Anda di halaman 1dari 4

Secret Admirer

Pagi ini Jeremy resmi menjadi seorang mahasiswa di sebuah universitas paling
ternama di Indonesia. la resmi menjadi mahasiswa sastra yang akan terus
berkutat dengan bahasa dan humaniora. Jeremy datang sendirian dan ia tidak
mengenal siapapun di tempat yang asing ini.Semuanya berbeda, tidak sama
seperti masa SMA-nya dulu. Komunitas baru, orang baru, dan mereka semua
berasal dari daerah dan latar belakang yang bermacam-macam. Dan disaat ia
sedang melamun, tiba-tiba seorang gadis datang menghampirinya lalu
menyapanya dengan hangat. "Jeremy? Kau anak Tuan Julius bukan?" "Be-
benar," jawab Jeremy dengan raut bingung. Seumur-umur ia tidak pernah
melihat gadis ini namun gadis ini seperti sudah mengenalnya dengan benar.
"Kau siapa?" "Aku Angelina, anak Tuan Gallenius, teman ayahmu," jawabnya
dengan senyuman dan tatapan manis. Tentu Jeremy sangat kagum dengannya.

"Bagaimana kau bisa mengenalku sedangkan aku sama sekali tidak pernah
mengenalmu," balas Jeremy dengan polos. Gadis itu tertawa kecil lalu
tersenyum, "Ayahmu sering mence-ritakan dirimu saat ia sedang ber kumpul
dengan ayahku. Dan ia pernah mengenalkanmu melalui foto," jelasnya dengan
ringan. Jeremy semakin malu dibuatnya. Jeremy tertawa, "Kalau begitu aku
sudah mengenalmu saat ini juga." "Jeremy Walter Redman, aku bahkan tahu
nama lengkapmu." *** Jeremy masih dalam masa pengenalan lingkungan
kampus. Ada banyak kegiatan yang ia lakukan bersama mahasiswa baru lainnya
dari berbagai jurusan dan fakultas. Kemarin ia lupa bertanya dari mana asal
gadis itu. Dan pagi ini acara kebersamaan dimulai. Jeremy tergabung ke dalam
sebuah kelompok kecil yang beranggotakan 15 orang dengan 2 orang ketua dari
senior. Di dalam kelompok, ada berbagai macam jurusan dan fakultas dari
seluruh fakultas yang ada di universitas tersebut. 8 orang gadis dan 7 orang laki-
laki. Jeremy sudah berkenalan dan mengenal mereka saat itu juga. Ada yang
dari Teknik, ada juga dari Sastra. Kedokteran hingga Hukum. Semuanya
beraneka ragam. Dan mereka satu, satu universitas. Saat berlangsung diskusi,
seorang gadis yang duduk di samping Jeremy mengulurkan tangannya untuk
bersalaman dan berkenalan lagi, "Halo, aku Erika dari Kedokteran." Jeremy
mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Oh, aku Jeremy dari Sastra." Kini giliran
gadis itu yang mengangkat alisnya. "Aku belum pernah bertemu anak Sastra
sebelumnya," kata gadis itu. "Kau memang menyukainya?" "Hmm... Tentu aku
menyukainya," jawab Jeremy. Gadis itu tersenyum. "Aku pernah belajar tentang
bahasa saat aku masih SMA dulu," balas sang gadis. "Dan Sastra memang
cukup menyenangkan." Jeremy tersenyum dan mengangguk. "Aku juga pernah
belajar biologi dan kimia," jawabnya. Dan sang gadis tertawa. "Aku tahu aku
baru saja membanting stir. Tapi, biarlah kesukaan saja yang akan membuatku
senang di Sastra." "Kau memang manis," balasnya lagi. Tentu Jeremy cukup
kaget mendeng-arnya. Lalu ia tertawa. Gadis itu pun sama manisnya. Wajahnya
putih dan rambutnya terurai dengan anggunnya. Matanya begitu indah dan
hidungnya cukup mancung. Namun, Jeremy belum bisa meliriknya. Gadis
kemarin masih hinggap di hati kecilnya dan ia masih belum bisa mengusir gadis
itu seenaknya dari hati kecilnya. Jeremy masih merasakannya.
***
Keesokan paginya, ia kembali bertemu dengan gadis calon dokter itu. Hari ini
gadis itu membawakan air mineral untuk Jeremy, "Ini untukmu." "Ah, terima
kasih." Kebetulan sekali Jeremy habis berjalan jauh dari stasiun hingga ke
tempat mereka berpijak saat ini. Jeremy membukanya lalu meminumnya dengan
cepat. Seketika botol itu kering dan tak lagi berisi. Gadis manis itu menatap
Jeremy dengan heran lalu tertawa, "Kau nampak sangat haus dan lelah." "Aku
pikir aku sudah terlambat. Karenanya aku berlari dari stasiun hingga ke taman
ini," jawab Jeremy. "Sudah biasa acara akan berlangsung lebih siang," balas
gadis itu lagi. Di saat yang bersamaan, ia melihat seorang malaikat--Angelina-
dari kejauhan. la sedang tertawa bersama dengan seorang laki-laki dan
keduanya nampak sangay akrab. "Kau lihat apa?" Tanya Erika, gadis
kedokteran tadi. "Tidak, hanya teman satu jurusanku saja," " jawab Jeremy
dengan lesu. Hatinya mudah sekali tersentuh dengan hal-hal demikian. Apalagi
jika rasa itu menguasai dirinya. Kemudian pandangannya terhalang mahasiswa
baru lainnya sehingga ia sudah tidan bisa melihat Angelina Tiara, gadis dari
Psikologi menyapa Jeremy, "Hai, Jeremy." Jeremy tersenyum seperti biasa.
Senyuman Jeremy adalah senyuman yang mahal. Sesuai harganya, senyuman
Jeremy sangatlah menawan dan tidak ada ruginya jika seseorang ingin
membelinya dengan harga selangit. Jarang sekali ia tersenyum dengan riang.
Tanpa senyum pun dirinya sudah sangat tampan. Maka ditambah senyuman,
maka dirinya akan super tampan. Tiara membawakan roti isi cokelat untuk
Jeremy, "Ini untumu, Jeremy." "Kau sangat baik," kata Jeremy. "Terima kasih."
la menerimanya dengan senyuman. "Makanlah," balas Tiara juga dengan
senyuman. Lalu Jeremy membuka bungkus plastik dari roti itu dan mulai
menyantapnya dengan lahap. Tiara tidak kalah cantik dengan Erika. Sama
cantinya dan sama menawannya. Sangat beruntung menjadi sosok Jeremy saat
itu. Teman pria sekelompoknya pun sampai iri dengannya.
Namun Jeremy tidak pernah membanggakan hal itu. Pesonanya tidak mengusik
hatinya untuk berlabuh di hati siapapun lalu berlayar kembali jika sudah bosan.
Hanya ada satu yang pernah ia singgahi, wanita itu masih menjadi rahasia.

***

Di suatu kesempatan, Jeremy dipertemukan kembali dengan Angelina. Gadis itu


sedang berdiri sendirian di sebuah jembatan merah. Menatap air yang mengalir
di bawah jembatan itu. Jeremy berdiri di sampingnya dalam diam. Sampai gadis
itu menyadarinya lalu menyapa Jeremy, "Aku kira kau siapa." Jeremy tertawa
kecil. "Kau sedang apa di sini," tanya Jeremy. "Melamun sendirian, menatap
danau ini." "Aku hanya ingin menikmati udara sejuk ini," jawab Angelina.
"Jakarta tidak sesejuk ini." Keduanya tertawa kecil. Jeremy mulai
membicarakan perihal kejadian waktu itu, "Kau sudah kenal dengan anak dari
fakultas mana saja saat acara di taman kemarin?" Angelina berpikir sejenak lalu
menjawab, "Timotius dari Kedokteran, lalu Antony dari Akutansi, dan ada
Philips dari Bisnis." Jeremy mengangguk. "Kalau kau?" "Ada Erika dari
Kedokteran, lalu Tiara dari Psikologi, dan Theresa dari Hukum," jawab Jeremy.
"Kau harus berkenalan dengan Timotius. la sangat baik dan sangat humoris.
Aku tidak bisa berhenti tertawa saat berbincang dengannya," jelas Angelina
dengan antusias. "Bahkan awalnya aku tidak mengira adalah mahasiswa
kedokteran. Dari cara bicaranya yang unik dan lucu itu seperti bukan seorang
calon dokter." Keduanya tertawa. "Kau juga perlu mengenal Philips," sambung
Angelina lagi. "la sangat tampan dan manis bagiku." Jeremy mendengus.
"Kemarin aku mengobrol banyak dengannya. la cukup seru dan ramah padaku.
"Dan yang terakhir Antony," ucap Angelina. "la sama baiknya dengan Philips
dan Timotius. Namun ia terlalu sibuk dengan pasangannya." Ini sangat
membuka peluang bagi Jeremy untuk bertanya mengenai status Angelina, "Kau
sudah memiliki pacar?" Angelina mengangkat alisnya. Jeremy sudah berdebar-
debar sejak ia bertanya demikian. Dan Angelina pun menjawabnya, "Ia ada di
fakultas lain.' Jeremy pun terdiam. Hatinya remuk bak jembatan yang roboh
ketika berusaha dilalui oleh truk namun isi dari beton itu adalah kayu lapuk
yang sudah dimakan rayap. Harapannya pupus. la gagal. Pesona tidak mungkin
bisa merebut ia dari laki-laki itu. Janganlah kau mengingini apa pun yang
dimiliki oleh sesamamu. Mengingini saja sudah dilarang apalagi kalau
merebutnya? Biarlah rasa itu menjadi rahasia untuk Jeremy dan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai