Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MAKALAH PANCASILA

“KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB”


“SILA KEDUA SEBAGAI PENYARING DALAM PENGGUNAAN MEDIA
SOSIAL”
Dosen Pengasuh :
Dr. Thomas R. Hutauruk, SP, Msi

KELOMPOK 2
DISUSUN OLEH :
1. Adyadaffa Bagas W (216131030)
2. Andi Muhammad Afdhal (216131040)
3. Nofita Humairah (216131043)
4. Tekad Wicaksono (216131050)

TEKNOLOGI REKAYASA KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2023
Proses Pengusulan dan Perumusan Pancasila sila ke-2
Proses Pengusulan Pancasila sila ke-2
Jauh sebelum periode pengusulan Pancasila, cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu
diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme yang menjadi pembuka ke pintu gerbang
kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip
oleh Mochtar Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal
Rasionalitas Politik, menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam
gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan kesatuan
bangsa.Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu teguh
menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian, disusul lahirnya Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928 merupakan momen-momen perumusan diri bagi bangsa Indonesia.
Kesemuanya itu merupakan modal politik awal yang sudah dimiliki tokoh-tokoh
pergerakan sehingga sidang-sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi Laksamana Maeda,
tidak sedikitpun ada intervensi dari pihak penjajah Jepang. Para peserta sidang BPUPKI
ditunjuk secara adil, bukan hanya atas dasar konstituensi, melainkan juga atas dasar integritas
dan rekam jejak di dalam konstituensi masing-masing. Oleh karena itu, Pabottinggi
menegaskan bahwa diktum John Stuart Mill atas Cass R. Sunstein tentang keniscayaan
mengumpulkan the best mindsatau the best character yang dimiliki suatu bangsa, terutama di
saat bangsa tersebut hendak membicarakan masalah-masalah kenegaraan tertinggi, sudah
terpenuhi.
Ada usulan dari beberapa tokoh mengenai perumusan sila tersebut, berikut ulasannya:
Muhammad Yamin mengusulkan gagasan dasar negarapada tanggal 29 Mei 1945. Gagasan
dasar negara yang dikemukakan sebagai berikut:
1) Ketuhanan yang Maha Esa
2) Kebangsaan Persatuan Indonesia
3) Rasa Kemanusiaan yang adil dan Beradab
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan
perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Soepomo mengusulkan gagasan dasar negara pada tanggal 31 Mei


1945. Gagasan dasar negara yang dikemukakan sebagai berikut:
1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Keseimbangan lahir dan batin
4) Musyawarah
5) Keadilan rakyat

Soekarno mengusulkan gagasan dasar negara pada tanggal 1 Juni 1945. Gagasan dasar negara
yang dikemukakan sebagai berikut:
1) Kebangsaan Indonesia
2) Internasionalisme atau Peri Kamanusiaan
3) Mufakat atau demokrasi
4) Kesejahteraan Sosial
5) Ketuhanan yang Berkebudayaan

Sidang BPUPKI yang dilaksanakan pada kurun waktu 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 belum
menetapkan ketiga usulan rumusan dasar negara tersebut menjadi sebuah dasar dalam negara
Indonesia. Pada saat itu pula dibentuk panitia yang beranggota sembilan orang yang dikenal
dengan sebutan “Panitia Sembilan” dengan anggotanya sebagai berikut:
1) Ir. Soekarno
2) H. Agus Salim
3) Mr. Ahmad Soebardjo
4) Mr. Muhammad Yamin
5) Drs. Muhammad Hatta
6) Mr. AA. Maramis
7) Kh. Wachid Hasyim
8) Abdul Kahar Muzakkir
9) Abi Kusno Tjokrosujos
Panitia sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil
merumuskan naskah Rancangan Pembukaan UUD yang kemudian dikenal dengan Piagam
Jakarta (Djakarta Center) yang berisi, sebagai berikut:
1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk- pemeluknya
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selanjutnya,dengan berbagai pertimbangan yang mencakupi, keragaman suku bangsa, agama,


budaya yang terdapat di Indonesia, dikeluarkan Peratuan Presiden atau PP No. 12 tahun 1968
tertanggal 13 April 1968 mengenai Rumusan Dasar Negara dalam negara Indonesia,
dikemukakan Rumusan Pancasila yang benar dan sah adalah rumusan yang tercantum di
dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus
1945 dengan rumusan sebagai berikut:
1) Ketuhanan yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Makna Sila Ke-2


Sila kedua Pancasila adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Ini berarti bahwa bangsa
Indonesia menghargai dan menghormati hak-hak asasi manusia, serta memperlakukan sesama
manusia dengan adil dan beradab. Sila ini juga menunjukkan sikap nasionalisme yang sejati,
yang timbul dari rasa cinta akan kemanusiaan. Sila ini bersumber dari hakikat kodrat manusia
sebagai makhluk Tuhan, makhluk pribadi, dan makhluk sosial.
Sila kedua Pancasila memiliki lambang rantai emas yang terdiri dari dua lingkaran yang
saling berhubungan. Lingkaran besar melambangkan manusia sebagai makhluk individu,
sedangkan lingkaran kecil melambangkan manusia sebagai makhluk sosial. Rantai emas
melambangkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Sila kedua Pancasila juga memiliki warna putih yang melambangkan kesucian, kemurnian,
dan kejujuran. Warna putih menunjukkan bahwa bangsa Indonesia harus bersih dari segala
bentuk kejahatan, kezaliman, dan penindasan. Warna putih juga menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia harus menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, dan agama.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" memiliki segelintir makna yang mengagumkan.
Berkaitan dengan hal tersebut.
1. Indonesia merupakan negara yang merdeka, bersatu dan berdaulat. Namun, bangsa ini tidak
mengenal chauvinistik. Chauvinistik merupakan paham maupun ideologi yang menempatkan
negara memandang rendah bangsa lainnya. Pemahaman singkatnya yakni chauvinisme
merupakan pemahaman nasionalisme yang sempit.
2. Indonesia adalah bagian dari dan bekerja sama dengan masyarakat bangsa-bangsa di dunia.
3. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang ingin bergaul dengan bangsa lain, dengan saling
menghormati nilai nasionalisme dan kearifan lokal bangsa yang tumbuh subur di dunia.
4. Indonesia juga bagian dari kemanusiaan universal. Indonesia menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan mengembangkan persaudaraan berdasarkan nilai keadilan dan keadaban.
5. Bangsa Indonesia mengaku dan perlakukan manusia sederajat sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
6. Indonesia mengembangkan sikap tenggang rasa, tepa slira dan memahami adanya perbedaan
suku, ras, agama, dan kepercayaan merupakan keniscaryaan yang tak boleh menimbulkan
adanya pertentangan.

Nilai-nilai yang diamalkan berdasarkan Sila Ke-2


1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
2) Saling mencintai sesama manusia.
3) Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo seliro.
4) Tidak semena - mena terhadap orang lain.
5) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7) Berani membela kebenaran dan keadilan.
8) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

Penyimpangan Sila Ke-2 di Media Sosial


Adapun nilai yang terkandung pada sila kedua ini menunjukkan betapa pentingnya untuk
dipahami dan diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Di era sekarang ini,
masyarakat dalam berinteraksi sosial sudah tidak lagi terpaku pada komunikasi interpersonal,
namun sudah mengalami banyak perubahan karena teknologi yang selalu berkembang dari waktu
ke waktu. Perkembangan ini dapat kita rasakan dengan lahirnya smartphone. Semua karakteristik
kebahasaan dalam medsos mulai toxic (bahasa kasar), slang (bahasa gaul), dan lainnya.
Pengaruh kebahasaan tersebut memberikan dampak pada berbagai kalangan. Dimulai dari
aktivitas mereka di medsos yang menjadi terlalu bebas pada saat bertutur kata tanpa
memerhatikan perbedaan umur. Dari penjelasan tersebut tentu kita sudah memasuki era di mana
digital menjadi suatu hal penting dalam kehidupan masyarakat seperti saat ini.
Jika teknologi tidak diimbangi dengan pemahaman ataupun tidak dijalankan dengan benar,
akan terjadi banyak penyimpangan. Untuk itu, nilai yang terkandung pada sila kedua Pancasila
dapat dijadikan solusi mengatasi penyimpangan tersebut. Dengan menjadikan sila kedua sebagai
filter dalam aktivitas medsos masyarakat.
Berikut ini adalah beberapa contoh penyimpangan sila ke-2 di media sosial :

1. Cyberbullying
Adalah tindakan perundungan yang terjadi di media sosial, game online dan berbagai
platform yang menyediakan kolom untuk chatting. Penyebab terjadinya cyberbullying adalah
ingin terlihat kuat dimata orang lain, rendahnya literasi sila ke-2 menimbulkan kebebasan
berpendapat sehingga tidak mempedulikan etika dan nilai moral.

2. Tutur bahasa
Kurangnya kesadaran akan pentingnya menghormati martabat dan harga diri setiap
individu. Faktor emosi, seperti kemarahan atau frustasi juga bisa menjadi pemicu bertutur
kata kasar. Selain itu lingkungan sosial dan budaya juga memainkan peran. Jika seseorang
tumbuh dalam lingkungan bertutur kata kasar yang dianggap biasa atau bahkan diterima, hal
ini dapat membentuk norma perilaku yang tidak memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan
dan adab dalam berkomunikasi.
Kurangnya pendidikan tentang pentingnya komunikasi yang santun dan penuh
penghargaan terhadap orang lain juga dapat berkontribusi terhadap perilaku berbahasa yang
kasar. Maka dari itu dengan memahami nilai sila ke-2 dan menjunjung tinggi kemanusiaan
serta adab dalam berbicara kita dapat membangun hubungan sosial yang diinginkan pada
nilai dan makna yang tercantum di sila ke-2.
Daftar Pustaka
https://hellosehat.com/mental/bahaya-cyber-bullying/
https://kaltimpost.jawapos.com/kolom-pembaca/27/12/2022/sila-kedua-sebagai-filter-di-era-
digital

Anda mungkin juga menyukai