Anda di halaman 1dari 8

‫ِإّن اْلَحْم َد ِ ِهلل َنْح َم ُد ُه َو َنْسَتِع ْيُنُه َو َنْسَتْغ ِفُر ُه َو َنُعْو ُذ ِباِهلل ِم ْن ُش ُرْو ِر َأْنُفِس َنا َو َس ّيَئاِت َأْع

َم اِلَنا‬
‫َم ْن َيْهِدِه ُهللا َفَال ُمِض ّل َلُه َو َم ْن ُيْض ِلْل َفَال َهاِدَي َلُه َأْش َهُد َأْن َال ِإلَه ِإّال ُهللا َو َأْش َهُد َأّن‬
‫ُمَحّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه‬
‫َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َع َلى آِلِه َو َأْص َح اِبِه َو َم ْن َس اَر َع َلى َنْهِج ِه الَقِوْيِم َو َدَع ا ِإَلى الِّص َر اِط‬
‫الُم ْسَتِقْيِم ِإَلى َيْو ِم الِّدْيِن َو َس َّلَم َتْس ِلْيًم ا َك ِثْيًرا‬
،‫ َو َأَر َنا الَح َّق َح ّقًا َو اْر ُز ْقَنا اِّتَباَع ُه‬،‫ َو ِزْدَنا ِع ْلمًا‬،‫ َو اْنَفَع َنا ِبَم ا َع َّلْم َتَنا‬،‫الّلُهَّم َع ِّلْم َنا َم ا َيْنَفُع َنا‬
‫َو َأَر َنا الَباِط َل َباِط ًال َو اْر ُز ْقَنا اْج ِتَناَبُه‬
Amma ba’du …
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kita kepada takwa. Siapa yang bertakwa maka Allah
akan memberikan jalan keluar pada masalah hidupnya. Siapa yang bertakwa, maka urusannya akan
selalu dimudahkan. Tinggal kita mau wujudkan rasa syukur kepada Allah dengan takwa ataukah tidak.
Kalau kita rajin bersyukur, Allah akan tambahkan nikmat lainnya kepada kita.
Shalawat dan salam kepada sayyid para nabi, nabi akhir zaman, rasul yang syariatnya telah sempurna,
rasul yang mengajarkan perihal ibadah, muamalah, serta hidup berkeluarga, yaitu nabi besar kita
Muhammad. Semoga shalawat dari Allah tercurah kepada beliau, kepada istri-istri beliau, para sahabat
beliau, serta yang disebut keluarga beliau karena menjadi pengikut beliau yang sejati hingga akhir
zaman.

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Sebagian yang hadir dalam khutbah Jumat kali ini adalah seorang bapak. Ingatlah seorang kepala
rumah tangga punya tugas yang mulia untuk mendidik istri dan anak-anaknya.
Allah Ta’ala berfirman,
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن َآَم ُنوا ُقوا َأْنُفَس ُك ْم َو َأْهِليُك ْم َناًرا‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim:
6)
Adh-Dhahak dan Maqatil mengenai ayat di atas,
‫ َو َم ا‬، ‫ َم ا َفَرَض ُهللا َع َلْيِهْم‬،‫ ِم ْن ُقَر اَبِتِه َو ِإَم اِئِه َو َع ِبْيِدِه‬،‫َح ُّق َع َلى المْس ِلِم َأْن ُيَع ِّلَم َأْهَلُه‬
‫َنَهاُهُم ُهللا َع ْنُه‬
“Menjadi kewajiban seorang muslim untuk mengajari keluarganya, termasuk kerabat, sampai pada
hamba sahaya laki-laki atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan
dan larangan yang Allah larang.” (HR. Ath-Thabari, dengan sanad shahih dari jalur Said bin Abi
‘Urubah, dari Qatadah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:321)
Kepala rumah tangga yang baik mengajak anaknya untuk shalat sebagaimana yang suri tauladan kita
perintahkan,

‫ُم ُروا َأْو َالَد ُك ْم ِبالَّص َالِة َو ُهْم َأْبَناُء َس ْبِع ِس ِنيَن َو اْض ِرُبوُهْم َع َلْيَها َو ُهْم َأْبَناُء َع ْش ِر ِس ِنيَن‬
“Perhatikanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Jika
mereka telah berumur 10 tahun, namun mereka enggan, pukullah mereka.” (HR. Abu Daud, no. 495;
Ahmad, 2:180. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Setelah tahu demikian, kita tetap dapati ada saja kenakalan yang timbul di rumah oleh anak. Ada anak
yang susah diatur. Ada anak yang mudah membantah orang tua. Ada anak yang berbicara keras di
hadapan orang tua. Sampai ada anak yang memukul orang tuanya sendiri.
Apa saja sebab anak tersebut itu nakal? Moga dengan mengetahui sebab-sebab ini, kita bisa dapat
solusi untuk mengatasinya.

Pertama: Orang Tua Jauh dari Agama


Dari Abu Waqid Al-Harits bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika sedang duduk di masjid dan orang-orang sedang bersamanya, tiba-tiba datanglah tiga
orang. Maka dua orang menghampiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan yang satu
pergi. Lalu kedua orang tua itu berdiri di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satunya
melihat tempat yang kosong di perkumpulan tersebut, maka ia duduk di sana. Sedangkan yang satu
lagi, duduk di belakang mereka. Adapun orang yang ketiga pergi. Maka ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam selesai, beliau berkata, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang tiga orang?
‫ وأّم ا‬، ‫ َو أَّم ا اآلَخ ُر فاْسَتْح َيى َفاْسَتْح َيى ُهللا ِم ْنُه‬. ‫َأَّم ا َأَح ُدُهْم َفأَو ى ِإَلى ِهللا فآَو اُه ُهللا ِإَلْيِه‬
‫ َفَأْع َرَض ُهللا َع ْنُه‬، ‫ َفأْع َرَض‬، ‫اآلَخ ُر‬
Yang pertama, ia berlindung kepada Allah, maka Allah pun melindunginya. Yang kedua, ia
malu, maka Allah pun malu terhadapnya. Sedangkan yang ketiga, ia berpaling maka Allah pun
berpaling darinya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 66 dan Muslim, no. 2176)
Berarti yang mau berada dalam majelis ilmu yang diisi oleh seorang yang alim terhadap ilmu, akan
mendapatkan kebaikan. Sedangkan yang menjauhinya, akan jauh dari kebaikan.
Kapan orang tua mau menghadiri majelis ilmu yang diisi oleh para kyai dan para ustadz, pasti di situ
akan berbuah kebaikan untuk orang tua itu sendiri dan akan berdampak baik pada anak. Jauh dari
majelis ilmu seperti ini akan berdampak juga pada istri dan anak. Mungkin istri dan anak telah
mendapatkan nafkah cukup dari suami. Namun itu saja belum cukup, jika belum dibimbing pada ilmu
agama, istri dan anak belum bisa mendapatkan kebaikan.
Wahai para ayah dan ibu …
Renungkanlah!
Apakah sama antara anak yang melihat orang tuanya rutin berdzikir dengan bacaan tahlil, tahmid,
tasbih, dan takbir dengan orang tua yang malah tersibukkan dengan urusan dunia sehingga lalai
mengingat Allah?!
Apakah sama antara anak yang melihat ortunya bersedekah secara sembunyi-sembunyi dengan anak
yang sering melihat ayahnya menghaburkan duit untuk membeli minuman keras?!
Semoga ini bisa menjadi wejangan bagi kita orang tua yang menginginkan anak kita menjadi sholeh …
Anak yang sering melihat ortunya gemar puasa senin-kamis, rajin menghadiri shalat jamaah di masjid,
pasti berbeda dengan anak yang sering melihat ayahnya di depan TV atau bioskop.
Kita akan melihat anak yang sering memperhatikan ayahnya melantunkan adzan, pasti anak ini akan
sering mengulang-ngulang ucapan adzan tersebut. Begitu pula jika seorang ayah sering melantunkan
nyanyian, pasti anaknya yang sering memperhatikan hal itu akan sering pula bersenandung.
Begitu pula jika seseorang sering mendoakan orang tuanya, meminta ampunan untuk keduanya.
Seringnya dia berdoa : ROBBIGFIRLI WALI WALIDAYYA (Wahai Robbku, ampunilah aku dan kedua
orang tuaku).
Atau juga dia sering menziarahi kubur orang tuanya, memperbanyak shodaqoh untuk keduanya,
menjalin tali silaturahim dengan orang-orang yang dekat dengan ortunya. Jika anak dari orang ini
melihat bahwa ayahnya sangat berbakti sekali pada ortunya, maka dengan izin Allah, anak tersebut
akan mencontoh akhlaq yang baik ini.
Begitu pula seorang anak yang selalu diajari shalat oleh orang tuanya pasti berbeda dengan anak
yang dibiarkan menonton film atau mendengarkan musik.
Begitu pula anak yang selalu melihat ortunya melakukan shalat malam, rela menjauhkan lambungnya
dari kasur yang empuk, lebih memilih berdiri dan menghadap Allah dengan harap-cemas, berharap
meraih surga Allah dan takut pada adzab-Nya. Mungkin anaknya akan sedikit bertanya, Pak, kenapa
menangis? Kenapa bapak harus shalat dan rela meninggalkan kasur yang empuk? Ini mungkin
beberapa pertanyaan yang muncul pada benaknya lalu dia akan selalu memikirkan hal ini, dan dengan
izin Allah, pasti dia akan meneladani semacam ini.
Begitu pula dengan anak putri yang selalu melihat ibunya menutup aurat dari pria, penuh dengan rasa
malu, selalu menjaga kehormatan. Putrinya pasti akan mencontoh sifat yang mulia ini. Hal ini berbeda
dengan seorang ibu yang sering membuka-buka aurat, berpakaian setengah telanjang dan ketat,
sering bersalaman dengan lawan jenis, sering campur baur dengan mereka, anaknya juga pasti akan
meneladani tingkah laku ibu semacam ini.
Oleh karena itu, senantiasalah kita selaku ayah dan ibu untuk bertakwa pada Allah demi kebaikan
anak-anak kita. Hendaklah kita selalu memberi contoh yang baik pada mereka. Berilah teladan pada
anak-anak kita dengan akhlak yang mulia, sifat yang indah.
Hendaklah orang tua selalu berpegang teguh dengan agama ini, berpegang teguh dengan ajaran
Allah dan Rasul-Nya.

Kedua: Lingkungan dan Teman yang Buruk


Semakin baik lingkungan sekitar anak, pasti akan mendukungnya pula dalam kebaikan. Coba
bayangkan jika anak berada di lingkungan para pemabuk, pecandu narkoba, penggila games, apa
yang terjadi pada diri anak kita?
Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َال َيْع َد ُم َك‬، ‫َم َثُل اْلَجِليِس الَّصاِلِح َو اْلَجِليِس الَّس ْو ِء َك َم َثِل َص اِح ِب اْلِم ْس ِك َو ِكيِر اْلَح َّد اِد‬
‫ َو ِكيُر اْلَح َّد اِد ُيْح ِرُق َبَد َنَك َأْو َثْو َبَك َأْو‬، ‫ِم ْن َص اِح ِب اْلِم ْس ِك ِإَّم ا َتْش َتِريِه َأْو َتِج ُد ِريَح ُه‬
‫َتِج ُد ِم ْنُه ِريًحا َخ ِبيَثًة‬
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman
dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau
bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman
dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal
engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫اْلَم ْر ُء َع َلى ِد يِن َخ ِليِلِه َفْلَيْنُظْر َأَح ُد ُك ْم َم ْن ُيَخ اِلُل‬
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan
menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; dan Ahmad, 2:344. Al-Hafizh
Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Ketiga: Perlakuan yang Buruk dari Orang Tua
Bisa jadi sebab anak nakal adalah karena didikan kasar dari orang tua, dididik dengan pukulan, dididik
dengan perkataan yang pedas, dan kadang menghina anak itu sendiri sehingga akhirnya timbul
perangai dan akhlak yang jelek pada anak.
Allah telah memerintahkan kepada kita,
‫َو ُقوُلوا ِللَّناِس ُحْس ًنا‬
“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah: 83)
Dalam ayat lain disebutkan,

‫َفِبَم ا َر ْح َم ٍة ِم َن ِهَّللا ِلْنَت َلُهْم ۖ َو َلْو ُكْنَت َفًّظا َغ ِليَظ اْلَقْلِب اَل ْنَفُّض وا ِم ْن َح ْو ِلَك‬
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali
Imran: 159)
Dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ ِاْر َحُم وا َم ْن ِفي اَألْر ِض َيْر َحْم ُك ْم َم ْن ِفي الَّس َم اِء‬، ‫الَّراِح ُم ْو َن َيْر َحُم ُهُم الَّرْح َم اُن‬
“Orang-orang yang mengasihi dirahmati oleh Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih). Karenanya kasihilah
yang ada di bumi nicaya Yang di langit (yaitu Allah) akan mengasihi kalian.”(HR. Tirmidzi, no. 1924 dan
Abu Daud, no. 4941. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Keempat: Perselisihan dan Percekcokan Orang Tua

Kelima: Tayangan Film Kekerasan


Faktor besar yang menyebabkan kenakalan pada anak dan mendorongnya untuk berbuat
menyimpang adalah karena mereka sering menyaksikan film-film yang tidak layak ditonton yang
ditayangkan di televisi. Baik berupa tindakan kriminal, film-film porno, dan apa saja yang mereka baca
dari majalah dan cerita-cerita cabul. Semua itu dapat mendorong anak untuk berlaku menyimpang.
Padahal semua itu bisa menyerang akhlak orang dewasa. Lantas, bagaimana jadinya jika anak di usia
pubertas atau kanak-kanak?
Sudah dimaklumi bersama bawah anak tatkala sudah bisa berpikir, maka gambar-gambar dan
tontonan ini akan senantiasa melekat dalam benak dan khayalan mereka. Tanpa disadari, ia nantinya
akan mengikuti dan menirunya. Tidak ada bahaya yang paling besar bagi anak di usia puber kecuali
bahaya tontonan yang memicunya berbuat jahat dan melakukan tindakan hina. Terlebih jika anak
tidak mendapatkan penjagaan dan pengawasan.
Ada tiga prinsip penting yang perlu diingatkan ketika mendidik anak:
Pertama: Orang tua harus melindungi anak dengan baik sehingga anak terselamatkan dari murka
Allah dan masuk neraka Jahannam. Ingatlah perintah dalam ayat,
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن َآَم ُنوا ُقوا َأْنُفَس ُك ْم َو َأْهِليُك ْم َناًرا‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim:
6). Disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Imam Ibnu Katsir (7:321), ‘Ali mengatakan
bahwa yang dimaksud ayat ini adalah,
‫َأِّد ُبْو ُهْم َو َع ِّلُم ْو ُهْم‬
“Ajarilah adab dan agama pada mereka.”
Kedua: Menanamkan rasa tanggung jawab bagi orang tua yang mendidik anak.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
، ‫ َفاَألِم يُر اَّلِذ ى َع َلى الَّناِس َر اٍع َو ْهَو َم ْس ُئوٌل َع ْنُهْم‬، ‫ُك ُّلُك ْم َر اٍع َفَم ْس ُئوٌل َع ْن َرِع َّيِتِه‬
‫ َو اْلَم ْر َأُة َر اِعَيٌة َع َلى َبْيِت َبْع ِلَها َوَو َلِدِه‬، ‫َو الَّرُجُل َر اٍع َع َلى َأْهِل َبْيِتِه َو ْهَو َم ْس ُئوٌل َع ْنُهْم‬
‫ َأَال َفُك ُّلُك ْم َر اٍع‬، ‫ َو اْلَع ْبُد َر اٍع َع َلى َم اِل َس ِّيِدِه َو ْهَو َم ْس ُئوٌل َع ْنُه‬، ‫َو ْهَى َم ْس ُئوَلٌة َع ْنُهْم‬
‫َو ُك ُّلُك ْم َم ْس ُئوٌل َع ْن َرِع َّيِتِه‬
“Setiap kalian adalah pengatur dan akan ditanya mengenai apa yang telah diatur. Seorang pemimpin
negara adalah pemimpin untuk rakyatnya, ia akan ditanya mengenai kepemimpinannya. Seorang laki-
laki adalah pemimpin di rumah untuk keluarganya dan akan ditanya mengenai tanggung jawabnya.
Seorang wanita adalah pengatur untuk rumah suami dan anak suaminya, ia akan ditanya tentang
mereka. Seorang budak sahaya menjadi penanggung jawab untuk harta tuannya, ia akan ditanya
tentangnya. Ingatlah, setiap kalian itu punya tanggung jawab dan setiap kalian akan ditanya tentang
tanggung jawabnya.” (HR. Bukhari, no. 2554 dan Muslim, no. 1829)
Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan mengenai maksud “ar-roo’i” dalam hadits ini adalah penjaga,
yang diberi amanat, yang memperhatikan maslahat yang diberikan amanat untuknya, diperintahkan
berlaku adil, dan menjalankan keadilan. (Fath Al-Bari, 13:113)
Ketiga: Menghilangkan bahaya pada setiap yang mengarah pada penyimpangan.
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َال َض َرَر َو َال ِض َر اَر‬


“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudarat) pada orang lain, begitu pula membalasnya.”
(HR. Ibnu Majah, no. 2340; Ad-Daruquthni 3:77; Al-Baihaqi, 6:69, Al-Hakim, 2:66. Kata Syaikh Al-Albani
hadits ini shahih).
Berpijak pada tiga hal inilah setiap orang tua punya kewajiban untuk melarang anak dari menonton
video porno, melihat gambar telanjang, sampai menonton berbagai tayangan kekerasan dan kriminal.

Bagaimana mencetak anak shalih? Semua orang yang telah menikah dan memiliki anak pasti
menginginkan anaknya jadi shalih dan bermanfaat untuk orang tua serta agamanya. Karena anak jadi
penyebab bagi orang tua untuk terus mendapat manfaat lewat doa dan amalannya, walau orang tua
telah tiada. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫ِه ٍد ِل‬ ‫ٍة ٍة ِع‬ ‫ٍة ِم‬ ‫ِم‬
‫ِإَذا َم اَت اِإْل ْنَس اُن اْنَق َطَع َعَم ُلُه ِإاَّل ْن َثاَل َث ْن َص َد َق َج اِر َي َو ْلٍم ُيْنَتَف ُع ِب َو َو َل َص ا ٍح َيْد ُعو َلُه‬
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah
jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau doa anak yang shalih.” (HR. Muslim no. 1631).
Berarti keturunan atau anak yang shalih adalah harapan bagi setiap orang tua. Terutama ketika orang
tua telah tiada, ia akan terus mendapatkan manfaat dari anaknya. Manfaatnya bukan hanya dari doa
seperti tertera dalam hadits di atas. Manfaat yang orang tua perolah bisa pula dari amalan anak. Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ِإَّن ِم َأْط ِب ا َأَك الَّر ِم َك ِبِه َلُد ِم َك ِبِه‬
‫ْن َي َم َل ُج ُل ْن ْس َو َو ُه ْن ْس‬
“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan
anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud no. 3528, An-Nasa’i dalam Al-Kubra 4: 4,
6043, Tirmidzi no. 1358, dan Ibnu Majah no. 2290. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits
ini shahih)
Ada beberapa kiat singkat yang bisa kami sampaikan dalam kesempatan kali ini.

1- Faktor Utama adalah Doa


Tanpa doa, sangat tak mungkin tujuan mendapatkan anak shalih bisa terwujud. Karena keshalihan
didapati dengan taufik dan petunjuk Allah.

‫َمْن َيْه ِد الَّلُه َفُه َو اْلُم ْه َتِدي َو َمْن ُيْض ِلْل َفُأوَلِئَك ُه ُم اَخْلاِس ُر وَن‬
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa
yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’rof : 178)
Karena hidayah di tangan Allah, tentu kita harus banyak memohon pada Allah. Ada contoh-contoh
doa yang bisa kita amalkan dan sudah dipraktikkan oleh para nabi di masa silam.
Doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
‫ِحِل‬ ‫ِم‬
‫َر ِّب َه ْب يِل َن الَّص ا َني‬
“Robbi hablii minash shoolihiin” [Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk
orang-orang yang saleh]”. (QS. Ash Shaffaat: 100).
Doa Nabi Zakariya ‘alaihis salaam,
‫يِل ِم َل ْن ُذِّر َّيًة َطِّي ًة ِإَّن ِمَس ي الُّد اِء‬
‫َب َك ُع َع‬ ‫َر ِّب َه ْب ْن ُد َك‬
“Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’” [Ya Rabbku, berilah aku
dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mengdengar doa] (QS. Ali Imron:
38).
Doa ‘Ibadurrahman (hamba Allah yang beriman),
‫َر َّبَنا َه ْب َلَنا ِم ْن َأْز َو اِج َنا َو ُذِّر َّياِتَنا ُقَّرَة َأْع ٍنُي َو اْجَعْلَنا ِلْلُم َّتِق َني ِإَم اًم ا‬
“Robbanaa hab lanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaamaa”
[Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa]. (QS. Al-Furqan: 74)
Yang jelas doa orang tua pada anaknya adalah doa yang mustajab. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ُة اْل ْظُلوِم‬ ‫ِف‬ ‫ِلِد‬ ‫ِف ِه‬ ‫ٍت‬
‫َثَالُث َدَعَو ا ُمْس َتَج اَباٌت َال َش َّك ي َّن َدْعَو ُة اْلَو ا َو َدْع َو ُة اْلُمَس ا ِر َو َدْعَو َم‬
“Ada tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian
(safar) dan doa orang yang terzalimi.” (HR. Abu Daud no. 1536, Ibnu Majah no. 3862 dan Tirmidzi no.
1905. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Oleh karenanya jangan sampai orang tua melupakan doa baik pada anaknya, walau mungkin saat ini
anak tersebut sulit diatur dan nakal. Hidayah dan taufik di tangan Allah. Siapa tahu ke depannya, ia
menjadi anak yang shalih dan manfaat untuk orang tua berkat doa yang tidak pernah putus-putusnya.
2- Orang Tua Harus Memperbaiki Diri dan Menjadi Shalih
Kalau menginginkan anak yang shalih, orang tua juga harus memperbaiki diri. Bukan hanya ia
berharap anaknya jadi baik, sedangkan ortu sendiri masih terus bermaksiat, masih sulit shalat, masih
enggan menutup aurat. Sebagian salaf sampai-sampai terus menambah shalat, cuma ingin agar
anaknya menjadi shalih.
Sa’id bin Al-Musayyib pernah berkata pada anaknya,
‫ِل‬
‫َأَلِز ْيَد َّن يِف َص َاليِت ِم ْن َأْج َك‬
“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu (agar kamu menjadi shalih,
pen.).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)
Bukti lain pula bahwa keshalihan orang tua berpengaruh pada anak, di antaranya kita dapat melihat
pada kisah dua anak yatim yang mendapat penjagaan Allah karena ayahnya adalah orang yang shalih.
Silakan lihat dalam surat Al-Kahfi,
‫َو َأَّم ا اِجْلَد اُر َفَك اَن ِلُغاَل َم ِنْي َيِتيَم ِنْي يِف اْلَم ِديَنِة َو َك اَن ْحَتَتُه َك ْنٌز ُهَلَم ا َو َك اَن َأُبوَمُها َص اًحِلا‬
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada
harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih.” (QS. Al-
Kahfi: 82). ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan,
‫ا ِم ْؤ ِم ٍن ُمَي ِإَّال ِف َظ ا يِف ِق ِبِه ِق ِب ِق ِبِه‬
‫ْو ُت َح ُه ُهلل َع َو َع َع‬ ‫َم ْن ُم‬
“Setiap mukmin yang meninggal dunia (di mana ia terus memperhatikan kewajiban pada Allah, pen.),
maka Allah akan senantiasa menjaga anak dan keturunannya setelah itu.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-
Hikam, 1: 467)

3- Pendidikan Agama Sejak Dini


Allah memerintahkan pada kita untuk menjaga diri kita dan anak kita dari neraka sebagaimana
disebutkan dalam ayat,
‫َيا َأُّيَه ا اَّلِذيَن َآَم ُنوا ُقوا َأْنُفَس ُك ْم َو َأْه ِليُك ْم َناًر ا‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim:
6). Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir (7: 321), ‘Ali mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah,

‫َأِّدُبْو ُه ْم َو َعِّلُمْو ُه ْم‬


“Ajarilah adab dan agama pada mereka.” Tentang shalat pun diperintahkan diajak dan diajarkan sejak
dini. Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu, beliau meriwayatkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ُم وا َأْو َالَدُك ِبالَّص َالِة ُه َأْبَنا ْبِع ِس ِنَني اْض ِر ُبوُه َعَلْيَه ا ُه َأْبَنا َعْش ِر ِس ِنَني َفِّرُقوا َبْيَنُه ىِف‬
‫ْم‬ ‫َو‬ ‫َو ْم ُء‬ ‫ْم‬ ‫َو‬ ‫َو ْم ُء َس‬ ‫ْم‬ ‫ُر‬
‫ِج‬
‫اْلَم َض ا ِع‬
“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul
mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur
mereka.” (HR. Abu Daud no. 495. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Tentang adab makan diperintahkan untuk diajarkan. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mendidik ‘Umar bin Abi Salamah adab makan yang benar. Beliau berkata pada ‘Umar,
‫ِل‬
‫ َو ُك ْل ِبَيِم يِنَك َو ُك ْل َّمِما َي يَك‬، ‫َيا ُغَالُم َس ِّم الَّلَه‬
“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah) ketika makan. Makanlah dengan tangan
kananmu. Makanlah yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)
Bukan hanya shalat dan adab saja yang diajarkan, hendaklah pula anak diajarkan untuk menjauhi
perkara haram seperti zina, berjudi, minum minuman keras, berbohong dan perbuatan tercela lainnya.
Kalau orang tua tidak bisa mengajarkannya karena kurang ilmu, sudah sepatutnya anak diajak untuk
dididik di Taman Pembelajaran Al-Qur’an (TPA) atau sebuah pesantren di luar waktu sekolahnya.
Moga kita dikaruniakan anak-anak yang menjadi penyejuk mata orang tuanya. Al-Hasan Al-Bashri
berkata,

‫َلْيَس َش ْي ٌء َأَقُّر ِلَعِنْي املْؤ ِم ِن ِم ْن َأْن َيَر ى َز ْو َج َتُه َو َأْو َالَدُه ُمِط ْيِعَنْي ِهلل َعَّز َو َج َّل‬
“Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan
keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” (Disebutkan dalam Zaad Al-Masiir pada penafsiran Surat
Al-Furqan ayat 74) Wallahu waliyyut taufiq.

Sumber https://rumaysho.com/12012-bagaimana-mencetak-anak-shalih.html

Anda mungkin juga menyukai