Anda di halaman 1dari 8

NAMA: RIVALDY MARCO JUNIOR MANUPUTTY

NIM: 2323709152

TEMA: “Hanya Yesus Yang Patut Disembah”


Bacaan Alkitab : Matius 2:1-1

Di tengah kegembiraan merayakan Natal Yesus Kristus, kita


diajak merenung kembali: apa makna natal Yesus Kristus bagi
kita? Pemaknaan natal telah direduksi dan dipersempit menjadi
sekedar perayaan/selebrasi atau tradisi tahunan belaka. Di mana-
mana yang dikedepankan adalah kemeriahan dan pesta pora.
Perayaan ini menjadi ajang popularitas dan penampilan yang
berkelas dengan paket hadiah yang indah, busana
yang trendy dan dikemas menjadi paket komoditif. Karena itu
perayaan natal sering diidentikkan dengan belanja atau
pemborosan; suatu sikap yang konsumtif demi memenuhi
kebutuhan perayaan yang ujungnya adalah kepuasan pribadi
atau kelompok.

Bilamana orang merayakan natal maka sering dihubungkan


dengan apa yang harus disiapkan supaya perayaan natal terkesan
indah dan menarik. Dari tata busana, tata boga dan tata rias
dengan segala pernak pernik yang memperindah dan memper-
cantik diri kita, rumah kita dan sebagainya. Bahkan sekarang ini
menggejala perayaan libur natal dengan paket traveling keluarga
sebagai upaya untuk keluar dari rutinitas tahunan yang
menjenuhkan.

Jika pertanyaan apakah makna natal bagi kita direnungkan


kembali? Maka tentunya ada suatu harapan, jikalau momen yang
berharga ini dapat menuntun kita menemukan kesejatian makna
perayaan itu untuk membangun kembali spiritualitas kita yang
mulai terkontaminasi oleh kehidupan duniawi.

Bila Injil Lukas menceritakan kedatangan para gembala di


padang yang merupakan keterwakilan kaum miskin, pekerja
kasar dan masyarakat kelas dua tetapi memiliki ketaatan dan
kerinduan untuk melihat sang Juruselamat, maka sebaliknya
Injil Matius memaparkan nuansa cerita yang dikemas
kontradiktif/berbeda namun memiliki esensi yang sama; yaitu
kedatangan para Majus dari Timur untuk menyembah Raja
orang Yahudi.

Para Majus ( Bhs Persia = imam) mewakili orang yang bukan


Yahudi, kaum terpandang, para cendekiawan yang ahli di
bidangnya khususnya ilmu perbintangan (astrologi) dan pandai
menafsirkan mimpi. Mereka merepresentasikan kaum elite dan
orang kaya di zamannya. Namun
memiliki kebutuhan dan ketaatan yang sama dengan para
gembala untuk menjumpai Dia yang lahir, Juruselamat manusia.

Pada dasarnya setiap orang, siapapun dia, baik di kota maupun


di desa, kaya atau miskin, berpendidikan atau kurang
berpendidikan memiliki kebutuhan yang sama, yaitu ingin
mengalami perjumpaan dengan sang Juruselamat. Sebab setiap
manusia membutuhkan pengampunan dosa dan keselamatan
yang hanya diberikan oleh Tuhan Yesus Kristus.

Kebutuhan inilah yang menyatukan semua bangsa (bnd Lukas


2:10,11). Inilah makna perayaan natal yang sesungguhnya;
bersyukur dan menyembah Dia, sang Juruselamat yang sudah
lahir di Betlehem dan yang akan datang kembali.

Para Majus rela meninggalkan keluarganya, pekerjaannya dan


lingkungan yang selama ini memberikan rasa nyaman untuk
menempuh perjalanan dari negeri Timur (Babel, Irak sekarang)
ke Betlehem, negeri yang asing. Berbekalkan pengetahuan
perbin-tangan dan tuntunan Bintang yang diyakini secara ilmiah
dan imaniah sebagai petunjuk arah, mereka berangkat
meninggalkan negerinya. Menempuh jarak yang sangat jauh dan
waktu tempuh yang diperkirakan berbulan-bulan atau mungkin
bertahun-tahun. Mereka pun berhadapan dengan konskwensi
cuaca yang ekstrem di siang hari dengan suhu di atas 40o C dan
di malam hari di bawah 0o C. Belum lagi kelelahan fisik,
ketidaknyaman karena gangguan binatang buas, para penyamun,
kebutuhan makanan dan minuman, binatang tumpangan dan
sebagainya, namun apalah artinya tantangan seberat itu diban-
dingkan dengan tujuan mulia yang mereka harapkan. Segala
tantangan dianggap mudah karena tekad mulia dibarengi usaha
yang maksimal untuk berjumpa dengan sang Juruselamat.

Mereka menyiapkan segalanya: waktu, logistik, harta benda dan


diri mereka. Bagi mereka esensi perjumpaan untuk menyembah
itulah yang utama. Semua persiapan ditujukan hanya untuk itu.
Paradigma ini sangat berbeda dengan maksud perayaan natal
kita. Esensi untuk bersyukur dan menyembah sang Juruselamat
telah tergantikan oleh pemaknaan yang sempit, seperti yang
sering terucap : “satu tahun sekali, kalau ada tada kalau abis
haga”. Bentuk perayaan ini sifatnya komsumtif dan hura hura.
Kita kurang menyiapkan waktu khusyuk, hati yang terbuka dan
harta benda sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yesus.
Akibatnya perayaan natal menjadi pemuliaan diri, keluarga kita
dan kekeringan sentuhan spirutual. Suasana natal yang kudus
dan khidmat digantikan oleh warna warni kembang api,
makanan minuman, pesta pora dan sering kali dipenuhi
ketakutan karena suasana menjadi tidak aman, adanya mabuk-
mabukan, marak-nya pencurian, judi/sabung ayam,
meningkatnya kriminalitas, seks bebas, hutang dan kredit.

Dari para Majus kita melihat, tataran berpikir sosok yang akrab
di bidang nalar dengan keahlian keilmuannya, tidak membatasi
mereka membuka diri pada hal yang melampaui nalarnya, yaitu
iman (beyond ratio). Tuhan memiliki cara yang berbeda
memperjumpakan manusia dengan keilahian. Akal budi di pakai
untuk menemukan sang Juruselamat. Logika dengan segala
kecerdasannya tidak dapat meniadakan hal yang supernatural.
Akal manusia tunduk dalam ketaatan kepada Sang Khalik.

Perjumpaan para Majus dengan Yesus yang lahir beserta ibu-


Nya adalah pengalaman iman yang luar biasa. Semua
pengorbanan yang telah mereka lakukan tidaklah sia-sia, mereka
telah menemukan apa yang dicari. Pencarian atas kehidupan dan
kekekalan. Pencarian yang memiliki sasaran, mencari Tuhan
yang menyelamatkan menimbulkan kegembiraan yang tiada
tara. Sangat bersukacitalah (Yun = chairo) mereka. Suatu
ekspresi kegembiraan yang besaratas perjumpaan yang
melampaui pemikiran manusia yang terbatas. Tapi mereka tidak
terlena dalam sukacita, mereka masih harus melakukan hal yang
sangat penting masuk ke dalam, melihat-Nya lalu sujud
menyembah (Yun= proskuneo, berlutut, sujud sampai ke tanah,
mem-bungkukkan diri) Tanda penghargaan dan penghormatan
kepada yang disembah sekaligus kesadaran diri bahwa mereka
(majus) bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Mereka tidak
berarti berhadapan dengan sang Juruselamat. Di sini harta,
jabatan, nama baik dan keahlian bukanlah segala-galanya.
Semua hal itu menjadi berarti kalau digunakan untuk
menyembah Sang Juruselamat. Para Majus telah mempersiapkan
yang terbaik yaitu hidup mereka dan memper-sembahkan
kepada-Nya emas, kemenyan dan mur. Kata mem-
persembahkan menunjuk bahwa si pemberi sangat menghormati
dan menganggap si penerima berkedudukan sangat tinggi,
bahkan lebih tinggi. Emas, kemenyan dan mur adalah benda-
benda yang sangat berharga dan merupakan pemberian-
pemberian yang agung bagi seorang raja. Kemenyan adalah
dupa yang mahal yang terbuat dari getah pohon. Mur adalah
getah kering yang harum baunya yang digunakan untuk
pengobatan dan persiapan penguburan. Emas adalah logam yang
berharga. Yesus sang Raja mendapatkan penghormatan dan
penghargaan yang sangat tinggi dari para Majus sebab hanya
Dialah yang patut disembah

Perjumpaan dengan Yesus adalah suatu pengalaman


iman/spiritual yang mentransformasi kehidupanpara Majus.
Mereka kembali ke negeri asal/pulang melalui jalan lain, jalan
yang berbeda. Jalan yang diperingatkan dalam mimpi. Ketaatan
untuk memilih jalan yang berbeda dari sebelumnya adalah
pertanda suatu perubahan dan pembaharuan hidup.

Memang tidak dicatat lagi kelanjutan kehidupan para Majus


setelah berjumpa dengan Yesus. Tapi yang pasti mereka telah
meninggalkan penyembahan kafir dan terus berjalan di jalan
benar, jalan Tuhan. Jalan terang seperti yang dinubuatkan oleh
Nabi Yesaya (Yesaya 9:1). Bangsa yang berjalan dalam
kegelapan telah melihat terang yang besar. Terang itulah yang
terus menuntun semua bangsa yang diam di negeri kekelaman.

Para Majus pulang ke negeri asal mereka dengan kehidupan


yang baru, dan mereka pun melanjutkan tugas missioner
menjadi pewarta sukacita tentang Yesus, sang Juruselamat.
Semoga perayaan natal hari ini membawa kita untuk kembali
pada penyembahan kepada Yesus dan berjalan terus di jalan
yang dikehendaki-Nya. Jalan impian tapi bukan ilusi, jalan
realistis tapi bukan kompromistis, jalan misi dan visi yang
membawa perubahan dan pembaharuan hidup menjadi lebih
harmoni dengan Tuhan, sesama dan alam ciptaan-Nya. Hidup
yang mengutamakan Tuhan, penuh sukacita dan kasih sayang.
Amin.

Anda mungkin juga menyukai