BERKEBUTUHAN KHUSUS
Abstract
This research was conducted to find out how parents deal with the phenomenon of
having a child with special needs, their difficulties in accepting each process, and
the support mechanisms used to deal with this situation. The phenomenological
research design used with 6 parents. The data obtained were phenomenologically
analyzed with the support of MAXQDA 11. Three aspects are discussed in this
study, namely difficulties in the acceptance process, coping strategies, and
religious coping. The aspect of self-acceptance difficulties discusses feelings of
shock, fear of losing children, disappointment, self-blame, loneliness, lack of
husband's support, the impact of a negative environment, concern for the future of
children, and hopelessness. Aspects of coping strategies discuss family support
and concern for the surrounding environment. Meanwhile, religious coping
aspects discuss accepting what is given by God, destiny, fear of God, blessings
from God, believing in God by surrendering, being grateful, praying.
PENDAHULUAN
Didiagnosis memiliki anak berkebutuhan khusus adalah sebuah pengalaman
hidup yang traumatis bagi setiap keluarga. Banyak keluarga ingin memiliki dan
membesarkan anak yang terlahir normal serta memiliki harapan untuk masa depan
anak-anak mereka. Sebaliknya, keluarga dengan anak berkebutuhan khusus
mengalami perubahan yang dramatis baik secara emosi, sosial, ekonomi dan
harapan untuk masa depan anak-anak mereka.1 Saat keluarga mengetahui bahwa
1
Tina O’Connell, Maeve O’Halloran, and Owen Doody, “Raising a Child with Disability
and Dealing with Life Events: A Mother’s Journey,” Journal of Intellectual Disabilities 17, no. 4
(2013).
KOPING RELIGIUS PADA ORANG TUA ANAK 2022
BERKEBUTUHAN KHUSUS
2
Nura Eky Vikawati, Anggari Linda Destiana, and Hesty Wahyuningsih, “Tingkat
Depresi Keluarga Dengan Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) Di Sekolah Luar Biasa (SLB)
Kabupaten Kendal,” YARSI Medical Journal 26, no. 3 (2019).
3
S. Herken, H., Turan, M., Şenol, Ş., & Karaca, “Coping Strategies and Depression
Levels of Mothers and Fathers of down’s Syndrome Children,” Çocuk ve Gençlik Ruh Sağlığı
Dergisi 7 (2000): 143–52,
4
Dian Wijayanti, “Subjective Well-Being Dan Penerimaan Diri Ibu Yang Memiliki Anak
Down Syndrome,” Psikoborneo 3, no. 2 (2015): 224–38.
TANGKOLEH PUTAI VOL 19 NO.2 JULI - DESEMBER 2022 95
KOPING RELIGIUS PADA ORANG TUA ANAK 2022
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Koping dalam pengelolaan stres salah satunya yaitu koping yang bersifat
religius. Koping religius meliputi menggunakan kognitif atau strategi perilaku
yang didasarkan pada kepercayaan dan praktik-praktik religi seperti berdoa untuk
mencari ketenangan atau kekuatan dari Tuhan. Koping religius adalah cara – cara
memahami dan merespon peristiwa negatif dalam kehidupan dengan mengaitkan
pada sesuatu yang suci/kepercayaan keagamaan. Agama mempunyai peran
penting dalam mengelola stres, agama dapat memberikan individu
pengarahan/bimbingan, dukungan, dan harapan seperti halnya pada dukungan
emosi.9 Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kara10 pada keluarga
dengan anak cacat mental, 73,17% menganggap memiliki anak cacat sebagai
kehendak Tuhan, 87,7% berdoa kepada Tuhan untuk anak-anak mereka, 96,4%
menyarankan berdoa berpengaruh positif terhadap keadaan psikologis mereka,
5
Herken, H., Turan, M., Şenol, Ş., & Karaca, “Coping Strategies and Depression Levels
of Mothers and Fathers of down’s Syndrome Children.”
6
Spitz E Muller L, “Multidimensional Assessment of Coping: Validation of the Brief
COPE among French Population,” L’encéphale 517–518 (2002).
7
Susan Folkman and Richard S. Lazarus, “An Analysis of Coping in a Middle-Aged
Community Sample,” Journal of Health and Social Behavior 21 (1980): 219–39.
8
James D A Parker, “Interactionism Revisited : Reflections on the Continuing Crisis in
the Personality Area,” no. July (2020).
9
Muhana Sofiati Utami, “Religiusitas , Koping Religius , Dan kesejahteraan subjektif”
39, no. 1 (2012): 46–66.
10
Elif Kara, “The Parents Having Mentally Retarded Children and Their Assesment of
Their Children’s Situation in Terms of Religion,” Ondokuz Mayıs Üniversitesi İlahiyat Fakültesi
Dergisi 26(26-27), (2008).
TANGKOLEH PUTAI VOL 19 NO.2 JULI - DESEMBER 2022 96
KOPING RELIGIUS PADA ORANG TUA ANAK 2022
BERKEBUTUHAN KHUSUS
59,6% orang tua mengira mereka ditakdirkan untuk memiliki anak cacat, 47,4%
menganggap anak mereka mengalami cacat karena karena pernah melakukan
kesalahan di masa lalu, 66,7% menunjukkan kebertahananan orang tua dalam
merawat anak-anak mereka, 89,5% berpikir Tuhan tidak adil untuk mereka,
96,54% berpikir Tuhan tidak mencintai mereka, dan 94,7% berdoa kepada Tuhan
untuk meminta bantuan saat menghadapi kesulitan dalam mengasuh anak mereka.
11
Ayşe Burcu Gören, “Assessing the Needs and Sources of Support of Mothers with
down Syndrome Child,” İnsan ve Toplum Bilimleri Araştırmaları Dergisi 4(3) (2015): 651–73.
12
Kenneth I. Pargament, The Psychology of Religion and Coping: Theory, Research,
Practice (New York London: The Guildfor Press, 1997).
TANGKOLEH PUTAI VOL 19 NO.2 JULI - DESEMBER 2022 97
KOPING RELIGIUS PADA ORANG TUA ANAK 2022
BERKEBUTUHAN KHUSUS
semacam mekanisme dukungan berbasis spiritual yang diterapkan oleh orang tua
anak berkebutuhan khusus dalam proses penerimaan diri.
METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologis. Metode ini digunakan untuk menunjukkan strategi koping religius
yang digunakan oleh orang tua anak berkebutuhan khusus, bagaimana mereka
memberi makna pada strategi tersebut dan bagaimana koping spiritual mereka
dalam mempengaruhi proses penerimaan anak berkebutuhan khusus. Menurut
Creswell (dalam Sugiyono) Desain metode fenomenologis adalah desain
penelitian kualitatif yang membantu seseorang memahami peristiwa, pengalaman,
dan kasus yang tidak dapat dipahami sepenuhnya.13 Selanjutnya Creswell juga
menggambarkan penelitian fenomenologis sebagai "makna umum" pengalaman
segelintir orang tentang suatu fenomena. Tujuan utama dari penelitian
fenomenologis adalah untuk memberikan gambaran umum tentang pengalaman
pribadi dan makna dari suatu fenomena. Oleh karena itu, fenomenologis
digunakan dalam penelitian sebagai pendekatan yang dianggap baik untuk
memahami bagaimana orang tua mengalami fenomena memiliki anak
berkebutuhan khusus dan bagaimana mekanisme kopingnya.14
13
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2014).
14
John W. Creswell, Qualitative Inquiry and Research Design; Choosing among Five
Approacheas (New York: Sage Publications, 2013).
15
Michael Quinn Patton, Qualitative Research & Evaluation Methods Integrating Theory
and Practice, 4th ed. (New York: Sage Publications, 2014).
TANGKOLEH PUTAI VOL 19 NO.2 JULI - DESEMBER 2022 98
KOPING RELIGIUS PADA ORANG TUA ANAK 2022
BERKEBUTUHAN KHUSUS
yang dipakai sebagai sumber data sebanyak 5 orang tua, yang memiliki setidaknya
satu anak berkebutuhan khusus dengan didiagnosis tergolong anak tunagrahita.
Data demografi subjek dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Data Demografi
Anak ke
Jumlah Usia
Kode Orang tua Berapa yang
anak Pernikahan
tergolog ABK
S1 Ibu 5 2 10
S2 Ibu 3 3 6
S3 Ibu 2 1 3
S4 Ibu 4 3 12
S5 Ibu 5 5 7
16
Patton.
TANGKOLEH PUTAI VOL 19 NO.2 JULI - DESEMBER 2022 99
KOPING RELIGIUS PADA ORANG TUA ANAK 2022
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Hasil penelitian ini memberikan beberapa respon dari orang tua anak
berkebutuhan khusus. Awal mengetahui anak-anak mereka berkebutuhan khusus
banyak perasaan yang dimunculkan oleh orang tua. Subjek 3 (S3)
menggambarkan perasaan, “saya merasa tidak enak, sangat kecewa dan menangis
berhari-hari.” Subjek 1 (S1) menjelaskan: “ketika saya diberi tahu bahwa anak
saya mengalami keterlambatan perkembangan, saya tidak dapat menerimanya
secara baik.” Subjek 5 (S5) menyatakan, “Saya tidak dapat membayangkan bahwa
anak saya akan terlahir cacat. Sejujurnya, saya merasa putus asa karena saya
mendambakan seorang anak yang lahir secara normal. Artinya impian saya selama
ini tidak menjadi kenyataan” Dari waktu ke waktu, orang tua anak berkebutuhan
khusus "menyalahkan diri sendiri" atas kecacatan anak mereka. Misalnya Subjek
4 (S4) menyatakan, “Saya mencari seseorang untuk disalahkan; Saya
menyalahkan diri saya sendiri. Saya bertanya apa yang telah saya lakukan
sehingga pantas mendapatkan ini? Maksud saya, kenapa?.” Subjek 5 (S5)
mengungkapkan pengalamannya sebagai orang tua anak berkebutuhan khusus
“Saya tidak dapat meneceritakan apa yang saya alami kepada orang lain. Saya
sangat menderita; Saya tertekan dan merasa sendirian.” Subjek 1 (S1)
mengungkapkan “kurangnya dukungan suami” dengan mengatakan, “Hanya
suami saya yang ada di samping saya, tapi saya tidak tahu apakah dia mendukung
saya atau tidak. Saya merasa sendirian.” Subjek 2 (S2) menggambarkan
“pengaruh negatif dari lingkungan” dengan mengatakan, “Ada orang yang
mengolok-olok anak saya, dengan berkata 'Mengapa tidak berbicara?', saya
merasa kesal tetapi saya tidak bisa berkata apa-apa. Beberapa keluarga
menggambarkan kecemasan mereka dengan menaikan doa-doa, “Semoga mereka
tidak sendirian ketika saya pergi,” dan “Saya berdoa kepada Tuhan lebih baik saya
mati terlebih dahulu dari pada anak saya.”
STRATEGI KOPING
membantu agar anak saya akan sembuh. Saya berharap Tuhan akan memberikan
sesuatu yang baik terjadi dalam hidup saya.
KOPING SPIRITUAL
Subjek 5 (S5) berkata “Saya merasa anak saya berasal dari Tuhan, anak saya
adalah sebuah titipan dari Tuhan. Saya akan menjaga anak saya dan memberikan
yang terbaik baginya.” Subjek 3 (S3) berkata, “Jadi Tuhan memberi saya anak ini,
dan saya bisa menunjukkannya kepada semua orang dengan bangga. Subjek 2
(S2) mengungkapkan kedamaian batinnya dengan mengatakan, “Selama Tuhan
memberi saya kekuatan saya akan menjaga berkat yang Tuhan titipkan kepada
saya.”
17
Bei-hung Chang, Anne E Noonan, and Sharon L Tennstedt, “The Role of Religion /
Spirituality in Coping With Caregiving for Disabled Elders” 38, no. 4 (1998): 463–70.
TANGKOLEH PUTAI VOL 19 NO.2 JULI - DESEMBER 2022 103
KOPING RELIGIUS PADA ORANG TUA ANAK 2022
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Koping spiritual yang menjadi pusat penelitian ini, telah dianalisis dalam
tiga bagian besar. Pertama, penerimaan diri yang menjelaskan tentang takdir dan
menerima pemberian Tuhan. Kedua, makna spiritual menjelaskan tentang ujian
dan berkat dari Tuhan. Ketiga, kepercayaan pada Tuhan menjelaskan tentang
berpasrah kepada Tuhan, bersyukur, dan berdoa. Semua orang tua yang
diwawancarai menyatakan bahwa mereka telah menerima kondisi anak-anak
mereka. Keyakinan mereka bahwa semua ini diberikan oleh Tuhan dan mesti
diterima. Mereka memahami semua kesulitan yang mereka hadapi merupakan
sebuah bagian dari nasib mereka yang mesti mereka terima. Sejalan dengan
penelitian, Herken dkk.,19 dan Kara20 menyatakan bahwa memiliki anak-anak
yang terlahir cacat adalah sebuah takdir bagi mereka. Kara juga mendefinisikan
bahwa orang tua dari anak-anak cacat tidak menganggap Tuhan tidak adil
terhadap mereka tetapi Tuhan mencintai mereka.21 Penelitian ini juga menemukan
bahwa proses penerimaan diri orang tua dapat terjadi dengan menganggap anak
berkebutuhan khusus sebagai titipan dari Tuhan agar dapat mengatasi kesulitan
pengasuhan yang mereka hadapi. Orang tua juga menafsirkan proses merawat
dann melindungi anak berkebutuhan khusus merupakan sebuah amanat dari Tuhan
untuk menghadapi kesulitan dalam penerimaan atas kondisi anak dan
menunjukkan motivasi yang tinggi dalam proses pengasuhan dan mendidik anak.
Demikian pula, penelitian Gören menemukan bahwa orang tua dari anak-anak
cacat menganggap bahwa anak-anak mereka adalah titipan dari Tuhan.22 Dalam
penelitian ini juga melihat salah konsep penting koping religious yaitu takut akan
18
Bret A. Glass & Richard E. Oliver Brick Johnstone, “Religion and Disability: Clinical,
Research and Training Considerations for Rehabilitation Professionals,” Disability and
Rehabilitation 29:15, 115 (2007).
19
Herken, H., Turan, M., Şenol, Ş., & Karaca, “Coping Strategies and Depression Levels
of Mothers and Fathers of down’s Syndrome Children.”
20
Elif Kara, “The Parents Having Mentally Retarded Children and Their Assesment of
Their Children’s Situation in Terms of Religion.”
21
Elif Kara.
22
Gören, “Assessing the Needs and Sources of Support of Mothers with down Syndrome
Child.”
TANGKOLEH PUTAI VOL 19 NO.2 JULI - DESEMBER 2022 104
KOPING RELIGIUS PADA ORANG TUA ANAK 2022
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Tuhan. Takut Tuhan merupakan salah satu unsur penting yang mesti melekat pada
dir orang tua anak berkebutuhan khusus agar dapat menerima dan memberikan
perawatan secara baik kepada anak cacat. Setiap individu cenderung
menggunakan koping religious untuk mencari perlindungan pada Tuhan atau
otoritas yang kuat dalam kondisi tak berdaya dan putus asa. Individu yang takut
akan Tuhan tidak akan goyah sekalipun mengalami kondisi yang paling sulit
karena mereka berpikir peristiwa yang mereka alami semua datang dari Tuhan dan
hanya itu adalah sebuah ujian.23
Penelitian ini telah menemukan bahwa orang tua yang telah mengalami
berbagai kesulitan sejak pertama kali menghadapi situasi memiliki anak
berlebutuhan khusus mencari perlindungan kepada Tuhan melalui berdoa dan
menaikan pujian (yakni berpasrah kepada Tuhan) sehingga proses penerimaan diri
dapat diterima. Orang tua siapa menunjukkan ketergantungan ditemukan
mengalami kedamaian batin dan berkurangnya kecemasan masa depan karena
mereka melakukan yang terbaik. Pujian digunakan dalam arti menunjukkan rasa
terima kasih dan merasa puas dengan kebaikan dan berkat dari Tuhan. Pujian
berkaitan erat dengan kesadaran akan kondisi yang dialami, dengan pujian
memungkinkan individu untuk menjaga perasaanna supaya tetap senang dalam
kondisi sulit sekalipun. penelitian ini telah menemukan bahwa meskipun memiliki
anak berkebutuhan khusus, orang tua tidak berhenti menaikan pujian kepada
Tuhan.24 Doa merupakan salah satu strategi koping yang aktif.25 Individu mencari
perlindungan dalam kondisi hidup yang sulit atau dalam situasi tidak berdaya.
Dengan bantuan doa, orang tua mencari perlindungan kepada Tuhan untuk
meyampaikan keputusasaan, kekecewaan, dan kecemasan atas kondisi yang
dialami. Dalam penelitian Kara26, 96% orang tua penyandang disabilitas
menyatakan bahwa berdoa berdampak positif pada keadaan psikologis mereka;
23
Süleyman Altintas, “Depresyon İle Dinsel Başa Çikmak Mümkün Mü ?,” The Journal
of Academic Social Science Studies, 2015, 403–28.
24
Altintas.
25
Kenneth I.Pargament Curtis R.Brant, Religion and Coping, In H. G. K (San Diego:
Academic Press., 1998).
26
Elif Kara, “The Parents Having Mentally Retarded Children and Their Assesment of
Their Children’s Situation in Terms of Religion.”
TANGKOLEH PUTAI VOL 19 NO.2 JULI - DESEMBER 2022 105
KOPING RELIGIUS PADA ORANG TUA ANAK 2022
BERKEBUTUHAN KHUSUS
94,7% menyatakan bahwa mereka mencari bantuan dari Tuhan dengan berdoa
pada saat mengalami kesulitan. Konsep berdoa sering disebutkan secara berulang
selama melakukan wawancara dengan orang tua. Orang tua yang berbicara dengan
Tuhan melalui doa dapat mengurangi kecemasan, menumbuhkan harapan mereka,
dan mengembalikan kepercayaan mereka kepada Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayten, A., Göcen, G., Sevinç, K., & Öztürk, E. E. (2012). The relations of
religious coping, gratitude and life satisfaction: A case study on patients,
patient relatives and hospital staff. Dinbilimleri Akademik Araştırma
Dergisi, 12(2), 45–79.
Gören, A. B. (2015). Assessing the needs and sources of support of mothers with
down syndrome child]. İnsan ve Toplum Bilimleri Araştırmaları Dergisi,
4(3), 651–673.
Herken, H., Turan, M., Şenol, Ş., & Karaca, S. (2000). Coping strategies and
depression levels of mothers and fathers of down’s syndrome children.
Çocuk ve Gençlik Ruh Sağlığı Dergisi, 7, 143–152.
Johnstone, B., Glass, B. A., & Oliver, R. E. (2007). Religion and disability:
Clinical, research and training considerations for rehabilitation
professionals. Disability and Rehabilitation, 29(15), 1153–1163
Kara, E. (2008). The Parents having mentally retarded children and their
assesment of their children’s situation in terms of religion. Ondokuz Mayıs
Üniversitesi İlahiyat Fakültesi Dergisi, 26(26-27), 317–331.
O’Connell, T., O’Halloran, M., & Doody, O. (2013). Raising a child with
disability and dealing with life events: A mother’s journey. Journal of
Intellectual Disabilities, 17(4), 376–386.
Uğuz, Ş., Toros, F., İnanç, B. Y., & Çolakkadıoğlu, O. (2004). Assessment of
anxiety, depression and stress levels of mothers of handicapped children.
Klinik Psikiyatri, 7(1), 42–47.
Wijayanti, Dian. (2015). Subjective well being dan penerimaan diri ibu yang
memiliki anak down syndrome. Journal Psikologi, 4(1), 120-130.