Anda di halaman 1dari 10

BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab 5 ini disajikan pembahasan hasil penelitian yang meliputi

gambaran-gambaran dukungan keluarga di SLB Negeri Ungaran. Pada penelitian

ini, analisis univariat digunakan untuk memberikan gambaran dukungan keluarga

di SLB Negeri Ungaran.

A. Anailis Univariat

1. Gambaran jenis kelamin orang tua dengan anak retardasi mental di

SLB Negeri Ungaran

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin orang tua menunjukan

bahwa sebagian berjenis kelamin perempuan sebanyak 41 responden

dengan persentasi 67,2%, sedangkan 20 responden berjenis kelamin laki-

laki dengan persentasi 32,8%. Hal ini menjelaskan bahwa kebanyakan

orang tua yang meluangkan waktu untuk menunggu anak retardasi mental

selama di sekolah dan pada saat jam istirahat adalah orang tua perempuan

(ibu). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Artsa (2018) dengan judul “

Gambaran Dukungan Keluarga Terhadap Anak Retardasi Mental di SLB

Negeri Semarang” yang menunjukan bahwa jenis kelamin tertinggi yaitu

jenis kelamin perempuan sejumlah 46 responden (65,7%). Menurut

Miranda (2013) bahwa ibu lebih besar memberi dukungan daripada ayah.

Ibu merasakan rasa tanggung jawab terhadap kondisi normal-abnormal

anaknya merawat anak sejak dalam kandungan, melahirkan hingga masa

45
46

pertumbuhan anak. Ayah lebih terfokus pada finansial dalam

membesarkan anak.

Perempuan memiliki tanggung jawab yang berbeda dengan laki-

laki yaitu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, perempuan mempunyai

peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik

anak- anaknya, dan perawatan informal dalam konteks keluarga dilakukan

oleh seorang istri. Peran yang dijalankan perempuan dalam merawat anak

retardasi mental dapat menyebabkan kesejahteraan psikologis perempuan

menjadi rentan.Stres lebih banyak dialami perempuan, dimana perempuan

lebih merasa terbebani dalam hal fisik dan emosional (Latri, 2017).Menurut

Nani (2009) mengatakan bahwa orang tua yang memiliki anak retardasi

mental orang tua harus memberikan kasih sayang, perhatian dan

menghargai tanpa membeda bedakan.Penelitian tentang orang tua yang

memiliki anak berkebutuhan khusus sangat mempengaruhi terhadap ibu,

ayah, dan anggota keluarga yang lain. Rentang stress dan dinamika emosi

sangat bervariasi. Memiliki anak retardasi mental sangat mempengaruhi

keluarga (orang tua).

Menurut Budhiarti (2009) mengatakan dukungan keluarga

merupakan hal terpenting dalam proses penyesuaian diri individu. Hal ini

dikarenakan keluarga memberikan sebuah ekspresi kehangatan, empati

dan penerimaan yang ditunjukkan keluarga, bahwa keluarga merupakan

sumber dukungan yang paling penting.Pasangan atau keluarga merupakan

sumber utama dukungan yang paling berpengaruh bagi individu (ibu


47

khususnya).Anak dengan retardasi mentalpun membutuhkan penerimaan,

pengertian, perhatian, cinta dan kasih sayang dari seluruh anggota

keluarga, teman-teman bermain serta lingkungan sekitarnya.

2. Gambaran tingkat pendidikan orang tua dengan anak Retardasi

Mental di SLB Negeri Ungaran

Hasil penelitian tingkat pendidikan orang tua yaitu pendidikan

dasar yaitu SD-SMP/MTS sebanyak 25 orang (41,0%) dan pendidikan

menengah yaitu SMA/SMK sebanyak 25 orang (41,0%). Hal ini sejalan

dengan penelitian Arfandi (2014) dengan judul “Hubungan antara

dukungan sosial keluarga dengan kemampuan perawatan diri pada anak

retardasi mental di SLB Negeri Ungaran” mengatakan bahwa hasil

penelitian ini didapatkansebagian besar pendidikan responden yaituSMA

31 (60,7%).

Menurut Wahidin R, (2006) dalam Arfandi (2014) tingkat

pendidikan yangrendah berdampak pada kurangnya pengetahuan tentang

kebutuhan – kebutuhan anak dan caradidik anak retardasi mental sehingga

rasa kasihsayang dan perhatian keluarga terhadap anakretardasi mental

juga berkurang. Oleh karena itusemakin rendah tingkat pengetahuan

keluargamaka semakin buruk dampaknya bagi anakretardasi

mental.Sebaliknya semakin baiktingkat pengetahuan keluarga maka

semakinbaik dampaknya bagi perkembangan anakretardasi mental.

Sedangkan penelitian Latri (2017) dengan judul “ Hubungan

dukungan keluarga dengan tingkat depresi keluarga dalam merawat anak


48

retardasi mental” mengatakan bahwa tingkat pendidikan akhiradalah SMP

menunjukkan orang tuamendapat dukungan dari keluarga.

Walaupunpendidikan akhir keluarga adalah SMP yangmerupakan

pendidikan formal secara umumbukan menggambarkan pendidikan

khususmengenai retardasi mental, tetapi dari hasilwawancara beberapa

responden mengatakanmereka juga memperoleh informasi darimedia

massa seperti telivisi dan majalah,tetangga yang mempunyai anak RM

dilingkungannya, ataupun dari tenaga medissehingga hal ini dapat

menambahpengetahuan responden tentang anakretardasi mental itu sendiri.

3. Gambaran pekerjaan orang tua dengan anak Retardasi Mental di

SLB Negeri Ungaran

Hasil penelitian pada jenis pekerjaan orang tua yaitu swasta

sebanyak 22 orang (36,1%) dan 21 orang (34,4%) sebagai ibu rumah

tangga.Penelitian ini sejalan dengan penelitian Arfandi (2014)dengan judul

“Hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kemampuan

perawatan diri pada anak retardasi mental di SLB Negeri Ungaran”

mengatakan bahwa dari segi pekerjaan, orang tua 22(43,1%) bekerja

swasta, dan 22(43,1%) sebagai ibu rumah tangga sehingga orang tua

mempunyai cukup waktu dalam mengasuh dan mendidik anak dengan

retardasi mental. Menurut Julia (2004) dalam Mayasari (2009) bahwa

orang tua yang bekerja mempunyai banyak pilihan, ada orang tua yang

memilih bekerja di rumah dan ada orang tua yang memilih bekerja di luar

rumah.Jika orang tua memilih bekerja di luar rumah maka orang tua harus
49

pandai-pandai mengatur waktu untuk keluarga karena pada hakekatnya

seorang orang tua mempunyai tugas utama yaitu mengatur urusan rumah

tangga termasuk mengawasi, mengatur dan membimbing anak-anak.

Menurut Soetjiningsih (2015) dalam Iswanti (2019) mengatakan

orang tua yang bekerja dan hanya mempunyai waktu yang terbatas

bersama anaknya,memiliki anak dengan perkembangan lebih baik apabila

lebih pandai dalam mengolah waktu yang terbatas tersebut menjadi

berkualitas dibandingkan orang tua yang selalu ada di rumah. Anak yang

mengalami retardasi mental sangat memerlukan dukungan khusus dari

keluarga, karena dukungan tersebut akan mempengaruhi sikap dan

perilaku anak tersebut, anak retardasi mental memang perlu perhatian

khususdari sekitarnya dan juga untuk memenuhi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Kurangnya kemampuan intelektual dan penyesuaian

diri anak menyebabkan anak kurang bergaul dan beradaptasi dengan teman

– teman di lingkungannya sehingga anak sering dikucilkan dari

lingkungannya, akibatnya anak mengurangi kegiatannya sampai menarik

diri dari pergaulannya (Artsa, 2018)

4. Gambaran usia orang tua dengan anak Retardasi Mental di SLB

Negeri Ungaran

Usia orang tua dibagi menjadi 5 kategori menurut depkes (2009)

yaitu usia 17-25 tahun (remaja akhir), usia 26-35 tahun (dewasa awal),

usia 36-45 tahun (dewasa akhir), usia 46-55 tahun (lansia awal), usia 56-

65 tahun (lansia akhir). Hasil penelitian menunjukan sebagian besar usia


50

orang tua 26-35 tahun sebanyak 25 orang (41,0%) dan usia 36-45 tahun

sebanyak 24 orang (39,3%), dalam penelitian ini tidak ditemukan usia

orang tua 17-25 tahun, 46-55 tahun, dan 56-65 tahun.Penelitian Arfandi

(2014)dengan judul “ Hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan

kemampuan perawatan diri pada anak retardasi mental di SLB Negeri

Ungaran” mengatakan bahwa usia berkisar antara 23 – 58 tahun, ini

tergolongmatang untuk mendidik anak dengan retardasimental.

Menurut Latri (2017) mengatakan dukungan keluarga dapat

dipengaruhi oleh usia, karena semakin cukup umur tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang untuk berfikir logis dan bekerja

yang akan mempengaruhi pemahaman dan mempunyai respon yang

berbeda pula terhadap pemberian dukungan kepada keluarga.Menurut

Supartini (2004) dalam sidik (2014) mengatakanusia orang tua sangat

berpengaruh dalam mengasuh anak. Usia yang terlalu muda dan tidak

terlalu tua tidak dapat menjalankan secara optimal karena diperlukan

kekuatan fisik dan psikososial.

5. Gambaran dukungan orang tua pada anak retardasi mental di SLB

Negeri Ungaran

Hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga pada anak

retardasi mental di SLB Negeri Ungaran kategori dukungan keluarga

cukup sebanyak 30 orang (49,2%). Hal tersebut menunjukan bahwa

dukungan keluarga pada anak retardasi mental di SLB Negeri Ungaran

sebagian kategori cukup.Menurut Astari (2010) jenis dukungan keluarga


51

ada lima yaitu dukungan informasial, dukungan penghargaan, dukungan

instrumental, dukungan emosional, dan dukungan sosial.Hasil penelitian

Artsa (2018) dengan judul “ Gambaran Dukungan Keluarga Terhadap

Anak Retardasi Mental di SLB Negeri Semarang” mengatakan bahwa

dukungan keluarga berupa informasial menunjukkan dukungan cukup

sebesar 54 dengan presentase (77,1%). Hasil ini menunjukkan bahwa

keluarga sudah mampu mencari informasi terkait dengan keadaan anaknya

baik informasi secara lisan, tulisan dan media cetak, dan keluarga banyak

memberikan dukungan melatih anak beberapa keterampilan.

Kedua yaitu dukungan keluarga berupa emosional, dukungan

emosional dengan jumlah responden70 di dominasi dengan kategori cukup

dengan frekuensi 59 dengan presentase (84,3%)menunjukkan bahwa

sebagian keluarga sudah mampu memberikan kasih sayang, cinta, empati,

dan rasa nyaman yang berfungsi untuk mengurangi stress pada anak

retardasi mental dan meningkatkan perasaan positif anak retardasi

mental. keluarga juga memotivasi anak untuk berkomunikasi kepada

teman-temannya dan mengenalkan hal baik dan buruk.

Selanjutnya dukungan keluarga berupa penilaian didapatkan hasil

cukup sebanyak 59 responden dengan presentase (84,3%), hasil ini

menunjukkan bahwa penilaian keluarga terhadap anak retardasi mental

cukup baik karena keluarga sudah memberikan dukungan serta penguatan

dan pengakuan yang diterima anak berupa penilaian positif, dorongan

maju seperti keluarga memberikan kesempatan kepada anak melakukan


52

kegiatan yang disenangi atau persetujuan dengan gagasan dan perasaan

anak retardasi mental ketika itu keluarga juga menghibur dan

menyemangati anak ketika anak merasa tidak diterima oleh lingkungan

sekitar.

Terakhir yaitu dukungan keluarga instrumental cukup sebanyak 64

responden dengan presentase (91,4%), hasil ini menunjukkan

dukunganinstrumental keluarga terhadap anak retardasi mental cukup baik

dibuktikan dengan keluarga sudah memberikan dukungan yang berkaitan

dengan akses sumber daya keuangan yang memadai seperti keluarga

menyekolahkan anak, keluarga mampu menciptakan lingkungan yang

aman untuk anak dalam melakukan kegiatan seharihari serta mampu

menyesuaikan tugas-tugas anak retardasi mental didalam keluarga

tersebut.

Sedangkan hasil penelitian dukungan keluarga pada anak retardasi

mental di SLB Negeri Ungaran baik sebanyak 26 orang (42,6%). Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gusti (2014)

menunjukan bahwa responden dengan dukungan sosial keluarga baik

sebanyak 57,9% sedangkan responden dengan dukungan keluarga kurang

sebanyak 42,1%. Penerimaan diri ibu baik sebanyak 57,9%. Tingkatan

dukungan sosial antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Hal

tersebut disebabkan dari persepsi masing-masing dalam penerimaan dan

merasakannya (Gusti, Wibawa Alvidzius. 2014).


53

Tetapi masih ada dukungan keluarga pada anak retardasi mental di

SLB Negeri Ungaran yang kurang sebanyak 5 orang (8,2%). Hasil

penelitian Syahda (2018) mengatakan bahwa kurangnyadukungan

keluarga yang diberikan kepada anak dengan reterdasi mental disebabkan

karena orang tua sibuk memperhatikan urusan pekerjaannya, kurangnya

kesabaran dalam mendidik anak dengan reterdasi mental dan kurang

menerima anaknya, mereka lebih memperdulikan anak yang lain yang

tidak mengalami reterdasi mental, anak yang mendapatkan dukungan

keluarga, tetapi tidak mandiri disebabkan karena orang tua cemas dengan

kondisi anak, sedangkan anak yang tidak mendapat dukungan keluarga

tetapi mandiri karena adanya pembantu dan keluarga yang dapat

membantu dalam beraktivitas.

Menurut Artsa (2018) mengatakan anak yang mengalami retardasi

mental sangat memerlukan dukungan khusus dari keluarga, karena

dukungan tersebut akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak tersebut,

anak retardasi mental memang perlu perhatian khusus dari sekitarnya dan

juga untuk memenuhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kurangnya

kemampuan intelektual dan penyesuaian diri anak menyebabkan anak

kurang bergaul dan beradaptasi dengan teman – teman di lingkungannya

sehingga anak sering dikucilkan dari lingkungannya, akibatnya anak

mengurangi kegiatannya sampai menarik diri dari pergaulannya

Menurut Marselina (2016) dalam Artsa (2018) mengatakan

bahwa dukungan keluarga sangat penting karena keluargalah yang


54

paling lama berinteraksi dengan pasien. Peran keluarga yang baik akan

memberikan motivasi dan dukungan keluarga yang baik, keluarga dalam

hal ini adalah lingkungan terdekat dalam kehidupan mereka, peran dan

keterlibatan keluarga sangat mendukung penderita sedang sakit karena

keluarga mampu memberikan kepercayaan dan sikap yang baik. Keluarga

mempunyai fungsi memberikan rasa aman, rasa percaya, rasa kasih

sayang, dan menyiapkan peran di lingkungan masyarakat. Keluarga

merupakan suatu sistem yang saling tergantung satu sama lain.

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini terletak pada pendekatan terhadap keluarga

saat pertama kali bertemu.keluarga pada saat bertemu pertama agak tidak

terbuka dengan peneliti, sehingga peneliti berusaha melakukan pendekatan

kepada keluarga agar dapat dijadikan sebagai responden. Peneliti juga harus

meyakinkan keluarga dan kadang mengajak guru kelas, karena keluarga akan

menuruti perintah guru, sehingga harus memberikan penjelasan kepada

keluarga tentang maksud dan tujuan peneliti melakukan penelitian, kemudian

peneliti baru memberikan kuisioner kepada responden.

Anda mungkin juga menyukai