang masih bisa dikembangkan.
c) Mendistribusikan dan memberi petunjuk
pelaksanaan tugas kepada bawahan (staff) untuk
memastikan pelaksanaan tugas dapat berjalan
lancar.
d) Memantau, mengawasi serta mengevaluasi
pelaksanaan tugas dan kegiatan bawahan (staff).

Tugas Pokok:
Melaksanakan penyiapan koordinasi dan penyusunan
rencana, program, kegiatan dan anggaran, .berkaitan
dengan pengelolaan pariwisata dan penggalian potensi
wisata baru.

8) Divisi Umum dan Kepegawaian

Fungsi Jabatan:
a) Menyusun rencana kegiatan dan anggaran Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian.
b) Melaksanakan urusan tata usaha dan kearsipan.
c) Menyiapkan bahan dan melaksanakan pengadaan,
penyaluran, penghapusan dan pemindahtanganan
barang.
d) Melakukan penyiapan bahan penatausahaan dan
inventarisasi barang.
e) Menyiapkan bahan dan menyusun rencana
kebutuhan dan pengembangan pegawai

382
Tugas Pokok:
Menyelenggarakan urusan surat menyurat, kearsipan,
inventarisasi barang, rumah tangga, perlengkapan,
perjalanan dinas kerjasama, hukum, hubungan
masyarakat, keprotokolan, arsip, dan dokumentasi
serta pengelolaan administrasi kepegawaian dan
ketatalaksanaan.

9) Divisi Perencanaan dan keuangan

Fungsi Jabatan:
a) Menyusun rencana kegiatan dan anggaran Sub
Bagian perencanaan dan keuangan.
b) Melaksanakan urusan Sub Bagian perencanaan dan
keuangan.
c) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala
Divisi Administrasi dan Perencanaan.

Tugas Pokok:
Menyelenggarakan urusan perencanaan, pembukuan
dan keuangan terkait pelaksanaan tugas bidang
administrasi dan perencanaan.

10) Divisi Pengembangan Usaha

Fungsi Jabatan:
a) Memonitor perkembangan bisnis serta kompetisi
bisnis yang diminati pasar saat ini.

383
b) Menganalisis prospek untuk membuat merancang
strategi pengembangan usaha.
c) Menentukan target bisnis baru secara jelas sebelum
menyesuaikannya dengan usaha yang akan
dikembangkan.
d) Melaksanakan pengembangan usaha melalui
kerjasama atau kemitraan dengan pihak lain.
e) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala
Divisi Pengembangan Usaha.

Tugas Pokok:
Menyelenggarakan urusan pengembangan usaha
meliputi monitoring perkembangan bisnis yang diminati
pasar, melihat prospek pengembangan usaha,
menyusun strategi hingga penentuan target bisnis atas
usaha baru yang akan dikembangkan.

11) Divisi Pengembangan daya tarik wisata

Fungsi Jabatan:
a) Penyiapan bahan perumusan dan penyusunan
kebijakan di bidang pengembangan objek dan daya
tarik wisata’
b) Penyelenggaraan pembinaan, bimbingan teknis di
bidang pengembangan daya tarik wisata dengan
memberdayakan masyarakat di sekitar objek wisata
agar mendapatkan manfaat ekonomi.
c) Perumusan kebijakan teknis pengembangan daya

384
tarik wisata.
d) Melakukan riset dan pengamatan mengenai
atraksi/wahana wisata yang diminati pasar.
e) Melaksanakan kerjasama pengembangan pariwisata
dengan stakeholder.

Tugas Pokok:
Menyelenggarakan urusan pengembangan daya tarik
wisata meliputi rencana, strategi, dan kebijakan teknis
serta menilai prospeknya di masa depan.

12) Divisi Pemasaran Wisata

Fungsi Jabatan:
a) Melaksanakan kebijakan teknis, program dan
kegiatan bidang pemasaran wisata.
b) Pelaksanaan promosi potensi wisata.
c) Perumusan segmen pasar dan strategi pemasaran
wisata.
d) Menyusun strategi, komunikasi dan pengembangan
pemasaran pariwisata.
e) Menghimpun, menganalisis profil dan target pasar
pariwisata.
f) Melaksanakan kerjasama pemasaran wisata dengan
stakeholder terkait, baik itu media online,
elektronik, cetak maupun media ruang.

Tugas Pokok:
a) Menghimpun, mengkoordinasikan dan merumuskan
kebijakan teknis serta melaksanakan kegiatan

385
pemasaran wisata.
b) Mempersiapkan perumusan kebijakan teknis,
fasilitas, koordinasi, pemantauan dan evaluasi
pengembangan strategi pemasaran pariwisata,
komunikasi pemasaran pariwisata dan pasar
pariwisata.

3. Pola Recruitment

Sistem rekrutmen pegawai dan anggota direksi BUMD


Kabupaten Magetan dengan cara menggunakan pola
rekrutmen yang lebih terbuka dan lebih akuntabel guna
mencari bibit unggul yang berkualitas. Dalam rangka
rekrutmen Direktur BUMD Perumda Pariwisata dilakukan
dengan mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2018
tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan
Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi Badan
Usaha Milik Daerah. Sebagaimana dijelaskan dalam BAB IV
Direksi Pasal 32 bahwasannya Direksi pada Perumda diangkat
oleh KPM dan Direksi pada Perseroda diangkat oleh RUPS.
Proses pemilihan anggota Direksi dilakukan melalui seleksi
melalui beberapa tahapan yakni seleksi administrasi, UKK, dan
wawancara akhir. UKK calon anggota Direksi paling sedikit
melalui tahapan psikotest, ujian tertulis keahlian, penulisan
makalah dan rencana bisnis, presentasi makalah dan rencana
bisnis dan wawancara. Untuk dapat diangkat sebagai anggota
Direksi, yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai
berikut:

386
1. sehat jasmani dan rohani;
2. memiliki keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman,
jujur, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi untuk
memajukan dan mengembangan perusahaan;
3. memahami penyelenggaraan pemerintahan Daerah;
4. memahami manajemen perusahaan;
5. memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha
perusahaan;
6. berijazah paling rendah S-1 (strata satu);
7. pengalaman kerja minimal 5 (lima) tahun di bidang
manajerial perusahaan berbadan hukum dan pernah
memimpin tim;
8. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun dan
paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun pada saat
mendaftar pertama kali;
9. tidak pernah menjadi anggota Direksi, anggota Dewan
Pengawas, atau anggota Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan badan usaha yang dipimpin
dinyatakan pailit;
10. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
yang merugikan keuangan negara atau keuangan daerah;
11. tidak sedang menjalani sanksi pidana; dan
12. tidak sedang menjadi pengurus partai politik, calon Kepala
Daerah atau calon wakil Kepala Daerah, dan/atau calon
anggota legislatif.
Adapun rekrutmen pegawai BUMD selain direktur juga
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017
tentang Badan Usaha Milik Daerah, termaktub dalam Pasal 74
bahwa pegawai BUMD merupakan pekerja BUMD yang
387
pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak, dan
kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai ketenagakerjaan. Rekrutmen dilakukan
secara terbuka sesuai kebutuhan pegawai dan deskripsi
pekerjaan serta kualifikasi melalui beberapa prosedur/tahapan
seperti tahap registrasi online dan seleksi administrasi, tes
kemampuan dasar, tes kemampuan bidang, dan wawancara.

4. Diklat Teknis Terkait Industri


Dalam rangka meningkatkan kualitas, kompetensi dan
kemampuan kerja yang dimiliki pegawai Badan Usaha Milik
Daerah maka BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan perlu
melakukan cara untuk menambah pengetahuan dan
keterampilan melalui bimbingan teknis, pendidikan serta
pelatihan (diklat) atau seminar yang berhubungan dengan
BUMD Pariwisata. Sesuai dengan Pasal 77 PP Nomor 54 Tahun
2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah bahwa dalam rangka
peningkatan kompetensi pegawai, BUMD melaksanakan
program peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Hal ini
dilakukan sebab pentingnya peningkatan mutu tenaga kerja
pegawai untuk membantu mengembangkan BUMD. Menurut
Sedarmayanti (2014), tujuan pendidikan dan pelatihan yaitu:
a. mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan secara rasional;
b. mengembangkan keterampilan/keahlian, sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dan efektif;
c. mengembangkan/merubah sikap, sehingga menimbulkan
kemauan kerjasama dengan sesama karyawan dan
388
manajemen (pimpinan).
Sebagaimana dalam Pasal 9 UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dimana UU Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dicabut dengan
Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang
ditetapkan dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, bahwa pelatihan
kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,
meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna
meningkatkan kemampuan produktivitas, dan kesejahteraan.
Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan
kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja.

G. Analisa Lainnya
1. SK Tim
2. Kondisi BUMD yang ada (Laporan Keuangan, Kinerja BUMD,
penyertaan modal)
3. Mitigasi risiko
Sebagaimana halnya industri yang bergerak di bidang
jasa, industri pariwisata juga memiliki kerentanan yang tinggi
terhadap risiko. Dalam industri pariwisata, risiko
diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu risiko, krisis dan
bencana. Perbedaan terletak pada tingkat keparahan
dampaknya dan proses terjadinya peristiwa. Apabila
pengelolaan risiko tidak dapat dituntaskan maka risiko akan
bertransformasi menjadi krisis dan seterusnya akan berubah
389
menjadi bencana. Pada gilirannya, bencana akan
mengakibatkan kerugian bisnis dan penurunan reputasi
destinasi wisata, bahkan reputasi industri sebuah daerah
maupun negara secara keseluruhan. Karena itu, manajemen
risiko untuk pariwisata berperan penting dalam mencegah
bencana dan mengurangi dampak berbagai risiko yang
mungkin muncul.
Industri pariwisata adalah industri yang bersifat pada
karya yang sangat menekankan kualitas pelayanan, Dengan
demikian risiko bisa terjadi pada setiap tahapan pelayanan,
dapat menimpa siapa saja, dihadapi oleh semua jenis aset
baik aset berwujud (tangible assets) maupun aset tidak
berwujud (intangible assets). Pengembangan dan
implementasi strategi manajemen risiko pariwisata agar
menjawab secara komprehensif resiko potensial telah menjadi
bagian tak terpisahkan didalam pengelolaan pariwisata di
destinasi. Strategi ini sebaiknya dikaitkan dengan rencana
manajemen penanganan bencana di komunitas dan termasuk
rencana aksi dimana operator wisata dan organisasi saling
bersinergi dengan tugas-tugas yang dikerjakan oleh badan
manajemen penanggulangan bencana. Manajemen risiko
adalah proses dan struktur yang diarahkan untuk memberikan
keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan.
Manajemen risiko bagi perusahaan menyediakan sesuai dan
minimal untuk:
a. keamanan tamu dan karyawan;
b. sistem keamanan untuk berkomunikasi dengan semua
orang yang berada di dalam area dan destinasi;
c. keamanan gedung, fasilitas dan peralatan dari akibat
390
bencana;
d. menyiapkan personil terlatih kepada badan manajemen
penanggulangan bencana selama kejadian dan langkah
pemulihan yang diperlukan;
e. menyediakan sumber daya untuk mendukung keperluan
selama kejadian dan langkah pemulihan; dan
f. prosedur untuk menormalkan keadaan dan menjalankan
kegiatan sehari-hari setelah operasi penanganan bencana
selesai.

Proses manajemen risiko berdasarkan dua macam


kegiatan yakni komunikasi dan konsultasi serta monitor dan
kaji ulang, dan lima kegiatan utama dengan menetapkan
konteks, identifikasi risiko, analisa risiko, evaluasi risiko dan
penanganan risiko. Proses manajemen risiko ini mengadopsi
Standar Nasional Indonesia (SNA) yakni SNA ISO 31000:2011.

391
Gambar 5.11
Proses Manajemen Risiko

a. Penentuan Konteks Risiko


Rangkaian aktivitas dalam tahap penentuan konteks risiko:
1) menentukan lingkup dan periode proses manajemen
risiko. Lingkup proses manajemen risiko mencakup
pemilik risiko, pengelola risiko, dan proses bisnis.
Sedangkan periode proses manajemen risiko mencakup
tahun penerapan manajemen risiko.
2) mengidentifikasi tujuan, keluaran/output, dan
hasil/outcome proses bisnis berdasarkan rencana
strategis, rencana kerja, atau dokumen perencanaan
lainnya menurut SAKIP.
3) merumuskan kriteria risiko, yang terdiri atas kriteria
kemungkinan risiko dan kriteria dampak risiko. Kriteria
kemungkinan risiko menggunakan ukuran statistik
yakni persentase kemungkinan kejadian per satuan
waktu (hari/minggu/bulan/tahun) atau frekuensi
kemungkinan kejadian per satuan waktu
(hari/minggu/bulan/tahun). Kemungkinan risiko terdiri
atas 5 (lima) tingkat yakni Sangat Jarang (1), Jarang
(2), Kadang (3), Sering (4), dan Sangat Sering (5).
Adapun kriteria dampak risiko menggunakan ukuran
(1) potensi kerugian daerah, yakni persentase tertentu
terhadap nilai anggaran/nilai Barang Milik Daerah atau
(2) potensi sanksi yakni sanksi yang mungkin menimpa
satuan kerja/unit kerja (administratif, perdata atau
pidana) atau (3) potensi penurunan kinerja yakni gap
392
terhadap target kinerja.
4) merumuskan tabel analisis risiko dan tingkat risiko.
Tingkat risiko merupakan kombinasi antara tingkat
kemungkinan risiko dan tingkat dampak risiko. Tingkat
risiko terdiri atas 5 (lima) level yakni Sangat Rendah
(1), Rendah (2), Sedang (3), Tinggi (4), dan Sangat
Tinggi (5).

b. Penilaian Risiko
Rangkaian aktivitas dalam tahap penilaian risiko meliputi:
1) Identifikasi Risiko
2) memahami tujuan, keluaran/output dan hasil/outcome
proses bisnis berdasarkan rencana strategis, rencana
kerja, atau dokumen perencanaan lainnya menurut
SAKIP.
3) memahami proses bisnis beserta rangkaian aktivitas
terkait dalam rangka menghasilkan keluaran/output.
Pemahaman terhadap proses bisnis dapat bersumber
dari pedoman, petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis
dan Standar Operasional Prosedur (SOP).
4) mengidentifikasi pernyataan risiko, yakni potensi
kelemahan, penyimpangan atau kegagalan dalam
proses bisnis yang dapat berdampak negatif terhadap
pencapaian tujuan.
5) mengidentifikasi penyebab, yakni akar masalah (root
cause) dari potensi kelemahan, penyimpangan atau
kegagalan dalam proses bisnis. Penyebab risiko dapat
bersumber dari 5M yakni Man, Money, Machine,
Methode dan Material.
393
6) mengidentifikasi sumber risiko, yakni asal dari potensi
kelemahan, penyimpangan atau kegagalan dalam
proses bisnis. Sumber risiko dapat berasal dari internal
atau eksternal.
7) mengidentifikasi dampak, yakni akibat langsung dari
terjadinya risiko. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu)
akibat langsung, dipilih yang dampaknya paling besar
terhadap pencapaian tujuan. Dalam melakukan
identifikasi risiko ini dapat menggunakan tahapan (a)
menggunakan berbagai metode, misal tukar pendapat
(brainstorming), diskusi yang difasilitasi, analisis akar
masalah dengan menggunakan diagram tulang ikan,
(b) memanfaatkan hasil pengawasan internal dan/atau
eksternal untuk mengenali risiko-risiko terkait proses
bisnis pada satua unit kerja.

c. Analisis Risiko
1) mengidentifikasi kegiatan pengendalian yang telah ada
pada unit kerja, baik yang sifatnya kemungkinan risiko
maupun dampak risiko.
2) membuat perkiraan kemungkinan risiko, yakni dengan
mengukur potensi terjadinya risiko setelah
mempertimbangkan efektivitas kegiatan pengendalian
yang telah ada.
3) membuat perkiraan dampak risiko, yakni dengan
mengukur potensi dampak yang relevan setelah
mempertimbangkan efektivitas kegiatan pengendalian
394
yang telah ada.
4) menentukan nilai besaran risiko dan tingkat risiko
dengan mengkombinasikan kemungkinan terjadinya
risiko dan dampak risiko.
5) membuat peta risiko yang menggambarkan peristiwa
risiko beserta besaran dan tingkatannya.

d. Evaluasi Risiko
1) menyusun prioritas risiko berdasarkan nilai besaran
risikonya, dimana besaran yang tertinggi mendapat
prioritas utama. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu)
risiko yang memiliki besaran yang sama, prioritas risiko
ditentukan berdasarkan urutan dampak yang tertinggi
sampai dengan yang terendah.
2) menentukan risiko-risiko utama/kunci, yakni risiko
yang berada di luar area penerimaan risiko (risiko
sedang, tinggi atau sangat tinggi) sehingga
memerlukan upaya penanganan lebih lanjut.
e. Penanganan Risiko
Dalam tahap penanganan risiko meliputi beberapa aktivitas
yamni:
1) Memilih opsi penanganan risiko yang tepat diantara
pilihan-pilihan seperti menerima risiko, mengurangi
tingkat kemungkinan, mengurangi tingkat dampak,
mengalihkan risiko dan menghilangkan risiko.
2) Merumuskan kegiatan pengendalian tambahan, yakni
rencana aksi dalam rangka meningkatkan efektivitas
kegiatan pengendalian selaras dengan risiko yang
dihadapi. Kegiatan pengendalian tambahan dengan
395
mempertimbangakn aspek biaya dan manfaat bagi unit
kerja.
3) Menetapkan nilai besaran risiko harapan, yakni target
nilai besaran risiko jika seluruh kegiatan pengendalian
yang telah ada tetap berjalan dengan efektif dan
seluruh kegiatan pengendalian tambahan telah
dilaksanakan sesuai target.
4) Melaksanakan kegiatan pengendalian tambahan sesuai
jadwal dan target yang telah ditetapkan.

f. Komunikasi dan Konsultasi


Komunikasi dan konsultasi dalam proses manajemen risiko
berlangsung seiring/paralel dengan tahap penetapan
konteks risiko, penilaian risiko, dan penanganan risiko.
Komunikasi dan konsultasi dilaksanakan melalui rapat rutin
atau non rutin di antara para pihak terkait dalam proses
manajemen risiko, diskusi kelompok terarah (FGD)
dan/atau aktivitas konsultatif.
g. Pemantauan dan Evaluasi
Dalam proses manajemen risiko pemantauan dan evaluasi
terdiri atas:
1) pemantauan berkesinambungan
2) pemantauan berkala
3) evaluasi

Dalam konteks destinasi wisata yang akan dikelola oleh


BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan, dalam keadaan
memaksa atau force majure perlu adanya mitigasi risiko
bencana destinasi pariwisata mengingat pariwisata merupakan
396
industri yang rentan terhadap bencana dengan melibatkan
berbagai pemangku kepentingan. Adanya manajemen risiko
bencana yang melibatkan berbagai pihak seperti pengelola
destinasi pariwisata, pemerintah, pelaku industri, akademisi,
asosiasi pariwisata dan masyarakat setempat yang terintegrasi
antara satu sama lainnya. Dalam memitigasi risiko bencana
pada destinasi wisata yang dikelola oleh BUMD, dilakukan
kerjasama dengan BPBD untuk upaya mitigasi bencana bagi
kepariwisataan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko
yang ditimbulkan oleh bencana (jika terjadi bencana). Mitigasi
juga dilakukan untuk kesiapan destinasi wisata baik dilihat
dari fasilitas maupun infrastruktur pada objek wisata guna
keselamatan dan keamanan wisatawan. Selain itu,
mempersiapkan sumber daya manusia yang terlatih jika
bencana terjadi. Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan,
keselamatan serta tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten
Magetan.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasar analisis data dan informasi terkait dengan rencana


pendirian Badan Usaha Milik Daerah Pariwisata Kabupaten
magetan yang disajikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan analisis kebutuhan daerah, pendirian BUMD
berupa Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
397
Magetan didasarkan berbagai alasan yang cukup kuat oleh
Pemerintah Kabupaten Magetan antara lain:
a. Komitmen kuat Pemerintah Kabupaten Magetan dalam
upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui
pengelolaan Pariwisata Daerah dengan modal BUMD;
b. Keyakinan kuat Pemerintah Kabupaten Magetan yang
diperoleh pengalaman di daerah lain terkait pengelolaan
Pariwisata Daerah akan memberikan pendapatan yang
berlipat ganda bila dikelola dengan model Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) yakni berupa Perusahaan Umum
Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan;
c. Pemerintah Kabupaten Magetan berkeyakinan dapat
membentuk BUMD berupa Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan, selain komitmen dan
political will juga didasarkan pada amanat ketentuan
peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
berikut perubahan-perubahannya dan Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha
Milik Daerah.
2. Pengelolaan Pariwisata Daerah di Kabupaten Magetan saat ini
dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagai
pengelola Telaga Sarangan dan Telaga Wahyu, Dinas
Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Ketahanan
Pangan (TPHPKP) sebagai pengelola Kebun Refugia Magetan
(RGM) serta Dinas Peternakan dan Perikanan sebagai
pengelola Kampung Susu Lawu yang dinilai kurang optimal
dalam pemberian pelayanan pada masyarakat dan kontribusi
Pendapatan Asli Daerah kurang optimal. Maka perlu adanya
398
alternatif lain dalam mengelola pariwisata dengan modal
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
3. Pengelolaan dengan model OPD memiliki kelemahan salah
satunya adalah Perangkat Daerah memiliki tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang dijabarkan dalam program dan kegiatan
yang cukup komplek, sehingga untuk mengurus terfokus
pada objek Pariwisata Daerah saja tentu menjadi kurang.
4. Pengelolaan pariwisata dengan pola pengelolaan BUMD yang
dipandang lebih leluasa untuk berkembang secara
profesional, maju dengan menerapkan tata pengelolaan
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
5. Rencana pola pengelolaan BUMD akan dilakukan kerjasama
dalam pendayagunaan aset maupun ekuitas/modal. Dalam
konteks pendirian ini, keberadaan BUMD Pariwisata bekerja
sama dengan beberapa pihak yang berkaitan dengan
pemberdayaan tempat wisata dan usaha lainnya, diantaranya
adalah kerja sama dengan Perhutani maupun pihak
swasta/investor.
6. Nilai tambah pendirian BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan
diharapkan dapat memberikan pengaruh (multiplier effect)
yang besar bagi perekonomian masyarakat. Model usaha
yang akan dijalankan BUMD Pariwisata Kabupaten Magetan
adalah usaha pariwisata. Sesuai kondisi topografi Kabupaten
Magetan yang cukup menarik diharapkan mampu menarik
investor nantinya. Hal ini akan berpengaruh pada pendapatan
dan laba yang diterima pada masing-masing destinasi wisata.
Pariwisata dikelola oleh BUMD akan memberikan kualitas dan
fasilitas yang lebih memadai dengan tetap memperhatikan
399
kepuasan wisatawan dengan memperbaiki dan memelihara
akses transportasi menuju lokasi wisata. BUMD tidak
memonopoli pasar melainkan penyeimbang dan peningkatan
ekonomi daerah agar ekonomi daerah mengalami
pertumbuhan. BUMD akan bersinergi usaha sejenis yang ada
di wilayah setempat.
7. Berdasar hasil survei kebutuhan masyarakat, untuk
memastikan kebutuhan masyarakat terhadap bidang usaha
yang akan dikelola BUMD bahwa penilaian masyarakat
terhadap pengelolaan objek wisata yang ada di Kabupaten
Magetan belum optimal dan masih banyak masalah, apa yang
menjadi kebutuhan daerah Kabupaten Magetan sehingga
Pemerintah Kabupaten Magetan dipandang perlu mendirikan
BUMD baru sebab perlunya optimalisasi sektor-sektor
unggulan atau potensial di daerah. Selain itu, perlunya
peningkatan PAD sehingga pendirian BUMD baru ini
diharapkan mampu meningkatkan akselerasi di sektor
pariwisata, responden menyetujui pendirian BUMD Pariwisata.
Adapun jenis usaha yang perlu dijalankan nantinya,
responden memberikan saran terkait bidang usaha pariwisata
serta Masyarakat berpartisipasi dalam pengembangan usaha
dengan mempromosikan usaha kepada masyarakat sekitar.
8. Aspek pasar, berdasar analisis kelayakan bidang usaha aspek
pasar dan pemasaran terjadi peningkatan jumlah wisatawan
di wilayah Kabupaten Magetan seiring meningkatnya jumlah
penduduk. Upaya memasarkan usaha dilakukan melalui
website maupun media social guna meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan.
9. Berdasarkan hasil simulasi faktor-faktor internal (kekuatan
400
dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman)
menggunakan analisis SWOT, dapat disimpulkan bahwa
dalam rangka optimalisasi hasil pengelolaan Pariwisata
Daerah di Kabupaten Magetan sangat memungkinkan dan
layak untuk membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
berupa Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan.
10. Dari analisa ekonomi kegiatan pendirian Perusahaan Umum
Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan ini layak untuk
dilakukan karena sangat dibutuhkan Pemerintah Kabupaten
Magetan untuk melaksanakan pelayanan bidang pariwisata
khususnya dan dibutuhkan pula bagi masyarakat, baik
manfaat yang dapat terukur maupun manfaat yang hanya
dapat dirasakan.
11. Berdasar analisa keuangan, semua kriteria investasi
menunjukkan bahwa pendirian BUMD berupa Perusahaan
Umum Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan layak untuk
dilaksanakan, karena NPV > 0, IRR > Discount Rate, PI > 0,
B/C Ratio >1 Dan dengan analisis sensitivitas, semua
skenario yang diajukan menghasilkan NPV > 0 dan IRR >
Discount Rate, yang berarti Pendirian Perusahaan Umum
Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan layak untuk
dilaksanakan. Berdasar proyeksi laporan keuangan baik
neraca, laba rugi dan arus kas secara bulanan dan/atau
tahunan menunjukkan hasil yang meningkat tiap tahun.
12. Aspek yuridis, berdasar analisa peraturan perundang-
undangan, berdasarkan analisis terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah Kabupaten
Magetan dapat membentuk BUMD berupa Perusahaan Umum
401
Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan dengan mekanisme
yang mengacu pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor
54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.
13. Analisa ketersediaan teknologi atas pendirian BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan dengan bidang usaha sektor
pariwisata meliputi ketersediaan teknologi informasi dan
komunikasi berupa pemanfaatan media sosial, e-ticketing dan
kartu. Sedangkan ketersediaan teknologi terkait operasional
industri berupa pemanfaatan alat menggunakan teknologi
canggih sebagai sarana dan prasarana yang ditawarkan pada
masing-masing objek wisata. Ketersediaan atraksi atau
wahana wisata.
14. Analisis ketersediaan Sumber Daya Manusia, banyaknya
angkatan kerja di Kabupaten Magetan tahun 2022 sebesar
389.348 orang dimana 372.496 orang bekerja dan 16.852
pengangguran terbuka. Dalam rangka pendirian BUMD
Pariwisata Kabupaten Magetan membutuhkan 12 karyawan.
Perekrutan karyawan ini dilakukan secara terbuka dan lebih
akuntabel guna mencari bibit unggul yang berkualitas. Dalam
rangka rekrutmen Direktur BUMD Perumda Pariwisata
dilakukan dengan mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian
Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan
Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah.

B. Saran-Saran

Berdasarkan beberapa kesimpulan yang telah dirumuskan


diatas, maka dalam rangka pendirian Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan disarankan agar
402
1. Pemerintah Kabupaten Magetan mengajukan usulan
pendirian Perusahaan Umum Daerah Pariwisata Kabupaten
Magetan yang dilampiri dengan:
a. Kebutuhan Daerah;
b. Analisa kelayakan usaha;
c. Ringkasan laporan keuangan Pemerintah Daerah 3 (tiga)
tahun terakhir;
d. Dokumen Perda tentang APBD 3 (tiga) tahun terakhir,
dan
e. Dokumen RPJMD.
2. Pemerintah Kabupaten Magetan secara beriringan
menyiapkan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Magetan tentang Pendirian Perusahaan Umum
Daerah Pariwisata Kabupaten Magetan.
3. Pemerintah Kabupaten Magetan menyiapkan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Magetan
tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Magetan
kepada pada Perusahaan Umum Daerah Pariwisata
Kabupaten Magetan.
4. Pemerintah Kabupaten Magetan menyiapkan Analisis
Investasi atas Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten
Magetan kepada Perusahaan Umum Daerah Pariwisata
Kabupaten Magetan.
5. Pemerintah Kabupaten Magetan menyiapkan dokumen
appraisal atas Aset Pemerintah Daerah yang akan
disertakan sebagai modal bagi Perusahaan Umum Daerah
Pariwisata Kabupaten Magetan.

403

Anda mungkin juga menyukai