Anda di halaman 1dari 7

“TINJAUAN YURIDIS MENGENAI IMPLEMENTASI PENANGANAN

TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN


SUKOHARJO”

Disusun Oleh:

KELOMPOK NOTONEGORO:
Dimas Bayu Hariyo Yudanto (2023010005)
Mukti Asmara Winisuda (2023010008)
Amanda Asti Wulandari (2023010009)
Catur Rahmadani (2023010027)
Muhammad Krisna Sanubari (2023010033)
Erlangga Putra Rachmadya (2023010036)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM BATIK SURAKARTA
2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penggelapan merupakan suatu tindakan tidak jujur dengan menyembunyikan
barang/harta orang lain oleh satu orang/lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan tujuan
pencurian, menguasai, atau digunakan untuk tujuan lainnya, penggelapan sendiri diatur dalam
pasal 372 KUHP dengan ancaman pidana 4 tahun dan denda Rp900.000,00 (Sembilan Ratus
Ribu Rupiah). Dalam pasal 374 KUHP menjelaskan penggelapan dilakukan atas dasar jabatan
atau pekerjaannya, maka pelaku dapat dijerat pasal 374 KUHP dengan pidana paling lama 5
tahun. Dalam pasal penipuan dan penggelapan, pelaku memang akan dihukum penjara selama 4
tahun. Namun, berdasarkan pasal 21 ayat 4 huruf b KUHP, dijelaskan jika hal tersebut masuk
dalam perkara dimana pelakunya dapat ditahan oleh penyidik bahkan sebelum pengadilan
memutus perkara tersebut.
Pasal 378 KUHP menjelaskan dua pasal, sebelumnya mengatur tentang penggelapan
sertifikat tanah, maka pasal 378 KUHP mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Dijelaskan
bahwa barangsiapa yang memiliki maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan cara melawan hukum, dengan menggunakan nama palsu atau martabat palsu,
menggunakan akal sehat dan tipu muslihat, ataupun dengan karangan perkataan bohong,
membujuk seseorang agar memberikan barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang
maka akan diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Kasus ini
terjadi dengan adanya pertemuan antara korban dengan pelaku saat penyerahan sertifikat tanah,
pada saat itu berlokasi di Mayang RT 01/RW 04 Gatak, Sukoharjo (Rumah Korban) namun
sebelumnya korban disuruh membayar uang senilai Rp25.000.000,00 (Dua Puluh Lima Juta
Rupiah), akan tetapi setelah membayar tidak ada kelanjutan dalam balik nama sertifikat tersebut
pelaku dilakukan seorang notaris berinisial AS.
Lalu korban menghubungi pengacara untuk mengurus kasus tersebut ke ranah hukum
agar masalahnya cepat diselesaikan berdasarkan hukum berlaku. Melihat dari kasus tersebut
bahwa tindak pidana penggelapan merupakan persoalan yang tidak ada selesainya. Akan tetapi
pihak berwajib sudah mencari pelaku atas dasar pelanggaran pasal 372 KUHP. Korban juga
sudah mendapat sertifikat tanah kembali, lalu pelaku telah ditangani pihak kepolisian namun
pelaku memiliki backingan yaitu orang yang ada di pihak pelaku yang memiliki pangkat yang
tinggi di kepolisian sehingga pihak kepolisian kesulitan menyelesaikan masalah tersebut dengan
pelaku. Di kasus ini belum bisa dikatakan selesai karena pelaku belum mendapat hukuman,
namun korban telah mendapatkan kembali haknya yakni berupa sertifikat tanahnya. Sebagai
bukti kebenaran atas kasus tersebut penulis mencari informasi langsung dengan korban yang ada
dalam kasus tersebut, korban telah menceritakan kasusnya dari awal hingga akhir, kasus ini
ditulis berdasarkan pengalaman korban.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Implementasi Penanganan Tindak Pidana Penggelapan Di Wilayah Hukum
Kabupaten Sukoharjo?
2. Bagaimana Hambatan Implementasi Penanganan Tindak Pidana Penggelapan Di Wilayah
Hukum Kabupaten Sukoharjo?

C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis studi penelitian yang dipakai ialah studi penelitian hukum empiris. Penelitian
hukum empiris atau penelitian lapangan adalah suatu metode penelitian hukum yang
menggunakan fakta-fakta lapangan yang diambil dari perilaku manusia, baik perilaku verbal
yang didapat dari wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan
langsung. Penelitian empiris juga digunakan untuk mengamati hasil dari perilaku manusia
yang berupa peninggalan fisik maupun arsip.1
2. Sifat Penelitian
Dilihat dari segi sifatnya penelitian ini adalah penelitian deskriptif, artinya penelitian
yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan atau
menggambarkan secara sistematis fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu dalam
bidang tertentu secara faktual dan cermat. 2 Dengan metode penelitian ini penulis bermaksud
agar dapat menggambarkan dan menjelaskan pelaksanaan implementasi Penanganan Tindak

1
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris & Normatif, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, hlm. 280
2
Sarifudin Azwar, 1998, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 7
Pidana Penggelapan Di Wilayah Hukum Kabupaten Sukoharjo. Kemudian data tersebut
dianalisis kembali dengan data sekunder lainnya sehingga dapat menjawab rumusan masalah.
3. Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan yang dipilih sesuai dengan jenis penelitian dan rumusan masalah dan
menjelaskan urgensi penggunaan jenis penelitian dalam menganalisis data penelitian. Pada
penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu cara analisis hasil
penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan secara
tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai
sesuatu yang utuh.3
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau objek untuk diadakan suatu penelitian. Lokasi
penelitian kami bertempat di Polres Sukoharjo yang beralamat Jl. Wandyo Pranoto, Kelurahan
Mandan, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo.
5. Sumber Data
Sumber data yang dilakukan dalam penelitian empiris ini, terdapat tiga sumber data:
a. Data Primer
Sumber data primer adalah sumber utama yang diperoleh langsung dari sumber
pertama, yakni perilaku masyarakat dan keterangan hasil wawancara dari
narasumber.4 Adapun narasumber yang diwawancarai yaitu Reskrim Polres
Sukoharjo dan Korban Penggelapan, yaitu:
1. Aipda Andy Prasetyo S.E M.H selaku penyidik kepolisian.
2. Bapak Darsono selaku korban penggelapan sertifikat tanah.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang dijadikan pendukung dua pokok berupa
bahan pustaka yang dapat memberikan informasi untuk memperkuat data pokok. 5
Adapun bahan hukum sekunder yang menjadi penjelasan mengenai bahan hukum
primer yakni:

3
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris & Normatif, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, hlm. 280
4
Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI-Press, hlm. 12.
5
Joko P. Subahyo, 1991, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, hlm. 87-88.
1. Buku-buku yang berkaitan dengan judul dan permasalahan yang akan
dikaji dalam penulisan penelitian ini.
2. Hasil penelitian dan karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penulisan
penelitian ini.
3. Makalah-makalah seminar terkait dengan penulisan penelitian ini.
4. Jurnal hukum dan literatur yang terkait dengan penulisan penelitian.
c. Data Tersier
Sumber data tersier adalah data penunjang untuk menyempurnakan penelitian.
Adapun data tersier yang kami gunakan yaitu:
1. Tim penyusun dalam Panduan Penulisan Jurnal Serambi Hukum, Dr
Hanuring Ayu, Firstnandiar Glica, Roesdian Ardy.
2. Ensiklopedia terkait.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik,
antara lain:
a) Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya atau
berkomunikasi langsung dengan pihak terkait atau biasa disebut responden. Dalam
berwawancara terdapat proses interaksi antara pewawancara dengan responden. 6
Wawancara dilakukan menggunakan petunjuk wawancara, yang berisi pokok
kumpulan pertanyaan yang telah dikumpulkan dan dianggap penting guna
mendapatkan data penelitian dari pihak Reskrim Polres Sukoharjo. Wawancara
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh jawaban dari rumusan masalah yaitu
implementasi penanganan tindak pidana penggelapan di wilayah hukum kabupaten
Sukoharjo.

b) Observasi
Observasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud
merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena-fenomena
6
Abdurahman Fatoni, 2006, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Jakarta : Rinekha Cipta, hal
104-105.
dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian. Peneliti perlu hadir secara langsung
di Polres Sukoharjo untuk mengamati penjelasan mengenai implementasi penanganan
tindak pidana penggelapan di wilayah hukum Kabupaten Sukoharjo.
c) Dokumentasi
Dokumentasi adalah kumpulan data pendukung yang berupa segala catatan
tertulis maupun gambar- gambar yang dibutuhkan. Tujuan dokumentasi adalah untuk
mengumpulkan data-data berupa catatan tertulis, gambar, maupun video.
Pengumpulan data dengan cara mengambil data dari dokumen yang merupakan suatu
catatan formal dengan bukti otentik.
7. Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan analisis data sebagai berikut:
Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian baik dari teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi dari instansi terkait maupun korban dalam kasus
ini. Analisis data dilakukan dengan tujuan agar informasi yang dihimpun akan menjadi
jelas dan eksplisit. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data
kualitatif deskriptif, sehingga peneliti menggambarkan objek atau fenomena yang
diperolehnya sehingga dapat diolah dan dianalisis dengan bentuk kalimat yang akhirnya
dapat ditarik menjadi kesimpulan.

D. Pembahasan
1. Tindakan Pidana Penggelapan di tahun ini mengalami kenaikan yang sangat
signifikan, karena berbagai pelaku telah memiliki banyak cara untuk melakukannya.
Penanganan tindak pidana penggelapan di Sukoharjo sudah cukup baik dalam
pemeriksaan kasus serta dalam pelaksanaan hukuman. Polres Sukoharjo bertugas
untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana penggelapan.
dalam hal ini, Polres Sukoharjo akan melakukan serangkaian kegiatan, mulai dari
menerima laporan polisi, melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan korban, mencari
dan mengumpulkan bukti-bukti, hingga menetapkan tersangka.
2. Hambatan implementasi tindak pidana penggelapan dikelompokkan menjadi 2 yaitu
hambatan dari sisi masyarakat dan hambatan dari sisi aparat penegak hukum. Selain
itu juga sulitnya mengumpulkan bukti-bukti dalam tindak pidana penggelapan, hal ini
disebabkan oleh sifat tindak pidana penggelapan yang sering dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Aipda Andy Prasetyo S.E M.H menjelaskan Penggelapan adalah
suatu perbuatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan cara
menyembunyikan barang atau harta tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan
tujuan untuk menguasai dan menggunakan barang, tindak pidana penggelapan di
sukoharjo tidak mengalami hambatan dalam melakukan proses hukum.

Anda mungkin juga menyukai