ABSTRAK
PT X melakukan kegiatan penambangan batu gamping di tiga desa dan penambangan tanah lihat di empat desa
sebagai bahan baku produksi semen. Kegiatan penambangan tersebut berpotensi menyebabkan pencemaran
udara melalui kegiatan pengupasan tanah pucuk dan pengangkutan material tambang menggunakan kendaraan
berat. Maka dari itu, dilakukan analisis persebaran pencemaran udara menggunakan software AERMOD
dengan mengikuti distribusi normal atau distribusi Gauss. Penentuan tingkat efektivitas dilakukan dengan cara
membandingkan hasil model AERMOD dan hasil pemantauan kualitas udara di desa-desa sekitar lokasi
tambang. Pemodelan ini dilakukan untuk memperkirakan dispersi polutan akibat kegiatan penambangan bahan
baku semen. Selain itu, hasil pemodelan digunakan untuk mengetahui efektivitas pengelolaan lingkungan
berkaitan dengan penurunan kualitas udara yang dilakukan oleh PT X. Hasil pemodelan parameter Total
Suspended Particulate (TSP) selama periode 1 (satu) tahun akibat kegiatan pengupasan tanah pucuk
menunjukkan bahwa lingkup sebaran emisi TSP dominan di dalam lokasi tapak tambang dengan konsentrasi
700 – 3.500 μg/Nm3. Wilayah persebaran debu akan membentuk kurva yang menghubungkan tambang batu
gamping dan tambang tanah liat, sehingga daerah di antara kedua tambang tersebut akan mendapatkan paparan
konsentrasi debu 500 – 700 μg/Nm3. Lalu untuk pemodelan TSP yang timbul akibat kegiatan pengangkutan
hasil tambang, menunjukan sebaran konsentrasi TSP dari pengangkutan hasil tambang memiliki konsentrasi
0,02 – 0,05 μg/m3. Hasil prediksi ini berada di sekitar tambang tanah liat dan sebagian sisi utara sejauh 4 km.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas udara di tujuh desa sekitar area tambang selama tahun 2019 hingga
2020 memiliki kualitas yang baik karena nilai yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan hasil pemodelan
yang dilakukan untuk kegiatan pengupasan tanah pucuk. Namun nilai yang dihasilkan lebih tinggi, jika
dibandingkan dengan kegiatan hauling. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pengelolaan yang
dilakukan berjalan dengan efektif. Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan perusahaan tambang bahan
baku semen ini, yaitu pembuatan green barrier dengan jenis tanaman mahoni, angsana, aksia, tanjung pada
sisi terluar area tambang. Selain itu dengan penutupan truk pengangkut material dan penyiraman jalan.
Kata-kata kunci: penambangan, semen, pemodelan, TSP, pengelolaan lingkungan.
1. PENDAHULUAN
Udara dibedakan menjadi udara emisi dan udara ambien. Udara emisi yaitu udara yang dikeluarkan oleh
sumber emisi seperti cerobong gas buang industri. Sedangkan Udara Ambien adalah udara bebas di permukaan
bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
berpengaruh terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur Lingkungan Hidup lainnya. Untuk
mendapatkan udara ambien yang berkualitas baik perlu dilakukan pengendalian pencemaran udara.
Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu udara ambien yang telah ditetapkan (PP No.22
Tahun 2021). Hasil pengukuran kualitas udara ambien tersebut dapat diketahui kualitas udara ambien jenis
kawasan dan jenis polutan. Untuk mengetahui jenis kawasan dan jenis polutan yang dapat mempengaruhi
kualitas udara ambien, salah satunya dapat dilakukan dengan mengelompokkan jenis kawasan dan jenis polutan
tersebut. Dari hasil pengelompokan kemudian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari
solusi untuk mengatasi kualitas udara ambien yang mulai menurun. Pengendalian pencemaran udara dapat
dilakukan salah satunya dengan memantau atau mengukur kualitas udara, baik udara ambien ataupun udara
emisi dari berbagai aktivitas baik rumah tangga, wilayah, industri kecil, maupun industri skala besar.
PT X merupakan industri semen terbesar di Indonesia. Salah satu lokasi penambangan PT X berlokasi di
Kabupaten Tuban. Tahapan proses industri semen dimulai dari kegiatan penambangan raw material, kemudian
kegiatan produksi semen hingga proses distribusi. Bahan baku utama industri semen adalah batu gamping dan
tanah liat. Bahan tambahan lainnya adalah pasir besi dan pasir kuarsa, serta gypsum (Mulyani, 2011).
Pemenuhan kebutuhan raw material untuk proses produksi semen, dilakukan dengan kegiatan penambangan
batu gamping dan tanah lihat. Lokasi tambang bahan baku PT X, terdapat di tujuh desa. Penambangan batu
gamping berada di Desa A, B, dan C terdapat pada Gambar 1, sedangkan lokasi tambang tanah liat berada di
Desa D, E, F dan G di Kabupaten Tuban terdapat pada Gambar 2.
Kegiatan penambangan raw material pada tahapan pengupasan tanah pucuk berpotensi dalam penurunan
kualitas udara ambien. Untuk memperkirakan dispersi polutan akibat kegiatan pengupasan tanah pucuk
kemudian dilakukan analisis persebaran pencemaran udara menggunakan software AERMOD. Pada model ini
perilaku polutan mengikuti distribusi normal atau distribusi Gauss. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektivitas pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh PT X khususnya dalam pengendalian
dampak penurunan kualitas udara. Penentuang tingkat efektivitas dilakukan dengan cara membandingkan hasil
model dengan hasil pemantauan kualitas udara di desa-desa sekitar lokasi tambang.
2. METODOLOGI PENELITIAN
a. Sumber data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan referensi yang diperoleh dari jurnal, buku, dan
sumber lainnya yang berkaitan dengan disperse polutan berupa debu di udara. Data sekunder yang
digunakan untuk analisis sebaran polutan adalah sebagai berikut:
1. Data kondisi meteorologi Kabupaten Tuban selama 5 tahun
2. Data pengukuran kualitas udara ambien di Desa Karangasem, Temaji, Mliwang, Sumberarum,
Temandang, Pongpongan, Sugihan, dan Tobo, Kabupaten Tuban 2 tahun terakhir (2019 – 2020)
b. Metode analisis
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Analisis Data Meteorologi
Data meteorologi yang dianalisis yaitu faktor-faktor meteorologi meliputi mawar angin (wind rose),
analisis stabilitas atmosfer, dan analisis profil kecepatan angin. Data meteorologi dianalisa
menggunakan software AERMET yang merupakan integrasi dari software AERMOD.
2. Pembuatan Model Dispersi
Pembuatan model dispersi menggunakan software AERMOD. AERMOD merupakan model dispersi
polutan yang dikembangkan oleh United State Environmental Protection Agency (EPA). Persamaan
dasar yang digunakan pada model AERMOD menggunakan prisip dasar fungsi Gaussian. Persamaan
ini digunakan untuk pemodelan sumber tunggal (Visscher, 2014). Model dispersi Gauss dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan 1 di bawah ini:
2 2
𝑄
𝐶(𝑥 , 𝑦, 𝑧: 𝐻) = 𝑒𝑥𝑝 [− 1 ( 𝑦2)] {[− 1 (𝑧−𝐻
2
1
)] + 𝑒𝑥𝑝 [− (𝑧−𝐻
2
)] } (1)
2𝜋𝜎𝑦 𝜎𝑧 𝑢 2 𝜎 2 𝜎 2 𝜎
𝑦 𝑧 𝑧
dengan C = konsentrasi polutan pada suatu titik (x,y,z (gm -3) , Q = laju emisi (gs-1) 𝜎𝑦 𝜎𝑧 = koefisien
penyebaran horisontal (y) dan vertikal (z), merupakan fungsi dari jarak (x) , u = kecepatan angin
rata-rata pada ketinggian cerbong (ms-1) , x = kepulan horizontal dari sumber pencemar searah arah
angin (m) , y = kepulan horizontal tegak lurus arah angin (m) , z = kepulan vertikal dari permukaan
(m) , H = ketinggin efektif (m).
Menurut Dewi dkk. (2018) menyatakan bahwa manfaat lain dari model dispersi Gauss ini adalah
perusahaan dapat melakukan pemantauan kualitas udara yang efektif dan representatif secara real
time. Pada penelitian ini pemodelan yang dilakukan hanya memperhitungkan pencemar yang berasal
dari kegiatan penambangan dan pengangkutan material tambang. Aktivitas lain seperti cerobong
industri, kendaraan bermotor, debu serta industri lain bukan merupak objek penelitian.
a. Model dispersi polutan dari kegiatan pengupasan tanah pucuk
Pembuatan model dispersi meliputi penentuan laju emisi dari kegiatan penambangan, penentuan
grid receptor, analisis elevasi dan topografi lokasi serta analisis kontur dispersi polutan.
b. Model dipersi polutan dari kegiatan pemuatan dan pengangkutan material tambang
Pembuatan model disperse meliputi analisis ritase kendaraan pengangkut serta perhitungan laju
emisi dari kegiatan pengakutan material tambang. Kemudian dilanjutkan dengan analisis kontur
dispersi polutan.
UTARA
BARAT TIMUR
Kecepatan
angin
(m/detik)
SELATAN
calms
𝐸 = EF.VKT (4)
dengan
EF = Emission Factor (kg/VKT)
s = surface material silt content (%)
Wfleet = Fleet average weight of vehicle classes on the segment road (Metric tonnes)
VKT = Vehicle Kilometres Traveled (Jarak yang ditempuh)
E = Uncontrolled size specific emissions (kg)
Penentuan emisi TSP (partikulat) sangat tergantung dari silt content yang terdapat di lokasi
kegiatan. Penentuan silt content dapat mengacu pada Tabel 1 berikut ini dalam memasukkan nilai
ke dalam pemodelan AERMOD nantinya.
Beberapa asumsi dan pendekatan yang digunakan dalam perhitungan dampak penurunan kualitas udara
pada kegiatan pengangkutan hasil tambang, antara lain:
- Silt Content = 4,8 %
- Jumlah dump truck = 132 unit
- Kapasitas Angkut = 30-40 ton
- Berat Kosong Kendaraan = 15 ton
- Basis Perhitungan mengabaikan faktor hujan dan kelembaban tanah.
- Lebar jalan = 20 meter (jalan di luar bukaan tambang/out pit road),
= 15 meter (jalan di dalam bukaan tambang/in pit road)
- Kemiringan jalan = maksimal 10 %
Sehingga diperoleh faktor emisi emisi pada jalan tanpa perkerasan yaitu terdapat pada Tabel 2 di bawah
ini:
Tabel 2. Faktor emisi pada jalan tanpa perkerasan
KONSTANTA PM2,5 PM10 TSP
K(KG/VKT) 0,042 0,423 1,381
A 0,9 0,9 0,7
B 0,45 0,45 0,45
Beberapa parameter dimasukkan pada perhitungan terhadap persamaan dan konstanta di atas, diperoleh
nilai emisi untuk TSP, PM2.5 dan PM10 untuk setiap tahunnya. Nilai ini diambil dari US EPA Tahun 2006.
Hasil perhitungan emisi dari kegiatan pengankutan selama 1 tahun untuk operasional tambang batu
gamping disajikan pada Tabel 3, sedangkan hasil perhitungan emisi dari kegiatan pengangkutan 1 tahun
untuk operasional tambang tanah liat disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 3. Hasil perhitungan emisi dari kegiatan pengangkutan selama 1 tahun untuk operasional
tambang batu gamping
SUBSTA EF EF VKT VK TOTAL UNITS LAJU UNIT
NCE UNCONTROL (UNIT T RELEA EMIS
NAME LED S) UNI SE I
TS
TSP 2.296 KG/V 3.000.0 KM 6888,56 TONN 0,0016 GR/SEC.
KT 00 9 ES 61 M2
PM2,5 0,585 KG/V 3.000.0 KM 1755,64 TONN 0,0004 GR/SEC.
KT 00 3 ES 23 M2
PM10 0,059 KG/V 3.000.0 KM 175,564 TONN 4,23 X GR/SEC.
KT 00 ES 10-5 M2
Sumber : US EPA, 2006
Tabel 4. Hasil Perhitungan Emisi dari Kegiatan Pengangkutan Selama 1 Tahun untuk Operasional
Tambang Tanah Liat
SUBSTA EF EF VKT VK TOTAL UNITS LAJU UNIT
NCE UNCONTROL (UNIT T RELEA EMIS
NAME LED S) UNI SE I
TS
TSP 2,142 KG/V 3.208.0 KM 4730,21 TONN 0,0005 GR/SEC.
KT 00 4 ES 7 M2
PM2,5 0,546 KG/V 3.208.0 KM 1205,55 TONN 0,0001 GR/SEC.
KT 00 8 ES 45 M2
PM10 0,055 KG/V 3.208.0 KM 120,556 TONN 1,45 X GR/SEC.
KT 00 ES 10-5 M2
Sumber : US EPA, 2006
Gambar 5. Hasil pemodelan sebaran partikel debu (TSP) yang ditimbulkan dari kegiatan pengupasan
tanah pucuk tambang batu gamping dan tanah liat di tapak tambang PT X
Pada permodelan untuk sebaran konsentrasi TSP selama periode 1 (satu) tahun menunjukkan bahwa
lingkup sebaran emisi TSP dominan didalam lokasi tapak tambang dengan konsentrasi 700 – 3500
µg/Nm3. Menurut Dewi dkk. (2018) menyatakan bahwa polutan dengan konsentrasi maksimum jatuh
pada jarak yang dekat dengan sumber pencemar, hal ini dipengaruhi oleh peningkatan turbulensi
akibat peningkatan kecepatana gin yang menyebabakan polutan bergerak secara vertikal. Penyebaran
emisi diluar lokasi tambang memiliki konsentrasi yang relatif kecil antara 52-400 µg/Nm3. Pada sisi
selatan lokasi tambang yang memiliki perbedaan kontur cukup tajam, sebaran debu tidak menjangkau
area tersebut. Hal yang sama terjadi di wilayah barat lokasi tambang, dimana pada daerah tersebut
terjadi perbedaan kontur yang lebih tinggi. Selain perbedaan kontur, faktor lain yang mempengaruhi
adalah arah angin, dimana arah angin dominan bertiup dari arah barat daya sehingga pada sisi tersebut
tidak termasuk ke dalam sebaran polutan. Wilayah persebaran debu akan membentuk kurva yang
menghubungkan tambang Batu Gamping dan tambang tanah liat, sehingga daerah diantara kedua
tambang tersebut akan mendapatkan paparan konsentrasi debu 500 – 700 µg/Nm3.
Gambar 6. Hasil Permodelan Seran Partikel Debu (TSP) yang Ditimbulkan dari Kegiatan
Pengangkutan Hasil Tambang Batu Gamping dan Tanah Liat di Lokasi Tambang PT X
Hasil pemodelan sebaran TSP dari kegiatan pengangkutan bahan tambang menuju unit crushing plant
dan storage yard yang berada didalam lokasi kegiatan tambang, menunjukkan pola sebaran debu yang
membentuk alur kurva sesuai dengan trase jalan akses tambang menghubungkan lokasi jalan akses
tambang tanah liat dan jalan akses tambang batu gamping. Garis berwarna biru adalah rencana jalur
jalan akses sepanjang 7,1 km dan 10,7 km. Bangkitan emisi terbesar timbul di sisi utara lokasi tambang
dengan konsentrasi 0,002 µg/m3 sampai dengan 0,02 µg/m3. Hal ini dapat terjadi dikarenakan elevasi
wilayah di sisi utara tambang yang lebih rendah, sehingga sebaran partikel TSP cenderung menuju
arah yang lebih rendah. Area sisi selatan lokasi tambang, nyaris tidak mendapatkan dampak sebaran
partikel TSP dari kegiatan pengangkutan material hasil tambang. Sebaran konsentrasi TSP dari
pengangkutan hasil tambang dengan konsentrasi yang cukup signifikan 0,02 – 0,05 µg/m3
diprediksikan akan berada disekitar tambang tanah liat, dan sebagian sisi utaranya hingga sejauh 4
km.
Keterangan:
TW = Tri Wulan , *) = Hasil dari Pemodelan AERMOD , **) = Hasil dari Pemantauan Kualitas
Udara Ambien di Tambang Batu Gamping atau Tanah Liat
Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa kegiatan pengupasan tanah pucuk tambang batu gamping dan
tanah liat berpotensi menghasilkan konsentrasi polutan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kegiatan pengangkutan dan pemuatan material tambang (hauling). Selanjutnya, dilakukan
perbandingan hasil model dengan hasil pemantauan kualitas udara ambien di 8 (delapan) titik. Hasil
perbandingan menunjukan, kualitas udara ambien di 8 desa di sekitar lokasi tambang memiliki
kuallitas yang lebih baik karena nilainya yang lebih rendah dari hasil pemodelan. Dalam upaya
menjaga kualitas udara ambien, PT X melaksanakan pengelola lingkungan berupa pembuatan jalur
hijau, penghijauan teras, penanaman di sepanjang jalan tambang dan belt conveyor. Jenis tanaman
yang ditanam dijalur hijau yang mengelilingi lokasi tambang diantaranya adalah sengon, johar,
mahoni dan trembesi. Selain upaya penanaman, PT X juga melakukan penyiraman jalan tambang
khususnya pada musim kemarau. Penyiraman dilakukan di 4 (empat) blok tambang, dengan jadwal
penyiraman dilakukan setiap hari sebanyak 15 ritase/hari.
4. KESIMPULAN
Pemodelan prediksi distribusi polutan akibat kegiatan pengupasan tanah pucuk dan pengangkutan material
tambang dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (arah dan kecepatan angin serta stabilitas atmosfer) dan
topografi wilayah studi. Hasil model AERMOD dalam pemodelan ini merupakan model distribusi polutan pada
kondisi paling ekstrim serta tidak memperhitungan pengelolaan lingkungan. Apabila pengelolaan lingkungan
dilakukan dengan baik, prediksi dampak ekstrim dari distribusi polutan yang telah dimodelkan dengan
AERMOD di atas tidak akan terjadi. Hasil pemantauan kualitas udara ambien di desa sekitar area tambang
selama Tahun 2019 hingga 2020 memiliki kualitas yang baik karena nilai yang dihasilkan lebih rendah
dibandingkan hasil pemodelan yang dilakukan untuk kegiatan pengupasan tanah pucuk. Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya pengelolaan yang dilakukan berjalan dengan efektif. Upaya pengelolaan
lingkungan yang dilakukan perusahaan tambang bahan baku semen ini, yaitu pembuatan green barrier dengan
jenis tanaman mahoni, angsana, aksia, tanjung pada sisi terluar area tambang. Selain itu dengan penutupan truk
pengangkut material dan penyiraman jalan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, N., June, T., Yani, M., Mujito. (2018). “Estimasi Pola Dispersi Debu, SO2 dan NO2, dari Industri Semen
Menggunakan Model Gauss yang diintegrasikan dengan Screen3”, Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, 8 (1), 109-119.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2021). Peraturan Perundang-undangan Nomor 22 Tahun
2021 Tentang Penyelenggaraan Perlingungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Mulyani, E. (2011). “Semen dan Bahan Bakunya di Indonesia Periode 1997 - 2009 dan Prospeknya 2010-
2015”, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, 7 (2), 82-89.
Rahmadhani, A., Hermana, J., Assomadi, A. (2017). Pemodelan Dispersi Pencemaran Udara Sumber
Majemuk Industri Semen di Kabupaten Tuban Jawa Timur, 6 (2), 2337-3520.
Cipta Karya Kabupaten Tuban (2014). Rencana Program Investasi Jangka Menengah Tahun 2015-2019.
Bidang Cipta Karya, Dinas PUPR, Kabupaten Tuban.
U.S. Environmental Protection Agency (1995). “Compilation of Air Pollutant Emission Factors”, AP-42 Fitfth
Edition, 1.
U.S. Environmental Protection Agency (2006). “Compilation of Air Pollutant Emission Factors”, AP-42
Unpaved Roads-Chapter 13.2.2, 1.
U.S. Environmental Protection Agency (2009). “Compilation of Air Pollutant Emission Factors”, AP-42 Fitfth
Edition, 1.
U.S. Environmental Protection Agency (2021). “User’s Guide for the AMS/EPA Regulatory Model
(AERMOD)”, EPA-454/B-21-001.
Visscher, A. (2014). Air Dispersion Modelling. John Wilwy & Sons Inc., New Jersey.