MiniPRO PKM GUBUG 1
MiniPRO PKM GUBUG 1
Disusun oleh :
dr. Nisa Mahmudah
Pendamping :
dr. Icha Zulizza Permata Sari
KABUPATEN GROBOGAN
2023
2
HALAMAN PENGESAHAN
MINI PROJECT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malnutrisi masih menjadi permasalahan utama pada bayi dan anak di
bawah lima tahun (balita) secara global. Data World Health Organization
(WHO) tahun 2020 menunjukkan 5,7% balita di dunia mengalami gizi lebih,
6,7% mengalami gizi kurang dan gizi buruk, serta 22,2% atau 149,2 juta
menderita stunting (malnutrisi kronik). Prevalensi stunting secara global
tersebut tergolong kategori tinggi karena berada antara 20% - <30%. Berdasar
global hunger index (GHI) 2021, Indonesia berada urutan ke – 73 dari 116
negara dengan hunger score moderat. Indicator yang termasuk dalam GHI
adalah prevalensi wasting dan stunting pada anak anak dibawah lima tahun.
Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi utama pada balita di
Indonesia yang belum teratasi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menunjukkan prevalensi balita dengan status pendek dan sangat pendek di
Indonesia adalah 37,2% pada tahun 2013, dan menurun menjadi 30,8% pada
tahun 2018. Sedangkan untuk baduta, prevalensi pada tahun 2018 sebesar
29,9% yang mengalami penurunan dari 32.8% pada tahun 2013. Studi Status
Gizi Indonesia (SSGI) 2021 di 34 provinsi menunjukkan angka stunting
nasional turun dari 27,7% tahun 2019 menjadi 24.4% di tahun 2021.
Prevalensi tersebut mengalami penurunan, namun berdasarkan kriteria WHO
masih tergolong kategori tinggi (>20%). (Kemkes RI, 2022)
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013, data
prevalensi stunting di Kabupaten Grobogan termasuk kategori tinggi dengan
prevalensi sebesar 54,9% dan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Tahun 2018 sebesar 32,9%. Sehingga pada Tahun 2018 Pemerintah Pusat
menetapkan Kabupaten Grobogan sebagai salah satu wilayah prioritas
penanganan stunting di tingkat nasional dan provinsi. Pemerintah melalui
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia telah menyusun sebuah sistem informasi gizi terpadu berbasis
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penguraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas,
didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana upaya dalam
mencegah stunting di wilayah kerja Puskesmas Gubug 1?”
C. Tujuan
1. Umum:
Terrcapai tingkat kinerja puskesmas yang berkualitas secara optimal
dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan.
2. Khusus:
a. Mendapatkan gambaran tingkat kinerja Puskesmas (hasil
cakupan kegiatan, mutu kegiatan dan manajemen UPTD Puskesmas
Gubug 1 pada akhir tahun kegiatan).
b. Mendapatkan masukan untuk penyusunan rencana kegiatan
Puskesmas di tahun yang akan datang.
c. Dapat melakukan identifikasi dan analisa masalah, mencari penyebab
masalah di wilayah kerjanya berdasarkan kesenjangan pencapaian
kinerja.
d. Dapat menetapkan tingkat urgensi suatu kegiatan untuk
dilaksanakan segera pada tahun yang akan datang berdasarkan
prioritasnya.
e. Mengetahui tingkat kinerja Puskesmas berdasarkan urutan
kategori kelompok penilaian.
D. Manfaat
1. Bagi peneliti.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 STUNTING
A. Definisi Stunting
Ada dua hal penting dalam periode ini yaitu melakukan inisiasi
menyusu dini (IMD) dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif.
Inisiasi menyusu dini adalah memberikan kesempatan kepada bayi baru
lahir untuk menyusu sendiri pada ibunya dalam satu jam pertama
kelahirannya. Dalam 1 jam kehidupan pertamanya setelah dilahirkan ke
dunia. Sangat bermanfaat karena bayi akan mendapatkan kolostrum
yang terdapat pada tetes ASI pertama ibu yang kaya akan zat kekebalan
tubuh. Selain itu IMD bermanfaat bagi pemulihan uterus ibu.
(Kemenkes RI, 2017).
Kolustrum merupakan ASI terbaik yang keluar pada hari ke 0-5
setelah bayi lahir yang mengandung antibodi (zat kekebalan) yang
melindungi bayi dari zat yang dapat menimbulkan alergi atau infeksi
(Handy, 2010).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI setelah lahir sampai bayi
berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya kegagalan pemberian ASI Eksklusif antara lain
adalah karena kondisi bayi yaitu BBLR, kelainan kongenital, terjadi
infeksi, dan lain-lain; serta karena faktor dari kondisi ibu yaitu
pembengkakan/abses payudara, cemas dan kurang percaya diri, ibu
kurang gizi, dan ibu ingin bekerja. Selain itu, kegagalan menyusui dapat
disebabkan oleh ibu yang belum berpengalaman, paritas, umur, status
perkawinan, merokok, pengalaman menyusui yang gagal, tidak ada
dukungan keluarga, kurang pengetahuan, sikap, dan keterampilan,
faktor sosial budaya dan petugas kesehatan, rendahnya pendidikan
laktasi pada saat prenatal dan kebijakan rumah sakit yang tidak
mendukung laktasi atau pemberian ASI Eksklusif. WHO
merekomendasikan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama
dan pemberian ASI diteruskan hingga anak berusia 2 tahun.
11
insiden, durasi dan keparahan penyakit yang lebih tinggi seperti diare yang
berkontribusi terhadap kekurangan gizi. (Kumar, et al., 2006). Selain itu,
durasi pemberian ASI yang berkepanjangan merupakan faktor risiko untuk
stunting (Teshome, 2009).
Di Indonesia, perilaku ibu dalam pemberian ASI ekslusif memiliki
hubungan yang bermakna dengan indeks PB/U, dimana 48 dari 51 anak
stunted tidak mendapatkan ASI eksklusif (Oktavia, 2011).
4. Infeksi
No Kelompok Energi
Umur (Kkal)
1 0-6 Bulan 550
2 7-11 Bulan 725
3 1-3 Tahun 1125
4 4-6 Tahun 1600
Sumber: Depkes, 2013
19
2. Asupan Protein
Kekurangan zat gizi protein merupakan faktor utama dalam kondisi yang
sudah dikenal dengan sebutan kwarshiorkor, dimana akan ada perlambatan
pertumbuhan dan pematangan tulang (Assis et al., 2004). Penelitian yang
dilakukan oleh Stephenson et al. (2010) juga menyebutkan hal yang sama,
pada anak usai 2–5 tahun di Kenya dan Nigeria asupan protein yang tidak
adekuat berhubungan dengan kejadian stunting.
G. Jenis Kelamin
Faktor budaya juga dapat mempengaruhi status gizi pada anak laki-
laki dan perempuan. Pada beberapa kelompok masyarakat, anak
perempuan mendapat prioritas yang lebih rendah dibandingkan laki- laki
dalam pengaturan konsumsi pangan. (Soehardjo, 1989).
Penelitian lain menunjukkan bahwa presentasi kejadian stunting pada
balita laki- laki lebih besar daripada kejadian stunting pada perempuan. Hal
ini boleh jadi disebabkan karena balita laki- laki pada umumnya lebih aktif
daripada balita perempuan. Balita laki- laki pada umumnya lebih aktif
bermain di luar rumah, seperti berlarian, sehingga mereka lebih mudah
bersentuhan dengan lingkungan yang kotor dan menghabiskan energi yang
lebih banyak, sementara asupan energinya terbatas (Martianto dkk, 2008).
H. Berat Lahir
kelangsungan hidup bayi yang baru lahir dan berhubungan dengan risiko
tinggi pada anak. Berat lahir pada umumnya sangat terkait dengan
pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang. Sehingga, dampak
lanjutan dari BBLR dapat berupa gagal tumbuh (grouth faltering).
Seseorang bayi yang lahir dengan BBLR akan sulit dalam mengejar
ketertinggalan pertumbuhan awal. Pertumbuhan yang tertinggal dari yang
normal akan menyebabkan anak tersebut menjadi stunting (Onetusfifsi P,
2016).
I. Jumlah Anggota Rumah Tangga
Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan.
Suhardjo (2003) mengatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara
besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah
anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan
meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi
pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu
keluarga besar, mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya
setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk
mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar.
Lingkungan keluarga yang selalu ribut akan mempengaruhi
ketenangan jiwa, dan ini secara langsung akan menurunkan nafsu makan
anggota keluarga lain yang terlalu peka terhadap suasana yang kurang
mengenakan, dan jika pendapatan keluarga hanya pas-pasan sedangkan
jumlah anggota keluarga banyak maka pemerataan dan kecukupan
makanan didalam keluarga kurang terjamin, maka keluarga ini bisa
disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah
tercukupi dengan demikian penyakitpun terus mengintai (Apriadji, 1996).
Balita yang mengalami stunting lebih banyak terdapat pada
keluarga yang jumlah anaknya ≥ 3 orang, jika dibandingkan dengan
keluarga yang jumlah anaknya < 3 orang. Meskipun demikian, tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan kejadian
23
J. Pendidikan Ibu
Pengaruh ibu yang bekerja terhadap hubungan antara ibu dan anaknya
sebagian besar sangat bergantung pada usia anak dan waktu ibu kapan mulai
bekerja. Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu
yang cukup bagi anak-anak dan keluarga (Hurlock, 1999 dalam Suyadi,
26
2009).
Dalam keluarga peran ibu sangatlah penting yaitu sebagai pengasuh anak
dan pengatur konsumsi pangan anggota keluarga, juga berperan dalam usaha
perbaikan gizi keluarga terutama untuk meningkatkan status gizi bayi dan
anak. Para ibu yang setelah melahirkan bayinya kemudian langsung bekerja
dan harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore akan membuat bayi
tersebut tidak mendapatkan ASI. Sedangkan pemberian pengganti ASI
maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya. Hal ini
menyebabkan asupan gizi pada bayinya menjadi buruk dan bisa berdampak
pada status gizi bayinya (Pudjiadi, 2000 dalam Suyadi, 2009).
M. Pekerjaan Ayah
BAB III
METODE PENERAPAN KEGIATAN
A. GAMBARAN UMUM SITUASI UPTD PUSKESMAS
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Gubug I merupakan salah
satu dari 30 Puskesmas yang ada di Kabupaten Grobogan, terletak di desa
Panunggalan, Kecamatan Pulokulon. Adapun batas wilayah Puskesmas
Pulokulon I adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Kebonagung, Kab. Demak
Sebelah Selatan : Kecamatan Tanggungharjo
Sebelah Timur : Kecamatan Godong dan Karangrayung
Sebelah Barat : Kecamatan Tegowanu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah di Puskesmas
Gubug 1 tahun 2023, penilaian masalah prioritas tersebut ditentukan
berdasarkan data laporan tahunan puskesmas, wawancara dengan pemegang
program dan pimpinan puskesmas. Permasalahan ini tidak hanya dilihat dari
kesenjangan antara target dan pencapaian, tetapi juga dilihat dari urgensi,
seriousness, dan growth. Didapatkan lapaoran hasil mengenai Penilaian
Kinerja Puskesmas (PKP) dibidang Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
sebagai berikut :
Berdasarkan tabel diatas pada tahun 2023 didapatkan hasil capaian UKM
umtuk Kesehatan gizi di Puskesmas Gubug 1 tercapai sesuai target dan sasaran,
namun berdasarkan hasil temuan anak dengan stunting masih ditemukan hal
tersebut menjadikan permaslahan Dimana program gizi tercapai namun angka
stunting masih cukup tinggi di wilayah kecamatan gubug dan semakin meningkat
sejak tahun 2020. Sehingga perlu dilakukan evaluasi program atau usulan
program baru dalam Upaya pencegahan stunting, mengingat masalah stunting di
Indonesia menjadi salah satu masalah prioritas.
35
1 Tingkat pengetahuan 5 5 5 15 I
5 Sanitasi Buruk 4 5 4 13 V
Skala Likert :
1. Sangat kecil
2. Kecil
3. Sedang
4. Besar
5. Sangat Besar
Table 3. Rekap Data Gizi Balita Per Desa Bulan Oktober 2023
38
Setelah dilakukan analisis data selanjutnya dilakukan analisis masalah untuk menentukan masalah dari sebab akibat.
Analisis masalah yang digunakan adalah analisis dengan menggunakan diagram Ishikawa disebut juga diagram fish bone,
atau cause-and- effect matrix.
39
MAN METODE
dengan sanitasi)
d. -
e. Ketidakpatuhan meminum tablet Fe - KIE pada ibu hamil pentingnya
meminum tablet Fe selama
kehamilan dan pemantaun oleh
kader serta suami atau keluarga
dengan program AJU CENNING
(Ajak ibu Cegah Anemia Sedini
Mungkin), termasuk di dalamnya
keterlibatan anggota keluarga,
sehingga dapat berperan sebagai
PMO
- Sosialisasi cara meminum tablet Fe
yang benar
f. Pembinaan kader yang kurang - Diadakan pembinaan kader dengan
maksimal program IKATAN CINTA (ibu
kader cekatan cegah anemia),
dengan video edukasi yang dikirim
di WAG atau tatap muka secara
langsung
- Pelatihan kader posyandu untuk
bisa melakukan teknik pengukuran
TB, BB, LILA,LK dengan benar
dan melakukan plotting dengan
benar
- Pembentukan kader mandiri untuk
memantau balita stunting dengan
KEPING (kader peduli stunting)
g. Kurangnya pengetahuan tentang - KIE calon pengantin dengan
stunting CATIN GANTENG (calon
pengantin cegah stunting) dan
pemberian brosur/leaflet tentang
stunting
- Melakukan skrining gizi dan Hb
pada Catin
- KIE ibu hamil tentang stunting,
42
3. Material
a. Media promosi masih kurang - Menambah media promosi tentang
stunting seperti pembuatan poster,
video, penggunaan Whatsapp serta
media sosial.
b. Menu makanan kurang gizi - Mengadakan kelas memasak
makanan dengan kandungan tinggi
zat gizi
c. Tablet Fe tidak disukai - Edukasi cara meminum tablet Fe
d. Tidak semua ibu hamil dan - Pembuatan poster dan leaflet di
kader memiliki HP untuk tempat tempat umum atau bekerja
mengakses informasi sama dengan promkes puskesmas
kartasura untuk diadakan
penyuluhan
e. Kertesediaan alat pengecekkan - Melalui KIE dengan menyarankan
Hb terbatas untuk pengecekkan mandiri di
faskes terdekat yang memiliki
pelayanan cek lab
- Pengadaaan dana BOK untuk
pengadaan alat untuk pengecekkan
hb
4. Money
a. Tidak semua desa memiliki - Musyawarah rencana pembangunan
ADD desa untuk di adakan ADD guna
terlaksanya program pencegahan
stunting
b. Belum semua masyarakat - Sosialisasi dan pendataan ulang
memiliki JKN kepemilikan JKN
5. Environtment
44
g. Pengawasan Program
Pengawasan program dilakukan oleh masing-masing bidan desa.
Bidan desa akan melakukan follow up di grup Whatsapp.
h. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Program
Program dilaksanakan di Kecamatan Gubug, dimana penyuluhan
dan pembinaan dilakukan secara langsung. Waktu pelaksanaan yaitu
sejak mulai dibuat grup Whatsapp setelah dilakukan penyuluhan dan
pembinaan.
i. Indikator Program
1) Terlaksananya pembinaan kader dengan memberikan komunikasi,
informasi, serta edukasi mengenai pencegahan stunting.
2) Terkoordinasinya ibu kader dan bidan desa dalam program KEPING
3) Terbentuk grup Whatsapp sebagai sarana pelaporan ibu hamil risti
4) Bidan desa melakukan follow up kepada kader KEPING melalui
grup Whatsapp.
5) Angka kejadian stunting di Kecamatan Gubug menurun sesuai
target.
j. Target Program
Target dari program KEPING adalah tercapainya target cakupan ibu
hamil risiko tinggi dan Baduta gizi kurang di Kecamatan Gubug pada
tahun 2024.
k. Kegitan, Tujuan dan Sasaran Program
Tabel 2. Rencana Kegiatan, Tujuan Dan Sasaran Program KEPING
melaporkan, serta
memantau ibu hamil
dengan risti dan
baduta di
wilayahnya.
Sosialisasi, -Masyarakat - KEPING
komunikasi, -Ibu hamil mampu
informasi, dan melakukan
edukasi secara edukasi pada
langsung dengan tentag
membentuk stunting,
kelompok kelompok factor risiko
kecil di pos yang
posyandu dan mempengaruhi
Whatsapp group dan
mengenai stunting pencegahanya
untuk meningkatkan kepada
pengetahuan masyarakat.
sehingga dapat - Melaporkan,
memberikan memantau dan
edukasi dan mengawasi,
informasi kepada serta
masyarakat membantu
termasuk ibu hamil dalam
di wilayahnya. pencegahan
dan
pengobatan
ibu hamil risti
dan baduta
dengan gizi
kurang.
51
Nama
Kegiatan/ Rencana Tujuan Sasaran Penanggungj Sumber Ket
Program Kegiatan awab dan dana
Pelaksana
KEPING 1. Pelati Kader KEPING Seluruh kader PJ UKM, PJ BOK,
(Kader han kader terbina agar posyandu PROMKES, PJ Swadaya,
dapat
Peduli posyandu wilayah kerja KIA-KB, Bidan Alokasi
melakukan
Stunting) untuk bisa pengukuran dan PKM Gubug 1 Desa. Dana
melakukan plotting dengan Desa
benar
teknik (Musyaw
pengukuran arah
TB, BB, Rencana
LILA,LK Pembang
dengan benar unan
dan melakukan Desa)
plotting dengan
benar
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan data PKP hasil kegiatan UKM di puskesmas Gubug tahun
2023 didapatkan jumlah baduta dengan stunting sebanyak 82 dan
didapatkan kasus ibu hamil risti sebesar 45 dengan KEK, anemia 9.
2. Cakupan kejadian stunting masih tinggi disebabkan oleh beberapa hal,
seperti kurangnya pengetahuan masyarakat serta kader dan program
sebelumnya belum optimal.
3. Kurangnya pengawasan, pengendalian dan pemantauan kasus stunting di
wilayah kerja Puskesmas Gubug 1.
4. Kurangnya pengetahuan dan pemantauan anemia terhadap remaja putri
dan calon manten.
5. Kurang optimalnya program pencegahan stunting.
6. Pembinaan KEPING (Kader Peduli Stunting) dengan pelatuhan,
sosialisasi dan KIE secara langsung dan evaluasi serta pemantauan
melalui grup Whatsapp diharapkan mampu mencegah kejadian stunting
di wilayah kerja Puskemas Gubug 1.
B. SARAN
1. Pihak Puskesmas dan bidan desa menjalin komunikasi dan kerja sama
dengan kader, petugas KUA dan pihak sekolah agar program ini
terlaksana dengan baik.
2. Menindak lanjuti inovasi program KEPING untuk dimasukkan ke
program puskesmas pada tahun 2024.
54
DAFTAR PUSTAKA
Academy of Nutrition and Dietetics. International Dietetics dan Nutrition
Terminology (IDNT) Reference Manual 4th ed. Chicago: Academy of
Nutrition and Dietetics; 2013. 56.
Almatsier S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Bloem MW, de Pee S, Hop LT, Khan NC, Laillou A, Minarto, et al. Key
strategies to further reduce stunting in Southeast Asia: Lessons from
the ASEAN countries workshop. Food Nutr Bull. 2013; 34(2 Supl.): S8-
S16.
Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, dkk. Maternal and child undernutrition: global
and regional exposures and health consequences. Lancet.
2008;371:243-60.
Bloem MW, Pee SD, Hop LT, dkk. 2013. Key strategies to further reduce
stunting in Southeast Asia: Lessons from the ASEAN countries
workshop. Food and Nutrition Bulletin: 34:2
Dekkar, L.H., Plazas, M.M., Bylin, C.M.A dan Villamor, E. 2010. Stunting
assosiated with poor socioeconomic and maternal nutrition status and
respiratory morbidity in Colombian schoolchildren. Food and Nutrition
Bulletin. 31: 2
Destarina R. Faktor risiko anemia ibu hamil terhadap panjang badan lahir
pendek di Puskesmas Sentolo 1 Kulon Progo DI Yogyakarta. Gizi
Indonesia 2018; 41(1):39-48
Yulidasari F. 2013. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP- ASI) Sebagai
Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kota
Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah MAda
Fitri. 2012. Berat lahir sebagai faktor dominan terjadinya stunting pada baduta
(12-59 bulan) di Sumatera. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Hien, N.N. dan Kam, S. (2008) Nutritional status and the characteristics
related to malnutrition in children under five years of age in Nghean,
Vietnam. J. Prev. Med. Public Health, 41, 232–240.
Indonesia. Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK).
Jakarta: Republik Indonesia, 2013.
Izzati RF, Mutalazimah M. Energy, protein intake, and chronic energy
deficiency in pregnant women: a critical review. Proc Int Conf Heal Well-
Being (ICHWB 2021). 2022;49:70–7. doi: 10.2991/ahsr.k220403.010.
Kalanda, BF, FH Verhoeff, dan BJ Brabin. 2006. Breast and Complementary
Feeding Practices In Relation to Morbidity and Growth In Malawian
Infants. European Journal of Clinical Nutrition 60: 401–407.
Kemenkes RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, p.40.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Warta kesmas; gizi investasi masa depan
bangsa. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Publikasi Stunting Tingkat Kecamatan dan Desa Th. 2022 berisi informasi
tentang prevalensi stunting di setiap kecamatan dan desa di Kabupaten
Grobogan, https://bappeda.grobogan.go.id/
57
58
59