Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Psikologi Islam dan Budaya Edisi April 2018, Vol.1, No.

1
ISSN online 2615-8183 / print 2615-8191 Hal. : 67-74
DOI : 10.15575/jpib.v1i1.2345

Resiliensi Orang Tua Sunda yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus

Nisa Hermawati
UIN Sunan Gunung Djati, Jl. AH Nasution No. 105 Bandung
e-mail: nisa.hermawati@uinsgd.ac.id

Abstract / Abstrak Keywords / Kata kunci

Having children with special needs require higher patience. This research aims to Resilience
look specifically how resilience of the Sundanese couple who have child with Sundanese couple
special needs. They have three factors: have the personal stronger to face all Children with Special
difficulties they need face (I AM), have external support, which are love and care Needs
each other (I HAVE), and have good interpersonal relation with their friends or
family (I CAN). This description is similar with the meaning of personality in
Sundanese, which are “cageur, bageur, bener, singer, pinter and silih asih, silih
asah, silih asuh.”

Memiliki anak yang berkebutuhan khusus membutuhkan kesabaran yang tinggi, Resiliensi
seperti yang dialami pasangan suami istri asli Sunda yang harus berjuang Orang Sunda
menghadapi anak angkatnya yang mengalami kelainan, penelitian ini bertujuan Anak Berkebutuhan
ingin melihat lebih jelas bagaimana gambaran resiliensi pasangan suami istri Khusus
orang sunda yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh gambaran resiliensi pada pasangan suami istri asli sunda yang
memiliki anak berkebutuhan khusus ini, bahwa mereka termasuk individu yang
memiliki resiliensi, dimana mereka memiliki ketiga faktor, yakni I AM yakni
memiliki kekuatan pribadi yang terus berusaha, I HAVE yakni memiliki
dukungan dari luar antara lain temannya juga pasangan yang saling menghormati
dan menyayangi, serta I CAN yakni mereka pun memiliki kemampuan untuk tetap
menjaga hubungan interpersonal baik dengan tetangga atau anggota keluarganya.
Hal tersebut sesuai dengan karakteristik orang Sunda, bahwa mereka pun
termasuk individu yang “cageur, bageur, bener, singer, pinter juga silih asih, silih
asah, silih asuh.“

Pendahuluan ini akan sangat berkaitan dengan masalah


Hadirnya seorang anak merupakan kesiapan ataupun diluar kesiapan pasangan.
dambaan setiap pasangan. Namun pada Ketika ada pasangan yang mendambakan
realitasnya keinginan tersebut terkadang tidak hadirnya seorang anak, lantas belum diberi
sesuai dengan harapan kita. Jika melihat kesempatan untuk memilikinya, maka muncul-
pengertian keluarga itu sendiri, bahwa keluarga lah berbagai gagasan bagaimana cara men-
merupakan unit yang berfungsi “membudi- dapatkan buah hati. Beberapa cara yang
dayakan” manusia “an institution to which we mungkin dilakukan, antara lain melakukan
owe our humanity” sehingga keluarga berfungsi pengobatan secara medis ataupun non medis
mengembangkan kehidupan. Pada saat akan yakni melalui pengobatan alternatif, atau juga
mengembangkan kehidupan, yang mencakup ada yang memilih untuk mengangkat anak
emosional anggota keluarga dengan memberi- terlebih dahulu dengan tujuan mengembangkan
kan rasa aman, terlindungi, dihargai, sosialisasi kehidupan yakni dengan berbagi kasih sayang
anggota keluarga, serta penyesuaian diri satu dengan anak yang bukan dari hasil pernikahan
sama lain, maka terlebih dahulu harus hadir (anak angkat).
seorang anak. Observasi yang peneliti lakukan pada
Kenyataan yang ada di masyarakat, tidak pasangan yang memiliki anak angkat berke-
setiap pasangan yang sudah melalui proses butuhan khusus, meskipun pasangan tersebut
pernikahan dikaruniai seorang anak, karena hal sudah memiliki anak dari hasil pernikahannya,
rasa kasih sayang keduanya terhadap anak

67
RESILIENSI ORANG TUA SUNDA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

angkat yang berkebutuhan khusus ini tidak emosi, pengendalian impuls, optimisme,
berubah. Hal ini terlihat dari keseharian yang empati, analisis penyebab masalah, efikasi diri
dilakukan pasangan ini, dengan telaten dan dan peningkatan aspek positif.
sabar setiap pagi dan sore, anak ini sering Menurut Grothberg (1999), resiliensi
diajak bermain silih berganti lalu diajak untuk adalah kapasitas individu untuk menghadapi,
membeli apa yang anak tersebut inginkan ke mengatasi, memperkuat diri dan tetap
warung atau toko. Selain itu, jika ibu pergi melakukan perubahan sehubungan dengan ujian
mengaji atau pergi menghadiri kegiatan PKK, yang dialami. Setiap individu memiliki
tanpa merasa malu anak tersebut diajakuntuk kapasitas untuk menjadi resilien. Konsep
mengaji dan ikut kegiatan PKK meskipun resiliensi menitikberatkan pada pembentukan
kemudian anak tersebut berteriak-teriak, namun kekuatan individu sehingga kesulitan dapat
ibu hanya tersenyum dan bertanya kepada anak dihadapi dan diatasi.
tersebut “ingin apa?” Connor dan Davidson (2003) mengatakan
Ibu tersebut adalah seorang ibu rumah bahwa resiliensi merupakan kualitas seseorang
tangga yang memiliki sambilan pekerjaan dalam hal kemampuan untuk menghadapi
membuka usaha makanan, sesuai dengan penderitaan. Block dan Kreman (Xianon &
pesanan atau permintaan. Suaminya tidak Zhang, 2007) menyatakan bahwa resiliensi
bekerja, namun suka membantu istrinya jika digunakan untuk bertahan atau survive dan
mendapatkan pesanan. Kegiatan sosial ibu mampu beradaptasi dalam keadaan stress dan
tersebut antara lain, melakukan pengajian rutin mengalami penderitaan.
2 kali dalam satu minggu, selain itu mengikuti Connor dan Davidson (2003), mengatakan
kegiatan PKK. Dalam kesehariannya, ibu bahwa resiliensi akan terkait dengan kompe-
tersebut termasuk sosok yang ramah, aktif tensi personal, standar yang tinggi dan keuletan.
bersosialisasi dengan para tetangga dan Ini memperlihatkan bahwa seseorang merasa
mandiri. sebagai orang yang mampu mencapai tujuan
Situasi yang dialami oleh pasangan suami dalam situasi kemunduran atau kegagalan,
istri asli Sunda tersebut, sangatlah tidak mudah percaya pada diri sendiri, memiliki toleransi
untuk dihadapi oleh semua orang. Kondisi terhadap afek negatif dan tegar dalam
pasangan ini sendiri secara usia sudah masuk di menghadapi stres, cepat melakukan coping
usia senja, dan memiliki keterbatasan ekonomi, terhadap stres, menerima perubahan positif dan
mereka berjualan sambil mengurus anak mampu beradaptasi serta adanya pengaruh
angkatnya yang mengalami kelainan tersebut. spiritual.
Selain itu, mereka juga harus menghidupi anak Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
asli mereka yang tengah bersekolah di sekolah resiliensi, antara lain menurut Holaday (dalam
menengah pertama, dan tentunya membutuhkan Southwick & Miller, 2002), adalah sosial
biaya yang cukup besar juga. Namun demikian, support, cognitive skill, psychological
sedikit pun tidak terlihat lelah pada pasangan resources. Sarafino (1997) mendefinisikan
asli Sunda ini, mereka tetap semangat dan tetap dukungan sosial sebagai perasaan nyaman,
mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi penghargaaan, perhatian atau bantuan yang
sulit tersebut. diperoleh seseorang dari orang lain atau
Resiliensi adalah kemampuan untuk kelompoknya sedangkan Cohen dan Syrne
beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai
(Reivich & Shatte, 2002). Dimana resiliensi ini suatu keadaan yang bermanfaat atau
dibangun dari tujuh kemampuan yang berbeda menguntungkan yang diperoleh individu dari
dan hampir tidak ada satupun individu secara orang lain baik berasal dari hubungan sosial
keseluruhan memiliki tujuh kemampuan struktural yang meliputi keluarga atau teman
tersebut. Kemampuan ini terdiri dari regulasi dan lembaga pendidikan maupun dari hubungan

68 JPIB : Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, April 2018, Vol.1 No.1
RESILIENSI ORANG TUA SUNDA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

sosial. Selain itu dapat bersumber juga dari makan, tidur, dan bermain seluruhnya diurus
tempat kerja, keluarga, pasangan suami istri, oleh pasangan suami istri tersebut.
teman di lingkungan sekitar. Bagi peneliti sangatlah unik untuk diteliti
Berdasarkan gambaran umum diatas, lebih lanjut bagaimana gambaran pasangan
peneliti melihat sebuah fenomena yang sangat suami istri Sunda ini, masalahnya adalah
unik untuk dilihat lebih jelas bagaimana mereka masih tetap mau mengurus dan
gambaran resiliensi pasangan suami istri sunda berjuang memelihara dan menghadapi anak
ini saat menghadapi anak angkatnya yang angkatnya dengan kondisi berkebutuhan
memiliki kelainan tetap dijaga dengan baik khusus, selain itu yang membuat uniknya
meskipun dengan keterbatasan ekonomi, adalah keadaan ekonomi pasangan ini yang
sedangkan di sisi kehidupan lain ada beberapa sangat terbatas, padahal untuk memelihara atau
kasus saat orang diberikan anak yang mengurus anak dengan berkebutuhan khusus
berkebutuhan khusus, ada yang tidak ingin memerlukan biaya yang tidak sedikit dan
mengakuinya, disembunyikan bahkan diterlan- membutuhkan kesabaran yang tinggi. Dalam
tarkan. Hal tersebut terjadi pada sebuah kondisi seperti itu pasangan suami istri sunda
fenomena dimana berdasarkan berita media ini tetap terlihat kuat dan mampu menjalankan
Kompas (2018) seorang anak perempuan kehidupannya seperti biasa, bahkan menjadi
difabel berusia 10 tahun tersesat dan beruntung inspirasi para tetangganya. Berdasarkan
ditemukan petugas Pelayanan, Pengawasan dan fenomena yang unik maka sangat menarik
Pengendalian Sosial (P3S) Jakarta Utara. untuk diteliti gambaran resiliensi dari pasangan
Petugas merasa kebingungan karena anak suami istri ini.
tersebut tidak bisa membaca dan menulis ketika Tujuan dalam penelitian ini adalah
dimintai keterangan alamat rumah dan orang memperoleh data empirik tentang gambaran
tuanya. Anak tersebut merupakan korban atas resiliensi pada orang Sunda yang memiliki anak
perilaku orang tua yang merasa malu karena ia berkebutuhan khusus (studi kasus pada
salah satu Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). pasangan suami istri yang memiliki anak angkat
Alih-alih memberinya pendidikan sebagai ABK dengan jenis kelainan retardasi mental).
bagian dari hak anak. Justru orang tua
mengacuhkannya. Dampaknya, anak tidak Metode
dapat berkomunikasi dengan lingkungan
Metode yang digunakan dalam penelitian
sosialnya.
ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif
Berdasarkan wawancara awal yang
dipilih karena masalah yang sesuai untuk
dilakukan terhadap pasangan suami istri ini,
diteliti (Poerwandari, 2009,), dalam konteks
anak yang pertama adalah anak angkat yang
penelitian, dibutuhkan pemahaman mendalam
mereka ambil untuk diasuh sebelum mereka
dan khusus, seperti penghayatan individu
dikaruniai anak dari hasil pernikahannya.
terhadap suatu kejadian, trauma, penyesuaian
Ketika mereka mengambil anak tersebut untuk
diri, dinamika, resiliensi atau coping strategy.
diasuh, keadaan anak tersebut secara fisik
Penelitian ini dilakukan dengan
ataupun mental sehat, namun seiring perjalanan
menggunakan metode deskriptif yang bersifat
waktu, ketika anak tersebut berusia 2 tahun,
fenomenologi untuk mengungkap makna
mengalami panas yang tinggi dan mengalami
pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang
kejang-kejang (step), dampaknya anak tersebut
terjadi pada individu.
mengalami retardasi mental. Saat ini, anak
Variabel Penelitian
tersebut tumbuh menjadi seorang remaja
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini
dengan berkebutuhan khusus. Pengurusan anak
adalah resiliensi, secara konseptual resiliensi
tersebut dari mulai mandi, memakai pakaian,
adalah kekuatan individu untuk menghadapi,
mengatasi, menjadi kuat dan bahkan berubah

JPIB : Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, April 2018, Vol.1 No.1 69
RESILIENSI ORANG TUA SUNDA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

karena pengalaman yang tidak menyenangkan menjaring hal-hal yang akan dilihat atau diteliti
dalam hidup individu tersebut (Grothberg, sesuai dengan rencana penelitian.
1999). Tahap Pekerjaan Lapangan antara lain: (a)
Secara operasional, resiliensi pasangan menentukan jumlah subjek yang akan diambil,
suamiistri yang memiliki anak berkebutuhan (b) meminta kepastian subjek untuk
khusus ini akan dilihat dari aspek (1) I am memberikan data, (c) melakukan pengambilan
yang terdiri dari Percaya dan yakin bisa dengan data terhadap subjek yang telah ditentukan, (d)
kemampuan sendiri, perasaan dicintai, pengambilan data dengan menggunakan
mencintai, empati, altruistik, mandiri dan wawancara terhadap subjek.
bertanggungjawab, harapan, keyakinan, dan Tahap Analisis Data, antara lain: (a)
kepercayaan. (2) I Have, yang terdiri dari analisis awal data dilakukan selama proses
pemberian semangat agar mandiri, role models, pengambilan data berlangsung. Dari hasil
mempunyai hubungan dengan orang lain, akses analisis awal selama pengambilan data,
pada kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. diharapkan dapat dijaring data-data lain yang
(3) I Can, yang terdiri dari memberi semangat relevan dan untuk mendukung data yang sudah
agar mandiri, mencari hubungan yang dapat ada, atau untuk mencari alat analisis baru yang
dipercaya, memiliki keterampilan lebih sesuai, (b) membuat deskripsi dari hasil
berkomunikasi, mengukur temperamen diri observasi terhadap subjek, (c) membuat laporan
sendiri dan orang lain. verbatim atas hasil wawancara terhadap subjek,
suami dan tetangga, (d) membuat analisis akhir
Sumber Data
dari hasil wawancara subjek, suami dan
Sumber data dalam penelitian ini adalah
tetangga.
pasangan suami istri asli Sunda yang memiliki
anak angkat yang berkebutuhan khusus dan
Hasil
significant other yaitu tetangganya.
Berdasarkan hasil observasi dan
Metode Pengumpulan Data
wawancara, diperoleh gambaran resiliensi
Metode pengumpulan data menggunakan
kedua subjek yaitu ibu dan bapak yang
wawancara dengan memperhatikan aspek-aspek
memiliki anak berkebuthan khusus, mereka
resiliensi yang akan digali.
termasuk pada individu yang memiliki resiliensi
Instrumen Pengumpulan Data , yakni mampu bertahan hidup pada situasi
Untuk memperoleh data yang akurat dari yang menyulitkan yakni memiliki anak
proses wawancara, maka digunakan alat bantu berkebutuhan dengan keadaan suami yang tidak
atau instrument penelitian sebagai berikut: bekerja. Sesuai dengan definisi resiliensi
pedoman wawancara, alat bantu perekam suara menurut Grothberg (1999), bahwa resiliensi
(tape recorder), dan alat tulis. adalah kekuatan individu untuk menghadapi,
Prosedur Penelitian mengatasi, menjadi kuat dan bahkan berubah
Tahap Persiapan antara lain: (a) karena pengalaman yang tidak menyenangkan
mengadakan orientasi dan observasi terhadap dalam hidup individu tersebut.
masalah-masalah yang akan dijadikan bahan Masten & Coatswerth (dalam davis, 1999),
penelitian, (b) melakukan studi kepustakaan mengatakan bahwa untuk mengidenti-fikasi
untuk mengumpulkan betbagai literatur dan resiliensi diperlukan dua syarat, yaitu yang
sumber tertulis lainnya seperti artikel dari pertama adanya ancaman yang signi-fikan pada
internet yang berkaitan dengan penelitian yang individu (ancaman berupa status high risk atau
akan dilakukan, (c) menyusun usulan rancangan ditimpa kemalangan dan trauma yang kronis)
penelitian sesuai dengan masalah yang diteliti, dan yang kedua adalah kualitas adaptasi atau
(d) menyusun teknik pengambilan data untuk perkembangan individu tergolong baik
(individu berperilaku dala competent manner).

70 JPIB : Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, April 2018, Vol.1 No.1
RESILIENSI ORANG TUA SUNDA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Hal ini sesuai dengan yang dialami oleh suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai
pasangan suami istri, dimana mereka bisa tetap keakraban, kerukunan, kedamaian, keten-
beradaptasi dengan baik meskipun disatu sisi traman, dan kekeluargaan. Karakter lain yang
mereka memiliki anak angkat yang berkebutuan khas adalah sopan santun dan rendah hati
khusus dengan kondisi suami tidak bekerja. terhadap sesama, hormat kepada yang lebih
Menurut definisi diatas pasangan suami tua dan menyayangi yang lebih muda.
istri tersebut memenuhi kriteria termasuk pada Selain itu mereka pun menghadapi
individu yang memiliki resiliensi. Situasi kehidupannya dengan selalu tetap berusaha dan
tersebut bisa saja menjadikan mereka mengalah setelah itu menyerahkannya kepada Allah SWT
dalam keputusasaan, bahkan mereka berpotensi serta berusaha ikhlas menerima segala
untuk menjadi frustrasi, namun mereka tetap ketetapan yang diberikan-Nya. Hal ini sesuai
dapat berdiri tegak dan berusaha dengan baik dengan definisi cageur yang bermakna
menghadapi apa yang dialaminya, jika di lihat mencerminkan karakter masyarakat yang sehat
dari kepribadian Sunda, mereka termasuk jasmani dan rohani, karena istilah cageur ini
individu yang memiliki karakteristik cageur, dalam sunda memiliki filosofi lebih dalam dari
bageur, pinter, singer dan bener. Hal ini sekedar sehat yakni mencerminkan watak
tentunya adalah warisan dari orang tuanya masyarakat yang mampu berpikir dan bertindak
terdahulu dimana mereka diajarkan untuk tetap secara rasional dan proporsional dengan
bertahan dan mampu menjadi pribadi yang tetap dilandaskan nilai moral (Sumintardja, 2014).
sehat, baik, pintar, tetap berusaha dan jujur Pada Sub variabel I HAVE, pasangan
meskipun tantangan menghadapi yakni suami istri merasa saling memiliki satu sama
memiliki anak angkat berkebutuhan khusus dan lain, hal ini terlihat dari tidak adanya aturan
kondisi suami yang tidak bekerja atau yang ketat dalam artian mereka saling bahu
pensiunan. membahu, saling tolong menolong dan saling
Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan menghargai dalam melakukan kegiatan sehari-
oleh Sumintardja (2014), bahwa karakter hari di rumah. Mereka memiliki dua anak yang
masyarakat Sunda antara lain cageur, bageur, pertama adalah anak angkat yang memiliki
bener,singer dan pinter. keterbatasan namun mereka berkata bahwa
mereka begitu menyayanginya meski-pun anak
Diskusi angkatnya tersebut memiliki keterbatasan dan
terkadang rasa sayang mereka melebihi kepada
Pada sub variabel I AM, pasangan suami
anak aslinya yang tidak memiliki keterbatasan.
istri ini menjalani kehidupan dengan saling
Komunikasi yang terjalin diantara mereka
mengasihi, mencintai antar sesama anggota
sangat baik, mereka senantiasa selalu
keluarga, tetap berusaha melakukan aktivitas
memperhatikan satu dengan yang lain.
sehari-hari sebagaimana mestinya yakni
Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan
melakukan pekerjaan di rumah bersama-sama,
Sumintardja (2014), bahwa karakter orang
seperti membereskan rumah, mengasuh anak
sunda itu bageur atau baik, yang bermakna
dan berjualan. Selain itu mereka juga berusaha
mencerminkan suatu karakter masyarakat yang
untuk bisa berempati kepada orang lain yang
memiliki sifat-sifat kemanusiaan, menjungjung
membutuhkan pertolongan dan memberikan
akhlak mulia terhadap sesama. Bermakna juga
bantuan sesuai dengan kemampuan yang
saling menyayangi, berempati, bertenggang rasa
mereka miliki dan memberikannya semangat.
dan simpati.
Hal ini sama halnya seperti yang
Selain mereka memperhatikan keluarga,
dikatakan oleh Sumintardja (2014), bahwa
mereka pun aktif dalam berbagai kegiatan, baik
hubungan interpersonal orang sunda pada
itu kegiatan sosial ataupun silaturahmi dengan
dasarnya harus dilandasi sikap “silih asih,
para tetangga. Hal yang menarik dari diri
silih asah, silih asuh” sehingga tercipta

JPIB : Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, April 2018, Vol.1 No.1 71
RESILIENSI ORANG TUA SUNDA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

mereka yakni, salah satu yang menjadikan sehingga jika dikaji dari sudut kepribadian,
mereka tetap kuat salah satunya yakni mereka bahwa sesungguhnya karakter yang terbentuk
memiliki model yakni tetangga mereka yang pada pasangan suami istri tersebut adalah sifat
juga memiliki karakter tidak mudah menyerah yang diturunkan melalui proses pengasuhan.
meskipun memiliki kesulitan yakni sudah Pada sub variabel I CAN,hal yang menarik
ditinggalkan pasangannya sehingga harus dari pasangan suami istri ini yakni ketika
berjuang sendiri untuk mencukupi kebutuhan mereka menghadapi sesuatu yang menyakitkan
sehari-hari, dari temannya tersebut mereka dalam kehidupan mereka, mereka akan berdo’a
selalu mendapatkan masukan juga contoh. Hal meminta pertolongan Allah SWT, banyak
ini sesuai dengan istilah singer atau mawas diri, berdzikir, dan istighfar. Dan ketika mereka
yang mencerminkan pribadi yang senantiasa sedang mendapatkan begitu banyak rezeki
bertoleransi senang berkorban atau mendahulu- maka yang mereka lakukan adalah bersyukur,
kan kepentingan orang lain, senang menerima mereka mengakui secara emosi mereka bukan
kritikan atau umpan balik tentang dirinya agar termasuk orang yang emosional ketika meng-
dapat menjadi bahan refleksi diri, serta hadapi permasalahan, dan lebih dihadapi
memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama dengan ikhlas dan sabar.
(Sumintardja, 2014). Hal diatas sangat sesuai dengan karakter
Selain hal tersebut diatas, ada hal yang masyarakat sunda yakni cageur, bageur, bener,
menggambarkan kembali resiliensi dalam diri singer jeung pinter atau sehat, baik, benar,
mereka, dalam istilah Sunda, yakni bener yang mawas diri dan pintar (Sumintardja, 2014).
mencerminkan karakteristik masyarakat yang Sehingga jika dilihat dalam pandangan
senantiasa amanah, tidak berbohong, tidak masyarakat sunda, maka pasangan suami istri
berkhianat, dan menjungjung tinggi integritas. tersebut sangat menggambarkan keadaan
Juga pinter atau pintar yang mencerminkan resiliensi, yakni mereka memiliki kekuatan
masyarakat berilmu, dimana mereka tetap untuk menghadapi, mengatasi, menjadi kuat
amanah menjaga apa yang telah dititipkan oleh dan bahkan berubah karena pengalaman yang
Allah SWT dan tetap berusaha dengan cara tidak menyenangkan dalam hidup mereka.
yang halal yakni berjualan sesuai dengan ilmu Selain itu, berdasarkan keterangan
yang mereka miliki yakni berjualan kue-kue significant other, bahwa kesehariannya mereka
basah, tanpa harus menggantungkan diri kepada aktif di lingkungan, istrinya aktif mengikuti
orang lain yakni tetangganya. Hal tersebut kegiatan PKK dan pengajian, sedangkan
mereka dapatkan karena pola asuh yang telah bapaknya aktif dalam kegiatan masyarakat.
mereka dapat sewaktu kecil dari orang tuanya Selain itu keduanya juga suka rajin mengajak
yakni diajarkan untuk mandiri dalam jalan-jalan mengitari komplek anak laki-lakinya
kehidupan. Sesuai dengan yang dikatakan oleh yang berkebutuhan khusus, kalau ibunya
Sumintardja (2014), bahwa terdapat ungkapan mengaji atau mengikuti kegiatan PKK terka-
tradisional orang sunda warisan nenek moyang, dang suka diajak anak yang laki-laki tersebut,
bahwa ada dahulu ada sekarang, bila tidak ada jika tidak diajak bermain oleh bapaknya di
dahulu tak akan ada sekarang, karena ada masa lapangan komplek.
silam maka ada masa kini, ada tunggak tentu Mereka sangat mandiri dan tidak
ada batang, bila tak ada tunggak tak aka nada tergantung pada orang lain ketika menghadapi
batang, bila ada tunggulnya tentu ada kesulitan-kesulitan.
batangnya. Hal tersebut jika dikaitkan dengan Sesuai dengan definisi dari Grothberg
resiliensi pasangan suami istri tersebut, (1999), resiliensi adalah kekuatan individu
bermakna bahwa tidak akan mungkin pasangan untuk menghadapi, mengatasi, menjadi kuat
suami istri ini bisa resiliensi yakni mandiri jika dan bahkan berubah karena pengalaman yang
dahulunya tidak diajarkan oleh orang tuanya, tidak meyenangkan dalam hidup individu

72 JPIB : Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, April 2018, Vol.1 No.1
RESILIENSI ORANG TUA SUNDA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

tersebut. serta sesuai dengan kepribadian kekeluargaan. Karakter lain yang khas adalah
masyarakat sunda yang dikatakan oleh sopan santun dan rendah hati terhadap sesama,
Sumintardja (2014), bahwa individu sunda hormat kepada yang lebih tua dan menyayangi
ketika menghadapi kehidupan itu antara lain yang lebih muda. (Sumintardja, 2014).
cageur, bageur, bener,singer dan pinter.
Cageur atau sehat mencerminkan karakter Simpulan
masyarakat sehat jasmani dan rohani. Istilah
Berdasarkan hasil penelitian yang
cageur dalam sunda memiliki filosofi lebih
dilakukan secara kualitatif mengenai gambaran
dalam dari sekedar sehat, cageur mencerminkan
resiliensi pada pasangan suami istri yang
watak masyarakat yang mampu berpikir dan
memiliki anak berkebutuhan khusus, diperoleh
bertindak secara rasional dan proporsional
hasil atau gambaran bahwa mereka termasuk
dengan dilandaskan nilai moral. Bageur atau
pada individu yang resiliensi, bagitu pula jika
baik mencerminkan suatu karakter masyarakat
ditelaah berdasarkan teori kepribadian
yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan,
masyarakat Sunda, bahwa mereka memiliki
menjungjung akhlak mulia terhadap sesama.
karakter khas orang Sunda yakni cageur,
Silih asih, yang bermakna saling menyayangi,
bageur, bener, singer, pinter atau sehat, baik,
berempati, bertenggang rasa dan simpati. Bener
benar, mawas diri dan pintar.
atau benar yang mencerminkan karakteristik
Mereka memiliki ketiga factor yang
masyarakat yang senantiasa amanah, tidak
membentuk resiliensi, yakni memiliki kekuatan
berbohong, tidak berkhianat dan menjungjung
di dalam diri atau I AM, yang terdiri dari
tinggi integritas yang artinya tiap ucapan harus
perasaan dicintai, mencintai, empati dan
sesuai dengan tindakan atau jujur. Ungkapan
altruistic, bangga pada diri sendiri, mandiri dan
dalam bahasa Sunda “ulah cueuk ka nu hideung
bertanggungjawab serta memiliki keyakinan
uleh ponteng koneng,yang artinya berarti harus
dan harapan.
mengatakan apa adanya, sesuai fakta, tidak ada
Mereka juga memiliki faktor kemampuan
manipulasi fakta. Ungkapan lain adalah “nu
interpersonal yang baik atau disebut I CAN,
lain kudu dilainkeun, nu enya kudu dienyakeun,
yang terdiri dari dapat mengelola berbagai
nu ulah kudu diulahkeun, yang bermakna
stimulus, dapat mengukur temperamen diri juga
berkata jujur apa adanya fakta. Singer atau
orang lain, mencari hubungan yang dapat
mawas diri yang mencerminkan pribadi yang
dipercaya serta mampu memecahkan masalah.
senantiasa bertoleransi senang berkorban atau
Faktor ketiga, mereka memiliki dukungan
mendahulukan kepentingan orang lain, senang
eksternal yang disebut I HAVE yang terdiri dari
menerima kritikan atau umpan balik tentang
mempercayai hubungan, dan dorongan untuk
dirinya agar dapat menjadi bahan refleksi diri,
mandiri.
serta menerima rasa kasih sayang terhadap
sesama. Pinter atau pintar yang mencerminkan
Saran
masyarakat berilmu. Dengan ilmunya mampu
mengantarkan kepada jalan keberkahan dunia, Saran untuk pihak-pihak terkait, antara
yang berpangkal pada kemuliaan hidup untuk lain: (a) bagi para orang tua khususnya
bekal di akhirat. Bukan ilmu yang membentuk masyarakat Sunda, yang memiliki keterbatasan
pribadi sombong dan juga bukan ilmu yang secara finansial juga memiliki kesulitan yang
membawa pada kemudaratan. lainnya diharapkan mampu tetap memiliki
Hubungan interpersonal orang sunda pada kekuatan untuk menghadapinya, hal ini seperti
dasarnya harus dilandasi sikap “silih asih, silih karakter masyarakat Sunda yang cageur,
asah, silih asuh” sehingga tercipta suasana bageur, bener, singer jeung pinter atau sehat,
kehisupan masyarakat yang diwarnai keakra- baik, benar, mawas diri dan pintar, (b) untuk
ban, kerukunan, kedamaian, ketentram-an, dan menjadi seseorang yang memiliki resiliensi,

JPIB : Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, April 2018, Vol.1 No.1 73
RESILIENSI ORANG TUA SUNDA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

salah satu yang dapat ditempuh selain memiliki Relvich, K., & Shatte, A. (2002). The resilience
kekuatan diri, role models atau panutan dapat factor. New York: Random House, Inc.
dijadikan sebuah kekuatan eksternal. Santrock, J.W. (2003). Adolescence (edisi
Saran untuk penelitian selanjutnya, antara Terjemahan: Perkembangan Remaja).
lain: dapat dilakukan penelitian yang sifatnya Jakarta: Erlangga.
kuantitatif dengan variabel psikologis yang lain, Sarafino, E.P. (1997). Health psychology (3rd
misalnya dengan metode korelasional atau ed). New York: John Wiley & Sons, Inc.
kausalitas tentang resiliensi dengan religiusitas, Southwick, P., & Miller, I. (2002). The Tao of
karena berdasarkan temuan dalam pembahasan resilience. Diunduh dari:
penelitian ditemukan ada aspek religiusitas https://ionamillersubjects.weebly.com/tao
dalam diri pasangan suami istri ini yang -of-resilience.html
membuat mereka tetap memiliki resiliensi Sugiyono. (2008). Metodologi penelitian
menghadapi kehidupan. kuantitatif kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Referensi
Cohen, S., &Syne, S.L. (1985). Social support
and health. London: Academic Press,
Inc.
Connor, K.M. & Davidson. J.R. (2003).
Developmental of the new resilience
scale: The Connor-Davidson Resilience
Scale (CD-RISC). Journal of Depression
and Anxiety, 18(2), 76-83.
Sumintardja, E. (2014). Kepribadian
masyarakat Sunda, ditinjau dari aspek
budaya, nilai –nilai yang dianut dan
letak demografisnya.
Grothberg, E.H. (1999). Tapping your inner
strength. Oakland: New Harbinger
Publication, Inc.
Hurlock, E.B. (1990). Psikologi perkembangan
suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Erlangga: Jakarta.
Nugroho, S. A. (2018, Januari 19). Seorang
anak berkebutuhan khusus ditemukan
tersesat di Cilincing. Kompas. Diunduh
dari https://megapolitan.kompas.-
com/read/2018/01/19/20410251/seorang-
anak-berkebutuhan-khusus-ditemukan-
tersesat-di-cilincing.
Poerwandari, E.K. (2009). Pendekatan
kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Jakarta: LPSP3 Fakultas
Psikologi UI.
Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatan dalam
penelitian psikologi. Jakarta: LPSP3
Fakultas Psikologi UI.

74 JPIB : Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, April 2018, Vol.1 No.1

Anda mungkin juga menyukai