Oleh Sayu Desty Pratistya (Mahasiswa Program Megister Sains Agribisnis IPB University), Dr.
Suharno (Wakil Ketua Departemen Agribisnis, dan Dosen Program Megister Sains Agribisnis IPB
University)
Dalam rangka mengatasi tantangan dalam pertanian cerdas dan berkelanjutan, studi
sebelumnya oleh McQueen et al. (1995) dan Gebbers and Adamchuk (2010) telah menekankan
bahwa ekosistem pertanian yang rumit, multivariat, dan tidak dapat diprediksi perlu dianalisis
secara cermat dan dipahami lebih mendalam. Perkembangan teknologi digital baru saat ini
telah memberikan kontribusi besar dalam pemahaman ini dengan memungkinkan pemantauan
dan pengukuran terus-menerus dari berbagai aspek lingkungan fisik, menghasilkan data dengan
skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Karena itu, penting untuk melakukan
pengumpulan, penyimpanan, pra-pemrosesan, pemodelan, serta analisis data yang jumlahnya
besar dan berasal dari sumber yang beragam dalam skala yang besar.
Analisis big data telah berhasil diterapkan di berbagai industri seperti perbankan, asuransi,
pemahaman dan personalisasi perilaku pengguna online, serta studi lingkungan (Waga dan
Rabah 2014; Cooper 2013). Organisasi pemerintah menggunakan analisis big data untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi tantangan nasional terkait perekonomian,
layanan kesehatan, penciptaan lapangan kerja, bencana alam, dan terorisme yang tidak
membahayakan lingkungan kita. Tapi bagaimana dengan pertanian atau agribisnis ?
Meskipun analisis big data telah terbukti berhasil dan populer di banyak bidang, penerapannya
di bidang pertanian masih relatif baru (Lokers 2016), karena para pemangku kepentingan baru
mulai menyadari potensi manfaatnya (Bunge 2014; Sonka 2016). Menurut beberapa
perusahaan pertanian terbesar, memberikan rekomendasi kepada petani berdasarkan analisis
data besar dapat meningkatkan keuntungan tanaman tahunan global sekitar $20 miliar (Bunge
2014).
Big data ?
Menurut Chi (2016) big data dikarakterisasi sesuai lima dimensi berikut:
Volume (V1): Ukuran data yang dikumpulkan untuk dianalisis. Kecepatan (V2): Jangka waktu di
mana data berguna dan relevan. Misalnya, beberapa data harus dianalisis dalam waktu yang
wajar untuk mencapai tugas tertentu, misalnya untuk mengidentifikasi hama (PEAT 2016) dan
penyakit hewan (Chedad 2001). Variasi (V3): Multisumber (misalnya gambar, video, data
penginderaan jauh dan lapangan), multitemporal (misalnya dikumpulkan pada tanggal/waktu
berbeda), dan multi-resolusi (misalnya gambar dengan resolusi spasial berbeda) juga sebagai
data yang memiliki format berbeda, dari berbagai sumber dan disiplin ilmu, dan dari beberapa
domain aplikasi. Veracity (V4): Kualitas, keandalan, dan potensi data, serta keakuratan,
keandalan, dan keyakinannya secara keseluruhan. Valorisasi (V5): Kemampuan untuk
menyebarkan pengetahuan, apresiasi dan inovasi.
Meskipun kelima “V” ini dapat menggambarkan big data, analisis big data tidak harus
memenuhi kelima dimensi tersebut (Rodriguez 2017). Big data umumnya terkenal kurang
akurat dan stabil, biasanya mengorbankan V4 (kebenaran). “V” lain yang relevan adalah
visualisasi, yang berarti perlunya menyajikan struktur data yang kompleks dan informasi yang
kaya dengan cara yang mudah dipahami (Hashem 2015; Karmas et al. 2016).
Berdasarkan penjelasan di atas, big data bukanlah masalah volume data melainkan kapasitas
untuk mencari, mengagregasi, memvisualisasikan, dan melakukan referensi silang kumpulan
data besar dalam waktu yang wajar. Hal ini tentang Signifikansi big data terletak pada
kemampuan untuk mengekstraksi informasi dan wawasan yang sebelumnya tidak
memungkinkan secara ekonomi atau teknis (Sonka 2016).
Selain pertanian presisi, big data juga digunakan untuk meningkatkan manajemen rantai
pasokan di sektor pertanian. Dengan melacak pergerakan tanaman dari pertanian ke
supermarket, petani dapat mengidentifikasi inefisiensi dalam rantai pasokan dan mengurangi
limbah. Misalnya, Walmart menggunakan teknologi blockchain untuk melacak pergerakan
produk dari peternakan ke toko, sehingga menghasilkan pengurangan limbah yang signifikan
dan peningkatan keamanan pangan.
Beberapa perusahaan telah memanfaatkan megadata data besar untuk tujuan pertanian:
Kesimpulannya, kehadiran Big Data merevolusi industri pertanian dengan membekali petani
dengan alat yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan hasil panen sekaligus meminimalkan
limbah. Dengan integrasi AI dan teknologi lainnya, petani dapat menganalisis sejumlah besar
data untuk mengambil keputusan yang tepat mengenai kapan menanam, berapa banyak pupuk
yang digunakan, dan kapan panen. Kecepatan, besarnya cakupan, tingginya variasi dan akurasi,
merupakan kapasitas yang mengurangi biaya, meningkatkan capaian. Ini menjadi dasar
terjadinya lompatan kapasitas dengan demikian lompatan produktivitas agribisnis yang
menerapkan. Di sini letak revolusi agribisnis yang dibawa oleh kehadiran megadata.
Kapasitas instrinsik lain dari penerapan megadata adalah bantuan luar biasa yang
diberikan megadata untuk menghasilkan pertanian – agribisnis yang ramah lingkungan.
Megadata dengan demikian membawa harapan bagi hadirnya agribisnis yang ramah
lingkungan.
Siring dengan bertambahnya volume data yang dihasilkan, menjadi jelas bahwa Big Data
akan memainkan peran yang semakin penting di bidang pertanian, sehingga mengharuskan
para profesional di sektor ini untuk memperoleh pengetahuan tentang cara memanfaatkan
potensinya secara efektif.
Daftra Pustaka
Bunge, J., 2014. Big data comes to the farm, sowing mistrust: seed makers barrel into
technology business, s.l.: Wall Street Journal.
Chi, M., et al., 2016. Big data for remote sensing: challenges and opportunities. Proc. IEEE
104 (11), 2207–2219.
Chedad, A., et al., 2001. AP – animal production technology: recognition system for pig
cough based on probabilistic neural networks. J. Agric. Eng. Res. 79 (4), 449–457.
Cooper, J., et al., 2013. Big data in life cycle assessment. J. Ind. Ecol. 17 (6), 796–799.
Gebbers, R., Adamchuk, V., 2010. Precision agriculture and food security. Science 327
(5967), 828–831.
Hashem, I., et al., 2015. The rise of “big data” on cloud computing: review and open
research issues. Inform. Syst. 47, 98–115.
Karmas, A., Tzotsos, A. & Karantzalos, K., 2016. Geospatial Big Data for Environmental and
Agricultural Applications. In: s.l.: Springer International Publishing, pp. 353–390.
Lokers, R., et al., 2016. Analysis of Big Data technologies for use in agro-environmental science.
Environ. Model. Software 84, 494–504.
McQueen, R., Garner, S., C.G., N.-M., Witten, I.H. 1995. Applying machine learning to
agricultural data. Compt. Electron. Agric., 12(1).
Rodriguez, D., et al., 2017. To mulch or to munch? Big modelling of big data. Agric. Syst. 153,
32–42.
Sonka, S. 2016. Big data: fueling the next evolution of agricultural innovation. J. Innovation
Manage. 4 (1), 114–136.
Waga, D., Rabah, K., 2014. Environmental conditions’ big data management and cloud
computing analytics for sustainable agriculture. World J. Comput. Appl. Technol. 2 (3),
73–81.