Anda di halaman 1dari 9

Pembimbingan Retaker UKMPPD Berbasis Modul

DIABETES MELITUS TIPE-1


No. ICD-10 : E10 Type 1 diabetes mellitus
No. ICPC-2 : T89 Type 1 diabetes mellitus
Tingkat Kompetensi : 4A

PENDAHULUAN

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus di
Indonesia mencapai 1,5%. Insidens Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) sangat bervariasi baik
antar negara maupun di dalam suatu negara. Di beberapa negara barat kasus DMT1
mencakup 5-10% dari seluruh jumlah penderita diabetes di negara masing-masing, dan lebih
dari 90% penderita diabetes pada anak dan remaja adalah DMT1. Data registri nasional
DMT1 pada anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia hingga tahun 2014 tercatat 1021 kasus
dengan 2 puncak insidens yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun.

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN PEMBELAJARANUMUM (TIU)


Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
penyakit Diabetes Melitus Tipe 1

TUJUANPEMBELAJARANKHUSUS (TIK)
Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu:
1. Menganalisis data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis masalah kesehatan pasien.
2. Menentukan penanganan penyakit baik klinik, farmakologis, diet, olah raga atau kondisi
tertentu secara rasional dan ilmiah.
3. Memilih dan menerapkan strategi pengelolaan yang paling tepat berdasarkan prinsip
kendali mutu, kendali biaya, manfaat dan keadaan pasien serta sesuai pilihan pasien.
4. Mengidentifikasi, melakukan pemantauan dan edukasi yang tepat dalam pencegahan
komplikasi penyakit, berkaitan dengan pasien, anggota keluarga dan masyarakat.

DEFINISI

DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolism glukosa yang
ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas
baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan
terhenti. Sekresi insulin yang rendah mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein.

1
Pembimbingan Retaker UKMPPD Berbasis Modul

Sebagian besar penderita DMT1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut. Poliuria,
polidipsia, polifagia tetapi disertai penurunan berat badan yang cepat dalam 2-6 minggu
sebelum diagnosis ditegakkan, kadang-kadang disertai gangguan penglihatan. Apabila gejala-
gejala klinis ini disertai dengan hiperglikemia maka diagnosis DM tidak diragukan lagi.

ETIOLOGI

Diabetes melitus tipe 1 (DMT1) terjadi akibat kerusakan sel β-pankreas sehingga terjadi
defisiensi insulin secara absolut. Proses kerusakan sel β-pankreas dapat terjadi akibat proses
autoimun maupun penyebab lain yang tidak diketahui (idiopatik). Hal ini tidak termasuk
kerusakan β-pankreas yang disebabkan oleh keadaan khusus seperti cystic fibrosis dan defek
mitokondria.

Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM tipe-1. Faktor genetik
dikaitkan dengan pola HLA tertentu yang berperan sebagai suatu susceptibility gene atau
faktor kerentanan. Diperlukan suatu faktor pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi
virus, toksin dll) untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe-1 pada seseorang yang rentan.

PATOFISIOLOGI

Insulin memegang peranan penting dalam cadangan energi sel. Pada keadaan normal, insulin
disekresikan sebagai respon terhadap adanya makanan yang diatur oleh suatu mekanisme
kompleks yang memungkinkan pengaturan disposisi energy yang berasal dari makanan
menjadi energy yang langsung dipakai atau disimpan.

Pada DMT1, makin menurunnya insulin pasca makan akan mempercepat proses katabolisme.
Insulinepenia, menyebabkan penggunaan glukosa oleh otot dan lemak berkurang
mengakibatkan hiperglikemi postprandial. Bila insulin makin menurun, berusaha
memproduksi lebih banyak glukosa melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis. Akan tetapi
karena glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel maka hepar akan berusaha lebih
keras lagi, sebagai akibatnya timbullah hiperglikemi puasa, menimbulkan dieresis osmotik
disertai glukosuria bila ambang ginjal sudah terlampaui. Akibatnya tubuh kehilangan kalori,
elektrolit dan cairan, terjadi dehidrasi, yang selanjutnya menimbulkan stress fisiologis dengan
hipersekresi hormone stres (epinefrin, kortisol, glucagon dan hormone pertumbuhan).
Meningkatnya kadar hormone stres dan makin menurunnya kadar insulin meyebabkan
peningkatan glikogenolisis, glukoneogenesis, lipolisis dan ketogenesis, ketoasidosis diabetik.

PENEGAKAN DIAGNOSIS

ANAMNESIS
Bentuk klasik:
 Polidipsi, poliuri, polifagi. Poliuria biasanya tidak diutarakan secara langsung oleh
orangtua kepada dokter, yang sering dikeluhkan adalah anak sering mengompol,
mengganti popok terlalu sering, disertai infeksi jamur berulang di sekitar daerah
tertutup popok, dan anak terlihat dehidrasi.

2
Pembimbingan Retaker UKMPPD Berbasis Modul

 Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu 2-6 minggu disertai keluhan lain yang
tidak spesifik
Mudah lelah
Pada kasus KAD:
 Awitan gejala klasik yang cepat dalam waktu beberapa hari
 Sering disertai nyeri perut, sesak napas, dan letargi
PEMERIKSAAN FISIK DAN TANDA KLINIS
Tanpa disertai tanda gawat darurat
 Polidipsi, poliuri, polifagi disertai penurunan berat badan kronik
 “Irritable” dan penurunan prestasi sekolah
 Infeksi kulit berulang
 Kandidiasis vagina terutama pada anak wanita prepubertas
 Gagal tumbuh
 Berbeda dengan DMT2 yang biasanya cenderung gemuk, anak-anak DMT1 biasanya
 Kurus

Disertai tanda gawat darurat (KAD)


 Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu cepat
 Nyeri perut dan muntah berulang
 Dehidrasi sedang sampai berat namun anak masih poliuria
 Sesak napas, napas cepat dan dalam (Kussmaul) disertai bau aseton
 Gangguan kesadaran
 Renjatan

Kondisi yang sulit didiagnosis (sering menyebabkan keterlambatan diagnosis KAD)


 Pada bayi atau anak <2-3 tahun
 Hiperventilasi: sering didiagnosis awal sebagai pneumonia atau asma berat
 Nyeri perut: sering dikira sebagai akut abdomen
 Poliuri dan enuresis: sering didiagnosis awal sebagai infeksi saluran kemih
 Polidipsi: sering didiagnosis awal sebagai gangguan psikogenik
 Muntah berulang: sering didiagnosis awal sebagai gastroenteritis

Harus dicurigai sebagai DM Tipe 2


Adanya gejala klinis poliuri, polidipsi, dan polifagi yang disertai dengan hal-hal di
bawah ini harus dicurigai sebagai DMT2:
 Obesitas
 Usia remaja (>10 tahun)
 Adanya riwayat keluarga DMT2
 Penanda autoantibodi negatif
 Kadar C-peptida normal atau tinggi
 Ras atau etnik tertentu (Pima – Indian, Arab)

3
Pembimbingan Retaker UKMPPD Berbasis Modul

PEMERIKSAANPENUNJANG

 Kadar gula darah sewaktu: >200 mg/dL (11,1 mmol/L). Pada penderita asimtomatis
ditemukan kadar gula darah puasa lebih tinggi dari normal dan uji toleransi glukosa
terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.
 Kadar gula darah puasa: >126 mg/dL (yang dimaksud puasa adalah tidak ada asupan
kalori selama 8 jam).
 Kadar gula darah 2 jam pasca toleransi glukosa: >200 mg/dL (11,1 mmol/L).
 Kadar C-peptida: untuk melihat fungsi sel β residu yaitu sel β yang masih
memproduksi insulin; dapat digunakan apabila sulit membedakan diabetes tipe 1 dan
2.
 Pemeriksaan HbA1c: dilakukan rutin setiap 3 bulan. Pemeriksaan HbA1c bermanfaat
untuk mengukur kadar gukosa darah selama 120 hari yang lalu (sesuai usia eritrosit),
menilai perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya, dan menilai pengendalian
penyakit DM dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi diabetes.
 Glukosuria: tidak spesifik untuk DM perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan gula
darah.
 Penanda autoantibodi: Hanya sekitar 70 – 80 % dari penderita DMT1 memberikan
hasil pemeriksaan autoantibodi (ICA, IAA) yang positif, sehingga pemeriksaan ini
bukan merupakan syarat mutlak diagnosis.

4
Pembimbingan Retaker UKMPPD Berbasis Modul

KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat
badan, polifagia, dan kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/ dL (11.1 mmol/L).
Atau
2. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7 mmol/L). Atau
3. Kadar glukasa plasma ≥ 200 mg/ dL (11.1 mmol/L) pada jam ke-2 TTGO (Tes
Tolerasansi Glukosa Oral). Atau
4. HbA1c > 6.5% (dengan standar NGSP dan DCCT)
Pada penderita yang asimtomatis dengan peningkatan kadar glukosaplasma sewaktu
(>200 mg/dL) harus dikonfirmasi dengan kadar glukosa plasma puasa atau dengan tes
toleransi glukosa oral yang terganggu.
Diagnosis tidak ditegakkan berdasarkan satu kali pemeriksaan.

DIAGNOSIS BANDING
1. Diabetes Melitus Tipe 2
2. Hiperglikemia Sekunder
3. Gangguan Hormonal lainnya
4. Pankreatitis kronik
5. Penggunaan obat-obatan seperti Thiazid, phenytoin dan glukokortikoid

PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

Hal pertama yang harus dipahami oleh semua pihak adalah bahwa DM tipe-1 tidak dapat
disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan
kontrol metabolik yang baik. Yang dimaksud kontrol metabolik yang baik adalah
mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal,
tanpa menyebabkan hipoglikemia
Sasaran Utama Pengelolaan DM tipe-1 Pada Anak yaitu bebas dari gejala penyakit, dapat
menikmati kehidupan sosial dan terhindar dari komplikasi.
Tujuan Pengelolaan DM tipe-1 Pada Anak yaitu :
1. Tumbuh kembang optimal
2. Perkembangan emosional normal
3. Kontrol metabolik yang baik tanpa menimbulkan hipoglikemia
4. Hari absensi sekolah rendah dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan sekolah.
5. Pasien tidak memanipulasi penyakit
6. Pada saatnya mampu mandiri mengelola penyakitnya.
Komponen Pengelolaan DM Tipe-1 meliputi :
1. Pemberian insulin
2. Pengaturan makan
3. Olah raga
4. Edukasi
5. Pemantauan mandiri

5
Pembimbingan Retaker UKMPPD Berbasis Modul

PEMBERIAN INSULIN

 Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup di dalam tubuh
selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan metabolismesebagai insulin basal maupun
insulin koreksi dengan kadar yang lebih tinggi (bolus) akibat efek glikemik makanan.
 Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen yang seragam
untuk semua penderita DMT1. Regimen apapun yang digunakan bertujuan untuk
mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang normal sehingga mampu menormalkan
metabolisme gula atau paling tidak mendekati normal.
 Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu: umur, lama
menderita diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan, jadwal latihan, sekolah
dsb), target kontrol metabolik, dan kebiasaan individu maupun keluarganya.
 Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada keadaan sakit.
Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan sebaiknya dikonsulkan kepada
dokter.
 Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali injeksi insulin per
hari (campuran insulin kerja cepat/ pendek dengan insulin basal).
 Dosis insulin harian, tergantung pada: Umur, berat badan, status pubertas, lama
menderita, fase diabetes, asupan makanan, pola olahraga, aktifitas harian, hasil
monitoring glukosa darah dan HbA1c, serta ada tidaknya komorbiditas.
 Dosis insulin (empiris):
 Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5 IU/ kg/ hari.
 Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7–1 IU/kg/hari.
 Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1.2–2 IU/kg/hari.

Jenis sediaan insulin dan profil kerjanya

6
Pembimbingan Retaker UKMPPD Berbasis Modul

PENGATURAN MAKAN
1. Tujuan mencapai kontrol metabolik yang baik tanpa mengabaikan kalori yang
dibutuhkan untuk metabolism basal, pertumbuhan, pubertas, maupun aktivitas sehari
hari.
2. Jumlah kalori per hari berdasarkan Berat badan ideal. Komposisi kalori : 50-55%
karbohidrat, 15-20% protein, dan25-35% lemak.
3. Pemilihan jenis makanan dianjurkan karbohidrat dengan indeks glikemik dan glicemic
load yang rendah.

OLAH RAGA
 Olahraga tidak memperbaiki kontrol metabolik, akan tetapi membantu meningkatkan
Jati diri anak, mempertahankan berat badan ideal, meningkatkan kapasitas kerja
jantung, mengurangi terjadinya komplikasi jangka panjang, membantu kerja
metabolism tubuh sehingga dapat mengurangi kebutuhan insulin.
 Yang perlu diperhatikan dalam berolahraga adalah pemantauan terhadap
kemungkinan terjadinya hipoglikemia atau hiperglikemia saat atau pasca olahraga,
sehingga mungkin memerlukan penyesuaian dosis insulin.
 Jenis olahraga disesuaikan dengan minat anak. Pada umumnya terdiri dari pemanasan
selama 10 menit, dilanjutkan 20 menit untuk latihan aerobik seperti berjalan atau
bersepeda. Olahraga harus dilakukan paling sedikit 3 kali seminggu dan sebaiknya
dilakukan pada waktu yang sama untuk memudahkan pemberian insulin dan
pengaturan makan. Lama dan intensitas olahraga disesuaikan dengan toleransi anak.
 Asupan cairan perlu ditingkatkan sebelum, setelah, dan saat olahraga.
 Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi segera setelah
latihan/olahraga untuk mencegah terjadinya hipoglikemia pasca latihan fisik.

KONSELING DAN EDUKASI


 Edukasi/pendidikan merupakan unsur strategis pada pengelolaan DMtipe-1, harus
dilakukan secara terus menerus dan bertahap sesuai tingkat pengetahuan serta status
sosial penderita/keluarga.
 Sasaran edukasi adalah pasien (anak atau remaja) dan kedua orang tua, serta
pengasuhnya.
 Edukasi tahap pertama dilakukan saat diagnosis ditegakkan (biasanya selama
perawatan di rumah sakit). Edukasi ini meliputi: pengetahuan dasar tentang DMT1
(terutama perbedaan dengan tipe lain), pengaturan makanan, insulin (jenis, cara
pemberian, efek samping, penyesuaian dosis sederhana dll), dan pertolongan pertama
pada kedaruratan medik akibat DMT1 (hipoglikemia, pemberian insulin pada saat
sakit).
 Edukasi tahap kedua selanjutnya berlangsung selama konsultasi di poliklinik. Pada
tahap ini, edukasi berisi penjelasan lebih terperinci tentang patofisiologi, olahraga,
komplikasi, pengulangann terhadap apa yang pernah diberikan serta bagaimana
menghadapi lingkungan sosial.

7
Pembimbingan Retaker UKMPPD Berbasis Modul

PEMANTAUAN

 Tujuan pemantauan gula darah mandiri pada pasien dengan DMT1 adalah mencapai
target kontrol glikemik yang optimal, menghindari komplikasi akut berupa
hipoglikemia dan ketoasidosis dan komplikasi kronis yaitu penyakit akibat ganggaun
mikro dan makrovaskuler, menimalisasi akibat hipoglikemia dan hiperglikemia
terhadap fungsi kognitif.
 Pemantauan kontrol glikemik dilakukan dengan melakukan pemantauan glukosa
darah mandiri, HbA1c, keton, dan pemantauan glukosa darah berkelanjutan.
 Pemantauan tumbuh kembang merupakan bagian integral dari pemantauan diabetes.

KRITERIA INDIKASI RAWAT INAP

 Penderita baru (terutama <2 tahun) yang memulai terapi insulin


 Ketoasidosis diabetikum (KAD)
 Dehidrasi sedang sampai berat
 Penderita dalam persiapan operasi dengan anestesi umum
 Hipoglikemia berat (kesalahan pemberian dosis insulin atau dalam keadaan sakit
berat)
 Keluarga penderita yang tidak siap melakukan rawat jalan (memerlukan edukasi
perawatan mandiri)

KOMPLIKASI

Komplikasi jangka pendek : hipoglikemia dan ketoasidosis diabetik.


Komplikasi jangka panjang terjadi akibat perubahan mikrovaskuler dan makrovaskular.
Komplikasi mikrovaskular meliputi retinopati, nefropati yang diawali dengan
mikroalbuminuria, dan neuropati. Sedangkan yang termasuk komplikasi makrovaskular
adalah penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah
perifer.

PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada pemanatuan kontrol glikemik yang baik serta pencegahan
risiko komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1
pada Anak dan Remaja. Cetakan Pertama. IDAI, 2017.
2. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI- World Diabetes Foundation.
Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1. Cetakan Kedua. IDAI,
2015.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Cetakan kedua. IDAI,
2009.

8
Pembimbingan Retaker UKMPPD Berbasis Modul

4. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia, Edisi Kedua.


KKI, 2012.
5. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Cetakan
Pertama. IDAI, 2010
6. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Kemenkes, 2018.

Anda mungkin juga menyukai