Anda di halaman 1dari 64

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

LAPORAN TUGAS AKHIR

PELAKSANAAN KESELAMATAN SCAFFOLDING UNTUK


BEKERJA DI KETINGGIAN DI PT. SARI HUSADA UNIT 1
YOGYAKARTA

Gilang Ratna Pertiwi


R.0009047

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i

ABSTRAK

PELAKSANAAN KESELAMATAN SCAFFOLDING UNTUK BEKERJA


DI KETINGGIAN DI PT. SARI HUSADA UNIT 1 YOGYAKARTA.

Gilang Ratna Pertiwi*), Tarwaka*), dan Seviana Rinawati*)

.
Tujuan: Aktivitas yang melibatkan faktor manusia, peralatan, serta lingkungan
kerja mengandung potensi bahaya yang tinggi. Scaffolding untuk bekerja di
ketinggian memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja sehingga perlu
diperhatikan keselamatan pelaksanaanya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding di PT.
Sari Husada Unit 1 Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yang


memberikan gambaran sejelas-jelasnya mengenai pelaksanaan keselamatan
scaffolding lalu dibahas dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan Kerja Konstruksi Bangunan.

Hasil: Scaffolding digunakan sebagai alat bantu untuk bekerja di ketinggian.


Pencegahan dan pengendalian risiko dilakukan mengikuti hirarki pengendalian
(Hierarchy of Control). Pengamanan, pemasangan, perawatan, pembongkaran dan
pengecekan scaffolding dilakukan berdasarkan prosedur pelaksanaan keselamatan
scaffolding yang harus dijalankan oleh scaffolder.

Simpulan: Perusahaan telah melaksanakan pemasangan dan pembongkaran


sesuai prosedur pelaksanaan keselamatan scaffolding, sedangkan untuk perawatan
masih ada yang belum sesuai berkaitan dengan penyediaan tempat penyimpanan
khusus scaffolding.

Kata Kunci : Scaffolding, Hierarchy of Control

*)
Prodi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.

commit to user

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatnya yang
telah melimpahkan petunjuk, kemudahan dan perlindungan-Nya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini tepat pada waktunya.
Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dari
pendidikan yang penulis tempuh yaitu jurusan Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Fakultas Kedokteran UNS dan juga untuk menambah ilmu dan pengalaman kerja
yang berhubungan dengan Keselamatandan Kesehatan Kerja. Sesuai pendidikan
yang penulisan tempuh maka penulis mengambil judul “PELAKSANAAN
KESELAMATAN SCAFFOLDING UNTUK BEKERJA DI KETINGGIAN
DI PT. SARI HUSADA UNIT 1 YOGYAKARTA“.
Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berhasil tanpa dukungan
dan bantuan dari semua pihak sehingga laporan ini dapat selesai pada waktunya.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan dr., SPD-KR-FINASIM selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta periode sekarang.
2. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes selaku Ketua Program D.III Hiperkes dan
Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta sekaligus penguji.
3. Bapak Tarwaka, PGDip, Sc, M.Erg selaku pembimbing I dalam penyusunan
laporan ini.
4. Ibu Seviana Rinawati, SKM selaku pembimbing II dalam penyusunan laporan
ini.
5. Ibu Alloysia L. Bandaransari selaku HRD Manager PT. Sari Husada Unit I
Yogyakarta.
6. Bapak M. Sukaelan, Bapak Wardiyo dan Mas Amri Cahyono selaku HSE di
PT. Sari Husada serta pembimbing selama kegiatan magang, terima kasih atas
ilmu dan bimbingannya selama magang.
7. Seluruh karyawan PT. Sari Husada yang telah membantu dalam pelaksanaan
magang.
8. Kedua Orang Tua tercinta,terima kasih atas doa, kasih sayang dengan ikhlas
dan dukungan yang tiada henti serta motivasinya.
9. Kakak-kakakku dan adikku tercinta Cenindyah Dwi Pratiwi terima kasih atas
doa dan dukungan semangatnya selama ini.
10. Sahabat superku , Cik, Ndhin, Unyun, Iyin, Mair, Vee terima kasih untuk
semua semangat, dukungan, kebersamaannya.
11. Meris, Vitri, Ajenk, Chika, Evi, Tutik terima kasih untuk semangat dan
kebersamaannya.
12. Teman-teman D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja tanpa terkecuali
angkatan 2009, terima kasih motivasinya.
13. Keluarga baru Wisma Kinasih 1 terima kasih motivasi dan kebersamaannya.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
dalam penyusunan laporan inci.ommit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca khususnya mahasiswa D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

Gilang Ratna Pertiwi

commit to
user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN........................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 3

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 5


A. Tinjauan Pustaka..................................................................... 5
B. Kerangka Pemikiran ............................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 30


A. Metode Penelitian ................................................................... 30
B. Lokasi Penelitian .................................................................... 30
C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian..................................... 30
D. Sumber Data ........................................................................... 31
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 31
F. Pelaksanaan ............................................................................ 32
G. Analisis Data........................................................................... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 34


A. Hasil Penelitian....................................................................... 34
B. Pembahasan ............................................................................ 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 57


A. Simpulan ................................................................................. 57
B. Saran ....................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 59


LAMPIRAN

commit to
user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara umum di

Indonesia masih sering terabaikan. Ditunjukkan dengan masih tingginya

angka kecelakaan kerja. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan dikarenakan

tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan

adalah aset penting perusahaan. Jumlah kecelakaan kerja yang tercatat juga

diduga tidak menggambarkan kenyataan di lapangan yang sesungguhnya.

Menurut jurnal yang berjudul An investigation of managements

commitment to construction safety yang ditulis oleh Osama Abudayyeh

(2012) didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa 3 faktor penyebab disuatu

perusahaan sering terjadi kecelakaan dan cidera dikarenakan kurangnya

kepemimpinan dan komitmen manajemen, kondisi bekerja yang aman,

kebiasaan kerja yang aman. Terlihat komitmen manajemen menempati posisi

paling atas sebagai faktor penyebab terbanyak atau utama.

Keselamatan bekerja diketinggian sampai saat ini belum mendapat

perhatian sebagaimana mestinya. Menurut Asosiasi Ahli Keselamatan Kerja

di Bangunan Tinggi (A2K2BT, 2012) saat ini Indonesia menempati peringkat

kedua tertinggi di dunia mengenai kematian akibat jatuh dari ketinggian. Pada

pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering

kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Sementara risiko tersebut


commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

kurang dihayati oleh para pekerja dengan sering kali mengabaikan

penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang

sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.

Banyak kejadian kecelakaan kerja di ketinggian lebih disebabkan karena

para pekerja sama sekali tidak mempunyai pengetahuan dasar mengenai

keselamatan kerja diketinggian selain itu aturan mengenai keselamatan kerja

diketinggian yang ada masih sangat minim menyentuh mengenai keselamatan

kerja diketinggian atau teknologi keselamatan yang diterapkan sudah tidak

valid (A2K2BT, 2012).

Scaffolding merupakan alat bantu kerja sementara di ketinggian. PT. Sari

Husada Unit 1 Yogyakarta telah menggunakan scaffolding untuk membantu

bekerja di ketinggian, dengan memperhatikan pelaksanaan yang dilakukan

sesuai dengan aturan agar kecelakaan kerja dapat dihindari baik pada tahap

pemasangan, penggunaan, perawatan dan pembongkaran scaffolding.

Pelaksanaan keselamatan scaffolding apabila tidak dilaksanakan dengan

baik dan benar, maka hal ini dapat menimbulkan potensi hazards & risiko

keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja. Oleh karena itu, penulis

tertarik dan ingin sekali mengkaji dan membahas pelaksanaan keselamatan

scaffolding di PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

Apakah cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding di PT.

Sari Husada Unit 1 Yogyakarta sesuai dengan Permenakertrans No. Per

01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi

Bangunan?

C. Tujuan

Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui kesesuaian pemasangan, perawatan dan pembongkaran

scaffolding di PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta dengan Permenakertrans

No. Per 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi

Bangunan.

D. Manfaat

1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi

dan masukan bagi PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta mengenai sistem

implementasi, kebijakan, pengendalian tentang penggunaan scaffolding

dan juga cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
4

2. Bagi Mahasiswa

Dapat menambah wawasan guna mengenal, mengetahui dan

memahami tentang jenis scaffolding yang di pakai di PT. Sari Husada

Unit 1 Yogyakarta beserta cara pemasangan, perawatan dan

pembongkaran scaffolding.

3. Bagi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Dapat menambah referensi kepustakaan dan memberikan

pengetahuan wacana terkait materi informasi mengenai scaffolding

beserta cara pemasangan,perawatan dan pembongkaran scaffolding dan

diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembekalan pengetahuan yang

selama ini belum ada di bangku perkuliahan.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bekerja di Ketinggian

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor Per. /Men/2011 tentang Perlindungan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja pada Ketinggian, bekerja pada

ketinggian adalah bekerja pada suatu tempat yang memiliki potensi

pekerja terjatuh karena perbedaan ketinggian yang dapat menyebabkan

cidera atau kematian. Tempat tersebut dapat berada di atas atau di bawah

suatu level dasar atau pekerja untuk naik mau pun turun mendapatkan

“jalan-masuk-ke” (access to) atau “jalan-keluar-dari” (egress from) suatu

tempat ketika bekerja, dengan tidak menggunakan tangga-jalan

(staircase) yang ada pada bangunan permanen.

Bekerja pada ketinggian (working at height) mempunyai potensi

bahaya yang besar. Ada berbagai macam metode kerja di ketinggian

seperti menggunakan perancah (scaffolding) tangga, gondola dan sistem

akses tali (Rope Access Systems). Masing–masing metode kerja memiliki

kelebihan dan kekurangan serta risiko yang berbeda–beda. Oleh

karenanya pengurus atau pun manajemen perlu mempertimbangkan

pemakaian metode dengan memperhatikan aspek efektifitas dan risiko


commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

baik yang bersifat financial dan non financial. Aspek risiko akan bahaya

keselamatan dan kesehatan kerja harus menjadi perhatian utama semua

pihak di tempat kerja. Hal ini selain untuk memberikan jaminan

perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, juga

sangat terkait dengan keselamatan asset produksi (Prosafe Global

Energy, 2012).

2. Perancah (Scaffolding)

a. Definisi

Dalam setiap pembangunan terutama pada bidang konstruksi,

pastilah dibutuhkan suatu alat guna memperlancar dan bagi

keselamatan setiap pekerja agar keselamatan lebih terjamin maka di

perusahaan membutuhkan alat yang bisa digunakan bekerja di

ketinggian dan mampu menjamin keselamatan para pekerjanya.

Untuk itu digunakan alat yang dinamakan scaffolding (Sari Husada,

2012).

Menurut Permenakertrans No. Per. 01/MEN/1980 tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan, Perancah

(scaffolding) ialah bangunan peralatan (platform) yang dibuat untuk

sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-

bahan serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan

termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Menurut Tarwaka (2008), analisis pencegahan dan pengendalian

bahaya mengikuti daripada hirarki pengendalian (Hirarcy Of

Control), yaitu :

1) Eliminasi

Eliminasi adalah suatu upaya yang digunakan untuk

menghilangkan metode, bahan, ataupun proses yang berbahaya

yang ada secara keseluruhan. Eliminasi adalah cara

pengendalian risiko yang paling baik karena risiko terjadinya

kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya ditiadakan.

2) Substitusi

Substitusi merupakan upaya untuk mengganti bahan,

material atau proses yang mempunyai potensi risiko tinggi

dengan bahan, material atau proses yang mempunyai potensi

risikonya rendah yang lebih aman.

3) Rekayasa Teknik (Engineering Revision)

Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah

struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar pada

potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup

ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor

beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian peredam suara

pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi

atau membuat / menciptakan desain baru.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

4) Isolasi

Isolasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk

mencegah bahaya dengan cara memisahkan bahaya dari manusia

agar tidak terjadi kontak langsung, dapat dilakukan dengan

pemberian pagar atau ruangan sendiri.

5) Pengendalian Administratif

Pengendalian Administratif dilakukan dengan menyediakan

suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan

seseorang terpapar potensi bahaya. Pengendalian adminstratif

dapat berhasil atau tidaknya tergantung dari perilaku tenaga

kerja itu sendiri dan juga memerlukan pengawasan yang teratur

untuk dipatuhinya pengendalian adminstratif ini.

6) Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu

upaya yang dilakukan jika bahaya-bahaya yang ada tidak dapat

dikendalikan secara teknis. Alat pelindung diri merupakan

alternatif terakhir. Penggunaan alat pelindung diri disesuaikan

dengan sumber bahaya yang terdapat pada lingkungan. Hal ini

dimaksudkan untuk mengurangi keparahan akibat bahaya yang

ditimbulkan. Penggunaan alat pelindung diri merupakan

alternative terakhir, karena mempunyai kelemahan antara lain :

a) Alat Pelindung Diri (APD) tidak menghilangkan risiko

bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi antara


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima.

Bila penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) gagal, maka

secara otomatis bahaya yang ada akan mengenai tubuh

tenaga kerja.

b) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dirasakan tidak

nyaman, karena kekurangleluasaan gerak pada waktu kerja

dan dirasakan ada beban tambahan karena harus dipakai

selama bekerja.

b. Jenis – jenis scaffolding

Menurut Sari Husada (2012) ada banyak jenis scaffolding yang

saat ini banyak digunakan pada pekerjaan konstruksi bangunan,

antara lain :

1) Modular scaffold

Adalah scaffolding yang seluruh perlengkapannya dibuat

melalui pabrikasi termasuk rangka yang menyilang.

2) Frame scaffold

Rangka scaffolding yang dibuat secara pabrikasi termasuk

rangka menyilang dan perlengkapannya.

3) Independent scaffold

Scaffolding yang dilengkapi dengan tiang sebanyak dua atau

lebih dihubungkan satu dengan yang lain secara melintang dan

membujur.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

4) Hanging scaffold

Scaffolding Independent yang digantunghkan pada salah satu

struktur tetap dan tidak dapat diangkat dan diturunkan.

5) Mobile scaffold

Scaffolding yang berdiri sendiri dan dapat berpindah dan

dilengkapi roda pada bagian bawah tiang.

6) Single pole scaffold

Scaffolding terdiri dari tiang satu deret yang disambung

dengan ledger, putlog diikat pada ledger dan diperkuat pada

salah satu dinding struktur tetap atau bangunan.

7) Tube scaffold

Scaffolding yang mempergunakan pipa sebagai tiang, rangka

menyilang, pengikat dan lain-lain, yang disambung dengan

klamp.

8) Scaffolding Over

Scaffolding yang dipasang disuatu ketinggian tertentu pada

bagian luar suatu bangunan yang sifatnya dibangun ke atas atau

ke bawah yang berdiri sendiri dengan bantuan batang penopang.

a) Spur scaffold

Scaffolding yang tidak dipasang dari landasan namun

dimulai dari suatu ketinggian yang berada pada bagian luar

dari bangunan yang dibantu oleh batang penopang dari

bawah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

b) Cantilever scaffold

Scaffolding yang ditopang oleh struktur (cantilever),

dengan prinsip kerja seperti tuas.

c) Drop scaffold

Scaffolding yang dibuat karena tidak memungkinkan

membangun scaffolding jenis yang lain. Dirancang sebagai

jenis scaffolding beban sedang yang dilengkapi 3 lift yang

terpasang ke bawah.

c. Komponen – komponen dari scaffolding

Menurut Alkon (1997) dalam struktur pendirian scaffold ada banyak

macam bagian-bagian yang tidak dipisahkan dari scaffold, komponen-

komponen tersebut antara lain :

1) Tiang vertikal (standart)

Merupakan tiang utama dari konstruksi scaffolding. Tiang

vertikal harus berdiri dengan dilandasi/ di atas Base plates atau Jack

Base pada dasar yang tidak rata, pipa harus lurus dengan ukuran

medium (22mm x 1 ½ x 6m)

2) Ledger (Gelegar memanjang)

Ledger berfungsi sebagai pengikat antara tiang vertikal dan

untuk membentuk lift pada perancah dan sebagai tumpuan transom,

antara standart dan ledger harus diikat dengan clamp mati (right

angle coupler). Jarak standart dengan ledger 1,60 m.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

3) Transom (Gelegar melintang)

Transom terpasang di atas ledger gunanya untuk penumpu

platform/ pelataran kerja. Jarak standart dari transom adalah 3,4 feet

(1m) pada ketebalan papan 38 mm, tidak diperbolehkan memasang

transom di bawah ledger, dan harus menggunakan clamp mati (right

angle coupler).

4) Bracing (pipa silang)

Adalah pipa silang yang harus disediakan pada setiap konstruksi

perancah, yang berfungsi sebagai penguat / membuat kekakuan pada

konstruksi perancah. Harus diikat dengan clamp hidup (Swivel

Coupler).

5) Guardrail / Handrail (palang pengaman)

Handrail dipasang di atas midrail dan harus diikat dengan clamp

mati (Right angle coupler), berfungsi sebagai palang pengaman agar

orang tidak jatuh saat berada di atas pelataran.

6) Midrail (palang tengah)

Midrail terpasang pada guardrail post di bawah Handrail dan di

atas toe board, fungsinya adalah untuk menjaga agar orang tidak

jatuh pada saat berada di bawah handrail.

7) Toe board (papan kaki)

Toe Board ditempatkan di atas platform atau pelataran kerja di

bawah midrail, minimum ketinggian toe board adalah 15 cm dari

lantai kerja. Fungsinya adalah untuk menjaga agar peralatan atau


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

material yang berada di atas platform tidak jatuh apabila tidak

sengaja tertendang.

8) Timber Sole / Sole plate (papan alas)

Timber sole ditempatkan di bawah dari tiang vertikal, di bawah

base plates atau jack base. Fungsinya adalah untuk menahan agar

tiang vertikal tidak ambles pada permukaan yang lembek, dan juga

berfungsi untuk menyalurkan beban pada tiang vertikal, tersebar

merata kelandasan yang lebih luas.

9) Base Plates (plat dasar)

Base plates dipasang di atas timber sole dan di bawah sebagai

alas tiang vertikal. Fungsinya adalah untuk menjaga kerusakan pada

ujung tiang vertikal dan menjaga agar tiang vertikal tidak bergeser

dan dipakukan ke timber sole.

10) Jack Base (plat dasar yang bisa diajas)

Jack Base digunakan untuk landasan tiang vertikal apabila dasar

dari perancah / scaffolding tidak rata, karena jack base bisa diajas

untuk menaikkan dan menurunkan tiang vertikal.

11) Swivel Coupler (clamp hidup)

Swivel Coupler hanya digunakan untuk mengikat pipa silang atau

menyambung pipa, tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa

horizontal dengan pipa vertikal.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

12) Right Angle Coupler (clamp mati)

Right Angel Coupler hanya digunakan untuk mengikat pipa

horizontal dengan pipa vertikal, tidak diperbolehkan untuk mengikat

pipa silang.

13) Joint Pin (penyambung)

Joint Pin digunakan sebagai penyambung antara ujung pipa.

d. Penggunaan Scaffolding

Scaffolding dibuat dan digunakan sebagai alat untuk menjaga agar

orang yang bekerja dan material-material / barang-barang yang berada di

atas ketinggian tidak jatuh dan juga untuk mempermudah pekerjaan yang

khususnya berada di atas ketinggian. Bisa juga digunakan sebagai

penyangga suatu bangunan yang belum selesai (Sari Husada, 2012).

Menurut Alkon (1997) hal-hal terpenting yang harus dilakukan dalam

penggunaan scaffolding / perancah, adalah :

1) Distribusi gaya muatan untuk perancah harus merata, untuk

mencegah bahaya dan menjaga keseimbangan.

2) Dalam penggunaan perancah, harus dijaga bahwa beban / gaya

muatan tidak boleh melebihi kapasitas yang ditentukan (over

loaded).

3) Perancah tidak boleh dipakai untuk menyimpan bahan-bahan

(material) kecuali bahan-bahan yang akan segera dipakai / dipasang.

4) Karyawan tidak boleh bekerja di dekat bangunan perancah sewaktu

angin kecang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

5) Kejutan gaya yang besar tidak boleh dibebankan kepada perancah /

scaffolding.

e. Menurut Sari Husada (2012) Rancang Bangun Scaffolding

1) Prinsip-prinsip umum

Rancang bangun scaffolding harus disesuaikan dengan :

a) Kekuatan, stabilitas, dan kekokohan rangka penguat.

b) Penanganan pekerjaan secara normal dengan menggunakan

scaffolding.

c) Keselamatan kerja personel dalam melaksanakan pekerjaan :

(1) Pemasangan, perubahan dan pembongkaran scaffolding.

(2) Penggunaan scaffolding.

(3) Hal yang berkaitan dengan pekerjaan scaffolding.

2) Beban rancang bangun / desain, yaitu :

Australia Standart 1576-1 (1984) mengenalkan 3 (tiga) elemen

beban dengan melibatkan perhitungan beban desain, yaitu :

a) Beban Mati ( Dead Loads)

Beban ini adalah berat scaffolding dan perlengkapannya,

seperti :

Landasan / dek, pengaman tepi landasan, tali gantungan,

pegangan tangan, tangga, jala pengaman, tali berjalan,

komponen pengikat / kunci, hoist, kabel-kabel listrik dan lain-

lain yang terkait.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

b) Beban Tambahan ( Environmental Loads )

Beban yang timbul akibat pengaruh dari luar terhadap

scaffolding, yaitu : kekencangan angin, beban hujan, beban salju

dan lain-lain.

Dalam prakteknya beban tambahan ini dapat diperhitungkan

seorang praktisi yang telah memiliki pengalaman yang luas.

c) Beban Hidup ( Live Loads )

Beban hidup yang dimaksudkan dalam penggunaan

scaffolding adalah :

(1) Berat pelaksana / pekerja yang tidak boleh lebih dari 80kg

setiap orang.

(2) Berat barang / material dan komponen yang diperlukan.

(3) Berat perkakas dan peralatan yang digunakan oleh pekerja.

(4) Berat beban tumbukan / benturan.

Adapun kategori berat beban hidup yang dapat ditanggung

oleh scaffolding sesuai dengan schedule 6 AS 1575-1 (Australia

Standart, 1984) adalah sebagai berikut :

(1) Scaffolding penggunaan ringan (Light duty) dengan beban

maksimum 225 kg/bay.

(2) Scaffolding penggunaan sedang (medium duty) dengan

beban maksimum 450kg/bay.

(3) Scaffolding penggunaan berat (heavy duty) dengan beban

maksimum 675kg/bay.
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

3. Menurut Sari Husada (2012) potensi bahaya yang timbul pada saat bekerja

di atas scaffolding yaitu :

a. Bahaya Terjatuh

Bahaya terjatuh bisa terjadi :

1) Saat memanjat scaffolding

2) Bekerja di platform scaffolding yang tidak berpagar.

3) Saat platform scaffolding terjatuh.

Jika pekerja bisa terjatuh dari ketinggian lebih dari 2 meter di

scaffolding, lindungi mereka dengan menggunakan :

1) Guardrails dan

2) Sistem Fall Arrest Pribadi (SFAP)

Pekerja yang bekerja di scaffolding menghadapi risiko-risiko

sebagai berikut :

a) Terjatuh dari ketinggian karena terpeleset, akses tidak

aman, penutup papan yang tidak baik, dan ketiadaan

perlindungan fall protection.

b) Terkena barang jatuh seperti peralatan dan perkakas.

c) Tersengat listrik dari power lines di atas kepala.

d) Scaffolding terjatuh karena tidak stabil dan melebihi beban

yang diperbolehkan.

e) Berdekatan dengan sumber lain yang membahayakan.

f) Cuaca.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

b. Barang Jatuh dari Ketinggian

1) Memakai helm

2) Barricade area si bawah scaffolding untuk menghindari orang

lain masuk ke area kerja.

3) Papan atau jarring harus digunakan jika material yang disusun

lebih tinggi dari toe-board.

4) Gunakan langit-langit atau jaring di bawah scaffolding yang bisa

menahan atau mengamankan jika benda terjatuh dari ketinggian.

5) Pasang Catch Platforms.

c. Instalasi Listrik yang Tergantung

1) Kemingkinan untuk kesetrum harus dipertimbangkan jika

bekerja berdekatan dengan instalasi listrik yang tergantung.

2) Periksa instalasi listrik bawah tanah dan tergantung sebelum

membangun scaffolding.

3) Periksa semua instalasi bawah tanah.

4) Ketinggian harus 4,0 m atau 1,5 m dimana hanya material yang

tidak bisa mengalirkan listrik seperti kayu dapat digunakan.

5) Jika kabel tidak bisa de-energised, harus dibalut dengan

pembalut sepanjang scaffolding tambah 5,0 m lebih ke ujung

kabel.

6) Harus lebih hati-hati jika cuaca lembab dan kondisi basah.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

d. Scaffolding terjatuh

1) Pastikan scaffolding dibangun pada pelat dasar dan base plates,

sole boards, dan lain-lain digunakan dengan benar.

2) Pastikan scaffolding diikat pada struktur dan mengait.

3) Mitigate against vehicle impact.

e. Cuaca

Scaffolding harus diperiksa setelah ada perubahan cuaca seperti :

1) Angin yang kencang

2) Hujan (periksa kemungkinan subsidence, erosi atau ponding di

bawah pelat dasar.

3) Sheeted scaffolding akan menahan beban yang berat jika

dihujani atau waktu angin yang kencang dan karena ini

scaffolding harus dirancang oleh insinyur struktural.

4. Prosedur Keselamatan Kerja Scaffolding

Menurut Sari Husada (2012) prosedur-prosedur yang harus dilakukan

guna menghindari adanya bahaya kecelakaan pada scaffolding harus

dilaksanakan dengan semestinya, dan ditaati bagi setiap orang yang

bekerja dengan menggunakan scaffolding, ataupun bagi scaffolder itu

sendiri.

Agar proses pendirian dan pemakaian scaffolding aman dan tidak

mengalami kecelakaan pada pekerja yang bekerja pada / di atas

scaffolding, maka prosedur keselamatan kerja scaffolding harus

diterapkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

5. Pemasangan, Perawatan dan Pembongkaran Scaffolding

Proses pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding

diperhatikan cara-cara atau prosedur pelaksanaan yang harus dijalankan

seorang scaffolder (Sari Husada, 2012).

a. Pemasangan scaffolding

1) Sebelum memulai pendirian scaffolding pertama kali

diperhatikan adalah kondisi dasar (ground), pastikan tidak

longsor / tenggelam apabila kondisi dasar adalah tanah, apabila

dasar konkret beton periksa ketebalannya.

2) Periksa semua kondisi material (pipa, clamp, papan, coupler dll)

sebelum dibawa ke lapangan. Material kontrol juga ikut

bertanggung jawab di dalam pemeriksaan kondisi material.

3) Sebelum mulai mendirikan scaffolding, pastikan kondisi

sekitarnya aman, tidak ada kabel power di atasnya, tidak terlalu

dekat dengan lobang-lobang galian, tidak ada pekerjaan-

pekerjaan pengangkatan di sekitarnya (lifting) di sekitar lokasi

pemasangan scaffolding.

4) Petugas keselamatan kerja/ safety bekerja sama dengan

supervisor sebelumnya memberikan pengarahan-pengarahan

tentang peraturan-peraturan dan cara-cara kerja yang aman juga

memeriksa semua peralatan keselamatan kerja setiap scaffolder.

5) Lokasi sekitar pendirian scaffolding harus dibarricade dan

tempatkan papan pemberitahuan (notice board).


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

6) Semua kunci-kunci scaffolding harus diberi tali pengaman.

7) Tidak dibenarkan melempar ke atas semua material scaffolding,

di dalam pemasangannya harus menggunakan tambang untuk

menurunkan dan menaikkan material.

Cara pemasangan scaffolding tergantung dari tempat dimana

akan dibuat scaffolding tersebut. Cara di atas adalah untuk

scaffolding yang standar (tiang utama) bertumpu pada tanah, misal

independent scaffolding. Untuk scaffolding yang digantung atau di

atas bangunan konstruksi, misal hanging scaffolding yang harus

dilakukan adalah membuat penahan atau pengikat dulu dengan

struktur konstruksi. Komponen dari scaffolding yang bisa digunakan

sebagai pengikat bisa dari handrail, transom, ledger tergantung dari

posisi scaffolding dengan bangunan induk.

b. Perawatan scaffolding

Perawatan scaffolding mutlak diperlukan guna menjaga kondisi

scaffolding agar tidak mengalami kerusakan dan senantiasa dapat

dipakai dalam kondisi aman. Perawatan scaffolding sebelum

digunakan :

1) Scaffolding sebelumnya harus diperiksa oleh petugas yang

berwenang/ ahli untuk memastikan scaffolding sudah layak

pakai atau belum.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

2) Scaffolding harus diperiksa ulang seminggu sekali atau sesudah

angin kencang/ cuaca buruk. Agar dapat diketahui lebih dini jika

mengalami kerusakan.

3) Scaffolding harus diperiksa pemakai setiap harinya untuk

memastikan kondisi lantai kerja tetap terikat dan tidak lepas atau

hilang.

4) Scaffolding yang sudah layak pakai harus dilengkapi dengan

scaffold tag yang berwarna hijau (green tag) yang berarti aman

untuk digunakan.

5) Scaffolding yang belum siap pakai harus dilengkapi dengan red

tag yang berarti tidak aman untuk digunakan.

6) Scaffolding harus dilengkapi dengan papan pemberitahuan

keselamatan.

7) Semua material scaffolding harus diberi tanda (dicat) untuk

mempermudah pengawasan dan pencarian apabila hilang.

c. Pembongkaran scaffolding

Melakukan pembongkaran scaffolding tidak boleh asal melepas

bagian-bagian scaffolding yang terpasang, karena bila dilakukan

pembongkaran tanpa/ tidak sesuai dengan ketentuan maka dapat

terjadi kecelakaan. Yang perlu dilakukan :

1) Sebelum memulai pembongkaran scaffolding lokasi sekitar

pembongkaran harus diberi barricade dan papan-papan

pemberitahuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

2) Pembongkaran scaffolding harus dilakukan oleh orang yang

memasangnya, dan harus dimulai dari atas.

3) Jangan sekali-kali membongkar scaffolding dimulai dari bawah

atau tengah dari konstruksi scaffolding.

4) Scaffolding tidak boleh dibongkar salah satu dari konstruksinya,

kecuali bila masih tetap menjamin keselamatan pemakainya, atau

atas ijin dari pengawas yang berwenang.

5) Dalam menurunkan material scaffolding pada pembongkarannya

harus menggunakan tambang satu persatu diturunkan.

6) Tidak dibenarkan melemparkan ke bawah semua material

scaffolding pada pembongkarannya.

Semua material yang telah dibongkar harus disusun rapi tidak boleh

dibiarkan berserakan.

6. Pelaksanaan Pekerjaan

Bekerja di ketinggian menggunakan scaffolding perlu diperhatikan

keselamatan kerjanya. Apabila pekerjaan dilakukan secara aman dan

sesuai dengan prosedur kerja dalam penggunaan scaffolding, maka

tenaga kerja akan aman, terlindungi keselamatan kerjanya.

7. Syarat-syarat Scaffolder

Menurut Alkon (1997) scaffolder adalah seorang yang telah memiliki

sertifikasi scaffolding, dan diijinkan untuk mendirikan scaffolding.

Seorang scaffolder harus memiliki persyaratan fisik yang sehat, mental

dan keberanian yang tinggi, disiplin dan bertanggun jawab dalam


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

melaksanakan pekerjaannya tidak mudah grogi / gugup apabila berada di

atas ketinggian dan tidak ceroboh.

a. Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh scaffolder, adalah :

1) Fisik

a) Memiliki kesehatan normal, yang dinyatakan dengan surat

keterangan dokter.

b) Tidak memiliki cacat fisik dan batin.

c) Dapat membedakan warna / penglihatan jelas (tidak buta

warna).

d) Tidak penggugup dan ceroboh.

e) Mempunyai pendengaran yang baik.

2) Mental

a) Tidak mempunyai cacat jiwa.

b) Dapat membaca dan menulis.

c) Mempunyai persepsi yang baik.

d) Tidak mudah grogi (gugup) ketika berada di ketinggian.

e) Dapat berkonsentrasi dengan baik.

f) Sudah terbiasa di atas ketinggian.

g) Dapat bekerja sama dengan orang lain.

h) Mempunyai jiwa kepemimpinan yang tegas.

3) Sikap

a) Dapat mengontrol emosi.

b) Sabar dan tenang dalam kondisi apapun.


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

c) Tidak ceroboh dan mempunyai perhitungan.

d) Disiplin, rajin dan bertanggung jawab.

4) Akhlak

a) Berbudi pekerti, akhlah yang baik

b) Panutan bagi rekan yang lain.

Dalam Occupational, Health, Safety & Welfare Regulation, pada :

1) Regulation 1003, Sertifikat kompetensi merupakan pegangan di

dalam melakukan pekerjaan scaffolding.

2) Regulation 1004, personil yang tidak memiliki sertifikat dapat

melakukan pekerjaan scaffolding di bawah pengawasan seorang

scaffolder bersertifikat, yang bersangkutan tidak boleh

mengawasi personil yang tidak bersertifikat lebih dari 4 (empat)

orang.

Perlengkapan seorang scaffolder :

1) Tagging scaffolding

2) Kunci scaffolding (rachet wrench)

3) Full body harness

4) Meteran

5) Level meter / water pas untuk menstabilkan scaffolding.

6) Tang

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

b. Tugas dari seorang scaffolder

Menurut Sari Husada (2012) seorang scaffolder memiliki tugas-

tugas di lapangan yang harus dilaksanakan guna menghindari

kecelakaan yang timbul dari scaffolding.

Tugas tersebut antara lain :

1) Memeriksa bahan atau material scaffolding dari kerusakan atau

cacat yang tidak layak untuk digunakan.

2) Memeriksa kelengkapan peralatan scaffolding, alat-alat

pengaman seperti : sabuk pengaman, jaring pengaman, dll

3) Melaksanakan metode dan prosedur kerja yang aman tenaga

kerja yang menggunakan scaffolding yang dibuat oleh ahli

scaffolding (scaffolder).

4) Membantu memberikan pengarahan kepaada pekerja untuk

menggunakan wajib kerja yang efisien, ruang lingkup dan

menerapkan prosedur kerja yang telah ditetapkan khususnya

untuk pekerjaan dengan menggunakan scaffolding.

5) Merawat scaffolding dan bagian-bagiannya agar tetap dapat

dipakai, operator perancah hanya melaksanakan pemasangan,

perawatan dan pembongkaran berdasarkan rancangan atau

desain yang dibuat oleh pengawas / ahli di bidang scaffolding.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

c. Kewajiban seorang scaffolder

Menurut Sari Husada (2012) hal-hal yang menjadi kewajiban

seorang scaffolder didalam menjalankan tugasnya adalah :

1) Dilarang meninggalkan area selama scaffolding digunakan oleh

pekerja.

2) Melakukan pemeriksaan dan pengamatan terhadap kondisi /

kemampuan dukung serta merawat bagian-bagiab scaffolding

seperti : standart, ledger, transom, base plate, plank dan join

pin.

3) Operator harus mengisi buku laporan harian perawatan

scaffolding.

4) Apabila scaffolding dan bagian-bagiannya tidak berfungsi

dengan baik / rusak, operator harus segera melaporkan pada

pengawas atau ahli yang berwenang, dalam hal ini inspector

scaffolding.

d. Perundang-undangan

Banyak kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan konstruksi

adalah karena penggunaan scaffolding yang tidak tepat. Dan di

dalam peraturan pemerintah telah disahkan undang-undang yang

mengatur tentang scaffolding, diantaranya adalah :

1) Permenakertrans No. PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

a) Pasal 1 (e) yang berbunyi “Perancah (scaffolding) adalah

bangunan pelataran (platform) yang dibuat untuk sementara

dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-

bahan, serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi

bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan

pembongkaran”.

b) Bab II, pasal 12

“ perancah yang aman harus disediakan untuk semua

pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan aman oleh

seorang yang berdiri di atas konstruksi yang kuat dan

permanen kecuali apabila pekerjaan tersebut dapat

dilakukan dengan aman dengan mempergunakan tangga”.

c) Bab II, pasal 13

(1) Ayat 1) “perancah hars diberi lantai papan yang kuat

dan rapat sehingga dapat menahan dengan aman tenaga

kerja, alat-alat dan bahan-bahan yang dipergunakan”.

(2) Ayat 2) “lantai perancah harus diberi pagar pengaman

apabila tinggi lantai lebih dari 2 meter”.

2) Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

3) Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984 (the ACT).

4) Occupational Health Safety & Welfare Regulation (standart

Australia)

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
29

B. Kerangka Pemikiran

Bekerja di Ketinggian

Scaffolding

Prosedur / SOP

Pemasangan Perawatan Pembongkaran

Pelaksanaan Pekerjaan

Sesuai dengan Prosedur Kerja Scaffolding

Aman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif,

yaitu memberikan gambaran secara jelas yang terbatas pada usaha

mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya sehingga

hanya merupakan penyingkapan suatu fakta dan data yang diperoleh

digunakan sebagai bahan penulisan laporan (Sari Husada, 2012).

Dalam laporan ini, penulis memaparkan hasil peninjauan, pengamatan

dan penelitian terhadap penggunaan scaffolding dan cara pemasangan,

perawatan dan pembongkaran scaffolding di PT. Sari Husada Unit 1

Yogyakarta.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi perusahaan tempat penulis melaksanakan kegiatan magang di PT.

Sari Husada Unit 1 Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Kusumanegara

173 Yogyakarta, telp (0274) 512990.

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian

Objek penelitian ini adalah penggunaan scaffolding dan cara pemasangan,

perawatan dan pembongkaran scaffolding di PT. Sari Husada Unit 1

commit to user

30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

Yogyakarta. Kegiatan yang dilakukan meliputi Safety talk, Review JSA,

mengisi working permit.

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian berasal dari :

1. Data Primer

Mengadakan observasi langsung ke lapangan dan dengan melakukan

peninjauan, pemeriksaan, dan pengujian terhadap penggunaan

scaffolding dan cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran

scaffolding.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data pemeriksaan sebelumnya, dan

digunakan sebagai data pendukung dalam penulisan laporan.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi Lapangan

Observasi yang dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan

langsung terhadap penggunaan scaffolding di PT. Sari Husada Unit 1

Yogyakarta.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab dengan

pembimbing lapangan serta pekerja yang menggunakan scaffolding.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari dokumen-dokumen

dan catatan-catatan serta literatur-literatur yang ada di perusahaan yang

berhubungan dengan masalah penggunaan scaffolding dan juga cara

pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding.

F. Pelaksanaan

Pelaksanaan magang efektif dilaksanakan selama 1(satu) bulan. Magang

dimulai sejak tanggal 5 Maret sampai dengan tanggal 4 April 2012.

Tahap pelaksanaan kegiatan magang di PT. Sari Husada Unit 1

Yogyakarta meliputi :

1. Induksi oleh safety coordinator, sebelum dimulai kegiatan magang.

2. Orientasi lapangan di perusahaan tempat penulis melaksanakan magang.

3. Pengumpulan materi dan informasi tentang perusahaan dari pembimbing

perusahaan maupun dari orang-orang yang berkompeten di bidangnya.

4. Wawancara dengan supervisor atau orang yang menangani bidang tertentu.

5. Pengamatan secara langsung yang didampingi oleh pembimbing lapangan

(safety inspector).

6. Pengumpulan materi berdasarkan dokumen referensi yang diberikan oleh

pembimbing perusahaan

G. Analisis Data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
33

Data yang diperoleh akan dimasukkan dan disusun ke dalam hasil

penelitian. Kemudian akan dibahas dengan cara membandingkan hasil

dengan beberapa peraturan perundangan yang terkait, antara lain :

1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-

01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi.

2. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

3. Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984 (the ACT).

4. Occupational Health Safety & Welfare Regulation (Standart Australia).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta menggunakan scaffolding sebagai alat

bantu berupa rangka sementara yang dipasang khusus untuk mendukung

pekerjaan di atas ketinggian seperti pekerjaan untuk pengelasan, isolasi,

pengecatan, menggerinda, dan jenis pekerjaan lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di PT. Sari Husada Unit 1

Yogyakarta didapat hasil sebagai berikut :

1. Sistem Pengendalian Risiko Scaffolding

Analisis pencegahan dan pengendalian risiko mengikuti teori hirarki

pengendalian (Hirarcy of Control), yaitu :

a. Eliminasi

b. Substitusi

c. Rekayasa Teknik (Engineering Revision)

d. Isolasi

e. Pengendalian Administratif

f. Alat Pelindung Diri (APD)

commit to user

34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

2. Prosedur Bekerja di Ketinggian

a. Sebelum Bekerja di Ketinggian

1) Melakukan identifikasi dan penilaian terhadap potensi risiko dan

bahaya (HIRAC) jatuh di tempat kerja termasuk ketinggian di

atas 2 meter.

2) Bahaya jatuh meliputi bahaya :

a) Bahaya pekerja jatuh

b) Bahaya obyek jatuh

c) Bahaya bekerja di atas atau di bawah pekerja lain

d) Bahaya bekerja di area yang memiliki struktur pijakan pada

suatu alat dari atau di alat tersebut.

3) Melakukan peninjauan dan penilaian ulang kembali terhadap

suatu perubahan dari aktivitas tersebut termasuk pengendalian

operasionalnya.

4) Karyawan yang bekerja di ketinggian harus tersedia APD (Alat

Pelindung Diri) yang sesuai dan memadai untuk menghindari

dari bahaya jatuh dan kejatuhan benda.

5) Menjamin bahwa karyawan dan kontraktor yang bekerja di

ketinggian dengan scaffolding sudah memahami standard dan

prosedur bekerja di ketinggian menggunakan scaffolding.

6) Setiap area kerja harus memiliki minimal prosedur kerja sebagai

berikut :

a) Berjalan dan bekerja di permukaan ketinggian


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

b) Konstruksi atap dan tepiannya.

c) Alat angkat dan angkut di ketinggian (gondola,hoist,dll)

d) Penggunaan tangga

e) Penggunaan scaffolding.

b. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam kondisi bekerja di

ketinggian :

1) Frekuensi akses dan bahaya terkait, (misalnya tanah / kondisi

atap, permukaan licin)

2) Pengkabelan dan bahaya listrik

3) Isolasi

4) Rapuh atap

5) Mempertimbangkan kemungkinan kecelakaan terjadi dan

konsekuensi dari setiap kecelakaan. Ulangi penilaian risiko

ketika ada perubahan personel atau kondisi.

6) Menyediakan pagar pengaman, handrails, palang dan overhead

protection lainnya.

7) Menyediakan EWP (Elevating Work Platform)

8) Menyediakan scaffolding

9) Menyediakan sistem penahan jatuh (fall arrest system) dan

safety netting (jala pengaman)

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

c. Saat bekerja di ketinggian

1) Personal yang bekerja di ketinggian di atas 2 meter harus

menggunakan APD yang lengkap, sesuai dan sudah dilakukan

pengecekan terlebih dahulu sebelum digunakan.

2) Personal yang bekerja di ketinggian harus menyiapkan

guardrails (handrail & midrail) (pagar pembatas), catwalk

(tempat berpijak), toeboard (penahan benda jatuh dari catwalk)

dan hanger (tempat menggantungkan body harness)

3) Diharuskan melakukan inspeksi area terlebih dahulu, sebelum

melakukan pekerjaan agar dapat menentukan di mana akan

ditempatkan hanger untuk mencantolkan body harness

4) Area terbuka untuk bekerja di ketinggian harus bebas dari segala

sesuatu minimal sejauh 1 m2.

3. Standar APD untuk bekerja di ketinggian

a. Standar peralatan pengaman dan APD yang harus digunakan bekerja

di ketinggian kurang dari 2 meter :

1) Ladders (tangga yang dapat diperpanjang/ tangga lepas

mekanik)

2) Safety Shoes

3) Safety Helmet yang bertali

4) Spectacles

5) Sarung tangan

6) Rambu-rambu K3
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

b. Standar peralatan penggunaan dan APD yang harus digunakan

bekerja di atas ketinggian 2 meter :

1) Safety Shoes

2) Safety Helmet yang bertali

3) Spectacles

Sarung tangan

Body Harness lengkap dengan 2 tali pengaman

Scaffolding yang lengkap sesuai standar

Safety Vest

Rambu-rambu K3

Alat pengaman tambahan (jika harus diperlukan) :


c.
Tali dinamik

Tali statik

Karabiner

4) Pulley

5) Ascender

6) Descender

7) Anchor Strap

4. Prosedur Pengamanan Scaffolding

Scaffolding ditujukan untuk meminimalkan risiko atau mencegah

potensi-potensi bahaya yang diakibatkan oleh pekerja (pada pekerjaan

yang dilakukan di ketinggian) dan juga untuk mencegah kerusakan

peralatan atau asset-aset perusahaan lainnya maupun lingkungan.


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

Penggunaan scaffolding secara aman harus dilakukan agar kecelakaan

kerja yang tidak diinginkan tidak terjadi dan menimbulkan kerugian.

a. Platform yang terpasang pada scaffolding atau pada struktur

bangunan harus dipasang dengan aman untuk mencegah agar pekerja

tidak jatuh. Platform harus dibuat leluasa (cukup luas) dengan

perlindungan yang cukup dilengkapi handrail ditambah alat

pengaman kaki (Toe Board) dengan lantai yang aman.

b. Menggunakan scaffolding yang sudah diperiksa setelah pemasangan

table tanda aman seperti :

1) Kode warna merah (red tag), berarti scaffolding tidak aman

untuk digunakan dan tidak boleh digunakan.

2) Kode warna hijau (green tag), berarti scaffolding aman dan dapat

digunakan.

3) Kode warna kuning (yellow tag), berarti scaffolding boleh

digunakan dengan ijin scaffolding inspector.

c. Mengikat material untuk mencegah jatuh.

d. Membatasi jumlah beban untuk mencegah beban/ muatan jatuh dari

platform.

e. Melarang meletakkan material atau membiasakan berserakan pada

struktur bangunan.

f. Mengikatkan peralatan ke pinggang/ tubuh untuk mencegah jatuh

pada saat yang tidak terduga.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

g. Merapatkan celah-celah papan platform untuk mencegah atau

menghindari alat-alat material jatuh ke bawah.

h. Menyingkirkan peralatan kerja untuk menghindari benturan di lantai

kerja scaffolding.

i. Tempat untuk menahan scaffolding (pondasi tempat base plate)

harus kuat (padat) untuk menghindari bahaya amblas. Gunakan

papan alas (base plate) dan dongkrak perancah untuk menyangga

scaffolding, ikatkan scaffolding yang tinggi pada struktur bangunan

untuk keseimbangan.

j. Menyambungkan rangka scaffolding menjadi satu, pastikan klem-

klemnya cukup kuat dan ikatlah untuk mencegah scaffolding

ambruk.

k. Menyediakan tangga-tangga yang cukup guna sarana yang aman

untuk naik turun dari dan ke tempat yang lebih tinggi.

l. Menggunakan kedua tangan pada saat naik/ memanjat (dilarang naik

melalui cross brace) dan gunakan tali untuk menaikkan dan

menurunkan peralatan atau material.

m. Melengkapi tempat berjalan dan tali pengaman agar para pekerja

dapat aman pada saat bergerak pada struktur.

n. Memasang tanda pembatas pada lokasi dimana pekerja bekerja, agar

orang lain yang tidak berkepentingan menjauh dari lokasi pekerjaan,

serta memelihara pagar pembatas sampai pekerjaan selesai.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

o. Scaffolding harus dipasang dengan jarak lebih dari 5 meter dari

peralatan listrik atau mesin berputaran tinggi.

p. Bagian utama scaffolding dan fungsinya

1) Main frame

Struktur ini berfungsi sebagai struktur utama dari sebuah

scaffolding.

2) Cross brace

Berfungsi sebagai pengikat dan pengaku pada suatu scaffolding

agar scaffolding tidak mudah goyang dan tetap berdiri tegak.

3) Brace Lock (pen)

Berfungsi sebagai pengunci antara frame dan cross brace

sehingga cross brace dapat terikat dengan baik. Terletak pada

bahan frame.

4) Joint pin

Berfungsi sebagai penyambung antara bagian-bagian

scaffolding, misalnya sebagai penyambung antar frame.

5) Jack base

Berfungsi sebagai kaki scaffolding yang dapat dinaik turunkan

untuk menambah ketinggian scaffolding sesuai dengan

ketinggian yang diinginkan.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

6) U – head jack

Berfungsi sebagai penghubung antara scaffolding dengan kayu-

kayu bekisting. Sama dengan jack base, U-head jack dapat

dinaik turunkan sesuai dengan ketinggian yang diinginkan.

7) Catwalk/ Platform/ Deck

Berfungsi sebagai tempat berpijak yang dibentangkan di antara

frame-frame scaffolding dengan kayu-kayu bekisting. Catwalk

digunakan pada scaffolding yang berfungsi sebagai akses atau

akomodasi untuk para pekerja bangunan.

8) Coupler

Berfungsi sebagai penyambung jika ingin menambahkan pipa

penguat di luar bagian-bagian utama.

5. Sistem Pengecekan Scaffolding

a. Kondisi landasan

1) Plat beton tidak miring, datar dan tidak boleh ada sisa sampah

dari pecahan beton.

2) Tanah tidak miring, datar dan tidak boleh ada sampah proyek/

material disekitarnya.

b. Kondisi karat

1) Kondisi karat stadium I

a) Warna cat pada pipa frame sangat jelas.

b) Karat hanya terjadi pada sebagian kecil saja.

c) Tidak terjadi pengeroposan atau lubang.


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

d) Kondisi ini sangat dianjurkan.

2) Kondisi karat stadium II

a) Warna cat masih terlihat namun tidak terlihat jelas karena

mengelupas.

b) Karat terjadi pada sebagian besar pipa frame.

c) Tidak terjadi pengeroposan atau lubang.

d) Kondisi ini masih dianjurkan.

3) Kondisi karat stadium III

a) Warna cat sudah tidak terlihat lagi (mengelupas semua)

b) Hamper seluruh badan frame tertutup oleh karat.

c) Tidak terjadi pengeroposan atau lubang.

d) Kondisi ini tidak dianjurkan, perlu rekondisi.

4) Kondisi karat stadium IV

a) Terjadi pengeroposan, patah atau lubang

b) Kondisi ini tidak boleh dipakai.

c. Macam pemeriksaan item dari scaffolding dilakukan oleh safety

professional PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta. Scaffolding tidak

boleh digunakan jika belum mendapatkan persetujuan dari safety

professional (safety inspector tidak akan menandatangani working

permit).

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

Gambar 2. Scaffolding dan bagian-bagiannya.


Sumber: Standard of Working at Height, 2009
6. Cara Pemasangan, Perawatan dan Pembongkaran Scaffolding

Proses pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding

diperhatikan cara-cara atau prosedur pelaksanaan yang harus dijalankan

seorang scaffolder.

a. Pemasangan scaffolding

1) Sebelum memulai pendirian scaffolding pertama kali

diperhatikan adalah kondisi dasar (ground), pastikan tidak

longsor / tenggelam apabila kondisi dasar adalah tanah, apabila

dasar konkret beton periksa ketebalannya.

2) Periksa semua kondisi material (pipa, clamp, papan, coupler)

sebelum dibawa ke lapangan. Material kontrol juga ikut

bertanggung jawab di dalam pemeriksaan kondisi material.

3) Sebelum mulai mendirikan scaffolding, pastikan kondisi

sekitarnya aman, tidak ada kabel power di atasnya, tidak terlalu

dekat dengan lubang-lubang galian, tidak ada pekerjaan-


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

pekerjaan pengangkatan di sekitarnya (lifting) di sekitar lokasi

pemasangan scaffolding.

4) Petugas keselamatan kerja/ safety bekerja sama dengan

supervisor sebelumnya memberikan pengarahan-pengarahan

tentang peraturan-peraturan dan cara-cara kerja yang aman juga

memeriksa semua peralatan keselamatan kerja setiap scaffolder.

5) Lokasi sekitar pendirian scaffolding harus dibarricade dan

tempatkan papan pemberitahuan (notice board).

6) Semua kunci-kunci scaffolding harus diberi tali pengaman.

7) Tidak dibenarkan melempar ke atas semua material scaffolding,

di dalam pemasangannya harus menggunakan tambang untuk

menurunkan dan menaikkan material.

Cara pemasangan scaffolding tergantung dari tempat dimana

akan dibuat scaffolding tersebut. Cara di atas adalah untuk

scaffolding yang standar (tiang utama) bertumpu pada tanah, misal

independent scaffolding. Untuk scaffolding yang digantung atau di

atas bangunan konstruksi, misal hanging scaffolding yang harus

dilakukan adalah membuat penahan atau pengikat dahulu dengan

struktur konstruksi. Komponen dari scaffolding yang dapat

digunakan sebagai pengikat bisa dari handrail, transom, ledger

tergantung dari posisi scaffolding dengan bangunan induk.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

b. Perawatan scaffolding

Perawatan scaffolding mutlak diperlukan guna menjaga kondisi

scaffolding agar tidak mengalami kerusakan dan senantiasa dapat

dipakai dalam kondisi aman. Perawatan scaffolding sebelum

digunakan :

1) Scaffolding sebelumnya harus diperiksa oleh petugas yang

berwenang/ ahli untuk memastikan scaffolding sudah layak

pakai atau belum.

2) Scaffolding harus diperiksa ulang seminggu sekali atau sesudah

angin kencang/ cuaca buruk. Agar dapat diketahui lebih dini jika

mengalami kerusakan.

3) Scaffolding harus diperiksa pemakai setiap harinya untuk

memastikan kondisi lantai kerja tetap terikat dan tidak lepas atau

hilang.

4) Scaffolding yang sudah layak pakai harus dilengkapi dengan

scaffold tag yang berwarna hijau (green tag) yang berarti aman

untuk digunakan.

5) Scaffolding yang belum siap pakai harus dilengkapi dengan red

tag yang berarti tidak aman untuk digunakan.

6) Scaffolding harus dilengkapi dengan papan pemberitahuan

keselamatan.

7) Semua material scaffolding harus diberi tanda (dicat) untuk

mempermudah pengawasan dan pencarian apabila hilang.


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

c. Pembongkaran scaffolding

Melakukan pembongkaran scaffolding tidak boleh asal melepas

bagian-bagian scaffolding yang terpasang, karena bila dilakukan

pembongkaran tanpa/ tidak sesuai dengan ketentuan maka dapat

terjadi kecelakaan. Yang perlu dilakukan :

1) Sebelum memulai pembongkaran scaffolding lokasi sekitar

pembongkaran harus diberi barricade dan papan-papan

pemberitahuan.

2) Pembongkaran scaffolding harus dilakukan oleh orang yang

memasangnya, dan harus dimulai dari atas.

3) Jangan sekali-kali membongkar scaffolding dimulai dari bawah

atau tengah dari konstruksi scaffolding.

4) Scaffolding tidak boleh dibongkar salah satu dari konstruksinya,

kecuali bila masih tetap menjamin keselamatan pemakainya, atau

atas ijin dari pengawas yang berwenang.

5) Dalam menurunkan material scaffolding pada pembongkarannya

harus menggunakan tambang satu persatu diturunkan.

6) Tidak dibenarkan melemparkan ke bawah semua material

scaffolding pada pembongkarannya.

7) Semua material yang telah dibongkar harus disusun rapi tidak

boleh dibiarkan berserakan.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

7. Tangga (Ladder)

Pemasangan scaffolding perlu juga diperhatikan masalah penggunaan

tangga (ladder). Tangga bukan merupakan tempat bekerja, tetapi

merupakan salah satu temporary akses untuk survey, inspeksi atau

pekerjaan-pekerjaan ringan lainnya. Pengecekan tangga yang bekerja di

atas ketinggian 2 meter wajib memperoleh persetujuan safety

professional PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta.

a. Konstruksi tangga :

1) Jarak antar anak tangga tidak boleh kurang dari 25 cm dan tidak

boleh lebih dari 35 cm.

2) Tangga kerja lepas yang portable tidak boleh lebih dari 6 m.

3) Lebar antara kaki ujung atas minimal 40 cm dan lebar di bawah

minimal 50 cm dan pengikat harus terkunci dengan baik

(maksimal untuk 3 meter, setiap kenaikan tinggi harus ditambah

5 cm).

4) Harus diberi alas agar tidak tergelincir.

5) Untuk safety dan kemudahan penggunaan, peletakkan

kemiringan tangga seharusnya dibuat pada perbandingan sudut

4:1.

6) Lebar bagian atas tangga berkaki minimal 20 cm.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

b. Jenis tangga portable :

1) Single Ladders

a) Single tangga terdiri dari dua sisi rel dan merata jarak anak

tangga.

b) Tidak memiliki bagian yang bergerak, tidak mandiri dan

tidak disesuaikan panjangnya.

c) Ukuran didefinisikan oleh panjang keseluruhan samping rel,

tidak termasuk ujung kaki dan bagian atas.

d) Lebar anak tangga kurang lebih 12 in dan panjang tangga

sampai 3 meter.

e) Tipe satu (tugas berat) 9 meter, tipe dua (tugas medium) 7,3

meter dan tipe tiga (tugas ringan) 5 meter.

2) Extension Ladders

a) Tangga portable non mandiri yang dapat disesuaikan

panjangnya.

b) Terdiri 2 atau lebih bagian yang dapat diperpanjang.

c) Tipe 1 jumlah section 2, panjang maksimum tangga 18 m;

;jumlah section 3, panjang maksimum tangga 22 m (tugas

berat).

d) Tipe 2 jumlah section 2, panjang maksimum tangga 15 m;

jumlah section 3, panjang maksimum tangga 18 m (tugas

medium).

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

e) Tipe 3 jumlah section 2, panjang maksimum tangga 9,5 m

(tugas ringan).

3) Stepladders

a) Portable tangga yang mandiri yang panjangnya tidak bisa

disesuaikan.

b) Tangga datar yang berengsel.

c) Panjang tangga ditentukan dengan panjang sisi depan,

termasuk bagian atas dan kaki.

d) Kemiringan stepladders dirancang sedemikian rupa

sehingga saat dibuka kemiringan tidak lebih dari 75o.

c. Ketentuan penggunaan tangga portable pada scaffolding :

1) Tangga yang terbuat dari metal dengan batas ketinggian 9 meter

dan 15 meter, tangga tunggal atau yang dapat diatur

kepanjangannya.

2) Tidak dianjurkan penguat tangga dipasang pada lantai kerja.

3) Prinsip utama dalam penggunaan tangga diatur sebagai berikut :

a) Tangga lipat dibuat hanya untuk tempat yang betul-betul

terbuka dan posisi tanggaa dikunci.

b) Tangga harus diperiksa sebelum dipakai. Perhatikan kondisi

tiang samping, karet anti slip, anak tangga, tali pengikat,dll.

c) Semua tangga harus bersandar di bagian atas untuk

menambah kestabilan. Seorang harus memegang tangga

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

pada waktu teman lain mengikat bagian atasnya sampai

selesai. Jadi untuk mendirikan tangga harus dua orang.

d) Ujung tangga paling tidak harus tiga anak tangga dari titik

penyangga di atas platform.

e) Menghadaplah ke arah tangga sewaktu naik atau turun,

jangan membelakangi.

f) Dilarang keras untuk mempergunakan tangga yang terbuat

dari logam di lingkungan suatu instalasi listrik. Gunakan

tangga dari kayu.

g) Setiap tangga harus memiliki spesifikasi, jangan

menggunakan tangga sembarangan untuk menjamin

keselamatan pemakai.

h) Tangga hanya dipasang pada jalur masuk ke lantai

scaffolding.

i) Hanya satu orang yang dianjurkan berada pada tangga

dalam waktu menaiki atau menuruni.

j) Tangga yang sudah rusak tidak boleh digunakan lagi, dan

keluarkan tangga yang rusak dari tempat kerja / lapangan.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

B. Pembahasan

1. Dalam penggunaan scaffolding analisa pencegahan dan pengendalian

risiko telah mengikuti hirarki pengendalian (Hirarcy of Control), yaitu,

melakukan eliminasi terhadap scaffolding yang akan digunakan untuk

bekerja di ketinggian. Eliminasi merupakan cara pengendaliaan risiko

yang paling baik karena risiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat

potensi bahaya ditiadakan. Bila terdapat komponen scaffolding yang

rusak telah dilakukan substitusi dengan mengganti scaffolding yang

mempunyai potensi risiko tinggi dengan yang mempunyai potensi risiko

rendah yang lebih aman sehingga penggunaannya dalam batas yang

masih dapat diterima. Pada landasan yang kurang kokoh serta untuk

menghindari bahaya angin, telah dilakukan rekayasa teknik dengan diberi

penyangga di setiap sudut scaffolding, atau menggunakan tali yang

diikatkan pada setiap sisi dan ditarik di setiap arahnya agar dapat berdiri

kokoh. Isolasi dilakukan untuk mencegah bahaya dengan cara

memisahkan bahaya dari manusia agar tidak terjadi kontak langsung

dengan pemberian pagar pengaman. Pengendalian administrasi yang

telah dilakukan melalui training keahlian, pengaturan waktu kerja serta

penerapan prosedur kerja. Untuk pengendalian risiko yang terakhir

perusahaan telah menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti safety

belt, safety shoes, safety helmet yang bertali, body harness.

2. Prosedur bekerja di ketinggian berfungsi untuk mengatur pelaksanaan

kerja di ketinggian. Bekerja di ketinggian mengikuti prosedur kerja mulai


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

dari sebelum bekerja dengan melakukan identifikasi dan penilaian

terhadap risiko dan bahayanya, peninjauan dan penilaian ulang,

penggunaan scaffolding yang sudah sesuai standar sampai dengan saat

pelaksanaan pekerjaan di ketinggian. Hal ini telah sesuai dengan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-

01/MEN/1980 tentang Keselamatan Kerja Konstruksi Bangunan.

3. Standar peralatan pengaman dan APD harus diperhatikan

penggunaannya. Untuk bekerja di ketinggian kurang dari 2 meter dan di

atas ketinggian 2 meter. Perusahaan memberikan standar untuk bekerja di

ketinggian kurang dari 2 meter yaitu penggunaan ladders, safety shoes,

safety helmet yang bertali, spectacles, sarung tangan, dan rambu-rambu

K3. Sedangkan untuk ketinggian lebih dari 2 meter, standar ditambahkan

body harness lengkap dengan 2 tali pengaman. Standar APD untuk

Bekerja di Ketinggian telah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1980. Dan Peraturan

menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER-

08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri, pasal 1 yang berbunyi

“Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat

kerja”, serta pasal 3 yang berbunyi “APD sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma”.

4. Prosedur pengamanan dilakukan agar kecelakaan kerja yang tidak

diinginkan tidak terjadi dan menimbulkan kerugian. Dipasang platform

pada scaffolding untuk mencegah agar pekerja tidak jatuh. Platform yang
commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

digunakan dilengkapi dengan handrail ditambah alat pengaman kaki (toe

board) dengan lantai yang aman. Scaffolding yang sudah layak untuk

dipakai diberi green tag sedangkan yang tidak dapat digunakan / tidak

layak diberi tag berwarna merah (red tag). Sebelum digunakan telah

dilakukan pemeriksaan scaffolding oleh Inspector scaffolding untuk

memastikan bahwa scaffolding sudah layak dipakai, sudah sesuai dengan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-

01/MEN/1980 yang berisi Inspector scaffolding harus memeriksa

scaffolding untuk memastikan bahwa scaffolding sudah layak dipakai.

5. Pengecekan scaffolding dilakukan untuk mengetahui kondisi landasan dan

kondisi karat dari scaffolding yang digunakan. Landasan untuk

scaffolding dipastikan tidak miring, datar, dan tidak boleh ada sisa

sampah dari material sekitarnya. Kondisi karatnya dibagi menjadi empat

stadium. Untuk kondisi stadium empat, perusahaan tidak

memperbolehkan untuk menggunakannya. Pemeriksaan item dari

scaffolding di perusahaan dilakukan oleh safety professional. Scaffolding

tidak boleh digunakan jika belum mendapat persetujuan dari safety

professional. Pengecekan ini dilakukan sebagai upaya untuk menjamin

keselamatan kerja pekerja agar terhindar dari kemungkinan kecelakaan

kerja. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970

tentang Keselamatan Kerja.

6. Pemasangan, perawatan dan pembongkaran dilakukan oleh tenaga kerja

yang bersertifikat atau ahli dalam bidangnya, tidak sembarangan tenaga


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

kerja dapat melakukan pemasangan dan pembongkaran scaffolding. Pada

saat pemasangan petugas safety memberikan pengarahan tentang

peraturan dan cara yang aman dalam pemasangan scaffolding, supaya

tidak terjadi kecelakaan saat pemasangan. Scaffolding diberi lantai papan

yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja,

peralatan dan bahan yang dipergunakan, serta lantainya juga sudah diberi

pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter. Untuk

pembongkaran tidak dilakukan sembarangan dengan asal melepas bagian

dari scaffolding. Pembongkaran dilakukan sesuai dengan ketentuan agar

tidak terjadi kecelakaan. Hal itu sudah sesuai dengan Peraturan Menteri

Tenaga kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1980 tentang

Keselamatan Kerja Konstruksi Bangunan. Perawatan dilakukan dengan

pengecekan rutin untuk memastikan kelayakan dari scaffolding yang

digunakan. Untuk perawatan penyimpanan, belum disediakan tempat

penyimpanan khusus scaffolding sehingga pipa dan frame cepat berkarat

dan rusak. Seharusrnya perusahaan menyiapkan tempat khusus

penyimpanan scaffolding.

7. Kegiatan survey dan pekerjaan-pekerjaan ringan digunakan tangga

sebagai temporary akses. Tangga scaffolding digunakan sebagai kaki,

dengan konstruksi yang kuat dan dengan letak yang sempurna, dan hanya

digunakan untuk pekerjaan ringan. Pengecekan tangga yang bekerja di

atas ketinggian 2 meter wajib memperoleh persetujuan safety

professional di perusahaan. Penggunaan tangga sudah sesuai dengan


commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i
56

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-

01/MEN/1980 Pasal 18 ayat 1 yang berisi Tangga yang digunakan

sebagai kaki perancah harus dengan konstruksi yang kuat dan dengan

letak yang sempurna. Perancah tangga hanya boleh digunakan untuk

pekerjaan ringan. Dan telah diperhatikan juga pada saat inspeksi

sehingga dapat memastikan kalau tangga itu sudah menjamin

keselamatan tenaga kerja, sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1980 Pasal 25 ayat 2 yang berisi

tangga harus dibuat, dipelihara dan digunakan sebaik-baiknya sehingga

dapat menjamin keselamatan tenaga kerja.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.i

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang dilakukan terhadap

pelaksanaan keselamatan scaffolding di PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta,

maka dapat disimpulkan bahwa :

Pemasangan dan pembongkaran scaffolding secara teknis hasil

pengamatan sudah sesuai prosedur pelaksanaan keselamatan scaffolding yang

harus dijalankan scaffolder. Sedangkan perawatan masih ada yang belum

sesuai berkaitan dengan penyimpanan scaffolding belum disediakan tempat

khusus sehingga pipa, frame, dan papan berada di tempat terbuka.

B. Saran

Berdasarkan dari hasil pengamatan yang diperkuat oleh Peraturan Menteri

Tenaga kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1980 tentang

Keselamatan Kerja Konstruksi Bangunan, diberikan saran sebagai berikut :

1. Dilakukan inspeksi rutin harian maupun mingguan untuk menjamin

keselamatan kerja pada penggunaan scaffolding.

2. Disediakan tempat penyimpanan khusus scaffolding sehingga akan lebih

terjaga dari kerusakan.

commit to user

57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

3. Pengujian ketahanan scaffolding dilakukan tidak hanya saat pemasangan

saja untuk memastikan keselamatan kerja scaffolding, tetapi pada saat

pelaksanaan penggunaan scaffolding.

commit to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59

DAFTAR PUSTAKA

Depnaker, 1970. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang


Keselamatan Kerja, Jakarta.

Depnaker, 1980. Permenakertrans Nomor PER-01/MEN/1980, Jakarta.

Depnaker, 1996. Permenakertrans Nomor 05/MEN/1996, Jakarta.

Depnaker, 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.


Per.08/MEN/VIII/2010, tentang Alat Pelindung Diri, Jakarta.

Depnaker, 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Republik Indonesia Nomor Per. /Men/2011 tentang Perlindungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja pada Ketinggian, Jakarta.

Abudayyeh Osama. 2012. An investigation of managements commitment to


construction safety.

Asosiasi Ahli Keselamatan Kerja di Bangunan Tinggi, 2012.

Australia Standart 1576-1, 1984. Elemen Beban Rancang Bangun. Australia

Australia Standart 1575-1, 1984. Kategori Berat Beban Hidup yang dapat
Ditanggung oleh Scaffolding, Australia.

Encyclopedia of Occupational Health and Safety. ILO

Lembaga Pembinaan Ketrampilan dan Manajemen “ALKON” Pelatihan


Kompetensi Inspektor dan Supervisor Scaffolding.

Prosef Global Energy. 2012. Bekerja di Ketinggian.

Ridley John. 2003. Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Jakarta : Erlangga

Sari Husada, 2012. Bekerja di Ketinggian, Yogyakarta.

Sari Husada. 2009. Standart of Working at Height. Yogyakarta.

Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Surakarta : Harapan


Press

commit to

Anda mungkin juga menyukai