Anda di halaman 1dari 8

“Kasus penyerangan sebuah keluarga di distrik Not dilaporkan terjadi pada dini hari.

Warga
menduga bahwa sekelompok cyborg misterius menyerang pada waktu dini hari. Belum ada
kejelasan terkait alasan dan latar belakang….”

Tut!

Gadis bermata biru itu – Hujan melempar remote TV ke meja. Kemudian dia mengulurkan ototnya.
Terdengar bel pintu berdering dan tak ada sapaan khas pengunjung bengkel, tanda bahwa
pamannya – Jazver telah pulang.

“Welcome home, Jazver.” Sambut Hujan tanpa melirik Jazver sama sekali. Lelaki bertubuh bongsor
itu melempar sebuah bungkusan yang tepat jatuh di atas perut gadis itu. Hujan otomatis mengaduh.
Tapi hanya diberi tawa oleh Jazver.

“Apa nih?” tanya Hujan mengangkat bungkusan logam.

“Itu koleksi mobil besi keluaran bulan lalu. Tapi sayangnya nggak laris. Jadi, paman dapet cuma –
cuma.”

Hujan bangkit dengan terkejut. Ia segera membuka bungkus tersebut. Ternyata benar, mobil besi
yang ia lihat di televisi kini berada di tangannya. Di dalam bungkus mobil itu terdapat tombol sidik
jari sekaligus tombol untuk membuka bungkusnya. Ketika ditekan, maka mobil besi itu mempunyai
bukti hak milik.

“Detected, ‘Aina Hujan.” Sahut suara audio dari bungkusan. Hujan meraba – raba mobil besi itu
dengan seksama. Begitu halus dan indah ukirannya. Desainnya sungguh detail. Hujan benar – benar
gembira. Lalu ia segera bangkit dan memeluk Jazver yang sedang berada di dengan erat.

“Makasih!”

Jazver tersenyum lembut dan mengelus pucuk kepala Hujan. Melihat gadis itu senang membuat
hatinya ikut menghangat.

Ini adalah kehidupan di tahun 2110. Dimana dunia telah sapai di pertengahan abad 22. Teknologi
berkembang begitu pesat. Merasuki sela – sela kehidupan manusia hingga tak bisa lepas lagi dari
teknologi sedikitpun. Aktivitas manusia sudah banyak terbantu oleh teknologi AI. Mungkin kalian
akan membayangkan betapa tertata dan indahnya kemajuan dunia saat ini. Tapi nyatnya, teknologi
sungguh mengambil alih dunia. Terlebih AI, cyborg, dan robot humanoid.

Contoh kecil sendiri ada pada Hujan. Dia adalah gadis yang cantik berambut hitam panjang sebahu.
Dari kelihatannya dia adalah gadis biasa. Yang membuatnya berbeda adalah lengan kanannya yang
terbuat dari besi dan bersistemkan cyborg. Dari penuturan Jazver, dahulu Hujan dan keluarganya
pernah diserang oleh sekelompok robot. Tidak ada satu pun yang selamat kecuali Hujan. Namun
gadis itu masih bernapas saat itu. Tangannya hancur dan mengalami pendarahan. Ketika itu, Jazver
sedang berburu. Lalu menemukan banyaknya kehancuran di tempat itu. Jazver segera melapor dan
menyelamatkan Hujan.

Jazver yang merupakan seorang mekanik robot yang pensiun, ia mengganti tangan Hujan menjadi
tangan robot lama sebagai alternatif dari amputasi. Namun Hujan tak mengingat kejadian itu sama
sekali. Namun Jazver bilang itu adalah salah satu efek dari tragedi.

Satu yang harus diketahui oleh Hujan. Bahwa dirinya tak boleh sebebas anak muda di luar sana.
Hujan tidak boleh berhubungan dengan siapapun kecuali dengan sepengetahuan Jazver. Karena
pamannya memberitahunya, bahwa banyak tangan jahat yang mencarinya. Maka dari itu, Hujan
tidak boleh keluar dari rumah. Meski begitu posesif, Jazver adalah satu – satunya orang tua yang
dimiliki Hujan. Gadis itu tidak bisa membenci pria itu meskipun mengekangnya. Ia tetap menyayangi
Jazver sebagai ayahnya.

Menjadi putri Rapunzel bagi Jazver bukan berarti dia tak mempunyai teman sama sekali. Hujan
hanya memiliki satu teman saja. Seorang akademisi kepolisian muda, Timor Noer yang telah
menemani gadis kesepian itu.

Setelah makan malam dengan nasi padang, Hujan kembali ke kamarnya. Dia seger membuka layer
komputernya dan membuka Facetime bersama temannya.

Tut!

Wajah Timor pun muncul. Dengan rambut yang berantakan dan kacamata bulat tipis tersangkut di
hidungnya ia menyapa Hujan. Gadis itu membalas sapaan Timor selagi lelaki itu memperbaiki
pencahayaan lampu belajarnya.

“Halo!” sapa Timor sambal menguap.

“Kayanya lagi belajar ya? Ganggu nggak?” Timor menggeleng lalu melepas kacamatanya.

“Nggak kok. Baru selesai. Kenapa?” Hujan merogoh sakunya lalu menunjukkan mobil besi barunya.
Timor tampak mendekat ke layar lalu tertawa.

“Dih, pamer nih ceritanya?” balas Timor

“Iyalah, ini tuh gratis.” Ujar Hujan dengan angkuh. Timor terkekeh lalu menggeleng pelan.

“Gratis soalnya penjualan seri itu baru prototipe dan dia gagal. Jadi itu nggak bernilai kalau dipasar.”
Ucap Timor menjelaskan. Membalikkan kualitas mobil besi yang didapatkan Hujan. Gadis itu pun
berdecak sebal sebab Timor makin menertawakannya.

“Soalnya sombong itu dilarang.”

“Ya tahu gue.” Sahut Hujan sebal.

Timor mengirim sebuah brosur digital kepada Hujan. Lelaki itu tidak mengatakan apa – apa. Hanya
menunggu gadis itu membuka emailnya dan melihat reaksinya.

“Pameran teknologi?” tanya Hujan yang dibalas Timor dengan anggukan.

“Kita kan udah kebanyakan teknologi. Nggak perlu liat – liat beginian, Mor.” Tolak Hujan halus. Timor
menghela napas kemudian menggeleng.

“Nggak gitu, Ini buat alasanmu biar kita ada waktu berdua di luar.” Balas Timor. Hujan membulatkan
matanya. “Maksud kamu jalan, gitu?”

Timor mengendikkan bahu, “Ya, kelihatannya?”

Hujan tanpa sadar tersenyum tipis. Ada – ada saja si Timor ini. Karena Jazver tidak dengan mudah
mengizinkan gadis itu. Timor akan selalu mencari cara agar gadis itu bisa berkeliling bebas di lur
sana. Dengan alasan apapun yang dia temukan logis dan relevan.

“Makasih, Mor.” Ujar Hujan pelan. Timor yang merasa suara Hujan tidak sampai ke mic mendekati
layar.

“Ngomong apa, Jan?”


Hujan mendengus.

“Nggak ada. Pokoknya besok gue berangkat pagi sama tuan Timor, ber-du-a” ucap Hujan
menekankan kalimat terakhir. Timor tertawa lepas.

“Sleep tight, Hujan. Sampai ketemu besok.

***

Hujan mengendap – endap menuju bengkel. Tampak Jazver yang sedang sibuk mereparasi sebuah
robot pembersih tua dengan penuh keseriusan. Gadis itu menghampuru Jazver dengan langkah yang
sangat pelan.

“Paman..” panggil Hujan pelan.

“Hm?”

Hujan meremas cardigan oversizenya. Kemudian berkata, “Aku boleh ke pameran teknologi?”

Jazver segera berbalik badan. Lalu matanya memperhatika Hujan dari atas sampai bawah dan
menunjukkan bahwa gadis itu sudah benar – benar rapi dan siap. Lelaki bongsor itu merengut.

“Kapan?” tanya Jazver.

“Sekarang.” Balas Hujan tak kalah cepat.

“Dimana?”

“Taman kriya.”

“Sama siapa?”

“Timor” jawab Hujan dengan senyum yang mengembang. Jazver menghela napas. “Ada bukti?”
tanya Jazver lagi. Hujan cepat – cepat merogoh sakunya dan membuka brosur dari Timor. Jazver
mengangguk.

“Iya. Hati – hati.” Ucap Jazver singkat. Hujan langsung tersenyum senang. Lalu memeluk tubuh
pamannya dengan erat. Jazver bahkan sampai terkejut.

“Makasih!”

Hujan segera keluar dari bengkel. Ternyata Timor sudah tiba bersama aerocarnya. Lelaki itu sudah
menunggu sedari tadi. Tapi Timor tahu, betapa sulit Hujan meminta ijin untuk keluar.

“Gas, masuk!”

Timor menyusul masuk ke sisi lain dari mobil. Lelaki itu tersenyum menyapa gadis itu di dalam mobil.
Dibalik kacamata itu, sirat Bahagia terpancar daripadanya. Matahari setengah lingkar yang diukir di
wajahnya secerah Mentari. Sedang Hujan tak menggubrisnya. Mata lelaki itu menatap tangan Hujan.

“Kamu lupa sesuatu.” Timor meraih tangan robot Hujan. Gadis itu pun panik atas kecerobohannya.

“Lo nggak keberatan kalo kita balik bentar?” tanya Hujan hati – hati. Timor menggeleng.
“Nggak usah balik. Disini ada sarung tangan punya Mama.” Timor membuka dashboard dengan
menekan touchsensor di depan Hujan. Terlihat ada banyak beberapa barang disana. Termasuk
sebuah sarung tangan hitam yang indah terlipat rapi.

“Terima kasih.”

Ukuran tangan ibu Timor ternyata melekat indah di jemari Hujan. Membuat tangan robot itu
tertutup. Tangan robot Hujan merupakan rahasia yang harus disembunyikan. Menjadi setengah
robot bukanlah hal yang layak dibanggakan. Justru banyak oknum ilegal yang akan menjadikannya
spesimen. Seperti itu yang Jazver katakan.

Jadi tangan spesial itu wajib hukumnya ditutupi.

“Selama gue kenal sama lo, gue nggak pernah denger tentang mama lo.” Timpal Hujan. Sinar mata
Timor terlihat meredup. Timor tak langsung menjawab pertanyaan itu. Dan hanya menyunggingkan
senyum kecil.

“Soalnya aku nggak pernah ketemu mama sebagai mamaku.” Jawab Timor lirih. Hujan mengatupkan
rahangnya. Gadis itu langsung merasa bersalah dan menundukkan kepalanya.

“Maaf, Mor.”

“It’s okay, Jan. Terkadang kita perlu mengulas cerita orang lain sebagai bekal hidup kita sendiri. Hal
seperti ini memang sedikit menyinggung. Tapi kamu nggak perlu khawatir bakal dibenci oleh orang
itu.”

Hujan tersenyum kecil, “Hobi ya tiba – tiba ceramah.” Timor tertawa kecil mendengar itu. Kalau
diingat – ingat benar juga yang dikatakan oleh Hujan. Saking sukanya Timor menasihati Hujan, gadis
itu sering memanggil Timor dengan julukan ‘Ustadz muda’.

“Sarung tangannya ngeplek banget ini.”komentar Hujan sembari memandangi jemarinya. Sarung
tangan itu pun juga cantik dengan ukiran bunga yang menjalar di seleruh punggung tangan dengan
warna yang lebih glossy. Tangan gadis itu terlihat lebih lentik.

“Karena mama mirip sama kamu, Hujan.”

“Hah?” Hujan menatap Timor heran. Yang ditatap malah tergelak.

“Nggak ada pengulangan.”

“Kenapa?”

“Karena sudah sampai.”

Aerocar itu pun berhenti dan parkir pada tempatnya. Halaman Taman Kriya yang luas ini memuat 50
aerocar sekaligus. Tak seperti dahulu saat jaman masih banyak menggunakan kendaraan beroda.
Hujan pun turun disusul dengan Timor. Taman Kriya ternyata sudah ramai oleh para pengunjung.
Dinding luar gedung utama sudah dipenuhi spanduk dan poster promosi. Gema suara dari MC pun
menggelegar sampai luar.

“Ramai, ya?” sahut Hujan.

Timor mengangguk. “Karena pameran ini didatangi perusahaan teknologi besar. Kamu harus tahu
Nes-C! Mereka menciptakan karya yang menakjubkan.” Ujar Timor dengan antusias. Dia pun
menarik tangan Hujan dan membawanya masuk ke dalam gedung.
Di dalam gedung utama. Sudah banyak disambut berbagai gadget baru. Berbagai macam booth
menyediakan produk teknologi mereka untuk dijual secara massal di pasaran. Hujan sendiri, meski
telah melihat berbagai karya Jazver yang keren saja sudah membuatnya melongo.

“Itu!” Timor menunjuk ke sebuah etalase utama. Sebuah robot humanoid bersurai putih dan
bernada biru tampil dengan gagah disana . Hujan berdecak kagum. Robot itu sungguh menawan dan
kuat.

“Arthur 587, robot humanoid terbaik karya Nes-C Technology.”

Hujan membulatkan bibirnya. Banyak orang yang mendekati robot itu dan memotretnya. Kemudian
panggung di etalase itu membuka gerbang lalu muncul seorang pria berjas abu dan berdasi biru.
Surainya disisir begitu rapi.

Pria itu berjalan dengan penuh percaya diri ke samping robot Arthur. Dengan senyum ramah dia
menyapa para penumpang dan audience.

“Baik, para pengunjung Techno Fest dan para hadirin semuanya. Selamat datang di Techno Fest
bersama Nes-C Technology.”

Hujan terdiam sejenak. Kala netra Arthur mulai terbuka dan programnya aktif. Robot gagah itu
langsung menatap kearah Hujan. Gadis itu yakin Arthur tak salah lihat. Sebab mata silikonnya
menatap lurus kearahnya. Hujan sempat tak mengerti. Seharusnya Arthur menatap ke seluruh
audience. Bukan hanya dia.

“Persilahkan saya memperkenalkan diri, saya James. Moderator perwakilan Nes-C Technology.”

Ucap MC itu mulai memperkenalkan diri. Hujan melirik kearah Arthur. Ternyata matanya masih setia
menatapnya

“Kami perkenalkan karya terbaik kami, Robot Arthur dengan segala fitur yang mirip dengan manusia.
Kemampuan berpikir, mengingat dan berkomunikasi lebih baik daripada produk kami dahulu, Eve.”

Seluruh audience bertepuk tangan. Slide profil perusahaan Nes-C mulai ditampilkan di belakang
layar. Robot Arthur sempat akhirnya mengalihkan atensinya terhadap Hujan. Gadis itu melirik Timor
yang sudah tidak ada lagi disampingnya.

“Mor?”

Hujan menengok kesana kemari mencari keberadaan sahabatnya itu. Sayangnya, terlalu banyak
orang di aula. Hujan merasa sesak ditengah keramaian seperti ini. Rasa resah dan tak mengenakkan
menjalar di seluruh tubuhnya. Kala Arthur menatapnya lagi dari atas etalase sana. Ia merinding. Dari
mata Arthur, ia merasa ada perintah yang menyuruhnya untuk diam di tempat. Hujan menggeleng
kuat dan segera pergi mencari Timor dengan panik.

“M-Mor!” Hujan menembus keramaian. Pandangannya mengedar ke sekelilingnya. Padahal Timor


mempunyai tubuh yang tinggi. Kenapa disaat seperti ini dia tidak nampak bahkan sepucuk surainya.

Ketika Hujan berada ditengah rasa resah yang besar dalam kehilangan sosok Timor, di atas etalase
besar mirip panggung. Arthur memberi tahu salah satu kru Nes-C. Ia meminta untuk bertemu
dengan Tuan Besarnya. Kru belum bisa mengijinkannya. Sebab pameran masih berlangsung.

“Saya harus menemui Tuan Nestala sekarang. Saya menemukan sinyal yang tidak bisa saya
mengerti.” Ujar Arthur meminta dengan suara yang kaku. Petugas kru itu menghela napas.
“Kamu tidak bisa bertemu Tuan sekarang. Tapi kamu bisa bertemu technist sekarang.” Ujar kru itu
memberi saran. Arthur mengangguk patuh lalu segera pergi dari etalase. Kru itu pun memberitahu
James untuk mengalihkan atensi para audience. James pun mematuhi kru tersebut.

Arthur bergerak cepat menuju sudut tim Nes-C. Disana terlihat beberapa orang mengenakan jas
berwarna dominan putih dengan garis berwarna biru terang bersinar di tiap lengan mereka. Mereka
adalah para Technist – sekelompok tim yag mengembangkan, dan merawat para robot dan AI.
Kepada merekalah manusia dan para robot berkonsultasi. Tim Technist hanya diisi oleh manusia dan
tidak diikutcampuri oleh para robot. Sebab dari merekalah otak robot tercipta.

“Permisi. Tuan dan Puan.”

Para technist menoleh. Seorang technist wanita dengan surai yang digulung menghampiri Arthur.
Segera wanita itu mengecek lampu LED milik Arthur yang menyala oranye di pelipis. Tanda bahwa
robot itu tengah menemukan hal yang membuat dia resah.

“Ada yang mengganggumu, Arthur?” tanya technist itu. Arthur mengangguk.

“Saya menemukan sinyal android yang berbeda.”

Wanita itu mengernyitkan dahinya.

“Tapi memang ada banyak android lain disini.”

“Saya terbiasa bertemu banyak seri android. Akan tetapi ini berbeda, nyonya.” Wanita technist itu,
Margaretha meminta Arthur untuk menjelaskannya secara rinci. Tapi program Arthur sama sekali
tidak bisa memprosesnya.

“Saya sudah mengirim sinyal kepadanya untuk diam di tempat. Tapi dia bisa menolak perintah saya.
Dia punya sinyal yang lebih kuat.”

Margaretha terkejut. Karena selama ini. Tidak ada yang bisa melawan komando robot Arthur sebab
dia memiliki level lebih tinggi dari android yang bekerja untuk manusia dan para android lainnya.
Arthur bagaikan perdana Menteri dalam kerajaan. Tidak ada robot yang bisa melawan komandonya.
Kecuali para technist, dan tuannya.

“Kamu yakin dia sebuah android?”

Arthur mengangguk, “Karena saya dapat merasakan sinyal daripadanya.” Margaretha berbalik dan
bergerak menuju kumpulan paa technist setelah berujar,

“Tunjukkan dan bawa dia pada kami. Dia harta kita sekarang.”

Arthur pun melenggang pergi menuju para jajaran bodyguard. Menggiring mereka untuk
merealisasikan perintah dari Technist Utama – Margaretha. Beberapa bodyguard itu bergerak
serempak menyebar di seluruh gedung. Mencari seorang gadis yang beraninya menolak komando
Arthur.

Di sisi lain, Margaretha pergi menghadap Tuan Nestala – direktur Nes-C di salah satu ruang VIP lantai
4. Di dalam ruang itulah, para penemu, presiden direktur dan founder perusahaan bersua. Di depan
pintu VIP, terdapat dua android yang sedang berjaga. Saat Margaretha tiba, wanita itu menunjukkan
kartu ID miliknya untuk di scan dan meminta ijin masuk.

“Saya ingin bertemu Tuan Nestala.”


Robot itu mengangguk.

“Baik, akan saya sampaikan, Nyonya Margaretha.”

Robot itu tidak perlu masuk ke dalam ruangan. Ia hanya perlu mengirim sinyal kepada android yang
ada di dalam. Lalu android yang menerima sinyal akan meminta izin pada yang bersangkutan.
Margaretha berdiri dengan anggun di depan pintu. Menunggu android penjaga ini mengkonfirmasi.

“Anda dipersilahkan masuk, Nyonya.” Ujar robot itu lalu membuka pintu VIP. Terlihat para petinggi
sedang bercengkrama disana. Di kursi paling tengah, duduk seorang lelaki muda dengan turtle neck
hitam yang melekat di tubuhnya. Matanya beradu menemukan salah satunya technistnya di mulut
pintu.

“Ada perihal apa, Retha?” tanya lelaki itu. Margaretha menunduk hormat lalu berkata, “Saya
mempunyai spesimen baru untuk anda.” Direktur Nes-C itu – Awan mendecih.

“Kamu selalu mengatakan itu setiap aku bernapas dan belum ada satupun yang membuatku kagum.”
Ujar Awan menekan. Margaretha menghela napas berat. Ia tahu, meskipun telah diangkat sebagai
Technist Utama, dia belum membanggakan tuan mudanya ini.

“Saya tidak bisa mengutarakannya disini. Saya butuh ruang untuk empat mata.” Pinta Margaretha.
Awan menghela napas. Dia pun mengisyaratkan pada Margaretha untuk pergi. Wanita Technist itu
masih meminta.

“Saya mohon. Kali ini saya berjanji.”

*****

Aula Taman Kriya masih begitu ramai. Bahkan pengunjungnya terus datang dan pergi. Sampai
sekarang pun Hujan belum menemukan sosok Timor. Hujan terus mencoba menghubungi Timor.
Namun, selalu suara sistem yang membalas panggilannya. Timor sama sekali tidak mengangkat
panggilannya. Hujan mulai frustasi. Tapi ditenga sibuknya Hujan mencari, seorang pria tegap berjas
hitam dengan hiasan cahaya biru di lengan – menepuk bahunya. Hujan pun berbalik dan terkejut
saat menemukan dua pria bongsor menatapnya datar namun intens.

Karena ketakutan, Hujan kembali berbalik dan pergi dari kedua pria itu. Namun nyatanya lengannya
ditarik hingga Hujan pun menabrak tubuh besar tersebut.

“Maaf, nona. Tuan kami mencari anda.” Ujar pria tersebut. Hujan mengernyitkan dahi bingung. Tuan
siapa? Memangnya ada yang mengenal dirinya selain Jazver dan Timor?

“Tuan siapa? Anda sendiri siapa?” tanya Hujan sambal melepaskan genggaman pria itu dari
lengannya dengan kesal. Pria itu hanya menatapnya dengan datar tanpa ekspresi.

“Mohon maaf nona, tugas kami hanya mengantarkan anda kepada tuan kami. Bukan untuk
menjawab pertanyaan anda.” Jawab salah satu bodyguard. Hujan menarik napas untuk
memberanikan diri menatap dua pria itu.

“Aku berhak tahu. Karena kalian mau membawaku ke tuan kalian. Beritahu juga siapa tuan kalian!”
Hujan membantah tegas. Dua pria itu saling bertatapan. Kemudian mengangguk seakan telah diberi
komando. Mereka hanya dengan menyentuh dahi Hujan dengan jari yang dilapisi sarung tangan
hitam, gadis itu langsung limbung dan tidak sadarkan diri. Dua pria itu menggunakan serat khusus
untuk menyembunyikan gadis itu lalu membawanya pergi dari keramaian.

“Lapor, target spesimen sudah ditahan.” Ujar salah satu dari bodyguard melapor. Pihak dari sana
menerima dengan senang hati.

“Bawa dia ke mobilku.”

“Siap!”

Anda mungkin juga menyukai