Anda di halaman 1dari 1

ANINA

Dan 99 Halaman Diary Ibu

Lembar ke-99
Semesta, aku pamit.
Aku sudah tak sanggup lagi.
Tak ada lagi yang tersisa untukku di kehidupan ini.
Selamat tinggal semuanya.
Selamat tinggal anakku.
Percayalah, ibu selalu menyayangimu, ANINA.

Lembaran kertas usang bertulis tangan dengan tinta biru itu tampak basah ditetesi oleh air
mata. Beberapa huruf tampak mengembang dan mulai tak bisa dikenali.
Gadis berusia dua puluh tahunan itu tak kuasa mengusap air matanya lagi.
"Ibu." Lirihnya. Ia peluk diary itu ke dadanya, seolah diary itu tubuh ibunya.
Tak ingat lagi ia bagaimana rupa ibunya. Ibunya meninggal saat ia masih berusia enam bulan,
bunuh diri karena tekanan batin. sejak ibunya meninggal ia dititipkan ke panti asuhan. Ayahnya
adalah donatur utama bagi panti asuhan itu. bagi orang-orang yang ada di sana, ayahnya adalah
pahlawan yang dermawan. Tapi baginya, ayahnya tak lebih manusia jelmaan setan yang menjijikan.
Manusia macam apa yang tega menodai anaknya sendiri?
Ya, laki-laki yang ia panggil ayah itu telah tega memperkosa dirinya. Dua hari lalu, di rumah
mewah ayahnya. Saat istri dan anak-anaknya pergi liburan ke luar negeri.
Air mata Anina kembali mengucur deras.
Sudah dari kemarin ia berada di tempat ini. rumah kayu reot yang kata orang-orang sekitar
tempat ia dilahirkan. Di tempat ini pula ia jadi anak yatim. Ia di temukan oleh Bu Jum, tetangga yang
rumahnya hanya sela dua rumah dari tempat tinggalnya.
Bu Jum bilang, "

Anda mungkin juga menyukai