Anda di halaman 1dari 26

dan mengurangu ketergantungannya kepada terapis

1) Teknik assertive
Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian individu dalam mengekspresikan
perilaku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan atau meniru
model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif adalah: mendorong
kemampuan individu untuk mengespresikan berbagai hal yang berhubungan
dengan emosinya.
2) Teknik-Teknik Emotif (afektif)
Teknik Behavioristik
1. Reinforcement (memberi penguatan)
Teknik untuk mendorong individu ke arah perilaku yang rasional dan logis
dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman
(punishmen). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan
keyakinan yang irasional pada individu dan menggantinya dengan sistem
nilai yang positif. Dengan meberikan reward ataupun punisment, maka
individu akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan
2. Social Modeling
Teknik ini untuk membentuk perilaku-perilaku baru pada individu. Teknik
ini dilakukan agar individu dapat hidup dalam suatu model sosial yang
diharapkan dengan cara imitasu (meniru), mengobservasi dan menyesuaikan
dirinya dan menginternalisasikan norma-noma dalam sistem model dengan
masalah tertentu yang telah disipakam oleh terapis
Ellis berbendapat bahwa keyakinan tidak rasional sering mengambil bentuk kata
harus dan semestinya, seperti keyakinan bahwa kita harus selalu memperoleh persetujuan
dari orang-orang penting dalam kehidupan kita. Ellis memperhatikan bahwa kendati
keinginan untuk disetujui dan dimengerti adalah keyakinan yang tidak rasional bila kita
akan selalu meperoleh persetujuan atau bahwa tidak bisa bertahan hidup tanpanya. REBT
mendorong para klien untuk mengganti keyakinan irasional dengan alternatif yang
rasional dan untuk menghadapi mereka secara rasional. ( Jeffrey S. Nevid h.1088)1
Menurut Ellis, reaksi emosional negatif, seperti kecemasan dan depresi tidak
dihasilkan secara langsung dari kejadian yang tidak menyenangkan, yang oleh Ellis
disebut juga sebagai “Activating Event” (peristiwa pemicu). Melainkan, mereka berasal
dari keyakinan irasional yang kita anut mengenai pengalaman hidup. Keyakinan irasional
1
Jeffrey S. Nevid, Psikologi Konsepsi dan Konsep, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2017)
adalah tidak logis karena mereka bertumpu pada penilaian yang terdistorsi dan
berlebihan terhadap situasinya, bukan bertumpu pada fakta-fakta yang dihadapi. Ellis
menggunakan pendekatan “ABC” untuk menjelaskan penyebab tekanan emosional.
( Jeffrey S. Nevid h.1088)2

Contoh keyakinan irasional menurut ellis

 Kita harus memperoleh kasih sayang dan persetujuan dari hampir semua orang
yang penting bagi kita
 Kita harus benar-benar cakap disemua kegiatan kita untuk bisa meresa berharga
 Sungguh menakutkan dan gawat jika kehidupan berjalan tidak sesuai dengan
yang kita inginkan
 Semuanya menjadi tidak menyenangkan ketika kita tidak memperoleh pilihan
pertama kita
 Orang harus saling berlaku adil satu sama lain, dan tak terbayangkan jika mereka
tidak begitu
 Amat berat dan menderita rasanya ketika masalah hidup tidak bisa dipecahkan
dengan tegas atau cepat
 Masa lalu kita pasti terus membekas pada diri kita dan menentukan perilaku kita.
Diadaptasi dari Ellis 1991 dalam ( Jeffrey S. Nevid h.1090)

Para teoretisi kognitif percaya bahwa cara orang menafsirkan peristiwa turut
menyumbang pada gangguan emosional seperti depresi dan kecemasan. Sejalan
dengan itu aaron Beck Distorsi kognitif

Keyakinan Irasional adlah

Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi pembentukan, pertumbuhan dan


perkembangan seorang anak. Kehidupan keluarga yang baik ditandai dengan adanya
hubungan yang harmonis, selaras dan seimbang antar keluarga. Idealnya keluarga
merupakan tempat tumbuh kembang anak dengan sehat secara mental dan fisik.
2
Jeffrey S. Nevid, Psikologi Konsepsi dan Konsep, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2017)
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan kebutuhan ekonomi yang semakin sulit,
setiap orang bekerja semakin keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Namun
orang tua seringkali tidak menyadari bahwa kebutuhan psikologis anaknya sama penting
dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Kasih sayang berupa perhatian, sentuhan, teguran
dan arahan dari ayah dan ibunya sangat dibutuhkan, namun dalam prosesnya masih
banyak ayah dan ibu yang tidak dapat berperan dan berfungsi sebagai orang tua yang
sebenarnya. Selain itu, rumah yang diharapkan sebagai tempat berlindung dan belajar
diharapkan bisa memberikan rasa aman, nyaman, penuh penerimaan dan penghargaan
bagi seluruh anggota keluarga terutama bagi anak seringkali tidak demikian.

Salah satu akibat dari keluarga yang retak adalah perceraian, yang pada umumnya
diawali dengan ketegangan-ketegangan atau konflik yang jika tidak bisa diselesaikan
dengan baik dan memuaskan bagi kedua belah pihak akan memasuki tahap perpisahan
yang emosional.3 Konflik terbuka menjelang perceraian suami-istri seringkali terjadi
dihadapan anak-anak mereka sehingga realitas dan perilaku orangtuanya itu menjadi
stimulus yang harus di respon meskipun hal itu merupakan pengalaman yang kurang
menguntungkan bagi anak-anak.
Ketidakmampuan pasangan suami istri dalam memecahkan masalah juga dapat
menyebabkan Broken home. Menurut Echolid (wardhani, 2016:3), broken home adalah
suatu kondisi hilangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua
yang disebabkan oleh beberapa hal, seringkali karena perceraian, sehingga anak hanya
hidup dengan satu anak kandung. Keluarga broken home cenderung membekali anak
dengan masalah dan mempengaruhi tumbuh kembang anak, terutama pada
perkembangan agama dan moral anak.
Kondisi yang kacau dan tidak harmonis dalam keluarga dapat menghambat
perkembangan moral anak. Dalam hal ini interaksi dan kebersamaan dalam keluarga
berkurang, sedangkan anak akan merasa tidak diperhatikan sehingga anak juga akan
sering mendengar suara verbal dan nonverbal serta teriakan. Pengalaman sejak kecil
selama keluarga yang penuh dengan konflik dan kurangnya bimbingan spiritual, nilai
moral dan nilai moral akan berdampak negatif pada peristiwa nilai agama dan moral
anak bahkan hingga dewasa. Broken home khususnya bagi seorang anak sangat tidak

3
Machasin, Perubahan Perilaku dan Peran Agama Pada Remaja Keluarga Bercerai Studi Kasus di Semarang
( Semarang: Kementrian Agama Institute Agama Islam Negri walisongo Semarang, 2012), h.24
baik untuk pertumbuhan atau perkembangan mereka sehingga menjadi jenuh dengan
kehidupannya sendiri dan kurangnya perhatian orang tua.4
Menurut Hurlock, Broken Home merupakan kulminasi dari penyesuaian
perkawinan yang buruk dan terjadi bila suami dan istri sudah tidak mampu lagi mencari
cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Perlu disadari
bahwa banyak perkawinan yang tidak membuahkan kebahagian tetapi tidak diakhiri
dengan perpisahan. Hal ini dikarenakan perkawinan tersebut dilandasi dengan
pertimbangan agama, moral, kondisi ekonomi dan alasan-alasan yang lain. Perpisahan
atau pembatalan perkawinan dapat dilakukan secara hukum maupun dengan diam-diam
dan kadang ada juga kasus dimana salah satu pasangan (suami,istri) meninggalkan
keluarga.5 Remaja dari keluarga yang bercerai akan mengalami masa sulit jika dia belum
bisa menyesuaikan dengan kenyataan bahwa ibu dan bapaknya tidak lagi bersama.
Perceraian seringkali dianggap penyelesaian yang tepat untuk mengakhiri
hubungan rumah tangga yang ditidak kondusif, dan tidak sedikit suami istri yang
mengakhiri jalinan mereka dengan perceraian. Bennet(dalam Dewi, 2006)
mengemukakan, perceraian adalah pemutusan hubungan pernikahan yang dilakukan
secara legal (hukum). Sepertiga perkawinan pertama dalam sepuluh tahun terakhir
berujung pada perceraian. Konsekuensi dari tingginya angka perceraian tersebut adalah
ditemukannya lebih dari satu juta anak terlibat dalam situasi perceraian setiap tahunnya.6
Angka perceraian di Indonesia juga menunjukan peningkatan yang signifikan.
Bahkan dilansir dari lokadata.id pada tahun 2020 presentasi perceraian di indonesia naik
menjadi 6,4 persen dari 72,9 juta rumah tangga atau sekitar 4,7 juta pasangan. 7 Tidak
hanya itu, selama masa pandemi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pun
meningkat.jumlah laporan kekerasan menanjak pada tahun 2020 hingga mencapai 2.389
laporan.8 Kedua hal ini pada akhirnya mengorbankan anak dan meningkatkan angka
broken home.

4
Qurrata A’yuni, dkk, “Pola Pendidikan Agama Islam Pada Anak Keluarga Broken Home”, Jurnal Imtiyaz Vo;. 5
No. 2 . September 2021. Hal. 65
5
Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan, Edisi IV, (Jakarta:Erlangga,
1990),h. 310
6
Dewi, M. (2006), Gambaran Proses Memaafkan Pada Remaja yang Orang tuanya Bercerai. Jurnal Psikologi
Vol, 41 (1), 1
7
Anindhita Maharrani, Lokadata.id perceraian di indonesia terus meningkat. Di akses melalui
https://lokadata.id/artikel/perceraian-di-indonesia-terus-meningkat 15/04/2021 pada tanggal 13 Januari 2022
pada pukul 01.24
8
Miris, Kasus KDRT melonjak selama pandemi, Anindhita Maharani 22/05/2021
https://lokadata.id/artikel/miris-kasus-kdrt-melonjak-selama-pandemi 15/04/2021 pada tanggal 13 Januari
2022 pada pukul 01.24
Rasa cemas tidak hanya dirasakan oleh dewasa, namun juga anak-anak serta
remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
dewasa. Remaja adalah mereka yang mengalami masa transisi(peralihan) dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, yaitu antara usia 12-13 tahun hingga usia 20-an.9
Menurut WHO remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 hingga 19 tahun,
sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 25 tahun 2014 remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10 hingga 18 tahun. 10 Kelompok ini juga masih dapat
disebut anak (0-18 tahun) sesuai dengan definisi Undang-Undang Perlindungan Anak
Indonesia.
Remaja adalah mereka yang mengalami masa transisi(peralihan) dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, yaitu antara usia 12-13 tahun hingga usia 20-an.11
Pada kadar yang rendah kecemasan membantu untuk bersiaga mengambil
langkah-langkah untuk mencegah bahaya atau untuk memperkecil dampak meningkatnya
performa. Namun apabila kecemasan sangat besar, justru akan sangat mengganggu.
Masa remaja adalah masa dimana timbulnya berbagai kebutuhan dan emosi serta
tubuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas serta daya pikir menjadi lebih
matang. Namun masa remaja penuh dengan berbagai perasaan yang tidak menentu,
cemas dan bimbang dimana berkecamuknya harapan dan tantangan, kesenangan dan
kesengsaraan yang harus dilaluinya dengan perjuangan menuju masa dewasa yang
matang.12 Remaja yang keluarganya mengalami keretakan sehingga berakibat perceraian
pada orang tuanya akan menimbulkan kecemasan dalam dirinya.
Dalam ilmu Psikologi kecemasan lebih dikenal dengan anxiety, yakni memiliki
pengertian kegelisahan, kecemasan, kekhawatiran. Secara istilah kecemasan merupakan
kekhawatiran yang kurang jelas atau tidak mendasar. Ketika merasa cemas, individu
merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka
padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi.13
Kecemasan terdiri dari pikiran, perasaan dan perilaku serta hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis, dan genetis. Simtom-simtom yang
9
Singgih D. Gunarsa, Seri Psikologi Bunga Rampai Psikologi Perkembangan: dari Anak sampai Usia Lanjut
( Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), 196
10
Diananda, 2019 dalam Ira Nurmala, Mewujudkan Remaja Sehat Fisik, Mental dan Sosial (Model Intervensi
Health Educator for Youth) (Surabaya: Airlangga University Press, 2020), 11
11
Singgih D. Gunarsa, Seri Psikologi Bunga Rampai Psikologi Perkembangan: dari Anak sampai Usia Lanjut
( Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), 196
12
Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan ( Jakarta: CV Ruhana, 1994) hlm 13
13
Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi (Bandung: Pionir Jaya, 1987), hal. 24.
ditunjukkan berbeda-beda pada setiap individu dan situasi. Kecemasan seringkali
mengakibatkan keadaan mood negatif yang dicirikan dengan simtom-simton tubuh dari
tekanan fisik, dan ketakutan tentang masa depan. 14
Perasaan-perasaan ini menandakan bahwa mereka memiliki kekhawatiran yang
berlebihan terhadap sesuatu sehingga hal ini memicu munculnya gejala-gejala
kecemasan. Selain itu muncul pula keyakinan irasional pada akhirnya akan
memunculkan emosi-emosi negatif terhadap diri mereka sendiriRasa cemas akan
memberikan respon pada tubuh untuk cepat melalakukan perlindungan untuk
memastikan keamanan. Reaksi emosi ini positif dan baik apabila dirasakan dan direspon
sewajarnya. Tetapi apabila direspon secara berlebihan akan menyebabkan terganggunya
aktivitas sehari-hari bahkan dapat menyebabkan gangguan cemas (ansietas).

Masalah perceraian memang tidak hanya dirasakan oleh orang tua yang
mengalaminya, hal ini tentunya juga memiliki dampak terhadap anak terutama di masa
remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
dewasa. Remaja adalah mereka yang mengalami masa transisi(peralihan) dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, yaitu antara usia 12-13 tahun hingga usia 20-an. 15
Menurut WHO remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 hingga 19 tahun,
sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 25 tahun 2014 remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10 hingga 18 tahun. 16 Kelompok ini juga masih dapat
disebut anak (0-18 tahun) sesuai dengan definisi Undang-Undang Perlindungan Anak
Indonesia.

Anak-anak selalu lahir dari pasangan setiap saat setiap masa. Data Unicef
menyebut 395.050 anak yang lahir di hari pertama bulan januari. Dan di Indonesia 13
ribu anak lahir di hari pertama bulan januari. Tapi setiap jam terjadi 40 kasus perceraian
di Indonesia. Kalau sehari ada 24 jam maka dalam sehari bisa terjadi 960 perceraian.
Data BPS memastikan dari setiap lima pernikahan terjadi satu perceraian.17

14

15
Singgih D. Gunarsa, Seri Psikologi Bunga Rampai Psikologi Perkembangan: dari Anak sampai Usia Lanjut
( Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004, 196
16
Diananda, 2019 dalam Ira Nurmala, Mewujudkan Remaja Sehat Fisik, Mental dan Sosial (Model Intervensi
Health Educator for Youth) (Surabaya: Airlangga University Press, 2020), 11
17
Webinar, Perlindungan Anak Korban Perceraian, diakses melalui merdeka-io.com/2021/02/20/nasib-anak-
korban-perceraian/
Santrock, menjelaskan remaja dari keluarga yang bercerai lebih rentan
mengalami masalah penyesuaian diri, akademis, kurang memiliki tanggungjawab sosial,
berhubungan dengan teman sebaya yang antisosial, putus sekolah, menggunkan obat-
obatan dan aktif secara seksual di usia dini, jika dibandingkan dengan remaja dari
keluarga utuh18.
Rasa cemas tidak hanya dirasakan oleh dewasa, namun juga anak-anak serta
remaja. Pada kadar yang rendah kecemasan membantu untuk bersiaga mengambil
langkah-langkah untuk mencegah bahaya atau untuk memperkecil dampak meningkatnya
performa. Namun apabila kecemasan sangat besar, justru akan sangat mengganggu.
Menurut Echolid (wardhani, 2016:3), broken home adalah suatu kondisi
hilangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua yang
disebabkan oleh beberapa hal, seringkali karena perceraian, sehingga anak hanya hidup
dengan satu anak kandung. Keluarga broken home cenderung membekali anak dengan
masalah dan mempengaruhi tumbuh kembang anak, terutama pada perkembangan agama
dan moral anak. Kondisi yang kacau dan tidak harmonis dalam keluarga dapat
menghambat perkembangan moral anak. Dalam hal ini interaksi dan kebersamaan dalam
keluarga berkurang, sedangkan anak akan merasa tidak diperhatikan sehingga anak juga
akan sering mendengar suara verbal dan nonverbal serta teriaka. Pengalaman sejak kecil
selama keluarga yang penuh dengan konflik dan kurangnya bimbingan spiritual, nilai
moral dan nilai moral akan berdampak negatif pada peristiwa nilai agama dan moral
anak bahkan hingga dewasa. Broken home khususnya bagi seorang anak sangat tidak
baik untuk pertumbuhan atau perkembangan mereka sehingga menjadi jenuh dengan
kehidupannya sendiri dan kurangnya perhatian orang tua. Pendidikan sangat minim
sehingga timbul beberapa konflik di lingkungan sekitar.19
Menurut pendekatan REBT bahwa melalui proses reedukasi klien belajar cara
mengaplikasikan pikiran yang logis pada penyelesaian masalah dan perubahan emosi.
Dryden dan Ellis 1988 dalam corey yang dikutip abdul hayat mengemukakan bahwa agar
bisa menciptakan perubahan psikologis, individu perlu berbuat sbb:

a. Menerima kenyataan bahwa meskioun mereka menciptakan gangguan mereka


sendiri, mereka memang punya kemampuan untuk mengubahnya secara signifikan

18
Santrock, J.W. (2007). Remaja edisi 11 jilid 1. Jakarta: Erlangga
19
Qurrata A’yuni, dkk, “Pola Pendidikan Agama Islam Pada Anak Keluarga Broken Home”, Jurnal Imtiyaz Vo;. 5
No. 2 . September 2021. Hal. 65
b. Memahami bahwa masalah kepribadian mereka berasal terutama dari keyakinan yang
irasional serta berpsrinsip mutlak dan bukan dari keadaan yang sesungguhnya.
c. Belajar mendeteksi keyakinan irasional mereka dan mempertanyakan semuannya itu
sampai ke suatu titik dimana mereka mau memanfaatkan alternatif yang rasional
d. Melibatkan diri pada pekerjaan dan praktek menuju internalisasian falsafah yang baru
dan praktek rasional dengan menggunakan metode perubahan yang kognitif, dan
behavioral.20

Broken home merupakan kurangnya perhatian dari anggota keluarga maupun


kerangnya perhatian orangtua kepada anak akibat sibuknya orangtua dalam pekerjaan
maupun orangtua yang berpisah atau bercerai.

Hidup dalam keluarga broken home sangat berdampak buruk terhadap kemajuan
anak dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itu perlu dibangun tumpuan pola berpikir
yang positif untuk keluar dari permasalahan orangtua yang berpisah maupun masalah
lingkungan.
Salah satu metode yang paling penting sebagai tindakan penanganan adalah memberikan
bimbingan kepada mereka untuk kembali mengajarkan agama sebagai wujud keimanan
kepada Allah SWT. Yang memiliki peranan besar dalam kehidupan manusia. Agama
merupakan salah satu kebutuhan psikis manusia yang perlu dipenuhi oleh setiap individu
yang merindukan ketentraman dan kebahagiaan. Kebutuhan psikis manusia akan keimanan
dan ketakwaan kepada Allah tidak akan terpenuhi kecuali dengan agama dengan kembali
kepada fitrah-Nya. 21Fitrah yang dimaksud disini adalah fitrah sebagai unsur-unsur dan sistem
yang dianugerahkan Allah kepada setiap manusia, unsur-unsur itu mencakup jasmani, rohani
dan nafs dimana fitrah berupa ‘iman kepada Allah’ menjadi intinya. 22

Agama dan psikologi umumnya mencakup bidang yang berbeda, tetapi landasan
teoritis psikologi berhubungan dengan idealisme agama. Pentingnya budaya masyarakat
dan latar belakang keluarga dalam pengembangan praktik keagamaan sangat diakui. Ini
menunjukkan bagaimana REBT selaras dengan beberapa keyakinan agama yang penting
dan dapat digunakan secara efektif oleh banyak klien yang memiliki filosofi mutlak
tentang Tuhan dan agama.23

20
Abdul hayat II hal 8-9
21
A. F. Jaelani, Penyucian Jiwa (Tazkiyat Al-Nafs) dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Amzah, 2000),h. 77-78
22
Suyoto, A 2013Bimbingan dan Konseling islami (teori dan praktek). Yogyakarta: Pustaka Pelajar 24
Kecemasan yang mengganggu performa ini yang harus diminimalisir bahkan
dihilangkan, salah satu caranya dengan cara mengelola pikiran dan kembali kepada
fitrahnya. Fitrah yang dimaksud disini adalah fitrah sebagai unsur-unsur dan sistem yang
dianugerahkan Allah kepada setiap manusia, unsur-unsur itu mencakup jasmani, rohani
dan nafs. Setiap individu meliki kendali penuh untuk mengelola pikirannya. Pikiran itu
sendiri menentukan emosi yang menjadikan seseorang melakukan sebuah perilaku
tertentu.

Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan jiwa seseorang perlu


dilakukan berbagai upaya. Al-Quran merupakan penawar yang diturunkam Allah sebagai
cahaya dan petunjuk yang didalamnya terdapat obat bagi jiwa yang sakit. Firman Allah
Q.S. Al-Isra ayat 82 : Artinya : Dan Kami turunkan Al-Quran suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian (QS. Al-Isra’[17]: 82)

REBT digunakan para ahli untuk mengajarkan klien dalam mengaktualisasikan


potensi yang dimiliknya dengan mengubah cara berpikir klien yang irasional.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Pendekatan Rasional Emotif Behavior Therapy melalui Bimbingan Agama Dalam
Mengatasi Kecemasan Anak Broken Home”
International Journal of Applied Research menerbitkan sebuah penelitian yang
menjelaskan bahwa broken home adalah kondisi ketika keluarga tidak lagi utuh yang
bukan hanya dikarenakan perceraian, namun bisa juga dikarenakan terjadinya
disfungsional keluarga.24

Melansir dari APA Dictionary of Psichologi, Broken Home adalah sebuah


sistem keluarga yang diatur dalam rumah tangga dengan orang tua tunggal, biasanya
akibat perpisahan, perceraian atau disfungsional struktur keluarga yang bisa dikatakan
‘utuh’.25

23
Yatiman bin Karsosikromo, Keperluan Penerapan dan cadangan unsur keislaman dalam terapi rasional emosi
tingkah laku (REBT).
24

25
N., Sam M.S., “Broken Home,” in PsyychologyDictionary.org, April 7, 2013,
https://psychologydictionary.org/broken-home/ (accessed january 25,22)
Namun dalam kehidupan keluarga tidak dari badai kehidupan yang turut
mempengaruhinya sehingga membuat kondisi keluarga menjadi disharmonis bahkan
berujung pada perpisahan atau perceraian.

Maraknya kasus kekerasan yang dialami anak

Santrock menjelaskan, anak dari keluarga yang bercerai lebih rentan


mengalami masalah penyesuaian diri, bermasalah akademis, kurang memiliki
tanggungjawab sosial, berhubungan dengan teman sebaya yang antisosial, putus sekolah,
menggunakan obat-obatan dan aktif secara seksual di usia dini jika dibandingkan dengan
anak dari keluarga utuh26.

Anak-anak dalam lingkungan keluarga yang mendukung cenderung membantu


mereka merasa berharga dan dihargai serta serta belajar bahwa perasaan dan kebutuhan
mereka penting dan dapat diungkapkan yang akan membentuk hubungan sehat dan
terbuka di masa dewasanya

Namun ada kondisi yang membuat emosional anak tidak terpenuhi. Sebagai
contoh pertengkaran orang tua, kekerasan dan pola komunikasi keluarga broken home
yang membuat anak tidak bisa mengekspresikan perasaannya.
Jika saya sengsara, jika saya marah, kesal itu adalah tanggung jawab saya.
Karena itu berdasarkan apa yang saya pikirkan atau yakini pada saat itu. Bukan dunia
luar yang menyebabkan saya merasakan ini, apa yang saya lakukan di sini yang membuat
saya memiliki reaksi itu, dan jika saya masalahnya, saya juga solusinya
itu juga menjadi persoalan yang kadang-kadang sumber konfliknya berasal dari
perbedaan pendapat antara ayah dan ibu. Hal ini mempengaruhi tumbuh kembang anak
yang diasuh dengan orangtua uang dipisahkan oleh konflik.
Perceraian seringkali dianggap penyelesaian yang tepat untuk mengakhiri
hubungan rumah tangga yang ditidak kondusif, dan tidak sedikit suami istri yang
mengakhiri jalinan mereka dengan perceraian. Bennet(dalam Dewi, 2006)
mengemukakan, perceraian adalah pemutusan hubungan pernikahan yang dilakukan
secara legal (hukum). Sepertiga perkawinan pertama dalam sepuluh tahun terakhir
berujung pada perceraian. Konsekuensi dari tingginya angka perceraian tersebut adalah
ditemukannya lebih dari satu juta anak terlibat dalam situasi perceraian setiap tahunnya.27
26
Santrock, J.W. (2007). Remaja edisi 11 jilid 1. Jakarta: Erlangga
27
Dewi, M. (2006), Gambaran Proses Memaafkan Pada Remaja yang Orang tuanya Bercerai. Jurnal Psikologi
Vol, 41 (1), 1
Masalah perceraian memang tidak hanya dirasakan oleh orang tua yang
mengalaminya, hal ini tentunya juga memiliki dampak terhadap anak terutama di masa
remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
dewasa.
Anak-anak selalu lahir dari pasangan setiap saat setiap masa. Data Unicef
menyebut 395.050 anak yang lahir di hari pertama bulan januari. Dan di Indonesia 13
ribu anak lahir di hari pertama bulan januari. Tapi setiap jam terjadi 40 kasus perceraian
di Indonesia. Kalau sehari ada 24 jam maka dalam sehari bisa terjadi 960 perceraian.
Data BPS memastikan dari setiap lima pernikahan terjadi satu perceraian.
Santrock (2007) menjelaskan, remaja dari keluarga yang bercerai lebih rentan
mengalami masalah penyesuaian diri, akademis, kurang memiliki tanggungjawab sosial,
berhubungan dengan teman sebaya yang antisosial, putus sekolah, menggunakan obat-
obatan dan aktif secara seksual di usia dini, jika dibandingkan dengan remaja dari
keluarga utuh28.
Dengan kondisi keluarga yang kurang harmonis, mereka melakukan penilaian
terhadap situasi yang dialminya sehingga akan menghasilkan berbagai bentuk emosi-
emosi negatif yang tidak sehat seperti marah disertai perasaan cemas. Merasa diri tidak
mampu dan tidak berdaya jika menghadapi suatu permasalahan walaupun menurut orang
lain masalah yang dihadapinya itu ringan, terasa sulit bagi mereka untuk
mengendalikannya. Perasaan-perasaan ini menandakan bahwa mereka memiliki
kekhawatiran yang berlebihan terhadap sesuatu sehingga hal ini memibu munculnya
gejala-gejala kecemasan. Selain itu muncul pula keyakinan irasional pada akhirnya akan
memunculkan emosi-emosi negatif terhadap diri mereka sendiri.
Rasa cemas tidak hanya dirasakan oleh dewasa, namun juga anak-anak serta
remaja. Pada kadar yang rendah kecemasan membantu untuk bersiaga mengambil
langkah-langkah untuk mencegah bahaya atau untuk memperkecil dampak meningkatnya
performa. Namun apabila kecemasan sangat besar, justru akan sangat mengganggu.
Menurut Echolid (wardhani, 2016:3), broken home adalah suatu kondisi
hilangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua yang
disebabkan oleh beberapa hal, seringkali karena perceraian, sehingga anak hanya hidup
dengan satu anak kandung. Keluarga broken home cenderung membekali anak dengan
masalah dan mempengaruhi tumbuh kembang anak, terutama pada perkembangan agama
dan moral anak. Kondisi yang kacau dan tidak harmonis dalam keluarga dapat
28
Santrock, J.W. (2007). Remaja edisi 11 jilid 1. Jakarta: Erlangga
menghambat perkembangan moral anak. Dalam hal ini interaksi dan kebersamaan dalam
keluarga berkurang, sedangkan anak akan merasa tidak diperhatikan sehingga anak juga
akan sering mendengar suara verbal dan nonverbal serta teriaka. Pengalaman sejak kecil
selama keluarga yang penuh dengan konflik dan kurangnya bimbingan spiritual, nilai
moral dan nilai moral akan berdampak negatif pada peristiwa nilai agama dan moral
anak bahkan hingga dewasa. Broken home khususnya bagi seorang anak sangat tidak
baik untuk pertumbuhan atau perkembangan mereka sehingga menjadi jenuh dengan
kehidupannya sendiri dan kurangnya perhatian orang tua. Pendidikan sangat minim
sehingga timbul beberapa konflik di lingkungan sekitar.29
Broken home merupakan kurangnya perhatian dari anggota keluarga maupun
kerangnya perhatian orangtua kepada anak akibat sibuknya orangtua dalam pekerjaan
maupun orangtua yang berpisah atau bercerai.
Dalam Al-Quran, aktifitas berpikir dan merasa dihubungkan dengan apa yang
disebut dengan nafs (jiwa), qalb (hati), bashirah (hati nurani) dan aql (akal). Manakala
ke empat unsur itu bekerja secara optimal dalam kerangka sistem nafsani seseorang,
maka dalam keadaan seperti itulah seseorang dianggap memiliki kesehatan mental yang
prima, tetapi jika salah satunya apalagi semuanya terganggu maka manusia itu bisa
mengalami bias yang menyebabkan ia tidak mengenali dirinya dan tidak tahu yang harus
diperbuatnya. 30
Mengintegrasikan pendekatan REBT dengan bimbingan agama dilakukan
karena dalam teori REBT berorientasi pada keyakinan (cara berpikir), begitu pula dengan
agama (Islam) yang menjadikan keyakinan (keimanan) sebagai pondasi dalam
kehidupan. Hal ini menunjukkan bagaimana REBT selaras dengan beberapa keyakinan
agama yang penting dan dapat digunakan secara efektif oleh banyak klien yang memiliki
filosofi mutlak tentang Tuhan dan agama.31

Sayyid Quthb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an, Jilid 5, (Cairo, Mesir: Darusy Syuruq, 1985), h. 235 dalam Jamil
Abdul Aziz, Potensi Manusia Perspektif Al-Quran dan Psikologi Behavioristik dan Humanisme Serta Implikasinya
Dalam Pendidikan, Jurnal Qiro’ah Vol. 10 no 1. 2020. H.3

Hidup dalam keluarga broken home sangat berdampak buruk terhadap kemajuan
anak dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itu perlu dibangun tumpuan pola berpikir

29
Qurrata A’yuni, dkk, “Pola Pendidikan Agama Islam Pada Anak Keluarga Broken Home”, Jurnal Imtiyaz Vo;. 5
No. 2 . September 2021. Hal. 65
30
Aminullah Cik Sohar, Teori Bimbingan & Konseling Islam, Palembang: IAIN Raden Fatah Press 24
31
Yatiman bin Karsosikromo, Keperluan Penerapan Dan Cadangan Unsur Keislaman Dalam Terapi
Rasional Emosi Tingkah Laku (REBT).
yang positif untuk keluar dari permasalahan orangtua yang berpisah maupun masalah
lingkungan.

Agama dan psikologi umumnya mencakup bidang yang berbeda, tetapi landasan
teoritis psikologi berhubungan dengan idealisme agama. Pentingnya budaya rakyat dan
latar belakang keluarga dalam pengembangan praktik keagamaan sangat diakui. Ini
menunjukkan bagaimana REBT selaras dengan beberapa keyakinan agama yang penting
dan dapat digunakan secara efektif oleh banyak klien yang memiliki filosofi mutlak
tentang Tuhan dan agama.32

REBT digunakan para ahli untuk mengajarkan klien dalam


mengaktualisasikan potensi yang dimiliknya dengan mengubah cara berpikir klien yang
irasional. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Cyber Counseling dengan Rasional Emotive Behavior Therapy
dalam Mengatasi Kecemasan Milenial

۟ ُ‫صلِحًا ِّمن َذ َكر َأوْ ُأنثَ ٰى َوه َُو ُمْؤ ِم ٌن فَلَنُحْ ييَنَّهۥُ َحيَ ٰوةً طَيِّبَةً ۖ َولَنَجْ زيَنَّهُ ْم َأجْ َرهُم بَأحْ َسن ما َكان‬
‫وا‬ َ ٰ ‫َم ْن َع ِم َل‬
َ ِ ِ ِ ِ ٍ
َ‫يَ ْع َملُون‬

Referensi: https://tafsirweb.com/4445-surat-an-nahl-ayat-97.html

‫ِين ِإاَّل َخ َس ارً ا‬ َّ ٰ ‫ِين ۙ َواَل َيزي ُد‬


َ ‫ٱلظلِم‬ َ ‫ان َم ا ُه َو ِش َفٓا ٌء َو َرحْ َم ٌة لِّ ْل ُم ْؤ ِمن‬
ِ ‫َو ُن َن ِّز ُل م َِن ْٱلقُ رْ َء‬
ِ

Referensi: https://tafsirweb.com/4686-surat-al-isra-ayat-82.html

https://merdeka-io.com/2021/02/20/nasib-anak-korban-perceraian/

32
Yatiman bin Karsosikromo, Keperluan Penerapan dan cadangan unsur keislaman dalam terapi rasional emosi
tingkah laku (REBT).
َ‫}}}}}}}}وٓا َء ٱلَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُم}}}}}}}}ون‬
َ ‫}}}}}}}}ر فَٱتَّبِ ْعهَ}}}}}}}}ا َواَل تَتَّبِ}}}}}}}} ْع َأ ْه‬
ِ َ }}}}}}}}َ‫ثُ َّم َج َع ْل ٰن‬
‫ك َعلَ ٰى َش}}}}}}}} ِري َع ٍة ِّمنَ ٱَأْل ْم‬

Referensi: https://tafsirweb.com

Kecemasan terdiri dari pikiran, perasaan dan perilaku yang dipengaruhi oleh
faktor biologis, psikologis, dan genetis. Simtom-simtom yang ditunjukkan berbeda-beda
pada setiap individu dan situasi. Dengan kondisi keluarga yang kurang harmonis, mereka
melakukan penilaian terhadap situasi yang dialaminya sehingga sering menghasilkan
berbagai bentuk emosi-emosi negatif pada diri mereka sendiri. Kecemasan seringkali
mengakibatkan keadaan mood negatif yang dicirikan dengan simtom-simton tubuh dari
tekanan fisik, munculnya keyakinan yang irasional dan ketakutan tentang masa
depan.33 /9510-surat-al-jatsiyah-ayat-18.html

Pandangan ini didasarkan pada kemampuan manusia yang tampaknya tak


terbatas untuk menyebabkan gangguan pada diri mereka sendiri atas kondisi
lingkungan atau peristiwa kehidupannya yang tidak ramah (dalam hal ini adalah
kondisi keluarga broken home).

Inilah yang disebut irrational beliefs. yakni keyakinan-keyakinan irasional


(tidak logis) yang terus menerus dipercayai dan terus menerus ditambahkan kedalam diri.
Pikiran yang merusak serta kecemasan ini dapat diatasi dengan mereorganisasi persepsi
dengan berpikir positif dan rasional seperti yang dibahas oleh Albert Ellis melaui
teorinya dalam Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT).

Terdapat 5 realisasi terkait potensi REBT sebagai suatu pendekatan yang


diintegrasikan dengan agama melalui bimbingan agama (Islam) yaitu:
1) Kebanyakan orang adalah beragama
2) Keyakinan agama seseorang memberikan peranan penting kepada skema
pengorganisasian kepribadian klien
3) REBT sejalan dengan sebagian besar tradisi keagamaan dan menjadi pendekatan
yang unik karena berfokus pada keyakianan dan perubahan keyainan.
4) Ajaran fundamental dari tradisi agama tidak bertentangan secara substansional
dengan teori atau tujuan rasional emotif yaitu mengurangi kekecewaan yang
merugikan diri sendiri.
33
5) Elemen fundamental dari tradisi agama klien dapat digunakan selama intervensi
REBT yang berorientasi pada keyakinan.

Menurut Ancok dalam Abdul Hayat, kalau kita ingin menghasilkan suatu
pendekatan baru dalam khazanah pendekatan ilmu pengetahuan , maka langkah yang
tepat bukan memulainya dari nol, melainkan harus dimulai dari penemuan terakhir.34

Terapi perilaku Emotif Rasional (Rasional Emotive Behavior Therapy,


salnjutnya disingkat REBT) adalah sistem psikoterapi yang mengajari individu
bagaimana sistem keyakinannya menentukan yang dirasakan dan dilakukkannya pada
berbagai peristiwa dalam kehidupan35.

Penekanan REBT pada cara pikiran mempengaruhi perasaan menempatkan


pendekatan ini pada aliran terapi perilaku-kognitif dimana REBT ini menjadi salah satu
pendiri aliran tersebut.

Agama sebagai metode dan teknik psikoterapi

Agama merupakan seperangkat ajaran yang berisi peraturan, perintah dan larangan. Dari
sedemikian banyak perintah, di antaranya adalah ibadah dan doa. Ibadah dan doa bisa
dijadikan metode dan teknik psikoterapi disebabkan beberapa hal

1. Unsur kenerimaan diri dan kepasrahan

2. unsur restrukturisasi kognitif

3. unsur pengendalian diri dan emosi

4. unsur pengaturan pernapasan dan relasasi

Ellis membedakan kecemasan sebagai healthy dan unhealthy anxiety, yaitu


kecemasan yang sehat dan tidak sehat. Kecemasan yang sehat melibatkan kehati-hatian
dan kewaspadaan serta menyangkal potensi bahaya sehingga mengarah pada hasil yang
baik. Sedangkan kecemasan yang tidak sehat misalnya kepanikan, fobia, gemetar dan
segala macam penderitaan fisik serta penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh.
Kecemasan yang tidak sehat juga mempunyai efek mengingatkan akan kemungkinan
34
Abdul Hayat I hal 14
35
Michael neenan dalam stephen palmer (Ed), konseling dan psikoterapi
bahaya tetapi lebih sering menyebabkan gangguan.36 Rasional emotif terapi adalah salah
satu bentuk terapi aktif-direktif dengan mengikuti prosedur ilmiah, yang menekankan
pada interaksi pada aspek-aspek kognitif, emotif dan perilaku. Rancangan ini lebih
menyerupai proses pendidikan (education) dan pengajaran (teaching) dengan
mempertahankan dimensi pikiran dari pada perasaan. Pengembangan dan modifikasi
selalu terjadi. Ellis menekankan rancangannya dengan menekankan unsur rasional-
kognitif, kemudian memperluasnya dengan memasukkan unsur-unsur perilaku
(behavioral).37 Menurut pandangan Ellis, rasional-emotif merupakan teori yang
komprehensif karena menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan individu
secara keseluruhan yang mencakup aspek emosi, kognitif, dan perilaku. Masalah klien
yang mendapat terapi rasional emotif antara lain kecemasan pada tingkat moderat,
gangguan neurosis, gangguan karakter, problem psikosomatik, gangguan makan,
ketidakmampuan menjalin hubungan interpersonal, masalah perkawinan, adiksi dan
disfungsi seksual.38
Beberapa ayat Al-Quran menerangkan bahwa aktualisasi diri ini yang paling
penting adalah mengaktualnya potensi fitrah yang dimiliki manusia kepada iman dan
pribadi takwa. Manusia terlahir membawa potensi fitrah, yaitu nilai-nilai keimanan
terhadap sang pencipta dan agama yang lurus .Nilai fitrah ini akan selalu muncul dalam
keyakinan manusia, seklipun manusia terlahir dikalangan orang yang tidak beriman dan
tidak beragama dengan agama yang lurus atau hidup di tempat yang terasing dan tidak
masuk ajaran tentang ketuhanan, tetapi naluri pengakuan akan adanya Tuhan akan selalu
ada, hanya saja tuntutan itu ada yang teraktual dengan baik dan ada yang tidak.
Disamping itu nilai-nilai kebenaran iman tidak akan ditemukan tanpa adanya petunjuk
dan ajaran dari tuhan sendiri. (Abdul hayat I 74). Bagi orang mu’min yang aktualisasi
fitrahnya baik, maka ketika mereka diingatkan kepada jalan Allah atau diajarkan ayat-
ayat Allah maka hatinya bergetar dan keimannanya bertambah dan ini merupakan
aktualisasi fitrahnya. Keimanan ini kemudian menuntut kepada pribadi yang takwa, yaitu
pribadi yang istiqomah dalam keimanan dan menjalankan ajaran-ajaran Allah, dan
peribadi takwa ini adalah aktualisasi fitrah yang paling tinggi. Pribadi takwa adalah
pribadi yang kuat menjunjung nilai-nilai kebenaran serta konsisten menjalankan
kebenaran itu, yaitu kebenaran universal yang datang dari Allah swt. ia berbuat
36
How to control 22-23
37
M. Syahrul dan Nur Setiawati, Konseling: Teori dan Aplikasinya (Gowa Sulawesi Selatan: Penerbit
Aksara Timur, 2020), hal. 32-33.
38
Lumangga Lubis, Memahami Dasar-Dasar…, h.175.
berdasarkan kebenaran dan keadilan, begitu juga dalam menolak dan mencegah
kemungkaran. Jadi aktualisasi diri yang sesungguhnya adalah bermula dari kebutuhan
aktualisasi fitrah kepada tumbuhnya iman yang meningkat, kemudian kepada pribadi
takwa. Kepribadian takwa akan lahir apabila fitrahnya dapat teraktualisasi dengan baik.
(Abd Hayat 77-78 I).
Tidak terbelenggu ide tidak rasional. Ide rasional sering membelenggu
kepribadian, yaitu berupa tuntutan kemutlakan seperti harus, mesti dan sejenisnya.
Padahal segala sesuatu itu tidak mesti harus diterima dan berhasil walaupun hal itu yang
diinginkan. Alquran menekankan agar kita berhati-hati dan tidak terjebak dengan
harapan kemutlakan ini, misalnya dengan mengucapkan kata insyaallah ( jika Allah
berkenan) dalam setiap tindakan, juga dengan selalu tawakal kepada Allah dalam setiap
melakukan usaha dan tindakan. (Abdul Hayat I 132). Hal ini relevan dengan pandangan
pendekatan REBT yang mengemukakan bahwa pribadi sehat itu adalah pribadi yang
mampu berpikir secara rasional dalam arti tidak terbelenggu oleh tuntutan kemutlaan
seperti ‘harus’, sebab orang tidak perlu harus diterima dan dicintai, meskipun hal itu
merupakan yang sangat diinginkan. Berdasarkan uraian ini dapat dikatakan bahwa nilai
tawakal dengan prinsip insyaallah adalah selaras dengan berpikir rasional dalam arti
tidak terbelenggu oleh tuntutan kemutakan yang diterangkan dalam konsep REBT
walaupun dari segi uraian penyajiannya berbeda.
Menerima diri sendiri. Kemampuan untuk mau menerima diri sendiri dengan
segala kelebihan dan kekurangannya adalah merupakan bagian dari apa yang disebut
dengan syukur nikmat, sebab apapun yang Allah berikan terhap diri kira merupakan
nikmat-Nya yang harus disyukuri, dalam arti diterima dan dimanfaatkan semaksimal
mungkin sehingga mendatangkan manfaat yang besar bagi diri sendiri, orang lain dan
lingkungan sosialnya. (abdul Hayat I 137). Hal ini selaras dengan pendekatan REBT
yang mengungkapkan bahwa salah satu ciri pribadi sehat adalah pribadi yang mau
menerima dirinya sendiri meskipun ada ketidaksempurnaan dalam dirinya.
Sementara Amin Abdullah memandang integrasi keilmuan mengalami
kesulitan, yaitu kesulitan memadukan studi Islam dan umum yang kadang tidak
saling akur. Oleh karenaya, diperlukan usaha interkoneksitas yang lebih arif dan
bijaksana. Interkoneksitas yang dimaksud Amin Abdullah adalah usaha memahami
kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia sehingga
setiap bangunan keilmuan apapun, baik keilmuan agama, keilmuan sosial,
humaniora maupun kealaman tidak dapat berdiri sendiri, maka dibutuhkan kerja
sama, saling tegur sapa, saling membutuhkan, saling korekasi dan saling
berhubungan antara disiplin keilmuan. Pendekatan integratif-interkonektif
merupakan pendekatan yang tidak saling melumatkan dan peleburan antara
keilmuan umum dan agama (abdullah, 2006). Oleh karena itu dalam pemahaman
ini menambahkan interkoneksi dalam membantu memadukan REBT dengan ilmu
islam
Dalam pendekatan REBT, mengintegrasikan materi keagamaan melalui
bimbingan agama yang dilakukan dengan intervensi rasional emotif dapat
membuat hidup klien secara pribadi kuat dan mendalam, khususunya klien yeng
religius. REBT pada dasarnya adalah psikoterapi konstruktivis yang dangat
akomodatif dan integratif dari nilai keyakinan klien, termasuk keyakinan agama.

Agama diyakini merupakan manifestasi dari Firman Tuhan berupa perintah, larangan, ajaran
kehidupan, moral, berbagai informasi mengenai hal gaib, aturan yang mengatur hubungan
manusia dan Tuhan. Kumpulan firman ini kemudian disatukan dalam kitab suci yang menjadi
pedoman masyarakat beragama. Kepercayaan atas kemampuan Tuhan yang Maha segalanya
kemudian membuat agama memiliki pengaruh yang kuat. Selain itu kebutuhan manusia akan
hidup yang teratur dan selaras juga membuat manusia memiliki dorongan untuk beragama
dan menjalankan perintah Tuhan. Disisi lain, agama menginformasikan bahwa agama
menjamin segalanya jika aturannya dipatuhi dan dijalankan. Agama juga menginformasikan
bahwa tujuan agama adalah untuk menciptakan keteraturan hidup. Kondisi-kondisi ini
membuat manusia menginternalisasikan nilai-nilai agama kedalam dirinya. Pada titik ini
menjadi awal keterkaitan antara agama dan pembentukan kepribadian manusia. Agama yang
berisi nilai dan pedoman hidup yang kemudian diinternalisasikan secara mendalam membuat
manusia menggunakan agama sebagai pedoman bertindak dan berperilaku. Sampai pada titik
ini agama sudah berpengaruh terhadap kepribadian manusia. Ajaran agama tentang sikap,
perilaku dan kepribadian manusia ini kemudian dipercayai dan diyakini untuk selanjutnya
diinternalisasikan kedalam diri sehingga agama memengaruhi kepribadian manusia. 39

Agama sebagai metode psikoterapi

39
Ahmad Saifuddin, Psikologi Agma Implimentasi Psikologi untuk memahami Perilaku beragama. Jakarta:
Prenadamedia Group. 2019. Hal 151
Agama dalam hal ini dapat mengambil peran psikoterapi. Agama merupakan seperangkat
ajaran yang berisi peraturan, perintah dan larangan. dari sedemikian banyak perintah,
diantaranya berwujud ibadah dan doa. Di setiap agama, memberikan jaminan ketenangan dan
kebahagian jiwa dengan melakukan ibadah dan doa. Ini artinya ibadah dan doa bisa
digunakan sebagai metode dan teknik psikoterapi karena disebabkan beberapa hal,
diantaranya:

a. unsur penerimaan diri dan kepasrahan dalam doa dan ibadah


doa sering kali dirangkai dengan usaha manusia dalam mencapai suatu tujuan. Setiap
berdoa dan beribadah, individu diminta untuk memasrahkan segala sesuatu yang
sudah diusahakannya kepada Tuhan. Dalam psikologi, kepasrahan identik dengan
penerimaan diri. Keidentikan tersebut terlihat pada unsur bahwa keduanya sama-sama
menerima keterbatasan diri dalam melakukan sesuatu. Kesadaran dan penerimaan
terhadap keterbatasan diri ini kemudian memunculkan sikap memasrahkan segala
sesuatu kepada Yang Maha Segalanya, tentunya setelah melakukan usaha.
Kepasrahahan juga mengandung arti penting bahwa individu harus memahami bahwa
ada wilayah yang bisa dikerjakannya dan ada wilayah yang tidak bisa dikerjakannya.
Dengan demikian, individu tidak akan terlalu tinggi berekspektasi dan juga tidak akan
terlalu bersusah payah. Hasilnya, individu tidak akan tertalu tertekan dan terbebani
mengenai pemikiran tentang hasil usaha-usahanya.
Disisi lain, unsur kepasrahan ini juga mengandung nilai pentingnya berpikir positif,
terlebih pada ketentuan Tuhan atas manusia. Tanpa adanya berpikir positif, individu
akan sulit mencapai kepasrahan ini. Berpikir positif ini bisa terdiri dari dua macam.
Berpikir positif bahwa Tuhan akan memberikan hasil dan ketentuan seperti yang
diharapkan, juga berpikir positif bahwa Tuhan sejatinya mempersiapkan jalan menuju
keberhasilan yang lain. Maka dari itu, ketika individu gagal mencapai keingannya dan
tujuannya, maka tidak akan rentan terhadap tekanan psikologis. Justru akan
membuatnya semakin termotifasi untuk mencari jalan lain yang sebenarnya sudah
dipersiapkan oleh Tuhan.
Banyak fenomena abnormalitas psikologis yang berawal dari ekspektasi tinggi dan
pola pikir matematis terhadap usaha dan hasil. Sehingga ketika kejadian faktual tidak
sesuai dengan yang diharapkan maka menimbulkan tegangan dan ketidakseimbangan
kondisi jiwa individu. Doa dengan unsur kepasrahan ini membantu individu
menciptakan keseimbangan sejak awal antara harapan dan berbagai kemungkinan
hasil yang terjadi di masa mendatang.
b. Unsur restrukturisasi Kognitif
Restrukturisasi kognisi merupakan salah satu teknik psikoterapi dalam aliran
psikologi kognif keperilakuan yang dikenal dalam penelitian ini sebagai REBT
(Rasional Emotive Behavior Therapy). Menurut aliran ini salah satu penyebab
gangguan psikologis karena adanya pemaknaan yang salah tentang fenomena.
Kesalahan pemaknaan terhadap fenomena ini kemudian menjadi pikiran irasional
yang malahirkan perilaku irasional pula. Aliran psikologi kognitif keperilaku
menawarkan terapi dengan cara mengganti pikiran irasional menjadi pikiran yang
lebih rasional. Harapannya, berubahnya pikiran dari irasional menjadi lebih rasional
ini dapat berdampak pada perubahan perilaku yang lebih rasional juga. Proses
pergantian pikiran irasional menjadi pikiran rasional ini kemudian disebut
restrukturisasi kognisi. Struktur kognisi yang menghambat perkembangan perilaku
karena berbentuk irasional dibangun kembali menjadi rasional agar memperbaiki
perilaku. (Psikoterapi dalam psikologi agama 222).
Dalam doa dan ibadah sarat akan unsur restruksisasi kognisi ini. Terlebih lagi terdapat
ucapan-ucapan positif dalam doa dan ibadah.
c. Unsur Pengendalian Diri dan Emosi dalam Doa dan Ibadah
Salah satu faktor internal dari gangguan dan abnormalitas psikologis adalah kuatnya
dorongan dan impuls seseorang sehingga tidak dapat mengendalikan diri dan emosi.
(Psikoterapi dalam psikologi agama 223). Doa dan ibadah memiliki unsur yang
diterapkan dalam pendekatan psikoanalisis tersebut bahkan jauh dari madzah-
madzhab ini lahir. Dalam setiap doa dan ibadah, terdapat mekanisme untuk membantu
seseorang meningkatkan keterbatasannya. Hal ini disebabkan doa dan ibadah
merupakan bentuk komunikasi antara manusia kepada Tuhannya. Bentuk komunikasi
yang terjadi merupakan akibat dari keinginan manusia untuk meminta tolong dan
memohon kepada Tuhan yang diyakini memiliki kekuatan maha besar. Oleh karena
itu, ketika seseorang menganggap bahwa Tuhan dan Maha Kuasa maka ada pikiran
dan perasaan yang berbalik pada dirinya bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan
apapun. Selain itu, ketika berdoa dan beribadah membuat seseorang meningkatkan
kesadaran diri bahwa dalam dirinya terdapat dorongan-dorongan yang berpotensi
mengotori jiwa dan perilaku. Sehingga akan muncul keinginan untuk mengendalikan
diri agar menimalisasi munculnya perilaku yang melanggar aturan Tuhan serta
menyebabkan dosa dan kecemasan. (Psikoterapi dalam psikologi agama 224).
d. Unsur pergerakan Fisik
Dalam agama Islam, terdapat ibadah sholat. Ibadah sholat ini juga identik dengan
gerakan-gerakan fisik yang diatur sedemikian rupa oleh Tuhan dan dicontohkan oleh
Nabi Muhammad saw.. karakteristik gerakan sholat dengan yoga pun memiliki
kesamaan. Misalkan tidak dilakukan secara sembarangan dan asal-asalan karena harus
mengikuti kaidah dan aturan, adanya pengaturan pola pernapasan, serta dilakukan
secara pelan. Gerakan sholat dapat meregangkan otot, memperlancar aliran darah,
sehingga dapat mengurangi tegangan-tegangan. Selain itu, secara simbolis gerakan
sholat memiliki makna peningkatan kesadaran akan hakikat diri yang rendah dan
lemah (misalkan disimbolkan dengan gerakan ruku’ dan sujud) sehingga muncul
kepasrahan kepada Tuhan. Maka dari itu, gerakan-gerakan ini dapat menekan
ketegangan dan mengurangi emosi negatif. (Psikoterapi dalam psikologi agama 228 ).

REBT menegaskan bahwa keyakinan yang kaku dan absolut dalam bentuk ‘mesti’,
‘seharusnya’, ‘harus’, dan sejenisnya, biasanya ditemukan pada inti gangguan
emosional. Kepercayaan tersebut berbentuk sebagai perintah atau tuntutan yang
diterapkan pada diri sendiri, orang lain, dunia. Ada tiga kesimpulan utama yang bisa
ditarik dari sikap ‘harus’, seharusnya’, dan sejenisnya. Yang pertama adalah
pemburukan, yaitu mendefinisikan peristiwa negatif begitu buruk sehingga bahkan
melampai pemahaman manusia. Kedua adalah toleransi frustasi yang rendah yaitu
ketikmampuan individu untuk memikul ketidaksenangan yang dipersepsikan untuk
bertahan terhadap terhadap ketidaknyamanan atau frustasi dalam kehidupan mereka.
Yang ketiga adalah pengutukan diri sendiri atau orang lain, yaitu memberikan label
negatif pada diri sendiri berdasarkan tindakan, peristiwa atau karakteristik kehidupan
tertentu yang bisa dilihat dalam sistem belief nya.
Keyakinan kaku seperti itu disebut irasional atau merugikan diri sendiri karena
dipandang tidak logis dan tidak realistis. Keyakinan itu menghambat atau
menginterferensi upaya klien untuk mencapai tujuan untuk berubah dan menghasilkan
gangguan emosional yang besar. Selanjutnya ganguan semacam itu menghalang atau
menghambat klien untuk berkembang dan mengimplementasikan keterampilan
pemecahan problem praktis.
Untuk menangani problem emosioanal yang disebabkan diri sendiri dan untuk
mendapatkan kesehatan emosional, REBT menyarankan untuk mengembangkan
sistem keyakinan berdasarkan preferensi, keinginan, hasrat yang fleksibel dan tidak
absolut. Kepercayaan itu disebut rasional atau membentuk diri sendiri karena
dipandang logis dan realistik. kepercayaan itu membantu pencapaian tujuan dan
biasanya mengurangi tingkat tekanan emosi, sehingga memfasilitasi pemecahan
problem praktis. (Konseling dan Psikoterapi 502-503)
REBT menunjukan bahwa kita punya kecenderungan berbasis biologis untuk
memikirkan pikiran kita, yaitu merefleksikan secara rasional ide-ide irasional kita dan
selanjutnya melawan atau memimalkan dampak yang berpotensi merugikan pada
pikiran kita yang bias dan menyimpang. Dengan mengembangkan filsafat kehidupan
rasional, individu bisa belajar untuk memoderasikan perasaan-perasaan mereka yang
terganggu dan meningkatkan upaya mereka untuk mengaktualisasikan diri
(mewujudkan potensi seseorang). (Konseling dan Psikoterapi 504)

Ada tiga kesimpulan utama yang bisa ditarik dari sikap ‘harus, seharunya, dan
sejenisnya :
1. Pemburukan- mendefinisikan peristiwa negatif begitu buruk
sehingga bahkan melalmpaui pemahaman manusia
( misalnya ‘mengapa semua hal tak mengenakan ini terjadi
padaku. Seharusnya tidak seperti ini. Sungguh buruk)
2. Toleransi frustasi yang rendah- ketidakmampuan individu
untuk memikul ketidaksenangan yang dipersepsikan untuk
bertahan terhadap ketidaknyamanan atau frustasi dalam
kehidupan mereka (misalnya ‘mengapa semua orang ribut
tentangku yang seharusnya tak mereka lakukan. Aku tak
tahan lagi’)
3. Pengutukan diri sendri dan/ orang lain- ,memberikan label
negatif pada diri sendiri berdasarkan tindakan, peristiwa
atau karakteristik kehidupan tertentu. (konseling dan
psikoterapi 502)
Keyakinan kaku seperti itu disebut irasional atau merugikan
diri sendiri karena dipandang tidak logis dan tidak realistis.
Keyakinan itu menghambat atau menginterfensi upaya klien
untuk mencapai tujuan untuk berubah, dan menghasilkan
gangguan emosional yang besar. Salanjutnya gangguan
semacam itu menghalangi atau menghambat klien untuk
berkembang dan mengimplimentasikan ketrampilan
pemecahan masalah praktis.

Penyusunan Skala Psikologi


Langkah dasar penyusunan skala psikologi :
1. Peneliti memahami fenomena yang akan ditelitinya.
2. Peneliti menyimpulkan fenomena yang akan ditelitinya.
Kesimpulan ini diambil dengan mencermati data awal
yang didapatkannya ketika mendalami fenomena dan
kemudian mencari kerangka teori yang bisa
menjelaskan fenomena tersebut.
3. Kemudian perlu mendalami kerangka teori tersebut.
Pendalaman ini diperlukan guna menentukan jenis
atribut atau konstruk yang akan diteliti, apakah berjenis
linear, bipolar atau ortogonal.
4. Peneliti membuat defini operasional konstrak atau
artibut yang akan diukur serta mebuat cetak biru skala
psikologi. Cetak biru ini sebagai pedoman dalam
membuat skala psikologi.
5. Penilisan item sekaligus pemilihan model atau jenis
psikologi, (atribut kognisi dan afeksi)
6. Mengajukan kepada ahli untuk direvisi
7. Validitas isi
8. Uji coba

Konsep Kepribadian, kecemasan

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an surah As-Sajdah ayat 9 berbunyi :

َ‫ْص َر َوٱَأْل ْفـِٔ َدةَ ۚ قَلِياًل َّما تَ ْش ُكرُون‬


َ ٰ ‫وح ِهۦ ۖ َو َج َع َل لَ ُك ُم ٱل َّس ْم َع َوٱَأْلب‬
ِ ُّ‫ثُ َّم َس َّو ٰىهُ َونَفَ َخ فِي ِه ِمن ر‬
Artinya: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan)-
Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur”.40

Apabila dilihat dari paparan diatas tentang

۟ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬


۟ ‫وا ْٱذ ُكر‬
‫ُوا ٱهَّلل َ ِذ ْكرًا َكثِيرًا‬ َ

Referensi : https://tafsirweb.com/7653-surat-al-ahzab-ayat-41.html

Aspek-aspek Kecemasan menurut Nevid dkk. Terbagi menjadi tiga aspek, yaitu:
a. Aspek Fisik
Gangguan yang terjadi pada fisik individu yang mengalami kecemasan meliputi
produksi keringat yang lebih banyak, gemetar, perasaan mual, panas dingin,
jantung berdetak kencang, sesak nafas, gelisah, perasaan lemas, diere dan buang
air kecil lebih sering dari biasanya.
b. Aspek Perilaku
Perilaku individu yang mengalami kecemasan akan menjadi berbeda dari
biasanya, meliputi perilaku menghindar, ketergantungan terhadap orang lain dan
individu cenderung menghindari atau meninggalkan situasi yang dapat memicu
timbulnya kecemasan.
c. Aspek Kognitif
Individu yang mengalami kecemasan akan merasakan kekhawatiran yang berlebih
terhadap sesuatu yang akan terjadi. Individu akan merasa terancam oleh seseorang
atau peristiwa yang akan terjadi, dan merasakan kebingungan serta kekhawatiran
akan ditinggal seorang diri

Page (Elima Raharisti Rufaidah, 2009: 31) menyatakan bahwa faktor-faktor


yang mempengaruhi kecemasan adalah :41
1) Faktor Fisik
Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga
memudahkan timbulnya kecemasan
2) Trauma atau Konflik

40
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahnya (Surabaya: Mahkota, 1990),h 661.
41
Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu, dalam arti
bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada
individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan
3) Lingkungan awal yang tidak baik
Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kecemasan
individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi pembentukan
kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.
Menurut pendekatan REBT bahwa melalui proses reedukasi, individu belajar cara
mengaplikasikan pikiran yang logis pada penyelesaian masalah dan perubahan emosi. Dryden
dan Ellis 1988 dalam Corey yang dikutip Abdul Hayat mengemukakan bahwa agar bisa
menciptakan perubahan psikologis, individu perlu berbuat sbb:
1. Menerima kenyataan bahwa meskipun mereka menciptakan gangguan mereka sendiri,
mereka memang punya kemampuan untuk mengubahnya secara signifikan.
2. Memahami bahwa masalah kepribadian mereka berasal terutama dari keyakinan yang
irasional serta berpsrinsip mutlak dan bukan dari keadaan yang sesungguhnya.
3. Belajar mendeteksi keyakinan irasional mereka dan mempertanyakan semuannya itu
sampai ke suatu titik dimana mereka mau memanfaatkan alternatif yang rasional.
4. Melibatkan diri pada pekerjaan dan praktek menuju internalisasian falsafah yang baru
dan praktek rasional dengan menggunakan metode perubahan yang kognitif, dan
behavioral.42

َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ زَ نُون‬


ٌ ْ‫ى فَاَل خَ و‬ ۟ ُ‫قُ ْلنَا ٱ ْهبط‬
َ ‫وا ِم ْنهَا َج ِميعًا ۖ فَِإ َّما يَْأتِيَنَّ ُكم ِّمنِّى هُدًى فَ َمن تَبِ َع هُدَا‬ ِ
Referensi : https://tafsirweb.com/326-surat-al-baqarah-ayat-38.html
Anak-anak yang dalam keluarga yang bercerai kurang mendapatkan perhatian
dan kasih sayang dari orang tuanya, sehingga ini akan mendorong anak merasa tidak
aman, mudah marah, sering merasa tertekan dan akan mulai bersikap menganggu
untuk mendapat perhatian orang sekitarnya. Perilaku seperti ini merupakan wujud dari
kekhawatiran dan kecemasan yang dialami anak karena mereka merasa akan
kehilangan tempat berpijak dan berlindung. Dan dikemudian hari akan membentuk
reaksi dendam dan mudah bermusuhan dengan dunia luar yang ia rasa tidak sesuai
42
Abdul Hayat, Konseling Qurani Jilid II,Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2017 hal 8-9.
dengannya. Suasana keluarga yang berantakan tentunya dapat membawa pengaruh
perkembangan anak terutama jika anak masih dalam masa kanak-kanak dimana masa
ini merupakan masa yang sangat membutuhkan peranan sosok ayah dan ibu karena
sosok ayah dan ibu ini akan menjadi panutan bagi anak-anak. Suasana keluarga yang
berantakan dapat membawa dampak bagi anak seperti anak akan menjadi malas untuk
belajar, selain itu perceraian orang tua juga dapat membawa dampak negatif bagi jiwa
anak yang masih dalam masa pertumbuhan.
Al-Quran menyebutkan bahwa manusia memiliki beragam potensi, mulai dari potensi biologis
(basyirah), intelektual (aqliyah), sosial (khalifah) dan spiritual (ruhaniyah) tergantung
bagaimana setiap manusia hendak menyikapi dan mengembangkan potensinya. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam Q.S. As-Syams ayat 7-9 :

٩﴿ ‫﴾ قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن َز َّكاهَا‬٨﴿ ‫﴾ فََأ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا‬٧﴿ ‫س َو َما َسوَّاهَا‬
ٍ ‫﴾ َونَ ْف‬
“Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya). Maka Allah mengilhamkam kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya, beruntunglah orang-orang yang
mensucikan jiwa itu” (QS. As-Syams: 7-9).

Sayid Quthub menjelaskan bahwa ayat diatas meggambarkan bahwa manusia adalah makhluk dwi
dimensi dalam tabiatnya.
Hartati dan Kania dalam Hany Paturrochmah menyebutkan REBT yang berbasis Islam lahir
sebagai upaya membantu memberdayakan kembali potensi yang ada di dalam diri individu
yaitu fitrah manusia yang telah diberikan aql, qalb, nafs dan ruh serta kembali mengaktifkan
keimanan dan ketakwaan hingga kembali berkembang dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai