Anda di halaman 1dari 8

Materi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1444 H dengan Tema:

“Maulid Nabi, Akhlaqul Karimah dan Menolak Radikalisme”


oleh Brigjen Pol Ahmad Nurwahid, Ss. Mm

Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1444 H, Masjid Jami’ As-
Salam Universitas Jambi mengadakan Kuliah Umum dengan mengusung tema “Maulid Nabi,
Akhlaqul Karimah, dan Menolak Radikalisme” yang disampaikan langsung oleh Brigjen Pol
Ahmad Nurwahid, SS. MM. Kuliah umum yang dilaksanakan pada hari Kamis, 13 Oktober 2022
ini ditayangkan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan Live Streaming Youtube
Universitas Jambi. Kegiatan dimulai pada pukul 19.30 WIB dengan pembukaan oleh MC,
Pembacaan Ayat Suci Al-Qur’an, kata sambutan oleh Dr. Supian Ramli, M.Ag, serta pembukaan
secara resmi oleh Wakil Rektor III Universitas Jambi, Bapak Dr. Ir. Teja Kaswari, M.Sc. Brigjen
Pol Ahmad Nurwahid, SS. MM pun membuka materi dengan berpantun, serta mengajak seluruh
mahasiswa bersorak “Merdeka!” untuk membangkitkan semangat nasionalisme.

Terdapat tiga topik yang menjadi pembahasan utama dalam pemaparan kuliah umum kali
ini, yaitu Radikalisme, Terorisme, dan Ekstrimisme. Menurut KBBI, Radikalisme adalah paham
atau aliran dalam politik yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik
dengan cara kekerasan atau ekstrim. Sementara itu, Ekstrimisme merupakan paham atau ideologi
yang dibangun atas manipulasi dan distorsi agama (Konferensi Internasional Kairo-Mesir, 2021).
Beralih tentang terorisme, setiap Negara memiliki pengertian yang berbeda-beda. Menurut
Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 pada Pasal 1 Ayat 2, “Terorisme adalah perbuatan yang
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa
takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau
menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup,
fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan
keamanan.” Hal itulah yang melatarbelakangi pemerintah Indonesia untuk menetapkan teroris
sebagai musuh umat manusia.

Terorisme adalah bentuk kejahatan kemanusiaan. Brigjen Pol Ahmad Nurwahid, SS. MM
menekankan kepada mahasiswa bahwa tidak ada keterkaitan apapun antara terorisme dengan
ajaran agama. Perbuatan teroris adalah perbuatan yang dilatarbelakangi oleh radikalisme. Mereka
memiliki pemahaman dan cara beragama yang menyimpang. Oleh karena itu, tindak terorisme
menjadi fitnah yang besar bagi agama Islam karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang
menjunjung tinggi akhlakhul karimah (akhlak terpuji).

Radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme sejatinya bukanlah tujuan utama oknum tersebut.
Mereka hendak menciptakan sebuah propaganda untuk mencapai tujuannya, yaitu gerakan politik
atau kekuasaan dengan cara memanipulasi, mempolitisasi, dan mendistorsi agama untuk melayani
nafsu terhadap kekuasaan. Perlu diingat pula, seluruh tujuan radikalisme, ekstrimisme, dan
terorisme sangatlah tidak sesuai dengan misi utama Nabi Muhammad SAW yang hadir untuk
membangun peradaban akhlakul karimah demi tercapainya visi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin
(rahmat bagi semesta alam). Sesungguhnya, hamba yang paling baik adalah hamba yang paling
banyak menebar manfaat bagi orang lain disekitarnya.

Brigjen Pol Ahmad Nurwahid, SS. MM menyatakan bahwa harapan bangsa Indonesia
berada di pundak mahasiswa, tepatnya pada Generasi Z (13-19 tahun) dan Generasi Milenial (20-
39 tahun). Beberapa tahun yang akan datang tepatnya pada tahun 2045, Indonesia diharapkan
berhasil mencapai Indonesia Emas, yaitu sebuah visi dimana bangsa Indonesia mampu menjadi
lebih unggul dari bangsa-bangsa lainnya dalam seluruh aspek. Tujuan Nasional Bangsa telah
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada alinea
keempat, yaitu (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia; (2) Memajukkan kesejahteraan umum;
(3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia pernah memimpin bangsa dunia.
Sudah sepantasnya kita mensyukuri kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki dan
memaksimalkannya dengan mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) seoptimal mungkin.
Atas segala kelebihan yang dimiliki, maka dari itu, Indonesia harus bangkit dan optimis.

Rukun agama Islam ada tiga, yaitu Rukun Iman (Tauhid), Rukun Islam (Fikih), dan Ihsan
(Akhlak, atau sikap seolah-olah melihat Allah dalam setiap perbuatan dan ibadah kita). Kasih
sayang Allah ada pada orang-orang yang Ihsan. Sementara, kelompok teroris adalah orang-orang
yang mengalami krisis spiritualitas karena mereka tidak mengakui adanya Ihsan. Mereka lebih
menonjolkan simbol formal, namun lemah di bidang spiritual (akhlak).

Terdapat beberapa jenis Radikal-Terorisme, diantaranya (1) Kelompok agama yang


beraliran keras ingin mengganti ideologi dan sistem Negara yang sah (Manipulator Agama); (2)
Kelompok yang ingin memisahkan diri dari NKRI (Separatis); (3) Jaringan teroris narkoba
(Narcoterrorisme); (4) Kelompok yang memiliki kepentingan pribadi (Extremisme Individual),
dan Media Terorisme.

Ketika kita berbicara tentang Radikalisme, masalah yang dihadapi Indonesia adalah
ketiadaan regulasi untuk menangani hal tersebut. Kita (Indonesia) hanya bisa membubarkan
organisasinya, bukan orang-orang penyebar ideologinya. Masih begitu banyak oknum yang
bertingkah sengaja mengadudomba Negara ketiga yang mayoritas beragama islam dan
memanfaatkan iklim kebebasan berdemokrasi. Dalam rangka enghadapi segala kekacauan
radikalisme, terorisme, dan ekstrimisme, mahasiswa dituntut wajib untuk dapat bersikap dan
berpikir kritis, solutif, serta argumentatif untuk menjalankan amar maruf nahi munkar (perintah
yang ditujukan kepada semua masyarakat untuk mengajak/menganjurkan perilaku kebaikan dan
mencegah perilaku buruk) sesuai dengan ajaran agama Islam.

Terdapat beberapa faktor pendorong dan faktor yang memengaruhi Radikal-Terorisme


(Push and Pull Factor). Terdapat enam faktor pendorong/pemicu (Push Factor) Radikal-
Terorisme, yaitu (1) Politisasi agama (manipulasi agama); (2) Ketidakpuasan/kekecewaan,
kebencian dan dendam; (3) Kesenjangan sosial dan rasa ketidakadilan; (4) Kemiskinan dan
kesejahteraan (lemahnya ekonomi); (5) Kebodohan (pendidikan rendah); (6) Sistem politik,
pemerintahan, dan hukum yang lemah. Sementara itu, faktor yang memengaruhi (Pull Factor)
Radikal-Terorisme diantaranya (1) Lingkungan keluarga; (2) Lingkungan pekerjaan; (3)
Lingkungan sekolah (Guru Agama); (4) Lingkungan Pergaulan Medsos maupun masyarakat; (5)
Lingkungan pengajian (Ustadz yang radikal); dan (6) Jaringan Radikal-Teroris.

Brigjen Pol Ahmad Nurwahid, SS. MM menyebutkan contoh bangsa yang berpisah karena
perbedaan ideologi atau hal-hal tertentu, yaitu bangsa Arab dan bangsa Eropa. Bangsa Arab
memiliki satu ras dan satu bahasa, namun akhirnya pecah menjadi 22 Negara. Bangsa Eropa hanya
terdiri dari 2-3 etnis, namun terbagi menjadi 27 Negara. Sementara bangsa Indonesia yang terdiri
dari 1.340 suku bangsa, lebih dari 300 etnik, sekitar 718 bahasa daerah, dan mencapai 17.000 pulau
pada tahun 2021, mampu bersatu dalam Negara Indonesia hingga detik ini. Tak jarang
keberagaman dalam persatuan Indonesia ini mengundang rasa penasaran para pengamat politik
luar Negeri. Hal ini dibuktikan dengan pengalaman Brigjen Pol Ahmad Nurwahid, SS. MM yang
pernah dihampiri dan diajukan pertanyaan, “Bagaimana bisa Indonesia belum berkonflik? Kapan
Indonesia akan berkonflik?”. Pertanyaan tersebut muncul karena rasa takjub mereka, sebagaimana
yang telah dijelaskan oleh Brigjen Pol Ahmad Nurwahid, SS. MM, bahwa Indonesia sebenarnya
justru merupakan Negara yang memiliki potensial konflik perpecahan paling tinggi di Dunia akibat
jumlah heterogenitasnya.

Ada sepenggal kalimat yang sangat bermakna bagi saya, yaitu ketika Brigjen Pol Ahmad
Nurwahid, SS. MM menggambarkan keistimewaan Indonesia; “Indonesia merupakan sepotong
tanah dari surga, yang dijaga langsung oleh Allah, dan juga dirumuskan dalam Pancasila oleh
wali-wali Allah.” Indonesia merupakan Negara yang menjunjung silaturahmi, sikap gotong-
royong, dan merupakan Negara paling dermawan di dunia (World Giving Index, 2021).

Strategi antisipasi Radikalisme-Terorisme yang disampaikan oleh Brigjen Pol Ahmad


Nurwahid, SS. MM adalah dengan belajar bersama Guru yang Benar. Kuncinya adalah dengan
memilih guru, penceramah, atau role model yang positif. Pilihlah yang moderat, tinggalkan politik
intoleran. Islam tidak pernah melarang politik, namun mempolitiasi Islam adalah perbuatan yang
haram. Mempolitisasi agama kerap dilakukan oknum-oknum untuk menjebak pemuda dengan
membentur-benturkan antara agama dan budaya, agama dan nasionalisme, serta agama dan
kebangsaan. Ketika mereka mengajukan pertanyaan serupa, “Memilih Islam atau NKRI? Memilih
Islam atau Pancasila?” tujuannya tidak lain adalah untuk menjebak. Pertanyaan tersebut bukanlah
pertanyaan yang benar dan akan selalu mengundang konflik perdebatan. Hendaknya, ketika kita
diminta untuk menjawab, kita dapat menjawab dengan, “Membela Negara adalah bagian dari
memperjuangkan perintah Agama pula. Sementara, Islam adalah agama, sedangkan Pancasila
adalah ideologi. Pancasila dibuat bukan untuk meninggalkan agama.”

Secara tidak sadar, oknum-oknum yang ada telah mengajak kita melakukan perbuatan
syirik, karena kekafiran sesungguhnya adalah kesombongan/keangkuhan. Mereka menganggap
bahwa sikap, pikiran, ideologi, ajaran, dsb yang mereka anut atau genggam adalah hal-hal yang
paling benar. Mereka lupa bahwa kehadiran perbedaan di muka bumi adalah kehendak Allah juga.
Tujuan perbedaan adalah agar manusia dapat saling memanusiakan serta bertoleransi, mengutip:

QS. Al-Baqarah Ayat 62


‫صا ِبــِٕيْنَ َم ْن ٰا َمنَ ِباللّٰ ِه َو ْاليَ ْو ِم‬
َّ ‫ا َِّن الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َوالَّ ِذيْنَ هَاد ُْوا َوال َّنصٰ ٰرى َوال‬
َ‫علَ ْي ِه ْم َو َْل ُه ْم يَحْ زَ نُ ْون‬َ ‫ف‬ ٌ ‫صا ِل ًحا فَلَ ُه ْم اَجْ ُر ُه ْم ِع ْندَ َر ِب ِه ْۚ ْم َو َْل خ َْو‬
َ ‫ع ِم َل‬ ْٰ
َ ‫اْل ِخ ِر َو‬

62. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang sabi'in, siapa saja (diantara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan
melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka,
dan mereka tidak bersedih hati.

Di akhir pemaparan materi, Brigjen Pol Ahmad Nurwahid, SS. MM berharap materi yang
disampaikannya membawa berkah dan dapat menjadi bekal diri bagi mahasiswa untuk
membangun spiritualitas, jiwa dan raga, karena sejatinya perpaduan insan, ilmu pengetahuan,
dan teknologi adalah kunci kemajuan peradaban islam.

Kuliah umum dilanjutkan dengan sesi-tanya jawab antara pemateri dengan peserta. Berikut
merupakan isi sesi tanya-jawab pada perkuliahan umum dalam rangka memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW 1444 H dengan tema “Maulid Nabi, Akhlaqul Karimah dan Melawan
Radikalisme” :

No Pertanyaan Jawaban
1. Bapak berkata bahwa mahasiswa Benar. Segalanya berada di tangan mahasiswa.
berperan penting dalam menghadapi Mahasiswa dapat mengantisipasi Radikalisme
ancaman radikalisme. Apa saja bentuk dengan:
tindakan melawan radikalisme yang bisa a. Jangan mem-follow (berhati-hati dalam
mahasiswa lakukan? memilih penceramah/role model. Pilihlah
- Abdul Kholil penceramah yang menenangkan,
mendinginkan, dan bersikap toleran.
b. Mahasiswa wajib menjadi buzzer
perdamaian, persatuan, harmoni bangsa,
serta akhlaqul kharimah untuk
membuktikan bahwa Islam tidak seperti
apa yang orang Barat pikirkan.
c. Mahasiswa wajib menjadi buzzer untuk
melawan ujaran kebencian, jangan
menjadi silent majority. Meskipun oknum
tersebut sedikit secara jumlah, namun
mereka memiliki agenda yang besar, yaitu
adu domba antar anak bangsa, merancang
strategi konflik, membangun paradigma
inteloransi, serta menyebarkan isu PKI,
SARA, Komunisme, dsb yang
mengancam kerukunan bangsa.
d. Sistem Indonesia telah mendekati kepada
sistem yang dibangun Nabi Muhammad
SAW, yaitu amar maruf nahi munkar.
Maka dari itu, jagalah persatuan dan
Konsesnus Kemerdekaan (Pancasila,
UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal
Ika) Indonesia.
2. Saat ini terdapat “Islamfobia”, yang Cobalah untuk memerhatikan kembali. Tidak
menduga bahwa segala bentuk mungkin ada islamofobia ketika Islam yang
Radikalisme yang terjadi di dunia menjadi mayoritas dalam sebuah wilayah
disebabkan oleh agama Islam. Buktinya, tersebut. Itu menandakan bahwa Islam
PBB bahkan menutup mata atas kejadian memang bukanlah dalang Radikalisme karena
yang menimpa Negara-negara Islam bertentangan dengan ajaran Islam yang
seperti perang Palestina, Iran, dsb. sesungguhnya. Semua tindak terorisme selalu
Apakah benar Islam merupakan dalang dimulai dengan pihak-pihak anti pemerintam
dari semua ini? namun mereka melakuan fitnah melalui
- Muhammad Abdurahman distorsi agama.
3. Bapak mengatakan bahwa mahasiswa Bedakan sikap kritis dengan hoax dan nyinyir.
harus memiliki kemampuan berpikir Jika kita mengkritik dan berpikir kritis dengan
kritis dan berani untuk berpendapat. data argumentatif namun mendapatkan terror,
Namun, mulai dari zaman Soeharto, maka jangan segan-segan untuk menghubungi
sudah banyak tindakan pembunuhan, pihak yang dapat bertanggungjawab. Selain
penculikan, mahasiswa hilang, dsb itu, sebelum mengkritik, luruskan niat yaitu
setelah menyuarakan kritik pada mengamalkan amar maruf nahi munkar.
pemerintah. Bagaimana cara kami dapat Kebaikan pada orde lama dan orde baru
tetap mengajukan pendapat kepada diharapkan dapat menyatu dalam orde
pemerintah tanpa diiringi rasa takut akan Reformasi.
ancaman-ancaman tindakan pemerintah
tersebut?
- Muhamad Tegar
4. Kami sudah mengadakan beberapa Inilah program yang disebut vaksinasi
gerakan kontra radikalisme. Tetapi, ideologi. Mereka selalu mendikotomikan
kadang masih kami temukan oknum agama dan ideologi. Maka dari itu, cara
mahasiswa tertentu yang pemikirannya mendekati mahasiswa tersebut juga melalui
mengalami loncatan luar biasa. pendekatan agama. Semua teroris yang telah
Contohnya, terdapat mahasiswi yang diproses hukum dimulai melalui salafi dan
sampai tidak fokus lagi dalam wahabi. Mereka sallah mentafsiri Q.S. Al-
perkuliahannya, bahkan putus hubungan Maidah:49. Mereka menganggap semua
dengan orang tuanya karena merasa ia kejahatan yang saat ini terjadi di Indonesia
memiliki perbedaan paham. Ketika adalah karena pemerintah tidak menggunakan
ditanya, apakah kamu tidak kasihan pada pemerintahan berbasis agama. Jika perlu,
orang tua kamu yang telah membesarkan cobalah untuk bertanya balik, apakah di zaman
dan membiayai kamu sampi dewasa, Nabi Muhammad tidak ada pelacuran, khamr,
jawaban mahasiswi tersebut jauh lebih korupsi, dll? Jika ada, apakah Nabi
mencengangkan. Ia berkata bahwa itu Muhammad dikatakan salah?
adalah itulah konsekuensi jihad.
Kemudian, kami berpikir jika hal-hal Indonesia telah melarang perzinaan, korupsi,
seperti ini sudah masuk ke dalam pelacuran, dll. Perbedaannya hanya terletak
pikiran, akan sulit untuk menarik pada diksi, yang tidak menggunakan kalimat
pemikiran tsb keluar. Selain itu, ada pula “syariat Islam”. Padahal, kita telah
mahasiswa yang setiap hari dikirimi mengamalkan ajaran dan menetapkan aturan
video khilafah. Kami bertanya, apa yang sejalan dengan Islam.
kurangnya Islam di Indonesia? Di
Indonesia gampang sekali kita Mahasiswa dapat diajak diskusi paradigma
menemukan masjid. Berbeda dengan seperti itu. Mereka lemah sekali dibidang
Malaysia, yang walaupun notabenenya akhlak. Bagaimana bisa dia mengkafirkan
mayoritas beragama Islam, menemukan orangtua hanya karena orangtua-nya belum
masjid disana tidak semudah berdakwa pada gurunya. Mereka sangat
menemukan masjid di Indonesia. penting untuk dibentengi, karena virus radikal
Bahkan, setiap RT di Indonesia memiliki ini sangat merusak akhlak, tauhid, dan masa
masjid, adzan bersahut-sahutan dimana- depan kehidupan berbangsa dan bernegara.
mana. Mahasiswa tersebut menjawab,
kekurangan Indonesia adalah sistemnya
yang belum Islam. Inilah perdebatan
yang sulit untuk dijawab. Apakah ada
tips khusus, terutama untuk dosen
Pendidikan Agama Islam dalam
menentang Radikalisme?
- Dr. Supian Ramli, M.Ag

Pada pukul 21.27 WIB, kuliah umum dalam rangka Memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW 1444 H ditutup dengan ucapan terima kasih oleh Wakil Rektor III, Dr. Ir. Teja
Kaswari serta pembacaan Do’a oleh mahasiswa Universitas Jambi.
Kesimpulan

Negara Indonesia, terutama generasi muda sebagai penerus bangsa, harus berhati-hati
dalam mencari ilmu, berguru, atau memilih role model dalam kehidupan. Generasi muda harus
mampu berpikir kritis dan tidak mudah diadu-domba oleh oknum-oknum yang sengaja
menciptakan topik menjebak dengan tujuan memecahbelah bangsa. Indonesia memang memiliki
banyak heterogenitas, namun, hendaknya kita menyadari bahwa heterogenitas itu merupakan
sebuah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Indonesia mampu bangkit menjadi Negara yang
lebih kuat jika kita bersatu memberdayakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kita miliki secara
lebih optimal. Lawan Radikalisme sekecil apapun bentuknya, dan ingatlah untuk selalu berpegang
teguh menjaga keutuhan Konsensus Kemerdekaan (Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan, UUD
1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika).

Anda mungkin juga menyukai