Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kelainan kongenital merupakan kelainan yang sudah ada sejak lahir yang

dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Labiopalatognatoskizis

adalah salah satu dari kelainan kongenital yang tersering pada kepala dan leher.

Menurut World Health Organization (WHO) perkiraan kasus ini di dunia sekitar 1

per 500-700 kelahiran. Prevalensi di Asia adalah sekitar 1 dari 500 kelahiran1,2,3.

Menurut National Institutes for Dental and Craniofacial Research yang

bekerjasama dengan WHO, prevalensi labioskizis dan labiopalatoskizis di 30

negara selama setidaknya 1 tahun lengkap selama periode 2000 hingga 2005, yang

terdiri lebih dari 7,5 juta kelahiran, adalah sebanyak 7.704 kasus. Di Indonesia

pernah dilakukan penelitian oleh Loho pada tahun 2013 di Bagian Bedah RSUP.

Prof. Dr. RD. Kandou Manado didapatkan prevalensi labioskizis dan

labiopalatoskizis pada Januari 2011 – Oktober 2012 yaitu 57% dan 43%. Kasus

ini lebih sering terjadi pada laki – laki dimana didapatkan presentase sebesar 58%,

sedangkan wanita 42%. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2007 didapatkan

prevalensi labioskizis terbesar adalah di Provinsi DKI Jakarta yaitu 13,9%,

kemudian Sumatera Selatan (10,6%), dan Nanggroe Aceh Darussalam 7,8%4,5,6.

Penyebab dari kasus ini adalah multifaktorial, termasuk lingkungan,

sindrom dan genetik (nonsindrom). Obat-obatan serta riwayat pengobatan anti

1
2

konvulsan, radiasi, rokok, dan konsumsi alkohol diduga juga terkait dengan

kejadian labiopalatognatoskizis. Individu dengan labiopalatognatoskizis

menunjukkan beberapa masalah seperti kesulitan pemberian nutrisi, masalah gizi,

keterlambatan perkembangan, kesulitan berbicara serta resonansi suara yang

kurang baik, gangguan pendengaran, dan mungkin masalah psikososial3.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Freitas et al pada tahun 2012, bayi

dengan labiopalatognatoskizis mengalami peningkatan berat badan yang lebih

sedikit dibandingkan dengan bayi normal pada bulan pertama kehidupan. Hal ini

dipengaruhi oleh masalah pemberian makan. Pemberian nutrisi yang cukup sangat

diprioritaskan pada bulan-bulan pertama kehidupan, terutama penting untuk

perencanaan operasi. Penelitian yang dilakukan oleh Cubitt pada tahun 2011

didapatkan bahwa bayi dengan labiopalatognatoskizis banyak mengalami

malnutrisi berat dibanding bayi normal akibat dari pemberian nutrisi yang

adekuat. Hal ini tentunya akan semakin memperberat target pemerintah dalam

Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu untuk menurunkan prevalensi

gizi kurang pada anak balita menjadi 15%. Pada tahun 2007 persentasi balita yang

menderita kekurangan gizi adalah 18,4%. Di Kalimantan Selatan sendiri masih

berada di 23% pada tahun 2010 untuk gizi kurang7,8,9.

Pada makalah ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan bayi cukup bulan,

sesuai masa kehamilan, bayi berat lahir cukup, spontan belakang kepala, dengan

labiopalatognatoskizis yang dirawat inap di ruang Teratai RSUD Ulin

Banjarmasin sejak tanggal 14 September 2014 – 17 September 2014.


3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

suatu permasalahan yaitu tentang bagaimana mengetahui labiopalatognatoskizis

serta dampak buruk yang ditimbulkan terhadap bayi, dan bagaimana tatalaksana

kasus tersebut.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini yaitu untuk mengkaji dan memperoleh

gambaran dalam diagnosis serta penatalaksanaan pada kasus bayi cukup bulan,

sesuai masa kehamilan, bayi berat lahir cukup, spontan belakang kepala, dengan

labiopalatogenatoskizis.

1.4 Manfaat Penulisan

Pada penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada penulis untuk menambah pengetahuan mengenai penyebab, faktor risiko,

patofisiologi, skrining serta penatalaksanan labiopalatognatoskizis pada bayi yang

kasusnya ditemukan di bagian Neonatologi RSUD Ulin Banjarmasin.

Bagi para pembaca diharapkan dapat menambah informasi agar nantinya

dapat semakin menurunkan dampak buruk serta risiko yang mungkin terjadi pada

bayi dengan labiopalatognatoskizis, dengan adanya pendiagnosisan dan terapi

sedini serta setepat mungkin.

Anda mungkin juga menyukai