Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.1.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah seluruh proses belajar yang dialami ole

h individu, kelompok, dan masyarakat yang menjadi sasaran dalam pe

rubahan perilaku (Nursalam & Efendi 2008). Commite on health educ

ation and promoting terminology mendefinisikan bahwa pendidikan k

esehatan merupakan kombinasi dari pengalaman pembelajaran terenca

na yang didasarkan pada teori yang logis yang membekali tiap individ

u, kelompok dan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan ketera

mpilan guna membuat keputusan yang bermutu (McKenzie & Neiger

2006).

Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan

pendidikan dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan

kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan

meningkatkan pengetahuan, sikap, praktek baik individu, kelompok

atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan

mereka sendiri (Notoatmodjo 2010).

Pendidikan kesehatan menurut Lawrence (1991) adalah suatu

upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana yang

dikombinasikan dengan pengalaman pembelajaran untuk

meningkatkan perilaku kesehatan seseorang. Pendidikan kesehatan

adalah proses mengajarkan masyarakat mengenai kesehatan


(Nursalam 2013). Dalam keperawatan, pendidikan kesehatan

merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri

untuk membantu klien baik individu, kelompok maupun

masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan melalui kegiatan

pembelajaran, yang di dalamnya perawat berperan sebagai pendidik

(Suliha 2005).

2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

WHO (1954) dalam Notoatmodjo (2007) pendidikan kesehatan

adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku

tidak sehat menjadi perilaku sehat. Seperti kita ketahui bila perilaku

tidak sesuai dengan prinsip kesehatan maka dapat menyebabkan

terjadinya gangguan terhadap kesehatan. Tujuan pendidikan kesehatan

ini dapat diperinci diantaranya :

1) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.

2) Menolong individu agar mampu secaamandiri atau

berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup se

hat.

3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana

pelayanan kesehatan yang ada.

2.1.3 Ruang lingkup pendidikan kesehatan

Menurut Suliha (2005) bahwa ruang lingkup pendidikan

kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain:

1) Sasaran pendidikan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dibagi menjadi tiga

kelompok, yaitu:

a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran indvidu.

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.

2) Tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan

a. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasa

ran para murid yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam Usaha K

esehatan Sekolah (UKS).

b. Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di pusat k

esehatan masyarakat, balai kesehatan masyarakat, rumah sakit umu

m maupun khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien.

c. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh

atau karyawan.

2.1.4 Model Pendidikan Kesehatan

Menurut Nursalam & Effendy (2008)perawat sebagai pendidik

harus memilikikemampuan untuk mengkaji kekuatan dan dampak

yang ditimbulkan olehintervensi keperawatan terhadap perilaku

subyek yang dapat memperkaya,memberikan informasi dan

melengkapi perilaku subyek yang diinginkan.Model pendidikan

kesehatan yang dapat digunakan oleh perawat adalahsebagai berikut:

1. Model Perilaku Individu

Ada dua model yang sering digunakan untuk menjelaskan

faktorpenentu dari perilaku preventif, yaitu model nilai kesehatan


dan modelpromosi kesehatan. Secara mendasar model nilai

kesehatan ditunjukkanuntuk promosi peningkatan perilaku sehat

daripada mengulangi faktorpenyebab. Model ini berfokus pada

orientasi mencegah penyakit yangspesifik. Dimensi yang

digunakan pada model nilai kesehatan meliputikepekaan,

keparahan, penghalang yang dirasakan, variabel strukturalserta

sosio-psikologis lainnya

Model promosi kesehatanmerupakan modifikasi nilai

kesehatan dan lebih memfokuskan padaprediksi perubahan

2. Model Pemberdayaan Masyarakat

Perubahan perilaku yang terjadi pada individu belum

membawadampak yang berarti pada perubahan perilaku di

masyarakat. Sehinggaperawat perlu membantu individu dan

keluarga yang telah berubahperilakunya yang ditampilkan pada

komunitas. Menurut WHO Fokus prosespemberdayaan

masyarakat adalah komunikasi, informasi, dan pendidikan

kesehatan . Di Indonesia sering disebutkomunikasi informasi

dan edukasi (KIE) yang ditujukan pada individu,keluarga, dan

kelompok. Strategi yang dapat digunakan oleh perawatdalam

rangka KIE adalah pembelajaran pemecahan masalah (problem

solving), memperluas jaringan kerja (networking), bernegosiasi

denganpihak yang bersangkutan (negotiating), pendekatan

untukmempengaruhi orang lain (lobbying) dan pencarian


informasi(information seeking) untuk meningkatkan derajat

kesehatan kliennya.

2.1.5 Media Pendidikan Kesehatan

Media pendidikan kesehatan merupakan salurankomunikasi

yang dipakai untuk mengirimkan pesan kesehatan. Mediadibagi

menjadi 3, yaitu: cetak, elektronik, media papan (Nursalam &Effendy

2008).

1. Media cetak

a) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk pesan tuli

sanmaupun gambar, biasanya sasarannya masyarakat yang bis

amembaca.

b) Leaflet : penyampaian pesan melalui lembar yang dilipat biasa

nyaberisi gambar atau tulisan atau biasanya kedua-duanya.

c) Flyer (selebaran) :seperti leaflet tetapi tidak berbentuk lipatan.

d) Flip chart (lembar balik) : informasi kesehatan yang berbentuk

lembar balik dan berbentuk buku. Biasanya berisi gambardiba

liknya berisi pesan kalimat berisi informasi berkaitan dengang

ambar tersebut.

e) Rubik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, men

genaihal yang berkaitan dengan hal kesehatan.

f) Poster :berbentuk media cetak berisi pesan-pesan kesehatanbi

asanya ditempel di tembok-tembok tempat umum dan kendara

anumum.
g) Foto : yang mengungkapkan masalah informasi kesehatan.

2. Media elektronik

a) Televisi : dalam bentuk ceramah di TV, sinetron, sandiwara, d

an forum diskusi tanya jawab dan lain sebagainya.

b) Radio :bisa dalam bentuk ceramah radio, sport radio, obrolan t

anyajawab dan lain sebagainya.

c) Vidio Compact Disc (VCD).

d) Slide presentation : slide juga dapat digunakan sebagai sarana

informasi.

e) Film strip juga bisa digunakan menyampaikan pesan kesehata

n.

3. Media papan (bill board), merupakan papan yang dipasang di tem

pat-tempat umum dan dapat dipakaidan diisi pesan-pesan kesehata

n.

2.1.6 Metode Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007) metode pendidikan

kesehatan dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Metode Individual (Perorangan), Metode ini dibagi menjadi 2

bentuk, yaitu:

a. Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and counceling)

b. Wawancara (interview)

2. Metode Kelompok, Metode kelompok ini harus memperhatikan ap

akah kelompoktersebut besar atau kecil, karena metodenya akan la


in. Efektifitasmetodenya pun akan tergantung pada besarnya sasar

an pendidikan.

a. Kelompok besar

1. .Ceramah, Metode yang menyajikan pelajaran melalui pen

uturan seara lisan penjelasan langsung pada sekelompok p

eserta. Metode ini biasanya untuk pendidikan tinggimaupu

n rendah.

2. Seminar, Metode ini cocok digunakan untuk kelompok bes

ar denganpendidikan menengah atas. Seminar sendiri adala

h presentasidari seorang ahli atau beberapa orang ahli deng

an topik tertentu.

b. Kelompok kecil

1. Diskusi kelompok, metode ini dibuat saling berhadapan, ke

tua kelompokmenempatkan diri diantara kelompok, setiap

kelompok punyakebebasan untuk mengutarakan pendapat,

biasanya pemimpinmengarahkan agar tidak ada dominasi a

ntar kelompok.

2. Curah pendapat (Brain storming), merupakan hasil dari mo

difikasi kelompok, tiap kelompokmemberikan pendapatnya

pendapat tersebut di tulis di papantulis, saat memberikan p

endapat tidak ada yang bolehmengomentari pendapat siapa

pun sebelum semuanyamengemukakan pendapatnya, kemu

dian tiap anggotaberkomentar lalu terjadi diskusi.


3. Bola salju (Snow balling), setiap orang di bagi menjadi ber

pasangan, setiap pasangada 2 orang. Kemudian diberikan s

atu pertanyaan, beri waktukurang lebih 5 menit kemudian s

etiap 2 pasang bergabungmenjadi satu dan mendiskuskan p

ertanyaan tersebut, kemudian2 pasang yang beranggotakan

4 orang tadi bergabung lagidengan kelompok yang lain, de

mikian seterusnya sampaimembentuk kelompok satu kelas

dan timbulah diskusi.

4. Kelompok-kelompok kecil (Buzz group),Kelompok di bagi

menjadi kelompok-kelompok kecilkemudian dilontarkan s

atu pertanyaan kemudian

masing-masingkelompokmendiskusikan masalah tersebut d

an kemudiankesimpulan dari kelompok tersebut dicari kesi

mpulannya.

5. Bermain peran (Role play), Beberapa anggota kelompok di

tunjuk untuk memerankansuatu peranan misalnya menjadi

dokter, perawat atau bidan,sedangkan anggotayang lain seb

agai pasien atau masyarakat.

6. Permainan simulasi (Simulation game), Metode ini merupa

kan gabungan antara role play dengandiskusi kelompok.

Pesan-pesan

kesehatan dsajikan dalambeberapa bentuk permainan seperti

permainan monopoli,beberapa orang ditunjuk untuk

memainkan peranan dan yanglain sebagai narasumber.


Metode pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif

memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan

kelompok keil siswa untuk bekerjasama dalam

memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan

belajar. Pembelajaran kooperatif ini berlangsung suasana

keterbukaan dan demokratis sehingga akan mememberikan

kesempatan optimal pada anak untuk bekerjasama dan

berinteraksi dengan baik.

3. Metode Massa

Pada umumnya bentuk pendekatan ini dilakukan secara tidakla

ngsung atau menggunakan media massa.

2.1 Kekerasan Seksual

2.2.1 Definisi Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual didefenisikan sebagai setiap tindakan seksu

al, usaha melakukan tindakan seksual, komentar atau menyarankan u

ntuk berperilaku seksual yang tidak disengaja ataupun sebaliknya, tin

dakan pelanggaran untuk melakukan hubungan seksual dengan paksa

an kepada seseorang. (WHO, 2017).

Kekerasan seksual adalah segala kegiatan yang terdiri dari akti

vitas seksual yang dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada an

ak atau oleh anak kepada anak lainnya. Kekerasasan seksual meliputi

penggunaaan atau pelibatan anak secara komersial dalam kegiatan se

ksual, bujukan ajakan atau paksaan terhadap anak untuk terlibat dala
m kegiatan seksual, pelibatan anak dalam media audio visual dan pel

acuraran anak (UNICEF, 2014).

2.2.2 Jenis jenis perilaku kekerasan seksual

1. Pelecehan Seksual Verbal

a. Menggoda, bercanda, komentar, atau pertanyaan yang bersifa

t seksual dan tidak diinginkan.

b. Menulis surat, menelepon, mengirim pesan yang bersifat seks

ual dan tidak diinginkan melalui telepon genggam.

c. Menyebut atau memanggil orang dewasa dengan sebutan yan

g bersifat seksual, tidak dikehendaki, dan membuat orang lain

merasa rendah diri, seperti “manis”, “cantik”, “mungil”, dan

lain-lain

d. Bersiul yang berkonotasi seksual pada seseorang.

e. Ajakan untuk berkencan, yang tidak diinginkan.

f. Memanggil seseorang dengan nada mendesah yang berkonota

si

seksual dan/atau sifatnya mencemooh.

g. Mengubah topik diskusi non seksual menjadi diskusi seksual.

h. Sindiran-sindiran atau cerita-cerita seksual Menanyakan men

genai

i. fantasi-fantasi seksual, preferensi ata sejarah seksual.

j. Pertanyaan pribadi mengenai kehidupan seksual.


k. Komentar seksual mengenai cara berbusana, bentuk tubuh ata

gaya seseorang.

l. Membuat bunyi-bunyian seperti orang sedang berciuman,des

ahan, dan memainkan bibir. Menceritakan atau menyebarkan

rumor, cerita tentang kehidupan seksual seseorang.. Melakuk

an tekanan untuk mendapatkan kenikmatan seksual yang tida

k diinginkan

2. Pelecehan Seksual Non Verbal

a. Memperlihatkan gerak gerik seksual yang tidak diinginkan.

b. Memperlihatkan alat kelamin, melakukan sentuhan atau gese

kan seksual terhadap diri sendiri, dihadapan orang lain

c. Menggesekkan alat kelamin ke tubuh orang lain.

d. 4.Melihat atau memandang seseorang dari atas ke bawah den

gan mata naik turun.

e. Menatap seseorang dengan pandangan ke area tubuh tertentu

(payudara, bibir, pantat, betis, lengan, dan lain-lain) dengan

muatan seksual.

f. Membuat ekspresi wajah seperti main mata, menjilat lidah ata

u melempar ciuman pada seseorang.

3. Pelecehan Seksual Fisik

a. Sengaja menyentuh, menikung, membungkuk, atau mencubit

dengan muatan seksual yang tidak diinginkan.


b. Memberi pijitan pada leher yang bersifat menggoda atau seks

ual.

c. Meraba tubuh seseorang pada saat seseorang tersebut sedang

tidur.

d. Menyentuh baju, tubuh, atau rambut orang lain yang bermuat

an seksual.

4. Memberikan hadiah personal dengan mengharapkan balasan se

ksual.

5. Memeluk, mencium, menepuk dan membelai seseorang tanpa iz

in dan menimbulkan rasa tidak nyaman.

2.2.3 Bentuk Bentuk kekerasan seksual

1. Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual adalah perilaku berkonotasi seksual yang tida

k diinginkan dan tidak dikehendaki oleh seseorang yang menjadi kor

ban pelecehan seksual, yang menimbulkan rasa tidak nyaman atau ter

ganggu pada korban. Perbuatan yang digolongkan sebagai tindakan p

elecehan seksual yaitu, seperti lelucon yang berorientasi seksual, per

nyataan merendahkan tentang orientasi seksual, permintaan untuk m

elakukan tindakan seksual, ucapan atau perilaku yang berkonotasi se

ksual, hingga pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual, dimana

perbuatan-perbuatan tersebut dapat dilakukan atau disampaikan secar

a langsung maupun tidak langsung.Unsur-unsur pelecehan seksual ya

itu:

a. tindakan-tindakan fisik dan/atau nonfisik;


b. berkaitan dengan seksualitas seseorang; dan

c. mengakibatkan seseorang merasa terhina, terintimidasi direndahk

an, dan/ atau dipermalukan.

2. Eksploitasi Seksual

Pengertian eksploitasi menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdag

angan Orang yaitu, tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban ya

ng meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan

paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, peme

rasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara mela

wan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jarin

gan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang ole

h pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun im

materiil.113 Salah satu tindakan eksploitasi adalah eksploitasi seksual,

yaitu segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tub

uh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi t

idak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan.

3. Pemaksaan Aborsi

Istilah aborsi diserap dari bahasa Inggris yaitu abortion yang bera

sal dari bahasa Latin yang berarti pengguguran kandungan atau kegug

uran. Dalam literatur fikih, aborsi berasal dari bahasa Arab al-ijhahd

atau dalam istilah lain bisa disebut dengan isqath al-haml, keduanya

mempunyai arti perempuan yang melahirkan secara paksa dalam kea


daan bayi belum sempurna penciptaannya. Secara bahasa disebut juga

lahirnya janin karena dipaksa atau lahir dengan sendirinya sebelum w

aktunya.

4. Perkosaan

Perkosaan berasal dari kata dasar “perkosa” yang di dalam Kam

us Besar Bahasa Indonesia berarti paksa, gagah, kuat, perkasa. Mem

perkosa berarti menundukkan dengan kekerasan, memaksa, melangg

ar dengan kekerasan. Sedangkan pemerkosaan diartikan sebagai pros

es cara perbuatan memperkosa dengan kekerasan. Menurut KBBI un

sur utama yang melekat pada tindakan perkosaan adalah adanya peril

aku kekerasan yang terkait dengan hubungan seksual, yang dilakuka

n dengan melanggar hukum.

Soetandyo Wignjosoebroto memberikan definisi mengenai perkos

aan, yaitu suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelak

i terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan a

tau hukum yang berlaku melanggar.Terdapat dua unsur tindak pidana

perkosaan, yaitu:

a. tindakan pemaksaan hubungan seksual; dan

b. dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau tipu m

uslihat atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu

memberikan persetujuan yang sesungguhnya.

5. Pemaksaan Perkawinan

Tindak pidana pemaksaan perkawinan adalah setiap orang yang

menyalahgunakan kekuasaan dengan kekerasan atau ancaman kekera


san atau tipu muslihat atau bujuk rayu atau rangkaian kebohongan at

au tekanan psikis lainnya sehingga seseorang tidak dapat memberika

n persetujuan yang sesungguhnya untuk melakukan perkawinan. Tin

dak pidana pemaksaan perkawinan tersebut mencakup juga perkawin

an anak. Terdapat tiga unsur tindak pidana pemaksaan perkawinan, y

aitu:

a. tindakan memaksa seseorang melakukan perkawinan;

b. dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan baik denga keker

asan atau ancaman kekerasan atau tipu muslihat atau bujuk rayu a

tau rangkaian kebohongan, maupun tekanan psikis lainnya;

c. .mengakibatkan seseorang tidak dapat memberikan persetujuan y

ang sesungguhnya untuk melakukan perkawinan

6. Pemaksaan Pelacuran

Tindak pidana pemaksaan pelacuran adalah setiap tindakan yang

dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan kekuasaan dengan ca

ra kekerasan, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan, nama, iden

titas atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, melacur

kan seseorang dengan maksud menguntungkan diri sendiri dan/atau

orang lain. Terdapat tiga unsur tindak pidana pemaksaan pelacuran, y

aitu:

a. tindakan melacurkan seseorang;

b. dilakukan dengan menggunakan kekuasaan dengan cara kekerasa

n, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan, nama, identitas at

au martabat palsu, dan/atau penyalahgunaan kepercayaan;


c. untuk tujuan menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain.

7. Perbudakan Seksual

Tindak pidana perbudakan seksual adalah tindakan kekerasan se

ksual berupa eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, pemaksaan perk

awinan, dan/atau pemaksaan pelacuran yang dilakukan kepada orang

lain dengan cara membatasi ruang gerak atau mencabut kebebasan se

seorang, untuk tujuan menempatkan orang lain tersebut melayani keb

utuhan seksualnya atau pihak lain dalam jangka waktu tertentu. Terd

apat tiga unsur tindak pidana perbudakan seksual, yaitu:

a. satu atau lebih tindakan kekerasan seksual berupa eksploitasi seks

ual, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan dan/atau pemaksaa

n pelacuran;

b. dilakukan dengan membatasi ruang gerak atau mencabut kebebas

an seseorang;

c. dilakukan untuk tujuan menempatkan orang melayani kebutuhan

seksualnya atau orang lain dalam jangka waktu tertentu.

8. Penyiksaan Seksual

Penyiksaan seksual adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh ses

eorang yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelecehan seksual, eks

ploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaa

n, pemaksaan perkawinan, dan/atau pemaksaan pelacuran, untuk suat

u tujuan tetapi tidak terbatas pada:


a. memperoleh keterangan atau pengakuan dari korban, saksi, atau o

rang ketiga;

b. memaksa korban, saksi atau orang ketiga untuk tidak memberikan

keterangan atau pengakuan;

c. menghakimi atau memberikan penghukuman atas suatu perbuatan

yang diduga telah dilakukan olehnya ataupun oleh orang lain untu

k mempermalukan atau merendahkan martabatnya; dan/atau d. tuj

uan lain yang didasarkan pada diskriminasi.

Tindak pidana penyiksaan seksual dapat dilakukan oleh aparatur dan/

atau lembaga negara, perorangan, kelompok perorangan dan/atau kor

porasi. Dengan demikian terdapat tiga unsur penyiksaan seksual, yait

u:

a. satu atau lebih tindakan kekerasan seksual;

b. dilakukan dengan sengaja;

c. untuk suatu tujuan tetapi tidak terbatas pada: kepentingan memperole

h keterangan atau pengakuan dari saksi dan/atau korban atau dari ora

ng ketiga, memaksa saksi dan/atau korban atau dari orang ketiga untu

k tidak memberikan keterangan atau pengakuan, menghakimi atau me

mberikan penghukuman atas suatu perbuatan yang diduga telah dilak

ukan olehnya ataupun oleh orang lain untuk mempermalukan atau me

rendahkan martabatnya, dan/atau tujuan lain yang didasarkan pada dis

kriminasi.
2.2.4 Dampak Kekerasan Seksual

Menurut Hawari (2013:95) dampak yang terjadi akibat kekerasan seksu

al yang adalah :

1. Gangguan psikologis

a. Stres

Yaitu reaksi tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tun

tutan atasnya misalnya, mengalami trauma kejahatan atau keker

asan seksual.

b. Kecemasan

Yaitu gangguan alam perasaan (cemas, takut) sebagai dampak b

eban kehidupan atasnya yaitu mengalami kejahatan atau kekeras

an seksual.

c. Depresi

Yaitu gangguan alam perasaan (sedih, murung, putus asa, ingin

bunuh diri) sebagai akibat beban kehidupan atasnya yaitu menga

lami kejahatan atau kekerasan seksual.

d. Gangguan Jiwa Skizofrenia

Akibat beban kehidupan yang dirasakan terlampau berat dan me

malukan yaitu mengalami kejahatan atau kekerasan seksual, jiw

anya tidak kuat mengatasinya sehingga kepribadiannya retak (sp

litting personality). Yang bersangkutan mengalami kepribadian


ganda, menunjukkan perilaku, perasaan dan pikiran yang tidak

wajar.

2. Penyakit Kelamin

Penyakit kelamin (veneral diseases) disebut pula dengan istilah pen

yekit menular seksual (sexually transmitted diseases), artinya jenis p

enyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual di luar nikah (perzi

naan) misalnya, pelacuran, seks bebas, perselingkuhan, homoseksua

l, perkosaan pada anak dan lain sejenisnya.

Jenis penyakit ini tidak saja merusak alat kelamin dan organ reprod

uksi tetapi juga menimbulkan komplikasi di bidang medis, misalnya

kemandulan, kecacatan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuh

an, kanker bahkan juga kematian. Adapun penyakit kelamin yang se

ring dijumpai antara lain :

a. Kencing nanah (gonorrhoeae)

Penyakit ini disebabkan karena kuman yang berbentuk biji kop

i. Masa tunas (inkubasi) sangat singkat, pada pria umumnya ber

kisar 2-5 hari, kadang-kadang lebih lama. Yang bersangkutan ak

an mengeluarkan nanah dari alat kelaminya, terasa pedih sekali.

Pada wanita seringkali tanpa gejala karena tidak menginfeksi sal

uran seni melainkan pada saluran liang senggama.

b. Chlamydia Trachomatis

Penyakit ini disebabkan karena kuman obligat intraseluler. Pad

a pria inkubasi infeksi ini biasanya terjadi 1-5 minggu sesudah h


ubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi. Yang bersan

gkutan mengeluarkan cairan berupa lendir yang jernih sampai ke

ruh dari alat kelaminya.

c. Herpes Genitalis

Penyakit ini disebabkan oleh virus herpes simplex yang mengi

nfeksi alat kelamin dengan gejala khas berupa gelembung kecil-

kecil (vesikel) yang berkelompok dengan dasar kemerah-meraha

n (eritema) dan seringkali kambuh (rekurens).

d. HIV / AIDS

Penyakit ini disebabkan oleh virus Human Immunodeficien cy

virus (HIV) yang menyebabkan penyakit yang disebut acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS), berupa kumpulan gejala-g

ejala penyakit infeksi lain atau kanker tertentu kaibat menurunn

ya sistem kekebalan tubuh

2.2.5 Pencegahan Kekerasan Seksual

Menurut WHO (2017) cara untuk mencegah terjadinya kekerasan seksu

al:

1. Melalui pendekatan individu

1) Memeberikan dukungan psikologi pada korban kekerasan seksua

l.

2) Merancang program bagi pelaku kekerasan seksual dimana pelak

u harus bertanggung jawab terhadap perbuatanya, seperti meneta

pkan hukuman yang pantas bagi pelaku kekerasan seksual.


3) Memberikan pendidikan untuk pencegahan kekerasan seksual se

perti pendidkan kesehatan reproduksi, sosialisasi menganai penya

kit menular seksual, dan pendidikan perlindungan diri dari kekera

san seksual.

2. Melalui pendekatan perkembangan

Pendekatan perkembangan yaitu mencegah kekerasan seksual de

ngan cara menanamkan pendidikan pada anak - anak sejak usia din

i, seperti pendidikan menganai gender, memperkenalkan pada anak

tentang pelecehan seksual dan risiko dari kekerasan seksual, menga

jarkan anak cara untuk menghindari kekerasan seksual, mengajarka

n batasan untuk bagaian tubuh yang bersifat pribadi pada anak, bat

asan aktivitas seksual yang dilakukan pada masa - masa perkemban

gan anak

3. Tanggapan perawatan kesehatan

1) Layanan Dokumen Kesehatan : sektor kesehatan mempunyai p

eran sebagai penegak bukti medis korban yang mengalami keke

rasan seksual utuk dapat menjadi bukti tuntutan terhadap pelak

u kekerasan seksual.

2) Pelatihan kesehatan mengenai isi kekerasan seksual untuk dapa

t melatih tenaga kesehatan dalam mendeteksi kekerasan seksual.

3) Perlindungan dan pencegahan terhadap penyakit HIV.

4) Penyediaan tempat perawatan dan perlindungan terhadap korba

n kekerasan seksual.
4. Pencegahan sosial komunitas

1) Mengadakan kampanye anti kekerasan seksual

2) Pendidikan seksual dan pencegahan kekerasan seksual di sekol

ah e. Tanggapan hukum dan kebijakan megenai kekerasan seks

ual

1) Menyediakan tempat pelaporan dan penanganan terhadap ti

ndak kekerasan seksual.

2) Menyediakan peraturan legal menganai tindak kekerasan se

ksual dan hukuman bagi pelaku sebagai perlindungan terha

dap korban kekerasan seksual.

3) Mengadakan perjanjian internasional untuk standar hukum t

erhadap tindak kekerasan seksual dan kampanye anti kekera

san seksual.

2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekerasan Seksual

1. Kurangnya Pengetahuan

Pengetahuan sangat berpengaruh kepada perilaku seseorang, dimana

bila seseorang mempunyai pengetahuan yang baik tidak menutup ke

mungkinan mempunyai perilaku yang positif ,begitu pula sebaliknya

apabila seseorang mempunyai pengetahuan yang kurang tidak menut

up kemungkinan mempunyai perilaku yang negatif. (Rosyidah & Nu

rdin

2. Kekuasaan
Rospenda, at.al (1998) menyatakan bahwa laki-laki mempunyai keku

asaan dikarenakan kedudukannya dimasyarakat. Di sepanjang waktu

pelecehan seksual terjadi ketika laki-laki menyalahgunakan kekuasaa

n yang mereka miliki terhadap perempuan. Contohnya dilingkungan

akademik, seperti dosen atau pegawai kampus yang memiliki otorita

s kampus.

3. LingkunganPertemanan

American Association of University Women (2011), menemukan ba

hwa pelaku pelecehan seksual berteman dengan pelaku pelecehan se

ksual lainnya dimana sebanyak 39% menyatakan bahwa mereka mel

akukan pelecehan seksual dikarenakan banyak orang yang melakuka

n hal tersebut, dan sebanyak 21% menyatakan bahwa teman pelaku

mendorong

4. Pengaruh Media Massa

McDonald & Charlesworth (2013) menyatakan bahwa media massa

mempengaruhi pikiran pelaku untuk melakukan pelecehan seksual di

mana banyak majalah, iklan televisi, video games, video clip, film, d

an lain sebagainya yang menggambarkan bahwa pelecehan seksual

menjadi hal yang biasa dan sudah biasa dilakukan. Lacroix (2004) m

enambahkan bahwa media, khususnya acara televise dan majalah ya

ng menampilkan perempuan memakai pakaian yang terbuka dan bers

ifat sensual. Hal tersebut nantinya akan membuat para pelaku menga

nggap bahwa pelecehan seksual terjadi dikarenakan perempuan yang


“memancing” hal tersebut dengan menggunakan pakaian yang terbu

ka.

2.3 Remaja

2.3.1 Definisi remaja

Remaja atau istilah lainnya adolescene berasal dari kata adolescere y

ang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini memp

unyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, s

osial dan fisik (Hurlock, 1997). Menurut Piaget, masa remaja secara ps

ikologis adalah usia di mana individu menjadi berintegrasi dengan mas

yarakat dewasa. Usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkata

n orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang

sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (dalam Hurlock, 1997).

Menurut Asrori dan Ali (2016), remaja adalah suatu usia dimana indi

vidu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dim

ana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang ya

ng lebih tua melainkan merasa sama , atau paling tidak sejajar. Memas

uki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif , lebih at

au kurang dari usia pubertas.

2.3.2 Tahapan Perkembangan Remaja

Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap

(Putra, 2013) yaitu :

a. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain:
1) Lebih dekat dengan teman sebaya

2) Ingin bebas

3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai ber

pikir abstrak

b. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain:

1) Mencari identitas diri

2) Timbulnyakeinginanuntukkencan

3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam

4) Mengembangkankemampuanberpikirabstrak

5) Berkhayal tentang aktivitas seks

c. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain

1) Pengungkapan identitas diri

2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

3) Mempunyai citra jasmani dirinya

4) Dapat mewujudkan rasa cinta

5) Mampu berpikir abstrak

6) Perkembangan Fisik Remaja

2.3.3 Ciri-ciri remaja

Ciri remaja menurut (Putro, 2017), yaitu:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka p

anjang tetaplah penting. Perkembangan fisik yang begitu cepat dise

rtai dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada masa a

wal remaja. Semua perkembangan ini menimbulkan perlunya peny


esuaian mental serta perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat b

aru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada fase ini, remaja bukan lagi seorang anak dan bukan juga or

ang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan di

ajari untuk bertindak sesuai dengan umurnya. Kalau remaja berusa

ha berperilaku sebagaimana orang dewasa, remaja seringkali ditud

uh terlalu besar ukurannya dan dimarahi karena mencoba bertindak

seperti orang dewasa. Di lain pihak, status remaja yang tidak jelas i

ni juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya u

ntuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola peril

aku, nilai, dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaj

a sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja,

ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan

sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun, mak

a perubahan sikap dan perilaku juga menurun.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode perkembangan mempunyai masalahnya sendiri-se

ndiri, namun masalah masa remaja sering menjadi persoalan yang s

ulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ketid

akmampuan mereka untuk mengatasi sendir


masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja ak

hirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai den

gan harapan mereka.

e. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja suka berbuat semaunya s

endiri, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku meru

sak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan men

gawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan bersik

ap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

f. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja m

enjadi gelisah

untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberi

kan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan be

rtindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena

itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungka

n dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, m

enggunakan obat- obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks bebas

yang cukup meresahkan. Mereka menganggap bahwa perilaku yan

g seperti ini akan memberikan citra yang sesuai dengan.

2.3.4 Perkembangan Remaja


Ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi perkembangan remaj

a yakni, perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial, moral, kepribadi

an, dan kesadaran beragama.

a) Perkembangan Kognitif (Intelektual)

Ditinjau dari perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam Y

usuf, 2007), masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal, d

i mana remaja telah dapat mengembangkan kemampuan berpikir

abstrak. Secara mental remaja dapat berpikir logis tentang berbag

ai gagasan yang abstrak. Remaja tidak lagi terbatas pada pengala

man- pengalaman yang aktual dan konkret sebagai titik tolak pe

mikirannya. Di samping berpikir abstrak dan logis, remaja juga b

erpikir idealistik. Pemikiran-pemikiran remaja banyak mengandu

ng idealisme dan kemungkinan.

Pikiran pada tahap ini memiliki fleksibilitas yang tidak dimilik

i di tahap operasi konkret. Kemampuan berpikir abstrak juga me

miliki implikasi emosional. Ginsburg & Opper (dalam Papalia, 2

008) menyatakan bahwa, ketika anak menginjak masa remaja dia

dapat mencintai kebebasan dan membenci eksploitasi, kemungki

nan dan cita-cita yang menarik bagi pikiran dan perasaan. Di sala

h satu riset yang dilakukan oleh Neo-Piagetian menyatakan bahw

a proses kognitif anak sangat terkait dengan content tertentu (apa

yang dipikirkan oleh anak), dan juga kepada konteks permasalah

an serta jenis informasi dan pemikiran yang di pandang penting o

leh kultur.
b) Perkembangan Emosi

Masa remaja merupakan perkembangan emosi yang tinggi. Per

tumbuhan dan perkembangan fisik yang dialami remaja mempen

garuhi perkembangan emosi atau perasaan-perasaan dan doronga

n-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta,

rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan

jenis. Masa remaja yang dinyatakan sebagai masa badai emosion

al terutama pada masa remaja awal, merupakan masa di mana flu

ktuasi emosi (naik dan turun) berlangsung lebih sering. Steinberg

& Levine (dalam Santrok, 2007) menyatakan bahwa, remaja mud

a dapat merasa sebagai orang yang paling bahagia di suatu saat d

an kemudian merasa sebagai orang yang paling malang di saat lai

n. Dalam banyak kasus, intensitas dari emosi remaja agaknya ber

ada di luar proporsi dari peristiwa yang membangkitkannya. Mas

a remaja awal merupakan masa pubertas, di mana pada masa ini t

erjadi perubahan hormonal yang cukup berarti, sehingga fluktuas

i emosional remaja di masa ini berkaitan dengan adaptasi terhada

p kadar hormon. Perubahan pubertas ini memungkinkan terjadiny

a peningkatan emosi-emosi negatif. Meskipun demikian, sebagia

n besar penelitian menganggap ada faktor lain yang berkaitan den

gan fluaktuasi emosi pada remaja selain perubahan hormonal di

masa pubertas. Faktor yang memberikan kontribusi lebih besar te

rhadap emosi remaja ini ialah pengalaman dari lingkungan, seper


ti; stres, relasi sosial, pola makan dan aktivitas seksual (Santrock,

2007).

Pada masa ini berkembang sikap “conformity”, yaitu kecender

ungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebi

asaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman seba

ya). Perkembangan sikap konformitas pada remaja dapat member

ikan dampak yang positif maupun negative bagi dirinya. Penyesu

aian sosial ini dapat diartikan sebagai “kemampuan untuk mereak

si secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi”. Remaj

a dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian sosial ini, bai

k dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Yusuf, 20

07).

Seberapa jauh perkembangan individu tersebut terjadi dan bag

aimana kualitas perkembangannya, bergantung pada kualitas here

ditas dan lingkungan yang mempengaruhi. Sedangkan faktor ling

kungan dipengaruhi oleh:

a. Lingkungan keluarga; peranan dan fungsi keluarga, serta pola

hubungan orangtua – anak (sikap atau perlakuan orangtua ter

hadap anak).

b. Lingkungan sekolah; Salah satu lingkungan yang memfasilita

si remaja dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangannya.

c. Lingkungan teman; pengaruh kelompok teman sebaya terhad

ap remaja sangat berkaitan dengan iklim remaja keluarga itu s

endiri. Masa remaja adalah masa yang begitu kompleks. Sega


la aspek perkembangan yang dilalui dan di tuntasi remaja pad

a dasarnya dapat dipengaruhi dan berkaitan erat dengan kondi

si atau iklim di dalam keluarga, serta bagaimana orangtua me

njalani fungsinya dengan baik.

2.3.5 Perkembangan Fisik Remaja

Pertumbuhan fisik pada masa remaja, berlangsung sangat pesat. Dala

m perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu cir

i-ciri seks primer dan seks sekunder (Putra, 2013) yaitu:

1. Pertumbuhan Fisik ”Kematangan Seks Primer”

Kematangan seks primer adalah ciri-ciri yang berhubungan deng

an kematangan fungsireproduksi. Kematangan seks primer bagi re

maja perempuan ditandai dengan datangnya menstruasi (menarche)

Dengan timbulnya kematangan primer ini remaja perempuan mera

sa sakit kepala, pinggang, perut, dan sebagainya yang menyebabka

n meras capek, mudah lelah, cepat marah. Adapun kematangan sek

s primer bagi remaja laki-laki ditandai dengan mimpi basah (noetur

nal emmission).

2. Pertumbuhan Fisik ”Kematangan Seks Skunder”

Karekteristik seks skunder yaitu ciri-ciri fisik yang membedaka

n dua jenis kelamin. Perubahan ciri-ciri skunder pada remaja laki-

laki nampak seperti timbulnya “pubic hair” rambut di daerah alat

kelamin, timbulnya “axillary hair” rambut di ketiak, seringkali tu

mbuh dengan lebat rambut di lengan, kaki, dan dada, kulit menjad

i lebih kasar dari pada anak-anak, timbulnya jerawat, kelenjar keri


ngat bertambah besar dan bertambah aktif sehingga banyak kerin

gat keluar. Otot kaki dan tangan membesar, dan timbulnya peruba

han suara.Karakteristik seks skunder remaja perempuan ditandai s

eperti perkembangan pinggul yang membesar dan menjadi bulat,

perkembangan buah dada, timbul “pubic hair’ rambut di daerah k

elamin, tumbul “axillary hair” rambut di ketiak, kulit menjadi kas

ar dibandingkan pada anak-anak, timbul jerawat, kelenjar keringat

bertambah aktif sehingga banyak keringat yang keluar dan tumbu

hya rambut di lengan dan kaki.

2.3.6 Karakterisktik Remaja

Menurut (Titisari dan Utami, 2013) karakteristik perilaku dan pribadi

pada masa remaja meliputi aspek:

a. Perkembangan Fisik-seksual

Laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, dan munculn

ya ciri-ciri sekssekunder dan seks primer

b. Psikososial

Dalam perkembangan sosial remaja mulai memisahkan diri dari or

angtua memperluas hubungan dengan teman sebayanya.

c. Perkembangan Kognitif

Ditinjau dari perkembangan kognitif, remaja secara mental telah be

rpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak

d. Perkembangan Emosional

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembanga

n emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seks


ual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan d

an dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya seperti peras

aan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim denga

n lawan jenis

e. Perkembangan Moral

Remaja berada dalam tahap berperilaku sesuai dengan tuntutan dan

harapan kelompok dan loyalitas terhadap norma atau peraturan yan

g berlaku yang diyakininya maka tidak heranlah jika diantara remaj

a masih banyak yang melakukan pelecehan terhadap nilai-nilai sep

erti tawuran, minum minuman keras dan hubungan seksual diluar n

ikah.

f. Perkembangan Kepribadian

Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembang

an dan integrase kepribadian

2.4 Pengetahuan

2.4.1 Definisi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014:147) pengetahuan merupakan hasil “tah

u” dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap

suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia

yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Seb

agian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting unt

uk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).


Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. P

engetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, di mana diha

rapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut aka

n semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi yang perlu ditekanka

n adalah bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak be

rpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan peng

etahuan tidak mutlak dipengaruhi oleh pendidikan formal saja, akan tet

api dapat diperoleh juga dari pendidikan non formal (Wawan dan Dewi

2011:11).

2.4.2 Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014:148) pengetahuan yang dicakup dialam d

omain kognitif mempunyai enam tingkatan, yakni :

1) Tahu(Know)

Tahu dapat diartikan sebagai pengingat suatu materi yang dipelaj

ari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari selu

ruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Ole

h sebab itu, “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa s

aja yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefi

nisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2) Memahami(Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpret

asikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhad

ap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari.

3) Aplikasi(Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan mat

eri yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hu

kum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau si

tuasi yang lain.

4) Analisis(Analysys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan teori atau su

atu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam strukt

ur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Analisis mer

upakan kemampuan untuk menggambarkan, mengidentifikasi, me

misahkan, dan sebagainya.

5) Sintesis(Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggab

ungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang bar

u. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun fo

rmulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada seperti dapat meny

usun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaik


an, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan- rumusan yan

g telah ada.

6) Evaluasi(Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berda

sarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kri

teria-kriteria yang telah ada.

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2011), faktor-faktor yang mempengaruh

i pengetahuan terbagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Faktor internal

a) Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga peri

laku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi d

alam bersikap. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan sese

orang semakin mudah menerima informasi.

b) Usia

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirk

an sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kema

tangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpi

kir dan bekerja.

c) Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah peng

etahuan tentang sesuatu yang bersifat informasi.


d) Kepribadian

Merupakan organisasi dari pengetahuan dan sikap-sikap yang

dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilakuny

a.

2. Faktor eksternal

a) Lingkungan

Lingkungan merupakan suatu kondisi yang ada disekitar man

usia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembang

an dan perilaku orang atau kelompok.

b) SosialBudaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mem

pengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

2.4.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003:11) cara untuk memperoleh pengetahuan

adalah sebagai berikut :

1) Cara Kuno dalam Memperoleh Pengetahuan

a) Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mun

gkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan

dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masal

ah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba ke

mungkinan yang lain sampai masalah tersebut bisa dipecahkan.

b) Cara Kekuasaan atau Otoritas


Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin- pemimpi

n masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang

pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain menerima mempun

yai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, ta

npa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya b

aik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

c) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memp

eroleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalam

an yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan ya

ng dihadapi di masa lalu.

2) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebu

t dengan metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan

oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh De

obold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan pene

litian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.


2.5 Kerangka Teori

Tahap Perkembangan Remaja

Remaja Awal Remaja tengah Remaja akhir


(12-15) tahun (15-18) tahun (18-21) tahun

Kekerasan Seksual

Penyebab Kekerasan Seksual

1.Kurangnya Pengetahuan

2.Kekuasaan

3.Lingkungan Pertemanan

4..Pengaruh Media Massa

Kerangka Teori Pendidikan Kesehatan Dengan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang


Kekerasan Seksual

Anda mungkin juga menyukai