STANDARDISASI DA’I
KOMISI DAKWAH MAJELIS ULAMA INDONESIA
PARADIGMA
PERKHIDMATAN
MUI
VISI MUI
تسامح
ية حرية
شورية تعاونية
ورثة
األنبياء
قيادة
األمة مفتي
7 PERAN
PERKHIDMATAN راعي
اصالح
األمة وخادم
األمة
األمر
حركة بالمعروف
التجديد والنهي عن
المنكر
FUNGSI
صديق UTAMA خادم األمة
الحكومة MUI
الحمايات
الوظائف
األساسية
التوحيدا التقويات
ت
حماية
الدين
الحمايات
حماية حماية
األمة الدولة
حماية الدين
وسطية اإلسالم
RADIKALISME AGAMA DAN PENANGGULANGANNYA
1. Pada prinsipnya, orang yang telah bersyahadat (beragama Islam) berlaku atasnya semua
hukum-hukum Islam, dan orang yang keluar dari Islam (kafir) batal atasnya hukum-hukum
Islam, termasuk pernikahannya secara otomatis batal, tidak ada hak asuh baginya terhadap
anaknya, tidak ada hak untuk mewariskan dan mewarisi, dan jika meninggal dalam keadaan
kufur tidak dikubur di pemakaman Islam serta mendapat laknat dan akan jauh dari rahmat
Allah.
2. Kafir adalah orang yang menentang dan menolak kebenaran dari Allah SWT yang disampaikan
RasulNya. Kafir ada empat macam, yakni: pertama, kafir inkar, yaitu mengingkari tauhid
dengan hati dan lisannya; Kedua, kafir penolakan (Juhud), yaitu mengingkari dengan lisannya
dan mengakui dalam hatinya; Ketiga, kafir Mu’anid, yaitu mengetahui kebenaran Islam dalam
hatinya dan dinyatakan oleh lisannya, namun ia menolak beriman; Keempat, kafir nifaq, yaitu
menyatakan beriman dengan lisannya, namun hatinya mengingkari.
3. Memvonis kafir (takfir) adalah mengeluarkan seorang muslim dari keislamannya sehingga ia
dinilai kafir (keluar dari agama Islam). Takfir merupakan hukum syariat yang tidak boleh
dilakukan oleh orang-perorang atau lembaga yang tidak mempunyai kredibilitas dan
kompetensi untuk itu. Vonis kafir harus diputuskan oleh lembaga keulamaan yang diotorisasi
oleh umat dan negara.
4. Muncul di tengah masyarakat dua sikap ekstrim, pertama, menganggap enteng bahkan
meniadakan vonis kafir (tafrith fi at-takfir). Kedua, mudah memvonis kafir (ifrath fi at-takfir).
Umat Islam agar menghindarkan diri tidak terjebak ke dalam salah satu dari dua ekstrim
tersebut, yaitu mengambil pendapat yang moderat (wasath).
KRITERIA PENGKAFIRAN (DHAWABIT AT-TAKFIR)
5. Vonis kafir sedapat mungkin dilakukan sebagai upaya terakhir dengan syarat dan prosedur yang sangat ketat,
kecuali telah nyata dan meyakinkan melakukan satu dari tiga penyebab kekafiran sbb:
a. Kekafiran I’tiqad (mukaffirat i’tiqadiyyah), segala macam akidah dan keyakinan yang bertentangan
dengan salah satu rukun iman yang enam atau mengingkari ajaran Islam yang qath’i (al-ma’lum min ad-
din bi ad-dharurah).
b. Kekafiran Ucapan (mukaffirat qawliyyah), yaitu setiap ucapan yang mengandung pengakuan atas akidah
kufur atau penolakan terhadap salah satu akidah Islam atau unsur pelecehan/penistaan agama baik
aqidah maupun syariah.
c. Kekafiran Perbuatan (mukaffirat ‘amaliyyah), setiap perbuatan yang dipastikan mengandung indikator
nyata akidah yang kufur.
6. Vonis kafir ditetapkan setelah benar-benar memenuhi semua syarat-syarat pengkafiran sbb:
a. Ucapan atau perbuatan yang menyebabkan kekafiran itu benar dilakukan oleh orang mukallaf, yaitu
orang yang sudah akil baligh, dan berakal;
b. Ucapan atau perbuatan yang menyebabkan kekafiran itu benar dilakukan tidak dalam keadaan
terpaksa. Jika ia dipaksa untuk mengingkari Islam, sementara hatinya masih tetap iman, maka tidak
bisa ditetapkan atasnya vonis kafir.
c. Ucapan yang menyebabkan kekafiran itu bukan akibat dari ketidak stabilan emosi atau fikiran, misalnya
karena terlampau senang atau sedih.
d. Sudah sampai padanya hujjah dan dalil-dalil yang jelas. Sehingga apabila muncul penyebab kekafiran
karena kebodohannya, misalnya karena ia tumbuh di tempat yang jauh dari jangkauan Islam, atau baru
saja masuk Islam, maka tidak boleh baginya divonis kafir.
e. Tidak karena syubhat atau takwil tertentu. Seseorang yang melakukan takwil atas nash dengan niat
untuk mencapai kebenaran, bukan karena hawa nafsunya, seandainya ia salah dalam hal itu maka tidak
bisa ditetapkan atasnya vonis kafir.
f. Vonis kafir harus ditetapkan berdasarkan syara’ dan bukan oleh opini, hawa nafsu, atau keinginan
pihak-pihak tertentu. Kalau tidak demikian maka tidak boleh dihukumi kafir.
KRITERIA PENGKAFIRAN (DHAWABIT AT-TAKFIR)
7. Sebelum menetapkan vonis kafir harus dilakukan terlebih dahulu semua ketentuan sbb:
a. Harus dilakukan verifikasi dan validasi secara jelas semua hal-hal terkait dengan i’tiqad,
perkataan, dan perbuatan yang menyebabkan kekufuran.
b. Vonis kafir ditetapkan secara hati-hati sebagai langkah terakhir setelah upaya-upaya
lainnya dilakukan, dengan maksud menjaga jangan sampai umat Islam lainnya terjatuh
pada kekufuran serupa.
c. Menghindari pengkafiran individual-personal kecuali setelah tegaknya hujjah yang
mu’tabarah.
d. Vonis pengkafiran hanya boleh dilakukan secara kolektif oleh ulama yang berkompeten
yang memahami syarat-syarat dan penghalang takfir.
8. Setiap kesesatan yang ditetapkan setelah melalui prosedur penelitian dan fatwa yang ketat,
sudah pasti adalah sesat. Namun tidak setiap kesesatan yang telah difatwakan otomatis adalah
kekafiran dengan segala konsekuensi syar’inya.
9. Dosa besar yang dilakukan oleh seorang muslim tidak otomatis menjadikannya kafir. Dalam
paham aqidah ahlussunnah wal jamaah, dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang meskipun
dilakukan berulang-ulang tidak membatalkan syahadatnya sehingga tidak membuatnya menjadi
kafir, selama dia tidak menghalalkan perbuatannya itu.
10. Untuk memutuskan suatu keyakinan, ucapan, dan perbuatan adalah kufur, adalah kewenangan
MUI Pusat dengan persyaratan dan prosedur yang ketat.
منهجيا
تسام التوسط
في فهم تطوريا
حيا النصوص
توسطيا
Islam Wasathiyah untuk Indonesia dan Dunia yang
Berkeadilan dan Berkeadaban
Atas berkat rahmat Allah SWT, Musyawarah Nasional IX Majelis Ulama Indonesia (Munas IX MUI)
yang diselenggarakan di Surabaya pada 08-11 Dzul Qa’dah 1436 H/ 24-27 Agustus 2015 telah
berjalan dengan baik dan menghasilkan berbagai putusan. Forum permusyawaratan tertinggi
MUI ini diikuti pimpinan MUI tingkat pusat, provinsi dan perwakilan kabupaten/kota, pimpinan
ormas-ormas Islam tingkat pusat, para ulama/kiai pengasuh pondok pesantren, pimpinan
perguruan tinggi Islam, zu’ama dan para cendekiawan muslim.
Bahwa bagi umat Islam Indonesia, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika
merupakan bentuk kesepakatan bangsa Indonesia dalam ikhtiar perjuangan umat Islam Indonesia
mendirikan negara di Nusantara untuk bersama-sama komponen bangsa lainnya mewujudkan cita-
cita kehidupan yang adil, makmur, dan religius di bawah naungan ridla Allah SWT, baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.
Bahwa para ulama dan tokoh-tokoh Islam adalah pelaku sejarah penting dan menentukan dalam
pendirian negara, perumusan dan pengesahan Pancasila dan UUD 1945 serta pilihan negara
kesatuan sebagai wujud tanggung jawab sebagai pimpinan umat serta semangat cinta tanah air
(hubbul wathan) sehingga umat Islam dan umat beragama lainnya dapat menjalankan ibadah dan
menunaikan ajaran agamanya secara bebas, leluasa dan aman serta hidup harmoni, tenteram dan
damai.
Bahwa umat Islam dewasa ini dihadapkan pada munculnya kelompok yang mengedepankan
tekstualis skripturalis dengan mendasarkan pemikiran, ideologi dan gerakannya pada pemahaman
nash secara literal, sehingga apa yang disebutkan secara eksplisit dalam nash menjadi dasar
mereka. Kelompok ini juga tidak berusaha membawa pemahaman nash kepada konteksnya.
Akibatnya kelompok ini menjadi eksklusif, intoleran, kaku/rigid, mudah mengkafirkan orang dan
kelompok lain, mudah menyatakan permusuhan dan melakukan konflik, bahkan kalau perlu
melakukan kekerasan terhadap sesama Muslim yang tidak sepaham. Di sisi lain muncul kelompok
yang mengedepankan kontekstualisasi dalam pemahaman nash secara berlebihan dengan dalih
menyelaraskan ajaran Islam dengan keadaan zaman. Akibatnya muncul ajaran yang keluar dari
makna teks yang sebenarnya, cenderung permisif dan liberal. Kelompok ini bahkan berani
menggugat nash-nash qoth'i dan menafsirkannya berdasarkan pendekatan akal semata.
Lanjutan
Bahwa kemunculan kedua kelompok tersebut terkait banyak dengan pemahaman dan gerakan
transnasional yang mengembangkan pengaruhnya di Indonesia. Penyebaran paham dan
gerakan transnasional tersebut meningkat karena memanfaatkan alam kebebasan dan
demokrasi di Indonesia.
Bahwa dua kelompok yang berkembang tersebut tergolong kelompok ekstrim (tatharruf),
yakni tatharruf yamini (ekstrim kanan) dan tatharruf yasari (ekstrim kiri) adalah
bertentangan dengan wujud ideal dan tepat dalam melaksanakan ajaran Islam di Indonesia
dan dunia.
Bahwa pemikiran dan paham keagamaan dan ideologi, strategi dan gerakan dari dua
kelompok yang berkembang tersebut, tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai
dan prinsip-prinsip yang dianut dan dibangun bangsa Indonesia dalam kehidupan keagamaan,
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.
Bahwa selain itu perlu diwaspadai penyebaran paham dan gerakan ideologis seperti
komunisme, kapitalisme, neo liberalisme dan globalisme di Tanah Air. Paham dan gerakan-
gerakan ideologis ini selain tidak sesuai dengan Islam juga mengancam eksistensi Pancasila
dan NKRI
Bahwa keberadaan kelompok-kelompok tersebut tidak sesuai bahkan bertentangan dengan
ajaran Nabi saw yang dirumuskan dalam Piagam/Mitsaq Al-Madinah (Konstitusi Madinah) di
negara Madinah bertentangan dengan realitas sosial bangsa Indonesia yang majemuk ditinjau
dari berbagai aspek dan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Lanjutan
Bahwa sebagai jawaban atas berkembangnya paham dan gerakan kelompok-kelompok tersebut
di kalangan umat Islam dan bangsa Indonesia, Munas IX MUI bersepakat mengusung dan
memperjuangkan ISLAM WASATHIYAH dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam oleh
umat Muslim Indonesia dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan. Islam Wasathiyah adalah ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi
segenap alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat
terbaik (khairu ummah). Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan umat Islam pertengahan
(wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syari’at dan lainnya.
Bahwa pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath
(berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama).
2. Tawazun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang
yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam
menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf
(perbedaan).
3. I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.
4. Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek
keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Lanjutan
3. Umat Islam sebagai bagian terbesar dari bangsa ini harus terus
menjaga konsensus nasional tersebut.
Saat ini, era penjajahan fisik telah berlalu, tetapi agresi dalam bentuk lain tetap
mengancam, seperti dalam bidang pemikiran, ekonomi, pendidikan, moral, sosial,
Dengan dasar pemikiran di atas, harus dilakukan upaya bela negara untuk
mempertahankan eksistensi NKRI dengan memperkokoh karakter bangsa dan
5 pilar-pilar kebangsaan, menuju tercapainya kondisi kehidupan kemasyarakatan,
kebangsaan dan kenegaraan yang baik, demi memperoleh ridha Allah SWT dan
terwujudnya masyarakat yang berkualitas (khairu ummah).
6 bidang hukum, ekonomi, sosial, dan politik, sehingga tercipta rasa adil,
aman, dan sejahtera secara merata.
⦁Setiap warga negara wajib melakukan bela negara, sehingga dapat
mengantisipasi segala bentuk ancaman yang datang dari dalam maupun
luar, pengkhianatan dan upaya pemisahan diri (separatisme) serta upaya
mengubah bentuk negara-bangsa.
HUBUNGAN AGAMA DAN POLITIK
DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
Islam sebagai ajaran yang bersumber dari wahyu merupakan ajaran yang
komperehensif (kaffah), memiliki tuntunan kebajikan yang bersifat universal
Hubungan agama dan negara adalah hubungan yang saling melengkapi. Politik dan
kekuasaan dalam Islam ditujukan untuk menjamin tegaknya syariat (hirasat al-din)
dan terjaminnya urusan dunia (siyasat al-dunya). Politik dalam Islam adalah sarana
2 untuk menegakkan keadilan, sarana amar makruf nahy munkar, dan sarana untuk
menata kebutuhan hidup manusia secara menyeluruh. Agama dan simbol
keagamaan tidak boleh hanya dijadikan kedok untuk menarik simpati dan pengaruh
dari umat beragama serta untuk mencapai tujuan meraih kekuasaan semata. Politik
juga tidak boleh dipahami hanya sebagai sarana meraih kekuasaan tanpa
memperhatikan etika dan moral keagamaan.
4 inspirasi dan kaidah penuntun, sehingga tidak terjadi benturan antara kerangka berpikir
keagamaan dan kerangka berpikir kebangsaan. Penyelenggara negara tidak
memanfaatkan agama sekedar untuk kepentingan tujuan meraih kekuasaan semata.
Tempat ibadah bukan hanya untuk kepentingan ritual keagamaan (ibadah mahdah)
semata. Ia harus dijadikan sebagai sarana pendidikan dan dakwah Islam, termasuk
5 masalah politik keumatan, bagaimana cara memilih pemimpin sesuai dengan ketentuan
agama, dan bagaimana mengembangkan ekonomi keumatan, bagaimana mewujudkan
kesejahteraan masyarakat serta bagaimana mewujudkan baldatun thayyibatun wa
rabbun ghafur.
Dalam prakteknya, arah tujuan politik praktis adalah memperoleh kekuasaan,
sementara kekuasaan cenderung korup. Karenanya, praktek politik kekuasaan
8 agama tertentu, tidak boleh digunakan untuk menipu dan memanipulasi umat
beragama agar bersimpati guna mencapai tujuan politik tertentu. Tindakan
tersebut bertentangan dengan ajaran agama dan termasuk penodaan agama.
IMPLEMENTASI KONSEP HAM
DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
1. Sesuai dasar negara dan konstitusi, negara Indonesia bukan negara sekuler
dan bukan pula negara agama, tetapi negara ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Atas dasar itu, aspirasi masyarakat Indonesia yang religius, termasuk di
dalamnya umat Islam yang merupakan bagian terbesar dari penduduk
Indonesia, hendaknya tercermin dan menjadi semangat, roh, pedoman, dan
isi hukum nasional, sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai dan menjadi satu kesatuan
dengan UUD 1945.
2. Hukum nasional dalam perspektif hukum Islam hendaknya mampu
melindungi dan menjaga agama, akal pikiran, jiwa, keturunan, dan harta
benda seluruh rakyat Indonesia. Seiring dengan itu, tujuan hukum adalah
terwujudnya kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.
3. Pembentukan hukum nasional (taqnin) harus memenuhi tiga persyaratan,
yakni filosofis, sosiologis, dan yuridis. Artinya, hukum nasional harus sesuai
dan sebagai pelaksanaan dasar negara Pancasila dan hukum dasar UUD 1945
(aspek filosofis), harus sesuai dengan aspirasi, tradisi dan budaya hukum
masyarakat (aspek sosiologis), dan harus sesuai dengan tata cara dan
mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan (aspek yuridis).
Lanjutan
5. Oleh karena tanah Nusantara dahulu pernah dijajah bangsa kolonial Belanda,
Inggris, dan Portugis, dan kini Indonesia merdeka berada di tengah-tengah era
globalisasi dengan berbagai paham dan ideologi liberalisme, kapitalisme, dan pasar
bebas serta dominasi kekuatan dunia unilateral yang sering memaksakan
kehendaknya sendiri, sebagian hukum nasional kita masih mengacu kepada nilai,
pandangan hidup, dan budaya bangsa-bangsa kolonial (Barat) yang tidak sesuai
bahkan bertentangan dengan dasar negara Pancasila, hukum dasar UUD 1945, dan
ajaran Islam.
7. Sampai saat ini sebagian hukum Islam dipraktikkan umat Islam telah diadopsi dan menjadi
bagian hukum nasional. Sebagian hukum Islam lainnya masih hanya berlaku dalam lapisan-
lapisan masyarakat Islam saja dan belum diadopsi ke dalam hukum nasional. Kondisi terakhir ini
hendaknya tidak dibiarkan terus seperti ini, tetapi hendaknya dilaksanakan agenda penyerapan
hukum Islam tersebut ke dalam hukum nasional. Kita bersama meyakini, apabila praktik dan
aspirasi umat Islam tersebut dipenuhi oleh negara maka dapat diwujudkan tatanan kehidupan
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan yang tenteram, damai, dan tertib karena sesuai
dengan pandangan hidup, praktik dan budaya serta tradisi hukum Islam dari umat Islam
Indonesia.
8. Oleh karena itu, proses pembentukan peraturan perundang-undangan (legislasi/taqnin), baik dari
tingkat tertinggi, yakni UUD 1945 maupun UU dan peraturan di bawah UU, selain mengacu
kepada Pancasila dan UUD 1945, hendaknya juga mengacu kepada nilai-nilai, semangat, roh,
dan isi/substansi/materi hukum Islam.
9. Atas dasar itu semua, Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ke-5 mendorong dan
mendukung lembaga-lembaga pembentuk peraturan (pemerintah dan lembaga perwakilan, baik
pusat maupun daerah) agar proses legislasi (taqnin) menyerap aspirasi umat Islam yang
merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia. Di sisi lain, proses legislasi tersebut tidak
boleh bertentangan dengan aspirasi umat Islam dan sistem hukum Islam yang dianut dan
dipraktikkan umat Islam sehari-hari. Kedua hal ini hendaknya ditunaikan pemerintah dan
lembaga perwakilan sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Lanjutan
تقوية الدولة
TPT, Basyarnas, LPLH SDA,
Ukhuwah Islamiyyah
1. Ukhuwah Islamiyah merupakan manifestasi dari ikatan
persaudaraan yang harmonis antar sesama Muslim. Perbedaan di
antara umat Islam yang termasuk dalam katagori wilayah
perbedaan (majal al-ikhtilaf) harus ditoleransi dan diupayakan
terjadinya titik temu untuk keluar dari perbedaan (al-khuruj min
al-khilaf).
2. Adapun perbedaan yang berada di luar majal al-ikhtilaf
dipandang sebagai penyimpangan yang harus diluruskan,
sebelum dilakukan penindakan secara hukum menurut
perundang-undangan yang berlaku.
3. Negara wajib menjamin umat Islam untuk menjalankan ajaran
agamanya dan melindungi kemurnian agamanya dari setiap
upaya penodaan agama.
PRINSIP-PRINSIP UKHUWAH SEBAGAI PILAR
PENGUATAN NKRI
Ukhuwah Wathaniyah
1. Sebagai sesama warga bangsa, setiap penduduk Indonesia diikat dengan komitmen
kebangsaan, sehingga harus hidup berdampingan secara damai dan rukun sebagai
sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah) dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-
prinsip kebangsaan yang telah menjadi kesepakatan bersama.
2. Pancasila sebagai dasar, falsafah dan ideologi berbangsa dan bernegara merupakan tali
pengikat seluruh warga bangsa dalam menjalin relasi antar sesama warga bangsa.
Pancasila bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat
dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Orang yang menegakkan nilai-nilai
Pancasila sudah selayaknya menjadi orang yang mempunyai komitmen tinggi terhadap
penegakan nilai-nilai keagamaan.
3. Setiap warga negara mempunyai posisi yang sama di dalam konstitusi negara. Dalam
konteks berbangsa dan bernegara, posisi antar sesama warga sebagai bagian warga
bangsa terikat oleh komitmen kebangsaan, sehingga harus hidup berdampingan secara
damai dan rukun dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Dalam hal kerukunan antar pemeluk agama, Islam mengakui eksistensi agama lain tanpa
mengakui kebenaran ajaran agama tersebut, sebagaimana pada masa Nabi Muhammad
saw juga diakui eksistensi agama selain Islam, antara lain Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
PRINSIP-PRINSIP UKHUWAH SEBAGAI PILAR
PENGUATAN NKRI
Ukhuwah Insaniyah
1. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan orang lain untuk
berinteraksi dalam menjalani kehidupannya. Persaudaraan antar sesama
manusia (ukhuwah insaniyah) merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan
dalam kehidupan di dunia ini.
2. Umat manusia diciptakan oleh Allah SWT terdiri dari berbagai ras, bangsa,
suku, adat istiadat, dan berbagai kelompok agar saling mengenal dan
memahami, sehingga terjalin interaksi dan hubungan yang baik antar
mereka. Dengan demikian, akan terwujud kedamaian dunia dan
persaudaraan sesama umat manusia.
3. Ukhuwah Insaniyah dapat menjadi pendorong terjadinya tolong menolong
antar sesama umat manusia tanpa memandang perbedaan ras, etnis,
suku, bangsa, agama dan kelompok. Upaya tolong-menolong antar
sesama manusia tidak layak dan tidak patut dijadikan gerakan terselubung
memurtadkan umat Islam.
ساقِّ ْط َ
علَ ْي ِّك ُر َطبًا َ ُ ت ة
ِّ َ ل ْ
خ الن ع ْ
ذ ج
ِّ ب
ِّ ك
ِّ ي
ْ َ ل إ
ِّ يزِّ ُ
ه و
َ
ِّ
َج ِّنيًّا (مريم)25 :
ّللا يَ ْه ِّدي َم ْن
َ ن ك
ِّ َ ل و
َ تَ ب
ْ َ بحْ َ أ ْ
ن م
َ يدِّ ه
ْ َ ت َ
َل ِّإن َك
يَشَا ُء (القصص)56:
"نحن قوم أعزنا هللا باإلسالم فمهما ابتغينا
العزة في غيره أذلنا هللا".
WASSALAM DAN TERIMAKASIH
1975 -2021
DAKWAH
DAN
MEDIA PENYIARAN
Standar Kompetensi Da’i Angkatan ke-4 - MUI
Jakarta - Senin, 27 September 2021
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk
memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan
jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan
kesejahteraan umum, dalam rangka membangun
masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan
sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran
Indonesia
WEWENANG KPI
• Menetapkan standar program siaran;
• Menyusun peraturan dan menetapkan
pedoman perilaku penyiaran;
• Mengawasi pelaksanaan peraturan dan
pedoman perilaku penyiaran serta standar
program siaran;
• Memberikan sanksi terhadap pelanggaran
peraturan dan pedoman perilaku penyiaran
serta standar program siaran;
• Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama
dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan
masyarakat.
TUGAS DAN KEWAJIBAN KPI
- Pasal 6
- Pasal 6 P3
- Pasal 7
- Pasal 14
- Pasal 21
- Pasal 15 SPS
- Pasal 37
- Pasal 43 - Pasal 59
Pasal 7 (SPS)
Materi agama pada program siaran wajib memenuhi ketentuan:
a. Tidak berisi serangan, penghinaan dan/atau pelecehan
terhadap pandangan dan keyakinan antar atau dalam agama
tertentu serta menghargai etika hubungan antar agama;
b. Menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham Pasal Terkait Keagamaan
dalam agama tertentu secara berhati-hati, berimbang, tidak
berpihak dengan narasumebr yang berkompeten dan dapat
dipertanggungjawabkan;
c. Tidak menyajikan perbandingan antar agama dan;
d. Tidak menyajikan alasan perpindahan agama seseorang atau
sekelompok orang.
Verifikasi Awal
Data Aduan
Menurut Katagori
Siaran
PELANGGARAN
TAYANGAN
TEGURAN TERTULIS
SANKSI ADMINISTRATIF
PASAL P3SPS YANG
NO TANGGAL LP PROGRAM SIARAN DESKRIPSI
DILANGGAR
Pada tanggal 11 Juni 2015 pukul 17.10 WIB program
tersebut menayangkan seorang pria secara eksplisit P3 Pasal 6
1 23 Juni 2015 TRANS TV Berita Islami Masa Kini menceritakan kisahnya sebagai seorang mualaf, alasan SPS Pasal 6 Ayat (1) dan
perpindahan agama hingga terjadi pertentangan di Pasal 7 huruf c dan d
keluarganya.
PERINGATAN
SANKSI ADMINISTRATIF
PASAL P3SPS YANG
NO TANGGAL LP PROGRAM SIARAN DESKRIPSI
DILANGGAR
Pada tanggal 28 September 2020 mulai pukul 06.34 WIB P3 Pasal 14 Ayat (2), Pasal
menampilkan visual seorang wanita a.n. Ida Farida yang mengalami
Siraman Qalbu 21 Ayat (1)
kesurupan. Dalam tayangan tersebut, terdapat adegan percakapan
3 22 Oktober 2020 MNCTV Bersama Ustadz seorang pria a.n. Ustadz Dhanu dengan seorang wanita a.n. Ida SPS Pasal 15 Ayat (1),
Dhanu Farida yang sedang mengalami kesurupan tersebut. Selain itu Pasal 37 Ayat (1), (2), (4)
ditemukan muatan serupa pada tanggal 30 September 2020. huruf b
INDEKS KUALITAS PROGRAM
RELIGI PERIODE I TAHUN
2020
Standar 3.0
KPI 0
Periode 1 3.4
2020 3 PERBANDINGAN INDEKS
PROGRAM RELIGI TAHUN
2017 - 2020
INDEKS KUALITAS PROGRAM 3.4
RELIGI BERDASARKAN 3
LEMBAGA PENYIARAN
NE 3.6
T 2
TVR 3.5
I 7 3.19
RC 3.5
3.1 3.1
TI 5 3.1
KOMPAS 5 3.1 8
TV 3.54 6 3.1 3.0
METRO 3
TV 1 9 P
3.54
3.5
INEWS 2 3.0 1
TV 0
SCT
3.5 P
RTV 3.4
V 2
INDOSIA
7
3.4 2
R 4
TV 3.
ONE 4 P
TRANS 3.2
TV
MNC
8
3.2 3
TV 5
TRANS
7
ANT
3.24 201 201 201 202 Standar
3.1
V 3
7 8 9 0 KPI
MOHAMAD REZA
E-mail : rezagtlo@gmail.com
Ig: rezagtlo
Facebook: Reza Rh
TERIMA KASIH
STANDARD KOMUNIKASI
USTADZ DI MEDIA SOSIAL
Standardisasi Kompetensi Da’i Angkatan 7
AKTIVITAS:
• VP Commerce Telkom
• Wakil Ketua Komisi Infokom MUI Pusat
• Ketua LTN PBNU
• Ketua Persaudaraan Profesional Muslim Aswaja
• Inisiatior Santri Goes to Papua
• Founder Laduni.ID
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga keummatan yang mewadahi para ulama, zu’ama, dan cendikiawan
Islam di Indonesia antara lain untuk melindungi umat (himayatul ummah, melindungi agama (himayatuddin), dan
melindungi negara (himayatud daulah) berdiri 17 Rajab 1395 Hijriah, atau 26 Juli 1975 di Jakarta.
Salah satu latar belakang lahirnya MUI adalah karena kesadaran sejaran di mana umat dan Negara tengah
membutuhkan wadah untuk mempersatukan organisasi kemasyarakatan Islam (Ormas) untuk melindungi negara
(himayatud daulah).
Hasil musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air, antara lain
meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang
merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al Washliyah,
Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI, dan Al Ittihadiyyah, empatnorang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat,
Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Polri serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.
Visi MUI adalah terciptanya kondisi kehidupan masyarakat, kebangsaan, dan kenegaraan yang baik menuju masyarakat
berkualitas demi terwujudnya kejayaan kaum Muslimin dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Visi kebangsaan, MUI menjaga kedaulatan negara melalui mitra strategis bersama pemerintah (shodiqul hukumah).
Arab Saudi + Turki Hentikan Konflik Rusia Aktifkan Pangkalan Korea Utara Ancam NATO vs China terkait
Syuriah dan Berdamai dengan Israel Konflik Laut China Selatan Perang Vietnam & Pasifik Amerika Covid Amerika vs Rusia di Ukraina
Australia vs Perancis tentang Pembatalan China vs India dalam Konflik Konflik Dagang
Taliban Kuasai Afghanistan Pemesanan Kapal Selam senilai Rp570T Perbatasan (Himalaya) Amerika vs China
Krisis energi di Eropa, China, dan India, serta Singapura China vs Taiwan + Jepang Konflik Nasional 1 Tahun Terakhir
Global and Proxy War Peta Konflik Ekonomi Tweet by Languange Social Media in War
Sumber (dimodifikasi):
1. Gerd Leonhard, Futurist
2. Ainun Na’im, Kemenristekdikti
3. https://www.cheatsheet.com/money-career/jobs-that-will-be-gone-in-10-years.html/
Sumber: LIPI
FB: muipusat || IG: @muipusat || Twitter: @muipusat || Youtube: OFFICIALTVMUI
Prediksi
Perkembangan
Indonesia
PERTUMBUHAN EKONOMI (TERBAIK DUNIA)
Karyawan
Perkantoran &
Profesional
18
FB: muipusat || IG: @muipusat || Twitter: @muipusat || Youtube: OFFICIALTVMUI
‘DRIVER’ UTAMA EKONOMI DIGITAL INDONESIA
& Health
POSITIF
1.
2.
Membangun Bisnis
Temukan Tempat yang Pas
NEGATIF
3. Tetap Terhubung 1. Memicu cyber-bullying
4. Belajar Mandiri 2. Mengganggu kegiatan yang
5. Mempromosikan dan lebih penting
Mengiklankan 3. Menjadi anti sosial
6. Menemukan Barang Baru 4. Melakukan kejahatan di dunia
7. Memerangi Kejahatan maya
8. Selalu Tahu Kabar Terkini
9. Membantu Orang dan Diri
Sendiri
Brainberries.co
FB: muipusat || IG: @muipusat || Twitter: @muipusat || Youtube: OFFICIALTVMUI
TOOLS DAKWAH TERKINI
Facebook Twitter
1.a. 3. 7.
1.b. 5.
Monitoring Dikirim ke wa group tim Monitoring Evaluasi
Rilis berita Persetujuan Publikasi
isu sosmed kreator meme & video Positioning
web resmi
via Drone
mui.or.id
Emprit
4. 6. 8.
1.c. Seleksi dan Finalisasi Proses Publikasi Community Relationship
Internal isu terencana content (mentioning & hashtag) Analysis & Development
2. Draft Wording
26 25-31 Juli 15-22 Dzulhijah Shalat Idul Adha Shalat Idul Adha dengan Suasana ekonomi Shalat Idhul Adha Tetap taat prokes dalam
prokes merosot selama dan Prokes shalat Idul Adha
PPKM
28 8-=15 Agustus
29 16-22 Agustus
30 23-30 Agustus
Keterangan:
1. Perencanaan Isu disusun oleh PIC terkait
2. Draft rencana isu disepakati bersama
3. Rencana isu disampaikan tiap minggu sekali di wa group Pokja sebagai bahan isu dalam 1 minggu
Live
Event
1 2
Memiliki akun media Memfollow/ mengikuti
sosial yang dikelola dan menyebarkan
dengan baik untuk content akun resmi
media dakwah lembaga atau pengurus
(FB, IG, TW) atau ambassador MUI
3 4
Menjadikan medsos
Aktif di Medsos dan
sebagai media belajar
mengikuti fatwa MUI
dan meneruskan
muamalah di media
kebaikan secara
sosial
bertanggung jawab
Panduan
Panduan
TIM UMAT
KOORDINASI Interaksi CHANNEL Interaksi
HALAL
WEB MUI atau
MEDSOS HARAM? USTADZ MUI
https://mui.or.id/berit
KOMISI FATWA a/32209/keputusan-
mengeluarkan fatwa-hukum-uang-
fatwa “Hukum kripto-atau-
Sosialisasi cryptocurrency/ Sosialisasi
Mata Uang Sosialisasi
Kripto” & Dakwah
14
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PERBEDAAN KAIDAH BERDASARKAN JENIS HARAM
.
Kaidah Pangan Kaidah Ekonomi
(Fatwa Halal MUI (DSN – MUI)
OBYEK
FIQH MUAMALAT
BENTUK AKAD
TABARRU’ MU’AWADHAH/
(Not For Profit Transactioin) (For Profit Transaction)
AKAD MU’AWADHAH/
(Tukar Menukar)
ْ َ َ َ َ ْ َ َ ه ْ َ َ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ ًّ َ َ ْ ْ َ
يظ ال َقل ِب َل ْن َف ُّضوا ِم ْن َح ْو ِل َك َف ْاع ُف َع ْن ُه ْم َو ْاس َت ْغ ِف ْر ل ُه ْم َو َش ِاو ْر ُه ْم ِفي َاَل ْم ِر َف ِا َذا َع َز ْم َت اَّلل ِلنت لهم ولو كنت فظا غ ِل ف ِبما رحم ٍة ِمن ِ
ْ اَّلل ا هن ه َ
اَّلل ُي ِح ُّب ال ُم َت َو ِك ِل َ َََ ه ْ ََ ه
ين (159ال عمران) فتوكل على ِ ِ
َّ َّ َ ْ َ
اذ َه َبا ِإلى ِف ْر َع ْو َن ِإ َّن ُه َط َغى (َ )43ف ُقوال ل ُه َق ْوال ل ِي ًنا ل َع َّل ُه َي َت َذ َّك ُر َا ْو َي ْخ َشى ( (44طه
اما َو ْارُزُق ُوه ْم ف َيها َو ْاك ُس ُوه ْم َو ُق ُول ْوا َل ُه ْم َق ْو ًال َّم ْع ُر ً اَّلل َل ُك ْم ق َي ً َ َّ َ َ ُ ْ ُ ْ ُّ َ َ َ ُ َّ
وفا } [النساء]5: ِ السف َها َء ا ْم َوالك ُم ال ِتي َج َعل ُ ِ {وال تؤتوا
Setiap muslim memandang sesama muslim sebagai saudara seiman. Karenanya sebagai
muslim harus memperlakukan saudara seimannya denga penuh kasih sayang, dilandasi
kejujuran, memiliki rasa empati dan solidaritas yang tinggi. Bukan dengan rasa benci,
antipasti dan cenderung melukainya.
Setiap muslim merasa wajib mengembangkan persaudaraan keimanan, ke arah sikap
dan budaya saling membantu dan melindungi.
Setiap muslim mengutamakan kehidupan berjamaah dan dapat mendayagunakan
organisasi sebagai alat dakwah dan perjuangan. Dalam hal ini, organisasi hanyalah alat,
bukan tujuan.
Setiap organisasi atau lembaga Islam memandang organisasi/lembaga Islam sebagai mitra
perjuangan. Karena itu harus dikembangkan budaya kerjasama dalam rangka fastabiqul
khairat. Bukan budaya pertentangan, permusuhan dan persaingan tidak sehat.
Dalam kehidupan politik, seperti pada pemilihan untuk jabatan politis, setiap muslim dan
organisasi/lembaga Islam mengedepankan kebersamaan dan kepentingan bersama umat
Islam dan meletakkannya di atas kepentingan kelompok/organisasi.
LANJUTAN…
Sesama pemimpin muslim dan tokoh Islam wajib menghidupkan silaturahim tanpa
memandang perbedaan suku, etnik, organisasi, kelompok atau aliran politik.
Setiap pemimpin dan tokoh umat Islam perlu menahan diri untuk tidak mempertajam
dan mempertentangkan masalah-masalah khilafiyah, keragaman ijtihad dan perbedaan
madzhab di dalam forum khutbah, pengajian dan sebagainya, apalagi dengan mengklaim
pendapat atau kelompok tertentu yang paling benar dan menyalahkan pendapat atau
kelompok lain.
Hubungan antara sesama organisasi Islam haruslah dilandasi pandangan positif (husnudzon)
dan selalu mengedepankan sikap saling menghargai peran dan kontribusi masing-masing
dalam pembangunan umat.
Setiap amal dan prestasi suatu organisasi Islam haruslah dipandang sebagai bagian dari karya
dan prestasi umat Islam secara keseluruhan, dalam arti organisasi Islam yang lain wajib
menghormati, menjaga serta melindunginya.
Setiap kaum muslimin harus memandang sesama muslim di berbagai negara dan belahan
dunia, sebagai bagian dari dirinya dan berkewajiban untuk membangun solidaritas dan
tolong menolong dalam berbagai bidang kehidupan.
SEKIAN,
TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN
ANDA
Ketentuan
Hukum
Positif
terkait
Dakwah
Rofiqul Umam Ahmad
Wasekjen Dewan Pimpinan MUI
PAGE 1
Kasus Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok)
PAGE 3
UUD NRI Tahun 1945
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang.
Pasal 28E
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara danmeninggalkannya, serta berhak kembali.
PAGE 4
UUD NRI Tahun 1945
Pasal 29
PAGE 5
UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/atau Penodaan Agama
Pasal 1
PAGE 6
Pasal 4
Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana
diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya lima tahun barangsiapa dengan
sengaja di muka umum mengeluarkan
perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat
permusuhan, penyalah-gunaan atau
penodaan terhadap suatu agama yang
dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak
menganut agama apapun juga, yang
bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
PAGE 7
Pasal 156 KUHP
Barang siapa di muka umum menyatakan
perasaan permusuhan, kebencian atau
penghinaan terhadap suatu atau beberapa
golongan rakyat Indonesia, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan
golongan dalam pasal ini dan pasal
berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari
rakyat Indonesia yang berbeda dengan
suatu atau beberapa bagian lainnya karena
ras, negeri asal, agama, tempat asal,
keturunan, kebangsaan atau kedudukan
menurut hukum tata negara.
PAGE 8
Pasal 156a KUHP (berasal dari
UU No. 1/PNPS/1965)
PAGE 9
Pasal 157 KUHP
1) Barang siapa menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan
tulisan atau lukisan di muka umum, yang
isinya mengandung pernyataan perasaan
permusuhan, kebencian atau penghinaan
di antara atau terhadap golongan-
golongan rakyat Indonesia, dengan
maksud supaya isinya diketahui atau lebih
diketahui oleh umum, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun
enam bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut pada waktu menjalankan
pencariannya dan pada saat itu belum
lewat lima tahun sejak pemidanaannya
menjadi tetap karena kejahatan semacam
itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang
menjalankan pencarian tersebut.
PAGE 10
Pasal 28
UU ITE
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
Bab VII mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik.
Perbuatan
yang Dilarang (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
PAGE 11
TERIMA KASIH
Islam dan Kebangsaan:
Mengukuhkan Indonesia Darul Mitsaq
Mamlakah
Shulthanah
Pemerintahan
Islam
Jumhuriyah Imarah
Khilafah
Relasi Islam dan Kebangsaan
Pertama, Segregatif-separatif
diposisikan secara diametral sebagai Antara Islam dan kebangsaan dalam konteks
dua kutub yang berbeda domain. Islam NKRI berdasarkan Pancasila tidak bersifat atas-
adalah akidah, sementara kebangsaan bawah, tidak segregatif, melainkan sejiwa,
senafas, saling membutuhkan, dan beriringan
berada di luar urusan akidah. Komitmen
baik sebagai pondasi maupun cara menuju
kebangsaan tidak memiliki landasan
tujuan cita-cita nasional bangsa Indonesia yang
baik sakral ataupun profan. Bahkan, sesuai dengan ajaran Al-Qur’an berupa
kebangsaan juga diposisikan sebagai baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Islam
tidak mungkin bisa diaktualisasikan tanpa
bentuk bid’ah (human create)
komitmen kebangsaan, demikian pula
kebangsaan akan absurd jika tidak ada peran
dan partisipasi nilai-nilai Islam di dalamnya.
Problem Maker: The Invisible Hands
Pertama, ekstremisme beragama. Ekstremisme beragama menodai
Munculnya pemikiran dan perilaku ruh beragama yang hanif, moderat,
Kedua, radikalisme sekuler yang
beragama yang gemar toleran. Sementara radikalisme sekuler
mudah menuduh bahwa umat
mengkapling surga di atas stempel beragama adalah pelaku anti adalah pemberontakan terhadap prinsip
khilafah, menggunakan teknik kebhinnekaan. Umat beragama negara religius yang menjunjung tinggi
hoaks atas nama agama, mudah dituduh sebagai gerakan anti nilai-nilai gotong-royong, kolektivitas,
menghalalkan darah dan nyawa Pancasila, pro makar, dan melawan permusyawaratan, dan dialogis.
pemimpin negara. Kelompok Polarisasi keduanya nyata-nyata telah
kelompok lain yang tidak sepaham
radikal-sekuler ini selain bercirikan memberi kesempatan kepada kelompok
dengannya, serta gemar the invisible hand, propagandis
otoriter dan hegemonik, berupaya
menyalahkan dan mengafirkan
mendelegitimasi peran agama,
pengadudomba anak-anak bangsa
aliran lainnya sebagai telah keluar religius dan nasionalis yang sejatinya
tetapi juga berupaya mengaburkan
sama-sama memiliki komitmen untuk
dari tuntunan Qur’an dan Sunnah. tradisi luhur dan lanskap tata
saling menghormati, mau bekerjasama
kawasan warisan nenek moyang
membangun negeri tercinta, dan
Nusantara. berkomitmen terhadap keutuhan NKRI
dan tegaknya Pancasila dan UUD 1945.
Dua Isu Besar
Disinkronisasi Ekstremisme
Ketidakadilan
Kebangsaan Terorisme
Tawaddudiyan
Tasamuhiyyan wa tarahumiyan
Menyatukan antara ucapan dan perbuatan
Tidak mencampuradukan akidah dan ibadah
agama-agama.
Tidak menghina sesembahan non muslim.
Bersikap adil dan tidak mendiskriminasi
sasaran dakwah.
Tidak meminta dan menetapkan imbalan.
Menghindari pergaulan yang mengundang
syubhat dari masyarakat.
Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak
diketahui dan tidak dikuasainya.
Menganggap sesama pelaku dakwah
sebagai mitra yang saling menguatkan,
bukan pesaing yang saling menjatuhkan.
Menyelenggarakan kegiatan dakwah
dengan sumber pendanaan yang halal dan
tidak mengikat.
Merujuk kepada putusan lembaga
keagamaan yang mu’tabarah ( ijma’ al-
majami’) terutama fatwa-fatwa MUI dalam
isu-isu dakwah dan keummatan.
Setiap muslim memandang sesama
muslim sebagai saudara seiman.
Karenanya sebagai muslim harus
memperlakukan saudara
seimannya dengan penuh kasih
sayang, dilandasi kejujuran,
memiliki rasa empati dan
solidaritas yang tinggi. Bukan
dengan rasa benci, antipati dan
cenderung melukainya.
Setiapmuslim merasa
wajib mengembangkan
persaudaraan
keimanan, ke arah
sikap dan budaya
saling membantu dan
melindungi
Setiapmuslim
mengutamakan
kehidupan berjamaah dan
dapat mendayagunakan
organisasi sebagai alat
dakwah dan perjuangan.
Dalam hal ini organisasi
hanyalah alat bukan
tujuan
Setiap organisasi atau
lembaga Islam memandang
organisasi/lembaga Islam
sebagai mitra perjuangan .
Karena itu harus
dikembangkan budaya
kerjasama dalam rangka
fastabiqul khairat. Bukan
budaya pertentangan,
permusuhan dan
persaingan tidak sehat.
Dalam kehidupan politik,
seperti pada pemilihan
untuk jabatan politis,
setiap muslim dan
organisasi/lembaga Islam
mengedepankan
kebersamaan dan
kepentingan bersama
umat islam dan
meletakkannya di atas
kepentingan kelompok/
organisasi.
Sesama pemimpin
muslim dan tokoh
Islam wajib
menghidupkan
silaturahim tanpa
memandang
perbedaan suku, etnik,
organisasi, kelompok
atau aliran politik.
Setiap pemimpin dan tokoh
umat Islam perlu menahan
diri untuk tidak mempertajam
dan mempertentangkan
masalah-masalah khilafiyah,
keragaman ijtihad dan
perbedaan mazhab di dalam
forum khutbah, pengajian dan
sebagainya, apalagi dengan
mengklaim pendapat atau
kelompok tertentu yang
paling benar dan
menyalahkan pendapat atau
kelompok lain.
Hubungan antara sesama
organisasi Islam haruslah
dilandasi pandangan
positif (husnudzon) dan
selalu mengedepankan
sikap saling menghargai
peran dan kontribusi
masing-masing dalam
pembangunan umat.
Setiapamal dan prestasi
suatu organisasi Islam
haruslah dipandang
sebagai bagian dari karya
dan prestasi umat Islam
secara keseluruhan,
dalam arti organisasi
Islam yang lain wajib
menghormati, menjaga
serta melindunginya.
Setiap kaum muslimin harus
memandang sesama muslim
di berbagai negara dan
belahan dunia, sebagai
bagian dari dirinya dan
berkewajiban untuk
membangun solidaritas dan
tolong menolong dalam
berbagai bidang kehidupan.
1. Bersatu dalam aqidah
2. Berjamaah dalam ibadah
3. Tasamuh dalam khilafiyah
4. Ihsan dalam bermujadalah
5. Fathanah dalam bersiyasah
6. Santun dalam bermu’amalah
7. Istiqamah dalam berdakwah